peranan pupuk kimia pada usahatani padi sawah dan upaya

advertisement
Pramono et al.- Peranan Pupuk Kimia pada Usahatani Padi Sawah
PERANAN PUPUK KIMIA PADA USAHATANI PADI SAWAH DAN UPAYA
MENGELIMINIR DAMPAK NEGATIFNYA
1
1
Joko Pramono , Samijan , dan Sigit Yuli Jatmiko
1
2
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
2
Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Pati
ABSTRAK
Pupuk kimia utama (N, P dan K) sejak era revolusi hijau hingga sekarang
perannya dibidang pertanian tak bisa disangkal lagi dalam mendongkrak produksi
pertanian, utamanya padi sawah. Pupuk merupakan salah satu komponen teknologi
yang memiliki peranan kunci dalam meningkatkan produksi pertanian. Tujuan dari
pemupukan utamanya adalah memberikan tambahan unsur hara bagi tanaman agar
kebutuhan hara selama pertumbuhannya tercukupi, yang selanjutnya akan
mendukung pertumbuhan dan hasil yang lebih baik. Kondisi yang terjadi saat ini di
lapangan banyak praktek-praktek pemupukan yang kurang memperhatikan kebutuhan
tanaman dan kemampuan tanah menyediakan unsur hara. Praktek pemupukan lebih
didasarkan pada kemampuan petani dalam membeli pupuk dan bukan didasarkan
kebutuhan tanaman dan kemampuan tanah menyediakan unsur yang dibutuhkan
tanaman. Bagi petani, pupuk identik dengan peningkatan produksi. Penggunaan
pupuk kimia dalam takaran tinggi, meskipun kadang hasil masih meningkat namun
keuntungan bersih yang diterima petani dari setiap unit pupuk yang digunakan
menurun. Penggunaan pupuk urea di beberapa sentra produksi padi telah melebihi
dosis anjuran setempat dengan kisaran penggunaan 300-600 kg ha-1. Untuk kasus di
Indonesia tingkat penggunaan pupuk sudah tertinggi di kawasan Asia kecuali Jepang,
Taiwan dan Cina. Sebagai ilustrasi, kisaran penggunaan pupuk urea 300-600 kg ha-1
atau dengan rata-rata penggunaan pupuk urea 360-380 kg ha-1 dan ZA lebih dari 100
kg ha-1. Rata-rata penggunaan pupuk P (SP-36) lebih dari 100 kg ha-1 dan rerata
penggunaan pupuk K (KCl) kurang dari 50 kg ha-1. Dampak negatif yang ditimbulkan
oleh penggunaan pupuk kimia dengan takaran tinggi dalam jangka waktu yang lama
tanpa mempertimbangkan kebutuhan tanaman dan kemampuan tanah dalam
menyediakan hara bagi tanaman, antara lain adalah; (a) tertimbunya hara (terutama P)
yang berasal dari pupuk dalam tanah, (b) terkurasnya hara mikro dalam tanah, pada
tanah yang tidak pernah diberi pupuk mikro, (c) terganggunya keseimbangan hara,
dan (d) terganggunya perkembangbiakan jasad renik yang menguntungkan dalam
tanah, an (e) dapat menimbulkan dampak pencemaran lingkungan terutama
pencemaran nitrat pada perairan akibat pemupukan N dosis tinggi. Untuk itu perlu
kiranya segera diambil langkah-langkah program untuk merasionalisasikan penggunan
pupuk kimia dalam rangka meningkatkan efisiensi pemupukan dan mengurangi
dampak lingkungan. Makalah ini membahas seputar praktek pemupukan kimia
ditingkat lapang, upaya peningkatan efisiensi dan strategi mengeliminar dampak
negatifnya.
Kata kunci : Efisiensi pemupukan, dampak lingkungan, langkah antisipasi
PENDAHULUAN
Peran pupuk kimia dalam era revolusi
hijau dibidang pertanian tak bisa disangkal lagi
dalam mendongkrak produksi pertanian,
utamanya padi. Pupuk merupakan salah satu
komponen teknologi yang memiliki peranan
penting
dalam
meningkatkan
produksi
pertanian. Tujuan dari pemupukan utamanya
adalah memberikan tambahan unsur hara
bagi tanaman agar kebutuhan hara selama
pertumbuhannya tercukupi, yang selanjutnya
akan mendukung pertumbuhan dan hasil yang
lebih baik.
Kondisi yang terjadi saat ini di lapangan
banyak praktek-praktek pemupukan yang
kurang memperhatikan kebutuhan tanaman
Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani,
Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
121
Pramono et al.- Peranan Pupuk Kimia pada Usahatani Padi Sawah
dan kemampuan tanah menyediakan unsur
hara. Praktek pemupukan lebih didasarkan
pada kemampuan petani dalam membeli
pupuk dan kondisi pertumbuhan tanaman
budidaya, bukan didasarkan kebutuhan
tanaman dan kemampuan tanah menyediakan
unsur yang dibutuhkan tanaman. Bagi petani,
pupuk identik dengan peningkatan produksi.
Penggunaan
pupuk
secara
tidak
terkendali merupakan bukti betapa pentingnya
arti pupuk bagi petani dalam meningkatkan
produksi
pertanian.
Kecenderungan
penggunaan pupuk yang tidak terkendali ,
antara lain tercermin dari aplikasi pupuk Urea
pada padi sawah tanpa memperhatikan kapan
tanaman membutuhkan tambahan N, dan
adanya penimbunan hara P di sebagian besar
lahan sawah intensifikasi akibat paket
pemupukan SP-36 yang intensif diberikan
setiap musim tanam (Agronomika, 1999).
Pemanfaatan pupuk kimia pada usahatani
padi sawah sejak era BIMAS hingga sekarang
terdapat kecenderungan terus meningkat baik
dalam takaran yang diberikan maupun variasi
jenis pupuk yang diberikan (Pramono, dkk.
2002a). Kondisi sekarang sudah
banyak
terlihat
gejala
menurunnya
efisiensi
pemupukan pada lahan-lahan sawah irigasi
yang sudah diusahakan secara intensif
selama berpuluh-puluh tahun. Upaya untuk
menanggulangi pelandaian produksi melalui
pemupukan
berimbang
belum
mampu
mengatasi masalah tersebut, bahkan terjadi
penurunan efisiensi pemupukan (Adiningsih,
1992 dalam Suhartatik dan Sismiyati, 2000).
Dampak
Revolusi
Hijau
dibidang
pertanian, disamping peningkatan produksi
pertanian ada harga mahal yang harus kita
bayar, yang mulai kita rasakan pada dasa
warsa terakhir ini. Meluasnya penggunaan
pupuk kimia, mengakibatkan pergeseran
budaya petani dari penggunaan pupuk organik
(pupuk kandang, pupuk hijau) beralih
menggunakan pupuk kimia yang lebih praktis.
Pergeseran penggunaan pupuk organik ke
pupuk kimia yang telah berjalan berpuluhpuluh tahun tersebut saat ini telah
menyebabkan
banyak
lahan
pertanian
mengalami degradasi kesuburan. Hal ini
ditandai
adanya
pelandaian
produksi
pertanian.
Pada beberapa tahun terakhir ini produksi
padi nasional cenderung melandai. Adiningsih
dan Soepartini (1995), mengemukakan bahwa
pelandaian produksi dapat disebabkan oleh
122
berbagai faktor, terutama penggunaan pupuk
yang sudah melampaui batas efisiensi teknis
dan ekonomis. Penggunaan pupuk dalam
takaran yang tinggi, meskipun kadang
produksi masih meningkat namun keuntungan
bersih yang diterima petani dari setiap unit
pupuk yang digunakan menurun (Surdianto et
al., 2000).
Bahkan adanya peningkatan
penggunaan pupuk kimia telah menyebabkan
terjadinya pencemaran lingkungan (Suhartatik
dan Sismiyati, 2000).
Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi
keadaan yang lebih buruk lagi, yang dapat
mengganggu keberlanjutan sistem produksi
padi sawah, maka perlu ditempuh upayaupaya
guna
mengkonservasi
dan
merehabilitasi sumberdaya lahan yang ada.
Model intensifikasi padi sawah dimasa
mendatang sudah selayaknya untuk tidak
bertumpu kepada penggunaan pupuk kimia
guna mencapai target produksi, namun perlu
difikirkan dan dikembangkan upaya-upaya
untuk mengembalikan kesuburan lahan. Salah
satu upaya yang dapat ditempuh untuk
memperbaiki
kondisi
tersebut
adalah
pemasyarakatan kembali penggunaan bahan
organik, seperti gerakan pengembalian jerami
hasil panen kelahan pada usahatani padi
sawah.
PERMASALAHAN APLIKASI PUPUK
KIMIA DI LAPANGAN
Konsep pemupukan berimbang pada
dasarnya bukan berarti memberikan semua
unsur hara, khususnya makro (N, P dan K)
lewat pemupukan, namun sebenarnya lebih
ditekankan
kepada
upaya
menjaga
kesimbangan hara dalam tanah. Dalam
konteks ini konsep pemupukan berarti
menambahkan unsur-unsur hara yang kurang
tersedia dalam tanah, lewat pemberian bahan
pupuk, bukan menambahkan unsur yang
cukup atau bahkan berlebih yang telah
tersedia dalam tanah.
Kondisi dilapangan yang terkait dalam
permasalahan pupuk yang perlu mendapatkan
upaya-upaya pemecahan, antara lain adalah:
1. Dibeberapa daerah sentra produksi
pertanian termasuk di Jawa Tengah,
terdapat peningkatan penggunaan pupuk
kimia, khususnya Urea, dan SP-36.
Beberapa wilayah sentra produksi beras
penggunaan pupuk kimia dalam usahatani
padi sawah dapat mencapai 800 kg/ha,
yang terdiri dari 500 kg Urea, 200 kg SP-
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani,
Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Pramono et al.- Peranan Pupuk Kimia pada Usahatani Padi Sawah
36 dan 100 kg KCl. Pemberian pupuk
yang
melebihi
takaran
disamping
merupakan tindakan pemborosan atau
inefisiensi dalam pemupukan juga dapat
berdampak
kurang
baik
terhadap
keseimbangan hara dalam tanah.
2. Penggunaan pupuk organik dilahan
sawah
yang
masih
merupakan
komplemen, bukan suatu yang mutlak
telah mendorong terjadinya penurunan
kualitas sumberdaya lahan. Dilaporkan
oleh Karama et al., (1990) bahwa dari 30
lokasi tanah sawah di Indonesia yang
diambil secara acak, 68 % diantaranya
mempunyai kandungan C tanah kurang
dari 1,5 % dan hanya 9 % yang lebih dari
2 %. Hasil analisis sampel tanah dari
berbagai daerah sentra produksi padi di
Jawa Tengah seperti di Kab. Grobogan,
Kab. Sragen, Kab. Batang dan Kab.
Sukoharjo menunjukkan hal yang sama,
bahwa rata-rata kandungan C organik
tanah berada dibawah 1,5 % (Pramono et
al., 2001). Data-data tersebut dapat
mengambarkan bahwa kondisi lahan
sawah
yang
sudah
cukup
lama
diusahakan secara intensif dengan
asupan agrokimia tinggi, telah mengalami
semacam gejala sakit “soil sicknes”. Salah
satu indikator menurunnya kandungan C
organik tanah.
3. Masih beredarnya berbagai merk dagang
pupuk alternatif di pasaran. Hal ini sebagai
salah satu dampak dari kebijakan
pemerintah yang membuka kesempatan
swasta
untuk
memproduksi
pupuk
alternatif. Walaupun sudah ada aturan
dari Mentan dalam suratnya Nomor:
260/334/Mentan/XI/95,
tanggal
26
Nopember yang berisi antara lain ; segera
dilakukannya monitoring dan pembinaan
terhadap peredaran dan penggunaan
pupuk alternatif, sehingga petani tidak
dirugikan dan sasaran produksi tanaman
pangan
dapat
dicapai.
Namun
kenyataannya
instruksi
tersebut
di
lapangan kurang berjalan dengan efektif,
buktinya masih banyak beredar pupuk
alternatif yang kualitasnya tidak sesuai
dengan apa yang tertera pada label,
sehingga banyak merugikan petani
(Supadmo, 2000).
UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI
PENGGUNAAN PUPUK KIMIA
dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya,
yang pada dasarnya harus memperhatikan
kebutuhan tanaman dan kemampuan lahan
didalam menyediakan unsur hara yang
dibutuhkan tanaman. Pada lahan-lahan yang
telah mengalami kemunduran kesuburannya,
maka upaya memperbaiki kondisi kesuburan
dengan aplikasi bahan organik merupakan
keharusan. Beberapa hasil penelitian dan
pengkajian yang telah dilaksanakan oleh
Badan Litbang Pertanian, dan prospektif untuk
diterapkan di lapangan dalam rangka
meningkatkan efisiensi pemupukan antara lain
adalah;
1. Pengembalian jerami
sebagai pupuk organik
padi
ke
lahan
Menurut Karama et al., (1990) dalam
(Suhartatik
dan
Sismiyati,
2000)
mengemukakan bahwa bahan organik
memiliki
fungsi-fungsi penting dalam
tanah yaitu; fungsi fisika yang dapat
memperbaiki sifat fisika tanah seperti
memperbaiki agregasi dan permeabilitas
tanah; fungsi kimia dapat meningkatkan
kapasitas tukar kation (KTK) tanah,
meningkatkan daya sangga tanah dan
meningkatkan ketersediaan beberapa
unsur hara serta meningkatkan efisiensi
penyerapan P; dan fungsi biologi sebagai
sumber energi utama bagi aktivitas jasad
renik tanah. Mengingat begitu penting
peranan
bahan
organik,
maka
penggunaannya pada lahan-lahan yang
kesuburannya mulai menurun menjadi
amat penting untuk menjaga kelestarian
sumberdaya lahan tersebut.
Terdapat potensi yang cukup besar
yang belum termanfaatkan secara optimal.
Dibeberapa
tempat
masih
banyak
dijumpai jerami padi dibakar di lahan atau
diangkut keluar oleh orang lain untuk
pakan, atau media jamur, padahal
berbagai penelitian menunjukkan bahwa
pengembalian
jerami
ke
lahan
memberikan sumbangan yang besar
terhadap pengembalian kesuburan lahan.
Pada tanah kahat K, pemberian jerami 5
t/ha lebih baik dari pada pemupukan KCl.
Kenaikan hasil dengan pemberian jerami
dapat mencapai 1 t/ha/musim dan dapat
menghemat pemakaian pupuk KCl antara
80 – 120 kg/ha (Rokhayati et al., 1998).
Baharsyah (1990) mengemukakan bahwa
penggunaan jerami dapat meningkatkan
efisiensi pemupukan N dan P.
Efisiensi pemupukan dibidang pertanian
Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani,
Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
123
Pramono et al.- Peranan Pupuk Kimia pada Usahatani Padi Sawah
2. Pengembangan Pengelolan Tanaman
Terpadu (PTT) pada Padi Sawah
c. Pemupukan P dan K berdasarkan
status hara tanah, Pemberian pupuk
P dan K yang lebih spesifik di
dasarkan atas status hara P dan K
dalam tanah melalui uji tanah, bukan
menggunakan rekomendasi umum.
Pada tanah dengan status hara P
rendah, sedang dan tinggi, takaran
masing-masing pupuk adalah 100 kg ,
75 kg dan 50 kg SP-36/ha. Pemberian
pupuk K, sebaiknya dilakukan pada
saat tanam atau paling lambat umur 4
minggu setelah tanam, dan hanya
diberikan pada tanah dengan status
hara K rendah dengan takaran 100 kg
-1
KCl
ha .
Untuk
menghemat
penggunaan pupuk K dianjurkan
untuk mengembalikan jerami ke lahan
sawah.
Pengelolaan
tanaman
terpadu
(Integrated Crop Management) adalah
tindakan secara terpadu yang bertujuan
untuk memperoleh pertumbuhan tanaman
yang optimal, kepastian panen, mutu
produk tinggi dan kelestarian lingkungan.
PTT mengabungkan semua komponen
terpilih
yang
serasi
dan
saling
komplementer untuk mendapatkan hasil
panen optimal dan kelestarian lingkungan
(Sumarno, et al., 2000).
Ada beberapa komponen teknologi
pada model PTT yang terkait dengan
efisiensi pemupukan, antara lain adalah :
a. Penggunaann
bahan
organik,
penggunaan bahan organik baik
kompos atau pengembalian jerami ke
lahan, di maksudkan untuk secara
perlahan-lahan dapat memperbaiki
kesuburan lahan. Telah teridentifikasi
bahwa lahan-lahan sawah yang telah
berpuluh-puluh tahun diusahakan
secara
intensif,
kandungan
C
organiknya berada pada kandungan
kurang dari 2 % dan telah mengalami
gejala “soil sickness”. Bahkan di
beberapa lokasi lahan sawah intensif
di Jawa kandungan C organiknya <
1 %.
b. Pemupukan N berdasarkan Bagan
Warna Daun
(BWD), Nitrogen
merupakan
hara
esensial
bagi
pertumbuhan dan peningkatan hasil
padi. Penggunaan pupuk N pada padi
sawah belum efisien. Penggunaan
urea dengan cara disebar hanya
dapat diserap tanaman sebesar
39,7 % (Hasanuddin et al., 2000).
BWD merupakan alat panduan praktis
kapan pupuk Nitrogen diberikan pada
padi sawah. Alat ini dikembangkan
oleh
IRRI
(International
Rice
Research Institute) dan telah dikaji
oleh BPTP Jawa Tengah ditingkat
petani. Efisiensi pemupukan N
dengan urea dapat ditingkatkan,
dengan panduan BWD, pemupukan
urea dapat dihemat hingga 40 %.
Pemupukan N dosis tinggi yang
melebihi
kemampuan
tanaman
menyerap hara dan dapat akan
meningkatkan denitrifikasi 7-9 kali
(Stark et al., 1983).
124
d. Pengairan berselang, Pengairan
berselang dimana lahan tidak selalu
tergenang tapi diupayakan secara
alami pada kondisi kering, macakmacak dapat mengurangi penimbunan
gas racun, memperbaiki aerasi dan
pertumbuhan pada tanaman padi.
Pada kondisi anaerob pupuk N yang
diberikan akan banyak hilang melalui
proses pelindian dan denitrifikasi,
sehingga dapat mengurangi efisiensi
pemupukan.
Efisiensi pupuk penerapan model PTT
padi Sawah,
•
Efisiensi
penggunaan
pupuk
Urea
mencapai 40 % dari 400 – 500 kg Urea
menjadi 225 – 300 kg/ha/musim
•
Efisiensi penggunaan pupuk Phosphate
(SP-36) mencapai 50 % (dari 150 kg/ha
menjadi 50 – 75 kg/ha/musim)
3. Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi dengan
Metode Omission Plot
Rekomendasi pemupukan pada saat ini
seringkali dianjurkan dalam jumlah dan waktu
yang tetap pada areal yang sangat luas.
Sebagai
contoh,
rekomendasi
yang
beranggapan bahwa kebutuhan unsur hara
pada tanaman padi sama dari suatu lahan ke
lahan yang lain atau selalu tetap dari tahun ke
tahun.
Pada kenyataannya, pertumbuhan
tanaman dan kebutuhan akan unsur hara
sangat dipengaruhi oleh iklim dan kondisi
pertumbuhan, sehingga variasinya menjadi
sangat besar tergantung pada lokasi, musim
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani,
Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Pramono et al.- Peranan Pupuk Kimia pada Usahatani Padi Sawah
dan tahun. Tanaman padi hanya menyerap
sepertiga dari pupuk N yang pada saat ini
diaplikasikan oleh petani. Di pihak lain, petani
seringkali tidak memberikan pupuk N, P dan K
dalam jumlah yang optimal untuk mencukupi
kebutuhan unsur hara pada tanaman padi.
Pengelolaan hara spesifik lokasi (PHSL)
memberikan
suatu
pendekatan
untuk
mencukupi kebutuhan hara pada tanaman
padi sesuai dengan jumlah dan waktu yang
diperlukan oleh tanaman. Secara dinamis
petani dapat menyesuaikan aplikasi dan
pengelolaan unsur hara untuk keperluan
tanaman berdasarkan perbedaan lokasi dan
musim. Pada tahap awal pendekatan ini
menganjurkan pemanfaatan secara optimal
sumber-sumber unsur hara alami yang ada
seperti residu tanaman dan pupuk kandang.
Selanjutnya PHSL memperkenalkan efisiensi
penerapan pupuk N melalui bagan warna
daun (BWD), yang memastikan pupuk N
diaplikasikan pada waktu yang tepat dan
dalam jumlah yang diperlukan oleh tanaman
padi. Petani dapat menentukan kebutuhan
tanaman terhadap pupuk P dan K dengan
mengukur hasil padi dari petak omisi
(omission plot).
Petak tanpa pemberian
pupuk P dengan takaran penuh unsur hara
yang lainnya (plot omission P) secara visual
memperagakan
bagi
petani
tentang
kekurangan unsur hara P. Sedangkan pada
petak tanpa pemberian pupuk K dengan
takaran penuh unsur hara yang lainnya (plot
omission K) memperagakan kekurangan
unsur hara K. Perbedaan hasil gabah antara
petak pengurangan unsur hara dengan petak
NPK penuh (atau dengan hasil tertinggi yang
dicapai di wilayah sekitar) dipergunakan untuk
membuat rekomendasi pemupukan P dan K.
Konsep perhitungan rekomendasi pemupukan
P dan K adalah ”Untuk memproduksi 1 ton
gabah diatas hasil yang dicapai pada petak
omission harus diaplikasikan 15-20 kg P2O5
dan 30 kg K2O per hektar”.
PHSL memperkecil pembuangan pupuk
melalui pengendalian dosis pemupukan yang
berlebihan dan menghindarkan pemupukan
pada saat tanaman tidak memerlukan
penambahan unsur hara. PHSL juga
menjamin bahwa pupuk N, P dan K
diaplikasikan dalam ratio kecukupan bagi
tanaman padi. Hal ini akan meningkatkan
efisiensi penggunaan pupuk dan melindungi
lingkungan dengan cara menghindarkan
kehilangan unsur hara dari pemupukan
berlebihan ke dalam aliran air permukaan dan
air dalam tanah.
BPTP Jawa Tengah melalui dukungan
Balitpa,
IRRI
dan
PPI-PPIC
telah
membandingkan PHSL dengan praktek
pengelolaan petani selama 4 musim tanam di
desa Kliwonan dan Sidodadi kecamatan
Masaran Kabupaten Sragen. Secara khusus
PHSL mampu meningkatkan keuntungan
melalui peningkatan efisiensi penggunaan
pupuk. Pendekatan PHSL memberikan prinsip
dasar wilayah yang dapat meningkatkan hasil
dan keuntungan bagi petani, mengakomodasi
penggunaan input bahan organik, melindungi
lingkungan melalui peningkatan efisiensi
penggunaan pupuk, dan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan setempat dan tanaman lain
selain padi.
4. Pemanfaatan Bahan Penghambat Proses
Nitrifikasi pada Pemupukan N
Produk penghambat nitrifikasi (Nitrat Inhibitor)
telah berkembang di negara-negara maju
seperti Jepang, Amerika dengan berbagai
merek dagang seperti N-Serve, Thiourea, AM.
Nitrat
inhibitor
dapat
mengendalikan
+
perubahan bentuk NH4 menjadi NO2 dan
NO3 , menurunkan kehilangan NO3 melalui
pelindian dan dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan N (Yan et al., 2008). Penggunaan
produk penghambat nitrifikasi alami (N-Guard)
di India di laporkan mampu mengurangi
penggunaan pupuk Nitrogen hingga 25 %
(NOM, 2006). Di Indonesia banyak tumbuh
tanaman yang memiliki kandungan senyawa
polifenol dan tanin yang prospek di gunakan
sebagai bahan penghambat nitrifikasi alami
seperti daun kopi, aplukat dan teh
(Hadisudarmo dan Hairiah, 2005). Untuk itu
diperlukan kajian yang mendalam tentang
masalah ini.
SARAN KEBIJAKAN PENGGUNAAN
PUPUK
Pupuk kimia saat ini masih merupakan
andalan petani didalam mempertahankan dan
atau meningkatkan produksi pertanian. Dalam
rangka untuk tetap meningkatkan produksi
pertanian guna mencapai ketahanan pangan
dan menciptakan usaha pertanian yang
berkelanjutan, maka perlu kebijakan-kebijakan
atau program yang mendorong upaya-upaya
penggunaan pupuk kimia secara bijaksana
dan berwawasan lingkungan. Beberapa
kebijakan yang mungkin perlu adalah:
1. Perlunya terus
dikembangkan
dan
dimasyarakatkan penggunaan bahan
organik dalam setiap usaha pertanian,
Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani,
Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
125
Pramono et al.- Peranan Pupuk Kimia pada Usahatani Padi Sawah
khususnya pada usahatani padi sawah.
2. Perlunya
dikembangkan
metode
Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL)
sebagai dasar penentuan rekomendasi
pemupukan spesifik.
Pramono,
J.,
H.
Supadmo,
S.C.B.
Setianingrum, S. Basuki, Hartoko, Yulianto,
H. Anwar, Sartono, dan P. Hapsapto. 2001.
Laporan Kegiatan Pengkajian Pengelolaan
Tanaman Terpadu pada Padi Sawah di
Jawa Tengah. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Jawa Tengah. Ungaran,
3. Pengembangan
Model
Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) pada padi sawah
dan komoditas pangan lain, dengan
memanfaatkan sumberdaya pertanian
secara optimal dan efisien dan Model
Integrasi Tanaman dan Ternak (Crop
Livestock), guna tercipta pertanian
terpadu yang saling mendukung.
Pramono, J., H. Supadmo, Hartoko, Widarto,
S. Jauhari, E. Supratman dan Sartono.
2002b.
Laporan
Hasil
Pengkajian
Pemupukan Spesifik Lokasi pada Padi
Sawah. Kerjasama BPTP Jawa Tengah
dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Propinsi
Jawa
Tengah.
Ungaran.
(unpublish).
DAFTAR PUSTAKA
Pramono, J dan Supadmo. 2002a. Kajian
penggunaan pupuk majemuk Kalphos
(20:10) pada padi sawah dengan status
hara P tinggi dan K rendah.. Prosiding
Lokakarya Pengelolaan Hara P dan K.
Surakarta 1-3 Oktober 2002. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian. Bogor.
Adiningsih, J.S. dan M. Soepartini. 1995.
Pengelolaan
Pupuk
pada
Sistem
Usahatani
Lahan
Sawah.
Makalah
Apresiasi Metodologi Pengkajian Sistem
Usahatani Berbasis padi dengan Wawasan
Agribisnis. Bogor 7-9 September 1995.
PSE. Bogor.
Agronomika,
1999.
Memanen
padi
menghemat pupuk. Agronomika. Vol. 1 (1).
Budidaya Tanaman Berorientasi Ekonomi
dan Berwawasan Lingkungan. Bogor.
Baharsyah, S. 1990. Penghapusan Subsidi
pupuk Suatu Tinjauan Ekonomis. Dalam
Sudjadi et al. (Eds). Prosiding Lokakarya
Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Bogor.
Hadisudarmo, P. Dan K. Hairiah. 2006.
Penghambatan nitrifikasi secara hayati
dengan pengaturan kualitas seresah
pohon penaung pada agroforestri berbasis
kopi. Dalam Kurnia dan Ardiwinata (Eds)
Prosiding Seminar Nasional. B2P2SDL.
Bogor.
Hasanuddin, A., Baehaki, S.E., S.J. Munarso
dan S. Noor. 2000. Teknologi Unggulan
Peningkatan Produksi Padi
Menuju
Revolusi Hijau Generasi Kedua. Dalam.
Makarim et al. (Eds). Prosiding Simposium
Penelitian Tanaman pangan IV. Konsep
dan Strategi Peningkatan Produksi Pangan.
Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi
Tanaman Pangan. Puslitbangtan. Bogor.
Karama, A.S., A.R. Marzuki, dan I. Manwan.
1990. Penggunaan pupuk organik pada
tanaman pangan. Prosiding Lokakarya
Nasional Efisiensi Pupuk V. Cisarua 12-13
Nopember 1990.
126
Stark, J.C., W.M. Jarrel and N.Valoras. 1983.
Nitrogen use efficiency of trickle irrigated
tomatoes receiving continous injection of N.
Agron. J. 75: 672-676.
Suhartatik, E. dan R. Sismiyati. 2000.
Pemanfaatan pupuk organik dan agent
hayati pada padi sawah. Dalam Suwarno
et al. (Eds). Tonggak Kemajuan Teknologi
Produksi Tanaman Pangan. Paket dan
Komponen Teknologi Produksi Padi. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Bogor.
Sumarno, I.G. Ismail dan S. Partohardjono.
2000.
Konsep
Usahatani
Ramah
Lingkungan. Makarim, A.K. et al. (Eds).
Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi
Tanaman Pangan. Konsep dan Strategis
Peningkatan Produksi Pangan. Simposium
Penelitian
Tanaman
Pangan
IV.
Puslitbangtan. Bogor.
Suriadikarta, D.A., W. Hartatik, dan D.
Setyorini. 2001. Petunjuk Teknis. Uji Mutu
dan Efektivitas Pupuk Alternatif. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat.
Supadmo, H. 2000. Laporan Analisis Mutu
Pupuk-pupuk Alternatif. Laporan Intern.
BPTP Ungaran. (Un-publish).
Yan, X., Jin,J., He, P. And Laiang, M. 2008.
Recent advances on the technologies to
increase
fertilizer
use
efficiency.
Agricultural in China. Vol 7 (4):469-479.
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani,
Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Download