BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Prarancangan pabrik poliethilene dewasa ini menjadi penting dikarenakan kebutuhan manusia akan produk-produk yang menggunakan bahan baku PET (poliethilene terephtalate) semakin banyak. 1. Proyeksi Kebutuhan Polietilene Terephtalate Dalam faktor pertama, yaitu tren permintaan konsumen. Faktor permintaan konsumen sangat dipengaruhi oleh kegunaan produk dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, polietilene terephtalate digunakan sebagai polimer dalalm pembuatan botol minuman pada industri minuman. Industri minuman ini sangatlah banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Belum lagi, dapat digunakan sebagai serat sintetis yang turunannya dapat diaplikasikan untuk peralatan rumah tangga, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, dibutuhkan polietilene terephtalate dalam jumlah besar seiring meningkatnya jumlah penduduk dunia. Demand, juta ton/tahun Proyeksi permintaan PET dapat terlihat pada gambar 1.1: Proyeksi Permintaan PET Dunia 30000000 20000000 10000000 Demand of PET 0 2011 2012 2013 2014 2015 Tahun Gambar 1.1. Proyeksi Permintaan PET Dunia Dari data www.icis.com yang didapatkan, terlihat bahwa permintaan polietilene terephtalate cenderung meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kenaikan permintaan sebesar 7,2% tiap tahunnya dan terlihat bahwa permintaan polietilene terephtalate akan terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan makin pesatnya perkembangan industri polimer dunia sehingga makin banyak membutuhkan polietilene terephtalate sebagai bahan baku untuk menghasilkan produkproduk polimer lain yang lebih tinggi harganya. 1 Untuk rencana pabrik di tahun mendatang, diestimasikan permintaan polietilene terephtalate dengan asumsi jumlah pemakaian perorang tetap, tetapi jumlah penduduk bertambah secara linear sehingga kebutuhan polietilene terephtalate diasumsikan bertambah sekitar 9% per tahunnya, asumsi pabrik akan beroperasi selama 10 tahun dari tahun 2015 sehingga gambaran kebutuhan polietilene terephtalate seperti 70000000 ditunjukkan pada gambar 1.2. Prediksi Kebutuhan Dunia Prediksi KebutuhanPET PET Dunia 50000000 40000000 30000000 Prediksi PrediksiKebutuhan KebuthanPET Dunia PET Dunia 20000000 10000000 0 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 Kebutuhan, juta ton/tahun 60000000 Tahun Gambar 1.2. Prakiraan Kebutuhan PET untuk Kebutuhan Mendatang. 2. Penentuan Kapasitas Produksi Polietilene Terephtalate Kapasitas produksi dapat diartikan sebagai jumlah maksimum output yang dapat diproduksi atau dihasilkan dalam satuan waktu tertentu. Strategi penentuan kapasitas pabrik dapat dilakukan melalui peninjauan beberapa poin, yaitu trend permintaan pasar dalam dan luar negeri, ketersediaan bahan baku, perkembangan perusahaan kompetitor, dan kewajaran desain alat. Dari hasil studi literatur yang telah dilakukan, tidak dapat ditemukan data yang akurat mengenai nilai impor dan ekspor komoditas Polietilene Terephtalate di Indonesia. Kemungkinan komoditi ini diimpor oleh Indonesia sebagai bahan-bahan lain yang mengandung polietilene terephtalate dan dikategorikan sebagai barang lain-lain sehingga tidak dapat diukur kuantitanya secara pasti. Kami mengambil kesimpulan untuk membuat pabrik berorientasi ekspor daripada kebutuhan dalam negeri terkait dengan permintaan pasar yang tinggi di luar negeri. Pertimbangan lain yang dibuat lebih berorientasi pada kebutuhan ekspor yaitu kebutuhan polietilene terephtalate yang masih sedikit di dalam negeri. Untuk faktor luar, kebutuhan PET sekitar 17,3 juta ton untuk pasar Asia pada tahun 2013. Dengan memakai faktor perkembangan kebutuhan polietilene terephtalate untuk dunia sekitar 9% per tahun, maka dapat diperkirakan 2 kebutuhan polietilene terephtalate di dunia hanya sekitar 1.557.000 ton/tahun untuk tahun 2015. Industri polietilene terephtalate tergolong industri yang baru di negara Indonesia, sehingga perlu memperhatikan pula industri-industri sejenis yang telah berdiri. Dari hasil studi yang telah dilakukan, supply ability beberapa perusahaan penghasil polietilene terephtalate yang telah ada dikatakan besar karena melampaui 100.000 ton/tahun. Ini didapatkan dari perusahaan yang berdiri di luar negeri sehingga target pemenuhan kebutuhan lebih kepada ekspor ke luar negeri. Tabel 1.1. Data Supply Ability Perusahaan PET yang telah berdiri di Dunia. Nama Perusahaan Supply Ability Octal Petrochemical, Uni Emirat Arab 150.000 ton/tahun Dhunseri Petrochemical, India 175.000 ton/tahun Chepsa Petrochem, Kanada 175.000 ton/tahun JBF Industries, Amerika Serikat 50.000 ton/tahun sumber : ICIS, 2012 Diperkirakan untuk beberapa tahun kedepan permintaan akan polietilene terephtalate akan terus meningkat. Untuk kebutuhan Indonesia, tidak dapat diperoleh cukup data yang menyatakan penggunaan produk polietilene terephtalate, sehingga kapasitas produksi dari pabrik yang dirancang ini mengacu pada pasaran luar negeri. Aspek pertimbangan penting yang selanjutnya adalah permasalahan lingkungan yang sangat serius akibat permintaan dan produksi bahan baku pembuatan plastik. Permasalahan lingkungan tersebut adalah penumpukan sampah yang tidak diimbangi dengan pengelolaan dan pengolahan sampah yang memang sulit ditangani. Hal ini akan berdampak perlahan terhadap permintaan bahan baku pembuatan plastik. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka diputuskan kapasitas produksi perancangan pabrik polietilene terephtalate ini adalah 175.000 ton/tahun. Kapasitas ini sama dengan produksi polietilene terephtalate beberapa industri yang telah berjalan, sehingga salah satu teori kesuksesan penentuan kapasitas pabrik adalah menjalankan pabrik dengan melihat acuan/standar industri yang telah berjalan pada umumnya. Kapasitas yang dirancang diharapkan memenuhi aspek perhitungan ekonomi dan kewajaran desain alat, maka dilakukan sensitivitas ekonomi berdasarkan 3 perubahan kapasitas, agar dapat diketahui perubahan nilai ekonomisnya serta diperoleh spesifikasi desain alat yang lazim. 3. Penentuan Lokasi Pabrik (Site Selection) Secara geografis, penentuan lokasi pabrik sangat menentukan kemajuan serta kelangsungan dari suatu industri kini dan pada masa yang akan datang karena berpengaruh terhadap faktor produksi dan distribusi dari pabrik yang didirikan. Pemilihan lokasi pabrik harus tepat berdasarkan perhitungan biaya produksi dan distribusi yang minimal serta pertimbangan sosiologi dan budaya masyarakat di sekitar lokasi pabrik (Timmerhause, 2004). Dalam studi penentuan lokasi pabrik dikenal tiga orientasi pendirian pabrik, yaitu (raw material oriented, technology and human resources oriented, dan market oriented). Studi kelayakan pendirian pabrik PET ini yang rencananya akan berada di Indonesia karena tujuan dalam melakukan tugas akhir ini adalah bagaimana untuk membuka peluang kelayakan industri dalam meningkatkan lapangan pekerjaan dan ketahanan industri nasional dengan berdasarkan hasil analisis ekonomi, sosial, hukum, teknik dan lingkungan. Selain itu, harga lahan di Indonesia yang lebih murah dibandingkan negara-negara lain (contoh di Semarang hanya Rp. 300.100,00/m2) dan tenaga kerja negara indonesia yang termasuk dalam negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia (BPS, 2011). Hal menjadi alasan mengapa kami memilih lokasi di Indonesia tepatnya pulau Jawa mengingat fasilitas pendukung (support facility) yang lebih banyak untuk mendukung operasional pabrik dibandingkan dengan pulau-pulau lain di Indonesia. Orientasi pabrik yang diprarancangkan disini didasarkan pada analisis berdasarkan 8 kategori pokok. Kategori pokok tersebut adalah berupa ketersediaan bahan baku (raw material oriented); ketersediaan air; bahan bakar atau power source industri serta utilitas lainya; sumber daya manusia (men power); infrastruktur; bahan buangan dan gangguan lingkungan; pemasaran (market oriented); kondisi geografis, iklim dan bencana; sertakondisi ekonomi, sosial dan hukum. Di Pulau Jawa, dipilih 4 lokasi yang kami anggap sesuai, yaitu: 1. Kota Cilegon di Provinsi Banten, 2. Kota Semarang di Propinsi jawa Tengah, 3. Kota Cilacap di Provinsi Jawa Tengah, dan 4. Karawang di Provinsi Jawa Barat. 4 Untuk memilih yang terbaik di antara pilihan-pilihan di atas, dan sebelum melakukan detil bahasan kriteria-kriteria dalam kategori pokok penentuan lokasi pabrik PET kami memakai sub-kategori dengan pendekatan indikator umum yang sesuai dengan standar penetapan lokasi pabrik. Sub-kategori tersebut akan kami estimasi dan kuantifikasi dalam 4 skala angka (0-3) dengan kategori : Tabel 1.2. Kriteria Penilaian Kesesuaian Penentuan Kelayakan Lokasi Pabrik PET Skala Penilaian Singkatan 3 Sangat Sesuai SS 2 Sesuai S 1 Kurang Sesuai KS 0 Tidak Sesuai TS Sub-kategori tersebut dijabarkan dengan indikator penilaian sebagai berikut : 1. Raw material oriented. Kesesuaian dengan orientasi dengan indikator kedekatan dengan sumber bahan baku dan ada tidaknya pelabuhan untuk impor bahan baku. 2. Ketersediaan fasilitas pendukung. Indikatornya adalah ada atau tidaknya fasilitas juga jauh-dekatnya lokasi pabrik dengan fasilitas yaitu: Jalur kereta api, Truk dan angkutan barang, Kapal pengangkut. 3. Ketersediaan sumber utilitas dan power. Indikatornya adalah ada atau tidaknya fasilitas juga jauh dekatnya lokasi pabrik dengan sumber utilitas yaitu: Listrik, Sumber air dan Energi fosil (minyak dan batu bara). 4. Faktor Sosial, Hal-hal yang terdapat dalam faktor sosial meliputi : a. Tenaga Kerja. Indikatornya adalah banyak atau sedikitnya tenaga kerja yang tersedia dalam wilayah tempat pabrik diprarancangkan. b. Upah Minimum. Indikatornya adalah tinggi rendahnya tingkat upah. Disini, upah terendah adalah yang terbaik. 5. Faktor Geografis, Hal-hal yang terdapat dalam faktor geografis meliputi : 5 a. Curah hujan. Indikatornya adalah tinggi rendahnya curah hujan untuk keperluan air proses. b. Bencana. Indikatornya adalah sering tidaknya bencana terjadi di suatu wilayah. Jika sering, tidak direkomendasikan untuk berdiri disana. c. Harga Lahan. Indikatornya adalah tinggi rendahnya harga lahan di suatu wilayah. Ingin dicari lahan dengan harga terendah. Kriteria di atas mengindikasikan ada atau tidaknya, layak atau tidaknya, sedikit atau banyaknya hal-hal yang penting sebagai kelayakan tempat tersebut untuk dijadikan lokasi pabrik. Setelah mencari data terkait dengan tempat-tempat yang dijadikan lokasi pendirian pabrik, untuk kriteria-kriteria di atas, dapat dibuat sebuah tabel penilaian untuk merekomendasikan tempat terbaik prarancangan pabrik sebagai berikut: Tabel 1.3. Estimasi Awal Penilaian Lokasi Pabrik Berdasarkan Sub-Kategori. No. Parameter Cilegon Semarang 3 2 1 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 a. Listrik 3 2 1 3 b. Sumber air 3 3 3 3 c. Bahan bakar fosil 2 2 3 2 Tenaga Kerja 3 2 2 2 Upah Minimum 1 2 2 1 a. Curah hujan 2 2 2 2 b. Bencana 2 1 2 2 c. Harga Lahan 1 2 2 2 29 27 27 28 1. Raw Material Oriented 2. Sarana Transportasi a. Jalur kereta api b. Truk dan angkutan barang c. Kapal Pengangkutan 3. 4. 5. Penilaian Cilacap Karawang 3 Sumber Utilitas dan Power Faktor Sosial Faktor Geografis Total 6 Dari keempat pilihan diatas, dipilih Cilegon sebagai tempat yang paling sesuai untuk dijadikan lokasi pendirian pabrik. Adapun uraian yang mendukung Cilegon sebagai tempat pendirian pabrik adalah sebagai berikut: 1. Ketersediaan Bahan Baku (Raw Material Oriented) Pemilihan lokasi pabrik Polietilene Terephtalate ini dipilih berdasarkan raw material oriented. Yang menjadi pertimbangan adalah raw material yang dibutuhkan berjumlah besar, karena pertimbangan biaya bahan baku yang lebih mahal jika diimpor dari luar. Asam Terephtalate dapat diperoleh dari PT. Pertamina Tanjung Gerem, Banten. Etilen Glikol sendiri dapat diimpor melalui Pelabuhan Merak, Banten atau dibuat sendiri dengan mendatangkan bahan baku pembuat Etilen Glikol, yaitu Etilen dari PT. Chandra Asri Petrochemical, Cilegon. Kedekatan pabrik ini dengan bahan baku akan memudahkan kinerja pabrik sehingga proses produksi dapat berjalan dengan baik. Oleh karena pasaran yang dituju adalah pasar internasional, dan melihat kedekatan pabrik dengan bahan baku, hal ini menjadikan pabrik ini sebagai raw material oriented. 2. Ketersediaan Air, Bahan Bakar atau Power Source Industri Dalam penentuan lokasi pabrik, dibutuhkan data yang lengkap mengenai sumber– sumber ketersediaan utilitas contohnya air untuk keperluan industri seperti air pembersih, air proses, air pendingin, dan seterusnya. Begitu juga dengan sumber pasokan listrik dan bahan bakar agar mampu membangkitkan mesin – mesin industri sehingga memperlancar kinerja pabrik. a. Air (air proses, air umpan boiler, air pendingin, air buangan, air pembersih) Kota Cilegon adalah daerah yang bersifat dataran rendah dengan tanahnya bersifat organik. Pada waktu tertentu saat air laut pasang bersamaan dengan curah hujan yang tinggi, menyebabkan genangan air pada wilayah tertentu yang tersimpan dalam bentuk genangan air pada titik-titik tertentu atau mengalir ke sungai. Wilayah Cilegon yang terletak di tepi pantai dan adanya pengaruh air laut pasang, tanah di Cilegon menjadi payau dan asin. Kebutuhan air bersih sebagian besar masyarakat Cilegon tergantung pada air hujan dan air tawar yang diambil di hulu sungai serta air bawah tanah atau air artesis. Pabrik ini memasok kebutuhan air proses dari air laut (Sea Water System), genangan dan air sungai, terutama dipasok dari sungai. Kebutuhan demin water dapat diperoleh dengan treatment sendiri melalui instalasi water treatment yang akan dibangun di pabrik. 7 b. Bahan Bakar dan Power Bahan bakar berupa gas dan minyak untuk pembangkit mesin industri dapat dipasok dari beberapa perusahaan minyak, terutama PT. Pertamina RU III Palembang dan PT. Pertamina RU IV Cilacap. c. Sumber Daya Manusia (Men Power) Menurut data Badan Pusat Statistik Indonesia, jumlah angkatan kerja untuk usia produktif 15-49 tahun di kota Cilegon pada Agustus 2010 sejumlah 287.396 orang dengan tingkat pertimbuhan per tahun sebesar 8 – 20%. Sehingga dapat diperkirakan pada tahun 2012 dan 2013 jumlah angkatan kerja mencapai lebih dari 300.000 jiwa. Tidak semua angkatan kerja ini dapat terserap, oleh karena tingkat pendidikannya yang tidak begitu tinggi (sebagian besar berada pada tingkat pendidikan SLTA). (BPS, 2011) Sedangkan ketentuan mengenai jumlah upah minimum provinsi di provinsi Banten pada tahun 2010 sebesar Rp 1.174.000,00, tahun 2011 sebesar Rp 1.224.000,00, tahun 2012 sebesar Rp 1.340.000,00. Kenaikan per tahun sebesar 9%. Diperkirakan pada tahun 2013 besaran UMP di provinsi Banten yaitu Rp 1.460.600,00 dan pada tahun 2014 besarannya naik menjadi Rp 1.592.000,00 dengan asumsi prosentase kenaikan upah tidak berubah. 4. Infrastruktur a. Sarana Transportasi Setelah bahan baku diproses menjadi produk jadi, langkah selanjutnya adalah mendistribusikannya menuju daerah – daerah target pemasaran. Sarana transportasi yang memadai akan mempermudah pendistribusian dan dapat mengurangi biaya transport yang mahal. Dua poin sebelumnya mengindikasikan lokasi pendirian akan dilakukan di Cilegon, Provinsi Banten yaitu tempat dimana kawasan industri Cilegon berada, sehingga untuk pembahasan berikutnya akan spesifik pada seluruh potensi di kota tersebut. 1. Jalur kereta api Jalur kereta api tersedia untuk mengangkut bahan baku dari luar menuju dekat lokasi pabrik. Jalur ini juga terhubung dengan daerah-daerah pemasaran yang akan dituju. 8 2. Truk dan angkutan barang Sarana transportasi melalui darat utamanya dengan truk tersedia di kota Cilegon. Jaringan jalan di Kota Cilegon dapat dibagi atas jaringan jalan regional dan jalan lokal (kota). Jaringan jalan regional ke arah timur menghubungkan Cilegon dengan ibukota provinsi Banten yakni Kota Serang yang jaraknya ±30 km dengan konstruksi jalan aspal. Jika ke arah timur lebih jauh lagi akan menuju kota Jakarta yang merupakan ibukota negara yang jaraknya ± 90 km dengan konstruksi jalan aspal. 3. Kapal Pengangkut Kota Cilegon memiliki beberapa pelabuhan, terutama pelabuhan Merak di ujung Barat Kota Cilegon, dan pelabuhan lain khusus yang tersebar dan berbatasan dengan selat Sunda di arah utara dan selatan Kota Cilegon (BPS, 2011). Seluruh pelabuhan ini dapat dikunjungi kapal dari seluruh penjuru dunia, karena kota letak kota Cilegon yang strategis, berada di jalur perdagangan internasional, sehingga pasokan bahan baku Butanol dan HCl serta bahan baku lain yang harus diimpor dapat terpenuhi dengan adanya pelabuhan – pelabuhan ini. b. Listrik Kebutuhan utilitas seperti steam dan listrik dapat dipenuhi dari PT. PLN Suralaya, satu – satunya perusahaan penyedia listrik yang supply produksinya diperuntukkan ke perusahaan di lingkungan Cilegon Industrial Estate. 5. Bahan Buangan dan Gangguan Lingkungan Bahan buangan atau limbah dari suatu pabrik harus diolah sebelum dibuang ke perairan atau atmosfer, karena limbah tersebut mengandung berbagai macam senyawa kimia maupun organik yang dapat membahayakan alam sekitar maupun manusia itu sendiri dalam jumlah tertentu. Sumber-sumber limbah pabrik polietilene terephtalate berupa: 1. Limbah padat dari sisa katalis tidak dilakukan pengolahan sendiri yang nantinya akan dikirimkan kepada produsen Antimon trioksida untuk diregenerasi (biaya proses produksi lebih optimal). 2. Limbah proses akibat zat-zat yang terbuang, bocor atau tumpah. 9 3. Limbah cair hasil pencucian peralatan pabrik yang diperkirakan mengandung kerak dari korosi alat dan kotoran-kotoran lain yang melekat pada peralatan. 4. Limbah laboratorium yang mengandung bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menganalisa mutu bahan baku yang dipergunakan, katalis, mutu produk yang dihasilkan, serta yang dipergunakan untuk penelitian dan pengembangan proses. 5. Limbah domestik yang mengandung bahan organik sisa pencernaan yang berasal dari aktifitas kepegawaian yaitu limbah kamar mandi, toilet, kertas, alat-alat kantor lain, serta bahan buangan dapur atau kantin atau bekal makan pegawai. 6. Pemasaran (Market Oriented) Pola market analysis dapat ditentukan dan diprediksikan menurut hal berikut: 1. Demand/permintaan ( ) Penyerapan ( ) production and supply ( ) 2. Demand/permintaan ( ) Penyerapan ( ) production and supply ( ) 3. Demand/permintaan ( ) Penyerapan ( ) production and supply ( ) Keterangan: ( ) = naik/mengalami kenaikan; ( ) = turun/mengalami penurunan Dalam industri PET demand (permintaan) atas kebutuhan PET terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun dengan semakin banyaknya industri kimia berbasis PET sehingga pola market dapat disimpulkan dengan arus pada pola-1 sehingga industri ini sangat prospektif kedepanya. Selain itu di Cilegon merupakan daerah padat industri sehingga produknya dapat dipasarkan kepada pabrik yang membutuhkannya di kawasan tersebut dan juga produk PET ini akan diekspor kemanca negara sebagai target utama produksi. 7. Kondisi Geografis, Iklim dan Bencana Luas wilayah kota Cilegon adalah sekitar 17550 ha. Batas geografis kota Cilegon adalah sebagai berikut: U (Utara) : Selat Sunda T (Timur) : Kabupaten Serang S (Selatan) : Kabupaten Serang B (Barat) : Selat Sunda Kota Cilegon merupakan kota dataran rendah dengan iklim tropika basah, yaitu wilayah tropis beriklim panas tapi memiliki curah hujan cukup tinggi, 2000 – 3000 mm/tahun yang terjadi antara Oktober – April (BPS, 2011). Provinsi Banten didominasi oleh batuan cadas yang memiliki struktur keras, namun subur. Formasi batuan endapan utama terdiri dari batuan sisa humus dan batuan 10 pasir, yang dicampur dengan lempung, namun pulau Jawa masuk dalam zona batas lempang Eurasia dengan lempeng Australia sehingga potensial untuk terjadi gempa, tetapi letaknya yang jauh di ujung timur laut Pulau Jawa menyebabkan daerah di sekitar lokasi pabrik jarang terjadi bencana. Peta Kota Cilgon dapat dijelaskan melalui gambar 3: Gambar 1.3. Peta Lokasi Kota Cilegon, Banten, Indonesia. Sumber: Google Maps, 2013 Dari potensi yang telah dijabarkan, menunjukkan bahwa kota Cilegon telah memenuhi sebagian besar poin kriteria yang dibutuhkan sebagai lokasi pendirian pabrik ini. Faktor perizinan pendirian usaha dalam usaha industri utamanya pendirian pabrik kimia di kota Cilegon juga cukup mudah dan kondusif. Dikarenakan lingkungan industri yang sudah established sedari lama dan pendirian pabrik baru yang terintegrasi dengan pabrik lama tentu akan mempermudah proses integrasi antar pabrik serta mampu menambah pendapatan daerah Cilegon (www.banten.prov.go.id). 11 8. Kondisi Ekonomi, Sosial dan Hukum Kondisi ekonomi dalam pendirian pabrik ini berupa komponen biaya ekonomi pembelian lahan pabrik dan pembangunan gedung, kemungkinan perluasan atau ekspansi, fasilitas finansial serta pajak. Harga tanah dan gedung yang murah merupakan daya tarik sendiri, akan tetapi hal ini tergantung dari kondisi ekonomi setempat dan perlu dikaitkan dengan rencana jangka panjang dengan kemungkinan perluasan atau ekspansi. Untuk lokasi Cilegon, lahan yang tersedia untuk lokasi pabrik masih cukup luas dengan harga yang relatif terjangkau serta ekspansi pabrik dimungkinkan karena tanah sekitar memang dikhususkan untuk daerah pembangunan industri. Perkembangan perusahaan dibantu oleh fasilitas finansial dengan adanya pasar modal, bursa, sumbersumber modal, bank, koperasi simpan pinjam dan lembaga keuangan lainya. Fasilitas tersebut dapat membantu memberikan kemudahan bagi suksesnya usaha pengembangan pabrik. Sikap masyarakat diperkirakan akan mendukung pendirian pabrik poliethilene terephtalate ini karena akan menjamin tersedianya lapangan kerja bagi mereka. Selain itu pendirian pabrik ini diperkirakan tidak akan mengganggu keselamatan dan keamanan masyarakat disekitarya. Kondisi hukum berkaitan dengan kebijakan industri nasional, dimana pemerintah Indonesia sedang mendorong perkembangan industri strategis nasional dan menurut Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinator Perniagaan dan Kewirausahaan Edy Putera Irawady termasuk memberikan insentif kepada industri PET (www.kemenperin.go.id) Saat ini telah tersusun 35 Roadmap Pengembangan Klaster Industri Prioritas, yakni: 1. Industri Agro, terdiri atas: (1) Industri pengolahan kelapa sawit; (2) Industri karet dan barang karet; (3) Industri kakao; (4) Industri pengolahan kelapa; (5) Industri pengolahan kopi; (6) Industri gula; (7) Industri hasil Tembakau; (8) Industri pengolahan buah; (9) Industri furniture; (10) Industri pengolahan ikan; (11) Industri kertas; (12) Industri pengolahan susu. 2. Industri Alat Angkut, meliputi: (13) Industri kendaraan bermotor; (14) Industri perkapalan; (15) Industri kedirgantaraan; (16) Industri perkeretaapian. 3. Industri Elektronika dan Telematika: (17) Industri elektronika; (18) industri telekomunikasi; (19) Industri komputer dan peralatannya 4. Basis Industri Manufaktur, mencakup: 12 o Industri Material Dasar: (20) Industri besi dan baja; (21) Industri Semen; (22) Industri petrokimia; (23) Industri Keramik o Industri Permesinan: (24) Industri peralatan listrik dan mesin listrik; (25) Industri mesin dan peralatan umum. o Industri Manufaktur Padat Tenaga Kerja: (26) Industri tekstil dan produk tekstil; (27) Industri alas kaki; 5. Industri Penunjang Industri Kreatif dan Kreatif Tertentu: (28) Industri perangkat lunak dan konten multimedia; (29) Industri fashion; (30) Industri kerajinan dan barang seni. 6. Industri Kecil dan Menengah Tertentu: (31) Industri batu mulia dan perhiasan; (32) Industri garam rakyat; (33) Industri gerabah dan keramik hias; (34) Industri minyak atsiri; (35) Industri makanan ringan. (www.kemenperin.go.id) 1.2 Tinjauan Pustaka Perkembangan ilmu dan teknologi untuk melakukan proses produksi polietilene terephtalate (PET) dimulai dengan penelitian yang dilakukan oleh Krencle dan Carothers pada akhir tahun 1930. Penelitian Krencle mengenai hal tersebut di atas berdasarkan pada teknik alkil resin yaitu reaksi antara gliserol dan phtalic acid anhidrid sedangkan Caroters mempelajari persiapan dan hal-hal lain yang berkenaan dengan kelinieran poliester (polietilene terephtalate). Dari percobaan mereka telah ditemukan beberapa sifat pembentukan fiber dan hasil percobaan ini merupakan kemajuan tentang struktur bebas dari polimer. Penemuan ini mendasari pola pikir lebih lanjut, yaitu dengan adanya penemuan proses pembuatan polivinil klorida (PVC) pada tahun 1933, polimetil metakrilat (PMMA) pada tahun 1934, dan poliamida, nylon 66, pada tahun 1935, kemudian memungkinkan penemuan proses pembuatan plastik sintetis yang makin disempurnakan, sehingga menuju ke arah pendirian industri plastik sintetis modern yang mulai dibuat pada awal abad 20. Penemuan Krencle dan Carothers masih memiliki kekurangan yaitu fiber yang dihasilkan memiliki titik leleh yang sangat rendah. (Kirk Othmer, 1981) Pada tahun 1942, Rex Whinfield dan W. Dickson yang bekerja pada perusahaan Calico Printers Association di Inggris menemukan sintetis polimer linier yang dapat memproduksi polietilene terephtalate dari proses ester exchage antara etilen glikol (EG) dan dimetil terephtalate (DMT), akan tetapi proses ini menghasilkan bahan sampingan berupa metanol yang memiliki faktor resiko lebih tinggi karena resiko bahan metanol yang mudah terbakar dan beresiko meledak. Pada perkembangan selanjutnya, produksi polietilene terephtalate 13 untuk serat-serat sintetis menggunakan reaksi esterifikasi dengan menggantikan dimetil terephtalate dengan asam terephtalate (TPA). Produksi serat polietilene glikol secara komersial dimulai pada tahun 1944 di Inggris dengan nama dagang “Terylene” dan pada tahun 1953 oleh perusahaan bernama Dupont di Amerika Serikat dijual dengan nama dagang “Dacron”. (Kirk Othmer, 1981). Produksi polietilene terephtalate (PET) dipilih melalui 2 opsi proses, yaitu melalui reaksi ester exchange antara dimetil terephtalate (DMT) dengan etilen glikol (EG) dan melalui reaksi esterifikasi langsung antara asam terephtalate (TPA) dan etilene glikol (EG). Dari kedua opsi reaksi tersebut dipilih reaksi esterifikasi langsung dengan berbagai pertimbangan. 14