I. PEDAHULUA 1.1 LATAR BELAKAG Dadih merupakan salah satu makanan tradisional khas Sumatra Barat yang berpotensi sebagai produk probiotik, yaitu produk yang mengandung mikroorganisme hidup yang memiliki manfaat kesehatan untuk menjaga keseimbangan mikroflora di dalam saluran pencernaan (gastro intestinal). Ditempat asalnya, dadih dibuat dari susu kerbau yang difermentasi secara alami (tanpa penambahan starter) di dalam sepotong ruas bambu segar selama 48 jam. Fermentasi dilakukan oleh bakteri asam laktat (BAL) yang kemungkinan terdapat pada bambu atau dari penutup. Kendala dalam fermentasi yang dilakukan secara alami adalah sulitnya mengatur kondisi proses produksi untuk menghasilkan rasa, aroma, dan tekstur yang konsisten dari dadih. Selain itu, keterbatasan jumlah pasokan susu kerbau menyebabkan produksi dadih menjadi terbatas. Untuk mengatasi keterbatasan jumlah pasokan susu kerbau, saat ini telah dilakukan modifikasi dalam pembuatan dadih yaitu dengan menggunakan susu sapi yang telah diuapkan agar menghasilkan dadih dengan tekstur semi padat menyerupai dadih susu kerbau. Selain modifikasi dalam hal bahan baku, modifikasi proses produksi dadih juga telah dilakukan menggunakan cup plastik sebagai wadah fermentasi serta penggunaan starter untuk menghasilkan dadih dengan kualitas yang konsisten (Taufik 2004). Jenis atau bentuk starter yang umum digunakan untuk membuat susu fermentasi adalah starter cair (bulk starter) berupa BAL tunggal maupun kombinasi beberapa BAL. Bakteri asam laktat yang digunakan sebagai starter dalam pembuatan dadih dapat diisolasi dari dadih yang dibuat menggunakan bambu. Hasil isolasi bakteri dalam dadih terdiri dari 36 strain genus Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, dan Lactococcus (Ngatirah et al. 2000, Pato 2003). Untuk dapat meningkatkan nilai tambah dadih, starter yang digunakan dalam pembuatan dadih dapat menggunakan BAL probiotik sehingga dihasilkan dadih probiotik yang dapat memberikan manfaat kesehatan. Salah satu jenis bakteri asam laktat yang bersifat probiotik adalah Lactobacillus casei (Shah 2007). Namun, selama ini penggunaan starter cair memiliki beberapa kendala, yaitu menurunnya viabilitas dan kinerja starter selama proses penyimpanan, sehingga harus selalu dilakukan peremajaan kultur (reactivation). Salah satu cara mengatasi permasalahan pada starter cair adalah dengan memberikan perlindungan terhadap sel bakteri dalam bentuk kering. Teknik melindungi sel bakteri adalah melalui enkapsulasi menggunakan bahan pengkapsul (enkapsulan) yang mampu melindungi sel dari kondisi lingkungan yang menyebabkan viabilitas sel menurun. Selain itu, enkapsulasi bakteri untuk menghasilkan starter dalam bentuk kering akan memudahkan dalam penggunaan dan pengemasan serta meningkatkan umur simpan starter (Krasaekoopt et al. 2003). Dalam proses enkapsulasi, suatu bahan inti dibungkus dengan kapsul (biopolimer) atau membran yang bersifat semipermeabel sehingga inti dapat keluar (release) pada kondisi yang terkontrol (Anal dan Singh 2007). Teknik enkapsulasi bakteri asam laktat dapat dilakukan dengan mudah, murah, dan tidak toksik, yaitu menggunakan alginat. Proses enkapsulasi probiotik menggunakan alginat dapat dilakukan dengan teknik ekstrusi atau dengan teknik emulsi yang akan membentuk jel hidrokoloid (kalsium alginat) berbentuk manik-manik (beads). Diantara kedua teknik tersebut, ekstrusi merupakan teknik yang lebih sederhana dan membutuhkan biaya yang lebih rendah (Krasaekoopt et al. 2003). 1 Beads yang dihasilkan dengan teknik ekstrusi dan emulsi masih berbentuk jel dan diperlukan proses pengeringan lanjutan untuk mendapatkan bentuk kering. Proses pengeringan beads dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu menggunakan freeze dryer, hot air oven, vaccum dryer, atau microwave. Diantara metode tersebut, hot air oven merupakan metode yang sederhana dan mudah diaplikasikan. Akan tetapi, suhu yang digunakan untuk mengeringkan beads harus menjamin bakteri yang dienkapsulasi masih tetap hidup. Oleh karena itu, diperlukan suhu dan lama pengeringan yang tepat untuk mengeringkan beads menggunakan oven. Probiotik terenkapsulasi yang ditujukan penggunaannya sebagai starter susu fermentasi harus bersifat fast release agar fermentasi dapat berjalan cepat. Dari beberapa jenis bahan pengkapsul yang digunakan dalam proses enkapsulasi, alginat merupakan bahan pengkapsul yang dapat meningkatkan viabilitas probiotik selama penyimpanan, pH rendah dan garam empedu. Enkapsulasi menggunakan alginat biasa ditambahkan dengan berbagai jenis bahan tambahan seperti chitosan (Krasaekoopt et al. 2006), pektin (Castilla et al. 2010), dan prebiotik seperti Hi-Maize (Sultana et al. 2000, Homayouni et al. 2008a) dan pollard (Widodo et al. 2003) yang berfungsi sebagai bahan pengisi atau sebagai penyalut (coating) untuk meningkatkan ketahanan mekanik kapsul alginat. Namun, bahan tambahan yang selama ini digunakan menghasilkan sel bakteri terenkapsulasi yang memiliki aktivitas fermentasi yang lambat (slow release). Oleh karena itu, perlu dicari jenis dan komposisi bahan pengkapsul yang menghasilkan viabilitas probiotik tinggi serta release dengan cepat. Selain itu, bahan pengkapsul yang digunakan juga harus mampu melindungi probiotik dari panas selama proses pengeringan. Bahan enkapsulasi berbasis protein seperti whey, sodium caseinate, dan skim banyak digunakan pada proses enkapsulasi bakteri menggunakan spray dryer dan akan menghasilkan bakteri terenkapsulasi yang release sempurna di dalam produk (Krasaekoopt et al. 2003). Penambahan bahan pengisi berbasis protein (whey, sodium caseinate, dan skim) pada proses enkapsulasi probiotik menggunakan metode ekstrusi yang dilanjutkan dengan proses pengeringan oven diharapkan dapat melindungi probiotik selama proses pengeringan serta menghasilkan probiotik terenkapsulasi yang bersifat fast release. Agar proses enkapsulasi dapat dilakukan dengan optimal, diperlukan komposisi atau perbandingan yang tepat antara alginat dan bahan pengisi yang digunakan. 1.2 TUJUA Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan komposisi bahan pengkapsul yang tepat untuk pembuatan Lactobacillus casei terenkapsulasi dalam bentuk kering. 2. Mengetahui kualitas fisikokimia dan mikrobiologi dadih susu sapi yang dibuat menggunakan starter kering Lactobacillus casei terenkapsulasi. 2