EVALUASI KEGIATAN PERIKANAN PANCING TONDA DI PACITAN TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TUNA ROISUL MA’ARIF MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing Tonda di Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 18 Juli 2011 Roisul Ma’arif ABSTRAK ROISUL MA’ARIF, C44070028. Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing Tonda di Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM. Kegiatan perikanan pancing tonda cukup efektif untuk menangkap ikan tuna, namun hasil tangkapan ikan tuna lebih banyak berukuran kecil. Jenis ikan tuna yang dominan ditangkap adalah yellowfin tuna (Thunnus albacares). Penelitian ditujukan untuk mendeskripsikan kegiatan operasi penangkapan dan penanganan ikan tuna dengan menggunakan pancing tonda di Pacitan, menentukan tujuan pemasaran ikan tuna yang didaratkan di Pacitan serta menentukan komposisi dan kualitas hasil tangkapan ikan tuna dalam kaitannya dengan kelestarian sumberdaya tuna. Hasil tangkapan tuna untuk ekspor tidak dipasarkan di Pacitan, karena belum ada perusahaan untuk ekspor tuna di Pacitan. Salah satu daerah pemasaran produk ekspor tuna terdapat di Pasuruan. Hasil tangkapan tuna dengan bobot lebih dari 10 kg langsung dipasarkan ke Pasuruan, sedangkan tuna dengan bobot kurang dari 10 kg disalurkan melalui pasar lokal. Berdasarkan 150 sampel ikan tuna yang diuji, komposisi hasil tangkapan menunjukkan bahwa 48 ekor atau sekitar 32% ikan tuna sudah layak tangkap, sedangkan 102 ekor atau sekitar 68% ikan tuna tidak layak tangkap. Pengukuran organoleptik ikan tuna yang memenuhi syarat ekspor yaitu berjumlah 41 ekor (27,33%). Kata kunci: komposisi kualitas hasil tangkapan, komposisi ukuran, Pacitan, pancing tonda, sumberdaya tuna © Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB. EVALUASI KEGIATAN PERIKANAN PANCING TONDA DI PACITAN TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TUNA ROISUL MA’ARIF Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 Judul Skripsi : Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing Tonda di Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna Nama : Roisul Ma’arif NRP : C44070028 Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Dr.Ir.Tri Wiji Nurani, M.Si NIP 19650624 198903 2 002 Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si NIP 19780613 200801 2 011 Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr.Ir.Budy Wiryawan, M.Sc NIP 19621223 198703 1 001 Tanggal lulus: 20 Juni 2011 KATA PENGANTAR Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2010 ini adalah Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing Tonda di Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Dr.Ir.Tri Wiji Nurani, M.Si dan Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si atas arahan dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini; 2. Dr.Ir.Muhammad Imron, M.Si selaku Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Dr.Ir.Domu Simbolon, M.Si selaku penguji tamu; 3. Dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas ilmu yang telah diberikan selama ini; 4. Drs. Suwoto, MH selaku Kepala Badan Kesbang Pol dan Linmas Kabupaten Pacitan, Bapak Choirul Huda selaku pengelola PPP Tamperan, Bapak Djohan selaku Kepala UPT Pelayanan dan Pengembangan TPI Tamperan, Bapak Nurdin Toha selaku staff TPI Tamperan, Mas Fauzi, Bapak Marsono, dan Keluarga Besar Bapak Bibit Sumarno; 5. Papa, Mama, Eyang, dan Adik-adikku atas semua doa, nasehat, inspirasi, semangat serta kasih sayang kepada penulis; 6. Danang Setiawan, Oktavianto Prastyo D, dan Yudhi Romansyah atas bantuannya selama penelitian dan pengolahan data; 7. Keluarga Bagan PSP (Beni, Ade, Dudi, Reza, Ryan, dan Dede), keluarga PASMAD, dan Suci Y.M atas doa, dukungan dan semangatnya selama ini; 8. Teman-teman seperjuangan PSP 44, adik-adik PSP 45, dan PSP 46 atas segala dorongan, inspirasi dan semangat kepada penulis; 9. Pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Juni 2011 Roisul Ma’arif RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 23 Maret 1990 dari Bapak Ir.Widodo dan Almh. Umi Yusroh. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 5 Madiun pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Rekayasa Tingkah Laku Ikan pada tahun ajaran 2010/2011 dan 2011/2012, serta mata kuliah Eksplorasi Penangkapan Ikan pada tahun ajaran 2011/2012. Pada tahun 2010 dan 2011 penulis menerima program hibah pendanaan bidang kewirausahaan, dan penelitian PKM, serta program hibah pendanaan “Program Mahasiswa Wirausaha” pada tahun 2010. Penulis juga mendapat Peringkat II Mahasiswa Berprestasi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Penulis aktif di berbagai organisasi kampus IPB seperti staff Divisi HUBLUKOM BEM FPIK periode 2009-2010, Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2010-2011, dan Ketua Umum Paguyuban Sedulur Madiun (PASMAD) Bogor periode 2009-2010. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing Tonda di Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna” untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan dinyatakan lulus dalam sidang sarjana pada tanggal 20 Juni 2011. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... x DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian................................................................................... 2 1.3 Manfaat Penelitian................................................................................. 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Ikan ......................................................................... 4 2.1.1 Kapal dan nelayan ....................................................................... 2.1.2 Alat tangkap pancing tonda......................................................... 2.1.3 Umpan ......................................................................................... 2.1.4 Rumpon ....................................................................................... 4 5 6 6 2.2 Hasil Tangkapan.................................................................................... 7 2.3 Deskripsi dan Klasifikasi Tuna ............................................................. 7 2.4 Tingkah Laku Tuna ............................................................................... 11 2.5 Penyebaran dan Ruaya Tuna ................................................................. 11 2.6 Kondisi Oseanografis yang Mempengaruhi Keberadaan Tuna............. 12 2.7 Penanganan Tuna .................................................................................. 13 2.7.1 Penanganan tuna di atas kapal...................................................... 2.7.2 Penanganan tuna di pelabuhan perikanan .................................... 13 20 2.8 Tujuan Pemasaran Tuna ........................................................................ 22 2.9 Kelestarian Sumberdaya Ikan................................................................ 23 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 25 3.2 Metode Pengumpulan Data ................................................................... 25 3.2.1 Data primer.................................................................................. 3.2.2 Data sekunder .............................................................................. 26 26 3.3 Analisis Data ......................................................................................... 27 3.3.1 Analisis kegiatan operasi penangkapan dan penanganan ikan.... 3.3.2 Analisis pemasaran...................................................................... 27 27 viii 3.3.3 Analisis komposisi dan kualitas hasil tangkapan ........................ 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian .................................................... 29 4.1.1 Kondisi geografi dan topografi ................................................... 4.1.2 Kondisi demografi....................................................................... 29 30 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Kabupaten Pacitan.................. 31 4.3 Daerah dan Musim Penangkapan Ikan .................................................. 34 4.4 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPP Tamperan ........................ 34 4.4.1 Unit penangkapan ikan................................................................ 4.4.2 Sarana dan prasarana PPP Tamperan .......................................... 34 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Kegiatan Operasi Penangkapan dan Penanganan Ikan.......................... 39 5.1.1 Unit penangkapan ikan................................................................ 5.1.2 Metode pengoperasian pancing tonda ......................................... 5.1.3 Penanganan hasil tangkapan di atas kapal................................... 39 44 45 5.2 Aspek Pemasaran .................................................................................. 46 5.3 Komposisi dan Kualitas Hasil Tangkapan ............................................ 48 5.3.1 Komposisi jenis hasil tangkapan tonda........................................ 5.3.2 Komposisi ukuran tuna yang tertangkap ..................................... 5.3.3 Penanganan mutu hasil tangkapan ikan tuna............................... 48 49 51 6 PEMBAHASAN 6.1 Kegiatan Operasi Penangkapan dan Penanganan Ikan.......................... 53 6.2 Aspek Pemasaran .................................................................................. 57 6.3 Komposisi dan Kualitas Hasil Tangkapan ............................................ 58 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan............................................................................................ 60 7.2 Saran ...................................................................................................... 60 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 61 LAMPIRAN.................................................................................................... 65 ix DAFTAR TABEL Halaman 1 Komponen pokok dan bahan dari sebuah rumpon ...................................... 7 2 Syarat mutu dan keamanan pangan untuk tuna segar sashimi .................... 17 3 Syarat mutu dan keamanan pangan untuk tuna loin segar .......................... 20 4 Harga ikan tuna di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2008......................... 23 5 Luas wilayah perairan berdasarkan wilayah kewenangan .......................... 29 6 Panjang pantai per kecamatan berdasarkan kondisi pantai ......................... 30 7 Jumlah produksi perikanan tangkap per kecamatan di Kabupaten Pacitan tahun 2005-2009.......................................................................................... 34 8 Perkembangan armada penangkapan ikan di PPP Tamperan tahun 20062009 ............................................................................................................. 35 9 Perkembangan kapal tonda di PPP Tamperan tahun 2007-2010 ................ 36 10 Perkembangan alat tangkap di PPP Tamperan tahun 2006-2009................ 36 11 Perkembangan nelayan di PPP Tamperan tahun 2006-2009....................... 37 12 Fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang di PPP Tamperan..................................................................................................... 38 13 Posisi pemasangan rumpon nelayan dan komposisi hasil tangkapan.......... 43 14 Posisi pemasangan rumpon bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan ....................................................................................... 43 15 Harga ikan tuna yang ditetapkan oleh TPI PPP Tamperan Kabupaten Pacitan ......................................................................................................... 48 16 Karakteristik hidup ikan tuna ...................................................................... 51 17 Nilai organoleptik ikan tuna yang didaratkan oleh kapal tonda di PPP Tamperan..................................................................................................... 51 x DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pancing tonda dalam operasi penangkapan................................................. 5 2 Beberapa spesies ikan tuna.......................................................................... 8 3 Peta Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur............................................ 25 4 Pengukuran panjang total ikan .................................................................... 28 5 Beberapa lokasi TPI di Kabupaten Pacitan ................................................. 33 6 Konstruksi kapal tonda di Kabupaten Pacitan............................................. 39 7 Alat tangkap pancing tonda dan bagian-bagiannya di Kabupaten Pacitan . 41 8 Nelayan pancing tonda di Kabupaten Pacitan ............................................. 42 9 Desain rumpon nelayan di Kabupaten Pacitan............................................ 43 10 Pemberat dari cor semen ............................................................................. 44 11 Perbekalan yang dibutuhkan dalam setiap operasi penangkapan................ 45 12 Penanganan ikan tuna di atas kapal ............................................................. 46 13 Proses distribusi hasil tangkapan ikan tuna di Pacitan ................................ 47 14 Komposisi berat total tuna yang didaratkan per kapal dan sampel berat total tuna per kapal ...................................................................................... 49 15 Komposisi jenis hasil tangkapan tonda ....................................................... 49 16 Komposisi ukuran tuna yang tertangkap ..................................................... 50 17 Spesifikasi organoleptik ikan tuna .............................................................. 52 xi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Distribusi kisaran ukuran panjang tubuh ikan tuna (Thunnus sp) yang tertangkap .................................................................................................... 66 2 Distribusi kisaran berat tubuh ikan tuna (Thunnus sp) yang tertangkap ..... 67 3 Data sheet untuk data utama........................................................................ 68 4 Produksi per jenis ikan selama tahun 2004-2009 di Kabupaten Pacitan..... 78 5 Nilai-nilai organoleptik ikan ....................................................................... 79 xii 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan menyimpan potensi sumberdaya perikanan laut yang melimpah. Salah satu potensi yang ada adalah sumberdaya tuna. Perairan laut Indonesia kaya dengan sumberdaya ikan tuna karena terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia yang merupakan habitat utama ikan tuna. Wilayah perairan laut Indonesia, yang meliputi perairan pesisir (pedalaman), perairan teritorial, perairan laut dalam, dan ZEEI merupakan jalur migrasi beberapa jenis ikan tuna (Dahuri, 2008). Ikan tuna mempunyai daerah penyebaran yang sangat luas, hidup di perairan pantai dan lepas pantai, di daerah tropis dan subtropis, meliputi Samudra Hindia, Pasifik dan Atlantik. Penyebaran tidak dibatasi oleh garis lintang. Kelompok ikan tuna merupakan spesies yang mampu berenang cepat dan jauh, dan secara bergerombol menempuh jarak ribuan mil, melintasi samudra yang satu ke samudra lainnya (highly migratory species) (Nakamura, 1969). Salah satu cara atau jalan yang ditempuh untuk memenuhi permintaan ikan tuna, yaitu dengan penangkapan ikan tuna. Penangkapan ikan tuna dapat dilakukan dengan menggunakan pancing tonda (Nurani, 2010). Pancing tonda merupakan alat penangkapan ikan yang dioperasikan secara aktif dengan cara ditarik oleh perahu motor atau kapal kecil. Pancing tonda (pancing tarik) merupakan alat tangkap tradisional yang bertujuan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis seperti tuna, cakalang, dan tongkol yang biasa hidup dekat permukaan dan mempunyai nilai ekonomis tinggi dengan kualitas daging yang tinggi (Gunarso, 1998). Pancing tonda sangat terkenal di kalangan nelayan Indonesia karena harganya relatif murah dan pengoperasiannya sangat mudah untuk menangkap tuna berukuran kecil di dekat permukaan (Nugroho, 1992). Kabupaten Pacitan sebagai salah satu daerah di Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia menjadi tempat kegiatan perikanan tangkap yang sedang berkembang. Komoditas ikan yang terdapat di perairan Kabupaten Pacitan (Samudera Hindia) yaitu jenis ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang, tongkol, tenggiri, marlin, dan lemadang. Penangkapan tuna di perairan Kabupaten 2 Pacitan (Samudera Hindia) dilakukan dengan alat tangkap pancing tonda (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009). Penangkapan tuna dengan menggunakan pancing tonda marak dilakukan di perairan Selatan Jawa (Samudra Hindia) (Nuramin, 2005; Handriana, 2007; Ross, 2008). Hasil tangkapan ikan tuna dengan menggunakan pancing tonda lebih banyak yang berukuran kecil. Penelitian yang dilakukan oleh (Handriana, 2007) mengatakan bahwa komposisi hasil tangkapan ikan tuna yang tertangkap oleh pancing tonda dengan menggunakan alat bantu rumpon di perairan Palabuhanratu mempunyai berat rata-rata sekitar 4,22 kilogram (kg). Hasil tangkapan ikan tuna tersebut tidak menguntungkan secara ekonomi, karena ikan tuna untuk ekspor harus mempunyai berat lebih dari 25 kg/ekor (BSN, 1992). Tujuan utama usaha perikanan tuna adalah produk dengan kualitas ekspor, khususnya dalam bentuk tuna segar (fresh tuna) (Nurani, 2010). Pasar Jepang khusus untuk produk tuna segar dan tuna beku sashimi (Nurani & Wisudo, 2007). Produk tuna ekspor segar untuk fresh sashimi adalah ikan tuna yang memiliki nilai organoleptik minimal 7 (BSN, 2006a). Apabila penangkapan ikan tuna berukuran kecil terus dilakukan, maka keberlangsungan hidup dan kelestarian sumberdaya tuna akan terganggu. Oleh karena itu penelitian mengenai “Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing Tonda di Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna” penting dilakukan. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan kegiatan operasi penangkapan dan penanganan ikan tuna dengan menggunakan pancing tonda di Pacitan; 2) Menentukan tujuan pemasaran ikan tuna yang didaratkan di Pacitan; 3) Menentukan komposisi dan kualitas hasil tangkapan ikan tuna dalam kaitannya dengan kelestarian sumberdaya tuna yang didaratkan di Pacitan. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai: 1) Informasi bagi nelayan mengenai penanganan ikan tuna yang baik di atas kapal dan komposisi ikan tuna yang layak untuk ditangkap; 3 2) Informasi bagi pengusaha perikanan mengenai kriteria-kriteria yang baik untuk tuna ekspor segar; 3) Informasi bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan pengelolaan perikanan pancing tonda di Pacitan. 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Ikan 2.1.1 Kapal dan nelayan Konstruksi kapal tonda terbuat dari kayu. Ruang kemudi terletak di bagian buritan, ruang mesin berada di bagian tengah, di bagian atas ruang kemudi terdapat ruang ABK (Anak Buah Kapal), palka ikan terletak di bagian haluan. Kapal pancing tonda berukuran sekitar 3-10 GT, terbuat dari kayu jati (Tektona grandis) dan kayu ulin (Eusiderrixylon spp.). Dimensi kapal adalah panjang (LOA) 10,75-12 meter (m), lebar (B) 2,85-3,50 meter (m), tinggi (D) 1-1,5 meter (m). Kapal tonda menggunakan mesin dalam (inboard engine), berkekuatan sekitar 20-40 PK. Berbagai merek mesin biasa digunakan seperti mesin Kubota atau mesin Yanmar (Nurani, 2010). Penangkapan ikan dengan pancing tonda dilakukan pada siang hari. Tiap perahu biasanya membawa lebih dari dua buah pancing yang ditonda sekaligus. Penondaan dilakukan dengan mengulur tali kurang lebih dua per tiga dari seluruh panjang tali pancing yang disediakan (Subani & Barus, 1989). Satu kapal tonda akan menarik 4 tali pancing di sisi kanan kapal, 4 di sisi kiri dan 2 di belakang (Nurani, 2010). Pancing tonda umumnya dioperasikan dengan perahu kecil, jumlah nelayan yang mengoperasikannya sebanyak 4-6 orang yang terdiri 1 orang nakhoda merangkap fishing master, 1 orang juru mesin dan 2-4 orang ABK yang masingmasing mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi penangkapan berlangsung (Sainsbury, 1971). Kecepatan perahu pada saat menonda mempengaruhi keberhasilan penangkapan sesuai dengan tujuan ikan sasaran. Perahu/kapal untuk menangkap ikan pelagis jenis ikan umpan, kecepatan menonda harus lambat (1-3 knot). Waktu penangkapan ikan cakalang dan tuna muda di pagi hari dengan kecepatan perahu sekitar 4-5 knot, dan pada siang hari kecepatan menonda sekitar 7-8 knot (Nugroho, 1992). 5 2.1.2 Alat tangkap pancing tonda Pancing tonda merupakan salah satu alat penangkap ikan yang termasuk dalam kelompok pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh perahu atau kapal (Sudirman, 2004). Banyak bentuk dan macam pancing tonda (troll line) yang pada prinsipnya adalah sama (Subani & Barus, 1989). Sumber: Subani dan Barus, 1989 Gambar 1 Pancing tonda dalam operasi penangkapan. Alat tangkap ini ditujukan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang biasa hidup dekat permukaan, mempunyai nilai ekonomis tinggi dan mempunyai kualitas daging dengan mutu tinggi (Gunarso, 1998). Sainsbury (1986) menegaskan bahwa kunci keberhasilan penangkapan umumnya banyak ditentukan oleh: 1) Kemampuan pendugaan tempat pengkonsentrasian yang banyak didiami jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan; 2) Kesiapan ikan-ikan untuk memakan umpan; 3) Kemampuan untuk mengetahui keadaan suhu dan gradiasi suhu maupun termoklin yang ada di daerah penangkapan tersebut, karena ikan-ikan pelagis yang hidup dekat permukaan ini umumnya sangat sensitif terhadap hal ini; 6 4) Bunyi yang dihasilkan baik oleh mesin maupun propeler kapal dapat mengganggu dan mengusir ikan-ikan yang membuntuti kapal yang sedang dioperasikan. Sehubungan hal ini, perahu atau kapal yang digerakkan oleh tenaga layar, tampaknya justru akan lebih baik. 2.1.3 Umpan Umumnya ikan mendeteksi mangsa melalui reseptor yang dimilikinya, dan hal ini bergantung pada jenis reseptor tertentu yang mendominasi pada jenis ikan tersebut. Pemilihan umpan disesuaikan dengan kesukaan makan ikan sasaran, dengan mempertimbangkan kemampuan ikan mendeteksi makanan (Gunarso, 1998). Umumnya pancing tonda menggunakan umpan tiruan (imitation bait), ada pula yang menggunakan umpan benar (true bait). Umpan tiruan tersebut bisa dari bulu ayam (chicken feaders), bulu domba (sheep wools), kain-kain berwarna menarik, bahan dari plastik berbentuk miniatur menyerupai aslinya (misalnya: cumi-cumi, ikan, dan lain-lainnya) (Subani & Barus, 1989). Umpan merupakan satu-satunya perangsang bagi ikan untuk mendekati mata pancing dalam pengoperasian pancing tonda. Ukuran umpan tergantung ukuran mata pancing, pancing ukuran 10 menggunakan ukuran umpan 2,5 cm; pancing ukuran 9 menggunakan umpan 6,5 cm; pancing ukuran 5-7 menggunakan umpan ukuran 10,5 cm (Nurani, 2010). 2.1.4 Rumpon Rumpon biasa juga disebut dengan Fish Agregation Device (FAD), yaitu suatu alat bantu penangkapan yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul dalam suatu catchable area. Bahan dan komponen dari rumpon bermacam- macam, tetapi secara ringkas setiap rumpon terdiri dari beberapa komponen seperti pada Tabel 1. Di Indonesia, umumnya rumpon masih menggunakan bahan-bahan alami, sehingga daya tahannya juga sangat terbatas. Nelayan umumnya menggunakan pelampung dari bambu, sedangkan tali temalinya masih menggunakan bahan alamiah, biasanya dari rotan dan pemberatnya menggunakan batu sedangkan atraktornya daun kelapa. Rumpon jenis ini biasanya dipasang di perairan dangkal dengan tujuan untuk mengumpulkan ikan-ikan pelagis kecil. 7 Rumpon laut dalam menggunakan tali-temali dari sintetic fibres (tali nylon), dengan tujuan utama mengumpulkan ikan layang, tuna, dan cakalang. Tabel 1 Komponen pokok dan bahan dari sebuah rumpon No. 1 Float Komponen 2 Tali Tambat (mooring line) 3 Pemikat ikat (atractor) 4 Pemberat (bottom sinker) Sumber: Sudirman, 2004 2.2 Bahan Bambu Plastik Tali Wire Rantai Swivel Daun kelapa Jaring bekas Batu Beton Hasil Tangkapan Hasil tangkapan utama untuk tonda perairan permukaan yaitu tongkol, cakalang, tenggiri, madidihang, setuhuk, alu-alu, sunglir, beberapa jenis kwe. Hasil tangkapan lapisan dalam terutama berupa cumi-cumi, sedangkan untuk lapisan dasar terutama manyung, pari, cucut, gulamah, senangin, kerapu, dan lainlain (Subani & Barus, 1989). Jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan antara lain jenis ikan bonito (Scomberomerous sp.), tuna, salmon, cakalang, tenggiri, dan lainnya melalui bagian belakang maupun samping kapal yang bergerak tidak terlalu cepat, dilakukan penarikan sejumlah tali pancing dengan mata-mata pancing yang umumnya tersembunyi dalam umpan buatan. Ikan-ikan akan memburu dan menangkap umpan-umpan buatan tersebut, hal ini tentu saja memungkinkan mereka untuk tertangkap (Gunarso, 1998). 2.3 Deskripsi dan Klasifikasi Tuna Menurut taksonomi (sistematika ikan), jenis-jenis ikan tuna termasuk ke dalam Famili Scombridae. Secara global, terdapat 7 spesies ikan tuna yang memiliki nilai ekonomis penting, yaitu albacore (Thunnus alalunga), bigeye tuna (Thunnus obesus), atlantic bluefin tuna (Thunnus thynnus), pacific bluefin tuna (Thunnus oreintalis), southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii), yellowfin tuna 8 (Thunnus albacares), dan skipjack tuna (Katsuwonus pelamis), kecuali pacific bluefin dan southern bluefin tuna, kelima spesies tuna lainnya hidup dan berkembang di perairan Samudra Pasifik, Atlantik, dan Hindia (Dahuri, 2008). Menurut Saanin (1984), ikan tuna diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Animalia Filum: Chordata Kelas: Pisces Ordo: Percomorphi Famili: Scombridae Species: Thunnus alalunga Thunnus obesus Thunnus thynnus Thynnus oreintalis Thunnus maccoyii Thunnus albacores Tuna Sirip Biru Atlantik Thunnus thynnus Tuna Sirip Biru Pasifik Thunnus oreintalis Sumber: Subani, 1999 dan Encylopedia of Life, 2009 Gambar 2 Beberapa spesies ikan tuna. 9 Menurut Collette (1994) ikan tuna dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Albacore (Thunnus alalunga) Ikan tuna jenis ini membentuk busur kuat ke arah belakang dibanding dengan jenis ikan tuna lain. Sirip dada sangat panjang mencapai 30% panjang tubuh atau berkisar lebih dari 50 cm. Albacore tersebar di semua perairan tropik dan perairan-perairan bersuhu sedang. epipelagik, mesopelagik, dan oceanic. Ikan ini bersifat Tempat penyebarannya pada kedalaman antara 300 m dan maksimal pada 600 m. Ukuran panjang badan maksimal tuna ini adalah 120 cm dengan berat badan maksimal 60 kg. 2) Bigeye (Thunnus obesus) Bigeye merupakan salah satu jenis ikan tuna dengan ukuran besar, sirip dada cukup panjang pada individu yang besar dan dapat menjadi sangat panjang pada ukuran tuna yang masih kecil. Warna bagian bawah perut putih, garisgaris sisi seperti sabuk biru yang membujur di sepanjang badan. Ikan tuna jenis bigeye ini memiliki dua sirip punggung (D1) berwarna kuning terang sedangkan sirip punggung dua (D2) berwarna kuning muda. Jari-jari sirip tambahan berwarna kuning terang dan sedikit hitam pada ujungnya. Penyebaran bigeye dari perairan tropis ke subtropis yang biasanya berada pada kedalaman hingga 200 meter. Ukuran panjang bigeye dapat mencapai lebih dari 200 cm dengan berat badan maksimal 200 kg. 3) Atlantic Bluefin (Thunnus thynnus) Panjang total atlantic bluefin maksimal hingga 458 cm dengan berat badan maksimal 684 kg. Ikan ini bersifat pelagis dan oceanodromus. Ikan ini biasanya berada pada lapisan kedalaman antara 0-100 m. Pada perairan sebelah barat Atlantik, Atlantic Bluefin ditemukan di perairan Kanada, Teluk Meksiko, dan Laut Karibia hingga Venezuela dan Brazil. Ikan ini juga ditemukan menyebar pada perairan timur Atlantik, termasuk Mediterania dan Laut Hitam, namun ikan tuna jenis ini tidak terdapat di Indonesia. Sirip punggung kedua dari Atlantic Bluefin lebih tinggi dari sirip punggung yang pertama. Sirip dada sangat pendek kurang dari 80% panjang kepala, sisi bawah perut berwarna putih. 10 4) Pacific Bluefin (Thunnus oreintalis) Panjang cagak maksimal pacific bluefin hingga 300 cm dengan berat maksimal 198 kg, bersifat pelagis dan oceanodromus, namun pada musimmusim tertentu mendekat ke pesisir pada perairan pasifik utara (Teluk Alaska-selatan California, dan dari Pulau Saklir hingga selatan Laut Filiphina). Ikan tuna jenis ini tidak terdapat di perairan Indonesia. Feeding habit ikan pacific bluefin adalah sebagai predator dengan memangsa bermacam schooling kecil ikan atau cumi-cumi, juga kepiting dan organisme sesil. 5) Southern Bluefin (Thunnus maccoyii) Tuna jenis southern bluefin merupakan salah satu jenis ikan terbesar, sirip dadanya sangat pendek (kurang dari 80% panjang kepala), dan tidak pernah mencapai jarak antara kedua sirip punggung. Warna bagian bawah perut putih keperakan dengan garis melintang yang tidak berwarna berselangselang dengan deretan bintik yang tidak berwarna, hal ini akan terlihat pada southern bluefin dalam keadaan segar. Southern bluefin menyebar di seluruh bagian selatan dan Samudera Hindia pada suhu 5-10C. Ikan ini bersifat epipelagic dan oceanic di air bersuhu dingin. Ikan ini bertelur dan berlarva pada suhu 20-30C. Ikan dewasa secara musiman beruaya ke daerah hangat pada kedalaman hingga 50 meter di bawah permukaan air. Panjang maksimal ikan ini mencapai 160-200 cm. 6) Yellowfin (Thunnus albacares) Yellowfin tuna termasuk jenis ikan berukuran besar, mempunyai dua sirip dorsal dan sirip anal yang panjang. Sirip dada (pectoral fin) melampaui awal sirip punggung (dorsal) kedua, tetapi tidak melampaui pangkalnya. Ikan tuna jenis ini bersifat pelagic, oceanic, berada di atas dan di bawah termoklin. Ikan jenis yellowfin biasanya membentuk schooling (gerombolan) di bawah permukaan air pada kedalaman kurang dari 100 meter. Ukuran panjang yellowfin dapat mencapai lebih dari 200 cm dengan rata-rata 150 cm, berat badan maksimal 200 kg. 11 2.4 Tingkah Laku Tuna Ikan tuna biasa dalam schooling (bergerombol) saat mencari makan, jumlah schooling bisa terdiri dari beberapa ekor maupun dalam jumlah banyak (Nakamura, 1969). Kondisi lingkungan (faktor-faktor fisika dan kimia) perairan berpengaruh terhadap pergerakan (migrasi) ikan tuna, namun pergerakan ikan tuna dewasa lebih disebabkan oleh naluri (instinct)-nya dalam mendapatkan (mengejar) makanan. Ikan-ikan tuna kecil (stadium larva dan juvenil), pergerakannya lebih banyak ditentukan oleh arus laut. Ikan tuna berumur muda lebih menyenangi hidup di daerah-daerah perairan laut yang berkadar garam (salinitas) relatif rendah, seperti perairan dangkal di sekitar pantai (Dahuri, 2008). Aktivitas harian erat hubungannya dengan aktivitas mencari makan, albacore memburu mangsa pada siang hari, terkadang juga pada malam hari dengan puncak keaktifan pada pagi dan sore hari. Madidihang aktif mencari mangsa pada siang hari (Gunarso, 1985). 2.5 Penyebaran dan Ruaya Tuna Penyebaran jenis-jenis tuna tidak dipengaruhi oleh perbedaan bujur melainkan dipengaruhi oleh perbedaan lintang (Nakamura, 1969). Di perairan Indonesia, yellowfin tuna dan bigeye tuna didapatkan di perairan pada daerah antara 15LU–15LS, dan melimpah pada daerah antara 0-15LS seperti daerah pantai Selatan Jawa dan Barat Sumatera (Nurhayati, 1995). Penyebaran ikan-ikan tuna di kawasan barat Indonesia terutama terdapat di perairan Samudra Hindia. Di perairan ini, terjadi percampuran antara perikanan tuna lapis dalam, yang dieksploitasi dengan alat rawai tuna, dengan perikanan tuna permukaan yang dieksploitasi menggunakan alat tangkap pukat cincin, gillnet, tonda dan payang (Sedana, 2004). Menurut Dahuri (2008), ikan madidihang dan mata besar terdapat di seluruh wilayah perairan laut Indonesia. Sedangkan, albacore hidup di perairan sebelah barat Sumatera, selatan Bali sampai dengan Nusa Tenggara Timur. Ikan tuna sirip biru selatan hanya hidup di perairan sebelah selatan Jawa sampai ke perairan Samudra Hindia bagian selatan yang bersuhu rendah (dingin). 12 2.6 Kondisi Oseanografis yang Mempengaruhi Keberadaan Tuna Tiga faktor lingkungan perairan laut yang mempengaruhi kehidupan ikan tuna adalah suhu, salinitas, dan kandungan oksigen (dissolved oxygen). Secara umum, ikan tuna dapat tumbuh dan berkembang biak secara optimal pada perairan laut dengan kisaran suhu 20C–30C. Sebagai perairan laut tropis yang mendapatkan curahan sinar matahari sepanjang tahun, massa air permukaan laut Indonesia memiliki suhu rata-rata tahunan 27C–28C, dengan fluktuasi relatif kecil. Artinya, ikan tuna bisa berada di perairan laut Indonesia sepanjang tahun. Bahkan diperkirakan, perairan laut Indonesia menjadi salah satu tujuan migrasi utama gerombolan ikan tuna, baik yang berasal dari belahan bumi selatan (Samudra Hindia) maupun dari belahan bumi utara (Samudra Pasifik) (Dahuri, 2008). Jenis ikan tuna madidihang (yellowfin tuna) lebih menyukai hidup di sekitar lapisan termoklin dengan kisaran suhu perairan antara 18C–31C. Umumnya, daerah ini terletak di sekitar permukaan laut sampai kedalaman 100 m. Daerah penangkapan madidihang masih cukup baik di perairan dengan suhu sampai 14C (Dahuri, 2008). Tuna mata besar (Thunnus obesus) merupakan jenis yang memiliki toleransi suhu yang paling besar, yaitu berkisar antara 11-28ºC dengan kisaran suhu penangkapan antara 18-23ºC (Uda, 1952 vide Supadiningsih, 2004). Ikan tuna sirip biru selatan bisa hidup optimal di perairan laut dengan kisaran suhu 5C–20C. Ikan cakalang dapat hidup di perairan dengan kisaran suhu 16C– 30C, tetapi suhu yang optimal adalah 19C–23C (Dahuri, 2008). Kandungan oksigen terlarut dalam perairan laut mempengaruhi fisiologi ikan tuna. Kisaran kandungan oksigen yang optimal bagi yellowfin tuna adalah 1,5–2,5 ppm (mg per liter); untuk bigeye 0,5–1,0 ppm; untuk albakora 1,7–1,9 ppm; dan untuk cakalang 2,5–3,0 ppm (Dahuri, 2008). 13 2.7 Penanganan Tuna 2.7.1 Penanganan tuna di atas kapal Menurut Nurani dan Wisudo (2007), cara penanganan tuna di atas kapal, khususnya untuk produk yang langsung diolah dalam bentuk beku (frozen) untuk bahan sashimi meliputi: 1) Persiapan untuk melakukan penanganan tuna yaitu pisau yang akan digunakan untuk memotong harus setajam mungkin. Pada waktu menangani ikan, suhu ikan harus terus dijaga agar tidak naik dengan cara ikan terus dibersihkan dengan air yang disemprotkan dari hose (slang), demikian juga dijaga agar tidak timbul luka-luka di tubuh ikan. 2) Membunuh ikan dengan cara memasukkan spike (batang besi tajam) pada otak ikan yang dilakukan dengan sangat hati-hati. Jika proses ini dilakukan dengan tidak hati-hati dapat merusak tekstur daging ikan. Segera diusahakan untuk mengeluarkan darah dari badan ikan. 3) Pemotongan ekor dilakukan di belakang sirip ekor 4 yaitu tepat diantara tulang batang ekor. Pemotongan harus dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam. Jika cara pemotongan tidak tepat, proses pengeluaran darah akan terhambat yang dapat menimbulkan noda pada daging tuna. 4) Pemotongan nadi darah pada kedua sirip dada. Pemotongan dimaksudkan untuk mengeluarkan darah dari jantung, proses ini juga harus dilakukan dengan cepat. Pemotongan dilakukan dari tempat nadi darah yang paling jauh dari jantung ke tempat nadi darah yang terdekat. Darah dari jantung akan keluar melalui nadi darah secara berurutan dengan memotong kedua sirip dada. 5) Pengeluaran darah masih terus dilanjutkan dengan cara memotong nadi darah dari insang ke jantung. Pengeluaran darah dilakukan dengan cara memasukkan hose atau slang karet yang diselipi pipa besi atau alumunium atau sejenisnya. Urat nadi darah dari insang yang menyambung ke jantung dipotong lalu dimasukkan hose. Air laut dihisap melalui hose, disemprotkan antara insang dan jantung untuk membersihkan darah-darah yang keluar. 6) Pemotongan insang yang ditujukan untuk menghindari ikan dari akumulasi bakteri. Insang adalah tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Ada 14 beberapa cara pemotongan insang yang dapat dilakukan yaitu: 1) memasukkan pisau dan memotong semua nadi darah yang terkumpul di bawah insang, 2) memasukkan pisau dan memotong nadi darah di sudut segitiga insang, 3) memasukkan dan memotong nadi darah di kedua sisi perut sampai di bagian depan sirip dada, serta dapat pula dengan cara memasukkan dan memotong di bagian depan jantung. Pembuangan insang harus bersih, dengan kata lain penampilan (performance) tuna harus baik. 7) Mematikan syaraf dengan cara mematikan nadi syaraf dari ekor bagian belakang yang tersambung ke depan, dengan mematikan syaraf ini berarti ikan tersebut betul-betul sudah mati. Proses pengeluaran darah harus dalam waktu sesingkat-singkatnya, karena waktu untuk mematikan ikan sampai ikan itu mati dapat mempengaruhi kelancaran keluarnya darah dari badan ikan. 8) Pembuangan isi perut dilakukan dengan cara membelah perut yang dimulai dari bagian dubur ikan sampai ke bagian sirip dada. Semua isi perut, jangan sampai ada yang tertinggal sedikitpun. Selaput perut juga harus dibuang. 9) Terakhir dilakukan pencucian, dimulai terutama dari tempat-tempat yang terpotong atau teriris. Darah harus dikeluarkan sampai bersih. Darah yang masih tertahan atau terkumpul akan menyebabkan proses pembekuan tidak merata dan tidak berjalan dengan baik. Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2006b) melalui SNI 01- 2693.3-2006, penanganan dan pengolahan tuna segar untuk sashimi terdiri dari: 1) Penerimaan (1) Potensi bahaya: mutu bahan baku kurang baik, ukuran dan jenis tidak sesuai, kontaminasi bakteri patogen dan terdapatnya mata pancing. (2) Tujuan: mendapatkan bahan baku yang memenuhi persyaratan mutu dan terhindar dari kontaminasi bakteri patogen serta bebas dari mata pancing. (3) Petunjuk: tuna segar yang diterima pada unit pengolahan ditangani secara cepat, cermat dan bersih serta suhu pusat ikan diperhatikan maksimal 4,4C. Pemeriksaan terhadap mata pancing dilakukan terhadap setiap ikan dengan membuka insang dan mulut. 15 2) Pencucian 1 (1) Potensi bahaya: kotoran dan kontaminasi bakteri. (2) Tujuan: membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri. (3) Petunjuk: pencucian dilakukan dengan cara mengusap bagian tubuh ikan dengan air dingin. Pengusapan dilakukan searah dengan susunan sisik mulai dari kepala sampai ekor. Proses dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta suhu pusat ikan dipertahankan maksimal 4,4C. 3) Pemotongan sirip (1) Potensi bahaya: kemunduran mutu, kontaminasi bakteri patogen, masih ada sirip. (2) Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih dari sirip serta bebas dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: sirip ikan dipotong secara manual dari arah ekor ke kepala. Pemotongan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat ikan maksimal 4,4C. 4) Sortasi mutu (grading) (1) Potensi bahaya: kemunduran mutu. (2) Tujuan: mendapatkan mutu yang sesuai dengan yang telah ditentukan. (3) Petunjuk: sortasi dilakukan terhadap mutu (grading). Selama sortasi ikan ditangani secara cepat, cermat dan bersih serta suhu pusat ikan dipertahankan maksimal 4,4C. 5) Pencucian 2 (1) Potensi bahaya: kotoran dan kontaminasi bakteri. (2) Tujuan: membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri. (3) Petunjuk: pencucian dilakukan dengan cara mengusap pada bagian tubuh ikan dengan air dingin. Pengusapan dilakukan searah dengan susunan sisik mulai dari kepala sampai ekor. Proses dilakukan dengan cepat, cerrmat dan saniter serta suhu pusat ikan dipertahankan maksimal 4,4C. 16 6) Penimbangan (1) Potensi bahaya: kemunduran mutu, kekurangan berat dan kontaminasi bakteri patogen. (2) Tujuan: mendapatkan berat tuna yang sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: ikan ditimbang satu persatu menggunakan timbangan yang telah dikalibrasi. Penimbangan dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat ikan maksimal 4,4C. 7) Penyimpanan dingin atau tanpa penyimpanan dingin (1) Potensi bahaya: histamin. (2) Tujuan: mencegah terjadinya peningkatan histamin. (3) Petunjuk: apabila tuna segar menunggu waktu untuk dipasarkan maka dilakukan penampungan dalam ruang pendingin atau dengan es kering dan tetap mempertahankan suhu pusat ikan maksimal 4,4C. 8) Pengusapan (swabbing) bila dilakukan penyimpanan dingin (1) Potensi bahaya: kotoran dan kontaminasi bakteri. (2) Tujuan: membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri. (3) Petunjuk: pengusapan dilakukan dengan cara mengusap pada bagian tubuh ikan memakai spons yang sudah direndam dengan air dingin. Pengusapan dilakukan searah dengan susunan sisik mulai dari kepala sampai ekor. Proses dilalukan dengan cepat, cermat, dan saniter. 9) Pengepakan dan pelabelan (1) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri, kerusakan fisik dan kesalahan label. (2) Tujuan: melindungi produk dari kontaminasi bakteri dan kerusakan fisik selama transportasi dan penyimpanan serta ketidaksesuaian label. (3) Petunjuk: ikan ditimbang lalu disusun dalam wadah dengan penambahan es dan pelabelan dilakukan sesuai dengan SNI 01-48582006, Pengemasan ikan segar melalui sarana angkutan udara. 17 10) Pengemasan (1) Bahan kemasan Bahan kemasan untuk tuna segar sashimi sesuai dengan SNI 01-48582006, Pengemasan ikan segar melalui sarana angkutan udara. (2) Teknik pengemasan Produk akhir dikemas sesuai dengan SNI 01-4858-2006, Pengemasan ikan segar melalui sarana angkutan udara. 11) Syarat penandaan Dalam sistem penandaan dan pemberian kode dilakukan dengan sebaik mungkin. Setiap produk tuna segar untuk sashimi yang akan dipasarkan diberi tanda dengan benar dan mudah dibaca, menggunakan bahasa yang dipersyaratkan disertai keterangan sekurang-kurangnya sebagai berikut: jenis produk, berat bersih produk, bila ada bahan tambahan lain diberi keterangan bahan tersebut, nama dan alamat unit pengolahan secara lengkap, tanggal, bulan, tahun produksi, dan tahun kadaluarsa. Tabel 2 Syarat mutu dan keamanan pangan untuk tuna segar sashimi Jenis Uji 1) Organoleptik 2) Cemaran mikroba* 1. ALT 2. Escherichia coli 3. Salmonella 4. Vibrio cholera 3) Cemaran kimia* 1. Raksa (Hg) 2. Timbal (Pb) 3. Histamin 4. Kadmium (Cd) 4) Fisika 1. Suhu pusat 5) Parasit Catatan* Bila diperlukan Sumber: BSN, 2006a Satuan Persyaratan Angka (1-9) minimal 7 koloni/g APM/g APM/g APM/g maksimal 5,0 x 105 maksimal <2 negatif negative mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg maksimal 1 maksimal 0,4 maksimal 100 maksimal 0,5 C Ekor maksimal 4,4 0 18 Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2009) melalui SNI 7530.3:2009, teknik penanganan dan pengolahan untuk bahan baku tuna segar terdiri dari: 1) Penerimaan (1) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen, kemunduran mutu dan histamin. (2) Tujuan: mendapatkan bahan baku yang bebas dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik dan uji histamin, untuk mengetahui mutunya. Penanganan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan suhu produk 0C-4,4C untuk bahan baku segar dan -18C atau lebih rendah untuk bahan baku beku. Bahan baku diidentifikasi dan diberi kode untuk kemudahan dalam penelusuran (traceability) dan dipertahankan sampai tahapan produk akhir. 2) Penyiangan (1) Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen. (2) Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih, tanpa kepala dan isi perut serta mereduksi kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangin dengan cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat produk 0C- 4,4C. 3) Pencucian (1) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen dan kemunduran mutu. (2) Tujuan: menghilangkan sisa kotoran darah yang menempel di tubuh ikan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk 0C-4,4C. 19 4) Pembuatan loin (1) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen. (2) Tujuan: mendapatkan bentuk loin sesuai dengan ukuran yang ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian secara membujur. Proses pembutan loin dilakukan secara tepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk 0C-4,4C. 5) Pembuangan kulit dan perapian (1) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen, terdapat tulang, daging hitam dan kulit. (2) Tujuan: mendapatkan loin yang rapi dan bebas dari tulang, daging hitam dan kulit serta terhindar dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: tulang, daging hitam dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga bersih. Pembuangan kulit dan perapian dilakukan secara cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk. 6) Sortasi mutu (1) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen. (2) Tujuan: mendapatkan loin dengan mutu sesuai spesifikasi. (3) Petunjuk: sortasi mutu dilakukan dengan mengelompokkan produk sesuai spesifikasi, secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk. 7) Pembungkusan (wrapping) (1) Potensi bahaya: pembungkusan kurang sempurna dan kontaminasi bakteri patogen. (2) Tujuan: mendapatkan loin dalam kemasan yang sempurna dan terhindar dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: loin yang sudah rapi selanjutnya dikemas dalam plastik vacum dan tidak vacum secara individual dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk. 20 8) Penimbangan (1) Potensi bahaya: kemunduran mutu, kekurangan berat dan kontaminasi bakteri patogen. (2) Tujuan: mendapatkan berat loin yang sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan yang sudah dikalibrasi dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk. 9) Pengepakan (1) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen dan kesalahan label. (2) Tujuan: melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan selama transportasi dan penyimpanan serta sesuai dengan label. (3) Petunjuk: loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan plastik dan dimasukkan dalam master karton secara cepat, cermat dan saniter. Tabel 3 Syarat mutu dan keamanan pangan untuk tuna loin segar Jenis Uji 1) Sensori 2) Cemaran mikroba* 1. ALT 2. Escherichia coli 3. Salmonella 4. Vibrio cholera 3) Cemaran kimia* 1. Raksa (Hg) 2. Timbal (Pb) 3. Kadmium (Cd) 4) Fisika 1. Suhu pusat 5) Parasit Catatan* bila diperlukan Sumber: BSN, 2009 Satuan Persyaratan Angka (1-9) minimal 7 koloni/g APM/g APM/g APM/g maksimal 5,0 x 105 maksimal <3 negatif negatif mg/kg mg/kg mg/kg maksimal 1,0 maksimal 0,4 maksimal 0,1 C Ekor maksimal 4,4 0 2.7.2 Penanganan tuna di pelabuhan perikanan Penanganan tuna di Pelabuhan Perikanan (PP) dilakukan secara hati-hati, untuk menjaga tuna masih tetap dalam kualitas yang baik. Kapal tuna dengan produk frozen yang ditujukan untuk bahan sashimi, biasanya akan membongkar 21 tuna pada malam hari, dan dilakukan secara transhipment dari kapal ke kapal. Produk yang tidak masuk kualitas ekspor akan dibongkar siang hari, dijual kepada perusahaan pengolahan tuna atau dibawa ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) untuk dilelang. Kapal-kapal fresh tuna melakukan bongkar ikan di PP pada siang hari. Proses penanganannya dilakukan secara hati-hati dan diperlukan fasilitas khusus untuk menjaga kualitas tuna agar tetap segar dan berkualitas baik. Menurut Nurani dan Wisudo (2007), proses pembongkaran tuna dari kapal fresh tuna meliputi: 1) Pembongkaran (unloading) tuna dari dalam palka dengan menggunakan crane. Pembongkaran dilakukan secara hati-hati untuk menjaga tuna dari kerusakan fisik. Selama pembongkaran tuna selalu dijaga kesegarannya dengan menyemprotkan air menggunakan slang. Penyemprotan disamping untuk membersihkan tuna dari lendir, kotoran dan darah, juga untuk mencegah naiknya suhu tubuh guna menghambat pertumbuhan bakteri. 2) Tuna dipindahkan dari kapal ke transhit sheed untuk dilakukan penanganan sementara dan seleksi kualitas. Proses pemindahan tuna ke transhit sheed memerlukan fasilitas khusus yaitu ditutup atap plastik, guna menjaga agar tidak terkena sinar matahari. Hal ini dimaksudkan juga agar suhu tubuh tuna tidak naik yang berakibat pada peningkatan pertumbuhan bakteri. 3) Di dalam transhit sheed dilakukan seleksi kualitas (grading). Grading dimaksudkan untuk menyeleksi tuna yang memenuhi standar kualitas ekspor untuk produk fresh tuna. Tuna yang tidak memenuhi kualitas fresh tuna ekspor akan dijual kepada perusahaan pengolahan tuna atau dijual ke TPI untuk dilelang. 4) Ikan tuna yang memenuhi kualitas ekspor ditangani lebih lanjut dengan membuang sirip-sirip, membersihkan sisa-sisa insang dan isi perut. Selanjutnya ikan tuna ini akan diekspor dalam bentuk segar dengan menggunakan transportasi udara. 5) Sebelum ditransportasikan dengan menggunakan transportasi udara, ikan tuna terlebih dahulu dilakukan pengemasan. Produk dikemas dengan cara dimasukkan ke dalam styrofoam atau boks karton, sebelumnya tuna 22 dibungkus dengan kantong plastik. Satu boks berisi 1 atau 2 ekor tuna segar. Di dalam boks karton atau styrofoam dimasukkan beberapa potong dry ice yang berguna untuk menjaga tingkat kesegaran ikan. Selanjutnya boks karton atau styrofoam ditutup dengan menggunakan lack ban dan produk siap untuk diekspor. Ekspor menggunakan ruang bagasi di dalam pesawat terbang dengan biaya sekitar 250 yen per kg tuna. 2.8 Tujuan Pemasaran Tuna Kelompok ikan tuna memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan tingkat permintaannya terus meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan permintaan (demand) ini terutama disebabkan oleh kegemaran masyarakat Jepang menyantap sushi dan sashimi sejak dasa warsa terakhir ini (Dahuri, 2008). Kualitas ikan tuna akan terkait dengan harga. Harga ikan tuna paling tinggi adalah kualitas fresh tuna (kualitas A) untuk bahan sashimi. Kualitas di bawahnya adalah fresh tuna (kualitas B+) untuk tujuan pasar Amerika dan Uni Eropa. Kualitas B dan C masuk ke industri pengolahan tuna beku untuk dibuat loin, saku, chunk dan sejenisnya. Harga jual ekspor produk fresh tuna berkisar antara 800-1.500 yen per kg, tergantung dari grade tuna yang diekspor. Kegitan ekspor ikan tuna ini, akan dikenakan biaya untuk pengangkutan dengan pesawat terbang, yaitu sekitar 250 yen per kg ikan tuna (Nurani, 2010). Perkembangan harga tuna domestik (harga asal) dan harga ekspor (harga di pasar tujuan) menunjukkan perbedaan yang menyolok, apabila harga domestik mengalami kenaikan maka ada kecenderungan eksportir untuk menjual tuna di pasar luar negeri, walaupun terdapat perbedaan jenis dan ukuran yang dikonsumsi domestik dengan yang diekspor. Perubahan harga di pasar tujuan (harga ekspor) memiliki kaitan yang erat dengan perubahan yang terjadi di pasar lokal. Hal tersebut tergambar dengan signifikannya perubahan harga di pasar tujuan dengan yang terjadi di pasar lokal (Sitorus, 2004). 23 Tabel 4 Harga ikan tuna di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2008 No Tahun Harga Ikan Tuna per kg (rupiah) 1 2001 2 2002 3 2003 4 2004 5 2005 6 2006 7 2007 8 2008 Sumber: diolah dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2008 2.9 7.506 6.423 7.050 14.211 9.705 11.044 12.119 18.051 Kelestarian Sumberdaya Ikan Pengertian pengelolaan SDI (Sumber Daya Ikan) berkelanjutan adalah pengelolaan yang mengarah bagaimana SDI yang ada saat ini mampu memenuhi kebutuhan sekarang dan kebutuhan generasi yang akan datang, dimana aspek keberlanjutan harus meliputi aspek ekologi, sosial-ekonomi, masyarakat dan institusi. Pengelolaan SDI berkelanjutan tidak melarang aktivitas penangkapan yang bersifat ekonomi/komersial, tetapi menganjurkan dengan persyaratan bahwa tingkat pemanfaatan tidak melampaui daya dukung (carrying capacity) lingkungan perairan atau kemampuan pulih SDI (MSY), sehingga generasi mendatang tetap memiliki aset sumberdaya alam (SDI) yang sama atau lebih banyak dari generasi saat ini (Mallawa, 2006). Bengen (2005) vide Mallawa (2006) mengatakan bahwa suatu pengelolaan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut dapat mencapai 3 tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Berkelanjutan secara ekologi mengandung arti, bahwa kegiatan pengelolaan SDI dimaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya ikan termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga pemanfaatan SDI dapat berkesinambungan. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa kegiatan pengelolaan ikan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan. Sedang keberlanjutan secara ekonomi 24 berarti bahwa kegiatan pengelolaan SDI harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan SDI serta investasi secara efisien. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 45 tahun 2009, pemanfaatan secara optimal diarahkan pada pendayagunaan sumberdaya ikan dengan memperhatikan daya dukung yang ada dan kelestariannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil, meningkatkan penerimaan devisa negara, menyediakan perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing hasil perikanan serta menjamin kelestarian sumberdaya ikan. Menurut data tahun 2004, kondisi sumberdaya ikan untuk perairan laut memiliki potensi lestari (MSY) sebesar 6,4 juta ton/tahun, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 ton/tahun atau 80% dari MSY, dan produksi tahunan sebesar 4,7 juta ton atau 73,4% dari MSY (Mallawa, 2006). Jenis-jenis ikan pelagis besar yang terdapat di perairan Indonesia antara lain ikan tuna besar meliputi madidihang (Thunnus albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga), tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii), tuna ekor panjang (Thunnus tonggol), jenis ikan pedang/setuhuk yang meliputi ikan pedang (Xipias gladius), setuhuk biru (Makaira mazara), setuhuk hitam (Makaira indica), setuhuk loreng (Teptapturus audax), ikan layaran (Istiophorus platypterus), jenis tuna kecil meliputi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), dan jenis ikan tongkol yang terdiri atas Euthynnus affinis, Auxis thazard, dan Auxis rochei, jenis ikan cucut yang meliputi Sphyrna sp, Carcharhinus longimanus, C.brachyurus dan lain-lain. Ikan pelagis besar tersebar dihampir semua wilayah pengelolaan perikanan dimana tingkat pemanfaatan berbeda-beda antar perairan. Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (2005) vide Mallawa (2006), bahwa beberapa wilayah pengelolaan antara lain Selat Malaka, Laut Jawa, Samudera Pasifik telah mengalami over exploited di lain beberapa wilayah pengelolaan antara lain Laut Cina Selatan, Laut Flores, Laut Banda, Laut Seram, Lautan Hindia masih pada tingkatan under exploited. 25 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapang ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2010. Penelitian bertempat di PPP Tamperan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Gambar 3 Peta Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. 3.2 Metode Pengumpulan Data Teknik untuk pengambilan responden adalah menggunakan purposive sampling dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria tertentu. Pemilihan responden dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuisioner. Responden yang dituju antara lain nelayan, pedagang ikan, pihak TPI, Balai Pengelola Pelabuhan Perikanan serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan. Jumlah responden yang diwawancarai berjumlah 40 orang yang terdiri dari staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan 2 orang, Kepala dan staf Balai Pengelola PPP Tamperan 2 orang, Kepala dan staf UPT TPI Tamperan 2 orang, 16 orang pedagang dan 18 orang nelayan pancing tonda. 26 3.2.1 Data primer Data primer diperoleh dari observasi dan hasil wawancara di lapangan dengan pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan perikanan pancing tonda yaitu nelayan maupun masyarakat dan pihak instansi yaitu Dinas Perikanan dan Kelautan, Balai Pengelola Pelabuhan Perikanan, dan TPI. Data primer yang diambil adalah: 1) Unit penangkapan tonda; 2) Posisi penangkapan tonda; 3) Waktu operasi tonda; 4) Komposisi dan ukuran hasil tangkapan tuna; 5) Kualitas tangkapan tuna; 6) Daerah pemasaran tuna. Data primer tentang unit penangkapan tonda, posisi penangkapan tonda, waktu operasi tonda, dan daerah pemasaran tuna diambil menggunakan alat bantu kuesioner. Data primer tersebut diambil dari 10 sampel kapal tonda. Kualitas tangkapan tuna, komposisi, ukuran dan harga hasil tangkapan tuna dapat dilihat pada Lampiran 3. 3.2.2 Data sekunder Data sekunder berdasarkan data time series 5 tahun terakhir yang dikumpulkan dari Balai Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai Tamperan, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pacitan, serta Badan Pusat Statistik Kabupaten Pacitan. Data sekunder yang dikumpulkan adalah: 1) Data jumlah unit penangkapan tonda; 2) Data volume dan produksi perikanan tuna; 3) Data tujuan pemasaran perikanan tuna; 4) Keadaan umum wilayah; 5) Jumlah rumpon yang dipasang di perairan Pacitan; 6) Posisi dan waktu pemasangan rumpon; 7) Umur teknis rumpon. 27 3.3 Analisis Data 3.3.1 Analisis kegiatan operasi penangkapan dan penanganan ikan Analisis unit penangkapan ikan digunakan untuk mengkaji faktor yang berhubungan dengan keragaan teknis unit penangkapan pancing tonda. Analisis unit penangkapan ikan dilakukan melalui wawancara kepada pihak-pihak terkait yang dijelaskan secara deskriptif. Analisis ini meliputi gambaran unit penangkapan ikan, metode pengoperasian dan metode penanganan ikan. 3.3.2 Analisis pemasaran Analisis pemasaran bertujuan untuk mengetahui jalur pemasaran produk tuna untuk ekspor. Analisis pemasaran difokuskan pada daerah pemasaran komoditas, perkembangan harga tuna, dan bentuk produk yang dijual. Analisis ini dilakukan secara deskriptif dengan mengamati dan melakukan wawancara terhadap pelaku pasar. 3.3.3 Analisis komposisi dan kualitas hasil tangkapan Analisis komposisi dan kualitas hasil tangkapan bertujuan untuk mengetahui kelayakan hasil tangkapan ikan tuna sebagai produk ekspor melalui pendekatan secara biologi dan ekonomi. Analisis komposisi hasil tangkapan dilihat dari beberapa poin penting meliputi: 1) Jenis ikan; Data jenis ikan didapatkan dengan cara pengamatan secara morfologi meliputi warna tubuh, sirip dada dan sirip punggung. 2) Jumlah ikan; Sampel ikan yang diambil sebanyak 150 ekor dari 10 kapal tonda. Tiap kapal tonda diambil 3 keranjang dimana tiap keranjangnya berisi 5 ekor ikan. Jumlah sampel kapal tersebut sudah mewakili jumlah populasi kapal tonda di Pacitan. 3) Panjang ikan; Panjang total ikan diukur dari ujung mulut hingga ujung sirip ekor. Data panjang ikan tuna digunakan untuk mengetahui jumlah ikan tuna yang layak untuk ditangkap. Batasan penentuan jumlahnya ditentukan dari analisis berdasarkan length at maturity. 28 Panjang total Gambar 4 Pengukuran panjang total ikan 4) Berat ikan; Ikan sampel diukur beratnya satu per satu dengan menggunakan timbangan. Data berat ikan digunakan untuk mengetahui jumlah ikan yang layak diekspor. Ikan tuna untuk ekspor harus mempunyai berat lebih dari 25 kg/ekor (BSN, 1992) 5) Fishing ground. Daerah penangkapan ikan (fishing ground) ditentukan dari posisi pemasangan rumpon di perairan. Data daerah penangkapan ikan didapatkan dari wawancara dengan nelayan. Analisis kualitas hasil tangkapan dilihat dari nilai organoleptik tiap ikan. Kualitas hasil tangkapan ikan tuna menentukan kelayakannya sebagai produk ekspor. Produk tuna ekspor segar untuk fresh sashimi adalah ikan tuna yang memiliki nilai organoleptik minimal 7 (BSN, 2006a). Nilai-nilai organoleptik ikan dapat dilihat pada Lampiran 5. 29 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Kondisi geografi dan topografi Kabupaten Pacitan terletak di pesisir selatan Propinsi Jawa Timur yang berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah. Secara administratif, Kabupaten Pacitan terbagi atas 12 wilayah kecamatan, 5 kelurahan, dan 171 desa dengan posisi antara 11055’–11125’ BT dan 755’–817’ LS. Secara geografis Kabupaten Pacitan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah utara : Kabupaten Ponorogo Sebelah timur : Kabupaten Trenggalek Sebelah selatan : Samudera Hindia Sebelah barat : Kabupaten Wonogiri Kabupaten Pacitan mempunyai luas wilayah 1.389,8742 km2 dengan luas wilayah laut mencapai 532,82 km2 yang kondisi alamnya sebagian besar terdiri dari bukit-bukit yang mengelilingi kabupaten. Wilayah kota Pacitan berupa daratan rendah, selebihnya berupa daerah pantai yang memanjang dari sebelah barat sampai timur di bagian selatan (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009). Tabel 5 Luas wilayah perairan berdasarkan wilayah kewenangan No Kecamatan Luas Wilayah Kewenangan Panjang Garis Pantai (mil) (km) 4 mil 2 (mil ) 12 mil 2 (km ) 2 (km ) ZEEI 2 (mil ) 2 (km ) (mil2) 1. Donorojo 4,52 8,371 18,08 62,01 186,04 54,24 3.100,62 904 2. Pringkuku 8,52 15,779 34,08 116,89 350,67 102,24 5.844,54 1.704 3. Pacitan 1,39 2,574 5,56 19,17 57,20 16,68 953,41 278 4. Kebonagung 10,17 18,835 40,68 139,53 418,59 122,04 6.976,48 2.034 5. Tulakan 1,94 3,593 7,76 26,62 79,85 23,28 1.330,85 388 6. Ngadirojo 5,69 10,538 22,76 78,07 234,20 68,28 3.903,28 1.138 7. Sudimoro 5,95 11,019 23,80 81,63 244,89 71,40 4.081,44 1.190 38,18 70,709 152,72 523,82 1.571,44 458,16 26.190,62 7.636 Total Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009 30 Kondisi pantai di Kabupaten Pacitan terdiri dari pantai yang landai dan curam/terjal. Perincian panjang pantai tiap kecamatan berdasarkan kondisi pantai tercantum dalam Tabel 6 berikut. Tabel 6 Panjang pantai per kecamatan berdasarkan kondisi pantai Panjang Pantai (km) Curam Landai 1. Donorojo Sendang 4,10 0 Widoro 0,75 1,771 Kalak 1,75 0 2. Pringkuku Watukarung 1,00 2,00 Dersono 1,50 1,00 Candi 1,00 2,279 Jlubang 1,00 0 Poko 2,00 0 Dadapan 4,00 0 3. Pacitan Kel. Sidoharjo 0,287 1,00 Kel. Ploso 0 0,858 Kembang 0,30 0,129 4. Kebonagung Sidomulyo 1,050 1,047 Wora-Wari 1,970 0,124 Katipugal 1,076 1,016 Klesem 3,478 1,229 Karangnongko 0,953 0,616 Kalipelus 1,589 1,549 Plumbungan 1,875 1,263 5. Tulakan Jetak 3,593 0 6. Ngadirojo Sidomulyo 2,50 2,90 Hadiwarno 3,438 1,70 7. Sudimoro Sumberejo 1,096 1,930 Sukorejo 0,895 0,750 Pager Lor 2,932 0,00 Pager Kidul 2,885 0,531 47,017 23,692 7 kecamatan 26 desa/kel Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009 No. Kecamatan Desa / Kelurahan 4.1.2 Kondisi demografi Kabupaten Pacitan terdiri dari 12 kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak pada tahun 2010 yaitu Kecamatan Tulakan. Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Pacitan adalah sebesar 540.516 orang, yang terdiri dari 263.919 laki-laki dan 276.597 perempuan. Tulakan dan Pacitan adalah dua kecamatan berpenduduk terbanyak masingmasing berjumlah 77.273 orang dan 73.020 orang. Luas wilayahnya sekitar 1.389,87 km2, rata-rata tingkat kepadatan penduduk Pacitan adalah sebesar 389 orang per km2. Kecamatan dengan kepadatan penduduknya tertinggi adalah Kecamatan Pacitan, yaitu sebesar 947 orang per km2. Sementara itu, kecamatan 31 yang paling rendah tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Pringkuku, yaitu sebesar 223 orang per km2 (BPS, 2010). Penduduk Pacitan terus bertambah dari waktu ke waktu. Tahun 1971 penduduk Pacitan sebanyak 476,6 ribu jiwa, tahun 1980 sebanyak 478,0 ribu jiwa, tahun 1990 sebanyak 514,1 ribu jiwa, tahun 2000 sebanyak 525,8 ribu jiwa, dan pada tahun 2010 sebanyak 540,5 ribu jiwa. Sex ratio penduduk Pacitan adalah sebesar 95, yang artinya jumlah penduduk perempuan lima persen lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki, atau setiap 100 perempuan terdapat 95 laki-laki (BPS, 2010). 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Kabupaten Pacitan Wilayah kegiatan di sektor perikanan, khususnya untuk perikanan tangkap di Kabupaten Pacitan meliputi 7 kecamatan pantai, yaitu: 1) Kecamatan Pacitan; 2) Kecamatan Pringkuku; 3) Kecamatan Kebonagung; 4) Kecamatan Tulakan; 5) Kecamatan Ngadirojo; 6) Kecamatan Sudimoro; 7) Kecamatan Donorojo. Aktivitas perikanan di pesisir pantai Pacitan yang saat ini telah dikembangkan berupa perikanan tangkap terkendali yang mengandung arti bahwa penangkapan ikan memperhatikan rambu-rambu kelestarian sumberdaya, sehingga dapat menghindari terjadinya over fishing. Aktivitas perikanan tangkap ini juga didukung adanya Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) yang terdapat di Tamperan, Kelurahan Sidoharjo (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009). Tempat pendaratan ikan tersebar di 7 kecamatan pantai yang jumlah keseluruhan mencapai 17 buah, meliputi: 1) Pantai Ngobyok, Desa Sumberejo, Kecamatan Sudimoro 2) Pantai Tawang, Desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo 3) Pantai Godeg, Desa Jetak, Kecamatan Tulakan 32 4) Pantai Pidakan, Desa Jetak, Kecamatan Tulakan 5) Pantai Wawaran, Desa Sidomulyo, Kecamatan Kebonagung 6) Pantai Dangkal, Desa Wora Wari, Kecamatan Kebonagung 7) Pantai Kaliuluh, Desa Klesem, Kecamatan Kebonagung 8) Pantai Tawang, Desa Katipugal, Kecamatan Kebonagung 9) Pantai Bakung, Desa Karangnongko, Kecamatan Kebonagung 10) Pantai Srengit, Desa Kalipelus, Kecamatan Kebonagung 11) Pantai Bagelon, Desa Plumbungan, Kecamatan Kebonagung 12) Pancer, Desa Kembang, Kecamatan Pacitan 13) Pantai Teleng, Kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Pacitan 14) Tamperan, Kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Pacitan 15) Pantai Watukarung, Desa Watukarung, Kecamatan Pringkuku 16) Pantai Srau, Desa Candi, Kecamatan Pringkuku 17) Pantai Klayar, Desa Sendang, Kecamatan Donorojo Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai sarana untuk pemasaran hasil tangkapan nelayan terdapat di 6 tempat pendaratan ikan yaitu: 1) Kecamatan Pacitan sebanyak 2 buah yaitu di Pantai Teleng Ria dan Pantai Tamperan di Kelurahan Sidoharjo; 2) Kecamatan Pringkuku di Pantai Watukarung Desa Watukarung; 3) Kecamatan Kebonagung di Pantai Wawaran Desa Sidomulyo; 4) Kecamatan Ngadirojo di Pantai Tawang Desa Sidomulyo; 5) Kecamatan Sudimoro di Pantai Karangturi, Ngobyok Desa Sumberejo. Salah satu dari 6 lokasi TPI saat ini telah menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), yaitu PPP Tamperan, yang telah diresmikan operasional minimumnya pada tanggal 29 Desember 2007 oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009). 33 (a) TPI Tamperan (d) TPI Tawang (b) TPI Teleng (c) TPI Watukarung (e) TPI Ngobyok (f) TPI Wawaran Gambar 5 Beberapa lokasi TPI di Kabupaten Pacitan. Komoditas yang terdapat di pesisir dan laut Kabupaten Pacitan terdiri dari beberapa jenis, yaitu: 1) Ikan pelagis besar, yaitu ikan yang mempunyai habitat di tengah sampai permukaan laut dan pada umumnya berukuran besar, seperti Tuna, Cakalang, Tongkol, Tengiri, Marlin dan Lemadang; 2) Ikan pelagis kecil, ikan yang mempunyai habitat di tengah sampai permukaan laut dan pada umumnya berukuran kecil, seperti Kembung, Lemuru, Rebon, Keri, Kuwe, Pisang-pisang, Julung-julung, Layang, Kuniran, Golok-golok, Lencam dan Cumi-cumi; 3) Ikan demersal besar, yaitu ikan yang mempunyai habitat di dasar laut dan pada umumnya berukuran besar, seperti Cucut, Pari, Tiga Waja, Kakap Merah, Kakap Putih dan Kerapu; 4) Ikan demersal kecil, yaitu ikan yang mempunyai habitat di dasar laut dan pada umumnya berukuran kecil, seperti Lobster, Layur, Manyung, Sebelah, Bawal, Udang, Peperek, Kurisi dan Pogot. Berdasarkan data jumlah produksi ikan yang berhasil ditangkap, terlihat adanya fluktuasi produksi dari tahun ke tahun dan Kecamatan Pacitan merupakan 34 produsen terbesar sepanjang tahun, sedangkan Kecamatan Donorojo adalah produsen terkecil (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009). Tabel 7 Jumlah produksi perikanan tangkap per kecamatan di Kabupaten Pacitan tahun 2005–2009 Jumlah Produksi (Kg) 2005 2006 2007 2008 Donorojo 5.365 1.748 32.803 1.533 Pringkuku 212.115 308.484 326.685 374.561 Pacitan 645.363 489.827 2.155.665 2.434.137 Kebonagung 242.216 430.186 210.771 84.779 Tulakan 52.312 159.358 65.607 117.185 Ngadirojo 326.213 264.089 222.100 307.616 Sudimoro 75.965 217.908 101.030 118.661 Jumlah 1.559.549 1.871.600 3.114.661 3.438.472 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009 Kecamatan 4.3 2009 18.279 406.560 3.671.989 128.611 96.906 216.301 16.497 4.555.143 Daerah dan Musim Penangkapan Ikan Daerah operasi penangkapan ikan di wilayah Kabupaten Pacitan meliputi Teluk Pacitan dan luar Teluk Pacitan. Daerah operasi di dalam meliputi Teluk Pacitan, Teluk Panggul, Teluk Sidomulyo, Teluk Sudimoro, dan Teluk Taman. Di luar Teluk Pacitan meliputi Watukarung, Jogoboyo, Wates, Klopan, Srau, Wawaran, Hadiwarno, Bawur, Cucung, Watu mureb, dan Laut Bremen (DKP, 2009). Nelayan di Pacitan menentukan musim penangkapan ikan dengan metode yang disebut “Pranoto Mongso”. Nelayan harus mengetahui musim terlebih dahulu sebelum melaksanakan operasi penangkapan ikan, karena dapat diketahui keadaan angin, gelombang, arus, ombak, jenis-jenis ikan dan musim ikannya. Musim penangkapan ikan dibagi menjadi dua musim, yaitu musim puncak pada bulan Mei-September, dan musim paceklik pada bulan Desember-Februari (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009). 4.4 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPP Tamperan 4.4.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal penangkap ikan Kapal penangkap ikan di PPP Tamperan terbagi menjadi dua, yaitu Perahu Motor Tempel (PMT) dan Kapal Motor (KM). Perahu motor tempel merupakan 35 perahu yang menggunakan mesin luar (outboard). Jenis armada/perahu ini mengoperasikan alat tangkap jaring insang hanyut, jaring insang tetap, trammel net, payang, dogol, dan krendet. Kapal motor merupakan armada penangkapan ikan yang menggunakan mesin dalam (inboard). Jenis kapal ini mengoperasikan alat tangkap purse seine dan pancing (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009). Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan merupakan pelabuhan perikanan tipe C. Sebelumnya, pelabuhan ini masih dalam bentuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tamperan dan resmi menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan pada tanggal 29 Desember 2007 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009). Menurut Murdiyanto (2003), pelabuhan perikanan tipe C adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukkan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di perairan pantai. Pelabuhan perikanan tipe C ini dirancang untuk bisa menampung kapal berukuran sampai dengan 15 GT (gross tonage). Kapal penangkap ikan di PPP Tamperan pada tahun 2006–2008 mengalami penurunan jumlah, dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2009. Jumlah armada yang beroperasi di PPP Tamperan mencapai angka tertinggi pada tahun 2006. Namun, untuk jenis kapal motor mengalami peningkatan dari tahun 2006– 2009. Hal ini, disebabkan dominasi kapal motor untuk alat tangkap purse seine dan pancing yang begitu kuat, sehingga banyak nelayan perahu motor tempel beralih menjadi nelayan kapal motor. Ikan tuna merupakan hasil tangkapan terbesar yang didaratkan di pelabuhan ini. Adanya rumpon membuat banyak kapal motor yang beroperasi disana. Tabel 8 Perkembangan armada penangkapan ikan di PPP Tamperan tahun 20062009 2006 2007 Tahun 2008 Perahu Motor 892 177 27 Tempel Kapal Motor 31 78 88 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009 2009 Jumlah 54 1.150 264 461 36 Tabel 9 Perkembangan kapal tonda di PPP Tamperan tahun 2007-2010 Tahun 2007 2008 2009 2010 Sumber: Hasil wawancara 2) Jumlah (unit) 16 77 61 98 Alat tangkap Jenis alat tangkap yang terdapat di PPP Tamperan antara lain: purse seine, jaring insang hanyut, pancing, jaring insang tetap, payang, trammel net, dogol dan lain-lain (krendet). Tahun 2007 tidak ada data alat tangkap yang masuk dalam statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan. Tabel 10 Perkembangan alat tangkap di PPP Tamperan tahun 2006–2009 Jumlah (unit) 2006 2007 2008 1. Pancing tonda 13 81 2. Jaring insang hanyut 149 2 3. Purse seine 16 4 4. Jaring insang tetap 610 27 5. Payang 49 20 6. Trammel net 592 15 7. Dogol 39 8. Lain-lain (Krendet) 310 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009 No. 3) Jenis Alat Tangkap 2009 89 62 13 44 15 - Nelayan Nelayan di PPP Tamperan berasal dari berbagai daerah, seperti Pacitan, Pekalongan, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur. Secara mayoritas, nelayan andon mendominasi jumlah nelayan di PPP Tamperan. Nelayan andon ini berasal dari daerah di luar Pacitan atau bahkan luar Jawa. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan setempat, nelayan andon yang berasal dari Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur ini biasanya mengoperasikan alat tangkap pancing. Nelayan yang berasal dari luar Jawa tersebut didatangkan oleh juragan untuk bekerja kepadanya. Tabel 11 menggambarkan jumlah nelayan yang berada di PPP Tamperan pada tahun 2006–2009. 37 Tabel 11 Perkembangan nelayan di PPP Tamperan tahun 2006–2009 No. Jumlah (orang) Nelayan 1. Nelayan tetap 2. 3. 2006 2007 2008 2009 3.352 422 108 158 Nelayan sambilan 51 38 60 137 Nelayan andon 40 550 400 1.010 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009 Jumlah nelayan pada tahun 2006 didominasi oleh nelayan tetap sebesar 3.352 orang. Namun, tahun 2007–2009 nelayan andon mendominasi jumlah nelayan di PPP Tamperan. Nelayan andon bertempat tinggal di perumahan nelayan andon yang disediakan oleh pihak pengelola PPP Tamperan. Mereka pulang ke daerah asalnya masing-masing pada musim paceklik, dan kembali lagi ketika musim puncak tiba. Jumlah nelayan sambilan mengalami fluktuasi. Jumlah terbesar nelayan sambilan pada tahun 2009 sebesar 137 orang. 4.4.2 Sarana dan prasarana PPP Tamperan Fasilitas kepelabuhanan di PPP Tamperan sudah cukup baik dan lengkap. Fasilitas PPP Tamperan dapat dilihat pada Tabel 12. Pembagian fasilitas PPP Tamperan terdiri dari: 1) Fasilitas pokok, adalah sarana yang diperlukan untuk kepentingan seperti, keselamatan pelayaran dan tempat tambat labuh serta bongkar muat yang meliputi: (1) Breakwater (2) Sarana tambat labuh, yaitu dermaga, tiang tambat, pelampung tambat, dan kolam pelabuhan (3) 2) Sarana transportasi, yaitu jembatan, jalan, dan tempat parkir Fasilitas fungsional adalah sarana yang langsung dimanfaatkan untuk kepentingan manajemen pelabuhan perikanan dan dapat dimanfaatkan oleh perorangan atau badan hukum yang meliputi: (1) Sarana pemasokan bahan bakar untuk kapal (2) Sarana pemasaran, meliputi: tempat pelelangan penanganan, dan penyimpanan hasil tangkapan (3) Kantor pelabuhan dan kantor keamanan ikan (TPI), 38 3) Fasilitas penunjang adalah sarana yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat umum yang meliputi: (1) Sarana kesejahteraan nelayan yaitu tempat penginapan, kios perbekalan, dan tempat ibadah (2) Sarana pengolahan pelabuhan yaitu rumah tamu, dan pos pemeriksaan. Tabel 12 Fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang di PPP Tamperan No 1. Jenis Fasilitas Fasilitas Pokok 1. Lahan PPP 2. Breakwater 3. Dermaga Caisson 4. Kolam labuh 2. Fasilitas Fungsional 1. Gedung TPI 2. Kantor Pelabuhan 3. Ground Resevoir 4. Power House 5. Menara Air 6. SPBN 7. Toilet 3. Fasilitas Penunjang 1. Tempat Penginapan 2. Kantin 3. Musholla 4. Pos Jaga 5. Pasar ikan 6. Tempat parkir 7. Plengsengan bukit Sumber: Hasil wawancara Volume Kapasitas Kondisi 2,05 Ha 460,9 m 234 m 4,5 Ha Baik Baik Baik Terjadi sedimentasi m2 m2 m2 m2 m2 m2 m2 Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik 220 m2 45 m2 100 m2 12,6 m2 288 m2 1 unit 270 m2 Baik Baik Baik Baik Belum berfungsi Baik Baik 720 220 35 20 18 45 30 39 5 5.1 HASIL PENELITIAN Kegiatan Operasi Penangkapan dan Penanganan Ikan 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal tonda Kapal motor yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap pancing tonda berbahan kayu dengan dimensi panjang (LoA) 16-17 m, lebar (B) 3-3,5 dan tinggi (D) 1-1,5 m. Rata-rata nelayan kapal tonda di Tamperan, Kabupaten Pacitan menggunakan 2 buah mesin inboard yang terdiri dari mesin utama bermerek Yanmar dan mesin bantu bermerek Jangdong berkekuatan 30 PK. Kapal ini berukuran 6 GT. Mesin inboard menggunakan bahan bakar solar dan menghabiskan + 450 liter dalam 1 kali trip. Penggunaan 2 buah mesin dimaksudkan untuk menambah kekuatan kapal dalam mendukung operasi penangkapan ikan. Kapal tonda di PPP Tamperan, Kabupaten Pacitan dapat dilihat pada Gambar 6. a) Tampak samping b) Tampak atas Gambar 6 Konstruksi kapal tonda di Kabupaten Pacitan. 40 Kapal tonda di Tamperan, Kabupaten Pacitan menggunakan alat bantu berupa GPS (Global Positioning System), kompas, dan alat keselamatan di laut berupa life jacket. Alat bantu GPS digunakan untuk menentukan daerah penangkapan ikan (fishing ground). Daerah penangkapan ikan (fishing ground) ditandai dengan rumpon laut dalam yang ditanam di perairan. Perbaikan kapal dilakukan setiap kali ada kerusakan kecil atau kerusakan besar. Bagian haluan kapal digunakan untuk menyimpan perbekalan dan tempat istirahat, karena bagian haluan ini terlindung dari hujan dan panas. Bagian buritan kapal digunakan untuk tempat penyimpanan alat tangkap. Pengoperasian pancing tonda dilakukan di bagian sisi kanan dan kiri kapal. Tempat penyimpanan hasil tangkapan diletakkan pada palka kapal. Kapasitas palka kapal dapat memuat hasil tangkapan sebesar 4-6 ton. Sebelumnya, palka kapal ini diisi terlebih dahulu dengan es curah. 2) Alat tangkap tonda Pancing tonda memiliki 2 bagian utama yaitu tali pancing dan mata pancing tanpa pemberat. Jumlah pancing tonda yang dioperasikan dalam 1 kapal sebanyak 6-8 buah pancing. Desain pancing tonda dapat dilihat pada Gambar 6. Bagianbagian pancing tonda terdiri dari: 1) Penggulung (reel), terbuat dari bahan kayu atau plastik berbentuk persegi dan bulat. Penggulung berfungsi untuk menggulung tali pancing saat selesai pengoperasian. 2) Tali utama (main line), terbuat dari bahan nylon monofilament nomor 2000 dengan panjang 22,5 meter. 3) Kili-kili (swivel), terbuat dari bahan stainless steel. Kili-kili berfungsi agar tali pancing tidak terbelit pada saat pengoperasian. 4) Tali cabang (branch line), terbuat dari bahan nylon monofilament. 5) Umpan, berupa umpan buatan yang terbuat dari serat-serat kain sutra berwarna mencolok dan ada juga yang berbentuk menyerupai cumi-cumi. Umpan dibuat sedemikian rupa untuk menarik ikan mendekat. 6) Mata pancing (hook), terbuat dari alumunium dan besi dengan nomor 3, 4, 7, dan 9. Mata pancing yang digunakan berbentuk triple hook. 41 penggulung tali utama kili-kili tali cabang umpan mata pancing (a) Desain alat tangkap pancing tonda (b) Mata pancing dan umpan buatan (c) Penggulung dan tali utama Gambar 7 Alat tangkap pancing tonda dan bagian-bagiannya di Kabupaten Pacitan. 3) Nelayan Nelayan kapal tonda di Tamperan, Kabupaten Pacitan berjumlah sekitar 5-6 orang, terdiri dari 1 orang sebagai juru mudi dan 4-5 orang sebagai anak buah kapal (ABK). Nelayan kapal tonda memiliki tugas yang berbeda di setiap operasi penangkapan ikan. Tugas yang dilakukan tergantung dari keahlian dan pengalaman setiap nelayan. Juru mudi kapal bertugas mengemudikan kapal dan menentukan daerah operasi penangkapan ikan, sedangkan ABK bertugas sebagai pelaksana teknis, seperti: mempersiapkan dan menurunkan alat tangkap untuk 42 setting, menaikkan alat tangkap ketika hauling, penanganan hasil tangkapan di kapal, dan merapikan alat tangkap. Sebagian besar nelayan kapal tonda memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan berstatus sebagai nelayan penuh. Sistem bagi hasil telah ditentukan dari awal dengan persetujuan pemilik kapal dan nelayan. Hasil penerimaan dalam sistem bagi hasil dibagi dua yaitu 50% untuk pemilik kapal dan 50% untuk nelayan. Bagian 50% yang didapat oleh nelayan dibagi lagi sesuai dengan jumlah ABK yang turut melaut, sedangkan nakhoda kapal mendapatkan 2 bagian dan ABK mendapat 1 bagian. Gambar 8 Nelayan pancing tonda di Kabupaten Pacitan. 4) Rumpon Rumpon adalah alat bantu penangkapan ikan yang terdiri dari 4 bagian utama yaitu pelampung tanda, tali, atraktor dan pemberat. Rumpon digunakan sebagai alat bantu operasi penangkapan ikan pada kapal tonda di Kabupaten Pacitan. Tujuan pemasangan rumpon ini adalah untuk mengumpulkan ikan tuna agar lebih mudah ditangkap dengan menggunakan pancing tonda. Posisi penangkapan tonda berada di sekitar posisi rumpon yang dipasang. Desain rumpon dapat dilihat pada Gambar 9. 43 Tabel 13 Posisi pemasangan rumpon nelayan dan komposisi hasil tangkapan Rumpon Rumpon 1 (R1) Rumpon 2 (R2) Rumpon 3 (R3) Rumpon 4 (R4) Rumpon 5 (R5) Rumpon 6 (R6) Rumpon 7 (R7) Rumpon 8 (R8) Rumpon 9 (R9) Rumpon 10 (R10) Sumber: Pengolahan data Lintang 10°01’48” LS 11°01’38” LS 11°03’48” LS 11°10’53” LS 10°09’40” LS 11°22’20” LS 11°15’30” LS 10°18’35” LS 12°25’30” LS 12°30’20” LS Posisi Komposisi hasil tangkapan Bujur 110°01’30” BT 110°15’20” BT 110°25’38” BT 110°08’15” BT 110°20’10” BT 110°30’45” BT 110°20’40” BT 110°30’25” BT 110°08’20” BT 110°20’30” BT Yellowfin tuna Yellowfin tuna Yellowfin tuna Yellowfin tuna Yellowfin tuna Yellowfin tuna Yellowfin tuna Yellowfin tuna Yellowfin tuna, bigeye tuna Yellowfin tuna, bigeye tuna Tabel 14 Posisi pemasangan rumpon bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan Rumpon Rumpon 1 (R1) Rumpon 2 (R2) Rumpon 3 (R3) Rumpon 4 (R4) Rumpon 5 (R5) Rumpon 6 (R6) Sumber: Hasil wawancara Lintang 8°16’15” LS 8°16’25” LS 8°16’71” LS 8°17’14” LS 8°43’04” LS 8°41’27” LS Posisi Bujur 111°11’45” BT 111°13’20” BT 111°24’24” BT 111°25’46” BT 111°46’69” BT 110°54’44” BT Pelampung Kayu Atraktor (pelepah kelapa) Panjang: 7.500 m Sambungan Pemberat Tali rumpon Ban mobil Pemberat Gambar 9 Desain rumpon nelayan di Kabupaten Pacitan. Rumpon ini dipasang pada kedalaman 5.000 m. Nelayan tonda di Pacitan menggunakan pelampung rumpon dari ponton besi berbentuk tabung dan ada juga 44 yang memakai pelampung dari gabus besar yang dipagari kayu. Pelampung rumpon dari gabus besar mempunyai panjang 3,5 m, lebar 1,5 m, dan tinggi 1 m. Pelampung tersebut dipagari dengan kayu bertinggi 1 m. Tali rumpon terbuat dari tali tambang yang berukuran panjang 7.500 m, atraktornya terbuat dari pelepah daun kelapa yang berjumlah 100 buah, pemberatnya terbuat dari semen cor berbentuk balok yang berjumlah 50 buah, tiap pemberatnya berbobot 70 kg. Pemberat yang terpasang pada atraktor berjumlah 1 buah tiap atraktor dengan bobot 25 kg. Satu buah rumpon yang dipasang digunakan untuk 3 kapal. Gambar 10 Pemberat dari cor semen. 5.1.2 Metode pengoperasian pancing tonda Pengoperasian pancing tonda meliputi persiapan, keberangkatan, pemancingan dan kembali ke fishing base. Persiapan awal yang dilakukan adalah pemeriksaan secara menyeluruh semua perlengkapan yang akan digunakan untuk operasi penangkapan ikan. Persiapan yang dilakukan meliputi semua unit penangkapan ikan, yaitu kapal penangkapan, alat tangkap, dan nelayan. Hal tersebut perlu dilakukan agar kesiapan unit penangkapan dalam keadaan baik, mengingat waktu pengoperasian kapal tonda ini memakan waktu 1 minggu. Semua peralatan ditata dengan rapi agar tidak mengganggu kegiatan operasional penangkapan. Perbekalan dan peralatan yang dibutuhkan dalam setiap operasi penangkapan adalah solar, minyak tanah, oli, es curah, garam, ransum, air tawar, alat tangkap, umpan buatan, pelepah daun kelapa, scoop net dan ganco. 45 (a)Perbekalan es curah, air tawar dan solar (b) Atraktor rumpon (daun kelapa) Gambar 11 Perbekalan yang dibutuhkan dalam setiap operasi penangkapan. Posisi pengoperasian pancing tonda berada di sekitar rumpon. Kedalaman perairan daerah penangkapan ikan adalah 2.000-5.000 m. Lama trip operasi penangkapan pancing tonda sekitar 7-12 hari. Operasi penangkapan dengan pancing tonda dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari. Pancing tonda ini dioperasikan mulai pukul 5.00-18.00 WIB. Metode pengoperasian pancing tonda dilakukan dengan metode trolling, yaitu alat tangkap dioperasikan dengan cara ditarik oleh kapal. Tali pancing dipegang oleh nelayan atau terkadang tersambung pada buritan dan sisi kanan atau kiri kapal. Umpan terbuat dari kain sutra atau plastik yang berwarna mencolok untuk menarik perhatian ikan agar mendekati umpan. Nelayan pancing tonda akan kembali ke fishing base apabila hasil tangkapan yang didapatkan sudah dirasakan cukup banyak. Namun nelayan pancing tonda akan tetap kembali ke fishing base walaupun hasil tangkapan sedikit, apabila terjadi badai besar, kerusakan kapal, dan kehabisan perbekalan. 5.1.3 Penanganan hasil tangkapan di atas kapal Ikan tuna yang telah terlepas dari mata kail dibersihkan dari kotoran yang menempel. Ikan tuna yang memiliki berat lebih dari 10 kg dihilangkan insang dan isi perutnya. Setelah itu pemberian es curah di dalam perut dan rongga insang yang telah dibuang. Sedangkan ikan tuna dengan bobot kurang dari 10 kg tidak dihilangkan insang dan isi perutnya, hanya penanganan berupa pemberian es pada ikan. Ikan-ikan tersebut diletakkan pada palka yang telah berisi es curah. Ikan disusun dengan rapi tanpa ada pembatas antara ikan satu dengan yang lainnya. 46 (a)Ikan tuna yang disusun pada es curah (b) Hasil tangkapan ikan tuna Gambar 12 Penanganan ikan tuna di atas kapal. 5.2 Aspek Pemasaran Proses pemasaran hasil tangkapan ikan tuna dimulai sejak ikan didaratkan di tempat pelelangan ikan (TPI) PPP Tamperan, Kabupaten Pacitan. Proses pemasaran ini diawali dengan pendaftaran kapal tonda yang akan melakukan pembongkaran, kegiatan ini dimulai pukul 07.00 WIB. Pada tempat pelelangan ikan (TPI) PPP Tamperan tidak ada proses pelelangan yang terjadi. Hal ini karena hasil tangkapan yang didaratkan langsung didistribusikan ke pedagang besar. Pedagang besar ini merupakan juragan pemilik kapal yang membiayai kebutuhan operasi penangkapan ikan. Kegiatan yang dilakukan di TPI PPP Tamperan berupa pembongkaran dan penimbangan hasil tangkapan tuna. melibatkan juru timbang, juru catat, nelayan/pemilik Proses ini kapal, dan pengumpul/juragan. Setiap kapal tonda yang mendaratkan hasil tangkapan tuna sudah memiliki pengumpul/juragan masing-masing. Sehingga ikan tuna yang didaratkan akan disetor langsung ke pengumpul/juragan mereka masing-masing. Hasil tangkapan tuna untuk ekspor tidak dipasarkan di Pacitan, karena belum ada perusahaan untuk ekspor tuna di Pacitan. Salah satu daerah pemasaran produk ekspor tuna terdapat di Pasuruan. Hasil tangkapan tuna dengan bobot lebih dari 10 kg langsung dipasarkan ke daerah tersebut, sedangkan tuna dengan bobot kurang dari 10 kg disalurkan melalui pasar lokal. Proses distribusi ikan menggunakan sarana transportasi darat yaitu truk, mobil pick up, dan motor. Ikan dalam bentuk segar dimasukkan ke dalam coolbox yang diberi es balok yang telah dihancurkan. Ikan yang didistribusikan ke pabrik 47 pengolahan dan ekspor menggunakan truk sebagai alat transportasi. Ikan yang didistribusikan ke pasar dan konsumen lokal menggunakan motor dan mobil pick up sebagai alat transportasinya. Ikan yang dipasarkan dalam bentuk ikan segar. Pola distribusi hasil tangkapan tuna terbagi atas 3 pola. Pola pertama yaitu dari nelayan ke TPI kemudian ke pedagang besar dilanjutkan ke perusahaan industri/pabrik. Pola kedua yaitu dari nelayan ke TPI kemudian ke pedagang besar dilanjutkan ke pedagang kecil, pasar lokal dan dilanjutkan ke konsumen lokal. Pola ketiga adalah dari nelayan ke TPI kemudian ke pedagang besar dilanjutkan ke perusahaan industri/pabrik, kemudian produk tuna segar akan diekspor. Nelayan TPI PPP Tamperan Pedagang kecil Pedagang besar Pasar lokal Perusahaan industri/pabrik Keterangan: : Pola 1 : Pola 2 Konsumen Ekspor : Pola 3 Gambar 13 Proses distribusi hasil tangkapan ikan tuna di Pacitan. 48 Tabel 15 Harga ikan tuna yang ditetapkan oleh TPI PPP Tamperan Kabupaten Pacitan Jenis Tuna Musim Bulan Puncak Mei-September Paceklik Desember-Februari Puncak Paceklik Mei-September Desember-Februari Puncak Mei-September Paceklik Desember-Februari Yellowfin tuna Bigeye tuna Tuna BS Berat (kg) >1 >10 >20 >1 >10 >20 >1 >1 >1 >10 >1 >10 Harga Tuna (Rp) 6.000 7.000 14.000 11.000 17.000 25.000 10.000 15.000 3.000 7.000 5.000 10.000 Pihak pedagang besar menentukan harga yellowfin tuna dengan bobot lebih dari 1 kg sebesar Rp 7.500,-/kg. Yellowfin tuna dengan bobot di atas dari 10 kg ditetapkan harga sebesar Rp 9.000,-/kg. Yellowfin tuna dengan bobot di atas dari 15 kg ditetapkan harga sebesar Rp 13.000,-/kg. Yellowfin tuna dengan bobot di atas 20 kg ditetapkan harga sebesar Rp 21.000,-/kg. Bigeye tuna dengan bobot di atas 1 kg ditetapkan harga sebesar Rp 7.500,-/kg, bigeye tuna dengan bobot di atas 15 kg ditetapkan harga sebesar Rp 10.000,-/kg, Bigeye tuna dengan bobot lebih dari 20 kg ditetapkan harga sebesar Rp 19.000,-/kg. Sedangkan, ikan tuna kategori BS dengan bobot di atas 20 kg ditetapkan harga sebesar Rp 11.000,-/kg. Ikan tuna jenis bigeye tuna kategori BS dengan bobot di atas 1 kg ditetapkan harga sebesar Rp 4.000,-/kg. Pihak pedagang kecil menentukan harga tuna dengan bobot lebih dari 1 kg sebesar Rp 10.500,-/kg. Ikan tuna dengan bobot lebih dari 5 kg ditetapkan harga sebesar Rp 12.500,-/kg. Pedagang kecil tidak menjual ikan tuna dengan kategori BS. 5.3 Komposisi dan Kualitas Hasil Tangkapan 5.3.1 Komposisi jenis hasil tangkapan tonda Komposisi jenis hasil tangkapan unit pancing tonda di Pacitan adalah yellowfin tuna (Thunnus albacares) dan bigeye tuna (Thunnus obesus). Jenis ikan tuna yang dominan tertangkap adalah yellowfin tuna (Thunnus albacares). Jumlah total hasil tangkapan yang didaratkan dari 10 sampel kapal tonda adalah 49 8.850 kg. Jumlah total sampel hasil tangkapan ikan tuna yang diambil dari 10 kapal tonda adalah 2.112,7 kg. Gambar 14 Komposisi berat total tuna yang didaratkan per kapal dan sampel berat total tuna per kapal. Sampel ikan tuna yang diambil menunjukkan bahwa 98% merupakan jenis yellowfin tuna (Thunnus albacares) dan 2% merupakan jenis bigeye tuna (Thunnus obesus). Yellowfin tuna dan bigeye tuna mempunyai daerah penyebaran di perairan tropis (Fromentin & Fonteneau, 2000). Wilayah perairan Selatan Jawa memiliki potensi sumberdaya tuna yang potensial, khususnya bigeye tuna dan yellowfin tuna (Pusat Riset Perikanan Tangkap, 2001 vide Nurani et al., 2008). (a) Yellowfin tuna (Thunnus albacares) (b) Bigeye tuna (Thunnus obesus) Gambar 15 Komposisi jenis hasil tangkapan tonda. 5.3.2 Komposisi ukuran tuna yang tertangkap Ikan tuna yang diambil sebagai sampel berjumlah 150 ekor, memiliki ukuran panjang tubuh (panjang total) antara 45–224 cm dan ukuran berat antara 1- 50 75 kg. Panjang ikan tuna yang tertangkap dominan berada pada selang ukuran panjang antara 45-64 cm dengan jumlah 91 ekor dan berat tuna yang tertangkap dominan pada selang antara 1-25 kg dengan jumlah 108 ekor. Berdasarkan analisis length at maturity didapatkan hasil bahwa ikan tuna sebanyak 48 ekor (32%) sudah layak tangkap dan tidak layak tangkap sebanyak 102 ekor (68%). Secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 16a. Sedangkan berdasarkan analisis berat didapatkan hasil bahwa ikan tuna sebanyak 42 ekor (28%) memenuhi salah satu kriteria untuk produk ekspor segar dan sebanyak 108 ekor (72%) tidak memenuhi salah satu kriteria untuk produk ekspor segar. Secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 16b. Tidak layak tangkap Lm Layak tangkap Keterangan: Lm=length at maturity tuna (a) Komposisi panjang tuna sampel Tidak layak ekspor Layak ekspor (b) Komposisi berat tuna sampel Gambar 16 Komposisi ukuran tuna yang tertangkap. 51 Tabel 16 Karakteristik hidup ikan tunaa Jenis Yellowfin tuna Bigeye tuna Atlantic ittle tuna Albacore Bluefin tuna Southern bluefin tuna Daerah Penyebaran Length at Maturity (cm) Weight at Maturity (kg) Age at Maturity (tahun) Panjang Maksimum (cm) Berat Maksimum (kg) Tropis 105 25 2,8 170 176 Subtropis 115 31 3,5 180 225 42 - 1,5 85 12 90 15 4,5 120 80 Tropis Subtropis dan sedang Sedang 115 27,5 4,5 295 685 Sedang 130 43 8 200 320 a = Informasi ini diperoleh dari data hasil tangkapan dan data tagging. Sumber: Fromentin & Fonteneau, 2000 5.3.3 Penanganan mutu hasil tangkapan ikan tuna Mutu menunjukkan kualitas dari hasil tangkapan yang didaratkan. Penanganan terhadap mutu ikan hasil tangkapan sangat penting dilakukan oleh nelayan. Hasil tangkapan yang banyak didaratkan di PPP Tamperan berupa ikan tuna yang mudah mengalami kemunduran mutu. Tabel 17 Nilai organoleptik ikan tuna yang didaratkan oleh kapal tonda di PPP Tamperan No. 1. Nilai Organoleptik Ikan 4 Jumlah Ikan 18 Persentase (%) 12,00 2. 5 23 15,33 3. 6 68 45,33 4. 7 12 8,00 5. 8 29 19,33 Produk tuna ekspor segar untuk fresh sashimi adalah ikan tuna yang memiliki nilai organoleptik minimal 7 (BSN, 2006a). Ikan tuna yang memiliki nilai organoleptik minimal 7 berjumlah 41 ekor atau sekitar 27,33%, sedangkan ikan tuna yang memiliki nilai organoleptik kurang dari 7 berjumlah 109 ekor atau sekitar 72,67%. Ikan tuna yang memiliki nilai organoleptik 4 berjumlah 18 ekor (12%), nilai organoleptik 5 berjumlah 23 ekor (15,33%), nilai organoleptik 6 berjumlah 68 ekor (45,33%), nilai organoleptik 7 berjumlah 12 ekor (8%) dan nilai organoleptik 8 berjumlah 29 ekor (19,33%). Pengukuran nilai organoleptik di atas didapatkan langsung dengan cara memeriksa kondisi ikan. Spesifikasi organoleptik yang dinilai meliputi mata, 52 insang, lendir, daging, bau, dan tekstur. Ikan tuna dengan bobot lebih dari 10 kg, insangnya telah dihilangkan oleh nelayan ketika di atas kapal. Sedangkan ikan tuna dengan bobot kurang dari 10 kg, insangnya masih utuh. (a) Kondisi mata ikan tuna (b) Kondisi insang ikan tuna (c) Kondisi tekstur ikan tuna (d) Kondisi daging dan perut ikan tuna Gambar 17 Spesifikasi organoleptik ikan tuna. 53 6 PEMBAHASAN 6.1 Kegiatan Operasi Penangkapan dan Penanganan Ikan Kegiatan operasi penangkapan dan penanganan ikan meliputi gambaran unit penangkapan ikan, metode pengoperasian dan metode penanganan ikan. Unit penangkapan ikan terdiri dari kapal, nelayan, dan alat tangkap. Alat tangkap pancing tonda di Pacitan dioperasikan dengan unit penangkapan kapal motor. Kapal tonda berbahan dasar kayu dan menggunakan 2 mesin inboard yaitu mesin utama (Yanmar) dan mesin bantu (Jangdong). Penggunaan 2 mesin inboard ini bertujuan untuk menambah kekuatan dan kecepatan kapal ketika proses operasi penangkapan ikan. Kecepatan kapal tonda di Pacitan pada saat menonda sekitar 6 knot atau 6 mil/jam. Kecepatan perahu pada saat menonda mempengaruhi keberhasilan penangkapan sesuai dengan tujuan ikan sasaran. Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap pancing tonda di Pacitan berjumlah 5–6 orang. Sebagian besar nelayan tersebut berasal dari daerah Sinjai, Sulawesi Selatan. Mereka mendapat penghasilan dari jumlah hasil tangkapan. Hasil penerimaan dalam sistem bagi hasil dibagi dua yaitu 50% untuk pemilik kapal dan 50% untuk nelayan. Bagian 50% yang didapat oleh nelayan dibagi lagi sesuai dengan jumlah ABK yang turut melaut, nakhoda kapal mendapat 2 bagian dan ABK mendapat 1 bagian. Sistem pembagian hasil ini dirasakan hanya menguntungkan bagi juragan (pemilik kapal) dan ABK sebagai pihak yang dirugikan. Sistem tersebut seharusnya perlu diubah agar kesejahteraan ABK lebih baik seperti juragannya. Alat tangkap pancing tonda di Pacitan menggunakan rumpon sebagai alat bantu operasi penangkapan. Tujuan pemasangan rumpon adalah mengumpulkan ikan tuna agar lebih mudah ditangkap dengan menggunakan pancing tonda. Jumlah rumpon yang dipasang di Samudera Hindia belum diketahui secara pasti. Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan merasa kesulitan mendapatkan informasi mengenai jumlah rumpon yang dipasang. Sebagian besar rumpon tersebut milik juragan kapal. Setiap kapal memiliki rumpon tersendiri dan letaknya berbeda satu sama lainnya. Juragan kapal tersebut merahasiakan jumlah dan letak koordinat pasti rumponnya agar tidak diketahui oleh 54 juragan/nelayan lainnya. Sehingga, rumpon yang dipasang oleh nelayan termasuk illegal, karena pemasangannya tidak disertai ijin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No. 2 tahun 2011, rumpon yang dipasang dalam radius sampai 4 mil harus disertai ijin dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, rumpon dengan radius 4-12 mil harus disertai ijin dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, sedangkan rumpon dengan radius lebih dari 12 mil harus disertai ijin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan sendiri memberikan bantuan rumpon kepada nelayan sejumlah 6 buah. Menurut Jaquemet et al. (2010), rumpon sering digunakan pada kegiatan perikanan tuna di kawasan tropis. Yellowfin tuna merupakan target utama penangkapan dengan menggunakan rumpon. Yellowfin tuna ukuran kecil lebih efisien daripada cakalang dalam menemukan makanan di sekitar rumpon. Tingkah laku tuna untuk berkumpul mencari makan di rumpon akan mengganggu dan menimbulkan dampak terhadap kelangsungan hidup dan ukurannya. Rumpon menunjukkan sebuah ecological trap untuk yellowfin tuna ukuran kecil sampai mencapai kematangan gonad. Jumlah biomas akan meningkat dengan adanya rumpon, maka jumlah biomass akan meningkat, sebab ikan akan cenderung berkumpul di sekitar lokasi rumpon. Namun peningkatan biomas ini bersifat sementara dan tidak menambah jumlah biomas secara keseluruhan, hanya merubah distribusi biomas, dimana biomas mengalami penambahan di sekitar lokasi rumpon. Berkumpulnya ikan di lokasi rumpon (terjadi peningkatan biomas), maka memudahkan kegiatan penangkapan ikan. Keberadaan rumpon akan menghasilkan produksi hasil tangkapan yang lebih banyak. Saat effort telah mencapai titik keseimbangan, maka biomas juga mengalami keseimbangan, sehingga penambahan jumlah effort justru akan menyebabkan penurunan produksi dan menyebabkan rente ekonomi yang diterima nelayan justru akan menurun (Nahib, 2008). Dampak keberadaan rumpon secara langsung akan menyebabkan pengurangan effort. Pengurangan effort akan berdampak langsung terhadap pengurangan hasil produksi. Sedangkan pengurangan jumlah effort dalam jangka panjang, akan menyebabkan ketersediaan biomas meningkat. Jumlah biomas 55 yang lebih banyak ini, akan menjamin kelestarian produksi sumberdaya ikan menjadi lebih lama. Ketersediaan biomas memberikan peluang penangkapan (produksi) yang juga lebih lama sebelum tercapainya daya dukung lingkungan. Kondisi ini menunjukkan bahwa keberadaan rumpon (adanya penurunan jumlah effort) akan mampu menjamin ketersediaan biomas lebih lama, sehingga penangkapan ikan juga dapat dilakukan lebih lama. Kegiatan produksi yang berkesinambungan dalam jangka waktu yang lebih lama, akan memberikan rente ekonomi bagi nelayan lebih lama (sebelum akhirnya rente sumberdaya mencapai nol). Dengan demikian dampak keberadaan rumpon akan menjamin ketersediaan biomas dan produksi (Nahib, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Monintja dan Zulkarnain (1995) rumpon dapat meningkatkan distribusi dan mempertinggi biomas yang dapat dieksploitasi, tetapi bukan biomas totalnya. Rumpon merupakan suatu trophic level yang komplit, dimana dapat ditemukan mulai dari produsen (phytoplankton) sampai predator (ikan-ikan tuna besar) sebagai konsumen. Oleh karena itu berbagai jenis ikan tertarik untuk berkumpul di sekitar rumpon, mulai dari ikan-ikan pelagis kecil sampai ikan-ikan pelagis besar, yang didominasi ikan tuna dan cakalang. Kondisi demikian yang mengakibatkan penambahan biomas, tetapi tidak mengakibatkan waktu pencapaian daya dukung lingkungan menjadi cepat. Tersedianya trophic level yang komplit, mengakibatkan waktu pencapaian daya dukung lingkungan menjadi lebih lama. Pengoperasian pancing tonda dengan panjang tali utama sebesar 22,5 meter dilakukan di lapisan permukaan perairan. Pancing tonda tidak mampu menjangkau lapisan perairan yang lebih dalam. Hasil tangkapan yang didapatkan lebih banyak ikan tuna yang berukuran kecil, dan dominan tertangkap adalah jenis yellowfin tuna (Thunnus albacares). Menurut Collette (1994) ikan jenis yellowfin biasanya membentuk schooling (gerombolan) di bawah permukaan air pada kedalaman kurang dari 100 meter, sedangkan jenis bigeye tuna menyebar hingga kedalaman 200 meter. Oleh karena itu, dilihat dari aspek biologinya, pancing tonda merupakan alat tangkap yang kurang berwawasan lingkungan. Berbeda dengan alat tangkap longline yang tujuannya adalah menangkap jenis-jenis tuna yang berada di perairan samudera atau perairan laut yang dalam, 56 yaitu pada kedalaman 50 m sampai 300m. Kapal tuna longline mempunyai ukuran dimensi utama yang lebih besar dibandingkan kapal tonda. Ukuran kapal berkaitan dengan volume ruangan yang akan mempengaruhi terhadap keleluasaan tata ruang kapal, keleluasaan kerja ABK, keleluasaan dalam melakukan operasi penangkapan ikan, daya muat alat dan kelengkapan-kelengkapan pelayaran maupun penangkapan, kapasitas muat perbekalan maupun hasil tangkapan. Kapasitas palkanya jauh lebih besar dan dilengkapi dengan peralatan untuk penanganan ikan tuna di atas kapal, seperti hose (slang), spike (batang besi tajam) dan ruang pembekuan (freezing room) (Nurani & Wisudo, 2007). Setelah kegiatan penangkapan dilakukan, maka ada tahap berikutnya yang lebih penting, yaitu penanganan hasil tangkapan. Ada 2 faktor yang menentukan nilai jual ikan yang maksimal, yaitu penanganan ikan setelah penangkapan dan tingkat kesegarannya. Proses atau prosedur penanganan ikan di atas kapal merupakan penanganan awal pascapenangkapan berkorelasi positif dengan kualitas ikan dan hasil perikanan yang diperoleh. Semakin baik teknik penanganannya maka semakin bagus kualitas ikan dan semakin tinggi nilai jual ikan tersebut. Penanganan hasil tangkapan tuna di atas kapal kurang begitu diperhatikan secara baik. Ada beberapa hal yang tidak dilakukan oleh nelayan tonda di atas kapal, seperti pemotongan ekor dan pemotongan sirip dada untuk mengeluarkan darah dari jantung. Menurut Nurani dan Wisudo (2007) darah dari jantung akan keluar melalui nadi darah secara berurutan dengan memotong kedua sirip dada. Area kerja nelayan di kapal tonda kurang begitu mendukung untuk melakukan penanganan hasil tangkapan, karena kondisi kapal yang sempit dengan jumlah nelayan 5-6 orang. Kualitas hasil tangkapan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini terkait dengan tujuan utama tangkapan adalah pasar ekspor. Beberapa pasar ekspor, khususnya Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa mensyaratkan kualitas yang tinggi untuk produk yang masuk ke negaranya (Nurani & Wisudo, 2007). Penanganan hasil tangkapan ikan tuna segar untuk sashimi harus sesuai dengan SNI 01-2693.3-2006. 57 6.2 Aspek Pemasaran Proses pemasaran hasil tangkapan tuna berperan penting dalam kegiatan usaha perikanan pancing tonda, karena proses ini bertujuan untuk menyalurkan dan memasarkan hasil tangkapan tuna dari produsen ke konsumen. Proses pemasaran dan penanganan ikan tuna harus dilakukan secara tepat dan baik agar kualitas dan mutu ikan tuna tetap terjaga. Hasil tangkapan tuna untuk ekspor tidak dipasarkan di Pacitan, karena belum ada perusahaan pengekspor tuna di Pacitan. Salah satu daerah pemasaran produk ekspor tuna terdapat di Pasuruan. Hasil tangkapan tuna dengan bobot lebih dari 10 kg langsung dipasarkan ke Pasuruan, sedangkan tuna dengan bobot kurang dari 10 kg disalurkan melalui pasar lokal. Syarat ikan tuna untuk ekspor harus mempunyai berat lebih dari 25 kg/ekor (BSN, 1992). Namun, ikan tuna pada selang bobot 10-25 kg masih dapat untuk diekspor dalam bentuk fresh ataupun beku. Kualitas fresh tuna (kualitas A) untuk bahan sashimi, kualitas B+ untuk tujuan pasar Amerika dan Uni Eropa, kualitas B dan C masuk ke industri pengolahan tuna beku untuk dibuat loin, saku, chunk dan sejenisnya (Nurani, 2010). Harga ikan tuna jenis yellowfin tuna pada bobot lebih dari 20 kg mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga pada bobot yang kurang dari 20 kg. Harga tuna pada musim puncak dan paceklik mengalami perbedaan. Harga tuna cenderung naik pada musim paceklik. Kenaikan harga ini disebabkan stok ikan meningkat pada musim puncak, sedangkan daya beli konsumen cenderung menurun, sebaliknya pada musim paceklik stok ikan menurun, sedangkan daya beli konsumen cenderung meningkat. Proses distribusi ikan menggunakan sarana transportasi darat yaitu truk, mobil pick up, dan motor. Ikan dalam bentuk segar dimasukkan ke dalam coolbox yang diberi es balok yang telah dihancurkan. Ikan yang didistribusikan ke pabrik pengolahan dan ekspor menggunakan truk sebagai alat transportasi. Ikan yang didistribusikan ke pasar dan konsumen lokal menggunakan motor dan mobil pick up sebagai alat transportasinya. Ikan yang dipasarkan dalam bentuk ikan segar. 58 6.3 Komposisi dan Kualitas Hasil Tangkapan Komposisi jenis tuna yang tertangkap adalah yellowfin tuna dan bigeye tuna. Komposisi jenis tuna yang dominan tertangkap oleh nelayan adalah yellowfin tuna. Menurut Pusat Riset Perikanan Tangkap (PRPT) (2001) vide Nurani et al (2008), wilayah perairan Selatan Jawa memiliki potensi sumberdaya tuna yang potensial, khususnya bigeye tuna dan yellowfin tuna. Yellowfin tuna banyak tertangkap oleh pancing tonda karena schooling (gerombolan) tuna jenis ini terdapat di bawah permukaan air pada kedalaman kurang dari 100 meter. Komposisi ukuran yang dominan tertangkap oleh pancing tonda pada selang ukuran panjang 45-64 cm dengan jumlah 91 ekor dan pada selang ukuran berat 125 kg dengan jumlah 108 ekor. Berdasarkan analisis length at maturity didapatkan hasil bahwa ikan tuna sebanyak 48 ekor (32%) sudah layak tangkap dan tidak layak tangkap sebanyak 102 ekor (68%). Ikan tuna dalam kategori tidak layak tangkap tersebut tidak menguntungkan secara biologi. Ikan tuna tersebut belum mencapai ukuran panjang untuk matang gonad. Ukuran untuk mencapai matang gonad adalah pada panjang 105 cm (Fromentin & Fonteneau, 2000). Sedangkan berdasarkan analisis berat didapatkan hasil bahwa ikan tuna sebanyak 42 ekor (28%) memenuhi salah satu kriteria untuk produk ekspor segar dan sebanyak 108 ekor (72%) tidak memenuhi salah satu kriteria untuk produk ekspor segar. Ikan tuna yang tidak masuk kategori layak ekspor tersebut tidak menguntungkan secara ekonomi, karena salah satu syarat ekspor adalah tuna yang berbobot lebih dari 25 kg. Apabila nelayan dibiarkan terus menangkap ikan tuna yang belum layak tangkap, maka keberlangsungan hidup, kelestarian, dan produksi ikan tuna di Samudera Hindia akan menurun dan terancam punah. Hal tersebut diperkuat oleh data produksi tuna di Kabupaten Pacitan dari tahun 2006-2009 terus mengalami peningkatan. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2006-2007, yaitu sebesar 1453,58%. Data terbaru tahun 2010 memperlihatkan bahwa produksi tuna mengalami penurunan yaitu sebesar 5,84%. Jumlah produksi tuna di Pacitan tahun 2009 adalah sebesar 1.688.588 kg dan tahun 2010 sebesar 1.589.989 kg. Produk tuna ekspor segar untuk fresh sashimi adalah ikan tuna yang memiliki nilai organoleptik minimal 7 (BSN, 2006a). Jumlah ikan tuna yang 59 memiliki nilai organoleptik minimal 7 berjumlah 41 ekor, sedangkan ikan tuna yang memiliki nilai organoleptik kurang dari 7 berjumlah 109 ekor. Ikan tuna dengan nilai organoleptik 6 mempunyai jumlah yang dominan, yaitu sebesar 68 ekor. Ikan tuna dengan nilai organoleptik kurang dari 7 tidak masuk kategori layak ekspor. Pengusaha perikanan tuna di Pacitan tentunya telah mengalami kerugian yang cukup besar. Ikan tuna yang seharusnya mempunyai nilai jual yang lebih tinggi apabila sebagai produk ekspor hanya menjadi produk untuk lokal dengan nilai jual yang rendah. Ikan tuna yang didaratkan tersebut telah mengalami kemunduran mutu. Menurut hasil pengamatan dan wawancara, kemunduran kualitas ikan dikarenakan penanganan ikan tuna di atas kapal dan di darat kurang diperhatikan secara baik serta pengaturan pada penempatan ikan hasil tangkapan yang kurang begitu diperhatikan baik di atas kapal maupun di pelabuhan. Khusus untuk di pelabuhan, ada beberapa hal yang kurang diperhatikan, yaitu: penanganan ikan tuna yang telah didaratkan tidak diberi es, ikan tuna dibiarkan terlalu lama di udara terbuka, ikan tuna diletakkan di atas lantai, proses pemindahan ikan tuna setelah ditimbang dengan cara diseret di atas lantai dan proses pemindahan ikan tuna dari TPI ke gudang penyimpanan yang terkena sinar matahari secara langsung akan berperan mempercepat mundurnya mutu ikan. Di tempat pelelangan, ikan tidak boleh diletakkan begitu saja diatas lantai, dilangkahi atau diinjak. Konstruksi bangunan pelelangan ikan harus memenuhi persyaratan kebersihan, seperti meja harus dilapisi dengan lapisan penutup yang keras, kedap air, tahan lama, dan mudah dibersihkan. Lantai harus mempunyai kemiringan yang cukup memungkinkan air pada permukaan segera mengalir ke selokan dan selokan harus cukup kemiringannya sehingga air tidak tergenang (Ilyas, 1983). 60 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1) Unit penangkapan ikan pancing tonda di Pacitan terdiri dari kapal, alat tangkap, nelayan, dan rumpon. Rumpon digunakan sebagai alat bantu operasi penangkapan ikan tuna pada kapal tonda di Kabupaten Pacitan. Penanganan hasil tangkapan di atas kapal merupakan tahap penting untuk menjaga kualitas tuna sampai di darat. Penanganan hasil tangkapan tuna di atas kapal tonda tidak mendukung dalam mempertahankan mutu hasil tangkapan tuna. 2) Hasil tangkapan tuna untuk ekspor tidak dipasarkan di Pacitan, karena belum ada perusahaan untuk ekspor tuna di Pacitan. Salah satu daerah pemasaran produk ekspor tuna terdapat di Pasuruan. Hasil tangkapan tuna dengan bobot lebih dari 10 kg langsung dipasarkan ke daerah tersebut, sedangkan tuna dengan bobot kurang dari 10 kg disalurkan melalui pasar lokal. 3) Komposisi hasil tangkapan ikan tuna yang didaratkan di daerah Pacitan, khususnya di PPP Tamperan adalah didominasi oleh jenis yellowfin tuna (Thunnus albacares). Hasil tangkapan ikan tuna yang memenuhi kategori layak tangkap sekitar 32% dan tidak layak tangkap sekitar 68%. Pengukuran organoleptik ikan tuna yang memenuhi syarat ekspor yaitu berjumlah 41 ekor (27,33%). 7.2 Saran Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengatur pengelolaan perikanan pancing tonda di Pacitan, yaitu: 1) Membatasi jumlah rumpon yang dipasang oleh nelayan pancing tonda di Pacitan; 2) Menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mendukung penanganan dan pemasaran hasil tangkapan ikan tuna ke konsumen dan industri; 3) Memberi penyuluhan terhadap nelayan tentang penanganan tuna yang baik dan komposisi tuna yang layak ditangkap. 61 DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pacitan. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010. Pacitan: BPS. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Ikan Tuna Segar untuk Sashimi: Spesifikasi SNI 01-2693.2-1992. Jakarta: BSN. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006a. Tuna Segar untuk Sashimi: Spesifikasi SNI 01-2693.1-2006. Jakarta: BSN. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006b. Penanganan dan Pengolahan Tuna Segar untuk Sashimi: Spesifikasi SNI 01-2693.3-2006. Jakarta: BSN. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006c. Ikan Segar-Bagian 1: Spesifikasi SNI 01-2729.1-2006. Jakarta: BSN. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Tuna Loin Segar: Spesifikasi SNI 7530.3: 2009. Jakarta: BSN. Baskoro MS. 2006. Alat Penangkap Ikan Berwawasan Lingkungan. Di dalam: Sondita MFA dan Solihin I, editor. Kumpulan Pemikiran tentang Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab; Bogor, 2006. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bengen DG. 2005. Merajut Keterpaduan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Timur Indonesia bagi Pembangunan Kelautan Berkelanjutan. Disajikan pada Seminar Makassar Maritime Meeting, Makassar. Collette B. 1994. FAO Species Catalogue Vol.2 Scombrids Of The World. Rome: Food and Agriculture Organization of The United Nations. Dahuri R. 2003. Perkembangan Terakhir Kebijakan dan Program Pembangunan Kelautan dan Perikanan Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia, Jakarta. Dahuri R. 2008. Restrukturisasi Manajemen Perikanan Tuna. Jakarta: Samudra Komunikasi Utama. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan. 2009. Profil dan Statistik Kelautan dan Perikanan 2009. Pacitan: DKP. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP. 2005. Pemacuan Stok Ikan dalam Upaya Peningkatan Produksi Perikanan Tangkap, Makalah Seminar, Makassar. 62 Encylopedia of Life. 2009. Atlantic Bluefin (Thunnus thynnus). [terhubung tidak berkala]. www.eol.org/pages/223943 [30 Juni 2010]. Fromentin dan Fonteneau. 2000. Fishing Effects and Life History Traits: a Case Study Comparing Tropical Versus Temperate Tunas. Fisheries Research Journal. No. 53: 133-150. Gunarso W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metoda, dan Taktik Penangkapan [Bahan Kuliah]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Gunarso W. 1998. Tingkah Laku Ikan dan Perikanan Pancing [Bahan Kuliah]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Handriana J. 2007. Pengoperasian Pancing Tonda pada Rumpon di Selatan Perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid 1, Teknik Pendinginan Ikan. Jakarta: CV Paripurna. Jaquemet S, Potier M, Menard F. 2010. do Drifting and Anchored Fish Aggregating Devices (FADs) Similarly Influence Tuna Feeding Habits? a Case Study from the Western Indian Ocean. Fisheries Research Journal. No. 107: 283-290. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2008. Statistik Kelautan dan Perikanan Tahun 2008. Jakarta: KKP. Mallawa A. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. www.regional.coremap.or.id. [23 Juni 2011]. Monintja, DR dan Zulkarnain. 1995. Analisis Dampak Pengoperasian Rumpon Tipe Philippine di Perairan ZEE terhadap Perikanan Cakalang di Perairan Teritorial Selatan Jawa dan Utara Sulawesi [Laporan Penelitian]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Murdiyanto B. 2003. Pelabuhan Perikanan [Bahan Kuliah]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nahib I. 2008. Analisis Bioekonomi Dampak Keberadaan Rumpon terhadap Kelestarian Sumberdaya Perikanan Tuna Kecil (Studi Kasus di Perairan Teluk Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nakamura H. 1969. Tuna Distribution and Migration. London: Fishing News Book Ltd. 76p. 63 Nugroho P. 1992. Studi Tentang Penangkapan Madidihang (Thunnus albacares) di Sekitar Rumpon di Perairan Waigeo, Sorong [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nurani TW dan Wisudo SH. 2007. Bisnis Perikanan Tuna Longline. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Nurani TW, Haluan J, Saad S dan Lubis E. 2008. Rekayasa Sistem Pengembangan Perikanan Tuna di Perairan Selatan Jawa. Jurnal Forum Pascasarjana. No.31:79-92. Nurani TW. 2010. Model Pengelolaan Perikanan Suatu Kajian Pendekatan Sistem. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Nuramin M. 2005. Prospek Pengembangan Perikanan Tuna di Sendang Biru, Kabupaten Malang, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nurhayati I. 1995. Analisis Hubungan antara Suhu Permukaan Laut dengan Daerah dan Musim Penangkapan Tuna di Perairan Selatan Jawa Sumbawa [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2011 tentang Perijinan Pemasangan Rumpon. Peta Rupa Bumi Indonesia Digital. 2000. Jakarta: Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. [PRPT] Pusat Riset Perikanan Tangkap. 2001. Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia. Jakarta: P30LIPI. Ross A. 2008. Peluang Ekspor Tuna Segar dari PPI Puger (Tinjauan Aspek Kualitas dan Aksesbilitas Pasar) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bandung: PD Grafika Unit II. Sainsbury J.C. 1971. Commercial Fishing Method Second Edition. London: Fishing News Book Ltd. Sainsbury J.C. 1986. Commercial Fishing Method Third Edition. London: Fishing News Book Ltd. Sedana I. 2004. Musim Penangkapan Ikan di Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya. 116 hal. 64 Sitorus E. 2004. Keterpaduan Pasar Tuna Segar Benoa/Bali, Indonesia, dan Pasar Sentral Tuna Tokyo, Jepang [Tesis]. Bali: Agribisnis, Universitas Udayana. Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 50. Jakarta: Departemen Pertanian, Balai Penelitian Perikanan Laut. Subani W. 1999. Economically Important Marine Fishes from Indonesia. [terhubung tidak berkala]. www.auxis.tripod.com/fish-1.htm [12 Mei 2011]. Sudirman. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: Rineka Cipta. Supadiningsih CN, Rosana N. 2004. Penentuan Fishing Ground Tuna dan Cakalang dengan Teknologi Penginderaan Jauh [Pertemuan Ilmiah Tahunan I]. Surabaya: Teknik Geodesi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. 65 LAMPIRAN 66 Lampiran 1 Distribusi kisaran ukuran panjang tubuh ikan tuna (Thunnus sp) yang tertangkap No Selang kelas Jumlah Persentase (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 45–64 65–84 85–104 105–124 125–144 145–164 165–184 185–204 205–224 91 10 1 2 12 31 0 2 1 150 60,67 6,67 0,67 1,33 8,00 20,67 0,00 1,33 0,67 100,00 67 Lampiran 2 Distribusi kisaran berat tubuh ikan tuna (Thunnus sp) yang tertangkap No Selang kelas Jumlah Persentase (%) 1 2 3 1–25 26–50 51–75 108 38 4 150 72,00 25,33 2,67 100,00 68 Lampiran 3 Data Sheet untuk Data Utama 1) Kapal Tonda 1 Jenis ikan Kapal Tonda 1 Keranjang 1 Keranjang 2 Keranjang 3 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF Panjang (cm) Berat (kg) Harga/kg 147 152 148 140 135 52 45 54 52 52 220 45 52 67,5 52 36 48 36 32 24 2,6 1,5 2,8 2,6 2,6 66 1,5 2,6 3,9 2,6 Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,- Total HT (kg) Fishing Ground 340 10°01’48” LS 110°01’30” BT Kualitas Hasil Tangkapan Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 9 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 9 8 8 8 8 5 5 5 5 5 8 5 5 5 5 9 9 9 9 9 5 5 7 7 5 9 7 7 7 7 9 9 8 8 8 5 5 5 5 5 8 5 5 5 5 Ratarata 8 8 8 8 8 6 6 6 6 6 8 6 6 6 6 69 Lampiran 3 Lanjutan 2) Kapal Tonda 2 Jenis ikan Kapal Tonda 2 Keranjang 1 Keranjang 2 Keranjang 3 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF Panjang (cm) Berat (kg) Harga/kg 102 135 147 135 147 135 140 67,5 62,6 52 53 53 53 52 52 14 24 36 25 36 25 32 4,5 4 2,6 2,7 2,7 2,7 2,6 2,6 Rp 6.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,- Total HT (kg) Fishing Ground 1.497 11°01’38” LS 110°15’20” BT Kualitas Hasil Tangkapan Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 5 5 5 5 5 5 5 5 9 9 9 9 9 9 9 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 5 5 5 5 5 5 5 5 Ratarata 8 8 8 8 8 8 8 6 6 6 6 6 6 6 6 70 Lampiran 3 Lanjutan 3) Kapal Tonda 3 Jenis ikan Kapal Tonda 3 Keranjang 1 Keranjang 2 Keranjang 3 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF Panjang (cm) Berat (kg) Harga/kg 137 200 67,5 59 52 53 53 51 52 53 52 53 52 52 53 29 61 4,5 3,2 2,7 2,7 2,7 2,5 2,6 2,7 2,6 2,7 2,6 2,6 2,7 Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,- Total HT (kg) Fishing Ground 449 11°03’48” LS 110°25’38” BT Kualitas Hasil Tangkapan Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 9 9 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Ratarata 8 8 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 71 Lampiran 3 Lanjutan 4) Kapal Tonda 4 Kapal Tonda 4 Keranjang 1 Keranjang 2 Keranjang 3 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) Jenis ikan Panjang (cm) YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF 148 147 147 147 150 148 152 147 147 75 54 56 57 56 56 Berat (kg) Harga/kg 39 35 35 34 42 39 45 36 34 7 2,8 3 3 3 3 Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,- Total HT (kg) Fishing Ground 646 11°10’53” LS 110°08’15” BT Kualitas Hasil Tangkapan Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 4 6 6 6 6 6 3 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 5 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 8 8 5 5 5 5 5 5 9 9 9 9 9 9 9 9 9 7 3 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 8 8 7 3 5 5 5 5 Ratarata 8 8 8 8 8 8 8 8 8 6 4 6 6 6 6 72 Lampiran 3 Lanjutan 5) Kapal Tonda 5 Jenis ikan Kapal Tonda 5 Keranjang 1 Keranjang 2 Keranjang 3 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF Panjang (cm) 150 200 147 135 152 52 52 52 53 53 54 55 54 55 55 Berat (kg) Harga/kg 42 60 35 27 49 2,6 2,6 2,6 2,7 2,7 2,8 2,9 2,8 2,9 2,9 Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,- Total HT (kg) Fishing Ground 549 10°09’40” LS 110°20’10” BT Kualitas Hasil Tangkapan Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur Rata-rata 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 9 9 9 9 9 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 8 8 8 8 8 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 73 Lampiran 3 Lanjutan 6) Kapal Tonda 6 Jenis ikan Kapal Tonda 6 Keranjang 1 Keranjang 2 Keranjang 3 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF Panjang (cm) Berat (kg) 52 52 53 52 52 59 59 51 54 53 52 62,6 51 52 53 2,6 2,6 2,7 2,6 2,6 3,2 3,2 2,5 2,7 2,7 2,6 4 2,5 2,6 2,7 Harga/kg Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,- Total HT (kg) Fishing Ground 225 11°22’20” LS 110°30’45” BT Kualitas Hasil Tangkapan Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur Rata-rata 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 74 Lampiran 3 Lanjutan 7) Kapal Tonda 7 Jenis ikan Kapal Tonda 7 Keranjang 1 Keranjang 2 Keranjang 3 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF Panjang (cm) 152 158 130 158 121 152 147 145 155 152 55 57 54 51 51 Berat (kg) Harga/kg 38 50 37 51 33 38 35 35 41 39 2,8 3 2,7 2,5 2,5 Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,- Total HT (kg) Fishing Ground 1.047 11°15’30” LS 110°20’40” BT Kualitas Hasil Tangkapan Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur Rata-rata 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 5 5 5 5 5 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 5 5 5 5 5 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 5 5 5 5 5 8 8 8 8 8 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7 7 7 7 7 6 6 6 6 6 75 Lampiran 3 Lanjutan 8) Kapal Tonda 8 Jenis ikan Kapal Tonda 8 Keranjang 1 Keranjang 2 Keranjang 3 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF Panjang (cm) 136 150 138 149 144 150 48 51 57 50 50 76 50 48 51 Berat (kg) Harga/kg 31 36 32 35 34 36 1,6 2,5 3 2,4 2,4 7 2,4 1,6 2,5 Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,- Total HT (kg) Fishing Ground 767 10°18’35” LS 110°30’25” BT Kualitas Hasil Tangkapan Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur 7 6 7 6 7 6 6 6 6 6 6 3 3 3 3 6 6 6 6 6 6 5 3 5 7 7 7 7 5 7 7 7 7 5 7 7 5 5 5 8 8 8 8 8 8 7 5 5 5 5 5 5 5 5 7 7 7 7 7 7 7 7 7 5 7 5 5 5 5 8 8 8 8 8 8 7 5 5 5 5 5 5 3 3 Ratarata 7 7 7 7 7 7 7 6 6 5 6 5 5 4 4 76 Lampiran 3 Lanjutan 9) Kapal Tonda 9 Jenis ikan Kapal Tonda 9 Keranjang 1 Keranjang 2 Keranjang 3 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) YF YF YF BE YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF Panjang (cm) 56 54 55 109 54 52 55 53 153 160 57 56 53 45 51 Berat (kg) Harga/kg 3 2,7 2,8 23 2,7 2,6 2,8 2,7 40 43 3 3 2,7 1,5 2,5 Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp10.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,- Total HT (kg) Fishing Ground 1.908 12°25’30” LS 110°08’20” BT Kualitas Hasil Tangkapan Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur Rata-rata 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 5 3 3 5 5 5 3 3 5 3 3 5 3 6 3 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 5 5 5 3 3 5 5 5 5 5 5 3 5 3 3 5 5 5 4 4 5 4 4 5 5 5 4 5 4 4 77 Lampiran 3 Lanjutan 10) Kapal Tonda 10 Jenis ikan Kapal Tonda 10 Keranjang 1 Keranjang 2 Keranjang 3 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF YF BE BE Panjang (cm) 72 53 57 55 57 70 71 53 80 57 63 62 48 70 145 Berat (kg) Harga/kg 6,7 2,7 3 2,8 3 6,5 6,6 2,7 7,5 3 4 4 1,8 6,5 23 Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp10.000,- Keterangan: YF = Yellowfin (Thunnus albacares) BE = Big eye (Thunnus obesus) Total HT (kg) Fishing Ground 1.422 12°30’20” LS 110°20’30” BT Kualitas Hasil Tangkapan Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur 3 3 3 5 3 3 3 3 3 3 3 3 5 3 3 3 3 3 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 3 - 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 3 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 5 3 5 Ratarata 4 4 4 5 5 5 5 4 5 4 4 4 5 4 5 78 Lampiran 4 Produksi per jenis ikan selama tahun 2004–2009 di Kabupaten Pacitan No Jenis Ikan 1 2 3 4 Tuna Pelagis besar Pelagis kecil Demersal besar Demersal kecil Crustacea Cumi-cumi Pogot Rumput laut Lain-lain 5 6 7 8 9 10 JUMLAH 498.478 550.560 547.692 381.573 452.039 388.739 Produksi (kg) 2006 2007 74.231 1.153.236 380.864 893.657 566.085 346.077 468.943 286.584 102.453 176.346 151.014 171.889 83.755 54.671 121.293 1.574.661 2004 1.954.827 Sumber: (DKP, 2009) 2005 2008 1.181.905 1.405.163 220.886 144.123 2009 1.688.588 1.413.580 445.527 411.477 130.086 84.424 8.788 82.214 164.249 103.753 1.631 159 15.240 184.238 121.448 147 1.637 278.738 10.577 1.429 20.951 554.226 1.887.600 3.114.661 3.438.471 4.555.143 79 Lampiran 5 Nilai-nilai Organoleptik Ikan Spesifikasi Nilai 1. Mata Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih 9 Cerah, bola mata rata, kornea jernih 8 Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak keruh 7 Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh 6 Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh 5 Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea keruh 3 Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning 1 2. Insang Warna merah cemerlang, tanpa lender 9 Warna merah kurang cemerlang, tanpa lender 8 Warna merah agak kusam, tanpa lender 7 Merah agak kusam, sedikit lender 6 Mulai ada diskolorasi, merah kecoklatan, sedikit lendir, tanpa lendir 5 Warna merah coklat, lendir tebal 3 Warna merah coklat ada sedikit putih, lendir tebal 1 3. Lendir Permukaan Badan Lapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah 9 Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum ada perubahan warna 8 Lendir lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan 7 Lendir lendir mulai keruh, warna putih agak kusam, kurang transparan 6 Lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna putih, keruh 5 Lendir tebal menggumpal, berwarna putih kuning 3 Lendir tebal menggumpal, warna kuning kecoklatan 1 4. Daging (warna dan kenampakan) Sayatan daging sangat cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh Sayatan daging cemerlang spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, 9 8 dinding perut utuh Sayatan daging sedikit kurang cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang 7 belakang, dinding perut daging utuh Sayatan daging mulai pudar, banyak pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut agak 5 lunak Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut 3 lunak Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut sangat lunak 1 80 Lampiran 5 Lanjutan Spesifikasi Nilai 5. Bau Bau sangat segar, spesifik jenis 9 Segar, spesifik jenis 8 Netral 7 Bau amoniak mulai tercium, sedikit bau asam 5 Bau amoniak kuat, ada bau H2S, bau asam jelas dan busuk 3 Bau busuk jelas 1 6. Tekstur Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang 9 Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang 8 Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang 7 Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek dari tulang 5 belakang Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, mudah menyobek daging dari tulang belakang 3 Sangat lunak, bekas jari tidak hilang bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang 1 belakang Sumber: (BSN, 2006c)