bab ii tinjauan pustaka, kerangka pemikiran dan

advertisement
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan kegiatan mendalami, mencermati, menelaah
dan mengidentifikasi pengetahuan-pengetahuan. Kajian pustaka digunakan untuk
mencari teori-teori dan konsep-konsep mengenai variabel-variabel yang diteliti
sebagai bahan referensi. Kajian pustaka didapat dari teori, buku, jurnal dan
referensi lainnya.
2.1.1
Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan atau juga di sebut dengan nilai pasar perusahaan
merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan
tersebut dijual. Nilai perusahaan dapat menggambarkan keadaan perusahaan. Nilai
pemegang saham akan meningkat apabila nilai perusahaan meningkat ditandai
dengan tingkat pengembalian investasi yang tinggi kepada pemegang saham
(Husnan (2005) dalam Zulfiani Eka Sari (2013)).
Nilai perusahaan merupakan nilai pasar dari hutang dan ekuitas
perusahaan. Modal yang diinvestasikan sedikit problematis, secara konseptual,
modal diinvestasikan di dalamnya ( Arthur J Keown yang dialihkan oleh Marcus
Prihminto Widodo, 2010:35)
2
Nilai perusahaan dapat dikatakan sebagai nilai pasar karena nilai
perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum
apabila harga saham perusahaanmeningkat. Sehingga nilai perusahaan dapat
diukur dengan menggunakan harga saham (Wijaya dan Wibawa, 2010:11).
Definisi yang dikemukakan diatas menjelaskan bahwa nilai perusahaan
merupakan landasan moral untuk mencapai visi dan misi perusahaan. Nilai-nilai
perusahaan yang dimaksudkan percaya, adil dan jujur. Nilai-nilai perusahaan
tersebut perlu disesuaikan dengan karakter dan leak geografis dari perusahaan
dapat memperlihatkan keuntungan perusahaan melalui nilai-nilai asset, hutang dan
modal yang dimiliki oleh perusahaan. Optimalisasi nilai perusahaan dapat dicapai
dengan memakmurkan para pemegang saham.
Nilai perusahaan tercermin dari data akutansi yang terdapat dalam
laporan keuangan. Nilai perusahaan go public selain menunjukkan nilai selluruh
aktiva, juga tercermin dari nilai pasar atau harga sahamnya, sehingga semakin
tinggi harga saham mencerminkan tingginya nilai perusahaan. Harga saham juga
dapat dijadikan sebagai indicator keberhasilan manajemen dalam mengelola
aktiva perusahaan, sedangkan nilai perusahaan public ditentukan oleh pasar
saham. Manajeme dalam mengelola aktiva secara efisien sebagai upaya
meningkatkan kinerja keuangan maupun nilai perusahaan. Salah satu tugas
mendasar dari manajemen adalah meningkatkan atau memaksimalkan nilai
perusahaan (value of the firm). Nilai perusahaan menunjukkan nilai berbagai asset
yang dimiliki perusahaan, termasuk surat-surat berharga yang telat dikeluarkannya
(Oholson (1995) dalam Darminoto(2010).
3
Nilai perusahaan dapat dikaitkan dengan harga saham,perubahan harga
saham akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.harga saham yang tinggi
menunjukkan nilai perusahaan yang tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi dapat
membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga
prospek perusahaan dimasa depan (Hardiyanti dalam Agustine (2012).
Nilai perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja
perusahaan juga menunjukkan hal yang baik. Semakin tinggi harga pasar saham
menunjukkan kemakmuran pemegang saham semakin meingkat. Harga pasar
saham juga menunjukkan nilai perusahaan. Dengan demikian apabila harga pasar
saham meningkat berarti pula nilai perusahaan meningkat (Westo dan Copeland
(1986) dalam Agus Sartono (2010)).
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan ( I Made Sudana,
2011), sebagai berikut :
a.
Margin laba kotor
b.
Biaya usaha
c.
Modal kerja penjualan
d.
Biaya modal
e.
Penjualan awal
2.1.1.1 Tujuan Memaksimalkan Nilai Perusahaan
Teori-teori
dibidang
keuangan
memiliki
satu
fokus,
yaitu
memaksimalkan kemakmuran pemegang saham atau pemilik perusahaan (wealth
of
the
shareholder).
Tujuan
normatof
ini
dapat
diwujudkan
dengan
4
memaksimalkan nilai pasar saham perusahaan yang sudah go public,
memaksimalkan nilai perusahaan samadengan memaksimalkan harga pasar saham
( I Made Sundana, 2011). Memaksimalkan nilai perusahaan dinilai lebih tepat
sebagai tujuan perusahaan karena :
a.
Memaksimalkan nilai perusahaan berarti memaksimalkan nilai sekarang
dari semua keuntungan yang akan diterima oleh pemegang saham dimasa
yang akan datang atau berorientasi jangka panjang.
b.
Mempertimbangkan faktor resiko.
c.
Memaksimalkan nilai perusahaan lebih menekankan pada arus kas dari
pada sekedar laba menurut pengertian akutansi.
d.
Memaksimalkan nilai perusahaan tidak mengabaikan tanggung jawab
sosial.
2.1.1.2 Pengukuran Nilai Perusahaan
Pengukuran nilai perusahaan sering kali dilakukan dengan menggunakan
rasio-rasio penilaianatau rasio pasar. Rasio pasar merupakan ukuran kerja yang
paling menyeluruh untuk suatu perusahaan karena mencerminkan pengaruh
gabungan dari rasio hasil pengembalian dari risiko.
Menurut Weston dan Copeland (2008:244) dalam Zuraedah (2010:2)
penilaian terdiri dari :
1.
Price Earning Ratio (PER)
2.
Price to Book Value (PBV)
3.
Rasio Tobin’s Q
5
Dari pengukuran nilai perusahaan tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1.
Price Earning Ratio (PER)
Rasio PER banyak mencerminkan pengaruh yang kadang-kadang saling
menghilangkan yang membuat penafsiran menjadi sulit. Semakin tinggi
risiko, semakin tinggi faktor diskonto dan semakin rendah rasio PER.
Rasio
ini
menggambarkan
apresiasi
pasar
terhadap
kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba.
2.
Price to Book Value (PBV)
Rasio ini menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku
saham suatu perusahaan. Semakin tinggi PBV berarti pasar percaya akan
prospek perusahaan tersebut.
3.
Rasio Tobin’s Q
Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasu
pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar
investasi inkremental.
2.1.1.3 Price to Book Value (PBV)
Price to Book Value (PBV) adalah perhitungan atau perbandingan antara
market valuedan book value suatu saham. Dengan rasio PBV ini, investor dapat
mengetahui langsung sudah berapa kali market value suatu saham dihargai dari
book valu-nya. Market value is the price of security as determined in the financial
markets and book value is the counting value of the stockholder equity as shown
6
on the balance sheet (Jones, 2007:239). Nilai pasar adalah harga keamanan yang
ditetapkan dipasar keuangan dan nilai buku adalah nilai perhitungan ekuitas
seperti yang ditunjukkan pada neraca. Price to book value is calculated as the
ratio of price to stockholders equity as measured on the balance sheet (Jones,
2014:281). Yang artinya, price to book value dihitung sebagai rasio harga
terhadap ekuitas yang diukur pada neraca.
Rasio ini dapat memberikan gambaran potensi pergerakan harga suatu
saham sehingga dari gambar tersebut, secara tidak langsung rasio PBV ini juga
memberikan pengaruh terhadap saham (Tryfino, 2009:11). Book value is
reasonable measure of value for frims that have consistent accounting practice
and can apply to frims with negative earning or cash flows (Brown & Reilly,
2011:487). Artinya, nilai buku adalah ukuran wajah nilai untuk perusahaan yang
memiliki praktik akutansi yang konsisten dan dapat berlaku untuk perusahaan
dengan laba tau arus kas yang negatif.
Perusahaan yang berjalan dengan baik, rasio ini mencapai diatas satu,
yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya.
Semakin besar rasio PBV, semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para pemodal
relative dibandingkan dengan dana yang ditanamkan di perusahaan ( Husnan dan
Pudjiastuti, 2006:258). Artinya, semakin tiggi rasio price book value makan
semakin tinggi penawaran yang dilakukan oleh pelaku pasar menyebabkan harga
semakin mahal, begitu juga sebaliknya.
7
2.1.2
Profitabilitas
2.1.2.1 Pengertian Profitabilitas
Menurut Sartono (2010:122), menyatakan bahwa profitabilitas adalah
kemampuan perusahan dalam memperoleh laba dalam hubungannya dalam
penjualan, total asset, dan modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka
panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini. Misalnya,
bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima
dalam bentuk dividen. Profitabilitas merupakan gambaran dari kinerja manajemen
dalam mengelola perusahaan. Ukuran profitabilitas perusahaan dapat brbagai
macam seperti: laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi/asset, dan
tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Rasio yang umum digunakan untuk
mengkur profitabilitas adalah Return On Asset (ROA).
2.1.2.1.1 Return On Asset (ROA)
ROA merupakan rasio yang membandingkan income setelah pajak
dengan asset yang diinvestasikan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Martin,
Petty, Keown dan Scott (2005:44) “Return on invested capital is the ratio of net
operating income after tax for the dividend by frim’s inveseted capital the end of
the previous period”. Artinya, tingkat pembelian modal adalah rasio dari laba
bersih setelah pajak dikurang dividen dibagi dengan asset perusahaan yang telah
di investasikan akhir period sebelumnya.
ROA banyak digunakan dalam bisnis atau menganalisis atau
menganalisis atau mengukur tingkat profitabilitas perusahaan. Hal ini berkaitan
8
dengan tingkat keuntungan atau pendapatan yang diharapkan investor dari
kepemilikan saham.
Rasio
profitabilitas
ini
untuk
kemampuan
manajemen
dalam
menghasilkan pendapatan dari pengelolaan asset (Kasmir, 2012: 115). ROA
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan asset
perusahaan untuk memperoleh laba. Rasio ini merupakan perbandingan antara
laba dengan rata-rata asset yang dimiliki oleh perusahaan. Adapun rumus ROA
yaitu :
Sumber: Kasmir (2012:115)
Rasio ini paling sering disoroti, karena mampu menunjukan
keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan. ROA mampu mengukur
kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada masa lampau untuk
kemudian diproyeksikan dimasa yang akan datang. Asset atau aktiva yang
dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri
maupun dari modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva
perusahan yang digunakan untuk kelangsungan perusahaan.
2.1.2.1.2 Kelebihan Return On Asset (ROA)
Adapun kelebihan Return On Assets (ROA) yaitu :
1. Selain berguna sebagai alat kontrol, juga berguna untuk keperluan
perencanaan.
Misalnya
ROA
dapat
digunakan
sebagai
dasar
9
pengambilan keputusan apabila perusahaan akan melakukan ekspansi,
perusahaan dapat mengestemasikan ROA yang harus melalui investasi
pada aktiva tetap.
2. ROA dipergunakan juga untuk alat mengukur profitabilitas dari masingmasing produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan menerapkan
sistem biaya produksi yang baik, maka modal dan biaya dapat
dialokasikan
kedalam
berbagai
produk
yang
dihasilkan
oleh
perusahaan, sehingga dapat dihitung profitabilitas masing-masing
produk.
2.1.2.1.3 Kelemahan Return On Asset (ROA)
Adapun kelebihan Return On Assets (ROA) yaitu :
1.
Sulitnya membandingkan Rate of Return suatu perusahaan dengan
perusahaan yang lain,karena perbedaan prektek akutansi antar
perusahaan
2.
Analisis Return On Asset saja tidak dapat dipakai untuk membandingkan
antara dua perusahaan atau lebih dengan memperoleh hasil yang
memuaskan.
2.1.2.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas memiliki tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi pihak
perusahaan atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak luar perusahaan.
Terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan penting dengan perusahaan.
10
Menurut Kasmir (2011:197) tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi
perusahaan maupun bagi pihak luat perusahaan, yaitu :
1.
Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu
periode tertentu.
2.
Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekrang.
3.
Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4.
Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5.
Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
6.
Untuk mengukur produktivitas dari seluruh bagi perusahaan yang digunakan
baik modal sendiri.
Memanfaatkan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun
bagi pihak luar perusahaan yaitu :
1.
Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu
periode.
2.
Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
3.
Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4.
Menegtahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5.
Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik
modal pinjaman maupun modal sendiri.
11
2.1.3
Struktur Modal
2.1.3.1 Pengertian Struktur Modal
Bambang Riyanto (2010:22) menyatakan pembelanjaan permanen
dimana mencerminkan perimbangan antara utang jangka panjang dengan modal
sendiri. Sedangkan Menurut Martono dan Harjito (2010:240), menyatakan bahwa
struktur modal dalah perbandingan atau perimbangan pendanaan jangka panjang
perusahaan yang ditunjukan oleh perbandingan utang jangka panjang terhadap
modal sendiri.
Pengertian-pengertian yang telah di paparkan diatas, dapat ditarik
kesimpulan tentang struktur modal yaitu gambaran dari proporsi finansial
perusahaan yaitu antara modal yang dimiliki yang bersumber dari utang jangka
panjang (long-term debt) dan modal sendiri (shareholder’ equity) yang menjadi
sumber pendanaan suatu perusahaan.
I Made Sundana (2011:164) berpendapat bahwa Struktur modal berkaita
dengan pembelanjaan jangka panjang suatu perusahaan yang diukur dengan
perbandingan utang jangka panjang dengan modal sendiri. Teori struktur modal
menjelaskan apakah kebijakan pembelanjaan jangka panjang dapat mempengaruhi
nilai perusahaan, biaya modal perusahaan dan harga pasar saham perusahaan. Jika
kebijakan pembelanjaan perusahaan dapat mempengaruhi ketiga faktor tersebut,
bagaimana kombinasi
jangka panjang dan modal sendiri
yang dapat
memaksimumkan nilai perusahaan, atau meminimumkan biaya modal perusahaan
atau memaksimumkan harga pasar saham perusahaan. Harga pasar saham
perusahaan meningkat, maka harga saham perusahaan tersebut juga akan naik.
12
Permasalahan yang dijelaskan dalam teori struktur modal adalah
bagaimana pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan, biaya modal
perusahaan dan harga pasar saham. Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka
perlu dipahami asumsi-asumsi yang terkait dengan teori struktur modal, yaitu :
1.
Tidak ada pajak dan biaya kebangkrutan.
2.
Rasio utang terhadap modal diubah dengan jalan, perusahaan mengeluarkan
saham untuk melunasi utang atau perusahaan meminjam untuk membeli
kembali saham yang beredar.
3.
Perusahaan mempunyai kebijkaan untuk membayarkan seluruh pendapatan
kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.
4.
Nilai harapan distribusi probabilitas subjektif pendapatn operasi setiap
perusahaan dimasa yang akan datang dama bagi semua investor.
5.
Pendapatan operasi perusahaan diharapkan tidak mengalami pertumbuhan.
Struktur modal merupakan pendanaan ekuitas dan hutang dalam suatu
perusahaan. Menurut Fama dan French (1998) dalam Dewi dan Wijaya
(2013:361), mengatakan bahwa maksimakanl nilai perusahaan dapat dicapai
melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan. Kemampuan keuangan yang
diambil akan berpengaruh pada keputusan keuangan lainnya dan berdampak pada
nilai perusahaan.
Struktur modal merupakan kombinasi utang, saham preferen, dan ekuitas
biasa yang dapat dijadikan dasar menghimpun modal oleh perusahaan (Brigham
dan Houston, 2010:155), sedangkan menurut Irham Fahmi (2012:106), struktur
modal didefinisikan sebagai gambaran bentuk proporsi keuangan perusahaan dan
13
menjadi sumber pembiayaan suatu perusahaan. Selain itu, pengertian struktur
modal menurut Kusumajaya (2011:40) didefinisikan sebagai perbandingan antara
total debt yang merupakan perbandingan total utang jangka pendek dan panjang
terhadap shareholder’s equity yang merupakan total modal sendiri.
Menurut Fahmi (2012:184) menyatakan bahwa struktur modal adalah
gambaran dari bentuk proporsi finansial perusahaan yaitu antara modal yang
dimiliki yang bersumber dari hutang jangka panjang dan modal sendiri yang
menjadi sumber pembiayaan suatu perusahaan. Berikut adalah cara perhitungan
struktur modal.
Berdasarkan uraian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa struktur
modal adalah penggabungan antara hutang, baik jangka panjang maupun jangka
pendek, saham preferen maupun saham biasa dengan modal sendiri.
2.1.3.2 Teori Struktur Modal
Teori struktur modal bertujuan memberikan landasan berfikir untuk
mengetahui struktur modal yang optimal. Struktur modal yang optimal adalah
struktur modal yang dapat meminimumkan biaya penggunaan modal atau biaya
modal. Biaya pengguna modal tersebut dimaksudkan untuk dapat menentukan
besarnya biaya riil dari pengguna modal dari masing-masing sumber dana
(Bambang Riyanto, 2011:246).
1)
Teori Trade-off
14
Mengamsumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan hasil
trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan utang dengan biayang yang
akan timbul sebagai akibat penggunaan utang tersebut. Esensi teori trade-off
dalam struktur modal adalah menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang
timbul sebagai akibat penggunaan utang. Sejauh manfaat lebih besar, tambahan
utang masih diperkenakan. Apabila pengorbanan karena penggunan utang sudah
lebih besar, maka tambahan utang sudah tidak diperbolehkan.
Teori trade-off telah mempertimbangkan berbagai faktor seperti
cooperate tax, biaya kebangkrutan dan personal tax, dalam menjelaskan mengapa
duatu perusahaan memilih struktur modal tertentu (Husnan dan Pudjiastuti,
2012:275).
Kesimpulannya adalah penggunaan utang akan meningkatkan nilai
perusahaan tetapi hanya pada sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut,
penggunaan utang justru menurunkan nilai perusahaan. Walaupun teori trade-off
tidak dapat menentukan struktur modal yang optimal, namum model tersebut
memberikan kontribusi penting yaitu :
a.
Perusahaan yang memiliki asset yang tinggi, sebaiknya menggunakan
sedikit utang.
b.
Perusahaan yang membayar pajak tinggi sebaiknya lebih banyak
menggunakan utang dibandingkan perusahaan yang membayar pajak
rendah.
2)
Teori Pecking Order
15
Penanaman terori pecking order dilakukan oleh Myers pada tahun 1984.
Teori ini disebut pecking order karena teori ini menjelaskan bagaimana
perusahaan akan menentukan hierarki sumber dana yang paling disukai (Husnan
dan Pujiastuti, 2012:276). Secara rigkas teorii pecking order adalah sebagai
berikut:
a.
Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal (pendanaan dari hasil
opersi perusahaan yang berwujud saldo laba)
b.
Perusahaan akan beusaha menyesuaikan rsio pembagian dividen dengan
kesempatan investasi yang dihadapi, dan berupaya untuk tidak
melakukan perubahan pembayaran dividen yang terlalu besar.
c.
Pembayaran dividen yang cenderung konstan dan flutuasi lab ayang
diperoleh mengakibatkan dana internal kadang-kadang berlebih ataupun
kurang untuk investasi.
d.
Apabila pendanaan eksternal diperlukan,
maka perusahaan akan
menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu, yaitu dimulai
dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti dengan oleh sekuritas yang
berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila
masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan.
Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target long term debt equity ratio,
karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan eksternal. Modal sendiri
berasal dari dalam perusahaan lebih disukai dari pada modal sendiri yang berasal
dari luar perusahaan. Urutan penggunaan sumber dana dengan mengacu teori
16
pecking order yakin dana internal terlebih dahulu (saldo laba), kemudian baru
diikuti oleh penerbitan utang baru dan akhirnya dengan penerbitan ekuitas baru.
Dana internal lebih disukai karena memungkinkan perusahaan untuk
tidak perlu “membuka diri lagi” dari sorotan permodalan luar. Kalau bias
memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh “sorotan dan
publisitas publik” sebagai akibat penerbitan saham baru.
Dana ekternal lebih disukai dalam bentuk utang dari pada modal sendiri
karena adanya dua alasan. Pertama adalah pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi
obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru (Husna dan Pujiastuti
(2012:277), hal ini disebabkan karena penerbian saham baru akan menurunkan
harga saham lama. Kedua, manajer khawatir kalau kemungkinan adanya informasi
asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal. Penerbit saham baru
akan ditafsirkan sebagai kahar buruk oleh modal, dan membuat harga sama akan
turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya informasi
asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal.
2.1.3.3 Faktor-faktor Struktur Modal
Seorang manajer keuanganharu mampu mengambil kebijakan yang tepat
dalam hal pendanaan. Tugas manajer keuangan dihadapkan pada adanya siklus
dalam pendanaa, dalam arti terkadang perusahaan lebih baik menggunakan dana
yang bersumber dari utang, tetapi terkadang perusahaan menggunakan dana yang
bersumber dari modal sendiri (equity). Oleh karena itu, manajer keuangan di dala
operasinya perlu berusaha untuk memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai
17
perimbangan antara utang dengan modal sendiri tersebut, yang tercermin dalam
struktur modal perusahaan sehingga perlu diperhitungkan beberbagai faktor yang
mempengaruhinya.
Menurut
Sartono
(2010:248),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi struktur modal perusahaan adalah :
1.
Tingkat penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relative stabil berarti memiliki aliran kas
yang relative stabil pula., maka dapat menggunakan utang lebih besar dari pada
perusahaan dengan penjualan yang tidak stabil.
2.
Struktur asset
Perusahaan yang memiliki asset tetap dalam jumlah besar dapat
menggunakan hutang dalam jumlah besar. Hal ini disebabkan karena dari
skalanya perusahaan besar akan lebih mudah mendapatkan akses kesumber dana
dibandingkan dengan perusahaan kecil. Kemudian, besarnya asset tetap dapat
dijadikan sebagai jaminan atau korateral utang perusahaan.
3.
Tingkat pertumbuhan perusahaan
Semakin cepat pertumbuhan perusahaan, maka semakin besar kebutuhan
dana untuk pembiayaan ekspansi. Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan
masa mendatang, maka semakin besar keingina perusahaan untuk menaha laba.
4.
Profitabilitas
Dengan laba ditahan yang besar, perusahaan akan lebih senang
menggunakan laba ditahan sebelum menggunakan utang.
18
5.
Variable laba dan perlindungan pajak
Variable ini sangat erat kaitanya dengan stabilitas penjualan. Jika
variabilitas atau volalitas laba perusahaan kecil, maka perusahaan mempunyai
kemampuan yang lebih besar untuk menanggung beban tetap dari utang.
6.
Skala perusahaan
Perusahaan besar
yang sudah well-estabished akan lebih mudah
memperoleh modal dipasar modal dibanding dengan perusahaan kecil. Karena
kemudahan akses tersebut berarti perusahaan besar memiliki fleksibilitas yang
lebih besar pula.
7.
Kondisi intern perusahaan dan ekonomi makro
Sebagai contoh, perusahaan membayar deviden sebagai upaya untuk
meyakinkan pasar tentang prospek perusahaan, dan kemudian mmenjual obligasi.
Strategi itu diharapkan dapat menyaknkan investor bahwa prospek perusahaan
baik. Dengan kata lain, agar menarik minat investor dalam hal pendanaan.
2.1.4
Kebijakan Dividen
2.1.4.1 Pengerrtian Dividen
Pemilik suatu perusahaan bersedia menanamkan hartanya dalam suatu
perusahaan karena berbagai alasan, salah satunya adalah untuk memperoleh
penghasilan atas investasi yang ia lakukan dalam perusahaan tersebut.
Penghasilan ini dapat diperoleh dari dividen yang dibagikan oleh perusahaan
dimana pemegang saham itu melakukan investasi. Dividen yang diterima oleh
pemegang saham jumlahnya sesuai dengan saham yang ia miliki.
19
Adapun pengertian dividen menurut Rudianto (2012:290) “dividen
adalah bagian dari laba usaha yang diperoleh perusahaan dan diberikan oleh
perusahaan kepada para pemegang sahamnya sebagai imbalan atas kesedihaan
mereka menanamkan hartanya dalam perusahaan”.
Pengertian dividen yang disampaikan Rudianto mengandung makna yang
hampir sama dengan pengertian dividen yang disampaikan Hanafi (2010:361)
“dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saha disamping
capital gain”.
Sedangkan pengertian dividen menurut Harrison, dkk yang dialih
bahasakan oleh Gina Gania (2011:23) “dividen (dividend) adalah distribusi oleh
perusahaan kepada pemegang sahamnya, yang biasanya didasarkan pada laba”.
Dari beberapa pengertian yang disampaikan oleh para ahli dapat
disimpulkan bahwa dividen merupakan suatu kompensasi yang diberikan oleh
perusahaan kepada pemegang saham atas kesediaan mereka menanamkan
hartanya dalam perusahaan yang biasanya berasal dari laba perusahaan.
Pembagian dividen ini ditetapkan oleh dewan komisaris perusahaan
sesuai dengan jumlah saham dan jenis saham yang dimiliki. Dalam
menentukannya, dewan komisaris harus memperhatikan kepentingan perusahaan
dan perkembangan perusahaan. Oleh karena itu tidak jarang dewan komisaris
memutuskan untuk menyisihkan sebagian dari labanya untuk keperluan dimasa
yang akan datang.
20
2.1.4.2 Jenis-jenis Dividen
Pembagian dividen yang dilakukan oleh perusahaan sesuai dengan jenis
saham dan jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham, serta jenis
pembayaran tergantung kepada kebijakan yang diberikan oleh pimpinan
perusahanaan. Adapun jenis-jenis dividen yang dapat dibagikan ole perusahaan
kepada pemegang sahamnya menurut Rudianto (2012:290) adalah sebagai
berikut:
1.
Dividen Tunai
Dividen tunai yaitu bagian laba usaha yang dibagikan kepada pemegang
saham dalam bentuk uang tunai. Sebelum dividen dibagikan, perusahaan
mempertimbangkan ketersedianaan dana untuk membayar dividen. Jika
perusahaan memilih untuk membagi dividen tunai, itu berarti pada saat
dividen akan dibagikan kepada pemegang saham perusahaan memiliki
uang tunai dalam jumlah yang cukup. Dividen tunai tidak dibagikan
kepada pemegang saham treasuri.
2.
Dividen Harta
Dividen harta yaitu bagian dari laba usaha perusahaan yang dibagikan
dalam bentuk harta selain kas. Biasanya harta tersebut salam bentuk surat
berharga yang dimiliki perusahaan. Jika surat berharga yang dimiliki
suatu perusahaan akan dibagikan sebagai pemegang sahamnya, maka
nilai wajar atau harga pasar surat berharga tersebut dijadikan dasar
pencatatan
.
21
3.
Dividen Skrip atau Dividen Utang
Dividen skrip atau dividen uatang yaitu bagian dari laba usaha
perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk janji
tertulis untuk membayar sejumlah uang dimasa mendatang. Dividen skrip
terjadi karena perusahaan ingin membagi dividen dalam bentuk uang
tunai, tetapi tidak tersedia kas yang cukup. Oleh karena itu, pihak
manjemen perusahaan menjanjikan untuk membayar sejumlah uang
dimasa mendatang kepada para pemegang saham. Dividen skrip dapat
disertai dengan bunga dan dapat pula tanpa bunga.
4.
Dividen Saham
Dividen saham yaitu pembagian dari laba yang ingin dibagikan kepada
pemegang saham dalam bentuk saham baru perusahaaan itu sendiri.
Dividen saham ini dibagikan karena perusahaan ingin mengkapitalisasi
sebagai laba usaha yang diperolehnya secara permanen. Pembagian
dividen saham akan mengakibatkan jumlah saham beredar bertambah
banyak, tetapi total asset dan kewajiban perusahaan tidak akan
mengalami perubahan baik sebelum atau sesudah pembagian dividen.
2.1.4.3 Pengertian Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba
yang diperolehperusahaan pada akhir tahun akan dibagikan kepada pemegang
saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna
pembiayaan investasi dimasa yang akan datang (Harjito dan Martono, 2011:270).
22
Adapula pengertian kebijakan dividen menurut Sartono (2010:281)
“kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan
dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam
bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa yang akan datang”.
Kemudian pengertian kebijakan dividen menurut Sudana (2011:167)
“kebijakan dividen merupakan bagian dari keputusan pembelanjaan perusahaan,
khususnya berkaitan dengan pembelanjaan internal perusahaan. Hal ini karena
besar kecilnya dividen yang dibagikan akan mempengaruhi besar besar kecil laba
yang ditahan. Laba ditahan merupakan salah satu sumber dana internal
perusahaan”.
Berdasarkan beberapa pengertian kebijakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa kebijakan dividen merupakan suatu keputusan untuk menentukan apakah
laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham dalam
bentuk dividen atau ditanam kembali didalam perusahaan untuk menambah modal
investasi dimasa yang akan datang.
2.1.4.4 Teori-teori Kebijakan Dividen
Teori kebijakan dividen menurut Sartono (2010:282-290) terdiri dari
beberapa teori, diantaranya:
1.
Dividen adalah Tidak Relevan
Modigliani-Miller (MM) berpendapat bahwa didalam kondisi keputusan
investasi yang given, pembayaran dividen tidak berpengaruh terhadap
kemakmuran pemegang saham. Lebih lanjut Modigliani-Miller (MM)
23
berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari
asset perusahaan. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh
investasi. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan
dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi
nilai perusahaan.
2.
Bird In The Hand Theory
Salah satu asumsi pendekatan Modigliani-Miller (MM) adalah bahwa
kebijakan dividen tidak mempengaruhi tingkat keuntungan yang
disyaratkan oleh investor. Investor lebih merasa aman untuk memperoleh
pendapatan berupa pembayaran dividen dari pada menunggu capital
gain. Gordon-Lintner beranggapan bahwa investor memandang satu
burung ditangan lebih berharga daripada seribu burung diudara.
Sementara itu Modigliani-Miller (MM) berpendapat bahwa tidak semua
investor berkeinginan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka
di perusahaan yang sama sejenis dengan memiliki risiko yang sama, oleh
sebab itu tingkat risiko pendapatan mereka di masa yang akan datang
bukannya ditentukan oleh kebijakan dividen, tetapi di tentukan oleh
tingkat risik investasi baru.
3.
Tax Differential Theory
Pendapatan yang relevan bagi kebanyakan investor adalah pendapatan
setelah pajak. Jika capital gain dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah
daripada pajak atas dividen, maka saham yang dimiliki tingkat
pertumbuhan yang tinggi dan jadi lebih menarik. Tetapi sebaliknya juka
24
capital gain dikenai pajak yang sama dengan pendapatan atas dividen,
maka keuntungan capital gain menjadi berkurang. Namun demikian,
pajak atas capital gain masih lebih baik dibandingkan dengan pajak atas
dividen, karena pajak atas capital gain baru dibayar setelah saham dijual
sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah
pembayaran dividen. Selain itu juga mempengaruhi pendapatan investor.
Investor lebih suka untuk menerima capital gain yang tinggi disbanding
dengan dividen yang tinggi. Karena dividen cenderung dikenakan pajak
yang lebih tinggi daripada capital gain, maka investor akan meminta
tingkat keuntungan lebih tinggi untuk saham dengan dividend yield yang
tinggi.
4.
Information Content Hypothesis
Modigliani-Miller (MM) berpendapat bahwa kebijakan dividen adalah
tidak relevan dengan mengasumsikan baik investor maupun manajer
memiliki informasi yang sam atas berbagai kesempatan investasi,
sehingga investor dan manajer memiliki penilaian yang sama terhadap
perusahaan dan kebijakan dividen atau kebijakan distribusi pendapatan di
masa yang akan datang. Namun pada kenyataannya, manajer cenderung
memiliki informasi yang lebih baik tentang prospek perusahaan
dibandingkan dengan investor menilai bahwa capital gain lebih berisiko
disbanding dengan dividen dalam bentuk kas. Pembayaran dividen sering
kali dengan kenaikan harga saham dan sebaliknya. Modigliani-Miller
(MM) selanjutnya berpendapat bahwa kenaikan dividen ini oleh investor
25
dilihat sebagai tanda atau signal bahwa prospek perusahaan di masa yang
akan datang lebih baik dan sebaliknya jika penurunan dividen maka
prospek perusahaan menurun.
5.
Clientile Effect
Terdapt banyak kelompk investor dengan berbagai kepentingan. Ada
investor yang lebih menyukai memperoleh pendapatan saat ini dalam
bentuk dividend an ada pula investor yang lebih menyukai untuk
menginvestasikan kembali pendapatan mereka. Dengan adanya dua
kelompok investor tersebut, perusahaan dapat menentukan kebijakan
dividen yang dianggap manajemen lebih baik. Ada kecenderungan
perusahaan enggan melakukan perubahan kebijakan dividen karena
perubahan kebijakan dividen mengakibatkan beberapa investor akan
menjual sahamnya dan akibatnya dapat menurunkan harga saham. Tidak
jarang pula ada perusahaan yang membagikan dividen diikuti dengan
penjualan obligasi. Ada dua hal yang penting dalam kebijakan ini,
pertama pembagian dividen tersebut digunakan untuk memberi sinyal ke
pasar tentang prospek perusahaan dengan harapan perusahaan dapat
menjual obligasinya dengan harga yang lebih baik. Keduanya,
pembagian dividen itu dimaksudkan untuk mengurangi agency conflict
antara manajer dengan pemegang saham.
Ada pula teori kebijakan dividen menurut udana (2011:167), yang
dikatakan terdapat tiga teori kebijakan dividen yang menjelaskan pengaruh
26
kecilnya dividend payout ratio (DPR) terhadap harga saham. Adapun teori
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Teori Dividend Irrelevance
Teori ini dikemukakan oleh Franco Modigliani dan Merton Miller
(Modigliani-Miller
(MM)).
Menurut
teori
dividend
irrelevance,
kebijakan dividen tidak mempengaruhi harga pasar saham perusahaan
atau nilai perusahaan. Modigliani-Miller (MM) berpendapat bahwa nilai
perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan pendapatan (earning power) dan risiko bisnis, sedangkan
bagaimana membagi arus pendapatan menjadi dividend dan laba ditahan
tidak mempengaruhi nlai perusahaan.
2.
Teori Bird In the Hand
Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon dan John Lintner.
Berdasarkan teori bird in the hand, kebijakan dividen berpengaruh positif
terhadap harga pasar saham. Artinya, jika dividen yang dibagikan
perusahaan semakin besar, harga pasar saham perusahaan tersebu
semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini terjadi karena pembagian dividen
dapat mengurangi ketidakpastian yang dihadapi oleh investor.
3.
Teori Tax Preference
Bersadarkan teori tax preference, kebijakan dividen mempunyai
pengaruh negative terhadap harga pasar saham perusahaan. Artinya,
semakin besar jumlah dividen yang dibagikan oleh suatu perusahaan,
maka semakin rendah harga pasar saham perusahaan yang bersangkutan.
27
Hal ini dapat terjadi jika perbedaan antara tarif pajak personal atas
pendapatan dividen dan capital gain, maka investor akan lebih senang
jika laba yang dieroleh perusahaan tetap ditahan di perusahaan, untuk
membelanjai investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Dengan
demikian di masa yang akan datang diharapkan terjadi peningkatan
capital gain yang tarif pajaknya lebih rendah. Apabila banyak investor
yang memiliki pandangan demikian, maka investor cenderung memilih
sahm-saham dengan dividen yang kecil dengan tujuan menghindari
pajak.
2.1.4.5 Jenis-jenis Kebijakan Dividen
Menurut Riyanto (2008:269), terdapat macam-macam kebijakan dividen
yang dilakukan oleh perusahaan yaitu sebagai berikut:
1.
Kebijakan Dividen yang Stabil.
Banyak perusahaan yang menjalankan kebijakan dividen yang stabil,
artinya jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya
relative tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per
lembar saham per tahunnya berfluktuasi.
Dividen yang stabil ini
dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian apabila ternyata
pendapatan perusahaan meningkat dan kenaikan pendapatan tersebut
nampak mantap dan relatif permanen, barulah besarnya dividen
perlembar saham dinaikkan. Dan dividen yang dinaikkan ini akan
dipertahankan untuk jangka waktu yang panjang.
28
2.
Kebijakan Dividen dengan Penetapan Jumlah Dividen Minimal Plus
Jumlah Ekstra Tertentu.
Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar
saham setiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik
perusahaan akan membayarkan dividen ekstra diatas jumlah minimal
tersebut.
3.
Kebijakan Dividen dengan Penetapan Dividend Payout Ratio yang
Konstan.
Perusahaan yang menjalankan kebijakan ini menetapkan dividend payout
ratio yang konstan misalnya 50%. Ini berarti bahwa jumlah dividen
perlembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi
sesuai dengan perkembangan keuntungan neto yang diperoleh setiap
tahunnya.
4.
Kebijakan Dividen yang Flaksibel.
Cara penetapan dividend payout ratio yang keempat adalah penetapan
dividend payout ratio yang fleksibel, yang besarnya setiap tahunnya
disesuaikan dengan posisi dan kebijakan finansial dari perusahaan yang
bersangkutan.
2.1.4.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen,
diantaranya adalah kesempatan berinvestasi yang tersedia, ketersediaan dan biaya
modal alternatif dan prefensi pemegang saham untuk menerima pendapatan saat
29
ini atau menerimanya di masa yang akan datang. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan menurut Riyanto (2008:267), yaitu :
1.
Posisi Likuiditas Perusahaan
Posisi kas atau likuiditas dari suatu perusahaan merupakan faktor yang
penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan
untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayar kepada para
pemegang saham. Oleh karena itu dividen merupakan “cash outflow”,
maka makin kuat posisi likuiditas perusahaan, berarti makin besar
kemampuannya untuk membayar dividen.
2.
Kebutuhan Dana untuk Membayar Utang
Apabila perusahaan menetapkan bahwa pelunasan utang akan diambil
dari laba yang ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar
dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti bahwa
hanya sebagian kecil saja dari pendapatan atau earning yang dapat
dibayarkan sebagai dividen. Dengan kata lain perusahaan haru
menetapkan dividend payout ratio yang rendah.
3.
Tingkat Pertumbuhan Perusahaan
Makin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, makin besar
kebutuhan akan dana untuk embiayai pertumbuhan perusahaan tersebut.
Makin besar kebutuhan dana untuk waktu mendatang untuk membiayai
pertumbuhannya, perusahaan tersebut biasanya lebih senang untuk
menahan “earning” nya dari pada dibayarkan sebagai dividen kepada
para pemegang saha dengan mengingat batasan-batasan biayanya.
30
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa makin cepat tingkat
pertumbuhan perusahaan makin besar dana yang dibutuhkan, makin
besar kesempatan untuk memperoleh keuntungan,makin besar bagian
dari pendapatan yang ditahan dalam perusahaan, yang ini berarti makin
rendah dividend payout ratio nya.
4.
Pengawasan terhadap Perusahaan
Variabel penting lainnya adalah “control” atau pengawasan terhadap
perusahaan. Ada perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya
membiayai ekspansinya dengan dana yang berasal dari sumber intern
saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas dasar pertimbangan bahwa kalua
ekspansi dibiayai dengan dana yang berarsal dari penjualan saham baru
akan melemahkan “control” dari kelompok dominan di dalam
perusahaan. Demikian pula kalua membiayai ekspansi dengan utang akan
memperbesar risiko finansialnya. Mempercayakan pada pembelanjaan
intern dalam rangka usaha mempertahankan “control” terhadap
perusahaan, berarti mengurangi dividend payout ratio nya.
Ad pula faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen menurut
Sartono (2010:293), adalah sebagai berikut:
1.
Kebutuhan Dana Perusahaan
Kebutuhan dana bagi perusahaan dalam kenyataannya merupakan faktor
yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan dividen yang
akan diambil. Banyak faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam
menganalisis kebijakan dividen, seperti aliran kas perusahaan yang
31
diharapkan, pengeluaran modal dimasa yang akan datang yang
diharapkan,
kebutuhan
tambahan
piutang
dan
persediaan,
pola
pengurangan utang dan masih banyak lagi.
2.
Likuiditas
Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam kebijakan
dividen. Karena bagi perusahaan dividen merupakan kas keluar, maka
semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseliuruhan
akan semakin besar kemampuan perusahaan dala membayar dividen.
Perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan dan profitable akan
memerlukan dana yang cukup besar membiayai investasinya, oleh karena
itu memungkinkan untuk membiayai investasinya. Oleh karena itu,
memungkinkan untuk menjadi kurang likuid karena dana yang diperoleh
lebih banyak diinvestasikan pada aktiva tetap dan aktiva lancar yang
permanen.
3.
Kemampuan Meminjam
Likuiditas perusahaan dapat diatasi dengan kemampuan perusahaan
untuk menjamin dalam jangka pendek. Kemampuan meminjam dalam
jangka pendek tersebut akan meningkatkan fleksibilitas likuiditas
perusahaan. Selain itu flaksibilitas juga dipengaruhi oleh kemampuan
perusahaan dalama bergerak dipasar modal mengeluarkan obligasi.
Perusahaan yang seakin besar dan sudah establishakan memiliki akses
yang baik dipasar modal. Kemampuan meminjam yang lebih besar dan
32
fleksibilitas yang lebih besar akan memperbesar kemampuan dalam
membayar dividen.
4.
Keadaan Pemegang Saham
Jika pemilik saham suatu perusahaan relative tertutup, biasanya
manajemen mengetahui dividen yang diharapkan oleh para pemegang
saham dan bertindak dengan tepat. Jika hamper semua pemegang saham
berada dalam golongan high tax dan lebih suka memperoleh capital
gains, maka perusahaan dapat mempertahankan dividend payout ratio
yang rendah. Untuk perusahaan yang jumlah pemegang sahamnya besar
dahnya dapat menilai dividen yang diharapkan pemegang saham dalam
konteks pasar.
5.
Stabilitas Dividen
Bagi para investor, stabilitas dividen akan lebih menarik daripada
dividend payout ratio yang tinggi. Stabilitas ini diartikan dengan tetap
memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan yang ditunjukkan
dengan koefisien arah yang positif bagi investor, pembayaran dividen
yang stabil merupakan indicator prospek perusahaan yang relative lebih
rendah dibandingkan dengan perusahaan yang membayar dividen secara
tidak stabil.
33
2.1.4.7 Dividend Payout Ratio
Rasio pembayaran dividend (dividend payout ratio) atau rasio antara
dividen yang dibayarkan dengan laba yang diperoleh, menentukan jumlah laba
yang dapat ditahan (retained earning).
Adapun pengertian dividend payout ratio menurut Sudana (2011:167)
“dividend payout ratio yaitu besarnya persentase laba bersih setelah pajak yang
dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham”.
Penentuan jumlah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham,
memerlukan kebijakan dividen tersendiri. Kebijakan dividen merupakan bagian
dari keputusan pendanaan perusahaan, yang menentukan apakah laba yang
diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividend atau akan ditahan untuk
keperluan investasi di masa yang akan datang.
Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen,
maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya akan mengurangi total
sumber dana intern. Semakin besar laba yang ditahan berarti, maka semakin kecil
dana yang tersedia untuk membayar dividen, dan sebaliknya semakin kecil laba
yang ditahan, maka semakin besar laba yang dibagi untuk membayar dividen.
Adapun rumus dividend payout ratio atau pembayaran dividen menurut
Fahmi (2014:139), adalah :
Keterangan : Dividend Per Share = Dividen per lembar saham
Earning Per Share
= Pendapatan per lembar saham
34
2.1.4.8 Dividend Per Share
Adapun pengertian dividend per share (DPS) menurut Irnawati (2006:64)
“dividend per share (DPS) adalah besarnya pembagian dividend yang akan
dibagikan kepada pemegang saham setelah dibadingkan dengan rata-rata
tertimbang saham biasa yang beredar”.
Besarnya dividend per share (DPS) menurut Irnawati (2006:64), dapat
dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
2.2
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian tentang nilai perusahaan telah dilakukan variabel
atau metode dan objek yang berbeda. Pembelajaran terhadap penelitian terdahulu
bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan juga sebagai acuan yang dapat
mempejelas pembahasan peneliti. Table berikut ini menunjukkan beberapa
persamaan dan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
35
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
1.
Rustendi dan
Jimmi 2008
2.
3.
Eka Sari 2013
Judul Peneliti
Persamaan
Pengaruh Hutang dan
Kepemilikan
Manajerial Terhadap
Nilai Perusahaan pada
Perusahaan
Manufaktur
(Survey Pada
Perusahaan
Manufaktur Yang
Tercatat Di Bursa
Efek Jakarta).
Pengaruh
Profitabilitas,
Leverage, Economic
Value Added, dan
Risiko Sistematis
Terhadap Nilai
Perusahaan
(Studi Empiris Pada
Perusahaan Kategori
LQ45 yang Terdaftar
di BEI).
Pratheepkanth
“Capital
(2011)
and
Nilai Perusahaan
sebagai variabel
dependen
1. Nilai Perusahaan
sebagai variabel
dependen.
Kepemilikian
sebagai
1. Leverage dan
Economic Value
added sebagai
variabel
independen.
2. Profitailitas sebagai
variabel
independen.
2. Risiko Sistematis
sebagai variabel
independen.
:
stock
exchange Sri Lanka”.
dan
variabel independen.
2. Nilai perusahaan
efidence from selected
sebagai variabel
dependen
business companies in
colombo
Hutang
Manajerial
structure 1. Struktur modal
sebagai variabel
financial
independen
performance
Perbedaan
Pertumbuhan
perusahaan
dan
Kinerja
perusahaan
sebagai
variabel
independen
36
No
Peneliti
4.
Pourheydari
2009
A Survey Of
Management Views
On Dividend Policy
In Iranian Firms.
5.
Simon Oke,O.O,
“Capital
Afolabi,
and
Babatunde
permformance
(2011)
2. Nilai perusahaan
Nigeria (1999-2007)”
sebagai variabel
dependen
6.
Subaraman dan
Agung
2014
7.
Judul Peneliti
Persamaan
Variabel yang
digunakan adalah
Kebijakan Deviden
structure 1. Struktur modal
sebagai variabel
industrial
independen
in
Pengaruh Kebijakan
Hutang Terhadap
Nilai Perusahaan
Dengan Kebijakan
Dividen Sebagai
Variabel Moderasi.
Mahendra, Luh
Gede dan
Suarjaya
Pengaruh
Kinerja
Keuangan
Terhadap
2012
Nilai Perusahaan Pada
Perbedaan
Menggunakan
variabel lain yaitu
Kebijakan Bisnis
Kinerja
dan
perusahaan
Pertumbuhan
perusahaan
1. Kebijakan dividen
sebagai variabel
moderasi
sebagai
variabel independen
Kebijakan hutang
sebagai variabel
independen
2. Nilai perusahan
sebagai variabel
dependen
Nilai
sebagai
perusahaan
variabel
Kinerja keuangan
sebagai variabel
independen
dependen
Perusahaan
Manufaktur Di Bursa
Efek Indonesia (BEI).
8.
Ni Wayan dan
Luh Gede
Pengaruh
Risiko
Bisnis, Profitabilitas,
2014
Dan
Investasi
Keputusan
Profitabilitas sebagai
variabel independen
1. Risisko bisnis dan
Keputusan
investasi sebagai
variabel
independen.
Terhadap
Struktur Modal
2. Struktur modal
sebagai variabel
dependen.
37
No
9.
Peneliti
Judul Peneliti
Nofrita
Pengaruh
2013
Profitabilitas
Persamaan
1. Profitabilitas
sebagai variabel
independen.
Terhadap
Perbedaan
Kebijakan dividen
sebagai variabel
intervening.
Nilai
Perusahaan
Dengan
Kebijakan
Dividen
Sebagai
Variabel
2. Nilai perusahaan
sebagai variabel
dependen.
Invervening.
10.
Gunardi dan
Ridwan
Peran
Mekanisme
Corporate
Nilai Perusahaan
sebagai variabel
dependen.
2013
Governance
sebagai
Pemoderasi
Praktik
2. Corporate
governance sebagai
variabel
pemoderasi.
Earning Management
terhadap
1. Earning
management
sebagai variabel
independen.
Nilai
Perusahaan
11.
Ayuningtias
Pengaruh
2013
Profitabilitas
1. Profitabilitas
sebagai variabel
independen.
Terhadap
Nilai
Perusahaan
Kebijakan
An
Investasi
:
Dividend
Kesempatan
Sebagai
Variabel Antara
2. Nilai perusahaan
sebagai variabel
depaenden.
Kebijakan dividen
dan kesempatan
investasi sebagai
variabel antara.
38
No
12.
Peneliti
Yulistiana
2009
Judul Peneliti
Persamaan
Pengaruh Earning Per 1. Rasio profitabilitas
menggunakan
Share (EPS), Return
ROA.
Perbedaan
EPS dan arus kas
operasi sebagai
variabel independen.
On Asset (ROA) Dan
Arus
Kas
Operasi
Terhadap
2. Nilai perusahaan
sebagai variabel
dependen.
Nilai
Perusahaan
13.
Joshua Abor and
Godfred A.
Bokpin
Investment
2010
Corporate
Opportunities,
Finance,
Kebijakan dividen
menggunakan
Dividend Payout
Ratio (DPR).
1. Investment
Opportunities,
Corporate Finance
sebagai variabel
independen.
And Dividend Payout
2. Emerging Market
sebagai variabel
dependen.
Policy Evidence From
Emerging Markets
14.
Mohammed
Amidu Joshua
Abor
2006
Determinants
of 1. Kebijakan dividen
menggunakan
dividend payout ratios
Dividend Payout
Ratio (DPR).
in Ghana
2. Profitabilitas
sebagai variabel
independen.
Risiko, arus kas, dan
pajak perusahaan
sebagai variabel
indepanden.
39
No
15.
Peneliti
Rizqia, Aisjah,
Sumiati
Judul Peneliti
Persamaan
Perbedaan
Effect of Managerial 1. Struktur modal
menggunaka DAR.
Ownership, Financial
Kepemilikan
manajerial,
ukuran
Leverage,
perusahaan,
dan
2013
2. Profitabilitas
sebagai variabel
independen.
Profitability,
Firm
Size,
and
3. Kebijakan dividen
menggunakan DPR.
Investment
Opportunity
on
Dividend Policy and
Firm Value.
4. Nilai perusahaan
sebagai variabel
dependen
peluang
investasi
sebagai
variabel
independen.
40
No
16.
Peneliti
Suteja dan
Manihuruk
2009
Judul Peneliti
Pengaruh
Struktur
Persamaan
Pada Model Kedua :
Perbedaan
Pada Model Pertama:
Modal, Kepemilikan, 1. Struktur modal dan 1. Likuiditas,
volatilitas laba,
profitabilitas
dan Faktor Eksternal
profitabilitas,
sebagai variabel
ukuran perusahaan,
independen.
pada Penentuan Nilai
capital
expenditures, krisis
Perusahaan
ekonomi, nilai
2. Nilai perusahaan
tukar sebagai
sebagai variabel
variabel
dependen.
independen.
2. Struktur modal
perusahaan sebagai
variabel dependen.
Pada Model Kedua:
Kepemilikan Saham
Manajerial,
kepemilikan
saham
institusional,
krisis
ekonomi, nilai tukar,
indeks harga saham
gabungan
(IHSG)
sebagai
variabel
independen.
Sumber : berbagai Jurnal Internasional dan Jurnal Nasional, diolah penulis (2016)
2.3
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah penting (Sugiyono, 2012:154).
41
2.2.1
Pengaruh Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan
Berdasarkan penelitian ini variabel profitabilitas diproksi dengan Return
On Assets atau ROA, formulasi ini relatif lebih mewakili utilisasi aktiva untuk
dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan (Suteja dan Manihuruk, 2009).
Semakin baik pertumbuhan profitabilitas berarti prospek perusahaan di masa
depan dinilai semakin baik juga, artinya semakin baik pula nilai perusahaan
dimata investor. Apabila kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
meningkat, maka harga saham juga akan meningkat (Husnan, 2001:317). Harga
saham yang meningkat mencerminkan nilai perusahaan yang baik bagi investor.
Suharli (2006) dalam Martalina (2011) menyatakan bahwa nilai pemegang saham
akan meningkat apabila nilai perusahaan meningkat yang ditandai dengan tingkat
pengembalian investasi yang tinggi kepada pemegang saham. Tingkat
pengembalian investasi kepada pemegang saham tergantung pada laba yang
dihasilkan perusahaan. Oktaviani (2008) dalam Lifessy (2011) juga menyatakan
bahwa dengan tingginya tingkat laba yang dihasilkan, berarti prospek perusahaan
untuk menjalankan operasinya di masa depan juga tinggi sehingga nilai
perusahaan yang tercermin dari harga saham perusahaan akan meningkat pula.
Hal ini menunjukkan variabel profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan (Suteja dan Manihuruk, 2009).
2.2.2
Pengaruh Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan
Struktur
modal
menunjukkan
bauran
sumber
pendanaan
yang
dipergunakan oleh perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pembelanjaannya
(Suteja dan Manihuruk, 2009). Pengambilan keputusan pendanaan berkenaan
42
dengan struktur modal yang benar-benar harus diperhatikan oleh perusahaan,
karena struktur penentuan perusahaan akan berpengaruh terhadap nilai
perusahaan. Struktur modal menunjukkan perbandingan jumlah hutang jangka
panjang dengan modal sendiri. Perusahaan yang menggunakan hutang dalam
operasinya akan mendapat penghematan pajak, karena pajak dihitung dari laba
operasi setelah dikurangi bunga hutang, sehingga laba bersih yang menjadi hak
pemegang saham akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang
tidak menggunakan hutang (Meythi, 2012).
Struktur modal berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dapat
diterima atau tidak ditolak. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan struktur
modal mampu meningkatkan nilai perusahaan, hasil penelitian ini konsisten
dengan studi empiris yang dilakukan oleh Pangeran (2003), juga Mukerjee (1997)
yang menyatakan bahwa peningkatan struktur modal mampu menaikan nilai
perusahaan. Sejumlah studi empiris seperti yang dilakukan oleh Luciana (2006)
dan Sudarma (2004) juga memberikan hasil yang konsisten dengan hasil analisis
dalam disertasi ini (dalam Suteja dan Manihuruk, 2009).
Dengan demikian nilai perusahaan pun juga menjadi lebih besar. Ini
berarti semakin besar struktur modalnya maka nilai perusahaan juga akan semakin
meningkat. Akan tetapi perusahaan tidak akan mungkin mengunakan hutang
100% dalam struktur modalnya. Hal itu disebabkan karena semakin besar hutang
berarti semakin besar pula resiko keuangan perusahaan. Resiko yang dimaksud
adalah resiko financial yaitu resiko yang timbul karena ketidakmampuan
perusahaan membayar bunga dan angsuran pokok dalam keadaan ekonomi yang
43
buruk. Dalam kondisi demikian semakin besar hutang maka nilai perusahaan akan
menurun. Perusahaan harus mampu menentukan besarnya hutang, karena dengan
adanya hutang sampai batas tertentu akan dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Akan tetapi bila jumlah hutang lewat dari batas tertentu justru akan menurunkan
nilai perusahaan. Jadi dapat diketahui bahwa struktur modal berpengaruh terhadap
nilai perusahaan. Dimana pernyataan ini di dukung oleh teori MM yaitu struktur
modal mempengaruhi nilai perusahaan.
2.2.3
Kebijakan
Dividen
Memoderasi
Profitabilitas Terhadap
Nilai
Perusahaan
Penelitian mengenai pengaruh kebijakan dividen terhadap profitabilitas
dan nilai perusahaan ini berkaitan dengan penelitian terdahulu yang telah
dilakukan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan Erlangga (2009) pada
perusahaan manufaktur periode 2004-2007 yang terdaftar di BEJ, dengan hasil
penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan dan kebijakan dividen dapat memoderasi hubungan antara
profitabilitas terhadap nilai perusahaan. Penelitian Erlangga didukung oleh
Wardani (2009), Sembiring (2010), Nova (2010) dan Eugene and Kenneth (1997)
menyimpulkan bahwa pengaruh dividen berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Murtini (2008) pada
perusahaan manufaktur yang melakukan pembagian dividen minimal 2 tahun
berturut-turut pada tahun 2000-2004. Hasil penelitian menemukan bahwa nilai
perusahaan tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen dengan menyatakan
44
besarnya dividen yang dibagikan pada pemegang saham tidak mempengaruhi nilai
perusahaan, hal ini menunjukkan bahwa dividen tidak memiliki kandungan
informasi sehingga besarnya dividen tidak akan mempengaruhi nilai perusahaan.
Penelitian Murtini (2008) didukung oleh Hasugian (2008) yang menunjukkan
bahwa tidak terdapat pengaruh kebijakan dividen secara parsial dan simultan
terhadap nilai perusahaan yang tercermin melalui harga saham. Berdasarkan hasil
penelitian bahwa kebijakan dividen tidak dapat dipergunakan untuk meramalkan
harga saham oleh para investor.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian-peneltian sebelumnya terletak
pada nilai perusahaan sebagai variabel independen. Seperti peneltian Erlangga
(2009) yang menggunakan kebijakan dividen sebagai variabel moderasi dan
profitabilitas sebagai variabel dependen. Perbedaannya dengan penelitian
Erlangga (2009) adalah dari kinerja keuangan dalam penelitian ini diwakili oleh
likuiditas, leverage, dan profitabilitas sebagai variabel dependen dan penggunaan
proxy yang sama dengan penelitian Kim et al. (2008) Tobins q di sini digunakan
sebagai proksi nilai perusahaan. Rasio ini merupakan konsep yang berharga
karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil
pengembalian dari setiap dolar investasi inkremental Herawati, (2008) dalam
Susanti, (2010).
2.2.4
Kebijakan Dividen Memoderasi Struktur Modal Terhadap Nilai
Perusahaan
Untuk mambatasi manajernya pemilik sebuah perusahaan dapat
mempergunakan hutang dengan jumlah relatif besar. Peningkatan hutang yang
45
tinggi dapat menjadi sinyal terhadap adanya ancaman kebangkrutan, dengan
adanya ancaman kebangkrutan diharapkan perusahaan untuk lebih berhati-hati
dan tidak menghambur-hamburkan uang para pemegang saham. Untuk
meningkatkan efisiensi dari arus kas bebas , dilakukan pengambilalihan
perusahaan dan pembelian melalui hutang (Brigham & Houston, 2010). Penelitian
yang dilakukan Rizqia, et al. (2014) menyatakan bahwa antara struktur modal
dengan nilai perusahaan terdapat pengaruh yang positif. Sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Eka, (2012) dimana struktur modal secara parsial terhadap nilai
perusahaan menunjukan adanyan pengaruh yang signifikan dan berarah positif.
Serta dalam penelitian Kusumajaya (2011) memperoleh hasil positif dan
signifikan antara struktur modal terhadap nilai perusahaan. Adanya pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, didukung oleh trade off theory
dimana meningkatnya rasio utang pada struktur modal akan meningkatkan nilai
perusahaan.
Profitabilitas
(ROA)
Suteja dan Manihuruk (2009)
Nilai
Struktur
Modal
(DAR)
Perusahaan
Suteja dan Manihuruk (2009)
Erlangga (2009)
Kusumajaya (2011
(PBV)
Kebijakan
Dividen
(DPR)
Gambar 2.1
Gambar Paradigma
46
2.4
Hipotesis Penelitian
Hipotesis menurut Sugiyono (2012:39) merupakan jawaban sementara
mengenai suatu maslah yang masih perlu diuji secara empiris untuk mengetahui
apakah pernyataan atau didugaan ini diterima atau ditolak.
H1
:Terdapat pengaruh profitabilitas dan struktur modal terhadap nilai
perusahaan secara simultan.
H2
:Terdapat pengaruh profitabilitas tehadap nilai perusahaan
H3
:Terdapat pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan.
H4
:Terdapat pengaruh profitabilitas dan struktur modal terhadap nilai
perusahaan dengan kebijakan dividen sebagai variabel moderasi.
47
Download