1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan kegiatan mendalami, mencermati, menelaah dan mengidentifikasi pengetahuan-pengetahuan. Kajian pustaka digunakan untuk mencari teori-teori dan konsep-konsep mengenai variabel-variabel yang diteliti sebagai bahan referensi. Kajian pustaka didapat dari teori, buku, jurnal dan referensi lainnya. 2.1.1 Nilai Perusahaan Nilai perusahaan atau juga di sebut dengan nilai pasar perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Nilai perusahaan dapat menggambarkan keadaan perusahaan. Nilai pemegang saham akan meningkat apabila nilai perusahaan meningkat ditandai dengan tingkat pengembalian investasi yang tinggi kepada pemegang saham (Husnan (2005) dalam Zulfiani Eka Sari (2013)). Nilai perusahaan merupakan nilai pasar dari hutang dan ekuitas perusahaan. Modal yang diinvestasikan sedikit problematis, secara konseptual, modal diinvestasikan di dalamnya ( Arthur J Keown yang dialihkan oleh Marcus Prihminto Widodo, 2010:35) 2 Nilai perusahaan dapat dikatakan sebagai nilai pasar karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaanmeningkat. Sehingga nilai perusahaan dapat diukur dengan menggunakan harga saham (Wijaya dan Wibawa, 2010:11). Definisi yang dikemukakan diatas menjelaskan bahwa nilai perusahaan merupakan landasan moral untuk mencapai visi dan misi perusahaan. Nilai-nilai perusahaan yang dimaksudkan percaya, adil dan jujur. Nilai-nilai perusahaan tersebut perlu disesuaikan dengan karakter dan leak geografis dari perusahaan dapat memperlihatkan keuntungan perusahaan melalui nilai-nilai asset, hutang dan modal yang dimiliki oleh perusahaan. Optimalisasi nilai perusahaan dapat dicapai dengan memakmurkan para pemegang saham. Nilai perusahaan tercermin dari data akutansi yang terdapat dalam laporan keuangan. Nilai perusahaan go public selain menunjukkan nilai selluruh aktiva, juga tercermin dari nilai pasar atau harga sahamnya, sehingga semakin tinggi harga saham mencerminkan tingginya nilai perusahaan. Harga saham juga dapat dijadikan sebagai indicator keberhasilan manajemen dalam mengelola aktiva perusahaan, sedangkan nilai perusahaan public ditentukan oleh pasar saham. Manajeme dalam mengelola aktiva secara efisien sebagai upaya meningkatkan kinerja keuangan maupun nilai perusahaan. Salah satu tugas mendasar dari manajemen adalah meningkatkan atau memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm). Nilai perusahaan menunjukkan nilai berbagai asset yang dimiliki perusahaan, termasuk surat-surat berharga yang telat dikeluarkannya (Oholson (1995) dalam Darminoto(2010). 3 Nilai perusahaan dapat dikaitkan dengan harga saham,perubahan harga saham akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.harga saham yang tinggi menunjukkan nilai perusahaan yang tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi dapat membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga prospek perusahaan dimasa depan (Hardiyanti dalam Agustine (2012). Nilai perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja perusahaan juga menunjukkan hal yang baik. Semakin tinggi harga pasar saham menunjukkan kemakmuran pemegang saham semakin meingkat. Harga pasar saham juga menunjukkan nilai perusahaan. Dengan demikian apabila harga pasar saham meningkat berarti pula nilai perusahaan meningkat (Westo dan Copeland (1986) dalam Agus Sartono (2010)). Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan ( I Made Sudana, 2011), sebagai berikut : a. Margin laba kotor b. Biaya usaha c. Modal kerja penjualan d. Biaya modal e. Penjualan awal 2.1.1.1 Tujuan Memaksimalkan Nilai Perusahaan Teori-teori dibidang keuangan memiliki satu fokus, yaitu memaksimalkan kemakmuran pemegang saham atau pemilik perusahaan (wealth of the shareholder). Tujuan normatof ini dapat diwujudkan dengan 4 memaksimalkan nilai pasar saham perusahaan yang sudah go public, memaksimalkan nilai perusahaan samadengan memaksimalkan harga pasar saham ( I Made Sundana, 2011). Memaksimalkan nilai perusahaan dinilai lebih tepat sebagai tujuan perusahaan karena : a. Memaksimalkan nilai perusahaan berarti memaksimalkan nilai sekarang dari semua keuntungan yang akan diterima oleh pemegang saham dimasa yang akan datang atau berorientasi jangka panjang. b. Mempertimbangkan faktor resiko. c. Memaksimalkan nilai perusahaan lebih menekankan pada arus kas dari pada sekedar laba menurut pengertian akutansi. d. Memaksimalkan nilai perusahaan tidak mengabaikan tanggung jawab sosial. 2.1.1.2 Pengukuran Nilai Perusahaan Pengukuran nilai perusahaan sering kali dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio penilaianatau rasio pasar. Rasio pasar merupakan ukuran kerja yang paling menyeluruh untuk suatu perusahaan karena mencerminkan pengaruh gabungan dari rasio hasil pengembalian dari risiko. Menurut Weston dan Copeland (2008:244) dalam Zuraedah (2010:2) penilaian terdiri dari : 1. Price Earning Ratio (PER) 2. Price to Book Value (PBV) 3. Rasio Tobin’s Q 5 Dari pengukuran nilai perusahaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Price Earning Ratio (PER) Rasio PER banyak mencerminkan pengaruh yang kadang-kadang saling menghilangkan yang membuat penafsiran menjadi sulit. Semakin tinggi risiko, semakin tinggi faktor diskonto dan semakin rendah rasio PER. Rasio ini menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. 2. Price to Book Value (PBV) Rasio ini menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin tinggi PBV berarti pasar percaya akan prospek perusahaan tersebut. 3. Rasio Tobin’s Q Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasu pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar investasi inkremental. 2.1.1.3 Price to Book Value (PBV) Price to Book Value (PBV) adalah perhitungan atau perbandingan antara market valuedan book value suatu saham. Dengan rasio PBV ini, investor dapat mengetahui langsung sudah berapa kali market value suatu saham dihargai dari book valu-nya. Market value is the price of security as determined in the financial markets and book value is the counting value of the stockholder equity as shown 6 on the balance sheet (Jones, 2007:239). Nilai pasar adalah harga keamanan yang ditetapkan dipasar keuangan dan nilai buku adalah nilai perhitungan ekuitas seperti yang ditunjukkan pada neraca. Price to book value is calculated as the ratio of price to stockholders equity as measured on the balance sheet (Jones, 2014:281). Yang artinya, price to book value dihitung sebagai rasio harga terhadap ekuitas yang diukur pada neraca. Rasio ini dapat memberikan gambaran potensi pergerakan harga suatu saham sehingga dari gambar tersebut, secara tidak langsung rasio PBV ini juga memberikan pengaruh terhadap saham (Tryfino, 2009:11). Book value is reasonable measure of value for frims that have consistent accounting practice and can apply to frims with negative earning or cash flows (Brown & Reilly, 2011:487). Artinya, nilai buku adalah ukuran wajah nilai untuk perusahaan yang memiliki praktik akutansi yang konsisten dan dapat berlaku untuk perusahaan dengan laba tau arus kas yang negatif. Perusahaan yang berjalan dengan baik, rasio ini mencapai diatas satu, yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya. Semakin besar rasio PBV, semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para pemodal relative dibandingkan dengan dana yang ditanamkan di perusahaan ( Husnan dan Pudjiastuti, 2006:258). Artinya, semakin tiggi rasio price book value makan semakin tinggi penawaran yang dilakukan oleh pelaku pasar menyebabkan harga semakin mahal, begitu juga sebaliknya. 7 2.1.2 Profitabilitas 2.1.2.1 Pengertian Profitabilitas Menurut Sartono (2010:122), menyatakan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahan dalam memperoleh laba dalam hubungannya dalam penjualan, total asset, dan modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini. Misalnya, bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen. Profitabilitas merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan. Ukuran profitabilitas perusahaan dapat brbagai macam seperti: laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi/asset, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Rasio yang umum digunakan untuk mengkur profitabilitas adalah Return On Asset (ROA). 2.1.2.1.1 Return On Asset (ROA) ROA merupakan rasio yang membandingkan income setelah pajak dengan asset yang diinvestasikan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Martin, Petty, Keown dan Scott (2005:44) “Return on invested capital is the ratio of net operating income after tax for the dividend by frim’s inveseted capital the end of the previous period”. Artinya, tingkat pembelian modal adalah rasio dari laba bersih setelah pajak dikurang dividen dibagi dengan asset perusahaan yang telah di investasikan akhir period sebelumnya. ROA banyak digunakan dalam bisnis atau menganalisis atau menganalisis atau mengukur tingkat profitabilitas perusahaan. Hal ini berkaitan 8 dengan tingkat keuntungan atau pendapatan yang diharapkan investor dari kepemilikan saham. Rasio profitabilitas ini untuk kemampuan manajemen dalam menghasilkan pendapatan dari pengelolaan asset (Kasmir, 2012: 115). ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan asset perusahaan untuk memperoleh laba. Rasio ini merupakan perbandingan antara laba dengan rata-rata asset yang dimiliki oleh perusahaan. Adapun rumus ROA yaitu : Sumber: Kasmir (2012:115) Rasio ini paling sering disoroti, karena mampu menunjukan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan. ROA mampu mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada masa lampau untuk kemudian diproyeksikan dimasa yang akan datang. Asset atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahan yang digunakan untuk kelangsungan perusahaan. 2.1.2.1.2 Kelebihan Return On Asset (ROA) Adapun kelebihan Return On Assets (ROA) yaitu : 1. Selain berguna sebagai alat kontrol, juga berguna untuk keperluan perencanaan. Misalnya ROA dapat digunakan sebagai dasar 9 pengambilan keputusan apabila perusahaan akan melakukan ekspansi, perusahaan dapat mengestemasikan ROA yang harus melalui investasi pada aktiva tetap. 2. ROA dipergunakan juga untuk alat mengukur profitabilitas dari masingmasing produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan menerapkan sistem biaya produksi yang baik, maka modal dan biaya dapat dialokasikan kedalam berbagai produk yang dihasilkan oleh perusahaan, sehingga dapat dihitung profitabilitas masing-masing produk. 2.1.2.1.3 Kelemahan Return On Asset (ROA) Adapun kelebihan Return On Assets (ROA) yaitu : 1. Sulitnya membandingkan Rate of Return suatu perusahaan dengan perusahaan yang lain,karena perbedaan prektek akutansi antar perusahaan 2. Analisis Return On Asset saja tidak dapat dipakai untuk membandingkan antara dua perusahaan atau lebih dengan memperoleh hasil yang memuaskan. 2.1.2.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas memiliki tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi pihak perusahaan atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak luar perusahaan. Terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan penting dengan perusahaan. 10 Menurut Kasmir (2011:197) tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun bagi pihak luat perusahaan, yaitu : 1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu. 2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekrang. 3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu. 4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. 5. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. 6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh bagi perusahaan yang digunakan baik modal sendiri. Memanfaatkan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun bagi pihak luar perusahaan yaitu : 1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode. 2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu. 4. Menegtahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. 5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. 11 2.1.3 Struktur Modal 2.1.3.1 Pengertian Struktur Modal Bambang Riyanto (2010:22) menyatakan pembelanjaan permanen dimana mencerminkan perimbangan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Sedangkan Menurut Martono dan Harjito (2010:240), menyatakan bahwa struktur modal dalah perbandingan atau perimbangan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukan oleh perbandingan utang jangka panjang terhadap modal sendiri. Pengertian-pengertian yang telah di paparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan tentang struktur modal yaitu gambaran dari proporsi finansial perusahaan yaitu antara modal yang dimiliki yang bersumber dari utang jangka panjang (long-term debt) dan modal sendiri (shareholder’ equity) yang menjadi sumber pendanaan suatu perusahaan. I Made Sundana (2011:164) berpendapat bahwa Struktur modal berkaita dengan pembelanjaan jangka panjang suatu perusahaan yang diukur dengan perbandingan utang jangka panjang dengan modal sendiri. Teori struktur modal menjelaskan apakah kebijakan pembelanjaan jangka panjang dapat mempengaruhi nilai perusahaan, biaya modal perusahaan dan harga pasar saham perusahaan. Jika kebijakan pembelanjaan perusahaan dapat mempengaruhi ketiga faktor tersebut, bagaimana kombinasi jangka panjang dan modal sendiri yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau meminimumkan biaya modal perusahaan atau memaksimumkan harga pasar saham perusahaan. Harga pasar saham perusahaan meningkat, maka harga saham perusahaan tersebut juga akan naik. 12 Permasalahan yang dijelaskan dalam teori struktur modal adalah bagaimana pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan, biaya modal perusahaan dan harga pasar saham. Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka perlu dipahami asumsi-asumsi yang terkait dengan teori struktur modal, yaitu : 1. Tidak ada pajak dan biaya kebangkrutan. 2. Rasio utang terhadap modal diubah dengan jalan, perusahaan mengeluarkan saham untuk melunasi utang atau perusahaan meminjam untuk membeli kembali saham yang beredar. 3. Perusahaan mempunyai kebijkaan untuk membayarkan seluruh pendapatan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. 4. Nilai harapan distribusi probabilitas subjektif pendapatn operasi setiap perusahaan dimasa yang akan datang dama bagi semua investor. 5. Pendapatan operasi perusahaan diharapkan tidak mengalami pertumbuhan. Struktur modal merupakan pendanaan ekuitas dan hutang dalam suatu perusahaan. Menurut Fama dan French (1998) dalam Dewi dan Wijaya (2013:361), mengatakan bahwa maksimakanl nilai perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan. Kemampuan keuangan yang diambil akan berpengaruh pada keputusan keuangan lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan. Struktur modal merupakan kombinasi utang, saham preferen, dan ekuitas biasa yang dapat dijadikan dasar menghimpun modal oleh perusahaan (Brigham dan Houston, 2010:155), sedangkan menurut Irham Fahmi (2012:106), struktur modal didefinisikan sebagai gambaran bentuk proporsi keuangan perusahaan dan 13 menjadi sumber pembiayaan suatu perusahaan. Selain itu, pengertian struktur modal menurut Kusumajaya (2011:40) didefinisikan sebagai perbandingan antara total debt yang merupakan perbandingan total utang jangka pendek dan panjang terhadap shareholder’s equity yang merupakan total modal sendiri. Menurut Fahmi (2012:184) menyatakan bahwa struktur modal adalah gambaran dari bentuk proporsi finansial perusahaan yaitu antara modal yang dimiliki yang bersumber dari hutang jangka panjang dan modal sendiri yang menjadi sumber pembiayaan suatu perusahaan. Berikut adalah cara perhitungan struktur modal. Berdasarkan uraian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa struktur modal adalah penggabungan antara hutang, baik jangka panjang maupun jangka pendek, saham preferen maupun saham biasa dengan modal sendiri. 2.1.3.2 Teori Struktur Modal Teori struktur modal bertujuan memberikan landasan berfikir untuk mengetahui struktur modal yang optimal. Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang dapat meminimumkan biaya penggunaan modal atau biaya modal. Biaya pengguna modal tersebut dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya biaya riil dari pengguna modal dari masing-masing sumber dana (Bambang Riyanto, 2011:246). 1) Teori Trade-off 14 Mengamsumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan utang dengan biayang yang akan timbul sebagai akibat penggunaan utang tersebut. Esensi teori trade-off dalam struktur modal adalah menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan utang. Sejauh manfaat lebih besar, tambahan utang masih diperkenakan. Apabila pengorbanan karena penggunan utang sudah lebih besar, maka tambahan utang sudah tidak diperbolehkan. Teori trade-off telah mempertimbangkan berbagai faktor seperti cooperate tax, biaya kebangkrutan dan personal tax, dalam menjelaskan mengapa duatu perusahaan memilih struktur modal tertentu (Husnan dan Pudjiastuti, 2012:275). Kesimpulannya adalah penggunaan utang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya pada sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan utang justru menurunkan nilai perusahaan. Walaupun teori trade-off tidak dapat menentukan struktur modal yang optimal, namum model tersebut memberikan kontribusi penting yaitu : a. Perusahaan yang memiliki asset yang tinggi, sebaiknya menggunakan sedikit utang. b. Perusahaan yang membayar pajak tinggi sebaiknya lebih banyak menggunakan utang dibandingkan perusahaan yang membayar pajak rendah. 2) Teori Pecking Order 15 Penanaman terori pecking order dilakukan oleh Myers pada tahun 1984. Teori ini disebut pecking order karena teori ini menjelaskan bagaimana perusahaan akan menentukan hierarki sumber dana yang paling disukai (Husnan dan Pujiastuti, 2012:276). Secara rigkas teorii pecking order adalah sebagai berikut: a. Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal (pendanaan dari hasil opersi perusahaan yang berwujud saldo laba) b. Perusahaan akan beusaha menyesuaikan rsio pembagian dividen dengan kesempatan investasi yang dihadapi, dan berupaya untuk tidak melakukan perubahan pembayaran dividen yang terlalu besar. c. Pembayaran dividen yang cenderung konstan dan flutuasi lab ayang diperoleh mengakibatkan dana internal kadang-kadang berlebih ataupun kurang untuk investasi. d. Apabila pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti dengan oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan. Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target long term debt equity ratio, karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan eksternal. Modal sendiri berasal dari dalam perusahaan lebih disukai dari pada modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan. Urutan penggunaan sumber dana dengan mengacu teori 16 pecking order yakin dana internal terlebih dahulu (saldo laba), kemudian baru diikuti oleh penerbitan utang baru dan akhirnya dengan penerbitan ekuitas baru. Dana internal lebih disukai karena memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu “membuka diri lagi” dari sorotan permodalan luar. Kalau bias memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh “sorotan dan publisitas publik” sebagai akibat penerbitan saham baru. Dana ekternal lebih disukai dalam bentuk utang dari pada modal sendiri karena adanya dua alasan. Pertama adalah pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru (Husna dan Pujiastuti (2012:277), hal ini disebabkan karena penerbian saham baru akan menurunkan harga saham lama. Kedua, manajer khawatir kalau kemungkinan adanya informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal. Penerbit saham baru akan ditafsirkan sebagai kahar buruk oleh modal, dan membuat harga sama akan turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal. 2.1.3.3 Faktor-faktor Struktur Modal Seorang manajer keuanganharu mampu mengambil kebijakan yang tepat dalam hal pendanaan. Tugas manajer keuangan dihadapkan pada adanya siklus dalam pendanaa, dalam arti terkadang perusahaan lebih baik menggunakan dana yang bersumber dari utang, tetapi terkadang perusahaan menggunakan dana yang bersumber dari modal sendiri (equity). Oleh karena itu, manajer keuangan di dala operasinya perlu berusaha untuk memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai 17 perimbangan antara utang dengan modal sendiri tersebut, yang tercermin dalam struktur modal perusahaan sehingga perlu diperhitungkan beberbagai faktor yang mempengaruhinya. Menurut Sartono (2010:248), faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan adalah : 1. Tingkat penjualan Perusahaan dengan penjualan yang relative stabil berarti memiliki aliran kas yang relative stabil pula., maka dapat menggunakan utang lebih besar dari pada perusahaan dengan penjualan yang tidak stabil. 2. Struktur asset Perusahaan yang memiliki asset tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar. Hal ini disebabkan karena dari skalanya perusahaan besar akan lebih mudah mendapatkan akses kesumber dana dibandingkan dengan perusahaan kecil. Kemudian, besarnya asset tetap dapat dijadikan sebagai jaminan atau korateral utang perusahaan. 3. Tingkat pertumbuhan perusahaan Semakin cepat pertumbuhan perusahaan, maka semakin besar kebutuhan dana untuk pembiayaan ekspansi. Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan masa mendatang, maka semakin besar keingina perusahaan untuk menaha laba. 4. Profitabilitas Dengan laba ditahan yang besar, perusahaan akan lebih senang menggunakan laba ditahan sebelum menggunakan utang. 18 5. Variable laba dan perlindungan pajak Variable ini sangat erat kaitanya dengan stabilitas penjualan. Jika variabilitas atau volalitas laba perusahaan kecil, maka perusahaan mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menanggung beban tetap dari utang. 6. Skala perusahaan Perusahaan besar yang sudah well-estabished akan lebih mudah memperoleh modal dipasar modal dibanding dengan perusahaan kecil. Karena kemudahan akses tersebut berarti perusahaan besar memiliki fleksibilitas yang lebih besar pula. 7. Kondisi intern perusahaan dan ekonomi makro Sebagai contoh, perusahaan membayar deviden sebagai upaya untuk meyakinkan pasar tentang prospek perusahaan, dan kemudian mmenjual obligasi. Strategi itu diharapkan dapat menyaknkan investor bahwa prospek perusahaan baik. Dengan kata lain, agar menarik minat investor dalam hal pendanaan. 2.1.4 Kebijakan Dividen 2.1.4.1 Pengerrtian Dividen Pemilik suatu perusahaan bersedia menanamkan hartanya dalam suatu perusahaan karena berbagai alasan, salah satunya adalah untuk memperoleh penghasilan atas investasi yang ia lakukan dalam perusahaan tersebut. Penghasilan ini dapat diperoleh dari dividen yang dibagikan oleh perusahaan dimana pemegang saham itu melakukan investasi. Dividen yang diterima oleh pemegang saham jumlahnya sesuai dengan saham yang ia miliki. 19 Adapun pengertian dividen menurut Rudianto (2012:290) “dividen adalah bagian dari laba usaha yang diperoleh perusahaan dan diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang sahamnya sebagai imbalan atas kesedihaan mereka menanamkan hartanya dalam perusahaan”. Pengertian dividen yang disampaikan Rudianto mengandung makna yang hampir sama dengan pengertian dividen yang disampaikan Hanafi (2010:361) “dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saha disamping capital gain”. Sedangkan pengertian dividen menurut Harrison, dkk yang dialih bahasakan oleh Gina Gania (2011:23) “dividen (dividend) adalah distribusi oleh perusahaan kepada pemegang sahamnya, yang biasanya didasarkan pada laba”. Dari beberapa pengertian yang disampaikan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa dividen merupakan suatu kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham atas kesediaan mereka menanamkan hartanya dalam perusahaan yang biasanya berasal dari laba perusahaan. Pembagian dividen ini ditetapkan oleh dewan komisaris perusahaan sesuai dengan jumlah saham dan jenis saham yang dimiliki. Dalam menentukannya, dewan komisaris harus memperhatikan kepentingan perusahaan dan perkembangan perusahaan. Oleh karena itu tidak jarang dewan komisaris memutuskan untuk menyisihkan sebagian dari labanya untuk keperluan dimasa yang akan datang. 20 2.1.4.2 Jenis-jenis Dividen Pembagian dividen yang dilakukan oleh perusahaan sesuai dengan jenis saham dan jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham, serta jenis pembayaran tergantung kepada kebijakan yang diberikan oleh pimpinan perusahanaan. Adapun jenis-jenis dividen yang dapat dibagikan ole perusahaan kepada pemegang sahamnya menurut Rudianto (2012:290) adalah sebagai berikut: 1. Dividen Tunai Dividen tunai yaitu bagian laba usaha yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai. Sebelum dividen dibagikan, perusahaan mempertimbangkan ketersedianaan dana untuk membayar dividen. Jika perusahaan memilih untuk membagi dividen tunai, itu berarti pada saat dividen akan dibagikan kepada pemegang saham perusahaan memiliki uang tunai dalam jumlah yang cukup. Dividen tunai tidak dibagikan kepada pemegang saham treasuri. 2. Dividen Harta Dividen harta yaitu bagian dari laba usaha perusahaan yang dibagikan dalam bentuk harta selain kas. Biasanya harta tersebut salam bentuk surat berharga yang dimiliki perusahaan. Jika surat berharga yang dimiliki suatu perusahaan akan dibagikan sebagai pemegang sahamnya, maka nilai wajar atau harga pasar surat berharga tersebut dijadikan dasar pencatatan . 21 3. Dividen Skrip atau Dividen Utang Dividen skrip atau dividen uatang yaitu bagian dari laba usaha perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk janji tertulis untuk membayar sejumlah uang dimasa mendatang. Dividen skrip terjadi karena perusahaan ingin membagi dividen dalam bentuk uang tunai, tetapi tidak tersedia kas yang cukup. Oleh karena itu, pihak manjemen perusahaan menjanjikan untuk membayar sejumlah uang dimasa mendatang kepada para pemegang saham. Dividen skrip dapat disertai dengan bunga dan dapat pula tanpa bunga. 4. Dividen Saham Dividen saham yaitu pembagian dari laba yang ingin dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk saham baru perusahaaan itu sendiri. Dividen saham ini dibagikan karena perusahaan ingin mengkapitalisasi sebagai laba usaha yang diperolehnya secara permanen. Pembagian dividen saham akan mengakibatkan jumlah saham beredar bertambah banyak, tetapi total asset dan kewajiban perusahaan tidak akan mengalami perubahan baik sebelum atau sesudah pembagian dividen. 2.1.4.3 Pengertian Kebijakan Dividen Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperolehperusahaan pada akhir tahun akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi dimasa yang akan datang (Harjito dan Martono, 2011:270). 22 Adapula pengertian kebijakan dividen menurut Sartono (2010:281) “kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa yang akan datang”. Kemudian pengertian kebijakan dividen menurut Sudana (2011:167) “kebijakan dividen merupakan bagian dari keputusan pembelanjaan perusahaan, khususnya berkaitan dengan pembelanjaan internal perusahaan. Hal ini karena besar kecilnya dividen yang dibagikan akan mempengaruhi besar besar kecil laba yang ditahan. Laba ditahan merupakan salah satu sumber dana internal perusahaan”. Berdasarkan beberapa pengertian kebijakan di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen merupakan suatu keputusan untuk menentukan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau ditanam kembali didalam perusahaan untuk menambah modal investasi dimasa yang akan datang. 2.1.4.4 Teori-teori Kebijakan Dividen Teori kebijakan dividen menurut Sartono (2010:282-290) terdiri dari beberapa teori, diantaranya: 1. Dividen adalah Tidak Relevan Modigliani-Miller (MM) berpendapat bahwa didalam kondisi keputusan investasi yang given, pembayaran dividen tidak berpengaruh terhadap kemakmuran pemegang saham. Lebih lanjut Modigliani-Miller (MM) 23 berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh investasi. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. 2. Bird In The Hand Theory Salah satu asumsi pendekatan Modigliani-Miller (MM) adalah bahwa kebijakan dividen tidak mempengaruhi tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor. Investor lebih merasa aman untuk memperoleh pendapatan berupa pembayaran dividen dari pada menunggu capital gain. Gordon-Lintner beranggapan bahwa investor memandang satu burung ditangan lebih berharga daripada seribu burung diudara. Sementara itu Modigliani-Miller (MM) berpendapat bahwa tidak semua investor berkeinginan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka di perusahaan yang sama sejenis dengan memiliki risiko yang sama, oleh sebab itu tingkat risiko pendapatan mereka di masa yang akan datang bukannya ditentukan oleh kebijakan dividen, tetapi di tentukan oleh tingkat risik investasi baru. 3. Tax Differential Theory Pendapatan yang relevan bagi kebanyakan investor adalah pendapatan setelah pajak. Jika capital gain dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak atas dividen, maka saham yang dimiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi dan jadi lebih menarik. Tetapi sebaliknya juka 24 capital gain dikenai pajak yang sama dengan pendapatan atas dividen, maka keuntungan capital gain menjadi berkurang. Namun demikian, pajak atas capital gain masih lebih baik dibandingkan dengan pajak atas dividen, karena pajak atas capital gain baru dibayar setelah saham dijual sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran dividen. Selain itu juga mempengaruhi pendapatan investor. Investor lebih suka untuk menerima capital gain yang tinggi disbanding dengan dividen yang tinggi. Karena dividen cenderung dikenakan pajak yang lebih tinggi daripada capital gain, maka investor akan meminta tingkat keuntungan lebih tinggi untuk saham dengan dividend yield yang tinggi. 4. Information Content Hypothesis Modigliani-Miller (MM) berpendapat bahwa kebijakan dividen adalah tidak relevan dengan mengasumsikan baik investor maupun manajer memiliki informasi yang sam atas berbagai kesempatan investasi, sehingga investor dan manajer memiliki penilaian yang sama terhadap perusahaan dan kebijakan dividen atau kebijakan distribusi pendapatan di masa yang akan datang. Namun pada kenyataannya, manajer cenderung memiliki informasi yang lebih baik tentang prospek perusahaan dibandingkan dengan investor menilai bahwa capital gain lebih berisiko disbanding dengan dividen dalam bentuk kas. Pembayaran dividen sering kali dengan kenaikan harga saham dan sebaliknya. Modigliani-Miller (MM) selanjutnya berpendapat bahwa kenaikan dividen ini oleh investor 25 dilihat sebagai tanda atau signal bahwa prospek perusahaan di masa yang akan datang lebih baik dan sebaliknya jika penurunan dividen maka prospek perusahaan menurun. 5. Clientile Effect Terdapt banyak kelompk investor dengan berbagai kepentingan. Ada investor yang lebih menyukai memperoleh pendapatan saat ini dalam bentuk dividend an ada pula investor yang lebih menyukai untuk menginvestasikan kembali pendapatan mereka. Dengan adanya dua kelompok investor tersebut, perusahaan dapat menentukan kebijakan dividen yang dianggap manajemen lebih baik. Ada kecenderungan perusahaan enggan melakukan perubahan kebijakan dividen karena perubahan kebijakan dividen mengakibatkan beberapa investor akan menjual sahamnya dan akibatnya dapat menurunkan harga saham. Tidak jarang pula ada perusahaan yang membagikan dividen diikuti dengan penjualan obligasi. Ada dua hal yang penting dalam kebijakan ini, pertama pembagian dividen tersebut digunakan untuk memberi sinyal ke pasar tentang prospek perusahaan dengan harapan perusahaan dapat menjual obligasinya dengan harga yang lebih baik. Keduanya, pembagian dividen itu dimaksudkan untuk mengurangi agency conflict antara manajer dengan pemegang saham. Ada pula teori kebijakan dividen menurut udana (2011:167), yang dikatakan terdapat tiga teori kebijakan dividen yang menjelaskan pengaruh 26 kecilnya dividend payout ratio (DPR) terhadap harga saham. Adapun teori tersebut adalah sebagai berikut : 1. Teori Dividend Irrelevance Teori ini dikemukakan oleh Franco Modigliani dan Merton Miller (Modigliani-Miller (MM)). Menurut teori dividend irrelevance, kebijakan dividen tidak mempengaruhi harga pasar saham perusahaan atau nilai perusahaan. Modigliani-Miller (MM) berpendapat bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan (earning power) dan risiko bisnis, sedangkan bagaimana membagi arus pendapatan menjadi dividend dan laba ditahan tidak mempengaruhi nlai perusahaan. 2. Teori Bird In the Hand Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon dan John Lintner. Berdasarkan teori bird in the hand, kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap harga pasar saham. Artinya, jika dividen yang dibagikan perusahaan semakin besar, harga pasar saham perusahaan tersebu semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini terjadi karena pembagian dividen dapat mengurangi ketidakpastian yang dihadapi oleh investor. 3. Teori Tax Preference Bersadarkan teori tax preference, kebijakan dividen mempunyai pengaruh negative terhadap harga pasar saham perusahaan. Artinya, semakin besar jumlah dividen yang dibagikan oleh suatu perusahaan, maka semakin rendah harga pasar saham perusahaan yang bersangkutan. 27 Hal ini dapat terjadi jika perbedaan antara tarif pajak personal atas pendapatan dividen dan capital gain, maka investor akan lebih senang jika laba yang dieroleh perusahaan tetap ditahan di perusahaan, untuk membelanjai investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Dengan demikian di masa yang akan datang diharapkan terjadi peningkatan capital gain yang tarif pajaknya lebih rendah. Apabila banyak investor yang memiliki pandangan demikian, maka investor cenderung memilih sahm-saham dengan dividen yang kecil dengan tujuan menghindari pajak. 2.1.4.5 Jenis-jenis Kebijakan Dividen Menurut Riyanto (2008:269), terdapat macam-macam kebijakan dividen yang dilakukan oleh perusahaan yaitu sebagai berikut: 1. Kebijakan Dividen yang Stabil. Banyak perusahaan yang menjalankan kebijakan dividen yang stabil, artinya jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relative tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen yang stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian apabila ternyata pendapatan perusahaan meningkat dan kenaikan pendapatan tersebut nampak mantap dan relatif permanen, barulah besarnya dividen perlembar saham dinaikkan. Dan dividen yang dinaikkan ini akan dipertahankan untuk jangka waktu yang panjang. 28 2. Kebijakan Dividen dengan Penetapan Jumlah Dividen Minimal Plus Jumlah Ekstra Tertentu. Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham setiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik perusahaan akan membayarkan dividen ekstra diatas jumlah minimal tersebut. 3. Kebijakan Dividen dengan Penetapan Dividend Payout Ratio yang Konstan. Perusahaan yang menjalankan kebijakan ini menetapkan dividend payout ratio yang konstan misalnya 50%. Ini berarti bahwa jumlah dividen perlembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan neto yang diperoleh setiap tahunnya. 4. Kebijakan Dividen yang Flaksibel. Cara penetapan dividend payout ratio yang keempat adalah penetapan dividend payout ratio yang fleksibel, yang besarnya setiap tahunnya disesuaikan dengan posisi dan kebijakan finansial dari perusahaan yang bersangkutan. 2.1.4.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen, diantaranya adalah kesempatan berinvestasi yang tersedia, ketersediaan dan biaya modal alternatif dan prefensi pemegang saham untuk menerima pendapatan saat 29 ini atau menerimanya di masa yang akan datang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan menurut Riyanto (2008:267), yaitu : 1. Posisi Likuiditas Perusahaan Posisi kas atau likuiditas dari suatu perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayar kepada para pemegang saham. Oleh karena itu dividen merupakan “cash outflow”, maka makin kuat posisi likuiditas perusahaan, berarti makin besar kemampuannya untuk membayar dividen. 2. Kebutuhan Dana untuk Membayar Utang Apabila perusahaan menetapkan bahwa pelunasan utang akan diambil dari laba yang ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti bahwa hanya sebagian kecil saja dari pendapatan atau earning yang dapat dibayarkan sebagai dividen. Dengan kata lain perusahaan haru menetapkan dividend payout ratio yang rendah. 3. Tingkat Pertumbuhan Perusahaan Makin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, makin besar kebutuhan akan dana untuk embiayai pertumbuhan perusahaan tersebut. Makin besar kebutuhan dana untuk waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhannya, perusahaan tersebut biasanya lebih senang untuk menahan “earning” nya dari pada dibayarkan sebagai dividen kepada para pemegang saha dengan mengingat batasan-batasan biayanya. 30 Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa makin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan makin besar dana yang dibutuhkan, makin besar kesempatan untuk memperoleh keuntungan,makin besar bagian dari pendapatan yang ditahan dalam perusahaan, yang ini berarti makin rendah dividend payout ratio nya. 4. Pengawasan terhadap Perusahaan Variabel penting lainnya adalah “control” atau pengawasan terhadap perusahaan. Ada perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya dengan dana yang berasal dari sumber intern saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas dasar pertimbangan bahwa kalua ekspansi dibiayai dengan dana yang berarsal dari penjualan saham baru akan melemahkan “control” dari kelompok dominan di dalam perusahaan. Demikian pula kalua membiayai ekspansi dengan utang akan memperbesar risiko finansialnya. Mempercayakan pada pembelanjaan intern dalam rangka usaha mempertahankan “control” terhadap perusahaan, berarti mengurangi dividend payout ratio nya. Ad pula faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen menurut Sartono (2010:293), adalah sebagai berikut: 1. Kebutuhan Dana Perusahaan Kebutuhan dana bagi perusahaan dalam kenyataannya merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan dividen yang akan diambil. Banyak faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam menganalisis kebijakan dividen, seperti aliran kas perusahaan yang 31 diharapkan, pengeluaran modal dimasa yang akan datang yang diharapkan, kebutuhan tambahan piutang dan persediaan, pola pengurangan utang dan masih banyak lagi. 2. Likuiditas Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam kebijakan dividen. Karena bagi perusahaan dividen merupakan kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseliuruhan akan semakin besar kemampuan perusahaan dala membayar dividen. Perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan dan profitable akan memerlukan dana yang cukup besar membiayai investasinya, oleh karena itu memungkinkan untuk membiayai investasinya. Oleh karena itu, memungkinkan untuk menjadi kurang likuid karena dana yang diperoleh lebih banyak diinvestasikan pada aktiva tetap dan aktiva lancar yang permanen. 3. Kemampuan Meminjam Likuiditas perusahaan dapat diatasi dengan kemampuan perusahaan untuk menjamin dalam jangka pendek. Kemampuan meminjam dalam jangka pendek tersebut akan meningkatkan fleksibilitas likuiditas perusahaan. Selain itu flaksibilitas juga dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan dalama bergerak dipasar modal mengeluarkan obligasi. Perusahaan yang seakin besar dan sudah establishakan memiliki akses yang baik dipasar modal. Kemampuan meminjam yang lebih besar dan 32 fleksibilitas yang lebih besar akan memperbesar kemampuan dalam membayar dividen. 4. Keadaan Pemegang Saham Jika pemilik saham suatu perusahaan relative tertutup, biasanya manajemen mengetahui dividen yang diharapkan oleh para pemegang saham dan bertindak dengan tepat. Jika hamper semua pemegang saham berada dalam golongan high tax dan lebih suka memperoleh capital gains, maka perusahaan dapat mempertahankan dividend payout ratio yang rendah. Untuk perusahaan yang jumlah pemegang sahamnya besar dahnya dapat menilai dividen yang diharapkan pemegang saham dalam konteks pasar. 5. Stabilitas Dividen Bagi para investor, stabilitas dividen akan lebih menarik daripada dividend payout ratio yang tinggi. Stabilitas ini diartikan dengan tetap memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan yang ditunjukkan dengan koefisien arah yang positif bagi investor, pembayaran dividen yang stabil merupakan indicator prospek perusahaan yang relative lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang membayar dividen secara tidak stabil. 33 2.1.4.7 Dividend Payout Ratio Rasio pembayaran dividend (dividend payout ratio) atau rasio antara dividen yang dibayarkan dengan laba yang diperoleh, menentukan jumlah laba yang dapat ditahan (retained earning). Adapun pengertian dividend payout ratio menurut Sudana (2011:167) “dividend payout ratio yaitu besarnya persentase laba bersih setelah pajak yang dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham”. Penentuan jumlah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham, memerlukan kebijakan dividen tersendiri. Kebijakan dividen merupakan bagian dari keputusan pendanaan perusahaan, yang menentukan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividend atau akan ditahan untuk keperluan investasi di masa yang akan datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya akan mengurangi total sumber dana intern. Semakin besar laba yang ditahan berarti, maka semakin kecil dana yang tersedia untuk membayar dividen, dan sebaliknya semakin kecil laba yang ditahan, maka semakin besar laba yang dibagi untuk membayar dividen. Adapun rumus dividend payout ratio atau pembayaran dividen menurut Fahmi (2014:139), adalah : Keterangan : Dividend Per Share = Dividen per lembar saham Earning Per Share = Pendapatan per lembar saham 34 2.1.4.8 Dividend Per Share Adapun pengertian dividend per share (DPS) menurut Irnawati (2006:64) “dividend per share (DPS) adalah besarnya pembagian dividend yang akan dibagikan kepada pemegang saham setelah dibadingkan dengan rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar”. Besarnya dividend per share (DPS) menurut Irnawati (2006:64), dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 2.2 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian tentang nilai perusahaan telah dilakukan variabel atau metode dan objek yang berbeda. Pembelajaran terhadap penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan juga sebagai acuan yang dapat mempejelas pembahasan peneliti. Table berikut ini menunjukkan beberapa persamaan dan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. 35 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti 1. Rustendi dan Jimmi 2008 2. 3. Eka Sari 2013 Judul Peneliti Persamaan Pengaruh Hutang dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur (Survey Pada Perusahaan Manufaktur Yang Tercatat Di Bursa Efek Jakarta). Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Economic Value Added, dan Risiko Sistematis Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Kategori LQ45 yang Terdaftar di BEI). Pratheepkanth “Capital (2011) and Nilai Perusahaan sebagai variabel dependen 1. Nilai Perusahaan sebagai variabel dependen. Kepemilikian sebagai 1. Leverage dan Economic Value added sebagai variabel independen. 2. Profitailitas sebagai variabel independen. 2. Risiko Sistematis sebagai variabel independen. : stock exchange Sri Lanka”. dan variabel independen. 2. Nilai perusahaan efidence from selected sebagai variabel dependen business companies in colombo Hutang Manajerial structure 1. Struktur modal sebagai variabel financial independen performance Perbedaan Pertumbuhan perusahaan dan Kinerja perusahaan sebagai variabel independen 36 No Peneliti 4. Pourheydari 2009 A Survey Of Management Views On Dividend Policy In Iranian Firms. 5. Simon Oke,O.O, “Capital Afolabi, and Babatunde permformance (2011) 2. Nilai perusahaan Nigeria (1999-2007)” sebagai variabel dependen 6. Subaraman dan Agung 2014 7. Judul Peneliti Persamaan Variabel yang digunakan adalah Kebijakan Deviden structure 1. Struktur modal sebagai variabel industrial independen in Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kebijakan Dividen Sebagai Variabel Moderasi. Mahendra, Luh Gede dan Suarjaya Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap 2012 Nilai Perusahaan Pada Perbedaan Menggunakan variabel lain yaitu Kebijakan Bisnis Kinerja dan perusahaan Pertumbuhan perusahaan 1. Kebijakan dividen sebagai variabel moderasi sebagai variabel independen Kebijakan hutang sebagai variabel independen 2. Nilai perusahan sebagai variabel dependen Nilai sebagai perusahaan variabel Kinerja keuangan sebagai variabel independen dependen Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia (BEI). 8. Ni Wayan dan Luh Gede Pengaruh Risiko Bisnis, Profitabilitas, 2014 Dan Investasi Keputusan Profitabilitas sebagai variabel independen 1. Risisko bisnis dan Keputusan investasi sebagai variabel independen. Terhadap Struktur Modal 2. Struktur modal sebagai variabel dependen. 37 No 9. Peneliti Judul Peneliti Nofrita Pengaruh 2013 Profitabilitas Persamaan 1. Profitabilitas sebagai variabel independen. Terhadap Perbedaan Kebijakan dividen sebagai variabel intervening. Nilai Perusahaan Dengan Kebijakan Dividen Sebagai Variabel 2. Nilai perusahaan sebagai variabel dependen. Invervening. 10. Gunardi dan Ridwan Peran Mekanisme Corporate Nilai Perusahaan sebagai variabel dependen. 2013 Governance sebagai Pemoderasi Praktik 2. Corporate governance sebagai variabel pemoderasi. Earning Management terhadap 1. Earning management sebagai variabel independen. Nilai Perusahaan 11. Ayuningtias Pengaruh 2013 Profitabilitas 1. Profitabilitas sebagai variabel independen. Terhadap Nilai Perusahaan Kebijakan An Investasi : Dividend Kesempatan Sebagai Variabel Antara 2. Nilai perusahaan sebagai variabel depaenden. Kebijakan dividen dan kesempatan investasi sebagai variabel antara. 38 No 12. Peneliti Yulistiana 2009 Judul Peneliti Persamaan Pengaruh Earning Per 1. Rasio profitabilitas menggunakan Share (EPS), Return ROA. Perbedaan EPS dan arus kas operasi sebagai variabel independen. On Asset (ROA) Dan Arus Kas Operasi Terhadap 2. Nilai perusahaan sebagai variabel dependen. Nilai Perusahaan 13. Joshua Abor and Godfred A. Bokpin Investment 2010 Corporate Opportunities, Finance, Kebijakan dividen menggunakan Dividend Payout Ratio (DPR). 1. Investment Opportunities, Corporate Finance sebagai variabel independen. And Dividend Payout 2. Emerging Market sebagai variabel dependen. Policy Evidence From Emerging Markets 14. Mohammed Amidu Joshua Abor 2006 Determinants of 1. Kebijakan dividen menggunakan dividend payout ratios Dividend Payout Ratio (DPR). in Ghana 2. Profitabilitas sebagai variabel independen. Risiko, arus kas, dan pajak perusahaan sebagai variabel indepanden. 39 No 15. Peneliti Rizqia, Aisjah, Sumiati Judul Peneliti Persamaan Perbedaan Effect of Managerial 1. Struktur modal menggunaka DAR. Ownership, Financial Kepemilikan manajerial, ukuran Leverage, perusahaan, dan 2013 2. Profitabilitas sebagai variabel independen. Profitability, Firm Size, and 3. Kebijakan dividen menggunakan DPR. Investment Opportunity on Dividend Policy and Firm Value. 4. Nilai perusahaan sebagai variabel dependen peluang investasi sebagai variabel independen. 40 No 16. Peneliti Suteja dan Manihuruk 2009 Judul Peneliti Pengaruh Struktur Persamaan Pada Model Kedua : Perbedaan Pada Model Pertama: Modal, Kepemilikan, 1. Struktur modal dan 1. Likuiditas, volatilitas laba, profitabilitas dan Faktor Eksternal profitabilitas, sebagai variabel ukuran perusahaan, independen. pada Penentuan Nilai capital expenditures, krisis Perusahaan ekonomi, nilai 2. Nilai perusahaan tukar sebagai sebagai variabel variabel dependen. independen. 2. Struktur modal perusahaan sebagai variabel dependen. Pada Model Kedua: Kepemilikan Saham Manajerial, kepemilikan saham institusional, krisis ekonomi, nilai tukar, indeks harga saham gabungan (IHSG) sebagai variabel independen. Sumber : berbagai Jurnal Internasional dan Jurnal Nasional, diolah penulis (2016) 2.3 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penting (Sugiyono, 2012:154). 41 2.2.1 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Berdasarkan penelitian ini variabel profitabilitas diproksi dengan Return On Assets atau ROA, formulasi ini relatif lebih mewakili utilisasi aktiva untuk dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan (Suteja dan Manihuruk, 2009). Semakin baik pertumbuhan profitabilitas berarti prospek perusahaan di masa depan dinilai semakin baik juga, artinya semakin baik pula nilai perusahaan dimata investor. Apabila kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, maka harga saham juga akan meningkat (Husnan, 2001:317). Harga saham yang meningkat mencerminkan nilai perusahaan yang baik bagi investor. Suharli (2006) dalam Martalina (2011) menyatakan bahwa nilai pemegang saham akan meningkat apabila nilai perusahaan meningkat yang ditandai dengan tingkat pengembalian investasi yang tinggi kepada pemegang saham. Tingkat pengembalian investasi kepada pemegang saham tergantung pada laba yang dihasilkan perusahaan. Oktaviani (2008) dalam Lifessy (2011) juga menyatakan bahwa dengan tingginya tingkat laba yang dihasilkan, berarti prospek perusahaan untuk menjalankan operasinya di masa depan juga tinggi sehingga nilai perusahaan yang tercermin dari harga saham perusahaan akan meningkat pula. Hal ini menunjukkan variabel profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan (Suteja dan Manihuruk, 2009). 2.2.2 Pengaruh Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan Struktur modal menunjukkan bauran sumber pendanaan yang dipergunakan oleh perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pembelanjaannya (Suteja dan Manihuruk, 2009). Pengambilan keputusan pendanaan berkenaan 42 dengan struktur modal yang benar-benar harus diperhatikan oleh perusahaan, karena struktur penentuan perusahaan akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Struktur modal menunjukkan perbandingan jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Perusahaan yang menggunakan hutang dalam operasinya akan mendapat penghematan pajak, karena pajak dihitung dari laba operasi setelah dikurangi bunga hutang, sehingga laba bersih yang menjadi hak pemegang saham akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menggunakan hutang (Meythi, 2012). Struktur modal berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dapat diterima atau tidak ditolak. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan struktur modal mampu meningkatkan nilai perusahaan, hasil penelitian ini konsisten dengan studi empiris yang dilakukan oleh Pangeran (2003), juga Mukerjee (1997) yang menyatakan bahwa peningkatan struktur modal mampu menaikan nilai perusahaan. Sejumlah studi empiris seperti yang dilakukan oleh Luciana (2006) dan Sudarma (2004) juga memberikan hasil yang konsisten dengan hasil analisis dalam disertasi ini (dalam Suteja dan Manihuruk, 2009). Dengan demikian nilai perusahaan pun juga menjadi lebih besar. Ini berarti semakin besar struktur modalnya maka nilai perusahaan juga akan semakin meningkat. Akan tetapi perusahaan tidak akan mungkin mengunakan hutang 100% dalam struktur modalnya. Hal itu disebabkan karena semakin besar hutang berarti semakin besar pula resiko keuangan perusahaan. Resiko yang dimaksud adalah resiko financial yaitu resiko yang timbul karena ketidakmampuan perusahaan membayar bunga dan angsuran pokok dalam keadaan ekonomi yang 43 buruk. Dalam kondisi demikian semakin besar hutang maka nilai perusahaan akan menurun. Perusahaan harus mampu menentukan besarnya hutang, karena dengan adanya hutang sampai batas tertentu akan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Akan tetapi bila jumlah hutang lewat dari batas tertentu justru akan menurunkan nilai perusahaan. Jadi dapat diketahui bahwa struktur modal berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Dimana pernyataan ini di dukung oleh teori MM yaitu struktur modal mempengaruhi nilai perusahaan. 2.2.3 Kebijakan Dividen Memoderasi Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Penelitian mengenai pengaruh kebijakan dividen terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan ini berkaitan dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan Erlangga (2009) pada perusahaan manufaktur periode 2004-2007 yang terdaftar di BEJ, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dan kebijakan dividen dapat memoderasi hubungan antara profitabilitas terhadap nilai perusahaan. Penelitian Erlangga didukung oleh Wardani (2009), Sembiring (2010), Nova (2010) dan Eugene and Kenneth (1997) menyimpulkan bahwa pengaruh dividen berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Murtini (2008) pada perusahaan manufaktur yang melakukan pembagian dividen minimal 2 tahun berturut-turut pada tahun 2000-2004. Hasil penelitian menemukan bahwa nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen dengan menyatakan 44 besarnya dividen yang dibagikan pada pemegang saham tidak mempengaruhi nilai perusahaan, hal ini menunjukkan bahwa dividen tidak memiliki kandungan informasi sehingga besarnya dividen tidak akan mempengaruhi nilai perusahaan. Penelitian Murtini (2008) didukung oleh Hasugian (2008) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh kebijakan dividen secara parsial dan simultan terhadap nilai perusahaan yang tercermin melalui harga saham. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kebijakan dividen tidak dapat dipergunakan untuk meramalkan harga saham oleh para investor. Persamaan penelitian ini dengan penelitian-peneltian sebelumnya terletak pada nilai perusahaan sebagai variabel independen. Seperti peneltian Erlangga (2009) yang menggunakan kebijakan dividen sebagai variabel moderasi dan profitabilitas sebagai variabel dependen. Perbedaannya dengan penelitian Erlangga (2009) adalah dari kinerja keuangan dalam penelitian ini diwakili oleh likuiditas, leverage, dan profitabilitas sebagai variabel dependen dan penggunaan proxy yang sama dengan penelitian Kim et al. (2008) Tobins q di sini digunakan sebagai proksi nilai perusahaan. Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar investasi inkremental Herawati, (2008) dalam Susanti, (2010). 2.2.4 Kebijakan Dividen Memoderasi Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan Untuk mambatasi manajernya pemilik sebuah perusahaan dapat mempergunakan hutang dengan jumlah relatif besar. Peningkatan hutang yang 45 tinggi dapat menjadi sinyal terhadap adanya ancaman kebangkrutan, dengan adanya ancaman kebangkrutan diharapkan perusahaan untuk lebih berhati-hati dan tidak menghambur-hamburkan uang para pemegang saham. Untuk meningkatkan efisiensi dari arus kas bebas , dilakukan pengambilalihan perusahaan dan pembelian melalui hutang (Brigham & Houston, 2010). Penelitian yang dilakukan Rizqia, et al. (2014) menyatakan bahwa antara struktur modal dengan nilai perusahaan terdapat pengaruh yang positif. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Eka, (2012) dimana struktur modal secara parsial terhadap nilai perusahaan menunjukan adanyan pengaruh yang signifikan dan berarah positif. Serta dalam penelitian Kusumajaya (2011) memperoleh hasil positif dan signifikan antara struktur modal terhadap nilai perusahaan. Adanya pengaruh yang positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, didukung oleh trade off theory dimana meningkatnya rasio utang pada struktur modal akan meningkatkan nilai perusahaan. Profitabilitas (ROA) Suteja dan Manihuruk (2009) Nilai Struktur Modal (DAR) Perusahaan Suteja dan Manihuruk (2009) Erlangga (2009) Kusumajaya (2011 (PBV) Kebijakan Dividen (DPR) Gambar 2.1 Gambar Paradigma 46 2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis menurut Sugiyono (2012:39) merupakan jawaban sementara mengenai suatu maslah yang masih perlu diuji secara empiris untuk mengetahui apakah pernyataan atau didugaan ini diterima atau ditolak. H1 :Terdapat pengaruh profitabilitas dan struktur modal terhadap nilai perusahaan secara simultan. H2 :Terdapat pengaruh profitabilitas tehadap nilai perusahaan H3 :Terdapat pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan. H4 :Terdapat pengaruh profitabilitas dan struktur modal terhadap nilai perusahaan dengan kebijakan dividen sebagai variabel moderasi. 47