SEMINAR NASIONAL V SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 5 NOVEMBER 2009 ISSN 1978-0176 PEMBUATAN DETEKTOR GEIGER-MUELLER TIPE JENDELA SAMPING DENGAN GAS ISIAN ARGON -ETANOL SURAHKMAN1, SAYONO 2 1 STTN – BATAN, 2PTAPB – BATAN Yogyakarta Abstrak PEMBUATAN DETEKTOR GEIGER-MUELLER TIPE JENDELA SAMPING DENGAN GAS ISIAN ARGON–ETANOL. Telah dilakukan pembuatan detektor Geiger-Mueller tipe jendela samping dengan gas isian argon (Ar) sebagai gas utama dan etanol sebagai gas pemadam (quenching). Tabung detektor GeigerMueller terbuat dari bahan stainless steel dengan diameter tabung 12 mm, anode terbuat dari kawat tungsten dengan diameter 0,08 mm, panjang daerah aktif 100 mm dan tebal jendela yang mempunyai density thickness sekitar 4,8 g/cm2. Tekanan gas isian Ar-etanol divariasi masing-masing 8,75:1,25 ; 9:1 dan 95:5 pada tekanan total 10 cmHg. Dari hasil pengujian terbaik diperoleh untuk perbandingan tekanan gas Aretanol sebesar 9:1 dihasilkan panjang plateau 180 V, slope 9,83 %/100 V, resolving time τ = 9,831 × 10-6 detik dan tegangan operasi 980 V. Pada penelitian ini umur detektor belum dapat diprediksi karena selama melakukan pengujian detektor masih memiliki plateau yang panjang dan bentuk pulsanya belum mengalami discharge. Jumlah cacah yang dihasilkan detektor untuk gas isian Ar-etanol sebesar 2,105 × 10 6 cacah. Key word : Detektor Geiger-Mueller, pemadam, plateau, slope dan resolving time Abstract CONSTRUCTION OF SIDE-WINDOW GEIGER-MUELLER DETECTOR TYPE USING ARGONETHANOL. Construction of side window type Geiger-Mueller detector has been conducted using argon (Ar) as the main filling, ethanol as quenching gas. The Geiger-Mueller detector tube is made of stainless steel with diameter of 12 mm, anode is made of tungsten wire of 0.08 mm in diameter, the length of active media is 100 mm and density thickness window 4.8 g/cm2. The pressure of Ar-ethanol as filling gas were varied i,e 8.75:1.25 ; 9:1 and 95:5 respectively. The test result shows that the best result obtained at ratio between Ar-ethanol is 9:1, the length of plateau is 180 V, slope is 9.83 %/100 V, resolving time is 9.831 × 10-6 seconds and operating voltage is 1160 V. In this research, the detector lifetime has not been predicted and during the process of characterization, detector is still unpredictable because during the process of testing and still has a long plateau and the pulse shape has not discharged. The number of counting resulted from the detector with Ar-ethanol as filling gas is 2.105 ×10 6 counts, while for Ar-Br is 1.102 ×10 7 counts. Keywords : Geiger-Mueller detector, quenching, plateau, slope and resolving time PENDAHULUAN Untuk mempelajari iptek nuklir pada berbagai bidang seperti energi, kesehatan, industri maupun lingkungan, maka detektor nuklir memegang peranan yang sangat penting, karena instrumen ini merupakan bagian terdepan pada sistem instrumentasi nuklir yang berfungsi untuk mengubah besaran radiasi menjadi sinyal atau pulsa listrik, selanjutnya Surakhman dan Sayono melalui seperangkat alat elektronik sinyal listrik dari keluaran detektor tersebut diproses menjadi informasi cacah atau pulsa listrik yang besarnya sebanding dengan intensitas atau energi radiasi yang datang ke detektor [1]. Dalam perkembangannya detektor nuklir dikelompokkan menjadi 4 yakni detektor isian gas, detektor sintilasi, detektor semikonduktor dan detektor neutron. Detektor isian gas terdiri dari detektor kamar ionisasi, detektor proporsional dan detektor Geiger-Mueller. 405 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN SEMINAR NASIONAL IV SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA,5 NOVEMBER 2009 ISSN 1978-0176 Dalam aplikasinya di lapangan detektor isian gas Geiger-Mueller banyak digunakan, misalnya untuk surveymeter, monitoring lingkungan, mengetahui kebocoran pipa, pengelasan tangki minyak, mengukur ketebalan bahan dan lain-lain. Prinsip kerja detektor Geiger-Mueller adalah memanfaatkan adanya proses ionisasi sekunder yang berasal dari ionisasi primer akibat interaksi zarah radiasi dengan medium gas isian detektor setelah diberi beda potensial tertentu. Adanya beda potensial pada anode dan katode akan menimbulkan medan listrik sehingga pasangan ion-elektron mendapat tambahan energi kinetik yang cukup besar, sehingga gerak ion-elektron dalam perjalanannya menuju elektrode (ion menuju katode dan elektron ke arah anode) dapat mengionisasi gas isian sehingga pasangan ionelektron sekunder dan bila ion-elektron sekunder masih kelebihan energi akan menumbuk gas isian lagi yang menyebabkan ionisasi tersier dan seterusnya, dan akhirnya akan terjadi jumlah pasang ion-elektron yang banyak sekali atau sering disebut peristiwa avalanche. Pengumpulan elektron pada anode selanjutnya dikeluarkan melewati tahanan sehingga timbul denyut atau pulsa listrik yang besarnya sebanding dengan intensitas radiasi yang datang [2]. Penelitian tentang pembuatan detektor Geiger-Mueller tipe jendela samping telah dimulai pada dekade delapan puluhan di PPBMI yang sekarang bernama PTAPB– BATAN, pada saat itu tabung detektor yang berfungsi sebagai katode dibuat dari tabung gelas dengan diameter 16 mm yang bagian dalamnya dilapisi dengan tembaga dengan teknik evaporasi/penguapan sedang anode dibuat dari kawat tungsten diameter 0,08 mm menggunakan gas isian campuran argon dan alkohol [3]. Teknik pemasangan anode dan katode pada tabung detektor dilakukan menggunakan sistem pengelasan gelas logam. Permasalahan yang selalu muncul dalam membuat detektor nuklir Geiger-Mueller selama ini adalah plateau, slope dan tegangan operasi cepat berubah menjadi besar sehingga umur detektor menjadi pendek. Kelemahan ini tentunya merupakan tantangan yang harus dicari solusinya. Tegangan operasi tinggi dimungkinkan karena pemilihan jenis gas yang digunakan dan perbandingan antara tekanan gas Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN isian detektor yang kurang tepat, umur detektor pendek dimungkinkan karena adanya kebocoran gas isian melalui sambungan pada anode maupun katode karena sistem pengelasan antara gelas dan logam yang kurang baik. Berdasarkan pada permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian pembuatan detektor Geiger-Mueller tipe jendela samping dimana tabung detektor dibuat dari bahan stainless steel diameter 12 mm, tutup detektor dari gelas sedang pemasangan anoda tetap dilakukan menggunakan sistem pengelasan gelas-logam, adapun gas yang digunakan adalah argon dan etanol. Pemakaian bahan dari stainless steel dimaksudkan untuk mengatasi faktor penyebab kebocoran akibat pemasangan terminal katoda antara logam dan gelas sebagai tabung detektor yang dilakukan pada pembuatan detektor sebelumnya sedang diameter diperkecil dari 16 mm menjadi 12 mm diharapkan dapat menurunkan tegangan operasi detektor sehingga nantinya akan dihasilkan detektor nuklir Geiger-Mueller yang mempunyai plateau panjang (≥100 volt), slope kecil (≤10%/100 volt), tegangan operasi sekitar 800-1000 volt dan umur pakai detektor lebih lama di atas 106 cacah. Tujuan penelitian adalah dapat diperoleh suatu prototip detektor Geiger-Mueller tipe jendela samping (side window) dengan spesifikasi tabung detektor dibuat dari bahan stainless steel dengan diameter 12 mm, anode dari bahan tungsten diameter 0,08 mm, panjang daerah aktif 100 mm, tebal jendela dibuat tipis dengan density thickness sekitar 4,8 g/cm2 dan isian detektor terdiri dari Ar sebagai gas utama dan gas etanol sebagai gas pemadam Ruang lingkup penelitian meliputi penentuan diameter katode, pemilihan bahan dan bentuk tabung detektor, pembuatan komponen, perakitan, pengisian gas isian dan pengujian detektor yang meliputi panjang plateau, slope, tegangan operasi, resolving time, faktor koreksi dan umur detektor. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat dikuasainya teknologi pembuatan detektor nuklir khususnya detektor Geiger-Mueller dan karakterisasinya sehingga dapat meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dan dapat menjadi acuan untuk penelitian berikutnya serta dapat menunjang kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang iptek nuklir. 406 Surakhman dan Sayono SEMINAR NASIONAL V SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 5 NOVEMBER 2009 ISSN 1978-0176 DASAR TEORI Detektor Isian Gas Detektor isian gas merupakan tabung tertutup yang berisi gas dan terdiri dari 2 buah elektrode. Dinding tabung sebagai elektrode negatif (katode) dan kawat yang terbentang di dalam tabung pada poros sebagai elektrode positif (anode). Skema detektor isian gas disajikan pada Gambar 1. Gambar 2. Hubungan tegangan terhadap jumlah pasangan ion-elektron [4] Daerah I Gambar 1. Skema detektor isian gas [4] Keterangan: 1 Medium aktif detektor 2 Anode 3 Katode 4 Sumber tegangan tinggi 5 Resistor 6 Kapasitor Detektor isian gas prinsip kerjanya memanfaatkan terjadinya ionisasi gas isian pada medium aktif dalam detektor akibat adanya interaksi dengan zarah radiasi maka akan timbul pasangan ion-elektron. Dengan adanya beda potensial pada anode dan katode maka akan timbul medan listrik, sehingga pasangan ion-elektron akan terpisahkan. Ion akan bergerak ke arah katode dan elektron bergerak ke anode. Jumlah pasangan ion-elektron tergantung dari tegangan yang dicatukan, bentuk geometri dan jenis gas isian detektor [4]. Hubungan jumlah pasangan ion-elektron yang terkumpul di elektrodenya masing-masing terhadap tegangan yang dicatukan disajikan pada Gambar 2. Surakhman dan Sayono Pada daerah I tegangan masih rendah sehingga pasangan ion-elektron akan bergabung kembali sebelum ion sampai ke katode dan elektron ke anode daerah tegangan ini disebut daerah rekombinasi. Daerah II Pada daerah ini karena tegangan lebih tinggi sehingga sudah tidak ada lagi rekombinasi seluruh ion primer dapat mencapai elektrode masing-masing. Hal ini akan menimbulkan pulsa listrik yang besarnya sebanding dengan muatan total dari pasangan ion dan elektron. Tinggi pulsa tersebut akan sebanding dengan energi dari radiasi yang masuk dalam detektor. Detektor yang bekerja pada daerah ini disebut detektor kamar ionisasi. Daerah III Pada daerah ini tegangan dinaikkan lagi sehingga medan listrik antara anode dan katode cukup besar, sehingga pasangan ion-elektron primer mempunyai energi yang cukup untuk mengionisasi gas isian sehingga timbul pasangan ion-elektron sekunder yang berulang kali sehingga menghasilkan pasangan ionelektron yang banyak sekali pada elektrode masing-masing kejadian ini sering disebut avalanche. Namun demikian jumlah pasangan ion-elektron masih sebanding atau proporsional dengan ion-elektron primer sehingga tinggi pulsa yang dihasilkan masih sebanding dengan energi radiasi yang datang mengenai detektor. Detektor yang bekerja pada daerah ini disebut detektor proporsional. 407 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN SEMINAR NASIONAL IV SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA,5 NOVEMBER 2009 ISSN 1978-0176 Daerah IV Pada daerah ini merupakan daerah proporsional terbatas Daerah V Setelah melalui daerah proposional, bila tegangan detektor dinaikkan lagi maka akan memasuki daerah Geiger-Mueller. Pada daerah ini medan listrik menjadi sangat besar yang menyebabkan pasangan ion-elektron mendapat tambahan energi kinetik yang cukup besar, sehingga gerak ion-elektron dalam perjalanannya menuju elektrode (ion menuju katode dan elektron ke arah anode) dapat mengionisasi gas isian sehingga timbul pasangan ion-elektron sekunder dan bila ionelektron sekunder masih kelebihan energi akan menumbuk gas isian lagi yang menyebabkan ionisasi tersier dan seterusnya, sehingga akhirnya terjadi jumlah pasang ion–elektron yang banyak sekali atau sering disebut peristiwa avalanche. Pengumpulan elektron pada anode selanjutnya dikeluarkan melewati tahanan timbul denyut atau pulsa listrik yang besarnya sebanding dengan intensitas radiasi yang datang. Detektor yang bekerja pada daerah ini disebut detektor Geiger-Mueller [5]. Pada tegangan tertentu peristiwa terjadinya avalanche tidak tergantung lagi oleh jenis dan energi radiasi yang datang, namun masih sebanding dengan intensitas radiasi yang datang, sehingga pulsa-pulsa listrik yang terjadi amplitudonya tidak tergantung oleh energi radiasi, tinggi amplitudo pulsa sama besar, hanya kuantitasnya yang sebanding dengan intensitas radiasi yang datang. Detektor yang bekerja pada daerah tegangan ini disebut detektor Geiger-Mueller [2]. Pulsa keluaran dari detektor Geiger-Mueller tinggi pulsa/amplitudonya tidak tergantung lagi dengan jenis dan energi radiasi yang datang, sehingga detektor Geiger-Mueller tidak dapat digunakan untuk spektroskopi nuklir. TATA KERJA PENELITIAN Pembuatan Komponen dan Konstruksi Detektor Pembuatan tabung detektor dari bahan stainless steel dengan diameter tabung 12 mm dan tutup dari tabung gelas dengan diameter 11,8 mm dikerjakan dengan menggunakan mesin bubut yang ada di fasilitas Bengkel Induk Elektromekanik (BEM) PTAPB-BATAN Yogyakarta. Anoda detektor dibuat dari bahan kawat tungsten dengan diameter 0,08 mm. Komponen detektor yang telah selesai dikerjakan dicuci menggunakan ultrasonic cleaner dengan bahan pencuci sabun detergen untuk menghilangkan minyak, kemudian dibilas dengan aquades dan terakhir menggunakan alkohol, selanjutnya dikeringkan dan disimpan pada ruang vakum (desikator). Setelah semua komponen detektor dalam kondisi bersih, maka dilakukan konstruksi/ perakitan detektor Geiger-Mueller dengan cara memasang tutup menggunakan lem epoxy.super strength.pada kedua ujung tabung detektor. Pemasangan anoda tepat pada poros sumbu tabung detektor dilakukan dengan teknik pengelasan gelas-logam antara kawat tungsten dan tutup gelas pada kedua ujung tabung detektor [6]. Hasil konstruksi detektor GeigerMueller disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Hasil konstruksi detektor Geiger-Mueller Keterangan: 1 Tutup luar detektor sebelah kiri 2 Anoda 3 Pir/ pegas 4 Tutup tabung detektor sebelah kiri 5 Tabung detektor Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN 6 Tutup tabung detektor sebelah kanan 7 Sambungan gelas dengan logam (dilas) 8 Tutup tabung detektor sebelah kanan 9 Terminal Keluaran (BNC) 408 Surakhman dan Sayono SEMINAR NASIONAL V SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 5 NOVEMBER 2009 ISSN 1978-0176 Pemvakuman Tabung dan Pengisian Gas Detektor Tabung detektor Geiger-Mueller yang telah dirakit selanjutnya disambungkan pada sistem instalasi pengisian gas untuk dilakukan pemvakuman guna mengeluarkan molekul udara dari dalam tabung detektor. Pemvakuman dilakukan menggunakan pompa rotari hingga dicapai tekanan 10-3 torr kemudian dilanjutkan dengan pompa difusi agar diperoleh kevakuman yang lebih tinggi sekitar 2 x 10-5 torr. Tabung detektor yang telah mencapai kevakuman tinggi, maka siap dilakukan pengisian gas. Dalam pengisian gas pada detektor, gas pemadam (quenching) yang mempunyai tekanan lebih rendah dimasukkan terlebih dahulu kemudian gas utama yang mempunyai tekanan lebih tinggi dimasukkan ke dalam tabung detektor. Skema sistem instalasi pemvakuman dan pengisian gas detektor detektor GM disajikan pada Gambar 4. cacah yang dihasilkan. Skema rangkaian alat uji detektor Geiger-Mueller disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Skema rangkaian alat uji detektor GeigerMueller Keterangan: 1. Sumber radiasi Cs-137 2. Detektor Geiger-Mueller 3. Pembalik pulsa (inventer) 4. Osiloskop 5. Pencacah (counter) 6. Pengala (timer) 7. Catu daya tegangan tinggi (HV) 8. Catu daya tegangan rendah HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 4. Skema sistem instalasi pemvakuman dan pengisian gas detektor GM Karakterisasi Detektor Geiger-Mueller Karakterisasi dilakukan untuk menentukan kualitas detektor yang telah dibuat, pengujian meliputi : daerah tegangan operasi (plateau), slope,resolving time, faktor koreksi dan umur detektor. Untuk menentukan plateau dan slope dilakukan dengan melakukan pencacahan dengan sumber radiasi Cs-137 yang memancarkan radiasi γ. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pada tegangan berapa detektor sudah ada respon terhadap radiasi. Selanjutnya dari hasil pencacahan tersebut dibuat grafik tegangan operasi terhadap laju Surakhman dan Sayono Dari hasil pembuatan detektor GeigerMueller tipe jendela samping (side window). Detektor Geiger-Mueller yang dibuat mempunyai ukuran sebagai berikut : diameter tabung 12 mm, diameter anoda 0,08 mm dan panjang daerah aktif 100 mm dengan gas isian argon sebagai gas utama dan etanol sebagai gas pemadam. Untuk mengetahui kualitas detektor, maka dilakukan uji karakteritik yang meliputi daerah tegangan kerja (plateau), slope, resolving time, faktor koreksi dan umur detektor. Pengukuran Plateau dan Slope Detektor Geiger-Muller Dengan Gas Pemadam Etanol Pengukuran daerah tegangan operasi (plateau) dan slope dengan tekanan argon dan etanol divariasi 8,75:1,25 ; 9:1 dan 95:5 pada tekanan total 10 cmHg. Hasil pencacahan dari ketiga variasi tekanan tersebut disajikan pada Tabel 1. 409 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN SEMINAR NASIONAL IV SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA,5 NOVEMBER 2009 ISSN 1978-0176 Berdasarkan Gambar 6, tegangan operasi detektor diperoleh : Tabel 1. Perbandingan tekanan dengan tegangan tinggi Tegangan tinggi (volt) 800 820 840 860 880 900 920 940 960 980 1000 1020 1040 1060 1080 1100 1120 (880 980) volt 930 volt 2 Perbandingan tekanan (cmHg) 8.75 : 1.25 9 : 1 9.5 : 0.5 80 95 219 1920 2637 2754 2836 2940 3085 3164 3890 4596 Menentukan Slope atau kemiringan (plateau), dihitung menggunakan persamaan : 60 112 2615 2640 2712 2764 2820 2864 2919 2958 3020 3078 4362 5240 Slope 100 N 2 N1 / N1 x100% V2 V1 dengan V1 = tegangan ambang (threshold voltage) V2 = tegangan ambang mulai lucutan (break down discharge) N1 = jumlah cacah pada tegangan V1 N2 = jumlah cacah pada tegangan V2 Penentuan slope untuk perbandingan gas argon dan etanol sebesar 8,75 : 1,2 cmHg berdasarkan Tabel 1 diperoleh slope sebesar : 116 2024 3093 3106 3242 3301 3532 3680 3778 5675 100 N 2 N1 / N1 x100% = V2 V1 1003164 2637 / 2637 x 100% 980 880 Slope Berdasarkan hasil pencacahan dari Tabel 1 selanjutnya dibuat grafik hubungan tegangan terhadap laju cacah yang disajikan pada Gambar 6. = 19,98 %/100 volt Dengan cara perhitungan yang sama, hasil penentuan tegangan operasi, perhitungan plateau dan slope untuk perbandingan gas argon dan etanol 9:1 dan 9,5:0,5 cmHg hasilnya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil penentuan tegangan operasi, panjang plateau dan slope Gambar 6. hubungan tegangan terhadap laju cacah. Berdasarkan Gambar 6, daerah tegangan kerja (plateau) untuk perbandingan gas argon dan etanol sebesar 8,75:1,25 cmHg diperoleh panjang plateau = V2 – V1 = 980 – 880 = 100 V. Dengan diketahui panjang daerah tegangan kerja, maka tegangan operasi detektor Geiger-Mueller dapat ditentukan yakni dengan cara meletakkan di tengah-tengah atau ½ daerah tegangan kerja dan dirumuskan = (V1+ V2)/2 dengan V1 adalah tegangan ambang (threshold voltage) dan V2 adalah tegangan ambang mulai lucutan (break down discharge) Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN Perbandingan Tekanan argon :etanol (cmHg) 8,75 : 1,25 9:1 9,5 : 0,5 Tegangan operasi (volt) Panjang Plateau (volt) Slope (%/100 volt) 930 980 1040 100 180 120 19,98 9,83 18,85 Berdasarkan hasil perhitungan seperti disajikan pada Tabel 2, untuk perbandingan tekanan gas isian argon dan etanol : 8,75:1,25 ; 9:1 dan 95:5 cmHg diperoleh tegangan operasi masing-masing : 930 volt; 980 volt dan 1040 volt. Hasil tegangan operasi ini telah mendekati dengan acuan yakni sekitar10001100 volt sesuai dengan pendapat 410 Surakhman dan Sayono SEMINAR NASIONAL V SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 5 NOVEMBER 2009 ISSN 1978-0176 E.FENYVES and O.HAIMAN [7] sebagaimana disajikan pada Gambar 7. hubungan tekanan gas isian terhadap tegangan dan Gambar 8. hubungan diameter katoda dan anoda terhadap tegangan. gas 8,75:1,25 menghasilkan slope sebesar 19,98%/100 volt dan untuk perbandingan 9,5:0,5 cmHg diperoleh slope sebesar 18,85%/100 volt. Hasil ini kurang baik, karena masih di atas 10%/100 volt, karena menurut HARSHAW [8], menyatakan bahwa kualitas detektor Geiger-Mueller dikatakan baik apabila mempunyai panjang 100 volt dan slope 10 %/100 volt. Dengan demikian dari hasil variasi perbandingan tekanan gas isian diperoleh panjang plateau dan slope terbaik sebesar 180 volt dan slope 9,83 %/100 volt kondisi ini dicapai pada perbandingan 9:1 untuk gas argon dan etanol. Pengukuran Resolving time Detektor GeigerMueller Dengan Gas Pemadam Etanol Setelah diketahui panjang plateau dan slope yang terbaik dari hasil variasi perbandingan tekanan gas isian detektor argon dan etanol sebesar 9:1 cmHg, maka dilakukan pengukuran resolving time dengan tegangan operasi yang di pasang pada tegangan tengah plateau yakni 980 volt. Untuk pengukuran waktu resolusi dilakukan dengan metoda pencacahan dua sumber yang mempunyai identik yang sama. Dalam hal ini menggunakan sumber radioaktif Cs-137, dengan aktivitas masing-masing 10 µCi. Hasil pengukuran untuk menentukan resolusi detektor disajikan pada Tabel 3. Gambar 7. Hubungan tekanan gas isian terhadap tegangan Tabel 3. Data pengukuran waktu resolusi detektor Tegangan Tinggi (volt) Gambar 8. Hubungan Ø anoda dan katoda terhadap tegangan Sedang hasil penentuan panjang plateau dan perhitungan slope sebagaimana disajikan pada Tabel 2, dari variasi perbandingan tekanan gas argon dan etanol masing-masing :8,75:1,25 ; 9:1 dan 9,5:0,5 cmHg, diperoleh panjang plateau dan slope berturut-turut : 100 volt dan slope 19,98 %/100 volt; 180.volt dan slope 9,83 %/100 volt dan 120.volt dan slope 18,85 %/100 volt. Hasil ini menunjukkan bahwa dari ketiga variasi perbandingan tekanan gas isian detektor mempunyai kualitas plateau yang cukup baik karena mempunyai panjang plateau 100 volt, sedang untuk slope pada perbandingan tekanan Surakhman dan Sayono 980 Rerata Hasil cacah (cpm) Cacah N1 2855 2853 2856 2855 ±1 Cacah N 1-2 5579 5553 5540 5557 ± 16 Cacah N2 2935 2930 2928 2931 ±3 Cacah Nb (cpm) 87 90 94 90 ± 3 Cacah integral = 46295 cacah Berdasarkan dari data Tabel 3, maka waktu resolusi (τ) dapat dihitung menggunakan persamaan : 411 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN SEMINAR NASIONAL IV SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA,5 NOVEMBER 2009 ISSN 1978-0176 = 2825 cpm N 1 N 2 N 1 2 N b N1 2 N1 N 2 2855 2931 5557 90 2 2 2 5557 2 28552 29312 9,831 10 6 det ik Menentukan faktor Koreksi Resolusi Detektor Geiger-Mueller Dengan Gas Pemadam Etanol Detektor Geiger-Mueller selama digunakan untuk mencacah radiasi mengalami waktu mati (dead time) atau tidak respon terhadap radiasi yang datang, sehingga diperlukan faktor koreksi untuk mengetahui nilai cacah yang sebenarnya (Nsb). Data untuk menentukan faktor koreksi disajikan pada Tabel 4. Untuk menghitung faktor koreksi digunakan persamaan sebagai berikut F 1 ( N t . ) dengan Fτ = faktor koreksi, Nt = N tercacah, τ = resolving time Umur Detektor Geiger-Mueller Dengan Gas Pemadam Etanol Tabel 4. Data untuk menentukan faktor koreksi Tegangan Tinggi (volt) 980 Rata-rata N tercacah (cpm) 2836 2858 2834 2843 ± 11 Cacah latar (cpm) 91 95 97 94 ± 2 Cacah integral = 15836 cacah Dari Tabel 4, diperoleh N tercacah (Nt) sebesar 2843 – 94 = 2749 sehingga diperoleh faktor koreksi sebesar Fτ = 1 – (2749 × 9,8316 ) = 0,973 Dengan diketahui waktu resolusi, maka nilai cacah sebenarnya (Nsb) dapat diketahui dengan persamaan : 2749 1 2749 9,831 . 10 6 Umur detektor adalah berbanding lurus dengan jumlah cacah yang dihasilkan oleh detektor tersebut. Pada penelitian ini umur detektor belum dapat diketahui karena selama melakukan karakterisasi detektor masih memiliki plateau yang panjang dan bentuk pulsanya belum mengalami discharge. Jumlah cacah yang dihasilkan detektor adalah 2,105 ×106 cacah, sehingga belum dapat untuk menentukan umur detektor. Karena detektor Geiger-Mueller dikatakan mati bila di dalam daerah tegangan kerjanya telah timbul proses pelucutan muatan, karakteristik detektor jelek (plateau pendek dan slope besar). Untuk detektor Geiger-Mueller yang baik biasanya mempunyai umur berkisar antara 108 sampai dengan 109 cacah [2]. KESIMPULAN Nt N Sb 1 N t . = Dari hasil cacah sebenarnya (Nsb) diperoleh nilai sebesar 2825 cpm, sedang saat pencacahan (Nt) diperoleh nilai sebesar 2749, sehingga nilai cacah sebenarnya (Nsb) lebih besar bila dibanding nilai saat pencacahan. Hal ini membuktikan bahwa detektor mempunyai waktu tertentu yakni sebesar 9,831 x 10-6 detik tidak respon terhadap radiasi sehingga ada cacah yang tidak terdeteksi oleh detektor. Hal ini sesuai pendapat WISNU ARYA W. [2] yang mengatakan apabila ada dua zarah radiasi yang masuk ke dalam detektor berurutan dalam waktu yang berdekatan, maka peristiwa avalanche ion dari zarah radiasi pertama akan menyebabkan detektor tidak respon sehingga beberapa saat tidak dapat mencacat adanya zarah radiasi yang datang kemudian. Dengan demikian bila melakukan pencacahan radiasi menggunakan detektor Geiger-Mueller untuk memperoleh hasil pencacahan yang benar, jangan lupa harus untuk mengoreksi hasil pencacahan dengan harga resoving time (τ) atau faktor koreksi (Fτ). Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN Dari hasil pembuatan detektor GeigerMueller tipe jendela samping dengan gas isian argon dan etanol dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Telah berhasil dilakukan konstruksi detektor Geigher Muller tipe jendela 412 Surakhman dan Sayono SEMINAR NASIONAL V SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 5 NOVEMBER 2009 ISSN 1978-0176 samping dengan ukuran diameter katoda 12 mm, diameter anoda 0,08 mm, panjang daerah aktif 100 mm dengan gas isian argon dan etanol sebagai gas pemadam (quenching). 2. Dari pengujian karakteristik detektor diperoleh hasil terbaik pada perbandingan argon dan etanol sebesar 9:1 cmHg dengan panjang plateau 180 volt, slope 9,83 %/100 volt, resolving time 9,831 × 10-6 detik pada tegangan operasi 980 volt. 3. Pada penelitian ini umur detektor belum dapat dipredeksI karena selama melakukan karakterisasi detektor masih memiliki plateau yang panjang dan bentuk pulsanya belum mengalami discharge. Jumlah cacah yang dihasilkan detektor sebesar 2,105 × 106 cacah. 6. AGUS SANTOSO, BA. TJIPTO SUJITNO, SAYONO, MUDJIONO, SUMARMO, Alat Detektor Radiasi dengan Perakitan Elektrode Menggunakan sistem Pengelasan Gelas dengan Logam, patent No. ID 0000667 S, SK Ditjen HKI No.H3.HC.04.02.-2767/2006. 7. E. FEYVES AND O. HAIMAN, The Phycical Principlesof Nuclear Radiation Measurement, Academisi Kiado, Budapest (1969) 219-235. 8. HARSHAW, Nuclear Detektors and Systems Halogen Quenched Geiger-Mueller Tubes, Catalog. Crystal & Electronic Departement, Solon, Ohio, USA.(1998) 2-3. UCAPAN TERIMA KASIH Dengan selesainya penelitian ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Irianto, Amd, Sumarmo, Isa Amsori dan seluruh staf kelompok Pengembangan Aplikasi Akselerator atas segala bantuan yang telah diberikan. DAFTAR PUSTAKA 1. SAYONO, Pembuatan detektor Geiger-Mueller Tipe Jendela Samping Dengan Gas Isian Neon Dan Br, Tugas Akhir DIII, PATNPUSDIKLAT BATAN, Yogyakarta (1991) 12, 19-21, 37-60. 2. WISNU ARYA W., Teknologi Nuklir, Proteksi Radiasi dan Aplikasinya, Penerbit Andi, Yogyakarta (2007) 209-121 3. DWI SEPTIA PRIHATINA, Pengaruh Fisis Terhadap Karakteristik Detektor GeigerMueller, Skripsi S-1, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Nuklir–UGM, Yogyakarta (1989) 11-14, 20-21, 24-26. 4. NICHOLAS TSOULFANIDIS, Measurement and Detection of Radiation, University of Missouri-Rolla, New York USA, (1983) 169177. 5. ZOLTAN FODOR, Experimental Methods and Measurements, The Physics Colloqium Series, University of Wuppertal, Eotvos University of Budapest, John von Neumann Institute for Computing, DESY-Zeuthen, and Forschungs zentrum-Juelich (2009) 6, 13, 21. Surakhman dan Sayono 413 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN SEMINAR NASIONAL IV SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA,5 NOVEMBER 2009 ISSN 1978-0176 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN 414 Surakhman dan Sayono