BAB V PEMBAHASAN A. Hasil Belajar Pretest Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai rerata pretest pada kelompok eksperimen sebesar 57,23 dan kelompok kontrol sebesar 57,23 sebelum proses pembelajaran untuk kedua kelompok dan sebelum stimulasi senam otak untuk kelompok eksperimen. Pada nilai pretest kelompok eksperimen terdapat 7 mahasiswa (53,84%) dan pada kelompok kontrol terdapat 5 mahasiswa (38,46%) masih mendapatkan nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM). Nilai KKM di D III Kebidanan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta adalah 60. Berdasarkan uji independent t-test yang telah dilakukan diperoleh nilai p=1,000 (p>0,05), menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna hasil belajar prestest antara kelompok eksperimen dan kontrol. Penyebab nilai pretest 12 mahasiswa berada dibawah KKM dan tidak ada perbedaan yang bermakna dari hasil belajar pretest kelompok eksperimen maupun kontrol dapat dikarenakan oleh pengalaman belajar. Mahasiswa belum pernah mendapatkan pengalaman belajar tentang materi konsep gender dari pendidik. Pengalaman belajar merupakan serangkaian proses dan peristiwa yang dialami oleh setiap mahasiswa dalam ruang lingkup tertentu (ruangan kelas) sesuai dengan metode, strategi, dan stimulasi pembelajaran 41 42 yang diberikan oleh masing-masing pendidik (Sanjaya, 2011). Selain karena kurangnya pengalaman belajar, ketidaksiapan mahasiswa menghadapi pretest tentang materi konsep gender dalam mata kuliah kesehatan reproduksi dan kb juga menyebabkan kurangnya nilai pretest. Hal ini sesuai dengan teori menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) ketidaksiapan menghadapi tes merupakan salah satu yang berpengaruh terhadap hasil belajar, ketidaksiapan mencakup kemampuan menempatkan diri pada keadaan apapun yang akan terjadi untuk melakukan serangkaian tindakan, kesiapan diri meliputi jasmani dan rohani. B. Hasil Belajar Pretest dan Posttest Pada Kelompok Eksperimen (dengan Stimulasi Senam Otak) Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa kelompok eksperimen memiliki nilai rerata pretest sebesar 57,23, sedangkan nilai rerata posttest sebesar 86,46 terjadi peningkatan nilai sebesar 29,23. Rerata hasil belajar pada kelompok eksperimen setelah dilakukan senam otak (posttest) lebih besar dibandingkan dengan rerata sebelum dilakukan senam otak (pretest). Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 nilai minimum pretest sebesar 40, sedangkan nilai minimum posttest sebesar 76. Nilai minimum hasil belajar pada kelompok eksperimen setelah dilakukan senam otak (posttest) lebih besar dibandingkan dengan nilai minimum sebelum dilakukan senam otak (pretest) terjadi peningkatan nilai sebesar 36. Nilai maximum pretest sebesar 72, sedangkan nilai maximum posttest sebesar 96. Nilai maximum hasil belajar 43 pada kelompok eksperimen setelah dilakukan senam otak (posttest) lebih besar dibandingkan dengan nilai maximum sebelum dilakukan senam otak (pretest) terjadi peningkatan nilai sebesar 24. Penyebab perbedaan yang lebih tinggi pada nilai rerata posttest, nilai minimum posttest, dan nilai maximum posttest jika dibandingkan dengan nilai rerata pretest, nilai minimum pretest, dan nilai maximum pretest pada kelompok eksperimen ini dikarenakan telah diberikan pengalaman belajar dan dilakukan pemberian intervensi senam otak. Mahasiswa melakukan semua gerakan yang diajarkan oleh peneliti dan enumerator dengan tepat sesuai ceklist senam otak. Senam otak dirancang untuk membantu fungsi otak yang lebih baik selama proses pembelajaran, menjaga tingkat konsentrasi, perhatian, motivasi, dan fokus mahasiswa saat proses pembelajaran dan tes (Demuth, 2008). Sebagian orang akan mengakui bahwa gerakan-gerakan senam otak dalam waktu singkat yaitu 10-15 menit yang dilakukan 1-3 kali dalam sehari sangat membantu untuk mencapai perilaku tertentu, seperti saat menghadapi proses belajar di kelas, membaca soal atau materi belajar dengan jarak pandang yang dekat, dan saat tes di kelas (Muhammad, 2011). Peneliti melakukan uji perbedaan rerata sebelum dilakukan senam otak dan setelah dilakukan senam otak diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05). Berdasarkan uji paired sample t-test yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar pretest mahasiswa sebelum dilakukan senam otak dan hasil belajar posttest setelah dilakukan senam otak. 44 Gerakan-gerakan dalam senam otak yaitu minum air, sakelar otak, gerakan silang, kait rileks, titik positif, pasang telinga dan gerakan burung hantu digunakan untuk menstimulasi dimensi lateralitas, meringankan dimensi pemfokusan, dan merelaksasi dimensi pemusatan peserta didik yang terlibat dalam situasi belajar tertentu, sehingga membuat pengalaman belajar lebih bermutu dan tepat (Demuth, 2008). Gerakan senam otak dengan cara minum air merupakan salah satu cara yang dapat menimbulkan konsentrasi otak. Air merupakan pembawa energi listrik yang sangat baik. Dua per tiga tubuh manusia terdiri dari air. Air dapat mengaktifkan otak untuk hubungan elektro kimiawi yang efisien antara otak dan sistem saraf untuk menyimpan serta menggunakan kembali informasi secara efisien. Dengan kecukupan air, maka kemampuan akademik akan meningkat. Minum air yang cukup sangat bermanfaat sebelum proses pembelajaran, menghadapi tes atau kegiatan lain yang membutuhkan konsentrasi, fokus dan yang dapat menimbulkan stres. Kebutuhan air adalah kira-kira 2% dari berat badan per hari. Semua aksi listrik dan kimia dari otak dan sistem saraf pusat tergantung pada aliran arus listrik antara otak dan organ sensorik, yang dimudahkan oleh air (Dennison, 2008). Gerakan sakelar otak dapat mengaktifkan otak untuk mengirim pesan dari bagian otak kanan ke sisi kiri tubuh dan sebaliknya, meningkatkan penerimaan oksigen, stimulasi arteri karotis untuk meningkatkan aliran darah ke otak, meningkatkan aliran energi dalam tubuh, memperbaiki kerja sama kedua mata (dapat meringankan stres visual atau memperbaiki pandangan 45 yang terus-menerus), otot tengkuk dan bahu lebih rileks sehingga gerakan ini dapat meningkatkan kemampuan membaca dan fokus pada saat membaca materi saat proses pembelajaran berlangsung serta saat dilakukan tes (Dennison, 2009). Gerakan silang mengaktifkan hubungan kedua sisi otak dan efektif karena merangsang bagian otak yang menerima informasi (receptive) dan juga bagian yang mengungkapkannya (expressive), meningkatkan kemampuan mengeja, menulis, mendengarkan, membaca, dan memahami materi sehingga mempermudah penerimaan materi saat proses belajar. Gerakan kait rileks memindahkan energi listrik dari pusat-pusat pertahanan hidup di batang otak ke pusat-pusat penalaran di otak tengah dan neocortex, sehingga mengaktifkan integrasi hemisfer, gerakan ini dapat meningkatkan kemampuan mendengar, berbicara, kesiapan menghadapi pembelajaran, tes, dan tantangan sejenisnya (Demuth, 2008). Gerakan titik positif mengaktifkan bagian depan otak guna menyeimbangkan stres yang berhubungan dengan ingatan tertentu, situasi, orang, tempat, dan keterampilan. Mengatasi lupa karena gugup, menenangkan pada saat tes di sekolah, dan dalam penyesuaian sehari-hari. Titik-titik ini merupakan titik keseimbangan neurovascular. Titik positif membuat darah mengalir dari hipotalamus ke otak bagian depan yang berfungsi sebagai pemikiran logis. Hal ini dapat meningkatkan respon untuk mempelajari situasi yang baru (Dennison, 2009). 46 Gerakan pasang telinga berfungsi mengaktifkan otak dalam memperbaiki pendengaran (termasuk pengenalan, perhatian, pembedaan bunyi, persepsi, dan ingatan melalui pendengaran), memperbaiki ingatan jangka pendek jangka panjang, kebugaran mental dan fisik meningkat, serta mengaktifkan kemampuan untuk menyaring suara-suara yang mengganggu dari yang perlu didengar. Gerakan burung hantu akan memperpanjang otot tengkuk dan bahu, dengan mengatur kembali jangkauan gerakannya dan peredaran darah ke otak untuk meningkatkan kemampuan fokus, perhatian, dan ingatan. Gerakan ini melegakan otot trapesius atas dan digunakan untuk melepaskan ketegangan saat melakukan keterampilan dengan jarak pandang dekat, seperti mengerjakan soal ujian (Dennison, 2008). C. Hasil Belajar Pretest dan Posttest Pada Kelompok Kontrol (Tanpa Stimulasi Senam Otak) Berdasarkan tabel 4.5 pada hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rerata pretest pada kelompok kontrol sebesar 57,23, sedangkan nilai rerata posttest kelompok kontrol sebesar 78,15. Rerata nilai pada saat posttest lebih besar dibandingkan dengan rerata pretest, terjadi peningkatan nilai sebesar 20,92. Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 nilai minimum pretest sebesar 40, sedangkan nilai minimum posttest sebesar 72. Nilai minimum hasil belajar pada kelompok kontrol setelah proses pembelajaran lebih besar dibandingkan dengan nilai minimum sebelum proses pembelajaran terjadi peningkatan nilai sebesar 32. Nilai maximum pretest sebesar 76, sedangkan nilai maximum 47 posttest sebesar 84. Nilai maximum hasil belajar pada kelompok kontrol setelah proses pembelajaran (posttest) lebih besar dibandingkan dengan nilai maximum sebelum proses pembelajaran (pretest) terjadi peningkatan nilai sebesar 8. Penyebab perbedaan yang lebih tinggi pada nilai rerata posttest, nilai minimum posttest, dan nilai maximum posttest jika dibandingkan dengan nilai rerata pretest, nilai minimum pretest, dan nilai maximum pretest pada kelompok kontrol karena pengaruh pemberian pembelajaran materi konsep gender. Pemberian pembelajaran menyebabkan mahasiswa memiliki pengalaman belajar sehingga mahasiswa menjadi tahu mengenai materi konsep gender. Reigeluth dalam Suprihatiningrum (2013) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu kinerja yang diindikasikan sebagai kemampuan yang telah diperoleh dari proses pembelajaran. Hasil belajar sangat erat kaitannya dengan belajar atau proses belajar, pengalaman belajar akan memberikan pengaruh terhadap hasil belajar. Sesuai dengan hasil uji paired sample t-test yang telah dilakukan diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05) berarti ada perbedaan yang bermakna hasil belajar sebelum diberikan proses pembelajaran dan setelah diberikan proses pembelajaran. Penyebab terdapat perbedaan yang bermakna dari hasil uji paired sample t-test sebelum diberikan proses pembelajaran dan setelah diberikan proses pembelajaran menurut Sanusi (2015) dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri mahasiswa yaitu kecerdasan atau intelegensi, konsentrasi, sikap, bakat, minat, serta motivasi maupun faktor dari luar diri 48 mahasiswa yaitu faktor sosial, faktor budaya, faktor lingkungan fisik dan pendekatan belajar seperti strategi belajar, metode belajar, serta stimulasi belajar. Secara tidak langsung pada kelompok kontrol telah terjadi peningkatan nilai tanpa disertai dengan stimulasi senam otak karena mahasiswa telah mendapatkan materi konsep gender saat proses belajar yang diberikan pendidik di kelas. Hal ini sangat dimungkinkan, karena faktor internal sedangkan salah satunya senam otak hanyalah faktor eksternal sebagai stimulasi dalam pembelajaran. D. Pengaruh Senam Otak Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa Berdasarkan tabel 4.7 pada hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rerata posttest mahasiswa pada kelompok eksperimen sebesar 86,46, sedangkan rerata posttest mahasiswa pada kelompok kontrol sebesar 78,15. Hasil ini menunjukkan bahwa rerata nilai hasil belajar pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rerata hasil belajar pada kelompok kontrol dengan selisih 8.31. Berdasarkan analisis data pada kelompok eksperimen dengan senam otak, didapatkan bahwa sebelum dan sesudah dilakukan senam otak terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,05). Adanya intervensi berupa senam otak ini membantu aliran darah ke otak dan dapat meningkatkan proses belajar dengan memastikan otak tetap waspada serta mempertahankan konsentrasi belajarnya (Muhammad, 2011). 49 Gerakan senam otak mengaktifkan Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada otak yang ditemukan di hippokampus, korteks, cerebrum, dan cerebellum yaitu area-area vital dalam proses belajar, mengingat, dan proses berpikir, serta meningkatkan sinapsin I, GrowthAsscociated Protein 43 (GAP-43), dan Cyclic AMP Response ElementBinding Protein (CREB) yang dapat meningkatkan platisitas neuron di hippokampus, cerebrum dan cerebellum yaitu bagian otak yang berperan dalam proses belajar, mengingat, proses berpikir, konsentrasi dan fokus yang lebih tinggi, sehingga hasil belajar kelompok eksperimen lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil belajar kelompok kontrol (Gomez, 2007). Salah satu hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Purwandari (2014), juga memberikan hasil yang sama, bahwa pemberian senam otak terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas III SDN Balongrejo, Nganjuk, Jawa Timur akan memaksimalkan kerja otak, mengintegrasikan otak dengan maksimal sehingga siswa lebih siap dalam menerima pembelajaran. Selain itu kreativitas guru akan meningkat dan suasana belajar lebih menyenangkan, sehingga meningkatkan minat siswa dalam belajar dan meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran Matematika. Selain itu hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Kisber (2007) studi mengenai pengaruh Brain Gym pada siswa sekolah dasar, yang menunjukkan bahwa membiarkan anak-anak untuk bergerak sepanjang hari tidak hanya membantu mereka untuk fokus, tetapi juga membantu mereka dalam bidang akademis. Selain itu, penelitian otak telah menunjukkan bahwa 50 menggabungkan gerakan tubuh memungkinkan siswa untuk membuat koneksi saraf antara dua belahan otak dan membantu siswa untuk membuat koneksi saat disajikan informasi serta untuk mempertahankan informasi. Studi ini terfokus pada efek Brain Gym meningkatkan motivasi siswa, perhatian dan prestasi. Christina (2010) menjelaskan Brain Gym dapat dilakukan dalam waktu singkat, tidak memerlukan bahan atau tempat yang khusus dan dapat digunakan dalam semua situasi belajar serta dapat menumbuhkan minat belajar siswa dalam penelitian efektivitas metode Brain Gym terhadap peningkatan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas V di SD Negeri Kalibeji Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang, sehingga siswa dapat memperbaiki konsentrasi, meningkatkan percaya diri, dan mengurangi stress yang menyebabkan kesulitan dalam belajar. Hambatan yang dialami saat penelitian pada pemberian senam otak untuk kelompok eksperimen yaitu peneliti harus mengikuti pelatihan senam otak terlebih dahulu yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Disiplin peserta didik yang kurang terkadang gaduh saat pembelajaran berlangsung. Sebanyak 15 % mahasiswa masih ada yang berbicara dengan temannya saat proses pembelajaran, tetapi kesulitan tersebut dapat teratasi dengan kembali mengingatkan mahasiswa dengan kontrak pembelajaran saat akan dimulai proses pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan cukup baik