Makalah Training Metode Pendekatan Pengajaran, Penelitian, Penulisan Disertasi dan Pencarian Bahan Hukum HAM Bagi Dosen-Dosen Hukum HAM Bali, 16 – 17 Maret 2009 Globalisasi, Transnational Corporation dan Pelanggaran HAM Ekonomi, Sosial dan Budaya Oleh : Yusak E. Reba GLOBALISASI, TRANSNATIONAL CORPORATION DAN PELANGGARAN HAM EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA1 Oleh : YUSAK E. REBA2 1. PENDAHULUAN Dalam perkembangan peradaban manusia, mengalami pergeseran yang sangat cepat dan perubahan peradaban itu tidak saja memberi kemanfaatan bagi manusia, namun bersamaan dengan itupula perubahan peradaban juga menghadirkan sejumlah permasalahan penting dalam kehidupannya, baik secara individual, kelompok maupun dalam skala negara. Peradaban manusia yang dimulai dengan upaya untuk memperoleh penghargaan dan penghormatan sebagai individu yang berhak atas harkat dan martabat sebagai manusia yang adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, mengalami perkembangan yang signifikan. Penghormatan terhadap manusia dan kemanusiaannya harus diperjuangkan karena adanya penindasan yang dilakukan oleh individu atau kelompok lainnya yang memiliki kekuasaan. Pada aspek yang lebih luas, munculnya pergerakan berbagai suku bangsa di dunia untuk menentukan nasibnya sendiri dalam wujud negara yang merdeka dan berpemerintahan sendiri agar mengatur kehidupannya yang lebih baik. Pergerakan itu dilakukan melalui peperangan antar bangsa didunia hingga ke wilayah Asia Tenggara. Peperangan antara bangsa dilakukan dalm bentuk perang tertutup (perang dingin) dan perang terbuka. Perang terbuka melalui perang dunia I dan perang dunia II, telah mengubah peradaban manusia yang hendak keluar dari proses penindasan kembali lagi pada hal yang sama, dan rasa kemanusiaan diantara sesama umat manusia telah hilang. Kesadaran akan pentingnya saling menghormati diantara sesama umat manusia, tumbuh dengan dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), tanggal 10 Desember 1948 walaupun dalam implementasinya belum efektif. 1 Materi disampaikan pada Kegiatan “Training Metode Pendekatan Pengajaran, Penelitian, Penulisan Disertasi dan Pencarian Bahan Hukum HAM Bagi Dosen – Dosen Hukum HAM (Peserta Gelombang II), yang diselenggararakan oleh Pusat Studi HAM, Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) Yogyakarta, bekerjasama dengan NCHR University of Oslo Norway, tanggal 16 -17 Maret 2009, di Sanur Paradise Plaza Hotel, Sanur Bali. 2 Dosen pada Bagian Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Cenderawasih Jayapura – Papua dan mahasiswa program Magister Ilmu Hukum (Konsentrasi Hukum Pemerintahan) pada Fakultas Hukum, Universitas Udayana Bali. Munculnya kesadaran untuk saling menghormati dan saling menolong diantara bangsa – bangsa dilakukan melalui kerjasama internasional dalam berbagai bidang. Hal ini dapat dilakukan karena dihasilkannya berbagai instrumen hukum internasional yang menerobos batas – batas negara dengan tidak mengabaikan kedaulatan negara yang diatur melalui hukum nasional masing – masing negara. Kerjasama yang dilakukan meliputi bidang perdagangan, pertahanan keamanan, pendidikan, pertanian, pengelolaan sumber daya alam dan lain sebagainya. Dalam perjalanan panjang berkaitan dengan hubungan kerjasama antar negara dengan tetap menghormati kedaulatan masing- masing negara, kini telah digiring pada adanya upaya – upaya untuk tidak lagi memperketat adanya kedaulatan negara secara signifikan. Pergeseran ini terjadi dengan adanya suatu paradigma baru yang disebut “globalisasi”. Era ini mulai memperlihatkan adanya intervensi dari berbagai negara yang dikategorikan telah maju dan siap untuk bersaing, namun lebih dari itu juga terkandung maksud yang terselubung untuk menguasai bangsa lain. Dengan adanya kerjasama internasional yang dilakukan oleh negara – negara berkembang dengan tidak lagi menempatkan kedaualatan dan batas negara secara ketat, menunjukan bahwa globalisasi telah menghentar kita kembali pada awal mula sifat manusia yang “ingin menguasasi” dan tindakan “penjajahan dalam pola baru melalui strategi yang disebut “globalisasi”. Pola interaksi antar negara memang sulit dihindari, namun dampak dari adanya era globaliasi sangat terasa oleh penduduk yang terdiri dari berbagai suku atau etnis yang hidup dalam wilayah negara Indonesia. Kehadiran era globaliasi telah membuka ruang bagi adanya investasi yang dilakukan oleh korporasi dari negara lain yang memiliki modal dan skill yang memadai. Keberadaan transnational corporation memberikan dampak positif berupa penyerapan tenaga kerja dan berimplikasi pada pemenuhan hak ekonomi dan sosial. Namun tidak signifikan memberi dampak bagi kehidupan masyarakat secara keseluruhan dan masyarakat lain yang tidak ambil bagian dalam aktivitas yang dilakukan oleh Transnational Corporation. Sebagai contoh dapat dikemukakan pada wilayah Provinsi Papua dengan kehadiran PT . Freeport Indonesia yang memulai aktifitas pada tahun 1962 hingga saat ini, tidak membawa perubahan bagi kehidupan penduduk di Papua. Selain aktifitas dibidang pertambangan, eksploitasi atas sumber daya alam berupa hutan dan laut dilakukan bentuk yang terhormat melalui mekanisme perizinan namun 2 juga melalui tindakan tidak terhormat dengan cara “pencurian”. Pada bidang perdagangan, ekonomi penduduk Papua terpuruk karena rendahnya angka pendapatan perkapita keluarga. Pergulatan untuk pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya ditengah lajunya kegiatan yang dilakukan oleh Transnational Korporation semakin menunjukan ketidakberdayaan masyarakat yang minim modal, skill maupun kapasitas lainnya untuk mensejajarkan aktivitas dan pemenuhan HAM EKOSOB. Masyarakat saat ini merupakan kelompok yang terpinggirkan yang juga diperburuk oleh orientasi pemerintah daerah pada meningkatkan pendapatan asli daerah dengan menghadirkan investor. Semakin tidak berdaya pemenuhan HAM EKOSOB rakyat di Papua, tidak saja dikontribusi oleh “Transnational Corporation” tetapi juga “National Korporation”. Terhadap permasalahan ini, hendak ditunjukan dalam tayangan film berikut ini yang menceritakan bagaimana penindasan gaya baru yang difasilitasi melalui era globalisasi terhadap penduduk di Provinsi Papua dan lemahnya tanggungjawab Pemerintah dalam memberi perlindungan, penghormatan dan pemenuhan terhadap HAM EKOSOB. 2. GLOBALISASI DAN PERAN TRANSNATIONAL CORPORATION (TNC’s) Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara. Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan koeksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia. 3 • Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda. • Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO). • Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan. • Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain. Selain ciri –ciri tersebut diatas, Tanri Abeng menyatakan bahwa perwujutan nyata dari globalisasi ekonomi anatar lain terjadi dalam bentuk – bentuk berikut : • Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menajdi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global. • Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara. • Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau 4 buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas. • Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global. • Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair. Ciri – ciri globalisasi sebagaimana dikemukakan diatas menunjukan bahwa dengan adanya ruang akses yang bebas antar berbagai negara dalam bidang perdagangan inernasional memberikan kesempatan kepada Transtational Corporation untuk leluasa melakukan aktivitasnya dan menguasai bidang – bidang perdagangan pada negara – negara sedang berkembang. Karena tidak sleuruh kerjasama internasional dalam bidang perdagangan akan menolong (berdampak positif) terhadap kemajuan negara tersebut tetapi bersamaan dengan itu secara perlahan – lahan melemahkan posisi dan daya saing dari negara yang sedang berkembang karena lambat dalam skill, kekurangan modal lemahnya kapasitas dan rendahnya pengetahuan. Tipologi TNC’s adalah perusahaan dengan murni modal, bebas mengalir ke mana saja, tanpa kedudukan nasional dengan perangkat manajemen internasional dan kemampuan-kemampuannya beroperasi di lokasi mana saja atau berpindah ke lokasi mana saja di dunia untuk meraih laba yang paling aman dan sebesar-besarnya. Konsep ini adalah impian dari kapitalisme internasional. Dengan sebuah setting perdagangan yang ”tanpa batas”, instrumen dan perkakasnya pun harus dibentuk mampu menjalankan perannya melewati “batas-batas yang ada”, dalam hal ini negara. Maka TNC’s bukan lagi sebuah perusahaan yang terpaku pada satu lokasi nasional, melainkan akan menjadi pelayan bagi pasar dunia melalui operasi globalnya. Adalah benar jika kemudian ada asumsi bahwa TNC’s tidak dapat lagi dikendalikan ataupun dihambat dengan kebijakan-kebijakan oleh negara-negara mana pun. Bahkan, tidak 5 jarang TNC’s dapat melepaskan diri dari semua peraturan standar internasional yang disepakati dan ditegakkan oleh masyarakat dunia. Kekuasaan TNC’s telah melampaui kekuasaan-kekuasaan negara, militer, intelijen, bahkan lembaga-lembaga internasional termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Negara maju seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang, tidak luput dari cengkeraman perusahaan-perusahaan tanpa negara ini. 3. BENTUK – BENTUK PELANGGARAN HAM EKOSOB YANG TERJADI Hak Asasi Manusia bersifat universal, yang berarti bahwa seseorang berhak atas hakhak tersebut karena ia adalah manusia. Jadi setiap orang harus diperlakukan sesuai dengan hak-hak itu, dan merupakan sarana etis dan hukum untuk melindungi individu, kelompok dan golongan lemah terhadap kekuatan-kekuatan atau kekuasaan-kekuasaan yang menindas hak-hak itu dalam masyarakat modern. Deklarasi Wina (1993) menyebut adalah Kewajiban Negara untuk menegakan hak asasi manusia dan menganjurkan pemerintah-pemerintah untuk menggabungkan standar-standar yang terdapat dalam instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional kedalam hukum nasional. Penggabungan standart HAM dalam instrumen hukum internasional kedalam hukum nasional dilakukan dengan cara ratifikasi. Ratifikasi adalah transformasi atau penggalian dari hukum internasional kedalam hukum nasional, terutama hukum perjanjian internasional baik yang bersifat bilateral maupun multilateral. Atau pengikatan diri kepada perjanjian internasional yang telah dibuat bersama negaranegara yang bersangkutan. Dengan demikian ada tiga sistem ratifikasi : 1. Sistem dimana ratifikasi semata-mata dilakukan oleh badan eksekutif; 2. Sistem diamana ratifikasi semata-mata dilakukan oleh badan legilstif; 3. Sistem campuran, dimana baik badan eksekutif maupun legislatif memainkan suatu peranan dalam proses ratifikasi. Pengikatan diri pada instrumen hukum nasional terlihat melalui materi muatan dalam Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (UU HAM). UU ini juga mengatur mengenai keajiban dan tanggungjawab pemerintah atas pemenuhan HAM termasuk tanggungjawab pemenuhan HAM EKOSOB. Dalam Pasal 71 UU HAM 6 menyatakan bahwa “Pemerintah wajib dan bertanggungjawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang – undang ini, peraturan perundang – undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”. Pengaturan ini dapat dikategorikan sebagai bentuk “norma kabur” karena tidak memberi uraian lebih lanjut mengenai bentuk – bentuk atau wujud tindakan nyata yang dilakukan oleh Pemerintah dalam hal melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM secara umum dan khususnya pada HAM EKOSOB. Tanggungjawab Pemerintah untuk memberi perlindungan dan pemenuhan atas HAM EKOSOB juga diperlihatkan secara tegas dalam Pasal 6 Kovenan HAM EKOSOB tanggal 16 Desember 1966 yang menyatakan bahwa : (1) Negara Pihak dari Kovenan ini mengakui hak atas pekerjaan, termasuk hak semua orang atas kesempatan untuk mencari nafkah melalui pekerjaan yang dipilih atau diterimanya secara bebas, dan akan mengambil langkah – langkah yang memadai guna melindungi hal ini. (2) Langkah – langkah yang akan diambil oleh Negara Pihak meliputi bimbingan teknis dan kejuruan serta program – program pelatihan, kebijakan dan teknik – teknik untuk mencapai perkembangan ekonomi, sosial dan budaya yang mantap serta lapangan kerja yang penuh dan produktf, dengan kondisi – kondisi yang menjamin kebebasan poltik dan ekonomi yang mendasar bagi perorangan. Berdasarkan uraian pada ayat (1) memberi tanggungjawab pada Pemerintah untuk melakukan upaya – upaya yang kongkrit dalam melindungi HAM EKOSOB. Namun hal ini tidak sesuai dengan realitas sebagaimana digambarkan dalam tayangan film tadi. Fakta yang tergambarkan menunjukan, Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Kota Jayapura tidak melindungi mama – mama orang asli Papua yang sedang berjualan dengan cara menyediakan tempat/sarana berupa pasar yang layak bagi mereka, tetapi yang terjadi adalah tindakan nyata berupa penggusuran terhadap aktivitas mereka. Sedangkan Uraian dalam ayat (2) tidak ditermeahkan secara jelas dalam Undang – Undang HAM maupun dalam Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan HAM EKOSOB. Pelanggaran HAM dinegeri ini masih merupakan masalah besar hingga kini dan masih membutuhkan banyak sekali pekerjaan yang harus dikerjakan tidak saja oleh Komnas HAM tetapi membutuhkan dukungan pihak lain juga. Untuk itu usaha untuk semakin menyebarluaskan pendidikan HAM terutama bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran HAM itu terjadi kepada banyak pihak patut dilakukan. Bentuk-bentuk pelanggaran 7 terjadi mulai dari ruang domestik dikeluarga sampai ruang publik dan dilakukan mulai dari pelaku individu hingga negara. Memahami apa saja bentuk pelanggaran HAM dan bagaimana pelanggaran itu terjadi menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang , dan tidak mendapatkan, atau dikwatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku3. Pembicaraan mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) dan pelanggarannya sudah kurang lebih dari setengah abad yang lampau terjadi dan masih menjadi topik yang aktual untuk masa lima atau sepuluh tahun yang akan datang, terutama untuk bangsa Indonesia. Pemahaman HAM pada tingkat elit politik, lingkungan akademisi, maupun dikalangan Lembaga Swadaya Masyarakat masih dalam tahap awal dan terkadang pada tahap inipun masih saja ada ketidakjujuran demi kepentingan kelompok. Esensi pelanggaran HAM bukan semata-mata pelanggaran terhadap hukum yang berlaku melainkan degradasi terhadap kemanusiaan atau merendahkan martabat dan derajat manusia menjadi rendah Pelanggaran HAM tidak selalu identik dengan pelanggaran hukum pidana karena dalam pelanggaran HAM terdapat unsur perencanaan, dilakukan secara sistematik, dengan cara tertentu, dengan tujuan tertentu dan ditujukkan kepada objek tertentu, yang lebih banyak bersifat kolektif baik berdasarkan agama, etnis, atau ras tertentu. Keistimewaan lain yang membedakan pelanggaran HAM dan pelanggaran Hukum Pidana adalah tidak ada masa kadaluarsa bagi pelanggar HAM. Dalam kaitan dengan pelanggaran HAM Ekosob, berdasarkan definisi tentang “pelanggaran HAM” sebagaimana telah diuraikan diatas, maka pelanggaran HAM EKOSOB sehubungan dengan tayangan dalam film memperlihatkan bentuk – bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah meliputi : a. Tindakan pembiaran oleh Pemerintah Tindakan pembiaran terjadinya pelanggaran HAM EKOSOB diperlihatkan dalam wujud tindakan berupa : 3 Pasal 1 angka 6 Undang – Undang Nomor 39 Tahun 199 tentang Hak Asasi Manusia. 8 1. Tindakan penggusuran bagi kelompok masyarakat yang berjualan Kelompok masyaralat yang terdiri dari ibu – ibu, tidak memperoleh tempat yang layak untuk melakukan kegiatan berjualan. Kebijakan pemerintah sering tidak terarah dan berubah ubah, hal ini dipengaruhi oleh karakter kepemimpinan dan program yang akan dilaksanakan oleh masing – masing Kepala Daerah. Dalam uraian film, muncul pernyataan Walikota Jayapura yang lebih berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan daerah melalui pajak dan retribusi daerah dengan memberikan kesempatan kepada korporation untuk melakukan aktifitasnya. Agar korporation dapat beraktifitas, pada tempat – tempat tertentu atau tata ruang wilayah kota/daerah yang yang dipandang potensial diprioritaskan pada kepentingan korporation sedangkan masyarakat yang adalah warga dan penduduk kota setempat menempati posisi kedua dengan tidak adanya jaminan perlindungan terhadap aktifitas yang mereka lakukan. 2. Tidak menegakan aturan – aturan yang memberi perlindungan HAM EKOSOB kepada rakyat. Berbagai instrumen hukum internasional berkaitan dengan perlindungan, pemenuhan dan penghormatan terhadap HAM EKOSOB telah diupayakan oleh Pemerintah untuk diratifikasi dan menjadi bagian dari hukum nasional sesuai Deklarasi Wina 1993. Namun berbagai hukum nasional yang telah diratifikasi, walaupun secara nornatif masih terdapat beberapa kelemahan, namun lebih dari itu adalah tidak dilaksanakannya aturan – aturan tersebut secara konsekuen. 3. Memberi peluang yang lebih kepada Corporation untuk melakukan aktifitasnya 4. Adanya proses pembiaran oleh Pemerintah bagi terjadi pelanggaran HAM EKOSOB menunjukan bahwa politik legisilasi dalam kaitan dengan pemenuhan HAM EKOSOB belum dijadikan sebagai prioritas perhatian dalam penyelenggara pemerintahan. Akibat yang ditimbulkan oleh adanya proses pembiatan tersebut adalah pertama, masyarakat tidak memiliki dasar lagalitas yang cukup untuk menuntut pemenuhan atas HAM EKOSOB karena politik legislasi tidak menyediakan ruang atau kesempatan untuk hal itu. 9 Kedua, rakyat tetap merupakan kelompok yang menjadi objek dalam penyelenggaraan pemerintahan dan bukan subjek hukum. Ketiga, rakyat merupakan kelompok yang termarjinalisasi dari peran pemerintah dan hubungannya dengan Transnational Corporation. Materi yang diuraikan : 1. pengaturan tanggungjawab pemenuhan ham ekosob menurut UUD, UU dan aturan internasional; 2. konsep pelanggaran HAM menurut UU HAM dan menurut pendapata para ahli hukum 3. Bentuk – bentuk pelanggaran HAM Ekosob yang dilakukan oleh pemerintah dalam arti luas dari uraian film 4. Akibat yang ditimbulkan dari adanya pembiaran oleh pemerintah terhadap pelanggaran HAM Ekosob tersebut 4. AKTOR UTAMA PELANGGARAN HAM EKOSOB Hak Asasi Manusia dikaji dari aspek hukum menurut Ignas Kleden berarti berbicara tentang bagaimana HAM itu seharusnya dilaksanakan (das sollen), bukan HAM itu telah dilaksanakan (das sein). Ham sebagai das sollen diatur dalam hukum internasional, regional, nasional dan lokal. Tanggungjawab mengenai Ham yang das sein pada dasarnya diberikan kepada negara. Bentuk tanggungjawab itu dikelompokkan menjadi : menghormati (obligation to protect), ( obligation to respect), melindungi dan bentuk pemenuhan (obligation to fulfil). Hal ini berpedoman kepada Sistem Hukum Asasi Manusia Internasional yang menempatkan negara sebagai aktor utama yang mempunyai kewajiban dan tanggungjawab (duty holders), sedangkan individu, kelompok, rakyat, berkedudukan sebagai pemegang hak (right holders). Negara diberi kewajiban atau tanggungjawab (obligation atau Resposibility) untuk memenuhi hak-hak rakyatnya yang diatur oleh hukum. Tanggungjawab ini juga sesuai dengan teori negara hukum yang dikemukakan oleh Freidrich Julius Stahl yang menyebutkan bahwa unsur – unsur Rechsstaat yakni “perlindungan hak asasi manusia”. Terhadap pendapat Stahl ini, A.V Dicey juga mengemukakan hal yang sama dengan menyatakan bahwa salah satu unsur negara hukum (rule of law) adalah terjaminnya hak – hak asasi manusia oleh undang – undang ataupun Undang – Undang Dasar. Berdasarkan kedua pendapat ini, maka 10 secara konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara RI 1945 yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum” memiliki makna adanya tanggungjawab Pemerintah untuk memberi perlindungan dan pemenuhan terhadap HAM EKOSOB. Namun dalam perspektif poltik legislasi, berbagai peraturan perundang – undangan yang dihasilkan setelah perubahan UUD Negara RI 1945 belum seleuruhnya mencerminkan adanya tanggungjawab negara dalam hal melindungi dan memenuhi HAM EKOSOB. Hal ini dapat terlihat melalui sulitnya masyarakat untuk menuntut pemenuhan HAM EKOSOB yang dilanggar oleh negara, karena dasar legalitas menuntut belum mendapat jaminan dalam peraturan perundang – undangan negara. Pemenuhan terhadap HAM EKOSOB bukan merupakan suatu hal atau kewajiban mutlak yang harus segera dipenuhi, karena Kovenan HAM EKOSOB juga memberi keleluasaan bagi Pemerintah untuk memenuhinya secara bertahap yang disesuaikan kemampuan negara Chesneyberpandangan bersangkutan. bahwa Namun “meskipun terhadap kovenan hal ini membolehkan Allan Mc Pemerintah mencapai pemenuhan hak secara bertahap, namun kovenan juga mengharuskan Negara – negara mengambil beberapa langkah secara langsung, dan dengan demikian merencanakan tahap untuk kemajuan selanjutnya. Jadi suatu negara peserta tidak boleh duduk diam saja dan tidak melakukan apapun terhadap hak ekonomi, sosial dan budaya sekalipun kovenan mengijinkan Pemerintah untuk membuat kemajuan secara perlahan. Kewajiban melindungi dan memenuhi HAM EKOSOB dari Pelaksana Hak (duty holders) atau Pemerintah mensyaratkan agar Pemerintah dapat mencegah atau menghentikan pelanggaran terhadap hak – hak kovenan yang dilakukan oleh individu ataupun organisasi yang bukan merupakan bagian dari Pemerintah. Menurut Allan Mc Chesney, Pemerintah melanggar kewajiban melindungi hak asasi, jika dalam usahanya mendorong investasi dan bisnis, pemerintah membatalkan undang – undang atau program – program yang melindungi hak – hak pekerja atau pengangguran. Selain itu kewajiban Pemerintah yang seharusnya menghormati, melindungi dna memenuhi hak asasi dalam kaiatn dengan peningkatan pendapatan perkapia atau ekonomi rumah tangga, tidak dipenuhi namun lebih memperioritaskan peran, aktivitas dan kontribusi anggaran dari kontribusi Korporation dibanding memajukan rakyat yang tertinggal secara sosil ekonomi. 11 Berdasarkan uraian diatas, hal ini terlihat jelas dalam tayangan film yang memperlihatkan bahwa peran Pemerintah melalui Pemerintah Kota/Kabupaten lebih memprioritaskan kegiatan investasi daripada menolong rakyat yang menderita. Cara berpikir maupun orientasi pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah menunjukan bahwa kuatnya pengaruh dan kekuatan Corporation dalam mepnegaruhi Pemerintah serta memposisikan ketergantungan yang sangat besar pada Corporation. Dengan demikian aktor utama pelanggaran HAM EKOSOB diperankan oleh Pemerintah dan Corporation. Kedua subyek hukum ini tidak lagi bercermin pada kovenan HAM Ekosob 1966 dan berbagai instrumen hukum internasional lainnya yang menegatur perlindungan dan pemenuhan terhadap HAM EKOSOB. 5. KETERLIBATAN NEGARA ATAU ORGAN - ORGANNYA SECARA LANGSUNG TERHADAP PEMBIARAN PELANGGARAN HAM EKOSOB. Didalam alinea ke-4 (empat) Pembukaan UUD 1945, secara jelas diamanatkan bahwa pemerintah bertugas dan berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini berarti bahwa pemerintah berkewajiban melindungi warga negaranya dalam kaitan dengan pemenuhan hak asasinya. Dengan demikian agar setiap warga negara memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas dirinya dan apa yang menjadi haknya, yang sangat pokok adalah tiap warga negara memiliki hak asasi memperoleh perlindungan hukum untuk menegakkan dan mewujudkan hak asasinya. Proses perlindungan hukum terhadap masyarakat sangat tergantung pada kemauan politik (political will) dari Pemerintah. Kemauan politik ini sangat tergantung pada sistem politik hukum nasional yakni jika suatu negara semakin kuat demokratisnya maka semakin kuat kemauan politiknya untuk menghormati dan melindungi hak asasi manusia. Seluruh dokumen HAM menegaskan bahwa kewajiban pemerintah dan individu dimanapun untuk tidak melanggar hak seseorang. Didalamnya terkandung keharusan untuk bertanggungjawab dalam melindungi dan menegakkan hak-hak mereka. Perdebatan yang sampai sekarang tetap berkaitan dengan siapa yang harus bertanggungjawab melindungi dan menegakkan HAM. Setiap individu (warga negara) memiliki hak asasi, baik yang bersifat non derogible rights (hak yang dalam keadaan darurat perangpun harus dilindungi). Hak inilah yang harus dijamin realisasinya oleh 12 negara. Namun HAM EKOSOB juga merupakan hak yang harus dapat dipenuhi karena tanpa makan, kesehatan yang baik, perumahan yang layak, hak lainnya juga tidak dapat dipenuhi. Jadik antara HAM Sipil, HAM EKOSOB dan Hak atas Pembangunan, ketiganya memiliki keterkaitan yang erat. Kewajiban negara tersebut merupakan konsekuensi dari mandat yang diberikan oleh rakyat kepada negara. Oleh karenanya bila negara tidak mampu melindungi HAM dari warga negaranya, maka negara yang bersangkutan dengan sendirinya akan kehilangan legitimasi. Dengan demikian, analisis terhadap pelanggaran HAM pun selalu dalam situasi pelanggaran oleh negara terhadap rakyat. Pelanggaran negara tidak hanya by omission (pelanggaran secara langsung) tetapi juga by omission (negara membiarkan terjadinya pelanggaran HAM) dan pelanggaran terhadap pemenuhan kewajibannya. Tanggungjawab HAM tidak cukup dibebankan kepada negara tetapi individu pun memiliki tanggungjawab melindungi HAM; artinya negara dan individu sama-sama berkewajiban memberikan perlindungan terhadap HAM, karena pelanggaran HAM tidak hanya dilakukan oleh negara, tetapi juga oleh individu, seperti praktek perbudakan, pelanggaran hak buruh oleh pengusaha, pembunuhan oleh kelompok sipil bersenjata dan lain sebagainya. Mukadimah Deklarasi Universal HAM juga menegaskan kewajiban individu dalam menegakkan HAM. Dalam kaitan itu Nickel mengajukan 3 (tiga) alasan mengapa individu memiliki tanggungjawab dalam melindungi hukum HAM (Nickel, 1996 :5356) Pertama, sejumlah besar problem HAM tidak hanya melibatkan pemerintah, tetapi juga kalangan swasta atau kalangan diluar negara. Oleh karenanya perlindungan dari pelanggaran HAM tidak hanya dari pemerintah tetapi juga dari individu. Kedua, HAM yang sejati bersandar pada pertimbangan pertimbangan normative, agar umat manusia diperlakukan sesuai dengan human dignity. Ketiga, individu juga memiliki tanggungjawab atas dasar prinsip-prinsip demokrasi dimana setiap orang memiliki kewajiban untuk ikut mengawasi tindakan pemerintah. Dari ketiga hal yang diuraikan tadi maka Corporation juga dikategorikan sebagai subyek hukum yang dapat melakukan pelanggaran HAM EKOSOB. Dalam suatu masyarakat yang demokratis, sesuatu yang menjadi kewajiban pemerintah itupun menjadi kewajiban rakyatnya. Kewajiban negara dan individu terhadap HAM meliputi : ¾ menghormati ( respect) 13 ¾ melindungi (protect) ¾ memajukan ( promote) dan ¾ Pemenuhan (fulfill) Dalam Pelaksanaan HAM sebagai Das Sein, Duty Holders (pelaksana HAM) maupun Right Holders (Pemegang HAM) suatu saat dapat saja menjadi subyek pelanggar HAM. Mereka ini dapat saja melanggar HAM. Pelanggaran HAM yang dapat dilakukan oleh pemegang maupun pelaksana HAM disebabkan oleh beberapa beberapa hal : a. Kesewenangan (abase of Power) yaitu tindakan penguasa atau aparatur negara terhadap masyarakat diluar atau melebihi batas-batas kekuasaan dan wewenangnya yang telah ditetapkan oleh atau dalam undang-undang. b. Pembiaraan Pelanggaran HAM (Violation by Omission) yaitu tidak mengambil tindakan atas suatu pelanggaran HAM. c. Sengaja melakukan pelanggaran HAM (Violation by Commission) yaitu melakukan tindakan yang menyebabkan pelanggaran HAM. d. Pelanggaran yang dilakukan kelompok masyarakat. Subyek pelanggar HAM EKOSOB dalam tayangan film memperlihatkan bahwa Negara melalui organ – organ Pemerintah seperti Pemerintah Daerah yang seharusnya memiliki kewenangan untuk melindungi dan memenuhi HAM EKOSOB rakyatnya, justru lebih mengutamakan target investasi untuk penerimaan daerah daripada mensejahterahkan rakyat melalui kehadiran Corporation. 6. ANALISIS SOSIAL DAN STRUKTURAL ATAS TERJADINYA PELANGGARAN HAM Dalam penyelenggaraan Pemerintahan kita saat ini Pasca runtuhnya Rezim Soeharto hingga tahun 2004, fokus perhatian dari organisasi non Pemeirntah (NGO) lebih diarahkan pada penyelesaian pelanggaran – pelanggaran HAM Sipil dan Politik. Sejak 2004 hingga saat ini (dalam masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono), perhatian organisasi masyarakat sipil lebih diarahkan pada pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya. Bentuknya adalah dengan mendorong perbaikan pada peraturan perundang – undangan yang berlaku, mendorong pembentukan aturan – aturan hukum yang dapat melindngi dan memenuhi HAM EKOSOB serta melakukan upaya penegakan hukum berupa pengajuan gugtan pada lembaga peradilan berkaitan dengan 14 kebijakan Pemerintah yang belum berorientasi pada pemenuhan HAM Ekosob. Gerakan untuk mendoong keseriusan Pemerintah untuk memenuhi HAM Ekosob lebih banyak diprakarsai dan berasal dari organisasi non pemerintah. Beberapa penyebab HAM EKOSOB belum dijadikan sebagai aspek prioritas yang harus menjadi perhatian Pemerintah adalah : 1. HAM Ekosob dijadikan sebagai orientasi politik Isu HAM khusus hak ekonomi sosial dan budaya, memiliki nilai jual yang potensial. Karena para pemimpin negara dalam cabang kekuasaan legislatif dan eksekutif serta Kepala Daerah dan DPRD menjadi permasalahan HAM Ekosob sebagai isu yang harus dijual dalam rangka kepentingan – kepentingan poltik dalam pemerintahan. 2. Orientasi Pembangunan yang belum terarah antara kekuasaan legilatif dan kekuasaan eksekutif. Berbagai kebijakan pembangunan dalam negara dewasa ini disesuaikan dengan visi, misi, dan program dari Kepala Negara terpilih. Dalam kontek lokal didaerah, kebijakan pembangunan juga berdasar kepada visi, misi dan program yang diusung oleh Kepala dan Wakil Kepala Daerah terpilih. Sedangkan DPR dan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di tingkat Pusat dan daerah tidak memiliki orientasi pemabanguna yang jelas tentang perlidungan dan pemenuhan HAM EKOSOB. Hal ini dapat terlihat melalui perdebatanmelalui pembahasan terhadap kebijakan pembangunan yang direncanakan dalam APBN maupun APBD. Disinilah letaknya orientasi dan kewajiban terhadap memenuhan HAM EKSOB oleh Pemerintah menjadi tidak jelas, karena perdebatan dalam pembahasan APBN dan APBD tidak seluruhnya dalam kaitan dengan pemenuhan kepentingan dan HAM EKOSOB rakyat Indonesia. 3. HAM EKOSOB belum menjadi target penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Para penyelenggara pemerintahan ditingkat Pusat dan Daerah masih belum memiliki target yang jelas dalam pemenuhan HAM EKOSOB dalam skala nasional maupun daerah. Hal ini dapat terlihat melalui banyaknya kebijakan pembangunan ditingkat nasional seperti BLT belum dapat diarahkan secara tepat dalam mebnjawab pemenuhan HAM EKOSOB dan perkembangan globalisasi dewasa ini. Ditingkat daerah, banyak ditemukan adanya kebijakan pembangunan 15 yang tidak tepat sasaran (tidak beorientasi pada pemenuhan hak Ekosob) sehingga salah sasaran. 4. Menurunnya kepercayaan rakyat terhadap peran negara. Maksudnya dalah bahwa hak ekonomi, sosial dan budaya yang telah dijamin dalam UUD Negara RI 1945 dan berbagai peraturan perundang lainnya tidak dilaksanakannya secara konsisten. Misalnya hak atas kesehatan yang dijamin dalam UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan aturan hukum lainnya. Rakyat senantiasa melakukan tindakan – tindakan agar hak tersebut dapat dipenuhi. Disini terlihat bahwa peran negara sangat pasif sedangkan rakyat yang proaktif mendorong Pemerintah agar melakukan kewajiban dan tanggungjawabnya. Karena peran rakyat lebih dominan, berkaibat pada menururnya kepercayaan rakyat pada Pemerintah. Artinya bahwa kalau rakyat tidak bersuara, pasti HAM EKOSOBnya tidak segera dipenuhi bahkan dapat diabaikan oleh negara dalam pemenuhannya secara cepat. 7. MEKANISME REMEDY YANG DAPAT DILAKUKAN DALAM SISTEM PENEGAKAN HAM NASIONAL. Perubahan UUD Negara RI 1945 telah mendorong tanggungjawab Pemerintah untuk memenuhi hak asasi rakyat yang telah dilindungi dan dijamin dalam konstitusi tersebut. Upaya Pemerintah untuk memenuhi HAK Ekosob telah diperlihatkan melalui beberapa kebijakan Pemerintah misalnya dalam bidang kesehatan yakni pemberian jaminan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (Jamkesmas), pada bidang Pendidikan dengan mengalokasikan anggaran yang diperuntukan bagi pendidikan murah dan gratis dan ditahun 2009, Pemerintah mengalokasikan anggaran Pendidikan sebesar 20% (dua puluh persen) dalam APBN sebagai akibat adanya Putusan Mahkamah Konstitusi. Memang pemenuhan HAM EKOSOB dari Pemerintah tidak seluruhnya merupakan “komitmen” atau kemauan politik dari Pemerintah, tetapi sebagai dorongan itu datang dari masyarakat melalui kelompok – kelompok organisasi masyarakat sipil. Peran Corporation dalam memenuhi kewajibannnya untuk memenuhi HAM EKOSOB masyarakat yang berdomisili disekita aktivitasnya belum dilakukan dengan baik. Kalaupun ada sebagaian Corporation yang berupaya untuk memenuhi kewajiban itu 16 namun kewajiban itu belum seluruhnya dipenuhi. Kuatnya pengaruh Corporation yang berdampak pada menurunnya tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap HAM EKOSOB. Hal ini menimbulkan ketergantungan yang kuat dari Pemerintah terhadap Corporation tanpa menempatkan posisi Corporation sebagai mitra dengan tetap mengakui dan menghormati wewenang yang dimiliki oleh Pemerintah sebagai organ negara. Dalam kaitan dengan globalisasi dewasa ini, membawa seluruh bangsa dan negara didunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru dengan menyingkirkan batas – batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Akibatnya, kedaulatan negara yang bersifat internal yakni kekuasaan untuk mengatur rakyat dalam negara) tidak berlaku mutlak karena selain rakyat yang merupakan penduduk tetap dalam negara Indonesia, berdiam dan beraktifitas pula subyek hukum lain yang disebut Transnational Corporation. Jadi dapat saja pengakuan negara hanya pada kewilayahan sedangkan pemanfaatan sumber daya alam tidak lagi didominasi oleh penduduk dalam wilayah negara. Agar negara tetap memiliki kedaulatan yang bersifat internal dan kedaulatan eksternal dalam rangka pelaksanaan kewajiban dan tanggungjawab Pemerintah untuk Pemenuhan HAM EKOSOB rakyatnya dalam sistem penegakan HAM Nasional adalah dengan melakukan : a. Perbaikan Dalam Sistem Politik Hukum Nasional b. Perbaikan/Perubahan Terhadap Peraturan Perundang – Undangan Nasional Yang Tidak Berpihak Pada Pememuhan HAM EKOSOB 17 SUMBER BACAAN Allan Mc Chesney, Memajukan dan Membela Hak – hak ekonomi, Sosial dan Budaya, Insist Press, Yogyakarta, 2003. Ignas Kleden, Hak Asasi Manusia : Siapa Manusia dan Seberapa Jauh Asasi (Kata Pengantar) dalam Rhoda E. Howard, HAM : Penjelajahan Dalil Retivisme Budaya, Alih Bahasa : Nugraha Katjasungkana, Grafiti, Jakarta, 2000 Atmasasmita Romli, Reformasi Hukum Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum, CV Mandar Maju, bandung, 2001. Hardjowirogo Marbagun, Hak Asasi Manusia Dalam Mekanisme Perintis Nasional dan Internasional, PT. PATM, Bandung, 1997. Komnas HAM, Pendidikan Hak Asasi Manusia, Panduan Untuk Fasilitator, Insist, Yogyakarta, 2000. Mauna Boer, Hukum Internasional, Pengertian dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global PT. Alumni, Bandung, 2001. Magnis Suseno Frans, Hak Asasi Manusia Dalam Teologi Katolik Kontemporer, Dalam Dimensi Hak Asasi Manusia, Perspektif dan Aksi, CESDA – LP3ES, Jakarta. Nickel W. James, Hak Asasi Manusia, Refleksi Filosofis Atas Deklarasi Hak Asasi Manusia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996 Omba Marthinus, Pemahaman Dasar Mengenai Hak –Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Advokasi dan HAM Uncen, Jayapura, 2001. Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Tahun 1966 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 18 19