Prospek Terapi Sel Punca untuk Cerebral Palsy

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Prospek Terapi Sel Punca untuk Cerebral Palsy
Maurin Merlina*, Yuyus Kusnadi*, Artati**
* Stem Cell & Cancer Institute, PT. Kalbe Farma Tbk., Jakarta, Indonesia
** Medical Department, PT. Kalbe Farma Tbk., Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Kerusakan otak pada cerebral palsy (CP) menyebabkan penurunan fungsi motorik serta kualitas hidup penderita. Penanganan CP hingga saat ini
lebih banyak difokuskan pada terapi fisik, tanpa menyentuh akar permasalahan, yakni perbaikan kerusakan saraf otak. Sebelum konsep terapi
sel punca diperkenalkan, regenerasi saraf otak yang sudah rusak permanen merupakan suatu hal yang mustahil. Kini, maraknya penelitian yang
mengungkap potensi dan aplikasi sel punca menjadi harapan baru bagi penderita CP. Berbagai penelitian dan uji klinik di berbagai negara berupaya mencari jenis dan metode terapi sel punca yang paling aman dan efektif bagi penderita CP yang umumnya anak-anak. Terapi sel punca
tampaknya memiliki prospek yang cerah untuk melengkapi penanganan CP di masa depan.
Kata kunci: cerebral palsy, regenerasi, sel punca, terapi
ABSTRACT
Brain damage in cerebral palsy (CP) decreases patient’s motor function and quality of life. To date, CP management is largely focused on physical
therapy, without touching the root of problem, the brain repair. Before the concept of stem cell therapy is introduced, the regeneration of permanently damaged neurons thought to be impossible. Nowadays, researches that reveal the potential and applications of stem cells become a
new hope for people with CP. Various studies and clinical trials conducted in many countries search for the safest and most effective methods of
stem cell therapy for CP patients, who are mostly children. Stem cell therapy seems to have a good prospect in CP management in the future.
Maurin Merlina, Yuyus Kusnadi, Artati. Prospects of Stem Cell Therapy for Cerebral Palsy.
Key words: cerebral palsy, regeneration, stem cell, therapy
PENDAHULUAN
Cerebral palsy (CP) merupakan kumpulan
gejala kelainan perkembangan motorik
dan postur tubuh yang disebabkan oleh
gangguan perkembangan otak sejak
dalam kandungan atau di masa kanakkanak. Kelainan tersebut kerap dibarengi
dengan gangguan sensasi, persepsi, kognisi,
komunikasi, tingkah laku, epilepsi, dan
masalah muskuloskeletal. Gejala CP mulai
dapat diamati pada anak-anak di bawah umur
3 tahun, yaitu manifestasi berupa hipotonia
awal pada 6 bulan pertama hingga 1 tahun
dan umumnya diikuti spastisitas.1,2
Banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko
CP mulai dari periode pre-, peri-, dan postnatal.
Faktor risiko pada periode prenatal adalah
infeksi dalam kandungan, seperti infeksi
toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, dan
herpes (TORCH).7 Faktor risiko pada periode
perinatal dapat disebabkan oleh berat badan
lahir rendah, kelahiran multipara, hipoksia,
asfiksia, dan kelahiran prematur.8,9 Faktor risiko
pada periode pascanatal berupa benturan
fisik pada kepala, tingginya kandungan logam
dalam tubuh, insiden yang menyebabkan
kondisi hipoksia-iskemia, kegagalan fungsi
hati, ensefalitis, dan meningitis.10,11
Prevalensi CP secara global berkisar antara
1-1,5 per 1.000 kelahiran hidup dengan
insidens meningkat pada kelahiran prematur.3
Di negara maju, prevalensi CP dilaporkan
sebesar 2-2,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup,4
sedangkan di negara berkembang berkisar
antara 1,5-5,6 kasus per 1.000 kelahiran hidup.5
Hingga saat ini, belum tersedia data akurat
perihal jumlah penderita CP di Indonesia,
diperkirakan terdapat sekitar 1-5 kasus per
1.000 kelahiran hidup.6
Gambaran klinis CP tergantung pada bagian dan
luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan. Berdasarkan gejala klinisnya, CP dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok, yakni spastik, ataksid, atetoid/diskinetik, dan campuran.12
744
CDK-198_vol39_no10_th2012 ok bgt.indd 744
1. Spastik
Sebagian besar (kurang lebih 80%) kasus CP
adalah jenis spastik. CP spastik ditandai dengan
kaku otot terutama tungkai dan jika dibiarkan
dalam waktu lama dapat menimbulkan kon-
traktur. Berdasarkan lokasi yang mengalami
kaku otot, CP spastik dikelompokkan lebih
lanjut menjadi (Gambar 1):
a. Spastik monoplegi: Kaku pada satu anggota gerak, umumnya lengan
b. Spastik diplegi: Kaku pada keempat anggota gerak, umumnya tungkai bawah lebih
parah
c. Spastik triplegi: Kaku pada tiga anggota
gerak, kombinasi dua lengan dan satu tungkai
paling sering ditemukan
d. Spastik kuadriplegi: Kaku pada keempat
anggota gerak, yakni kedua lengan dan tungkai dengan tingkat keparahan yang sama
e. Spastik hemiplegi: Kaku pada satu sisi tubuh, bagian terparah ada di lengan.
2. Ataksid
CP ataksid terjadi pada 5-10% penderita. CP
ataksid mengganggu keseimbangan dan
persepsi, umumnya ditandai dengan gangguan koordinasi saat berjalan, saat melakukan
gerakan yang cepat dan tepat, seperti menulis dan mengancingkan baju. Penderita juga
sering mengalami tremor dan menggigil saat
hendak meraih benda.
CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012
10/25/2012 11:11:00 AM
TINJAUAN PUSTAKA
3. Atetoid/diskinetik
CP jenis atetoid/diskinetik terjadi pada 10-20%
penderita. Penderita CP atetoid mengalami
fluktuasi tonus otot yang menyebabkan
gerakan lambat dan tidak terkontrol. Jika
mengenai otot-otot wajah, penderita akan
terlihat selalu menyeringai dan mengeluarkan
air liur. Intensitas gerakan yang tidak terkontrol
akan meningkat pada kondisi stres emosional,
menghilang saat tidur.
4. Campuran
Sekitar 10% penderita CP mengalami jenis
campuran. CP campuran yang paling sering
ditemui adalah kombinasi spastik dan atetoid.
Gejala spastik biasanya muncul pada umur
yang lebih muda, dilanjutkan dengan gejala
atetoid pada umur 9 bulan - 3 tahun.
TERAPI STANDAR UNTUK CEREBRAL
PALSY
CP bersifat nonprogresif,13 artinya kemunduran
yang dialami penderita tidak akan bertambah
parah, namun juga tidak dapat dikembalikan
sempurna seperti orang normal. Karena itu,
upaya-upaya medis yang dilakukan sejauh ini
bukan ditargetkan untuk menyembuhkan,
melainkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kemampuan motorik, mengembangkan kognisi, interaksi sosial, serta kemandirian.
Gejala kemunduran fungsi yang dialami oleh
setiap penderita CP sangat spesifik, oleh karena
itu, jenis terapi standar yang diberikan berbedabeda tergantung kebutuhan setiap individu.14
Terapi standar CP memerlukan pendekatan
multidisiplin, yakni melalui terapi fisik, terapi
perilaku, terapi bicara, obat-obatan (oral,
intratekal, sistemik), dan intervensi bedah.14
Pendekatan terapi fisik atau fisioterapi
terdiri atas bermacam-macam metode,
antara lain peregangan pasif,15 hidroterapi,16
hippoterapi,17 dan pemakaian alat ortotik.18
Pemberian obat-obatan, seperti baklofen,
diazepam, dantrolen, dan tizanidin bertujuan
mengurangi spasme otot,19 tetapi hampir
semua obat diberikan dalam dosis tinggi
sehingga dapat menimbulkan efek samping,
seperti sedasi, rasa lelah, mual, gangguan
kognisi, hilang keseimbangan, dan penurunan
ambang rangsang kejang.20
Terapi fisik juga sering dikombinasikan dengan intervensi yang lebih invasif, yakni bedah ortopedi ataupun bedah saraf. Intervensi
bedah ortopedi bertujuan untuk memper-
CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012
CDK-198_vol39_no10_th2012 ok bgt.indd 745
baiki deformitas muskuloskeletal penderita
CP, sehingga didapatkan postur tubuh yang
lebih baik serta kemudahan pergerakan. Tiga
bagian tubuh yang umumnya dikoreksi melalui bedah ortopedi antara lain tungkai bawah,
tulang pinggul, dan tulang belakang.21 Intervensi bedah saraf umumnya dilakukan melalui selective dorsal rhizotomy (SDR). Prosedur
SDR adalah memotong saraf sensorik di ruas
tulang belakang bagian bawah yang bertanggung jawab terhadap rigiditas otot tungkai,
sehingga didapatkan penurunan spastisitas.22
PENDEKATAN SEL PUNCA UNTUK
TERAPI CEREBRAL PALSY
Beberapa dekade yang lalu, para klinisi masih berfokus pada manajemen terapi untuk perbaikan
fisik penderita CP. Wacana tentang terapi yang
mengarah pada perbaikan saraf sudah terpikirkan, namun saat itu belum ada jenis intervensi
yang terbukti ampuh secara klinis untuk memperbaiki kerusakan area otak yang mengontrol
kemampuan motorik.23 Pembuktian konsep bahwa regenerasi sel sistem saraf pusat dapat terjadi
secara alamiah,24semakin menguatkan keyakinan
para peneliti dan klinisi untuk mengembangkan
terapi yang berbasis regenerasi.
Sel punca memiliki kemampuan memperbarui diri (self-renewal) dan berdiferensiasi
menjadi berbagai jenis jaringan dewasa yang
fungsional (multipoten),25 sehingga ideal digunakan untuk terapi regeneratif. Berdasarkan literatur, setidaknya terdapat empat tipe
sel punca yang pernah diteliti potensinya sebagai agen terapi CP, yaitu sel punca neural,
embrionik, hematopoietik, dan mesenkimal.
Sel punca neural
Guna memperbaiki kerusakan otak, mulanya
peneliti tertarik untuk mengembangkan sel
punca neural yang seyogianya terdapat di otak.
Pada proses neurogenesis, sel punca neural
dapat berdiferensiasi menjadi neuron, astrosit,
dan oligodendrosit. Sel punca neural tersebar
di seluruh wilayah sistem saraf pusat, namun
diferensiasinya membentuk sel-sel saraf hanya
terjadi pada wilayah terbatas, yakni zona subventrikular pada ventrikel lateral dan zona subgranular pada girus hipokampus.26Penelitian
Levison dkk. menunjukkan bahwa kondisi
hipoksia-iskemia pada masa perinatal menyebabkan hilangnya sel punca neural dan
progenitor oligodendrosit pada zona subventrikular.27 Hilangnya sel punca pada bagian
yang harusnya aktif melakukan neurogenesis
menyebabkan kerusakan otak menjadi permanen. Implikasinya, jika ingin melakukan
upaya regenerasi, diperlukan sel punca neural
dari sumber lain, misalnya dari saraf tulang belakang pasien28 atau jaringan otak fetus.29 Akan
tetapi, penggunaan kedua sumber sel punca
tersebut terbentur oleh isu keamanan prosedur dan etika, sehingga dicari sumber lainnya.
Sel punca embrionik
Sel punca embrionik adalah sel pluripoten
yang menyusun inner cell mass pada tahap
perkembangan embrio.30 Karena sifat
pluripotensinya, sel punca embrionik dapat
berdiferensiasi menjadi seluruh jaringan
tubuh termasuk semua jenis sel saraf.31,32 Pada
penelitian Ma dkk., sel punca embrionik dapat
diinduksi secara in vitro agar mengekspresikan
penanda permukaan sel saraf, yaitu nestin
dan microtubule associated protein (MAP-2).
Apabila disuntikkan pada tikus model
ensefalopati hipoksik-iskemik, sel yang
telah terinduksi mampu bermigrasi ke area
otak yang rusak dan membentuk kembali
neuron yang hilang.33 Meskipun potensi sel
punca embrionik sangat besar dalam terapi
regenerasi saraf, risiko terbentuknya tumor
dan reaksi penolakan menjadi kelemahan dari
aplikasi jenis sel tersebut.34
Sel punca hematopoietik
Sel punca hematopoietik adalah sel multipoten
yang berperan dalam pembentukan darah
(hematopoiesis). Sel punca hematopoietik
terdapat di sumsum tulang, darah tali pusat,
dan ditemukan sedikit pada darah tepi. Secara
molekuler, sel punca hematopoietik ditandai
dengan ekspresi positif CD34 dan CD133.35
Penelitian Hao dkk. menggunakan sel punca
hematopoietik dari sel-sel hati fetus dan
berhasil mengembangkan sel tersebut ke arah
sel punca neural, lalu membentuk astrosit.
Penanda yang digunakan dalam studi tersebut
adalah glial fibrillary acidic protein (GFAP)
dan S100, yang diekspresikan oleh astrosit.36
Studi pada tikus dengan cedera tulang
belakang menunjukkan bahwa transplantasi
sel hematopoietik sumsum tulang dapat
memicu perbaikan fungsional. Selain itu,
deteksi imunohistokimia mengidentifikasi
bahwa sel yang diberikan mengekspresikan
penanda spesifik astrosit, oligodendrosit, dan
prekursor neural.37 Secara klinis, sel punca
hematopoietik telah diaplikasikan pada pasien
multiple sclerosis dan amyotrophic lateral
sclerosis dengan hasil yang memuaskan.38,39
745
10/25/2012 11:11:01 AM
TINJAUAN PUSTAKA
Sel punca mesenkimal
Sel punca mesenkimal dapat diisolasi dari
sumsum tulang,40 Wharton’s jelly,41 darah
tali pusat,42 plasenta,43 dan jaringan lemak.44
Penelitian Scintu dkk. membuktikan sel punca
mesenkimal yang berasal dari sumsum tulang
dapat berdiferensiasi menjadi sel saraf dengan
melibatkan sebuah faktor transkripsi yang
disebut Hes1. Diferensiasi sel tersebut ke arah
neural dideteksi dengan ekspresi penanda
nestin, neuroD1, Neurog2, Msl1, dan otx1.45 Sel
punca mesenkimal dari Wharton’s jelly dapat
mengekspresikan fenotipe neural, seperti
β-tubulin, neurofilamen M, axonal growthcone-associated protein, dan tirosin hidroksilase,
apabila diinduksi oleh basic fibroblast growth
factor (bFGF), butylated hydroxyanisole, and
dimethylsulfoxide (DMSO) pada medium rendah
serum.46 Hou dkk. berhasil membuktikan bahwa
sel punca mesenkimal dari darah tali pusat dapat
diinduksi agar mengekspresikan neurofilamen
dan neuro-spesificenolase.47 Demikian pula dengan
sumber plasenta, Portmann-Lanz dkk. berhasil
mendiferensiasikan sel punca mesenkimal
menjadi neuron dan oligodendrosit48 serta telah
diujikan pada tikus model stroke49 dan multiple
sclerosis.50 Sementara itu, sel punca mesenkimal
dari jaringan lemak dapat mengekspresikan
nestin, tirosin hidroksilase, dan reseptor terhadap
neurotransmiter gamma-aminobutyric acid
(GABA).51 Lebih lanjut, Kingham dkk. membuat
sel Schwann dari sel mesenkimal lemak yang
terbukti dapat memicu pertumbuhan neurit
secara in vitro.52
APLIKASI KLINIS SEL PUNCA UNTUK CP
Basis data registrasi uji klinik di dunia mencatat
12 uji klinik fase I dan II yang mengevaluasi sel
punca untuk pengobatan CP pada tahun 20092012 (Tabel 1). Pelaku uji klinik didominasi oleh
negara Cina (42%), disusul oleh Amerika Serikat, Korea, Meksiko, Iran, dan India. Beberapa
lembaga medis dan pusat-pusat penelitian di
dunia juga telah melakukan pelayanan terapi
sel punca pada pasien CP (Tabel 2). Jenis sel
punca yang digunakan untuk aplikasi klinis CP
cukup beragam, meliputi sel progenitor saraf,
sel punca mesenkimal, sel punca hematopoietik (CD34+/CD133+), dan sel mononuklear.
Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa
sumber sel punca yang banyak dipilih adalah
sumsum tulang dan darah tali pusat, sedangkan metode yang digunakan mayoritas adalah transplantasi autologus.
Sumsum tulang dan darah tali pusat merupa-
746
CDK-198_vol39_no10_th2012 ok bgt.indd 746
kan sumber sel punca yang cukup populer digunakan dalam upaya transplantasi.53 Sumsum
tulang dahulu banyak diaplikasikan untuk terapi
penyakit keganasan darah karena dikenal sebagai deposit sel hematopoietik. Sejak diketahui
mengandung sel punca mesenkimal, sumber
sumsum tulang menjadi populer dalam aplikasi di bidang muskuloskeletal dan selanjutnya
mulai banyak diteliti ke arah neurologis.
Darah tali pusat mengandung populasi limfosit
T yang belum matang serta jumlah sel CD4+/
CD8+ yang lebih rendah dibandingkan darah
perifer dewasa,54 sehingga dapat dikatakan
memiliki imunogenisitas yang rendah. Imunogenisitas yang rendah menyebabkan tingkat
toleransi perbedaan human leukocyte antigen
(HLA) antara donor-resipien lebih besar.55 Minimal 4/6 kecocokan HLA antara donor-resipien
masih dapat diterima tanpa menimbulkan
risiko graft versus host diseases (GvHD). Implikasinya, pencarian donor alogenik darah tali
pusat lebih mudah daripada sumsum tulang,
sehingga cocok diterapkan pada pasien-pasien
dari etnik minoritas atau kasus-kasus yang memerlukan penanganan segera.56,57
Terapi sel punca secara autologus masih lebih
diutamakan daripada alogenik karena lebih
aman, tidak ada risiko penolakan transplan oleh
tubuh pasien, akan tetapi, metode autologus
mengharuskan pasien untuk mendonorkan
jaringan miliknya, seperti sumsum tulang
atau darah tali pusat, untuk keperluan isolasi
atau perbanyakan sel punca. Pada kasus CP,
di mana mayoritas pasien adalah anak-anak,
teknik pengambilan sumsum tulang mungkin
dianggap terlalu invasif, hingga pada contoh
kasus pasien kanker anak, pelatihan manajemen
nyeri dinilai perlu diberikan sebelum biopsi.58
Di sisi lain, tidak semua orangtua melakukan
penyimpanan darah tali pusat. Karena itu, pada
kasus-kasus tertentu, metode alogenik dapat
diupayakan sebagai solusinya.
NCT01072370* adalah uji klinik pertama yang
mendapatkan persetujuan dari Food and Drug
Administration (FDA), Amerika Serikat. Uji klinik tersebut memanfaatkan sel mononuklear
darah tali pusat (107/kg berat badan) yang
diberikan secara intravena pada pasien CP
berusia 1-12 tahun. Tahun 2006, Ramirez dkk.
(2006)59 melakukan uji klinik terhadap sel punca hematopoietik CD133+/CD34+ yang telah
diseleksi menggunakan teknologi magnetic
assisted cell sorting (MACS). Sebanyak 1,5x106
sel CD133+/CD34+ disuntikkan secara intramuskular di daerah abdomen. Pemberian dosis yang relatif rendah tersebut masih
mampu memperbaiki kemampuan motorik
secara signifikan pada 75% peserta uji klinik.
Berdasarkan hasil kedua uji klinik tersebut,
penggunaan fraksi sel yang heterogen dalam
terapi sel nampakanya berimplikasi pada dosis pemberian yang lebih tinggi daripada jika
menggunakan fraksi sel yang telah diseleksi.
Fraksi mononuklear darah tali pusat berisi
populasi sel yang heterogen, termasuk di dalamnya adalah sel punca hematopoietik60 dan
mesenkimal.61 Beberapa peneliti meyakini
bahwa pemberian sel yang heterogen lebih
baik daripada homogen karena meskipun
mengandung jumlah sel punca yang lebih
sedikit, populasi mononuklear mempunyai lebih banyak faktor pertumbuhan yang penting
dalam regenerasi sel.62 Sementara itu, peneliti lain meyakini bahwa pemberian sel yang
telah terseleksi, misalnya sel CD34+ murni,
lebih aman karena mereduksi reaksi transfusi yang terkait dengan perbedaan golongan
darah.63 Selain itu, populasi sel yang terseleksi
memungkinkan sekresi faktor pertumbuhan
yang lebih seragam dan spesifik.64
HIPOTESIS MEKANISME KERJA SEL
PUNCA DALAM REGENERASI SARAF
Terapi sel punca untuk perbaikan saraf memperlihatkan tiga mekanisme regenerasi yang
berasosiasi dengan jenis sel punca yang diberikan. Mekanisme pertama adalah dengan
menggantikan sel-sel saraf yang rusak melalui
diferensiasi.65 Mekanisme kedua, dibuktikan
oleh Park dkk., adalah dengan berinteraksi
langsung dengan sel saraf resipien, di mana sel
punca dengan bantuan scaffold membentuk
”jembatan” dengan sel saraf yang rusak dan selsel lain di dekatnya. Interaksi tersebut diyakini
dapat memicu rekonstruksi jaringan baru, sekalipun volume lesi cukup besar.66 Kedua mekanisme di atas paling sering ditemukan pada
penggunaan sel punca neural yang umumnya
diberikan secara intraserebral atau intratekal.
Mekanisme ketiga adalah dengan cara menginduksi produksi faktor pertumbuhan yang
mendukung regenerasi saraf, seperti nerve
growth factor (NGF) dan brain-derived neurotrophic factor (BDNF).67 Mekanisme ketiga
nampaknya lazim terjadi pada penggunaan
sel punca non-neural, seperti pada sel punca
hematopoietik, mesenkimal, dan progenitor
CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012
10/25/2012 11:11:02 AM
TINJAUAN PUSTAKA
darah tali pusat. Hipotesis Payne terhadap keberhasilan uji klinik sel punca hematopoietik
CD133+/34+ oleh Ramirez dkk. adalah bahwa sel punca tersebut memicu sekresi tumor
necrosis factor (TNF)-α yang selanjutnya meningkatkan sekresi NGF.68 Studi Velthoven dkk.
menunjukkan bahwa sel punca mesenkimal
meningkatkan ekspresi gen yang mengatur
proliferasi dan kelangsungan hidup sel saraf di
daerah yang rusak.69 Studi lain menyebutkan
bahwa terapi darah tali pusat meningkatkan
faktor neurotrofik BDNF dan vascular endothelial growth factor (VEGF).70 Pada mekanisme
ketiga, migrasi dan homing sel punca di daerah lesi nampaknya tidak menjadi keharusan,
sehingga dapat diterapkan jalur pemberian
secara intravena ataupun intramuskular.
SIMPULAN
Terapi sel punca berpotensi untuk dikem-
bangkan sebagai pelengkap terapi standar
CP. Secara global, pengembangan terapi sel
punca untuk indikasi CP berfokus pada sumber darah tali pusat dan sumsum tulang.
Meskipun pelayanan terapi sel punca untuk
CP sudah dilakukan di beberapa negara dengan hasil yang cukup baik, perlu dilakukan
lebih banyak lagi studi pre-klinik dan klinik
untuk memperkuat data-data keamanan dan
efikasi terapi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1
Rosenbaum P, Paneth N, Leviton A, Goldstein M, Bax M. A report: The definition and classification of cerebral palsy. Developmental Medicine and Child Neurology. 2009:49(s109);8-14.
2
Longo M, Hankins GD. Defining cerebral palsy: Pathogenesis, pathophysiology and new intervention. Minerva Ginecol. 2009;61(5):421-9.
3
McAdams RM, Juul SE. Cerebral palsy: Prevalence, predictability, and parental consulting. Neoreviews. 2011;12(10):e564-72.
4
Rosenbaum P. Cerebral palsy: What doctors and parents want to know. BMJ. 2003;326:970.
5
Dabydeen L. Cerebral palsy: A neonatal perspective. Annal of Indian Academy of Neurology. 2007;10:33-43.
6
Mardiani E. Faktor-faktor risiko prenatal dan perinatal kejadian cerebral palsy. Tesis Universitas Diponegoro, Semarang. 2006.
7
Schendel DE. Infection in pregnancy and cerebral palsy: Infectious diseases and woman’s health. Journal of American Woman’s Association. 2001;56(3):105-8.
8
Roberts JR. Metal toxicity in children. Training Manual on Pediatric Environmental Health: Putting it into Practice. Children’s Environmental Health Network. 1999;115-31.
9
Fatemi A, Wilson MA, Johnston MV. Hypoxic-ischemic encephalopathy in the term infant. Clin Perinatol. 2009;36(4):835-58.
10
Blair E, Stanley FJ. Intrapartum asphyxia: A rare cause of cerebral palsy. The Journal of Pediatrics 1988:112(4);515-9.
11
Grether JK, Nelson KB. Maternal infection and cerebral palsy of normal birth weight. The Journal of American Medical Association 1997;278(3):207-11.
12
Saharso D. Cerebral palsy: Diagnosis dan tata laksana. Naskah Lengkap Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI. Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI, FK Unair, RSU Dr. Soetomo, Surabaya. 2006.
13
Bax M, Goldstein M, Rosenbaum P, Leviton A, Paneth N, Dan B, dkk. Proposed definition and classification of cerebral palsy. Developmental Medicine & Child Neurology.
2005;47(8):571-6.
14
Krigger KW. Cerebral palsy: An overview. American Family Physician. 2006;73(1):91-100.
15
Pin T, Dyke P, Chan M. The effectiveness of passive stretching in children with cerebral palsy. Dev Med Child Neurol. 2006;48:855-62.
16
Kelly M. Aquatic exercise for children with cerebral palsy. Developmental Medicine & Child Neurology. 2005;47(12):838-42.
17
Benda W, McGibbon NH, Grant KL. Improvements in muscle symmetry in children with cerebral palsy after equin-assisted therapy (hippotherapy). The Journal of Alternative and Comple-
18
Autti-Rämö I, Suoranta J, Anttila H, Malmivaara A, Mäkelä M. Effectiveness of upper and lower limb casting and orthoses used in children with cerebral palsy. Am J Phys Med Rehabil.
mentary Medicine. 2003;9(6):817-25.
2006;85:89-103.
19
Gormly Jr. ME. Treatment of neuromuscular and musculoskeletal problems in cerebral palsy. Developmental Neurorehabilitation. 2001;4(1):5-16.
20
Patel DR, Soyode O. Pharmacologic interventions for reducing spasticity in cerebral palsy. Indian Journal of Pediatrics. 2005;72(10):869-72.
21
Renshaw TS, Green NE, Griffin PP, Root L. Cerebral palsy: Orthopedic management. The Journal of Bone and Joint Surgery 1995;77-A(10):1590-606.
22
McLaughlin JF, Bjornson KF, Astley SJ, Hays RM, Heffinger SA, Armantrout EA, dkk. Developmental Medicine & Child Neurology. 1994;36(9):755-69.
23
Goldstein M. The treatment of cerebral palsy: What we know, what we don’t know. The Journal of Pediatrics. 2004;145(2):S42-6.
24
Richardson PM, McGuiness UM, Aguayo AJ. Axons from CNS neurons regenerate into PNS grafts. Nature. 1980;284:264-5.
25
Weissman IL. Stem cells: Units of development, units of regeneration, and units in evolution. Cell. 2000;100:157-68.
26
Björklund A, Lindvall O. Self-repair in the brain. Nature. 2000;405:892-5.
27
Levison SW, Rothstein RP, Romanko MJ, Snyder MJ, Meyers RL, Vannuci SJ. Hypoxia/ischemia depletes the rat perinatal subventricular zone of oligodendrocyte progenitors and neural
28
Shihabuddin LS, Horner PJ, Ray J, Gage FH. Adult spinal cord stem cells generate neurons after transplantation in the adult dentate gyrus. The Journal of Neuroscience. 2000;20(23):8727-35.
stem cells. Dev Neurosci. 2001;23:234-47.
29
Uchida N, Buck DW, He D, Reitsma MJ, Masek M, Phan TV, dkk. Direct isolation of human central nervous system stem cells. PNAS. 2000;97(26):14720-5.
30
Thomson JA, Itskovitz-Eldor J, Shapiro SS, Waknitz MA, Swiergiel JJ, Marshall VS, dkk. Embryonic stem cell line derived from human blastocysts. Science. 1998;282(5391):1145-7.
31 Zhang SC, Wernig M, Duncan ID, Brüstle O, Thomson JA. In vitro differentiation of transplantable neural precursors from human embryonic stem cells. Nature Biotechnology. 2001;19:1129-33.
32
Carpenter MK, Inokuma MS, Denham J, Mujtaba T, Chiu CP, Rao MS. Enrichment of neurons and neural precursors from human embryonic stem cells. Experimental Neurology.
2001;172(2):383-97.
33
Ma J, Wang Y, Yang J, Yang M, Chang KA, Zhang L, dkk. Treatment of hypoxic-ischemic encephalopathy in mouse by transplantation of embryonic stem cell-derived cells. Neurochemistry
International. 2007;51(1):57-65.
34
35
Li JY, Christophersen NS, Hall V, Soulet D, Brundin P. Critical issues of clinical human embryonic stem cell therapy for brain repair. Trends in Neurosciences. 2008;31(3):146-53.
Yin AH, Miraglia S, Zanjani ED, Almeida-Porada G, Ogawa M, Leary AG, Olweus J, Kearney J, Buck DW. AC133, a novel marker for human hematopoietic stem and progenitor cells. Blood.
1997;90(12):5002-12.
36
Hao HN, Zhao J, Thomas RL, Parker GC, Lyman WD. Fetal human hematopoietic stem cells can differentiate sequentially into neural stem cells and then astrocytes in vitro. Journal of
CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012
CDK-198_vol39_no10_th2012 ok bgt.indd 747
747
10/25/2012 11:11:03 AM
TINJAUAN PUSTAKA
Hematology & Stem Cell Research. 2004;12(1):23-32.
37
Koshizuka S, Okada S, Okawa A, Koda M, Murasawa M, Hashimoto M, dkk. Transplanted hematopoietic stem cells from bone marrow differentiate into neural lineage cells and promote
functional recovery after spinal cord injury in mice. Journal of Neuropathology & Experimental Neurology. 2004;63(1):64-72.
38
Fassas AS, Passweg JR, Anagnostopoulos A, Kazis, Kozak T, Havrdova E, dkk. Hematopoietic stem cell transplantation for multiple sclerosis: A retrospective multicenter study. Journal of
Neurology. 2002;249(8):1088-97.
39
Deda H, Inci MC, Kürekçi AE, Sav A, Kayihan K, Özgün E, dkk. Treatment of amyotrophic lateral sclerosis patients by autologous bone marrow-derived hematopoietic stem cell transplantation: A 1-year follow-up. Cytotherapy. 2009;11(1):18-25.
40
Jones EA, Kinsey SE, English A, Jones RA, Straszynski L, Meredith DM, dkk. Isolation and characterization of bone marrow multipotential mesenchymal progenitor cells. Arthritis & Rheumatism. 2002;46(12):3349-60.
41
Wang HS, Hung SC, Peng ST, Huang CC, Wei HM, Guo YJ, dkk. Mesenchymal stem cells in the Wharton’s jelly of the human umbilical cord. Stem Cells. 2004;22(7):1330-7.
42
Lee OK, Kuo TK, Chen WM, Lee KD, Hsieh SL, Chen TH. Isolation of multipotent mesenchymal stem cells from umbilical cord blood. Blood. 2004;103(5):1669-75.
43
Fukuchi Y, Nakajima H, Sugiyama D, Hirose I, Kitamura T, Tsuji K. Human placenta-derived cells have mesenchymal stem/progenitor cell potential. Stem Cells. 2004;11(5):649-58.
44
Blande IS, Bassaneze V, Lavini-Ramos C, Fae KC, Kalil J, Miyakawa AA, dkk. Adipose tissue mesenchymal stem cell expansion in animal serum-free medium supplemented with autologous
human platelet lysate. Transfusion. 2009;49(12):2680-5.
45
Hermann A, Gastl R, Liebau S, Popa MO, Fiedler J, Boehm BO, dkk. Efficient generation of neural stem cell-like cells from adult human bone marrow stromal cells. Journal of Cell Science.
2004;117(19):4411-22.
46
Mitchell KE, Weiss ML, Mitchell BM, Martin P, Davis D, Morales L. Matrix cells from Wharton’s jelly form neurons and glia. Stem Cells. 2003;21(1):50-60.
47
Hou L, Cao H, Wang D, Wei G, Bai C, Zhang Y. Induction of umbilical cord blood mesenchymal stem cells into neuron-like cells in vitro. International Journal of Hematology. 2003;78(3):256-61.
48
Portmann-Lanz CB, Schoeberlein A, Portmann R, Mohr S Rollini P, Sager R, dkk. Turning placenta into brain: placental mesenchymal stem cells differentiate into neurons and oligodendrocytes. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2010;202(3):294e1-11.
49
Kranz A, Wagner DC, Kamprad M, Scholz M, Schmidt UR, Nitzsche F, dkk. Transplantation of placenta-derived mesenchymal stromal cells upon experimental stroke in rats. Brain Research.
50
Fisher-Shoval Y, Barhum Y, Sadan O, Yust-Katz S, Ben-Zur T, Lew N. Transplantation of placenta-derived mesenchymal stem cells in the EAE mouse model of MS. Journal of Molecular
51
Anghileri E, Marconi S, Pignatelli A, Cifelli P, Galié M, Sbarbati A. Neuronal differentiation potential of human adipose-derived mesenchymal stem cells. Stem Cells and Development.
52
Kingham PJ, Kalbermatten DF, Mahay D, Armstrong SJ, Wiberg M, Terenghi G. Adipose-derived stem cells differentiate into a Schwann cell phenotype and promote neurite outgrowth in
2010;1315:128-36.
Neuroscience. 2012 [cited 2012 July 9]. Available from:http://www.springerlink.com/content/ y63j6n5ku3m576x2/.
2008;17(5):909-16.
vitro. Experimental Neurology. 2007;207(2):267-74.
53
Gluckman E. Current status of umbilical cord blood hematopoietic stem cell transplantation. Experimental Hematology. 2000;28(11):1197-205.
54
Harris DT, Schumacher MJ, Locascio J, Besencon FJ, Olson GB, DeLuca D, dkk. Phenotypic and functional immaturity of human umbilical cord blood T lymphocytes. PNAS. 1992;89(21):10006-10.
55
Barker JN, Davies SM, DeFor T, Ramsay NK, Weisdorf DJ, Wagner JE. Survival after transplantation of unrelated donor umbilical cord blood is comparable to that of human leukocyte
antigen-matched unrelated donor bone marrow: results of a matched-pair analysis. Blood. 2001;97(10):2957-61.
56
Hwang WY, Samuel M, Tan D, Koh LP, Lim W, Linn YC. A meta-analysis of unrelated donor umbilical cord blood transplantation versus unrelated donor bone marrow transplantation in
adult and pediatric patients. Biol Blood Marrow Transplant. 2007;13,444–53.
57
Barker JN, Krepski TP, DeForr TE, Davies SM, Wagner JE, Weisdorf DJ. Searching for donor hematopoietic stem cells: Availability and speed of umbilical cord blood versus bone marrow.
Biology of Blood Marrow Transplant. 2002;8:257-60.
58
Liossi C, Hatira P. Clinical hypnosis versus cognitive behavioral training for pain management with pediatric cancer patients undergoing bone marrow aspirations. Int J Clin Exp Hypn.
1999;47(2):104-16.
59
Ramirez F, Steenblock DA, Payne A, Darnall L. Umbilical cord stem cell therapy for cerebral palsy. Medical Hypothesis and Research. 2006;3(2):679-86.
60
Broxmeyer HE, Douglas GW, Hangoc G, Cooper S, Bard J, English D, et al. Human umbilical cord blood as potential source of transplantable hematopoietic stem/progenitor cells. PNAS.
1989;86(10):3828-32.
61
Erices A, Conget P, Minguell JJ. Mesenchymal progenitor cells in human umbilical cord blood. Br. J Hematol. 2000;109(1):235-42.
62
Strauer BE, Kornowski R. Stem cell therapy in perspective. Circulation. 2003;107:929-34.
63
Steenblock D. Cerebral palsy and regenerative medicine. 2008 [cited 2012 July 10]. Available from: http://www.stemcelltherapies.org/cerebral_palsy.htm.
64
Bracci-Laudiero L, Celesfino D, Starace G, Antonelli A, Lambiase A, Procoli A, dkk. CD34-positive cells in human umbilical cord blood express nerve growth factor and its specific receptor
65
Snyder EY, Yoon C, Flax JD, Macklis JD. Multipotent neural precursors can differentiate toward replacement of neurons undergoing targeted apoptotic degeneration in adult mouse
TrkA. J. Neuroimmunology. 2003;136(1):130-9.
neocortex. PNAS. 1997;94:11663-8.
66
Park KI, Teng YD, Snyder EY. The injured brain interact reciprocally with neural stem cells supported by scaffolds to reconstitute lost tissue. Nature Biotechnology. 2002;20:1111-7.
67
Mahmood A, Lu D, Chopp M. Intravenous administration of marrow stromal cells (MSCs) increases the expression of growth factors in rat brain after traumatic brain injury. J. Neurotrauma.
2004;21(1):33-9.
68
Payne AG. Beneficial effects of subcutaneously injected human umbilical cord stem cells on cererbral palsy and traumatic brain injury in children and a posited mechanism. Medical
Hypotheses and Research. 2005;2(3):497-501.
69
Velthoven van CTJ, Kavelaars A, Bel van F, Heijnen CJ. Mesenchymal stem cell transplantation changes the gene expression profile of the neonatal ischemic brain. Brain, Behaviour, and
Immunity. 2011;25(7):1342-8.
70
Rosenkranz K, Kumbruch S, Tenbusch M, Marcus K, Marschner K, Demietsel R, dkk. Transplantation of human umbilical cord blood cells mediated beneficial effects on apoptosis, angiogenesis and neuronal survival after hypoxic-ischemic brain injury in rats. Cell and Tissue Res.. 2012;348(3):429-38.
748
CDK-198_vol39_no10_th2012 ok bgt.indd 748
CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012
10/25/2012 11:11:04 AM
Download