DAFTAR ISI

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Periode neonatal terdiri atas 28 hari pertama kehidupan. Dalam hal ini,
periode neonatal merupakan periode tunggal terpenting masa bayi dan kanakkanak karena selama waktu tersebut terjadi mortalitas dan morbiditas paling
tinggi. Salah satunya adalah gangguan sistem saraf dan reflek yang dialami
ketika persalinan maupun selama periode neonatal yang dapat memberikan
dampak berkepanjangan yang bermanifestasi pada masa akhir kanak-kanak
(Rudolph, 2014).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012, Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia mencapai 32 per 1.000
kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 2013). AKB di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2013 sebesar 10,41 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan di
Kabupaten Karanganyar AKB pada tahun 2013 sebesar 9,89 per 1000
kelahiran hidup (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2014). Asfiksia neonatorum
menduduki peringkat kedua penyebab morbiditas dan mortalitas neonatal di
Indonesia dengan persentase 27% (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2014 di
RSUD Karanganyar yang merupakan salah satu rumah sakit rujukan di
Kabupaten Karanganyar mencatat 770 bayi mengalami asfiksia neonatorum
dari 1409 jumlah bayi baru lahir resiko tinggi (54,6%), dengan klasifikasi
asfiksia sedang 758 jiwa (53,8%) dan asfiksia berat mencapai 12 jiwa
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
(0,85%). Keadaan hipoksia dan iskemia yang terjadi akibat asfiksia
neonatorum akan menimbulkan gangguan pada berbagai fungsi organ dan
menurunnya penghantaran oksigen dan energi terhadap sel saraf yang diikuti
penumpukan produk metabolisme dalam jaringan (Pieter, 2012). Salah satu
sistem organ yang terdampak asfiksia neonatorum adalah sistem saraf (Amier
dan Manoe, 2006).
Sistem saraf dianggap sebagai sistem tubuh manusia yang paling rumit
karena perannya mengatur aktivitas tubuh. Pemeriksaan fisik sistem saraf
bayi baru lahir menggabungkan observasi dan palpasi serta memperhatikan
gerakan, tonus, dan reflek. Reflek-reflek dasar yang dimiliki neonatus berupa
reflek pola perilaku bawaan yang berkembang selama kehidupan intrauterin.
Reflek-reflek dasar ini akan terlihat ketika lahir dan kemudian menghilang
dalam 2–12 bulan kehidupan pascanatal (Davies dan McDonald, 2011).
Namun jika reflek dasar tidak terdapat pada bayi baru lahir, ini bisa jadi
merupakan tanda depresi sistem saraf pusat (Rudolph, 2014).
Salah satu reflek dasar yang dimiliki bayi baru lahir adalah reflek
sucking. Reflek sucking merupakan salah satu reflek primitif yang
menunjukkan perkembangan neurodevelopmental awal (Lestariningtyas,
2006). Pemeriksaan reflek sucking juga dianjurkan sebagai alat skrining yang
menunjukkan utuh motorik fungsi neuron pada neonatus (Hendrik, 2013).
Reflek ini menjamin bayi mendapatkan makanan, hingga ia dapat secara
voulenter/sadar mampu untuk menghisap. Reflek sucking sering disebut
sebagai reflek pertahanan diri karena dengan reflek inilah bayi memulai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
kegiatan pemenuhan kebutuhan makanan, yaitu dengan menghisap ASI. Jadi,
gangguan reflek sucking dapat bermanifestasi kesulitan minum (Schott dan
Rossor, 2015).
Reflek sucking berkembang dengan baik pada bayi normal dan
dikoordinasikan dengan pernafasan, sehingga reflek ini akan sulit didapatkan
pada keadaan tertentu seperti asfiksia neonatorum (Purwadi, 2007). Pada
keadaan asfiksia neonatorum terjadi hipoksia dan iskemia jaringan yang
mengakibatkan defisit suplai oksigen ke otak dan seluruh organ. Hal ini
mempengaruhi kinerja saraf yang merangsang adanya reflek sucking pada
bayi baru lahir (Saharso et al., 2006). Hambatan reflek sucking pada jam-jam
pertama kehidupan akan berpengaruh pada kemampuan menghisap di awal
pertama kehidupan dan secara langsung akan menghambat asupan nutrisi
yang diterima oleh bayi (Davies dan McDonald, 2011).
Dalam penelitian ini akan diamati daya reflek sucking awal yang
dimiliki bayi baru lahir dengan tidak asfiksia dan dengan asfiksia. Penelitian
yang membahas mengenai hubungan asfiksia neonatorum dengan daya reflek
sucking belum pernah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan latar belakang di
atas, peneliti tertarik mengambil judul penelitian “Hubungan antara Asfiksia
Neonatorum dengan Daya Reflek Sucking pada Bayi Baru Lahir Umur 0 Hari
di RSUD Karanganyar”.
B. Perumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara asfiksia neonatorum dengan daya reflek
sucking pada bayi baru lahir umur 0 hari di RSUD Karanganyar?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan asfiksia neonatorum dengan daya reflek sucking
pada bayi baru lahir umur 0 hari di RSUD Karanganyar.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi daya reflek sucking pada bayi baru lahir dengan
tidak asfiksia dan dengan asfiksia umur 0 hari di RSUD Karanganyar.
b. Menganalisis hubungan asfiksia neonatorum dengan daya reflek
sucking pada bayi baru lahir umur 0 hari di RSUD Karanganyar.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan peneliti
tentang hubungan asfiksia neonatorum dengan daya reflek sucking bayi
pada baru lahir umur 0 hari.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran keluarga
untuk memberikan stimulasi, memantau, dan mendeteksi perkembangan
bayi dengan asfiksia neonatorum.
3. Bagi Tempat Penelitian
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memprediksi kejadian gangguan
reflek sucking pada bayi baru lahir sehingga dapat dilakukan
pencegahan terhadap dampak berkelanjutan akibat penurunan daya
reflek sucking pada bayi baru lahir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pendukung
teori pentingnya deteksi dini fungsi neurologis pada bayi baru lahir
dengan asfiksia neonatorum.
commit to user
Download