PELAKSANAAN PUTUSAN (EKSEKUSI) TERHADAP SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA AMBARAWA (Studi Analisis Putusan Nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) Oleh : AGUNG WINDIARTO NIM : 21208016 FAKULTAS SYARIAH PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015 1 2 3 4 5 6 MOTTO َّ َق ِه ٌْهَا سَ وْ َجهَا َوب ث ِه ٌْهُ َوا َ َاح َد ٍة َوخَ ل ِ س َو ٍ يَاأَيُّهَا الٌَّاسُ اتَّقُىا َربَّ ُك ُن الَّ ِذي خَ لَقَ ُكن ِّه ْي ًَ ْف اى َعلَ ْي ُك ْن َرقِيبًا َ ىى بِ ِه َو ْاألَرْ َحا َم إِ َّى هللاَ َك َ ُ ِر َجاالً َكثِيزً ا َوًِ َسآ ًء َواتَّقُىا هللاَ الَّ ِذي تَ َسآ َءل. “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An-Nisa`: 1). 7 PERSEMBAHAN Dengan segala kebahagiaan dan kerendahan hati, penulis persembahkan skripsi ini untuk : Bapak dan Ibu tercinta Selaku orang tua penulis Suyono dan Sri Wahyuni (alm) dengan ketulusan selalu memberikan kasih sayang, curahan do’a semangat dan motivasi kepada penulis Isteriku dan anaku Ernawati dan Zaki Aditya Pratama Yang selalu memberikan warna dan support dalam keadaan apapun 8 KATA PENGANTAR بسم هللا الرحمن الرحيم الحمد هلل رب العالمين و به نستعين على امورالد نيا والد ين الحول والقوة اال باهلل العلي العظيم اشهد ان الاله االهللا وحده الشريك له واشهد ان محمدا عبده ورسوله اللهم صل اما بعد. وسلم وبارك على سيد نا محمد وعلى اله واصحابه اجمعين Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan taufiq serta hidayah-Nya, tak lupa shalawat serta salam saya sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari jalan yang gelap menuju ke jalan yang terang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Terhadap Sengketa Harta Bersama Di Pengadilan Agama Ambarawa (Studi Analisis Putusan Nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program S-1 Jurusan Syari’ah, Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Penulisan skripsi ini tidak akan selesai bila tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan meluangkan waktunya guna memberikan bimbingan dan petunjuk yang berharga demi terselesainya skripsi ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada: 9 viii 1. Dr. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Dra. Siti Zumrotun selaku Dekan Fakultas Syari’ah Intitut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. 3. Bapak Sukron Ma’mun, S.HI.,M.Si selaku Kepala Program Studi Ahwal Al- Syakhshiyyah (AHS) Institu Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun dan menyelesaikan skripsi. 4. Bapak Farkhani, SH.MH selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Drs. Masthur Huda selaku Ketua Pengadilan Agama Ambarawa yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian dan seluruh pegawai, karyawan dan karyawati Pengadilan Agama Ambarawa yang telah membantu selama kegiatan penelitian di Pengadilan Agama Ambarawa. 6. Ayahanda Suyono, Ibunda Sri Wahyuni (al marhumah) dan istri tercinta yang telah banyak memberi bantuan moral dan spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Teman-teman semuanya yang telah bersedia memberikan kritik, saran dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. 10 Semoga amal kebaikannya mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak kekurangannya, untuk itu diharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi almamater dan semua pihak yang membutuhkannya. Amiiin yaa rabbal ‘alamiin. Salatiga, 15 September 2015 penulis, Agung Windiarto 11 ABSTRAK Windiarto, Agung. 2015. Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Sengketa Harta Bersama di Pengadilan Agama Ambarawa (Studi Analisis Putusan Nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb). Skripsi. Fakultas Syari’ah. Program Studi Ahwal AlSyakhshiyyah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Farkhani, SH., MH. Kata Kunci: putusan, eksekusi, sengketa harta bersama Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagai hasil akhir atas pemeriksaan perkara sengketa, wajib ditaati oleh pihak-pihak yang bersengketa secara sukarela. Apabila sebuah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tidak dijalankan secara sukarela oleh para pihak yang bersengketa, maka pengadilan yang mengeluarkan putusan tersebut dapat menjalankan eksekusi. Pada tanggal 10 Nopember 2010 Pengadilan Agama Ambarawa telah mengeluarkan putusan atas pemeriksaan perkara perceraian dengan nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb. Di dalam amar putusan tersebut menghukum pihak-pihak yang bersengketa untuk mentaati isi perjanjian perdamaian tentang persengketaan harta bersama yang telah disepakati kedua belah pihak sebelum dikeluarkannya putusan itu dan kepada perjanjian perdamaian tersebut dijalankan eksekusi. Dengan penelitian ini, peneliti berupaya mencari jawaban atas dua pertanyaan utama yang menjadi rumusan masalah. Pertanyaan pertama adalah apa yang menjadi dasar ketua Pengadilan Agama Ambarawa dalam menjalankan eksekusi terhadap sengketa harta bersama setelah adanya kesepakatan perdamaian tentang pembagian harta bersama antara pihak I dan pihak II, pertanyaan yang kedua apa yang menjadi keabsahan berita acara eksekusi tanpa tanda tangan salah satu pihak. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yuridis yang memfokuskan penelitian mendalam pada objek studi yakni putusan nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb dan berita acara pelaksanaan putusan (eksekusi). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yakni suatu analisis untuk mengetahui apakah eksekusi tersebut sudah sesuai dengan undangundang dan peraturan lain yang berlaku. Hasil yang didapat dari penelitian ini ketika melihat kasus yang terjadi, dengan disertai teori tentang harta bersama dan eksekusi, dalam putusan tersebut, penulis menilai bahwa Ada beberapa asas yang harus dipenuhi dalam sebuah pelaksanaan putusan (eksekusi), yaitu putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena 12 dalam putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap telah terkandung wujud hubungan hukum yang tetap dan pasti antara pihak yang berperkara. Dasar Ketua Pengadilan Agama dalam pelaksanaan putusan (eksekusi) perkara nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb, yaitu: Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap yang diatur dalam pasal 195 HIR tau pasal 206 R.Bg Putusan tidak dijalankan dengan sukarela oleh Termohon, Adanya pengajuan permohonan Pemohon eksekusi secara tertulis yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Agama Ambarawa; Ketidakhadiran Termohon tanpa alasan dianggap tindakan keingkaran memenuhi panggilan. Hal ini menurut pasal 197 ayat 1 HIR atau pasal 208 ayat 1 R.Bb, secara ex officio Ketua Pengadilan Agama dapat langsung mengeluarkan surat perintah eksekusi. 13 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. i HALAMAN LOGO IAIN SALATIGA...........…………………………. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................... iii HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN …………………………. iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ……………….. v HALAMAN MOTTO ……......…………………………………………. vi PERSEMBAHAN ………………………………………………………. vii KATA PENGANTAR ………………………………………………….. viii ABSTRAK ……….……………………………………………………… ix DAFTAR ISI ............................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………........ 1 B. Rumusan Masalah ……………………………………………. 6 C. Tujuan Penelitian. …………………………………………….. 7 D. Tinjauan Pustaka …....................…………………………........ 7 E. Manfaat Penelitian ……………………………………………. 8 14 BAB II F. Kerangka Teori ………………………………………………. 9 G. Metodologi Penelitian ……………………………………...... 10 H. Sistematika Penulisan ……………………………………....... 14 HARTA BERSAMA, PUTUSAN, PELAKSANAAN EKSEKUSI BAB III EKSEKUSI DAN A. Harta Bersama………………………………………………… 16 B. Putusan …………. …......................................................…....... 22 C. Eksekusi.. …………. …............................................................. 29 D. Pelaksanaan Eksekusi.. …………. …........................................ 30 PELAKSANAAN PUTUSAN SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA AMBARAWA NOMOR PERKARA 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb A. Profil Pengadilan Agama Ambarawa........................................... 37 B. Kewenangan Pengadilan Agama Ambarawa …………….......... 44 C. Administrasi Berperkara di Pengadilan Agama Ambarawa.................................................................................... D. Putusan Perkara Nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb …............. BAB IV 51 54 ANALISA PELAKSANAAN PUTUSAN SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA AMBARAWA NOMOR PERKARA 0224/PDT.G/2010/ PA.AMB A. Analisa Putusan Nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb ………… 74 15 B. Analisa Keabsahan Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Nomor Perkara 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb…………………………….. BAB V 77 PENUTUP A Kesimpulan ………………………………………………........... 82 B Saran ……………………………………………………………. 84 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kerjasama yang baik antara suami dan isteri dalam hal menjalankan hak dan kewajiban masing-masing pihak sangat diperlukan dalam mewujudkan tujuan dari suatu perkawinan. Hak adalah sesuatu yang seharusnya diterima seseorang setelah ia memenuhi kewajibanya, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang seharusnya dilaksanakan oleh seseorang untuk mendapatkan hak. Suami isteri wajib saling setia dan mencintai, hormat menghormati, dan saling memberi bantuan secara lahir dan batin. Suami wajib melindungi dan memenuhi keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Demikian pula halnya dengan seorang isteri, wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Perkawinan mempunyai akibat hukum tidak hanya terhadap diri pribadi mereka tetapi lebih dari itu mempunyai akibat hukum terhadap harta suami isteri. Hubungan hukum kekeluargaan dan hubungan hukum kekayaan terjalin dengan erat sehingga keduanya dapat dibedakan tapi tidak dapat dipisahkan. Hubungan hukum kekeluargaan menentukan hubungan 17 hukum kekayaannya dan hukum harta perkawinan tidak lain merupakan hukum kekayaan keluarga (Satrio. 1991: hlm. 5). Setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami atau isteri mempunyai harta yang dibawa dan diperoleh sebelum melakukan akad perkawinan. Suami atau isteri yang telah melakukan perkawinan mempunyai harta yang diperoleh selama perkawinan disebut harta bersama. Meskipun harta bersama tersebut hanya suami yang bekerja dengan berbagai usahanya sedangkan isteri berada dirumah dengan tidak mencari nafkah melainkan hanya mengurus rumah tangga dan anak-anaknya (Ramulyo, 1999: hlm. 231-232). Suami maupun isteri mempunyai hak untuk mempergunakan harta bersama yang telah diperolehnya tersebut selagi untuk kepentingan rumah tangganya tentunya dengan persetujuan kedua belah pihak. Dan ini berbeda dengan harta bawaan dalam penggunaannya tanpa harus ada persetujuan dari keduanya atau masingmasing berhak mempergunakannya sepanjang para pihak tidak menentukan lain, sebagaimana yang diatur dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 35. Dalam hukum Islam tentang harta bersama suami isteri terdapat dalam surat An Nisa ayat 32 yang berbunyi : 18 Atinya : “. Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu” (Departemen Agama, 1989: hlm 122. ). Perceraian merupakan peristiwa hukum yang menimbulkan serangkaian akibat-akibat hukum, salah satunya adalah adanya pembagian harta kekayaan bersama yang diperoleh selama perkawinan . Pembagian harta kekayaan bersama itu dapat dilakukan secara kekeluargaan atau melalui Pengadilan Agama yang mengeluarkan putusan perceraian tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang No. 14/1970 pasal 2 bahwa Pengadilan Agama mempunyai tugas menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Pembagian harta bersama menurut pasal 37 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak ditetapkan secara tegas berapa bagian masing-masing suami atau istri yang bercerai baik cerai hidup maupun cerai mati. Harta bersama ada pada saat perkawinan berlangsung sedangkan harta bawaan diperoleh sebelum berlangsungnya perkawinan. Dalam keluarga banyak yang tidak mencatat tentang harta bersama yang mereka miliki. Pada perkawinan yang masih baru pemisahan harta bawaan dan harta bersama itu masih nampak, akan tetapi pada usia perkawinan yang sudah tua harta bawaan maupun harta bersama itu sudah sulit untuk dijelaskan secara terperinci satu persatu. 19 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia juga berlaku Kompilasi Hukum Islam, yang berkaitan dengan pembagian harta bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 96 dan 97 Kompilsai Hukum Islam tersebut, yang menyebutkan bahwa pembagian harta bersama baik cerai hidup maupun cerai mati ini, masing-masing mendapatkan setengah dari harta bersama tersebut. Selengkapnya pasal 96 Kompilasi Hukum Islam berbunyi: 1) Apabila terjadi cerai mati, maka separo harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama. 2) Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau mati secara hukum atas dasar keputusan Pengadilan Agama. Sedangkan pasal 97 Kompilasi Hukum Islam Menyatakan: ”janda atau duda yang cerai hidup masing-masing separo berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”. Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa, pembagian harta bersama karena cerai hidup dapat dilakukan secara langsung antara bekas istri dan suami dengan pembagian masing-masing separo bagian (Abdurahman, 1992: hlm. 136-137). Pada tahun 2010 terdapat kasus mengenai sengketa harta bersama dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Ambarawa dengan Nomor Perkara: 0224/Pdt.G/2010/PA. Amb. 20 Hasilnya adalah permohonan cerai dikabulkan dan pembagian harta bersama dikabulkan, pada tanggal 27 Oktober 2010 pihak pertama dan pihak kedua telah sepakat mengadakan perjanjian perdamaian yang berisi pasal-pasal dibawah ini : a. Pasal 1, bahwa berdasarkan Permohonan Perceraian yang diajukan pihak (1)/ pertama/pemohon; M. Chariri, SE di Pengadilan Agama Ambarawa nomor perkara. 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb, Pihak (1) dan pihak (2) sepakat bercerai. b. Pasal 3, bahwa pihak 1 (satu)/Pemohon : 1) Tanah dan bangunan, “Rumah kediaman bersama” Terletak di Kel. Leyangan, Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang, sertifikat HM no. 1012/luas 413 𝑚2 . 2) Tanah dan bangunan yang diperuntukkan dealer motor “TUNAS AGUNG MOTOR” Terletak di Kel. Leyangan, Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang, sertifikat HM no. 1579/luas 264 𝑚2 . 3) Tanah di Leyangan, Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang, sertifikat HM no. 1537/luas 148 𝑚2 , yang dirinci menjadi; (1) Untuk jalan tol seluas 924𝑚2 , atau senilai Rp. 288.000.000,- (dua ratus delapan puluh delapan juta rupiah). Dana tersebut berada di bank Mandiri Cabpem. Undip Tembalang.,an. M. Chariri, SE (2) sisa tanah yang tidak untuk tol seluas 546𝑚2 21 (3) Honda CS 1 Hitam Lis Merah th 2008 H 2712 (4) Usaha dealer motor “TUNAS AGUNG MOTOR” di Jl. Pabongan Jetis Leyangan (5) 1 TV merk Sharp 21 Inc. Dengan adanya Surat Perjanjian Kesepakatan Perdamaian kedua belah pihak sudah mendapatkan bagiannya masing-masing. Perjanjian Kesepakatan Perdamaian tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap diantara pihak yang membuatnya dan mengikat para pihak yang membuat sebagai undang-undang. Tetapi dalam perkara sengketa harta bersama ini, mengapa masih ada pelaksanaan eksekusi yang seharusnya tidak dijalankan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik menyusun skripsi dengan judul: PELAKSANAAN PUTUSAN (EKSEKUSI) TERHADAP SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA AMBARAWA (Studi Analisis Putusan Nomor 0224/Pdt.G/2010/PA. Amb). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan peneliti yang muncul yaitu, Apa yang menjadi dasar Ketua Pengadilan Agama Ambarawa dalam menjalankan eksekusi terhadap sengketa harta bersama setelah adanya kesepakatan perdamaian harta bersama antara pihak I dan pihak II di Pengadilan Agama Ambarawa perkara nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb ? 22 apa yang menjadi keabsahan berita acara eksekusi tanpa tanda tangan salah satu pihak? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok masalah yang dirumuskan didepan, peneliti mempunyai tujuan sebagai berikut : (1) Untuk mengetahui dasar Ketua Pengadilan Agama Ambarawa dalam menjalankan eksekusi terhadap sengketa harta bersama setelah adanya kesepakatan perdamaian harta bersama di Pengadilan Agama Ambarawa nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb . (2) Untuk mengetahui keabsahan berita acara eksekusi tanpa tanda tangan dari salah satu pihak. D. Tinjaun Pustaka Dalam skripsi Siti Nafsiah, 2007, “Pembagian Harta Bersama Istri Menurut Fikih dan perundang-undangan di Indonesia (Studi kasus di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2000 dan 2004)”, dibahas mengenai pembagian harta bersama menurut Fiqh dan Perundang-undangan di Indonesia serta apa pembagian harta bersama di pengadilan agama Salatiga sudah sesuai dengan Fiqh dan Perundang-undangan di Indonesia. Dalam karya di atas hanya membahas tentang pembagian harta bersama menurut fiqh dan perundang-undangan Indonesia, peneltian ini berbeda dengan peneltian sebelumnya karena akan membahas pelaksanakan putusan (Eksekusi) terhadap harta bersama setelah adanya surat perjanjian kesepakatan perdamaian. 23 E. Manfaat Penelitian Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka manfaat dilakukanya penelitian ini diharapkan: 1) Dapat menjadi tambahan informasi masyarakat terhadap kasus serupa, diharapkan pula dapat menjadi penyeimbang antara ketentuan dalam hukum yang sedang berlaku di Inonesia dengan kebutuhan dalam masyarakat sehubungan dengan pelaksanaan eksekusi terhadap harta bersama yang dipersengketakan dalam permohonan harta bersama dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama sehingga tidak menjadi kerancuan dalam pelaksanaan beracara. 2) Dapat menjadi sumbangan pemikiran terhadap pengembangan putusan hakim menjadi suatu ketentuan yang bersifat umum sehingga dapat dijadikan acuan bagi kasus serupa sehingga kendala yang kerap muncul dalam proses pelaksanaan eksekusi terhadap harta bersama yang dipesengketakakan dalam permohonan harta bersama dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama dapat diantisipasi. 3) Untuk memenuhi tugas dan persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan (S1) dalam bidang ilmu syari’ah. F. Kerangka Teori Beberapa teori yang digunakan dalam rangka penelitian sebagai landasan berfikir dan sebagai alat analisis adalah sebagai berikut: 24 1) Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 bab VII tentang harta benda dalam perkawinan yang terdiri dari 3 (tiga) pasal yaitu: Pasal 35 ayat 1 : Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Pasal 36 ayat 1 : Mengenai harta bersama suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Pasal 37 : Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. 2) Harta bersama Adalah harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan diluar hadiah atau warisan, maksudnya adalah harta yang di dapat atau usaha mereka sendiri selama masa ikatan perkawinan. 3) Perjanjian Kesepakatan Perdamaian perdamaian Adalah Perjanjian Kesepakatan Perdamaian yang berisi hasil musyawarah antara para pihak dalam sengketa kebendaan untuk mengakhiri sengket. 4) Eksekusi Adalah pelaksanaan suatu putusan pengadilan karena pihak termohon tidak mau melaksanakan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, meskipun pengadilan telah memperingatkan pihak termohon agar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap itu supaya dilaksanakan oleh termohon secara sukarela sebagaimana mestinya. 25 Terdapat indikasi bahwa setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak dilaksanakan sita terhadap barangbarang yang disengketakan. Terdapat indikasi bahwa tidak dilaksanakanya dengan sukarela atas putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan pemikiran di atas, penilitian ini dapat menyimpulkan analisis pelaksanaan putusan (eksekusi) terhadap sengketa harta bersama oleh Pengadilan Agama Ambarawa nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb. G. Metode Penelitian Untuk memperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode penelitian yang diantaranya adalah: 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Pendekatan Penelitian ini berdasarkan pada penelitian hukum normatif (yuridis normatif). Penelitian hukum normatif (yuridis normatif) yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Dalam penelitian ini yang akan dicari terkait dengan pelaksanaan eksekusi harta bersama nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb. b. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang secara umum bersifat deskriptif. Sifat deskriptif ini dimaksudkan untuk 26 mendapatkan gambaran yang baik, jelas, dan dapat memberikan data secermat mungkin tentang obyek yang diteliti. Dalam hal ini untuk menggambarkan semua hal yang berkaitan tentang pelaksanaan putusan (eksekusi) terhadap sengketa harta bersama di Pengadilan Agama Ambarawa nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh penulis di Pengadilan Agama Ambarawa Jl. Mgr. Sogijopranoto No. 105, Ambarawa. Peneliti memilih lokasi tersebut karena Pengadilan Agama Ambarawa yang dalam tugas pokoknya menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, termasuk di dalamnya eksekusi sengketa harta bersama di Pengadilan Agama nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb. 3. Sumber Data Sumber data adalah subyek hokum dimana data diperoleh. Sumber data dibagi menjadi dua, yaitu: a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti. Sumber primer dalam penelitian ini adalah putusan nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb tentang pelaksananaan putusan (eksekusi) terhadap sengketa harta bersama. Putusan ini penulis peroleh langsung dari Pengadilan Agama Ambarawa. b. Data sekunder 27 Data sekunder merupakan data yang dapat menunjang, yang diperoleh dari hasil wawancara kepada hakim dan panitera Pengadilan Agama Ambarawa yang menangani kasus tersebut. Data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitianya, bisa berwujud data dokumentasi/data laporan yang tersedia. Data sekunder yang penulis gunakan dalam skripsi ini diantaranya adalah: 1) Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama 2) Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama yang diterbitkan oleh Pustaka Pelajar 3) Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI Direktorat jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam 4) Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah yang diterbitkan oleh Sinar Grafik. 4. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data adalah proses untuk menghimpun data yang diperlukan, relevan serta dapat memberikan gambaran dari aspek yang akan diteliti baik penelitian pustaka ataupun penelitian lapangan. 28 Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan metodologi penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung secara aktif ke lapangan. Prosedur penelitiannya meliputi: a. Wawancara Wawancara adalah tanya jawab secara lisan terhadap informan dengan berhadapan secara langsung. Wawancara dilakukan peneliti kepada Ketua Pengadilan Agama Ambarawa dan Panitera Pengganti pada Pengadilan Agama Ambarawa. b. Dokumentasi Dokumentasi diperlukan karena sumber data tidak hanya mengenai tempat dan orang, tetapi juga arsip-arsip dan dokumen. Oleh karena itu penulis menggunakan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal variabel b erupa tulisan dan bukubuku yang relevan denga tema penulisan skripsi ini. Dokumentasi utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar putusan PA. Ambarawa nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb. 5. Analisis Data Yang dimaksud dengan analisis data yaitu suatu cara yang dipakai untuk menganalisa, mempelajari serta mengolah kelompok data tertentu, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang kongkret tentang permasalahan yang diteliti dan dibahas. Dalam penelitian ini penyusun menggunakan analisa data deduktif yaitu cara dengan 29 berpikir dan bertolak dari pernyataan yang bersifat umum kemudian ditarik pada persoalan yang berkaitan dengan penelitian (Nawawi, 1990: hlm. 63). Metode ini digunakan dalam rangka mengetahui bagaimana penerapan kaidah-kaidah normatif dan yuridis dalam perkara permohonan perceraian. 6. Tahap-tahap Penelitian Setelah peneliti menentukan tema yang akan diteliti, maka penulis melakukan penelitian pendahuluan ke Pengadilan Agama Ambarawa guna mendapatkan data awal dengan bertanya kepada Panitera dan Ketua Pengadilan Agama sehingga menghasilkan sebuah catatan-catatan, kemudian mencari permasalahan yang ada. Dari data awal dan pokok masalah yang sudah diperoleh kemudian dilanjutkan dengan proses analisis data untuk selanjutnya dilakukan proses penyusunan laporan penelitian berupa skripsi. H. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini perlu adanya sistematika penulisan sehingga dapat diketahui secara jelas kerangka garis besar dari isi skripsi yang ditulis. BAB I : PENDAHULUAN berisi tentang pedoman dari penulisan skripsi secara keseluruhan. Dalam bab ini diuraikan persoalan yang berhubungan dengan pembuatan skripsi yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat 30 penelitian, kerangka teoritik, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan. BAB II : KAJIAN PUSTAKA berisi tentang kajian umum tentang harta bersama, putusan dan pelaksanaan putusan (eksekusi) dalam sengketa harta bersama. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN berisi tentang sejarah Pengadilan Ambarawa, kedudukan dan kewenangan Pengadilan Agama Ambarawa, struktur Pengadilan Ambarawa, putusan perkara nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb dan Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) terhadap sengketa harta bersama nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb. BAB IV : ANALISIS PUTUSAN PELAKSANAAN PUTUSAN (EKSEKUSI) TERHADAP SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb berisi AMBARAWA tentang NOMOR: analisis dasar pelaksanaan Putusan Ketua Pengadilan Agama Terhadap Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Sengketa Harta bersama setelah adanya perdamaian harta bersama di Pengadilan Agama Ambarawa. BAB V : PENUTUP berisi tentang kesimpulan dan saran merupakan bab terakhir yang menyimpulkan isi skripsi disertai saran-saran dari hasil penelitian. 31 BAB II KAJIAN PUSTAKA HARTA BERSAMA, PUTUSAN DAN EKSEKUSI 1. Pengertian Harta Bersama Dari segi bahasa, harta yaitu barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan (Depdikbad, 1989 hal 199). Sedangkan yang dimaksud harta bersama yaitu harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan di luar hadiah atau warisan, maksudnya adalah harta yang didapat atau usaha mereka sendiri selama masa ikatan perkawinan (Rofiq, 1995 hal 200). Harta bersama dibagi dengan seimbang antara mantan suami dan mantan isteri. Apabila tidak ada perjanjian perkawinan mengenai pisah harta dilakukan oleh pasangan suami isteri yang dilakukan sebelum dan sesudah berlangsungnya akad nikah. Adapaun harta bersama pada dasarnya terdiri dari : a. Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan berlangsung b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri dan; c. Harta yang diperoleh sebagai hadiah/pemberian atau warisan apabila ditentukan demikian. 32 Sedangkan yang tidak termasuk dalam harta bersama antara lain : a. Harta bawaan yang dari masing-masing suami dan isteri b. Hibah c. Harta warisan Pembentukan hukum keluarga secara umum dipengaruhi dan terdapatnya unsur antara 3 (tiga) sistem hukum, yaitu Hukum Islam , Hukum Barat dan Hukum Adat. Dasar hukum tentang harta bersama dalam hukum Islam dapat ditelusuri melalui undang-undang dan peraturan berikut : a. Undang-undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974) Masalah harta bersama diatur dalam pasal 35 sampai dengan pasal 37, secara garis besar menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. (Ali, 2006:56). Hal ini dapat diartikan bahwa ketika terjadi perceraian, harta bersama yang diperoleh oleh pasangan suami isteri selama dalam perkawinan dapat diatur dengan menggunakan aturan yang berbeda-beda tergantung pada variasi hukum adat. Pasal-pasal tersebut diatas disusun berdasarkan pada nilai-nilai umumnya yang muncul dalam aturan adat tentang harta bersama, yaitu : 33 1) Masing-masing pihak dalam perkawinan memiliki hak untuk mengambil keputusan terhadap harta yang mereka peroleh sebelum nikah, dan 2) Dengan ikatan perkawinan, isteri maupun suami memiliki posisi yang setara dengan kekayaan keluarga terlepas pihak mana yang sebenarnya mengusahakan asset tersebut. Dalam pasal 37 UU No, 1 Tahun 1974 mengenai perkawinan menentukan bahwa bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing adalah hukum agama, hukum adat, dan hukum lainya. b. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 85 menyebutkan bahwa adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri. Pasal ini sudah menyebutkan adanya harta bersama dalam perkawinan. Kompilasi Hukum Islam mendukung adanya persatuan harta perkawinan (harta bersama). Meskipun sudah bersatu tidak menuntut kemungkinan adanya sejumlah harta milik masing-masing pasangan baik suami maupun isteri. Kompilasi Hukum Islam mengatur masalah harta bersama dalam perkawinan sebagaimana diatur dalam pasal 85 sampai dengan pasal 97. Pada dasarnya tidak ada pencampuran antara 34 harta suami dan isteri karena perkawinan, sementara harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadikan suami dan dikuasai penuh olehnya (Pasal 86 ayat 1). Adapun harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqoh, atau lainya (Pasal 87 ayat 1). Suami beretanggung jawab menjaga harta bersama, harta isteri maupun hartanya sendiri, dan sebaliknya isteri turut bertanggung jawab menjaga harta bersama, maupun harta suami yang ada padanya. Dari pengaturan harta tersebut, baik harta bersama, maupun harta asal dan atau harta bawaan berdasarkan Firman Allah Surah An-Nisaa’ (4) ayat 34 sebagai berikut. ..... Artinya : Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri dibalik pembelakangan suaminya karena Allah telah memelihara (mereka). 35 Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud, dimana harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga, sedangkan harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak dan kewajiban (Pasal 91 ). Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lain, akan tetapi bahwa suami isteri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama. Sedangkan sehubungan dengan hutang, pertanggungan terhadap hutang suami atau isteri dibebankan pada hartanya masing-masing, tetapi pertanggungan jawaban terhadap hutang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan kepada harta bersama. Apabila harta bersama tidak mencukupi, maka dibebankan kepada harta suami dan apabila harta suami tidak mencukupi dibebankan kepada harta isteri (Pasal 93). Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri. Pemikiran harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang tersebut, dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga, atau yang keempat (Pasal 94). Apabila terjadi perselisihan antara suami isteri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada 36 Pengadilan Agama (Pasal 88). Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama, sedangkan pembagian harta bersama bagi suami atau isteri yang isteri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama (Pasal 96). Pasal 97 mengatur bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan (Depag Indonesia, 1992 hal 46-50). Seperti telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, bahwa pembagian harta bersama dilakukan ketika perkawinan berakhir akibat perceraian atau kematian salah seorang pasangan, masing-masing suami isteri memiliki hak yang sama terhadap harta bersama yaitu separo dari harta bersama. Pembagian seperti ini berlaku tanpa harus mempersoalkan siapakah yang berjerih payah untuk mendapatkan harta kekayaan tersebut selama perkawinan berlangsung. Ketentuan pembagian harta bersama separuh bagi suami dan separuh bagi isteri hanya sesuai dengan rasa keadilan dalam hak baik suami maupun isteri sama-sama melakukan peran yang dapat menjaga keutuhan dan kelangsungan hidup keluarga dalam hal ini, pertimbangan bahwa suami maupun isteri berhak atas atas separuh harta bersama adalah berdasarkan peran baik suami maupun isteri, 37 sebagai partner yang saling melengkapi dalam upaya membina keutuhan dan kelestarian keluarga. 2. Putusan (Vonis/Al Qadha) Putusan yaitu keputusan pengadilan atas perkara permohonan berdasarkan adanya suatu sengketa atau perselisihan, dalam arti putusan merupakan produk pengadilan dalam perkara-perkara contentiosa, yaitu produk pengadilan yang sesungguhnya. Dilihat dari segi fungsinya putusan hakim terdiri atas : a. Putusan akhir (eind vonnis), yaitu putusan yang mengakihiri di persidangan dan putusan ini merupakan produk utama dari suatu persidangan. b. Putusan sela (tussen vonis), yaitu putusan yang dijatuhkan masih dalam proses persidangan sebelum putusan akhir dibacakan dengan tujuan untuk memperjelas dan memperlancar persidangan. c. Putusan serta-merta, yaitu putusan pengadilan agama yang pada putusan tersebut oleh salah satu pihak atau para pihak yang berperkara dilakukan upaya hukum baik verzet, banding maupun kasasi dan memakan waktu relatif lama, lalu ada suatu permohonan dari salah satu pihak, agar putusan yang telah dijatuhkan oleh pengadilan agama dilaksanakan terlebih dahulu, tidak lagi menunggu yang mempunyai kekuatan hukum tetap. 38 Putusan sela dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: a. Putusan Provesionil (Provesionil Vonnis), yaitu putusan yang dijatuhkan untuk memberikan jawaban tuntutan pihak yang berperkara agar dilakukan tindakan pendahuluan guna kepentingan pihak pemohon sebelum dijatuhkan putusan akhir, misalnya putusan tentang jaminan. b. Putusan Prepatoir (Prepatoir Vonnis), yaitu putusan persiapan sebelum putusan akhir. Putusan Prepatoir tidak menyinggung pokok perkara. Putusan tersebut lebih tertuju pada jalanya acara persidangan seperti putusan tentang penundaan sidang, putusan agar pemohon/pemohon prinsipil datang sendiri ke muka sidang. c. Putusan Insidentil (Incidentiele Vonnis), yaitu putusan yang berhubungan dengan peristiwa (insiden) yang untuk sementara menghentikan pemeriksaan sidang tetapi belum berhubungan dengan pokok perkara misalnya putusan tentang prodeo, eksepsi tidak berwenang, putusan tentang hakim, dan lain-lain. d. Putusan Interlokotoir (Interlocotoir Vonnis), yaitu putusan yang isinya memerintahkan pembuktian, misalnya putusan pemeriksaan setempat, putusan pemeriksaan saksi-saksi. Dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak pada saat putusan dijatuhkan, putusan dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu 39 a. Putusan verstek, yaitu putusan yang dijatuhkan karena termohon/termohon tidak hadir dalam persidangan padahal sudah dipanggil secara resmi, sedangkan pemohon/pemohon hadir. Verstek artinya termohon tidak hadir, putusan verstek diatur dalam pasal 125129 HIR dan 196-197 HIR, pasal 148-153 RBg da 207-208 RBg, UU No. 20 tahun 1947 dan SEMA No. 9/1964. Putusan verstek dapat dijatuhkan dalam sidang pertama atau sesudahnya, sesudah tahap pembacaan termohon/para termohon semuanya belum hadir dalam sidang padahal telah dipanggil dengan resmi dan patut (Arto, 1996 hal 256). b. Putusan gugur, yaitu putusan yang menyatakan bahwa permohonan/permohonan gugur karena pemohon/pemohon tidak pernah hadir meskipun sudah dipanggil secara resmi dan termohon/termohon hadir dalam sidang dan mohon putusan. c. Putusan kontradiktoir, yaitu putusan yang pada saat dijatuhkan diucapkan dalam sidang tidak dihadiri salah satu pihak atau para pihak. Dilihat dari segi isinya terhadap permohonan/perkara, putusan dibagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu a. Putusan tidak menerima permohonan pemohon, yaitu permohonan pemohon/permohonan pemohon terpenuhinya syarat hukum negatif). tidak diterima karena tidak baik formil maupun materiil (putusan 40 b. Putusan menolak permohonan pemohon, yaitu putusan akhir yang dijatuhkan setelah menempuh semua tahap pemeriksaan, tetapi ternyata dalil-dalil gugat tidak terbukti (putusan negatif). c. Putusan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian dan menolak tidak menerima selebihnya, yaitu putusan akhir yang dalil gugat ada yang terbukti dan ada pula yang tidak terbukti atau tidak memulai syarat (putusan campuran positif dan negatif). d. Putusan mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya, yaitu putusan yang terpenuhinya syarat gugat dan terbuktinya dalil-dalil gugat (putusan positif). Dilihat dari segi sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan, putusan terbagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu a. Diklatoir, yaitu putusan yang menyatakan suatu keadaan yang sah menurut hukum, karena itu amar putusan diklatoir berbunyi, “Menetapkan” Putusan deklatoir terjadi dalam putusan sebagai berikut a) Permohonan talak b) Gugat cerai karena perjanjian ta’lik talak c) Penetapan hak perawatan anak oleh ibunya d) Penetapan ahli waris yang sah e) Penetapan adanya harta bersama f) Perkara-perkara valunter dan seterusnya 41 b. Putusan kontitutif, yaitu putusan yang menciptakan keadaan hukum baru yang sah menurut hukum sebelumnya memang belum terjadi keadaan hukum tersebut. Amar putusan kontitutif berbunyi “Menyatakan…” dan putusan konstitutif terdapat pada putusan-putusan sebagai berikut a) Putusan gugur, ditolak dan putusan tidak diterima b) Permohonan cerai bukan karena ta’lik talak c) Putusan verstek d) Putusan pembatalan perkawinan dan seterusnya. c. Putusan Kondemnatoir, yaitu putusan yang bersifat menghukum kepada salah satu pihak untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan untuk memenuhi prestasi. Amar putusan kondemnatoir berbunyi “Menghukum…” Putusan ini mempunyai kekuatan eksekutorial, yang bila terhukum tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela, maka atas permohonan pemohon, putusan dapat dilaksanakan dengan paksa (exution force) oleh pengadilan agama yang memutusnya. Amar putusan kondemnatoir yang diterapkan di pengadilan agama antara lain: a. Penyerahan pembagian harta bersama b. Penyerahan hak nafkah iddah, mut’ah 42 c. Penyerahan hak biaya alimentasi anak dan sebagainya Pada prinsipnya putusan kondemnatoir merupakan putusan penghukuman untuk : a) Menyerahkan suatu barang b) Membayar sejumlah uang c) Melakukan suatu perbuatan tertentu d) Menghentikan suatu perbuatan /keadaan e) Mengosongkan tanah/rumah dan lain-lain Bentuk dan isi putusan terdiri dari 5 (lima) hal, yaitu sebagai berikut a. Kepala putusan Pada bagian kepala putusan tertulis judul putusan dan nomor putusan di bawahnya. Di bawahnya “BISMILLAAHIRROHMAANIRROHIIM” diikuti dengan “DEMI lagi dengan KEADILAN tertulis huruf besar BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” dengan huruf besar. b. Nama pengadilan dan jenis perkara, misalnya; Pengadilan Agama Jakarta Timur mengadili perkara perdata pada tingkat pertama dalam persidangan majelis telah menjatuhkan putusan dalam perkara cerai gugat. c. Identitas para pihak Bagian ini berisi tentang identitas pemohon dan termohon atau pemohon dan termohon dan kuasa hukumnya secara lengkap. 43 d. Tentang duduk perkara Bagian ini menggambarkan dengan singkat, jelas, dan kronologis persidangan mulai dari usaha perdamaian, dalil permohonan, jawaban termohon, replik, duplik, saksi, hasil pemeriksaan setempat bila ada, hasil pemeriksaan jaminan bila ada, dan kesimpulan para pihak e. Kaki putusan Kaki putusan berisi tentang hari dan tanggal putusan, nama Majelis Hakim, Panitera Pengganti, jumlah biaya perkara, dan penanggung biaya perkara. Putusan pengadilan mempunyai 3 (tiga) kekuatan, yaitu a) Kekuatan mengikat Putusan hakim mengikat para pihak yang berperkara dan kekuatan mengikat suatu putusan yang ada dalam arti positif dan dalam arti negatif . dalam arti positif, yaitu bahwa yang telah diputus hakim harus dianggap benar. Dalam arti negatif, yaitu bahwa hakim tidak boleh memutus lagi perkara yang sama, pokok perkara yang sama, dan pihak yang sama (nebis in idem). b) Kekuatan pembuktian Artinya putusan hakim telah memperoleh kepastian hukum , bukti kebenaran hukum , dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta dapat dijadikan bukti dalam sengketa perdata yang sama. 44 c) Kekuatan eksekutorial Yaitu kekuatan untuk dilaksanakan putusan peradilan itu secara paksa oleh aparat Negara. 3. Eksekusi Menurut etimonologi, eksekusi berasal dari bahasa Belanda “executive” yang berarti menjalankan putusan hakim atau pelaksanaan putusan pengadilan. Secara terminologi eksekusi adalah melaksanakan putusan (vonis) pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Mardani, 2009 hal 142). Eksekusi pada hakikatnya tidak lain adalah realisasi dari pada kewajiban untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut. Eksekusi menganut azaz-azas yang dipedomi oleh Pengadilan Agama yang meliputi : a. Menjalankan putusan telah berkekuatan hukum tetap Eksekusi atau pelaksanaan putusan ialah tindakan yang dilakukan secara paksa terhadap pihak yang kalah dalam perkara. Biasanya tindakan eksekusi baru merupakan masalah apabila pihak yang kalah ialah pihak termohon. Dan pada tahap eksekusi kedudukan termohon berubah menjadi “pihak tereksekusi. Pihak pemohon bertindak selaku pihak yang meminta kepada pengadilan agar pihak termohon dihukum untuk menyerahkan suatu barang, 45 mengosongkan rumah atau sebidang tanah, melakukan sesuatu, menghentikan sesuatu, atau membayar sejumlah uang (Harahap, 1993: 5). b. Putusan tidak dijalankan secara sukarela. Tampil dan berfungsinya ekskusi dalam suatu perkara, apabila pihak termohon tidak bersedia menaati dan menjalankan putusan secara sukarela. Keengganan termohon menjalankan pemenuhan putusan secara sukarela akan menimbulkan konsekusensi hukum berupa tindakan paksa yang disebut “eksekusi”. Salah satu prinsip yang melekat pada eksekusi, yaitu menjalankan putusan secara paksa, adalah merupakan tindakan yang timbul apabila pihak termohon tidak menjalankan putusan secara sukarela. Jika pihak termohon bersedia mentaati dan menjalankan putusan secara sukarela, tindakan eksekusi tidak diperlukan (Harahap, 1993: 9). c. Putusan mengandung amar condemnatoir (menghukum) Prinsip lain yang perlu diperhatikan sehubungan dengan menjalankan eksekusi ialah sifat “kondemnatoir”, hanya putusan yang bersifat kondemnatoir saja yang bisa dijalankan eksekusi. Yakni putusan yang amar atau diktumnya mengandung unsur “penghukuman” (Harahap, 1993:11). d. Eksekusi dipimpin oleh ketua pengadilan agama dan dilaksanakan oleh panitera/juru sita 46 Eksekusi secara nyata dilakukan oleh panitera atau juru sita berdasar perintah Ketua Pengadilan yang dituangkan dalam bentuk “surat penetapan”. Surat penetapan merupakan landasan yuridis tindakan eksekusi yang dilakukan panitera atau juru sita. Tanpa surat penetapan, syarat formal eksekusi memadai. Perintah eksekusi menurut pasal 197 ayat 1 HIR atau pasal 208 RBG mesti dengan surat penetapan, tidak diperkenankan perintah eksekusi secara lisan (Harahap, 1993 hal 18). Sedangkan bentuk eksekusi terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu : a. Eksekusi riil atau nyata sebagaimana diatur dalam pasal 1033 Rv, pasal 218 ayat (2) R.Bg yang meliputi berupa pengosongan, penyerahan, pembagian, pembongkaran, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dan memerintahkan atau menghentikan sesuatu perbuatan. b. Eksekusi pembayaran sejumlah uang (executie verkoof) dilakukan melalui mekanisme lelang, sebagaimana termuat dalam pasal 196 HIR, pasal 208 RBg. Eksekusi yang terakhir ini, dilakukan dengan menjual barang- barang debitur atau juga dalam pembagian harta bila pembagian in natura karena suatu sebab tidak dapat dilakukan antara lain dalam pembagian harta warisan dan harta bersama, berapa sebuah rumah, sebuah mobil dan lain-lain (Manan, 2010 hal 122-123) 47 Barang-barang tersebut dijual dulu kemudian hasil penjualan itu dibagi sesuai dengan amar putusan Pengadilan Agama. Jika secara musyawarah ada yang tidak setuju dengan cara tersebut, maka pembagianya dilaksanakan secara lelang dimuka umum dan hasil penjualan lelang dibagi sesuai dengan porsi yang dalam putusan. 4. Pelaksanaan Eksekusi Secara prosedural pelaksanaan eksekusi adalah sebagai berikut : a) Permohonan eksekusi oleh pihak yang kalah tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan Agama secara sukarela untuk dilaksanakan secara paksa (Pasal 207 ayat (1) RBg/Pasal 196 HIR). b) Pemohon mengajukan permohonan eksekusi dan mekanismenya sebagaimana diatur dalam pola bindalmin dan peraturan terkait. c) Ketua pengadilan agama menerbitkan penetapan untuk aanmaning, yang berisi perintah kepada jurusita supaya memanggil termohon eksekusi hadir pada sidang aanmaning. d) Jurusita/jurusita pengganti memanggil termohon eksekusi. e) Ketua pengadilan agama melaksanakan aanmaning, denga sidang isidentil yang dihadiri oleh ketua, panitera dan termohon eksekusi. Dalam sidang aanmaning tersebut: (1) Seyogyanya pemohon eksekusi dipanggil untuk hadir. 48 (2) Ketua pengadilan agama menyampaikan peringatan supaya dalam tempo 8 (delapan) hari dari hari setelah peringatan termohon eksekusi melaksanakan isi putusan. (3) Penitera membuat berita acara sidang aanmaning dan ditandatangani oleh ketua panitera. f) Apabila dalam tempo 8 (delapan) hari setelah peringatan, pemohon ekskusi melaporkan bahwa termohon eksekusi belum melaksanakan isi putusan, ketua pengadilan agama menerbitkan penetapan perintah eksekusi. g) Dalam hal eksekusi putusan pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang objeknya berada diluar wilayah hukumnya, maka ketua pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang bersangkutan meminta bantuan kepada ketua pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang mewilayahi objek eksekusi tersebut dalam bentuk penetapan. Selanjutnya, ketua pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang diminya bantuan menerbitkan surat penetapan yang berisi perintah kepada panitera/jurusita agar melaksanakan eksekusi di bawah peimpinan ketua pengadilan agama/mahkamah syar’iyah tersebut (Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010, butir 1). h) Dalam hal eksekusi tersebut pada butir 5), diajukan perlawanan baik dari pelawan tersita maupun dari pihak ketiga, maka perlawanan tersebut diajukan dan diperiksa serta diputus oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang diminta bantuan (pasal 195 ayat (6) 49 HIR/Pasal 206 ayat (6) Rbg dan butir 2 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010). i) Dalam hal pelawan dalam perlawanannya meminta agar eksekusi tersbut pada butir 6) diatas ditangguhkan, maka yang berwenang menangguhkan atau tidak menangguhkan eksekusi itu adalah ketua pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang diminta bantuanya, sebagai pejabat yang memimpin eksekusi, dengan ketentuan bahwa dalam jangka waktu 2 X 24 jam melaporkan secara tertulis kepada ketua pengadilan agama yang meminta bantuan tentang segala upaya yang telah dijalankan olehnya termasuk adanya penangguhan eksekusi tersebut (Pasal 195 ayat (5) dan (7) HIR/Pasal 206 ayat (5) dan (7) RBg serta butir 3 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010). j) Dalam hal pelaksanaan putusan mengenai suatu perbuatan, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, harus dinilai dalam sejumlah uang (Pasal 225 HIR/Pasal 259 RBg) yang teknis pelaksanaanya seperti eksekusi pembayaran sejumlah uang. k) Jika termohon tidak mau melaksanakan putusan tersebut dan pengadilan tidak bisa melaksanakannya walau dengan bantuan alat Negara, maka pemohon dapat mengajukan kepada ketua pengadilan agama/mahkamah syr’iyah agar termohon membayar sejumlah uang, yang nilainya sepadan dengan perbuatan yang harus dilakukan oleh termohon. 50 l) Ketua pengadilan agama wajib memanggil dan mendengar teremohon eksekusi dan apabila diperlukan dapat meminta keterangan dari seorang ahli di bidang tersebut. m) Penetapan jumlah uang yang harus dibayar oleh termohon dituangkan dalam penetapan ketua pengadilan agama. n) Apabila putusan untuk membayar sejumlah uang tidak dilaksanakan secara sukarela, maka akan dilaksanakan dengan cara melelang barang milik pihak yang dikalahkan (Pasal 200 HIR/Pasal 214 s/d Pasal 224 RBg). o) Putusan yang menghukum termohon untuk menyerahkan sesuatu barang, misalnya sebidang tanah, dilaksanakan oleh jurusita, apabila perlu dengan bantuan alat kekuasaan Negara. p) Eksekusi tidak bisa dilakukan kedua kalinya apabila barang yang di eksekusikan telah diterima oleh pemohon eksekusi, namun diambil kembali oleh tereksekusi. q) Upaya yang dapat ditempuh oleh yang bersangkutan adalah melaporkan hal tersebut di atas kepada pihak yang berwajib (pihak kepolisian) atau mengajukan permohonan untuk memperoleh kembali barang (tanah/rumah tersebut). r) Putusan pengadilan agama/mahkamah syar’iyah atas permohonan penyerobotan tersebut apabila diminta dalam petitum, dapat dijatuhkan putusan sert-merta atas dasar sengketa bezit/kedudukan berkuasa. 51 s) Apabila suatu perkara yang telah berkekuatan hukum tetap telah dilaksanakan (dieksekusi) atas suatu barang dengan eksekusi riil, tetapi kemudian putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut dibatalkan oleh putusan peninjauan kembali, maka barang yang telah diserahkan kepada pihak pemohon eksekusi tersebut wajib diserahkan tanpa proses permohonan kepada pemilik semula sebagai pemulihan hak. t) Pemulihan hak diajukan pemohon kepada ketua pengadilan agama/mahkamah syar’iyah. u) Eksekuksi pemulihan hak dilakukan menurut tata cara ekskusi riil. Apabila barang tersebut sudah dialihkan kepada pihak lain, termohon eksekusi dapat mengajukan permohonan ganti rugi senilai objek miliknya. v) Apabila putusan belum berkekuatan hukum tetap, kemudian terjadi perdamaian di luar pengadilan yang mengesampingkan amar putusan dan ternyata perdamaian itu diingkari oleh salah satu pihak, maka yang dieksekusi adalah amar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (Manan, 2010 hal 122-126). 52 BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA AMBARAWA NOMOR PERKARA 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb A. Profil Pengadilan Agama Ambarawa Pengadilan Agama Ambarawa adalah Pengadilan Agama yang berada di wilayah kabupaten Semarang. Untuk mengetahui profil Pengadilan Agama Ambarawa akan lebih baik apabila terlebih dahulu kita menyimak sejarah keberadaan Kabupaten Semarang berikut: 1. Sejarah Pengadilan Agama Ambarawa Sejak hampir 5 abad yang lalu di masa Pajang Mataram, Kabupaten Semarang telah ada, dan waktu itu yang menjadi ibukota adalah Semarang. Pada jaman itu GEMENTE (Kotapraja) Semarang belum terbentuk. Sebagai Bupati Semarang yang pertama adalah KI PANDAN ARANG II atau dikenal sebagai RADEN KAJI KASEPUHAN yang dinobatkan pada tanggal 2 Mei 1547 dan berkuasa hingga tahun 1574 serta mendapat pengesahan Sultan Hadiwijaya. Pada masa itu beliau berhasil membuat bangunan yang dipergunakan sebagai pusat kegiatan Pemerintah Kabupaten. Ringkasnya, sampailah pada tahun 1906 yaitu pada jaman Pemerintahan Bupati RM. SOEBIJONO, lahirlah GEMENTE atau Kotapraja Semarang, sesuai Staatblaad tahun 1906 S.O 120. Pemerintah 53 Kabupaten Semarang dipimpin oleh seorang Bupati dan Pemerintah Kotapraja untuk wilayah Semarang dipimpin oleh seorang Burgenmester. Semenjak itulah terjadi pemisahan antara Kabupaten Semarang dengan Kotapraja Semarang hingga saat ini. Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 1950 Tentang Pembentukan Kabupaten-kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Tengah, Kota Semarang ditetapkan sebagai Ibukota Kabupaten Semarang, namun kota Semarang adalah Kotamadya yang memiliki Pemerintahan sendiri. Pada saat berdirinya Kabupaten Semarang, Pengadilan Agama untuk wilayah hukum Kabupaten Semarang belum terbentuk, oleh karenanya para pencari keadilan di wilayah Kabupaten Semarang yang akan mengajukan perkara harus ke Pengadilan Agama Salatiga, karena wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga meliputi Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Ditinjau dari segi Pemerintahan, Kota Semarang sebagai ibukota Kabupaten sangatlah kurang menguntungkan, maka timbullah gagasan untuk memindahkan ibukota Kabupaten Semarang ke Kota Ungaran yang pada saat itu masih dalam status Kawedanan. Sementara dilakukan pembenahan, pada tanggal 30 juli 1979 oleh Bupati Kepala Daerah Tk. II Semarang diusulkanlah ke Pemerintah Pusat melalui Gubernur, agar Kota Ungaran secara definitif ditetapkan sebagai Ibukota Pemerintah Kabupaten Dati II Semarang. Sementara itu telah terbentuk Pengadilan Negeri yang terletak di Ambarawa sehingga disebut 54 Pengadilan Negeri Ambarawa. Dalam perjalanannya kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 96 tahun 1982 maka dibentuklah Pengadilan Agama Kabupaten Semarang dengan sebutan Pengadilan Agama Ambarawa karena menyesuaikan dengan penyebutan Pengadilan Negeri, namun Pengadilan Agama berkedudukan di Kota Ungaran. Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1983 Tentang Penetapan Status Kota Ungaran sebagai Ibukota Pemerintah Kabupaten Dati II Semarang, yang berlaku peresmiannya tanggal 20 Desember 1983 pada saat Pemerintahan Bupati Ir. Soesmono Martosiswojo (1979-1985), maka Kota Ungaran secara definitif sebagai Ibukota Kabupaten Semarang. Oleh karena Ibukota Semarang telah dipusatkan di Ungaran, maka berangsur-angsur semua instansi pindah ke Kota Ungaran, termasuk Pengadilan Negeri Ambarawa, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: 14.03.AT.01.01 Tentang Pemindahan Pengadilan Negeri Ambarawa ke Kota Ungaran dengan sebutan Pengadilan Negeri Ungaran dengan wilayah hukum sebagaimana wilayah Kabupaten Semarang. Namun tidak demikian halnya dengan Pengadilan Agama Ambarawa. Pengadilan Agama tetap bernama Pengadilan Agama Ambarawa meskipun berada di Kota Ungaran, dan wilayah hukumnya tidak sebagaimana Pengadilan Negeri, yaitu sesuai dengan SK. Menteri Agama Nomor 76 Tahun 1983 Tentang Penetapan dan Perubahan wilayah hukum Pengadilan, bahwa Pengadilan Agama Ambarawa adalah meliputi 55 sebagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang, yang terdiri dari 7 (tujuh) Kecamatan dan sampai sekarang telah mengalami pengembangan menjadi 10 Kecamatan, yaitu : 1. Kecamatan Ungaran Barat; 2. Kecamatan Ungaran Timur; 3. Kecamatan Bergas; 4. Kecamatan Pringapus; 5. Kecamatan Bawen; 6. Kecamatan Ambarawa; 7. Kecamatan Sumowono; 8. Kecamatan Banyubiru; 9. Kecamatan Jambu; 10. Kecamatan Bandungan; Pengadilan Agama Ambarawa pada awal berdirinya menempati sebuah gedung yang terletak di Jl. Ki Sarino Mangunpranoto Nomor 2 Ungaran, dengan luas tanah 1.009 m2 dan luas bangunan 250 m2 dengan status Hak Milik Negara (Departemen Agama) yang diperoleh dari Bagian Proyek Pembangunan Balai Sidang Pengadilan Agama Ambarawa, yaitu dengan Berita Acara tertanggal 7 Nopember 1985 Nomor: Bagpro/PA/105/XI/1985. Dalam perkembangannya Pengadilan Agama Ambarawa di Ungaran kemudian dipindah ke Ambarawa, sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Urusan Administrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 46/BUA-PL/S-KEP/XII/2006, tanggal 13 Desember 56 2006 Tentang Pengalihan Fungsi Penggunaan Bangunan Kantor Lama Pengadilan Negeri Ungaran di Ambarawa menjadi Kantor Pengadilan Agama Ambarawa, yang ditindak lanjuti dengan penyerahan sertifikat tanah sesuai berita acara serah terima tanggal 14 April tahun 2008, maka diserahkanlah sertifikat tanah Hak Pakai Nomor 11 Tahun 1996 Luas tanah 3.948 M2 dengan nama Pemegang Hak Departemen Kehakiman RI Cq. Pengadilan Negeri Ambarawa yang terletak di Jl. Mgr. Soegiyopranoto Nomor 105 Kelurahan Ngampin, Kecamatan Ambarawa yang telah dialihfungsikan berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor: 186/PMK.06/2009, Nomor 24 Tahun 2009 tgl 18/II/2009 (DI. 208 3209 tgl 28 Februari 2013, DI 307 6310 tgl 28 Februari 2013) atas nama Pemerintah Republik Indonesia Cq. Mahakamah Agung RI, dengan batasbatas sebagai berikut : Sebelah Utara : Lapangan; Sebelah Timur : Jalan ke Lapangan; Sebelah Selatan : Jalan raya Semarang-Magelang; Sebelah Barat : Kebun milik perorangan; Sejak berdirinya Pengadilan Agama Ambarawa sudah melalui beberapa periode kepimpinan, sebagai berikut : 1. Drs. H. AHMAD AHRORY, SH ( Tahun 1983 - 1987 ); 2. Drs. H. ALI MUCHSON, SH ( Tahun 1987 - 1988 ); 3. Drs. H. MAFRUCHIN ISMAIL, SH ( Tahun 1988 - 1997 ); 57 4. Drs. H. ZUBAIDI, SH ( Tahun 1997 - 2000 ); 5. Drs. H. SUTJIPTO, SH ( Tahun 2000 - 2003 ); 6. Drs. H. SLAMET DJUFI, SH ( Tahun 2003 - 2004 ); 7. Drs. H. NOORSALIM, SH, MH ( Tahun 2004 - 2007 ); 8. Dra. Hj. ROKHANAH, SH, MH ( Tahun 2007 - 2011 ); 9. Drs. MASTHUR HUDA, SH. MH. ( Tahun 2011 - sekarang ); 2. Visi dan Misi a. Visi Terwujudnya Pengadilan Agama Ambarawa yang professional dan mandiri dalam rangka mewujudkan peradilan Indonesia yang agung. b. Misi 1) Menyelenggarakan pelayanan yudisial dengan seksama dan sewajarnya serta mengayomi masyarakat 2) Menyelenggarakan pelayanan non yudisial dengan bersih dan bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme 3) Mengembangkan penerapan manajemen modern dalam pengurusan kepegawaian, sarana dan prasarana rumah tangga kantor dan pengelolaan keuangan 4) Meningkatkan pembinaan sumber daya manusia dan pengawasan terhadap jalanya peradilan. 58 3. Susunan Organisasi Struktur Organisasi Pengadilan Agama Ambarawa Ketua Drs.Masthur Huda, SH. MH Wakil Ketua Drs.H.Abdul Syukur, SH. MH Hakim: Drs. H. Fuad M. Hayin MS, SH Drs.H.Salim, SH Drs.H. Samsyuri Panitera Subandriyo, SH Wakil Panitera Dra. Farkhah Wakl Sekretaris - Panmud Hukum Mu’asyarotul Azizah, SH Kaur Kepegawaian Siti Khalimah, SH Panmud Gugatan Saefudin, SH Kaur Keuangan Aulia Ardiyansyah Suhaely, SH Panmud Permohonan Kaur Umum Muflih Bahaudin Moh. Adib Fajruddin, S.Ag Jurusita Rahmanto Panitera Pengganti Dra.Hj. Siti Faizah, SH Dra.Hj. Siti Zulaikhah Masykuri, SH Siti Novida Subiyanti, SH Hj. Dahlia, SH Jurusita Pengganti Gogod Widiyantoro Ana Jatnikowati, S.Pd.I M. Yusuf Perdana Nailatussaadah, A.Md Adani Eko Wahyuni, A.Md Saiful Rijal, A.Md Sumber: Pengadilan Agama Ambarawa, tahun 2013 B. Kewenangan Pengadilan Agama Ambarawa 59 Tugas pokok dan fungsi dari Peradilan Agama Ambarawa adalah melaksanakan peraturan perundangan yang sudah ditentukan dalam pasal 2 dan pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Peradilan Agama dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yaitu memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam. Peradilan Agama yang dulunya di bawah Departemen Agama, sekarang sudah berubah menjadi satu atap dengan peradilan-peradilan yang lain di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kewenangan Pengadilan Agama dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: 1. Kewenangan Absolut Kewenangan absolut adalah suatu wewenang yang berkaitan dengan pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan. Kewenangan absolut meliputi perkara-perkara yang menjadi tanggungjawab Pengadilan Agama Salatiga yaitu: a. Perkawinan b. Waris c. Wasiat d. Hibah e. Wakaf f. Zakat g. Infaq h. Shadaqah 60 i. Ekonomi Syari'ah Perkara perkawinan adalah hal-hal yang diatur berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari'ah Islam, antara lain: - Izin beristri lebih dari seorang - Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun. - Dispensasi Kawin. - Pencegahan Perkawinan. - Pembatalan Perkawinan. - Perceraian karena Talak. - Permohonan Perceraian. - Penyelesaian Harta Bersama. - Penguasaan Anak Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya. - Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri. - Putusan tentang sah tidaknya seorang anak. - Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua. - Pencabutan kekuasaan wali. - Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut. 61 - Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 tahun yang ditinggal kedua orang tuanya. - Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya. - Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak - Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran. - Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain. Waris adalah penentuan siapa yang berhak menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta Penetapan Pengadilan Agama atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masingmasing ahli waris. Wasiat adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga atau badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki. 62 Wakaf adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harts benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syari'ah. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Infaq adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah SWT. Shadaqah adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga atau badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridha Allah SWT dan pahala semata. Ekonomi Syari'ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi: a. Bank Syari'ah. b. Lembaga Keuangan Mikro Syari'ah. c. Asuransi Syari'ah. d. Reasuransi Syari'ah. e. Reksa Dana Syari'ah. 63 f. Obligasi Syari'ah dan Surat Berharga Berjangka Menengah Syari'ah. g. Sekuritas Syari'ah. h. Pembiayaan Syari'ah. i. Pegadaian Syari'ah. j. Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syari'ah. k. Bisnis Syari'ah. 2. Kewenangan Relatif Kewenangan relatif adalah kewenangan pengadilan menyangkut tempat terjadinya suatu perkara. Dalam hal ini setiap perkara yanag terjadi di wilayah hukum Pengadilan Agama Ambarawa menjadi wewenang dan tanggungjawab Pengadilan Agama Ambarawa untuk menyelesaikannya. Wilayah Hukum atau Yurisdiksi Pengadilan Agama Ambarawa berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 76 tahun 1983 tentang penetapan dan perubahan wilayah hukum Pengadilan Agama adalah meliputi sebagian dari wilayah Kabupaten daerah tingkat II Semarang, yang terdiri dari 7 (tujuh) Kecamatan dan sekarang berubah menjadi 10 Kecamatan, yaitu dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut: 64 Tabel: Wilayah Hukum Pengadilan Agama Ambarawa Kecamatan Radius II Radius III Kecamatan Ambarawa Kel. Ngampin Kel. Panjang Kel. Lodoyong Kel. Kupang Kel. Tambakboyo Kel. Pojoksari Kel. Pasekkan Kel. Bejalen Kel. Baran Kel. Kranggan Kecamatan Banyubiru Desa Banyubiru Desa Kebondowo Desa Ngrapah Desa Rowoboni Desa Tegaron Desa Kebumen Desa Gedong Desa Kemambang Desa Wirogomo Desa Sepakung Kecamatan Bawen Kel. Bawen Kel. Harjosari Desa Samban Desa Poncoruso Desa Asinan Desa Doplang Desa Lemah Ireng Desa Kandangan Desa Polasiri Kecamatan Bandungan Kel. Bandungan Desa Kenteng Desa Duren Desa Mililir Desa Jimbaran Desa Candi Desa Sidomukti Desa Banyukunig Kecamatan Bergas Desa Jatijajar Desa Diwak Desa Randugunting Desa Bergas Kidul Kel. Bergas Lor Kel. Karangjati Kel. Ngempon Kel. Wujil Desa Wringin Putih Desa Munding Desa Gebugan Desa Gondoriyo 65 Kecamatan Jambu Desa Kelurahan Desa Kuwarasan Desa Kebondalem Desa Brongkol Desa Jambu Kel. Karangjati Kel. Ngempon Kel. Wujil Desa Wringin Putih Desa Pagersari Desa Genting Desa Gemawang Desa Bedono Desa Rejosari Kecamatan Pringapus Kel. Pringapus Desa Derekan Desa Klepu Desa Pringsari Desa Wonorejo Desa Wonoyoso Desa Penawangan Desa Candirejo Desa Jatirunggo Kecamatan Sumowono Desa Sumowono Desa Jubelan Desa Lanjan Desa Bumen Desa Ngadirekso Desa Losari Desa Mendongsari Desa Candigaron Desa Duren Desa Kebonagung Desa Kemawi Desa Kemitir Desa keseneng Desa Pledokan Desa trayu Desa Priyanggang Kecamatan Ungaran Barat Kel. Ungaran Kel. Genuk Kel. Langensari Kel. Bandarjo Kel. Candirejo Desa Gogik Desa Nyatnyono Desa Lerep Desa Branjang Desa Kalisidi Desa Keji Kecamatan Ungaran Timur Kel. Kalirejo Kel. Beji Kel. Gedanganak Kel. Susukan Kel. Sidomulyo Desa Leyangan Desa Kalikayen Desa Kalongan Desa Kewengan Desa Mluweh 66 Wilayah Pemerintah Kabupaten Semarang berbatas dengan beberapa kabupaten dan kota di sekelilingnya, yaitu ; 1. Sebelah Utara : Kota Semarang 2. Sebelah Timur : Kabupaten Demak dan Grobogan 3. Sebelah Selatan : Kab. Magelang dan Kab Boyolali 4. Sebelah Barat : Kabupaten Kendal 5. Ditengah Kabupaten Semarang ada empat kecamatan yang menjadi wilayah Kota Salatiga. Kondisi daerah Kabupaten Semarang sangat beragam, yang terdiri dari sebagian dataran rendah, dataran tinggi, daerah perbukitan dan sebagian lagi berupa pegunungan dan hutan. Jarak ibu kota Kecamatan yang paling dekat dengan kantor Pengadilan Agama Ambarawa adalah 2 Km dan yang paling jauh 33 Km, yaitu Kecamatan Sumowono. C. Administrasi Berperkara di Pengadilan Agama Ambarawa 1. Administrasi Perkara pada Peradilan Tingkat Pertama Administrasi Peradilan Agama adalah suatu proses penyelenggaraan oleh seorang administratur secara teratur dan diatur guna melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk mencapai tujuan pokok. Sedangkan yang dimaksud dengan diatur adalah seluruh kegiatan itu harus disusun dan disesuaikan satu sarana lainnya supaya terdapat keharmonisan dan kesinambungan tugas. Adapun yang dimaksud dengan teratur adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang di1aksanakan secara terus menerus dan terarah sehingga tidak terjadi 67 tumpang tindih (overlap) dalam melaksanakan tugas, sehingga akan mencapai penyelesaian tugas pokok secara maksimal. Peradilan Agama, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 2 Undangundang Nomor 3 Tahun 2006, adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu. Untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman tersebut, Panitera adalah yang melaksanakan tugas-tugas administrasi dalam rangka mencapai tugas pokok tersebut, sebagaimana tercantum dalam pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. Sehubungan dengan peraturan perundangan tersebut, penulis melakukan wawancara terhadap Subandriyo, SH., Panitera Pengadilan Agama Ambarawa pada tanggal 17 Januari 2013 dan memberikan beberapa penjelasan mengenai administrasi berperkara di Pengadilan Agama Ambarawa. Sebagaimana yang disampaikan oleh informan bahwa Panitera sebagai pelaksana kegiatan administrasi pengadilan memiliki 3 (tiga) macam tugas: a. Pelaksana administrasi perkara Pola Bindalmin. b. Pendamping hakim dalam persidangan. c. Pelaksana putusan atau penetapan. 2. Administrasi Permohonan Eksekusi 68 Prosedur permohonan eksekusi di Pengadilan antara lain : a. Masyarakat yang telah memiliki putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dapat mengajukan permohonan eksekusi atas putusan tersebut. b. Pemohon eksekusi mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Agama. c. Pengadilan harus menetapkan biaya panjar eksekusi yang ditentukan dalam surat kuasa untuk membayar (SKUM) yang berisi komponen biaya eksekusi, yaitu biaya materai penetapan Eksekusi, biaya pemberitahuan Aanmaning/teguran tertulis kepada Termohon Eksekusi, biaya pelaksanaan eksekusi (terdiri dari biaya pelaksanaan eksekusi/pengosongan, biaya sita eksekusi/angkat sita/CB), biaya penyampaian Salinan Berita Acara Sita kepada para pihak dan desa/kelurahan, biaya pemberitahuan dan pencatatan eksekusi ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan biaya sewa kendaraan. d. Pengadilan harus segera mengeluarkan penetapan eksekusi sejak permohonan diterima. Penetapan tersebut menyatakan bahwa permohonan eksekusi tersebut dapat dieksekusi (executable) atau tidak dapat dieksekusi (non executable). e. Jika setelah ditempuh langkah-langkah sesuai ketentuan perundangan dan ternyata pihak yang kalah tetap tidak mau melaksanakan putusan hakim, maka Ketua Pengadilan membuat penetapan eksekusi. 69 f. Pemohon eksekusi wajib membayar panjar terlebih dahulu agar eksekusi dapat dilaksanakan. Jika biaya tidak mencukupi maka Pemohon dapat dimintakan biaya tambahan pelaksanaan eksekusi oleh Pengadilan dengan disertai tanda bukti pembayaran berikut rincian komponen biaya. g. Setiap perintah eksekusi yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan harus dalam bentuk tertulis dan memperhatikan tenggang waktu yang cukup sekurangkurangnya 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan eksekusi. D. Putusan Perkara Nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan atau kontensius. Setiap putusan pengadilan harus memuat dasar alasan yang jelas dan rinci. Menurut asas ini, putusan yang dijatuhkan harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup. Pada penelitian studi putusan ini, penulis telah mempelajari kronologi perkara nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb melalui salinan putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Ambarawa tanggal 10 Nopember 2010 dan mencocokkan dengan dokumen pendukung. Selanjutnya Penulis mendeskripsikan kembali dalam paparan data perkara berikut: 70 1. Permohonan Cerai Talak oleh Pihak I dalam Konpensi Perkara nomor 0224/Pdt.G/2010/Pa.Amb berawal dari pengajuan permohonan cerai talak pada tingkat pertama Pengadilan Agama Ambarawa pada tanggal 17 Maret 2010 yang diajukan oleh seseorang yang dalam pemaparan ini ditulis namanya dengan inisial M.Ch. al. AR,SE. bin Ks, umur 39 tahun, agama Islam, pekerjaan Dagang, tempat tinggal di dusun Jetis RT.002 RW.006 desa Leyangan kecamatan Ungaran Timur, kabupaten Semarang yang selanjutnya disebut “Pemohon Konpensi / Tergugat Rekonpensi” melawan ENH binti AS, umur 33 tahun, pekerjaan Dagang, agama Islam, tempat tinggal di dusun Jetis RT.002 RW.006 desa Leyangan kecamatan Ungaran Timur, kabupaten Semarang dengan didampingi kuasanya bernama Yetty Any Ethika, SH. dan Wahyu Rudy Indarto, SH. beralamat di Jalan Flamboyan Indah no. 112 Plamongan Indah Semarang, selanjutnya disebut sebagai “Termohon Konpensi / Penggugat Rekonpensi” (PA.Amb, 2010: hlm. 1). Berkas perkara yang diajukan M.Ch. al. AR,SE. bin Ks yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Ambarawa kemudian diperiksa oleh majelis hakim dan selanjutnya dikemukakan tentang duduk perkaranya. Dalam permohonannya, Pemohon Konpensi (M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) mengemukakan posita yang secara ringkas dapat penulis sampaikan bahwa Pemohon Konpensi (M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) menikah dengan Termohon Konpensi (ENH binti AS) pada tanggal 29 Desember 1996 kemudian Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi hidup 71 bersama sebagai suami istri selama 1 tahun 6 bulan namun belum dikaruniai keturunan (PA.Amb, 2010: hlm. 2). Kehidupan rumah tangga Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi pada awalnya dalam keadaan harmonis, namun sejak bulan Januari tahun 1998 antara Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi terjadi perselisihan dan pertengkaran. Alasan pertama perselisihan dan pertengkaran dikemukakan Pemohon Konpensi karena Termohon Konpensi minta segera dibuatkan rumah, namun Pemohon Konpensi belum mampu sehingga di tahun 1999 Pemohon Konpensi membuatkan dengan terpaksa rumah. Alasan kedua adalah karena Termohon Konpensi tidak menghargai Pemohon Konpensi sebagai seorang suami yang sah dan Termohon Konpensi sering membantah perkataan Pemohon Konpensi, bahkan Termohon Konpensi sering marah-marah hingga memukul Pemohon Konpensi sampai kesakitan (PA.Amb, 2010: hlm. 3). Perselisihan dan pertengkaran tidak mereda namun justru semakin memuncak sehingga pada bulan Oktober 2009 Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi pisah tempat tinggal yakni Pemohon Konpensi meninggalkan Termohon Konpensi pulang ke rumah orang tua Pemohon Konpensi sendiri sedangkan Termohon Konpensi masih menempati rumah kediaman bersama yang hingga permohonan itu diajukan telah 3 bulan lamanya antara kedua belah pihak tidak ada hubungan lahir batin. Berdasarkan dalil-dalil yang dikemukan Pemohon Konpensi tersebut yang menurut Pemohon Konpensi telah memenuhi alasan perceraian 72 sebagaimana bunyi pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 dan pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, Pemohon Konpensi mengajukan Permohonan ijin ikrar talak di depan persidangan Pengadilan Agama Ambarawa (PA.Amb, 2010: hlm. 4). Pada hari yang telah ditetapkan Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi in person beserta kuasa hukumnya hadir di persidangan, kemudian Ketua Majelis sebagaimana ketentuan PERMA No.1 Tahun 2008 memerintahkan kedua belah pihak untuk mediasi, kemudian kedua belah pihak memilih mediasi dengan mediator hakim Pengadilan Agama Ambarawa yakni Dra. Teti Himati. Namun karena alasan administratif Pengadilan Agama, pada tanggal 08 Juli 2008 terjadi mediasi dan Hakim yang ditunjuk dari Pengadilan Agama Ambarawa sebagai mediator antara Pemohon Konpensi (M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) dan Termohon Konpensi (ENH binti AS) adalah Drs. H. FUAD. Majelis Hakim yang ditunjuk telah berusaha mendamaikan kedua belah pihak akan tetapi tidak berhasil (PA.Amb, 2010: hlm. 27). Setelah dilakukan mediasi antara Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi dan ternyata tidak berhasil, dan antara Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi sepakat untuk bercerai, selanjutnya dilakukan pemeriksaan sebagaimana bukti identitas Pemohon Konpensi yang secara kompetensi relatif dan kompetensi absolut Pengadilan Agama 73 Ambarawa berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut (PA.Amb, 2010: hlm. 28). 2. Rekonpensi Pihak II tentang Sengketa Harta Bersama Tahap pemeriksaan perkara setelah gagalnya mediasi adalah pembacaan dalil-dalil permohonan yang isinya tetap dipertahankan Pemohon Konpensi. Kemudian atas dalil-dalil Pemohon Konpensi, pada tanggal 21 April 2010 disampaikan jawaban tertulis Termohon Konpensi yang isinya menolak seluruh dalil-dalil Pemohon Konpensi kecuali hal-hal yang diakui kebenarannya oleh Termohon Konpensi. Termohon Konpensi mengakui bahwa Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi adalah pasangan suami istri yang sah sejak menikah pada tanggal 30 Desember 1996, dalam perkawinan tersebut Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi belum dikaruniai anak. Termohon Konpensi menjelaskan bahwa belum adanya keturunan dari perkawinan Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi disebabkan karena sejak saat perkawinan, Pemohon Konpensi meminta Termohon Konpensi untuk ikut KB dan Termohon Konpensi menurut karena alasan ekonomi. Kemudian Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi mengangkat seorang anak perempuan bernama inisial ELF yang lahir pada tanggal 12 Agustus 2004 (PA.Amb, 2010: hlm. 6). Tentang bantahan-bantahan Termohon Konpensi terhadap permohonan Pemohon Konpensi tidak akan penulis paparkan secara keseluruhan. Penulis hanya akan memfokuskan hal-hal yang terkait 74 dengan pokok penelitian mengenai sengketa harta bersama bahwa munculnya sengketa harta bersama pada perkara nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb yakni bersamaan dengan jawaban Termohon Konpensi atas permohonan Pemohon Konpensi. Termohon Konpensi menyampaikan gugatan rekonpensi yang memuat sengketa harta bersama, maka setelah dalam gugatan Rekonpensi ini Termohon Konpensi menjadi Penggugat Rekonpensi dan Pemohon Konpensi menjadi Tergugat Rekonpensi. Dalam posita nomor 8 gugatan rekonpensi ENH binti AS melawan M.Ch. al. AR,SE. bin Ks, Penggugat Rekonpensi (ENH binti AS) menyampaikan, “Bahwa di dalam perkawinan antara Penggugat dan Tergugat tersebut, terdapat (dipunyai) Harta Bersama”. Harta Bersama yang dimaksud Penggugat Rekonpensi (ENH binti AS) adalah seluruh harta kekayaan yang diperoleh oleh Penggugat Rekonpensi dan Tergugat Rekonpensi semasa perkawinan. Namun, diantara Harta Bersama yang kemudian menjadi objek eksekusi adalah sebagai berikut: 1. Sebidang tanah berikut bangunannya terletak di desa Leyangan, kecamatan Ungaran Timur, kabupaten Semarang, sertifikat Hak Milik nomor: 1012/Leyangan, seluas ± 413 m2 dengan Surat Ukur nomor: 01122/Leyangan/2001 tanggal 27 Januari 2001 atas nama M.Ch dan ENH. 2. Griya tanah berikut bangunan terletak di desa Leyangan, kecamatan Ungaran Timur, kabupaten Semarang, bersertifikat Hak Milik nomor: 75 1579 / Leyangan, seluas ± 264 m2 dengan Surat Ukur: 1905/2006 tanggal 8 September 2006, atas nama M.Ch dan ENH. 3. Sebidang tanah terletak di desa Leyangan, kecamatan Ungaran Timur, kabupaten Semarang, bersertifikat Hak Milik nomor: 1573 / Leyangan, seluas ± 1460 m2, dengan Surat Ukur nomor: 1905/2006 tanggal 8 September, atas nama M.Ch dan ENH. 3. Perjanjian Kesepakatan Perdamaian antara Pihak I dan Pihak II tentang Pembagian Harta Bersama Dalam gugatan rekonpensi nomor 8, Penggugat Rekonpensi (ENH binti AS) mengajukan tuntutannya kepada majelis hakim agar majelis hakim, “… menghukum Tergugat Rekonpensi atau siapapun yang mendapatkan hak dari padanya atau siapapun yang menguasai sengketa untuk menyerahkannya kepada Penggugat Rekonpensi guna dibagi diantara Penggugat Rekonpensi dan Tergugat Rekonpensi sesuai hukum yang berlaku,…” (PA.Amb, 2010: hlm. 18). Terhadap gugatan Penggugat Rekonpensi tersebut kemudian majelis hakim mempertimbangkan dan menempuh jalan damai yang akhirnya pada tanggal 27 Oktober 2010 terjadi perdamaian yang tertulis dalam Surat Perjanjian Kesepakatan Perdamaian yang ditandatangani Penggugat Rekonpensi (ENH) dan Tergugat Rekonpensi (M.CH. alias AR,SE) serta hakim-hakim majelis yang bertindak sebagai saksi-saksi. Di dalam Surat Perjanjian Kesepakatan Perdamaian tersebut memuat pembagian Harta Bersama antara Pihak I (M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) dan 76 Pihak II (ENH binti AS). Pada pasal 3 Surat Kesepakatan Perjanjian Perdamian disebutkan beberapa hal yang terkait dengan materi eksekusi pada penelitian ini yakni sebagai berikut: Pasal 3 Bahwa Hak Pihak I (satu)/Pemohon (Pemohon Konpensi): 4) Tanah dan bangunan, “Rumah Kediaman Bersama” Terletak di Kel. Leyangan, Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang, sertifikat HM no. 1012 / luas 413 m2. 5) Tanah dan bangunan yang diperuntukkan Dealer Motor “TUNAS AGUNG MOTOR” Terletak di Leyangan, Ungaran Timur, Kab. Semarang, sertifikat HM No. 1579 / luas 264 m2. 6) Tanah di Leyangan, Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang, sertifikat HM No. 1537 / luas 148 𝑚2 , yang dirinci menjadi: (3.a) Untuk jalan tol seluas 924 m2, atau senilai Rp. 288.000.000,- (dua ratus delapan puluh delapan juta rupiah). Dana tersebut berada di Bank Mandiri Cabpem. Undip Tembalang.,an. M.Ch, SE (3.b) Sisa tanah yang tidak untuk tol seluas 546 m2. 7) Honda CS 1 Hitam Lis Merah th 2008 H 2712 MZ 8) Usaha Dealer Motor “TUNAS AGUNG MOTOR” di Jl. Pabongan Jetis Leyangan 9) 1 TV merk Sharp 21 inc Selain pembagian Harta Bersama untuk pihak I, pasal 5 Surat Perjanjian Kesepakatan Perdamaian antara Pihak I dan Pihak II menyebutkan kewajiban pihak I diantaranya adalah menyelesaikan kewajiban pada Pihak I, menyelesaikan pembayaran seluruh hutang bersama baik pokok hutang maupun bunganya, dan yang menjadi poin penting adalah, “…segera membalik nama sertifikat yang mana terdapat nama Pihak I (Pertama) dan Pihak II (kedua) untuk “Pelepasan Hak Pihak I (Pertama)” di notaris, dengan seluruh pembiayaan menjadi tanggungan Pihak I (Pertama) setelah Putusan Pengadilan Agama Ambarawa.” Pada penutup pasal 8 Surat Perjanjian Kesepakatan Perdamaian antara Pihak I dan Pihak II disebutkan bahwa, ”Di dalam semua serta 77 segala sesuatu yang bertalian dengan Perjanjian Kesepakatan Perdamaian ini dan segala akibatnya, maka para pihak telah memilih domisili hukum setempat.” Kemudian pada penutup akhir Surat Perjanjian Kesepakatan Perdamaian antara Pihak I dan Pihak II disebutkan pula, “..Kesepakatan Perdamaian ini dibuat dan menjadi aturan yang mengikat kedua belah pihak untuk dilaksanakan dan dengan penuh kesadaran tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.” 4. Putusan atas Perkara Nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb Setelah terjadi kesepakatan perdamiaan antara M.Ch. al. AR,SE. bin Ks dan ENH binti AS dibuktikan dengan Surat Perjanjian Kesepakatan Perdamaian yang ditandatangani kedua belah pihak serta hakim-hakim majelis sebagai saksi-saksi atas Perjanjian Kesepakatan Perdamaian tersebut, akhirnya pada tanggal 10 Nopember 2010 dengan mengucap, “BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, BERDASARKAN KETUHANAN DEMI KEADILAN YANG MAHA ESA”, Pengadilan Agama Ambarawa yang diwakili oleh majelis hakim yang memeriksa membacakan putusan atas perkara nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb. dalam Konpensi, dalam Rekonpensi dan dalam Konpensi dan Rekonpensi sebagaimana berikut: Dalam Konpensi, Majelis Hakim dengan menimbang bahwa: a. Maksud dan isi surat Permohonan Pemohon a quo sebagaimana diuraiakan; 78 b. Majelis Hakim sudah menempuh mediasi dan mendamaikan kedua belah pihak akan tetapi tidak berhasil; c. Secara kompetensi relative dan kompetensi absolute Pengadilan Agama Ambarawa berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut; d. Pemohon dan Termohon terbukti terikat dalam perkawinan sehingga mempunyai hubungan hukum dan berkapasitas sebagai pihak dalam perkara ini; e. Dalil-dalil Permohonan Pemohon (M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) pada pokoknya Pemohon dan Termohon sering terjadi perselisihan dan pertengkaran; f. Termohon mengakui sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang berakibat telah berpisah rumah sehingga tidak keberatan dicerai oleh Pemohon; g. Saksi-saksi dari pihak Pemohon dan Termohon mengetahui secara langsung Pemohon dan Termohon terjadi perselisihan dan pertengkaran; h. Saksi-saksi tersebut memberikan keterangan di bawah sumpah dan saling bersesuaian sehingga secara formil dan materiil sebagai bukti sah dan dapat dipertimbangkan; i. Dalil-dalil Pemohon mendasarkan pada pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 jo pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam; 79 j. Saksi-saksi keluarga tersebut menyatakan tidak sanggup mendamaikan dan lebih baik Pemohon dan Termohon bercerai; k. Berdasarkan Yurisprudensi MARI No.1354.K/Pdt/2000 l. Terhadap rumah tangga yang retak tidak perlu dicari siapa penyebab kesalahannya, melainkan dalam hal ini Majelis Hakim lebih menekankan kepada rumah tangga tersebut tidak dapat lagi memberi manfaat kepada kedua belah pihak; m. Telah dilakukan mediasi oleh Majelis Hakim dan keluarga masingmasing tidak sanggup lagi mendamaikannya, dengan demikian antara Pemohon dan Termohon tidak dapat disatukan lagi sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga maka jalan terbaik adalah perceraian; n. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas maka Permohonan Pemohon telah mempunyai cukup alasan dan memenuhi pasal 39 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jis. pasal huruf (f) pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo. pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, incasu petitum Pemohon dapat di kabulkan; o. Berdasarkan kitab Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu Juz VII halaman 363; “Diperbolehkan juga talak dalam hal adanya perselisihan baik adanya syiqaq atau sebab lain untuk menghilangkan madlarat, atau (boleh juga talak) karena istri tidak iffah (bisa menjaga diri) maka 80 tidak layak mempertahankannya, karena yang demikian mengurangi tingkat keberagamaannya.” Dalam Rekonpensi, Majelis Hakim menimbang bahwa: a. Maksud dan tujuan gugatan Penggugat Rekonpensi a quo seperti terurai di atas; b. Gugatan Rekonpensi diajukan pada saat memberikan jawaban dan berkaitan dengan konpensi maka secara formil dapat diterima; c. Dalam Rekonpensi semula Pemohon sekarang disebut Tergugat Rekonpensi dan semula Termohon sekarang Penggugat Rekonpensi; d. Terhadap Rekonpensi ini terjadi perdamaian pada tanggal 27 Oktober 2010 antara Penggugat Rekonpensi dan Tergugat Rekonpensi yang selengkapnya ada dalam Berita Acara Pemeriksaan Perkara ini; e. Bahwa oleh karena telah terjadi perdamaian, maka perdamaian itu merupakan undang-undang bagi yang membuatnya, maka oleh karenanya Majelis Hakim menghukum para pihak untuk mentaati perdamaian tersebut yang termuat dalam amar putusan. Dalam Konpensi dan Rekonpensi Dalam Konpensi dan Rekonpensi, Majelis Hakim menimbang bahwa Berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan tahap kedua Undang-undang nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama, maka biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada Penggugat 81 Rekonpensi / Tergugat Rekonpensi yang besarnya seperti tersebut dalam amar putusan. Kemudian dengan mengingat semua peraturan perundangundangan yang berlaku dan hukum syar’i yang berkaitan dengan perkara ini, Majelis Hakim mengadili kedua belah pihak dengan amar putusan sebagai berikut: - Mengadili dalam Konpensi: 1) Mengabulkan permohonan pemohon; 2) Menetapkan memberi ijin kepada Termohon (M.Ch. al. AR,SE. bin Ks ) untuk ikrar menjatuhkan talak kepada Termohon (ENH binti AS) di depan persidangan Pengadilan Agama Ambarawa. - Mengadili dalam Rekonpensi: 1) Menetapkan Penggugat Rekonpensi dan Tergugat Rekonpensi telah sepakat berdamai tentang persengketaan harta bersama sebagaimana Surat Perjanjian Kesepakatan Perdamaian tanggal 27 Oktober 2010. 2) Menghukum kedua belah pihak (ENH binti AS ) dan (M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) untuk mentaati isi perjanjian perdamaian yang telah disepakati tersebut diatas. - Mengadili dalam Konpensi dan Rekonpensi Membebankan kepada Pemohon Konpensi untuk membayar biaya perkara yang hingga kini (akhir pemeriksaan perkara) dihitung sebesar Rp 466.000 (empat ratus enam puluh enam ribu rupiah). 82 5. Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) terhadap Sengketa Harta Bersama Nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb Dalam persidangan perkara 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb antara kedua kedua belah pihak yang berperkara telah berdamai tentang sengketa harta bersama atas anjuran hakim dan disetujui kedua belah pihak. Setelah tercapai perdamaian dalam persidangan kemudian hakim membuat akta perdamaian dalam Surat Perjanjian Kesepakatan Perdamaian yang ditandatangani Pihak I dan Pihak II disaksikan oleh hakim pemeriksa perkara yang kemudian memberikan putusan atas pemeriksaan perkara tersebut. Putusan Hakim atas perkara nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb amar putusannya berbunyi, “Menghukum kedua belah pihak (ENH binti AS ) dan (M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) untuk mentaati isi perjanjian perdamaian yang telah disepakati tersebut diatas.” Putusan hakim tersebut telah diucapkan hakim dalam sidang terbuka untuk umum pada tanggal 10 November 2010 dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pada tanggal 20 Juni 2012 M.Ch. al. AR,SE. bin Ks mengajukan permohonan tertulis Ambarawa yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama isinya, bahwa terhadap putusan 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb tersebut Pemohon eksekusi (M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) bermaksud akan membalik namakan tanah-tanah yang menjadi hak Pemohon eksekusi yang ada pada pasal (3) Surat Perjanjian 83 Kesepakatan Perdamaian antara Pemohon eksekusi dan Termohon eksekusi, akan tetapi Badan Pertahanan Nasional Kabupaten Semarang yang selanjutnya di sebut BPN Kabupaten Semarang, belum bisa menerima/memproses perubahan balik nama tersebut dengan alasan Termohon eksekusi tidak ikut datang di kantor BPN Kabupaten Semarang. Untuk memenuhi maksud BPN Kabupaten Semarang tersebut Pemohon eksekusi sudah berkali-kali mengajak Termohon eksekusi untuk datang di kantor BPN Kabupaten Semarang, akan tetapi Termohon eksekusi tidak bersedia hadir/mendatangi kantor BPN Kabupaten Semarang. Dengan ketidakbersedianya Termohon eksekusi untuk hadir di Kantor BPN Kabupaten Semarang menjadikan indikasi ketidakpatuhan Termohon eksekusi menjalankan Putusan Pengadilan Agama Ambarawa nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb untuk mentaaati Perjanjian Kesepakatan Perdamaian sebagaiman tercantum dalam amar putusan. Dengan berdasarkan hal-hal tersebut pemohon eksekusi mengajukan permohon an kepada Ketua Pengadilan Agama Ambarawa untuk melaksanakan putusan tersebut secara paksa dan menyerahkan kepada yang berhak menerimanya. 84 BAB IV ANALISA PELAKSANAAN PUTUSAN SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA AMBARAWA NOMOR PERKARA 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb Dalam pembahasan ini, penulis memaparkan hasil analisa penulis dari data-data yang telah penulis temukan kemudian mencocokkan dengan undangundang atau peraturan lainnya untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan rumusan masalah penelitian ini. Analisa pertama yakni mengenai prosedur perkara perdata nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb dan yang kedua tentang pelaksanaan putusan (Eksekusi) terhadap putusan perkara tersebut yang memuat sengketa harta bersama antara Pihak I (Pemohon/M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) dan Pihak II (Termohon/ENH binti AS). A. Analisa Putusan Nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb Perkara perdata nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb yang diajukan di Pengadilan Agama Ambarawa oleh Pemohon / M.Ch. al. AR,SE. bin Ks melawan Termohon / ENH binti AS adalah perkara permohonan cerai talak. Menurut penulis hal ini telah sesuai dengan Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyebutkan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan. Pengajuan permohonan cerai talak ini 69 85 juga telah sesuai dengan pasal 66 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama bahwa seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. Dalam hal pengajuan permohonan cerai talak ini diajukan di Pengadilan Agama Ambarawa, menurut penulis secara yurisdiksi juga telah sesuai dengan bunyi pasal 66 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, bahwa Permohonan yang diajukan Pemohon kepada Pengadilan Agama Ambarawa yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon. Termohon (ENH binti AS) berdomisili di wilayah desa Leyangan kecamatan Ungaran Timur, wilayah ini masuk dalam daftar wilayah hukum Pengadilan Agama Ambarawa berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor: 76 tahun 1983 tentang penetapan dan perubahan wilayah hukum Pengadilan Agama Ambarawa, desa Leyangan masuk dalam wilayah kecamatan Ungaran Timur pada Radius II. Berdasarkan peraturan tersebut maka Pengadilan Agama Ambarawa mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan memutus perkara perdata nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb. Pemeriksaan perkara nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb ini juga telah sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, bahwa Peraturan PERMA ini berlaku untuk mediasi terkait dengan proses berperkara Pengadilan, dan agar putusan yang diberikan kepada Pemohon dan Termohon tidak batal demi hukum maka harus ditempuh jalan damai melalui mediasi. 86 Kepada perkara 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb atas Pemohon (M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) dan Termohon (ENH binti AS) telah dilakukan mediasi oleh Pengadilan Agama Ambarawa dengan mediator hakim Drs. H. FUAD namun gagal. Kemudian mediator memberitahukan hasil mediasi secara tertulis kepada hakim yang memeriksa perkara. Segera setelah mendapatkan pemberitahuan tersebut, pemeriksaan perkara dilanjutkan pada tahap selanjutnya (PERMA, 2008: pasal 18 ayat 2). Pada pemerikasaan perkara selanjutnya, berdasarkan bukti tertulis yang diajukan Pemohon berupa fotokopi kutipan Akta Nikah nomor: 760/72/XII/1996 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama kecamatan Adiwarna kabupaten Tegal tanggal 30 Desember 1996 yang bermeterai cukup dan di legalisasi, setelah hakim mencocokkan dengan aslinya maka terbukti bahwa Pemohon dan Termohon adalah pasangan suami istri yang sah dan permohonan cerai talak Pemohon dinyatakan dapat diterima. Kemudian dengan menimbang seluruh pernyataan saksi dari kedua belah pihak yang menyatakan mengenal Pemohon dan Termohon sebagai suami istri, dan diantara Pemohon dan Termohon telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang mengakibatkan kedua belah pihak telah pisah rumah selama 1 tahun sehingga antara Pemohon dan Termohon tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali, maka telah cukup alasan dan memenuhi pasal 39 ayat 2 Undangundang nomor 1 tahun 1974 jis pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 jo. pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, petitum 87 pemohon untuk ikrar talak di depan sidang Pengadilan Agama Ambarawa dapat dikabulkan. Kemudian atas dalil-dalil Termohon (ENH binti AS) tentang adanya harta bersama sebagaimana di dalam perkawinan Pemohon dan Termohon sebagaimana disebutkan pada posita gugatan rekonpensi ENH binti AS pasal 8 (PA.Amb, 2010: hlm. 14), yang pada intinya Termohon mengajukan tuntutan agar majelis Hakim membagi antara Pemohon dan Termohon, majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut menempuh jalan damai yang disepakati Pemohon dan Termohon. Selanjutnya dibuat perjanjian kesepakatan tertulis (akta perdamaian) antara Pemohon dan Termohon untuk menentukan bagian masing-masing dari pembagian harta bersama. Atas perjanjian (akta) perdamaian tersebut hakim memberikan putusan yang amarnya berbunyi, “menghukum kedua belah pihak untuk mentaati isi perjanjian perdamaian yang telah disepakati tersebut.” Hasil kesepakatan perdamaian tersebut akhirnya mengakhiri sengketa harta bersama antara Pemohon dan Termohon. Menurut Penulis hal ini telah sesuai dengan syarat formal sebuah putusan perdamaian sebagaimana disampaikan oleh M. Yahya Harahap, SH., bahwa syarat formal putusan perdamaian berdasarkan pasal 1320 dan 1851 KUH Perdata diantaranya adalah: - Persetujuan kedua belah pihak - Putusan Perdamaian mengakhiri sengketa - Perdamaian atas sengketa yang telah ada, dan - Putusan perdamaian berbentuk tertulis 88 Dengan menganalisa paparan data perkara sengketa harta bersama nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb pada bab sebelumnya, penulis berkesimpulan bahwa prosedur prosedur pemeriksaan perkara hingga tercapainya kesepakatan perdamaian antara pihak I dan pihak II telah sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam prosedur beracara tingkat pertama di Pengadilan Agama Ambarawa. B. Analisa Keabsahan Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Nomor Perkara 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb 1. Dasar Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Nomor Perkara 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb Dalam pelaksanaan putusan (eksekusi) setidaknya harus memenuhi azas-azas eksekusi. Atas putusan perkara nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb ini Penulis telah melakukan analisis apakah eksekusi terhadap sengketa harta bersama ini telah sesuai dengan azas-azas eksekusi sebagai dasar Ketua Pengadilan Agama Ambarawa memerintahkan eksekusi tersebut. Melalui analisis ini penulis menemukan bahwa azas-azas pelaksanaan putusan 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb yang menjadi dasar pelaksanaan putusan telah terpenuhi, kemudian penulis menerangkan sebagai berikut: a. Azas menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap Permohonan Pemohon eksekusi (M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) untuk menjalankan putusan perkara nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb 89 telah memenuhi azas “menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.” Putusan atas perkara 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb telah dibacakan oleh hakim di dalam sidang terbuka dan telah dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap. Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap telah mempunyai kekuatan eksekutorial, dengan demikian sah apabila kemudian salah satu pihak atau dalam hal ini Pihak II yang dihukum tidak menjalankan putusan tersebut maka pihak lain (Pihak I / M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) mengajukan permohonan pelaksanaan putusan kepada Ketua Pengadilan Agama Ambarawa dengan bantuan kekuatan hukum atau eksekusi. b. Putusan tidak dijalankan secara sukarela Setelah perkara 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb tentang adanya sengketa harta bersama diputuskan dengan kesepakatan perdamaian antara Pemohon dan Termohon dan telah ditentukan bagian-bagian atas kedua belah pihak, ternyata pihak II (Termohon) tidak menjalankan putusan tersebut dengan sukarela. Pasal 3 Surat Perjanjian Kesepakatan Perdamaian antara Pihak I dan Pihak II telah menyebutkan bahwa, telah ditentukan bagian hak Pemohon atas harta bersama tersebut adalah: 4. Sebidang tanah berikut bangunannya terletak di desa Leyangan, kecamatan Ungaran Timur, kabupaten Semarang, sertifikat Hak Milik nomor: 1012/Leyangan, seluas ± 413 m2 dengan Surat Ukur 90 nomor: 01122/Leyangan/2001 tanggal 27 Januari 2001 atas nama M.Ch dan ENH. 5. Griya tanah berikut bangunan terletak di desa Leyangan, kecamatan Ungaran Timur, kabupaten Semarang, bersertifikat Hak Milik nomor: 1579 / Leyangan, seluas ± 264 m2 dengan Surat Ukur: 1905/2006 tanggal 8 September 2006, atas nama M.Ch dan ENH. 6. Sebidang tanah terletak di desa Leyangan, kecamatan Ungaran Timur, kabupaten Semarang, bersertifikat Hak Milik nomor: 1573 / Leyangan, seluas ± 1460 m2, dengan Surat Ukur nomor: 1905/2006 tanggal 8 September, atas nama M.Ch dan ENH. Kemudian pasal 5 ayat (3) Surat Perjanjian Kesepakatan Perdamaian antara Pihak I dan Pihak II telah menyebutkan kewajiban pihak II bahwa Pihak I (Pertama)/Pemohon (M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) diwajibkan untuk segera membaliknamakan sertifikat yang mana terdapat nama Pihak I dan Pihak II untuk pelepasan hak. Namun, sebagaimana disampaikan Pemohon dalam surat permohonannya kepada Ketua Pengadilan Agama Ambarawa tanggal 20 Juni 2012 di mana Pemohon pada surat permohonan tersebut menyampaikan bahwa terhadap putusan tersebut Pemohon bermaksud membalik namakan tanah-tanah yang menjadi hak Pemohon ke Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Semarang yang selanjutnya disebut BPN Kabupaten Semarang. BPN Kabupaten Semarang mempersyaratkan kehadiran 91 Termohon ke BPN Kabupaten Semarang untuk proses balik nama tersebut akan tetapi setelah berkali-kali Pemohon mengajak Termohon untuk datang di Kantor BPN Kabupaten Semarang Termohon tidak bersedia hadir. Atas ketidakbersediaan Termohon hadir di BPN Kabupaten Semarang inilah yang dijadikan dasar bahwa Termohon tidak menjalankan putusan nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb sehingga dapat dimintakan permohonan untuk eksekusi atas putusan tersebut. c. Putusan bersifat condemtaoir (menghukum) Azas putusan bersifat condemnatoir atau bersiafat menghukum juga telah dipenuhi dalam putusan ini. Amar Putusan perkara nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb berbunyi, “Menghukum kedua belah pihak (ENH binti AS) dan (M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) untuk mentaati isi perjanjian perdamaian yang telah disepakati …” d. Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Surat Permohonan Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb ini telah diajukan oleh Pemohon (Pihak I/M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) kepada Ketua Pengadilan Agama Ambarawa. Kepada pihak yang kalah (Pihak II/ENH binti AS) yang tidak mau memenuhi panggilan peringatan tanpa alasan yang patut menurut pasal 197 ayat 1 HIR atau pasal 208 ayat 1 R.Bb, secara ex officio Ketua Pengadilan Agama dapat langsung mengeluarkan surat perintah eksekusi, menurut Penulis hal ini juga telah sesuai. 92 2. Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Nomor Perkara 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb a. Peringatan dan Penetapan Eksekusi nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb Sebelum pelaksanaan putusan (eksekusi) secara riil, Ketua Pengadilan Agama Ambarawa harus melakukan aanmaning atau memberikan peringatan terlebih dahulu kepada Pihak Termohon. Berdasarkan pasal 196 HIR/207 R.Bg menyebutkan bahwa jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi putusan itu dengan kemauannya sendiri maka pihak yang dimenangkan dapat memasukkan permintaan baik dengan lisan maupun dengan surat kepada Ketua Pengadilan Agama yang tersebut pada ayat pertama pasal 206 R.Bg/ayat pertama pasal 195 HIR untuk menjalankan putusan itu. Selanjutnya, Ketua memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan supaya ia memenuhi putusan itu dalam tempo yang ditentukan oleh Ketua Pengadilan Agama selama-lamanya 8 (delapan) hari. Pada pemohonan pelaksanaan putusan nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb, Ketua Pengadilan Agama Ambarawa telah melakukan aanmaning atau memberikan peringatan kepada Pihak II (Termohon/ENH binti AS) dalam jangka waktu delapan hari, hal ini sebagaimana syarat sebelum melakukan eksekusi terhadap putusan. Ternyata setelah tenggang waktu peringatan terlampaui dan 93 selanjutnya telah dilakukan pemanggilan kepada pihak II / Termohon (ENH binti AS) tidak juga menjalankan putusan dimaksud. Kemudian berdasarkan pasal 197 HIR/208 R.Bg bahwa jika sesudah lewat tempo yang ditentukan itu belum juga dipenuhi putusan itu atau jika pihak yang dikalahkan itu walaupun telah dipanggil dengan patut tidak juga menghadap maka ketua atau pegawai yang dikuasakan itu karena jabatanya memberi perintah dengan surat supaya dilaksanakan eksekusi. Setelah tenggang waktu peringatan terlampaui dan telah dilakukan pemanggilan kepada pihak II / Termohon (ENH binti AS) tidak menghadiri panggilan peringatan / aanmaning, maka pada tanggal 16 Juli 2012 Ketua pengadilan Agama Ambarawa membuat surat perintah kepada panitera Pengadilan Agama Ambarawa atas nama Subandrio, SH. untuk menjalankan putusan nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb. b. Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb termuat dalam berita acara Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) pada hari Kamis tanggal 19 Juli 2012. Pada hari dan tanggal tersebut Subandriyo, SHI, Panitera Pengadilan Agama Ambarawa atas perintah Ketua Pengadilan Agama Ambarawa berdasarkan surat penetapan tanggal 16 Juli 2012 nomor : 0224/Pdt.G/PA.Amb, dengan dibantu 2 (dua) saksi, yaitu : 94 1) Asroni, SH, umur 42 tahun, pekerjaan PNS bertempat kediaman di Karangsari RT. 03 RW. 06 kelurahan Sumurejo, kecamatan Gunung pati, kota Semarang, dan 2) Muflih Bahaudin, umur 48 tahun, pekerjaan PNS bertempat kediaman di Krajan Rt. 04 Rw. 03 desa Doplang, kecamatan Bawen, kabupaten Semarang. Panitera Subandriyo, SHI dan ke 2 (dua) saksi tersebut di atas telah datang di obyek yang menjadi sengketa dalam perkara sengketa harta bersama nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb. Setelah tiba di obyek sengketa tersebut, Panitera bertemu dan berbicara dengan Pemohon dan Termohon eksekusi. Setelah diperiksa di lapangan, obyek tersebut telah sesuai dengan penetapan eksekusi nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb yang diberikan oleh Ketua Pengadilan Agama Ambarawa. Panitera memberitahukan maksud kedatanganya yaitu untuk melaksanakan putusan Pengadilan Agama Ambarawa tanggal 10 Nopember 2010 nomor: 0224/Pdt.G/2012/PA.Amb yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap seperti tersebut di atas, sambil menunjukkan dan membacakan surat penetapan dari Ketua Pengadilan Agama Ambarawa tersebut. Selanjutnya Panitera menjelaskan isi dan maksud dari surat penetapan tersebut, yakni untuk memenuhi isi dan maksud dari surat penetapan Ketua Pengadilan Agama Ambarawa melaksanakan putusan atas perkara sengketa harta bersama Pemohon dan Termohon di 95 Pengadilan Agama Ambarawa nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb yang tidak dilakukan secara sukarela oleh pihak II / ENH binti AS. Panitera Subandriyo, SHI menyebutkan objek-objek yang yang menjadi sengketa dalam perkara ini, adalah sebagai berikut: 1. Tanah dan bangunan “Rumah Kediaman Bersama” terletak di Kelurahan Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang, Sertifikat HM No. 1012/ luas 413 M2; 2. Tanah dan bangunan yang diperuntukan Dealer Motor “TUNAS AGUNG MOTOR” terletak di Kelurahan Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang, Sertifikat HM No. 1579/ luas 264 M2; 3. Tanah yang terletak di Kelurahan Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang, Sertfikat HM No. 1537/ luas 1488 M2, yang dirinci menjadi: 3a. Untuk jalan tol seluas 924 M2, atau senilai Rp. 288.000.000,- (dua ratus delapan puluh delapan juta rupiah); 3b. sisa tanah yang tidak untuk tol seluas 546 M2 Setelah obyek sengketa tersebut diatas dibenarkan oleh pihakpihak terkait, lalu Panitera menyatakan mencabut hak tanah sengketa tersebut dari ENH binti AS menjadi hak Pemohon Eksekusi (M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) sebagaimana bunyi amar putusan Pengadilan Agama Ambarawa nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb yang menghukum kedua belah pihak ENH binti AS sebagai Termohon dan M.Ch. al. AR,SE. bin Ks sebagai Pemohon, yang tercantum dalam pasal 3 Surat Perjanjian Kesepakatan Perdamaian antara Pihak I dan Pihak II tentang pembagian Harta Bersama. Berita Acara telah ditandatangai oleh Panitera Pengadilan Agama Ambarawa Subandriyo, SHI., saksi-saksi, pihak-pihak terkait diantaranya: Kepala Kelurahan Leyangan, Kepala Kecamatan Ungaran Timur, Kepala Kepolisian Ungaran Timur, dan 96 Komandan Koramil Ungaran Timur. Dalam berita acara tersebut pihak II / Termohon tidak bersedia memberikan tanda tangan. Menurut penulis, proses pelaksanaan putusan perkara nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb tersebut secara umum telah sesuai prosedur, bahwa pelaksanaan eksekusi harus ditulis dalam berita acara yang memuat kejadian yang ada selama eksekusi dilaksanakan dan ditandatangani Pihak I / Pemohon Eksekusi, Panitera, saksi-saksi dan pihak-pihak yang terkait. Kemudian dengan tidak ikut sertanya pihak II / Termohon tanda tangan dalam berita acara, Panitera Subandriyo, SHI menjelaskan bahwa hal itu tidak menghalangi sahnya eksekusi, hal-hal yang berkaitan dengan eksekusi tersebut tetap sah secara hukum. Kekurangan dalam Berita Acara Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Perkara Nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb menurut penulis adalah tentang batas-batas tanah yang disengketakan pihak I dan pihak II belum dicantumkan dalam berita acara. Dengan mengetahui batasbatas tanah yang menjadi objek sengketa, tentunya akan lebih memudahkan Panitera atau jurusita dalam memeriksa objek sengketa apakah benar-benar sesuai dengan penetapan Ketua Pengadilan untuk menjalankan eksekusi atas sengketa harta bersama yang berwujud barang tak bergerak. 97 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pada kesimpulan penetitian ini penulis akan menyampaikan dua hal pokok yang menjadi jawaban atas pertanyaan rumusan masalah: 1. Dasar Ketua Pengadilan Agama Ambarawa memberikan penetapan untuk menjalankan eksekusi putusan nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb Ada beberapa asas yang harus dipenuhi dalam sebuah pelaksanaan putusan (eksekusi), yaitu putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena dalam putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap telah terkandung wujud hubungan hukum yang tetap dan pasti antara pihak yang berperkara. Hubungan hukum yang tetap dan pasti antara pihak yang berperkara wajib ditaati oleh pihak yang dihukum baik Pemohon maupun Termohon dan dijalankan secara sukarela. Jika pihak terhukum tidak menjalankan putusan secara sukarela, hubungan hukum yang ditetapkan dalam putusan harus dilaksanakan dengan paksa dengan bantuan kekuatan hukum. Dasar Ketua Pengadilan Agama dalam pelaksanaan putusan (eksekusi) perkara nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb, yaitu: a. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap yang diatur dalam pasal 195 HIR tau pasal 206 R.Bg 98 b. Putusan tidak dijalankan dengan sukarela oleh Termohon ENH binti AS; 82 c. Adanya pengajuan permohonan Pemohon eksekusi M.Ch. al. AR,SE. bin Ks secara tertulis yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Agama Ambarawa; 2. Tidak bersedianya pihak II / Termohon tanda tangan dalam berita acara tidak menghalangi sahnya eksekusi, hal-hal yang berkaitan dengan eksekusi perkara nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb tersebut tetap sah secara hukum. Sesuai dengan pasal 197 ayat 1 HIR atau pasal 208 ayat 1 R.Bb, bahwa Ketidakhadiran ENH binti AS tanpa alasan dianggap tindakan keingkaran memenuhi panggilan. secara ex officio Ketua Pengadilan Agama dapat langsung mengeluarkan surat perintah eksekusi B. Saran Pemohon harus lebih teliti dalam menyampaikan permohonan, mengenai batas-batas wilayah yang menjadi sengketa harus turut pula disebutkan. Menurut Penulis, tidak disampaikannya batas-batas wilayah tanah sengketa ini bukanlah kesengajaan pihak Pengadilan, karena Pengadilan akan bertindak menurut apa-apa yang disamapaikan oleh para pencari keadilan, Pengadilan tidak berhak menambah atau mengurangi hal-hal yang menjadi pernyataan atau tuntutan para pencari keadilan. Sepanjang permohonan atau gugatan itu sah menurut hokum, maka Pengadilan akan tetap memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara. Oleh karena itu masyarakatlah yang harus belajar lebih banyak tentang Hukum Acara Peradilan Agama agar dapat terjawab keinginannya akan keadilan sesuai harapannya. 99 DAFTAR PUSTAKA Undang-undang Perkawinan Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974, Penerbit Surabaya, Arkola J Satrio, Hukum Harta Perkawinan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Cet.I, hal. 5, 1991 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Cet. II, Bumi Aksara, Jakarta 1999, hal 231-232 Abdurahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Cet.I, Akademika Presindo, Jakarta 1992, hal 136-137 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Cet.I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 1996, hal 245 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995 ROF. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006. Depag Indonesia, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Departemen Agama RI Direktorat jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam , Jakarta, 2000 Dr. mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah, Sinar Grafika, Jakarta, Cet 1, 2009 100 Bagir Manan, Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Peradilan Agama, Buku II, Jakarta, 2010. M. Yahya Harahap SH, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Gramedia Pustaka Utama, Cet IV, Jakarta, 1993 Drs. H. A. Mukti Arto, SH, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet I, 1996 Salinan Putusan Nomor : 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb, Pengadilan Agama Ambarawa, 2010