BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Pembelajaran IPA Guru sains mengajak siswa secara efektif dalam mempelajari sejarah, filosofi dan praktik sains. Guru-guru sains memberi peluang siswa untuk membedakan sains dari non-sains, memahami evolusi dan praktik sains sebagai usaha manusia, dan secara kritis menganalisis tuntutan yang dibuat dalam memahami sains. Upaya untuk mewujudkannya, maka siswa disiapkan untuk diberi hakikat sains dengan demikian guru-guru sains harus menunjukkan bahwa mereka: a. Memahami sejarah dan budaya perkembangan sains dan evolusi pengetahuan beserta disiplinnya, b. Memahami secara filosofis prinsip-prinsip, asumsi-asumsi, tujuantujuan dan nilai-nilai yang membedakan sains dari teknologi dan dari cara-cara lain dalam memahami dunia, c. Mengajak siswa-siswa secara berhasil dalam belajar hakikat sains yang terkait, menganalisis secara kritis kesalahan atau keragu-raguan tuntutan yang dibuat dalam menamai sains. (NSTA, 2003: 16) Penelitian menunjukkan banyak siswa dan guru tidak secara berkecukupan memahami hakikat sains. Contoh yang bisa dipaparkan adalah banyak guru dan siswa tidak percaya bahwa semua penyelidikan ilmiah melekat pada sebuah identitas dari tahap-tahap pengetahuan sebagai metode ilmiah, dan bahwa teori secara sederhana adalah hukum-hukum yang belum matang. Bahkan ketika guru-guru memahami dan mendukung keperluan yang terkait dengan hakikat sains dalam pengajaran mereka, mereka tidak selalu melakukannya. Akibatnya mereka mungkin salah mengasumsikan tentang inquiry yang memandu pemahaman sains. Secara eksplisit pengajaran memerlukan dua hal, yaitu mempersiapkan guru-guru 12 dan memandu siswa-siswa untuk memahami hakikat sains. (Khishfe & Khalick, 2002:554) Semua mahasiswa sains apakah sebagai calon guru atau bukan calon guru, harus memiliki pengetahuan tentang hakikat sains, karena merupakan suatu aspek standar dan untuk mahasiswa calon guru harus memiliki keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengajak siswa-siswa secara kritis menganalisis keputusan ilmiah atau semi ilmiah dalam cara yang tepat. Calon guru sains harus melipat gandakan kesempatan untuk mempelajari dan menganalisis literatur yang berhubungan dengan sejarah dan hakikat sains. Calon guru sains perlu menganalisis, mendiskusikan dan berdebat tentang topik-topik dan laporan-laporan dalam media yang berhubungan dengan hakikat sains dan pengetahuan ilmiah dalam pembelajaran dan seminar-seminar yang bertema tidak hanya dalam konteks pendidikan. Calon guru sains perlu menunjukkan bahwa mereka menjadi efektif dengan mengajak siswa-siswa dalam mempelajari hakikat sains. Asesmen perlu memperhatikan pada pemahaman yang terkait seperti kemungkinan penyelesaian pembelajaran, seminar-seminar atau tugas-tugas, seperti proyek, paper, dan analisis studi kasus. Sudjana (2000: 6) mendefinisikan pembelajaran sebagai upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan siswa melakukan kegiatan pembelajaran. IPA sebagai pengetahuan yang 13 mempelajari natural law membutuhkan suatu strategi khusus untuk diajarkan ke siswa. Pembelajaran IPA yang dilakukan oleh pendidik mengarahkan siswa pada pembelajaran secara ilmiah tentang sebab dan akibat fenomena-fenomena alam yang terjadi. Esensi dari pembelajaran IPA di sekolah yaitu agar siswa memahami hakikat IPA, yaitu produk, proses, dan sikap ilmiah serta nilai mulia. (Made dan Wandy, 2009: 27-28) Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan juga kumpulan proses (Sund & Trowbridge, 1973: 2). Santa & Alverman mengemukakan bagaimanapun juga, kebanyakan anak-anak tidak berkembang dalam hal pemahaman konsep-konsep ilmiah dan prosesnya secara terintegrasi dan fleksibel. Sebagai contoh, mereka dapat menghafalkan berbagai konsep dan fakta, tetapi tidak dapat menggunakannya untuk menjelaskan fenomena dalam kehidupan yang berhubungan dengan konsep tersebut. Konsekuensinya, untuk memperkecil permasalahan ini, pembelajaran diharapkan untuk dapat memberikan berbagai pengalaman pada siswa untuk melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan. Siswa juga didorong untuk memberikan penjelasan terhadap pengamatan mereka. (Sumadji, 1998: 117-118) Trianto pengetahuan (2010: yang 151) diperoleh menyatakan melalui bahwa IPA pengumpulan merupakan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Hakikat IPA 14 meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk, dan aplikasi. Ke empat unsur tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan diharapkan muncul dalam pembelajaran IPA sehingga siswa dapat memperoleh proses pembelajaran secara utuh, memahami gejala alam melalui kegiatan pemecahan masalah dalam menemukan fakta. Menurut beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA merupakan merupakan proses belajar siswa yang dibimbing oleh guru untuk memahami kejadian dan peristiwa alam dan hubungannya dengan konsep IPA yang sudah ada. Tujuan pembelajaran IPA mencakup lima dimensi yaitu: a. Pengetahuan dan pemahaman (scientific information), b. Penggalian dan penemuan (exploring and discovering; scientific processes), c. Imaginasi dan kreativitas, d. Sikap dan nilai, dan e. Penerapan. IPA terpadu merupakan sebuah pendekatan integratif yang mensintesis perspektif (sudut pandang/tinjauan) pada semua bidang kajian untuk memecahkan permasalahan. Dengan pembelajaran terpadu, siswa diharapkan mempunyai pengetahuan IPA yang utuh (holistik) untuk menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran IPA terpadu adalah meningkatkan efesiensi dan efektivitas pembelajaran, 15 meningkatkan minat dan motivasi, dan beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus. (Puskur, 2006: 7) Tujuan pembelajaran IPA Terpadu tercantum dalam Pusat Kurikulum (Depdiknas, 2007: 7) meliputi: 1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, 2. Meningkatkan minat dan motivasi, dan 3. Beberapa kompetensi dasar dapat tercapai sekaligus. a. Konsep pembelajaran terpadu dalam IPA. Manfaat yang dapat diperoleh melalui pelaksanaan pembelajaran terpadu dalam (Depdiknas, 2007: 9-10) antara lain. 1) Penggabungan berbagai bidang kajian akan terjadi penghematan waktu, karena bidang kajian dapat dibelajarkan sekaligus. 2) Siswa dapat melihat hubungan yang bermakna antar konsep energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, serta makhluk hidup dan proses kehidupannya. 3) Meningkatkan taraf kecakapan berpikir siswa, karena siswa dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi pembelajaran. 4) Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan/aplikasi tentang dunia nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep dan pemilikan kompetensi IPA. 5) Motivasi belajar siswa dapat diperbaiki dan ditingkatkan. 16 6) Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur kognitif yang dapat menjembatani antara pengetahuan awal siswa dengan pengalaman belajar yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan mendalam, dan memudahkan memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke konteks lainnya. 7) Akan terjadi peningkatan kerja sama antar guru bidang kajian terkait, guru dengan siswa, siswa dengan siswa, siswa/guru dengan narasumber; sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata dan dalam konteks yang lebih bermakna. Model pembelajaran IPA Terpadu juga memiliki kelemahan. Kelemahan pembelajaran terpadu sebagai berikut. 1) Aspek guru; guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang andal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi. 2) Aspek siswa; pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar siswa yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. 3) Aspek sarana dan sumber pembelajaran; pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. 4) Aspek kurikulum; kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman siswa. 17 5) Aspek penilaian; pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar siswa dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. 6) Suasana pembelajaran; guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera dan latar belakang pendidikan itu sendiri. (Depdiknas, 2007: 10) b. Pemaduan konsep dalam pembelajaran IPA Pusat Kurikulum (Depdiknas, 2007: 11) mengemukakan pembelajaran terpadu yang diawali dengan penentuan tema akan membantu siswa dalam beberapa aspek, yaitu sebagai berikut. 1) Siswa yang bekerja sama dengan kelompoknya akan lebih bertanggung jawab, berdisiplin dan mandiri. 2) Siswa menjadi lebih percaya diri dan termotivasi dalam belajar bila mereka berhasil menerapkan apa yang telah dipelajari. 3) Siswa lebih memahami dan lebih mudah mengingat karena mereka mendengar, berbicara, membaca, menulis dan melakukan kegiatan menyelidiki masalah yang sedang dipelajari. 4) Memperkuat kemampuan berbahasa siswa. 5) Belajar akan lebih baik bila siswa terlibat secara aktif melalui tugas proyek, kolaborasi dan berinteraksi dengan teman, guru dan dunia nyata. 18 Dari sejumlah model keterpaduan pembelajaran, menurut Prabowo dalam Trianto (2010: 39), “terdapat tiga model yang potensial untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA terpadu, yaitu model keterhubungan (connected), model jaring laba-laba (webbed), dan model keterpaduan (integrated).” Tiga model tersebut dipilih karena konsepkonsep dalam KD IPA memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga memerlukan model yang sesuai agar memberikan hasil yang optimal. Karakteristik ketiga model pembelajaran terpadu disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Pembelajaran Terpadu Model Integrated, Webbed, dan Connected Model Karakteris-tik Kelebihan Keterbatasan Keterpaduan (integrated) Model Membelajar-kan beberapa KD yang konsepkonsepnya beririsan/ tumpang tindih Karakteristik Jaring laba-laba Membelajar-kan beberapa KD (Webbed) yang berkaitan melalui sebuah tema 19 Pemahaman terhadap konsep lebih utuh (holistik) Lebih efisien Sangat kontekstual Kelebihan Pemahaman terhadap konsep utuh Kontekstual Dapat dipilih tema-tema KD-KD yang konsepnya beririsan berada dalam semester atau kelas yang berbeda Menuntut wawasan dan penguasaan materi yang luas Saranaprasarana, misalnya buku belum mendukung Keterbatasan KD-KD yang berkaitan berada dalam semester atau kelas yang berbeda menarik yang dekat dengan kehidupan tema Tidak mudah menemukan tema pengait yang tepat. Melihat Kaitan antara permasalahan bidang kajian (connected) tidak hanya sudah tampak dari satu tetapi masih bidang kajian didominasi oleh Pembelajaran bidang kajian dapat mengi- tertentu kuti KD-KD dalam SI, tetapi harus dikaitkan dengan KD yang relevan (Sumber: Diadopsi dari Trianto, 2010: 39-44) Keterhubungan Membelajar-kan sebuah KD, konsep-konsep pada KD tersebut dipertautkan dengan konsep pada KD yang lain Webbed model dimulai dengan menentukan tema yang kemudian dikembangkan sub temanya dengan memperlihatkan kaitannya dengan disiplin ilmu atau bidang kajian lain. Webbed model memiliki kelebihan yaitu tema yang dikenal membuat motivasi belajar meningkat dan memberikan pengalaman berpikir serta bekerja interdisipliner sehingga memudahkan siswa untuk mempelajari aktivitas yang berbeda dan materi yang berhubungan. Webbed model juga memiliki kekurangan yaitu sulit menemukan tema karena tema yang digunakan harus dipilih secara selektif agar menjadi berarti serta berkaitan dengan konten. (Fogarty, 1991: 56) 20 Trianto (2010: 83-84) pembelajaran tematik sebagai bagian daripada pembelajaran terpadu memiliki banyak keuntungan yang dapat dicapai sebagai berikut. a. Memudahkan pemusatan perhatian pada satu tema tertentu. b. Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar isi mata pelajaran dalam tema yang sama. c. Pemahaman materi mata pelajaran lebih mendalam dan berkesan. d. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa. e. Lebih dapat dirasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas. f. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi yang nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam suatu mata pelajaran dan sekaligus dapat mempelajari mata pelajaran lain. g. Guru dapat menghemat waktu sebab mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus, dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, dan waktu selebihnya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan remidial, pemantapan, atau pengayaan materi. Menurut pendapat-pendapat tersebut, webbed model merupakan salah satu model keterpaduan konsep yang mengangkat suatu tema dan dikembangkan sub tema yang berkaitan antar bidang kajian ilmu. Suatu model tentunya memiliki keuntungan dan kelebihan. Salah satu 21 keuntungan webbed model yaitu kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik karena mengaitkan pelajaran dengan pengalaman pribadi siswa, sedangkan kekurangan webbed model yaitu harus menemukan suatu tema yang dipilih secara selektif dan harus berkaitan dengan konten pembelajaran. 2. Lembar Kerja Siswa (LKS) LKS menurut Hendro dan Kaligis (1991: 40) merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterlibatan siswa atau aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Sedangkan, keterlibatan siswa atau aktivitas siswa merupakan salah satu faktor yang dapat mengoptimalkan tercapainya hasil belajar optimal. LKS disusun untuk membantu meningkatkan kemampuan siswa dalam menafsirkan dan menjelaskan secara lengkap objek dan peristiwa yang dipelajarinya. Kemampuan itu akan membekali siswa dalam menghadapi masalah-masalah formal, misalnya soal-soal tertulis, baik waktu belajar di sekolahnya itu maupun untuk di sekolahnya yang lebih lanjut, selain itu kemampuan tersebut juga akna membekali siswa dalam menghadapi masalah sehari-hari di lingkungannya. Manfaat penyusunan LKS yaitu untuk meningkatkan keterlibatan siswa atau aktivitas siswa dalam pembelajaran, mengubah kondisi belajar dari teacher centered menjadi student centered. (Hendro Darmojo, 1992: 40) Beberapa manfaat penyusunan LKS yaitu untuk meningkatkan keterlibatan siswa atau aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar, 22 mengubah kondisi belajar dari teacher centered menjadi student centered, membantu menemukan konsep, guru mengarahkan selain itu juga siswanya dapat untuk dapat digunakan untuk mengembangkan ketrampilan proses, mengembangkan sikap ilmiah serta membangkitkan minat atau motivasi siswa dan pada akhirnya juga memudahkan guru dalam memantau keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran (Hendro Darmojo, 1992: 40). Andi Prastowo (2011: 206) menyatakan bahwa kegunaan LKS untuk kegiatan pembelajaran yaitu guru mendapat kesempatan untuk memancing siswa agar secara aktif terlibat pada materi yang sedang dibahas. Andi Prastowo (2011: 205-206) menyatakan bahwa empat fungsi LKS yaitu: a. Meminimalkan peran guru, tetapi memaksimalkan peran siswa. b. Memudahkan siswa untuk memahami materi yang diberikan. c. Ringkas dan kaya tugas untuk berlatih. d. Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada siswa. Andi Prastowo (2011: 206) menyatakan bahwa tujuan penyusunan LKS yaitu: a. Memudahkan siswa untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan. b. Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan. c. Melatih kemandirian belajar siswa. d. Memudahkan siswa dalam memberikan tugas kepada siswa. 23 LKS yang baik haruslah memiliki berbagai persyaratan misalnya syarat didaktik, syarat konstruksi dan syarat teknis. (Hendro Darmodjo, 1992: 41-45) a. Syarat Didaktik Merupakan syarat yang harus mengikuti asas-asas belajar mengajar efektif. 1) Memperhatikan adanya perbedaan individual, sehingga LKS yang baik itu adalah yang dapat digunakan baik oleh siswa yang lamban maupun yang pandai, bukan menganggap bahwa kelas merupakan suatu kesatuan yang homogen. 2) Tekanan pada proses untuk menemukan konsep-konsep sehingga LKS berfungsi sebagai petunjuk jalan bagi siswa untuk mencari tahu bukan sebagai alat untuk memberi tahu dan bukan ditekankan pada materi. 3) Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa. Jadi dalam sebuah LKS hendaknya terdapat kesempatan siswa untuk menulis, menggambar, berdialog dengan temannya, menggunakan alat, menyentuh benda nyata dan sebagainya. 4) Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral dan estetika pada diri anak. Jadi tidak sematamata ditujukan untuk mengenal fakta-fakta dan konsep-konsep akademis. Diperlukan bentuk kegiatan yang memungkinkan siswa dapat berhubungan dengan orang lain, mengkomunikasikan hasil 24 kerjanya kepada orang lain, dan bilamana perlu, diadakan suatu display. 5) Pengalaman belajarannya ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa (intelektual, emosional, dan sebagainya) dan bukan ditentukan oleh materi bahan pelajaran. b. Syarat Kontruksi Merupakan syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan kejelasan agar dapat dimengerti oleh siswa. 1) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan siswa. 2) Menggunakan struktur kalimat yang jelas. Agar kalimat menjadi jelas maksudnya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Menghindarkan kalimat kompleks. b) Menghindarkan “kata-kata tak jelas” misalnya “mungkin”, “kira-kira”, “pada suatu hari”. c) Menghindarkan kalimat negatif. d) Menggunakan kalimat positif lebih jelas daripada kalimat negatif. 3) Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Apabila konsep yang akan dituju merupakan 25 sesuatu yang kompleks, dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana terlebih dahulu. 4) Menghindarkan pertanyaan yang terlalu terbuka, yang dianjurkan adalah isian atau jawaban yang didapat dari hasil pengolahan informasi, bukan mengambil dari perbendaharaan pengetahuan yang tak terbatas. 5) Tidak mengacu pada buku sumber yang diluar kemampuan keterbacaan siswa. 6) Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada siswa untuk maupun menulis maupun menggambarkan pada LKS. Memberikan bingkai dimana anak harus menuliskan jawaban atau menggambarkan sesuai dengan yang diperintahkan. Hal ini juga memudahkan guru untuk memeriksa hasil kerja siswa. 7) Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek karena kalimat yang panjang tidak menjamin kejelasan instruksi atau isi namun kalimat yang terlalu pendek juga dapat mengundang pertanyaan. 8) Menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata. Gambar lebih dekat pada sifat “konkrit” sedangkan kata-kata lebih dekat pada sifat “formal” atau abstrak sehingga lebih sukar ditangkap oleh anak. 9) Dapat digunakan untuk siswa baik yang lamban maupun yang cepat. 26 10) Memiliki tujuan belajar yang jelas serta manfaat dari itu sebagai sumber motivasi. 11) Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya. Misalnya kelas, mata pelajaran, topik, nama atau nama-nama anggota kelompok, tanggal dan sebagainya. c. Syarat Teknis 1) Tulisan a) Menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau romawi. b) Menggunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik, bukan huruf biasa yang diberi garis bawah. c) Menggunakan tidak lebih dari sepuluh kata dalam satu baris. d) Menggunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban siswa. e) Mengusahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya gambar serasi. 2) Gambar Gambar yang baik untuk LKS adalah yang dapat menyampaikan pesan atau isi dari gambar tersebut secara efektif kepada pengguna LKS. 27 3) Penampilan Apabila suatu LKS ditampilkan dengan penuh kata-kata, kemudian ada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh anak, hal ini menimbulkan kesan jenuh sehingga membosankan atau tidak menarik. Apabila ditampilkan dengan gambar saja, itu tidak mungkin karena pesan atau isinya tidak akan sampai. Jadi yang baik adalah LKS yang memiliki kombinasi antara gambar dan tulisan. Struktur LKS terdiri atas enam komponen yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas, langkah-langkah kerja, dan evaluasi. (Andi Prastowo, 2011: 215) 3. Pendekatan Guided Inquiry a. Pengertian Inquiry Terdapat berbagai definisi tentang inquiry oleh beberapa ahli, antara lain: 1) Inquiry berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. (Sofan Amri & Iif Khoiru, 2010: 85) 2) Inquiry sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. (Trianto, 2010: 166) 28 3) Thorstone dalam Sofan Amri & Iif Khoiru (2012:102) merumuskan inquiry sebagai berikut. Inquiry merupakan suatu kegiatan siswa mencari sesuatu sampai tingkatan “yakin”, tingkatan ini dicapai melalui dukungan fakta, analisa interpretasi serta pembuktiannya bahkan dalam inquiry akan dicari tingkat pencarian alternatif pemecahan masalah tersebut. Berdasarkan berbagai pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa inquiry merupakan suatu proses penemuan untuk memperoleh suatu pengetahuan dan pemahaman yang didasari oleh rasa ingin tahu (curiousity) melalui proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan untuk menjelaskan secara rasional fenomena dan gejala-gejala alam yang ada. b. Pengertian Pendekatan Inquiry Menurut Sund dan Trowbridge (1973: 63) pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang menyiapkan situasi bagi siswa untuk melakukan eksperimen dalam arti ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol, dan ingin mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain serta membandingkan apa yang ditemukan sendiri dengan yang ditemukan orang lain. 29 Berdasarkan pengertian inkuiri ini, siswa akan lebih banyak melakukan aktivitas dalam proses pembelajaran dan menjadi lebih ingin tahu karena melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. c. Ciri-ciri Pendekatan Inquiry Pendekatan pembelajaran inquiry memiliki ciri-ciri dalam pelaksanaannya seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli dapat dilihat sebagai berikut. 1) Menurut Sofan Amri & Iif Khoiru (2010: 104-105), ciri-ciri pendekatan inquiry dalam pembelajaran, yakni: a) Menggunakan keterampilan proses, b) Jawaban yang dicari siswa tidak diketahui terlebih dahulu, c) Siswa berhasrat untuk menemukan pemecahan masalah, d) Suatu masalah ditemukan dengan pemecahan siswa sendiri, e) Hipotesis dirumuskan oleh siswa untuk membimbing percobaan atau eksperimen, f) Para siswa mengusulkan cara-cara pengumpulan data dengan mengumpulkan data mengadakan membaca/menggunakan sumber lain, 30 pengamatan, g) Siswa melakukan penelitian secara individu/kelompok untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesis tersebut, h) Siswa mengolah data sehingga mereka sampai pada kesimpulan 2) Menurut Trianto (2010: 173), pembelajaran inquiry memiliki sasaran utama, antara lain: a) Keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, b) Keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran, c) Mengembangkan sikap percaya siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inquiry. Selain itu, kondisi yang kondusif juga diperlukan sebagai syarat timbulnya bagi siswa saat pendekatan inquiry, yakni: a) Aspek sosial di dalam kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi, b) Inquiry berfokus pada hipotesis, c) Penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi, fakta) sedangkan untuk mencipkatan kondisi tersebut diperlukan peranan guru sebagai motivator, administrator, pengarah dan rewarder. 31 fasilitator, penanya, Berdasarkan ciri-ciri pendekatan inquiry, guru berusaha membimbing, melatih dan membiasakan siswa terampil berpikir karena mereka mengalami keterlibatan secara mental maupun secara fisik seperti terampil menggunakan alat, terampil untuk merangkai peralatan percobaan, dan lain-lain. Pelatihan dan pembiasaan siswa dalam terampil baik secara fisik maupun dalam berpikir tersebut merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan instruksional yang lebih besar yakni tercapainya keterampilan proses ilmiah serta terbentuknya sikap ilmiah selain penguasaan konsep materi. Wina Sanjaya (2009: 201) menyatakan langkah-langkah pendekatan inquiry dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang fenomena alam. 2) Merumuskan masalah yang ditemukan. 3) Merumuskan hipotesis. 4) Merancang dan melakukan eksperimen. 5) Mengumpulkan dan menganalisis data. 6) Menarik kesimpulan mengembangkan sikap ilmiah, yaitu: objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, berkemauan, dan tanggung jawab. Menurut Gulo dalam Trianto (2010: 168-169) berpendapat bahwa langkah-langkah yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran inquiry adalah sebagai berikut. 32 1) Mengajukan Pertanyaan atau Permasalahan Kegiatan inquiry dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan. Untuk meyakinkan bahwa pertanyaan sudah jelas, pertanyaan tersebut ditulis pada papan tulis, kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis. 2) Merumuskan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru menanyakan kepada siswa gagasan mengenai hipotesis yang mungkin. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan 3) Mengumpulkan Data Hipotesis yang digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel, matrik, atau grafik. 4) Analisis Data Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang diperoleh. Faktor penting dalam menguji hipotesis adalah pemikiran “benar” atau “salah”. Setelah memperoleh kesimpulan dari data percobaan siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Jika 33 hipotesis itu salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inquiry yang telah dilakukannya. 5) Membuat kesimpulan Langkah penutup dari pembelajaran inquiry adalah membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh siswa. d. Macam-macam Pendekatan Inquiry Bonnstetter dalam Sofan Amri & Iif Khoiru (2010: 87) mengklasifikasikan inquiry didasarkan pada tingkat kesederhanaan kegiatan siswa dan dinyatakan sebaiknya penerapan inquiry merupakan suatu kontinum yaitu dimulai dari yang paling sederhana terlebih dahulu, yakni: 1) Praktikum Tradisional Praktikum tradisional adalah tipe inquiry yang paling sederhana. Dalam praktikum guru menyediakan seluruh keperluan mulai dari topik sampai kesimpulan yang harus ditemukan siswa dalam bentuk buku petunjuk lengkap, pada tingkat ini komponen essensial dari inquiry yakni pertanyaan atau masalah tidak muncul. 2) Pengalaman Sains yang Terstruktur Tipe inquiry ini merupakan kegiatan dimana guru menentukan topik, pertanyaan, bahan, dan prosedur sedangkan analisis hasil dan kesimpulan dilakukan oleh siswa. 34 3) Inquiry Terbimbing (Guided Inquiry) Tipe inquiry ini siswa diberikan kesempatan untuk bekerja merumuskan prosedur, menganalisis hasil, dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan sebagai fasilitator. 4) Inquiry Siswa Mandiri Inquiry siswa mandiri (student directed inquiry), pada tingkatan ini siswa bertanggung jawab secara penuh terhadap proses belajarnya, dan guru hanya memberikan bimbingan terbatas pada pemilihan topik dan pengembangan pertanyaan. 5) Penelitian siswa (Student Research) Pada tipe inquiry ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan penetuan atau pemilihan dan pelaksanaan proses dari seluruh komponen inquiry menjadi tanggung jawab siswa. e. Pendekatan Guided Inquiry 1) Pengertian Pendekatan Guided Inquiry Pendekatan guided inquiry atau inquiry terbimbing merupakan pendekatan pembelajaran dimana masalah dikemukakan guru berupa pertanyaan atau bersumber dari buku teks kemudian siswa menggunakan keterampilan berpikir mereka untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut di bawah 35 bimbingan guru. Terdapat berbagai pendapat mengenai pendekatan guided inquiry yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain: a) Moh. Amien (1987: 137-138) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran guided inquiry memberi kesempatan kepada siswa untuk memiliki pengalaman belajar yang nyata dan aktif, siswa dilatih bagaimana memecahkan masalah sekaligus membuat keputusan. Peran guru dalam pembelajaran ini lebih sebagai pemberi bimbingan, arahan jika diperlukan siswa, siswa dituntut bertanggung jawab pebuh terhadap proses belajarnya, sehingga guru harus menyesuaikan diri dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa agar tidak mengganggu proses belajar siswa. b) Orlich dalam Sofan Amri & Iif Khoiru (2010: 89) menyebut guided inquiry sebagai pembelajaran penemuan (discovery learning) karena siswa dibimbing secara hati-hati untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapkan kepadanya. c) Menurut Sofan Amri (2010: 89), kegiatan belajar pada inquiry terbimbing harus dikelola dengan baik oleh guru dan output pembelajaran sudah dapat diprediksi sejak awal serta cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran mengenai konsep- 36 konsep dan prinsip-prinsip yang mendasar dalam bidang ilmu tertentu. Dari berbagai pendapat mengenai pendekatan guided inquiry di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan guided inquiry merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. 2) Karakteristik Pendekatan Guided Inquiry Orlich dalam Sofan Amri & Iif Khoiru (2010: 89-90) berpendapat bahwa ada beberapa karakteristik inquiry terbimbing yang perlu diperhatikan, yaitu: a) Mengembangkan kemampuan berpikir siswa melalui observasi spesifik hingga mampu membuat inferesi atau generalisasi, b) Sasarannya adalah mempelajari proses pengamatan kejadian atau objek dan menyusun generalisasi yang sesuai, c) Guru mengontrol bagian tertentu dari pembelajaran, misalnya kejadian, data, materi dan berperan sebagai pemimpin kelas, d) Setiap siswa berusaha membangun pola yang bermakna berdasarkan hasil observasi di dalam kelas, 37 e) Kelas diharapkan berfungsi sebagai laboratorium pembelajaran, f) Biasanya sejumlah generalisasi akan diperoleh siswa, g) Guru memotivasi semua siswa untuk mengkomunikasikan hasil generalisasinya sehingga dapat dimanfaatkan seluruh siswa dalam kelas. Menurut pendapat mengenai karakteristik pendekatan inquiry terbimbing, dapat disimpulkan bahwa karakteristik yang harus diperhatikan dalam pembelajaran yaitu mengembangkan kemampuan berpikir siswa mengembangkan melalui observasi kemampuan siswa sampai inferensi membangun pola dan yang bermakna berdasarkan hasil percobaan, serta pembelajaran dikontrol oleh guru agar mendapatkan konsep materi berdasarkan tujuan. 4. Keterampilan Proses Keterampilan proses menurut Indrawati (1999) dalam Trianto (2010: 144) adalah keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan/klasifikasi. Menurut Funk (1985) dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 140) mengutarakan bahwa ada berbagai keterampilan dalam keterampilan proses dalam bidang kajian IPA. Keterampilan-keterampilan tersebut 38 terdiri dari keterampilan dasar proses (basic skills) dan keterampilan terpadu proses (integrated skills). a. Keterampilan Proses Dasar (basic skills) Keterampilan proses dasar meliputi keterampilan- keterampilan: 1) Observasi (observing), yaitu menggunakan panca indera untuk menemukan informasi tentang karakteristik benda, sifat-sifat benda, kesamaan-kesamaan benda dan ciri-ciri identifikasi lainnya. 2) Klasifikasi (classifying), yaitu proses pengelompokan dan pengurutan benda-benda. 3) Pengukuran (measuring), yaitu membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan kuantitas yang diketahui, seperti satuan pengukuran standar dan non standar. 4) Komunikasi (communicating), yaitu menggunakan multimedia, menulis, membuat grafik atau kegiatan-kegiatan untuk sharing penemuan. 5) Inferensi (inferring), yaitu pembentukan ide-ide untuk menjelaskan pengamatan. 6) Prediksi (predicting), pengembangan asumsi dari hasil yang diharapkan. 39 b. Keterampilan Proses Terintegrasi (integrated skills) Sedangkan keterampilan-keterampilan proses terintegrasi antara lain: 1) Merumuskan hipotesis (formulating a hypothesis), yaitu membuat suatu prediksi yang didasarkan pada bukti-bukti penelitian dan penyelidikan sebelumnya. 2) Identifikasi variabel (variables), yaitu menamai dan mengontrol variabel-variabel bebas (independent), terikat (dependent) dan kontrol (control). 3) Definisi operasional (operational definitions), yaitu mengembangkan istilah-istilah khusus untuk mendeskripsikan apa yang terjadi dalam penyelidikan didasarkan pada karakteristikkarakteristik yang dapat diamati. 4) Eksperimen (experimenting), yaitu melakukan suatu penyelidikan 5) Interpretasi data (interpreting data), yaitu menganalisis hasil suatu penyelidikan. Menurut Trianto (2010: 148) keterampilan proses dikembangkan dalam pengajaran IPA karena keterampilan proses mempunyai peran-peran sebagai berikut: a. Membantu siswa mengembangkan pikirannya. b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan. c. Meningkatkan daya ingat. 40 d. Memberikan kepuasan intrinsik bila siswa telah berhasil melakukan sesuatu. e. Membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan proses IPA, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap nilai yang dituntut. Dengan demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai. Seluruh irama gerak atau tindakan dalam proses belajar-mengajar seperti ini akan menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif (Cony Semiawan, 1992:18). Dalam penelitian ini keterampilan proses yang akan digunakan adalah keterampilan proses IPA yaitu keterampilan proses dasar (basic skills) dimana meliputi observasi, pengukuran, klasifikasi, inferensi, prediksi, dan komunikasi.Adapun petunjukpetunjuk untuk mengamati keterampilan proses IPA yaitu: a. Pengamatan/Observasi Petujuk melakukan pengamatan apabila (Mohamad Nur, 2011: 3): Menggunakan indera-indera penglihatan, pendengaran, peraba, dan pembau untuk melakukan pengamatan yang menghasilkan data kualitatif (dalam bentuk gambar, kata, atau kalimat). 41 b. Klasifikasi data Petujuk melakukan klasifikasi apabila (Mohamad Nur, 2011: 16): 1) Mengidentifikasi kesamaan dan perbedaan obyek yang dikaji. 2) Mengelompokkan obyek tersebut ke dalam tabel/kolom yang sudah tersedia. c. Pengukuran Petunjuk melakukan pengukuran apabila (Mohamad Nur, 2011: 34): 1) Melakukan percobaan dengan hati-hati, rapi, dan menggugah rasa ingin tahu. 2) Menggunakan alat percobaan dengan benar (misalnya: membaca skala harus sejajar dengan mata, meletakkan angka 0 jika menggunakan penggaris, dan sebagainya). 3) Menuliskan satuan untuk pengukuran obyek yang sedang diamati. 4) Memilih ukuran satuan yang paling cocok, misalnya centimeter untuk buku dan meter untuk lantai ruang kelas. d. Prediksi Petujuk melakukan pengukuran apabila (Mohamad Nur, 2011: 12): 1) Menduga/menerka dengan mempelajari semua bukti yang dimiliki sebelumnya 42 2) Mempertimbangkan pola tersebut dengan kejadian yang sedang diprediksi e. Inferensi Petujuk melakukan pengukuran apabila (Mohamad Nur, 2011: 7): 1) Mengevaluasi inferensi-inferensi yang telah dibuat. 2) Memutuskan/menyiapkan untuk memodifikasi, menolak, atau merevisi inferensi-inferensi yang telah dibuat f. Berkomunikasi Petujuk melakukan pengukuran apabila (Mohamad Nur, 2011: 27): 1) Mendiskusikan langkah kerja dan hasil percobaan yang telah dilakukan dengan kelompok. 2) Mendeskripsikan pengamatan dengan jujur (menulis yang benar-benar diamati, bukan apa yang diharapkan untuk teramati/terjadi). 3) Membuat suatu rekaman tertulis dari prosedur kerja yang telah dilakukan serta siap untuk mengkomunikasikannya di depan orang lain. Penilaian terhadap keterampilan proses IPA dapat dilakukan dengan cara non tes yaitu dengan menggunakan lembar observasi. Metode observasi sebagai pelengkap sering berguna untuk memonitor kemampuan belajar siswa. Pada waktu siswa melakukan 43 kegiatan eksperimen/percobaan, guru dapat melakukan pengamatan langsung terhadap teknik yang digunakan oleh siswa, ketepatan prosedur yang dilakukan, dan hasil yang diperoleh. Dalam membuat lembar pengamatan perlu memperhatikan: a. Menentukan keterampilan proses apa saja yang akan diamati. b. Membuat indikator penilaian untuk masing-masing keterampilan. 5. Kajian Keilmuwan a. Kalor Kalor adalah energi yang ditransfer antara sistem dan lingkungannya dikarenakan perbedaan suhu yang ada di antara sistem dan lingkungan. Hubungan kalor dengan suhu benda yaitu, makin besar kenaikan suhu suatu benda, makin besar pula kalor yang diserapnya. Selain itu, kalor yang diserap benda juga bergantung massa benda dan bahan penyusun benda. Kalor jenis benda (zat) menunjukkan banyaknya kalor yang diperlukan oleh 1 kg zat untuk menaikkan suhunya sebesar satu satuan suhu (°C). (Halliday dkk, 2010: 521-522) Secara matematis dapat di tulis seperti berikut: Q = m c ΔT…………………………… (1) Keterangan: Q : kalor yang diserap/dilepas benda (J) m : massa benda (kg) c : kalor jenis benda (J/kg°C) ΔT : perubahan suhu (°C) 44 b. Perubahan Wujud Zat Ketika energi diserap sebagai kalor oleh zat padat atau cair, suhu dari sampel tidak selalu naik. Sebaliknya, sampel dapat berubah dari satu fasa atau keadaan. Suatu benda dapat terbagi menjadi tiga keadaaan umum: pada tekanan padat, molekul-molekul sampel terkunci dalam struktur yang kuat oleh tarikan antar molekul tersebut. Dalam keadaan cair, molekul memiliki lebih banyak energi dan bergerak. Molekul tersebut dapat membentuk ikatan secara secara singkat, tapi sampel tidak memiliki struktur yang kaku dan dapat mengalir atau menetap menyesuaikan mengikuti wadahnya. Dalam keadaan gas atau uap, keadaan dari molekul memiliki energi lebih bebas satu sama lain, dan dapat mengisi volume suatu wadah secara menyeluruh. (Halliday, 2010: 523) Suatu zat dapat saja berubah dari fase satu ke fase yang lain jika menerima atau mengeluarkan sejumlah kalor pada tekanan yang tetap. Air dalam fase padat (es) misalnya, ketika menerima sejumlah kalor dalam kadar tertentu dapat berubah fase menjadi cair (air), perubahan ini dinamakan mencair atau melebur dan proses sebaliknya disebut membeku, dan jika menerima kalor lebih besar dapat berubah menjadi uap (gas) atau disebut dengan menguap, meskipun tidak semua zat padat harus melalui fase cair sebelum menjadi uap, contohnya kapur barus dan es kering, proses ini disebut menyublim atau sublimasi. 45 PADAT menguap mencair mengembun menghablur menyublim GAS CAIR membeku Gambar 1. Diagram Perubahan Wujud Zat (Sumber: M.Ishaq, 2007) Kalor, atau naiknya temperatur bukan satu-satunya penyebab perubahan fase. Pada air tekanan juga menjadi faktor yang lain. Misalnya pada proses mencairnya es menjadi air (cair), terjadi pada temperatur 00C tapi juga dan menguap pada temperature 1000C, proses ini terjadi apabila tekanan pada 1 atm (M.Ishaq, 2007: 240). Jumlah energi per satuan massa yang harus ditransfer sebagai kalor ketika satu sampel mengalami perubahan fasa disebut kalor transformasi L. Jadi, ketika sampel massa m mengalami perubahan fasa, maka total energi yang ditransfer sebesar: Q= mL…………………………………. (2) Keterangan: Q = Kalor yang diserap atau dilepas (J) m = massa zat (kg) L = Kalor lebur atau kalor beku (Jkg -1) 46 Jika sebongkah es batu dipanaskan dari wujud padat sampai mencair semuanya, maka akan diperoleh grafik hubungan antara kalor dan suhu, seperti ditunjukkan pada Gambar 2 : E C D A B Gambar 2 : Grafik Perubahan Wujud Zat (Sumber: fendy.wordpress.com, 2011) Gambar 2. Contoh grafik hubungan antara suhu perubahan wujud air terhadap kalor pada tekanan 1 atmosfer. (a) Zat dalam wujud padat/es. (b) Es mulai mencair, zat dalam wujud padat dan cair, suhu tidak naik meskipun terus diberi kalor. (c) Zat dalam wujud cair. (d) Air mulai mendidih, zat dalam wujud cair dan gas, suhu tidak naik meskipun terus diberi kalor. (e) Zat dalam wujud gas. Gambar 2. (a,b) Berdasarkan hasil pengamatan yang dilukiskan pada grafik Gambar 2. (b) menunjukkan bahwa suhu es tersebut tidak berubah selama es itu melebur. Dalam keadaan itu es menerima kalor namun suhunya tidak mengalami perubahan. Suhu ketika zat melebur disebut titik lebur. Titik beku pada dasarnya sama dengan titik lebur. Setiap zat melebur dan membeku pada suhu yang sama. Titik beku adalah suhu ketika suatu zat membeku. (M.Ishaq, 2007: 241) Perbedaan antara titik lebur dan titik beku hanya terletak pada peristiwa perubahan wujud saja. Titik lebur terjadi ketika zat berubah dari padat menjadi cair, sedangkan titik beku terjadi ketika zat berubah dari cair menjadi padat. Kalor yang diperlukan oleh suatu zat untuk melebur sebanding dengan massa zat dan kalor lebur zat. Setiap zat mempunyai nilai kalor lebur tertentu. Kalor lebur menyatakan banyaknya kalor yang diserap setiap 1 kg zat untuk melebur pada titik leburnya. Sedangkan kalor beku menyatakan banyaknya kalor yang dilepaskan oleh 1 kg zat untuk membeku pada titik bekunya. (M.Ishaq, 2007: 241) Gambar 2. (c dan d). Berdasarkan hasil pengamatan yang dilukiskan pada grafik Gambar 2. (d) menunjukkan bahwa suhu air tersebut tidak berubah meskipun air tersebut dalam keadaan 47 mendidih dan air berangsur-angsur berubah menjadi uap air. Dalam keadaan itu air tetap menerima kalor namun suhunya tidak mengalami perubahan. Suhu zat cair pada waktu mendidih disebut titik didih. Sebaliknya, suhu zat gas pada waktu mengembun disebut titik embun. Setiap zat mendidih dan mengembun pada suhu yang sama, titik didih sama dengan titik embun. Banyaknya kalor yang diperlukan selama mendidih bergantung pada massa zat dan kalor uap. Kalor uap adalah banyaknya kalor yang diserap oleh 1 kg zat untuk menguap pada titik didihnya. Sedangkan banyaknya kalor yang dilepaskan selama mengembun bergantung pada massa zat dan kalor embun. Kalor embun adalah banyaknya kalor yang dilepaskan oleh 1 kg zat untuk mengembun pada titik embunnya. Kalor uap sama dengan kalor embun. (M.Ishaq, 2007: 241) c. Pemisahan Campuran Secara Fisika Pemisahan adalah proses pemisahan dua zat atau lebih yang saling bercampur serta untuk mendapatkan zat murni dari suatu zat yang telah tercemar atau tercampur. Campuran merupakan suatu materi yang dibuat dari penggabungan dua zat berlainan atau lebih menjadi satu zat fisik. Tiap zat dalam campuran ini tetap mempertahankan sifat-sifat aslinya. Sifat-sifat asli campuran : 1. Campuran terbentuk tanpa melalui reaksi kimia 2. Mempunyai sifat zat asalnya 3. Terdiri dari dua jenis zat tunggal atau lebih. 4. Komposisinya tidak tetap. Campuran terbagi menjadi dua bagian, yaitu campuran homogen dan campuran heterogen. 1. Campuran homogen (larutan) adalah campuran unsur-unsur dan atau senyawa yang mempunyai susunan seragam dalam contoh itu tetapi berbeda 48 susunan dari contoh lain, selain itu juga merupakan penggabungan zat tunggal atau lebih yang semua partikelnya menyebar merata sehingga membentuk satu fase. Yang disebut satu fase adalah zat dan sifat komposisinya sama antara satu bagian dengan bagian lain didekatnya dan juga campuran dapat dikatakan campuran homogen jika antara komponennya tidak terdapat bidang batas sehingga tidak terbedakan lagi walaupun menggunakan mikroskop ultra. Selain itu campuran homogen mempunyai komposisi yang sama pada setiap bagiannya dan juga memiliki sifat-sifat yang sama diseluruh cairan. 2. Campuran heterogen adalah campuran yang komponen-komponennya dapat memisahkan diri secara fisik karena perbedaan sifatnya dan penggabungan yang tidak merata antara dua zat tunggal atau lebih sehingga perbandingan komponen yang satu dengan yang lainnyatidak sama diberbagai bejana. Dan juga campuran dapat dikatakan campuran heterogen jika antara komponennya masihterdapat bidang batas dan sering kali dapat dibedakan tanpa menggunakan mikroskop, hanya dengan mata telanjang, serta campuran memiliki dua fase, sehingga sifat-sifatnya tidak seragam (Ralph H Petrucci-Seminar, 1987) Campuran dapat dipisahkan melalui peristiwa fisika atau kimia. Pemisahan secara fisika tidak mengubah zat selama 49 pemisahan, sedangkan secara kimia, satu komponen atau lebih direaksikan dengan zat lain sehingga dapat dipisahkan. Cara atau teknik pemisahan campuran bergantung pada jenis, wujud, dan sifat komponen yang terkandung didalamnya. Jika komponen berwujud padat dan cair , misalnya pasir dan air, dapat dipisahkan dengan saringan. Saringan bermacam-macam, mulai dari yang porinya besar sampai yang sangat halus, contohnya kertas saring dan selaput semi permiabel. Kertas saring dipakai untuk memisahkan endapan atau padatan dari pelarut. Selaput semi permiabel dipakai untuk memisahkan suatu koloid dari pelarutnya (Syukuri S. 1999) Karena perbedaan keadaan agregasi (bentuk penampilan materi) sangat mempengaruhi metode pemisahan dan pemurnian yang diperlukan, maka diadakan pembedaan : a. Memisahkan zat padat dari suspensi Suspensi adalah sistem yang didalamnya mengandung partikel sangat kecil (padat), setengah padat, atau cairan tersebutr secara kurang lebih seragam dalam medium cair. Suatu suspensi dapat dipisahkan dengan penyaringan (filtrasi) dan sentrifugasi. 1) Penyaringan (filtrasi) adalah pemisahan endapan dari larutan induknya, sasarannya adalah agar endapan dan medium penyaring 50 secara kuantitatif bebas dari larutan. Media yang digunakan untuk penyaring adalah: a) Kertas saring b) Penyaring asbes murni atau platinum c) Lempeng berpori yang terbuat dari kaca bertahanan misalnya pyrex dari silika atau porselin. 2) Sentrifugasi (pemusingan) Sentrifugasi dapat digunakan untuk memisahkan suspensi yang jumlahnya sedikit. Sentrifugasi digunakan untuk memutar dengan cepat hingga gaya sentrifugal beberapa kali lebih besar daripada gorsa berat, digunakan untuk mengendapkan partikel tersuspensi dan memisahkan zat padat dari larutan Zat terlarut padat tidak dapat dipisahkan dari larutannya dengan penyaringan dan pemusingan (sentrifugasi). Zat padat terlarut dapat dipisahkan melalui penguapan atau kristalisasi. 3) Penguapan Pada penguapan, larutan dipanaskan sehingga pelarutnya meninggalkan zat terlarut. Pemisahan terjadi karena zat terlarut mempunyai titik didih yang lebih tinggi daripada pelarutnya. 4) Kristalisasi Kristalisasi adalah larutan pekat yang didinginkan sehingga zat terlarut mengkristal. Hal itu terjadi karena kelarutan 51 berkurang ketika suhu diturunkan. Apabila larutan tidak cukup pekat, dapat dipekatkan lebih dahulu dengan jalan penguapan, kemudian dilanjutkan dengan pendinginan melalui kristalisasi diperoleh zat padat yang lebih murni karena komponen larutan yang lainnya yang kadarnya lebih kecil tidak ikut mengkristal. 5) Rekristalisasi Teknik pemisahan dengan rekristalisasi (pengkristalan kembali) berdasarkan perbedaan titik beku komponen. Perbedaan itu harus cukup besar, dan sebaiknya komponen yang akan dipisahkan berwujud padat dan yang lainnya cair pada suhu kamar. Contohnya garam dapat dipisahkan dari air karena garam berupa padatan. Air garam bila dipanaskan perlahan dalam bejana terbuka, maka air akan menguap sedikit demi sedikit. Pemanasan dihentikan saat larutan tepat jenuh. Jika dibiarkan akhirnya terbentuk kristal garam secara perlahan. Setelah pengkristalan sempurna garam dapat dipisahkan dengan penyaring. (Syukri S. 1991) d. Pembuatan Garam Petani garam dalam proses pembuatan garam menggunakan cara yang sangat sederhana yaitu menguapkan air laut didalam petak pegaraman dengan tenaga sinar matahari tanpa sentuhan teknologi apapun. Secara umum dalam proses produksi garam rakyat menggunakan proses kristalisasi, dimana air tua yang berada dimeja 52 peminihan bila dianggap kepekatanya telah mencukupi langsung dialirkan kemeja-meja kristalisasi, kemudian dengan memanfaatkan sinar matahari air laut tersebut diuapkan sampai menghasilkan Kristal garam. Yang kemudian di cuci dan duapkan kembali. Proses it uterus berulang sampai diperoleh garam yang layak. Tanpa pengontrolan kepekatan larutan air garam yang memenuhi syarat, proses pelepasan air tua yang belum saatnya serta waktu pemanenan yang terlalu pendek kurang terjaganya petak garam dapat mempengaruhi mutu garam nantinya. (Drajat. 2016) Garam dapat dijadikan sebagai produk perawatan kulit dan tubuh. Berikut 8 macam penggunaan garam yang baik bagi kulit dan tubuh, 1. Garam bisa digunakan untuk berendam. Merendamkan tubuh ke dalam air garam dapat mengurangi peradangan dalam tubuh dan meminimalisir rasa pegal pada otot dan sendi. 2. Garam mengandung exfoliant alami yang dapat menghaluskan kulit Anda. 3. Masker garam dapat mengurangi peradangan kulit, menyeimbangkan kadar minyak, dan mempercepat penyembuhan kulit dari jerawat. 4. Garam dapat membunuh bakteri penyebab bau. Untuk itu, garam sangat berguna jika dibuat deodoran. 53 5. Pasta gigi yang terbuat dari garam ternyata lebih baik daripada jenis pasta gigi lainnya. Sebab, garam memiliki sifat antibakteri. 6. Berkumur dengan air garam dapat menghilangkan rasa sakit pada tenggorokan. Obat kumur garam cukup efektif untuk membunuh bakteri pada mulut. 7. Pembersih hidung 8. Sifat antimikroba dalam garam menjadikannya sebagai salah satu pengobatan yang efektif untuk luka kulit. Menggosokkan garam ke luka dapat membersihkan luka dari kuman bakteri dan mempercepat proses penyembuhan. (Organic Authority. 2016) 54