interaksi sosial narapidana pengidap hiv/aids di lingkungan

advertisement
INTERAKSI SOSIAL NARAPIDANA PENGIDAP HIV/AIDS DI
LINGKUNGAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN
NARKOTIKA KELAS II A YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Strata Satu Sosiologi (S.Sos)
Disusun Oleh:
ANISA TIRTA KUSUMA SARI
NIM. 10720002
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
MOTTO
높은기대치야말로모든것의열쇠다
nopheun gidaechiyamallo modeun geoseui yeolsweida
Harapan yang tinggi adalah kunci dari segalanya
기억하라.
뭔가다른결과를원한다면뭔가다른일을해야한다는것을
gieokhara. mweonga dareun gyeolgwareul wonhandamyeon
mwongadareun ireul haeya handaneun goseul
Jika menginginkan hasil yang berbeda, lakukanlah sesuatu yang berbeda
당신자신을믿어라, 그러면그무엇도당신을막지못할것이다
dangsin jasineul mideora, geureomyeon geu mueotdo dangsineulmakji
mothal gosida
Percaya pada dirimu sendiri, dan kamu tidak akan tergantikan
J u b e n t u o o c i o s a , u n a
b e j e s
t r a b a j o s a
Manfaatkanlah waktu selagi muda, agar tidak lelah dimasa tua
C a ma r o n q u e
s e d u e r me , s e l o l a
l l e b a c o r r i e n t e
Jangan menunda suatu hal, jika tidak ingin kehilangannya
Me j o r
s o l o q u e ma l a c o mp a n a d o
Lebih baik dalam kesendirian yang lebih bermanfaat
v
Karya Tulis Ini Aku Persembahkan Kepada
Almamaterku Tercinta UIN Sunan Kalijaga
Keluarga Besar Fishum
Dosen-Dosen Prodi Sosiologi yang Selalu Memberikan
Nasehat Terbaik
Mamaku Tercinta yang Selalu Ada Untukku
Kakak, Adik, Keponakan yang Selalu Bersamaku
Sahabat yang Memberikan Motivasi Selama
Menyusun Skripsi Ini
Keluar ga Besar Lapas Narkotika Pakem, Dan
Semua Orang yang Telah Banyak Membantu Hingga
Skripsi Ini Selesai Disusun...
Gansahamnida;)
vii
KATA PENGANTAR
‫ ا
ا ا‬
‫ا رب ا أ أن إ إ
ا وأ أن ا رل ا واة وام‬
& ‫ أ‬.‫" أ و! أ‬#$‫ و‬% "#$
Puji dan syukur dihaturkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah dan pertolongan-Nya sehingga skripsi ini
selesai disusun. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan atas baginda
Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun manusia menuju jalan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Alhamdulillahirabil’alamin, merupakan kata yang tepat setelah
skripsi ini selesai disusun. Penyusunan skripsi ini disadari masih sangat jauh
dari kesempurnaan serta banyak kekurangan baik dari segi bahasa, isi maupun
penyajian. Penyusunan skripsi ini dicurahkan dengan segenap tenaga dan
pikiran yang ada dan berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca,
terlebih lagi bagi pemenuhan syarat sebagai karya ilmiah memperoleh gelar
sarjana strata satu Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan,
bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati diucapkan terima kasih dengan penuh hormat dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Dudung Abdurrahman selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
yang
tak
lupa
memberikan
motivasi
untuk
dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan cepat.
2.
Bapak Dadi Nurhaedi selaku Kaprodi Sosiologi, terimakasih sekali untuk
bantuan dan segala kemudahan serta kesempatan yang diberikan kepada
saya sehingga dapat menyelsaikan skripsi ini sebaik mungkin.
viii
3.
Ibu Ambar Sari Dewi S.Sos, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik
Sosiologi 2010 yang banyak memberikan bimbingan serta arahan pada
penyusunan skripsi semua mahasiswanya.
4.
Ibu Muryanti M.A selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan
tenaga, ide/pikiran dan waktu dalam memberikan bimbingan dan
pengarahan sehingga penyusunan skripsi ini dapat terwujud.
5.
Dosen-dosen Prodi Sosiologi lainnya Pak Zainal, Pak Musa, Bu Sulis,
Pak Yayan, Pak Norma, dan Bu Napsiah yang selalu tak henti-hentinya
memberikan semangat, motivasi, nasehat, bantuan, masukan yang sangat
bernilai untuk kelancaran skripsi ini. Amal baik bapak dan ibu semua
semoga diganti oleh Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda.
Amin.
6.
Bapak dan Ibu TU serta seluruh karyawan yang menjadi bagian dari
keluarga besar FISHUM sebagai tempat interaksi penulis selama
menjalani studi untuk memperoleh gelar S.Sos. Saya haturkan terima
kasih yang sebesar-besarnya untuk bantuan yang tak terhitung jumlahnya
selama tiga tahun terakhir ini.
7.
Terima kasih dari hatiku yang paling dalam untuk Almarhum Bapak dan
Mamaku tercinta yang dalam situasi apa pun tidak pernah lelah dan
berhenti mengalirkan motivasi, rasa cinta dan kasih sayang, beserta do’a
dan fasilitas yang diberikan, semoga Allah membalas semua dengan
surga-Nya.
8.
Kepada ketiga kakak perempuanku yang selalu sabar menghadapi
adiknya yang unik dan kepada satu-satunya adik laki-lakiku yang
pengertian dan selalu menyayangiku, terima kasih atas do’anya.
9.
Kepada drama-drama korea dan lagu-lagunya yang selalu menghibur dan
mengurangi kebosananku disela-sela menulis skripsi serta memberi
motivasi dan semangat dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini
10. Kepada kakak iparku yang paling baik hati “Omet” terimakasih banyak
telah mengorbankan waktu, tenaga, materi, dll untuk selalu setia
mengantarku penelitian ke Lapas Narkotika yang sangat jauh dari rumah
ix
ditengah-tengah kesibukannya bekerja, kuliah, dan menjadi ayah baru
bagi keponakanku tersayang. Hanya Allah SWT yang dapat membalas
segala kebaikanmu.
11. Kepada seluruh keluarga besar Lapas Narkotika baik pegawai dan
narapidananya yang sudah menerimaku dengan sangat baik dan sudah
banyak membantu serta bersedia menjadi informan untuk penyusunan
skripsi ini. Terima kasih banyak atas kerjasama, bantuan, serta
informasinya selama ini.
12. Untuk kedua sahabat terbaik sejagat raya Ninda dan Farah. Terima kasih
atas waktu dan semangat yang diberikan untuk mendengarkan keluh
kesah selama menyusun skripsi ini sampai selesai. Semoga kalian juga
sukses dengan skripsi masing-masing.
13. Teman-teman seperjuangan Sosiologi angkatan 2010, yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu. Proses interaksi kita selama bersama akan selalu
indah untuk dikenang.
Kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan untuk
perbaikan skripsi yang sederhana ini, dan pada akhirnya diharapkan
penelitian ini berguna khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi semua
yang membaca dan mengkaji skripsi ini.
Dengan do’a yang tulus, semoga amal kebaikan yang telah
diberikan dapat diterima di sisi Allah SWT, serta mendapat balasan dengan
limpahan rahmat dari-Nya. Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
Yogyakarta, 20 Januari 2014
Penyusun,
Anisa Tirta Kusuma Sari
NIM. 10720002
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tebel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
: Data Pegawai Lapas Narkotika Kelas II A
Yogyakarta berdasarkan Pendidikan……………………................
: Data Pegawai Lapas Narkotika Kelas
II A Yogyakarta berdasarkan Jenis Kelamin………………............
: Data Pegawai Lapas Narkotika Kelas II
A Yogyakarta berdasarkan Status Kepangkatan..............................
: Klasifikasi WBP berdasarkan Usia……………………...................
: Klasifikasi WBP berdasarkan Agama………..………………........
: Klasifikasi WBP berdasarkan Tingkat Pendidikan
Terakhir……………………………………………………………
: Klasifikasi WBP berdasarkan Masa Pidana yang
Dijalani………………………………………………...…………..
: Klasifikasi WBP berdasarkan Profesi Sebelum
Menghuni Lapas Narkotika……………………………………..…
: Jadwal Pembinaan Rohani Bagi WBP
Muslim di Masjid At-Taubat………………………………………
: Jadwal Pembinaan Rohani Bagi WBP Nasrani
di Gereja Kalvari………………………………………………..…
: Jadwal Kegiatan Olahraga WBP Untuk Mengisi Waktu Luang..…
: Rekapitulasi Pemeriksaan WBP Lapas Narkotika
Selama Bulan November 2013………………………………….…
: Jenis Interaksi yang Dilakukan Oleh WBP ODHA
pada Kegiatan Formal yang Diikutinya……………………………
: Bentuk Front Stage yang Ditampilkan Antara WBP ODHA
dan Masyarakat yang Berada di Lingkungan Lapas……………….
: Bentuk Back Stage yang Ditampilkan Antara WBP ODHA
dan Masyarakat yang Berada di Lingkungan Lapas……………….
xi
42
43
45
55
56
58
60
62
68
69
73
104
120
132
133
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
:
Gambar 2
:
Gambar 3
:
Gambar 4
:
Gambar 5
:
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
:
:
:
:
Gambar 10
:
Gambar 11
:
Gambar 12
:
Gambar 13
:
Gambar 14
:
Gambar peta Lapas Narkotika Kelas II A
Yogyakarta
Gambar WBP muslim yang sedang melaksanakan
sholat Jum’at di Masjid At-Taubat
Gambar petugas lapas yang sedang melakukan
briefing, pengecekan, dan WBP yang mendapat
kunjungan dari keluarga
Gambar petugas lapas yang sedang melakukan
interview terhadap salah satu calon WBP seputar
kondisi kesehatannya
Gambar hak & kewajiban WBP yang ditempel di
ruang Bimkeswat
Gambar menu makan yang diperoleh seluruh WBP
Gambar Sistem Data Base Pemasyarakatan
Gambar blok/paviliun Bougenville
Gambar penyuluhan zero discrimination
bagi WBP yang bekerjasama dengan Yayasan
Kembang
Gambar petugas dan staf Lapas Narkotika ketika
mendapatkan edukasi tentang penanganan
HIV/AIDS
Gambar peneliti sedang mewawancarai Ibu Pupung
Rahayu
Gambar lingkungan Lapas Narkotika tempat WBP
ODHA menjalani aktifitas dan interaksi dengan
masyarakat di dalamnya
Gambar petugas tim penanggulangan HIV/AIDS
Lapas Narkotika yang sedang memberikan edukasi
cara pencegahan dan gejalanya
Gambar peneliti sedang mewawancarai Bapak Tri
Suwarno
xii
……
29
……
68
….....
71
……
104
……
……
……
……
110
110
111
112
……
117
……
117
……
118
……
121
……
135
……
144
DAFTAR BAGAN
Bagan 1
: Bagan Struktur Organisasi Lapas Narkotika Kelas II A
Yogyakarta……………………………………………………
xiii
41
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................
i
SURAT PERNYATAAN .........................................................................
ii
HALAMAN NOTA DINAS PEMBIMBING ..........................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ..................................................
iv
HALAMAN MOTTO ..............................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................
vi
KATA PENGANTAR ..............................................................................
vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xi
DAFTAR BAGAN ...................................................................................
xii
DAFTAR ISI ............................................................................................
xiii
ABSTRAK ...............................................................................................
xv
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.....................................................
1
B. Rumusan Masalah..............................................................
10
C. Tujuan Penelitian ...............................................................
11
D. Manfaat Penelitian .............................................................
11
E. Telaah Pustaka ...................................................................
11
F. Landasan Teori ..................................................................
16
G. Metode Penelitian ..............................................................
19
H. Sistematika Pembahasan ....................................................
26
PROFIL LOKASI PENELITIAN
A. Letak Geografis Lapas Narkotika .......................................
28
B. Sejarah Singkat ..................................................................
29
C. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Berdirinya Lapas ..............
32
D. Staf Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta......................
35
E. Struktur Organisasi Lapas Narkotika ..................................
40
F. Keadaan Pegawai di Lapas Narkotika ................................
42
xiv
BAB III
G. Sarana dan Prasarana yang Ada di Lapas Narkotika ...........
47
H. Program Pembinaan di Lapas Narkotika ............................
49
I.
Komitmen Petugas & Harapan Lapas Narkotika ................
52
J.
Klasifikasi Narapidana .......................................................
54
KEHIDUPAN SOSIAL DI LAPAS NARKOTIKA KELAS II A
YOGYAKARTA
BAB IV
A. Kegiatan Keseharian WBP di Lapas Narkotika ..................
63
B. Profil WBP ODHA yang Ditahan di Lapas Narkotika ........
77
C. Profil Informan yang Berinteraksi dengan WBP ODHA ....
90
D. Kehidupan Sosial di Lapas Narkotika ................................
96
INTERAKSI SOSIAL NARAPIDANA PENGIDAP HIV/AIDS DI
LINGKUNGAN LAPAS NARKOTIKA
A. Kondisi WBP ODHA di Lapas Narkotika ..........................
102
B. Peran Lapas untuk Melindungi WBP ODHA agar tidak
Terdiskriminasi ..................................................................
115
C. Interaksi Sosial yang Dilakukan WBP ODHA dengan Masyarakat
Lingkungan Lapas Narkotika .............................................
119
D. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Masyarakat Lingkungan
Lapas Enggan Berinteraksi Terhadap WBP ODHA ............
BAB V
137
PENUTUP
A. KESIMPULAN .................................................................
149
B. SARAN ............................................................................
150
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
153
LAMPIRAN
xv
ABSTRAK
Narapidana yang menjalani hukuman di lapas hidup dalam lingkungan
yang serba sulit dan terbatas. Terdapat kode-kode dan aturan tersendiri yang harus
dipatuhi oleh seluruh orang yang terlibat di dalamnya. Hal ini berakibat pada
sulitnya interaksi sosial yang harus dijalani oleh seluruh narapidana, terlebih
narapidana pengidap HIV/AIDS. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ODHA
dapat kita jumpai di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta. Dari 268 WBP, 5
diantaranya mengidap virus yang sangat mematikan ini. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana seorang narapidana yang mengidap HIV/AIDS
dapat berinteraksi di lingkungan lapas tempat ia menjalani hukuman. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif, yaitu suatu penelitian yang dapat
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. Teori yang di gunakan untuk menganalisis
masalah penelitian adalah Dramaturgi yang dipopulerkan oleh Erving Goffman.
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan beberapa metode, yaitu metode
observasi, metode wawancara mendalam (dept interview) dan metode
dokumentasi. Adapun analisis data dilakukan dengan cara menelaah seluruh data
yang telah terkumpul dari berbagai sumber yaitu wawancara, observasi,
dokumentasi, catatan lapangan dan lain sebagainya.
Hasil penelitian ini adalah interaksi sosial yang dilakukan narapidana
pengidap HIV/AIDS di lingkungan lapas terjadi layaknya dalam pertunjukan
drama. Jika mereka berinteraksi secara langsung, mereka melakukan interaksi
secara wajar dan memperlakukan WBP ODHA tersebut layaknya seperti WBP
normal pada umumnya. Namun sesungguhnya mereka masih belum dapat
menjalani interaksi secara terbuka, karena masih terdapat batasan-batasan tertentu
yang harus mereka jaga. Begitupun sebaliknya, WBP ODHA di hadapan orangorang di sekitarnya bergaul layaknya bagian dari masyarakat normal. Namun
sebenarnya ia juga masih merasa belum dapat diterima seutuhnya oleh masyarakat
lingkungan lapas akibat penyakit yang ia derita ini. Faktor yang melatarbelakangi
orang-orang di lingkungan lapas masih enggan untuk tulus berinteraksi tanpa
merasa risih dengan WBP ODHA ada 3 yaitu. Pertama, adanya stigma negatif
yang mereka percaya bahwa virus HIV/AIDS adalah penyakit yang mematikan
dan belum ada obatnya. Kedua, adanya ketakutan dari masyarakat lingkungan
lapas, akan peristiwa yang pernah terjadi di Lapas Narkotika, yaitu meninggalnya
2 orang WBP di lapas akibat mengidap penyakit HIV/AIDS dengan kondisi yang
sangat memprihatinkan. Ketiga, adanya perasaan risih ataupun jijik jika harus
bergaul dengan seorang ODHA karena orang-orang di lingkungan lapas
menganggap penyakit tersebut sebagai penyakit yang “kurang bermoral”.
Kata Kunci : Narapidana, Interaksi Sosial, WBP ODHA, dan Lapas Narkotika
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat),
sehingga setiap peristiwa yang terjadi di Indonesia akan diselesaikan
berdasarkan hukum yang berlaku. Tak terkecuali peristiwa yang terjadi di
dalam kelompok sosial tertentu. Hukum merupakan abstraksi dari interaksi
sosial yang dinamis di dalam kelompok sosial tersebut. Interaksi sosial yang
berjalan dinamis, lambat laun akan berubah menjadi nilai-nilai sosial, yaitu
konsep abstrak tentang hal-hal yang dianggap baik dan dianggap buruk yang
hidup dalam pikiran sebagian besar masyarakat.1
Seseorang yang melanggar hukum, maka ia dianggap melakukan
tindakan kejahatan dan
perlu dijatuhi hukuman. Masyarakat akan
mengidentikan orang yang melakukan tindak kejahatan sebagai penjahat,
sehingga bayangan orang tentang kehidupan di penjara adalah suatu hal yang
serba tidak menyenangkan. Karena bukan hanya melambangkan penderitaan
fisik bagi si terkena hukuman, tetapi juga jatuhnya harga diri atau sanksi yang
telah
diberikan
oleh
masyarakat.
Sehingga,
jika
seseorang
sudah
mendapatkan cap sebagai terhukum, maka ia akan sekaligus mendapat
penderitaan ganda. Mendapatkan sanksi hukum, dan sanksi sosial.2
1
Zulfatun, Ni’mah, Sosiologi Hukum: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Teras, 2012),
hlm. 74
2
Abdulsyani, Sosiologi Kriminalitas, (Bandung: Remadja Karya, 1987), hlm.17-18
1
Narapidana3 selama menjalani masa hukuman di dalam lapas kerap
terlibat kerusuhan dan konflik, baik dengan sesama narapidana maupun
dengan orang-orang yang berada di lingkungan lapas. Kerusuhan pernah
terjadi di beberapa lapas di Indonesia, seperti di Lapas Labuhan Ruku,
Kabupaten Batubara, Sumatera Utara pada 17 Agustus 2013 yang lalu.
Kerusuhan ini diawali saat dilakukan pemindahan 49 narapidana dari Lapas
Lubuk Pakam ke Lapas Labuhan Ruku. Diantara narapidana yang
dipindahkan tersebut, ada 5 narapidana yang menjadi provokator pembuat
kerusuhan. Akibat peristiwa kerusuhan tersebut telah menyebabkan sejumlah
ruangan terbakar, sipir terluka, dan kaburnya 30 narapidana.4
Sebelumnya, pada tanggal 27 Juli 2013 juga nyaris terjadi kerusuhan
di Lapas Kelas II Binjai. Kerusuhan tersebut dipicu karena ada keterlambatan
pasokan makanan selama bulan puasa. Beberapa warga binaan sempat protes
dan membuat kericuhan karena beberapa hari jadwal makan yang seharusnya
mereka peroleh menjadi tidak teratur dan narapidana non muslim juga
kehabisan pasokan makanan selama Ramadhan. Hal ini terjadi karena Lapas
Kelas II Binjai mengalami over kapasitas yang seharusnya hanya berdaya
tampung 274, namun sekarang berjumlah 891 warga binaan.5
Kerusuhan di lapas, belum lama ini juga terjadi di Lapas Kelas II A
Palopo, Sulawesi Selatan. Peristiwa tersebut diawali saat Kalapas Palopo
3
Narapidana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang sedang
menjalani hukuman karena tindak pidana
4
http://www.harianjogja.com/baca/2013/08/18/rusuh-di-penjara-sipir-dipukul-lp-dibakar25-warga-binaan-kabur-438832 diakses tanggal 16 Oktober 2013 pukul 11.23 WIB
5
http://jogja.tribunnews.com/2013/07/27/lagi-kerusuhan-nyaris-terjadi-di-lapas-binjai
diakses tanggal 17 Oktober 2013 pukul 13.14 WIB
2
melakukan kontrol keliling ke masing-masing blok pada hari Sabtu tanggal
14 Desember 2013 pukul 10.30 WITA. Pada saat Kalapas tersebut menegur
salah satu narapidana residivis di ruang isolasi, tiba-tiba narapidana tersebut
memukul kepala Kalapas dan Kasubsi bidang Keamanan dan Ketertiban
sehingga keduanya menjadi korban.
Tidak lama berselang setelah Kalapas dilarikan ke rumah sakit,
narapidana tersebut memprovokasi teman-temannya untuk membakar gedung
kantor. Amukan dan pembakaran ini dilakukan karena tuntutan narapidana
akan pencopotan jabatan Kalapas Sri Pamudji dan penutupan pintu sel pada
pukul 22.00 WITA. Kerusuhan akhirnya baru dapat dihentikan pukul 13.30
WITA ketika ratusan aparat gabungan TNI-POLRI dapat mengamankan
situasi. 6Adanya kasus kerusuhan dan konflik yang terjadi di dalam lapas,
mengindikasikan bahwa masih banyak permasalahan yang belum dapat
diatasi untuk mencegah perbuatan tercela tersebut.
Beragam faktor menjadi pendorong tindak kerusuhan dan konflik
yang disebabkan oleh narapidana, seperti over kapasitas di dalam lapas, tidak
mendapat kunjungan dari pihak keluarga, masyarakat yang selalu
memberikan stigma negatif pada diri narapidana, dan tingkat perekonomian
yang tidak layak. Berbagai penyebab tersebut dapat membuat interaksi sosial
yang dilakukan narapidana dengan lingkungannya menjadi kurang harmonis.
Layaknya masyarakat pada umumnya, para narapidana juga menginginkan
kehidupan yang nyaman selama berada di dalam lapas. Namun karena
6
http://regional.kompas.com/read/2013/12/15/2228004/Ini.Tuntutan.Napi.Lapas.Palopo.y
ang.Jadi.Pemicu.Kerusuhan. diakses pada tanggal 16 Desember 2013, pukul 13.30 WIB
3
keterbatasan tempat dan fasilitas, tidak jarang sesama narapidana saling
berkelahi untuk mendapatkan tempat tidur yang lebih luas, mencuri uang
milik temannya, dan melakukan pemerasan terhadap narapidana lainnya.7
Sebuah lapas sejatinya dibangun untuk memberikan jaminan
keamanan kepada masyarakat luas agar terhindar dari tindak kejahatan dan
perbuatan tidak menyenangkan dari seorang penjahat.8 Sehingga adanya
lembaga pemasyarakatan ini merupakan respon dinamis dari masyarakat
tersebut untuk menjamin keselamatan dan keamanan lingkungannya sendiri.
Karena para penjahat yang dapat meresahkan masyarakat tersebut sudah
ditempatkan dalam suatu lembaga pemasyarakatan.9 Di dalam lapas
narapidana dibina dan diberikan pengarahan agar tidak mengulangi
perbuatannya di kemudian hari.
Kehidupan antar sesama narapidana di dalam lapas memiliki
kebudayaannya tersendiri. Terdapat norma-norma, hukum-hukum, kontrol,
dan sanksi-sanksi sosial yang berbeda dengan lembaga lain.10 Ada bahasa
dengan logat dan kode-kode sendiri yang digunakan antar sesama narapidana.
Kode-kode tersebut mereka gunakan sehari-hari sehingga sudah menjadi
bagian dari gaya hidup mereka selama menjalani hukuman di dalam lapas.
Tentu saja logat-logat yang telah disepakati bersama dipakai agar sesama
narapidana lebih leluasa menjalani komunikasi tanpa diketahui oleh pegawai
7
Astrid Azizy, Faktor Penyebab Terjadinya Kerusuhan Dan Anarkhi Serta Upaya
Penanggulangannya Di Rumah Tahanan Negara (Studi Di Rumah Tahanan Negara Kelas I
Surabaya), skripsi (Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang)
8
Menurut kamus bahasa Indonesia.org, penjahat diartikan sebagai orang yang jahat
(seperti pencuri, perampok, dll)
9
Kartini, Kartono, Patologi Sosial 1, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm.195
10
Ibid.,hlm.195
4
yang mengawasi mereka. Berbagai macam pengelompokan dan stratifikasi
juga digunakan antar sesama narapidana, hal tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial yang bersifat terbuka maupun yang sifatnya laten.
Seperti pembedaan perlakuan untuk narapidana senior, kasus yang sedang
dijalani, dan narapidana yang mengidap penyakit tertentu.11
Interaksi dan komunikasi yang dilakukan pegawai administrasi dan
pimpinan dengan narapidana sangat jarang dilakukan, kecuali jika petugas
tersebut melakukan pemeriksaan dan interogasi terhadap para narapidana.12
Sedangkan pengawasan internal di antara narapidana, dilakukan oleh para
tawanan sendiri. Petugas secara berkala melakukan pemeriksaan terhadap
narapidana setidaknya tiga kali dalam satu bulan. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara narapidana yang akan diperiksa bergantian masuk ke dalam
ruang Bimkeswat.13
Lapas
di
Indonesia
masih
jarang
difasilitasi
tempat
untuk
merehabilitasi para pengguna narkoba. Sehingga pada akhirnya seseorang
yang menyalahgunakan obat-obatan terlarang, harus dimasukan ke dalam
lembaga pemasyarakatan yang tersebar di seluruh penjuru nusantara. Sejauh
ini, baru Lapas Cipinang yang sudah menyediakan tempat untuk
merehabilitasi para pecandu narkoba.14 Hal ini membuat semakin banyak
narapidana yang menghuni sebuah lapas berasal dari tahanan narkotika.
11
Hasil wawancara dengan salah satu Narapidana berinisial “H”, terkait dengan adanya
kode-kode tertentu yang digunakan di dalam lapas, pada hari Rabu, 27 November 2013, pukul
08.30 WIB
12
Ibid.,hlm.195
13
Bimkeswat adalah kepanjangan dari Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan
14
http://www.tribunnews.com/regional/2013/10/01/bnn-semua-lapas-bakal-dilengkapitempat-rehabilitasi-narkoba diakses tanggal 14 November 2013 pukul 13.00 WIB
5
Sedangkan menurut Undang-undang no.35 Tahun 2009 tentang narkotika
menyatakan pengguna narkoba harus direhabilitasi.15 Sebab, jika para
pecandu narkotika mendapat hukuman penjara, justru kondisinya akan
semakin memprihatinkan. Indikasinya adalah bisa jadi setelah mereka bebas
akan menjadi bandar atau pengguna narkotika kembali, karena yang kerap
ditemukan justru tempat tahanan di dalam lapas menjadi pusat peredaran dan
memproduksi narkotika.16
Lingkungan lapas yang serba terbatas dan tertekan tersebut juga harus
dialami narapidana penyandang status sebagai ODHA.17 HIV18/AIDS19 secara
harfiah dikatakan sebagai kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya
sistem kekebalan tubuh seseorang sehingga penderita mudah terserang
penyakit bahkan yang paling ringan sekalipun. Penyakit ini dapat disebabkan
melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril, berganti-ganti pasangan
seksual, antara ibu dan bayi selama masa hamil, kelahiran, dan masa
menyusui serta lewat transfusi darah yang sebelumnya telah terkontaminasi.20
15
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt522462becd90a/bnn-diharapkanmembangun-lebih-banyak-tempat-rehabilitasi diakses tanggal 14 November 2013 pukul 13.30
WIB
16
Ibid
http://www.tribunnews.com/regional/2013/10/01/bnn-semua-lapas-bakaldilengkapi-tempat-rehabilitasi-narkoba diakses tanggal 14 November 2013 pukul 13.00 WIB
17
ODHA adalah singkatan dari kata orang dengan HIV/AIDS. Istilah orang dengan
HIV/AIDS apabila disingkat yaitu menjadi ODHA. Akronim ODHA (orang dengan HIV/AIDS)
merupakan singkatan/akronim resmi dalam Bahasa Indonesia
18
HIV adalah kepanjangan dari Human Immunodeficiency Virus : Virus yang
menyebabkan penurunan kekebalan tubuh pada manusia
19
AIDS adalah kepanjangan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome : Sekumpulan
gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia setelah sistem kekebalannya dirusak oleh virus
yang disebut HIV
20
Disampaikan dalam seminar yang di bawakan oleh dr. Purwanto dengan tema Mengenal
Infeksi HIV/AIDS (Penularan dan Pencegahan) yang bertempat di Puskesmas Mantrijeron pada
tanggal 26 Maret 2013 pukul 09.30 WIB
6
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang sangat ditakuti oleh
masyarakat. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI sampai 6 September 2013 di
Daerah Istimewa Yogyakarta kasus HIV sebanyak 1.693 jiwa, sementara
AIDS sebanyak 782 jiwa.21 Dalam pandangan masyarakat, penyakit ini
dianggap sebagai penyakit yang kotor, karena orang yang terinveksi
HIV/AIDS biasanya adalah para pemakai narkotika atau pekerja seks
komersial.
Seorang pengguna narkoba (NAPZA22) sangat rentan terkena virus
HIV/AIDS yang dapat ditularkan lewat penggunaan jarum suntik secara
bergantian. Hal ini disebabkan karena darah yang terinveksi di dalam alat
suntik dapat tercampur dengan narkoba yang disuntikan oleh pengguna
berikutnya. Bahkan penelitian akhir-akhir ini menyebutkan bahwa virus
HIV/AIDS dapat bertahan hidup selama empat minggu dalam alat suntik
bekas pakai.23 Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk tidak memakai alat
suntik apapun secara bergantian.
ODHA yang menderita HIV/AIDS karena menggunakan jarum suntik
secara bergantian dalam pemakaian narkoba dapat dihukum di Lembaga
Pemasyarakatan. Hal itu dilakukan untuk menimbulkan efek jera agar tidak
mengulangi perbuatannya dikemudian hari. Sehingga seorang ODHA secara
21
Ditjen PP dan PL Kemenkes RI diakses tanggal 23 September 2013 pukul 14.44
WIB.http://www.spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id&gg=1
22
NAPZA adalah kepanjangan dari Narkotik, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya
23
Disampaikan dalam seminar yang di bawakan oleh dr. Purwanto dengan tema Mengenal
Infeksi HIV/AIDS (Penularan dan Pencegahan) yang bertempat di Puskesmas Mantrijeron pada
tanggal 26 Maret 2013 pukul 09.30 WIB
7
otomatis juga menyandang status sebagai seorang narapidana. Narapidana
yang dihukum karena penyalahgunaan obat-obatan terlarang biasanya
menjalani hukumannya di sebuah Lembaga Pemasyarakatan khusus
Narkotika, salah satunya adalah Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II
A Yogyakarta.
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas II A Yogyakarta
berlokasi di Jalan Kaliurang Km. 17 Kelurahan Pakembinangun, Kecamatan
Pakem, Sleman, Yogyakarta. Lapas ini memiliki kapasitas penghuni 474
orang, namun saat ini hanya terdapat 268 WBP24 (WBP menggantikan istilah
napi), yang keseluruhannya merupakan WBP laki-laki.25 Karena adanya
kebijakan baru yang dikeluarkan Kemenkumham, sejak September 2013
WBP perempuan kasus narkotika dipindahkan ke Lapas Wirogunan. Saat ini
Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta memiliki 5 narapidana yang
mengidap virus HIV/AIDS. Kelima WBP tersebut sudah menderita virus
HIV/AIDS sejak sebelum menjadi penghuni Lapas Narkotika. Selama
menjalani masa hukumannya, WBP ODHA ditempatkan berbaur dengan
narapidana lain dalam satu sel. Namun ada perlakuan khusus yang
diterimanya, yakni setiap hari WBP ODHA mendapatkan fasilitas
pemeriksaan dan pemberian obat untuk menambah daya tahan tubuh agar
tidak mudah terserang penyakit.
Narapidana ODHA dalam kesehariannya harus berinteraksi dengan
orang-orang yang berada di lingkungan lapas selama menjalani masa
24
WBP adalah kepanjangan dari Warga Binaan Pemasyarakatan
Wawancara dengan Bapak Tri Suwarno, S.Pd, M.A. (Kasubsi Registrasi) terkait
dengan jumlah WBP yang menghuni lapas, pada hari Rabu 27 November 2013, pukul 13.00 WIB
25
8
hukuman. Hal ini menjadi kendala, mengingat WBP ODHA tersebut
merupakan golongan minoritas dan keberadaannya terkesan “berbeda” jika
dibandingkan dengan narapidana lain yang tidak mengidap virus HIV/AIDS.
Dari pandangan tersebut kiranya WBP ODHA memiliki hambatan dalam
berinteraksi dengan masyarakat lingkungan lapas dikarenakan mereka sudah
terlanjur memberikan stigma negatif kepada para pengidap virus tersebut.
Dalam ruang gerak dan pergaulan yang terbatas, narapidana
penyandang ODHA harus menjalani interaksi sosial di lingkungan lapas
setiap harinya dengan berbagai macam hambatan dan cara yang berbeda.
Kehidupan lapas yang rentan akan tindak kekerasan, membuat posisi
narapidana ODHA semakin tersudutkan. Karena mereka mudah mendapat
hinaan dan perlakuan yang tidak menyenangkan dari lingkungan sekitarnya.
Berbeda dengan interaksi yang dilakukan ODHA pada masyarakat di
lingkungan normal yang kebanyakan tidak mengetahui bahwa orang tersebut
mengidap virus HIV/AIDS, sehingga banyak masyarakat yang masih
berinteraksi sewajarnya dengan ODHA tersebut. Karena sejatinya, penyakit
ini tidak tampak dari luar dan hanya bisa dipastikan melalui pemeriksaan
medis. Sementara jika seorang narapidana yang mengidap HIV/AIDS ini,
pasti kondisinya akan langsung diketahui oleh seluruh lingkungan sekitar
lembaga pemasyarakatan. Baik itu sesama narapidana maupun sipir dan
petugas administrasi, mengingat selalu ada pengecekan kesehatan rutin dan
data diri tentang narapidana yang bersangkutan.
9
Penelitian ini menjadi menarik karena seorang narapidana yang sudah
memiliki banyak beban dan menanggung sulitnya hidup dalam keterbatasan
di lapas, masih diharuskan menjalani hari-harinya sebagai seorang penderita
virus HIV/AIDS. Karena keberadaannya yang tergolong minoritas, WBP
ODHA memperoleh perlakuan diskriminatif dari masyarakat yang tinggal di
Lapas Narkotika. Akibatnya permasalahan yang harus WBP ODHA hadapi,
menjadi semakin banyak dan kompleks. Mengingat seluruh masyarakat yang
berada di lingkungan lapas sudah mengetahui penyakit yang diderita WBP
ODHA tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti ingin melihat
bagaimana interaksi sosial yang dilakukan narapidana penyandang ODHA
dengan orang-orang yang berada di lingkungan lapas. Interaksi sosial
dilakukan WBP ODHA dengan sesama narapidana, sipir, staf, maupun
Kasubsi yang bertugas di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A
Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Kondisi lingkungan lapas yang serba sulit dan terbatas semakin
membuat narapidana ODHA mengalami kesulitan saat melakukan interaksi
sosial dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu disebabkan oleh stigma negatif
yang harus dipikulnya selama menjalani masa hukuman. Bukan hanya
sebagai seorang narapidana namun juga sebagai seorang penyandang status
ODHA. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana interaksi sosial yang dilakukan narapidana
10
pengidap HIV/AIDS di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Kelas II A Yogyakarta.”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
interaksi sosial yang dilakukan narapidana pengidap HIV/AIDS selama
menjalani kegiatan formal di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Kelas II A Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Secara praktis, memberikan sumbangan pemikiran bagi Lembaga
Pemasyarakatan maupun instansi lain yang berinteraksi langsung dengan
ODHA sehingga mereka melakukan interaksi dengan wajar dan tidak
memperlakukan secara diskriminatif.
2. Secara teoritis, keinginan untuk menyumbangkan pemikiran dalam hal
patologi sosial, dan kajian Sosiologi Hukum, selain untuk membangkitkan
minat penelitian tentang HIV/AIDS dan ODHA yang ada di sekitar kita.
E. Telaah Pustaka
Telaah pustaka sangat penting untuk dilakukan, hal ini dimaksudkan
untuk menghindari kesamaan dalam hal pembahasan dengan sumber-sumber
11
pustaka lain yang mempunyai kesamaan topik penelitian. Terdapat 2 skripsi
dan 2 penelitian yang dijadikan acuan sebagai telaah pustaka dalam penelitian
ini.
Skripsi saudari Listiana dalam penelitiannya yang berjudul Kehidupan
Sosial dan Interaksi Orang dengan HIV/AIDS di Yogyakarta.26 Peneliti
membahas tentang kehidupan sosial dan interaksi ODHA dengan masyarakat
yang notabene tidak mengetahui penyakit yang diderita pengidap HIV/AIDS
sehingga proses interaksi masih dilakukan secara wajar dan natural. Selain itu
dalam penelitian Listiana juga membahas tentang peran LSM Victory Plus
dalam menangani masyarakat ODHA agar dapat hidup lebih baik dan
terhimpun dalam suatu wadah yang menjaga komunitas ODHA terhindar dari
diskriminasi.
Sedangkan penelitian ini lebih membahas tentang interaksi sosial yang
dilakukan narapidana pengidap HIV/AIDS di lingkungan lapas tempat ia
ditahan, yang mayoritas sudah mengetahui penyakit yang di derita narapidana
ODHA tersebut. Oleh karena itu akan dilihat apakah interaksi sosial yang
dilakukan narapidana ODHA di lingkungan sekitar lapas berjalan harmonis
atau justru terjadi perlakuan diskriminatif terhadap narapidana yang
mengidap HIV/AIDS tersebut.
26
Listiana, Kehidupan Sosial dan Interaksi Orang dengan HIV/AIDS di Yogyakarta,
skripsi (Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga: 2012)
12
Artikel di jurnal yang ditulis oleh Sugeng Pujileksono tentang
Masalah-Masalah di Penjara dalam Studi Sosial27 yang secara khusus
mengkaji masalah-masalah yang terjadi di dalam lingkungan penjara. Seperti
adanya relasi antara sipir, napi, dan keluarga, seksualitas dan HIV/AIDS napi,
bunuh diri di penjara, diskriminasi dan segregasi, kekerasan di penjara, dan
praktik negosiasi dan implikasi didalamnya. Walaupun penjara merupakan
institusi yang terpisah dari budaya “normal” masyarakat, namun di dalamnya
juga ditemui permasalahan layaknya di luar penjara. Misalnya jika pada
masyarakat luas kita lebih mengenal dengan istilah kepadatan penduduk,
maka di penjara dikenal dengan sebutan over capacity (daya tampung
berlebih). Hal inilah yang kemudian diasumsikan menjadi penyebab masalah
terjadinya berbagai persoalan yang lebih kompleks di dalam penjara.
Dari paparan tulisan yang membahas tentang berbagai permasalahan
yang ada di penjara tersebut, ada keterkaitan dengan penelitian yang ingin
peneliti lakukan mengenai interaksi sosial yang dilakukan narapidana ODHA
di lingkungan sekitar lapas. Karena dari jurnal tersebut yang banyak
memaparkan tentang berbagai macam bentuk permasalahan yang dialami
napi selama berada di dalam penjara seperti tindak kekerasan, dan perlakuan
diskriminatif yang salah satunya diakibatkan oleh over capacity. Peneliti
hanya akan lebih terfokus pada permasalahan tentang napi yang mengidap
HIV/AIDS dengan interaksi sosial yang dilakukannya.
27
Sugeng Pujileksono, Masalah-Masalah di Penjara dalam Studi Sosial, jurnal Volume
12 Nomor 2, (Surabaya, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Sosial Program Pascasarjana,
Universitas Airlangga: 2009)
13
Skripsi saudari Lina Mariana yang berjudul Peran Pembinaan Mental
dalam Rehabilitas Narapidana di Rumah Tahanan Negara Trenggalek Jawa
Timur.28 Penelitian ini lebih memfokuskan pada pembinaan agama yang
dapat mendorong para narapidana untuk aktif dalam melakukan sholat
berjamaah. Kegiatan tersebut dilakukan tanpa adanya perintah dari para
Pembina dan para narapidana juga meminta waktu khusus untuk belajar
sholat dan membaca AL-Qur’an di luar waktu pengajian. Selain itu perubahan
juga terlihat dari sikap dan tingkah laku narapidana, baik sesama narapidana
ataupun Pembina. Mereka selalu bersikap sopan dan hampir tidak pernah
terjadi perselisihan antar sesama narapidana. Dengan hasil yang sudah dicapai
tersebut, dapat dikatakan pembinaan mental sudah berhasil.
Sedangkan penelitian ini akan lebih mengarah pada bagaimana
interaksi sosial yang terjadi antara narapidana yang mengidap HIV/AIDS di
lingkungan lapas, apakah berjalan normal atau ada pendiskriminasian di
dalamnya. Dalam penelitian Lina tersebut juga dapat dijadikan panduan untuk
mengetahui sejauh mana peran pembinaan mental yang dilakukan Lapas
Narkotika dalam memberikan motivasi pada napinya yang menderita ODHA
agar tidak merasa terkucilkan selama melakukan rehabilitasi di lapas seperti
yang dilakukan Rutan Trenggalek yang berada di daerah Jawa Timur tersebut.
28
Lina Mariana, Peran Pembinaan Mental dalam Rehabilitas Narapidana di Rumah
Tahanan Negara Trenggalek Jawa Timur, skripsi (Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta: 2001)
14
Dalam tulisannya Triana Indah Siswati dan Abdurrohim dengan judul
Masa Hukuman dan Stres pada Narapidana,29 yang bertujuan untuk
mengetahui apakah terdapat hubungan antara lama menjalani masa hukuman
dengan kondisi stres yang dialami narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Magelang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa narapidana yang
sekurang-kurangnya dikurung minimal selama 3 bulan diperoleh presentase
sebesar 57,5% adanya keterkaitan antara lama menjalani masa hukuman
terhadap kondisi stres narapidana. Sedangkan 42,5% sisanya berasal dari
faktor lain, seperti faktor jenis kelamin, usia, jenis kasus yang dihadapi, latar
belakang lingkungan sosial, dan tingkat pendidikan.
Dari paparan tulisan tersebut menghubungkan adanya keterkaitan
antara lama menjalani masa hukuman di dalam lapas dengan kondisi stres
yang dialami para narapidana terdapat keterkaitan dengan penelitian yang
ingin peneliti lakukan. Dalam tulisan dari jurnal tersebut diperoleh suatu
kesimpulan bahwa kondisi kejiwaan yang berujung dengan peningkatan stres
yang dihadapi narapidana selama berada di dalam lapas lebih dipengaruhi
seberapa lama mereka menghuni “hotel prodeo” tersebut. Sedangkan
penelitian ini lebih menekankan tentang interaksi yang dilakukan narapidana
ODHA di lingkungan lapas. Seorang narapidana yang juga menyandang
status sebagai ODHA diasumsikan mengalami kondisi kejiwaan yang lebih
29
Triana Indah Siswati dan Abdurrohim, Masa Hukuman dan Stres pada Narapidana,
Jurnal Proyeksi, Volume 04 Nomor 2, (Semarang, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Sultan
Agung (UNISSULA).hlm.95-106
15
labil dan sensitif sehingga mengakibatkan stres yang jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan narapidana normal.
F. Landasan Teori
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial dinamis yang
menyangkut hubungan antarorang-perorangan, antar kelompok manusia,
maupun antar orang perorang dengan kelompok manusia. Interaksi sosial
adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Oleh karena itu tanpa adanya
interaksi sosial, maka kehidupan bersama tak akan pernah terjadi.30 Untuk
melihat bentuk interaksi yang dilakukan di dalam sebuah institusi seperti di
dalam Lembaga Pemasyarakatan, peneliti menggunakan teori dramaturgi dari
Erving Goffman sebagai alat analisis karena di lingkungan lapas interaksi
sosial yang terjadi dapat dimaknai layaknya dalam pertunjukan teater.
Teori Dramaturgi yang dipopulerkan oleh Erving Goffman banyak
dituangkan dalam bukunya yang berjudul Presentation of Self in Everyday
Life yang diterbitkan tahun 1959. Menurut Erving Goffman kehidupan sosial
diibaratkan sebagai suatu pertunjukan dalam seni peran. Dalam memainkan
peranannya, individu berusaha membawa suatu “definisi situasi” dan
membujuk orang lain disekitarnya untuk menerimanya, walaupun dirinya
sendiri tidak yakin akan situasi tersebut.31
30
Pokja, Akademik, Pengantar Sosiologi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006), hlm.
96-97
31
David, Berry, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003), hlm.126
16
Dramaturgi terdiri dari front stage (panggung depan) dan back stage
(panggung belakang). Dalam memainkan perannya diatas panggung, aktor
memerlukan berbagai macam alat ekspresi yang terdiri atas front “setting”
yang digunakan dalam berperan seperti alat-alat, pemandangan, dan
panggung. Sedangkan untuk dirinya sendiri front “personal” yang diperlukan
adalah penampilan dan gaya.
Dengan menarik analogi dari tatanan suatu teater, Goffman
membedakan antara bagian depan di mana pertunjukan ditampilkan dan
bagian belakang di mana pertunjukan dipersiapkan. Seperti layaknya di dalam
sebuah pertunjukan, bagian belakang biasanya dipisahkan dari bagian depan
agar penonton tidak melihat bagian belakang layar. Konsep tentang bagian
depan dan belakang menunjukkan bahwa ada beberapa situasi di mana kesan
harus diatur secara hati-hati dan ada situasi lain di mana kita dapat santai dan
bertindak sebagai “diri kita sendiri”32
Goffman lebih tertarik pada interaksi atau kehadiran bersama (copresence). Interaksi tatap muka itu diartikan sebagai individu yang saling
mempengaruhi tindakan mereka satu sama lain ketika masing-masing
berhadapan secara fisik.33 Dalam suatu situasi sosial, seluruh kegiatan yang
ditampilkan
oleh
seluruh
aktor
disebut
sebagai
suatu
penampilan
(performance), sedangkan orang lain yang terlibat dalam situasi tersebut
dikatakan sebagai pengamat.34 Seorang aktor adalah mereka yang melakukan
tindakan atau penampilan yang bersifat rutin (routine). Goffman menyatakan
32
Ibid., hlm. 128
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm.231
34
Ibid., hlm. 232
33
17
selama melakukan kegiatan rutin, sang aktor tersebut akan membawakan
sosok dirinya yang ideal sebagaimana yang dituntut oleh status sosialnya. Ia
juga akan menyembunyikan fakta-fakta yang tidak sesuai dengan citra dirinya
demi menampilkan suatu peran yang sukses.35
Jika dikaitkan dengan konteks masalah penelitian terhadap teori yang
dipaparkan oleh Erving Goffman dapat dikatakan bahwa lingkungan lapas
yang terdiri dari narapidana yang tidak mengidap HIV/AIDS, sipir, pengurus,
dan petugas (masyarakat) beserta narapidana penyandang status ODHA
sedang memainkan perannya masing-masing di dalam sebuah sandiwara yang
bersetting di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta. Dalam memainkan
perannya aktor utama yang bertindak sebagai penampil (performance) adalah
napi yang mengidap virus HIV/AIDS sedangkan orang lain yang terlibat
dalam penampilan tersebut seperti masyarakat lingkungan lapas (petugas,
staf, sipir, narapidana lain) bertindak sebagai pengamat.
Mereka memainkan peran tersebut dalam interaksi yang berjalan
secara rutin dan terbagi dalam 2 situasi, yakni front stage dimana para pemain
baik narapidana ODHA dan orang-orang di dalam lingkungan lapas
melakukan penampilan sesuai yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dengan
gaya, tutur kata, tingkah laku yang sudah diatur sesuai status sosialnya.
Namun dibelakang (back stage) saat mereka menjadi jati diri yang
sesungguhnya, mereka berperilaku lebih santai, bebas, dan apa adanya tanpa
harus memainkan peran yang harus mereka tampilkan.
35
Ibid., hlm. 233
18
Hal ini mengindikasikan bahwa interaksi sosial yang ditampilkan oleh
narapidana ODHA dengan masyarakat lingkungan lapas terbagi menjadi 2
situasi. Yaitu pada saat berada di front stage, masyarakat lingkungan lapas
berinteraksi secara normal dan wajar dengan narapidana ODHA layaknya
bagian dari komunitasnya. Namun pada saat berada di back stage mereka bisa
saja merasa risih, takut dan sebenarnya ingin menjauhi narapidana ODHA
tersebut. Begitupun sebaliknya, narapidana ODHA juga melakukan front
stage saat di depan masyarakat lingkungan lapas, ia berperilaku dan
berinteraksi layaknya bagian dari kelompok agar ia dapat diterima sebagai
bagian dari lingkungan lapas, namun saat berada di back stage narapidana
ODHA sebenarnya merasa enggan melakukan interaksi karena rasa minder
yang mereka miliki.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yaitu
peneliti secara langsung mendatangi Lapas Narkotika untuk melakukan
wawancara mendalam terhadap WBP ODHA dan masyarakat lain yang
berada di lingkungan lapas. Selain itu peneliti juga melihat secara langsung
interaksi
yang
dilakukan
WBP
ODHA
terhadap
orang-orang
di
lingkungannya, ketika WBP ODHA melakukan perbincangan dengan
konselor pribadi, staf, dan rekan-rekan narapidana yang lain.
Pertama-tama peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap
WBP ODHA mengenai awal mula mereka mengenal obat-obatan terlarang,
19
bagaimana akhirnya mereka dapat mengidap virus HIV/AIDS, dan seputar
interaksi yang dilakukannya dengan orang-orang yang berada di lingkungan
lapas. Pada awalnya peneliti menemui hambatan ketika melakukan
wawancara mendalam terhadap WBP yang mengidap HIV/AIDS. Karena
peneliti harus lebih bersikap hati-hati dan menjaga perasaan kelima WBP
ODHA agar tidak tersinggung dan tanpa beban menceritakan pengalamannya
selama menyandang status ODHA di lapas. Namun setelah bertemu dan
melakukan perbincangan dengan WBP ODHA tersebut, ternyata ia dapat
menceritakan pengalaman hidupnya dengan leluasa tanpa merasa malu
terhadap peneliti.
Tahap kedua peneliti mulai menggali informasi terhadap masyarakat
di lingkungan lapas untuk mencari keterangan tentang segala hal yang
berkaitan dengan Lapas Narkotika. Untuk para pegawai, staf, dan Kasubsi,
peneliti menanyakan tentang peraturan lapas, sikap yang ditunjukan
narapidana, informasi yang berkaitan dengan sejarah dan informasi seputar
narapidana, serta bagaimana interaksi yang mereka lakukan terhadap WBP
ODHA. Untuk narapidana yang tidak mengidap HIV/AIDS, peneliti ingin
mengetahui kehidupan sehari-hari WBP “normal” selama menjalani masa
pidana di lapas, fasilitas yang narapidana peroleh, kegiatan apa saja yang
mereka jalani, dan bagaimana perasaan mereka ketika harus berinteraksi
dengan rekan mereka yang mengidap HIV/AIDS.
Tahap terakhir adalah peneliti mencari informasi di Ruang
Bimkeswat, Registrasi, Umum, dan Kepegawaian untuk mendapatkan
20
informasi seputar data-data yang berkaitan tentang awal mula didirikannya
Lapas Narkotika, jumlah keseluruhan narapidana, jumlah pegawai yang
bekerja di lapas, kegiatan apa saja yang diberikan kepada seluruh narapidana
untuk menambah pengalaman dan meningkatkan kualitas dari segi agama,
ekonomi, moral, dan sosial, serta peran Lapas Narkotika untuk membina
WBP ODHA agar mereka dapat memiliki kesempatan yang sama untuk
berkembang dan bergaul layaknya narapidana “normal” lainnya.
Metode yang digunakan adalah deskriptif-analisis, karena penelitian
ini dipandang mampu menganalisis realitas sosial secara mendetail. Peneliti
mendiskripsikan hasil temuan di lapangan dan melakukan analisis yang
dikaitkan dengan teori yang digunakan oleh peneliti. Pendiskripsian
dilakukan peneliti secara detail dengan tetap berpedoman pada realitas yang
terjadi secara nyata di Lapas Narkotika. Peneliti menampilkan bukti berupa
petikan wawancara dan gambar dokumentasi selama wawancara untuk
membuat tulisan ilmiah ini menjadi lebih menarik dan hidup.
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Kelas II A Yogyakarta. Pemilihan lokasi penelitian ini didasari oleh
beberapa pertimbangan. Pertama, Lapas Narkotika memiliki cukup
banyak narapidana yang mengidap virus HIV/AIDS yaitu berjumlah 5
WBP, yang dapat menularkan virus melalui penggunaan jarum suntik
secara bergantian dalam pemakaian narkotika. Kedua, narapidana ODHA
di dalam lapas tersebut ditempatkan berbaur dengan narapidana lain tanpa
21
adanya pembedaan ruangan, sehingga dapat dilihat dengan jelas
bagaimana interaksi sosial yang dilakukan narapidana ODHA tersebut.
Ketiga, kegiatan formal yang harus dijalani WBP selama menjalani masa
hukuman di dalam Lapas Narkotika cukup banyak yakni untuk kegiatan
olah raga dan kesenian berjumlah 8 program, kegiatan keagamaan
memfasilitasi 3 agama yaitu Islam, Nasrani, dan Budha, bimbingan
kegiatan kerja berjumlah 11 program, dan program pembinaan berjumlah 7
program.
2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Data primer terbentuk dari kata-kata dan tindakan orang-orang
yang diamati atau diwawancarai yang dicatat melalui catatan tertulis
atau melalui alat perekam (video/audio tapes).36 Sumber data primer di
peroleh dari 21 orang yang terdiri dari 5 (lima) WBP yang mengidap
HIV/AIDS, 6 (enam) WBP yang tidak mengidap HIV/AIDS, 2 (dua)
Kasubsi, 1 (satu) dokter poliklinik, 2 (dua) rupam, dan 5 (lima) staf
administrasi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A
Yogyakarta.
b. Sumber Data Sekunder
Sedangkan data sekunder diambil dari buku-buku perpustakaan
dan dokumentasi yang berhubungan dengan penelitian. Serta data
36
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), hlm.157.
22
sekunder diperoleh dari dokumen resmi berupa brosur, data, dan situs
resmi Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Yogyakarta.
3. Teknik Pengumpulan Data
Mengacu dari kerangka tulisan diatas, teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah:
a. Teknik Pengamatan (Observasi)
Teknik
pengamatan
(observasi)
adalah
suatu
teknik
pengumpulan data yang mengharuskan peneliti terjun langsung ke
lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan tentang tujuan peneliti
misalnya ruang, tempat, pelaku, peristiwa, kegiatan yang menjadi
tempat penelitian.37 Untuk memperoleh data yang beragam, peneliti
melakukan
pengamatan
fenomena
yang
terjadi
di
Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Yogyakarta untuk melihat
bagaimana interaksi yang dilakukan narapidana ODHA dengan orangorang yang berada di lingkungan lapas. Serta melihat secara langsung
apa saja hambatan yang ditemui narapidana tersebut selama melakukan
interaksi di dalam lapas.
b. Wawancara
Interview atau wawancara adalah suatu bentuk komunikasi
verbal percakapan yang bertujuan memperoleh informasi.38 Wawancara
yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in
depth interview) yang dilakukan terhadap 5 (lima) WBP yang mengidap
37
38
Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm.60
Nasution, Metode Research, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm.113
23
HIV/AIDS, 6 (enam) WBP yang tidak mengidap HIV/AIDS, 2 (dua)
Kasubsi, 1 (satu) dokter poliklinik, 2 (dua) rupam, dan 5 (lima) staf
administrasi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A
Yogyakarta.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah wawancara
tidak terstruktur yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis
besar yang akan ditanyakan.39 Di mana pewawancara berpedoman dari
interview guide yang telah disusun sebelumnya. Penulis mengajukan
pertanyaan yang dijawab oleh informan dengan bebas, jika jawaban dari
informan mulai menyimpang dari arah pertanyaan, pewawancara
mengalihkan pada alur yang telah ditentukan.
c. Teknik Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data
dengan mencari data tentang hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah dan lain-lain.40 Teknik pencarian
data ini digunakan untuk memperoleh data dari letak geografis
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Yogyakarta, struktur
organisasi, petugas staf dan sipir, jadwal kegiatan formal yang
dilakukan, klasifikasi narapidana, serta data lain yang relevan dengan
penelitian ini.
39
40
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993), hlm.197
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta:Gramedia, 1989),
hlm.32
24
4. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis kualitatif
yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan
dokumentasi, dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan indikatorindikator yang ada, serta didasarkan pada fakta-fakta, dan juga pada
pemikiran-pemikiran kritis untuk memperoleh temuan-temuan umum.41
Adapun metode yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu metode
analisis data yang menuturkan, menafsirkan serta mengklarifikasi datadata atau informasi-informasi yang berkaitan dengan obyek yang diteliti,
kemudian di analisis dengan membandingkan data-data tersebut dengan
fenomena.
Secara umum teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan metode perbandingan tetap (constant comparative
method).42 Dalam analisis data perbandingan tetap, secara tetap
membandingkan satu datum dengan datum yang lain, dan kemudian secara
tetap membandingkan kategori dengan kategori lainnya. Dalam model ini
proses analisis datanya mencakup:
1. Reduksi Data yaitu mengidentifikasi data dan membuat kode dari setiap
data yang diperoleh.
2. Kategorisasi yaitu memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian
yang memiliki kesamaan.
41
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), hlm.248
42
Ibid., hlm.288
25
3. Sintesisasi yaitu mencari kaitan antara satu kategori dengan kategori
lainnya.
4. Menyusun Hipotesis Kerja yaitu merumuskan suatu pernyataan yang
proposional. Hipotesis kerja hendaknya juga terkait dan sekaligus
menjawab pertanyaan penelitian.43
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mendapatkan suatu kerangka penelitian dan menindaklanjuti
penulisan selanjutnya, maka peneliti membuat sistematika sederhana, yang
dikelompokan menjadi beberapa bagian atau bab. Setiap bab terdiri dari
beberapa sub bab yang merupakan suatu eksplorasi dari semua isi kandungan
peneliti. Pembagian bab dan sub bab tersebut bertujuan untuk memudahkan
pembahasan dalam penulisan dan menganalisa data, telaah masalah-masalah
dan temuan-temuan yang ada, agar lebih mendalam dan komprehensif,
sehingga artinya lebih mudah dipahami.
Bab I merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini berisi tentang
pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, landasan teori, metode
penelitian, dan sistem pembahasan.
Bab II merupakan bab gambaran umum. Dalam bab ini berisi tentang
gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Yogyakarta,
meliputi letak geografis, sejarah berdirinya, visi dan misi lapas, staf lapas,
43
Ibid., hlm.289
26
struktur organisasi, keadaan pegawai, sarana dan fasilitas, program
pembinaan lapas, komitmen petugas lapas, dan klasifikasi narapidana yang
ditahan di Lapas Narkotika.
Bab III, merupakan kehidupan sosial di Lapas Narkotika Kelas II A
Yogyakarta menurut para informan. Dalam bab ini berisi tentang kegiatan
keseharian WBP di Lapas Narkotika, profil WBP ODHA yang ditahan di
Lapas Narkotika, profil informan yang berinteraksi dengan WBP ODHA, dan
kehidupan sosial di Lapas Narkotika berdasarkan pengakuan WBP
Bab IV, merupakan interaksi sosial narapidana pengidap HIV/AIDS di
lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Yogyakarta.
Dalam bab ini berisi tentang kondisi WBP ODHA di Lapas Narkotika, peran
lapas untuk melindungi WBP ODHA agar tidak terdiskriminasi, interaksi
sosial yang dilakukan WBP ODHA dengan masyarakat di lingkungan Lapas
Narkotika, dan faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat lingkungan
lapas enggan berinteraksi terhadap WBP ODHA.
Yang terakhir Bab V, berisi penutup yang meliputi kesimpulan dari
hasil penelitian dan saran-saran. Dalam bab ini disimpulkan hasil pembahasan
untuk menjelaskan dan menjawab permasalahan yang ada dan memberikan
saran-saran yang bertitik tolak pada kesimpulan.
27
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang penulis lakukan terkait masalah penelitian yaitu
tentang interaksi sosial narapidana pengidap HIV/AIDS di Lingkungan Lapas
Narkotika Kelas II A Yogyakarta, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Proses interaksi sosial narapidana (WBP) pengidap HIV/AIDS di Lapas
Narkotika Kelas II A Yogyakarta terjadi dalam 2 situasi, yaitu ketika WBP
ODHA bertemu secara langsung dengan orang-orang yang berada di
lingkungan lapas, maupun ketika WBP ODHA dan orang-orang
disekitarnya tersebut tidak saling bertemu.
2. Ketika WBP ODHA bertatap muka secara langsung dengan orang-orang
yang berada di lingkungan lapas (staf, pegawai, Rupam/Sipir, Kasubsi,
WBP normal) mereka melakukan interaksi secara normal dan wajar tanpa
menunjukan perasaan takut, risih, jijik, dan menunjukan ekspresi yang
dapat mendiskriditkan mereka.
3. Namun ketika kedua belah pihak tidak saling berjumpa, masing-masing
diantara mereka menunjukan perasaan yang sesungguhnya mereka
rasakan. Orang-orang di lingkungan lapas sesungguhnya merasa takut dan
risih untuk berinteraksi secara langsung dengan WBP ODHA. Begitupun
sebaliknya WBP ODHA juga merasakan akan dirinya yang tidak diterima
menjadi bagian dari lingkungan sekitar. Hal inilah yang membuatnya lebih
149
baik menghindari proses interaksi dengan orang-orang yang berada
disekitarnya.
4. Lapas Narkotika Kelas II A memiliki kontribusi dalam membina WBP
ODHA yang menjadi warga binaannya. Diantaranya adalah peran lapas
dalam memberikan pelayanan di bidang kesehatan, sosial, dan peran lapas
untuk melindungi WBP ODHA agar tidak terdiskriminasi.
5. Faktor-faktor yang melatar belakangi masyarakat lingkungan lapas enggan
berinteraksi terhadap WBP ODHA adalah
a.
Faktor stigma negatif yang masih melekat pada diri seorang ODHA.
Karena penyakit tersebut dianggap oleh masyarakat lingkungan lapas
berasal dari gaya hidup WBP ODHA yang melanggar etika dan
norma.
b.
Faktor ketakutan dari masyarakat di lingkungan lapas, akan peristiwa
yang pernah terjadi yakni adanya WBP ODHA yang meninggal di
Lapas Narkotika.
c.
Faktor adanya perasaan risih yang mereka rasakan ketika harus
bergaul dengan seorang ODHA. Hal ini disebabkan oleh rasa
ketakutan mereka akan kemungkinan dapat tertular penyakit
HIV/AIDS tersebut.
B. Saran-saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dibuat suatu saran
bagi perbaikan kedepan terkait dengan masalah penelitian yang sudah diteliti.
150
a.
Untuk WBP ODHA: Agar terus meningkatkan kualitas diri dengan
mengasah kemampuan selama menjalani masa pidana di dalam lapas
dengan rajin mengikuti pembinaan baik dari segi keagamaan maupun
dari segi pemberdayaan kompetensi berkarya dan berusaha. Dan
diharapkan WBP ODHA agar lebih terbuka dan bersahabat dengan
orang-orang yang berada di lingkungan lapas. Karena sebagai makhluk
sosial, seluruh manusia pada dasarnya membutuhkan bantuan dan
dukungan dari orang lain. Terlebih bagi seseorang yang membutuhkan
penanganan khusus layaknya WBP yang menderita penyakit HIV/AIDS
yang haus perhatian dan pertolongan dari orang-orang di lingkungan
sekitarnya.
b.
Untuk Staf/Pegawai Lapas Narkotika: Diharapkan agar lebih profesional
dalam memberikan pelayanan di segala bidang kepada seluruh WBP.
Karena tugas pegawai ataupun staf disana sebagai pengganti posisi orang
tua yang bertugas membina dan membimbing. Sehingga diharapkan
seluruh jajaran pegawai tidak membeda-bedakan dalam memperlakukan
warga binaan yang menjadi asuhan Lapas Narkotika.
c.
Untuk Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta: Agar dapat lebih
mengembangkan jaringan kerjasama dengan berbagai pihak. Seperti
rumah sakit, LSM, komunitas, dan lembaga-lembaga lain yang bergerak
di bidang penanggulangan penyakit HIV/AIDS ini. Diharapkan dengan
adanya penyuluhan dan edukasi yang dilakukan oleh berbagai pihak,
dapat mengurangi perlakuan dan tindakan yang bersifat melecehkan dan
diskriminatif yang ditujukan kepada WBP ODHA.
151
d.
Untuk Pemerintah: Diharapkan pemerintah dapat lebih memberikan
perhatian khusus kepada seluruh ODHA yang ada di Indonesia pada
umumnya, maupun yang berada di lingkungan lembaga pemasyarakatan
pada khusunya. Seperti menyediakan fasilitas dan sarana serta prasarana
yang lebih memadai untuk merawat seseorang yang mengidap virus
HIV/AIDS. Terlebih bagi mereka yang menjadi warga binaan sebuah
lembaga pemasyarakatan. Agar dapat memperoleh pelayanan dari segi
medis, bimbingan konseling, dan peningkatan kualitas diri secara lebih
memadai dan maksimal.
e.
Untuk WBP “normal” yang berada di lingkungan Lapas Narkotika: Agar
lebih meningkatkan rasa persaudaraan dan kekerabatan diantara seluruh
warga binaan dengan tidak melihat dari segi latar belakang status,
kedudukan, bahkan penyakit yang diderita. Karena saat ini mereka sudah
dipersatukan untuk menjadi satu keluarga dibawah binaan Lapas
Narkotika. Dengan memposisikan diri sebagai bagian dari anggota
keluarga, diharapkan seluruh WBP dapat memperlakukan WBP ODHA
sebagai bagian dari komunitasnya juga tanpa memberikan perlakuan
yang berbeda.
f.
Untuk kalangan akademisi: penelitian ini dapat dijadikan referensi
sebagai rujukan bagi penelitian yang akan datang, bila memiliki minat
terkait dengan tema penelitian yakni interaksi sosial yang dilakukan
narapidana ODHA di lingkungan lapas, sehingga diharapkan dapat
memperluas khasanah keilmuan bila nantinya ada masukan dan
tambahan dari penelitian yang bersangkutan.
152
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdulsyani. 1987. Sosiologi Kriminalitas. Bandung: Remadja Karya.
Amiruddin, Ridwan. 2012. Kebijakan dan Respons Epidemik Penyakit Menular,
Bogor: PT. Penerbit IPB Press.
Berry, David. 2003. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Goffman, Erving. 1956. The Presentation of Self in Everyday Life. Edinburgh:
Monograph.
Kartono, Kartini. 2013. Patologi Sosial 1. Jakarta: Rajawali Pers.
Koentjaraningrat.
Gramedia.
1989.
Metode-Metode
Penelitian
Masyarakat.
Jakarta:
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Nasution. 1996. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.
Nawawi, Hadari. 1992. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada Press.
Ni’mah, Zulfatun. 2012. Sosiologi Hukum: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Teras.
Noviana, Nana. 2013. Catatan Kuliah Kesehatan Reproduksi & HIV-AIDS. Jakarta:
TIM.
Patilima, Hamid. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Poloma M. Margaret. 2010. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers.
Saadawi, El Nawal. 2003. Catatan dari Penjara Perempuan. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Soelaeman, Munandar. 2001. Ilmu Sosial Dasar (Teori dan Konsep Ilmu Sosial).
Bandung: PT. Refika Aditama.
153
Skripsi dan Laporan Penelitian
Azizy, Astrid. Faktor Penyebab Terjadinya Kerusuhan Dan Anarkhi Serta Upaya
Penanggulangannya Di Rumah Tahanan Negara (Studi Di Rumah
Tahanan Negara Kelas I Surabaya, jurnal diterbitkan, Malang Jurusan
Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya.
Listiana. 2012. Kehidupan Sosial dan Interaksi Orang dengan HIV/AIDS di
Yogyakarta, sekripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial
dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Mariana, Lina. 2001. Peran Pembinaan Mental dalam Rehabilitas Narapidana di
Rumah Tahanan Negara Trenggalek Jawa Timur, sekripsi tidak
diterbitkan, Yogyakarta, Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta.
Paryati, Tri, Raksanagara, Ardini S, dan Afriandi Irvan. 2012. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Stigma dan Diskriminasi kepada ODHA oleh petugas
kesehatan : kajian literature, Peminatan Perencanaan Pembangunan
Kesehatan (PPK) S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, Fakultas
Kedokteran, Universitas Padjajaran.
Pujileksono, Sugeng. 2009. Masalah-Masalah di Penjara dalam Studi Sosial,
jurnal Volume 12 Nomor 2, Surabaya, Mahasiswa Program Doktor Ilmu
Sosial Program Pascasarjana, Universitas Airlangga.
Siswati, Triana Indah dan Abdurrohim. Masa Hukuman dan Stres pada
Narapidana, jurnal diterbitkan, Semarang, Fakultas Psikologi,
Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA).
Lain-lain
Akademik, Pokja. 2006. Pengantar Sosiologi, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (Diakses tanggal 23
September
2013
pukul
14.44
WIB).
http://www.spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id&gg=1
Penyusun, Tim. 2012. Pedoman Layanan Komprehensif HIV/AIDS dan IMS di
Lapas, Rutan, dan Bapas, Jakarta: Dirjen PP & PL, Dirjen
Pemasyarakatan.
Seminar. 2013. Mengenal Infeksi HIV/AIDS (Penularan dan Pencegahan) yang
disampaikan oleh Puskesmas Mantrijeron tanggal 12 Juni pukul 10.00
WIB.
154
http://www.harianjogja.com/baca/2013/09/06/penderita-hiv-aids-bertambahmenjadi-102-jiwa-444981. (Diakses tanggal 23 September 2013 jam
13.45 WIB).
http://lapasnarkotikayogyakarta.blogspot.com/. (Diakses tanggal 23 September
2013 pukul 13.19 WIB).
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2013/07/03/147106-kasus-hivaids-yangtercatat-di-indonesia-sampai-maret-2013-573825.html. (Diakses tanggal
23 September pukul 14.38 WIB).
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/02/02/76990/Jumlah
(Diakses
tanggal
23
-Penderita-HIV-AIDS-di-DIY-Meningkat.
September pukul 14.39 WIB).
http://www.harianjogja.com/baca/2013/08/18/rusuh-di-penjara-sipir-dipukul-lpdibakar-25-warga-binaan-kabur-438832. (Diakses tanggal 16 Oktober
2013 pukul 11.23 WIB).
http://jogja.tribunnews.com/2013/07/27/lagi-kerusuhan-nyaris-terjadi-di-lapasbinjai. (Diakses tanggal 17 Oktober 2013 pukul 13.14 WIB).
http://satuharapan.com/index.php?id=109&tx ttnews(tt news)=8453&cHash=1,.
(Diakses tanggal 07 Januari 2014 pukul 10.44 WIB).
Spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=403,. (Diakses tanggal 07 Januari 2014 pukul
10.11 WIB).
http://regional.kompas.com/read/2013/12/15/2228004/Ini.Tuntutan.Napi.Lapas.Pa
lopo.yang.Jadi.Pemicu.Kerusuhan. (Diakses tanggal 16 Desember 2013
pukul 13.30 WIB).
155
CURRICULUM VITAE
Nama
: Anisa Tirta Kusuma Sari
Tempat, Tanggal Lahir : Yogyakarta, 12 Juni 1991
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jl. Ngesthi Manunggal, Brajan, No.30, Tamantirto,
Kasihan, Bantul Rt.02, Rw.14 55183
Status
: Belum Kawin
Email
: [email protected]
No HP
: 085729575899
Riwayat Pendidikan:
TK 17 1 Yogyakarta
(1996-1998)
SD Negeri Keputran V Yogyakarta (1998-2004)
SMP Negeri 1 Yogyakarta
(2004-2007)
SMA Negeri 1 Kasihan Bantul
(2007-2010)
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
(2010-2014)
156
Download