VOL. VII NO. 3. NOVEMBER - DESEMBER 2012 MEDIA INFORMASI HUKUM DAN PERADILAN Buletin Nov-Des 2012_Cover1.indd 1 LA S PO Pi ete RAN l l Di ar Mah E KHU se A m S pa & pa US ka K t ti Y Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat Telp : 021 390 6215, Fax : 021 390 6215, PO BOX 2685 e-mail : [email protected] website : www.komisiyudisial.go.id Seleksi Ideal Kandidat ‘Wakil Tuhan’ 12/10/2012 10:13:15 AM VOL. VII - NO. 3. NOVEMBER - DESEMBER 2012 DAFTAR ISI 32 | LAPORAN KHUSUS Setelah Empat Pilar Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Disepakati Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung menandatangani empat peraturan bersama yang menjembatani tugas-tugas kedua lembaga. Bisa langsung dipraktekkan. 14| LAPORAN UTAMA Seleksi Ideal Kandidat ‘Wakil Tuhan’ Komisi Yudisial terus berusaha memperbaiki kualitas seleksi Calon Hakim Agung. Sistem kamar yang diterapkan Mahkamah Agung menuntut seleksi berdasarkan analisis kebutuhan. 4 | AKTUAL 43 | KOMPARASI 48 | KONSULTASI HUKUM Ragam kegiatan internal maupun eksternal Komisi Yudisial. Sosialisasi, seminar, audiensi dan lain-lain. Profil Singkat Komisi Yudisial di Maroko, Mesir, Yordania, Libanon, dan Palestina Conflict of Interest 27 | SUDUT HUKUM Mengenal Komisi Yudisial di Bumi Arab Mematri Idealisme dalam Pusaran Godaan Suap 45 | INTERNASIONAL Merajut Independensi Peradilan dalam Skenario Perbaikan Kesejahteraan Hakim 40 | LEBIH DEKAT Anisah Shofiawati (Hakim PN Brebes) Gagal Prediksi Gempa, Dihukum Enam Tahun Penjara Tidak seorang pun bisa membuat predikasi akurat tentang gempa. Tetapi di Italia, ilmuwan dihukum karena memberikan informasi yang tidak benar tentang gempa. Hakim sebagai Pilihan Hidup 46 | RESENSI Ada Apa dengan Hukum di Indonesia ? Praktik-praktik penyelewengan dalam penegakan hukum seperti proses peradilan yang diskriminatif, jual-beli putusan hakim, atau tebang pilih kasus merupakan realitas di negara ini. 50 | KALEIDOSKOP Kaleidoskop 2012 Komisi Yudisial 58 | RELUNG Kisah Elang dan Kalkun EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 1 SEKAPUR SIRIH Assalamualaikum. wr.wb Pembina Anggota Komisi Yudisial Penanggung Jawab Muzayyin Mahbub Redaktur Patmoko Editor Suwantoro M. Yasin Dewan Redaksi & Sekretariat Arif Budiman Adnan Faisal Panji Aran Panji Jaya A.J Day Afifi Arnis Duwita Diah Purwadi M. Ilham M. Purwadi Nur Agus Susanto Prasita Romlah Pelupessy Penasehat Redaksi Andi Djalal Latief Hermansyah Desain Grafis & Fotografer Ahmad Wahyudi Dinal Fedrian Widya Eka Putra Sirkulasi & Distribusi Biro Umum S alah satu amanat konstitusi untuk Komisi Yudisial adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung ke DPR. Kalimat tersebut mungkin mudah diucapkan namun tidak mudah untuk dilakukan. Ketika proses ini dilakukan tentu sosok yang diusulkan harus mempunyai integritas serta kualitas yang sangat baik dan tangguh. Oleh sebab itu sebelum Komisi Yudisial mengusulkan pengangkatan hakim agung, lembaga ini terlebih dahulu menseleksi kandidatnya. Proses seleksi tentu harus dilakukan seketat mungkin. Perintah konstitusi sebagaimana disebutkan di atas mengingatkan bahwa proses pengusulan pengangkatan hakim agung di masa lalu butuh diperbaiki. Maka menjadi kewajiban Komisi Yudisial untuk melaksanakan perintah konstitusi itu dengan sebaik-baiknya. Karena konstitusi secara tersirat menaruh asa pada lembaga ini memperbaiki proses pengusulan pengangkatan hakim agung terdahulu. Sebuah analogi sederhana dapat dibuat. Profesi hakim termasuk di dalamnya hakim agung dijuluki dengan sebutan “wakil Tuhan”. Komisi Yudisial diberi tugas mengusulkan pengangkatan hakim agung. Maka konklusinya Komisi Yudisial diberi wewenang mengusulkan pengangkatan “wakil Tuhan”. Bacalah analogi tersebut dalam-dalam dan rasakan bagaimana luar biasanya wewenang itu. Bersandar pada argumentasi di atas maka pembaca kali ini akan disuguhkan laporan utama mengenai proses seleksi calon hakim agung oleh Komisi Yudisial. Dengan gamblang akan dijelaskan apa saja yang dilakukan Komisi Yudisial dalam menjalankan wewenang yang satu ini . Sementara dalam rubrik laporan khusus menyajikan ulasan mengenai empat Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang sudah ditandatangani. Hal tersebut merupakan momen positif bagi hubungan kedua lembaga dan diharapkan mensinergikan keduanya untuk kepentingan peradilan yang agung dan berwibawa. Buletin ini merupakan edisi penghujung tahun. Guna mengingatkan kembali momen-momen yang dilalui Komisi Yudisial tahun ini redaksi menghadirkannya dalam bentuk kaleidoskop. Seiring berjalannya waktu menuju tutup tahun Redaksi mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru 2013. Mari kita lakukan perubahan besar dan positif di tahun depan. Selamat Membaca. Alamat Redaksi Komisi Yudisial Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat PO.BOX 2685 Telp: (021) 390 6215 Fax: (021) 390 6215 e-mail: buletin@komisiyudisial. go.id website: www.komisiyudisial. go.id 2 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 AKTUAL SELAMAT ATAS KERJA SAMA Komisi Yudisial, Mahkamah Agung, Kementerian Keuangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Sekretariat Negara Sehingga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2012 Tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung Berhasil Disahkan. HAKIM SEJAHTERA PROFESIONAL BEKERJA PERILAKUNYA TERJAGA EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 3 Pelantikan pejabat struktural eselon II, III, dan IV sesuai struktur organisasi baru Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial. BULETIN KOMISI YUDISIAL/ JAYA AKTUAL Struktur Baru Sekretariat Jenderal Komisi Yudisal Pelaksanaan Tugas Harus Lebih Optimal Amanat tugas-tugas baru Komisi Yudisial yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 merupakan faktor utama perubahan struktur organisasi. Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman menghimbau agar pegawai dan pejabat di lingkungan Komisi Yudisial ikhlas dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing. B erselang hampir setahun setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, struktur organisasi Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial turut mengalami perubahan. Struktur organisasi Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial saat ini diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 68 4 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 Tahun 2012 menggantikan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2005. Peraturan presiden itu dijabarkan lebih detil dengan Peraturan Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Nomor 04 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial. Perubahan struktur organisasi ini mencakup penambahan 1 biro, 3 bagian, dan 8 sub bagian serta perubahan nomenklatur. Biro Perencanaan dan Kepatuhan Internal menjadi biro baru dalam struktur organisasi Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial, sehingga Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial total memiliki enam biro. Guna memaksimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi struktur baru, dilakukan pelantikan sekaligus rotasi pejabat struktural eselon II, III, dan IV tanggal 31 Oktober 2012 bertempat di Auditorium Komisi STRUKTUR ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL KOMISI YUDISIAL SEKRETARIAT JENDERAL BIRO REKRUTMEN, ADVOKASI DAN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM BIRO PENGAWASAN PERILAKU HAKIM BIRO INVESTIGASI BIRO PERENCANAAN DAN KEPATUHAN INTERNAL BIRO UMUM PUSAT ANALISIS DAN LAYANAN INFORMASI BAGIAN REKRUTMEN HAKIM BAGIAN PENGOLAHAN LAPORAN MASYARAKAT BAGIAN ANALISIS, PRODUKSI DAN DOKUMENTASI BAGIAN PERENCANAAN DAN HUKUM BAGIAN TATA USAHA DAN KEPEGAWAIAN BIDANG ANALISIS BAGIAN ADVOKASI DAN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM BAGIAN PERSIDANGAN DAN PEMERIKSAAN BAGIAN PENDALAMAN KASUS DAN PENELUSURAN REKAM JEJAK BAGIAN KEPATUHAN INTERNAL BAGIAN KEUANGAN BIDANG DATA DAN LAYANAN INFORMASI BAGIAN PERLENGKAPAN DAN RUMAH TANGGA BAGIAN PEMANTAUAN PERILAKU HAKIM BAGIAN PENGHUBUNG, KERJASAMA DAN HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA Yudisial. Pelantikan dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Muzayyin Mahbub. Prosesi pelantikan juga diisi dengan penandatanganan pakta integritas tentang prinsip-prinsip penyelenggaraan sistem pemerintahan yang baik. Dalam sambutan usai pelantikan Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman menghimbau agar pegawai dan pejabat di lingkungan Komisi Yudisial ikhlas dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing. “Keikhlasan bekerja dibutuhkan agar hasil yang dilakukan dapat tercapai dengan optimal tanpa mengharapkan imbalan kecuali keridaan Allah SWT. Hal itu berlaku bagi pegawai negeri sipil di Komisi Yudisial,” pesan Eman. Sehari pasca pelantikan, dilakukan konsolidasi pejabat struktural eselon II, III, dan IV. Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Muzayyin Mahbub mengatakan perubahan struktur kesetjenan menuntut pelaksanaan tugas yang lebih baik. “Ini sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Amanah harus diemban dan dijaga sebaik-baiknya,”kata Muzayyin kepada para pejabat struktural di ruang media Gedung Komisi Yudisial, (1/11). Nasihat dari Ketua dan Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial ini ditanggapi positif oleh salah satu pejabat yang dilantik. Kepala Bagian Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim Hamka Kapopang mengatakan jabatan memang sebuah amanat, bukan sesuatu yang pantas untuk diminta-minta. Oleh karena itu seseorang yang diamanati jabatan harus ikhlas dan bertanggung jawab atas pekerjaannya. “Dia juga harus optimis dalam menjalankan tugas,” tutur Hamka. Terkait pekerjaannya sendiri sebagai Kepala Bagian Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim Hamka mengungkapkan akan berusaha menghimbau masyarakat agar tidak menjatuhkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim. “Komisi Yudisial tidak ikhlas bila hakim dilecehkan,” ucapnya. (Agus) EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 5 AKTUAL Akreditasi Jurnal Yudisial Kepedulian LIPI untuk Putusan Hakim yang Berkualitas Jurnal Yudisial yang berisi analisis putusan hakim mendapatkan sertifikat akreditasi dari LIPI. Komponen penilaian tertinggi diberikan pada kriteria substansi isi jurnal dengan nilai 25,5. S alah satu publikasi yang diterbitkan Komisi Yudisial yaitu Jurnal Yudisial mendapatkan status terakreditasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Status itu diberikan dengan Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 893/E/2012. Pemberian salinan Keputusan Kepala LIPI dan sertifikat akreditasi dilakukan di Pusbindiklat Peneliti LIPI, Cibinong, Bogor, Selasa (30/10) oleh Sekretaris Utama LIPI Djusman Sajuti. Pemimpin Redaksi Jurnal Yudisial Patmoko menerima langsung pemberian sertifikat akreditasi tersebut. Kepala Pusbindiklat Peneliti LIPI Enny Sudarmonowati mengatakan, pemberian status akreditasi ini merupakan hasil sidang periode III untuk akreditasi majalah ilmiah yang dilakukan pada September 2012. 6 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 "Pada periode ketiga ini terdapat 14 majalah ilmiah yang mengajukan usulan akreditasi, terdiri dari 7 majalah mengajukan usul akreditasi baru dan 7 majalah mengajukan usul akreditasi ulang. Kesemua usulan ini berasal dari 11 instansi," kata Enny. Hasil sidang penilaian akreditasi kemudian memutuskan 7 majalah ilmiah yang terakreditasi , 4 diantaranya memperoleh akreditasi ulang dan 3 lainnya memperoleh akreditasi baru. Masa berlaku akreditasi majalah ilmiah ini selama tiga tahun. "Tetapi ini akan terus dimonitor. Setelah akreditasi, dua edisi harus diserahkan ke kami, nanti kami cek dan akan ada peringatan keras bagi yang nilainya mepet-mepet ke batas minimum nilai akreditasi yaitu 70. Kalau misalnya tidak ada perubahan bisa dicabut akreditasinya. Jadi jangan mengira setelah mendapat akreditasi langsung bisa bertahan selama tiga tahun," tegas Enny. Enny menambahkan, sampai dengan Oktober 2012 total majalah ilmiah yang terakreditasi oleh LIPI mencapai 177. Total nilai yang diperoleh Jurnal Yudisial dalam proses akreditasi ini sebesar 78,25. Penilaian tertinggi diberikan pada kriteria substansi dengan nilai 25,5. Pemimpin redaksi Jurnal Yudisial menyambut gembira status ini. "Kita baru pertama mengajukan dan mendapat nilai substansi yang bagus," ucap Patmoko. Ia berharap dengan terakreditasinya Jurnal Yudisial maka minat untuk menulis di jurnal ini khususnya bagi akademisi akan meningkat. Sehingga, pengalaman pahit di masa lalu seperti tidak terbitnya jurnal pada 2009 tidak terulang. "Karena kita sudah punya sumber dana, sumber daya manusia, dan ilmiah tentang analisis terhadap putusan hakim. “Putusan hakim sekarang ada saluran kritisnya melalui Jurnal Yudisial yang telah terakreditasi," ucapnya. Ketua Panitia Penilai Majalah Ilmiah (P2MI) LIPI Rochadi pada kesempatan yang sama mengatakan redaksi majalah ilmiah harus memperhatikan beberapa hal agar status akreditasinya tetap terjaga. BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL sumber-sumber naskah yang akan bermunculan yang jumlahnya relatif lebih banyak. Sehingga memudahkan kita menentukan hal-hal yang berkait substansi judul pada Jurnal Yudisial yang akan datang,” tukas Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi Komisi Yudisial ini. Namun demik ian, diakui Patmoko masih ada kelemahan dalam Pemimpin Redaksi Jurnal Yudisial Patmoko menerima sertifikat akreditasi dari Sekretaris Utama LIPI Djusman Sajuti. proses penyusunan Jurnal Yudisial terutama dokumentasi korespondensi terbitnya suatu naskah. Dokumentasi korespondensi yang selama ini belum tertata baik itu dinilainya bakal membuat kesulitan kaitannya dalam pengajuan akreditasi yang akan datang. Oleh karena itu penatausahaan korespondensi antara penulis dan redaksi akan dilakukan secara tertib, tekadnya. Dengan terak reditasinya Jurnal Yudisial, ia melanjutkan, mudah-mudahan putusan hakim akan lebih bagus dan berkeadilan. Karena, Jurnal Yudisial berisikan karya tulis Petunjuk penulisan yang lengkap dan jelas merupakan salah satunya. Dengan petunjuk penulisan yang lengkap dan jelas akan memudahkan penulis untuk memasukkan tulisannya serta memudahkan redaksi dalam proses editing dan lainnya. "Perbedaan tugas penyunting dengan mitra bestari juga harus jelas. Kalau untuk masalah redaksional dan gaya penulisan agar sesuai kaidah karya tulis ilmiah adalah tugas penyunting. Sedangkan mitra bestari adalah suatu pakar yang dimintakan penelahan apakah karya ilmiah ini orisinal dan komprehensif," ujar Rochadi. Derajat kemajuan bangsa Sementara, Sekretaris Utama LIPI Djusman Sajuti dalam sambutannya saat penyerahan sertifikat akreditasi menyebutkan, semakin banyak artikel yang ditulis dan dipublikasikan dalam majalah ilmiah menunjukkan semakin tinggi derajat kemajuan bangsa itu. Ia mengutip catatan dari Journal and Country Range tentang daftar peringkat 236 negara di seluruh dunia dilihat dari produktivitas dan kualitas publikasi internasional. Amerika Serikat menempati posisi pertama dengan jumlah dokumen lebih dari lima juta. Cina, Jepang, dan India menjadi wakil Asia yang masuk sepuluh besar. Singapura menjadi negara di ASEAN yang tertinggi peringkatnya yaitu urutan 32. Sementara Thailand dan Malaysia berada di posisi 42 dan 43. "Lalu dimana posisi Indonesia? Indonesia berada di peringkat ke-65. Publikasi ilmiah yang dihasilk an Indonesia disebutkan hanya 12 ribuan. Dengan jumlah kutipan tidak sampai 10 per artikel. Sehingga kita masih jauh bila ingin disebut negara berbasis ilmu pengetahuan," kata Djusman. Oleh sebab itu Djusman sangat berharap publikasi ilmiah yang dihasilkan Indonesia semakin bertambah jumlahnya dan semakin meningkat kualitasnya. "Bu Enny tadi mengatakan bahwa jumlah total majalah ilmiah yang terakreditasi sampai Oktober 2012 jumlahnya 177. Kalau kita lihat dari segi jumlah mungkin banyak. Tetapi kalau kita lihat sebagai media bagi para peneliti ini masih sangat kurang. Kita seharusnya masih butuh 800 jurnal," imbuhnya. (Dinal) EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 7 AKTUAL Penghargaan Pengelolaan Barang Milik Negara Buah Kedisiplinan Komisi Yudisial Mengelola Barang Milik Negara DOC. DJKN-KEMENKEU Penerima penghargaan ini adalah insan-insan yang institusinya menjaga barang milik negara, baik itu inventarisasi, penilaian, utilisasi, maupun dalam bentuk pemeliharaan. Mereka layak disebut negarawan, kata Menteri Keuangan. Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Muzayyin Mahbub (paling kanan bawah) menerima penghargaan Barang Milik Negara Awards. K omisi Yudisial meraih juara pertama ajang Barang Milik Negara (BMN) Awards yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan. Kategori penilaian yang dimenangkan Komisi Yudisial adalah utilisasi barang milik negara kelompok kementerian/lembaga dengan jumlah unit kuasa pengguna barang sampai dengan 10 unit kerja. Penghargaan tersebut diberikan langsung Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo kepada Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Muzayyin 8 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 Mahbub disaksikan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Hadiyanto, Kamis (1/11), di Aula Dhanapala Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat. Apresiasi ini diberikan berdasarkan bobot penilaian 60% untuk penggunaan BMN dan 40% untuk pemanfaatan BMN. Penilaian juga mempertimbangkan opini pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL). Penilaian atas penghargaan ini berdasarkan data tahun 2011 yang diperoleh dari Direktorat BMN, Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi, ser ta Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). BMN Awards melibatkan 84 kementerian/lembaga dengan mempertimbangkan perbedaan beban masing-masing dalam melaksanakan pengelolaan BMN. Menurut Hadiyanto, pemberian apresiasi ini diharapkan dapat memacu kementerian/lembaga dalam meningkatkan kinerja di bidang pengelolaan BMN. "Sinergi dan komitmen yang kuat dan berkelanjutan antara DJKN selaku pengelola barang dan kementerian/lembaga selaku pengguna barang perlu tetap dijaga dalam rangka mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang lebih berkualitas, akuntabel dan transparan," kata Hadiyanto. Sedangkan menurut Agus D.W. Martowardojo, penerima penghargaan ini adalah insan-insan yang institusinya menjaga barang milik negara, baik itu inventarisasi, penilaian, utilisasi, maupun dalam bentuk pemeliharaan. "Mereka mempunyai prestasi yang sangat signifikan. Mereka betul-betul dapat disebut negarawan," demikian ungkap Menteri Keuangan. (Eka Putra) Penandatanganan MoU Menggandeng BNN Menjaga Perilaku Hakim BULETIN KOMISI YUDISIAL/ WIRAWAN Sebuah upaya dari Komisi Yudisial dalam mencegah penyalahgunaan narkoba di kalangan hakim, sekaligus memantau perilaku hakim dalam persidangan tindak pidana narkotika. Ketua Komisi Yudisial dan Kepala BNN menandatangani nota kesepahaman. K ejahatan narkoba yang mulai merambah ke aparat penegak hukum termasuk hakim , menjadi perhatian khusus bagi Komisi Yudisial. Sejalan dengan visi Komisi Yudisial yaitu terwujudnya Komisi Yudisial yang bersih, transparan, partisipatif, akuntabel, dan kompeten dalam mewujudkan hakim bersih, jujur dan profesional, Komisi Yudisial menggandeng Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk mempersempit ruang gerak peredaran dan bisnis narkoba. Wujud kerja sama itu ditandai dengan penandatanganan naskah Memorandum of Understanding (MoU) antara Komisi Yudisial dengan BNN dalam bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) termasuk didalamnya proses persidangan kasus tindak pidana narkotika dan precursornarkotika. Penandatanganan MoU dilakukan di Gedung Komisi Yudisial, Rabu (31/10). Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman mengatakan MoU ini membantu tugas Komisi Yudisial dalam rangka menjaga dan menegakkan keluhuran martabat serta perilaku hakim. Komisi Yudisial menggandeng BNN untuk menjaga perilaku hakim agar tetap pada garis yang seharusnya mereka lakukan dalam kasus-kasus tindak pidana narkotika. "Peristiwa ini sangat penting bagi Komisi Yudisial karena pemberantasan narkoba tidak bisa dilakukan sendirian, untuk itu Komisi Yudisial sebagai penjaga marwah hakim butuh kerja sama dengan BNN," tambah Guru Besar Universitas Padjadjaran ini. Eman meminta sebelum mengajak hakim menjaga marwahnya, Komisi Yudisial harus introspeksi lebih dulu. Komisi Yudisial harus terlebih dahulu melakukan tes urine sebelum meminta BNN melakukan hal yang sama di jajaran Mahkamah Agung. "Sebelum Komisi Yudisial minta BNN tes urine di Mahkamah Agung, Komisi Yudisial harus siap dites lebih dulu," tambah Eman. Sementara Ketua BNN Gories Mere mengatakan MoU ini adalah wujud nyata dan kebulatan tekad bersama dalam rangka implementasi kebijakan dan strategi nasional pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba tahun 2011-2015. Selain itu MoU ini untuk meningkatkan kerja sama dan sinergitas antara Komisi Yudisial dan BNN untuk bersama-sama mewujudkan Indonesia bebas narkoba."Permasalahan narkoba adalah permasalahan serius dan apabila tidak ada penanganan sinergi dan komprehensif maka bangsa Indonesia akan mengalami kerugian yang sangat besar karena akan kehilangan generasi muda," ungkap Gories. (Jaya) EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 9 AKTUAL Workshop Rapor Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dan Yudikatif Moralitas dan Integritas Pribadi Hakim dalam Berkarier Sangat Diperlukan BULETIN KOMISI YUDISIAL/ JAYA Penelaahan terhadap laporan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim ke Komisi Yudisial mengindikasikan KKN yang dilakukan oknum hakim dan aparat peradilan masih menjadi momok bagi citra peradilan. Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman menyampaikan pemikirannya dalam Workshop Rapor Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dan Yudikatif . D alamrangkamelakukanidentifikasi akuntabilitas kinerja para hakim sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman, Komisi Yudisial melakukan deteksi diantaranya melalui laporan masyarakat yang masuk mengenai dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Hasil temuan Komisi Yudisial mengindikasikan bahwa korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) telah melibatkan oknum hakim maupun aparat pengadilan lainnya. 10 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 Oleh sebab itu Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman meminta para hakim dan aparat pengadilan betul-betul menjaga integritas dan moralitasnya dalam menjalani karier. "Sesungguhnya moralitas personal dan integritas diri seorang hakim dalam menjalani karier dan pengabdiannya sebagai aparatur hukum sungguh sangat diperlukan," tegas Eman. Eman menyampaikan harapannya tersebut dalam Workshop Rapor Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dan Yudikatif didukung oleh USAID-Indonesia, di Hotel Clarion Makassar, Senin (5/11). K e t u a K o m i s i Yu d i s i a l menambahkan laporan masyarakat tentang dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang masuk ke Komisi Yudisial sampai dengan Oktober 2012 berjumlah 1.237 laporan. Dari jumlah itu sebanyak 477 laporan sudah diregister. (Jaya) Konsolidasi Nasional Pergerakan Mahasiswa Islam Putri Indonesia Komisi Yudisial Mendukung Eksistensi Perempuan BULETIN KOMISI YUDISIAL/ EKA Dalam proses seleksi calon hakim agung Komisi Yudisial melakukan penilaian yang objektif, transparan, dan akuntabel tanpa memandang jenis kelamin. Hal itu juga berlaku dalam rekrutmen pegawai. Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Muzayyin Mahbub berbicara mengenai kepemimpinan perempuan dalam simposium konsolidasi nasional KOPRI PB PMII. K omisi Yudisial tidak akan menghambat perempuan untuk menjadi calon hakim agung. Semua orang berhak untuk mendaftarkan diri dan mengikuti proses seleksi calon hakim agung tanpa membedakan jenis kelamin. Ukuran Komisi Yudisial dalam proses seleksi calon hakim agung adalah penilaian yang objektif, transparan, dan akuntabel, bukan berdasarkan jenis kelamin. Hal tersebut diucapkan Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Muzayyin Mahbub dalam simposium konsolidasi nasional Pergerakan Mahasiswa Islam Putri Indonesia (KOPRI PB PMII) di auditorium Komisi Yudisial, Selasa (6/11). Menurut Muzayyin, keberadaan perempuan saat ini sangat dihargai dan sejajar dengan kaum lelaki untuk menjadi pemimpin atau peran strategis lainnya. “Terkait dengan keberadaan Komisi Yudisial sebagai lembaga negara yang salah satu wewenangnya mengusulkan pengangkatan hakim agung ke DPR, Komisi Yudisial tidak akan menghambat perempuan untuk menjadi calon hakim agung,” demikian ungkap Muzayyin. Dia menambahkan, dalam merekrut pegawai pun Komisi Yudisial tidak membeda-bedakan jenis kelamin tetapi berdasarkan kapasitas dan kemampuan calon pegawai melalui serangkaian tes. Sehingga komposisi pegawai Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial berdasarkan jenis kelamin cukup seimbang. Lebih lanjut Muzayyin mengajak kepada seluruh kaum perempuan khususnya KOPRI PMII berpartisipasi dalam usaha memberantas mafia peradilan, membantu wewenang Komisi Yudisial dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. “Apabila menemukan adanya hakim yang diduga melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim maka dapat dilaporkan ke Komisi Yudisial,” demikian tutur pria kelahiran Brebes ini. (Eka Putra) EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 11 AKTUAL Capacity Building Komisi Yudisial Harus Kompak Jika Ingin Kuat BULETIN KOMISI YUDISIAL/ WIRAWAN Sebuah kegiatan diselenggarakan sebagai sarana untuk mensolidkan hubungan antar unit kerja di Komisi Yudisial. Harapannya kinerja Komisi Yudisial dapat memenuhi amanat konstitusi dan undang-undang. Peserta capacity building Komisi Yudisial berkumpul dan berfoto bersama membangun keakraban. S ebuah organisasi yang kuat meniscayakan adanya kekompakan dan kebersamaan antar elemen yang terdapat dalam organisasi tersebut. Hal itu merupakan rumus umum yang berlaku bagi lembaga atau organisasi, tak terkecuali Komisi Yudisial. “A p a b i l a l e m b a g a i n i kebersamaannya terus dibangun dan suasana keterbukaannya terus dijaga lembaga ini pasti akan kuat dan besar. Tidak mungkin hanya dengan tujuh anggota Komisi Yudisial dan seorang Sekretaris Jenderal bisa memenuhi amanat konstitusi dan undang-undang. Dibutuhkan kebersamaan kita semua untuk memenuhi amanat tersebut,” demikian dikatakan Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Suparman Marzuki Jumat (19/10) saat dialog terbuka antara pimpinan Komisi Yudisial dengan karyawan Sekretariat Jenderal 12 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 dalam rangkaian kegiatan Capacity Building Komisi Yudisial. Menurut Suparman, proses penguatan internal sebenarnya telah dengan susah payah dibangun oleh Komisi Yudisial era M. Busyro Muqoddas. Selanjutnya, tambah dia, yang harus dilakukan oleh Komisi Yudisial Jilid II adalah mempertajam capaian Komisi Yudisial Jilid I. Dia mencontohkan, saat ini Komisi Yudisial tengah berusaha menjalin kerja sama dengan Komisi Yudisial di beberapa negara. “Komisi Yudisial Indonesia harus membuka diri agar betul-betul mendapat tempat sebagai bagian dari Komisi Yudisial internasional dan tidak menjadi katak dalam tempurung,” tegas mantan Ketua Pusham UII itu. Jaja Ahmad Jayus, Ketua Bidang SDM dan Litbang Komisi Yudisial sependapat dengan Suparman. Menurut Jaja, dalam suatu organisasi ghibah dan fitnah seharusnya dijauhi. Apabila organisasi ingin sehat maka segala sesuatu yang menjadi permasalahan harus disampaikan dengan terbuka dan santun. Penegasan tentang pentingnya kebersamaan juga dilontarkan Abbas Said Ketua Bidang Pencegahan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Yudisial. Dia menginginkan agar kebersamaan yang ada di Komisi Yudisial tak sekadar lips service. “Isu keakraban dan kekeluargaan yang diangkat ini jangan hanya lips service belaka tetapi harus menjadi kenyataan,” ujar mantan hakim agung itu. Kegiatan Capacity Building diikuti seluruh elemen di Komisi Yudisial mulai dari pimpinan, para ketua bidang, tenaga ahli, pejabat eselon I, II, III, IV dan seluruh karyawan sekretariat jenderal. Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Drs. Muzayyin Mahbub, M.Si mengatakan, kegiatan ini merupakan agenda rutin tahunan yang bertujuan memupuk dan mengokohkan kebersamaan serta kekompakan antar elemen di Komisi Yudisial. (Dinal) Kesalehan sosial yang dilakukan dengan berkurban dapat menjadi cerminan kehidupan sehari-hari. Pegawai Komisi Yudisial yang non muslim turut menyumbangkan seekor kambing. Peringatan Idul Adha 1433 H Berkurban Melintasi Batas SARA P erayaan Idul Adha 1433 H di kantor Komisi Yudisial, diisi dengan pemotongan hewan kurban, Senin (29/10) mulai pukul 07.30 WIB. Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman dalam sambutannya sebelum pemotongan dilakukan mengatakan, kesalehan sosial yang dilakukan dengan berkurban dapat menjadi cerminan dalam kehidupan sehari-hari, karena bukan bulu atau darahnya yang sampai kepada Allah SWT melainkan keihklasan untuk berkurban. Ketua Panitia Pemotongan Hewan Kurban Komisi Yudisial tahun 2012, Roejito, menyampaikan jumlah hewan kurban Idul Adha 1433 H di Komisi Yudisial terdiri dari 3 ekor sapi dan 4 ekor kambing. “Jumlah ini berasal dari 25 orang pemberi kurban. Selain itu terdapat satu ekor kambing sebagai sedekah dari Bendahara Komisi Yudisial yang non muslim,” ujar Roejito yang juga Kepala Bagian Perencanaan dan Hukum Komisi Yudisial. Usai pemotongan hewan kurban terkumpul 448 paket daging sapi dan 42 paket daging kambing yang masing-masing berisi 1 kg daging murni. Achmad Djaludin, salah satu panitia pemotongan hewan kurban mengatakan 42 paket daging kambing dan 20 paket daging sapi diserahkan kepada Panti Asuhan Yayasan Al Kahfi, Jakarta Pusat. Selanjutnya, 150 paket daging sapi dibagikan kepada warga di sekitar lingkungan kantor Komisi Yudisial bekerjasama dengan Ketua RT setempat. Selebihnya, hasil pemotongan hewan kurban dibagikan kepada petugas parkir di depan kantor Komisi Yudisial, pegawai kantin, pegawai kebersihan dan keamanan kantor Komisi Yudisial. (Dinal) EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 13 LAPORAN UTAMA Seleksi Ideal Kandidat ‘Wakil Tuhan’ Komisi Yudisial terus berusaha memperbaiki kualitas seleksi calon hakim agung. Sistem kamar yang ditetapkan Mahkamah Agung menuntut seleksi berdasarkan analisis kebutuhan. 14 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 S ebagai wujud transparansi dan akuntabilitas, Komisi Yudisial mengumumkan secara resmi ke publik 19 nama Calon Hakim Agung (CHA) yang berhak ikut tes wawancara, 21 November lalu. Tes wawancara para kandidat ‘wakil Tuhan’ itu dilakukan pada 26-29 November 2012 secara terbuka. Ke-19 CHA itu sudah melewati tahapan klarifikasi rekam jejak, BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL Dinal Fedrian pemeriksaan kesehatan, tes kepribadian, dan pembekalan. Mek anisme seleksi yang transparan dan terbuka semacam itu selalu dilakukan dan sudah menjadi komitmen Komisi Yudisial. Sebab, proses seleksi di Komisi Yudisial pada hakikatnya ditentukan melalui parameter yang terukur. Prinsip keterbukaan dan transparansi proses seleksi merupakan bagian dari upaya menegakkan independensi dan objektivitas penilaian. “Segala pertimbangan yang bersifat politis tidak kami perhatikan,” kata Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Komisi Yudisial, Taufiqurrohman Syahuri. Apalagi proses seleksi CHA merupakan amanat konstitusi yang harus dipegang teguh Komisi Yudisial. Pasal 24 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan hasil amandemen ke III dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 mengamanatkan tugas mengusulkan pengangkatan hakim agung, yang kemudian dijabarkan ke dalam empat tugas rinci yaitu melakukan pendaftaran, melakukan seleksi, menetapkan, dan mengusulkan CHA ke DPR. Itu berarti proses seleksi bukan hanya berlangsung EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 15 LAPORAN UTAMA BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL Jumlah Pendaftar Seleksi CHA Periode 2006-2012 16 kompeten, formasi tidak sesuai dengan kebutuhan, Tahun dan campur tangan pihak Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun 2008 luar. Hasil survei itu menjadi Uraian 2006 2007 2009 2010 2011 2011-2012 dasar pengembangan I II sumber daya manusia Diajukan MA 54 30 23 48 42 13 50 73 hakim. Meskipun lebih (karier) menekankan pada seleksi Diajukan hakim tahap awal, survei Pemerintah itu juga merupakan potret dan 76 29 49 25 37 40 57 38 umum untuk seleksi CHA Masyarakat (non karier) sebelum 2004. Keterlibatan Komisi Jumlah 130 59 72 73 79 53 107 111 Yudisial diperkenalkan Pendaftar lewat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, di Komisi Yudisial. Mahkamah Agung dan selaku kepala negara untuk mengangkat revisi atas aturan sebelumnya, Hal ini DPR juga berperan besar. Mahkamah hakim agung berdasarkan daftar nama merupakan konsekuensi berlakunya Agung merupakan salah satu institusi yang diusulkan oleh DPR. Mahkamah Pasal 24B Undang-Undang Dasar 1945 di samping pemerintah dan masyarakat Agung hanya sekadar memberikan hasil amandemen. Untuk setiap kursi yang berhak mengajukan CHA untuk pertimbangan atas daftar nama yang hakim agung yang kosong diusulkan mengikuti seleksi. Sementara DPR diusulkan DPR. Survei yang dilakukan tiga nama kandidat oleh Komisi Yudisial berperan melakukan uji kelayakan dan Mahkamah Agung (2003) menunjukkan untuk diseleksi lagi di DPR. Sejak 2006, sudah delapan kali kepatutan terhadap CHA yang lulus adanya kelemahan sistem rekrutmen seleksi dan diusulkan Komisi Yudisial. hakim yaitu penentuan kelulusan proses seleksi CHA dilakukan. Jika Keterlibatan Komisi Yudisial tidak jelas dan tidak terbuka, peminat ditotal, jumlah pendaftar seleksi yang dalam proses seleksi dimulai pada 2006 yang berkualitas minim, perencanaan dilakukan Komisi Yudisial selama tujuh silam. Sebelumnya, peran Presiden rekrutmen terpusat dan tidak melibatkan tahun berjalan sudah mencapai 684 dan DPR sangat besar. Pasal 8 ayat (1) pengadilan daerah, informasi rekrutmen orang. Tetapi sebenarnya, itu bukan Undang-Undang Nomor 14 Tahun kurang terbuka, persyaratan calon hakim jumlah riil karena ada kandidat yang 1985 tentang Mahkamah Agung tidak relevan dengan tanggung jawab beberapa kali mendaftar. Meski sudah mengukuhkan kekuasaan presiden jabatan, pelaksana rekrutmen tidak gagal pada seleksi tahun sebelumnya, yang bersangkutan tetap mencalonkan diri ketika pendaftaran seleksi dibuka. Angka pendaftar itu juga memperlihatkan semakin luasnya akses pencalonan hakim agung, dan semakin beragamnya latar belakang para kandidat. Di satu sisi, membuka peluang bagi orang luar pengadilan menjadi hakim agung memang mempersempit ruang bagi hakim tinggi karir menjadi hakim agung. Tetapi di sisi lain, akses terbuka itu justru membuka hadirnya hakim-hakim agung yang sesuai dengan kebutuhan riil. Bagaimanapun proses penanganan perkara membutuhkan seorang hakim yang mengetahui Proses pendaftaran seleksi calon hakim agung. perkembangan ilmu hukum baik dari sisi EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL teori, hukum acara, maupun informasi terbaru di bidang hukum. Kasus-kasus riil acapkali membutuhkan kemampuan lebih hakim agung untuk menanganinya k arena tak bisa lagi menggunakan paradigma konvensional. Dalam uji kelayakan, kasus-kasus riil tersebut biasanya diajukan. Para calon diminta memberikan analisis dan pendapat hukum (legal opinion) atas kasus yang diajukan Komisi Yudisial. Hasilnya dinilai oleh tim penilai karya tulis profesional. “Dalam tes kualitas calon hakim agung diberikan soal untuk membuat putusan hukum,” kata komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrohman Syahuri. Proses seleksi sangat menentukan hasil. Gambaran hakim agung yang ideal menjadi cermin dalam menentukan syarat-syarat kelulusan dan mekanisme seleksi. Potret ideal itu bisa dilihat dari berbagai sisi. Misalnya dari norma perilaku hakim yang diinginkan. Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sudah sepakat pada 10 norma dasar perilaku hakim, yaitu adil, jujur, arif dan bijaksana, mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, rendah hati, dan profesional. Gambaran ideal itu kemudian dituangkan dalam semua tahapan seleksi. Untuk menuju ke tahap independensi dan objektivitas yang lebih baik, Komisi Yudisial terus melakukan kajian dan pembahasan mekanisme seleksi mengingat sampai saat ini seleksi dilakukan setiap tahun. Guna mencapai tujuan itu, Komisi Yudisial tidak bekerja sendiri. Menurut Heru Purnomo, Kepala Biro Rekrutmen, Advokasi, dan Peningkatan Kapasitas Klarifikasi calon hakim agung dengan mendatangi tempat kerjanya dan menanyakan profil calon kepada rekan kerjanya. Hakim ada tim teknis yang melibatkan akademisi, praktisi, dan mantan hakim agung. Mereka dilibatkan bukan saja dalam menyusun soal-soal yang harus diselesaikan, tetapi juga dalam proses seleksi wawancara. Bahkan dalam seleksi wawancara terbuka, tokoh hukum yang dihadirkan berganti-ganti. Ada mantan hakim agung, mantan hakim konstitusi, guru besar ilmu hukum, dan ada pula tokoh nasional. Tak melulu teknis, hal substansial yaitu regulasi juga terus disempurnakan. Prosesnya termasuk meminta masukan semua pemangku kepentingan. Regulasi seleksi CHA terus diperbaiki mulai dari 2006, 2007, 2008, hingga 2011. Perubahan terakhir untuk menyesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011. Regulasi Komisi Yudisial teranyar tentang seleksi calon hakim agung memungkinkan hakim-hakim tingkat pertama mencalonkan diri lewat jalur non-karir asalkan mereka sudah bergelar doktor dan punya pengalaman puluhan tahun di bidang hukum. Meskipun ada resistensi dari lingkungan Mahkamah Agung, kebijakan itu sebenarnya memberi peluang bagi hakim yang punya pengetahuan dan berintegritas tetapi dari sisi jenjang karir belum pernah menjadi hakim tinggi. Sistem Kamar Proses seleksi pada tahun 2012 ini berbeda dibanding sebelumnya. Analisis kebutuhan menjadi pertimbangan seiring pemberlakuan sistem kamar di Mahkamah Agung. Sejak 19 September 2011, Mahkamah Agung mulai memperkenalkan sistem kamar bagi hakim-hakim agung. Sistem kamar adalah hasil pemikiran dan proses panjang yang berangkat dari kondisi empiris pelaksanaan fungsi Mahkamah Agung. Perangkat hukum pemberlakuan sistem kamar adalah SK Ketua Mahkamah Agung Nomor 142/KMA/SK/IX/2011 tentang Pedoman Penerapan Sistem Kamar pada Mahkamah Agung, yang kemudian diperbarui dengan SK Nomor EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 17 LAPORAN UTAMA 242,24 perkara per tahun, Fitria sampai pada kesimpulan jumlah hakim agung yang ideal adalah 75 orang. Tetapi ia mengingatkan proses seleksi bukanlah mengejar kuantitas jumlah hakim, bukan pula mengejar jumlah putusan yang berhasil diselesaikan setiap tahun. Kualitas putusan jauh lebih penting, dan karenanya kualitas hakim yang dihasilkan dari seleksi juga harus berkualitas. Seleksi yang berkualitas akan melahirkan hakim yang berkualitas, dan seharusnya berintegritas pula. Menyadari hal itu Komisi Yudisial juga akan menyesuaikan pola-pola BULETIN KOMISI YUDISIAL/ FAJAR 017/KMA/SK/II/2012. Ketua kamar dan tim kelompok kerja juga sudah ditunjuk. Dengan sistem ini, penanganan perkara disesuaikan dengan kamar hakim. Hakim agung bidang agama tak lagi diberi tugas menangani perkara korupsi, atau hakim peradilan militer memutus perkara perceraian menurut agama. Dalam diskusi terbatas tentang sistem kamar yang digelar Lembaga Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), 27 September lalu, mantan Ketua MA Harifin A Tumpa mengatakan tidak mungkin sekarang ini seorang hakim agung menguasai semua permasalahan Tes kesehatan seleksi calon hakim agung Komisi Yudisial. hukum. Hakim menangani perkara sesuai kepakarannya. Latar belakang hakim menjadi penting dalam konteks ini, sehingga proses rekrutmennya juga perlu menyesuaikan. Fitria Irfanila, karyawan Komisi Yudisial, dalam tesisnya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia telah mengaitkan seleksi CHA dengan analisis kebutuhan. Ia berangkat dari jenis dan jumlah perkara yang ditangani Mahkamah Agung lalu melihat kebutuhan hakim agung ke depan. Dengan 40,75 % rata-rata sisa perkara setiap tahun, dan kemampuan rata-rata per hakim memutus perkara 18 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 seleksi dengan kebutuhan sistem kamar. Sehingga para kandidat dipilah berdasarkan kamar pidana, kamar perdata, kamar tata usaha negara, kamar peradilan militer, dan kamar agama. Bahkan ke depan bisa lebih spesifik lagi ditambah kamar pidana khusus, dan kamar perdata khusus. Jadi, rekrutmen hakim didasarkan pada kapasitas keilmuan dan bidang yang digeluti CHA. “Komisi Yudisial sudah mengarahkan kepada para calon untuk memilih kamar, sehingga dalam seleksi ini ada pembekalan per kamar-kamar,” jelas Taufiqurrohman Syahuri. Pembatasan Semua masalah dan perkembangan tata cara seleksi dibahas dalam Rapat Pleno Komisi Yudisial. Mekanisme seleksi telah dituangkan dalam Peraturan Komisi Yudisial, terakhir Peraturan Nomor 7 Tahun 2011. Namun ada hal-hal yang lebih teknis dan spesifik dibahas Rapat Pleno untuk kemudian diterapkan dalam seleksi. Misalnya, jika sebelumnya seleksi wawancara masuk tahap III, kini menjadi tahap IV. Intinya, selalu ada kemungkinan perkembangan yang terjadi dalam setiap seleksi. Salah satu contoh gagasan yang berkembang di kalangan komisioner adalah pembatasan kesempatan mengikuti seleksi. Sebelum memutuskan 19 CHA lolos untuk mengikuti seleksi wawancara pada November 2012, Rapat Pleno Komisi Yudisial sempat membahas kemungkinan pembatasan itu. Ketua Komisi Yudisial, Eman Suparman mengakui hingga kini belum ada aturan yang membatasi keikutsertaan seseorang dalam seleksi. Proses pencalonan dari Mahkamah Agung misalnya memungkinkan nama yang sama diusulkan beberapa kali. Faktanya, ada calon yang sudah dua tiga kali mengikuti seleksi. Menurut Eman, pembatasan itu penting agar orang yang telah gagal berkali-kali tak ikut seleksi lagi. Cuma, praktiknya, ada masalah ketersediaan sumber daya manusia. “Ke depan mungkin harus ada pembatasan keiikutsertaan seleksi calon hakim agung agar tidak ada lagi orang-orang yang berkali-kali gagal bisa ikut seleksi. Mekanisme sedang kita susun,” kata Ketua Komisi Yudisial itu. Demi mendapatkan mekanisme seleksi yang ideal penelitian juga dilakukan terutama mengenai rekam jejak hakim-hakim agung hasil seleksi Komisi Yudisial yang kini bertugas di Mahkamah Agung. Ketat Dari Hulu Sampai Hilir Fajar Dewo S emula tanya jawab itu berlangsung lancar. Hingga ketika memasuki pertanyaan ke 63. “Asas unus testis nullus testis diatur dimana ya?”. Yang ditanya, seorang perempuan, terdiam. Penanya melanjutkan pertanyaan: apa artinya actor sequitur forum rei? “Saya belum pernah mendengarnya, Pak. Mungkin ada istilah lain,” jawab yang ditanya dengan polos. Uji kelayakan menjadi tahap yang paling menentukan lolos tidaknya CHA. Mekanisme seleksi diarahkan menghasilkan hakim agung yang berintegritas dan berkualitas. Nukilan tanya jawab itu bukan cerita rekaan. Ini adalah cuplikan sebuah tanya jawab yang berlangsung dalam seleksi tahap wawancara terbuka di lantai empat gedung Komisi Yudisial pada Selasa pagi 1 Mei 2012 lalu. Ada 140 pertanyaan yang diajukan panelis –terdiri dari tujuh komisioner dan dua orang pewawancara tamu—kepada seorang calon hakim agung (CHA) dari jalur karier. Pertanyaan tentang asas unus testis nullus testis dan actor sequitur forum rei sebenarnya ingin melihat pemahaman si calon tentang hukum acara. Terkadang pertanyaan yang diajukan ingin melihat wawasan calon mengenai perkembangan hukum terbaru. Tes wawancara terbuka di Komisi Yudisial adalah salah satu bagian dari proses seleksi yang harus diikuti CHA. Pemahaman tentang hukum acara bahkan hanya bagian kecil dari EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 19 seleksi wawancara. Menurut Taufiqurrohman Syahuri, ada banyak tahapan yang harus diikuti calon hakim agung. Lolos dari satu tahapan menjadi syarat untuk ikut pada tahapan berikutnya. Kalaupun berhasil menjawab semua pertanyaan mengenai pengetahuan hukum, tak menjamin calon lolos. Budiman Sanusi, Direktur Psikologi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Universitas Indonesia mengatakan alur berpikir bukan aspek dominan yang dipertimbangkan dalam penentuan lolos tidaknya CHA. Aspek moralitas justru paling banyak, yakni 30 % dari seluruh tahapan profile assessment (lihat grafik). Integritas, yang banyak dituntut dari para kandidat, adalah bagian dari aspek moralitas. “Setiap aspek memiliki persentase tersendiri,” ujarnya. Sudah beberapa kali PPSDM dipercaya melakukan sebagian dari tahapan seleksi CHA. Cara ini dilakukan agar sesuai dengan kapasitas tim seleksi dan menjaga objektivitas penilaian. Menurut Kepala Biro Rekrutmen, Advokasi, dan Peningkatan Kapasitas Hakim Komisi Yudisial, Heru Purnomo, tahapan seleksi sudah ditentukan dan disusun dengan baik, termasuk tes kepribadian yang diselenggarakan PPSDM. Ada beberapa tahapan seleksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 dan Peraturan Komisi Yudisial Nomor 7 Tahun 2011. Tahap pertama adalah pengumuman pendaftaran melalui media massa dan website Komisi Yudisial. Diberikan waktu 15 hari bagi kandidat yang memenuhi syarat untuk mendaftar. Selanjutnya seleksi persyaratan administrasi, seleksi kualitas, 20 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL LAPORAN UTAMA Calon hakim agung menyerahkan karya profesi sebagai bagian dari penilaian kualitas. seleksi kepribadian, kesehatan, dan pembekalan serta wawancara terbuka hingga akhirnya diputuskan melalui rapat pleno. Seleksi kualitas terdiri dari menilai kualitas putusan pengadilan, tuntutan jaksa, pembelaan advokat, hasil karya dan publikasi ilmiah akademisi dari calon hakim agung; menilai kualitas karya tulis yang ditentukan, yang dikerjakan di tempat; menilai kualitas pendapat hukum terhadap suatu kasus hukum yang ditentukan oleh Komisi Yudisial. Sementara seleksi kepribadian terdiri dari penilaian diri (self assessment); penelusuran rekam jejak (track record); tes kepribadian (profile assessment). Setiap tahapan sama pentingnya d a n m e n j a d i p e n e nt u u nt u k tahap berikutnya. Tetapi menurut Taufiqurrohman Syahuri, bagian-bagian dari tes terutama berkaitan dengan kualitas dan integritas kandidat adalah yang paling krusial. Tes kualitas dan kepribadian memang tertutup, dalam arti tak bisa diakses, tetapi pada tahap inilah Grafik: Persentase Penilaian Tahap Profile Assessment Seleksi Calon Hakim Agung Alur Berpikir; 20% Moralitas; 30% Proses Berpikir; 20% Kepribadian; 25% EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL yang banyak menentukan. Faktanya, Cuma, Choky tetap mengBerdasarkan evaluasi pada dua uji jumlah peserta akan turun drastis begitu garisbawahi pentingnya memfokuskan kelayakan dan kepatutan terakhir yang memasuki tahap wawancara terbuka. diri pada kebutuhan yang diinginkan. dilakukan Komisi Yudisial, pertanyaan Itu artinya banyak yang tak lolos dari uji Pada saat wawancara terbuka misalnya. bertele-tele masih sering diajukan. “Ada Oleh karena waktu wawancara terbatas, baiknya penanya atau panelis dapat kualitas dan kepribadian. Komisi Yudisial tidak bekerja dan jumlah penanya banyak, maka lebih fokus untuk menanyakan hal-hal sendiri menilai hasil seleksi. Sebuah tim seharusnya pertanyaan langsung to yang berkaitan dengan seleksi,” saran teknis selalu dibentuk untuk memberi the point. Choky. penilaian, tim mana terdiri dari penilai karya profesi, penilai karya tulis, penilai Bagan: Tolok Ukur Uji Kelayakan Calon Hakim Agung kepribadian, penilai kesehatan, dan panel ahli. Kualitas Meskipun sebagian pekerjaan • Putusan, tuntutan, pledoi, publikasi ilmiah terdahulu seleksi diberikan kepada lembaga • Karya tulis di tempat kompeten berdasarkan lelang, Komisi • Legal opinion atas suatu kasus Yudisial tetap melakukan pengawasan agar jangan sampai proses seleksi itu Wawancara dipengaruhi faktor-faktor luar. Lolos • Visi, Misi, dan Komitmen • Hukum Acara Kepribadian Uji dari tim teknis itu bukan berarti posisi • Kode Etik dan Pedoman • Penilaian diri kelayakan CHA aman. Masih ada tahapan yang tak Perilaku Hakim • Hasil rekam jejak • Filsafat Hukum dan Teori • Tes kepribadian CHA kalah penting, yaitu klarifikasi, misalnya, Hukum untuk mengetahui apakah calon adalah • Wawasan Keilmuan pembayar pajak yang patuh minimal tiga tahun terakhir. Selain pajak, Komisi Yudisial Kesehatan • Jasmanai mengklarifikasi informasi yang diterima • Rohani berdasarkan penelusuran rekam jejak, perilaku dalam keluarga dan lingkungan sosial, asal usul kekayaan, dan catatan calon selama menjalankan profesi hukum. Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia termasuk jejaring Komisi Yudisial yang sering melakukan pemantauan seleksi dan penelusuran rekam jejak para CHA. Ketua Harian MaPPI Choky Ramadhan menilai proses seleksi yang dilakukan Komisi Yudisial selama ini sudah cukup baik. Apalagi melibatkan partisipasi masyarakat, dan melakukan wawancara terbuka. “Proses seleksi yang dilakukan Komisi Yudisial sejauh ini sudah cukup Tes penyelesaian kasus hukum seleksi calon hakim agung. baik,” ujarnya. 21 LAPORAN UTAMA Tanggung Jawab Moral Usai Seleksi Dinal Fedrian Pelantikan hakim agung pertama setelah era Komisi Yudisial. S eleksi Calon Hakim Agung (CHA) di Komisi Yudisial dilakukan secara ketat dan menggunakan parameter yang dapat dipertanggungjawabkan. Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia juga menilai proses seleksi yang dilakukan Komisi Yudisial selama ini sudah bagus. Selama delapan kali melakukan seleksi, Komisi Yudisial berusaha menghasilkan hakim agung yang berkualitas dan berintegritas. Hingga kini, sudah 26 hakim agung yang lolos melalui seleksi di Komisi Yudisial. Mereka adalah hakim agung yang terpilih diantara ratusan kandidat. Keterpilihan 26 orang hakim agung selama 2006-2011 bukan hanya hasil kerja Komisi Yudisial. Sebab, setelah dari Komisi Yudisial, para kandidat hakim agung juga harus mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Hasil pilihan DPR itu pula yang akhirnya 22 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 BULETIN KOMISI YUDISIAL/ TATANG S Jejak hakim-hakim agung yang lolos melalui seleksi di Komisi Yudisial akan direkam. Sebagai wujud pertanggungjawaban publik. diserahkan dan kemudian diangkat oleh Presiden. Meskipun seleksi sudah dilakukan seketat mungkin, dan melibatkan tim lintas profesi, toh hasil kerja seleksi belum tentu tanpa cacat. Apalagi seleksi di Komisi Yudisial bukanlah hasil akhir, karena masih ada proses uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Sehebat apapun proses seleksi bukan jaminan seratus persen kandidat yang lolos merupakan hakim agung yang ideal. Kasus terakhir yang menimpa hakim agung Achmad Yamanie bisa dibaca dalam konteks ini. Yamanie adalah salah seorang dari 26 hakim agung yang lolos melalui Komisi Yudisial. Seperti diketahui, hakim asal Kalimantan Selatan itu sedang menjadi sorotan dua bulan terakhir 2012 gara-gara perubahan vonis hukuman mati terdakwa kasus narkotika Hanky Gunawan. Yamanie menjadi anggota majelis yang memutus perkara Hanky di tingkat peninjauan kembali (PK). Majelis PK mengubah hukuman mati menjadi 15 tahun. Bahkan, menurut Juru Bicara Mahkamah Agung Djoko Sarwoko, ada tulisan tangan Yamanie yang mengkorting vonis menjadi 12 tahun. Berbagai kalangan meminta dugaan pemalsuan vonis ini diusut aparat penegak hukum. Komisi Yudisial tidak tinggal diam dan terus mendorong agar Yamanie diperiksa untuk membuktikan tudingan miring. Komisi Yudisial berusaha agar kasus ini ditangani bersama Mahkamah Agung, sekaligus meminta Presiden untuk tidak menerima pengunduran diri Yamanie sebelum tudingan miring terhadap yang bersangkutan diklarifikasi. Kasus ini membuktikan proses seleksi bukan satu-satunya ukuran yang menunjukkan seseorang berintegritas atau tidak. Dengan kata lain, penelusuran rekam jejak tidak hanya dilakukan pada tetapi terutama juga terkait pada kebutuhan pragmatis, mengingat hakim-hakim agung yang memang penting untuk diseleksi dalam waktu dekat adalah untuk dua bidang hukum ini. Dengan analisis yang lebih terfokus dan mendalam, diharapkan hasil penelitian dapat lebih bersentuhan dengan kebutuhan perbaikan metode seleksi calon hakim agung. Penelitian ini bersifat eksploratif, tidak ada hipotesis yang akan diuji. Justru penelitian ini bertujuan menghasilkan hipotesis yang dapat disumbangkan bagi pengembangan desain penelitian hakim yang profesional sekaligus figur hakim yang diekspektasikan sebagai agent of change. Variabel kinerja para hakim agung tersebut dalam lingkup organisasi di Mahkamah Agung mencakup kinerja yang tolok ukurnya terpantau dan diterapkan di lingkungan Mahkamah Agung. Misalnya kedisiplinan waktu masuk kantor dan tingkat kehadiran dalam rapat. Sedangkan variabel integritas mencakup pergaulan di lingkungan rumah atau pekerjaan lain di luar Mahkamah Agung, misalnya kampus. BULETIN KOMISI YUDISIAL/ TATANG S saat seleksi CHA, tetapi juga setelah CHA terpilih menjadi hakim agung. Program penelusuran rekam jejak hakim agung pilihan Komisi Yudisial merupakan bentuk tanggung jawab moral. Komisioner Komisi Yudisial, Taufiqurrohman Syahuri, mengakui tanggung jawab moral Komisi Yudisial tidak berhenti begitu calon terpilih menjadi hakim agung. Masih ada tanggung jawab moral untuk melihat rekam jejak para hakim agung, terutama hasil pilihan Komisi Yudisial. “Komisi Yudisial tetap mengawasi hakim agung sampai pensiun,” ujarnya. Choky Ramadhan juga mendukung gagasan tersebut. Menurut Ketua Harian MaPPI ini, Komisi Yudisial perlu mengikuti rekam jejak hakim agung yang dipilihnya. “Ini merupakan bentuk tanggung jawab Komisi Yudisial dalam melakukan tugasnya untuk menjaga dan menegakkan kehormatan dan kelurahan martabat hakim, sekaligus mengevaluasi proses seleksi yang dilakukan Komisi Yudisial sendiri,” pungkasnya. Usul Choky ini tak bertepuk sebelah tangan. Tahun 2011 dan sejak September ini, tim litbang Komisi Yudisial yang dikomandoi Ketua Bidang SDM dan Litbang Jaja Ahmad Jayus melakukan penelitian profesionalisme hakim agung. Dengan mempertimbangkan faktor waktu, tenaga, dan biaya, subjek penelitian ini dibatasi, dilakukan baru terhadap 12 hakim agung hasil seleksi yang diumumkan tahun 2006-2007. Selanjutnya, putusan-putusan mereka yang menjadi objek penelitian juga dibatasi hanya dari periode tiga tahun terakhir, yakni 2008, 2009, dan 2010. Pembatasan lain adalah bidang perkara dalam putusan hanya untuk perkara pidana dan perdata. Pembatasan ini tidak hanya ditujukan untuk membuat analisis menjadi lebih terfokus dan mendalam, Hakim agung Achmad Yamanie ketika menjalani proses seleksi calon hakim agung. serupa pada periode berikutnya dengan menjangkau subjek hakim yang lebih luas dan objek putusan yang lebih beragam. Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah gambaran kinerja para hakim agung dari sisi putusan, kinerja, dan integritas yang dirangkum sebagai potret profesionalisme. Unsur putusan yang dikaji dibatasi pada dua hal, yakni dimensi penalaran hukum dan penemuan hukum. Dua dimensi ini, selain lebih terukur, juga lebih mudah diasosiasikan dengan sosok Hasil dari penelitian ini akan menjadi sumber referensi dalam rangka laporan pertanggungjawaban publik Komisi Yudisial sebagai institusi pengawas eksternal perilaku hakim. Penelitian ini juga diharapkan menjadi desain awal bagi penelitian-penelitian berikutnya yang ingin dikembangkan oleh Komisi Yudisial dalam penelitian kinerja hakim di Tanah Air. Sumbangan lainnya, penelitian ini dapat berguna bagi perbaikan metode seleksi calon hakim agung pada periode berikutnya. EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 23 LAPORAN UTAMA Integritas dan Kualitas Jadi Syarat Mutlak Dinal Fedrian 24 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 BULETIN KOMISI YUDISIAL/EMRI T ahapan apa yang paling krusial dalam proses seleksi calon hakim agung Komisi Yudisial? Kualitas, integr itas, dan kesehatan. Dalam tes kualitas calon hakim agung diberikan soal untuk membuat keputusan hukum. Kemudian juga diberikan soal tentang permasalahan kode etik dan pedoman perilaku hakim. Para calon juga diharuskan membuat makalah di tempat sesuai topik yang diberikan Komisi Yudisial. Ditambah, hasil-hasil karya profesi mereka seperti putusan bagi hakim karier atau karya ilmiah seperti hasil penelitian, publikasi, makalah bagi mereka calon hakim agung non karier. Kalau lulus dari tahap itu baru masuk ke tes integritas. Rangkaiannya adalah profile assessment, rekam jejak. Tes Integritas dilakukan berbarengan dengan tes kesehatan. Setelah lulus tahap tes integritas dan kesehatan, baru tes wawancara terbuka yang semua orang boleh mendengar. Apakah pelaksanaan seleksi calon hakim agung disesuaikan dengan kebijakan sistem kamar di Mahkamah Agung? I ya, sejak per tama saya memimpin di rekrutmen saya sudah memberi pilihan. Sebelum Mahkamah Agung menerapkan sistem kamar kami sudah mengarahkan kepada para calon untuk memilih kamar-kamar. Sehingga dalam seleksi ini ada pembekalan per kamar-kamar. Masing-masing kelas diberi materi sesuai dengan kamarnya. Taufiqurrohman Syahuri Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Komisi Yudisial Apakah tanggung jawab moral Komisi Yudisial kemudian ketika nama-nama calon hakim agung diserahkan ke DPR sudah tuntas? Iya, itu kewenangan DPR. Tapi tanggung jawab moral ada. Jadi kita mengharapkan DPR itu memilih sesuai dengan penilaian Komisi Yudisial mana yang lebih baik. Dari sisi ketatanegaraan Komisi Yudisial tidak punya kewenangan untuk mendikte DPR, sebaliknya DPR juga tidak boleh mendikte Komisi Yudisial mana saja yang harus diluluskan. Meskipun didukung DPR kalau di Komisi Yudisial dia gagal tes kualitas, integritas dan kesehatan, tetap tidak lolos. Masing-masing sudah punya kewenangan dan fungsinya. Sesama bus kota dilarang saling mendahului. Bagaimana tanggung jawab moral Komisi Yudisial terhadap para calon hakim agung yang akhirnya terpilih dan menempati posisi hakim agung? Kalau saya inginnya ada semacam peningkatan kapasitas untuk hakim agung. Misalnya diklat, seminar yang khusus pesertanya hakim agung. Kita hanya meningkatkan kapasitas kepada hakim-hakim negeri dan hakim-hakim tinggi. Padahal para hakim agung perlu peningkatan kapasitas. Mereka rutinitasnya membaca berkas, sementara perkembangan ilmu mungkin tidak intensif. Tujuannya agar ada semacam pencerahan atau penyegaran bagi hakim agung terutama kaitannya dengan kasus-kasus yang aneh-aneh yang muncul. Apakah penting juga ketika kita juga melihat kembali rekam jejak hakim agung setelah terpilih? Komisi Yudisial tetap mengawasi hakim agung sampai pensiun. Semua hakim agung diawasi oleh Komisi Yudisial. Apakah mungkin ada semacam perbandingan rekam jejak sebelum dia ikut seleksi calon hakim agung dan terpilih menjadi hakim agung? Itu harus melakukan penelitian. Penelitian ini sedang dikerjakan Pak Jaja (Komisioner Komisi Yudisial Bidang SDM dan Litbang-red) terhadap lima hakim agung pertama yang dipilih oleh Komisi Yudisial. Bagaimana pandangan Bapak tentang hakim karier yang mengikuti seleksi calon hakim agung melalui jalur non karier karena sudah doktor? Apakah salah kalau hakim itu melalui pintu non karier? Apakah dia harus tidak hakim dulu untuk ikut non karier? Ini kan tidak ada aturannya. Dalam undang-undang hanya dibagi persyaratan untuk karier dan non karier. Apakah calon hakim agung itu seharusnya mengundurkan diri dulu? Apa harus itu penafsirannya? Kalau dibilang merusak pembinaan saya juga bingung. Di sekolah saja kalau memang ada siswa yang pintar bisa langsung loncat kelas. PNS juga begitu, anda masuk PNS dari jalur SMA. Begitu anda kuliah dan menjadi sarjana anda akan loncat pangkatnya. Jadi saya merasa tidak merusak pembinaan, karena para hakim tersebut sudah dibina oleh perguruan tinggi menjadi doktor. Di dunia akademis juga ada contohnya, seorang dosen muda yang perkembangan akademisnya signifikan sehingga cepat menjadi doktor, begitu dia kembali ke kampusnya mungkin dosen yang lebih senior dibanding dia tetapi masih bergelar master, bisa menjadi muridnya ketika mengambil program doktor. Hakim agung itu bukan karier, tetapi jabatan publik yang dipilih DPR. Jabatan hakim agung itu hak semua warga negara yang memenuhi syarat. Persiapan Optimal Setiap Seleksi Fajar Dewo BULETIN KOMISI YUDISIAL/EMRI B agaimana anda menyiapkan hal-hal teknis seperti soal tertulis dan psikotes seleksi CHA? Komisi Yudisial membentuk tim teknis yang terdiri dari akademisi, praktisi, dan mantan hakim agung. Tugas tim ini membantu Komisi Yudisial menyusun soal kasus yang harus diselesaikan oleh CHA dan melakukan penilaian. Sedangkan, psikotes dilakukan oleh konsultan SDM sebagai pemenang lelang jasa assessment calon hakim agung untuk melakukan profile assessment terhadap CHA. Untuk seleksi kepribadian, apa yang ingin dilihat panitia? Kami ingin mengetahui aspek perilaku dari para calon hakim agung. Selain itu diharapkan juga diperoleh gambaran kemampuan/kompetensi calon hakim agung (kemampuan berinteraksi dalam kelompok organisasi, kemampuan manajerial, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan kepemimpinan) yang dapat disajikan secara terintegrasi sebagai dasar untuk pertimbangan pengisian jabatan hakim agung yang akan dikelolanya kemudian hari. Apakah kasus yang diselesaikan calon setiap seleksi sama atau diubah setiap tahun? Kasus yang diselesaikan oleh Heru Purnomo Kepala Biro Rekrutmen, Advokasi, dan Peningkatan Kapasitas Hakim calon dalam setiap seleksi selalu berubah mengikuti permasalahan yang berkembang di masyarakat. Untuk Seleksi Calon Hakim Agung Tahun 2012 Periode II ini, kasus yang diselesaikan terdiri dari dua hal. Penyelesaian kasus hukum I mengenai kasus pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Jawaban harus logis, argumentatif, runtut, dan sistematis berdasarkan kode etik dan pedoman perilaku hakim yang berlaku. Sementara soal penyelesaian kasus hukum ll, peserta harus menyusun pendapat hukum dalam bentuk putusan kasasi. Jawaban harus logis, argumentatif, runtut, mempunyai dasar hukum dan sistematis yang memuat unsur-unsur suatu putusan pengadilan sebagaimana diatur dalam hukum acara. Bagaimana kontrol Komisi Yudisial terhadap setiap tahapan seleksi? Biro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim membuat jadwal yang disusun sesuai dengan tahapan yang telah ditetapkan UU Nomor 18 Tahun 2011 dan Peraturan KY Nomor 7 Tahun 2011 tentang Tata Cara Seleksi Calon Hakim Agung. Jadwal yang dibuat dalam kurun waktu 6 bulan untuk 1 kali seleksi mulai dari pengumuman pendaftaran, seleksi administrasi, seleksi kualitas, seleksi rekam jejak, profile assessment, dan pemeriksaan kesehatan serta terakhir wawancara terbuka yang dilakukan oleh komisioner dibantu tim panel ahli dan negarawan hingga disampaikan ke DPR. Jadwal seleksi CHA tersebut ditetapkan melalui rapat pleno Komisi Yudisial. Selain itu, Komisi Yudisial membuka partisipasi masyarakat seluas-luasnya untuk memonitor pelaksanaan seleksi mulai awal sampai akhir. Utamanya, terhadap rekam jejak dan integritas calon hakim agung yang bersangkutan. Partisipasi masyarakat tersebut dapat disampaikan dengan memberikan informasi atau pendapat tertulis tentang integritas, perilaku, dan karakter calon hakim agung. EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 25 LAPORAN UTAMA Aspek Moralitas Punya Porsi Besar Fajar Dewo DOC.PRI B Budiman Sanusi Direktur PPSDM UI Penegakan khusus dilihat dari aspek-aspek pengukuran profile assessment hakim yang sudah di amanahi oleh komisioner Komisi Yudisial, seperti aspek alur berpikir, proses berpikir, kepribadian dan BULETIN KOMISI YUDISIAL/ FAJAR agaimana pelaksanaan teknis tes profile assessment Calon Hakim Agung yang dilakukan selama ini? Kalau bicara teknis, maka yang kita lakukan untuk profile assessment bentuknya assessment center dengan pendekatan multi assessor, multi tasks/ multi teknis dan multi approach. Jadi peserta bukan hanya diberikan bahan-bahan paper and pencil tetapi juga diberikan in basket, dinamika kelompok, presentasi dan wawancara, itu yang membedakan profile assessment dengan psikotest. Kalau disebut psikotest tidak tepat kami menyebutnya profile assessment psychology (pemeriksaan psikologi yang teknisnya dengan assessment center). Apakah ada penegakan khusus untuk setiap soal? Suasana pelaksanaan salah satu rangkaian tes profile assessment calon hakim agung. 26 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 moralitas dan masing-masing aspek terdapat sub-aspek yang semua itu diukur dengan teknis assessment center. Ta h a p - t a h a p p r o f i l e assessment ini apa saja? Tahap-tahap profile assessment ini yaitu: mengerjakan paper and pencil, mengerjakan in basket problem (tugas-tugas/soal/permasalahan yang menciptakan interpretasi konflik dan multi tafsir yang bisa mengeluarkan/ menggali kemampuan proses berpikir, logika berpikir, hati nurani dan bagaimana mereka berpendapat). Kemudian dinamika kelompok yang dibagi dalam ruang-ruang kecil dan setiap ruang ada dua assessor lalu membuat bahan presentasi. Yang terakhir adalah wawancara. Apakah aspek integritas lebih ditekankan daripada pengetahuan dan kemampuan calon hakim agung menganalisis kasus? Aspek integritas itu masuk ke dalam aspek moralitas. Pada setiap aspek memiliki persentasi tersendiri. Aspek alur berpikir 20%, proses berpikir 20%, kepribadian 25% dan moralitas 35%. Te k n i s p e n i l a i a n n y a bagaimana? Passing grade? Teknis penilaiannya, dari semua tahapan yang dilalui oleh peserta akan kami kalibrasi (menyamakan pendapat dari para assessor). Kemudian akan kami ranking dari 1 – 42 yang dilihat dari aspek-aspek yang diukur pada setiap tahapan. SUDUT HUKUM DOC.PRI Mematri Idealisme dalam Pusaran Godaan Suap Fakhruddin Aziz Rentetan kasus suap yang mendera segelintir oknum hakim adalah catatan kelam dalam dunia penegakan hukum. Hakim merupakan profesi luhur dan mulia, maka sungguh memprihatinkan ketika segelintir oknum telah menodainya dengan nekat menerima suap. Hakim Pengadilan Agama Sambas, Kalimantan Barat M enjadi hakim adalah amanah yang tidak ringan. Selain dituntut mampu mempersembahkan keadilan, beragam godaan menggiurkan akan selalu datang silih berganti menebarkan ancaman terhadap benteng idealismenya. Berondongan suap bisa datang kapan saja, dalam berbagai macam bentuk, dan seringkali dalam situasi yang dilematis. Ketika kasus suap oknum hakim menyeruak ke permukaan, eksistensi idealisme kerap dipertanyakan. Para“Yang Mulia” ibarat sapu untuk membersihkan kotoran. Logikanya, sapu tersebut tidak akan mungkin mampu membersihkan kotoran jika sapu itu juga belepotan dengan kotoran yang menjijikkan. Oleh karenanya, penegakan hukum yang baik meniscayakan keberadaan para hakim yang idealis, jujur, dan berintegritas dalam upaya memancangkan pilar-pilar keagungan hukum secara bersih, tanpa pandang bulu, dan dalam kondisi apapun. Fiat justitia ruat coelum (keadilan hendaklah ditegakkan, meskipun langit akan runtuh), demikian adagium populer dari Lucius Calpurnius Piso Caesoninus. Namun ironisnya, seringkali idealisme menjadi hal aneh atau bahkan dijadikan bahan olok-olok di dalam belantara komunitas yang sudah tidak ideal. Individu idealis kerap dicap sebagai “sok suci” yang tak bisa memahami kultur yang sudah mapan. Akhirnya, benteng idealisme berpeluang keropos dan roboh karena interaksi sosial di dalamnya berpotensi membentuk kecenderungan dan watak-watak baru. Menjaga idealisme dalam konteks kekinian memang bukan perkara mudah. Gelombang arus modernisasi dengan semangat materialisme dan konsumerismenya menjadi tantangan berarti bagi daya tahan idealisme. Ketika individu sudah menghamba pada materi, orientasi kehidupannya tak jauh dari upaya penumpukan harta dan mengejar kenikmatan duniawi meski menghalalkan berbagai cara. Bahkan jika kecintaan terhadap harta itu berlebihan, entitas harta berpotensi diposisikan sebagai “tuhan” yang selalu dipuja. Kini, uang tidak hanya sebatas alat tukar menukar (barter) seperti fungsi awalnya. Namun, uang telah menjelma menjadi cara dan alat dialogis untuk meruntuhkan segala sesuatu, termasuk benteng idealisme para penegak hukum. Para pencari keadilan dengan kekuatan kapitalnya sering mencoba mempengaruhi hakim dengan harapan putusannya bisa oleng dan berpihak kepada mereka. Ketika relasi semacam ini berjalan berulang-ulang, akhirnya uang menjadi semacam candu yang selalu nagih. Ungkapan populer wani piro (berani berapa) telah menjadi semacam kata kunci untuk memuluskan sebuah hasrat. Harta (uang) memang penting, namun bukan segalanya. Harta bukanlah muara akhir dari kehidupan, namun sebatas sarana untuk bertahan hidup dan beribadah. Maka, menumpuk pundi-pundi uang dengan cara illegal sungguh sesuatu yang menjijikkan dan tak akan mampu memuaskan, karena pada dasarnya manusia tak akan pernah mencapai kata “puas”. Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya manusia diberi dua lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan lembah yang ketiga. Yang bisa memenuhi dalam perut manusia EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 27 SUDUT HUKUM hanyalah tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang ingin bertaubat” (HR. Bukhari). Oleh karenanya, watak koruptif, manipulatif, dan serakah sudah semestinya dikubur dalam-dalam, karena berapapun harta yang diperoleh tak akan mampu memuaskannya. Tokoh bijak dari India, Mahatma Gandhi, juga pernah berujar bahwa “Dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang, tetapi tak akan pernah cukup untuk satu orang yang serakah”. Petuah bijak ini tentu patut menjadi renungan bagi kita semua dalam menjalankan amanah sebagai ujung tombak penegakan hukum. Sosok teladan Dalam lintasan sejarah yang mengiringi perjalanan bangsa ini, ada beberapa tokoh penegak hukum idealis yang bisa dijadikan teladan dan inspirasi bagi kita. Di jajaran kepolisian mengemuka nama Jenderal (Pol) Hoegeng. Ia adalah sosok polisi yang sederhana, jujur, dan antikorupsi. Bahkan dengan nada bergurau, Gus Dur pernah mengatakan bahwa di negeri ini ada dua polisi yang tidak bisa disuap, yakni “polisi tidur” dan Hoegeng. Dari kejaksaan, sosok Baharuddin Lopa namanya harum mewangi karena sikapnya yang jujur, gigih, dan tanpa pandang bulu dalam menegakkan pilar-pilar keagungan hukum. Bahkan setiap diberi hadiah, ia selalu menolaknya dengan kata-kata yang sangat bijaksana bahwa dirinya tidak perlu diberi hadiah karena sudah memiliki gaji. Dari korps hakim yang patut menjadi teladan diantaranya adalah Bismar Siregar. Ia adalah sosok hakim yang dikenal idealis, jujur, dan bersahaja. Kata-katanya yang masyhur adalah putusan itu mahkota hakim. Sedangkan dari profesi advokat, mengemuka nama Yap Thiam Hien, sosok yang mengabdikan hidupnya demi menegakkan keadilan 28 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 dan hak asasi manusia (HAM). Ia adalah advokat teladan yang tanpa pamrih berada di garda depan dalam membela orang-orang tertindas. Sebaliknya, bukan advokat yang gigih berburu materi dengan menghalalkan segala cara. Dalam konteks kekinian, di tengah kondisi bangsa yang karut-marut dengan berbagai persoalan yang menyelimuti, publik tentu sangat merindukan kehadiran sosok-sosok idealis dan tangguh seperti nama-nama di atas. Namun penulis yakin, dalam setiap masa akan selalu lahir sosok-sosok idealis dalam berbagai bidang, termasuk dalam penegakan hukum. Meski kadang hanya melintas sebentar saja, hal itu akan menjadi pengingat dan pelecut bagi kita bahwa “pohon idealisme” mesti selalu dirawat dan jangan sampai dibiarkan mati. Sudah semestinya idealisme kita pupuk dalam diri dan komunitas kita. Bukan sebaliknya: diolok-olok, dibiarkan keropos, dan kemudian dibiarkan roboh secara pelan-pelan. Namun hal itu tidak mudah, berbagai tantangan dan cibiran akan selalu mengiringi keberadaannya. Karena itu, perlu kesadaran kolektif untuk menjaga dan menyuburkannya di tengah pusaran godaan suap. Tidak ada yang sia-sia menyuburkan idealisme, karena hal itu akan membawa manfaat dan kemaslahatan yang lebih besar bagi kepentingan bersama. Menilik sejarah, bangsa Indonesia ini lahir juga karena idealisme para founding father yang gigih dan tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Maka sungguh merupakan sebuah pengkhianatan jika benteng idealisme itu harus hancur berkeping-keping karena masifnya perilaku koruptif. Dalam konteks penegakan hukum yang ideal, masyarakat semestinya tidak hanya menuntut pencapaian itu, tetapi juga turut berpartisipasi aktif dengan tidak melanggengkan tradisi tercela seperti suap dalam menyelesaikan urusannya yang terkait dengan hukum. Biarkan mekanisme berjalan sebagaimana mestinya, sehingga tonggak keadilan dapat berdiri tegak tanpa direcoki oleh beragam kepentingan yang menyelimuti. Kesejahteraan hakim Selain idealisme dan moralitas, aspek kesejahteraan hakim juga punya andil untuk mengeliminasi praktik suap. Ketika tingkat kesejahteraan telah memadai, para hakim diharapkan bisa lebih fokus dalam mempersembahkan keadilan bagi masyarakat dan tidak sampai nekat menggadaikan idealismenya karena berondongan suap yang bertubi-tubi. Mengenai hal ini, Presiden telah menandatangani PP No. 94/2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang berada di bawah Mahkamah Agung. Hal ini merupakan angin segar bagi ribuan hakim yang sebelumnya sempat diselimuti kegelisahan dan ketidakpastian. Perjuangan selanjutnya adalah membangun gerakan hakim jujur, bersih, dan emoh dengan suap. Apapun, bagaimanapun, dan kapanpun, praktik suap menyuap mesti dihindari. Nabi SAW bersabda: “Penyuap dan penerima suap sama-sama masuk neraka” (HR. Thabrani). Maka sungguh malang dan tragis nasib mereka, di dunia maupun di hari kelak. Terakhir, di tengah berbagai sorotan publik dan persepsi miring terhadap penegakan hukum di negeri ini, bendera optimisme masih layak dikibarkan karena sejatinya masih banyak hakim tangguh, idealis, jujur, dan bersih yang diharapkan mampu menularkan virus-virus positifnya. Artikel ini dimuat di Harian Jurnal Nasional, 9 Mei 2012, dan telah mengalami beberapa penambahan dan penyuntingan seperlunya. DOC.PRI Merajut Independensi Peradilan dalam Skenario Perbaikan Kesejahteraan Hakim Mario Parakas Hakim Pengadilan Negeri Argamakmur, Bengkulu P roblematika tentang keterbelengguan independensi inilah yang selama ini digadang-gadang menjadi pemicu kegaduhan dalam sistem penegakan hukum kita, yang pada akhirnya kerap mencederai dan bahkan mengoyak rasa keadilan masyarakat. Dalam prakteknya lingkup permasalahan independensi peradilan ini hampir selalu berkutat dalam dikotomi miskin atau kayanya si justitia belen (pencari keadilan), dan/ atau rakyat (jelata) dengan penguasa (berkedudukan)-nya si justitia belen, serta beberapa variabel lainnya semisal nepotisme kekeluargaan dan nepotisme kelembagaan/institusional. Dari pola pemetaan demikian, maka sejatinya terdapat tiga faktor yang menentukan eksistensialitas independensi peradilan. Pertama, integritas hakim yang mencakup aspek mentalitas dan kapabilitasnya. Kedua, aspek infrastruktur penyokong komponen pengadil dimaksud. Ketiga, jaminan ketersediaan sistem kekuasaan yudikatif yang steril dari segala bentuk intervensi kekuasaan negara lainnya Secara kontekstual, independensi peradilan dapat dimaknai sebagai segenap keadaan atau kondisi yang menopang sikap batin pengadil (hakim) yang merdeka dan leluasa dalam mengeksplorasi serta kemudian mengejawantahkan nuraninya tentang keadilan dalam sebuah proses mengadili (peradilan). khususnya kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif. Dalam basis pemahaman atas adanya tiga faktor penentu independensi peradilan tersebut, maka skenario perbaikan kesejahteraan hakim, yang telah sampai pada tahap pengundangan PP No. 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang berada di bawah Mahkamah Agung merupakan landasan normatif atasnya. Meskipun benar kehadirannya secara parsial tidak serta merta akan absolut dan spontan mengubah wajah peradilan dalam sekejap, namun keberlakuan “rasionalisasi penghasilan/ kesejahteraan hakim” tersebut secara inheren akan terabsorbsi dan selanjutnya teraktualisasikan secara utuh sebagai fundamen utama sekaligus katalisator dalam percepatan perbaikan ketiga faktor penentu independensi peradilan tersebut. Integritas hakim Berbicara tentang integritas hakim, berarti berbicara tentang ranah mentalitas dan kapabilitas (kecakapan dan kompetensi keilmuan) hakim sebagai subjek pengadil. Ranah yang dalam beberapa sintesis selama ini kerap dijustifikasi sebagai biang kebobrokan dunia peradilan negeri ini. Rentetan penangkapan oknum-oknum hakim penerima suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, berbagai hasil survey yang menegaskan masih rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan, hingga berbagai penelitian yang mengasumsikan keengganan para lulusan terbaik fakultas hukum untuk berprofesi sebagai hakim, seolah menjadi penegas atas sintesis demikian. Selain bersubstansikan unsur kapabilitas sebagai sebuah unsur intrinsik yang “masih” terukur dan dapat diprediksikan dalam konteks rekrutmen sejak awal, harus dipahami bahwasannya faktor integritas hakim juga mengandung unsur mentalitas sebagai sebuah unsur intrinsik yang bersifat lebih abstrak dan sulit terukur dalam indikator-indikator objektif. Mentalitas lebih bersifat personal, dan sepenuhnya digantungkan pada EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 29 SUDUT HUKUM sikap batin (niat dan kehendak pribadi) si hakim itu sendiri. Sehingga kesimpulan tentang baik atau buruknya mentalitas dimaksud akan dapat secara utuh dirasakan setelah si hakim menjalankan tugasnya mengadili. Berbasis pada pemahaman tentang mentalitas dalam karakteristiknya sebagai sebuah unsur intrinsik tersebut, maka tentu saja diperlukan sebuah sistem yang mampu seoptimal mungkin menjamin“lurus”-nya mentalitas hakim di sepanjang masa tugasnya. Tanpa perlu kajian atau telaahan yang terlampau rumit, jika semua pihak jujur dan objektif dalam melihat hal tersebut, tidak disangsikan kalau semuanya akan berkata bahwa tingkat kesejahteraan merupakan komponen yang sama sekali tidak boleh dilupakan di samping komponen-komponen lain seperti pola pembinaan berkala yang tegas dan terarah (mencakup jaminan atas mekanisme reward and punishment) dan komponen ketersediaan mekanisme pengawasan yang ketat dan melekat. Tanpa bermaksud mengecilkan makna penyatuatapan lembaga peradilan, penegasan paradigma pemisahan kekuasaan sebagai hasil amandemen I hingga IV UUD 1945, atau bahkan kehadiran Komisi Yudisial, meskipun kesemuanya secara substansial harus diakui sebagai sebuah langkah besar dan urgen, namun baik dalam tataran kerangka berpikir logis maupun dalam praktik dunia peradilan senyatanya selama ini, langkah-langkah monumental dalam bingkai reformasi peradilan menjadi terasa hampa dan cenderung nir-hasil ketika eksistensialitasnya tidak disertai upaya sistematis di bidang peningkatan integritas sumber daya pengadil, termasuk dengan fakta adanya pengabaian atas ketidakjelasan status dan kesejahteraan hakim sebagai unsur utama pengadil. Oleh karena itu, dalam perspektif pemenuhan faktor integritas hakim, maka pengundangan PP No. 94 Tahun 2012 sejatinya akan 30 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 menjadi potongan puzzle terakhir yang menggenapi agenda reformasi peradilan dalam desain besar strategi mewujudkan peradilan agung yang independen (bebas dan berkeadilan). Infrastruktur pendukung bekerjanya hakim Infrastruktur pendukung dalam hal ini adalah segenap komponen dalam struktur dan mekanisme pengadilan yang membantu dan mendukung hakim dalam melaksanakan tugas-tugas yudisialnya. Selain itu, berbanding lurus dengan keberlakuan teori sistem dari Lawrence M. Friedman, ketersediaan infrastruktur pendukung di sini juga harus dimaknai sebagai ketersediaan seperangkat norma dan kultur kehidupan berhukum dalam arah yang mendukung tugas dan kemandirian si hakim. Kekuasaan kehakiman tidak dapat dijalankan oleh hakim seorang diri. Ia membutuhkan peran dan bantuan bidang kepaniteraan, kejurusitaan, dan sistem kesekretariatan lembaga pengadilan. Kebobrokan sistem dan mentalitas sumber daya manusia dalam komponen-komponen dimaksud jelas akan mempengaruhi tingkat akselerasi hakim dalam menjalankan tugas-tugas yudisialnya, dan bahkan dalam tataran yang masif, kondisi sedemikian bukan tidak mungkin akan dapat merongrong independensi peradilan itu sendiri. Pola pembenahan integritas seluruh aparatur peradilan harus dilakukan dengan basis pendekatan yang sama dengan pola pembenahan integritas hakim sebagaimana diuraikan di atas, yakni dengan konsentrasi pada upaya perbaikan kesejahteraan, pembinaan berkala menyangkut teknis dan profesionalisme, serta pemberlakuan mekanisme pengawasan yang ketat dan melekat atasnya. Adanya sinergi dalam perbaikan integritas hakim dan segenap komponen peradilan yang mendukung sistem kerja hakim, dalam taraf tertentu diyakini akan mampu menghasilkan sebuah kultur penegakan hukum yang bersih, jujur, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, tegas dan berwibawa. Selanjutnya, tingkat perbaikan kultur penegakan hukum dalam lingkup penegak hukum di lembaga peradilan secara signifikan akan memberikan efek percepatan pada perbaikan kultur kehidupan berhukum secara utuh. Karena jelas dalam tahapan demikian akan terbentuk resistensi dari aparat peradilan terhadap segala bentuk kecurangan dan praktik kotor dalam segenap tahapan peradilan, yang dalam praktiknya memang selalu mensyaratkan adanya keterlibatan pihak pejabat peradilan. Kebersinambungan sikap dan resistensi dari segenap aparatur peradilan, lambat laun akan menggeser paradigma dan budaya berpikir dari masyarakat, khususnya pencari keadilan. Paradigma dan budaya berpikir yang terkesan pesimistis terhadap proses peradilan apabila tidak disertai praktik-praktik suap dan/atau bentuk kecurangan lainnya, menjadi paradigma dan budaya berpikir optimistis terhadap kemurnian proses peradilan, yang di dalamnya mengandung sikap tabu atas praktik kecurangan dalam proses peradilan. Sebuah pola pergeseran pemikiran yang apabila kemudian dipadankan dengan ketersediaan segenap norma yang mendasari dan sekaligus menegaskan jaminan keberlakuan independensi peradilan, baik itu dalam tataran norma dasar (UUD 1945), norma-norma substantif terkait (UU Kekuasaan Kehakiman, UU Mahkamah Agung, dll), norma-norma penjabar/pengatur teknis pelaksanaan, hingga pada norma-norma etik yang menegaskan limitasi pengejawantahan independensi peradilan dimaksud, maka sejatinya seluruh unsur atau komponen yang dibutuhkan guna mewujudkan cita luhur independensi peradilan tersebut telah terpenuhi. Sistem kekuasaan yudikatif yang merdeka Faktor ketiga ini pada hakekatnya merupakan bagian integral dari faktor yang kedua, yakni sebagai sebuah “keadaan” yang merupakan bagian dari infrastruktur pendukung bekerjanya hakim yang bebas dan bermartabat. Hanya saja dengan memperhatikan fenomena yang ada selama ini, tidak dapat dipungkiri masih begitu kental terasa adanya pola-pola perilaku kekuasaan dan juga budaya atasnya yang seolah melegitimasi hegemoni dua pilar kekuasaan yang lain (eksekutif dan legislatif ) di atas kekuasaan yudikatif, hal mana acap kali berimplikasi pada tergerogotinya independensi peradilan. Bercermin pada pola bagaimana rezim otoritarian orde baru berkuasa, di mana eksekutif menjalankan intervensinya atas kekuasaan yudikatif dengan dua pola yang tegas. Pertama, menempatkan lembaga peradilan di bawah departemen-departemen terkait menyangkut teknis administratif dan struktur penggajian segenap organ di dalamnya. Kedua, secara terang-terangan menempatkan representasi kekuasaan yudikatif di daerah (Tingkat I dan Tingkat II) sebagai anggota dari Musyawarah Pimpinan Daerah (MUSPIDA), dipimpin oleh kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) sebagai kepala wilayah dalam pengejawantahan prinsip integrated field administration yang dianut saat itu. Jika pola pertama sebagai pola di tingkat pusat sedikit demi sedikit diperbaiki yakni dengan langkah-langkah strategis seperti penyatuatapan lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung, namun tidak demikian halnya dengan pola yang kedua, sebagai pola yang secara substansial justru bersifat sangat determinan, karena ia bekerja dalam lingkup peradilan pada garda terdepan di daerah (tingkat pertama dan tingkat banding), yang secara nyata bersentuhan langsung dengan masyarakat pencari keadilan. Dalam prakteknya sampai dengan saat ini pimpinan lembaga peradilan di tingkat pertama dan tingkat banding masih dilibatkan dan melibatkan diri dalam forum kemuspidaan. Lebih parah lagi, “seolah” telah juga mendarah daging sebuah kultur pada kebanyakan hakim yang menganggap forum kemuspidaan sebagai pencapaian yang “membanggakan”. Sehingga acap kali menempatkan “kepentingan forum” tersebut di atas segenap esensi dan urgensi yang sejatinya melekat dan menjadi tujuan dalam tugas-tugas yudisialnya. Padahal forum kemuspidaan sebenarnya telah kehilangan legitimasi normatif pasca pencabutan fungsi “kepala wilayah” dari kepala daerah (bupati/walikota) sebagai salah satu bentuk pengejawantahan paradigma pemisahan kekuasaan buah proses demokratisasi di era reformasi ini. Terlebih apabila perspektif kajian atasnya dikembalikan kepada konsep dalam norma dasar konstitusi tentang kekuasaan kehakiman yang merdeka. Gagasan dan nilai dalam norma dasar itu sebenarnya telah secara jelas dan rigid dijabarkan dalam UU Kekuasaan Kehakiman (UU No. 48 Tahun 2009), UU Mahkamah Agung (UU No. 3 Tahun 2009), hingga PP No. 36 Tahun 2011 tentang jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh hakim agung dan hakim. Dalam Pasal 2 huruf k PP tersebut mengatur salah satu jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh hakim agung dan hakim yaitu menjadi Anggota Musyawarah Pimpinan Daerah. Alasan-alasan pragmatis yang selama ini mengemuka terkait masih dilibatkan (melibatkan diri)-nya unsur pimpinan pengadilan dalam forum kemuspidaan, yakni menyangkut rendahnya tingkat kesejahteraan dan keterbatasan anggaran serta fasilitas yang seharusnya mendukung segenap tugas dan fungsi lembaga peradilan di daerah. Maka skenario perbaikan kesejahteraan hakim yang realisasinya tinggal di ambang mata pasca pengundangan PP No. 94 Tahun 2012, harus dimaknai sebagai sebuah momentum besar sekaligus modal yang sangat berharga bagi proses reformasi kultural di lembaga peradilan, termasuk penghentian keikutsertaan unsur pimpinan pengadilan dalam forum kemuspidaan sebagai langkah strategis dalam mewujudkan peradilan yang independen. Dalam konteks ini, komponen perbaikan kesejahteraan hakim tersebut haruslah mampu menjadikan setiap individu hakim sebagai “hakim yang berjiwa hakim”, yakni hakim yang mampu secara cermat mengidentifikasi dan kemudian memfiltrasi dirinya terhadap segala apa pun bentuk forum atau kegiatan yang patut dipandangnya akan berpotensi mengganggu kebebasan dan objektifitasnya dalam mengemban profesi luhur sebagai hakim. Dari kajian tentang keberlakuan tiga faktor penentu independensi peradilan tersebut, dapat disimpulkan bahwa skenario perbaikan kesejahteraan hakim tidak boleh hanya dimaknai sebagai upaya perbaikan penghasilan si hakim semata secara kuantitatif dan individual dalam korelasinya dengan esensi pencegahan bagi si hakim bersangkutan dari segenap perbuatan menyimpang. Melainkan, harus dimaknai secara utuh dan integral sebagai momentum besar pembaruan peradilan, yang eksistensialitasnya harus mampu menghadirkan efek percepatan ke arah perbaikan kepada segenap aspek dan komponen penunjang independensi peradilan. EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 31 LAPORAN KHUSUS Setelah Empat Pilar Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Disepakati Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung menandatangani empat peraturan bersama yang menjembatani tugas- tugas kedua lembaga. Bisa langsung dipraktekkan. M. Purwadi 32 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL P enandatanganan empat peraturan bersama antara Mahk amah Agung dan Komisi Yudisial merupakan satu momentum yang sangat penting bagi kerjasama dan sinergi antara dua lembaga yang selama ini dianggap kurang harmonis. Peraturan bersama itu diharapkan menciptakan sistem peradilan yang bersih dan tertib, terutama menyangkut pengawasan dan perekrutan hakim. Penandatanganan dilakukan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali dan Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman di ruang Wiryono Gedung Mahkamah Agung, pada Kamis (27/9). Peraturan pertama adalah Peraturan Bersama Nomor 01/PB/MA/ IX/2012-01/PB/P.KY/09/2012 tentang Seleksi Pengangkatan Hakim. Selama ini seleksi pengangkatan hakim dilaksanakan oleh Mahkamah Agung tanpa melibatkan Komisi Yudisial. Dengan adanya paket revisi undang-undang bidang kekuasaan kehakiman, proses pengangkatan hakim harus dilaksanakan bersama-sama Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial. Sebenarnya, amanat tersebut sudah lama disebutkan. Hanya saja, regulasinya belum diatur oleh Presiden. Peraturan kedua adalah Peraturan Bersama Nomor 02/PB/MA/IX/2012-02/ PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Pedoman ini merupakan penjabaran tentang bagaimana melaksanakan kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH). Peraturan bersama tersebut bisa disebut sebagai pilar bangunan bersama EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 33 BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ADNAN LAPORAN KHUSUS Pelaksanaan sidang Majelis Kehormatan Hakim. karena selama ini terjadi perbedaan perspektif antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial menyangkut beberapa butir KEPPH. Masalah klasik yang muncul misalnya Mahkamah Agung mengatakan pelanggaran hukum acara merupakan ranah teknis yudisial, tapi Komisi Yudisial justru mengatakan hal itu merupakan ranah KEPPH. Masalah klasik ini kerap memunculkan ketegangan kedua lembaga. Sampai-sampai Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali mengistilahkan ketidakharmonisan dua lembaga sebagai “Tom and Jerry relationship”. Dengan adanya kesepakatan tersebut, minimal kebuntuan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial bisa diterabas. Peraturan ketiga yaitu Peraturan Bersama Nomor 03/PB/MA/IX/2012-03/ PB/P.KY/09/2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama. Pemeriksaan bersama sebelumnya sudah diatur dalam Pasal 22E ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2011. Pasal itu menyebutkan dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai usulan Komisi Yudisial tentang penjatuhan sanksi ringan, sedang, dan berat selain pemberhentian tetap dengan hak pensiun atau pemberhentian tetap tidak dengan hormat, dilakukan pemeriksaan bersama antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung terhadap Empat Peraturan Bersama yang Ditandatangani Ketua Komisi Yudisial dan Ketua Mahkamah Agung 1. Peraturan Bersama Nomor 01/PB/MA/IX/2012-01/PB/P.KY/09/2012 tentang Seleksi Pengangkatan Hakim. 2. Peraturan Bersama Nomor 02/PB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. 3. Peraturan Bersama Nomor 03/PB/MA/IX/2012-03/PB/P.KY/09/2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama. 4. Peraturan Bersama Nomor 04/PB/MA/IX/2012-04/PB/P.KY/09/2012 tentang Tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim. 34 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 hakim yang bersangkutan. Pemeriksaan bersama juga bisa dilakukan jika ada permintaan dari kedua lembaga. Terakhir, peraturan keempat yaitu Peraturan Bersama Nomor 04/PB/MA/ IX/2012-04/PB/P.KY/09/2012 tentang Tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim. Sebelumnya sudah pernah dibuat aturan mengenai pengambilan keputusan Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Hanya saja, kesepakatan bersama terdahulu sifatnya sementara. Saat itu, peraturan tersebut sebenarnya hanya untuk kepentingan sesaat, untuk menggelar sidang MKH yang pertama. Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial, Jaja Ahmad Jayus, mengatakan empat peraturan bersama yang sudah ditandatangani harus dijalankan dengan baik. Misalnya, peraturan bersama tentang seleksi pengangkatan hakim. Sebenarnya peraturan tersebut masih bersifat ad hoc atau sementara. Dikarenakan mekanisme pengangkatan hakim terakhir tahun 2010 masih menggunakan mekanisme lama, seperti halnya penerimaan CPNS. “Sekarang, masih dalam masa transisi untuk memberikan legitimasi kepada para hakim yang sudah diseleksi pada 2010. Ke depan, amanat peraturan bersama ini akan dibuat tersendiri setelah posisi hakim sebagai pejabat negara dalam bentuk peraturan pemerintah ditetapkan. Selanjutnya ada kewajiban buat Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial membuat peraturan bersama tentang tata cara seleksi hakim yang didalamnya Komisi Yudisial terlibat,” jelas Jaja. Dengan argumentasi pengangkatan hakim harus ada keterlibatan Komisi Yudisial, lanjut dia, hal itulah yang menjiwai adanya peraturan bersama antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tentang BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ANDRI Calon hakim berkunjung ke Komisi Yudisial sebagai rangkaian program Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim Terpadu Angkatan ke-7. Komisi Yudisial dapat berperan dalam seleksi pengangkatan hakim setelah adanya Peraturan Bersama MA dan KY tentang Seleksi Pengangkatan Hakim. seleksi pengangk atan hak im. Dalam peraturan ini Komisi Yudisial mendapatkan perannya dalam seleksi pengangkatan hakim. Diantaranya, calon hakim penerimaan 2010 yang sedang mengikuti pendidikan selama dua tahun ini, wajib mengikuti mata ajar dan menempuh ujian mengenai kode etik dan pedoman perilaku hakim. Selain itu, Komisi Yudisial berwenang memantau perilaku calon hakim selama magang. “Pelibatan Komisi Yudisial dalam seleksi pengangkatan hakim menyangkut materi kode etik dan pedoman perilaku hakim. Makanya harus dipersiapkan modul-modulnya, termasuk penyamaan persepsi antara komisioner,” kata Jaja. Satu substansi penting dalam peraturan bersama menyangkut tata kerja dan tata cara pengambilan keputusan majelis kehormatan hakim adalah mereka yang melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang diduga melanggar KEPPH, tidak boleh menjadi ketua maupun anggota saat pelaksanaan MKH. Hal ini berlaku bagi Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Selama ini, biasanya, tiga komisioner Komisi Yudisial melakukan pemeriksaan terhadap hakim, saksi, atau pihak terkait, menyangkut pelanggaran KEPPH. Sehubungan adanya ketentuan dalam peraturan bersama tersebut, sekarang cukup dua orang komisioner yang terjun memeriksa. Sehingga sisanya bisa menjadi anggota MKH. Mengingat komposisi MKH terdiri dari empat anggota Komisi Yudisial dan tiga hakim agung. Sementara anggota Komisi Yudisial hanya tujuh orang. “Filosofinya, pemeriksa diibaratkan sebagai penyidik. Sementara anggota MKH diibaratkan sebagai hakim. Apabila penyidik juga menjadi hakim tentu rancu, karena sudah terbentuk persepsinya mengenai hakim terlapor saat melakukan pemeriksaan. Anggota MKH sepatutnya lebih objektif saat menyidangkan hakim terlapor. Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung, M. Syarifuddin, mengatakan peraturan bersama yang ditandatangani ini bisa menjadi acuan dalam menangani pengaduan yang masuk dan disampaikan oleh Mahkamah Agung. Hal ini pula, kata dia, yang menjadi pegangan baik oleh Mahkamah Agung maupun Komisi Yudisial. Syarifuddin berharap empat peraturan bersama ini akan menjadi pedoman bersama dan menjembatani kesenjangan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang selama ini terbangun karena perbedaan pandangan dalam memahami mekanisme pengawasan hakim. EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 35 BULETIN BULETIN KOMISI KOMISI YUDISIAL/ YUDISIAL/ DINAL DINAL LAPORAN KHUSUS Rapat tim penghubung dan tim asistensi Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Jembatan Kesenjangan Telah Terbangun Penandatanganan keempat peraturan bersama ini adalah manifestasi usaha yang cukup panjang dari Tim Penghubung Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial M. Purwadi 36 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 P enandatanganan empat peraturan bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial merupakan momentum positif hubungan kelembagaan keduanya. Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung terlihat semakin mesra pasca penandatanganan empat peraturan bersama oleh masing-masing ketua lembaga. Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman dan Ketua Mahkamah Agung M. Hatta Ali menyambut positif terbitnya empat peraturan bersama ini. Eman Suparman mengungkapkan, peraturan ini berfungsi sebagai panduan bagi kedua belah pihak. “Bukan hanya untuk mendekatkan persepsi antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial namun lebih kepada perlunya panduan yang jelas agar Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung tidak dianggap saling mengintervensi satu sama lain,” tuturnya. Ketua Mahkamah Agung M. Hatta Ali mengatakan penandatanganan keempat peraturan bersama ini adalah manifestasi usaha yang cukup panjang dari Tim Penghubung Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Mantan Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung itu berharap peraturan bersama ini dapat menciptakan keserasian dan kesepahaman. Penandatanganan ini juga menjadi gambaran dari komitmen dan sinergitas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam menjaga martabat dan kehormatan hakim. “Saya berharap bahwa setelah penandatanganan ini, media ataupun masyarakat tidak lagi menganggap bahwa hubungan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial “Dalam peraturan ini telah diatur secara jelas untuk per poin kode etik sanksinya apa saja,” katanya. Namun, kata Asep, dalam aturan tersebut juga ada klausul sanksi bisa diringankan maupun diperberat tergantung akibat yang dihasilkan. Dia juga mengungkapkan bahwa dalam aturan ini merinci apakah suatu laporan termasuk kategori pelanggaran kode etik atau teknis yudisial. Hal senada dikatakan Hatta Ali. Menurutnya, mekanisme penegakan KEPPH akan lebih optimal dan sesuai dengan aturan perundang-undangan. Peraturan ini akan menjadi acuan dalam menjatuhkan sanksi atas setiap pelanggaran kode etik. “Yang terpenting, ada kesepakatan atas pelanggaran yang menjadi wewenang Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial,” ujarnya. setelah ini Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial bisa berjalan seiringan dalam menciptakan hakim yang terhormat dan bermartabat. “Peraturan ini menyamakan persepsi dalam hal penegakan etika perilaku dan teknis yudisial. Aturan ini juga membagi peran Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam proses seleksi pengangkatan hakim,” kata Asep. Implikasi peraturan bersama ini juga memungkinkan adanya pemeriksaan bersama antara Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial yang akan digabungkan dalam satu laporan pemeriksaan. Asep menjelaskan, Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dapat melakukan pemeriksaan bersama jika ada perbedaan hasil pemeriksaan atau laporan tersebut sama-sama masuk ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. BULETIN KOMISI YUDISIAL/ EKA seperti Tom and Jerry relationship,” ujarnya. Juru Bicara Komisi Yudisial Asep Rahmat Fajar mengatakan, dengan ditandatanganinya empat peraturan bersama itu membuat hubungan Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung semakin solid dan konstruktif. Dengan begitu, pelaksanaan tugas dan wewenang masing-masing lembaga pun semakin optimal. Ditegaskan Asep, dengan adanya empat peraturan bersama tersebut, masalah-masalah sensitif seperti porsi masing-masing lembaga dalam seleksi hakim dan wewenang masing-masing lembaga terkait mana yang ranah etika perilaku hakim dan mana yang merupakan ranah teknis yudisial menjadi jelas. Asep menjelaskan, empat peraturan yang ditandatangani dua lembaga tersebut pada intinya didasarkan atas dua hal yang selama ini menjadi perbedaan tafsir, yakni pengawasan dan perekrutan hakim. “Ini (peraturan) dibuat dengan harapan agar pelaksanaan kerja dua lembaga ini semakin optimal. Melaksanakan apa yang ada dalam UU Komisi Yudisial dan kekuasaan kehakiman,” kata Asep. Terkait dengan perekrutan hakim, Asep mengatakan, dalam peraturan ini Komisi Yudisial akan diberikan waktu untuk mengisi materi kode etik dan pedoman perilaku hakim pada calon hakim yang ada saat ini dan memberikan penilaian saat magang. “Komisi Yudisial juga akan terlibat dalam pelulusan calon hakim,” katanya. Jika peraturan pemerintah terkait hakim sebagai pejabat negara terbit, lanjutnya, peraturan ini akan berubah dan menyesuaikan dengan aturan yang ada. Tentang panduan penegakan kode etik dan pedoman perilaku hakim, Asep menyebutkan peraturan tersebut telah merinci sanksi pelanggaran KEPPH. Pelaksanaan Diskusi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang diselenggarakan Komisi Yudisial di Jambi . Tidak bisa dipungkiri, peraturan bersama ini paling tidak berawal dari dua alasan, yang pertama bahwa selama ini mau tidak mau, suka atau tidak suka, harus diakui masih ada perbedaan penafsiran dalam hal kode etik dan pedoman perilaku hakim juga dalam perekrutan hakim. Diharapkan Sementara terkait peraturan mengenai tata kerja dan tata cara pengambilan keputusan Majelis Kehormatan Hakim (MKH), Asep mengatakan peraturan tersebut hanya penyempurnaan secara teknis dari peraturan sebelumnya. EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 37 BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL LAPORAN KHUSUS Sosialisasi empat Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial kepada seluruh tenaga ahli dan pegawai Komisi Yudisial. Jangan Hanya di atas Kertas M. Purwadi Momentum bersejarah penandatanganan peraturan bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial bisa langsung dipraktekkan. Peraturan yang dibuat bersama ini tentunya dapat memperlancar prosedur hubungan kerja kedua lembaga. P akar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, M Fajrul Falaakh, menilai peraturan bersama yang sudah diteken pimpinan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tentunya bisa langsung dijalankan. Dia mencontohkan adanya kasus pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang diduga dilakukan salah seorang hakim agung, Achmad Yamanie. Menurut Fajrul, pengunduran diri hakim Yamanie yang sudah disimpulkanberdasarkan hasil pemeriksaan M a h k a m a h Ag u n g - m e l a k u k a n 38 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 kelalaian harus dilakukan melalui mekanisme pada lembaga berwenang. Ini untuk menegaskan bahwa setiap kesalahan dalam lembaga peradilan akan diperlakukan dengan adil dan mendapat sanksi setimpal. Yamanie bisa saja beralasan khilaf dan kasus tersebut hilang begitu saja. Karena itu, peran Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung sangat penting untuk menindaklanjuti kasus ini. “Bukan hanya memberikan efek jera kepada hakim lain, melainkan memperjelas standar kesalahan dan sanksi. Nanti semua orang yang melakukan kesalahan bisa mudah menghindari proses hukum hanya dengan mundur,” ungkapnya. Sekadar diketahui, hakim agung Achmad Yamanie telah mengajukan pengunduran diri karena diduga terlibat dalam pemalsuan vonis bandar narkoba. Putusan Yamanie dan dua rekannya yakni Imron Anwari dan Hakim Nyak Pha, dalam sidang PK meringankan hukuman Hanky Gunawan dari hukuman mati menjadi 15 tahun. Belakangan terungkap ada tulisan tangan Yamanie atas vonis tersebut yang menurunkan hukuman untuk Hanky menjadi 12 tahun tanpa sepengetahuan anggota majelis hakim lain. Saat ini merupakan momentum yang paling tepat untuk menunjukkan pada publik bahwa peraturan bersama yang sudah ditandatangani tersebut bisa dijalankan dengan baik. M Fajrul Falaakh majelis kehormatan hakim (MKH) pada 11 Desember, terkait kasus Achmad Yamanie. Dalam sidang tersebut majelis akan mendengarkan pembelaan diri Yamanie dan selanjutnya akan menjatuhkan putusan terhadapnya. Peraturan bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memang dibuat untuk meminimalisir perselisihan yang sering terjadi dalam pelaksanaan tugas kedua lembaga yang identik. Dengan membuat aturan bersama memberi tanda bahwa Mahkamah Agung sudah lebih terbuka. Namun aturan yang masih tergolong baru, belum terlihat apakah dalam prosesnya Mahkamah Agung mau tunduk terhadap aturan yang dibuatnya secara bersama dengan Komisi Yudisial ini. Choky juga berharap penandatanganan peraturan bersama ini bukan hanya bersifat formalitas. Kepura-puraan menjalin mesra saat di mata publik, dan ternyata main kucing-kucingan di belakang. Istilah ketegangan hubungan dua lembaga ini, “Tom and Jerry Relationship”, cukuplah menjadi BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL “Harus ada proses pelanggaran kode etik misalnya dengan menggelar MKH. Disitu akan diketahui sanksinya apa? Dampaknya dari tindakan unprofessional conduct itu apa? Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial kan bisa langsung membentuk itu, dengan merujuk peraturan bersama yang sudah dibuat itu,” kata Fajrul. Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika sependapat dengan Fajrul terkait implementasi langsung peraturan bersama antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Dia menilai, peraturan bersama akan terlihat efektivitasnya jika konkret diaktualisasikan, seperti membentuk MKH. Publik bisa langsung merasakan tindaklanjut dari peraturan bersama antara dua lembaga hukum tersebut. “Kalau memang sudah ada peraturan bersama, ya langsung action saja. Yang penting konkret, bukan sekedar formalitas belaka,” kata Pasek. Ketua Harian Masyarak at Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FHUI, Choky Ramadhan, berpandangan peraturan bersama ini belum dapat dinilai efektif atau tidaknya, karena baru dua bulan diberlakukan. Namun, dengan peraturan bersama itu, pembagian tupoksi kedua lembaga menjadi lebih jelas, tidak tumpang tindih. Saat dikaitkan dengan kasus hakim agung Achmad Yamanie yang diduga melakukan pelanggaran kode etik, dia mengatakan kalau Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial bisa langsung menjalankan peraturan bersama ini dengan melakukan pemeriksaan bersama terhadap Yamanie dan dua koleganya. Jika terjadi pertentangan, hal itu bisa dibicarakan secara intensif dan solutif. Harapan Fajrul, Pasek, dan Choky bukan lagi harapan hampa. Saat Buletin ini naik cetak Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sepakat membentuk Gede Pasek Suardika bagian dari masa lalu. Ke depan, diharapkan kedua lembaga akan mampu membangun sinergitas dan harmonisasi dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. Tidak ada lagi tarik menarik kepentingan antara Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial, agar citra dunia peradilan khususnya hakim semakin baik, kendati check and balances juga wajib diperhatikan. Dengan peraturan bersama ini, diharapkan kode etik dan pedoman perilaku hakim semakin disempurnakan, sehingga tidak ada lagi celah yang bisa dimain-mainkan oleh oknum hakim nakal. Demikian juga rekrutmen hakim hendaknya diperketat, sehingga hanya orang-orang yang mempunyai komitmen tinggi dan berintegritas dalam penegakan hukum yang bisa masuk. Dengan komitmen itu, diyakini para hakim tidak akan menjual integritasnya dengan uang, tidak takut ancaman, tidak takut digertak, tidak peduli dengan intervensi. EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 39 BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL LEBIH DEKAT Anisah Shofiawati Hakim sebagai Pilihan Hidup Patmoko Bagi Anisah, Sulung dari empat bersaudara, menjadi hakim sudah menjadi pilihan hidupnya. Takdir telah tergurat untuk menjalani profesi pejabat negara yang bertugas mengadili dan memutuskan perkara. C erita hakim dengan segudang kesejahteraan memikat Anisah muda yang saat itu masih duduk sebagai mahasiswi pada tahun 1996. Pada saat kuliah, ia bertemu salah seorang dosen yang juga berprofesi sebagai hakim. Menurut sang dosen, hakim adalah profesi yang menyenangkan. 40 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 Kesejahteraannya tercukupi dan mendapatkan fasilitas memadai dan setiap tahun gaji hakim mengalami kenaikan. Kendati informasi dari dosen menarik hatinya, ada satu dorongan yang membuatnya menepis bayang-bayang indah menjadi seorang hakim. Idealisme menjadi pijakan Anisah untuk menjalani prosesi sebagai hakim, terlebih setelah beberapa saat lulus kuliah, dia tidak langsung menjadi hakim, tapi menjadi aktivis. Benar apa yang diduga Anisah. Fakta kehidupan hakim berbeda dengan apa yang dibayangkan sebelumnya. Kehidupan hakim menuntut lebih banyak untuk prihatin dibandingkan mencecap kesenangan. Ia pernah bertugas sebagai hakim di salah satu kabupaten di Sumatera. Bisa dibayangkan, selama ini ia hidup di Jakarta yang menyediakan berbagai fasilitas. Pernah suatu ketika ia pulang ke Jakarta untuk keperluan yang mendesak. Uang yang dimilikinya hanya cukup untuk pergi ke Jakarta saja. Lantas, kontrakannya sekarang dilengkapi pendingin udara, meski dengan kekuatan kecil. Semua dibeli dengan cara mencicil dari perusahaan pembiayaan atau koperasi. Sambil tergelak, Anisah mengaku masih mempunyai utang di koperasi pegawai PN Brebes. Kini Anisah mempunyai usaha di bidang transportasi, Surat Keputusan sebagai hakim miliknya untuk sementara mengendap di bank sebagai jaminan pinjaman. Uang pinjaman itu digunakan untuk membuka usaha dan berharap usahanya akan berkembang, sehingga menjadi sandaran hidupnya kelak. Untuk itu ia rela hidup apa adanya untuk sementara waktu. Ibarat peribahasa Anisah saat ini sedang berakit-rakit dahulu. Dia menggunakan gajinya untuk membayar cicilan, besarnya lumayan, hampir sama dengan jumlah gaji yang diterima. Karena itu, untuk hidup sehari-hari, dia mengandalkan uang remunerasi yang masih 70%. Anisah merasa, profesi hakim kini sudah menjadi jalan hidupnya. Ilmu yang dia pelajari di kampus sesuai dengan profesinya saat ini. Inilah panggilan jiwanya. Tidak ada penyesalan apa pun saat menjalaninya, meski gaji dan fasilitas yang dinikmatinya tidak sesuai bayangan semula. Memilih kehidupan sebagai hakim mengingatkan Anisah pada sosok sang ayah yang bernama Supangat Atmowijojo. Supangat seorang mantan hakim yang pernah menjabat sebagai ketua Pengadilan Tinggi Agama di Kalimantan dan ketua Pengadilan Agama di beberapa daerah. Dia melihat, apa yang dilakukan sang ayah sangat berguna bagi orang lain. Sebagai hakim, ayahnya menjadi tempat bertanya bagi masyarakat sekelilingnya jika menghadapi persoalan. “Saya memilih menjadi hakim mungkin juga karena bapak juga hakim. Jadi, apa yang dilakukan bapak, itulah yang saya lihat. Saya berpikir bisa membantu orang ketika menjadi hakim. Banyak yang bisa diperbuat untuk masyarakat,” ujar wanita kelahiran 37 tahun silam ini. Tak takut teror dan ancaman Teror dan ancaman, sebenarnya bukan barang baru bagi Anisah yang kini bertugas di Pengadilan Negeri Brebes, Jawa Tengah. Dia pernah dibuntuti sekelompok orang sepulang kerja. Mereka berusaha menakut-nakuti dan mencoba mempengaruhi Anisah agar menjatuhkan vonis ringan bagi seorang terdakwa kasus pembunuhan BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL bagaimana saat harus pulang dinas ke Sumatera? Terpaksa, dia meminjam uang dari adiknya. Meminjam uang ke saudara, baginya juga urusan prinsip. Lebih baik terlihat miskin di mata keluarga, daripada dia menerima uang-uang haram. Kehidupan serba terbatas juga dijalani di Pengadilan Negeri Brebes sekarang ini. Tiga tahun bertugas di Brebes, Anisah tinggal di rumah kontrakan, bukan rumah dinas dengan berbagai fasilitas lengkap. Rumah kontrakan itu berlokasi di salah satu perumahan tak jauh dari kantor Pengadilan Negeri Brebes. Rumah itu tergolong sangat sederhana, dua kamar tidur dan ruang tamu. Di bagian belakang, pemilik rumah sudah menambah ruang untuk dapur dan kamar mandi. Mengapa dia harus mengontrak? Sebenarnya Pengadilan Negeri Brebes memiliki beberapa rumah dinas. Namun, rumah layak huni sangat terbatas dan tidak sesuai dengan jumlah hakim, sehingga hakim yang tidak menerima jatah rumah dinas terpaksa mengontrak. Melihat rumah dinas yang dalam kondisi rusak parah dan tidak layak huni sungguh memprihatinkan. Pintu, kaca, jendela dan kusen rumah keropos, sebagian hilang entah ke mana. Rumput liar tumbuh tak terkendali, menutupi seluruh halaman. Bahkan tanaman rambat memenuhi seluruh atap rumah dinas. Atap rumah dinas pun berwarna hijau tertutup daun. Letak rumah dinas agak jauh dari perumahan penduduk, sehingga dapat mengancam keamanan hakim. Anisah adalah salah seorang hakim yang tidak menerima jatah rumah dinas tersebut. Oleh sebab itu, perempuan yang pernah terpilih sebagai hakim terbaik versi Majalah Tempo ini memilih mengontrak rumah. Pelan-pelan Anisah melengkapi kebutuhan rumahnya. Rumah Anisah menjadi hakim ketua saat menyidangkan suatu perkara. EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 41 BULETIN KOMISI YUDISIAL/ DINAL LEBIH DEKAT PN Brebes tempat Anisah bekerja sebagai hakim yang sedang disidangkannya. Pernah juga persidangan yang dipimpin Anisah didemo oleh massa, bahkan sempat ricuh. Polisi sempat menemukan salah satu anggota keluarga korban membawa air keras. Belakangan diketahui, air keras itu disiapkan untuk disemprotkan pada si terdakwa. Keluarga korban berteriak-teriak, agar Anisah menghukum terdakwa seberat-beratnya. Tekanan apa pun tak membuat Anisah bergeming dan ia tetap memutuskan terdakwa bersalah. Baginya, pembuktian materiil dan syarat formal hukum acaralah yang menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa, bukan tekanan dari pihak lain. Menjadi hakim, menurut Anisah, harus menyiapkan mental saat harus menghadapi situasi yang penuh denan tekanan. Dia sadar betul, bahwa profesi ini penuh risiko. Ancaman yang pernah diterimanya, dianggap belum berarti apa-apa dibanding hal serupa yang pernah diterima hakim lain. Mereka pernah mengalami ancaman yang taruhannya adalah nyawa. “Saya tidak terpengaruh ancaman. Bagi saya dan teman-teman pada saat bersidang harus sesuai aturan. Kami melaksanakan sesuai hukum 42 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 acara. Jadi, buat apa kami takut. Jangan sampai ancaman itu mempengaruhi putusan kami. Hakim harus independen,” tegasnya. Anisah berprinsip, harus bisa memenuhi hukum acara persidangan. Ini paling penting. Baru setelah itu pembuktian materiilnya. Jika semua terpenuhi, Anisah baru bisa memutus perkara secara independen dan tidak terpengaruh apa pun kecuali fakta-fakta persidangan. Jiwa aktivis Melihat berbagai kesulitan tersebut, tak jarang Anisah membuat berbagai terobosan di berbagai tempat penugasan. Sayangnya, langkahnya kadang membuat tak nyaman koleganya. Tapi, baginya sejauh apa yang dilakukan benar, maka ia akan tetap berpegang teguh kendati harus berseberangan dengan pihak lain. Sebelum menjadi hakim, Anisah sempat menjadi aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM). Waktu itu dia aktif berkampanye menyuarakan kebebasan memperoleh informasi. Dia tergabung dalam Koalisi Masyarakat untuk Informasi Publik, bersama dengan Indonesia Centre for Enviromental Law (ICEL) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Kegiatan itu dijalaninya usai menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI). Pengalaman menjalani aktivitas di LSM memberi bekal penting dalam kariernya sebagai hakim. Dia bersyukur bisa menikmati dunia gerakan sosial itu. Anisah mengaku banyak mengambil semangat LSM, antara lain independensi dan kreativitasnya. Saat bekerja di NGO, dia harus kreatif merumuskan program untuk bisa berkampanye secara tepat, menyusun naskah akademik hingga melakukan lobi ke pemangku kepentingan. Karena pengalaman itu pula dia menjadi hakim yang berbicara terbuka dan terlihat tidak terlalu birokratis. Dia menyampaikan secara terbuka perbedaan pendapatnya dengan hakim lain. Jika tidak menemukan titik temu, Anisah tak segan memberi dissenting opinion, berbeda pendapat dengan hakim yang lainnya. “Kalau saya melihat dari hukum materiil, majelis lain dari hukum formil. Jadi beda pendapat sesuatu yang biasa. Bukan sesuatu yang aneh, kita anggap biasa,” ujarnya. Anisah yakin dengan keputusan yang diambil, karena ada mekanisme pengadilan banding jika ada pihak yang tidak puas dengan putusannya. Menurut Anisah, ini salah satu karakter warisan dari dunia aktivis, kuat dalam berpendirian. “Saya merasa, saya seperti ini, bisa bersikap seperti ini karena saya dulu di NGO. Tapi, saya tidak bisa menggambarkan secara riil, sebenarnya apa yang menyebabkan saya terlihat sebagai alumni masyarakat sipil ini,” ujar lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1999 ini. Kisah selengkapnya bagaimana perjalanan hidup Anisah Shofiawati dan hakim-hakim lainnya, dapat dibaca dalam buku hakim progresif yang akan diterbitkan Komisi Yudisial. KOMPARASI Profil Singkat Komisi Yudisial di Maroko, Mesir, Yordania, Libanon, dan Palestina Mengenal Komisi Yudisial di Bumi Arab Muhamad Ilham S ebagaimana telah diulas pada beberapa edisi sebelumnya, perkembangan lembaga seperti Komisi Yudisial terus dilaporkan dan dipantau oleh berbagai lembaga internasional. Monitoring itu berjalan setelah pada April 2004 sebuah working group yang disponsori oleh dana bantuan Amerika Serikat (IFES), melakukan penelitian terhadap tren dan model Komisi Yudisial yang berkembang di Eropa Barat dan Amerika Latin dengan judul “Global Best Practices:Judicial Councils Lessons Learned from Europe and Latin America”. Penelitian yang dikomandoi oleh Violaine Autheman dan Sandra Elena tersebut dilakukan di 35 negara Eropa Barat dan Amerika Latin. Pada November 2008, dua akademisi dari working group tersebut yang bernama Nuno Garoupa dan Tom Ginsburg dari Chicago University melakukan penelitian kedua berjudul “Guarding the Guardians:Judicial Councils and Judicial Independence”. Penelitian ini ditujukan untuk memotret perkembangan dan bukti empirik praktik lembaga seperti Komisi Yudisial di 121 negara dari sepuluh kawasan seperti Sub Sahara Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara, Oceania, Timur Tengah/ Afrika Utara, Amerika Latin, Karibia, Eropa Timur, dan Eropa Barat. Sementara itu, tidak banyak diketahui bahwa pada tahun yang sama (2008), lembaga federasi HAM internasional yang menamakan diri International Federation for Human Rights (FIDH) menyelenggarakan sebuah konferensi internasional yang dihadiri oleh berbagai negara Timur Tengah dengan mengangkat tema Judicial Councils Reforms for an Independent Judiciary. Konferensi yang mengambil pembelajaran dari berbagai negara seperti Maroko, Mesir, Libanon, Yordania, dan Palestina ini memfokuskan pembahasannya pada perkembangan dan reformasi Komisi Yudisial di masing-masing negara. Sebagaimana ciri negara berkembang yang banyak mengadopsi cara-cara mapan negara di Eropa, sejumlah negara di Timur Tengah memandang kehadiran Komisi Yudisial sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi peradilan mereka, dasar yang sama dengan Indonesia. Dari konferensi tersebut dapat dipetakan tipologi masing-masing Komisi Yudisial di kawasan Timur Tengah. Apabila dibandingkan dari sisi dasar hukum, Maroko, Mesir, dan Palestina memiliki kemiripan dengan Indonesia. Kedudukan Komisi Yudisial di masing-masing negara itu diatur dengan konstitusi dan undang-undang. Sementara dari segi komposisi keanggotaan, Komisi Yudisial negara-negara Timur Tengah mayoritas berasal dari kalangan hakim. Dari aspek ini sedikit sekali negara yang sama persis perbandingannya dengan Indonesia. Hanya Yordania yang memiliki kemiripan karena mempunyai jumlah anggota Komisi Yudisial sebanyak tujuh orang. Namun semuanya berasal dari unsur hakim. Berbeda dengan Indonesia yang komposisi keanggotaan Komisi Yudisial sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2011 terdiri dari dua orang mantan hakim, dua orang praktisi hukum, dua orang akademisi hukum, dan seorang anggota masyarakat. Komisi Yudisial di Timur Tengah pada dasarnya memiliki tugas terkait seleksi, proses mutasi-promosi, dan proses disiplin atas hakim. Dalam konteks seleksi hakim, hanya sedikit negara yang Komisi Yudisialnya memiliki peran dominan, salah satunya Komisi Yudisial Palestina. Berbanding lurus dengan proses seleksi hakim, proses promosi dan proses disiplin atas hakim juga tidak banyak negara yang Komisi Yudisialnya berperan optimal. Peran dalam seleksi, proses disiplin, dan promosi hakim di negara-negara Timur Tengah lebih didominasi pihak eksekutif. Dalam konteks dari tiga tugas tersebut peran Komisi Yudisial Indonesia bisa dibilang lebih kuat terutama dalam proses seleksi dan disiplin atas hakim. Dalam dua wewenang tersebut di Indonesia, eksekutif hanya menjalankan fungsi administrasi. Hal berbeda justru terdapat dalam proses mutasi hakim. Rata-rata Komisi Yudisial di negara Timur Tengah justru memiliki peran dominan dalam dua tugas ini. Di Libanon misalnya, apabila dalam proses mutasi hakim terdapat ketidaksepakatan dari eksekutif, maka EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 43 KOMPARASI Komisi Yudisial Libanon dapat tidak mengindahkan, karena mereka lebih berwenang di bidang tersebut. Bahkan di Yordania dan Palestina, Komisi Yudisial di sana mempunyai wewenang penuh untuk melakukan mutasi hakim. Dalam hal manajemen dan otonomi keuangan, Indonesia juga sedikit lebih beruntung. Maroko, Yordania, dan Libanon tidak memiliki kemandirian manajemen dan pos anggaran. Hal ini tentu berbeda dengan Indonesia yang Komisi Yudisialnya memiliki sekretariat jenderal sendiri untuk menjalankan fungsi manajemen dan pos anggaran sendiri dalam APBN. Dari segi kemandirian manajemen dan anggaran ini hanya Mesir yang posisinya kuat karena memiliki pos anggaran tersendiri. Dalam laporannya, FIDH tak sekadar membedakan tipologi dari Komisi Yudisial di kawasan Timur Tengah. Laporan hasil konferensi juga menginformasikan bahwa proses reformasi terus berjalan bukan hanya pada dunia peradilan di masing-masing negara, tetapi juga pada Komisi Yudisialnya. Itu pula yang menjadi hasil utama dari konferensi. Sehingga dicapai kesepakatan diantara negara-negara tersebut untuk diformulasikan dalam suatu kesimpulan, bahwa untuk tetap menjaga independensi peradilan maka proses reformasi terhadap pilar penjaganya yakni Komisi Yudisial harus tetap dijamin. Tipologi Komisi Yudisial di Timur Tengah Kewenangan (berhubungan langsung dengan hakim) 44 Otonomi Manajemen dan Keuangan Negara Dasar Hukum Komposisi Maroko Berdarkan konstitusi dan undang-undang 6 orang dipilih dan 4 orang ex officio dari unsur hakim Sebagian besar dari kalangan hakim namun tidak semua diseleksi Seleksi berdasarkan persaingan yang sehat Peran eksekutif lebih dominan dalam proses seleksi KY dapat mengusulkan mutasi KY hanya diberi porsi konsultasi atau setidak-tidaknya diinformasikan Proses didominasi oleh eksekutif Tidak memiliki kemandirian manajemen dan keuangan Tidak memiliki kode etik hakim Dibentuk berdasarkan undang-undang yang diusulkan eksekutif Mesir Berdasarkan konstitusi dan undang-undang Sebagian besar dari kalangan hakim namun tidak semua diseleksi Ketua KY ditunjuk oleh Presiden Hakim ditunjuk berdasarkan keputusan presiden tidak berdasarkan seleksi Berbagi peran dengan eksekutif, tapi persetujuan KY sangat penting Berbagi peran dengan eksekutif, tapi persetujuan KY sangat penting Proses pengawasan dilaporkan kepada eksekutif Komite disiplin beranggotakan para hakim Memiliki pos anggaran sendiri Tidak memiliki kode etik hakim Yordania Tidak ada di konstitusi. Dibentuk oleh undang-undang 7 orang anggota, seluruhnya hakim KY memilih hakim dengan rekomendasi dari eksekutif KY memiliki kewenangan penuh dalam proses mutasi KYmenentukan promosi atas laporan dari eksekutif Proses pengawasan dilaporkan kepada eksekutif Komite disiplin beranggotakan anggota KY Tidak memiliki kemandirian manajemen dan keuangan Kode etik disusun oleh para hakim dan dipublikasikan tahun 2005 Libanon Tidak ada di konstitusi, namun berada dalam salah satu klausul dalam undang-undang 10 orang Hakim, 8 orang ditunjuk oleh eksekutif dan 2 orang melalui proses pemilihan Seleksi berdasarkan persaingan yang sehat KY memiliki peran konsultasi dalam proses pemilihan Dalam hal terjadi ketidaksepakatan dengan eksekutif, KY lebih berwenang KY hanya memiliki peran konsultasi Proses dilakukan oleh para hakim dengan supervisi dari eksekutif Tidak memiliki kemandirian manajemen dan keuangan Kode etik disusun oleh para hakim dan diratifikasi oleh eksekutif Palestina Berdasarkan konstitusi dan undang-undang sendiri 8 dari 9 anggota merupakan hakim Tidak seluruh hakim melalui pemilihan KY menyeleksi hakim, eksekutif yang melakukan penunjukannya KY memiliki kewenangan penuh KY menyeleksi promosi hakim, eksekutif yang melakukan penunjukannya KY melakukan supervisi atas prosesnya Memiliki kode etik hakim KY mengevaluasi dan melakukan kontrol atas anggaran peradilan EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 Seleksi dan Pemilihan Mutasi Promosi Disiplin INTERNASIONAL Gagal Prediksi Gempa, Dihukum Enam Tahun Penjara Prasita Tidak seorang pun bisa membuat predikasi akurat tentang gempa. Tetapi di Italia, ilmuwan dihukum karena memberikan informasi yang tidak benar tentang gempa. tetap tinggal karena mempercayai prediksi dari lembaga itu. Namun para terdakwa berdalih tidak ada cara yang akurat dan tak seorang pun bisa memastikan terjadinya gempa besar. Proses pengadilan yang telah berlangsung sejak September 2011 diakhiri dengan pembacaan putusan Menuai Protes cdsweb.cern.ch E nam orang ilmuwan Italia beserta satu orang pejabat pemerintah divonis enam tahun penjara terkait dengan kejadian gempa tahun 2009 yang mengguncang kota L’Aquila, Italia. Tujuh orang yang bekerja pada National Commission for the Forecast and Prevention of Major Risk tersebut dianggap bersalah atas hilangnya 309 nyawa dalam gempa bumi berkekuatan 6,3 skala Richter itu. Di antara para ilmuwan yang terbelit kasus tersebut, terdapat ahli gempa dan geologi yang memiliki reputasi di level internasional. Dalam pengadilan wilayah, jaksa mengemukakan bahwa para terdakwa telah memberikan informasi yang tidak akurat, tidak lengkap dan kontradiktif tentang getaran yang terjadi sebelum gempa. Selama 4 bulan sebelum terjadinya gempa besar, memang telah terjadi 400 kali getaran yang mengguncang kota itu. Para peneliti lokal pun telah memperingatkan risiko terjadinya gempa besar. Namun setelah dilakukan rapat, salah seorang ilmuwan melalui konferensi pers menyatakan bahwa situasi saat itu normal dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Salah satu saksi yang ayahnya menjadi korban gempa mengungkapkan bagaimana ayahnya memutuskan untuk 7,8 juta Euro dan seumur hidup dilarang untuk menduduki jabatan publik. Salah seorang pengacara terdakwa, Marcello Petrelli, mengatakan bahwa putusan tersebut sangat tergesa-gesa dan sulit untuk dipahami. Pengacara para terdakwa bersepakat mereka akan mengajukan banding. Para ilmuwan ini akan tetap bebas selama proses banding dilakukan. Luciano Maiani oleh hakim Marco Billi pada akhir Oktober lalu. Hakim memutus ketujuh orang tersebut dipenjara selama enam tahun, dua tahun lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Selain itu, mereka diperintahkan untuk membayar kompensasi sebesar Kejadian yang menimpa para ilmuwan Italia ini sempat menggemparkan komunitas ilmiah internasional. Beberapa ilmuwan mengkhawatirkan kasus tersebut dapat menghalangi ilmuwan lain untuk menyebarluaskan pengetahuan yang dimilikinya karena takut berhadapan dengan tuntutan hukum. Luciano Maiani, ilmuwan yang memimpin National Commission for the Forecast and Prevention of Major Risk, mengundurkan diri setelah vonis hakim tersebut dibacakan. Menurut Luciano, kriminalisasi tersebut menandai berakhirnya peran para akademisi dan profesional terhadap negara. Karena tak mungkin untuk memberi saran dan pertimbangan secara profesional kepada negara dengan sistem hukum yang seperti itu. Selain Maiani, Mauro Dolce, direktur lembaga yang mengawasi ancaman gunung berapi dan gempa bumi juga menyatakan pengunduran dirinya sebagai bentuk protes terhadap putusan hakim atas kasus tersebut. (Sumber: BBC, CNN, The Guardian) EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 45 RESENSI Praktik-praktik penyelewengan dalam penegakan hukum seperti proses peradilan yang diskriminatif, jual-beli putusan hakim, atau tebang pilih kasus merupakan realitas di negara ini. Dampak dari penyelewengan hukum tersebut adalah hilangnya rasa hormat dan timbulnya ketidakpercayaan terhadap aparat penegak hukum. Sehingga membuat masyarakat mencari keadilan sendiri. Praktik-praktik main hakim sendiri merupakan refleksi dari gagalnya hukum ditegakkan. P ersoalan hukum seperti disebutk an merupak an satu rangkaian yang tidak terpisahkan.Artinya tidak ada persoalan hukum yang terjadi disebabkan faktor tunggal. Ada rangkaianpersoalan yang saling terhubung sehingga keadilan tidak tercipta dengan semestinya ditangan para aparatnya. Inilah sistem hukum, ketika sub sistem tidak berjalan secara benar maka akan berpengaruh pada sub sistem yang lain sehingga secara keseluruhan terjadi penyimpangan dalam bekerjanya sistem hukum tersebut. M e n u r u t Fr i e d m a n a d a tigakerangka teoritis yang dapat menjelaskan bekerjanya sistem hukum dalam masyarakat. Ketiganya adalah substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Substansi hukum mencakup produk kebijakan 46 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 Ada Apa dengan ? Hukum di Indonesia Imran Tenaga Ahli Komisi Yudisial Judul Buku : Penyusun : Tebal Halaman : Penerbit : Tahun terbit : Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia Komisi Yudisial xiv + 353 Komisi Yudisial 2012 dari lembaga negara. Struktur hukum menyangkut aparat yang bekerja untuk menegakkan hukum. Sedangkan budaya hukum menyangkut bagaimana hukum dilaksanakan, dihindari ataupun disalahgunakan. Ketiga subsistem ini saling berpengaruh. Untuk mengefektifkan bekerjanya hukum dalam masyarakat ketiga subsistem tersebut harus diperbaiki secara menyeluruh bukan parsial. Ketiga sub sistem tersebut membentuk apa yang disebut dengan sistem hukum. Dalam konteks ke-Indonesiaan pembaruan sistem hukummenjadi penting karena banyaknya persoalan yang terjadi pada aparat-aparat penegak hukum mulai dari polisi, jaksa, pengadilan hingga lembaga pemasyarakatan. Persoalan ini terus saja terjadi karena tidak ada upaya serius untuk melakukan pembaruan sistem hukum tersebut. Di sisi lain pembaruan tersebut dilakukan karena adanya perubahan sosial ke masyarakat menyangkut nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat sehingga perubahan tersebut tidak menjadi anarkis, disebabkan tidak adanya kerangka yang membatasinya. Persoalan tersebut dimulai dari perumusan peraturan perundang-undangan yang sarat dengan kepentingan-kepentingan tertentu baik yang bersifat internal maupun eksternal (hal.58). Selain itu perumusan suatu kebijakan hukum hanya kuat secara yuridis semata,sedangkan filosofis dan sosiologisnya seringkali diabaikan (hal.97). Padahal perumusan peraturan perundang-undangan merupakan hasil kristalisasi nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakatserta persepsi tentang keadilan yang diinginkan oleh masyarakat. Oleh karena itu untuk mencegah celah yang besar antara keinginan penguasa dengan kemauan masyarakat perlu dibuka ruang publik yang besar untuk memperbincangkan banyak isu nasional. Hasil wacana bisa dikomunikasikan secara terencana dan negosiatif untuk mempengaruhi pengambilan kata putus oleh pejabat pemerintah (hal.15). Ketika perumusan perundangan-undangan dilakukan dengan cara dan tindakan yang tidak melibatkan partisipasi publik maka akan mengakibatkan munculnya ketimpangan dalam pelaksanaannya di lapangan. Hal ini sering tidak disadari oleh para pembentuk hukum, yang tidak melihat bahwa hukum bukan hanya peraturan, melainkan juga bangunan ide, kultur dan cita-cita. Ketika hukum hanya dipandang sebagai peraturan dan prosedur maka keberadaannya hanya bersifat mekanis semata tanpa ruh. Akibatnya kemudian memiliki korelasi dalam implementasinya oleh lembaga-lembaga hukum, yang bertindak diskriminatif, menyuguhkan kekerasan dan tidak sensitif gender (hal.59). Di sisi yang lain suburnya judicial corruption di lembaga-lembaga penegak hukum juga disebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia baik secara intelektual maupun spritual, birokrasi yang berjenjang, pengawasan internal yang sangat lemah serta rendahnya integritas pimpinan lembaga-lembaga penegak hukum yang membuat terpuruknya penegakan hukum. Selain persoalan peraturan perundang-undangan dan aparatnya, budaya hukum juga dapat memberikan gambaran yang konkret tentang kondisi hukum dalam masyarakat. Dalam prespektif budaya hukum, efektifitas sistem hukum dapat terjadi apabila tingkah laku manusia di dalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam peraturan hukum yang berlaku. Oleh karena itu antara perumusan aturan hukum dan pelaksanaan oleh aparatnya akan berdampak pada budaya hukum masyarakat. Ketika terjadi ketidakadilan dalam pelaksanaan hukum, maka dalam tingkatan yang praktis akan memunculkan persepsi dan tindakan yang tidak sesuai dengan cita-cita hukum tersebut, hukum akan dipersepsikan negatif. Hal ini dapat dilihat dari begitu seringnya masyarakat main hakim sendiri karena ketidakmampuan aparatnya memberikan rasa keadilan bagi masyarakat sehingga masyarakat mencari model penyelesaian hukumnya sendiri. Budaya hukum adalah cermin identitas dan sekaligus sumber refleksi, sumber abstraksi yang terwujud dalam nilai-nilai yang terkandung dalam setiap produk hukum dan terlembagakan dalam setiap institusi hukum, dalam produk substansi hukum dan juga terbentuk dalam sikap dan perilaku setiap pejabat atau aparat dan pegawai yang bekerja di bidang hukum serta para pencari keadilan dan warga masyarakat pada umumnya. Budaya hukum juga mempengaruhi cara kerja para pemimpin dan mekanisme kepemimpinan hukum dalam praktik (hal.39). Membaca buku “ D i a l e k t i k a Pe m b a r u a n Sistem Hukum Indonesia” yang diterbitkan Komisi Yudisial, kita akan dibawa kearah perdebatan teoritis tentang hukum dengan segala dinamikanya.Buku ini terdiri dari lima bab, ditulis oleh para pakar dalam bidangnya. Walaupun nuansa buku sangat kental dengan hal yang teoritis namun ada juga tulisan yang ingin menampilkan realitas penegakan hukum di negeri ini, sebagai gambaran dari begitu problematisnya penegakan hukum di negeri ini. Terkesan penerbitan buku ini untuk memberikan gambaran yang utuh terhadap para pembaca. Simpul-simpul permasalahan dari sistem hukum yang ada di Indonesia serta pembaruan seperti apa yang harusnya dilakukan oleh para pengambil kebijakan di negeri ini dalam merespon begitu kompleksnya permasalahan hukum yang dihadapi oleh bangsa ini. Buku ini sangat menarik untuk dijadikan referensi pengetahuan bukan saja para akademisi namun juga bagi praktisi. Ada keinginan yang kuat dari penulisan buku ini, yaitupembaruan sistem hukum harus diletakkan dalam konteks struktur keadilan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan. Jika strukturnya sangat timpang secara hierarkis maka niscaya yang akan ditegakkan bukanlah hukum yang berkeadilan melainkan hanya sekedar onggokan teks hukum yang bersifat formalistik dan mekanistik belaka. EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 47 KONSULTASI HUKUM Conflict of Interest Pertanyaan: Redaksi yang terhormat, Pertanyaan saya ada kaitannya dengan pertanyaan pada rubrik Konsultasi Hukum edisi lalu tentang whistle blower dan justice collaborator, yang erat kaitannya dengan pemberantasan korupsi. Pertanyaan kali ini mengenai conflict of interest yang dikatakan sebagai suatu konsep anti korupsi fundamental. Apakah konsep anti korupsi fundamental itu sudah dilaksanakan di Indonesia? Bagaimana hasilnya? Mengenai pertanyaan pada rubrik Konsultasi Hukum edisi lalu yang telah dijawab, saya dan teman-teman diskusi mengucapkan terima kasih kepada redaksi. Wira, Sukabumi Jawaban: Pertanyaan saudara sangat bagus dan perlu disimak dengan teliti. Istilah conflict of interest ini mempunyai banyak pengertian, tidak hanya terbatas pada perbuatan korupsi. Namun, dalam menjawab pertanyaan saudara, saya memfokuskan hanya pada conflict of interest yang berkaitan dengan pidana korupsi. Salah satu penyebab utama dari tindak pidana korupsi adalah conflict of interest yang terjadi pada penyelenggara negara. Dalam Undang-Undang 48 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN dirumuskan, bahwa yang dimaksud dengan penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggara negara sesuai perundangan-undangan yang berlaku. Lalu mengapa conflict of interest menjadi sebab terjadinya korupsi? Atau A.J. Day, S.H Tenaga Ahli Komisi Yudisial sesuai pertanyaan saudara sebagai konsep dasar anti korupsi? Para pakar berpendapat, antara lain Tim Lankester dari Oxford University, bahwa conflict of interest sudah terjadi sejak adanya public administration. Yang dimaksud oleh Tim adalah conflict of interest di luar private sector. Tim Lankester selanjutnya mengatakan dilihat dari kacamata modern barat, conflict of interest merupakan akar penyalahgunaan wewenang oleh para politisi dan pejabat publik untuk kepentingan pribadi. Kepentingan pribadi mereka tidak sesuai dengan tujuan dari pemerintah ataupun institusi yang mereka wakili sebagai pejabat negara. Konflik itu terjadi antara tugas dan kewenangan yang dimiliki dengan kepentingan pribadi pejabat bersangkutan. Jika tujuan atau kepentingan pribadi ini dicapai dengan penggunaan kewenangan yang ada pada pejabat tersebut, hal demikian disebut abuse of power atau menyalahgunakan kekuasaan. Oleh karena itu adalah mutlak untuk mengatasi penyalahgunaan wewenang dan kedudukan, dilakukan upaya-upaya secara terencana untuk menghilangkan adanya conflict of interest. Apabila upaya ini berhasil dengan baik maka tindak pidana korupsi akan dapat diminimalisir. Sebagai contoh sebut saja Singapura. Negara ini merupakan salah satu yang paling bersih dari korupsi. Usaha yang dilakukan Singapura adalah menyamarkan garis pembatas antara bisnis dengan pemerintahan. Ikatan antara politisi dan pejabat publik sangatlah erat. Hal ini ditunjang dengan hanya ada satu partai politik di Singapura. Semua negara yang telah berhasil menurunkan tingkat conflict of interest menunjukkan penurunan pada angka korupsinya. Sebaliknya pada negara-negara dimana terjadi abuse of power untuk kepentingan pribadi atau golongan, hal itu disebabkan belum teratasinya conflict of interest. Bagaimana dengan Indonesia? Menurut pakar, konsep conflict of interest di Indonesia belum terlalu dikenal sebagai salah satu penyebab timbulnya perbuatan koruptif. Tidak ada satu pun undang-undang yang mendefinisikan bahwa conflict of interest adalah penyebab perbuatan korupsi yang sekarang telah menyebar ke semua penyelenggara negara. Mengenai conflict of interest , hanya ada sepintas yang diatur di dalam perundang-undangan yaitu menyangkut badan usaha. KPK, dalam pelaksanaan tugasnya secara preventif telah menerbitkan buku panduan penanganan konflik kepentingan bagi penyelenggara negara. Dalam buku panduan tersebut secara rinci dijelaskan tentang apa yang dimaksud dengan konflik kepentingan yang terjadi di Indonesia dengan mengemukakan contoh-contoh kasus dalam bentuk tanya jawab. KPK juga telah menggunakan sarana seminar regional di Jakarta dimana sejumlah narasumber terkenal didatangkan dari luar negeri. Para pakar itu menyampaikan bahan perbandingan tentang penanganan konflik kepentingan di negara masing-masing. Semuanya telah dilakukan sejak KPK jilid 1, namun gemanya tidak sebesar yang terjadi saat KPK berusaha melakukan tindakan represif. Hal ini mungkin disebabkan karena KPK tertimpa prahara sejak KPK jilid 2 sehingga mengganggu kinerja, dan yang lebih hebat lagi adalah terungkapnya kasus-kasus korupsi yang lebih besar yang melibatkan para politisi terkemuka maupun pejabat negara sehingga KPK lebih memfokuskan diri pada tindakan represif ketimbang preventif. Dari uraian di atas, dengan meniru negara-negara lain yang berhasil menurunkan angka korupsi melalui penghilangan conflict of interest, maka hendaknya conflict of interest juga dijadikan perhatian utama negara kita. Masa reformasi seharusnya diawali dengan meninggalk an praktik-praktik orde baru dimana eksekutif terlalu berkuasa dan praktik KKN merajalela. Conflict of interest yang dipraktikkan oleh pejabat negara yang mempunyai kepentingan dalam usaha swasta yang ternyata menjadi sumber terjadinya korupsi seharusnya sudah mulai diatasi. Upaya pemberantasan korupsi selama era reformasi memang cukup signifikan, namun akar permasalahan berupa conflict of interest belum tersentuh secara memadai. Sebaliknya conflict of interest ini pada masa reformasi telah merambat ke daerah. Di pusat maupun di daerah dimana DPR atau DPRD semakin bertambah kewenangannya, maka conflict of interest ini juga semakin merambati DPR atau DPRD-nya. Bukan hanya itu, sistem peradilan mulai dari pelaksana, penyelidikan, penyidik, penuntutan, serta persidangan pengadilan, conflict of interest ini telah terlihat jelas. Tidak heran apabila terjadi korupsi pada bidang eksekutif yang selama ini juga telah terjadi di bidang legislatif, juga peradilan yang dikenal dengan mafia peradilan. Di masa yang akan datang, dan sebaiknya mulai sekarang ditingkatkan upaya-upaya menghilangkan conflict of interest dengan sistematis dan sungguh-sungguh. Sehingga seperti pada negara lain yang berhasil menghilangkan conflict of interest, tingkat korupsi di negara kita pun dapat diturunkan serendah mungkin. Demikianlah jawaban kami atas pertanyaan saudara mengenai conflict of interest sebagai suatu konsep fundamental anti korupsi. EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 49 KALEIDOSKOP KALEI 2012 DOSKOP KOMISI YUDISIAL Tahun 2012 dijalani dengan penuh dinamika bagi Komisi Yudisial. Ada banyak momen penting dan berharga yang tidak boleh dilupakan. Bahkan ada momen yang dapat dikategorikan sebagai sejarah yaitu tuntutan para hakim soal status dan kesejahteraannya. Rubrik Kaleidoskop 2012 Komisi Yudisial ini mencoba mengulas kembali secara sekilas momen-momen tersebut. ‘2012’ januari pebruari maret april mei junijuli agustus september oktober nopember desember 50 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 JANUARI 16 Keprihatinan Vonis Sendal Jepit Sebagai bentuk keprihatinan vonis sendal jepit, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyerahkan hasil investigasi terhadap kasus pencurian sandal jepit yang menimpa AAL di Palu. KPAI juga menyerahkan 50 sandal jepit yang merupakan sumbangan dari masyarakat sebagai bentuk dukungan terhadap AAL. Dokumen dan sandal tersebut diserahkan oleh Ketua KPAI Maria Ulfah Anshor kepada Komisi Yudisial yang diterima Wakil Ketua H. Imam Anshori Saleh, bertempat di ruang media, Lantai I Gedung KY Jalan Kramat Raya Nomor 57 Jakarta. JANUARI 31 Diskusi Forum Jurnalis Komisi Yudisial tentang Sistem Hukum Indonesia Sistem hukum di negara kita perlu dimodernisasi agar penegakan hukum dan keadilan yang saat ini berantakan bisa berjalan dengan lebih baik. Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap komisi-komisi negara merupakan satu indikasi bahwa sistem hukum kita perlu diperbaharui lagi. Demikian diungkapkan pakar hukum tata negara Jimly Asshidiqqie dalam diskusi Forum Jurnalis Komisi Yudisial (ForjuKY ) yang berlangsung di ruang media Komisi Yudisial. JANUARI 26-27 Regional Workshop on Judicial Integrity in Southeast Asia Penyelenggaraan workshop regional tentang integritas peradilan yang bertajuk “Regional Workshop on Judicial Integrity in Southeast Asia: Integrity-based Judicial Reform” diselenggarakan di Hotel Borobudur Jakarta. Peserta kegiatan ini adalah para hakim agung, Wakil Ketua dan Anggota Komisi Yudisial serta perwakilan dari hakim, akademisi, maupun pengamat hukum dan peradilan dari Indonesia maupun Asia Pasifik. Integritas peradilan merupakan syarat pokok suatu negara hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan demokrasi. Oleh karenanya masalah menjaga integritas peradilan menjadi masalah bersama. FEBRUARI 9 Majelis Hakim Agung Menetapkan Putusan Uji Materiil tentang KEPPH Majelis hakim agung yang diketuai Paulus Effendie Lotulung dalam putusannya Nomor 36P/Hum/2011 menyatakan butir 8.1, 8.2, 8.3, 8.4 serta butir-butir 10.1, 10.2, 10.3, dan 10.4 Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua MA dan Ketua KY tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lebih tinggi, yaitu Pasal 40 ayat (2) dan Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jo Pasal 34A ayat (4) UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 51 KALEIDOSKOP FEBRUARI 9-12 Rapat Kerja Komisi Yudisial Pimpinan Komisi Yudisial beserta jajaran sekretariat jenderal mengadakan rapat kerja tahun 2012 di Garage Hotel, Kuningan, Jawa Barat. Kegiatan Raker merupakan kegiatan rutin yang melibatkan seluruh jajaran pimpinan dan staf diselenggarakan sekali dalam setahun sebagai arena evaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan, pembahasan dan mempertajam program kerja yang akan datang, serta merancang jadwal pelaksanaan kegiatan berdasarkan program kerja yang telah disusun. MARET 8 Kerja sama Komisi Yudisial dengan 34 Fakultas Hukum Komisi Yudisial melakukan kerja sama dengan 34 fakultas hukum se -Indonesia. Lingkup kerja sama ini ialah melakukan penelitian bersama sesuai dengan tema atau topik yang disepakati para pihak, menyelenggarakan pertemuan ilmiah dalam bentuk seminar, stadium general, diskusi, workshop/lokakarya yang diharapkan bermanfaat bagi kepentingan para pihak, lembaga peradilan dan masyarakat, pendidikan dan pelatihan para pihak, penerbitan buku dan jurnal ilmiah secara berkala, sosialisasi dan pertukaran informasi dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi lembaga, serta program lain yang dianggap perlu dan disepakati para pihak. 52 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 FEBRUARI 20 Rapat Perdana Tim Penghubung dan Tim Asistensi KY-MA di Kantor KY Tim Penghubung dan Tim Asistensi Komisi Yudisial-Mahkamah Agung dibentuk untuk merumuskan berbagai hal yang berkaitan dengan irisan tugas kedua lembaga. Ada empat isu penting yang dibahas tim ini yaitu panduan penegakan kode etik dan pedoman perilaku hakim, tata cara pemeriksaan bersama, tata cara pembentukan, tata kerja, dan tata cara pengambilan keputusan majelis kehormatan hakim, serta seleksi pengangkatan hakim. MARET 21 Penyampaian Hasil Eksaminasi Publik tentang Putusan Uji Materiil MA Tim eksaminasi putusan Mahkamah Agung Nomor 36 P/HUM/2011 Tahun 2012 tentang Keputusan Bersama Ketua MA dan KY tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang terdiri dari Koodinator Indonesia Court Monitoring (ICM) Tri Wahyu, Dosen FH Unibraw M. Ali Safaat, Dosen FH Unpas Anthon F. Susanto, Dosen FH UGM Fajrul Falaakh dan Oce Madril, serta advokat senior Kamal Firdaus menyerahkan hasil kajian mereka ke Komisi Yudisial. Majelis eksaminasi menilai putusan tersebut secara etis tidak mendasar, secara yuridis lemah dan menunjukkan kekacuan penalaran majelis hakim. MARET 29 Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum Belanda Kunjungi Komisi Yudisial Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum Belanda Mr. Joris Demmink mengunjungi Komisi Yudisial. Kunjungan ini ditujukan untuk memperkuat hubungan antara Indonesia dan Belanda, lebih khusus di bidang hukum. Pemerintah Belanda berharap bisa mewujudkan kerja sama dengan Komisi Yudisial dalam rangka membangun sinergi positif antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Demmink didampingi oleh Wakil Duta Besar Belanda untuk Indonesia dan beberapa staf termasuk Direktur Kerjasama Internasional Kedutaan Belanda. Mereka diterima Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman, didampingi oleh Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Ibrahim, dan Juru Bicara Asep Rahmat Fajar. APRIL 9 Hakim Datangi Komisi Yudisial Menuntut Perbaikan Status dan Kesejahteraan Para hakim yang datang berasal dari lingkungan peradilan umum, agama, dan TUN dari hampir seluruh wilayah Indonesia. Kedatangan mereka bertujuan melakukan dialog mengenai isu kesejahteraan hakim. Martha Satria Putra, hakim PTUN Palangkaraya sebagai juru bicara para hakim, dalam pertemuan itu mengatakan mereka menuntut hak-hak konstitusional hakim sebagai pejabat negara yaitu jaminan keamanan, protokoler, gaji, dan tunjangan. APRIL 2 Kunjungan Bangladesh Judicial Service Commision Komisi Yudisial Bangladesh atau Bangladesh Judicial Service Commision melakukan kunjungan kerja ke Komisi Yudisial Republik Indonesia. Rombongan Bangladesh Judicial Service Commision terdiri dari lima orang dipimpin oleh Ketuanya Surendra Kumar Sinha. Mereka diterima oleh Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman didampingi Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Ibrahim serta pejabat eselon I dan II. Pertemuan tersebut menjadi ajang tukar pengalaman pelaksanaan kewenangan dan tugas antara Bangladesh Judicial Service Commision dengan Komisi Yudisial Indonesia. APRIL 23 Tahap Wawancara Terbuka Seleksi Calon Hakim Agung 2011-2012 Tahap wawancara terbuka seleksi calon hakim agung 2011-2012 diikuti 45 calon hakim agung. Komposisinya, 10 orang berasal dari non karir dan 35 orang berasal dari unsur karir. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam proses seleksi calon hakim agung. Wawancara terbuka berakhir pada 3 Mei 2012. Setelah itu, Komisi Yudisial memutuskan calon hakim agung yang lulus tahapan seleksi akhir ini untuk diusulkan ke DPR. Sebagai pejabat negara hakim tidak memperoleh fasilitas seperti biasanya diterima seorang pejabat negara. Kemudian, sebagai PNS hakim juga tidak menerima kenaikan gaji berkala yang selalu diterima PNS lain tiap tahun. EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 53 KALEIDOSKOP MEI 14 Penyerahan Hasil Seleksi Calon Hakim Agung 2011-2012 ke DPR Komisi Yudisial menyerahkan 12 nama calon hakim agung yang lulus seleksi tahap akhir kepada DPR. Dari 12 CHA tersebut, tidak ada satu calon pun yang berasal dari non karier untuk menjalani fit and proper test yang dilakukan DPR. Penyerahan nama tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial menyatakan bahwa Komisi Yudisial menetapkan dan mengajukan tiga calon hakim agung kepada DPR untuk setiap satu lowongan hakim agung dengan tembusan disampaikan kepada Presiden. MEI 29 Kunjungan Kerja Komisi Yudisial ke Korea Selatan dan Turki Komisi Yudisial bertolak ke Korea Selatan dan Turki guna melakukan studi banding terkait sistem seleksi pengangkatan hakim (termasuk seleksi calon hakim agung), pendidikan dan peningkatan kapasitas hakim, serta pengawasan hakim. Di Korea Selatan, tim yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman dan Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Taufiqurrohman Syahuri berkunjung ke Kementerian Administrasi Peradilan Nasional (Minister of National Court Administration) dan Pusat Penelitian dan Pelatihan Peradilan (Judicial Research and Training Institute). Di Turki, Komisi Yudisial mendatangi Akademi Kehakiman Turki(Justice Academy of Turkey) dan The High Council of Judges and Prosecutors(HCJP). 54 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 MEI 22 Kunjungan Chief Executive Judicial Commission of New South Wales Chief Executive Judicial Commission of New South Wales Ernest Schmatt melakukan kunjungan kedua kalinya ke Komisi Yudisial. Sebelumnya, April 2006, Schmatt telah berkesempatan mengunjungi Komisi Yudisial. Dalam kunjungan kali ini, dialog yang terjadi antara Schmatt dengan para anggota Komisi Yudisial banyak membicarakan tentang pelaksanaan investigasi, mencapai konsistensi dalam penjatuhan pidana, serta program pendidikan dan pelatihan kepada hakim. Schmatt beserta Murali Sagi (Director Information Management and Corporate Services Judicial Commission of New South Wales) juga berkesempatan mempresentasikan keunggulanJudicial Information Research System (Sistem Riset Informasi Yudisial/JIRS). JUNI 18 Penandatanganan Nota Kesepahaman Komisi Yudisial dengan Ormas Keagamaan Komisi Yudisial menjalin kerja sama dengan enam organisasi keagamaan yaitu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), dan Perwalian Umat Budha Indonesia (Walubi). Ketua Komisi Yudisial, Eman Suparman, mengatakan tujuan penandatanganan MoU ini agar fungsi pengawasan yang dijalankan Komisi Yudisial lebih optimal. Menurutnya, organisasi keagamaan mempunyai peran dalam mengawal integritas moral para hakim dari sisi keagamaan/keimanan. JUNI 21-22 Penjaringan dalam rangka Seleksi Calon Hakim Agung Periode II Tahun 2012 Komisi Yudisial kembali menggelar seleksi calon hakim agung di tahun 2012. Seleksi kali ini untuk menggantikan empat hakim agung yang akan pensiun hingga Januari 2013 dan satu hakim agung untuk melengkapi kekurangan seleksi sebelumnya. Empat hakim agung yang akan pensiun pada semester II 2012 terdiri dari satu hakim agung kamar perdata, satu hakim agung kamar tata usaha negara, dan dua hakim agung kamar pidana. Sementara kekurangan hasil seleksi sebelumnya -semester I 2012- berasal dari kamar pidana. Saat masa pendaftaran Komisi Yudisial melaksanakan sosialisasi dan penjaringan calon hakim agung di kota Banda Aceh, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Ambon. JULI 10 Sidang Majelis Kehormatan Hakim Dua orang hakim berinisial PS dan ABS mendapatkan sanksi dari Majelis Kehormatan Hakim akibat bertemu dengan kuasa hukum salah satu pihak yang perkaranya ditangani mereka. Hal tersebut melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Hakim PS telah melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim huruf C butir 1.2.2, butir 2.1.1, butir 2.2.1, butir 3.2.2, butir 5.1.3, butir 5.1.4, dan butir 7.1. Sementara hakim ABS telah melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim huruf C butir 1.2.(2), butir 2.1.(1), butir 2.2.(1), butir 3.1.(1), butir 5.1.2, butir 5.1.7, butir 6.1, butir 7.1 dan butir 9.1. JUNI 26 Penilaian WTP untuk Penyajian Laporan Keuangan Komisi Yudisial oleh BPK Badan Pemeriksa Keuangan pada tahun ini kembali memberikan opini tertinggi dalam pengelolaan anggaran yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) bagi Komisi Yudisial. Opini ini merupakan yang kelima kali secara berturut-turut diperoleh Komisi Yudisial. Anggota I BPK RI Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan Komisi Yudisial telah memenuhi kriteria berdasarkan empat aspek pemeriksaan, yaitu: kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. JULI 17 Penandatanganan Nota Kesepahaman Komisi Yudisial dengan Ormas Kepemudaan Komisi Yudisial menjalin kerja sama dengan tujuh organisasi kepemudaan (OKP) dalam rangka memperluas dukungan terhadap peradilan bersih di Indonesia. Ketujuh OKP tersebut adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), Persatuan Pelajar Islam (PPI), Gerakan Pemuda Indonesia (GPI), dan Generasi Muda Budhis Indonesia (GMBI). Penandatanganan kerja sama dilakukan oleh Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial, Muzayyin Mahbub, dengan masing-masing ketua OKP. EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 55 KALEIDOSKOP JULI 17 Pelaksanaan Diskusi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim di Banjarmasin Dalam kegiatan ini Ketua Komisi Yudisial Eman Suparmanmengatakan peningkatan kapasitas hakim bukan hanya melalui lembaga formal yang ada di Mahkamah Agung saja tapi juga melalui kerja sama dengan pihak lain. Komisi Yudisial sedang mencari formula bagaimana Mahkamah Agung melalui usulan Komisi Yudisial dapat mengirimkan hakim yang berprestasi ke luar negeri untuk dididik di lembaga yang kompeten untuk peningkatan kapasitas hakim. AGUSTUS 14 Peringatan HUT ke-8 Komisi Yudisial Acara puncak peringatan HUT ke-8 Komisi Yudisial diisi dengan diskusi publik bertema “Independensi dan Akuntabilitas Hakim dalam Memutus Perkara: Tinjauan Etik dan Hukum”. Ada lima pembicara dalam diskusi ini. Mewakili unsur hakim dimunculkan hakim agung Salman Luthan dan Surya Jaya. Dari unsur Komisi Yudisial diwakili oleh Jaja Ahmad Jayus, Ketua Bidang SDM dan Litbang. Mewakili unsur akademisi tampil Reza Indragiri Amriel, dosen psikologi forensik Universitas Bina Nusantara. Tak ketinggalan Nasaruddin Umar, Wakil Menteri Agama juga ikut berargumen di atas panggung mewakili unsur keagamaan. Diskusi ini dimoderatori Asep Rahmat Fajar, Juru Bicara Komisi Yudisial. 56 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 AGUSTUS 1-2 Proses Seleksi Kualitas Calon Hakim Agung Periode II 2012 78 CHA yang mengikuti tahap II seleksi calon hakim agung (SCHA) 2012. Rangkaian SCHA tahap II adalah pembuatan karya tulis di tempat, legal case I (kasus Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim), legal case II (membuat contoh putusan hakim), dan penilaian karya profesi masing-masing calon. Berbeda dengan seleksi sebelumnya, pelaksanaan tes legal case kali ini diselenggarakan dua kali dengan tema soal yang berbeda. SEPTEMBER 12-14 Pelatihan Tematik Tindak Pidana Khusus bagi Hakim Tinggi di Medan Sebagai wujud komitmen Komisi Yudisial dalam meningkatkan kapasitas hakim diselenggarakan pelatihan tematik tindak pidana khusus untuk para hakim tinggi. Pelatihan ini diselenggarakan di hotel Aston, Medan. Pelatihan tematik tindak pidana khusus ini diikuti 35 hakim tinggi dari Medan, Jakarta, Banda Aceh, Bandung, Bangka Belitung, Banten, Bengkulu, Padang, Palembang, Pekanbaru, Pontianak, Tanjung Karang, Yogyakarta dan Semarang. SEPTEMBER 14-22 Kunjungan Kerja ke Italia dan Perancis Kunjungan kerja ke Italia dan Perancis diselenggarakan guna membuka hubungan kerja sama dan mengetahui sejauh mana peran lembaga semacam Komisi Yudisial di kedua negara. Dalam kunjungan di Italia lembaga yang dikunjungi adalah Consiglio Superiore Della Magistratura. Sementara dalam kunjungan kerja di Perancis lembaga yang dikunjungi adalah Conseil Superieur de la Magistrature. Kedua lembaga tersebut memiliki tugas dan fungsi yang identik dengan Komisi Yudisial sehingga dinilai layak dijadikan referensi. SEPTEMBER 27 Penandatanganan Empat Peraturan Bersama Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung Peraturan bersama kedua lembaga ini terdiri dari Peraturan Bersama tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Peraturan Bersama tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama, Peraturan Bersama tentang Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja, dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim,dan Peraturan Bersama tentang Seleksi Pengangkatan Hakim. Empat peraturan bersama ini merupakan hasil kerja dari Tim Penghubung dan Tim Asistensi Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang bertugas menjembatani dan mengkomunikasikan kerja sama kedua lembaga. SEPTEMBER 14 Kunjungan Kerja Asosiasi Hakim Amerika Latin Asosiasi Hakim Amerika Latin (AHAL) yang berasal dari Argentina melakukan kunjungan kerja ke Komisi Yudisial. Rombongan AHAL terdiri dari Ketua, Ribchi Rosi, dan Koordinator Program Internasional, Puan Manuel Matera. Mereka diterima oleh Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Komisi Yudisial, Ibrahim, didampingi Juru Bicara Komisi Yudisial, Asep Rahmat Fajar. Rosi menjelaskan, tujuan dari kunjungan ini adalah menjalin kerja sama dengan hakim atau komunitas hukum yang ada di Indonesia untuk berpartisipasi dalam seminar internasional yang akan diselenggarakan Desember 2012. NOVEMBER 12 MoU Bawaslu dan Komisi Yudisial Harapan untuk mewujudkan proses pelaksanaan pemilu yang kredibel, bermartabat dan beretika tidak hanya tanggung jawab Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) semata. Hal itu juga menjadi tanggung jawab semua lembaga dan komisi negara termasuk di dalamnya Komisi Yudisial dalam memperkuat proses pemilu yang demokratis. Dalam kerangka itulah Bawaslu dengan Komisi Yudisial melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU). EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 57 RELUNG Kisah Elang dan Kalkun K onon di suatu saat yang telah lama berlalu, elang dan kalkun adalah burung yang menjadi teman baik. Dimanapun mereka berada, kedua teman selalu pergi bersama-sama. Tidak aneh bagi manusia untuk melihat elang dan kalkun terbang bersebelahan melintasi udara bebas. Satu hari ketika mereka terbang, kalkun berbicara pada elang, “Mari kita turun dan mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Perut saya sudah keroncongan nih!”. Elang membalas, “Kedengarannya ide yang bagus”. Jadi kedua burung melayang turun ke bumi, melihat beberapa binatang lain sedang makan dan memutuskan bergabung dengan mereka. Mereka mendarat dekat dengan seekor sapi. Sapi ini tengah sibuk makan jagung,namun sewaktu memperhatikan bahwa ada elang dan kalkun sedang berdiri dekat dengannya, sapi berkata, “Selamat datang, silakan cicipi jagung manis ini”. Ajakan ini membuat kedua burung ini terkejut. Mereka tidak biasa jika ada binatang lain berbagi soal makanan mereka dengan mudahnya. Elang bertanya,“Mengapa kamu bersedia membagikan jagung milikmu bagi kami?”. Sapi menjawab, “Oh, kami punya banyak makanan di sini.Tuan petani memberikan bagi kami apapun yang kami inginkan”. Dengan undangan itu, elang dan kalkun menjadi terkejut dan menelan ludah. Sebelum selesai, kalkun menanyakan lebih jauh tentang tuan petani. Sapi menjawab,“Yah, dia menumbuhkan sendiri semua makanan kami. Kami sama sekali tidak perlu bekerja untuk makanan”. Kalkun tambah bingung,“Maksud kamu, tuan petani itu memberikan padamu semua yang ingin kamu makan?”. Sapi menjawab,“Tepat sekali!.Tidak hanya itu, dia juga memberikan pada kami tempat untuk tinggal.” Elang dan kalkun menjadi syok 58 EDISI NOVEMBER - DESEMBER 2012 VOL. VII - NO. 3 berat!. Mereka belum pernah mendengar hal seperti ini. Mereka selalu harus mencari makanan dan bekerja untuk mencari naungan. Ketika datang waktunya untuk meninggalkan tempat itu, kalkun dan elang mulai berdiskusi lagi tentang situasi ini. Kalkun berkata pada elang,“Mungkin kita harus tinggal di sini. Kita bisa mendapatkan semua makanan yang kita inginkan tanpa perlu bekerja. Dan gudang yang di sana cocok dijadikan sarang seperti yang telah pernah dibangun. Di samping itu saya telah lelah bila harus selalu bekerja untuk dapat hidup.” Elang juga goyah dengan pengalaman ini, “Saya tidak tahu tentang semua ini. Kedengarannya terlalu baik untuk diterima. Saya menemukan semua ini sulit untuk dipercaya bahwa ada pihak yang mendapat sesuatu tanpa imbalan. Di samping itu saya lebih suka terbang tinggi dan bebas mengarungi langit luas. Dan bekerja untuk menyediakan makanan dan tempat bernaung tidaklah terlalu buruk. Pada kenyataannya,saya menemukan hal itu sebagai tantangan menarik”. Akhirnya, kalkun memikirkan semuanya dan memutuskan untuk menetap dimana ada makanan gratis dan juga naungan. Namun elang memutuskan bahwa ia amat mencintai k e m e r d e k a a n nya d i b a n d i n g menyerahkannya begitu saja. Ia menikmati tantangan rutin yang membuatnya hidup. Jadi setelah mengucapkan selamat berpisah untuk teman lamanya si kalkun, elang menetapkan penerbangan untuk petualangan baru yang ia tidak ketahui bagaimana ke depannya. Semuanya berjalan baik bagi si kalkun. Dia makan semua yang ia inginkan. Dia tidak pernah bekerja. Dia bertumbuh menjadi burung gemuk dan malas. Namun suatu hari dia mendengar istri tuan petani menyebutkan bahwa hari raya Thanksgiving akan datang dan alangkah indahnya jika ada hidangan kalkun panggang untuk makan malam. Mendengar hal itu, si kalkun memutuskan sudah waktunya untuk pergi dari pertanian itu dan bergabung kembali dengan teman baiknya, si elang. Namun ketika dia berusaha untuk terbang, dia menemukan bahwa ia telah tumbuh terlalu gemuk dan malas. Bukannya dapat terbang, dia justru hanya bisa mengepak-ngepakkan sayapnya. Akhirnya di hari Thanksgiving keluarga tuan petani duduk bersama menghadapi daging kalkun panggang besar yang sedap. Ketika anda menyerah pada tantangan hidup dalam pencarian keamanan, anda mungkin sedang menyerahkan kemerdekaan anda…Dan Anda akan menyesalinya setelah segalanya berlalu dan tidak ada KESEMPATAN lagi… Seperti pepatah kuno “selalu ada keju gratis dalam perangkap tikus”.