fakultas hukum universitas sebelas maret surakarta 2011

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG WAKAF
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat
Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta
Oleh :
RATNA DUMILAH
E.0003034
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG WAKAF
Disusun oleh:
RATNA DUMILAH
NIM: E.0003034
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 2 Februari 2011
Pembimbing
M.Adnan, S.H., M.Hum.
NIP. 195407121984031002
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG WAKAF
Oleh:
RATNA DUMILAH
NIM: E.0003034
Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skrpsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta pada:
Hari
: Rabu
Tanggal : 2 Februari 2011
DEWAN PENGUJI
[1].
Agus Rianto, SH.,Mhum.
NIP.196108131989031002
: …………………………………………
[2].
Zeni Lutfiyah, SAg., MAg.
NIP.197210112005012001
: …………………………………………
[3].
M.Adnan, S.H., M.Hum.
NIP. 195407121984031002
: ………………………………………....
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum UNS,
Mohammad Jamin, S.H., M.Hum.
NIP. 19610930198601001
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Maha Suci Engkau, tiada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami, sungguh Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
(QS Al Baqarah:32)
Jika engkau bisa, jadilah seorang ulama. Jika engkau tidak mampu, maka jadilah
penuntut ilmu. Bila engkau tidak bisa menjadi seorang penuntut ilmu, maka
cintailah mereka. Dan jika kau tidak mencintai mereka, janganlah engkau benci
mereka."
(Umar bin Abdul Aziz)
Sesungguhnya setiap kedipan mata adalah nikmat, setiap helaan nafas adalah
nikmat, karena itu bersyukurlah pada Sang Pemberi Nikmat.
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karena doa, harapan dan kemuliaan hati mereka, dapat kuselesaikan karya ini
untuk kupersembahkan kepada:
Allah yang menciptakan, yang memiliki segala sesuatu di langit dan di bumi, yang
Maha Pemurah lagi Penyayang.
Ayahku yang pemegang kejujuran dan ibuku pendamping setia, kakak-kakakku
yang tiada henti tiada putus asa membantu dan berkorban untukku. Ya Allah
kasihilah mereka sebagaimana mereka mengasihiku sewaktu kecil.
Sahabat setia dalam suka dan duka yang senatiasa melimpahkan kesabaran,
kasih sayang, semangat, menemani dan menghargai setiap usaha yang
kulakukan.
Semoga Allah membalas kebaikan kalian, melimpahkan rahmat, memelihara
dengan kerahimanNYA, dan menjadikan penggugur dosa.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : Ratna Dumilah
NIM : E0003034
Menyatakan
dengan
sesungguhnya
bahwa
penulisan
hukum
(skripsi)
berjudul:”Tinjauan Terhadap Pengelolaan Wakaf Menurut Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal
yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini, diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan
saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan penulisan hukum dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum
(skripsi) ini.
Surakarta, 28 Januari 2011
Yang Membuat Pernyataan,
Ratna Dumilah
NIM. E0003034
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Ratna
Dumilah.
E.0003034.
2010.
TINJAUAN
TERHADAP
PENGELOLAAN WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41
TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan wakaf
di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan
bagaimana peran Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga yang berkompeten
dalam pengelolaan wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat
preskriptif yaitu berusaha mengetahui bagaimana pengelolaan wakaf di Indonesia
dan peran Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga perwakafan. Pendekatan yang
digunakan untuk menelaah penulisan hukum ini adalah dengan pendekatan
perundang-undangan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber
bahan hukum yang digunakan ialah bahan hukum primer, sekunder dan tersier
melalui studi kepustakaan dan cybermedia. Analisis data yang digunakan adalah
analisis data kualitatif dengan logika deduktif.
Berdasar penelitian ini, diperoleh hasil bahwa pengelolaan wakaf di
Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dilakukan oleh
masyarakat melalui lembaga nazhir sesuai dengan prinsip syariah secara
produktif. Nazhir dilarang melakukan perubahan peruntukkan harta wakaf kecuali
atas ijin tertulis BWI. Harta wakaf berkembang dapat berupa benda bergerak.
Wakaf tunai termasuk harta wakaf benda bergerak yang diwakafkan melalui
lembaga keuangan syariah sebagai pengelola yang ditunjuk Menteri dan
diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf tunai. Badan Wakaf Indonesia adalah
lembaga independen yang dibentuk guna memajukan dan mengembangkan
perwakafan nasional. Badan Wakaf Indonesia bertugas melakukan pembinaan,
pengelolaan dan pengembangan terhadap penyelenggaraan wakaf berskala
nasional dan internasional, bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat
dengan memperhatikan saran dari Menteri dan Majelis Ulama Indonesia.
Kata Kunci: Wakaf, Pengelolaan Wakaf, Badan Wakaf Indonesia
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Ratna Dumilah. E.0003034. 2010. THE CONSIDERATION OF WAQF
MANAGE ACCORDING TO LAW NUMBER 41 OF 2004 ABOUT WAQF.
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Purpose of this research is to know how the waqf manage in Indonesia
according to Law Number 41 0f 2004 about waqf and how Badan Wakaf
Indonesia`s job as a competent waqf institution in waqf manage according to Law
Number 41 of 2004 about waqf.
This research is a normative, prescriptive and that is to know how the waqf
manage in Indonesia and Badan Wakaf Indonesia`s job as waqf institution. Some
approaches used to analyse this law research is statute approach. The kind of data
sources that being used are secondary data. The law material sources used are
primary, secondary and tertiary data through literature study and cybermedia. The
analysis of legal materials use qualitative with deductive logic.
Based on this result of research, the conclusion that the waqf manage in
Indonesia according to Law Number 41 of 2004 is executing by society through
nazhir institution according to syariah principe and productive. It is forbidden to
nazhir to change purpose and and benefit of waqf except by legal license by BWI.
Waqf object expand to moved and unmoved object. Cash waqf included moved
object through syariah financial institution by minister order and published in
Cash Waqf Sertificate. Badan Wakaf Indonesia is independent institution formed
to progress and expand national waqf. Badan Wakaf Indonesia have order to
constructing, managing and expanding national and international waqf manage,
cooperation with government, and society obey advice from minister and religious
former.
Key words: Waqf , Waqf Manage, Badan Wakaf Indonesia
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Bismillah
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Maha Tinggi yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang atas segala nikmat ilmuNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan
Penulisan
Hukum
(Skripsi)
yang
berjudul
“TINJAUAN
TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF” ini dengan baik. Penulisan
Hukum ini disusun dan diajukan penulis untuk melengkapi persyaratan guna
memperoleh derajat S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Pada kata pengantar ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis, baik yang
berupa materiil maupun immateriil selama proses penulisan karya tulis ini.
Berbagai
faktor
yang
menghambat
penulis
untuk
sesegera
mungkin
menyelesaikan penulisan hukum ini tidak akan bisa penulis terlewati tanpa doa
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati
penulis sampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya, terutama kepada :
1. Bapak Mohammad Jamin, S.H, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret beserta jajarannya.
2. Ibu Maria Madalina, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik penulis.
3. Bapak M. Adnan, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum dan
Masyarakat
yang
telah
membantu
dalam
penunjukkan
dosen
pembimbing skripsi dan telah bersedia meluangkan waktu berbagi ilmu
memberi bimbingan dan masukan untuk penulisan hukum ini.
4. Bapak Joko Susilo yang sangat membantu penulis dalam penyelesaian
studi di Fakultas Hukum ini.
5. Segenap dosen dan karyawan di Fakultas Hukum dan Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang turut membantu penulis dalam
menempuh studi yang tidak penulis sebutkan satu persatu.
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Bapak Soekemi dan Ibu Amsiyah yang
dengan kesabarannya selalu berdoa agar anaknya segera lulus dan
menjadi insan mandiri yang bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya.
Mohon maaf jika selama ini mengecewakan dan belum mampu
membuat kalian bangga.
7. Keluarga besar dengan saudara-saudara yang menyayangiku dan sangat
aku sayangi, dengan beda dimensi pemikiran dan jarak yang jauh
terbentang takkan memutus silatrahim kita. Terutama untuk mas Doni
dan mas Farid, yang lelah bersusah payah membantuku dan selalu
mendoakanku dengan tulus dan sabarnya. Juga mas Herry, mas Noer,
mas Hadi, mas Fendi dan mbak Ida.
8. Sahabat setiaku dalam suka dan duka, belahan jiwa pelimpah kasih
sayang
penuh
kesabaran
yang
senantiasa
menemani
dan
mendampingiku dengan tiada pernah lelah, membimbing, mendoakan
dan mengenalkan aku akan kebaikan dunia, Endra Dwisukma Abadi,
terima kasih yang tak terhingga.
9. Adik-adikku di HMI yang sangat membantuku, yang mau menerimaku
dengan segala kekuranganku dan sering merepotkan kalian, Dahat,
Marthin, Adil, Yasser, Anung, Okky, Didit, Refi dan lainnya yang
belum kusebut.
10. Bidadari-bidadari jelitaku Damai 1, yang telah sering direpotkan
penulis, Yunita, Dita, Titin, Widi, Indah, Putri, Esty, Dini, Tami, Dessy,
adik-adik baru Arum, Nurul, Aji, Rizky, Dwi dan semua warga Damai,
terima kasih sudah mengizinkanku bernaung di sini.
11. Sahabat-sahabatku
yang
cantik
dan
hebat,
yang
menerimaku,
menghiburku, mendampingiku dengan doa, menemani jalan-jalan dan
memberi semangat, Fajar Afril, Ruci, Inung, Eny, dan Cita.
12. Tak lupa pula untuk yang sering menjadi penguji hati dan kesabaran,
yang menjadi sumber inspirasi bagi karya tulis ini, Handry Purwandani.
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13. Kepada seluruh pegawai dan karyawan Departemen Agama Purworejo,
khususnya Bagian Zakat dan Wakaf yang telah mengizinkan penulis
menggunakan koleksi perpustakaannya.
14. Semua pihak yang telah membantu dan memperlancar penyusunan
Karya Tulis ini, yang belum penulis sebut satu persatu.
Penulis menyadari bahwa kualitas penulisan hukum ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, penulis berharap saran dan kritik masukan kepada penulis
guna penyempuranaan karya ini. Mudah-mudahan penulisan hukum ini mampu
memberikan manfaat bagi kita semua.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .....................................................
iii
HALAMAN MOTTO ....................................................................................
iv
PERSEMBAHAN ..........................................................................................
v
PERNYATAAN..............................................................................................
vi
ABSTRAK ......................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ix
DAFTAR ISI...................................................................................................
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...............................................................
1
B. Perumusan Masalah......................................................................
3
C. Tujuan Penelitian..........................................................................
4
D. Manfaat Penelitian .......................................................................
4
E. Metode Penelitian .........................................................................
5
F. Sistematika Penulisan ..................................................................
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ............................................................................
13
1. Tinjauan tentang Wakaf ........................................................
13
a. Pengertian Wakaf ............................................................
13
b. Landasan Hukum Wakaf.................................................
15
c. Ruang Lingkup Wakaf ....................................................
19
2. Tinjauan tentang Pengelolaan Wakaf ...................................
26
a. Pengertian Pengelolaan Wakaf. ......................................
26
b. Ruang Lingkup Pengelolaan Wakaf. ..............................
27
3. Tinjauan tentang Badan Wakaf Indonesia ............................
32
a. Struktur Organisasi .........................................................
32
b. Kedudukan Badan Wakaf Indonesia ...............................
commit to user
B. Kerangka Pemikiran .....................................................................
32
xii
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengelolaan Wakaf di Indonesia Menurut Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf .......................................
36
B. Peran Badan Wakaf Indonesia sebagai Lembaga yang
Berkompeten dalam Pengelolaan Wakaf Menurut UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 .................................................
90
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 105
B. Saran ........................................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 108
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia dan juga
memiliki aset wakaf yang cukup besar, perkembangan wakaf di Indonesia
tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara-negara mayoritas penduduk
muslim lain, hal ini tentunya dipengaruhi dengan berbagai faktor, di antaranya
terkait dengan pengelolaan wakafnya, baik sistem pengelolaan wakaf maupun
pihak pengelola wakafnya. Walaupun sudah ada BWI sebagai lembaga yang
khusus menangani permasalahan wakaf di Indonesia. Namun harus ada pula usaha
bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk memaksimalkan peran lembaga
tersebut (http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/07/dr-uswatun-hasanah.html).
Selain itu, pemahaman masyarakat terhadap ihwal benda wakaf juga masih
sempit. Harta yang bisa diwakafkan masih dipahami sebatas benda tak bergerak,
yaitu tanah. Padahal, wakaf juga bisa berupa benda bergerak, antara lain uang,
logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, dan hak sewa.
Hal ini tercantum dalam Bab II pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf, dan juga sejalan dengan fatwa MUI ihwal diperbolehkannya
wakaf uang.
Sebab lain adalah jumlah tanah strategis dan kontroversi pengalihan tanah
wakaf, ditilik jumlah tanah wakaf, memang sangatlah luas. Tapi tak semuanya
bisa dikategorikan tanah strategis. Hal ini bisa dicermati dari lokasi dan kondisi
tanah. Kalau lokasinya di pedalaman desa dan tanahnya tak subur, secara
otomatis, susah untuk diproduktifkan. Karena itu, jalan keluarnya adalah
pengalihan tanah atau tukar guling (ruislag) untuk tujuan produktif, ternyata,
langkah ini pun berbuah kontroversi.
Memang secara fikih, ada perbedaan pendapat antara mazhab satu dengan
mazhab lainnya. Imam Syafii berpendapat bahwa tukar guling harta wakaf itu
tidak boleh secara mutlak, commit
apapun tokondisinya.
Sementara sebagian Ulama
user
Syafiiyah (murid-murid Imam Syafii) membolehkan, asal digunakan untuk tujuan
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
sesuai syariah, dalam hal ini agar tanah wakaf tersebut dapat dimanfaatkan secara
lebih produktif. Selain itu, Abu Zahrah, menyatakan bahwa Imam Hambali dan
Hanafi juga memperbolehkan tukar guling dengan tujuan produktif (http://bwindonesia.net). Jadi, tukar guling itu hakikatnya diperbolehkan oleh para fuqaha
asal untuk tujuan produktif. Apalagi, kini permasalahan ini sudah diatur secara
gamblang dalam Bab VI, pasal 49-51, PP No. 42 tahun 2006. Hal lain yang
mempengaruhi perkembangan pengelolaan wakaf di negara kita adalah tanah
wakaf yang belum bersertifikat. Ini lebih dikarenakan tradisi kepercayaan yang
berkembang di masyarakat. Menurut kacamata agama, wakaf itu dipahami
masyarakat sebagai ibadah yang pahalanya mengalir (shadaqah jariyah), cukup
dengan membaca shighat wakaf seperti waqaftu (saya telah mewakafkan) atau
kata-kata sepadan yang dibarengi dengan niat wakaf secara tegas. Dengan
demikian, wakaf dinyatakan sah, jadi tidak perlu ada sertifikat dan administrasi
yang dianggap ruwet oleh masyarakat. Akibatnya, tanah wakaf yang tidak
bersertifikat itu tidak bisa dikelola secara produktif karena tidak ada legalitasnya.
Belum lagi, bisa terjadi kasus penyerobotan tanah wakaf yang tak bersertifikat.
Untuk itu, penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikat tanah
wakaf perlu digalakkan.
Selain hal-hal di atas, nazhir sebagai pengelola harta wakaf masih
berprinsip tradisional dan cenderung konsumtif. Meski tidak termasuk rukun
wakaf, para ahli fikih mengharuskan wakif (orang yang berwakaf) untuk
menunjuk nazhir wakaf. Nazhir inilah yang bertugas untuk mengelola harta
wakaf. Tapi, nazhir wakaf di Indonesia kebanyakan masih jauh dari harapan,
dengan pemahaman yang masih terbilang tradisional dan cenderung bersifat
konsumtif (non-produktif), tak heran jika pemanfaatan harta wakaf kebanyakan
digunakan untuk pembangunan masjid dan kuburan. Secara benefit, apa yang bisa
dihasilkan dari masjid dan kuburan? Bisa-bisa tidak dapat keuntungan malah tekor
untuk biaya perawatan (http://bwi.or.id).
Melihat fakta-fakta di atas, baik perkembangan perwakafan di Indonesia
commit
user
maupun segala permasalahan yang
ada,tomenunjukkan
bahwa masyarakat maupun
pemerintah sebagai lembaga yang terkait dengan penanganan wakaf masih belum
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
cukup memahami apa dan bagaimana sajakah yang termasuk perbuatan dan harta
wakaf, bagaimana pengelolaan wakaf yang baik dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat saat ini, serta sejauh manakah peran BWI sebagai lembaga yang
berwenang dalam menangani masalah perwakafan di Indonesia sesuai undangundang wakaf yang belaku, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.
Berdasarkan uraian dan permasalahan tersebut, maka penulis bermaksud
mengadakan pengkajian dan penelitian yang lebih lanjut mengenai pengelolaan
wakaf di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 serta
bagaimana peran Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga yang berkompeten
dalam pengelolaan wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dalam
bentuk
penulisan
hukum
dengan
judul
"TINJAUAN
TERHADAP
PENGELOLAAN WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41
TAHUN 2004 TENTANG WAKAF”
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah instansi vital dalam suatu karya ilmiah untuk
mengidentifikasi permasalahan yang akan diteliti agar lebih khusus dan
memperjelas arah penelitian, biasanya berisi pertanyaan–pertanyaan kritis,
sistematis, dan representatif guna mencari jawaban dari persoalan yang akan
dipecahkan. Arti penting perumusan masalah adalah sebagai pedoman bagi tujuan
dan manfaat penelitian dalam rangka mencapai kualitas penelitian yang optimal.
Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan permasalahan yang diteliti oleh
penulis adalah :
1. Bagaimana pengelolaan wakaf di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor
41 Tahun 2004 tentang Wakaf ?
2. Bagaimana peran Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga yang berkompeten
dalam pengelolaan wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf ?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
C. Tujuan Penelitian
Penelitian merupakan suatu tindakan untuk lebih mengetahui dan
memahami objek yang diteliti.
Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas. Hal itu dimaksudkan
untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan secara tegas dalam perumusan
masalahnya. Penelitian merupakan kegiatan ilmiah di mana berbagai data dan
informasi dikumpulkan, dirangkai, dan dianalisa yang bertujuan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga dalam rangka pemecahan masalah
yang dihadapi.
Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a) Untuk mengetahui pengelolaan wakaf di Indonesia menurut UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
b) Untuk mengetahui peran Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga yang
berkompeten dalam pengelolaan wakaf di Indonesia menurut UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
2. Tujuan Subyektif
a) Untuk menambah, mengembangkan pengetahuan, pengalaman, dan
pemahaman penulis mengenai ilmu hukum, khususnya peraturan hukum
yang mengatur masalah perwakafan di Indonesia.
b) Untuk memberikan sumbangan berupa gambaran bagi ilmu pengetahuan
pada umumnya dan khususnya ilmu hukum Islam.
c) Untuk memperoleh data dalam rangka penyusunan skripsi sebagai syarat
guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Nilai dari suatu penelitian dapat dilihat dari adanya manfaat yang dapat
to user
diberikan penelitian tersebut.commit
Adapun
manfaat yang dapat diperoleh dari
diadakannya penelitian ini adalah :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
1. Manfaat Teoritis
a) Memperkaya khasanah pemikiran dan pendapat hukum, memberi landasan
teoritis dan praktis bagi perkembangan ilmu hukum.
b) Menambah referensi/perbendaharaan pustaka, atau dapat juga dijadikan
sebagai sumber atau bahan dalam menyusun penelitian atau penulisan lain
yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
2. Manfaat Praktis
a) Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, serta
menerapkan ilmu yang penulis peroleh selama berada di bangku kuliah.
b) Merupakan
sarana
sosialisasi,
menambah
pengetahuan,
dan
mengembangkan wawasan masyarakat terhadap permasalahan wakaf,
pengelolaan wakaf, dan lembaga yang memiliki kompetensi dalam
pengelolaannya.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian sangat diperlukan dalam suatu penelitian ilmiah.
1. Definisi Metode Penelitian
Penelitian hukum pada hakikatnya juga suatu upaya untuk mencari
dan menemukan pengetahuan yang benar mengenai hukum, yaitu pengetahuan
yang dapat dipakai untuk menjawab atau memecahkan secara benar suatu
masalah tentang hukum. Mencari dan menemukan itu tentu saja ada caranya.
Cara itu disebut metode, sedangkan perbincangan keilmuan tentang keilmuan
disebut metodologi (M. Syamsudin, 2007: 21).
Metode merupakan cara yang utama yang digunakan untuk mencapai
suatu tujuan, untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah dan jenis masalah yang
dihadapi, akan tetapi dengan mengadakan klasifikasi yang berdasarkan pada
pengalaman, dapat ditentukan teratur dan terpikirkannya alur yang runtut dan
baik untuk mencapai suatu maksud (M. Syamsudin, 2007: 22).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan,
dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa, usaha mana
dilakukan dengan mengunakan metode ilmiah. Pentingnya dilaksanakan
penelitian hukum ialah untuk mengembangkan displin hukum dan ilmu hukum
sebagai salah satu tridarma perguruan tinggi. Penelitian hukum itu bertujuan
untuk membina kemampuan dan keterampilan para mahasiswa dan para
sarjana hukum dalam mengungkapkan kebenaran ilmiah, yang obyektif,
metodik, dan sistematik (Hilman Hadikusuma, 1995: 8).
2. Jenis Penelitian
Penelitian dibutuhkan untuk memecahkan atau menyelesaikan suatu
masalah atau problem. Pada umumnya kegiatan penelitian ini diawali dengan
mencari sumber-sumber pengetahuan yang dapat dijadikan rujukan untuk
menjawab atau memecahkan masalah tersebut.
Jenis penelitian hukum dapat dibedakan antara lain penelitian hukum
normatif dan penelitian hukum sosiologis/empiris. Biasanya penelitian hukum
normatif yang diteliti adalah bahan pustaka atau data sekunder, sedangkan
penelitian hukum empiris yang diteliti adalah keberfungsian hukum dalam
masyarakat, terkait mengenai implementasi hukum di masyarakat (Soerjono
Soekanto, 2006: 52).
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penyusunan penulisan
hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum
kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian hukum normatif atau
kepustakaan tersebut mencakup (Soerjono Soekanto, 2001: 13-14):
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum
b. Penelitian terhadap sistematik hukum
c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal
d. PenelitianPerbandingan hukum
commit to user
e. Sejarah hukum.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
Dalam penulisan hukum ini penulis menitikberatkan penulisannya
pada penelitian terhadap sistem pengelolaan wakaf di Indonesia menurut
berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
3. Sifat Penelitian
Sifat penelitian dalam penelitian hukum normatif adalah preskriptif.
Sifat ini sesuai dengan karakteristik ilmu hukum karena mempelajari tujuan
hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum
dan norma-norma hukum. Penelitian hukum yang bersifat preskriptif
mengangkat kejadian-kejadian mengenai makna hukum di dalam kehidupan
bermasyarakat (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 22).
4. Pendekatan Penelitian
Pendekatan
penelitian
berguna
untuk
membatasi
peneliti
mengeksplorasi landasan konseptual yang kelak bisa membedah objek
penelitian. Pendekatan (approach) merupakan suatu cara untuk mendekati
objek penelitian dan menentukan dari sisi mana sebuah objek penelitian akan
dikaji.
Oleh karena itu, pendekatan penelitian hendaklah diartikan sebagai
cara mendekati objek penelitian dari sisi tertentu. Pendekatan penelitian
menjadi dasar untuk menentukan teori penelitian. Pendekatan penelitian
janganlah dianggap memberatkan mahasiswa hukum yang akan menulis
proposal penelitian. Sebaliknya, ia justru membantu mahasiswa hukum untuk
tetap memelihara efisiensi penelitian (M. Syamsudin, 2007:56).
Dalam penelitian hukum dogmatik, beberapa pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach),
pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach),
pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual
(conceptual approach).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
Pendekatan yang digunakan penulis dalam penulisan hukum ini adalah
pendekatan undang-undang. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan
masalah hukum yang sedang ditangani (M. Syamsudin, 2007: 58).
5. Jenis Data
Dilihat dari sumbernya, jenis data yang penulis gunakan dalam
penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu data atau informasi hasil
penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya,
bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal,
maupun arsip-arsip yang berkesesuaian dengan penelitian yang dibahas
(Soerjono Soekanto, 2002: 16).
Selain data sekunder, penulis juga menggunakan jenis data tersier
berupa artikel dari media internet guna melengkapi penelitian hukum ini.
Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, data sekunder di bidang hukum ditinjau dari kekuatan
mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang
terdiri dari;
1) Norma (dasar) atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945
2) Peraturan Dasar
a) Batang Tubuh UUD 1945
b) Ketetapan MPR
3) Peraturan Perundang-undangan
a) Undang-undang dan peraturan yang setaraf
b) Peraturan Pemerintah dan peraturan yang setaraf
c) Keputusan Presiden dan peraturan yang setaraf
d) Keputusan Menteri dan keputusan yang setaraf
e) Peraturan-Peraturan Daerah
commit to user
4) Bahan hukum yang tidak terkodifikasi, seperti, hukum adat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
5) Yurisprudensi
6) Traktat
7) Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku,
seperti, KUHP (yang merupakan terjemahan yang secara yuridis
formal bersifat tidak resmi dari Wetboek van Strafrecht).
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti;
1) Rancangan peraturan perundang-undangan
2) Hasil karya ilmiah para sarjana
3) Hasil-hasil penelitian
c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, misalnya bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia,
indeks kumulatif, dan sebagainya (Soerjono Soekanto, 2002: 13).
6. Sumber Data
Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian hukum normatif ini
meliputi:
a) Sumber data primer, yaitu sumber data yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan berupa Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf.
b) Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang terdiri dari buku-buku,
karya ilmiah, makalah hasil seminar, dokumen resmi, artikel yang ditulis
oleh ahli hukum dan lain sebagainya yang terkait dengan penelitian ini.
c) Sumber data tersier atau penunjang, yaitu sumber data yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap sumber data primer dan sekunder,
misalnya materi dari media internet, kamus, dan ensiklopedia.
7. Teknik Pengumpulan Data
Banyak cara yang dapat ditempuh oleh peneliti untuk mengumpulkan
data penelitian, yaitu:
commit to user
a. Studi dokumen atau kepustakaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
b. Angket atau skala
c. Wawancara
d. Pengamatan (observasi)
e. Tes atau eksperimen
Cara pengumpulan data yang sebaiknya dipergunakan tergantung pada
ruang lingkup dan tujuan penelitian hukum yang akan dilakukan, terutama
tergantung pada tipe data manapun yang dibutuhkan. Meskipun demikian, tipe
data manapun yang ingin diperoleh, selalu terlebih dahulu harus dilakukan
studi kepustakaan (M.Syamsudin, 2007: 101).
Dalam penulisan hukum ini penulis memilih pengumpulan data berupa
studi pustaka dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi,
dan data dari internet berupa artikel.
8. Teknik Analisis Data
Pengolahan data adalah kegiatan mengorganisasikan atau menata data
sedemikian rupa sehingga data penelitian tersebut dapat dibaca (readable) dan
ditafsirkan (interpretable). Sementara itu, analisis data adalah kegiatan
pemaknaan dan penafsiran terhadap hasil pengolahan data. Pemaknaan dan
penafsiran data dilakukan dengan menggunakan perspektif tertentu oleh
peneliti (M. Syamsudin, 2007: 119-120).
Pengolahan dan analisis data kualitatif adalah teknik yang lebih
menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta
pada dinamika hubungan antarfenomena yang diamati, dengan menggunakan
logika ilmiah (M.Syamsudin, 2007: 133).
Teknik analisis data yang digunakan penulis adalah analisis data
kualitatif yang menelaah isi dari Undang-Undang Wakaf guna menjawab
permasalahan yang dibahas.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Guna mendapatkan deskripsi yang menyeluruh mengenai materi yang
dibahas dalam penulisan commit
hukumto user
ini, penulis menguraikan sistematika
penulisan hukum sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
BAB I. PENDAHULUAN.
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam latar belakang masalah, dikemukakan apa yang menjadi
latar belakang dalam menyusun penulisan hukum ini, yaitu
masalah perwakafan di Indonesia, meliputi pengelolaan wakaf di
Indonesia, dan peranan Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga
yang berkompeten dalam bidang wakaf di Indonesia, sesuai
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
B.
Perumusan Masalah
C.
Tujuan Penelitian
1) Tujuan Objektif
2) Tujuan Subjektif
D.
Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis
2) Manfaat Praktis
E.
Metode Penelitian
F.
Sistematika Penulisan Hukum
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
Dalam kerangka teori, dikemukakan tentang teori-teori yang
berhubungan dengan masalah yang akan dibahas, yaitu tentang
wakaf, pengelolaan wakaf dan tentang Badan Wakaf Indonesia.
B. Kerangka Pemikiran
Dalam kerangka pemikiran, dikemukakan keterkaitan masalah yang
akan dibahas dengan teori-teori yang ada dalam bentuk sistematika
bagan,
yaitu
hubungan
antara
masalah
wakaf,
pengelolaan
perwakafan, Badan Wakaf Indonesia dan peranannya menurut
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini disajikan tentang deskripsi pengelolaan wakaf di Indonesia,
meliputi masalah umum wakaf, masalah kontemporer wakaf dan
commit to user
solusinya, pengelolaan wakaf menurut Undang-Undang Wakaf serta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
bagaimana peranan Badan Wakaf Indonesia dalam masalah wakaf sesuai
kompetensinya menurut Undang-Undang Wakaf.
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Wakaf
a. Pengertian Wakaf
Menurut bahasa, wakaf berasal dari kata bahasa arab “waqafa” yang
berarti menahan atau berhenti di tempat. Ada berbagai pengertian wakaf
yang telah dikenal masyarakat Indonesia, baik menurut bahasa, istilah,
maupun ahli fiqh. Pengertian wakaf menurut bahasa Arab berarti “alhabsu”, yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan, menjauhkan
orang dari sesuatu atau memenjarakan. Kemudian kata ini berkembang
menjadi “habbasa” dan berarti mewakafkan harta karena Allah (Adijani
al-Alabij, 1989: 23).
Wakaf menurut istilah, berdasar pendapat Basjir Azhar yang juga
dikutip Farid Wasjdy dan Mursyid dalam buku Wakaf dan Kesejahteraan
Umat (2007:29), wakaf adalah penahanan harta yang dapat diambil
manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah
serta dimaksudkan untuk mendapatkan keridhaan Allah.
Secara harfiah wakaf bermakna “pembatasan” atau larangan, dalam
Islam, kata wakaf dimaksudkan pemilikan atau pemeliharaan harta benda
tertentu untuk diambil manfaat sosial tertentu dan agar mencegah
penggunaan harta wakaf tersebut di luar tujuan yang telah ditetapkan.
Abu Bakar Jabir Al-Jazairi mengartikan wakaf sebagai penahanan
harta sehingga harta tersebut tidak diwarisi, atau dijual, atau dihibahkan
dan mendermakan hasilnya kepada penerima wakaf (Farid Wadjdy dan
Mursyid, 2007: 30).
Abu Hanifah mendefinisikan wakaf sebagai penahanan pokok suatu
harta dalam tangan pemilikan wakif dan hasil pemilikan barang itu
commit to user
digunakan untuk tujuan amal shaleh.
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
Dalam buku-buku fiqh, para ulama fiqh berbeda-beda dalam
memberi pengertian wakaf, perbedaan tersebut memberi akibat hukum
yang berbeda pula terhadap akibat hukumnya. Menurut ahli fiqh
Hanafiyah, wakaf adalah menahan materi benda dan menyedekahkan
manfaatnya kepada siapapun untuk tujuan kebajikan. Akibat hukumnya
wakif tetap menjadi pemilik harta, sedangkan yamg diwakafkan adalah
manfaatnya. Malikiyah berpendapat, wakaf adalah memanfaatkan harta
yang dimiliki (walau harta tersebut pemilikannya diperoleh dengan cara
sewa) untuk diberikan pada orang yang berhak dengan jangka waktu
tertentu. Definisi tersebut hanya menentukan pemberian wakaf hanya
kepada orang atau tempat yang berhak saja. Syafi`iyah berpendapat wakaf
adalah menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi
bendanya dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki wakif
untuk diserahkan kepada nazhir yang diperbolehkan oleh syariah. Akibat
hukumnya, harta yang diwakafkan adalah harta yang bersifat kekal materi
bendanya, tidak mudah rusak atau musnah dan dapat diambil manfaatnya
secara terus-menerus. Hanabilah mendefinisikan wakaf yaitu perbuatan
menahan harta dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan.
Dalam peraturan pemerintah terdahulu yaitu PP Nomor 28 Tahun
1977 tentang Perwakafan Tanah Milik pada Pasal 1 ayat (1) terdapat
pengertian wakaf yaitu perbuatan hukum seseorang atau badan hukum
yang memisahkan sebagian harta kekayaan berupa tanah milik untuk
selama-lamanya guna kepentingan peribadatan atau keperluan umum
sesuai ajaran Islam.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 sendiri telah mengatur
definisi wakaf sebagai berikut : “Wakaf adalah perbuatan wakif untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kasejahteraan umum
commit to user
menurut syariah”.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
Berdasarkan para ahli dan peraturan hukum yang memberikan
definisi yang berbeda-beda mengenai wakaf, dapat ditarik kesimpulan
bahwa eksistensi benda wakaf haruslah bersifat tetap, artinya walau
faedah harta itu telah diambil, namun benda yang diwakafkan tersebut
masih tetap ada selama-lamanya, sedangkan hak pemilikannya berakhir
dan berpindah ke tangan Tuhan. Jadi maksudnya wakaf dipersembahkan
wakif (pewakaf) untuk tujuan amal guna mendapat keridhaan Tuhan
(Bahder Johan Nasution dan Sri Warjiyati, Hukum Perdata Islam: 1997).
Tujuan wakaf tersebut sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan
oleh Pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang menyatakan
wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta
benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan
kesejahteraan umum (http://www.bwi.or.id).
b. Landasan Hukum Wakaf
Landasan hukum wakaf tidak terdapat secara jelas di dalam AlQuran, namun beberapa ayat Al-Quran yang memberi petunjuk dapat
dijadikan rujukan berdasar keumuman sifat ayat yang menjelaskan tentang
infaq fi sabilillah. Ayat-ayat tersebut adalah:
1) Al-Baqarah:267 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”.
2) Ali Imran:92 yang artinya:
“Kamu sekali-sekali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna)
sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai”.
3) Al Hajj:77 yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, rukuk dan sujudlah kamu dan
sembahlah Tuhanmu serta berbuatlah kebaikan supaya kamu
berbahagia ”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
4) Al Baqarah:261 yang artinya:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan
Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui”.
Tidak hanya bersumber dari ayat Al-Quran, dasar hukum wakaf juga
ada yang berasal dari hadist, yaitu:
1) Hadist Riwayat Al-Jamaah dari Ibnu Umar
”Dan dari Ibnu Umar, bahwa Umar pernah mendapatkan sebidang
tanah di Khaibar, lalu ia bertanya: “Ya Rasulullah! Aku mendapatkan
sebidang tanah di Khaibar, suatu harta yang belum pernah kudapat
sama sekali yang lebih baik bagiku selain tanah itu, lalu apa yang
hendak Engkau perintahkan padaku?” maka Nabi menjawab, ”jika
engkau suka, tahanlah pangkalnya dan sedekahkan hasilnya,” Lalu
Umar menyedekahkannya dengan syarat tidak boleh dijual, tidak
boleh diberikan, dan tidak boleh diwarisi, yaitu untuk orang-orang
fakir, untuk keluarga dekat, untuk memerdekakan hamba sahaya,
untuk menjamu tamu, dan untuk orang yang keputusan bekal dalam
perjalanan (Ibnu Sabil); dan tidak berdosa orang yang mengurusinya
itu untuk memakan sebagiannya dengan cara yang wajar dan untuk
memberi makan (kepada keluarganya) dengan syarat jangan dijadikan
hak milik dan dalam satu riwayat dikatakan: dengan syarat jangan
dikuasai pokoknya”.
2) Hadist Riwayat An-Nasai dan Turmudzi dari Ustman
“Dan dari Ustman, bahwa Nabi SAW pernah datang ke Madinah,
sedangkan di Madinah ketika itu tidak ada air tawar kecuali sumur
rumah, lalu ia bersabda, ”Siapakah yang mau membeli sumur rumah
lalu ia memasukkan timbanya ke dalam sumur itu bersama timbatimba kaum Muslimin yang lainnya, dia akan mendapatkan sesuatu
commit to user
yang lebih baik dari tulang punggung hartaku”(hadist ini hasan).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
3) Hadist Riwayat Ahmad dan Bukhari dari Abi Hurairah
“Rasulullah SAW bersabda, ”Barangsiapa menahan kuda untuk
sabilillah dengan iman dan ihtisab (mengharap pahala), maka tubuh
kuda, kotoran dan kencingnya menjadi timbangan kebaikannya”.
4) Hadist Riwayat Abu Dawud dari Ibnu Abbas
“Dari Ibnu Abbas, ia berkata, ”Rasulullah SAW berkehendak
melakukan ibadah haji, seorang istri berkata kepada suaminya,
”hajikan saya bersama Rasulullah, dan suami menjawab, aku tidak
punya sesuatu untuk menghajikanmu. Si istri berkata, hajikan saya
dengan untamu. Si suami menjawab, itu adalah penahan harta untuk
jalan Allah. ”Suami datang kepada Rasulullah, Rasulullah SAW
bersabda, ”Adapun engkau, jika engkau hajikan dia dengan untamu,
itu adalah fi sabilillah.”
Perjalanan panjang keberadaan wakaf di Indonesia tercermin dalam
peraturan perundangan
yang keberadaannya mengawali sekaligus
menlandasi pengaturan wakaf dan pengelolaannya secara formal.
1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tanggal 24 September 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pasal 29 ayat (1)
memberi isyarat bahwa “Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur
dengan Peraturan Pemerintah”.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik.
3) Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Perwakafan
Tanah Milik.
4) Keputusan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 1978 tentang
Pendelegasian
Wewenang
Kepala-Kepala
Kantor
Wilayah
Departemen Agama/Provinsi/setingkat di seluruh Indonesia untuk
mengangkat setiap Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagai
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).
5) Instruksi bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor
commit to user
1 Tahun 1978 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Instruksi ini ditujukan
kepada Gubernur dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama
Provinsi se-Indonesia.
6) Surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D.II/5/Ed/11/1981
tanggal 16 April 1981 tentang Petunjuk Pemberian Nomor Pada
Formulir Perwakafan Tanah Milik.
7) Surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D.II/5/Hk/901/1989
tentang Petunjuk Perubahan Status Tukar-Menukar Tanah Wakaf.
8) Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
9) SKB antara Departemen Agama dan Badan Pertanahan Nasional
tanggal 19 Oktober 2004 Nomor 422 Tahun 2004 tentang Percepatan
Sertifikasi Tanah Wakaf.
Perwakafan di Indonesia apabila ditinjau dari aspek historis,
umumnya berobyek tanah, sehingga tidak heran bila peraturan perundangundangan yang ada mengatur tanah saja, hal ini terlihat dari UUPA Nomor
5 Tahun 1960 dan PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah
Milik.
Ditinjau dari aspek teologis adalah Allah SWT dalam agama Islam
mengajarkan pada umatnya akan perwujudan keadilan sosial. Prinsip
pemilikan harta dalam Islam adalah tidak dibenarkannya harta hanya
dikuasai oleh sekelompok orang. Hal ini menimbulkan wakaf sebagai
instrumen sosial dari teologi Islam.
Regulasi wakaf berupa Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977
mengenai Perwakafan Tanah Milik dan Kompilasi Hukum Islam belum
secara utuh mengatur permasalahan-permasalahan wakaf misalnya
Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 mengenai Perwakafan Tanah
Milik yang substansinya hanya berkisar pada harta wakaf berupa tanah
milik. Belum adanya peraturan mengenai benda wakaf dalam bentuk
benda bergerak yang pada
masatoini
justru menjadi variabel penting dalam
commit
user
pengembangan ekonomi. Belum adanya instrumen hukum yang jelas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
menyebabkan perwakafan Indonesia sulit dikembangkan. Hal ini yang
menjadikan kehadiran Undang-Undang Wakaf sangat urgen di tengah
kehidupan masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim.
Wakaf merupakan lembaga amal yang bersumber dari hukum
Islam, walaupun lembaga wakaf ini bersumber dari hukum Islam, namun
bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sudah
mengenal dan mengetahui lembaga wakaf sebagaimana yang diatur
hukum Islam semenjak sebelum merdeka. Oleh karena itu, pihak
pemerintah kemudian menetapkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 tentang Wakaf, dan untuk melengkapi undang-undang tersebut,
pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
2006 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.
c. Ruang Lingkup Wakaf
1) Dalam fikih Islam, ada 4 unsur atau rukun yang harus dipenuhi dalam
berwakaf, yaitu: waqif (orang yang berwakaf), al-mauquf (harta yang
akan diwakafkan), al-mauquf alaih (pihak yang akan menerima wakaf)
dan sighat (lafal atau ikrar wakaf).
2) Selain rukun sebagai unsur pokok yang harus dipenuhi, terdapat juga
beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu:
a) Syarat wakif
(1) Orang yang berwakaf memiliki secara penuh harta tersebut,
dan berwakaf secara sukarela.
(2) Orang tersebut berakal, tidak sah wakaf orang yang gila,
bodoh, atau mabuk.
(3) Baligh.
(4) Orang tersebut mampu bertindak secara hukum (rasyid).
b) Syarat mauquf
(1) Harta wakaf tidak sah dipindahmilikkan, kecuali telah
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
(2) Harta yang diwakafkan adalah barang berharga/bermanfaat
commit to user
dan halal.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
(3) Diketahui kadarnya, jadi apabila tidak diketahui jumlahnya
(majhul) maka pengalihan kepemilikan harta ketika itu tidak
sah.
(4) Harta yang diwakafkan adalah milik sah wakif, tidak melekat
pada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah
ghaira shai`.
c) Syarat al-mauquf alaih
Dari segi klasifikasi, ada 2 pihak yang menerima wakaf,
yaitu:
(1) Tertentu (mu`ayyan), yaitu bahwa jelas orang yang menerima
wakaf itu adalah seseorang, atau dua orang, atau kumpulan,
yang semuanya tidak boleh dirubah. Syaratnya adalah ahlan li
al-tamlik, jadi orang muslim, merdeka, dan kafir zimmi boleh
memiliki harta wakaf ini. Adapun orang bodoh, hamba sahaya
dan orang gila, tidak sah menerima wakaf.
(2) Tidak tertentu (ghaira mu`ayyan), yaitu bahwa penerima
wakaf tersebut dapat menjadikan wakaf untuk kebaikan,
sehingga dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah, dan
wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.
d) Syarat sighah
Syarat
shigah
berkaitan
dengan
ucapan,
dan
memerlukan beberapa syarat, yaitu:
(1) Kata-kata tersebut harus mengandung kekalnya wakaf (ta`bid),
tidak sah wakaf kalau ada batas waktu tertentu.
(2) Ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz) tanpa
digantungkan atau disangkutkan pada syarat tertentu.
(3) Ucapan shigah bersifat pasti.
(4) Ucapan shigah tidak diikuti syarat yang membatalkan.
Apabila semua syarat telah dipenuhi, maka penguasaan wakaf atas
penerima wakaf adalah sah. Wakif tidak dapat lagi menarik balik
pemilikan harta (http://www.bwi.or.id).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, unsur
wakaf sebagai berikut:
1) Wakif, adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Pasal 7
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 terdapat berbagai jenis yaitu
wakif, perseorangan, organisasi dan badan hukum.
2) Nazhir, adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif
untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
3) Harta benda wakaf, adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama
dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi
menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif.
4) Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakaf yang diucapkan secara
lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda
miliknya.
5) Peruntukan harta benda wakaf.
6) Jangka waktu wakaf.
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal
8, terdapat pula syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam berwakaf, antara
lain:
1) Syarat wakif
a) Perseorangan, wakif perseorangan hanya dapat melakukan wakaf
apabila memenuhi persyaratan: dewasa, berakal sehat, tidak
terhalang melakukan perbuatan hukum, pemilik sah harta benda
wakaf.
b) Organisasi, wakif organisasi hanya dapat melakukan wakaf
apabila memenuhi ketentuan organisasi yaitu mewakafkan
mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan
anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.
c) Badan hukum, wakif badan hukum dapat melakukan wakaf
apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan
harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran
commit to user
dasar badan hukum yang bersangkutan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
2) Syarat Nazhir
Nazhir sebagai pihak yang menerima harta benda wakaf untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai peruntukannya sesuai Pasal 9
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 meliputi nazhir perseorangan,
organisasi, badan hukum.
Persyaratan untuk menjadi Nazhir telah diatur dalam Pasal 10
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 baik untuk nazhir
perseorangan, nazhir organisasi, maupun nazhir berupa badan hukum
sebagai berikut:
a) Nazhir perseorangan sesuai Pasal 10 ayat (1) adalah calon nazhir
tersebut warga negara Indonesia, beragama Islam, dewasa,
amanah, mampu secara jasmani dan rohani, tidak terlarang
melakukan perbuatan hukum.
b) Nazhir organisasi sesuai Pasal 10 ayat
(2) adalah pengurus
organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir
perseorangan sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat (1),
organisasi tersebut bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam.
c) Nazhir badan hukum
Suatu badan hukum dapat menjadi nazhir badan hukum
apabila telah memenuhi persyaratan sesuai Pasal 10 ayat (3) yaitu:
(1) Pengurusnya memenuhi persyaratan nazhir perseorangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(2) Badan hukum tersebut adalah badan hukum Indonesia yang
dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Badan hukum yang bersangkutan tersebut adalah suatu badan
hukum
yang
bergerak
di
bidang
sosial,
kemasyarakaan, dan/atau keagamaan Islam.
commit to user
pendidikan,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
3) Syarat Harta Benda Wakaf
Harta yang dapat diwakafkan adalah harta yang dimiliki dan
dikuasai secara sah oleh wakif, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 15
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
4) Syarat Ikrar Wakaf
Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan
secara lisan dan/atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta
benda miliknya, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 3
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.
Dalam Undang-Undang Wakaf juga terdapat ketentuan yang
lebih rinci mengenai tata cara pelaksanaan ikrar wakaf yang dimuat
dalam Pasal 17-21, yaitu:
a) Pasal 17 ayat (1) menentukan pelaksanaan ikrar wakaf
dilaksanakan oleh wakif kepada nazhir di hadapan PPAIW dengan
disaksikan oleh 2 orang saksi.
b) Pasal 17 ayat (2) menyatakan bahwa ikrar wakaf dapat dinyatakan
baik secara lisan ataupun tulisan serta ikar tersebut haruslah
dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.
c) Pasal 18 menyatakan apabila wakif tidak dapat menyatakan ikrar
wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar
wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, maka wakif
tersebut dapat menunjukkan kuasa hukumnya dengan surat kuasa
yang diperkuat oleh 2 orang saksi.
d) Pasal 19 mengatur pelaksanaan ikrar wakaf, di mana wakif atau
kuasanya harus menyerahkan surat dan bukti kepemilikan atas
harta benda yang akan diwakafkan kepada PPAIW sebagai syarat
pelaksanaan wakaf.
e) Pasal 20 merinci mengenai syarat saksi ikrar wakaf yaitu saksi
haruslah sudah dewasa, beragama Islam, berakal sehat, dan tidak
terhalang melakukan perbuatan hukum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
f) Pasal 21 pada prinsipnya mengatur ketentuan mengenai akta ikrar
wakaf, yang dirinci dalam ayat-ayatnya, sebagai berikut: ayat (1)
memuat ketentuan bahwa ikrar wakaf dimuat dalam bentuk akta
wakaf; ayat (2) hal-hal yang dimuat dalam akta ikrar wakaf antara
lain nama dan identitas wakif, data dan keterangan harta benda
wakaf, peruntukan harta benda wakaf dan jangka waktu wakaf;
ayat (3) berisi ketentuan-ketentuan mengenai akta ikrar tersebut
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
5) Syarat Peruntukan Harta Benda Wakaf
Peruntukan harta benda wakaf dirinci dalam Pasal 22 dan Pasal
23 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 sebagai berikut :
a) Pasal 22 merinci harta benda wakaf dalam rangka mencapai tujuan
dan fungsi wakaf hanya dapat diperuntukkan bagi :
(1) Sarana dan kegiatan ibadah
(2) Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan
(3) Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea
siswa
(4) Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat
(5) Kemajuan dan kesejahteraan umum lainnya yang tidak
bertentangan dengan syariah dan peraturan perundangundangan.
b) Pasal 23 ayat (1) menjelaskan bahwa penetapan peruntukan harta
benda wakaf pada Pasal 22 dilakukan oleh wakif pada waktu
pelaksanaan ikrar wakaf.
c) Pasal 23 ayat (2) menyatakan apabila wakif tidak menetapkan
peruntukan harta benda wakaf, nazhir dapat menetapkan
peruntukan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan dan fungsi
wakaf.
6) Bentuk Wakaf
a) Bentuk wakaf ditinjau dari segi peruntukan ditujukan kepada siapa
wakaf tersebut ada dua macam:
(1) Wakaf Ahli yaitu wakaf yang ditujukan kepada pihak tertentu,
commit to user
misalnya pihak keluarga. Secara hukum wakaf ini benar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
berdasar hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim dari Anas bin Malik tentang adanya wakaf keluarga
Abu Thalhah kepada kaum kerabatnya. Wakaf ahli disebut
juga wakaf dzurri.
(2) Wakaf Khairi yaitu wakaf yang ditujukan untuk kepentingan
keagamaan atau kemasyarakatan (kebajikan umum).
Dalam tinjauan penggunaannya, wakaf khairi lebih banyak
manfaatnya dibandingkan dengan jenis wakaf ahli (Fiqih Wakaf.
Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf. Direktorat Bimas dan
Penyelenggaraan Haji. Departemen Agama RI. 2003: Jakarta).
b) Bentuk wakaf dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Menurut Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004, harta benda yang dapat diwakafkan terdiri dari benda tidak
bergerak benda bergerak.
Sedangkan Pasal 16 ayat (2) merinci benda tidak bergerak
yang dapat diwakafkan sebagai berikut:
(1)
Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun
belum terdaftar.
(2)
Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas tanah
sebagaimana dimaksud ketrerangan di atas.
(3)
Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
(4)
Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5)
Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan
benda
tidak
bergerak
sebagaimana
yang
disebutkan dalam ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak
bisa habis karena
dikonsumsi,
meliputi uang, surat berharga,
commit
to user
kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dan benda
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Tinjauan tentang Pengelolaan Wakaf
a. Pengertian Pengelolaan Wakaf
Definisi pengelolaan wakaf tidak tercantum secara jelas dan tersurat
baik dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
maupun dalam literatur lain. Namun, dari berbagai referensi, dapat
diambil kesimpulan mengenai pengelolaan wakaf.
Kamus besar bahasa Indonesia memberikan definisi pengelolaan
sebagai berikut :
1) proses, cara, perbuatan mengelola.
2) proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga
orang lain.
3) proses membantu merumuskan kebijakan dan tujuan organisasi.
4) proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat
dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan (Kamus
Besar Bahasa Indonesia).
Berdasar
definisi
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
definisi
pengelolaan wakaf adalah proses mengelola wakaf, proses mengawasi
semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan wakaf dan
pencapaian tujuan wakaf.
Dalam pemahaman yang lain, kata manajemen sering disebutkan
bersama dengan kata pengelolaan. Menurut James Stoner seperti yang
dikutip oleh Eri Sudewo dalam bukunya Manajemen Zakat (2004: 63),
manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan usaha para anggota organisasi dengan menggunakan sumber
daya yang ada agar mencapai tujuan organisasi yang sudah ditetapkan.
Dalam bahasa arab, kata
manajemen
commit
to user disebut dengan kata idarah dan
tadbir. Kata idarah tidak ditemukan dalam Al-Quran, karena kata tadbir
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
yang digunakan dalam Al-Quran, tetapi dalam bentuk kata kerja yudabbir,
di antaranya pada Quran Surat 10 ayat 3 dan31, di mana dalam ayat itu
dijelaskan bahwa Allahlah yang memanage semua urusan di langit dan
bumi seperti kehidupan, kematian, rizki, pendengaran, dan penglihatan
(Farid Wadjdy dan Mursyid, 2007:174).
b. Ruang Lingkup Pengelolaan Wakaf
1) Prinsip Pengelolaan Wakaf
a) Asas Keabadian manfaat
Praktek pelaksanaan wakaf yang dianjurkan oleh nabi yang
telah dicontohkan oleh Umar bin Khattab dan diikuti oleh
beberapa sahabat
nabi
lainnya
yang sangat
menekankan
pentingnya menahan eksistensi benda wakaf, dan diperintahkan
untuk menyedahkahkan hasil dari pengelolaan benda tersebut.
Pemahaman yang paling mudah untuk dicerna dari maksud Nabi
adalah bahwa substansi ajaran wakaf itu tidak semata-mata
terletak pada pemeliharaan bendanya (wakaf), tapi yang jauh lebih
penting adalah nilai manfaat dari benda tersebut untuk
kepentingan kebijakan umum.
b) Asas Pertanggungjawaban
Bentuk
dari
pertanggung
jawaban
tersebut
adalah
pengelolaan secara sungguh-sungguh dan semangat yang didasari
oleh :
(1) Tanggung jawab kepada Allah SWT, yaitu atas perilaku
perbuatannya, apakah sesuai atau bertentangan
dengan
aturan-aturanNya.
(2) Tanggung jawab Kelembagaan, yaitu tanggung jawab kepada
pihak yang memberikan wewenang (lembaga yang lebih
tinggi).
(3) Tanggung jawab Hukum, yaitu tanggung jawab yang
dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum yang
commit to user
berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
(4) Tanggung jawab Sosial, yaitu tanggung jawab yang terkait
dengan moral masyarakat.
c) Asas Profesional Manajemen
Manajemen pengelolaan menempati pada posisi paling urgen
dalam dunia perwakafan. Karena yang paling menentukan benda
wakaf itu lebih bermanfaat atau tidak tergantung pada pola
pengelolaan, bagus atau buruk. Pengelola wakaf itu sendiri harus
memiliki sifat Nabi yang 4 yaitu Amanah (dapat dipercaya),
Shiddiq (jujur), Fathanah (cerdas/brilian), Tabligh (menyampaikan
informasi yang tepat dan benar)
d) Asas Keadilan Sosial
Penegakan
keadilan
sosial
dalam
Islam
merupakan
kemurnian dan legalitas agama. Orang yang menolak prinsip
keadilan sosial ini dianggap sebagai pendusta agama (QS. 147/AlMa’un). Substansi yang terkandung dalam ajaran wakaf ini sangat
tampak adanya semangat menegakkan keadilan sosial melalui
pendermaan harta utuk kebajikan umum (Paradigma Baru Wakaf
di Indonesia, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Departemen
Agama, 2007, hal 65-85).
2) Lembaga Pengelola Wakaf
Keberadaan lembaga pengelola wakaf mutlak diperlukan
mengingat begitu besarnya aset wakaf yang tersebar diberbagai
wilayah di Indonesia. Kesadaran ini terwujud dengan lahirnya
beberapa lembaga pengelola wakaf baik dalam skala lokal maupun
nasional.
a) Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhid (DPU DT) Jakarta
Dompet Peduli Ummat adalah Sebuah Lembaga Amil Zakat
yang merupakan Lembaga Nirlaba yang bergerak dibidang
penghimpunan dan pendayagunaan dana zakat, infaq dan
shodaqah. Didirikan oleh KH. Abdullah Gymnastiar pada tanggal
16 juni 1999, DPU-DT
commit tomenjadi
user LAZNAZ (Lembaga Amil Zakat
Nasional) sesuai SK Menteri Agama RI No. 410 tahun 2004.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
Karena pada dasarnya lembaga ini adalah amil zakat, maka
pengelolaan wakaf juga baru ada setelah ada demand wakaf dari
jamaah (http://hendrakholid.net).
b) Tabung Wakaf Indonesia
Tabung Wakaf Indonesia merupakan badan unit atau badan
otonom dari dan dengan landasan badan hukum Dompet Dhuafa
REPUBLIKA, sebagai sebuah badan hukum yayasan yang telah
kredibel dan memenuhi persyaratan sebagai Nazhir Wakaf
sebagaimana dimaksud Undang-undang Wakaf. Badan hukum ini
adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan bergerak di
bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan / atau keagamaan
Islam (http://www.tabungwakaf.net).
c) Badan Wakaf Indonesia (BWI)
Lembaga yang khusus mengelola wakaf yang ada dan
bersifat nasional yang berada di pusat sebagai produk langsung
dari Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
(http://www.bwi.or.id).
3) Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Beberapa Negara Muslim
Dalam catatan sejarah Islam, wakaf sudah dipraktikkan baik
dalam bentuknya yang masih tradisional/konvensional, dalam arti
bentuk wakaf berupa benda-benda tidak bergerak maupun wakaf
produktif berupa wakaf uang atau wakaf tunai (cash waqf) bahkan,
wakaf tunai (cash waqf) ternyata sudah diperaktikan sejak awal abad
kedua Hijriyah. M Syafii Antonio mengutip hadist yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari, menjelaskan bahwa Imam az Zuhri (w. 124 H)
salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar kondifikasi hadist
(tadwnin-al hadist) mengeluarkan fatwa yang berisi anjuran
melakukan wakaf dinar dan dirham untuk membangun sarana dakwah,
sosial, dan pendidikan umat Islam. Adapun caranya adalah dengan
menjadikan
uangcommit
tersebut
sebagai
to user
modal
usaha
kemudian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf (Ahmad Djunaidi dan
Thobieb Al-Asyhar, 2007: 27-44).
a) Turki
Di Turki terdapat pusat administrasi wakaf sebagai lembaga
pengelola wakaf yang berkembang dengan baik, dan untuk
memobilisasi sumber-sumber wakaf dan membiayai bermacammacam jenis proyek joint venture telah didirikan Waqf Bank &
Finance Coorporation.
b) Malaysia
Perkembangan wakaf di Malaysia masih cenderung stagnan,
karena wakaf memilik dua model yaitu ‘Am dan Khas. Cenderung
lebih banyak wakaf Khas sehingga tidak berkembang.
c) Mesir
Ada badan wakaf yang didirikan oleh negara dan
sepenuhnya bertugas membuat suatu perencanaan, mengelola,
mendistribusikan hasil wakaf dan menyampaikan laporan kepada
masyarakat.
d) Arab Saudi
Pemerintah kerajaan Saudi Arabia membuat peraturan bagi
majelis tinggi wakaf dengan ketetapan No. 574 tanggal 16 Rajab
1386 sesuai dengan surat keputusan kerajaan No. M/35, Tanggal
18b Rajab 1386. Majelis tinggi wakaf diketahui oleh Menteri Haji
dan Wakaf, yakni menteri yang menguasai wakaf dan menguasai
permasalahan-permasalahan perwakafan sebelum dibentuk majelis
tinggi wakaf. Majelis tinggi wakaf mempunyai wewenang untuk
membelanjakan hasil pengembangan wakaf dan menentukan
langkah-langkah dalam mengembangkan wakaf bedasarkan
syarat-syarat yang ditentukan wakif dan menajemen wakaf. Tanah
wakaf di sekitar Madinah dan Makkah dikelola secara khusus,
yaitu dengan didirikan hotel dan hasilnya untuk merawat aset-aset
penting dan disalurkan
commit kepada
to user yang memerlukan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
e) Yordania
Secara administratif, pelaksanaan pengelolaan wakaf di
kerajaan Yordania didasarkan pada Undang-Undang wakaf Islam
No. 25/1947. Dalam Undang-Undang tersebut bahwa yang
termasuk dalam urusan kementrian wakaf dan kementerian agama
Islam adalah wakaf masjid, madrasa lembaga-lembaga Islam,
rumah-rumah
yatim,
tempat
pendidikan,
lembaga-lembaga
syariah, kuburan-kuburan Islam, urusan-urusan haji dan urusan
fatwa.
f) Bangladesh
Di
Bangladesh
wakaf
telah
dikelolah
oleh
Social
Investement Ltd (SIBL). Bank ini telah mengembangkan pasar
modal sosial (The Voluntary Capital Market). Instrumeninstrumen keuangan Islam yang telah dikembangkan,antara lain:
surat obligasi pembangunan perangkat wakaf, sertifikat wakaf
tunai, sertifikat wakaf keluarga, obligasi pembangunan perangkat
masjid, saham komunitas masjid, sertifikat pembayaran zakat,
sertifikat
simpangan
(http://www.hendrakholid.net).
commit to user
haji,
dan
lain-lain
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
3. Tinjauan tentang Badan Wakaf Indonesia (BWI)
a. Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI BADAN WAKAF INDONESIA
Periode 2007-2010
Dewan Pertimbangan
Ketua
: Dr. H.M. Anwar Ibrahim (Ketua)
Wakit Ketua : Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar,
MA
: Drs. H. Ahmad Djunaidi
Anggota
: Dr. Mulya E. Siregar
H. Muhammad Abbas Aula, Lc. MHI
Badan Pelaksana
Ketua
: Prof. Dr. KH. Muhammad Tholhah
Hasan
Wakit Ketua I
: H. Mustafa Edwin Nasution, Ph.D
Wakil Ketua II
: Drs. KH. A. Hafizh Utsman
Sekretaris
: Dr.Sumuran Harahap,
M.Ag.MM.MH
Wakil Sekretaris
: H.M. Cholil Nafis, Lc. MA
Bendahara
: Drs. H. Siradjul Munir
Wakil Bendahara
: Prof. Dr. Suparman, MSc
Divisi-divisi
Pembinaan Nazhir
: Dr. KH. Maghfur Usman
Dr. H. Jafril Khalil, MCL. Drs.
FIIS
Pengelolaan Wakaf
: Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil,
MA
Ir. Suhaji Lestiadi
Hubungan Masyarakat
: Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA
Ir. Muhammad Syakir Sula, AAIJ,
FIIS
Kelembagaan
: Dr. Wahiduddin Adams, SH. MA
Bey Sapta Utama, MSc
Penelitian dan Pengembangan
Sumber dari data di atas adalah Badan Wakaf Indonesia (http://www.bwi.or.id)
b. Kedudukan Badan Wakaf Indonesia
Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga yang independen
dalam
rangka
melaksanakan
tugasnya,
yaitu
memajukan
dan
mengembangkan perwakafan nasional. Hal ini sesuai dengan Pasal 47 ayat
(1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di Provinsi dan/atau
Kabupaten/Kota sesuai kebutuhan, kedudukan Badan Wakaf Indonesia
to user Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
diatur dalam Pasal 48 commit
Undang-Undang
Wakaf.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Tugas dan Wewenang Badan Wakaf Indonesia sesuai dengan Pasal
49 ayat (1), Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang
sebagai berikut :
1) Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf.
2) Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
berskala nasional dan internasional.
3) Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan
status harta benda wakaf.
4) Memberhentikan dan mengganti nazhir.
5) Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.
6) Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam
menyusun kebijakan di bidang perwakafan.
Mengenai pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Badan Wakaf Indonesia dapat bekerjasama dengan instansi pemerintah
baik Sedangkan mengenai pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 Badan Wakaf Indonesia memperhatikan pertimbangan
Menteri dan Majelis Ulama Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
B. Kerangka Pemikiran
Al Quran dan Hadist
Undang-Undang No 41 tahun 2004
Tentang Wakaf
Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2006
tentang Pelaksanaan UU No 41 Tahun 2004
Badan Wakaf Indonesia
Pengelolaan Produktif
benda wakaf tak
bergerak
Pengelolaan Produktif
wakaf tunai
Kesejahteraan Umat
Penjelasan :
Wakaf adalah lembaga amal khas Islam yang bersumber dari hukum
Islam, di mana Al Quran dan Hadist sebagai pedoman hukum Islam yang utama.
Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya
berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus, harta benda wakaf tidak
terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar, atau beralih ke tangan pihak ketiga
dengan cara melawan hukum, selain itu juga dipengaruhi oleh kelalaian dan
ketidakmampuan nazhir dalam mengelola wakaf serta sikap masyarakat yang
kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf.
Berdasar pertimbangan di atas, untuk memenuhi kebutuhan hukum perlu
dibentuk Undang-Undang tentang Wakaf. Berbagai aturan wakaf kemudian lahir
di antaranya Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik pada tanggal 17 Mei
1977.toSelain
commit
user peraturan tersebut, pemerintah juga
menerbitkan beberapa peraturan menteri dan instruksi menteri serta Kompilasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
Hukum Islam untuk mendukung hukum perwakafan. Terlepas dari berbagai
kekurangan dan kelebihan berbagai peraturan tersebut, melalui Inpres Nomor 1
tahun 1991 tentang KHI Jo. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 154 tahun 1991
merupakan usaha awal pembaruan hukum nasional di bidang perwakafan, dan
berwal dari peraturan tersebut lahirlah Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004
tentang Wakaf beserta Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.
Undang-Undang Wakaf tidak hanya mengatur masalah harta benda wakaf
dan pengelolaan/pengembangannya saja, namun juga pembaruan ruang lingkup
harta benda wakaf, tertib hukum dan administrasi wakaf, masalah nazhir serta
pembentukan lembaga yang berkompeten di bidang perwakafan.
Pasca lahir fatwa MUI tentang wakaf uang, Direktorat Pengembangan
Zakat dan Wakaf kemudian mengusulkan pembentukan Badan Wakaf Indonesia.
Badan Wakaf Indonesia mengelola dan mengembangkan wakaf di Indonesia
secara produktif yaitu penggunaan harta benda wakaf untuk kepentingan produksi
dan manfaatnya bukan pada benda wakaf secara langsung, tetapi dari keuntungan
bersih hasil pengembangan wakaf yang diberikan pada pihak yang berhak sesuai
tujuan wakaf.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengelolaan Wakaf di Indonesia
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Secara umum, tujuan diusulkannya Undang-Undang Wakaf
adalah terciptanya tertib hukum dan aturan wakaf dalam wadah negara
Republik Indonesia, terjaminnya kesinambungan dan optimalisasi
pengelolaan dan pemanfaatan benda wakaf sesuai dengan sistem
ekonomi syariah, tersedianya landasan peraturan bagi pembentukan
dan pelaksanaan peran, tugas dan fungsi Badan Wakaf Indonesia serta
terwujudnya akumulasi aset wakaf sebagi alternatif sumber dana bagi
pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Meski Indonesia dikenal di forum dunia sebagai negara
berpenduduk muslim terbesar, tetapi pengalaman Indonesia dalam
pengelolaan wakaf secara produktif yang merupakan bagian amat
penting dalam sistem ekonomi Islam masih terbilang baru. Tetapi
dengan lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 2004 tentang Wakaf, kendala yang bersifat politis telah
terkuak. Sesuai dengan kehendak politik yang tertuang dalam undangundang bahwa pemerintah secara operasional tidak mengelola wakaf,
tetapi pemerintah berfungsi sebagai regulator, motivator dan fasilitator
bagi pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh badan yang dibentuk
pemerintah atau lembaga yang didirikan oleh masyarakat dan diberi
kewibawaan formal melalui pengukuhan pemerintah. Sampai saat ini
pemerintah belum dapat mengalokasi anggaran sesuai jumlah yang
dibutuhkan untuk memfasilitasi program pemberdayaan wakaf. Maka
salah satu terobosan yang dapat dilakukan oleh Departemen Agama
terutama untuk membiayai program-program yang mesti dilaksanakan
sebagai fasilitator dalam pemberdayaan wakaf adalah mengupayakan
commit to user
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
pendanaan kegiatan dari pihak lain (investor) dan diupayakan
penyediaan anggaran yang memadai dari APBN.
Setelah adanya Undang-Undang Wakaf, maka pengelolaan
wakaf telah memiliki landasan legal formal sehingga dapat
dioptimalkan agar memberikan manfaat lebih besar bagi kesejahteraan
umat dan bangsa kita. Ada beberapa langkah yang akan mendapat
perhatian lebih besar dari pemerintah dalam rangka pengembangan
wakaf pada masa yang akan datang:
1. Pembentukan Badan Wakaf Indonesia.
2. Pengembangan obyek wakaf yang tidak hanya terbatas pada benda
tak bergerak tapi juga benda bergerak seperti uang, saham,
investasi dan lain-lain.
3. Peningkatan kualitas nazhir wakaf.
4. Menjalin kemitraan usaha dengan pihak-pihak lain yang peduli
dengan wakaf, baik dalam maupun luar negeri.
5. Mengadakan proyek-proyek percontohan di setiap wilayah dengan
memprioritaskan lokasi-lokasi wakaf yang strategis.
6. Memberdayakan
Peraturan
Daerah
(PERDA)
agar
lebih
mengoptimalkan pemberdayaan wakaf.
7. Mendorong tumbuhnya semangat berwakaf uang dan harta benda
berharga lainnya dari masyarakat melalui berbagai pendekatan
yang sesuai dengan situasi dan kondisi serta sesuai dengan syariah
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian, kondisi dan situasi perwakafan di Indonesia
kini memasuki era baru yaitu era pengelolaan wakaf produktif.
Pemerintah memiliki peranan yang begitu besar untuk melakukan
penataan administrasi wakaf yang memberi kepastian hukum bagi
pewakaf (wakif), nazhir (pengelola wakaf) dan obyek wakaf serta
mendorong pemanfaatan aset-aset wakaf yang tidak produktif menjadi
produktif. Wakaf diharapkan dapat berperan sebagai sektor penggerak
commitdan
to user
perbaikan ekonomi umat
bangsa dalam rangka membangun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
kehidupan bangsa Indonesia yang adil dan sejahtera. Dalam hal ini
masyarakat pada waktunya akan merasakan peran sosial wakaf yang
selama ini kurang terwacanakan di masyarakat.
Pada periode ini, isu yang dijadikan rujukan dalam pengelolaan
wakaf secara profesional adalah gagasan wakaf tunai yang digulirkan
oleh tokoh ekonomi asal Bangladesh Prof. M. A. Mannan. Kemudian
muncul pula gagasan wakaf investasi, yang di Indonesia sudah dimulai
oleh Tazkia Consulting, dan Dompet Dhuafa Republika bekerja sama
dengan BTS Capital beberapa waktu yang lalu (Farid Wadjdy dan
Mursyid, 2007: 61-65).
Wacana wakaf tunai ini kemudian membuahkan inisiatif dari
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag RI untuk
kemudian mengirim surat bernomor Dt. III/5/BA.03.2/2772/2002
tertanggal 26 April 2002 kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI)
mengenai permohonan fatwa tentang wakaf uang yang ditandatangani
oleh ketua komisi fatwa KH. Ma`ruf Amin dan sekretaris komisi Drs.
Hasanudin, M. Ag, dengan isi fatwa bahwa wakaf uang hukumnya
jawaz (boleh).
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf mengajukan sebuah
usulan pembentukan Badan Wakaf Indonesia yang oleh Menteri
Agama diusulkan secara langsung kepada Presiden RI pada tanggal 5
September 2002, hal ini berbuah dari usulan Sekretariat Negara agar
Depag RI memprakarsai untuk menyusun draft Rancangan UndangUndang (RUU) tentang Wakaf dan tepat pada tanggal 27 Oktober
2004, RUU Wakaf diundangkan menjadi Undang-Undang No. 41
Tahun 2004 tentang Wakaf dan dicatat dalam Lembaran Negara RI
Tahun 2004 Nomor 159. Proses ini berada dalam masa transisi
kepemimpinan presiden RI, yaitu dari Megawati ke Susilo Bambang
Yudhoyono.
Jika dibandingkan dengan beberapa peraturan tentang wakaf
commitNomor
to user41 Tahun 2004 memuat beberapa
selama ini, Undang-Undang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
hal baru sebagai pengembangan dari peraturan pendahulunya.
Beberapa di antaranya adalah mengenai masalah nazhir, harta benda
yang diwakafkan (mauquf bih), peruntukan harta wakaf (mauquf
`alaih) dan pembentukan BWI.
Dalam undang-undang ini, berkenaan dengan masalah nazhir,
yang dikelola bukan hanya benda tidak bergerak, tetapi juga
mengelola benda wakaf bergerak seperti: uang, logam mulia, surat
berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dan lainlain. Maka keidealan seorang nazhir dituntut untuk untuk dapat
mengelola benda-benda tersebut. Perwakafan benda tak bergerak lebih
banyak digunakan untuk kepentingan yang tidak produktif. Hadirnya
undang-undang ini merupakan suatu keharusan sebagai upaya
pemberdayaan wakaf secara produktif dan profesional. UndangUndang ini meupakan terobosan yang cukup signifikan dalam dunia
perwakafan, karena wakaf uang, saham, atau surat berharga,
merupakan variabel penting dalam pengembangan ekonomi. Wakaf
uang, saham dan surat berharga lainnya sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang Wakaf bukan untuk dibelanjakan secara konsumtif
seperti kekhawatiran sebagian orang.
Esensi lain dari perubahan pada Undang-Undang Wakaf
mengenai harta benda yang diwakafkan adalah mengenai pentingnya
pendaftaran benda wakaf oleh PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf), urgensinya adalah agar seluruh perwakafan dapat dikontrol
dengan baik, sehingga bisa dihindari penyelewengan yang tidak perlu,
baik oleh nazhir ataupun pihak ketiga.
Perubahan dari Undang-Undang Wakaf juga dapat dilihat pada
pembaruan mengenai persyaratan nazhir, yaitu (Achmad Djunaidi dan
Thobieb Al-Asyhar, 2005: 91-92):
1. Selain nazhir perseorangan ditekankan pula nazhir badan hukum
dan organisasi sehingga diharapkan dapat meningkatkan peran
commit
to user
kenazhiran secara lebih
baik.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
2. Penyempurnaan
manajemen
persyaratan
kenazhiran
secara
nazhir
dengan
profesional,
pembenahan
seperti
kriteria
kenazhiran yang amanah, memiliki pengetahuan mengenai wakaf,
pengalaman di bidang manajemen keuangan, kemampuan dan
kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugas nazhir.
Penambahan persyaratan ini diharapkan dapat memaksimalkan
potensi pengembangan wakaf yang ada.
3. Adanya pembatasan masa jabatan nazhir agar nazhir bisa dipantau
kinerjanya melalui tahapan-tahapan periodik untuk menghindari
penyelewengan dan atau pengabaian tugas-tugas kenazhiran.
4. Nazhir dapat menerima hak pengelolaan sebesar maksimal 10%
dari hasil bersih pengelolaan dan pengembangan benda wakaf, agar
pekerjaan sebagai nazhir tidak dijadikan sebagai pekerjaan
sambilan yang hanya dijalani sekedarnya, tapi benar-benar mau
dan mampu menjalankan tugas sehingga patut diberikan hak-hak
yang pantas sebagaimana mereka bekerja di dunia profesional.
Pembaruan Undang-Undang Wakaf juga dapat dilihat dari
adanya penekanan pentingnya pembentukan sebuah lembaga wakaf
nasional yang disebut dengan Badan Wakaf Indonesia. Badan wakaf
ini bersifat independen yang bertujuan untuk membina nazhir dalam
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf baik secara
nasional maupun internasional. Sehingga BWI kelak akan menduduki
peran kunci, selain sebagai nazhir juga berfungsi sebagai pembina
nazhir sehingga harta benda wakaf dapat dikelola dan dikembangkan
secara produktif.
Undang-undang ini juga menekankan pentingnya pemberdayaan
benda-benda wakaf, aspek tersebut selama ini memang terlihat belum
optimal.
Catatan penting dalam undang-undang ini adalah adanya
ketentuan pidana dan sanksi administrasi terhadap para pihak yang
commit
todalam
user masalah perwakafan.
melakukan pelanggaran
hukum
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
Substansi dari Undang-Undang Wakaf berupaya untuk (Farid
Wajdy dan Mursyid, 2007: 58):
1. Mengunifikasikan berbagai peraturan tentang wakaf.
2. Menjamin kepastian hukum dalam bidang wakaf.
3. Melindungi dan memberikan rasa aman bagi wakif dan nazhir.
4. Sebagai instrumen untuk mengembangkan rasa tanggung jawab
bagipara pihak yang mendapat kepercayaan mengelola wakaf.
5. Sebagai koridor kebijakan publik dalam rangka advokasi dan
penyelesaian perkara dan sengketa wakaf.
6. Mendorong optimalisasi pengelolaan dan pengembangan wakaf.
Pengelolaan wakaf sesungguhnya sudah dimulai pada masa
Rasulullah SAW, wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena
wakaf disyariatkan oleh Nabi SAW. Ada 2 pendapat yang berkembang
di kalangan fuqaha (ahli yurisprudensi Islam) tentang siapa yang
pertama kali melaksanakan syariat wakaf, pendapat pertama pelaksana
wakaf pertama adalah Nabi SAW, yaitu tanah milik Nabi yang
diwakafkan untuk dibangun masjid. Pendapat ini berdasar hadist yang
diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari Amr bin Sa`ad bin Mu`ad
yang berkata, “Kami bertanya mula-mula wakaf dalam Islam? Orang
Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang
Anshor mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW”. Pada masa
dinasti-dinasti Islam, praktek wakaf menjadi lebih luas terutama pada
masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah, semua orang berduyun-duyun
melaksanakan wakaf, wakaf tidak hanya untuk orang fakir dan miskin
saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga
pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji para
stafnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan
mahasiswanya. Antusiasme masyarakat kepada pelaksanaan wakaf
telah menarik perhatian negara untuk mengatur pengelolaan wakaf
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
sebagai sektor untuk membangun solidaritas sosial dan ekonomi
masyarakat (Fiqih Wakaf, 2003: 6).
Wakaf pada mulanya adalah keinginan individu untuk berbuat
baik, tanpa ada pengelolaan dan aturan yang pasti, namun setelah
dirasakan manfaatnya, maka timbullah keinginan untuk mengatur
perwakafan dengan baik, kemudian dibentuk lembaga yang mengatur
wakaf untuk mengelola, memelihara dan menggunakan harta wakaf,
baik secara umum atau individu.
Pada masa dinasti Umayyah yang menjadi hakim di Mesir
adalah Taubah bin Ghar al-Hadhramiy pada masa Khalifah Hisyam bin
Abdul Malik. Khalifah sangat tertarik dan perhatian dengan
pengembangan wakaf sehingga membentuk lembaga wakaf tersendiri
sebagaimana lembaga pemerintahan lainnya di bawah pengawasan
hakim. Lembaga wakaf inilah yang pertama kali dilakukan dalam
administrasi wakaf di Mesir, bahkan di seluruh negara Islam. Pada saat
itu juga Hakim Taubah mendirikan lembaga wakaf di Basrah.
Pada masa dinasti Abbasiyah terdapat lembaga wakaf disebut
dengan “Shadr al-Wuquuf” yang mengurus dan memilih staf pengelola
lembaga wakaf.
Pada masa dinasti Ayyubiyah di Mesir, perkembangan wakaf di
Mesir cukup menggembirakan, di mana hamper semua tanah-tanah
pertanian di Mesir menjadi harta wakaf dan semuanya dikelola oleh
negara dan menjadi milik negara (Baitul Mal). Ketika Shalahuddin AlAyyuby memerintah di Mesir, ia bermaksud mewakafkan tanah-tanah
milik negara diserahkan kepada yayasan keagamaan dan yayasan
sosial sebagaimana yang dilakukan oleh dinasti Fathimiyyah
sebelumnya.
Perkembangan wakaf pada masa dinasti Mamluk sangat pesat
dan beraneka ragam, sehingga apapun yang dapat diambil manfaatnya
boleh diwakafkan,yang paling banyak diwakafkan pada masa itu
commit
user
adalah tanah pertanian
dan to
bangunan
seperti gedung perkantoran,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
penginapan, dan tempat belajar. Pada masa Mamluk terdapat wakaf
hamba sahaya yang diwakafkan untuk merawat lembaga-lembaga
agama. Hal ini pertama kali dilakukan oleh penguasa dinasti Utsmani
ketika menaklukan Mesia, Sulaiman Basya yang mewakafkan
budaknya untuk merawat masjid.
Manfaat wakaf pada masa Dinasti Mamluk digunakan
sebagaimana tujuan wakaf, seperti wakaf keluarga untuk kepentingan
keluarga, wakaf umum untuk kepentingan sosial, yang lebih membawa
syiar Islam adalah wakaf untuk sarana di Haramain, adalah Mekkah
dan Madinah, seperti kain penutup Ka`bah (Kiswatul Ka`bah),
sebagaimana yang dilakukan oleh Raja Shaleh bin al-Nasir yang
membeli desa Bisus lalu diwakafkan untuk membiayai kiswah Ka`bah
setiap tahun dan mengganti kain kuburan Nabi SAW dan mimbarnya
setiap 5 tahun sekali.
Perkembangan berikutnya pada masa Dinasti Mamluk adalah
awal mula disahkan Undang-Undang Wakaf walau tidak diketahui
secara pasti waktu kapan disahkannya.Menurut berkas dan berita yang
terhimpun bahwa perundang-undangan wakaf pada masa dinasti
Mamluk dimulai sejak Raja al-Dzahir Bibers al-Bandakh (1260-1277
M /658-676 H) di mana pada undang-undang tersebut Raja memilih
hakim dari masing-masing 4 mazhab Sunni. Pada periode ini,
perwakafan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
1.
Pendapatan negara dari hasil wakaf yang diberikan oleh penguasa
kepada orang-orang yang dianggap berjasa.
2.
Wakaf untuk membantu Haramain.
3.
Wakaf untuk kepentingan masyarakat umum.
Di antara undang-undang yang dikeluarkan pada masa dinasti
Utsmani ialah peraturan tentang pembukuan pelaksanaan wakaf, yang
dileluarkan pada tanggal 19 Jumadil Akhir Tahun 1280 Hijriah, yang
isinya mengatur tentang pencatatan wakaf, sertifikasi wakaf, cara
commit
to user tujuan wakaf dan melembagakan
pengelolaan wakaf, upaya
mencapai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
wakaf dalam upaya realisasi wakaf dari sisi administratif dan
perundang-undangan. Pada tahun 1287 dikeluarkan undang-undang
yang menjelaskan kedudukan tanah-tanah kekuasaan Turki Utsmani
dan tanah pertanian yang berstatus wakaf (Fiqih Wakaf, 2003: 7).
Pada masa sekarang ini, di beberapa negara seperti Mesir,
Yordania, Saudi Arabia, Turki, wakaf selain berupa sarana dan
prasarana ibadah dan pendidikan, juga beberapa tanah pertanian,
perkebunan, flat, uang, saham, real estate dan lain-lain yang semuanya
dikelola secara produktif, dengan demikian hasilnya benar-benar dapat
dipergunakan untuk mewujudkan kesejahteraan umat.
Di Turki, pengelolaan wakaf tidak hanya dikelola oleh
mutawalli, tapi juga lembaga direktorat jenderal wakaf, direktorat ini
tidak hanya mengelola tetapi juga memberikan supervisi dan kontrol
(auditing) terhadap wakaf yang dikelola oleh mutawalli. Pelayanan
yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Wakaf Turki yaitu pelayanan
kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial.
Selain Turki, Mesir juga menempuh langkah penertiban tanah
wakaf dan harta wakaf lainnya, dengan menjaga dan mengawasi, dan
mengarahkan harta wakaf untuk tujuan-tujuan kebaikan sesuai undangundang. Sesuai Qanun Nomor 80/971, dibentuk badan akaf yang
bertugas untuk mengurus dan melaksanakan semua kegiatan
perwakafan dan memiliki kewenangan membelanjakan wakaf dengan
sebaik-baiknya. Agar harta wakaf produktif dan bermanfaat bagi
masyarakat luas, Badan Wakaf menetapkan beberapa kebijakan:
1. Menitipkan hasil harta wakaf di Bank Islam agar dapat
berkembang.
2. Melalui Wizaratu Auqaf, Badan Wakaf berpartisipasi dalam
mendirikan bank-bank Islam dan mengadakan kerja sama dengan
beberapa perusahaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
3. Memanfaatkan tanah-tanah kosong untuk dikelola secara produktif
dengan cara mendirikan lembaga-lembaga perekonomian dan
bekerja sama dengan berbagai perusahaan.
4. Membeli saham dan obligasi perusahaan-perusahaan penting (Fiqih
Wakaf, 2003: 88).
Kondisi perwakafan di Bangladesh
sesungguhnya memiliki
kesamaan dengan Indonesia. Penghasilan dari harta wakaf yang kecilkecil dan tersebar amat tidak mencukupi untuk memelihara harta
wakaf itu sendiri. Kondisi inilah yang melatarbelakangi dilakukannya
reformasi dalam manajemen dan administrasi harta wakaf di negeri
tersebut. Menurut survei M.A. Manan, fleksibilitas dan scope
pengembangan manajemen dan administrasi dilakukan dengan
mengintrodusir wakaf tunai. Alasannya, dengan wakaf tunai mayoritas
penduduk bisa ikut berpartisipasi. Bangladesh memiliki lembaga non
pemerintah yang menjadi solusi dalam menangani kemiskinan, yaitu
Social Investment Bank Limited (SIBL), bank ini menjadi alternatif
peningkatan pendapatan dengan cara SIBL mengintrodusir Sertifikat
Wakaf Tunai, sebuah produk baru dalam sejarah perbankan sektor
voluntary dengan membuka peluang untuk membuka rekening
deposito wakaf tunai dengan tujuan berbagai sasaran penting jangka
panjang (Fiqih Wakaf, 2003: 89-90).
Di Indonesia, pelaksanaan hukum wakaf semula masih sangat
sederhana, tidak disertai administrasi, cukup dengan ikrar lisan saja,
lantas pengurusan dan pemeliharaan harta wakaf yang pada waktu itu
berupa tanah diserahkan kepada nazhir. Perkembangan regulasi wakaf
terlihat pada tahun 1905, yaitu pada masa pemerintahan Hindia
Belanda. Tanah wakaf mulai diatur dengan Sirculair Van De
Gonvernement Secretaris (surat edaran yang dikeluarkan oleh
sekretaris gobernemen) tanggal 31 Januari 1905 Nomor 435 (Bijblad
to userToezicht Opden Bouw Van
1905 Nomor 6196commit
tentang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
Mohammadeaanche Bedehuizen), yang isinya memerintahkan kepada
para Bupati agar membuat daftar rumah ibadat Islam yang dibangun di
atas tanah wakaf, agar tidak bertentangan dengan kepentingan umum
seperti pembuatan jalan dan pembuatan pasar.
Pada tahun 1931 dikeluarkan surat edaran sekretaris gobernemen
tertanggal 4 Juni 1931 Nomor 1961 (Bijblad 1931 Nomor 12573)
tentang perlunya meminta izin secara resmi kepada Bupati terhadap
orang-orang yang ingin berwakaf serta penilaian Bupati terhadap
permintaan izin wakaf, maksud perwakafan, dan tempat harta yang
diwakafkan.
Bijblad ini menumbuhkan polemik baru dan menimbulkan
reaksi yang sangat keras dari umat Islam bahkan menimbulkan
persengketaan, apalagi bijblad tersebut lahirnya dari orang-orang
nonmuslim yang tidak memiliki ikatan emosional dengan umat Islam.
Padahal disunnahkannya wakaf bukan untuk kepentingan kepentingan
administrasi semata, melainkan bagaimana instrumen wakaf dapat
mengangkat harkat dan martabat umat Islam.
Pelaksanaan wakaf di Indonesia mengadopsi sistem hukum
dalam ajaran Islam, namun pada pelaksanaannya seolah-olah wakaf
adalah kesepakatan ahli hukum dan budaya adat Indonesia. Pada masa
kemerdekaan, wakaf mulai mendapat perhatian lebih dari Pemerintah
Nasional, antara lain melalui Departemen Agama. Walaupun
sebenarnya undang-undang tentang perwakafan (pada waktu itu baru
perwakafan tanah) lahir 15 tahun setelah Indonesia merdeka, namun
sebelum
lahirnya
undang-undang
tentang
perwakafan
tanah,
pemerintah melalui Departemen Agama melahirkan beberapa petunjuk
tentang pelaksanaan wakaf.
Petunjuk dan surat edaran tentang wakaf baik produk pemerintah
kolonial ataupun pemerintah Indonesia masih banyak terdapat
kelemahan terutama belum adanya kepastian hukum bagi tanah wakaf,
commit to wakaf,
user diperlukan pembaruan agraria.
untuk menertibkan tanah-tanah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
Pada tahun 1960 lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, Lembaran Negara Nomor 104
tahun 1960 yang kemudian dikenal dengan nama UUPA (UndangUndang Pokok Agraria).
Dalam UUPA, masalah wakaf dapat ditemui pada Pasal 5, Pasal
14, dan Pasal 49 yang membuat rumusan sebagai berikut:
1. Pasal 5 mengatakan bahwa hukum agraria yang berlaku adalah
hukum adat sepanjang tidak bertentngan dengan kepentingan
nasional dan negara dengan mengindahkan unsur-unsur yang
bersandar pada hukum agama.
2.
Pasal 14 ayat (1) mengandung amar bahwa pemerintah pusat dan
daerah membuat skala prioritas termasuk pengaturan untuk
penggunaan tanah guna keperluan peribadatan dan kepentingan
suci lainnya.
3. Pasal 49 berisi tentang hak milik tanah badan agama dan sosial
sepanjang digunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan
kepentingan sosial, maka diakui dan dilindungi pemerintah.
Sebagai realisasi dari pasal-pasal tersebut, maka dibuatlah
peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 mengenai Perwakafan
Tanah Milik. Selain PP Nomor 28 Tahun 1977, pemerintah juga
mengeluarkan beberapa Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dan
pada tanggal 10 Juni 1991 dikeluarkan Instruksi Presiden RI Nomor 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Meskipun
KHI merupakan elaborasi terhadap PP No 28 Tahun 1977, namun
terdapat perbedaan di antara keduanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
Perbedaan antara PP Nomor 28 Tahun 1977 dengan KHI
PP No. 28 Tahun 1977
KHI
Objek wakaf = tanah milik Objek wakaf = tidak hanya tanah milik,
berdasarkan UUPA
Sifat
objek
terbatas
wakaf
tapi juga benda milik
=
Sifat objek wakaf = sudah berkembang,
tidak terlalu dibatasi, boleh benda bergerak
dan tidak bergerak
Belum
ada
ketentuan Sudah
ada
pengaturan
ketentuan
peraturan yang lengkap pembatasan jumlah Nazhir, pengawasan
mengenai Nazhir dan MUI terhadap tugas dan tanggung jawab Nazhir,
serta kedudukan dan peranan yang lebih
luas kepada MUI Kecamatan
Terlepas dari adanya kelebihan dan kekurangan peraturanperaturan di atas yang merupakan rujukan pengaturan dan
pengelolaan wakaf, peraturan tersebut meupakan usaha awal
pembaruan hukum nasional di bidang perwakafan, dan berawal
dari peraturan tersebutlah lahirnya Undang-undang Nomor 41
tahun 2004 tentang wakaf. Undang-Undang Wakaf lahir pada
awalnya berdasarkan bergulirnya wacana wakaf tunai yang
digagas oleh Prof. M.A. Mannan (seorang ahli ekonomi yang
berkebangsaan Bangladesh).
Menurut Azhar Basyir pada masa pra kemerdekaan RI
lembaga perwakafan sering dilakukan oleh masyarakat yang
beragama Islam. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari
banyaknya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dan sebagaisuatu
kebiasaan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Dengan
demikian, praktik wakaf dan perkembangannya di Indonesia
merupakan kenyataan sejarah yang tidak terlepas dari tuntutan
masyarakat muslim (Farid Wadjdy dan Mursyid, 2007: 60).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
Sejarah
pengelolaan
wakaf di
Indonesia
mengalami
beberapa perkembangan dalam 3 periode besar:
1. Periode tradisional, dalam periode ini wakaf ditempatkan
sebagai ajaran yang murni dimasukkan dalam kategori ibadah
mahdhah (pokok); yaitu kebanyakan benda-benda wakaf
diperuntukkan untuk pembangunan fisik, seperti mushola,
pesantren, kuburan, yayasan, dan sebagainya. Sehingga
keberadaan wakaf belum memberikan kontribusi sosial yang
lebih luas karena hanya untuk kepentingan yang bersifat
konsumtif.
2. Peride semi – profesional, adalah masa di mana pengelolaan
wakaf secara umum sama dengan periode tradisional, namun
pada masa ini sudah mulai dikembangkan pola pemberdayaan
wakaf
secara
produktif,
meskipun
belum
maksimal,
contohnya pembangunan masjid yang letaknya strategis
dengan menambah bangunan gedung untuk pertemuan,
pernikahan, seminar, dan acara lainnya seperi masjid Sunda
Kelapa,
masjid
Pondok
Indah,
dan
lain-lain.
Pola
pemberdayaan seperti ini juga diterapkan oleh Pondok
Pesantren Modern As-Salam Gontor Ponorogo. Adapun
secara khusus pengembangan wakaf untuk kesehatan dan
pendididkan dilakukan oleh Yayasan Wakaf Sultan Agung
Semarang. Ada lagi pemberdayaan wakaf dengan pola
pengkajian
dan
penelitian
secara
intensif
terhadap
pengembangan wacana pemikiran Islam modern seperti yang
dilakukan oleh Yayasan Wakaf Paramadina.
3. Periode profesional, proses pengelolaan wakaf ini ditandai
dengan pemberdayaan potensi masyarakat secara produktif.
Keprofesionalan yang dilakukan meliputi aspek: manajemen,
SDM kenazhiran, pola kemitraan usaha, bentuk benda wakaf
commit
to user
bergerak seperti
uang,
saham, surat berharga lainnya,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
dukungan political will pemerintah secara penuh salah
satunya lahirnya Undang-Undang Wakaf.
Pengelolaan dan pemberdayaan wakaf di tanah air memerlukan
pengembangan paradigma wakaf di masyarakat, sebagai lembaga
keuangan Islam, wakaf diharapkan menjadi suatu produk ekonomi
Islam yang mampu memberikan andil besar dalam pengentasan
kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan umat dengan pengelolaan
yang amanah dan manajemen profesional. Hal inilah
yang
menggerakkan pemerintah untuk mengeluarkan berbagai kebijakan
dalam pengelolaan wakaf agar tujuan pengelolaan wakaf tercapai.
Dalam makalah Kebijakan Teknis tentang Pengelolaan Wakaf yang
disusun oleh Muhammad Djam`an Haq dan Zaenuri, tujuan
pengelolaan wakaf antara lain:
1. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
2. Memacu daya guna dan profesionalitas kinerja badan/lembaga
pengelola wakaf yang bertanggungjawab dan amanah.
3. Meningkatkan fungsi nazhir sebagai pemangku amanah untuk
pengembangan dan pengelolaan wakaf.
4. Meningkatkan peran PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf)
untuk mempercepat sertifikasi tanah wakaf.
Wakaf merupakan masalah yang kurang dibahas secara intensif,
hal ini disebabkan karena umat Islam hampir melupakan kegiatankegiatan yang berasal dari lembaga perwakafan. Tulisan yang
berkaitan dengan perwakafan sangatlah jarang, baru pada akhir-akhir
ini muncul kembali minat umat Islam untuk menggiatkan kembali
kehidupan lembaga perwakafan. Munculnya minat tersebut seiring
dengan kesadaran untuk mewujudkan Sistem Ekonomi Syariah
sebagai alternatif dari sistem ekonomi kapitalis di mana pelaksanaan
to user
sistem yang terakhir commit
ini telah
terbukti tidak memberikan manfaat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Berbagai krisis
ekonomi selalu menyertai perjalanan sistem ekonomi kapitalis,
sedangkan solusi dari krisis pada sistem ini selalu menimbulkan
korban pihak yang lemah.
Tumbuhnya minat masyarakat untuk menggali potensi sistem
ekonomi syariah disebabkan oleh kelemahan dari sistem ekonomi
kapitalis yaitu adanya ketidakstabilan sistem, pembagian pendapatan
yang tentu saja lebih banyak keuntungan untuk negara maju dan
berbagai kemiskinan yang timbul sebagai akibat dari krisis ekonomi
yang terutama disebabkan sistem kapitalis. Kesadaran akan bebagai
alasan tersebut merupakan peluang untuk memberdayakan wakaf
produktif.
Wakaf produktif yaitu wakaf yang digunakan untuk kepentingan
produksi, baik di bidang pertanian, perindustrian, perdagangan dan
jasa yang manfaatnya bukan pada benda wakaf secara langsung, tetapi
dari keuntungan bersih hasil pengembangan wakaf yang diberikan
kepada orang-orang yang berhak sesuai dengan tujuan wakaf.
Selain memunculkan gagasan mengenai wakaf produktif,
Muhammad Djam`an Haq dan Zaenuri juga memberikan gagasan
manajemen pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif, di mana
dalam pengelolaan wakaf ini sekali lagi ditekankan perlunya
pengelola/pengurus yang memiliki integritas tinggi, kemampuan, dan
pengetahuan agar tujuan dari pengelolaan wakaf tercapai. Tujuan
kepengurusan dari wakaf produktif adalah:
1. Meningkatkan kelayakan produksi harta wakaf hingga mencapai
target ideal untuk memberi manfaat sebesar mungkin bagi tujuan
wakaf.
2. Melindungi pokok-pokok harta wakaf dengan mengadakan
pemeliharaan dan penjagaan yang baik dalam menginvestasikan
harta wakaf dan mengurangi sekecil mungkin resiko investasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
3.
Melaksanakan tugas distribusi bagi hasil wakaf kepada tujuan
wakaf yang telah ditentukan.
4. Memberikan penjelasan kepada para dermawan dan mendorong
mereka untuk melakukan wakaf baru, dan secara umum
memberikan penyuluhan dan menyarankan pembentukan wakaf
baru baik secara lisan maupun dengan cara memberi keteladanan.
Muhammad Djam`an Haq dan Zaenuri dalam makalahnya
menyatakan wakaf produktif sebagai intisari dari undang-undang
tentang wakaf itu sendiri. Menurut mereka, wakaf produktif bisa
mengacu pada 2 hal benda tetap (tidak bergerak) seperti tanah, rumah,
toko dan harta tidak tetap seperti hewan, buku dan benda lain, kata
kuncinya adalah bagaimana harta wakaf itu bisa produktif, bendanya
tetap kekal tetapi pemanfaatannya berkembang secara ekonomis.
Harta wakaf bisa produktif dalam hal ini diartikan sebagai harta wakaf
yang menjadi berkembang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari
contoh pengembangan aset wakaf produktif berikut ini:
1. Kategori tanah di perkotaan. Tanah yang terletak di pinggir jalan
raya dapat dijadikan perkantoran, apartemen, penginapan, gedung
pertemuan, pertokoan, ruko dan pusat perbelanjaan. Sedangkan
untuk tanah yang terletak di dekat perumahan (pemukiman) atau
keramaian dapat dijadikan pusat perbelanjaan, rumah sakit, sarana
pendidikan, SPBU, bengkel dan apotek.
2. Kategori tanah di pedesaan. Tanah yang berada di pedesaan
misalnya tanah persawahan, perkebunan, ladang atu padang
rumput, rawa dan perbukitan dapat dijadikan area pertanian,
perkebunan, home industry, tempat wisata dan penyulingan air
mineral.
3. Kategori tanah di tepi pantai. Tanah yang berada di lokasi ini
sangat cocok dijadikan lokasi kerajinan, tambak ikan, perkebunan
dan taman wisata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
Mengenai pelaksanaan program ini, akan dilaksanakan kerja
sama dengan BUMN, Badan Swasta, maupun investor luar negeri.
Substansi wakaf tunai telah lama muncul, bahkan dalam fiqh
klasik sekalipun persoalan ini telah diperbincangkan yaitu seiring
dengan munculnya ide revitalisasi fiqh muamalah dalam perspektif
maqashid as syariah (filosofi dan tujuan syariat) yang bermuara pada
kemaslahatan umum, termasuk upaya mewujudkan kesejahteraan
sosial melalui keadilan distribusi pendapatan dan kekayaan.
Kebijakan pemerintah yang dibuat untuk pengembangan wakaf
selain wakaf produktif yang merupakan esensi pembaruan peraturan
wakaf adalah mengenai wakaf uang. Langkah yang ditempuh Depag
dengan mengajukan permohonan fatwa kepada MUI tentang wakaf
uang sangat tepat. Munculnya pemikiran tentang wakaf tunai yang
dipelopori oleh tokoh Bangladesh ini kemudian membuahkan Fatwa
MUI pada tanggal 11 Mei 2002 tentang Wakaf Uang.
Perbincangan dan fatwa MUI ini disikapi beragam oleh
masyarakat, di antaranya adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI)
yang meluncurkan produk Sertifikat Wakaf Uang.
Keberadaan wakaf tunai dirasakan perlu sebagai instrumen
keuangan alternatif yang dapat mengisi kekurangan-kekurangan
pengelolaan wakaf yang ada selama ini, terutama pemahaman
masyarakat kita, sementara kebutuhan masyarakat saat ini sangat besar
sehingga mereka membutuhkan dana tunai untuk meningkatkan
kesejahteraannya.
Menurut Uswatun Hasanah dalam sebuah jurnal berjudul
Berdayakan
Wakaf
Uang
(http://www.scribd.inilah.com),
kesejahteraan adalah suatu kondisi di mana orang tentram dan aman
serta dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk membangun
kesejahteraan umat, Al Quran telah meletakkan dasar terutama agar
harta yang dimiliki individu-individu tidak beredar di antara orangcommit toiniuser
orang kaya saja. Pernyataan
tertulis pada surat Al Hasyr yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
intinya menyatakan bahwa Islam melarang konsentrasi kekayaan pada
individu-individu tertentu. Wakaf termasuk salah satu instrumen untuk
membangun kesejahteraan umat, di antaranya dengan wakaf uang atau
wakaf tunai. Alasan didukungnya wakaf tunai adalah manfaat utama,
atau kelebihan dari wakaf tunai dibanding wakaf lain yaitu (Farid
Wadjdy dan Mursyid, 2007: 79-80):
1. Wakaf tunai jumlahnya bisa bervariasi, sehingga seseorang yang
memiliki dana terbatas, sudah bisa mulai memberikan dana
wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih
dahulu.
2. Melalui wakaf uang, asset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah
kosong bisa dimulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung
atau diolah untuk lahan pertanian.
3. Dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga
pendidikan-pendidikan Islam yang cash flow-nya terkadang
kembang kempis dan menggaji civitas akademika alakadarnya.
4. Pada gilirannya, insya Allah umat Islam dapat lebih mandiri dalam
mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus tergantung pada
anggaran dari negara (APBN) yang memang semakin lama
semakin terbatas).
Dalil atau hadits wakaf tunai ditinjau dari perspektif hukum
Islam dalam kehidupan dan pemahaman masyarakat Indonesia
terhadap wakaf masih dipengaruhi oleh beberapa pendapat Imam
Mazhab:
1. Imam Syafii, sangat menekankan wakaf pada fixed asset (harta
tetap) yang merupakan syarat sah wakaf. Sayyid Sabiq juga sama
dengan Imam Syafii tidak memperbolehkan wakaf tunai/uang.
Alasannya uang tidak kekal bendanya ketika dimanfaatkan, selain
itu jika berdasar `Urf (kebiasaan yang berlaku) maka wakaf uang
hanya berlaku di wilayah tertentu dari bekas Kekaisaran Bizantium
commitlain
to user
(Romawi) saja, di tempat
tidak berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
2. Imam Maliki, mengartikan keabadian pada unsur nature saja,
Imam Maliki juga memperlebar lahan wakaf dan mencakup barang
bergerak lainnya, seperti wakaf susu sapi atau atau wakaf buah
tertentu, substansinya adalah sapi dan pohon, yang diambil
manfaatnya adalah susu dan buah. Dengan adanya pemikiran
seperti ini, Maliki telah membuka pemikiran luas mengenai wakaf.
3. Imam Hanafi, memperbolehkan wakaf tunai dengan syarat selama
nilai pokok wakaf dijamin kelestariannya.
Kebolehan wakaf tunai juga didukung oleh fatwa dari
Muhammad bin Abdullah Al-Anshari (murid dari Zufar sahabat dari
Abu Hanifah), bahkan fatwa Al-Anshari bukan berkutat hanya wakaf
uang saja akan tetapi diperbolehkan wakaf berupa barang-barabg
komoditi yang ditimbang atau ditakar (Farid Wadjdy dan Mursyid,
2007: 90).
Majelis Ulama Indonesia ketika menfatwakan tentang wakaf
tunai juga memperhatikan beberapa pendapat dari ulama-ulama besar.
Seperti (Farid Wadjdy dan Mursyid, 2007: 90-91):
1. Imam Al-Zuhri (wafat 124 H), membolehkan wakaf uang dengan
cara menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha kemudian
keuntungannya
disalurkan
kepada
mauquf
`alaih.
Dasarnya
mewakafkan dinar, dan menjadikan dinar tersebut sebagai modal
usaha dan keuntungannya disalurkan kepada mauquf `alaih.
2. Mutaqaddimin dari ulama mazhab Hanafi, membolehkan wakaf
uang sebagai pengecualian atas dasar istihsan bi al-`urfi yang
berdasar pada atsar Abdullah bin Mas`ud r.a. yaitu ”Apa yang
dipandang baik oleh kaum muslimin, maka dalam pandangan Allah
adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin,
maka dalam pandangan Allah pun buruk.”
3. Abu Tsur meriwayatkan dari Imam Syafii tentang kebolehan wakaf
uang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
Memperhatikan pengembangan dan pemberdayaan wakaf yang
belum optimal, terutama disebabkan masalah dana likuid, pemerintah
memandang perlunya instrumen baik berupa peraturan maupun
lembaga yang mendukung dapat tersosialisasinya wakaf tunai di
masyarakat. Di antara instrumen tersebut, adalah landasan hukum dari
wakaf tunai yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, khususnya
Pasal 16 ayat (3).
2. Surat Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag tanggal 26
April 2002.
3. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Wakaf Uang tanggal 11
Mei 2002.
Dalam undang-undang dan peraturan ini telah dijelaskan dengan
sangat baik dan relatif lengkap mengenai pola dan sistem
pengembangan perwakafan di Indonesia termasuk wakaf uang.
Pengelolaan sistem wakaf uang ini akan sangat tepat sasaran jika
dilaksanakan dengan memakai manajemen investasi professional
dengan menggunakan alternatif pola-pola investasi yang akan
dijelaskan pada pembahasan selanjutnya. Unsur kepercayaan (luas)
menjadi kunci utama kesediaan masyarakat luas berpartisipasi aktif di
samping unsur profesionalitas nazhir wakaf yang perlu dibuat
standarisasinya secara nasional dan internasional.
Substansi dari fatwa Majelis Ulama Indonesia mengenai wakaf
uang adalah:
1. Definisi wakaf uang (cash waqf atau waqf al- Nuqud) yaitu wakaf
uang adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang,
lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Benda yang termasuk dalam pengertian wakaf uang adalah suratsurat berharga.
3. Hukum wakaf uang, yaitu jawaz (diperbolehkan).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
4. Peruntukan wakaf uang, yaitu bahwa wakaf uang hanya boleh
disalurkan dan dipergunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara
syar`iy.
5. Kekekalan wakaf tunai, yaitu nilai pokok wakaf uang harus
dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau
diwariskan.
Pengelolaan wakaf di Indonesia sepenuhnya dilaksanakan oleh
masyarakat melalui Badan Wakaf Indonesia yang telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Pemerintah menerapkan berbagai strategi berupa beberapa
bentuk program kerja yang masing-masing memiliki target tertentu
dan bentuk program tersebut disesuaikan dengan harapan pencapaian
target berikut ini (Muhammad Djam`an Haq dan Zaenuri, 2007:
makalah):
1. Program motivasi dan sosialisasi wakaf, program ini memiliki
target untuk membangkitkan motivasi dan kesadaran kolektif umat
Islam untuk melaksanakan wakaf demi mengangkat harkat dan
martabat hidup seluruh anggota masyarakat khususnya umat Islam,
serta meluruskan persepsi umat Islam mengenai konsep wakaf
yang tidak hanya sekedar memenuhi kewajiban ritual belaka,
melainkan
menjadi
instrumen
syariah
untuk
mengatasi
kepincangan sosial ekonomi di dalam masyarakat sehingga
terwujud kesejahteraan sosial umat Islam. Bentuk programnya
berupa
pendistribusian
bahan
panduan
mengenai
wakaf,
penyelenggaraan seminar, lokakarya dan penyuluhan mengenai
wakaf di Indonesia, penerbitan brosur, leaflet dan sebagainya.
2. Program pemberdayaan pengelola wakaf, program ini memiliki
target meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan wawasan para
nazhir wakaf mengenai soal-soal kontemporer seputar wakaf,
commit to user
meningkatkan kemampuan
para nazhir wakaf dalam kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
penghimpunan, pengelolaan keuangan dan pendayagunaan wakaf.
Bentuk programnya berupa pendistribusian bahan panduan
mengenai wakaf, termasuk fiqh zakat dan wakaf. Ada pula
penyelenggaraan seminar, lokakarya dan penyuluhan mengenai
penghimpunan, pengelolaan keuangan, pendayagunaan wakaf serta
melaksanakan advokasi terhadap pengelola wakaf.
3. Program pemberdayaan masyarakat dan peningkatan SDM, target
program ini antara lain pembuatan database benda wakaf, wakif
dan nazhir pada setiap kabupaten/kota serta meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan pengelola wakaf. Bentuk programnya
berupa pendataan jumlah jenis benda wakaf, wakif dan nazhir pada
setip kabupaten/kota serta melaksanakan pelatihan-pelatihan bagi
pengelola wakaf.
Manajemen pengelolaan menempati posisi teratas dan paling
urgen dalam mengelola harta wakaf, karena bermanfaat tidaknya harta
wakaf tergantung pada pola pengelolaan. Manajemen pengelolaan
harus menjadikan profesionalitas manajemen sebagai suatu asas yang
mendasari pengelolaan wakaf agar manfaat wakaf lebih luas dan nyata
untuk kepentingan masyarakat banyak. Semakin baik manajemen,
akan mendorong pendayagunaan sumber daya secara maksimal,
artinya, sistem manajemen telah menjalankan perannya dengan efisien
dan efektif (Farid Wadjdy dan Mursyid, 2007: 174).
Berdasarkan pandangan di atas, ada 4 tahapan manajemen yang
harus dilakukan, yaitu:
1. Perencanaan atau planning.
Planning adalah proses menyangkut upaya yang dilakukan
untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang
dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan
target dan tujuan organisasi. Dalam Islam, planning dikenal
dengan istilah musyawarah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
Suatu manajemen memerlukan perencanaan yang baik.
Perencanaan
mengandung
perbuatan
melihat
ke
muka,
memikirkan jauh sebelumnya dan menggambarkan terlebih dahulu
sebagai dasar untuk proses penyelenggaraan mencapai tujuan yang
dikejar. Perencanaan merupakan rumusan tujuan yang terdiri dari
prosedur, metode dan jadwal pelaksanaan, di dalam perencanaan
termasuk perkiraan kondisi di masa yang akan datang dan akibat
dari rencana terhadap kondisi tersebut (Muhammad Djam`an Haq
dan Zaenuri, 2007: makalah).
Pengelolaan wakaf produktif memerlukan perencanaan
yang baik karena perencanaan merupakan pedoman dan arah
kegiatan pengelolaan wakaf, sebagai perkiraan terhadap potensi
wakaf bila dikelola secara produktif, prospek wakaf itu sendiri dan
resiko pengelolaan wakaf secara produktif, selain itu, dengan
adanya perencanaan dapat dimungkinkan adanya kesempatan
untuk memilih model-model pengelolaan
wakaf produktif
tentunya
keuntungan
dengan
mengurutkan
prioritas
dan
meminimalisir resiko dalam model pengelolaan tersebut nantinya.
Alasan lain dari perlunya perencanaan ini adalah lebih mudah
dalam mengevaluasi program-program kerja dari pengelolaan
wakaf ini.
Seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Djam`an Haq
dan Zaenuri dalam makalahnya serta Farid Wadjdy dan Mursyid
dalam Wakaf dan Kesejahteraan Umat, tahapan perencanaan
memiliki 4 hal, sebagai berikut:
a. Main objectives (perumusan tujuan utama), secara kualitatif,
yaitu apa tujuan utama dari manajemen wakaf.
b. Specific objectives (perumusan tujuan khusus), secara
kuantitatif dan khusus, apa yang ingin dicapai lembaga
pengelola wakaf, misalnya pengembangan harta benda wakaf.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
c. Strategy long range planning (strategi tujuan jangka panjang)
penjabaran dari apa yang diinginkan dalam beberapa tahun ke
depan.
d. Tactical short range planning (taktik tujuan jangka pendek)
penjabaran program khusus dalam bentuk angka.
Muhammad Syafii Antonio dalam buku Menuju Era Wakaf
Produktif, mengemukakan bahwa pengelolaan wakaf secara
profesional memerlukan filosofi dasar yang harus ditekankan agar
pemberdayaan wakaf menjadi produktif, antara lain:
a.
Proyek yang terintegrasi, yaitu pola manajemen wakaf
merupakan suatu kesatuan proyek di mana dana wakaf akan
dialokasikan untuk program-program pemberdayaan dengan
segala macam biaya yang terangkum di dalamnya bukan
bagian-bagian biaya yang terpisah-pisah.
b.
Asas kesejahteraan nazhir, yaitu saat kita menjadikan nazhir
sebagai profesi yang memberikan harapan kepada umat yang
membawa kesejahteraan bukan saja di akhirat, tapi juga di
dunia. Adanya asas ini, diharapkan nazhir lebih profesional
dalam mengelola wakaf karena sudah ada penghasilan sebagai
hak nazhir yaitu 10% dari penghasilan bersih pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf.
c.
Asas transparansi dan accountability, yaitu suatu asas, di
mana badan wakaf dan lembaga yang dibantunya harus
melaporkan setiap tahun akan proses pengelolaan dana kepada
umat dalam bentuk audited financial report termasuk
kewajaran dari masing-masing pos biayanya.
2. Pengorganisasian atau organizing
Pengorganisasian yaitu struktur dari wewenang atau
kekuasaan nazhir atau bisa pula diartikan dengan suatu kerangka
tingkah laku untuk analisis proses pengambilan keputusan
commit to user
organisasi. Pengorganisasian
mengharapkan perumusan kebijakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
strategi dan taktik, misalnya kebijakan nazhir badan hukum untuk
mengelola harta wakaf tunai diputus oleh ketua para nazhir
tersebut melalui musyawarah, maka nazhir anggota tinggal
melaksanakan pengelolaan harta wakaf sesuai model pengelolaan
yang diputus oleh ketuanya.
3. Directing
Directing
yaitu
proses
implementasi
program
agar
dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi (nazhir) serta
adanya proses motivasi agar pengelolaan berjalan penuh tanggung
jawab dan kesadaran dengan produktivitas tinggi. Bentuknya dapat
berupa mengadakan kerja sama dengan lembaga lain, maka
kesepakatan dalam kerja sama tersebut tinggal diterapkan oleh
kelompok nazhir tersebut bersama lembaga pengelola lain.
Misalnya kemitraan antar pengelola, yaitu antara nazhir wakaf
dengan lembaga keuangan syariah.
4. Pengawasan
Kata pengawasan dipakai sebagai arti harfiah dari kata
controlling, yaitu proses yang dilakukan untuk memastikan
seluruh
rangkaian
kegiatan
yang
telah
direncanakan,
diorganisasikan dan diimplementasikan berjalan sesuai dengan
target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi.
Pengawasan
meliputi
segala
kegiatan,
pengamatan
dan
pengukuran terhadap jalannya pengelolaan wakaf berdasarkan
rencana yang telah ditetapkan, penafsiran dan perbandingan hasil
pengelolaan wakaf yang dicapai dengan standar yang diminta,
mengoreksi penyimpangan dan perbandingan antara output dan
input.
Tata
cara
pembuatan
Akta
Ikrar
Wakaf
(AIW),
dan
pendaftarannya diatur pada Bab III Pasal 32-39 Undang-Undang
Wakaf, adalah sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
1. Tanah milik yang sudah bersertifikat dengan status hak milik.
Pemilik tanah melengkapi persyaratan pembuatan Akta Ikrar
Wakaf, yaitu:
a. Sertifikat Hak Atas Tanah.
b. Surat keterangan Kepala Desa/Lurah yang diketahui Camat
bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa.
c. Surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT) dari Kantor
Pertahanan Kabupaten/Kotamadya setempat.
d. Harus ada calon wakif yang berkeinginan mewakafkan tanah
miliknya.
e. Harus ada nazhir perorangan Warga Negara Indonesia (WNI)
dan atau Badan Hukum Indonesia.
Proses pembuatan Akta Ikrar Wakaf meliputi:
a.
Calon wakif harus datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta
Ikrar wakaf (PPAIW) dengan membawa Sertifikat Hak Atas
tanah serta surat-surat lainnya sebagaimana disebutkan di atas.
b.
Proses yang dilakukan PPAIW adalah:
1)
Meneliti kehendak calon wakif dan tanah yang hendak
diwakafkan.
2)
Meneliti para nazhir dengan menggunakan W.5 (bagi
nazhir perorangan) atau W.5a (nazhir Badan Hukum).
c.
3)
Meneliti para saksi Ikrar Wakaf.
4)
Menyaksikan pelaksanaan Ikrar Wakaf.
Calon wakif mengikrarkan wakaf dengan lisan, jelas dan tegas
kepada nazhir di hadapan PPAIW dengan para saksi,
kemudian dituangkan dalam bentuk tertulis menurut formulir
W.1.
d.
Meneliti identitas calon wakif (kartu penduduk, kartu
keluarga, surat nikah, paspor dan lain-lain).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
e.
Meneliti identitas nazhir perorangan dan Badan Hukum
(Anggaran Dasar-nya).
f.
Calon wakif yang tidak datang di hadapan PPAIW dapat
memberikan kuasa tertulis secara matreatik di hadapan notaris
dan/
di
hadapan
Kepala
Kantor
Departemen
Kabupaten/Kotamadya dan dibacakan kepada nazhir di
hadapan PPAIW dan para saksi.
g.
PPAIW membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) rangkap 3
menurut bentuk formulir W.2a. dengan ketentuan:
1) Lembar pertama disimpan.
2) Lembar kedua untuk keperluan pendaftaran di kantor
Pertahan di Kabupaten/Kotamadya setempat.
3) Lembar ketiga dikirimkan kepada Pengafilan Agama
setempat.
4) Salinan lembaran pertama diserahkan kepada wakif.
5) Salinan lembar kedua diserahkan kepada nazhir.
6) Salinan lembar ketiga dikirim kepada Kandeoag.
7) Salinan
lembar
keempat
dikirim
kepada
Kepada
desa/Lurah setempat.
Pendaftaran dan pencatatan Akta Ikrar Wakaf meliputi:
a. PPAIW atas nama nazhir dan/nazhir berkewajiban untuk
mengajukan permohonan pendaftaran pada Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat dengan menyerahkan:
1) Sertifikat tanah yang bersangkutan.
2) Akta Ikrar Tanah.
3) Surat pengesahan dari KUA kecamatan setempat mngenai
nazhir yang bersangkutan.
Nazhir juga berkewajiban mengurus pendaftaran/sertifikat
tanah hibah, karena beberapa hal, antara lain:
1) Nazhir adalah pengelola/pengurus tanah wakaf tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
2) PPAIW adalah pejabat yang membuat akta cq. Pejabat
Kantor
agama
dengan
banyak
urusan
administrasi
kepegawaian yang lain, sehingga tidak akan mempercepat
pengurusan
sertifikat,
jika
dibandingkan
dengan
pengurusan sendiri tanah wakaf oleh nazhir selaku pemilik
hak kepengurusan tanah wakaf.
3) Biaya kepengurusan tanah wakaf juga tidak ditanggung
seluruhnya oleh PPAIW.
b. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya melakukan
tahapan:
1) Mencantumkan kata-kata “wakaf” dengan huruf besar di
belakang nomor hak milik tanah yang bersangkutan pada
buku tanah dan sertifikatnya.
2) Mencantumkan kata-kata :
“diwakafkan
untuk....berdasarkan
Akta
Ikrar
Wakaf
PPAIW kecamatan..No....” pada halaman 3 (tiga) kolom
sebab perubahan dalam buku tanah dan sertifikatnya.
3) Mencantumkan kata nazhir disertai kedudukannya pada
buku tanah dan sertifikatnya.
2. Tanah milik yang bersertifikat yang berstatus hukum Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai.
a. Calon wakif melengkapi persyaratan pembuatan Akta Ikrar
Wakaf.
b. Persyaratan tersebut disertai surat keterangan dari Kepala
Kantor Pendaftaran Tanah Kabupaten/Kotamadya, bahwa tanah
tersebut sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan
dapat ditingkatkan status hak kepemilikan menjadi Hak Milik.
Sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan tentang
pertanahan yang berlaku sekarang ini, maka atas tanah Negara
user Pakai dan Hak Guna Bangunan
yang diberikancommit
denganto Hak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
dapat ditingkatkan status kepemilikannya menjadi Hak Milik,
sehingga peluang untuk pemberian wakaf atas tanah Hak Pakai
dan Hak Guna Bangunan yang sudah bersertifikat dapat juga
diwakafkan dan merupakan penyesuaian PP Nomor 28 Tahun
1977 dengan peraturan yang dibuat setelah PP tersebut.
3. Tanah hak milik yang belum bersertifikat (bekas tanah hak milik
adat).
a. Calon Wakif melengkapi persyaratan pembuatan Akta Ikrar
Wakaf:
1) Surat-surat pemilik tanah (termasuk surat pemindahan hak,
surat keterangan warisan, girik, dan lain-lain).
2) Surat Kepala Desa/Lurah yang diketahui Camat yang
memberitahukan bahwa tanah yang akan diwakafkan
tersebut tidak dalam sengketa.
3) Syarat keterangan Kepala kantor Kabupaten/Kotamadya
setempat yang menyatakan Hak Atas tanah itu belum
mempunyai sertifikat (Pasal 25 ayat 4 PP Nomor 10/1961).
4) Harus ada nazhir perorangan WNI atau Badan Hukum
Indonesia.
5) Harus ada Calon Wakif yang berkeinginan mewakafkan
tanah miliknya.
b. Proses pembuatan Akta Ikrar Wakaf sama dengan proses pada
tanah yang sudah bersertifikat.
c. Pendaftaran pencatatan Ikrar Wakaf melalui beberapa tahapan,
antara lain:
1)
PPAIW atas nama nazhir dan atau/nazhir berkewajiban
untuk mengajukan permohonan pada Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat dengan menyerahkan
surat pemilikan tanah sama dengan persyaratan pada
to user
pembuatancommit
Akta Ikrar
Wakaf yaitu surat pemilikan tanah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
termasuk surat pemindahan hak, surat keterangan waris,
girik dan keterangan lain bila ada, Akta Ikrar Wakaf dan
surat pengesahan nazhir.
2)
Apabila memenuhi persyaratan untuk dikonversi, maka
dapat
dikonversi
langsung
atas
nama
wakif
(PMPA.2/1962 jo SK 26/DDA/1970).
3)
Apabila persyaratan untuk dikonversi tidak dipenuhi,
dapat diproses melalui proses pengakuan hak atas nama
wakif.
4)
Berdasarkan Akta Ikrar Wakaf nama atas nama nazhir.
5)
Bagi konversi yang dilaksanakan melalui prosedur
pengakuan hak penerbitan sertifikatnya setelah diperoleh
SK Pengakuan Hak Atas Nama Wakif. Selanjutnya
dilaksanakan pencatatan-pencatatan seperti halnya yang
disebut angka 1 c 2 (Pasal 8 Permendagri nomor 6/1977).
4. Tanah yang belum ada haknya (yang dikuasai/tanah negara)
a. Tanah yang sudah berstatus tanah wakaf (tanah yang sudah
berfungsi sebagai tanah wakaf, masyarakat dan Pemerintah
Desa setempat telah mengakui sebagai tanah wakaf, sedang
status tanahnya bukan milik adat/tanah negara.
b. Tanah yang belum berstatus sebagai tanah wakaf namun
hendak diwakafkan. Untuk tanah-tanah ini diperlukan syarat
wakif atau ahli warisnya masih ada dan mempunyai surat bukti
penguasaan/penggarapan, kartu kavling, surat penunjukan:
1)
Surat Keterangan Kepala Desa/Lurah yang diketahui
Camat di samping menjelaskan tentang penggunaan tanah
yang telah diwakafkan.
2)
Bukti pemilikan tanah lamanya berupa kartu kavling, aktaakta jual-beli/pengoper dan hak di bawah tangan atau
otentik (akte notaris).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
3)
Surat keterangan BPN, tanah negara tersebut dapat
ditingkatkan menjadi Hak Milik.
4)
Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dari Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang menerangkan
bahwa status tanah negara tersebut apabila sudah pernah
terdaftar atau menerangkan belum bersertifikat apabila
tanah negara itu belum pernah terdaftar.
5)
Calon wakif atau ahli waris datang menghadap PPAIW
untuk melaksanakan Akta Ikrar Wakaf (seperti halnya
angka 1 huruf b).
6)
PPAIW dan atau nazhir berkewajiban mengajukan
permohonan
atas
nama
nazhir
kepada
Kakanwil
Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat, dengan menyerahkan
surat-surat bukti penguasaan/penggarapan atas nama wakif
serta surat-surat di atas dan surat pengesahan nazhir.
7)
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya
setempat
memproses dan meneruskan permohonan tersebut ke
Kepala Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi.
8)
Setelah diterbitkan Surat Keputusan pemberian Hak Atas
Tanah atas nama nazhir kepada Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya tersebut menerbitkan sertifikat
tanah wakaf.
Tata cara perwakafan selain tanah sesuai Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, wakaf selain tanah sangat
dimungkinkan sekali, terutama dengan menyikapi perekonomian yang
semakin hari semakin terlihat perkembangannya. Agar benda wakaf
selain tanah terjaga dengan baik dan dikelola secara optimal, maka
disusunlah cara pendaftaran benda selain tanah sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
1. Mengajukan permohonan dengan mengisi blanko formulir (blanko
isian).
Proses pendaftaran benda wakaf selain tanah memerlukan
aparat Departemen Agama di daerah untuk melakukan tugasnya
yaitu menangani tempat pengajuan permohonan pendaftaran benda
wakaf selain tanah. Calon wakif mengisi blanko Akta Ikrar Wakaf,
kemudian petugas meneliti blanko dan membuat Akta Ikrar Wakaf
tersebut. Selanjutnya dalam putusan diharuskan mengisi blanko
tersebut untuk ditandatangani pihak yang bersangkutan.
2. Macam-macam data kepemilikan benda selain tanah, tersiri dari
blanko permohonan pendaftaran Akta Ikrar Wakaf selain tanah
dengan jenis-jenisnya, yang dilengkapi dengan surat asli pemilikan
benda wakaf selain tanah, tanda bukti pemilikan/hak atas benda
wakaf selain tanah dan akta Ikrar Wakaf selain tanah.
3. Akta Ikrar Wakaf selain tanah diisi dan diketahui saksi-saksi yang
sah, selanjutnya dengan nota ini diserahterimakan kepada nazhir
yang diketahui oleh KUA.
Tata cara pendaftaran harta benda wakaf juga memuat mengenai
pengumuman harta benda wakaf, hal ini diatur dalam Pasal 38
Undang-Undang Wakaf yang dalam penjelasannya menerangkan
bahwa pengumuman harta benda wakaf adalah dengan cara
memasukkan data harta benda wakaf tersebut ke dalam register umum,
dengan dimasukkannya data tersebut ke dalam register umum, berarti
telah terpenuhinya publisitas dari wakaf sehingga masyarakat dapat
mengakses data tersebut.
Pemberdayaan wakaf tunai di Indonesia menggunakan model
mobilisasi wakaf tunai. Pemberdayaan wakaf tunai merupakan salah
satu usaha yang tengah dikembangkan dalam rangka meningkatkan
peran wakaf dalam bidang ekonomi, karena wakaf tunai memiliki
kekuatan
yang
bersifat umum di mana setiap orang bisa
commit
user
menyumbangkan harta
tanpato batas-batas
tertentu. Demikian juga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
fleksibilitas wujud dan pemanfaatannya yang dapat menjangkau
seluruh potensi ekonomi untuk dikembangkan.
Untuk
itu,
agar
potensi
ekonomi
wakaf
tunai
dapat
dikembangkan lebih lanjut, terlebih dahulu adalah bagaimana kita
menggunakan aspek atau kekuatan yang ada untuk memobilisasi
wakaf likuid ini. Model di bawah ini dapat menjadi pokok pikiran
guna memobilisasi wakaf tunai, antara lain:
1. Model Mustafa Edwin Nasution
Model mobilisasi yang ditawarkan berupa menarik secara
langsung ataupun tidak langsung setiap gaji para pegawai, baik
yang bekerja pada pemerintah, bidang swasta, ataupun bidangbidang ekonomi lainnya. Adapun langkah-langkah yang bisa
dilakukan dalam bidang ini adalah dengan cara pendekatan lewat
pengurus organisasi “kerohanian Islam”. Kerja sama bisa
dilakukan dengan cara menyediakan tenaga ceramah agama, lalu
penawaran kerja sama wakaf dengan menawarkan program sosial
seperti pemberian beasiswa dan pengembangan pertanian.
Penawaran kerja sama dan program sosial ini sangat
penting mengingat sektor pendidikan, keagamaan dan pelayanan
sosial adalah bidang yang paling disukai calon wakif di Indonesia
ketika mereka memberikan sumbangan.
Persoalannya adalah bagaimana nazhir wakaf dapat
meyakinkan pihak calon wakif, yaitu perusahaan, instansi
pemerintah dan lain-lain tentang pentingnya melakukan tanggung
jawab sosial dengan berwakaf.
Contoh
modelnya,
perusahaan
adalah
bagian
dari
lingkungan sosial masyarakat yang memiliki tanggung jawab
sosial
terhadap
masyarakat
di
lingkungannya,
sehingga
masyarakat merasakan kehadiran perusahaan dan memiliki citra
positif terhadap perusahaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
2. Model Social Investment Bank Limited (SIBL)
Model ini dipopulerkan oleh M.A. Mannan, gagasan ini
mengemas instrumen Cash Waqf Certificate dan merupakan
kombinasi alternatif solusi mengatasi krisis kesejahteraan yang
ditawarkan oleh M. Umar Chapra yang merupakan seorang
ekonom
juga,
dengan
harapan
SIBL
menjadi
alternatif
peningkatan pendapatan.
Operasional kerja dari Cash Waqf Certificate adalah
menerbitkan sertifikat dengan nilai nominal yang berbeda-beda
untuk kelompok sasaran yang berbeda-beda pula. Aspek inilah
yang sebenarnya menjadi keunggulan wakaf tunai disbanding
dengan keunggulan wakaf berupa harta tetap lain, karena
besarnya harta wakaf dapat disesuaikan dengan kemampuan calon
wakif.
Untuk mewujudkan partisipasi masyarakat dalam wakaf
tunai, upaya yang dapat dilakukan adalah sosialisasi intensif
tentang arti penting wakaf sebagai sarana transfer pemerataan
pendapatan dari wakif kepada al mauquf alaih (pihak yang
menerima wakaf).
Instrumen wakaf tunai sangat relevan dalam memberikan
dana melalui mobilisasi dana abadi yang digarap tangan-tangan
profesional yang amanah, transparan, terjamin akuntabilitasnya di
tengah keraguan terhadap pengelolaan dana wakaf serta
kecemasan krisis investasi domestik.
Kehadiran wakaf tunai patut mendapat perhatian lebih dari
pemerintah guna membiayai berbagai proyek sosial melalui
pemberdayaan wakaf benda tak bergerak yang selama ini menjadi
beban nazhir, bahkan wakaf tunai dapat membiayai investasi
produktif pada sektor riil seperti kontrak investasi kolektif atau
KIK.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
Dengan demikian, jelas kiranya bahwa manfaat wakaf tunai
tidak
hanya
sekedar
mampu
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi, namun juga menciptakan pemerataan pendapatan.
3. Model-model mobilisasi lain
Pertama, cara yang digunakan untuk mobilisasi wakaf tunai
adalah menggalang animo masyarakat melalui partipasi aktif.
Penggalangan ini dapat dilakukan melalui media massa baik
media massa elektronik maupun cetak. Contohnya pada lembaga
Dompet Dhuafa Republika.
Kedua,
model
yang
bisa
dilakukan
adalah
menyelenggarakan kegiatan khusus, misalnya konser musik,
pameran, seminar dan acara lain yang sekaligus bisa dijadikan
ajang promosi, pencitraan atau kampanye. Untuk menarik
perhatian peminat wakaf, pihak nazhir dapat menghadirkan tokoh
masyarakat misal dai kondang, pejabat ataupun artis yang sedang
populer.
Ketiga, dengan menggunakan tangan pemerintah terutama
untuk pemberlakuan pajak (tax deduction) kepada wakif
perorangan dan perusahaan, dengan adanya pemberlakuan pajak
yang cukup tinggi dan macam-macam dari pemerintah, calon
wakif yang berasal dari kalangan perusahaan dan pegawai
cenderung menyumbang penghasilannya dengan jumlah sedikit
(Farid Wadjdy dan Mursyid, 2007: 174).
Ketiga hal di atas dipengaruhi gagasan wakaf tunai sebagai
mobilisasi dana masyarakat dan optimalisasi potensi finansial
umat akan kemaslahatan perekonomian akan dapat melengkapi
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan di mana Pajak Penghasilan di mana zakat
dimasukkan sebagai faktor pengurang pajak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
Kiat-kiat memobilisasi dana wakaf tunai di atas tentu saja
harus didukung oleh pihak-pihak manajemen dan distribusi.
Untuk itu, nazhir wakaf harus meningkatkan kreativitas program
pengembangan
dana
wakaf
secara
profesional
dan
juga
meningkatkan keterbukaan pengelolaan keuangannya. Di samping
itu, manajemen pemasaran atau rekruitmen dana wakaf juga mesti
dijadikan divisi penggalangan secara terpisah, pemberian insentif
dari petugas dan struktur organisasi nazhir yang ramping. Tugas
dari divisi ini adalah untuk melakukan pendekatan kepada calon
wakif yang prospektif, yaitu wakif yang mempunyai pendapatan
besar dan memiliki kelebihan likuiditas, dengan adanya penataan
ini, diharapkan kepercayaan masyarakat meningkat sehingga
rekruitmen dana wakaf bisa dilakukan dengan sukses.
Setelah usaha mobilisasi dana wakaf tunai dilakukan, maka
diperoleh dana wakaf yang harus segera diberdayakan dengan
produktif dan efektif agar tercapai tujuan wakaf. Seperti halnya
mobilisasi dana, dalam pengelolaan atau pemanfaatan dana wakaf
pun juga memiliki berbagai model pemanfaatan.
Sepanjang sejarah perwakafan Indonesia, instrumen wakaf
belum banyak dieksplorasi secara maksimal. Bagi wakaf tunai,
strategi pengelolaan yang baik perlu diciptakan untuk mencapai
tujuan wakaf. Terlebih bagi wakaf tunai, penting sekali untuk
secepatnya memikirkan strategi pemanfaatan secara maksimal
untuk pemberdayaan ekonomi umat.
Model alternatif pemanfaatan dana wakaf tunai yang
ditawarkan oleh Farid Wadjdy dan Mursyid dalam Wakaf untuk
Kesejahteraan Umat adalah model investasi produktif, model
dompet dhuafa Republika dan model lain antara lain pembiayaan
produktif, meneruskan program di masa lalu dan direct investmen.
Pada Model Investasi Produktif ini, wakaf merupakan
commit
to user
sumber dana abadi
potensial
untuk mengatasi masalah-masalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
sosial, bahkan wakaf sebenarnya dapat membantu program
pemerintah tanpa bergantung pada kredit dari luar negeri.
Pengembangan pemanfaatan wakaf tunai dengan sistem Dana
Abadi adalah dana yang berhasil dihimpun dari berbagi sumber
yang sah dan halal dalam volume besar diinvestasikan dengan
tingkat keamanan terjamin.
Tentu saja investasi produktif ini dapat dilakukan apabila
mencakup dua unsur yaitu pertama, keamanan dana pokok harus
terjamin sehingga tidak terjadi penyusutan dan yang kedua adalah
investasi tersebut harus produktif. Produktif di sini mengandung
maksud mampu mendatangkan hasil atau pendapatan (incoming
generating allocation) karena dari pendapatan inilah pembiayaan
utama kegiatan organisasi akan dilakukan.
Model ini semakin menarik karena dari investasi yang
dilakukan, bentuk keuntungan dari investasi ini dapat dinikmati
oleh masyarakat di mana saja. Hal ini dimungkinkan karena
benefit berupa cash yang dapat ditransfer ke beneficiary maupun
seluruh dunia. Demikian juga dengan investasinya dapat
dilakukan di mana saja sesuai dengan sifat cash waqf yang likuid
mampu menjembatani masyarakat kaya dan miskin, proses ini
dapat menjadi efek bola salju manakala benefit dana wakaf
diinvestasikan kembali dan seterusnya.
Tujuan utama investasi ini adalah untuk mengoptimalkan
fungsi wakaf sebagai prasarana peningkatan kualitas hidup dan
kehidupan sumber daya insani.
Menurut Munzir Kahf, seorang pakar ekonomi Islam,
kekurangan wakaf tunai adalah karena belum dibahas dalam fiqh
klasik, sehingga dapat menimbulkan keraguan bagi pihak yang
tertarik untuk berwakaf.
Tetapi di sisi lain, Karnaen A. Perwataatmaja berpendapat
commit
to user karena itu model transaksi
bahwa fiqh terus
berkembang,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
keuangan juga berkembang seiring tumbuh berkembangnya
Lembaga Keuangan Islam.
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa menjadikan wakaf tunai
sebagi modal usaha mudharabah dan mubadhaah, sedangkan
keuntungannya disedekahkan untuk wakaf. Pemanfaatan wakaf
tunai yang dapat dilakukan oleh nazhir antara lain berdasar
prinsip mudharabah, musyarakah, murabahah dan ijarah (Wakaf
Tunai dalam Perspektif Hukum Islam, Depag RI, 2005: 112-114).
Berdasar prinsip mudharabah, fungsi Bank Islam sebagai
mitra
bagi
nasabahnya.
penabung/pengusaha,
(pengelola),
bank
sedangkan
Fungsi
antara
bertindak
penabung
bank
sebagai
sebagai
dengan
mudharib
shahibul
maal
(penyandang dana).
Investasi musyarakah, dijalankan berdasarkan partisipasi
antara shahibul maal dengan mudharib dalam bentuk proyek
usaha dan berdasarkan untung rugi. Investasi ini memberikan
peluang bagi pengelola wakaf untuk menyertakan modalnya pada
sektor usaha kecil menengah (UKM) yang dianggap memiliki
kelayakan usaha, namun kurang modal, sedang mudharib
mengelola dana wakaf agar dapat berkambang baik sampai
kepada sistem manajemennya tanpa diintervensi oleh shahibul
maal.
Investasi murabahah, dalam investasi ini mengharuskan
nazhir sebagai entrepreneur (pengusaha) yang membeli peralatan
dana material yang diperlukan melalui kontrak murabahah.
Pada perbankan Islam secara umum, investasi murabahah
ditentukan terlebih dulu harga membeli dan biaya terkait, serta
kesepakatan margin/mark up (keuntungan) bagi shahibul maal,
dengan demikian, diketahui harga pokok barang (modal atau
biaya yang diperlukan) serta perkiraan keuntungan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
Berdasar pembahasan di atas, Modal Dana Abadi sangat
layak dijadikan instrumen pengembangan wakaf tunai, alasannya
adalah model tersebut dapat membantu keutuhan aset, dapat
menjadi sumber pendanaan aset lain dan cakupan target menjadi
semakin luas (Farid Wadjdy dan Mursyid, 2007: 112).
Model Dompet Dhuafa Republika, perintis pengembangan
model ini adalah Lembaga Amil Zakat yang berkantor di Ciputat
Jakarta Selatan, dana wakaf yang terhimpun dari masyarakat
digunakan untuk mendirikan berbagai usaha dari peternakan
domba sampai membeli saham perusahaan pakan ikan.
Menurut nazhir wakaf lembaga tersebut, penyaluran dana
tersebut tidak menghilangkan makna wakaf, tetapi justru
berkembang karena dimanfaatkan pada sektor usaha produktif.
Hasil dari peternakan domba khusus diberikan kepada fakir
miskin untuk mengembangkan usaha peternakan, bantuan yang
diberikan tidak hanya gratis bibit domba, tetapi juga bantuan
teknologi budidaya ternak, pengawasan kesehatan, bibit pakan
dan
pemasarannya
sampai
pada
manajemen
pengelolaan
peternakan.
Hasil dari penyertaan modal pakan ikan digunakan untuk
berbagai kepentingan sosial. Misalnya membiayai Layanan
Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa Republika di
Ciputat yang setiap bulannya melayani pengobatan gratis kepada
sekitar 100 orang dhuafa dengan memakan biaya antara Rp
250.000.000 sampai dengan Rp 300.000.000 per bulan.
Selain model-model di atas, wakaf tunai juga memiliki nilai
strategis
dalam
menciptakan
pekerjaan
dan
mengurangi
pengangguran dalam kegiatan produksi yang tentunya sesuai
dengan syariah dan kemaslahatan umat.
Salah satu bentuk penyaluran dana dengan pembiayaan
to user
produktif kepada commit
usaha kecil
menengah yaitu dengan memberikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
kredit mikro melalui Kontrak Investasi Kolektif semacam
reksadana syariah.
Bentuk lain adalah dengan meneruskan program-program
wakaf masa lalu yang masih diteruskan hingga sekarang.
Misalnya PROKESRA yang didanai sumbangan perusahaan besar
yang memperoleh laba minimal 100 juta per tahun. Melalui
mekanisme simpan pinjam, PROKESRA dapat mendanai proyekproyek monumental seperti pertanian pada sawah atau palawija,
sehingga menghasilkan cadangan pakan dan lumbung bibit,
perikanan, peternakan dan perkebunan.
Pemberian Skim Kredit Mikro mempunyai nilai tresendiri
dalam pola lending pembiayaan yaitu menciptakan harapan
kemandirian bagi pengusaha kecil.
Direct investmen adalah model pemanfaatan wakaf secara
langsung, yaitu menyalurkan dana wakaf tunai langsung kepada
masyarakat melalui nazhir untuk dimanfaatkan, tanpa melalui
lembaga pengelola wakaf setelah nazhir.
Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar dalam Menuju
Era Wakaf Produktif mengemukakan bahwa untuk mendukung
keberhasilan pengembangan aspek produktif dari dana wakaf
tunai
dengan
kemitraan
usaha,
perlu
diarahkan
model
pemanfaatan dana tersebut kepada sektor usaha yang produktif
dengan lembaga usaha yang baik. Salah satu caranya adalah
membentuk dan menjalin kerja sama (networking) yang baik
dengan perusahaan modal ventura. Beberapa pertimbangan atas
pemilihan tersebut antara lain:
1. Bentuk dan mekanisme kerja modal ventura sangat sesuai
dengan model pembiayaan dalam Sistem Keuangan Islami
(untuk
mengimplementasikan
pembiayaan
mudharabah
ataupun musyarakah). Hal ini untuk melengkapi metode
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah, yang
lebih menekankan pada model pembiayaan murabahah.
2. Dana yang berasal dari wakaf tunai (melalui penerbitan
Sertifikat Wakaf Tunai) dapat digunakan untuk jangka waktu
yang relatif panjang dalam bentuk penyertaan.
3. Membangun
hubungan
yang
lebih
intensif
dan
berkesinambungan antara lembaga wakaf dan perusahaan
modal
ventura
sehingga
memungkinkan
terjaminnya
perkembangan usaha bagi kedua belah pihak. Utamanya bagi
lembaga wakaf hal ini sangat positif karena aspek income
generating dari pemanfaatan dana wakaf tunai menjadi
terjamin.
4. Aspek pengawasan penyertaan dana pada perusahaan modal
ventura menjadi lebih mudah.
Selain bekerja sama dengan perusahaan modal ventura
dalam mengelola dan mengembangkan dana wakaf, juga bisa
menempuh kerja sama dengan:
1. Lembaga perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah
lainnya sebagai pihak yang memiliki dana pinjaman. Dana
pinjaman yang akan diberikan kepada nazhir wakaf berupa
kredit dengan sistem bagi hasil setelah melalui studi
kelayakan oleh pihak bank.
2. Lembaga investasi usaha yang berbentuk badan usaha non
lembaga jasa keuangan. Lembaga ini bisa berasal dari
lembaga lain di luar lembaga wakaf, atau lembaga wakaf
lainnya yang tertarik terhadap pengembangan benda wakaf
yang dianggap strategis.
3. Investasi perseorangan yang memiliki modal cukup, modal
yang akan ditanamkan berbentuk saham kepemilikan sesuai
dengan kadar nilai yang ada. Investasi perseorangan ini bisa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
dilakukan lebih dari dari satu pihak dengan komposisi
penyahaman sesuai dengan kadar yang ditanamkan.
4. Lembaga perbankan internasional yang cukup peduli dengan
pengembangan tanah wakaf di Indonesia, seperti Islamic
Development Bank (IDB).
5. Lembaga keuangan lainnya dengan sistem pembangunan BOT
(Built, Operate and Transfer).
6. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap
pemberdayaan ekonomi umat, baik dalam atau luar negeri.
Lembaga Keuangan Syariah sebagai pengelola wakaf
adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bergerak di
bidang keuangan syariah, misalnya Lembaga Perbankan Syariah,
hal ini sesuai dengan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor
41 Tahun 2004.
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Bab II
Pasal 28 menyebutkan bahwa wakif dapat mewakafkan benda
bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang
ditunjuk oleh Menteri.
Peraturan tersebut memberi arahan pada kita bahwa kelak
pengelolaan wakaf tunai lebih banyak diserahkan pada LKS,
meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan untuk lembaga
selain LKS dipercaya oleh wakif untuk mengelola wakaf tunai.
Arahan aturan ini sangat tepat mengingat struktur LKS
sudah well established dan mempunyai sofistikasi dalam
pengelolaan asset keuangan. Misalnya perbankan syariah sebagai
manager investasi lembaga keuangan dalam operasionalnya selalu
disupervisi bukan hanya oleh otoritas moneter tetapi juga oleh
Dewan Pengawas Syariah untuk memastikan bahwa lembaga ini
patuh dengan prinsip kehati-hatian dan compliance dengan
prinsip syariah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
Menurut buku Wakaf dan Kesejahteraan Umat (Farid
Wadjdy dan Mursyid, 2007:174), sesuai syariah, struktur dasar
yang dapat dipakai untuk mengelola wakaf tunai sesuai dengan
kedudukan LKS dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 adalah mudharabah, musyarakah, bay`al-istisna dan
bay`al-salam.
Pada struktur pengelolaan dana wakaf tunai menurut
prinsip mudharabah, nazhir setelah memobilisir dana wakaf tunai
dari wakif kemudian pengelolaannya diserahkan kepada bank
syariah dengan akad bagi hasil untuk membiayai pembangunan
proyek infrastruktur misalnya rumah sakit, shoping centre, atau
universitas. Bank mendapat profit dari hasil penyaluran dana
kemudian berbagi keuntungan dengan nazhir sebagai shahibal
maal sesuai dengan nisbah yang telah disepakati.
Bentuk lain pengelolaan dana wakaf tunai adalah, wakif
secara langsung mempercayakan sejumlah uang kepada bank
syariah
dengan
akad
mudharabah
untuk
dikelola
dan
diinvestasikan.
Return dari dua bentuk mudharabah di atas oleh nazhir
lantas digunakan untuk membiayai keperluan sosial misalnya
rumah sakit gratis untuk warga tak mampu, beasiswa dan
santunan yatim piatu.
Bank syariah sebagai salah satu lembaga keuangan syariah
merupakan lembaga yang dapat menjadi pengelola dan penerbit
wakaf tunai, meskipun tidak menutup kemungkinan lembaga lain
untuk mengelola wakaf tunai. Dengan demikian, Operasionalisasi
Sertifikat Wakaf Tunai diprioritaskan untuk berada dalam
kompetensi bank syariah.
Penjabaran operasionalisasi Sertifikat Wakaf Tunai sebagai
berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
1. Bank harus menerima dan mengelola dana wakaf tunai
sebagai sumbangan syariah dan atas nama wakif.
2. Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu dan rekeningnya
harus terbuka dengan nama yang ditentukan wakif.
3. Wakif mempunyai kebebasan untuk memilih tujuan-tujuan
sebagaimana tercantum pada daftar yang sesuai identifikasi
yang telah dibuat atau tujuan lain yang diperkenankan syariah.
4. Wakaf tunai selalu menerima pendapatan dengan tingkat
tertinggi yang ditawarkan bank dari waktu ke waktu.
5. Kuantitas wakaf harus tetap utuh dan hanya keuntungannya
saja yang dibelanjakan untuk tujuan yang telah ditentukan
wakif. Bagian dari keuntungan yang tidak dibelanjakan akan
secara otomatis ditambahkan pada wakaf dan profit yang
diperoleh akan bertambah terus.
6. Wakif dapat meminta bank agar mempergunakan keseluruhan
profit yang telah diguunakan untuk tujuan-tujuan yang telah
ditentukan.
7. Wakif dapat memberikan wakaf tunai untuk sekali saja, atau
ia dapat juga menyatakan akan memberikan sejumlah wakaf
dengan cara melakukan deposit pertama kalinya sebesar ...
(ditentukan kemudian). Deposit berikutnya dapat dilakukan
sesuai kesepakatan.
8. Wakif dapat meminta bank untuk merealisasikan wakaf tunai
pada jumlah tertentu untuk dipindahkan dari rekening wakif
pada rekening pengelola wakaf.
9. Atas setoran wakaf tunai harus diberikan tanda terima dan
setelah jumlah wakaf tersebut mencapai jumlah yang
ditentukan, barulah diterbitkan sertifikat.
10. Prinsip dan dasar aturan syariah wakaf tunai dapat ditinjau
kembali dan dapat berubah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
Pada buku Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia
yang diterbitkan oleh Proyek Pengembangan dan Wakaf Dirjen
Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, dikemukakan bahwa
seseorang dapat membeli Sertifikat Wakaf Tunai untuk diri
sendiri, orang tua, ahli waris, suami/istri, tetangga, saudara
kandung, peningkatan standar hidup orang miskin, rehabilitasi
orang cacat, peningkatan standar hidup penduduk hunian kumuh,
membantu pendidikan anak yatim piatu, beasiswa, pengembangan
pendidikan modern, pengembangan sekolah, madrasah, kursus,
akademi dan universitas, mendanai riset, membantu pendidikan
keperawatan, riset penyakit tertentu dan membangun pusat riset,
mendirikan rumah sakit dan bank darah, membantu program riset,
pengembangan dan pendidikan untuk menghormati jasa para
pendahulu, menyelesaikan masalah-masalah sosial non-muslim,
membantu proyek-proyek penciptaan kerja penting dalam rangka
menghapus kemiskinan dan hal-hal lain yang diperbolehkan
syariah.
Bentuk pengelolaan dana wakaf yang sudah terkumpul
melalui Sertifikat Wakaf Tunai dikelola dengan kerja sama
lembaga nazhir, perbankan syariah, dan lembaga pengelola lain
yang memungkinkan.
SIBL (Social Investmen Bank Limited), merupakan
perbankan tiga sektor yang unik di luar sistem perbankan
konvensional, beroperasi bersama-sama untuk menghapuskan
kemiskinan. Kegiatan bank ini dilakukan melalui 3 sektor yaitu
formal, non formal dan voluntary atau sektor pemerintah, swasta
dan voluntary.
Disebut demikian karena pengembangan harta melalui
wakaf tidak didasarkan pada target pencapaian keuntungan bagi
pemodal semata, baik pemerintah maupun swasta, tetapi lebih
commit
to user (birr), kebaikan (ihsan) dan kerja
didasarkan pada unsur
kebajikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
sama karena agama menjanjikan pahala yang abadi bagi wakif
selama aset masih bermanfaat bagi kepentingan masyarakat.
Proses operasi Pasar Modal Sosial sektor voluntary,
pengenalan sertifikat wakaf tunai merupakan yang pertama
kalinya dalam sejarah perbankan. Sertifikat Wakaf Tunai ini
dimaksudkan sebagai instrumen pemberdayaan keluarga kaya
dalam memupuk investasi sosial sekaligus kesejahteraan sosial.
Selain memberikan porsi yang cukup kepada perbankan
syariah untuk mengelola dana wakaf melalui jalan investasi,
lembaga swasta lain yang memiliki kredibilitas baik dalam
pengelolaan investasi sesuai konsep syariat Islam harus juga diberi
kesempatan mengelola wakaf tunai.
Penanganan harta wakaf tidak bergerak di tanah air masih
sangat tradisional sehingga lebih dapat dikatakan konsumtif. Pada
waktu yang lampau, perubahan dan pengurusan tanah wakaf dapat
dilakukan secara sepihak oleh nazhirnya. Hal ini disebabkan
adanya berbagai bentuk perwakafan (misalnya wakaf keluarga) dan
tidak adanya keharusan untuk mendaftarkan harta diwakafkan
sebagai badan hukum.
Nilai dan penggunaan tanah semakin meningkat di kondisi
sekarang ini, maka tanah wakaf yang tidak memiliki surat-surat
dan tidak jelas secara hukum, sering mengundang kerawanan dan
peluang terjadinya penyimpangan dan hakikat dari tujuan
perwakafan sesuai dengan ajaran agama.
Sebagai upaya melengkapi sarana hukum, maka pemerintah
sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah Milik, dalam Pasal 9 disebutkan bahwa
wakaf harus dilakukan secara tertulis, tidak cukup hanya dengan
ikrar lisan saja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
Tujuannya adalah untuk memperoleh bukti otentik,
misalnya untuk kelengkapan dokumen pendaftaran tanah wakaf
pada Kantor Agraria maupun sebagai bukti hukum apabila timbul
sengketa di kemudian hari tentang benda yang diwakafkan.
Upaya sertifikasi tanah wakaf sampai saat ini masih terus
dilakukan oleh Departemen Agama agar memiliki status hukum
yang jelas dan apabila ada penyimpangan dapat dituntut sesuai
dengan status hukum yang berlaku.
Secara teknis, proses sertifikasi tanah wakaf memerlukan
keteguhan nazhir dan biaya tidak sedikit sehingga diperlukan peran
semua pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi tanah-tanah
wakaf, khususnya peran Badan Pertanahan
Nasional dan
Pemerintah Daerah dalam pengurusannya.
Peran BPN sangat signifikan dalam usaha memudahkan
proses pembuatan sertifikat tanah, sedangkan peran Pemda sangat
dibutuhkan
dalam
menanggulangi
pembiayaan
sertifikasi,
pengelolaan, pemberdayaan dan pengembangan tanah-tanah wakaf
yang ada.
Sebelum pemberdayaan tanah wakaf dilakukan, ada
beberapa hal penting yang harus terlebih dahulu diperhatikan yaitu
pendataan, planning, potensi, prinsip manajemen dan penelitian.
Pendataan atau inventarisasi tanah wakaf berisi informasi
Tentang luas tanah, lokasi tanah, peruntukan tanah, nazhir tanah
wakaf dan hal lain yang relevan.
Penyusunan planning atau perencanaan jangka pendek,
menengah dan panjang. Perencanaan terkait dengan sejumlah
program kerja bidang sosial dalam arti luas, sehingga dapat
diperoleh gambaran berapa dana yang mungkin diperlukan dan
dihasilkan melalui pendayagunaan atau pemanfaatan tanah wakaf
secara produktif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
Potensi yang ada pada tanah wakaf perlu diperhatikan,
sehingga dapat ditentukan prioritas penggunaannya. Apabila
diketahui manfaatnya yang tepat, tanah tersebut akan memberikan
nilai tambah bagi lembaga pengelola wakaf itu sendiri.
Mengenai prinsip manajemen, maka sebaiknya yang
dijadikan pedoman adalah prinsip manajemen kontemporer yang
sesuai dengan ajaran Islam, artinya tanah wakaf itu harus dikelola
secara profesional dan amanah oleh manajer yang profesional pula.
Penelitian yang dimaksud di sini adalah kita perlu
melakukan penelitian atau survei terhadap segi-segi yang relevan
dengan wakaf, pengalaman mengenai wakaf dan perbandingan
tentang wakaf di negara-negara lain.
Setelah unsur-unsur di atas dapat dipenuhi, maka langkah
selanjutnya adalah kajian yang matang tentang persiapan
pemberdayaan wakaf.
Contoh pemberdayaan wakaf produktif, yaitu, di sekitar
kita banyak tanah wakaf yang di atasnya dibangun masjid, mushola
atau madrasah dengan menyisakan beberapa meter tanah kosong.
Nazhir tidak mempertimbangkan kondisi strategi di sekitarnya,
sehingga justru menimbulkan beban biaya bagi nazhir misalnya
untuk biaya listrik, air, perbaikan dan perawatan sarana dan
prasarananya.
Akibatnya nazhir mencari pembiayaan dari sumber lain
dengan cara mengedarkan kotak amal di jalan, toko-toko, SPBU
dan lain-lain yang dapat mengganggu banyak orang dan bahkan
merusak citra Islam secara umum. Oleh karena itu, sudah saatnya
nazhir wakaf memberdayakan tanah wakaf bernilai ekonomis
tinggi.
Ada beberapa nazhir yang memiliki visi prospektif lantas
memugar bangunan wakaf lama tersebut, lantas membangunnya
commit to user
kembali dengan menjadikan
gedung bertingkat misalnya 3 lantai,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
lantai pertama untuk masjid, lantai kedua untuk tempat resepsi atau
pertemuan, sedangkan lantai ketiga digunakan untuk kantor.
Farid Wadjdy dan Mursyid dalam buku Wakaf dan
Kesejahteraan
Umat
memberikan
gambaran
mengenai
pemberdayaan tanah wakaf secara produktif yang berhasil
dilaksanakan dengan baik oleh 2 lembaga di Indonesia yaitu Badan
Wakaf Pondok Modern Gontor Ponorogo dan Badan Wakaf
Universitas Islam Indonesia.
1. Badan Wakaf Pondok Modern Gontor Ponorogo
Sebagian besar tanah pertanian Pondok Modern Gontor
Ponorogo dikelola secara produktif dengan usaha pertanian,
perkebunan, percetakan, retail, apotek, wartel, penggilingan
padi, toserba dan usaha lainnya. Hasilnya untuk pengelolaan
pendidikan, kaderisasi, penyediaan sumber dana mandiri
sehingga pondok tersebut tidak hanya berkembang kualitasnya
namun juga kualitasnya.
2. Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia
Tanah wakaf ini dulunya terletak di Jakarta, lantas dipindah ke
Yogyakarta. BWUII sebelumnya mengelola sebuah universitas
yaitu UII dan sampai sekarang ini berhasil berkembang
menjadi 1 buah SMU, 1 universitas dengan 7 fakultas strata 1
ditambah program D3, program internasional, 4 Magister dan 2
program Doktor.
Menurut Mundzir Kahf sebagaimana dikutip oleh Karnaen
Perwataatmaja, gagasan untuk menyisihkan sebagian pendapatan
wakaf untuk mengembangkan harta wakaf atau meningkatkan
modal harta wakaf dibedakan secara tradisional dan institusional.
Model pembiayaan Islami wakaf secara tradisional antara lain:
1. Pembiayaan
wakaf
dengan
menciptakan
wakaf
Contohnya: perluasan Masjid Nabawi di Madinah.
commit to user
baru.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
2. Pinjaman untuk pembiayaan kebutuhan operasional harta
wakaf. Syarat yang harus dipenuhi adalah adanya ijin dari
pengawas.
3. Penukaran pengganti (subtitusi) harta wakaf. Maksudnya
adalah pertukaran harta wakaf satu dengan yang lain tanpa
perubahan peruntukanyang ditetapkan wakif. Secara subsitusi,
ini tidak meningkatkan harta wakaf dalam kondisi pasar
normal, minimal pendapatan atau pelayanan yang diperoleh
adalah peningkatan pelayanan. Contoh: penukaran bangunan
gedung sekolah di wilayah jarang penduduk dengan gedung
sekolah yang berada di wilayah padat penduduk.
4. Model pembiayaan Hukr, yaitu sewa berjangka panjang dengan
lump sum pembayaran di muka yang besar. Model pembiayaan
ini diciptakan oleh fuqaha untuk menyiasati larangan menjual
harta wakaf. Contoh: nazhir dapat menjual hak sewa suatu
bangunan untuk jangka tertentu dalam waktu tertentu daripada
menjual bangunan dan tanah wakafnya.
5. Model pembiyaan ijaratain (sewa dengan dua kali pembayaran.
Model ini menghasilkan dua pembayaran yaitu uang muka
yang besar untuk merekonstruksikan harta wakaf dan sewa
tahunan periodik selama masa sewa.
Model
pembiayaan
semakin
berkembang,
tetapi
pembiayaan yang dipakai umat muslim hendaknya tetap berdasar
prinsip islami yaitu prinsip bagi hasil/resiko, jual beli dan sewa.
Model pembiayaan baru wakaf produktif secara institusional
tersebut terdiri dari:
1. Model pembiayaan murabahah adalah nazhir mengambil
sebagai pengusaha yang mengadakan pembelian material
melalui surat kontrak murabahah dan pembiayaannya datang
dari suatu Bank Syariah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
2. Model
pembiayaan
pengembangan
harta
istisna
adalah
nazhir
memesan
wakaf
melalui
lembaga
syariah.
Kemudian lembaga syariah tersebut mengadakan kerja sama
dengan pihak lain guna mencapai target pengelolaan wakaf
yang sudah ditentukan.
3. Model ijarah adalah nazhir tetap memegang kendali penuh atas
manajemen proyek, penyedia dana hanya diperkenankan
mengolah mauquf (harta yang diwakafkan), kemudian nazhir
mengelola manajemennya secara penuh dan membayar modal
serta keuntungan kepada penyedia dana. Setelah itu, penyedia
dana tidak diperbolehkan lagi intervensi terhadap mauquf.
4. Model
mudharabah
(pengusaha)
dan
adalah
menerima
nazhir
dana
sebagai
likuid
mudharib
dari
lembaga
pembiayaan, manajemen berda di tangan nazhir, tingkat bagi
hasi ditutup sedemikian rupa sesuai kesepakatan sehingga
menutup biaya manajemen dan biaya penggunaan tanah.
Contoh: nazhir menerima dana dari Bank Syariah untuk
mendirikan bangunan gedung di atas tanah wakaf.
5. Model pembiayaan berbagai kepemilikan adalah apabila dua
pihak (nazhir dan pemilik dana) secara bebas saling memiliki
dua benda yang terkait, misalnya masing-masing pihak
memiliki separuh dari tanah yang digunakan untuk perkebunan.
Operasionalisasi
formalnya
adalah:
nazhir
mengijinkan
lembaga pembiayaan untuk mendirikan sebuah gedung di atas
tanah wakaf. Penentuan bagi hasil jelas dan ada tambahan
prosentase bagi pengelola usaha tersebut.
6. Model bagi hasil adalah nazhir menyediakan tanah wakaf dan
gedungnya sedangkan lembaga pembiayaan yang menyediakan
biaya operasional dan manajemen.
7. Model sewa berjangka panjang dan Hukr adalah manajemen
commit
to user
berada di tangan
lembaga
pembiayaan dan lembaga tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
menyewa harta wakaf di waktu yang lama. Lembaga membayar
sewa periodik kepada nazhir, menanggung manajemen dan
tanggung jawab konstruksi.
Sub model Hukr menambah suatu ketentuan di mana lembaga
pembiayaan membayar lump sum tunai sebagai tambahan dan
sewa periodik.
Memanfaatkan benda wakaf berarti menggunakan benda
wakaf tersebut, sedang benda pokoknya tidak boleh dijual,
dihibahkan dan diwariskan. Ini sesuai dengan Pasal 40 UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Ketika benda wakaf itu sudah tidak ada manfaatnya, atau
kurang memberi manfaat banyak, atau demi kepentingan umum
harus dilakukan perubahan dan pengalihan atas benda wakaf
tersebut, seperti menjual, mengubah sifat, memindahkan ke tempat
lain atau menukar dengan benda lain, maka hal tersebut terpaksa
harus dilakukan agar pengelolaan wakaf dapat optimal dan
memberi manfaat.
Ulama Syafii dan Maliki berpendapat bahwa benda wakaf
tersebut tetap tidak dapat diubah dengan cara dijual atau ditukar. Di
lain pihak, Imam Hambal, Abu Tsaur dan Ibnu Taimiyah
berpendapat bahwa benda wakaf yang sudah tidak berfungsi atau
kurang berfungsi sehingga tidak sesuai lagi dengan peruntukan
wakaf tentu tidak lagi menjadi mauquf (benda yang diwakafkan)
sehingga boleh dijual, diubah, diganti atau dipindahkan agar tetap
bisa berfungsi dan mendatangkan maslahat bagi umat sehingga
tidak mubazir.
Dalil atau argumentasi yang digunakan Imam Ahmad
adalah ketika Umar bin Khatab ra memindahkan Masjid Kufah
yang lama dan dijadikan pasar bagi penjual-penjual kurma.
user dengan bangunan masjid yang
Kemudian masjid commit
tersebuttodiganti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
baru, lebih luas dan lebih bagus. Masjid Nabawi juga mengalami
perubahan, dahulu hanya terbuat dari batu, tanah dan pelepah
kurma, sekarang sudah menjadi masjid yang sangat megah dan
dikunjungi serta digunakan orang dari seluruh dunia (Tanya Jawab
Wakaf, Diektorat Jenderal Bimas Islam Direktorat Pemberdayaan
Wakaf, 2008).
Ibnu Taimiyah membolehkan atau mengalihkan wakaf
dengan dua syarat yaitu karena kebutuhan mendesak dan
penggantian karena kepentingan atau maslahat yang lebih kuat.
Pertama, karena kebutuhan mendesak, misalnya kuda yang
diwakafkan untuk perang. Bila kuda tersebut tidak mungkin
dimanfaatkan untuk perang bisa dijual dan harganya bisa
digunakan untuk membeli apa-apa yang dapat menggantikannya.
Hal ini diperbolehkan karena tetap memenuhi pokok/tujuan wakaf.
Kedua, penggantian karena kepentingan atau maslahat yang lebih
kuat. Apabila masjid sudah rusak dan tak dapat digunakan oleh
kaum muslimin setempat, maka dapat dirobohkan dan bahannya
dijual untuk membangun masjid yang baru sehingga kaumnya
dapat
mempergunakan
dan
memakmurkan
masjid
dengan
maksimal. Ibnu Qudamah juga menashkan demikian.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2004 tentang Wakaf juga mengatur tentang perubahan harta benda
wakaf yang sudah dianggap tidak atau kurang berfungsi
sebagaimana maksud wakaf itu sendiri yaitu pada Bab IV Pasal 40
dan 41. Pasal 40 yang mengemukakan bahwa harta benda yang
sudah diwakafkan dilarang untuk dijadikan jaminan, disita,
dihibahkan, dijual, ditukar ataupun dialihkan dalam bentuk
pengalihan jaminan hak lainnya.
Namun penyimpangan dari ketentuan Pasal 40 huruf f
dimungkinkan oleh Pasal 41 manakala harta benda wakaf yang
commit
to user umum sesuai dengan Rencana
telah digunakan untuk
kepentingan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
Umum Tata Ruang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan sesuai dengan syariah, memperoleh ijin tertulis
dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
Berdasar alasan tersebut, perubahan dan atau pengalihan
benda wakaf pada prinsipnya bisa dilakukan selama memenuhi
syarat di atas dan dengan mengajukan alasan sebagaimana yang
telah ditentukan oleh undang-undang yang berlaku. Ketatnya
prosedur perubahan dan pengalihan harta benda wakaf bertujuan
untuk meminimalisir penyimpangan peruntukan dan menjaga
keutuhan harta wakaf agar tidak terjadi tindakan-tindakan yang
merugikan eksistensi wakaf itu sendiri. Sehingga wakaf tetap
menjadi alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan umat.
Penyelesaian sengketa dalam bidang perwakafan tidak jauh
berbeda dengan sengketa bidang lain. Ketentuan mengenai
penyelesaian sengketa perwakafan diatur dalam Bab VII Pasal 62
ayat (1) dan (2) Undang-Undang Wakaf. Penyelesaian sengketa
perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat, apabila tidak berhasil, maka dapat diselesaikan melalui
mediasi, arbitrase atau pengadilan.
Penjelasan pasal tersebut memuat penyelesaian sengketa
melalui bantuan mediator yang disepakati para pihak, apabila tidak
terselesaikan dengan mediasi, maka sengketa terebut dapat dibawa
ke badan arbitrase syariah, apabila tetap tidak berhasil maka
dibawa ke pengadilan agama dan atau mahkamah syar`iyah.
B. Peran Badan Wakaf Indonesia (BWI)
sebagai Lembaga yang Berkompeten dalam Pengelolaan Wakaf
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Salah satu yang menarik dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 adalah berdirinya kelembagaan
Badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
menjadi salah satu tujuan dari lahirnya UU Wakaf. Melalui badan ini
diharapkan perwakafan di Indonesia mampu berkembang lebih baik,
terutama dalam melakukan pembinaan, pengawasan nadzir serta
pengelolaan wakaf itu sendiri.
Untuk mengelola wakaf produktif di Indonesia, yang pertamatama harus dilakukan adalah pembentukan suatu badan atau lembaga
khusus pengelola wakaf dan bersifat nasional. Lembaga ini lantas disebut
Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Keberadaan BWI tidak lagi hanya merupakan cita-cita belaka,
tetapi telah menjadi tuntutan untuk ada sebagaimana dituangkan dalam
ketetutuan berikut senagai landasan hukum bagi pembentukan BWI:
1. Undang–Undang RI Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Bab VI
mengenai kedudukan dan tugas BWI pada Pasal 47.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf.
3. Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor: 08/BWI/XII/2007 tentang
Tata Kerja Badan Wakaf Indonesia.
Sebuah lembaga yang didukung dengan landasan hukum yang
kuat dalam pendiriannya akan memberikan arah yang jelas dalam
menjalankan fungsi dan peranannya.
Badan Wakaf Indonesia diberi tugas untuk mengembangkan
wakaf
secara
produktif
sehingga
wakaf
dapat
berfungsi
untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Badan Wakaf Indonesia secara
organisatoris harus bersifat independen. Pemerintah dalam hal ini bersikap
sebagai fasilisator.
Tugas utama BWI adalah memberdayakan wakaf secara produktif
yang pada prinsipnya yaitu mengelola seluruh harta wakaf yang ada.
Namun selama ini harta wakaf di Indonesia berupa tanah milik yang
masing-masing sudah ada nazhirnya dan pembinaannya juga telah
commit
to user
dilakukan oleh Departemen
Agama
setempat sehingga BWI cukup hanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
membantu memberdayakan tanah tersebut dengan cara membuat
kebijakan-kebijakan yang mengarah pada peningkatan kemampuan nazhir
wakaf sehingga dapat mengelola wakaf yang menjadi tanggungjawabnya.
Untuk itu, tugas BWI hanya mengelola benda wakaf bergerak dan
wakaf tunai yang dikembangkan melalui lembaga terkait dan wakaf tunai
dikembangkan melalui Lembaga Keuangan Syariah.
Selain hal tersebut, BWI juga bertugas:
1. Merumuskan kembali fikih wakaf baru di Indonesia, khususnya
merumuskan barang-barang yang dapat diwakafkan (mauquf) dan
nazhir wakaf.
2. Membuat kebijakan dan strategi pengelolaan wakaf produktif,
mensosialisasikan bolehnya benda bergerak dan sertifikat tunai pada
masyarakat.
3. Membantu sosialisasi dan pelaksanaan Undang-undang Wakaf.
4. BWI mengelola wakaf dengan menjalin kerja sama dengan lembaga
lain terutama lembaga syariah perbankan.
Adanya BWI yang berkedudukan di Jakarta sebagai pusat
komando, maka pengelolaan wakaf telah memiliki garis struktural yang
jelas. Dalam Pasal 47 ayat (1) disebutkan bahwa dalam rangka
memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional, dibentuk Badan
Wakaf Indonesia. Ayat (2) menyebut bahwa Badan Wakaf Indonesia
merupakan lembaga independen dalam melaksanakan tugasnya. Mengenai
kedudukan Badan Wakaf Indonesia diatur dalam Pasal 48 yang
menyebutkan bahwa Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di
Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan. Adapun
mengenai tugas Badan Wakaf Indonesia diatur dalam Pasal 49 ayat (1)
bahwa Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang sebagai
berikut :
1. Melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan
to user
mengembangkan hartacommit
benda wakaf.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
2. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
berskala nasional dan internasional.
3. Memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan
status harta benda wakaf.
4. Memberhentikan dan mengganti Nazhir.
5. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.
6. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam
menyusun kebijakan di bidang perwakafan.
Ayat
(2)
disebutkan
bahwa
dalam
melaksanakan
tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan Wakaf Indonesia dapat
bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah,
organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang
dipandang perlu. Kemudian lebih lanjut dalam Pasal 51 ayat (1)
disebutkan bahwa: Badan Wakaf Indonesia terdiri atas Badan Pelaksana
dan Dewan Pertimbangan. Pada ayat (2) pasal yang sama disebutkan pula
bahwa Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
unsur pelaksana tugas Badan Wakaf Indonesia. Sedangkan ayat (3)
menyebutkan bahwa Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan unsur pengawas pelaksanaan tugas Badan Wakaf
Indonesia.
Menurut Pasal 52 ayat (1) Badan Pelaksana dan Dewan
Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51, masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua dan 2 (dua)
orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota. Sedangkan
pada Pasal 52 ayat (2) Susunan keanggotaan masing-masing Badan
Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh para anggota. Jumlah anggota
Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 (dua puluh) orang
dan paling banyak 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur
masyarakat (Pasal 53).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
Tentang Dewan pertimbangan dan Badan Pelaksana dijelaskan
lebih
rinci
dalam
08/BWI/XII/2007
Peraturan
Tentang
Tata
Badan
Wakaf
Kerja
Badan
Indonesia
Wakaf
Nomor:
Indonesia.
Sebagaimana diterangkan dalam Pasal 8 Dewan Pertimbangan memiliki
tugas dan fungsi:
1.
Memberi pendapat, pertimbangan dan nasihat, serta bimbingan
kepada Badan.
2.
Pelaksana
untuk
melaksanakan
tugas-tugas
organisasi
secara
konsultatif baik lisan maupun tertulis.
3.
Dewan Pertimbangan memiliki peran aktif dan fungsional dalam
menyusun
kebijakan
nasional
dan
kebijaksanaan
umum
pengembangan wakaf di Indonesia.
4.
Dewan Pertimbangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
bersifat kolektif kolegial.
Kemudian tentang Badan Pelaksana sendiri diterangkan dalam
Pasal 10, Ketua Badan Pelaksana memiliki tugas dan fungsi:
1. Memimpin BWI sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
2.
Menyiapkan
kebijakan
nasional
dan
kebijakan
umum
yang
berhubungan dengan pengembangan wakaf di Indonesia.
3.
Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas yang menjadi
tanggung jawabnya.
4.
Membina dan melaksanakan kerjasama dengan instansi dan organisasi
lain.
5.
Menandatangani setiap nota kesepakatan, surat keputusan dan suratsurat penting lainnya bersama-sama sekretaris dan/atau bendahara.
6.
Merealisasikan program-program organisasi untuk melaksanakan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan
peraturan perundangan lainnya , serta program kerja BWI.
7.
Menentukan dan memegang kebijakan umum keuangan organisasi
commit
to user
bersama sekretaris dan
bendahara.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95
8.
Mengangkat dan memberhentikan perangkat-perangkat organisasi
yang dianggap perlu melalui keputusan rapat lengkap.
9.
Ketua dapat mendelegasikan tugasnya kepada wakil ketua yang sesuai
dengan bidangnya, apabila berhalangan.
Lebih lanjut dalam Pasal 11 Wakil Ketua I memiliki tugas dan
fungsi:
1.
Membantu Ketua menjalankan tugas dan fungsinya.
2.
Mewakili tugas dan kedudukan Ketua jika Ketua berhalangan.
3.
Mengkoordinir
Divisi
Kelembagaan,
Divisi
Pengelolaan
dan
Pengembangan Wakaf dan Divisi Penelitian.
4.
Merumuskan kebijakan organisasi menyangkut divisi yang berada di
bawah koordinasinya.
Sedangkan Pasal 12 mengatur tentang tugas dan fungsi Wakil
Ketua II, yaitu:
1.
Membantu Ketua menjalankan tugas dan fungsinya.
2.
Mewakili tugas dan kedudukan Ketua jika Ketua berhalangan.
3.
Mengkoordinir Divisi Hubungan Masyarakat dan Divisi Pembinaan
Nazhir.
4.
Merumuskan kebijakan organisasi menyangkut divisi yang berada di
bawah koordinasinya.
Dalam
tataran
aplikatifnya,
Badan
Pelaksana
keberadaan
terepresentasikan dalam divisi-divisi dengan tugas dan peranannya sendiri.
Divisi ini terbagi dalam 5 divisi, yaitu:
1. Divisi Pembinaan Nazhir, memiliki tugas dan fungsi:
a. Membantu tugas-tugas Badan Pelaksana;
b. Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Badan Pelaksana;
c. Melakukan
pembinaan
Nazhir
dalam
mengelola
dan
mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peraturan
perundangan yangcommit
berlaku;to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96
d. Menyusun Pedoman Pembinaan Nazhir;
e. Memberi kajian untuk meberhentikan dan mengganti Nazhir
setelah mendapat persetujuan Badan Pelaksana.
2. Divisi Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf, memiliki tugas dan
fungsi:
a. Membantu tugas-tugas Badan Pelaksana
b. Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Badan Pelaksana;
c. Menyusun Pedoman Pengelolaan harta Benda Wakaf;
d. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
berskala nasional dan internasional sesuai peraturan perundangan
yang berlaku;
3. Divisi Hubungan Masyarakat, memiliki tugas dan fungsi:
a. Membantu tugas-tugas Badan Pelaksana
b. Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Badan Pelaksana;
c. Melaksanakan sosialisasi program perwakafan dan komunikasi
program.
4. Divisi Kelembagaan, memiliki tugas dan fungsi:
a. Membantu tugas-tugas Badan Pelaksana
b. Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Badan Pelaksana;
c. Memberi masukan untuk rekomendasi perubahan peruntukan dan
status harta benda wakaf kepada Badan Pelaksana;
d. Membuat kajian aspek kelembagaan dalam masalah perwakafan
sesuai peraturan perundangan yang berlaku;
e. Menyusun pedoman tata hubungan kelembagaan BWI dengan
lembaga eksternal.
5. Divisi Penelitian dan Pengembangan, memiliki tugas dan fungsi:
a. Membantu tugas-tugas Badan Pelaksana
b. Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Badan Pelaksana;
c. Menyusun database perwakafan di Indonesia;
Melakukan
penelitian dan pengembangan dalam rangka
to user
menyusun dan commit
memberi
saran serta pertimbangan dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97
penyusunan kebijakan di bidang sosial ekonomi dan perwakafan
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Bab VIII Undang-Undang Republik Indonesia tentang Wakaf
Pasal 63 menyatakan bahwa dalam pengelolaan wakaf terdapat unsur
pembinaan dan
pengawasan.
Lembaga
yang berhak
melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakaf adalah
Menteri. Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan untuk tujuan
dan fungsi wakaf. Pasal 64 menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi
pembinaannya, Menteri mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia dan
memperhatikan saran dan pertimbangan dari Majelis Ulama Indonesia
serta bekerjasama dengan organisasi masyarakat, para ahli, badan
internasional dan pihak lain yang dipandang perlu.
Untuk menjalankan fungsi pengawasannya, Menteri dapat
menggunakan jasa dari akuntan publik sesuai dengan Pasal 65. Akuntansi
bukanlah ilmu baru dalam kehidupan umat manusia karena sudah ada dan
digunakan sejak 8000 tahun sebelum Masehi. Bahkan akuntansi juga
ditegaskan dalam Al Quran Surat Al Baqarah: 282.
Buku
Pedoman
Pengelolaan
dan
Pengembangan
Wakaf
menyatakan masyarakat yang mengalami kemajuan di bidang kehidupan
sosialnya juga cenderung memiliki kemajuan secara relatif di bidang
akuntansinya. Pada awalnya, akuntansi lebih diwarnai dan relatif terbatas
pada
aspek
pertanggungjawaban
belaka.
Namun
dalam
perkembangannya, akuntansi mengalami tranformasi sebagai salah satu
sumber informasi dalam pengambilan keputusan bisnis.
Berdasarkan tujuan dasar dan pola operasi sebuah entitas,
akuntansi dapat dipilah menjadi 2, yakni akuntansi untuk organisasi yang
bermotifkan mencari laba (profit oriented organization) dan akuntansi
untuk organisasi nirlaba (non profit oriented organization).
Bentuk yang pertama diwakili oleh perusahaan komersial, baik
yang bersifat menjual jasa, perdagangan, manufaktur dan masih banyak
commitdiwakili
to user oleh organisasi pemerintahan di
lagi. Sedangkan bentuk kedua
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
segala tingkatan (kabupaten, propinsi, pusat dan selanjutnya), lembaga
pendidikan
pada
umumnya,
organisasi
massa,
organisasi
sosial
kemasyarakatan, termasuk yayasan yang mengelola kekayaan wakaf. Ada
sejumlah perbedaan mendasar antara akuntansi entitas golongan pertama
dan golongan kedua, kendati secara teknis ada beberapa kesamaan.
Selain akuntansi, aspek auditing juga diperlukan dalam fungsi
pengawasan wakaf. Hal ini tercantum dalam Bab VI bagian ketujuh
mengenai pertanggungjawaban yang terdapat pada Pasal 61 yang
menyatakan bahwa pertanggungjawaban pelaksanaan BWI dilakukan
melalui laporan tahunan yang diaudit oleh lembaga audit independen dan
disampaikan kepada Menteri. Hasil laporan audit tersebut juga harus
dimumkan kepada masyarakat.
Auditing dalam bahasa Indonesia sering diartikan sebagai
pemeriksaan, padahal secara harfiah sebenarnya yang dimaksud auditing
adalah ketika pihak tertentu melaporkan secara terbuka tugas atau amanah
yang diberikan padanya dan pihak yang diberikan amanah mendengarkan.
Sebagaimana
halnya
akuntansi,
auditing
juga
mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan ini meliputi tujuan,
ruang lingkup serta teknik dan prosedurnya.
Dalam konteks lembaga wakaf, peran dan fungsi akuntansi dan
auditing merupakan alat yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan
wakaf. Secara umum, lembaga wakaf dibentuk atau didirikan untuk
mengelola sejumlah kekayaan wakaf, agar manfaat maksimal dapat
dikelola untuk meningkatkan kesejahteraan umat.
Melihat konteksnya, bentuk entitas ini disebut akuntansi dana,
sesuai akuntansi konvensional yang relatif sederhana untuk dipelajari dan
diterapkan. Namun bila pemikiran pemberdayaan wakaf lebih mengarah
pada bentuk entitas-entitas yang bersifat komersial, maka sekali lagi
dengan merujuk pola akuntansi konvensional, maka dapat dipakai bentuk
akuntansi komersial dengan tetap merujuk pada segi syariah. Hal ini juga
commit
to user
harus diterapkan pada proses
auditingnya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
Sebagai konsekuensi dari lahir dan semakin berkembangnya
berbagai lembaga keuangan dan ekonomi Islam termasuk lembaga wakaf,
sudah saatnya disegerakan lahirnya sebuah standar akuntansi yang lebih
Islami, seperti apa yang sudah dilakukan lembaga perbankan syariah
(Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, Direktorat Jenderal
Bimibingan Masyarakat Islam dan Haji, Departemen Agama, 2003 hal
93-96).
Secara kelembagaan, BWI mempunyai peran yang sangat luas,
tidak hanya sebagai pengawas tetapi juga sebagai pembina sekaligus
pengelola. Pada
wilayah dimana BWI berada yaitu Jakarta, BWI
dimungkinan untuk bisa menjalankan ketiga peran tersebut. Tetapi jika
kita berada dalam wilayah nasional akan susah untuk membayangkan
BWI bisa menjalankan ketiga peran tersebut, kemungkinannya adalah
hanya pengawasan dan pembinaan terhadap pengelola wakaf dan
melakukan hal yang bersifat regulatif. Karena itu, untuk membantu
kelancaran, efisiensi dan optimalisasi pelaksanaan tugas, BWI perlu
membentuk perwakilan di daerah, yaitu di tingkat Provinsi dan Kabupaten
atau Kota.
Pengurus wakaf dalam literatur fiqh disebut dengan nazhir atau
mutawalli. Sesuai dengan Pasal 49 ayat (1), dikemukakan bahwa BWI
melakukan
pembinaan
terhadap
Nazhir
mengembangkan harta benda wakaf,
dalam
mengelola
dan
hal ini berarti bahwa Undang-
undang telah mengatur peranan nazhir yaitu sebagai sumber daya insani
pengelola wakaf.
Dalam Pasal 1 Bab 1 poin 4 Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 tentang Wakaf, nazhir adalah pihak yang menerima harta wakaf
untuk dikelola dan dikembangkan sesuai peruntukannya. Pasal 9 bahkan
telah mengakomodir nazhir tidak hanya berupa nazhir perseorangan, tapi
juga nazhir organisasi dan nazhir badan hukum. Pada peraturan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100
sebelumnya, yaitu KHI dan PP Nomor 28 Tahun 1977, nazhir organisasi
tidak dikenal.
Beberapa literatur fiqh klasik maupun kontemporer, pada
umumnya menyebutkan rukun wakaf hanya ada 4, yaitu wakif, barang
yang diwakafkan (mauquf), tujuan wakaf, dan sighat wakaf.
Berdasar pendapat ulama-ulama di atas, nazhir tidak harus orang
lain atau kelompok orang lain tertentu, melainkan wakif sendiri boleh jadi
nazhir. Mencermati pengertian nazhir, baik secara terminologi maupun
etimologi, maka profesi nazhir haruslah profesional. Berikut karakteristik
pekerja yang dapat dikatakan profesional sebagaimana yang dikemukakan
oleh Farid Wadjdy dan Mursyid dalam buku Wakaf untuk Kesejahteraan
Umat:
1. Adanya keahlian atau ketrampilan khusus untuk dapat menjalankan
sebuah pekerjaan dengan baik.
2. Adanya komitmen moral yang tinggi untuk bekerja sesuai kode etik
profesi. Sasaran kode etik yaitu untuk melindungi masyarakat dari
kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik disengaja atau tidak oleh
kaum yang mengaku profesional serta melindungi profesi tertentu dari
perilaku bobrok orang yang mengaku dirinya profesional.
3. Biasanya orang profesional adalah orang yang hidup dari profesinya
dan dibayar dengan gaji sebagai konsekuensi mengerahkan seluruh
tenaga, pikiran, kemampuan dan keahlian.
4.
Profesional lebih mengutamakan kepentingan masyarakat daripada
kepentingan pribadinya.
5. Profesional biasanya memiliki memiliki ijin khusus untuk menjalankan
profesinya.
6. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Misalnya IDI (Ikatan Dokter Indonesia) untuk dokter.
Nazhir juga diisyaratkan sebagai profesi yang menjanjikan hidup,
sehingga layak kalau skill, tenaga, keahlian dan pemikiran dihargai
commitsehingga
to user pekerjaan nazhir merupakan
dengan angka-angka tertentu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101
profesi bagi anak-anak bangsa yang terpilih layaknya penerimaan CPNS.
Dengan adanya nazhir diharapkan tidak ada lagi tanah-tanah wakaf yang
tidak terurus bahkan hilang dan dikuasai oleh orang-orang yang
mengambil keuntungan dari harta-harta wakaf.
Kehadiran nazhir sebagai pihak pengelola yang diberikan
kepercayaan dalam mengelola harta wakaf sangatlah penting. Walaupun
dalam fiqh wakaf klasik tidak ditemukan adanya nazhir sebagai salah satu
rukun wakaf, para ulama sepakat bahwa nazhir dapat menunjuk nazhir,
baik perseorangan maupun kelembagaan agar benda wakaf tetap terurus.
Mengingat nazhir memiliki peran sentral bagi pengelolaan harta
benda wakaf, maka nazhir dituntun untuk:
1. Memiliki persyaratan moral, meliputi:
a. Paham tentang wakaf dan ZIS, baik dalam tinjauan syariah maupun
perundang-undangan.
b. Jujur, amanah, adil dan ikhsan sehingga dapat dipercaya dalam
proses pengelolaan dan pentasharuffan kepada sasaran wakaf.
c. Tahan godaan terutama menyangkut perkembangan usaha.
d. Merupakan insan pilihan yang sungguh-sungguh dan suka
tantangan.
e. Memiliki kecerdasan emosional dan intelektual.
2. Memiliki persyaratan manajemen, meliputi:.
a. Memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam leadership.
b. Memiliki visi misi yang baik dan jelas.
c. Mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual, sosial dan
pemberdayaan.
d. Profesional dalam bidang pengelolaan harta.
3. Memiliki persyaratan bisnis, meliputi:
a. mempunyai keinginan memajukan wakaf.
b. Mempinyai pengalaman atau siap untuk dimagangkan.
c. Mempunyai ketajaman melihat peluang usaha sebagaimana
commit to user
layaknya entrepreneur.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
Untuk menjadikan harta wakaf berfungsi seperti yang diharapkan
oleh instumrn wakaf, nazhir juga harus memiliki kualifikasi seperti yang
diisyaratkan oleh fiqh, seperti:
1. Islam.
2. Mukallaf (memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum).
3. Baligh (sudah dewasa).
4. Aqil (berakal sehat).
5. Memiliki kemampuan dalam mengelola wakaf dan mempunyai sifat
amanah jujur serta adil.
Literatur fiqh sekali lagi memang tidak memuat rujukan mengenai
mengenai ketegasan pengelola wakaf harus disertakan dalam berwakaf.
Artinya kendati nazhir tidak ditentukan dalam wakaf, tidak berdampak
yuridis sebagai wakaf yang tidak sah.
Padahal, praktik pengelolaan wakaf tanpa menyertakan nazhir
sangat sulit untuk menjamin bahwa harta benda wakaf dapat berkembang,
berdayaguna dan berhasilguna sesuai apa yang dikehendaki oleh
instrumen wakaf, dengan demikian, tujuan wakaf sulit untuk tercapai.
Demi tercapainya tujuan wakaf, keberadaan nazhir sangat penting
sehingga dalam kategori fiqh, sesuatu yang tidak harus ada, tetapi penting,
menjadi sesuatu yang harus ada.
Pada Pasal 11 Undang-Undang Wakaf menyebutkan tugas nazhir
yaitu:
1.
Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf.
2.
Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan, fungsi dan peruntukannya.
3.
Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
4.
Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 12 mengatur mengenai hak nazhir, yaitu imbalan nazhir
karena nazhir dianggap sebagai profesi, prosentase imbalan nazhir adalah
tidak melebihi 10% dari hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda
commit
to user
wakaf, sedangkan dalam
pelaksanaan
tugasnya, nazhir mendapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103
pembinaan dari Menteri dan BWI sesuai Pasal 13, karena mendapat
pembinaan dari Menteri dan BWI, nazhir harus terdaftar pada Menteri dan
BWI sesuai Pasal 14, untuk memudahkan regulasi, pendataan dan
pembinaan terhadap nazhir.
Nazhir wakaf, baik perseorangan, organisasi maupun badan
hukum, merupakan pihak yang diberi amanah oleh wakif untuk
memelihara, mengurus, menyelenggarakan dan mengelola harta wakaf
sesuai dengan ikrar wakaf.
Sebagai pemegang amanah, nazhir memiliki berbagai hak dan
kewajiban tertentu. Sebagai pemegang amanah, nazhir tidak dibebani
dengan beban resiko apapun atas kerusakan yang terjadi atau menimpa
terhadap harta wakaf selama kerusakan tersebut bukan atas kesengajaan
atau kelalaiannya.
Berikut ini kewajiban nazhir secara rinci yang tercantum dalam
Peraturan Menteri Agama:
1. Nazhir berkewajiban melaporkan, mengurus, mengawasi harta
kekayaan wakaf dan hasilnya, meliputi:
a. Menyimpan lembaran salinan Akta Ikrar Wakaf.
b. Memelihara tanah wakaf.
c.
Memanfaatkan tanah wakaf.
d. Memelihara dan berusaha meningkatkan hasil wakaf.
e.
Menyelenggarakan pembukuan/administrasi wakaf yang meliputi
buku catatan keadaan tana, buku catatan pengelolaan tanah wakaf
dan buku catatan penggunaan hasil tanah wakaf.
2. Nazhir berkewajiban melaporkan:
a. Hasil pencatatan perwakafan tanah milik yang telah diwakafkan
dan perubahan penggunaannya.
b. Perubahan tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan
penggunaannya.
c. Melaporkan kepada Kepala KUA tiap satu tahun sekali yaitu tiap
commit to user
akhir bulan Desember.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
3. Nazhir berkewajiban pula untuk melaporkan adanya anggota yang
berhenti dari jabatannya sebagai nazhir.
4. Anggota nazhir lain wajib mengusulkan penggantinya untuk disahkan
oleh pejabat pembuat Akta Ikrar Wakaf.
Peraturan Menteri Agama tersebut, kemudian disederhanakan
menjadi Pasal 11 Undang-Undang Wakaf yang tercantum di atas.
Pada Bab IX Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf memuat Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif. Bagian
pertama memuat Ketentuan Pidana, ssedangkan bagian kedua memuat
sanksi administratif.
Pasal 67 ayat (1) memuat ketentuan pidana bagi orang yang
dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan,
mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lain harta benda yang telah
diwakafkan akan dipidana dengan pidana penjara maksimal 5 tahun atau
denda maksimal Rp. 500.000.000,00.
Pasal 67 ayat (2) memuat ketentuan pidana bagi pihak yang
sengaja mengubah peruntukan benda wakaf dengan pidana penjara
maksimal 4 tahun atau denda Rp. 400.000.000,00.
Pasal 67 ayat (3) memuat ketentuan pidana bagi pihak yang
sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah dari yang ditentukan
Pasal 12 akan dipidana dengan pidana penjara maksimal 3 tahun atau
denda maksimal Rp. 300.000.000,00.
Pasal
68
ayat
(1)
menyatakan
bahwa
yang
berwenang
menjatuhkan sanksi adalah Menteri Agama apabila harta benda wakaf
tidak didaftarkan oleh lembaga keuangan syariah dan PPAIW.
Sanksi administratif yang terdapat pada Pasal 68 ayat (2) berupa
sanksi peringatan tertulis, penghentian sementara atau pencabutan ijin
kegiatan di bidang wakaf bagi lembaga keuangan syariah dan penghentian
sementara bagi jabatan PPAIW, sedangkan ketentuan lebih lanjut bagi
user dengan Peraturan Pemerintah.
pelaksanaan sanksi-sanksicommit
tersebuttodiatur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan terhadap masalah yang diangkat dalam
penelitian hukum ini, selanjutnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Pengelolaan wakaf di Indonesia sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat
melalui Badan Wakaf Indonesia, diatur dalam Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang Wakaf, memuat ketentuan peraturan pelaksanaan dan
pengelolaan wakaf, merupakan apresiasi pemerintah terhadap filantropi
Islam sebagai paradigma baru yang dapat meningkatkan peran sosial
wakaf. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 lebih memperhatikan
penataan administrasi wakaf dan memberikan kepastian hukum bagi
wakif, nazhir dan obyek wakaf serta mendorong pemanfaatan aset-aset
wakaf agar lebih berdayaguna dan berhasil guna yaitu pengelolaan wakaf
yang sesuai syariah secara produktif, diperbolehkannya wakaf tunai dan
pembentukan BWI sebagai induk dari lembaga pengelola wakaf dan juga
peran nazhir sebagai pengelola wakaf yang dibina oleh BWI. Pengelolaan
ini bertujuan utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga
memerlukan komitmen kerja sama yang baik antara pemerintah, ulama dan
masyarakat.
2.
Bab VIII Undang-Undang Wakaf Pasal 63 menyatakan bahwa lembaga
yang
berhak
melakukan
pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
penyelenggaraan wakaf adalah Menteri, Pasal 64 menyatakan bahwa
dalam menjalankan fungsi pembinaannya, Menteri mengikutsertakan
Badan Wakaf Indonesia yang diberi tugas untuk mengembangkan wakaf
secara produktif sehingga wakaf dapat berfungsi untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat. Badan Wakaf Indonesia secara organisatoris harus
bersifat independen, sedangkan pemerintah dalam hal ini bersikap sebagai
fasilisator.
commit to user
105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
Tugas utama BWI adalah memberdayakan wakaf secara produktif yang
pada prinsipnya yaitu mengelola seluruh harta wakaf yang ada, namun
harta wakaf berupa tanah milik biasanya sudah ada nazhirnya dan
pembinaannya juga telah dilakukan oleh Departemen Agama setempat
sehingga BWI cukup hanya membantu memberdayakan tanah tersebut
dengan cara membuat kebijakan-kebijakan yang mengarah pada
peningkatan kemampuan nazhir wakaf sehingga dapat mengelola wakaf
yang menjadi tanggungjawabnya. Untuk itu, tugas BWI hanya mengelola
benda wakaf bergerak dan wakaf tunai yang dikembangkan melalui
lembaga terkait dan wakaf tunai dikembangkan melalui Lembaga
Keuangan Syariah.
Selain hal tersebut, BWI juga bertugas:
a. Merumuskan kembali fikih wakaf baru di Indonesia, khususnya
merumuskan barang-barang yang dapat diwakafkan (mauquf) dan
nazhir wakaf.
b. Membuat kebijakan dan strategi pengelolaan wakaf produktif,
mensosialisasikan bolehnya benda bergerak dan sertifikat tunai pada
masyarakat.
c. Membantu sosialisasi dan pelaksanaan Undang-Undang Wakaf.
d. BWI mengelola wakaf dengan menjalin kerja sama dengan lembaga
lain terutama lembaga syariah perbankan.
B. Saran
Berdasar hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis memberikan
saran yang terkait dengan masalah ini:
1. Masyarakat Indonesia hendaknya lebih serius dalam mengelola potensi
wakaf yang sangat banyak terutama benda tidak bergerak. Tentu saja
pemerintah dan ulama harus berperan lebih aktif dalam sosialisasi
pengelolaan ini. Potensi wakaf tunai juga perlu dikembangkan, sebaiknya
dana wakaf tunai tersebut lebih diprioritaskan untuk membantu
commit to user
pengembangan usaha kecil dan menengah yang kebanyakan dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
oleh masyarakat mengingat kemudahan dan kelebihan yang dimiliki
sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh lembaga keuangan syariah
sebagai pengelola dana wakaf agar wakaf dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat.
Pemerintah
sebaiknya
lebih
memberikan
kemudahan
prosedur, persyaratan dan keringanan biaya bagi calon wakif agar pihak
yang ingin berwakaf meningkat
2. Lembaga keuangan syariah dalam melaksanakan pengelolaan dana
hendaknya lebih transparan dan memberikan akses yang mudah didapat
masyarakat (asas publisitas), agar masyarakat lebih mengenal wakaf dan
mau menggunakan fasilitas/sarana kehidupan masyarakat yang bersumber
dari harta wakaf sehingga dapat meningkatkan hasil pengelolaan wakaf
tersebut. Pengelolaan aset wakaf perlu dikelola secara profesional dengan
manajemen wakaf yang baik sehingga membutuhkan sumber daya insani
nazhir sebagai pengelola wakaf produktif, agar nazhir layak mengelola
wakaf secara profesional, maka nazhir perlu mendapat pembinaan dari
Menteri dan BWI serta kepastian hukum dengan adanya pendaftaran
nazhir sebagai lembaga pengelola wakaf kepada Menteri Agama dan BWI
sesuai dengan peranan BWI.
commit to user
Download