BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hakikat

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Hakikat Pembelajaran IPA
Guru sains mengajak siswa secara efektif dalam mempelajari
sejarah, filosofi dan praktik sains. Guru-guru sains memberi peluang siswa
untuk membedakan sains dari non-sains, memahami evolusi dan praktik
sains sebagai usaha manusia, dan secara kritis menganalisis tuntutan yang
dibuat dalam memahami sains. Upaya untuk mewujudkannya, maka siswa
disiapkan untuk diberi hakikat sains dengan demikian guru-guru sains
harus menunjukkan bahwa mereka:
a. Memahami sejarah dan budaya perkembangan sains dan evolusi
pengetahuan beserta disiplinnya,
b. Memahami secara filosofis prinsip-prinsip, asumsi-asumsi, tujuantujuan dan nilai-nilai yang membedakan sains dari teknologi dan dari
cara-cara lain dalam memahami dunia,
c. Mengajak siswa-siswa secara berhasil dalam belajar hakikat sains yang
terkait, menganalisis secara kritis kesalahan atau keragu-raguan
tuntutan yang dibuat dalam menamai sains.
(NSTA, 2003: 16)
Penelitian menunjukkan banyak siswa dan guru tidak secara
berkecukupan memahami hakikat sains. Contoh yang bisa dipaparkan
adalah banyak guru dan siswa tidak percaya bahwa semua penyelidikan
ilmiah melekat pada sebuah identitas dari tahap-tahap pengetahuan sebagai
metode ilmiah, dan bahwa teori secara sederhana adalah hukum-hukum
yang belum matang. Bahkan ketika guru-guru memahami dan mendukung
keperluan yang terkait dengan hakikat sains dalam pengajaran mereka,
mereka tidak selalu melakukannya. Akibatnya mereka mungkin salah
mengasumsikan tentang inquiry yang memandu pemahaman sains. Secara
eksplisit pengajaran memerlukan dua hal, yaitu mempersiapkan guru-guru
12
dan memandu siswa-siswa untuk memahami hakikat sains. (Khishfe &
Khalick, 2002:554)
Semua mahasiswa sains apakah sebagai calon guru atau bukan
calon guru, harus memiliki pengetahuan tentang hakikat sains, karena
merupakan suatu aspek standar dan untuk mahasiswa calon guru harus
memiliki keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengajak
siswa-siswa secara kritis menganalisis keputusan ilmiah atau semi ilmiah
dalam cara yang tepat. Calon guru sains harus melipat gandakan
kesempatan
untuk
mempelajari
dan
menganalisis
literatur
yang
berhubungan dengan sejarah dan hakikat sains. Calon guru sains perlu
menganalisis, mendiskusikan dan berdebat tentang topik-topik dan
laporan-laporan dalam media yang berhubungan dengan hakikat sains dan
pengetahuan ilmiah dalam pembelajaran dan seminar-seminar yang
bertema tidak hanya dalam konteks pendidikan.
Calon guru sains perlu menunjukkan bahwa mereka menjadi efektif
dengan mengajak siswa-siswa dalam mempelajari hakikat sains. Asesmen
perlu memperhatikan pada pemahaman yang terkait seperti kemungkinan
penyelesaian pembelajaran, seminar-seminar atau tugas-tugas, seperti
proyek, paper, dan analisis studi kasus.
Sudjana (2000: 6) mendefinisikan pembelajaran sebagai upaya yang
dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan siswa
melakukan kegiatan pembelajaran. IPA sebagai pengetahuan yang
13
mempelajari natural law membutuhkan suatu strategi khusus untuk
diajarkan ke siswa.
Pembelajaran IPA yang dilakukan oleh pendidik mengarahkan
siswa pada pembelajaran secara ilmiah tentang sebab dan akibat
fenomena-fenomena alam yang terjadi. Esensi dari pembelajaran IPA di
sekolah yaitu agar siswa memahami hakikat IPA, yaitu produk, proses, dan
sikap ilmiah serta nilai mulia. (Made dan Wandy, 2009: 27-28)
Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan juga kumpulan proses
(Sund & Trowbridge, 1973: 2). Santa & Alverman mengemukakan
bagaimanapun juga, kebanyakan anak-anak tidak berkembang dalam hal
pemahaman konsep-konsep ilmiah dan prosesnya secara terintegrasi dan
fleksibel. Sebagai contoh, mereka dapat menghafalkan berbagai konsep
dan fakta, tetapi tidak dapat menggunakannya untuk menjelaskan
fenomena dalam kehidupan yang berhubungan dengan konsep tersebut.
Konsekuensinya, untuk memperkecil permasalahan ini, pembelajaran
diharapkan untuk dapat memberikan berbagai pengalaman pada siswa
untuk melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan. Siswa juga
didorong untuk memberikan penjelasan terhadap pengamatan mereka.
(Sumadji, 1998: 117-118)
Trianto
pengetahuan
(2010:
yang
151)
diperoleh
menyatakan
melalui
bahwa
IPA
pengumpulan
merupakan
data
dengan
eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu
penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Hakikat IPA
14
meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk, dan aplikasi. Ke
empat unsur tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan diharapkan
muncul dalam pembelajaran IPA sehingga siswa dapat memperoleh proses
pembelajaran secara utuh, memahami gejala alam melalui kegiatan
pemecahan masalah dalam menemukan fakta.
Menurut beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran IPA merupakan merupakan proses belajar siswa yang
dibimbing oleh guru untuk memahami kejadian dan peristiwa alam dan
hubungannya dengan konsep IPA yang sudah ada. Tujuan pembelajaran
IPA mencakup lima dimensi yaitu:
a. Pengetahuan dan pemahaman (scientific information),
b. Penggalian dan penemuan (exploring and discovering; scientific
processes),
c. Imaginasi dan kreativitas,
d. Sikap dan nilai, dan
e. Penerapan.
IPA terpadu merupakan sebuah pendekatan integratif yang
mensintesis perspektif (sudut pandang/tinjauan) pada semua bidang kajian
untuk memecahkan permasalahan. Dengan pembelajaran terpadu, siswa
diharapkan mempunyai pengetahuan IPA yang utuh (holistik) untuk
menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran
IPA terpadu adalah meningkatkan efesiensi dan efektivitas pembelajaran,
15
meningkatkan minat dan motivasi, dan beberapa kompetensi dasar dapat
dicapai sekaligus. (Puskur, 2006: 7)
Tujuan pembelajaran IPA Terpadu tercantum dalam Pusat
Kurikulum (Depdiknas, 2007: 7) meliputi:
1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran,
2. Meningkatkan minat dan motivasi, dan
3. Beberapa kompetensi dasar dapat tercapai sekaligus.
a. Konsep pembelajaran terpadu dalam IPA.
Manfaat yang dapat diperoleh melalui pelaksanaan pembelajaran
terpadu dalam (Depdiknas, 2007: 9-10) antara lain.
1) Penggabungan berbagai bidang kajian akan terjadi penghematan
waktu, karena bidang kajian dapat dibelajarkan sekaligus.
2) Siswa dapat melihat hubungan yang bermakna antar konsep energi
dan perubahannya, materi dan sifatnya, serta makhluk hidup dan
proses kehidupannya.
3) Meningkatkan taraf kecakapan berpikir siswa, karena siswa
dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih
dalam ketika menghadapi situasi pembelajaran.
4) Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan/aplikasi tentang dunia
nyata
yang dialami
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
memudahkan pemahaman konsep dan pemilikan kompetensi IPA.
5) Motivasi belajar siswa dapat diperbaiki dan ditingkatkan.
16
6) Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur kognitif yang
dapat menjembatani antara pengetahuan awal siswa dengan
pengalaman belajar yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih
terorganisasi dan mendalam, dan memudahkan memahami hubungan
materi IPA dari satu konteks ke konteks lainnya.
7) Akan terjadi peningkatan kerja sama antar guru bidang kajian terkait,
guru dengan siswa, siswa dengan siswa, siswa/guru dengan
narasumber; sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam
situasi nyata dan dalam konteks yang lebih bermakna.
Model pembelajaran IPA Terpadu juga memiliki kelemahan.
Kelemahan pembelajaran terpadu sebagai berikut.
1) Aspek guru; guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas
tinggi, keterampilan metodologis yang andal, rasa percaya diri yang
tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi.
2) Aspek siswa; pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar
siswa yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun
kreativitasnya.
3) Aspek sarana dan sumber pembelajaran; pembelajaran terpadu
memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup
banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet.
4) Aspek kurikulum; kurikulum harus luwes, berorientasi pada
pencapaian ketuntasan pemahaman siswa.
17
5) Aspek penilaian; pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian
yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan
belajar siswa dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan.
6) Suasana pembelajaran; guru berkecenderungan menekankan atau
mengutamakan
substansi
gabungan
tersebut
sesuai
dengan
pemahaman, selera dan latar belakang pendidikan itu sendiri.
(Depdiknas, 2007: 10)
b. Pemaduan konsep dalam pembelajaran IPA
Pusat Kurikulum (Depdiknas, 2007: 11)
mengemukakan
pembelajaran terpadu yang diawali dengan penentuan tema akan
membantu siswa dalam beberapa aspek, yaitu sebagai berikut.
1) Siswa yang bekerja sama dengan kelompoknya akan lebih
bertanggung jawab, berdisiplin dan mandiri.
2) Siswa menjadi lebih percaya diri dan termotivasi dalam belajar bila
mereka berhasil menerapkan apa yang telah dipelajari.
3) Siswa lebih memahami dan lebih mudah mengingat karena mereka
mendengar, berbicara, membaca, menulis dan melakukan kegiatan
menyelidiki masalah yang sedang dipelajari.
4) Memperkuat kemampuan berbahasa siswa.
5) Belajar akan lebih baik bila siswa terlibat secara aktif melalui tugas
proyek, kolaborasi dan berinteraksi dengan teman, guru dan dunia
nyata.
18
Dari sejumlah model keterpaduan pembelajaran, menurut
Prabowo dalam Trianto (2010: 39), “terdapat tiga model yang potensial
untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA terpadu, yaitu model
keterhubungan (connected), model jaring laba-laba (webbed), dan model
keterpaduan (integrated).” Tiga model tersebut dipilih karena konsepkonsep dalam KD IPA memiliki karakteristik yang berbeda-beda,
sehingga memerlukan model yang sesuai agar memberikan hasil yang
optimal. Karakteristik ketiga model pembelajaran terpadu disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Pembelajaran Terpadu Model Integrated,
Webbed, dan Connected
Model
Karakteris-tik
Kelebihan
Keterbatasan
Keterpaduan
(integrated)
Model
Membelajar-kan
beberapa KD
yang konsepkonsepnya
beririsan/
tumpang tindih
Karakteristik
Jaring laba-laba Membelajar-kan
beberapa KD
(Webbed)
yang berkaitan
melalui sebuah
tema
19
 Pemahaman
terhadap
konsep lebih
utuh
(holistik)
 Lebih efisien
 Sangat
kontekstual
Kelebihan
 Pemahaman
terhadap
konsep utuh
 Kontekstual
 Dapat dipilih
tema-tema
 KD-KD yang
konsepnya
beririsan berada
dalam semester
atau kelas yang
berbeda
 Menuntut
wawasan dan
penguasaan
materi yang
luas
 Saranaprasarana,
misalnya buku
belum
mendukung
Keterbatasan
 KD-KD yang
berkaitan
berada dalam
semester atau
kelas yang
berbeda
menarik yang
dekat dengan
kehidupan
tema
 Tidak mudah
menemukan
tema pengait
yang tepat.
 Melihat
Kaitan antara
permasalahan bidang kajian
(connected)
tidak hanya
sudah tampak
dari satu
tetapi masih
bidang kajian didominasi oleh
 Pembelajaran bidang kajian
dapat mengi- tertentu
kuti KD-KD
dalam SI,
tetapi harus
dikaitkan
dengan KD
yang relevan
(Sumber: Diadopsi dari Trianto, 2010: 39-44)
Keterhubungan
Membelajar-kan
sebuah KD,
konsep-konsep
pada KD
tersebut
dipertautkan
dengan konsep
pada KD yang
lain
Webbed model dimulai dengan menentukan tema yang kemudian
dikembangkan sub temanya dengan memperlihatkan kaitannya dengan
disiplin ilmu atau bidang kajian lain. Webbed model memiliki kelebihan
yaitu tema yang dikenal membuat motivasi belajar meningkat dan
memberikan pengalaman berpikir serta bekerja interdisipliner sehingga
memudahkan siswa untuk mempelajari aktivitas yang berbeda dan
materi yang berhubungan. Webbed model juga memiliki kekurangan
yaitu sulit menemukan tema karena tema yang digunakan harus dipilih
secara selektif agar menjadi berarti serta berkaitan dengan konten.
(Fogarty, 1991: 56)
20
Trianto (2010: 83-84) pembelajaran tematik sebagai bagian
daripada pembelajaran terpadu memiliki banyak keuntungan yang dapat
dicapai sebagai berikut.
a. Memudahkan pemusatan perhatian pada satu tema tertentu.
b. Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan
berbagai kompetensi dasar antar isi mata pelajaran dalam tema yang
sama.
c. Pemahaman materi mata pelajaran lebih mendalam dan berkesan.
d. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan
mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.
e. Lebih dapat dirasakan manfaat dan makna belajar karena materi
disajikan dalam konteks tema yang jelas.
f. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam
situasi yang nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam
suatu mata pelajaran dan sekaligus dapat mempelajari mata pelajaran
lain.
g. Guru dapat menghemat waktu sebab mata pelajaran yang disajikan
secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus, dan diberikan dalam dua
atau tiga pertemuan, dan waktu selebihnya dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan remidial, pemantapan, atau pengayaan materi.
Menurut pendapat-pendapat tersebut, webbed model merupakan
salah satu model keterpaduan konsep yang mengangkat suatu tema dan
dikembangkan sub tema yang berkaitan antar bidang kajian ilmu. Suatu
model tentunya memiliki keuntungan dan kelebihan. Salah satu
21
keuntungan webbed model yaitu kompetensi dasar dapat dikembangkan
lebih baik karena mengaitkan pelajaran dengan pengalaman pribadi
siswa, sedangkan kekurangan webbed model yaitu harus menemukan
suatu tema yang dipilih secara selektif dan harus berkaitan dengan
konten pembelajaran.
2. Lembar Kerja Siswa (LKS)
LKS menurut Hendro dan Kaligis (1991: 40) merupakan salah
satu sarana yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterlibatan siswa
atau aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Sedangkan,
keterlibatan siswa atau aktivitas siswa merupakan salah satu faktor yang
dapat mengoptimalkan tercapainya hasil belajar optimal.
LKS disusun untuk membantu meningkatkan kemampuan siswa
dalam menafsirkan dan menjelaskan secara lengkap objek dan peristiwa
yang dipelajarinya. Kemampuan itu akan membekali siswa dalam
menghadapi masalah-masalah formal, misalnya soal-soal tertulis, baik
waktu belajar di sekolahnya itu maupun untuk di sekolahnya yang lebih
lanjut, selain itu kemampuan tersebut juga akna membekali siswa dalam
menghadapi masalah sehari-hari di lingkungannya. Manfaat penyusunan
LKS yaitu untuk meningkatkan keterlibatan siswa atau aktivitas siswa
dalam pembelajaran, mengubah kondisi belajar dari teacher centered
menjadi student centered. (Hendro Darmojo, 1992: 40)
Beberapa manfaat penyusunan LKS yaitu untuk meningkatkan
keterlibatan siswa atau aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar,
22
mengubah kondisi belajar dari teacher centered menjadi student
centered,
membantu
menemukan
konsep,
guru
mengarahkan
selain
itu
juga
siswanya
dapat
untuk
dapat
digunakan
untuk
mengembangkan ketrampilan proses, mengembangkan sikap ilmiah serta
membangkitkan minat atau motivasi siswa dan pada akhirnya juga
memudahkan guru dalam memantau keberhasilan siswa dalam proses
pembelajaran (Hendro Darmojo, 1992: 40). Andi Prastowo (2011: 206)
menyatakan bahwa kegunaan LKS untuk kegiatan pembelajaran yaitu
guru mendapat kesempatan untuk memancing siswa agar secara aktif
terlibat pada materi yang sedang dibahas.
Andi Prastowo (2011: 205-206) menyatakan bahwa empat fungsi
LKS yaitu:
a. Meminimalkan peran guru, tetapi memaksimalkan peran siswa.
b. Memudahkan siswa untuk memahami materi yang diberikan.
c. Ringkas dan kaya tugas untuk berlatih.
d. Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada siswa.
Andi
Prastowo
(2011:
206)
menyatakan
bahwa
tujuan
penyusunan LKS yaitu:
a. Memudahkan siswa untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan.
b. Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan pemahaman siswa
terhadap materi yang diberikan.
c. Melatih kemandirian belajar siswa.
d. Memudahkan siswa dalam memberikan tugas kepada siswa.
23
LKS yang baik haruslah memiliki berbagai persyaratan misalnya
syarat didaktik, syarat konstruksi dan syarat teknis. (Hendro Darmodjo,
1992: 41-45)
a. Syarat Didaktik
Merupakan syarat yang harus mengikuti asas-asas belajar
mengajar efektif.
1) Memperhatikan adanya perbedaan individual, sehingga LKS yang
baik itu adalah yang dapat digunakan baik oleh siswa yang
lamban maupun yang pandai, bukan menganggap bahwa kelas
merupakan suatu kesatuan yang homogen.
2) Tekanan pada proses untuk menemukan konsep-konsep sehingga
LKS berfungsi sebagai petunjuk jalan bagi siswa untuk mencari
tahu bukan sebagai alat untuk memberi tahu dan bukan ditekankan
pada materi.
3) Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan
siswa. Jadi dalam sebuah LKS hendaknya terdapat kesempatan
siswa untuk menulis, menggambar, berdialog dengan temannya,
menggunakan alat, menyentuh benda nyata dan sebagainya.
4) Dapat
mengembangkan
kemampuan
komunikasi
sosial,
emosional, moral dan estetika pada diri anak. Jadi tidak sematamata ditujukan untuk mengenal fakta-fakta dan konsep-konsep
akademis. Diperlukan bentuk kegiatan yang memungkinkan siswa
dapat berhubungan dengan orang lain, mengkomunikasikan hasil
24
kerjanya kepada orang lain, dan bilamana perlu, diadakan suatu
display.
5) Pengalaman belajarannya ditentukan oleh tujuan pengembangan
pribadi siswa (intelektual, emosional, dan sebagainya) dan bukan
ditentukan oleh materi bahan pelajaran.
b. Syarat Kontruksi
Merupakan syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa,
susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan kejelasan agar
dapat dimengerti oleh siswa.
1) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan
siswa.
2) Menggunakan struktur kalimat yang jelas.
Agar kalimat menjadi jelas maksudnya perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a) Menghindarkan kalimat kompleks.
b) Menghindarkan “kata-kata tak jelas” misalnya “mungkin”,
“kira-kira”, “pada suatu hari”.
c) Menghindarkan kalimat negatif.
d) Menggunakan kalimat positif lebih jelas daripada kalimat
negatif.
3) Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat
kemampuan siswa. Apabila konsep yang akan dituju merupakan
25
sesuatu yang kompleks, dapat dipecah menjadi bagian-bagian
yang lebih sederhana terlebih dahulu.
4) Menghindarkan pertanyaan yang terlalu terbuka, yang dianjurkan
adalah isian atau jawaban yang didapat dari hasil pengolahan
informasi, bukan mengambil dari perbendaharaan pengetahuan
yang tak terbatas.
5) Tidak mengacu pada buku sumber yang diluar kemampuan
keterbacaan siswa.
6) Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan
pada siswa untuk maupun menulis maupun menggambarkan pada
LKS. Memberikan bingkai dimana anak harus menuliskan
jawaban atau menggambarkan sesuai dengan yang diperintahkan.
Hal ini juga memudahkan guru untuk memeriksa hasil kerja
siswa.
7) Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek karena kalimat
yang panjang tidak menjamin kejelasan instruksi atau isi namun
kalimat yang terlalu pendek juga dapat mengundang pertanyaan.
8) Menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata. Gambar
lebih dekat pada sifat “konkrit” sedangkan kata-kata lebih dekat
pada sifat “formal” atau abstrak sehingga lebih sukar ditangkap
oleh anak.
9) Dapat digunakan untuk siswa baik yang lamban maupun yang
cepat.
26
10) Memiliki tujuan belajar yang jelas serta manfaat dari itu sebagai
sumber motivasi.
11) Mempunyai
identitas
untuk
memudahkan
administrasinya.
Misalnya kelas, mata pelajaran, topik, nama atau nama-nama
anggota kelompok, tanggal dan sebagainya.
c. Syarat Teknis
1) Tulisan
a) Menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf
latin atau romawi.
b) Menggunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik,
bukan huruf biasa yang diberi garis bawah.
c) Menggunakan tidak lebih dari sepuluh kata dalam satu
baris.
d) Menggunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah
dengan jawaban siswa.
e) Mengusahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan
besarnya gambar serasi.
2) Gambar
Gambar yang baik untuk LKS adalah yang dapat
menyampaikan pesan atau isi dari gambar tersebut secara
efektif kepada pengguna LKS.
27
3) Penampilan
Apabila suatu LKS ditampilkan dengan penuh kata-kata,
kemudian ada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh
anak, hal ini menimbulkan kesan jenuh sehingga membosankan
atau tidak menarik. Apabila ditampilkan dengan gambar saja,
itu tidak mungkin karena pesan atau isinya tidak akan sampai.
Jadi yang baik adalah LKS yang memiliki kombinasi antara
gambar dan tulisan.
Struktur LKS terdiri atas enam komponen yaitu judul,
petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, informasi
pendukung, tugas-tugas, langkah-langkah kerja, dan evaluasi.
(Andi Prastowo, 2011: 215)
3. Pendekatan Guided Inquiry
a. Pengertian Inquiry
Terdapat berbagai definisi tentang inquiry oleh beberapa ahli,
antara lain:
1) Inquiry berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan
sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap
pertanyaan ilmiah yang diajukan. (Sofan Amri & Iif Khoiru,
2010: 85)
2) Inquiry sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia
untuk mencari atau memahami informasi. (Trianto, 2010: 166)
28
3) Thorstone dalam Sofan Amri & Iif Khoiru (2012:102)
merumuskan inquiry sebagai berikut. Inquiry merupakan suatu
kegiatan siswa mencari sesuatu sampai tingkatan “yakin”,
tingkatan ini dicapai melalui dukungan fakta, analisa interpretasi
serta pembuktiannya bahkan dalam inquiry akan dicari tingkat
pencarian alternatif pemecahan masalah tersebut.
Berdasarkan
berbagai
pendapat
di
atas
maka
dapat
disimpulkan bahwa inquiry merupakan suatu proses penemuan untuk
memperoleh suatu pengetahuan dan pemahaman yang didasari oleh
rasa ingin tahu (curiousity) melalui proses bertanya dan mencari tahu
jawaban
terhadap
pertanyaan
ilmiah
yang
diajukan
untuk
menjelaskan secara rasional fenomena dan gejala-gejala alam yang
ada.
b. Pengertian Pendekatan Inquiry
Menurut Sund
dan Trowbridge (1973: 63) pembelajaran
inkuiri merupakan pembelajaran yang menyiapkan situasi bagi siswa
untuk melakukan eksperimen dalam arti ingin melihat apa yang
terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol,
dan ingin mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan
penemuan
yang
satu
dengan
penemuan
yang
lain
serta
membandingkan apa yang ditemukan sendiri dengan yang ditemukan
orang lain.
29
Berdasarkan pengertian inkuiri ini, siswa akan lebih banyak
melakukan aktivitas dalam proses pembelajaran dan menjadi lebih
ingin tahu karena melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan
siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,
analitis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya
dengan penuh percaya diri.
c. Ciri-ciri Pendekatan Inquiry
Pendekatan pembelajaran inquiry memiliki ciri-ciri dalam
pelaksanaannya seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli dapat
dilihat sebagai berikut.
1) Menurut Sofan Amri & Iif Khoiru (2010: 104-105), ciri-ciri
pendekatan inquiry dalam pembelajaran, yakni:
a) Menggunakan keterampilan proses,
b) Jawaban yang dicari siswa tidak diketahui terlebih dahulu,
c) Siswa berhasrat untuk menemukan pemecahan masalah,
d) Suatu masalah ditemukan dengan pemecahan siswa sendiri,
e) Hipotesis dirumuskan oleh siswa untuk membimbing
percobaan atau eksperimen,
f) Para siswa mengusulkan cara-cara pengumpulan data dengan
mengumpulkan
data
mengadakan
membaca/menggunakan sumber lain,
30
pengamatan,
g) Siswa melakukan penelitian secara individu/kelompok untuk
mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesis
tersebut,
h) Siswa mengolah data sehingga mereka sampai pada
kesimpulan
2) Menurut Trianto (2010: 173), pembelajaran inquiry memiliki
sasaran utama, antara lain:
a) Keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan
belajar,
b) Keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan
pembelajaran,
c) Mengembangkan sikap percaya siswa tentang apa yang
ditemukan dalam proses inquiry.
Selain itu, kondisi yang kondusif juga diperlukan sebagai
syarat timbulnya bagi siswa saat pendekatan inquiry, yakni:
a) Aspek sosial di dalam kelas dan suasana terbuka yang
mengundang siswa berdiskusi,
b) Inquiry berfokus pada hipotesis,
c) Penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi, fakta)
sedangkan untuk mencipkatan kondisi tersebut diperlukan
peranan
guru
sebagai
motivator,
administrator, pengarah dan rewarder.
31
fasilitator, penanya,
Berdasarkan ciri-ciri pendekatan inquiry, guru berusaha
membimbing, melatih dan membiasakan siswa terampil berpikir
karena mereka mengalami keterlibatan secara mental maupun secara
fisik seperti terampil menggunakan alat, terampil untuk merangkai
peralatan percobaan, dan lain-lain. Pelatihan dan pembiasaan siswa
dalam terampil baik secara fisik maupun dalam berpikir tersebut
merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan instruksional yang
lebih besar yakni tercapainya keterampilan proses ilmiah serta
terbentuknya sikap ilmiah selain penguasaan konsep materi.
Wina Sanjaya (2009: 201) menyatakan langkah-langkah
pendekatan inquiry dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang
fenomena alam.
2) Merumuskan masalah yang ditemukan.
3) Merumuskan hipotesis.
4) Merancang dan melakukan eksperimen.
5) Mengumpulkan dan menganalisis data.
6) Menarik kesimpulan mengembangkan sikap ilmiah, yaitu:
objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, berkemauan, dan
tanggung jawab.
Menurut Gulo dalam Trianto (2010: 168-169) berpendapat
bahwa langkah-langkah yang diperlukan untuk melaksanakan
pembelajaran inquiry adalah sebagai berikut.
32
1) Mengajukan Pertanyaan atau Permasalahan
Kegiatan
inquiry
dimulai
ketika
pertanyaan
atau
permasalahan diajukan. Untuk meyakinkan bahwa pertanyaan
sudah jelas, pertanyaan tersebut ditulis pada papan tulis,
kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis.
2) Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau
solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk
memudahkan proses ini, guru menanyakan kepada siswa gagasan
mengenai hipotesis yang mungkin. Dari semua gagasan yang
ada,
dipilih
salah
satu
hipotesis
yang
relevan
dengan
permasalahan yang diberikan
3) Mengumpulkan Data
Hipotesis
yang digunakan untuk
menuntun proses
pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel,
matrik, atau grafik.
4) Analisis Data
Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah
dirumuskan dengan menganalisis data yang diperoleh. Faktor
penting dalam menguji hipotesis adalah pemikiran “benar” atau
“salah”. Setelah memperoleh kesimpulan dari data percobaan
siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Jika
33
hipotesis itu salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai
dengan proses inquiry yang telah dilakukannya.
5) Membuat kesimpulan
Langkah penutup dari pembelajaran inquiry adalah
membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh
siswa.
d. Macam-macam Pendekatan Inquiry
Bonnstetter dalam Sofan Amri & Iif Khoiru (2010: 87)
mengklasifikasikan inquiry didasarkan pada tingkat kesederhanaan
kegiatan siswa dan dinyatakan sebaiknya penerapan inquiry
merupakan suatu kontinum yaitu dimulai dari yang paling sederhana
terlebih dahulu, yakni:
1) Praktikum Tradisional
Praktikum tradisional adalah tipe inquiry yang paling
sederhana.
Dalam
praktikum
guru
menyediakan
seluruh
keperluan mulai dari topik sampai kesimpulan yang harus
ditemukan siswa dalam bentuk buku petunjuk lengkap, pada
tingkat ini komponen essensial dari inquiry yakni pertanyaan
atau masalah tidak muncul.
2) Pengalaman Sains yang Terstruktur
Tipe inquiry ini merupakan kegiatan dimana guru
menentukan topik, pertanyaan, bahan, dan prosedur sedangkan
analisis hasil dan kesimpulan dilakukan oleh siswa.
34
3) Inquiry Terbimbing (Guided Inquiry)
Tipe inquiry ini siswa diberikan kesempatan untuk bekerja
merumuskan prosedur, menganalisis hasil, dan mengambil
kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal menentukan
topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan
sebagai fasilitator.
4) Inquiry Siswa Mandiri
Inquiry siswa mandiri (student directed inquiry), pada
tingkatan ini siswa bertanggung jawab secara penuh terhadap
proses belajarnya, dan guru hanya memberikan bimbingan
terbatas pada pemilihan topik dan pengembangan pertanyaan.
5) Penelitian siswa (Student Research)
Pada tipe inquiry ini, guru hanya berperan sebagai
fasilitator dan pembimbing sedangkan penetuan atau pemilihan
dan pelaksanaan proses dari seluruh komponen inquiry menjadi
tanggung jawab siswa.
e. Pendekatan Guided Inquiry
1) Pengertian Pendekatan Guided Inquiry
Pendekatan guided inquiry atau inquiry terbimbing
merupakan
pendekatan
pembelajaran
dimana
masalah
dikemukakan guru berupa pertanyaan atau bersumber dari buku
teks kemudian siswa menggunakan keterampilan berpikir mereka
untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut di bawah
35
bimbingan
guru.
Terdapat
berbagai
pendapat
mengenai
pendekatan guided inquiry yang dikemukakan oleh para ahli,
antara lain:
a) Moh. Amien (1987: 137-138) menyatakan bahwa pendekatan
pembelajaran guided inquiry memberi kesempatan kepada
siswa untuk memiliki pengalaman belajar yang nyata dan
aktif, siswa dilatih bagaimana memecahkan masalah sekaligus
membuat keputusan. Peran guru dalam pembelajaran ini lebih
sebagai pemberi bimbingan, arahan jika diperlukan siswa,
siswa dituntut bertanggung jawab pebuh terhadap proses
belajarnya, sehingga guru harus menyesuaikan diri dengan
kegiatan yang dilakukan oleh siswa agar tidak mengganggu
proses belajar siswa.
b) Orlich dalam Sofan Amri & Iif Khoiru (2010: 89) menyebut
guided inquiry sebagai pembelajaran penemuan (discovery
learning) karena siswa dibimbing secara hati-hati untuk
menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapkan
kepadanya.
c) Menurut Sofan Amri (2010: 89), kegiatan belajar pada inquiry
terbimbing harus dikelola dengan baik oleh guru dan output
pembelajaran sudah dapat diprediksi sejak awal serta cocok
untuk diterapkan dalam pembelajaran mengenai konsep-
36
konsep dan prinsip-prinsip yang mendasar dalam bidang ilmu
tertentu.
Dari berbagai pendapat mengenai pendekatan guided
inquiry di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan
guided inquiry merupakan suatu pendekatan pembelajaran
dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan
memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi.
Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan
dan tahap-tahap pemecahannya.
2) Karakteristik Pendekatan Guided Inquiry
Orlich dalam Sofan Amri & Iif Khoiru (2010: 89-90)
berpendapat bahwa ada beberapa karakteristik inquiry terbimbing
yang perlu diperhatikan, yaitu:
a) Mengembangkan
kemampuan
berpikir
siswa
melalui
observasi spesifik hingga mampu membuat inferesi atau
generalisasi,
b) Sasarannya adalah mempelajari proses pengamatan kejadian
atau objek dan menyusun generalisasi yang sesuai,
c) Guru mengontrol bagian tertentu dari pembelajaran, misalnya
kejadian, data, materi dan berperan sebagai pemimpin kelas,
d) Setiap siswa berusaha membangun pola yang bermakna
berdasarkan hasil observasi di dalam kelas,
37
e) Kelas
diharapkan
berfungsi
sebagai
laboratorium
pembelajaran,
f) Biasanya sejumlah generalisasi akan diperoleh siswa,
g) Guru memotivasi semua siswa untuk mengkomunikasikan
hasil generalisasinya sehingga dapat dimanfaatkan seluruh
siswa dalam kelas.
Menurut pendapat mengenai karakteristik pendekatan inquiry
terbimbing, dapat disimpulkan bahwa karakteristik yang harus
diperhatikan dalam pembelajaran yaitu mengembangkan kemampuan
berpikir
siswa
mengembangkan
melalui
observasi
kemampuan
siswa
sampai
inferensi
membangun
pola
dan
yang
bermakna berdasarkan hasil percobaan, serta pembelajaran dikontrol
oleh guru agar mendapatkan konsep materi berdasarkan tujuan.
4. Keterampilan Proses
Keterampilan proses menurut Indrawati (1999) dalam Trianto
(2010: 144) adalah keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik
kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan
suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang
telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap
suatu penemuan/klasifikasi.
Menurut Funk (1985) dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 140)
mengutarakan bahwa ada berbagai keterampilan dalam keterampilan
proses dalam bidang kajian IPA. Keterampilan-keterampilan tersebut
38
terdiri dari keterampilan dasar proses (basic skills) dan keterampilan
terpadu proses (integrated skills).
a. Keterampilan Proses Dasar (basic skills)
Keterampilan
proses
dasar
meliputi
keterampilan-
keterampilan:
1) Observasi (observing), yaitu menggunakan panca indera untuk
menemukan informasi tentang karakteristik benda, sifat-sifat
benda, kesamaan-kesamaan benda dan ciri-ciri identifikasi
lainnya.
2) Klasifikasi (classifying), yaitu proses pengelompokan dan
pengurutan benda-benda.
3) Pengukuran (measuring), yaitu membandingkan kuantitas yang
tidak diketahui dengan kuantitas yang diketahui, seperti satuan
pengukuran standar dan non standar.
4) Komunikasi (communicating), yaitu menggunakan multimedia,
menulis, membuat grafik atau kegiatan-kegiatan untuk sharing
penemuan.
5) Inferensi
(inferring),
yaitu
pembentukan
ide-ide
untuk
menjelaskan pengamatan.
6) Prediksi (predicting), pengembangan asumsi dari hasil yang
diharapkan.
39
b. Keterampilan Proses Terintegrasi (integrated skills)
Sedangkan keterampilan-keterampilan proses terintegrasi
antara lain:
1) Merumuskan
hipotesis
(formulating
a
hypothesis),
yaitu
membuat suatu prediksi yang didasarkan pada bukti-bukti
penelitian dan penyelidikan sebelumnya.
2) Identifikasi variabel (variables), yaitu menamai dan mengontrol
variabel-variabel bebas (independent), terikat (dependent) dan
kontrol (control).
3) Definisi
operasional
(operational
definitions),
yaitu
mengembangkan istilah-istilah khusus untuk mendeskripsikan
apa
yang
terjadi
dalam
penyelidikan
didasarkan
pada
karakteristikkarakteristik yang dapat diamati.
4) Eksperimen
(experimenting),
yaitu
melakukan
suatu
penyelidikan
5) Interpretasi data (interpreting data), yaitu menganalisis hasil
suatu penyelidikan.
Menurut
Trianto
(2010:
148)
keterampilan
proses
dikembangkan dalam pengajaran IPA karena keterampilan proses
mempunyai peran-peran sebagai berikut:
a. Membantu siswa mengembangkan pikirannya.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan.
c. Meningkatkan daya ingat.
40
d. Memberikan kepuasan intrinsik bila siswa telah berhasil
melakukan sesuatu.
e. Membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains.
Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan proses
IPA, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri
fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap
nilai yang dituntut. Dengan demikian, keterampilan-keterampilan itu
menjadi penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep
serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai. Seluruh irama
gerak atau tindakan dalam proses belajar-mengajar seperti ini akan
menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif (Cony Semiawan,
1992:18).
Dalam penelitian ini keterampilan proses yang akan
digunakan adalah keterampilan proses IPA yaitu keterampilan proses
dasar (basic skills) dimana meliputi observasi, pengukuran,
klasifikasi, inferensi, prediksi, dan komunikasi.Adapun petunjukpetunjuk untuk mengamati keterampilan proses IPA yaitu:
a. Pengamatan/Observasi
Petujuk melakukan pengamatan apabila (Mohamad Nur,
2011: 3): Menggunakan indera-indera penglihatan, pendengaran,
peraba, dan pembau untuk melakukan pengamatan yang
menghasilkan data kualitatif (dalam bentuk gambar, kata, atau
kalimat).
41
b. Klasifikasi data
Petujuk melakukan klasifikasi apabila (Mohamad Nur,
2011: 16):
1) Mengidentifikasi kesamaan dan perbedaan obyek yang dikaji.
2) Mengelompokkan obyek tersebut ke dalam tabel/kolom yang
sudah tersedia.
c. Pengukuran
Petunjuk melakukan pengukuran apabila (Mohamad Nur,
2011: 34):
1) Melakukan percobaan dengan hati-hati, rapi, dan menggugah
rasa ingin tahu.
2) Menggunakan alat percobaan dengan benar (misalnya:
membaca skala harus sejajar dengan mata, meletakkan angka
0 jika menggunakan penggaris, dan sebagainya).
3) Menuliskan satuan untuk pengukuran obyek yang sedang
diamati.
4) Memilih ukuran satuan yang paling cocok, misalnya
centimeter untuk buku dan meter untuk lantai ruang kelas.
d. Prediksi
Petujuk melakukan pengukuran apabila (Mohamad Nur,
2011: 12):
1) Menduga/menerka dengan mempelajari semua bukti yang
dimiliki sebelumnya
42
2) Mempertimbangkan pola tersebut dengan kejadian yang
sedang diprediksi
e. Inferensi
Petujuk melakukan pengukuran apabila (Mohamad Nur,
2011: 7):
1) Mengevaluasi inferensi-inferensi yang telah dibuat.
2) Memutuskan/menyiapkan untuk memodifikasi, menolak, atau
merevisi inferensi-inferensi yang telah dibuat
f. Berkomunikasi
Petujuk melakukan pengukuran apabila (Mohamad Nur,
2011: 27):
1) Mendiskusikan langkah kerja dan hasil percobaan yang telah
dilakukan dengan kelompok.
2) Mendeskripsikan pengamatan dengan jujur (menulis yang
benar-benar diamati, bukan apa yang diharapkan untuk
teramati/terjadi).
3) Membuat suatu rekaman tertulis dari prosedur kerja yang
telah dilakukan serta siap untuk mengkomunikasikannya di
depan orang lain.
Penilaian terhadap keterampilan proses IPA dapat dilakukan
dengan cara non tes yaitu dengan menggunakan lembar observasi.
Metode observasi sebagai pelengkap sering berguna untuk
memonitor kemampuan belajar siswa. Pada waktu siswa melakukan
43
kegiatan eksperimen/percobaan, guru dapat melakukan pengamatan
langsung terhadap teknik yang digunakan oleh siswa, ketepatan
prosedur yang dilakukan, dan hasil yang diperoleh. Dalam membuat
lembar pengamatan perlu memperhatikan:
a. Menentukan keterampilan proses apa saja yang akan diamati.
b. Membuat indikator penilaian untuk masing-masing keterampilan.
5. Kajian Keilmuwan
a. Kalor
Kalor adalah energi yang ditransfer antara sistem dan
lingkungannya dikarenakan perbedaan suhu yang ada di antara
sistem dan lingkungan. Hubungan kalor dengan suhu benda yaitu,
makin besar kenaikan suhu suatu benda, makin besar pula kalor
yang diserapnya. Selain itu, kalor yang diserap benda juga
bergantung massa benda dan bahan penyusun benda. Kalor jenis
benda (zat) menunjukkan banyaknya kalor yang diperlukan oleh 1
kg zat untuk menaikkan suhunya sebesar satu satuan suhu (°C).
(Halliday dkk, 2010: 521-522)
Secara matematis dapat di tulis seperti berikut:
Q = m c ΔT…………………………… (1)
Keterangan:
Q : kalor yang diserap/dilepas benda (J)
m : massa benda (kg)
c : kalor jenis benda (J/kg°C)
ΔT : perubahan suhu (°C)
44
b. Perubahan Wujud Zat
Ketika energi diserap sebagai kalor oleh zat padat atau cair,
suhu dari sampel tidak selalu naik. Sebaliknya, sampel dapat berubah
dari satu fasa atau keadaan. Suatu benda dapat terbagi menjadi tiga
keadaaan umum: pada tekanan padat, molekul-molekul sampel
terkunci dalam struktur yang kuat oleh tarikan antar molekul
tersebut. Dalam keadaan cair, molekul memiliki lebih banyak energi
dan bergerak. Molekul tersebut dapat membentuk ikatan secara
secara singkat, tapi sampel tidak memiliki struktur yang kaku dan
dapat mengalir atau menetap menyesuaikan mengikuti wadahnya.
Dalam keadaan gas atau uap, keadaan dari molekul memiliki energi
lebih bebas satu sama lain, dan dapat mengisi volume suatu wadah
secara menyeluruh. (Halliday, 2010: 523)
Suatu zat dapat saja berubah dari fase satu ke fase yang lain
jika menerima atau mengeluarkan sejumlah kalor pada tekanan yang
tetap. Air dalam fase padat (es) misalnya, ketika menerima sejumlah
kalor dalam kadar tertentu dapat berubah fase menjadi cair (air),
perubahan ini dinamakan mencair atau melebur dan proses
sebaliknya disebut membeku, dan jika menerima kalor lebih besar
dapat berubah menjadi uap (gas) atau disebut dengan menguap,
meskipun tidak semua zat padat harus melalui fase cair sebelum
menjadi uap, contohnya kapur barus dan es kering, proses ini disebut
menyublim atau sublimasi.
45
PADAT
menguap
mencair
mengembun
menghablur
menyublim
GAS
CAIR
membeku
Gambar 1. Diagram Perubahan Wujud Zat
(Sumber: M.Ishaq, 2007)
Kalor, atau naiknya temperatur bukan satu-satunya penyebab
perubahan fase. Pada air tekanan juga menjadi faktor yang lain.
Misalnya pada proses mencairnya es menjadi air (cair), terjadi pada
temperatur 00C tapi juga dan menguap pada temperature 1000C,
proses ini terjadi apabila tekanan pada 1 atm (M.Ishaq, 2007: 240).
Jumlah energi per satuan massa yang harus ditransfer sebagai
kalor ketika satu sampel mengalami perubahan fasa disebut kalor
transformasi L. Jadi, ketika sampel massa m mengalami perubahan
fasa, maka total energi yang ditransfer sebesar:
Q= mL…………………………………. (2)
Keterangan:
Q = Kalor yang diserap atau dilepas (J)
m = massa zat (kg)
L = Kalor lebur atau kalor beku (Jkg -1)
46
Jika sebongkah es batu dipanaskan dari wujud padat sampai
mencair semuanya, maka akan diperoleh grafik hubungan antara
kalor dan suhu, seperti ditunjukkan pada Gambar 2 :
E
C
D
A
B
Gambar 2 : Grafik Perubahan Wujud Zat
(Sumber: fendy.wordpress.com, 2011)
Gambar 2. Contoh grafik hubungan antara suhu perubahan wujud air terhadap
kalor pada tekanan 1 atmosfer. (a) Zat dalam wujud padat/es. (b) Es mulai
mencair, zat dalam wujud padat dan cair, suhu tidak naik meskipun terus diberi
kalor. (c) Zat dalam wujud cair. (d) Air mulai mendidih, zat dalam wujud cair dan
gas, suhu tidak naik meskipun terus diberi kalor. (e) Zat dalam wujud gas.
Gambar 2. (a,b)
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilukiskan pada grafik Gambar 2. (b) menunjukkan bahwa suhu es
tersebut tidak berubah selama es itu melebur. Dalam keadaan itu es
menerima kalor namun suhunya tidak mengalami perubahan. Suhu
ketika zat melebur disebut titik lebur. Titik beku pada dasarnya
sama dengan titik lebur. Setiap zat melebur dan membeku pada
suhu yang sama. Titik beku adalah suhu ketika suatu zat membeku.
(M.Ishaq, 2007: 241)
Perbedaan antara titik lebur dan titik beku hanya terletak pada
peristiwa perubahan wujud saja. Titik lebur terjadi ketika zat
berubah dari padat menjadi cair, sedangkan titik beku terjadi ketika
zat berubah dari cair menjadi padat. Kalor yang diperlukan oleh
suatu zat untuk melebur sebanding dengan massa zat dan kalor lebur
zat. Setiap zat mempunyai nilai kalor lebur tertentu. Kalor lebur
menyatakan banyaknya kalor yang diserap setiap 1 kg zat untuk
melebur pada titik leburnya. Sedangkan kalor beku menyatakan
banyaknya kalor yang dilepaskan oleh 1 kg zat untuk membeku
pada titik bekunya. (M.Ishaq, 2007: 241)
Gambar 2. (c dan d). Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilukiskan pada grafik Gambar 2. (d) menunjukkan bahwa suhu air
tersebut tidak berubah meskipun air tersebut dalam keadaan
47
mendidih dan air berangsur-angsur berubah menjadi uap air. Dalam
keadaan itu air tetap menerima kalor namun suhunya tidak
mengalami perubahan. Suhu zat cair pada waktu mendidih disebut
titik didih. Sebaliknya, suhu zat gas pada waktu mengembun disebut
titik embun. Setiap zat mendidih dan mengembun pada suhu yang
sama, titik didih sama dengan titik embun. Banyaknya kalor yang
diperlukan selama mendidih bergantung pada massa zat dan kalor
uap. Kalor uap adalah banyaknya kalor yang diserap oleh 1 kg zat
untuk menguap pada titik didihnya. Sedangkan banyaknya kalor
yang dilepaskan selama mengembun bergantung pada massa zat dan
kalor embun. Kalor embun adalah banyaknya kalor yang dilepaskan
oleh 1 kg zat untuk mengembun pada titik embunnya. Kalor uap
sama dengan kalor embun. (M.Ishaq, 2007: 241)
c. Pemisahan Campuran Secara Fisika
Pemisahan adalah proses pemisahan dua zat atau lebih yang
saling bercampur serta untuk mendapatkan zat murni dari suatu zat
yang telah tercemar atau tercampur. Campuran merupakan suatu
materi yang dibuat dari penggabungan dua zat berlainan atau lebih
menjadi satu zat fisik. Tiap zat dalam campuran ini tetap
mempertahankan sifat-sifat aslinya. Sifat-sifat asli campuran :
1. Campuran terbentuk tanpa melalui reaksi kimia
2. Mempunyai sifat zat asalnya
3. Terdiri dari dua jenis zat tunggal atau lebih.
4. Komposisinya tidak tetap.
Campuran terbagi menjadi dua bagian, yaitu campuran
homogen dan campuran heterogen.
1. Campuran homogen (larutan)
adalah campuran unsur-unsur dan atau senyawa yang
mempunyai susunan seragam dalam contoh itu tetapi berbeda
48
susunan
dari
contoh
lain,
selain
itu
juga
merupakan
penggabungan zat tunggal atau lebih yang semua partikelnya
menyebar merata sehingga membentuk satu fase. Yang disebut
satu fase adalah zat dan sifat komposisinya sama antara satu
bagian dengan bagian lain didekatnya dan juga campuran dapat
dikatakan campuran homogen jika antara komponennya tidak
terdapat bidang batas sehingga tidak terbedakan lagi walaupun
menggunakan mikroskop ultra. Selain itu campuran homogen
mempunyai komposisi yang sama pada setiap bagiannya dan
juga memiliki sifat-sifat yang sama diseluruh cairan.
2. Campuran heterogen
adalah campuran yang komponen-komponennya dapat
memisahkan diri secara fisik karena perbedaan sifatnya dan
penggabungan yang tidak merata antara dua zat tunggal atau
lebih sehingga perbandingan komponen yang satu dengan yang
lainnyatidak sama diberbagai bejana. Dan juga campuran dapat
dikatakan campuran heterogen jika antara komponennya
masihterdapat bidang batas dan sering kali dapat dibedakan tanpa
menggunakan mikroskop, hanya dengan mata telanjang, serta
campuran memiliki dua fase, sehingga sifat-sifatnya tidak
seragam (Ralph H Petrucci-Seminar, 1987)
Campuran dapat dipisahkan melalui peristiwa fisika atau
kimia. Pemisahan secara fisika tidak mengubah zat selama
49
pemisahan, sedangkan secara kimia, satu komponen atau lebih
direaksikan dengan zat lain sehingga dapat dipisahkan.
Cara atau teknik pemisahan campuran bergantung pada jenis,
wujud, dan sifat komponen yang terkandung didalamnya. Jika
komponen berwujud padat dan cair , misalnya pasir dan air, dapat
dipisahkan dengan saringan. Saringan bermacam-macam, mulai dari
yang porinya besar sampai yang sangat halus, contohnya kertas
saring dan selaput semi permiabel. Kertas saring dipakai untuk
memisahkan endapan atau padatan dari pelarut. Selaput semi
permiabel dipakai untuk memisahkan suatu koloid dari pelarutnya
(Syukuri S. 1999)
Karena perbedaan keadaan agregasi (bentuk penampilan
materi) sangat mempengaruhi metode pemisahan dan pemurnian
yang diperlukan, maka diadakan pembedaan :
a. Memisahkan zat padat dari suspensi
Suspensi adalah sistem yang didalamnya mengandung
partikel sangat kecil (padat), setengah padat, atau cairan tersebutr
secara kurang lebih seragam dalam medium cair. Suatu suspensi
dapat dipisahkan dengan penyaringan (filtrasi) dan sentrifugasi.
1) Penyaringan (filtrasi)
adalah pemisahan endapan dari larutan induknya,
sasarannya adalah agar endapan dan medium penyaring
50
secara kuantitatif bebas dari larutan. Media yang digunakan
untuk penyaring adalah:
a) Kertas saring
b) Penyaring asbes murni atau platinum
c) Lempeng berpori yang terbuat dari kaca bertahanan
misalnya pyrex dari silika atau porselin.
2) Sentrifugasi (pemusingan)
Sentrifugasi
dapat
digunakan
untuk
memisahkan
suspensi yang jumlahnya sedikit. Sentrifugasi digunakan
untuk memutar dengan cepat hingga gaya sentrifugal
beberapa kali lebih besar daripada gorsa berat, digunakan
untuk mengendapkan partikel tersuspensi dan memisahkan
zat padat dari larutan
Zat terlarut padat tidak dapat dipisahkan dari larutannya
dengan penyaringan dan pemusingan (sentrifugasi). Zat padat terlarut
dapat dipisahkan melalui penguapan atau kristalisasi.
3) Penguapan
Pada penguapan, larutan dipanaskan sehingga pelarutnya
meninggalkan zat terlarut. Pemisahan terjadi karena zat terlarut
mempunyai titik didih yang lebih tinggi daripada pelarutnya.
4) Kristalisasi
Kristalisasi adalah larutan pekat yang didinginkan sehingga
zat terlarut mengkristal. Hal itu terjadi karena kelarutan
51
berkurang ketika suhu diturunkan. Apabila larutan tidak cukup
pekat, dapat dipekatkan lebih dahulu dengan jalan penguapan,
kemudian dilanjutkan dengan pendinginan melalui kristalisasi
diperoleh zat padat yang lebih murni karena komponen larutan
yang lainnya yang kadarnya lebih kecil tidak ikut mengkristal.
5) Rekristalisasi
Teknik pemisahan dengan rekristalisasi (pengkristalan
kembali) berdasarkan perbedaan titik beku komponen. Perbedaan
itu harus cukup besar, dan sebaiknya komponen yang akan
dipisahkan berwujud padat dan yang lainnya cair pada suhu
kamar. Contohnya garam dapat dipisahkan dari air karena garam
berupa padatan. Air garam bila dipanaskan perlahan dalam
bejana terbuka, maka air akan menguap sedikit demi sedikit.
Pemanasan dihentikan saat larutan tepat jenuh. Jika dibiarkan
akhirnya terbentuk kristal garam secara perlahan. Setelah
pengkristalan
sempurna
garam
dapat
dipisahkan
dengan
penyaring. (Syukri S. 1991)
d. Pembuatan Garam
Petani garam dalam proses pembuatan garam menggunakan
cara yang sangat sederhana yaitu menguapkan air laut didalam petak
pegaraman dengan tenaga sinar matahari tanpa sentuhan teknologi
apapun. Secara umum dalam proses produksi garam rakyat
menggunakan proses kristalisasi, dimana air tua yang berada dimeja
52
peminihan bila dianggap kepekatanya telah mencukupi langsung
dialirkan kemeja-meja kristalisasi, kemudian dengan memanfaatkan
sinar matahari air laut tersebut diuapkan sampai menghasilkan
Kristal garam. Yang kemudian di cuci dan duapkan kembali. Proses
it uterus berulang sampai diperoleh garam yang layak. Tanpa
pengontrolan kepekatan larutan air garam yang memenuhi syarat,
proses pelepasan air tua yang belum saatnya serta waktu pemanenan
yang terlalu pendek kurang terjaganya petak garam dapat
mempengaruhi mutu garam nantinya. (Drajat. 2016)
Garam dapat dijadikan sebagai produk perawatan kulit dan
tubuh. Berikut 8 macam penggunaan garam yang baik bagi kulit dan
tubuh,
1. Garam bisa digunakan untuk berendam. Merendamkan tubuh ke
dalam air garam dapat mengurangi peradangan dalam tubuh dan
meminimalisir rasa pegal pada otot dan sendi.
2. Garam mengandung exfoliant alami yang dapat menghaluskan
kulit Anda.
3. Masker
garam
dapat
mengurangi
peradangan
kulit,
menyeimbangkan kadar minyak, dan mempercepat penyembuhan
kulit dari jerawat.
4. Garam dapat membunuh bakteri penyebab bau. Untuk itu, garam
sangat berguna jika dibuat deodoran.
53
5. Pasta gigi yang terbuat dari garam ternyata lebih baik daripada
jenis pasta gigi lainnya. Sebab, garam memiliki sifat antibakteri.
6. Berkumur dengan air garam dapat menghilangkan rasa sakit pada
tenggorokan. Obat kumur garam cukup efektif untuk membunuh
bakteri pada mulut.
7. Pembersih hidung
8. Sifat antimikroba dalam garam menjadikannya sebagai salah satu
pengobatan yang efektif untuk luka kulit. Menggosokkan garam
ke luka dapat membersihkan luka dari kuman bakteri dan
mempercepat proses penyembuhan. (Organic Authority. 2016)
54
Download