Evaluasi kegiatan perikanan pancing tonda di Pacitan

advertisement
EVALUASI KEGIATAN PERIKANAN PANCING TONDA
DI PACITAN TERHADAP KELESTARIAN
SUMBERDAYA IKAN TUNA
ROISUL MA’ARIF
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing
Tonda di Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna adalah karya saya
sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, 18 Juli 2011
Roisul Ma’arif
ABSTRAK
ROISUL MA’ARIF, C44070028. Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing Tonda di
Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna. Dibimbing oleh TRI WIJI
NURANI dan PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM.
Kegiatan perikanan pancing tonda cukup efektif untuk menangkap ikan tuna,
namun hasil tangkapan ikan tuna lebih banyak berukuran kecil. Jenis ikan tuna
yang dominan ditangkap adalah yellowfin tuna (Thunnus albacares). Penelitian
ditujukan untuk mendeskripsikan kegiatan operasi penangkapan dan penanganan
ikan tuna dengan menggunakan pancing tonda di Pacitan, menentukan tujuan
pemasaran ikan tuna yang didaratkan di Pacitan serta menentukan komposisi dan
kualitas hasil tangkapan ikan tuna dalam kaitannya dengan kelestarian
sumberdaya tuna. Hasil tangkapan tuna untuk ekspor tidak dipasarkan di Pacitan,
karena belum ada perusahaan untuk ekspor tuna di Pacitan. Salah satu daerah
pemasaran produk ekspor tuna terdapat di Pasuruan. Hasil tangkapan tuna dengan
bobot lebih dari 10 kg langsung dipasarkan ke Pasuruan, sedangkan tuna dengan
bobot kurang dari 10 kg disalurkan melalui pasar lokal. Berdasarkan 150 sampel
ikan tuna yang diuji, komposisi hasil tangkapan menunjukkan bahwa 48 ekor atau
sekitar 32% ikan tuna sudah layak tangkap, sedangkan 102 ekor atau sekitar 68%
ikan tuna tidak layak tangkap. Pengukuran organoleptik ikan tuna yang
memenuhi syarat ekspor yaitu berjumlah 41 ekor (27,33%).
Kata kunci: komposisi kualitas hasil tangkapan, komposisi ukuran, Pacitan,
pancing tonda, sumberdaya tuna
© Hak cipta IPB, Tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1)
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber:
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2)
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
EVALUASI KEGIATAN PERIKANAN PANCING TONDA
DI PACITAN TERHADAP KELESTARIAN
SUMBERDAYA IKAN TUNA
ROISUL MA’ARIF
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi
: Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing Tonda di Pacitan
terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna
Nama
: Roisul Ma’arif
NRP
: C44070028
Mayor
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr.Ir.Tri Wiji Nurani, M.Si
NIP 19650624 198903 2 002
Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si
NIP 19780613 200801 2 011
Diketahui:
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr.Ir.Budy Wiryawan, M.Sc
NIP 19621223 198703 1 001
Tanggal lulus: 20 Juni 2011
KATA PENGANTAR
Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2010 ini adalah Evaluasi Kegiatan
Perikanan Pancing Tonda di Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr.Ir.Tri Wiji Nurani, M.Si dan Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si atas
arahan dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini;
2. Dr.Ir.Muhammad Imron, M.Si selaku Komisi Pendidikan Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Dr.Ir.Domu Simbolon, M.Si selaku
penguji tamu;
3. Dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas ilmu yang telah
diberikan selama ini;
4. Drs. Suwoto, MH selaku Kepala Badan Kesbang Pol dan Linmas Kabupaten
Pacitan, Bapak Choirul Huda selaku pengelola PPP Tamperan, Bapak Djohan
selaku Kepala UPT Pelayanan dan Pengembangan TPI Tamperan, Bapak
Nurdin Toha selaku staff TPI Tamperan, Mas Fauzi, Bapak Marsono, dan
Keluarga Besar Bapak Bibit Sumarno;
5. Papa, Mama, Eyang, dan Adik-adikku atas semua doa, nasehat, inspirasi,
semangat serta kasih sayang kepada penulis;
6. Danang Setiawan, Oktavianto Prastyo D, dan Yudhi Romansyah atas
bantuannya selama penelitian dan pengolahan data;
7. Keluarga Bagan PSP (Beni, Ade, Dudi, Reza, Ryan, dan Dede), keluarga
PASMAD, dan Suci Y.M atas doa, dukungan dan semangatnya selama ini;
8. Teman-teman seperjuangan PSP 44, adik-adik PSP 45, dan PSP 46 atas segala
dorongan, inspirasi dan semangat kepada penulis;
9. Pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Juni 2011
Roisul Ma’arif
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 23 Maret
1990 dari Bapak Ir.Widodo dan Almh. Umi Yusroh. Penulis
merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.
Penulis lulus dari SMA Negeri 5 Madiun pada tahun
2007 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih
Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah
Rekayasa Tingkah Laku Ikan pada tahun ajaran 2010/2011 dan 2011/2012, serta
mata kuliah Eksplorasi Penangkapan Ikan pada tahun ajaran 2011/2012. Pada
tahun 2010 dan 2011 penulis menerima program hibah pendanaan bidang
kewirausahaan, dan penelitian PKM, serta program hibah pendanaan “Program
Mahasiswa Wirausaha” pada tahun 2010. Penulis juga mendapat Peringkat II
Mahasiswa Berprestasi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Penulis
aktif di berbagai organisasi kampus IPB seperti staff Divisi HUBLUKOM BEM
FPIK periode 2009-2010, Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2010-2011, dan Ketua Umum
Paguyuban Sedulur Madiun (PASMAD) Bogor periode 2009-2010.
Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Evaluasi
Kegiatan Perikanan Pancing Tonda di Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya
Ikan Tuna” untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Mayor Teknologi
dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan dan dinyatakan lulus dalam sidang sarjana pada tanggal 20 Juni 2011.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xii
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian...................................................................................
2
1.3 Manfaat Penelitian.................................................................................
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Unit Penangkapan Ikan .........................................................................
4
2.1.1 Kapal dan nelayan .......................................................................
2.1.2 Alat tangkap pancing tonda.........................................................
2.1.3 Umpan .........................................................................................
2.1.4 Rumpon .......................................................................................
4
5
6
6
2.2 Hasil Tangkapan....................................................................................
7
2.3 Deskripsi dan Klasifikasi Tuna .............................................................
7
2.4 Tingkah Laku Tuna ...............................................................................
11
2.5 Penyebaran dan Ruaya Tuna .................................................................
11
2.6 Kondisi Oseanografis yang Mempengaruhi Keberadaan Tuna.............
12
2.7 Penanganan Tuna ..................................................................................
13
2.7.1 Penanganan tuna di atas kapal......................................................
2.7.2 Penanganan tuna di pelabuhan perikanan ....................................
13
20
2.8 Tujuan Pemasaran Tuna ........................................................................
22
2.9 Kelestarian Sumberdaya Ikan................................................................
23
3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...............................................................
25
3.2 Metode Pengumpulan Data ...................................................................
25
3.2.1 Data primer..................................................................................
3.2.2 Data sekunder ..............................................................................
26
26
3.3 Analisis Data .........................................................................................
27
3.3.1 Analisis kegiatan operasi penangkapan dan penanganan ikan....
3.3.2 Analisis pemasaran......................................................................
27
27
viii
3.3.3 Analisis komposisi dan kualitas hasil tangkapan ........................
27
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian ....................................................
29
4.1.1 Kondisi geografi dan topografi ...................................................
4.1.2 Kondisi demografi.......................................................................
29
30
4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Kabupaten Pacitan..................
31
4.3 Daerah dan Musim Penangkapan Ikan ..................................................
34
4.4 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPP Tamperan ........................
34
4.4.1 Unit penangkapan ikan................................................................
4.4.2 Sarana dan prasarana PPP Tamperan ..........................................
34
37
5 HASIL PENELITIAN
5.1 Kegiatan Operasi Penangkapan dan Penanganan Ikan..........................
39
5.1.1 Unit penangkapan ikan................................................................
5.1.2 Metode pengoperasian pancing tonda .........................................
5.1.3 Penanganan hasil tangkapan di atas kapal...................................
39
44
45
5.2 Aspek Pemasaran ..................................................................................
46
5.3 Komposisi dan Kualitas Hasil Tangkapan ............................................
48
5.3.1 Komposisi jenis hasil tangkapan tonda........................................
5.3.2 Komposisi ukuran tuna yang tertangkap .....................................
5.3.3 Penanganan mutu hasil tangkapan ikan tuna...............................
48
49
51
6 PEMBAHASAN
6.1 Kegiatan Operasi Penangkapan dan Penanganan Ikan..........................
53
6.2 Aspek Pemasaran ..................................................................................
57
6.3 Komposisi dan Kualitas Hasil Tangkapan ............................................
58
7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan............................................................................................
60
7.2 Saran ......................................................................................................
60
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
61
LAMPIRAN....................................................................................................
65
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komponen pokok dan bahan dari sebuah rumpon ......................................
7
2 Syarat mutu dan keamanan pangan untuk tuna segar sashimi ....................
17
3 Syarat mutu dan keamanan pangan untuk tuna loin segar ..........................
20
4 Harga ikan tuna di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2008.........................
23
5 Luas wilayah perairan berdasarkan wilayah kewenangan ..........................
29
6 Panjang pantai per kecamatan berdasarkan kondisi pantai .........................
30
7 Jumlah produksi perikanan tangkap per kecamatan di Kabupaten Pacitan
tahun 2005-2009..........................................................................................
34
8 Perkembangan armada penangkapan ikan di PPP Tamperan tahun 20062009 .............................................................................................................
35
9 Perkembangan kapal tonda di PPP Tamperan tahun 2007-2010 ................
36
10 Perkembangan alat tangkap di PPP Tamperan tahun 2006-2009................
36
11 Perkembangan nelayan di PPP Tamperan tahun 2006-2009.......................
37
12 Fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang di PPP
Tamperan.....................................................................................................
38
13 Posisi pemasangan rumpon nelayan dan komposisi hasil tangkapan..........
43
14 Posisi pemasangan rumpon bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Pacitan .......................................................................................
43
15 Harga ikan tuna yang ditetapkan oleh TPI PPP Tamperan Kabupaten
Pacitan .........................................................................................................
48
16 Karakteristik hidup ikan tuna ......................................................................
51
17 Nilai organoleptik ikan tuna yang didaratkan oleh kapal tonda di PPP
Tamperan.....................................................................................................
51
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Pancing tonda dalam operasi penangkapan.................................................
5
2 Beberapa spesies ikan tuna..........................................................................
8
3 Peta Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur............................................
25
4 Pengukuran panjang total ikan ....................................................................
28
5 Beberapa lokasi TPI di Kabupaten Pacitan .................................................
33
6 Konstruksi kapal tonda di Kabupaten Pacitan.............................................
39
7 Alat tangkap pancing tonda dan bagian-bagiannya di Kabupaten Pacitan .
41
8 Nelayan pancing tonda di Kabupaten Pacitan .............................................
42
9 Desain rumpon nelayan di Kabupaten Pacitan............................................
43
10 Pemberat dari cor semen .............................................................................
44
11 Perbekalan yang dibutuhkan dalam setiap operasi penangkapan................
45
12 Penanganan ikan tuna di atas kapal .............................................................
46
13 Proses distribusi hasil tangkapan ikan tuna di Pacitan ................................
47
14 Komposisi berat total tuna yang didaratkan per kapal dan sampel berat
total tuna per kapal ......................................................................................
49
15 Komposisi jenis hasil tangkapan tonda .......................................................
49
16 Komposisi ukuran tuna yang tertangkap .....................................................
50
17 Spesifikasi organoleptik ikan tuna ..............................................................
52
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Distribusi kisaran ukuran panjang tubuh ikan tuna (Thunnus sp) yang
tertangkap ....................................................................................................
66
2 Distribusi kisaran berat tubuh ikan tuna (Thunnus sp) yang tertangkap .....
67
3 Data sheet untuk data utama........................................................................
68
4 Produksi per jenis ikan selama tahun 2004-2009 di Kabupaten Pacitan.....
78
5 Nilai-nilai organoleptik ikan .......................................................................
79
xii
1
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan menyimpan potensi sumberdaya
perikanan laut yang melimpah. Salah satu potensi yang ada adalah sumberdaya
tuna. Perairan laut Indonesia kaya dengan sumberdaya ikan tuna karena terletak
di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia yang merupakan habitat utama
ikan tuna.
Wilayah perairan laut Indonesia, yang meliputi perairan pesisir
(pedalaman), perairan teritorial, perairan laut dalam, dan ZEEI merupakan jalur
migrasi beberapa jenis ikan tuna (Dahuri, 2008).
Ikan tuna mempunyai daerah penyebaran yang sangat luas, hidup di perairan
pantai dan lepas pantai, di daerah tropis dan subtropis, meliputi Samudra Hindia,
Pasifik dan Atlantik. Penyebaran tidak dibatasi oleh garis lintang. Kelompok ikan
tuna merupakan spesies yang mampu berenang cepat dan jauh, dan secara
bergerombol menempuh jarak ribuan mil, melintasi samudra yang satu ke
samudra lainnya (highly migratory species) (Nakamura, 1969).
Salah satu cara atau jalan yang ditempuh untuk memenuhi permintaan ikan
tuna, yaitu dengan penangkapan ikan tuna.
Penangkapan ikan tuna dapat
dilakukan dengan menggunakan pancing tonda (Nurani, 2010). Pancing tonda
merupakan alat penangkapan ikan yang dioperasikan secara aktif dengan cara
ditarik oleh perahu motor atau kapal kecil.
Pancing tonda (pancing tarik)
merupakan alat tangkap tradisional yang bertujuan untuk menangkap jenis-jenis
ikan pelagis seperti tuna, cakalang, dan tongkol yang biasa hidup dekat
permukaan dan mempunyai nilai ekonomis tinggi dengan kualitas daging yang
tinggi (Gunarso, 1998).
Pancing tonda sangat terkenal di kalangan nelayan
Indonesia karena harganya relatif murah dan pengoperasiannya sangat mudah
untuk menangkap tuna berukuran kecil di dekat permukaan (Nugroho, 1992).
Kabupaten Pacitan sebagai salah satu daerah di Jawa Timur yang berbatasan
langsung dengan Samudera Hindia menjadi tempat kegiatan perikanan tangkap
yang sedang berkembang. Komoditas ikan yang terdapat di perairan Kabupaten
Pacitan (Samudera Hindia) yaitu jenis ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang,
tongkol, tenggiri, marlin, dan lemadang. Penangkapan tuna di perairan Kabupaten
2
Pacitan (Samudera Hindia) dilakukan dengan alat tangkap pancing tonda (Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009).
Penangkapan tuna dengan menggunakan pancing tonda marak dilakukan di
perairan Selatan Jawa (Samudra Hindia) (Nuramin, 2005; Handriana, 2007; Ross,
2008). Hasil tangkapan ikan tuna dengan menggunakan pancing tonda lebih
banyak yang berukuran kecil. Penelitian yang dilakukan oleh (Handriana, 2007)
mengatakan bahwa komposisi hasil tangkapan ikan tuna yang tertangkap oleh
pancing tonda dengan menggunakan alat bantu rumpon di perairan Palabuhanratu
mempunyai berat rata-rata sekitar 4,22 kilogram (kg). Hasil tangkapan ikan tuna
tersebut tidak menguntungkan secara ekonomi, karena ikan tuna untuk ekspor
harus mempunyai berat lebih dari 25 kg/ekor (BSN, 1992). Tujuan utama usaha
perikanan tuna adalah produk dengan kualitas ekspor, khususnya dalam bentuk
tuna segar (fresh tuna) (Nurani, 2010). Pasar Jepang khusus untuk produk tuna
segar dan tuna beku sashimi (Nurani & Wisudo, 2007). Produk tuna ekspor segar
untuk fresh sashimi adalah ikan tuna yang memiliki nilai organoleptik minimal 7
(BSN, 2006a). Apabila penangkapan ikan tuna berukuran kecil terus dilakukan,
maka keberlangsungan hidup dan kelestarian sumberdaya tuna akan terganggu.
Oleh karena itu penelitian mengenai “Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing Tonda
di Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna” penting dilakukan.
1.2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1)
Mendeskripsikan kegiatan operasi penangkapan dan penanganan ikan tuna
dengan menggunakan pancing tonda di Pacitan;
2)
Menentukan tujuan pemasaran ikan tuna yang didaratkan di Pacitan;
3)
Menentukan komposisi dan kualitas hasil tangkapan ikan tuna dalam
kaitannya dengan kelestarian sumberdaya tuna yang didaratkan di Pacitan.
1.3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai:
1)
Informasi bagi nelayan mengenai penanganan ikan tuna yang baik di atas
kapal dan komposisi ikan tuna yang layak untuk ditangkap;
3
2)
Informasi bagi pengusaha perikanan mengenai kriteria-kriteria yang baik
untuk tuna ekspor segar;
3)
Informasi bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan pengelolaan
perikanan pancing tonda di Pacitan.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Unit Penangkapan Ikan
2.1.1 Kapal dan nelayan
Konstruksi kapal tonda terbuat dari kayu. Ruang kemudi terletak di bagian
buritan, ruang mesin berada di bagian tengah, di bagian atas ruang kemudi
terdapat ruang ABK (Anak Buah Kapal), palka ikan terletak di bagian haluan.
Kapal pancing tonda berukuran sekitar 3-10 GT, terbuat dari kayu jati (Tektona
grandis) dan kayu ulin (Eusiderrixylon spp.). Dimensi kapal adalah panjang
(LOA) 10,75-12 meter (m), lebar (B) 2,85-3,50 meter (m), tinggi (D) 1-1,5 meter
(m).
Kapal tonda menggunakan mesin dalam (inboard engine), berkekuatan
sekitar 20-40 PK. Berbagai merek mesin biasa digunakan seperti mesin Kubota
atau mesin Yanmar (Nurani, 2010).
Penangkapan ikan dengan pancing tonda dilakukan pada siang hari. Tiap
perahu biasanya membawa lebih dari dua buah pancing yang ditonda sekaligus.
Penondaan dilakukan dengan mengulur tali kurang lebih dua per tiga dari seluruh
panjang tali pancing yang disediakan (Subani & Barus, 1989). Satu kapal tonda
akan menarik 4 tali pancing di sisi kanan kapal, 4 di sisi kiri dan 2 di belakang
(Nurani, 2010).
Pancing tonda umumnya dioperasikan dengan perahu kecil, jumlah nelayan
yang mengoperasikannya sebanyak 4-6 orang yang terdiri 1 orang nakhoda
merangkap fishing master, 1 orang juru mesin dan 2-4 orang ABK yang masingmasing mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi penangkapan
berlangsung (Sainsbury, 1971).
Kecepatan perahu pada saat menonda mempengaruhi keberhasilan
penangkapan sesuai dengan tujuan ikan sasaran. Perahu/kapal untuk menangkap
ikan pelagis jenis ikan umpan, kecepatan menonda harus lambat (1-3 knot).
Waktu penangkapan ikan cakalang dan tuna muda di pagi hari dengan kecepatan
perahu sekitar 4-5 knot, dan pada siang hari kecepatan menonda sekitar 7-8 knot
(Nugroho, 1992).
5
2.1.2 Alat tangkap pancing tonda
Pancing tonda merupakan salah satu alat penangkap ikan yang termasuk
dalam kelompok pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh perahu atau
kapal (Sudirman, 2004). Banyak bentuk dan macam pancing tonda (troll line)
yang pada prinsipnya adalah sama (Subani & Barus, 1989).
Sumber: Subani dan Barus, 1989
Gambar 1 Pancing tonda dalam operasi penangkapan.
Alat tangkap ini ditujukan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang
biasa hidup dekat permukaan, mempunyai nilai ekonomis tinggi dan mempunyai
kualitas daging dengan mutu tinggi (Gunarso, 1998). Sainsbury (1986)
menegaskan bahwa kunci keberhasilan penangkapan umumnya banyak ditentukan
oleh:
1)
Kemampuan pendugaan tempat pengkonsentrasian yang banyak didiami
jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan;
2)
Kesiapan ikan-ikan untuk memakan umpan;
3)
Kemampuan untuk mengetahui keadaan suhu dan gradiasi suhu maupun
termoklin yang ada di daerah penangkapan tersebut, karena ikan-ikan
pelagis yang hidup dekat permukaan ini umumnya sangat sensitif terhadap
hal ini;
6
4)
Bunyi yang dihasilkan baik oleh mesin maupun propeler kapal dapat
mengganggu dan mengusir ikan-ikan yang membuntuti kapal yang sedang
dioperasikan. Sehubungan hal ini, perahu atau kapal yang digerakkan oleh
tenaga layar, tampaknya justru akan lebih baik.
2.1.3 Umpan
Umumnya ikan mendeteksi mangsa melalui reseptor yang dimilikinya, dan
hal ini bergantung pada jenis reseptor tertentu yang mendominasi pada jenis ikan
tersebut. Pemilihan umpan disesuaikan dengan kesukaan makan ikan sasaran,
dengan mempertimbangkan kemampuan ikan mendeteksi makanan (Gunarso,
1998).
Umumnya pancing tonda menggunakan umpan tiruan (imitation bait), ada
pula yang menggunakan umpan benar (true bait). Umpan tiruan tersebut bisa dari
bulu ayam (chicken feaders), bulu domba (sheep wools), kain-kain berwarna
menarik, bahan dari plastik berbentuk miniatur menyerupai aslinya (misalnya:
cumi-cumi, ikan, dan lain-lainnya) (Subani & Barus, 1989). Umpan merupakan
satu-satunya perangsang bagi ikan untuk mendekati mata pancing dalam
pengoperasian pancing tonda. Ukuran umpan tergantung ukuran mata pancing,
pancing ukuran 10 menggunakan ukuran umpan 2,5 cm; pancing ukuran 9
menggunakan umpan 6,5 cm; pancing ukuran 5-7 menggunakan umpan ukuran
10,5 cm (Nurani, 2010).
2.1.4 Rumpon
Rumpon biasa juga disebut dengan Fish Agregation Device (FAD), yaitu
suatu alat bantu penangkapan yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul
dalam suatu catchable area.
Bahan dan komponen dari rumpon bermacam-
macam, tetapi secara ringkas setiap rumpon terdiri dari beberapa komponen
seperti pada Tabel 1.
Di Indonesia, umumnya rumpon masih menggunakan
bahan-bahan alami, sehingga daya tahannya juga sangat terbatas.
Nelayan
umumnya menggunakan pelampung dari bambu, sedangkan tali temalinya masih
menggunakan bahan alamiah, biasanya dari rotan dan pemberatnya menggunakan
batu sedangkan atraktornya daun kelapa. Rumpon jenis ini biasanya dipasang di
perairan dangkal dengan tujuan untuk mengumpulkan ikan-ikan pelagis kecil.
7
Rumpon laut dalam menggunakan tali-temali dari sintetic fibres (tali nylon),
dengan tujuan utama mengumpulkan ikan layang, tuna, dan cakalang.
Tabel 1 Komponen pokok dan bahan dari sebuah rumpon
No.
1
Float
Komponen
2
Tali Tambat (mooring line)
3
Pemikat ikat (atractor)
4
Pemberat (bottom sinker)
Sumber: Sudirman, 2004
2.2










Bahan
Bambu
Plastik
Tali
Wire
Rantai
Swivel
Daun kelapa
Jaring bekas
Batu
Beton
Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan utama untuk tonda perairan permukaan yaitu tongkol,
cakalang, tenggiri, madidihang, setuhuk, alu-alu, sunglir, beberapa jenis kwe.
Hasil tangkapan lapisan dalam terutama berupa cumi-cumi, sedangkan untuk
lapisan dasar terutama manyung, pari, cucut, gulamah, senangin, kerapu, dan lainlain (Subani & Barus, 1989).
Jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan antara lain jenis ikan
bonito (Scomberomerous sp.), tuna, salmon, cakalang, tenggiri, dan lainnya
melalui bagian belakang maupun samping kapal yang bergerak tidak terlalu cepat,
dilakukan penarikan sejumlah tali pancing dengan mata-mata pancing yang
umumnya tersembunyi dalam umpan buatan.
Ikan-ikan akan memburu dan
menangkap umpan-umpan buatan tersebut, hal ini tentu saja memungkinkan
mereka untuk tertangkap (Gunarso, 1998).
2.3
Deskripsi dan Klasifikasi Tuna
Menurut taksonomi (sistematika ikan), jenis-jenis ikan tuna termasuk ke
dalam Famili Scombridae.
Secara global, terdapat 7 spesies ikan tuna yang
memiliki nilai ekonomis penting, yaitu albacore (Thunnus alalunga), bigeye tuna
(Thunnus obesus), atlantic bluefin tuna (Thunnus thynnus), pacific bluefin tuna
(Thunnus oreintalis), southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii), yellowfin tuna
8
(Thunnus albacares), dan skipjack tuna (Katsuwonus pelamis), kecuali pacific
bluefin dan southern bluefin tuna, kelima spesies tuna lainnya hidup dan
berkembang di perairan Samudra Pasifik, Atlantik, dan Hindia (Dahuri, 2008).
Menurut Saanin (1984), ikan tuna diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom:
Animalia
Filum:
Chordata
Kelas:
Pisces
Ordo:
Percomorphi
Famili:
Scombridae
Species:
Thunnus alalunga
Thunnus obesus
Thunnus thynnus
Thynnus oreintalis
Thunnus maccoyii
Thunnus albacores
Tuna Sirip Biru Atlantik
Thunnus thynnus
Tuna Sirip Biru Pasifik
Thunnus oreintalis
Sumber: Subani, 1999 dan Encylopedia of Life, 2009
Gambar 2 Beberapa spesies ikan tuna.
9
Menurut Collette (1994) ikan tuna dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1)
Albacore (Thunnus alalunga)
Ikan tuna jenis ini membentuk busur kuat ke arah belakang dibanding
dengan jenis ikan tuna lain.
Sirip dada sangat panjang mencapai 30%
panjang tubuh atau berkisar lebih dari 50 cm. Albacore tersebar di semua
perairan tropik dan perairan-perairan bersuhu sedang.
epipelagik, mesopelagik, dan oceanic.
Ikan ini bersifat
Tempat penyebarannya pada
kedalaman antara 300 m dan maksimal pada 600 m. Ukuran panjang badan
maksimal tuna ini adalah 120 cm dengan berat badan maksimal 60 kg.
2)
Bigeye (Thunnus obesus)
Bigeye merupakan salah satu jenis ikan tuna dengan ukuran besar, sirip dada
cukup panjang pada individu yang besar dan dapat menjadi sangat panjang
pada ukuran tuna yang masih kecil. Warna bagian bawah perut putih, garisgaris sisi seperti sabuk biru yang membujur di sepanjang badan. Ikan tuna
jenis bigeye ini memiliki dua sirip punggung (D1) berwarna kuning terang
sedangkan sirip punggung dua (D2) berwarna kuning muda. Jari-jari sirip
tambahan berwarna kuning terang dan sedikit hitam pada ujungnya.
Penyebaran bigeye dari perairan tropis ke subtropis yang biasanya berada
pada kedalaman hingga 200 meter. Ukuran panjang bigeye dapat mencapai
lebih dari 200 cm dengan berat badan maksimal 200 kg.
3)
Atlantic Bluefin (Thunnus thynnus)
Panjang total atlantic bluefin maksimal hingga 458 cm dengan berat badan
maksimal 684 kg. Ikan ini bersifat pelagis dan oceanodromus. Ikan ini
biasanya berada pada lapisan kedalaman antara 0-100 m. Pada perairan
sebelah barat Atlantik, Atlantic Bluefin ditemukan di perairan Kanada,
Teluk Meksiko, dan Laut Karibia hingga Venezuela dan Brazil. Ikan ini
juga ditemukan menyebar pada perairan timur Atlantik, termasuk
Mediterania dan Laut Hitam, namun ikan tuna jenis ini tidak terdapat di
Indonesia.
Sirip punggung kedua dari Atlantic Bluefin lebih tinggi dari sirip punggung
yang pertama. Sirip dada sangat pendek kurang dari 80% panjang kepala,
sisi bawah perut berwarna putih.
10
4)
Pacific Bluefin (Thunnus oreintalis)
Panjang cagak maksimal pacific bluefin hingga 300 cm dengan berat
maksimal 198 kg, bersifat pelagis dan oceanodromus, namun pada musimmusim tertentu mendekat ke pesisir pada perairan pasifik utara (Teluk
Alaska-selatan California, dan dari Pulau Saklir hingga selatan Laut
Filiphina). Ikan tuna jenis ini tidak terdapat di perairan Indonesia.
Feeding habit ikan pacific bluefin adalah sebagai predator dengan
memangsa bermacam schooling kecil ikan atau cumi-cumi, juga kepiting
dan organisme sesil.
5)
Southern Bluefin (Thunnus maccoyii)
Tuna jenis southern bluefin merupakan salah satu jenis ikan terbesar, sirip
dadanya sangat pendek (kurang dari 80% panjang kepala), dan tidak pernah
mencapai jarak antara kedua sirip punggung. Warna bagian bawah perut
putih keperakan dengan garis melintang yang tidak berwarna berselangselang dengan deretan bintik yang tidak berwarna, hal ini akan terlihat pada
southern bluefin dalam keadaan segar.
Southern bluefin menyebar di seluruh bagian selatan dan Samudera Hindia
pada suhu 5-10C. Ikan ini bersifat epipelagic dan oceanic di air bersuhu
dingin. Ikan ini bertelur dan berlarva pada suhu 20-30C. Ikan dewasa
secara musiman beruaya ke daerah hangat pada kedalaman hingga 50 meter
di bawah permukaan air. Panjang maksimal ikan ini mencapai 160-200 cm.
6)
Yellowfin (Thunnus albacares)
Yellowfin tuna termasuk jenis ikan berukuran besar, mempunyai dua sirip
dorsal dan sirip anal yang panjang. Sirip dada (pectoral fin) melampaui
awal sirip punggung (dorsal) kedua, tetapi tidak melampaui pangkalnya.
Ikan tuna jenis ini bersifat pelagic, oceanic, berada di atas dan di bawah
termoklin.
Ikan
jenis
yellowfin
biasanya
membentuk
schooling
(gerombolan) di bawah permukaan air pada kedalaman kurang dari 100
meter. Ukuran panjang yellowfin dapat mencapai lebih dari 200 cm dengan
rata-rata 150 cm, berat badan maksimal 200 kg.
11
2.4
Tingkah Laku Tuna
Ikan tuna biasa dalam schooling (bergerombol) saat mencari makan, jumlah
schooling bisa terdiri dari beberapa ekor maupun dalam jumlah banyak
(Nakamura, 1969). Kondisi lingkungan (faktor-faktor fisika dan kimia) perairan
berpengaruh terhadap pergerakan (migrasi) ikan tuna, namun pergerakan ikan
tuna dewasa lebih disebabkan oleh naluri (instinct)-nya dalam mendapatkan
(mengejar) makanan.
Ikan-ikan tuna kecil (stadium larva dan juvenil), pergerakannya lebih
banyak ditentukan oleh arus laut. Ikan tuna berumur muda lebih menyenangi
hidup di daerah-daerah perairan laut yang berkadar garam (salinitas) relatif
rendah, seperti perairan dangkal di sekitar pantai (Dahuri, 2008).
Aktivitas harian erat hubungannya dengan aktivitas mencari makan,
albacore memburu mangsa pada siang hari, terkadang juga pada malam hari
dengan puncak keaktifan pada pagi dan sore hari. Madidihang aktif mencari
mangsa pada siang hari (Gunarso, 1985).
2.5
Penyebaran dan Ruaya Tuna
Penyebaran jenis-jenis tuna tidak dipengaruhi oleh perbedaan bujur
melainkan dipengaruhi oleh perbedaan lintang (Nakamura, 1969). Di perairan
Indonesia, yellowfin tuna dan bigeye tuna didapatkan di perairan pada daerah
antara 15LU–15LS, dan melimpah pada daerah antara 0-15LS seperti daerah
pantai Selatan Jawa dan Barat Sumatera (Nurhayati, 1995). Penyebaran ikan-ikan
tuna di kawasan barat Indonesia terutama terdapat di perairan Samudra Hindia.
Di perairan ini, terjadi percampuran antara perikanan tuna lapis dalam, yang
dieksploitasi dengan alat rawai tuna, dengan perikanan tuna permukaan yang
dieksploitasi menggunakan alat tangkap pukat cincin, gillnet, tonda dan payang
(Sedana, 2004).
Menurut Dahuri (2008), ikan madidihang dan mata besar terdapat di seluruh
wilayah perairan laut Indonesia. Sedangkan, albacore hidup di perairan sebelah
barat Sumatera, selatan Bali sampai dengan Nusa Tenggara Timur. Ikan tuna sirip
biru selatan hanya hidup di perairan sebelah selatan Jawa sampai ke perairan
Samudra Hindia bagian selatan yang bersuhu rendah (dingin).
12
2.6
Kondisi Oseanografis yang Mempengaruhi Keberadaan Tuna
Tiga faktor lingkungan perairan laut yang mempengaruhi kehidupan ikan
tuna adalah suhu, salinitas, dan kandungan oksigen (dissolved oxygen). Secara
umum, ikan tuna dapat tumbuh dan berkembang biak secara optimal pada perairan
laut dengan kisaran suhu 20C–30C. Sebagai perairan laut tropis yang
mendapatkan curahan sinar matahari sepanjang tahun, massa air permukaan laut
Indonesia memiliki suhu rata-rata tahunan 27C–28C, dengan fluktuasi relatif
kecil. Artinya, ikan tuna bisa berada di perairan laut Indonesia sepanjang tahun.
Bahkan diperkirakan, perairan laut Indonesia menjadi salah satu tujuan migrasi
utama gerombolan ikan tuna, baik yang berasal dari belahan bumi selatan
(Samudra Hindia) maupun dari belahan bumi utara (Samudra Pasifik) (Dahuri,
2008).
Jenis ikan tuna madidihang (yellowfin tuna) lebih menyukai hidup di sekitar
lapisan termoklin dengan kisaran suhu perairan antara 18C–31C. Umumnya,
daerah ini terletak di sekitar permukaan laut sampai kedalaman 100 m. Daerah
penangkapan madidihang masih cukup baik di perairan dengan suhu sampai 14C
(Dahuri, 2008).
Tuna mata besar (Thunnus obesus) merupakan jenis yang
memiliki toleransi suhu yang paling besar, yaitu berkisar antara 11-28ºC dengan
kisaran suhu penangkapan antara 18-23ºC (Uda, 1952 vide Supadiningsih, 2004).
Ikan tuna sirip biru selatan bisa hidup optimal di perairan laut dengan kisaran suhu
5C–20C. Ikan cakalang dapat hidup di perairan dengan kisaran suhu 16C–
30C, tetapi suhu yang optimal adalah 19C–23C (Dahuri, 2008).
Kandungan oksigen terlarut dalam perairan laut mempengaruhi fisiologi
ikan tuna. Kisaran kandungan oksigen yang optimal bagi yellowfin tuna adalah
1,5–2,5 ppm (mg per liter); untuk bigeye 0,5–1,0 ppm; untuk albakora 1,7–1,9
ppm; dan untuk cakalang 2,5–3,0 ppm (Dahuri, 2008).
13
2.7
Penanganan Tuna
2.7.1 Penanganan tuna di atas kapal
Menurut Nurani dan Wisudo (2007), cara penanganan tuna di atas kapal,
khususnya untuk produk yang langsung diolah dalam bentuk beku (frozen) untuk
bahan sashimi meliputi:
1)
Persiapan untuk melakukan penanganan tuna yaitu pisau yang akan
digunakan untuk memotong harus setajam mungkin. Pada waktu menangani
ikan, suhu ikan harus terus dijaga agar tidak naik dengan cara ikan terus
dibersihkan dengan air yang disemprotkan dari hose (slang), demikian juga
dijaga agar tidak timbul luka-luka di tubuh ikan.
2)
Membunuh ikan dengan cara memasukkan spike (batang besi tajam) pada
otak ikan yang dilakukan dengan sangat hati-hati. Jika proses ini dilakukan
dengan tidak hati-hati dapat merusak tekstur daging ikan. Segera diusahakan
untuk mengeluarkan darah dari badan ikan.
3)
Pemotongan ekor dilakukan di belakang sirip ekor 4 yaitu tepat diantara
tulang batang ekor. Pemotongan harus dilakukan dengan menggunakan
pisau yang tajam. Jika cara pemotongan tidak tepat, proses pengeluaran
darah akan terhambat yang dapat menimbulkan noda pada daging tuna.
4)
Pemotongan nadi darah pada kedua sirip dada. Pemotongan dimaksudkan
untuk mengeluarkan darah dari jantung, proses ini juga harus dilakukan
dengan cepat. Pemotongan dilakukan dari tempat nadi darah yang paling
jauh dari jantung ke tempat nadi darah yang terdekat. Darah dari jantung
akan keluar melalui nadi darah secara berurutan dengan memotong kedua
sirip dada.
5)
Pengeluaran darah masih terus dilanjutkan dengan cara memotong nadi
darah dari insang ke jantung. Pengeluaran darah dilakukan dengan cara
memasukkan hose atau slang karet yang diselipi pipa besi atau alumunium
atau sejenisnya. Urat nadi darah dari insang yang menyambung ke jantung
dipotong lalu dimasukkan hose. Air laut dihisap melalui hose, disemprotkan
antara insang dan jantung untuk membersihkan darah-darah yang keluar.
6)
Pemotongan insang yang ditujukan untuk menghindari ikan dari akumulasi
bakteri. Insang adalah tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Ada
14
beberapa cara pemotongan insang yang dapat dilakukan yaitu: 1)
memasukkan pisau dan memotong semua nadi darah yang terkumpul di
bawah insang, 2) memasukkan pisau dan memotong nadi darah di sudut
segitiga insang, 3) memasukkan dan memotong nadi darah di kedua sisi
perut sampai di bagian depan sirip dada, serta dapat pula dengan cara
memasukkan dan memotong di bagian depan jantung. Pembuangan insang
harus bersih, dengan kata lain penampilan (performance) tuna harus baik.
7)
Mematikan syaraf dengan cara mematikan nadi syaraf dari ekor bagian
belakang yang tersambung ke depan, dengan mematikan syaraf ini berarti
ikan tersebut betul-betul sudah mati. Proses pengeluaran darah harus dalam
waktu sesingkat-singkatnya, karena waktu untuk mematikan ikan sampai
ikan itu mati dapat mempengaruhi kelancaran keluarnya darah dari badan
ikan.
8)
Pembuangan isi perut dilakukan dengan cara membelah perut yang dimulai
dari bagian dubur ikan sampai ke bagian sirip dada. Semua isi perut, jangan
sampai ada yang tertinggal sedikitpun. Selaput perut juga harus dibuang.
9)
Terakhir dilakukan pencucian, dimulai terutama dari tempat-tempat yang
terpotong atau teriris. Darah harus dikeluarkan sampai bersih. Darah yang
masih tertahan atau terkumpul akan menyebabkan proses pembekuan tidak
merata dan tidak berjalan dengan baik.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2006b) melalui SNI 01-
2693.3-2006, penanganan dan pengolahan tuna segar untuk sashimi terdiri dari:
1)
Penerimaan
(1)
Potensi bahaya: mutu bahan baku kurang baik, ukuran dan jenis tidak
sesuai, kontaminasi bakteri patogen dan terdapatnya mata pancing.
(2)
Tujuan: mendapatkan bahan baku yang memenuhi persyaratan mutu
dan terhindar dari kontaminasi bakteri patogen serta bebas dari mata
pancing.
(3)
Petunjuk: tuna segar yang diterima pada unit pengolahan ditangani
secara cepat, cermat dan bersih serta suhu pusat ikan diperhatikan
maksimal 4,4C. Pemeriksaan terhadap mata pancing dilakukan
terhadap setiap ikan dengan membuka insang dan mulut.
15
2)
Pencucian 1
(1)
Potensi bahaya: kotoran dan kontaminasi bakteri.
(2)
Tujuan: membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri.
(3)
Petunjuk: pencucian dilakukan dengan cara mengusap bagian tubuh
ikan dengan air dingin. Pengusapan dilakukan searah dengan susunan
sisik mulai dari kepala sampai ekor. Proses dilakukan dengan cepat,
cermat dan saniter serta suhu pusat ikan dipertahankan maksimal
4,4C.
3)
Pemotongan sirip
(1)
Potensi bahaya: kemunduran mutu, kontaminasi bakteri patogen,
masih ada sirip.
(2)
Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih dari sirip serta bebas dari
kontaminasi bakteri patogen.
(3)
Petunjuk: sirip ikan dipotong secara manual dari arah ekor ke kepala.
Pemotongan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sehingga tidak
menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat
ikan maksimal 4,4C.
4)
Sortasi mutu (grading)
(1)
Potensi bahaya: kemunduran mutu.
(2)
Tujuan: mendapatkan mutu yang sesuai dengan yang telah ditentukan.
(3)
Petunjuk: sortasi dilakukan terhadap mutu (grading). Selama sortasi
ikan ditangani secara cepat, cermat dan bersih serta suhu pusat ikan
dipertahankan maksimal 4,4C.
5)
Pencucian 2
(1)
Potensi bahaya: kotoran dan kontaminasi bakteri.
(2)
Tujuan: membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri.
(3)
Petunjuk: pencucian dilakukan dengan cara mengusap pada bagian
tubuh ikan dengan air dingin. Pengusapan dilakukan searah dengan
susunan sisik mulai dari kepala sampai ekor. Proses dilakukan dengan
cepat, cerrmat dan saniter serta suhu pusat ikan dipertahankan
maksimal 4,4C.
16
6)
Penimbangan
(1)
Potensi bahaya: kemunduran mutu, kekurangan berat dan kontaminasi
bakteri patogen.
(2)
Tujuan: mendapatkan berat tuna yang sesuai dengan ukuran yang
telah ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen.
(3)
Petunjuk: ikan ditimbang satu persatu menggunakan timbangan yang
telah dikalibrasi. Penimbangan dilakukan secara hati-hati, cepat,
cermat dan saniter dengan suhu pusat ikan maksimal 4,4C.
7)
Penyimpanan dingin atau tanpa penyimpanan dingin
(1)
Potensi bahaya: histamin.
(2)
Tujuan: mencegah terjadinya peningkatan histamin.
(3)
Petunjuk: apabila tuna segar menunggu waktu untuk dipasarkan maka
dilakukan penampungan dalam ruang pendingin atau dengan es kering
dan tetap mempertahankan suhu pusat ikan maksimal 4,4C.
8)
Pengusapan (swabbing) bila dilakukan penyimpanan dingin
(1)
Potensi bahaya: kotoran dan kontaminasi bakteri.
(2)
Tujuan: membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri.
(3)
Petunjuk: pengusapan dilakukan dengan cara mengusap pada bagian
tubuh ikan memakai spons yang sudah direndam dengan air dingin.
Pengusapan dilakukan searah dengan susunan sisik mulai dari kepala
sampai ekor. Proses dilalukan dengan cepat, cermat, dan saniter.
9)
Pengepakan dan pelabelan
(1)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri, kerusakan fisik dan kesalahan
label.
(2)
Tujuan: melindungi produk dari kontaminasi bakteri dan kerusakan
fisik selama transportasi dan penyimpanan serta ketidaksesuaian label.
(3)
Petunjuk: ikan ditimbang lalu disusun dalam wadah dengan
penambahan es dan pelabelan dilakukan sesuai dengan SNI 01-48582006, Pengemasan ikan segar melalui sarana angkutan udara.
17
10)
Pengemasan
(1)
Bahan kemasan
Bahan kemasan untuk tuna segar sashimi sesuai dengan SNI 01-48582006, Pengemasan ikan segar melalui sarana angkutan udara.
(2)
Teknik pengemasan
Produk akhir dikemas sesuai dengan SNI 01-4858-2006, Pengemasan
ikan segar melalui sarana angkutan udara.
11)
Syarat penandaan
Dalam sistem penandaan dan pemberian kode dilakukan dengan sebaik
mungkin. Setiap produk tuna segar untuk sashimi yang akan dipasarkan
diberi tanda dengan benar dan mudah dibaca, menggunakan bahasa yang
dipersyaratkan disertai keterangan sekurang-kurangnya sebagai berikut:
jenis produk, berat bersih produk, bila ada bahan tambahan lain diberi
keterangan bahan tersebut, nama dan alamat unit pengolahan secara
lengkap, tanggal, bulan, tahun produksi, dan tahun kadaluarsa.
Tabel 2 Syarat mutu dan keamanan pangan untuk tuna segar sashimi
Jenis Uji
1) Organoleptik
2) Cemaran mikroba*
1. ALT
2. Escherichia coli
3. Salmonella
4. Vibrio cholera
3) Cemaran kimia*
1. Raksa (Hg)
2. Timbal (Pb)
3. Histamin
4. Kadmium (Cd)
4) Fisika
1. Suhu pusat
5) Parasit
Catatan* Bila diperlukan
Sumber: BSN, 2006a
Satuan
Persyaratan
Angka (1-9)
minimal 7
koloni/g
APM/g
APM/g
APM/g
maksimal 5,0 x 105
maksimal <2
negatif
negative
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
maksimal 1
maksimal 0,4
maksimal 100
maksimal 0,5
C
Ekor
maksimal 4,4
0
18
Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2009) melalui SNI
7530.3:2009, teknik penanganan dan pengolahan untuk bahan baku tuna segar
terdiri dari:
1)
Penerimaan
(1)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen, kemunduran mutu dan
histamin.
(2)
Tujuan: mendapatkan bahan baku yang bebas dari kontaminasi bakteri
patogen.
(3)
Petunjuk: bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara
organoleptik
dan
uji
histamin,
untuk
mengetahui
mutunya.
Penanganan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan suhu
produk 0C-4,4C untuk bahan baku segar dan -18C atau lebih
rendah untuk bahan baku beku. Bahan baku diidentifikasi dan diberi
kode untuk kemudahan dalam penelusuran (traceability) dan
dipertahankan sampai tahapan produk akhir.
2)
Penyiangan
(1)
Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen.
(2)
Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih, tanpa kepala dan isi perut
serta mereduksi kontaminasi bakteri patogen.
(3)
Petunjuk: apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan
disiangin dengan cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan
dilakukan
secara
cepat,
cermat
dan
saniter
sehingga
tidak
menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat
produk 0C- 4,4C.
3)
Pencucian
(1)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen dan kemunduran mutu.
(2)
Tujuan: menghilangkan sisa kotoran darah yang menempel di tubuh
ikan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen.
(3)
Petunjuk: ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin
yang mengalir secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan
suhu pusat produk 0C-4,4C.
19
4)
Pembuatan loin
(1)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen.
(2)
Tujuan: mendapatkan bentuk loin sesuai dengan ukuran yang
ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen.
(3)
Petunjuk: pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan
menjadi empat bagian secara membujur. Proses pembutan loin
dilakukan secara tepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan
suhu pusat produk 0C-4,4C.
5)
Pembuangan kulit dan perapian
(1)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen, terdapat tulang, daging
hitam dan kulit.
(2)
Tujuan: mendapatkan loin yang rapi dan bebas dari tulang, daging
hitam dan kulit serta terhindar dari kontaminasi bakteri patogen.
(3)
Petunjuk: tulang, daging hitam dan kulit yang ada pada loin dibuang
hingga bersih. Pembuangan kulit dan perapian dilakukan secara cepat,
cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk.
6)
Sortasi mutu
(1)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen.
(2)
Tujuan: mendapatkan loin dengan mutu sesuai spesifikasi.
(3)
Petunjuk: sortasi mutu dilakukan dengan mengelompokkan produk
sesuai spesifikasi, secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan
suhu pusat produk.
7)
Pembungkusan (wrapping)
(1)
Potensi bahaya: pembungkusan kurang sempurna dan kontaminasi
bakteri patogen.
(2)
Tujuan: mendapatkan loin dalam kemasan yang sempurna dan
terhindar dari kontaminasi bakteri patogen.
(3)
Petunjuk: loin yang sudah rapi selanjutnya dikemas dalam plastik
vacum dan tidak vacum secara individual dengan cepat, cermat dan
saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk.
20
8)
Penimbangan
(1)
Potensi bahaya: kemunduran mutu, kekurangan berat dan kontaminasi
bakteri patogen.
(2)
Tujuan: mendapatkan berat loin yang sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen.
(3)
Petunjuk: loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan
timbangan yang sudah dikalibrasi dengan cepat, cermat dan saniter
serta tetap mempertahankan suhu pusat produk.
9)
Pengepakan
(1)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen dan kesalahan label.
(2)
Tujuan: melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan selama
transportasi dan penyimpanan serta sesuai dengan label.
(3)
Petunjuk: loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian
dikemas dengan plastik dan dimasukkan dalam master karton secara
cepat, cermat dan saniter.
Tabel 3 Syarat mutu dan keamanan pangan untuk tuna loin segar
Jenis Uji
1) Sensori
2) Cemaran mikroba*
1. ALT
2. Escherichia coli
3. Salmonella
4. Vibrio cholera
3) Cemaran kimia*
1. Raksa (Hg)
2. Timbal (Pb)
3. Kadmium (Cd)
4) Fisika
1. Suhu pusat
5) Parasit
Catatan* bila diperlukan
Sumber: BSN, 2009
Satuan
Persyaratan
Angka (1-9)
minimal 7
koloni/g
APM/g
APM/g
APM/g
maksimal 5,0 x 105
maksimal <3
negatif
negatif
mg/kg
mg/kg
mg/kg
maksimal 1,0
maksimal 0,4
maksimal 0,1
C
Ekor
maksimal 4,4
0
2.7.2 Penanganan tuna di pelabuhan perikanan
Penanganan tuna di Pelabuhan Perikanan (PP) dilakukan secara hati-hati,
untuk menjaga tuna masih tetap dalam kualitas yang baik. Kapal tuna dengan
produk frozen yang ditujukan untuk bahan sashimi, biasanya akan membongkar
21
tuna pada malam hari, dan dilakukan secara transhipment dari kapal ke kapal.
Produk yang tidak masuk kualitas ekspor akan dibongkar siang hari, dijual kepada
perusahaan pengolahan tuna atau dibawa ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) untuk
dilelang.
Kapal-kapal fresh tuna melakukan bongkar ikan di PP pada siang hari.
Proses penanganannya dilakukan secara hati-hati dan diperlukan fasilitas khusus
untuk menjaga kualitas tuna agar tetap segar dan berkualitas baik.
Menurut
Nurani dan Wisudo (2007), proses pembongkaran tuna dari kapal fresh tuna
meliputi:
1)
Pembongkaran (unloading) tuna dari dalam palka dengan menggunakan
crane. Pembongkaran dilakukan secara hati-hati untuk menjaga tuna dari
kerusakan fisik. Selama pembongkaran tuna selalu dijaga kesegarannya
dengan menyemprotkan air menggunakan slang. Penyemprotan disamping
untuk membersihkan tuna dari lendir, kotoran dan darah, juga untuk
mencegah naiknya suhu tubuh guna menghambat pertumbuhan bakteri.
2)
Tuna dipindahkan dari kapal ke transhit sheed untuk dilakukan penanganan
sementara dan seleksi kualitas. Proses pemindahan tuna ke transhit sheed
memerlukan fasilitas khusus yaitu ditutup atap plastik, guna menjaga agar
tidak terkena sinar matahari. Hal ini dimaksudkan juga agar suhu tubuh
tuna tidak naik yang berakibat pada peningkatan pertumbuhan bakteri.
3)
Di dalam transhit sheed dilakukan seleksi kualitas (grading).
Grading
dimaksudkan untuk menyeleksi tuna yang memenuhi standar kualitas
ekspor untuk produk fresh tuna. Tuna yang tidak memenuhi kualitas fresh
tuna ekspor akan dijual kepada perusahaan pengolahan tuna atau dijual ke
TPI untuk dilelang.
4)
Ikan tuna yang memenuhi kualitas ekspor ditangani lebih lanjut dengan
membuang sirip-sirip, membersihkan sisa-sisa insang dan isi perut.
Selanjutnya ikan tuna ini akan diekspor dalam bentuk segar dengan
menggunakan transportasi udara.
5)
Sebelum ditransportasikan dengan menggunakan transportasi udara, ikan
tuna terlebih dahulu dilakukan pengemasan. Produk dikemas dengan cara
dimasukkan ke dalam styrofoam atau boks karton, sebelumnya tuna
22
dibungkus dengan kantong plastik. Satu boks berisi 1 atau 2 ekor tuna
segar. Di dalam boks karton atau styrofoam dimasukkan beberapa potong
dry ice yang berguna untuk menjaga tingkat kesegaran ikan. Selanjutnya
boks karton atau styrofoam ditutup dengan menggunakan lack ban dan
produk siap untuk diekspor. Ekspor menggunakan ruang bagasi di dalam
pesawat terbang dengan biaya sekitar 250 yen per kg tuna.
2.8
Tujuan Pemasaran Tuna
Kelompok ikan tuna memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan tingkat
permintaannya terus meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan permintaan
(demand) ini terutama disebabkan oleh kegemaran masyarakat Jepang menyantap
sushi dan sashimi sejak dasa warsa terakhir ini (Dahuri, 2008). Kualitas ikan tuna
akan terkait dengan harga. Harga ikan tuna paling tinggi adalah kualitas fresh tuna
(kualitas A) untuk bahan sashimi. Kualitas di bawahnya adalah fresh tuna
(kualitas B+) untuk tujuan pasar Amerika dan Uni Eropa. Kualitas B dan C masuk
ke industri pengolahan tuna beku untuk dibuat loin, saku, chunk dan sejenisnya.
Harga jual ekspor produk fresh tuna berkisar antara 800-1.500 yen per kg,
tergantung dari grade tuna yang diekspor. Kegitan ekspor ikan tuna ini, akan
dikenakan biaya untuk pengangkutan dengan pesawat terbang, yaitu sekitar 250
yen per kg ikan tuna (Nurani, 2010).
Perkembangan harga tuna domestik (harga asal) dan harga ekspor (harga di
pasar tujuan) menunjukkan perbedaan yang menyolok, apabila harga domestik
mengalami kenaikan maka ada kecenderungan eksportir untuk menjual tuna di
pasar luar negeri, walaupun terdapat perbedaan jenis dan ukuran yang dikonsumsi
domestik dengan yang diekspor. Perubahan harga di pasar tujuan (harga ekspor)
memiliki kaitan yang erat dengan perubahan yang terjadi di pasar lokal. Hal
tersebut tergambar dengan signifikannya perubahan harga di pasar tujuan dengan
yang terjadi di pasar lokal (Sitorus, 2004).
23
Tabel 4 Harga ikan tuna di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2008
No
Tahun
Harga Ikan Tuna per kg (rupiah)
1
2001
2
2002
3
2003
4
2004
5
2005
6
2006
7
2007
8
2008
Sumber: diolah dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2008
2.9
7.506
6.423
7.050
14.211
9.705
11.044
12.119
18.051
Kelestarian Sumberdaya Ikan
Pengertian pengelolaan SDI (Sumber Daya Ikan) berkelanjutan adalah
pengelolaan yang mengarah bagaimana SDI yang ada saat ini mampu memenuhi
kebutuhan sekarang dan kebutuhan generasi yang akan datang, dimana aspek
keberlanjutan harus meliputi aspek ekologi, sosial-ekonomi, masyarakat dan
institusi. Pengelolaan SDI berkelanjutan tidak melarang aktivitas penangkapan
yang bersifat ekonomi/komersial, tetapi menganjurkan dengan persyaratan bahwa
tingkat pemanfaatan tidak melampaui daya dukung (carrying capacity)
lingkungan perairan atau kemampuan pulih SDI (MSY), sehingga generasi
mendatang tetap memiliki aset sumberdaya alam (SDI) yang sama atau lebih
banyak dari generasi saat ini (Mallawa, 2006).
Bengen (2005) vide Mallawa (2006) mengatakan bahwa suatu pengelolaan
dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut dapat mencapai 3 tujuan
pembangunan berkelanjutan yaitu berkelanjutan secara ekologi, sosial dan
ekonomi.
Berkelanjutan secara ekologi mengandung arti, bahwa kegiatan
pengelolaan SDI dimaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistem,
memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya ikan termasuk
keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga pemanfaatan SDI dapat
berkesinambungan. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa kegiatan
pengelolaan ikan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil, mobilitas
sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas
sosial, dan pengembangan kelembagaan. Sedang keberlanjutan secara ekonomi
24
berarti bahwa kegiatan pengelolaan SDI harus dapat membuahkan pertumbuhan
ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan SDI serta investasi secara efisien.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 45 tahun 2009,
pemanfaatan secara optimal diarahkan pada pendayagunaan sumberdaya ikan
dengan memperhatikan daya dukung yang ada dan kelestariannya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan
pembudidaya ikan kecil, meningkatkan penerimaan devisa negara, menyediakan
perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan
daya saing hasil perikanan serta menjamin kelestarian sumberdaya ikan. Menurut
data tahun 2004, kondisi sumberdaya ikan untuk perairan laut memiliki potensi
lestari (MSY) sebesar 6,4 juta ton/tahun, jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 5,12 ton/tahun atau 80% dari MSY, dan produksi tahunan sebesar
4,7 juta ton atau 73,4% dari MSY (Mallawa, 2006).
Jenis-jenis ikan pelagis besar yang terdapat di perairan Indonesia antara lain
ikan tuna besar meliputi madidihang (Thunnus albacares), tuna mata besar
(Thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga), tuna sirip biru selatan (Thunnus
maccoyii), tuna ekor panjang (Thunnus tonggol), jenis ikan pedang/setuhuk yang
meliputi ikan pedang (Xipias gladius), setuhuk biru (Makaira mazara), setuhuk
hitam (Makaira indica), setuhuk loreng (Teptapturus audax), ikan layaran
(Istiophorus platypterus), jenis tuna kecil meliputi ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis), dan jenis ikan tongkol yang terdiri atas Euthynnus affinis, Auxis thazard,
dan Auxis rochei, jenis ikan cucut yang meliputi Sphyrna sp, Carcharhinus
longimanus, C.brachyurus dan lain-lain. Ikan pelagis besar tersebar dihampir
semua wilayah pengelolaan perikanan dimana tingkat pemanfaatan berbeda-beda
antar perairan.
Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (2005) vide
Mallawa (2006), bahwa beberapa wilayah pengelolaan antara lain Selat Malaka,
Laut Jawa, Samudera Pasifik telah mengalami over exploited di lain beberapa
wilayah pengelolaan antara lain Laut Cina Selatan, Laut Flores, Laut Banda, Laut
Seram, Lautan Hindia masih pada tingkatan under exploited.
25
3 METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian lapang ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2010. Penelitian
bertempat di PPP Tamperan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Gambar 3 Peta Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur.
3.2
Metode Pengumpulan Data
Teknik untuk pengambilan responden adalah menggunakan purposive
sampling dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria
tertentu. Pemilihan responden dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden
mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuisioner. Responden yang
dituju antara lain nelayan, pedagang ikan, pihak TPI, Balai Pengelola Pelabuhan
Perikanan serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan.
Jumlah
responden yang diwawancarai berjumlah 40 orang yang terdiri dari staf Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan 2 orang, Kepala dan staf Balai
Pengelola PPP Tamperan 2 orang, Kepala dan staf UPT TPI Tamperan 2 orang,
16 orang pedagang dan 18 orang nelayan pancing tonda.
26
3.2.1 Data primer
Data primer diperoleh dari observasi dan hasil wawancara di lapangan
dengan pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan perikanan pancing tonda yaitu
nelayan maupun masyarakat dan pihak instansi yaitu Dinas Perikanan dan
Kelautan, Balai Pengelola Pelabuhan Perikanan, dan TPI.
Data primer yang diambil adalah:
1)
Unit penangkapan tonda;
2)
Posisi penangkapan tonda;
3)
Waktu operasi tonda;
4)
Komposisi dan ukuran hasil tangkapan tuna;
5)
Kualitas tangkapan tuna;
6)
Daerah pemasaran tuna.
Data primer tentang unit penangkapan tonda, posisi penangkapan tonda,
waktu operasi tonda, dan daerah pemasaran tuna diambil menggunakan alat bantu
kuesioner. Data primer tersebut diambil dari 10 sampel kapal tonda. Kualitas
tangkapan tuna, komposisi, ukuran dan harga hasil tangkapan tuna dapat dilihat
pada Lampiran 3.
3.2.2 Data sekunder
Data sekunder berdasarkan data time series 5 tahun terakhir yang
dikumpulkan dari Balai Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai Tamperan, Dinas
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pacitan, serta Badan Pusat Statistik Kabupaten
Pacitan. Data sekunder yang dikumpulkan adalah:
1)
Data jumlah unit penangkapan tonda;
2)
Data volume dan produksi perikanan tuna;
3)
Data tujuan pemasaran perikanan tuna;
4)
Keadaan umum wilayah;
5)
Jumlah rumpon yang dipasang di perairan Pacitan;
6)
Posisi dan waktu pemasangan rumpon;
7)
Umur teknis rumpon.
27
3.3
Analisis Data
3.3.1 Analisis kegiatan operasi penangkapan dan penanganan ikan
Analisis unit penangkapan ikan digunakan untuk mengkaji faktor yang
berhubungan dengan keragaan teknis unit penangkapan pancing tonda. Analisis
unit penangkapan ikan dilakukan melalui wawancara kepada pihak-pihak terkait
yang dijelaskan secara deskriptif. Analisis ini meliputi gambaran unit
penangkapan ikan, metode pengoperasian dan metode penanganan ikan.
3.3.2 Analisis pemasaran
Analisis pemasaran bertujuan untuk mengetahui jalur pemasaran produk
tuna untuk ekspor.
Analisis pemasaran difokuskan pada daerah pemasaran
komoditas, perkembangan harga tuna, dan bentuk produk yang dijual. Analisis ini
dilakukan secara deskriptif dengan mengamati dan melakukan wawancara
terhadap pelaku pasar.
3.3.3 Analisis komposisi dan kualitas hasil tangkapan
Analisis komposisi dan kualitas hasil tangkapan bertujuan untuk mengetahui
kelayakan hasil tangkapan ikan tuna sebagai produk ekspor melalui pendekatan
secara biologi dan ekonomi.
Analisis komposisi hasil tangkapan dilihat dari
beberapa poin penting meliputi:
1)
Jenis ikan;
Data jenis ikan didapatkan dengan cara pengamatan secara morfologi
meliputi warna tubuh, sirip dada dan sirip punggung.
2)
Jumlah ikan;
Sampel ikan yang diambil sebanyak 150 ekor dari 10 kapal tonda. Tiap
kapal tonda diambil 3 keranjang dimana tiap keranjangnya berisi 5 ekor
ikan. Jumlah sampel kapal tersebut sudah mewakili jumlah populasi kapal
tonda di Pacitan.
3)
Panjang ikan;
Panjang total ikan diukur dari ujung mulut hingga ujung sirip ekor. Data
panjang ikan tuna digunakan untuk mengetahui jumlah ikan tuna yang layak
untuk ditangkap. Batasan penentuan jumlahnya ditentukan dari analisis
berdasarkan length at maturity.
28
Panjang total
Gambar 4 Pengukuran panjang total ikan
4)
Berat ikan;
Ikan sampel diukur beratnya satu per satu dengan menggunakan timbangan.
Data berat ikan digunakan untuk mengetahui jumlah ikan yang layak
diekspor. Ikan tuna untuk ekspor harus mempunyai berat lebih dari 25
kg/ekor (BSN, 1992)
5)
Fishing ground.
Daerah penangkapan ikan (fishing ground) ditentukan dari posisi
pemasangan rumpon di perairan. Data daerah penangkapan ikan didapatkan
dari wawancara dengan nelayan.
Analisis kualitas hasil tangkapan dilihat dari nilai organoleptik tiap ikan.
Kualitas hasil tangkapan ikan tuna menentukan kelayakannya sebagai produk
ekspor. Produk tuna ekspor segar untuk fresh sashimi adalah ikan tuna yang
memiliki nilai organoleptik minimal 7 (BSN, 2006a). Nilai-nilai organoleptik ikan
dapat dilihat pada Lampiran 5.
29
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1
Keadaan Umum Wilayah Penelitian
4.1.1 Kondisi geografi dan topografi
Kabupaten Pacitan terletak di pesisir selatan Propinsi Jawa Timur yang
berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah. Secara administratif, Kabupaten Pacitan
terbagi atas 12 wilayah kecamatan, 5 kelurahan, dan 171 desa dengan posisi
antara 11055’–11125’ BT dan 755’–817’ LS. Secara geografis Kabupaten
Pacitan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara
: Kabupaten Ponorogo
Sebelah timur
: Kabupaten Trenggalek
Sebelah selatan
: Samudera Hindia
Sebelah barat
: Kabupaten Wonogiri
Kabupaten Pacitan mempunyai luas wilayah 1.389,8742 km2 dengan luas
wilayah laut mencapai 532,82 km2 yang kondisi alamnya sebagian besar terdiri
dari bukit-bukit yang mengelilingi kabupaten.
Wilayah kota Pacitan berupa
daratan rendah, selebihnya berupa daerah pantai yang memanjang dari sebelah
barat sampai timur di bagian selatan (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Pacitan, 2009).
Tabel 5 Luas wilayah perairan berdasarkan wilayah kewenangan
No
Kecamatan
Luas Wilayah Kewenangan
Panjang Garis
Pantai
(mil)
(km)
4 mil
2
(mil )
12 mil
2
(km )
2
(km )
ZEEI
2
(mil )
2
(km )
(mil2)
1.
Donorojo
4,52
8,371
18,08
62,01
186,04
54,24
3.100,62
904
2.
Pringkuku
8,52
15,779
34,08
116,89
350,67
102,24
5.844,54
1.704
3.
Pacitan
1,39
2,574
5,56
19,17
57,20
16,68
953,41
278
4.
Kebonagung
10,17
18,835
40,68
139,53
418,59
122,04
6.976,48
2.034
5.
Tulakan
1,94
3,593
7,76
26,62
79,85
23,28
1.330,85
388
6.
Ngadirojo
5,69
10,538
22,76
78,07
234,20
68,28
3.903,28
1.138
7.
Sudimoro
5,95
11,019
23,80
81,63
244,89
71,40
4.081,44
1.190
38,18
70,709
152,72
523,82
1.571,44
458,16
26.190,62
7.636
Total
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009
30
Kondisi pantai di Kabupaten Pacitan terdiri dari pantai yang landai dan
curam/terjal. Perincian panjang pantai tiap kecamatan berdasarkan kondisi pantai
tercantum dalam Tabel 6 berikut.
Tabel 6 Panjang pantai per kecamatan berdasarkan kondisi pantai
Panjang Pantai (km)
Curam
Landai
1.
Donorojo
Sendang
4,10
0
Widoro
0,75
1,771
Kalak
1,75
0
2.
Pringkuku
Watukarung
1,00
2,00
Dersono
1,50
1,00
Candi
1,00
2,279
Jlubang
1,00
0
Poko
2,00
0
Dadapan
4,00
0
3.
Pacitan
Kel. Sidoharjo
0,287
1,00
Kel. Ploso
0
0,858
Kembang
0,30
0,129
4.
Kebonagung
Sidomulyo
1,050
1,047
Wora-Wari
1,970
0,124
Katipugal
1,076
1,016
Klesem
3,478
1,229
Karangnongko
0,953
0,616
Kalipelus
1,589
1,549
Plumbungan
1,875
1,263
5.
Tulakan
Jetak
3,593
0
6.
Ngadirojo
Sidomulyo
2,50
2,90
Hadiwarno
3,438
1,70
7.
Sudimoro
Sumberejo
1,096
1,930
Sukorejo
0,895
0,750
Pager Lor
2,932
0,00
Pager Kidul
2,885
0,531
47,017
23,692
7 kecamatan
26 desa/kel
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009
No.
Kecamatan
Desa / Kelurahan
4.1.2 Kondisi demografi
Kabupaten Pacitan terdiri dari 12 kecamatan dengan jumlah penduduk
terbanyak pada tahun 2010 yaitu Kecamatan Tulakan.
Berdasarkan hasil
pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Pacitan adalah sebesar
540.516 orang, yang terdiri dari 263.919 laki-laki dan 276.597 perempuan.
Tulakan dan Pacitan adalah dua kecamatan berpenduduk terbanyak masingmasing berjumlah 77.273 orang dan 73.020 orang.
Luas wilayahnya sekitar
1.389,87 km2, rata-rata tingkat kepadatan penduduk Pacitan adalah sebesar 389
orang per km2.
Kecamatan dengan kepadatan penduduknya tertinggi adalah
Kecamatan Pacitan, yaitu sebesar 947 orang per km2. Sementara itu, kecamatan
31
yang paling rendah tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Pringkuku,
yaitu sebesar 223 orang per km2 (BPS, 2010).
Penduduk Pacitan terus bertambah dari waktu ke waktu. Tahun 1971
penduduk Pacitan sebanyak 476,6 ribu jiwa, tahun 1980 sebanyak 478,0 ribu jiwa,
tahun 1990 sebanyak 514,1 ribu jiwa, tahun 2000 sebanyak 525,8 ribu jiwa, dan
pada tahun 2010 sebanyak 540,5 ribu jiwa. Sex ratio penduduk Pacitan adalah
sebesar 95, yang artinya jumlah penduduk perempuan lima persen lebih banyak
dibandingkan jumlah penduduk laki-laki, atau setiap 100 perempuan terdapat 95
laki-laki (BPS, 2010).
4.2
Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Kabupaten Pacitan
Wilayah kegiatan di sektor perikanan, khususnya untuk perikanan tangkap
di Kabupaten Pacitan meliputi 7 kecamatan pantai, yaitu:
1)
Kecamatan Pacitan;
2)
Kecamatan Pringkuku;
3)
Kecamatan Kebonagung;
4)
Kecamatan Tulakan;
5)
Kecamatan Ngadirojo;
6)
Kecamatan Sudimoro;
7)
Kecamatan Donorojo.
Aktivitas perikanan di pesisir pantai Pacitan yang saat ini telah
dikembangkan berupa perikanan tangkap terkendali yang mengandung arti bahwa
penangkapan ikan memperhatikan rambu-rambu kelestarian sumberdaya,
sehingga dapat menghindari terjadinya over fishing. Aktivitas perikanan tangkap
ini juga didukung adanya Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) yang terdapat di
Tamperan, Kelurahan Sidoharjo (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Pacitan, 2009).
Tempat pendaratan ikan tersebar di 7 kecamatan pantai yang jumlah
keseluruhan mencapai 17 buah, meliputi:
1)
Pantai Ngobyok, Desa Sumberejo, Kecamatan Sudimoro
2)
Pantai Tawang, Desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo
3)
Pantai Godeg, Desa Jetak, Kecamatan Tulakan
32
4)
Pantai Pidakan, Desa Jetak, Kecamatan Tulakan
5)
Pantai Wawaran, Desa Sidomulyo, Kecamatan Kebonagung
6)
Pantai Dangkal, Desa Wora Wari, Kecamatan Kebonagung
7)
Pantai Kaliuluh, Desa Klesem, Kecamatan Kebonagung
8)
Pantai Tawang, Desa Katipugal, Kecamatan Kebonagung
9)
Pantai Bakung, Desa Karangnongko, Kecamatan Kebonagung
10)
Pantai Srengit, Desa Kalipelus, Kecamatan Kebonagung
11)
Pantai Bagelon, Desa Plumbungan, Kecamatan Kebonagung
12)
Pancer, Desa Kembang, Kecamatan Pacitan
13)
Pantai Teleng, Kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Pacitan
14)
Tamperan, Kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Pacitan
15)
Pantai Watukarung, Desa Watukarung, Kecamatan Pringkuku
16)
Pantai Srau, Desa Candi, Kecamatan Pringkuku
17)
Pantai Klayar, Desa Sendang, Kecamatan Donorojo
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai sarana untuk pemasaran hasil
tangkapan nelayan terdapat di 6 tempat pendaratan ikan yaitu:
1)
Kecamatan Pacitan sebanyak 2 buah yaitu di Pantai Teleng Ria dan Pantai
Tamperan di Kelurahan Sidoharjo;
2)
Kecamatan Pringkuku di Pantai Watukarung Desa Watukarung;
3)
Kecamatan Kebonagung di Pantai Wawaran Desa Sidomulyo;
4)
Kecamatan Ngadirojo di Pantai Tawang Desa Sidomulyo;
5)
Kecamatan Sudimoro di Pantai Karangturi, Ngobyok Desa Sumberejo.
Salah satu dari 6 lokasi TPI saat ini telah menjadi Pelabuhan Perikanan
Pantai (PPP), yaitu PPP Tamperan, yang telah diresmikan operasional
minimumnya pada tanggal 29 Desember 2007 oleh Presiden RI, Susilo Bambang
Yudhoyono (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009).
33
(a) TPI Tamperan
(d) TPI Tawang
(b) TPI Teleng
(c) TPI Watukarung
(e) TPI Ngobyok
(f) TPI Wawaran
Gambar 5 Beberapa lokasi TPI di Kabupaten Pacitan.
Komoditas yang terdapat di pesisir dan laut Kabupaten Pacitan terdiri dari
beberapa jenis, yaitu:
1)
Ikan pelagis besar, yaitu ikan yang mempunyai habitat di tengah sampai
permukaan laut dan pada umumnya berukuran besar, seperti Tuna,
Cakalang, Tongkol, Tengiri, Marlin dan Lemadang;
2)
Ikan pelagis kecil,
ikan yang mempunyai habitat di tengah sampai
permukaan laut dan pada umumnya berukuran kecil, seperti Kembung,
Lemuru, Rebon, Keri, Kuwe, Pisang-pisang, Julung-julung, Layang,
Kuniran, Golok-golok, Lencam dan Cumi-cumi;
3)
Ikan demersal besar, yaitu ikan yang mempunyai habitat di dasar laut dan
pada umumnya berukuran besar, seperti Cucut, Pari, Tiga Waja, Kakap
Merah, Kakap Putih dan Kerapu;
4)
Ikan demersal kecil, yaitu ikan yang mempunyai habitat di dasar laut dan
pada umumnya berukuran kecil, seperti Lobster, Layur, Manyung, Sebelah,
Bawal, Udang, Peperek, Kurisi dan Pogot.
Berdasarkan data jumlah produksi ikan yang berhasil ditangkap, terlihat
adanya fluktuasi produksi dari tahun ke tahun dan Kecamatan Pacitan merupakan
34
produsen terbesar sepanjang tahun, sedangkan Kecamatan Donorojo adalah
produsen terkecil (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009).
Tabel 7 Jumlah produksi perikanan tangkap per kecamatan di Kabupaten Pacitan
tahun 2005–2009
Jumlah Produksi (Kg)
2005
2006
2007
2008
Donorojo
5.365
1.748
32.803
1.533
Pringkuku
212.115
308.484
326.685
374.561
Pacitan
645.363
489.827
2.155.665
2.434.137
Kebonagung
242.216
430.186
210.771
84.779
Tulakan
52.312
159.358
65.607
117.185
Ngadirojo
326.213
264.089
222.100
307.616
Sudimoro
75.965
217.908
101.030
118.661
Jumlah
1.559.549
1.871.600
3.114.661
3.438.472
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009
Kecamatan
4.3
2009
18.279
406.560
3.671.989
128.611
96.906
216.301
16.497
4.555.143
Daerah dan Musim Penangkapan Ikan
Daerah operasi penangkapan ikan di wilayah Kabupaten Pacitan meliputi
Teluk Pacitan dan luar Teluk Pacitan. Daerah operasi di dalam meliputi Teluk
Pacitan, Teluk Panggul, Teluk Sidomulyo, Teluk Sudimoro, dan Teluk Taman. Di
luar Teluk Pacitan meliputi Watukarung, Jogoboyo, Wates, Klopan, Srau,
Wawaran, Hadiwarno, Bawur, Cucung, Watu mureb, dan Laut Bremen (DKP,
2009).
Nelayan di Pacitan menentukan musim penangkapan ikan dengan metode
yang disebut “Pranoto Mongso”.
Nelayan harus mengetahui musim terlebih
dahulu sebelum melaksanakan operasi penangkapan ikan, karena dapat diketahui
keadaan angin, gelombang, arus, ombak, jenis-jenis ikan dan musim ikannya.
Musim penangkapan ikan dibagi menjadi dua musim, yaitu musim puncak pada
bulan Mei-September, dan musim paceklik pada bulan Desember-Februari (Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009).
4.4
Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPP Tamperan
4.4.1 Unit penangkapan ikan
1)
Kapal penangkap ikan
Kapal penangkap ikan di PPP Tamperan terbagi menjadi dua, yaitu Perahu
Motor Tempel (PMT) dan Kapal Motor (KM). Perahu motor tempel merupakan
35
perahu yang menggunakan mesin luar (outboard).
Jenis armada/perahu ini
mengoperasikan alat tangkap jaring insang hanyut, jaring insang tetap, trammel
net, payang, dogol, dan krendet. Kapal motor merupakan armada penangkapan
ikan yang menggunakan mesin dalam (inboard). Jenis kapal ini mengoperasikan
alat tangkap purse seine dan pancing (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Pacitan, 2009).
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan merupakan pelabuhan
perikanan tipe C. Sebelumnya, pelabuhan ini masih dalam bentuk Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) Tamperan dan resmi menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai
(PPP) Tamperan pada tanggal 29 Desember 2007 (Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Pacitan, 2009). Menurut Murdiyanto (2003), pelabuhan perikanan tipe
C adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukkan terutama bagi kapal-kapal
perikanan yang beroperasi di perairan pantai. Pelabuhan perikanan tipe C ini
dirancang untuk bisa menampung kapal berukuran sampai dengan 15 GT (gross
tonage).
Kapal penangkap ikan di PPP Tamperan pada tahun 2006–2008 mengalami
penurunan jumlah, dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2009. Jumlah
armada yang beroperasi di PPP Tamperan mencapai angka tertinggi pada tahun
2006. Namun, untuk jenis kapal motor mengalami peningkatan dari tahun 2006–
2009. Hal ini, disebabkan dominasi kapal motor untuk alat tangkap purse seine
dan pancing yang begitu kuat, sehingga banyak nelayan perahu motor tempel
beralih menjadi nelayan kapal motor.
Ikan tuna merupakan hasil tangkapan
terbesar yang didaratkan di pelabuhan ini. Adanya rumpon membuat banyak
kapal motor yang beroperasi disana.
Tabel 8 Perkembangan armada penangkapan ikan di PPP Tamperan tahun 20062009
2006
2007
Tahun
2008
Perahu Motor
892
177
27
Tempel
Kapal Motor
31
78
88
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009
2009
Jumlah
54
1.150
264
461
36
Tabel 9 Perkembangan kapal tonda di PPP Tamperan tahun 2007-2010
Tahun
2007
2008
2009
2010
Sumber: Hasil wawancara
2)
Jumlah (unit)
16
77
61
98
Alat tangkap
Jenis alat tangkap yang terdapat di PPP Tamperan antara lain: purse seine,
jaring insang hanyut, pancing, jaring insang tetap, payang, trammel net, dogol dan
lain-lain (krendet). Tahun 2007 tidak ada data alat tangkap yang masuk dalam
statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan.
Tabel 10 Perkembangan alat tangkap di PPP Tamperan tahun 2006–2009
Jumlah (unit)
2006
2007
2008
1.
Pancing tonda
13
81
2.
Jaring insang hanyut
149
2
3.
Purse seine
16
4
4.
Jaring insang tetap
610
27
5.
Payang
49
20
6.
Trammel net
592
15
7.
Dogol
39
8.
Lain-lain (Krendet)
310
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009
No.
3)
Jenis Alat Tangkap
2009
89
62
13
44
15
-
Nelayan
Nelayan di PPP Tamperan berasal dari berbagai daerah, seperti Pacitan,
Pekalongan, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur. Secara mayoritas,
nelayan andon mendominasi jumlah nelayan di PPP Tamperan. Nelayan andon
ini berasal dari daerah di luar Pacitan atau bahkan luar Jawa. Berdasarkan hasil
wawancara dengan nelayan setempat, nelayan andon yang berasal dari
Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur ini biasanya mengoperasikan
alat tangkap pancing. Nelayan yang berasal dari luar Jawa tersebut didatangkan
oleh juragan untuk bekerja kepadanya. Tabel 11 menggambarkan jumlah nelayan
yang berada di PPP Tamperan pada tahun 2006–2009.
37
Tabel 11 Perkembangan nelayan di PPP Tamperan tahun 2006–2009
No.
Jumlah (orang)
Nelayan
1.
Nelayan tetap
2.
3.
2006
2007
2008
2009
3.352
422
108
158
Nelayan sambilan
51
38
60
137
Nelayan andon
40
550
400
1.010
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009
Jumlah nelayan pada tahun 2006 didominasi oleh nelayan tetap sebesar
3.352 orang.
Namun, tahun 2007–2009 nelayan andon mendominasi jumlah
nelayan di PPP Tamperan.
Nelayan andon bertempat tinggal di perumahan
nelayan andon yang disediakan oleh pihak pengelola PPP Tamperan. Mereka
pulang ke daerah asalnya masing-masing pada musim paceklik, dan kembali lagi
ketika musim puncak tiba. Jumlah nelayan sambilan mengalami fluktuasi. Jumlah
terbesar nelayan sambilan pada tahun 2009 sebesar 137 orang.
4.4.2 Sarana dan prasarana PPP Tamperan
Fasilitas kepelabuhanan di PPP Tamperan sudah cukup baik dan lengkap.
Fasilitas PPP Tamperan dapat dilihat pada Tabel 12. Pembagian fasilitas PPP
Tamperan terdiri dari:
1)
Fasilitas pokok, adalah sarana yang diperlukan untuk kepentingan seperti,
keselamatan pelayaran dan tempat tambat labuh serta bongkar muat yang
meliputi:
(1)
Breakwater
(2)
Sarana tambat labuh, yaitu dermaga, tiang tambat, pelampung tambat,
dan kolam pelabuhan
(3)
2)
Sarana transportasi, yaitu jembatan, jalan, dan tempat parkir
Fasilitas fungsional adalah sarana yang langsung dimanfaatkan untuk
kepentingan manajemen pelabuhan perikanan dan dapat dimanfaatkan oleh
perorangan atau badan hukum yang meliputi:
(1)
Sarana pemasokan bahan bakar untuk kapal
(2)
Sarana
pemasaran,
meliputi:
tempat
pelelangan
penanganan, dan penyimpanan hasil tangkapan
(3)
Kantor pelabuhan dan kantor keamanan
ikan
(TPI),
38
3)
Fasilitas penunjang adalah sarana yang secara tidak langsung dapat
meningkatkan kesejahteraan nelayan dan memberikan kemudahan bagi
masyarakat umum yang meliputi:
(1)
Sarana kesejahteraan nelayan yaitu tempat penginapan, kios
perbekalan, dan tempat ibadah
(2)
Sarana
pengolahan
pelabuhan
yaitu
rumah
tamu,
dan
pos
pemeriksaan.
Tabel 12 Fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang di PPP
Tamperan
No
1.
Jenis Fasilitas
Fasilitas Pokok
1. Lahan PPP
2. Breakwater
3. Dermaga Caisson
4. Kolam labuh
2.
Fasilitas Fungsional
1. Gedung TPI
2. Kantor Pelabuhan
3. Ground Resevoir
4. Power House
5. Menara Air
6. SPBN
7. Toilet
3.
Fasilitas Penunjang
1. Tempat Penginapan
2. Kantin
3. Musholla
4. Pos Jaga
5. Pasar ikan
6. Tempat parkir
7. Plengsengan bukit
Sumber: Hasil wawancara
Volume Kapasitas
Kondisi
2,05 Ha
460,9 m
234
m
4,5 Ha
Baik
Baik
Baik
Terjadi sedimentasi
m2
m2
m2
m2
m2
m2
m2
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
220
m2
45
m2
100
m2
12,6 m2
288
m2
1 unit
270
m2
Baik
Baik
Baik
Baik
Belum berfungsi
Baik
Baik
720
220
35
20
18
45
30
39
5
5.1
HASIL PENELITIAN
Kegiatan Operasi Penangkapan dan Penanganan Ikan
5.1.1 Unit penangkapan ikan
1)
Kapal tonda
Kapal motor yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap pancing
tonda berbahan kayu dengan dimensi panjang (LoA) 16-17 m, lebar (B) 3-3,5 dan
tinggi (D) 1-1,5 m.
Rata-rata nelayan kapal tonda di Tamperan, Kabupaten
Pacitan menggunakan 2 buah mesin inboard yang terdiri dari mesin utama
bermerek Yanmar dan mesin bantu bermerek Jangdong berkekuatan 30 PK. Kapal
ini berukuran 6 GT.
Mesin inboard menggunakan bahan bakar solar dan
menghabiskan + 450 liter dalam 1 kali trip.
Penggunaan 2 buah mesin
dimaksudkan untuk menambah kekuatan kapal dalam mendukung operasi
penangkapan ikan. Kapal tonda di PPP Tamperan, Kabupaten Pacitan dapat
dilihat pada Gambar 6.
a) Tampak samping
b) Tampak atas
Gambar 6 Konstruksi kapal tonda di Kabupaten Pacitan.
40
Kapal tonda di Tamperan, Kabupaten Pacitan menggunakan alat bantu
berupa GPS (Global Positioning System), kompas, dan alat keselamatan di laut
berupa life jacket.
Alat bantu GPS digunakan untuk menentukan daerah
penangkapan ikan (fishing ground). Daerah penangkapan ikan (fishing ground)
ditandai dengan rumpon laut dalam yang ditanam di perairan.
Perbaikan kapal dilakukan setiap kali ada kerusakan kecil atau kerusakan
besar. Bagian haluan kapal digunakan untuk menyimpan perbekalan dan tempat
istirahat, karena bagian haluan ini terlindung dari hujan dan panas. Bagian buritan
kapal digunakan untuk tempat penyimpanan alat tangkap. Pengoperasian pancing
tonda dilakukan di bagian sisi kanan dan kiri kapal. Tempat penyimpanan hasil
tangkapan diletakkan pada palka kapal. Kapasitas palka kapal dapat memuat hasil
tangkapan sebesar 4-6 ton. Sebelumnya, palka kapal ini diisi terlebih dahulu
dengan es curah.
2)
Alat tangkap tonda
Pancing tonda memiliki 2 bagian utama yaitu tali pancing dan mata pancing
tanpa pemberat. Jumlah pancing tonda yang dioperasikan dalam 1 kapal sebanyak
6-8 buah pancing. Desain pancing tonda dapat dilihat pada Gambar 6. Bagianbagian pancing tonda terdiri dari:
1)
Penggulung (reel), terbuat dari bahan kayu atau plastik berbentuk persegi
dan bulat. Penggulung berfungsi untuk menggulung tali pancing saat selesai
pengoperasian.
2)
Tali utama (main line), terbuat dari bahan nylon monofilament nomor 2000
dengan panjang 22,5 meter.
3)
Kili-kili (swivel), terbuat dari bahan stainless steel. Kili-kili berfungsi agar
tali pancing tidak terbelit pada saat pengoperasian.
4)
Tali cabang (branch line), terbuat dari bahan nylon monofilament.
5)
Umpan, berupa umpan buatan yang terbuat dari serat-serat kain sutra
berwarna mencolok dan ada juga yang berbentuk menyerupai cumi-cumi.
Umpan dibuat sedemikian rupa untuk menarik ikan mendekat.
6)
Mata pancing (hook), terbuat dari alumunium dan besi dengan nomor 3, 4,
7, dan 9. Mata pancing yang digunakan berbentuk triple hook.
41
penggulung
tali utama
kili-kili
tali cabang
umpan
mata pancing
(a) Desain alat tangkap pancing tonda
(b) Mata pancing dan umpan buatan
(c) Penggulung dan tali utama
Gambar 7 Alat tangkap pancing tonda dan bagian-bagiannya di Kabupaten
Pacitan.
3)
Nelayan
Nelayan kapal tonda di Tamperan, Kabupaten Pacitan berjumlah sekitar 5-6
orang, terdiri dari 1 orang sebagai juru mudi dan 4-5 orang sebagai anak buah
kapal (ABK). Nelayan kapal tonda memiliki tugas yang berbeda di setiap operasi
penangkapan ikan.
Tugas yang dilakukan tergantung dari keahlian dan
pengalaman setiap nelayan. Juru mudi kapal bertugas mengemudikan kapal dan
menentukan daerah operasi penangkapan ikan, sedangkan ABK bertugas sebagai
pelaksana teknis, seperti: mempersiapkan dan menurunkan alat tangkap untuk
42
setting, menaikkan alat tangkap ketika hauling, penanganan hasil tangkapan di
kapal, dan merapikan alat tangkap.
Sebagian besar nelayan kapal tonda memiliki tingkat pendidikan yang
rendah dan berstatus sebagai nelayan penuh. Sistem bagi hasil telah ditentukan
dari awal dengan persetujuan pemilik kapal dan nelayan. Hasil penerimaan dalam
sistem bagi hasil dibagi dua yaitu 50% untuk pemilik kapal dan 50% untuk
nelayan. Bagian 50% yang didapat oleh nelayan dibagi lagi sesuai dengan jumlah
ABK yang turut melaut, sedangkan nakhoda kapal mendapatkan 2 bagian dan
ABK mendapat 1 bagian.
Gambar 8 Nelayan pancing tonda di Kabupaten Pacitan.
4)
Rumpon
Rumpon adalah alat bantu penangkapan ikan yang terdiri dari 4 bagian
utama yaitu pelampung tanda, tali, atraktor dan pemberat. Rumpon digunakan
sebagai alat bantu operasi penangkapan ikan pada kapal tonda di Kabupaten
Pacitan. Tujuan pemasangan rumpon ini adalah untuk mengumpulkan ikan tuna
agar lebih mudah ditangkap dengan menggunakan pancing tonda.
Posisi
penangkapan tonda berada di sekitar posisi rumpon yang dipasang.
Desain
rumpon dapat dilihat pada Gambar 9.
43
Tabel 13 Posisi pemasangan rumpon nelayan dan komposisi hasil tangkapan
Rumpon
Rumpon 1 (R1)
Rumpon 2 (R2)
Rumpon 3 (R3)
Rumpon 4 (R4)
Rumpon 5 (R5)
Rumpon 6 (R6)
Rumpon 7 (R7)
Rumpon 8 (R8)
Rumpon 9 (R9)
Rumpon 10 (R10)
Sumber: Pengolahan data
Lintang
10°01’48” LS
11°01’38” LS
11°03’48” LS
11°10’53” LS
10°09’40” LS
11°22’20” LS
11°15’30” LS
10°18’35” LS
12°25’30” LS
12°30’20” LS
Posisi
Komposisi hasil tangkapan
Bujur
110°01’30” BT
110°15’20” BT
110°25’38” BT
110°08’15” BT
110°20’10” BT
110°30’45” BT
110°20’40” BT
110°30’25” BT
110°08’20” BT
110°20’30” BT
Yellowfin tuna
Yellowfin tuna
Yellowfin tuna
Yellowfin tuna
Yellowfin tuna
Yellowfin tuna
Yellowfin tuna
Yellowfin tuna
Yellowfin tuna, bigeye tuna
Yellowfin tuna, bigeye tuna
Tabel 14 Posisi pemasangan rumpon bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Pacitan
Rumpon
Rumpon 1 (R1)
Rumpon 2 (R2)
Rumpon 3 (R3)
Rumpon 4 (R4)
Rumpon 5 (R5)
Rumpon 6 (R6)
Sumber: Hasil wawancara
Lintang
8°16’15” LS
8°16’25” LS
8°16’71” LS
8°17’14” LS
8°43’04” LS
8°41’27” LS
Posisi
Bujur
111°11’45” BT
111°13’20” BT
111°24’24” BT
111°25’46” BT
111°46’69” BT
110°54’44” BT
Pelampung
Kayu
Atraktor (pelepah kelapa)
Panjang:
7.500 m
Sambungan
Pemberat
Tali rumpon
Ban mobil
Pemberat
Gambar 9 Desain rumpon nelayan di Kabupaten Pacitan.
Rumpon ini dipasang pada kedalaman 5.000 m. Nelayan tonda di Pacitan
menggunakan pelampung rumpon dari ponton besi berbentuk tabung dan ada juga
44
yang memakai pelampung dari gabus besar yang dipagari kayu.
Pelampung
rumpon dari gabus besar mempunyai panjang 3,5 m, lebar 1,5 m, dan tinggi 1 m.
Pelampung tersebut dipagari dengan kayu bertinggi 1 m. Tali rumpon terbuat dari
tali tambang yang berukuran panjang 7.500 m, atraktornya terbuat dari pelepah
daun kelapa yang berjumlah 100 buah, pemberatnya terbuat dari semen cor
berbentuk balok yang berjumlah 50 buah, tiap pemberatnya berbobot 70 kg.
Pemberat yang terpasang pada atraktor berjumlah 1 buah tiap atraktor dengan
bobot 25 kg. Satu buah rumpon yang dipasang digunakan untuk 3 kapal.
Gambar 10 Pemberat dari cor semen.
5.1.2 Metode pengoperasian pancing tonda
Pengoperasian
pancing
tonda
meliputi
persiapan,
keberangkatan,
pemancingan dan kembali ke fishing base. Persiapan awal yang dilakukan adalah
pemeriksaan secara menyeluruh semua perlengkapan yang akan digunakan untuk
operasi penangkapan ikan. Persiapan yang dilakukan meliputi semua unit
penangkapan ikan, yaitu kapal penangkapan, alat tangkap, dan nelayan. Hal
tersebut perlu dilakukan agar kesiapan unit penangkapan dalam keadaan baik,
mengingat waktu pengoperasian kapal tonda ini memakan waktu 1 minggu.
Semua peralatan ditata dengan rapi agar tidak mengganggu kegiatan operasional
penangkapan. Perbekalan dan peralatan yang dibutuhkan dalam setiap operasi
penangkapan adalah solar, minyak tanah, oli, es curah, garam, ransum, air tawar,
alat tangkap, umpan buatan, pelepah daun kelapa, scoop net dan ganco.
45
(a)Perbekalan es curah, air tawar dan solar
(b) Atraktor rumpon (daun kelapa)
Gambar 11 Perbekalan yang dibutuhkan dalam setiap operasi penangkapan.
Posisi pengoperasian pancing tonda berada di sekitar rumpon. Kedalaman
perairan daerah penangkapan ikan adalah 2.000-5.000 m.
Lama trip operasi
penangkapan pancing tonda sekitar 7-12 hari. Operasi penangkapan dengan
pancing tonda dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari.
Pancing tonda ini
dioperasikan mulai pukul 5.00-18.00 WIB. Metode pengoperasian pancing tonda
dilakukan dengan metode trolling, yaitu alat tangkap dioperasikan dengan cara
ditarik oleh kapal. Tali pancing dipegang oleh nelayan atau terkadang tersambung
pada buritan dan sisi kanan atau kiri kapal. Umpan terbuat dari kain sutra atau
plastik yang berwarna mencolok untuk menarik perhatian ikan agar mendekati
umpan. Nelayan pancing tonda akan kembali ke fishing base apabila hasil
tangkapan yang didapatkan sudah dirasakan cukup banyak.
Namun nelayan
pancing tonda akan tetap kembali ke fishing base walaupun hasil tangkapan
sedikit, apabila terjadi badai besar, kerusakan kapal, dan kehabisan perbekalan.
5.1.3 Penanganan hasil tangkapan di atas kapal
Ikan tuna yang telah terlepas dari mata kail dibersihkan dari kotoran yang
menempel. Ikan tuna yang memiliki berat lebih dari 10 kg dihilangkan insang dan
isi perutnya. Setelah itu pemberian es curah di dalam perut dan rongga insang
yang telah dibuang. Sedangkan ikan tuna dengan bobot kurang dari 10 kg tidak
dihilangkan insang dan isi perutnya, hanya penanganan berupa pemberian es pada
ikan. Ikan-ikan tersebut diletakkan pada palka yang telah berisi es curah. Ikan
disusun dengan rapi tanpa ada pembatas antara ikan satu dengan yang lainnya.
46
(a)Ikan tuna yang disusun pada es curah
(b) Hasil tangkapan ikan tuna
Gambar 12 Penanganan ikan tuna di atas kapal.
5.2
Aspek Pemasaran
Proses pemasaran hasil tangkapan ikan tuna dimulai sejak ikan didaratkan di
tempat pelelangan ikan (TPI) PPP Tamperan, Kabupaten Pacitan. Proses
pemasaran ini diawali dengan pendaftaran kapal tonda yang akan melakukan
pembongkaran, kegiatan ini dimulai pukul 07.00 WIB. Pada tempat pelelangan
ikan (TPI) PPP Tamperan tidak ada proses pelelangan yang terjadi. Hal ini karena
hasil tangkapan yang didaratkan langsung didistribusikan ke pedagang besar.
Pedagang besar ini merupakan juragan pemilik kapal yang membiayai kebutuhan
operasi penangkapan ikan.
Kegiatan yang dilakukan di TPI PPP Tamperan
berupa pembongkaran dan penimbangan hasil tangkapan tuna.
melibatkan
juru
timbang,
juru
catat,
nelayan/pemilik
Proses ini
kapal,
dan
pengumpul/juragan. Setiap kapal tonda yang mendaratkan hasil tangkapan tuna
sudah memiliki pengumpul/juragan masing-masing. Sehingga ikan tuna yang
didaratkan akan disetor langsung ke pengumpul/juragan mereka masing-masing.
Hasil tangkapan tuna untuk ekspor tidak dipasarkan di Pacitan, karena
belum ada perusahaan untuk ekspor tuna di Pacitan. Salah satu daerah pemasaran
produk ekspor tuna terdapat di Pasuruan. Hasil tangkapan tuna dengan bobot
lebih dari 10 kg langsung dipasarkan ke daerah tersebut, sedangkan tuna dengan
bobot kurang dari 10 kg disalurkan melalui pasar lokal.
Proses distribusi ikan menggunakan sarana transportasi darat yaitu truk,
mobil pick up, dan motor. Ikan dalam bentuk segar dimasukkan ke dalam coolbox
yang diberi es balok yang telah dihancurkan. Ikan yang didistribusikan ke pabrik
47
pengolahan dan ekspor menggunakan truk sebagai alat transportasi. Ikan yang
didistribusikan ke pasar dan konsumen lokal menggunakan motor dan mobil pick
up sebagai alat transportasinya. Ikan yang dipasarkan dalam bentuk ikan segar.
Pola distribusi hasil tangkapan tuna terbagi atas 3 pola. Pola pertama yaitu
dari nelayan ke TPI kemudian ke pedagang besar dilanjutkan ke perusahaan
industri/pabrik. Pola kedua yaitu dari nelayan ke TPI kemudian ke pedagang
besar dilanjutkan ke pedagang kecil, pasar lokal dan dilanjutkan ke konsumen
lokal. Pola ketiga adalah dari nelayan ke TPI kemudian ke pedagang besar
dilanjutkan ke perusahaan industri/pabrik, kemudian produk tuna segar akan
diekspor.
Nelayan
TPI PPP Tamperan
Pedagang kecil
Pedagang besar
Pasar lokal
Perusahaan
industri/pabrik
Keterangan:
: Pola 1
: Pola 2
Konsumen
Ekspor
: Pola 3
Gambar 13 Proses distribusi hasil tangkapan ikan tuna di Pacitan.
48
Tabel 15 Harga ikan tuna yang ditetapkan oleh TPI PPP Tamperan Kabupaten
Pacitan
Jenis Tuna
Musim
Bulan
Puncak
Mei-September
Paceklik
Desember-Februari
Puncak
Paceklik
Mei-September
Desember-Februari
Puncak
Mei-September
Paceklik
Desember-Februari
Yellowfin tuna
Bigeye tuna
Tuna BS
Berat (kg)
>1
>10
>20
>1
>10
>20
>1
>1
>1
>10
>1
>10
Harga Tuna (Rp)
6.000
7.000
14.000
11.000
17.000
25.000
10.000
15.000
3.000
7.000
5.000
10.000
Pihak pedagang besar menentukan harga yellowfin tuna dengan bobot lebih
dari 1 kg sebesar Rp 7.500,-/kg. Yellowfin tuna dengan bobot di atas dari 10 kg
ditetapkan harga sebesar Rp 9.000,-/kg. Yellowfin tuna dengan bobot di atas dari
15 kg ditetapkan harga sebesar Rp 13.000,-/kg. Yellowfin tuna dengan bobot di
atas 20 kg ditetapkan harga sebesar Rp 21.000,-/kg. Bigeye tuna dengan bobot di
atas 1 kg ditetapkan harga sebesar Rp 7.500,-/kg, bigeye tuna dengan bobot di atas
15 kg ditetapkan harga sebesar Rp 10.000,-/kg, Bigeye tuna dengan bobot lebih
dari 20 kg ditetapkan harga sebesar Rp 19.000,-/kg.
Sedangkan, ikan tuna
kategori BS dengan bobot di atas 20 kg ditetapkan harga sebesar Rp 11.000,-/kg.
Ikan tuna jenis bigeye tuna kategori BS dengan bobot di atas 1 kg ditetapkan
harga sebesar Rp 4.000,-/kg.
Pihak pedagang kecil menentukan harga tuna dengan bobot lebih dari 1 kg
sebesar Rp 10.500,-/kg. Ikan tuna dengan bobot lebih dari 5 kg ditetapkan harga
sebesar Rp 12.500,-/kg. Pedagang kecil tidak menjual ikan tuna dengan kategori
BS.
5.3
Komposisi dan Kualitas Hasil Tangkapan
5.3.1 Komposisi jenis hasil tangkapan tonda
Komposisi jenis hasil tangkapan unit pancing tonda di Pacitan adalah
yellowfin tuna (Thunnus albacares) dan bigeye tuna (Thunnus obesus). Jenis ikan
tuna yang dominan tertangkap adalah yellowfin tuna (Thunnus albacares).
Jumlah total hasil tangkapan yang didaratkan dari 10 sampel kapal tonda adalah
49
8.850 kg. Jumlah total sampel hasil tangkapan ikan tuna yang diambil dari 10
kapal tonda adalah 2.112,7 kg.
Gambar 14 Komposisi berat total tuna yang didaratkan per kapal dan sampel berat
total tuna per kapal.
Sampel ikan tuna yang diambil menunjukkan bahwa 98% merupakan jenis
yellowfin tuna (Thunnus albacares) dan 2% merupakan jenis bigeye tuna
(Thunnus obesus). Yellowfin tuna dan bigeye tuna mempunyai daerah penyebaran
di perairan tropis (Fromentin & Fonteneau, 2000). Wilayah perairan Selatan Jawa
memiliki potensi sumberdaya tuna yang potensial, khususnya bigeye tuna dan
yellowfin tuna (Pusat Riset Perikanan Tangkap, 2001 vide Nurani et al., 2008).
(a) Yellowfin tuna (Thunnus albacares)
(b) Bigeye tuna (Thunnus obesus)
Gambar 15 Komposisi jenis hasil tangkapan tonda.
5.3.2 Komposisi ukuran tuna yang tertangkap
Ikan tuna yang diambil sebagai sampel berjumlah 150 ekor, memiliki
ukuran panjang tubuh (panjang total) antara 45–224 cm dan ukuran berat antara 1-
50
75 kg. Panjang ikan tuna yang tertangkap dominan berada pada selang ukuran
panjang antara 45-64 cm dengan jumlah 91 ekor dan berat tuna yang tertangkap
dominan pada selang antara 1-25 kg dengan jumlah 108 ekor.
Berdasarkan
analisis length at maturity didapatkan hasil bahwa ikan tuna sebanyak 48 ekor
(32%) sudah layak tangkap dan tidak layak tangkap sebanyak 102 ekor (68%).
Secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 16a. Sedangkan berdasarkan analisis
berat didapatkan hasil bahwa ikan tuna sebanyak 42 ekor (28%) memenuhi salah
satu kriteria untuk produk ekspor segar dan sebanyak 108 ekor (72%) tidak
memenuhi salah satu kriteria untuk produk ekspor segar. Secara lebih rinci dapat
dilihat pada Gambar 16b.
Tidak layak tangkap
Lm
Layak tangkap
Keterangan: Lm=length at maturity tuna
(a) Komposisi panjang tuna sampel
Tidak layak ekspor
Layak ekspor
(b) Komposisi berat tuna sampel
Gambar 16 Komposisi ukuran tuna yang tertangkap.
51
Tabel 16 Karakteristik hidup ikan tunaa
Jenis
Yellowfin
tuna
Bigeye tuna
Atlantic
ittle tuna
Albacore
Bluefin tuna
Southern
bluefin tuna
Daerah
Penyebaran
Length at
Maturity (cm)
Weight at
Maturity (kg)
Age at
Maturity
(tahun)
Panjang
Maksimum
(cm)
Berat
Maksimum
(kg)
Tropis
105
25
2,8
170
176
Subtropis
115
31
3,5
180
225
42
-
1,5
85
12
90
15
4,5
120
80
Tropis
Subtropis dan
sedang
Sedang
115
27,5
4,5
295
685
Sedang
130
43
8
200
320
a = Informasi ini diperoleh dari data hasil tangkapan dan data tagging.
Sumber: Fromentin & Fonteneau, 2000
5.3.3 Penanganan mutu hasil tangkapan ikan tuna
Mutu menunjukkan kualitas dari hasil tangkapan yang didaratkan.
Penanganan terhadap mutu ikan hasil tangkapan sangat penting dilakukan oleh
nelayan. Hasil tangkapan yang banyak didaratkan di PPP Tamperan berupa ikan
tuna yang mudah mengalami kemunduran mutu.
Tabel 17 Nilai organoleptik ikan tuna yang didaratkan oleh kapal tonda di PPP
Tamperan
No.
1.
Nilai Organoleptik Ikan
4
Jumlah Ikan
18
Persentase (%)
12,00
2.
5
23
15,33
3.
6
68
45,33
4.
7
12
8,00
5.
8
29
19,33
Produk tuna ekspor segar untuk fresh sashimi adalah ikan tuna yang
memiliki nilai organoleptik minimal 7 (BSN, 2006a). Ikan tuna yang memiliki
nilai organoleptik minimal 7 berjumlah 41 ekor atau sekitar 27,33%, sedangkan
ikan tuna yang memiliki nilai organoleptik kurang dari 7 berjumlah 109 ekor atau
sekitar 72,67%. Ikan tuna yang memiliki nilai organoleptik 4 berjumlah 18 ekor
(12%), nilai organoleptik 5 berjumlah 23 ekor (15,33%), nilai organoleptik 6
berjumlah 68 ekor (45,33%), nilai organoleptik 7 berjumlah 12 ekor (8%) dan
nilai organoleptik 8 berjumlah 29 ekor (19,33%).
Pengukuran nilai organoleptik di atas didapatkan langsung dengan cara
memeriksa kondisi ikan. Spesifikasi organoleptik yang dinilai meliputi mata,
52
insang, lendir, daging, bau, dan tekstur. Ikan tuna dengan bobot lebih dari 10 kg,
insangnya telah dihilangkan oleh nelayan ketika di atas kapal. Sedangkan ikan
tuna dengan bobot kurang dari 10 kg, insangnya masih utuh.
(a) Kondisi mata ikan tuna
(b) Kondisi insang ikan tuna
(c) Kondisi tekstur ikan tuna
(d) Kondisi daging dan perut ikan tuna
Gambar 17 Spesifikasi organoleptik ikan tuna.
53
6 PEMBAHASAN
6.1
Kegiatan Operasi Penangkapan dan Penanganan Ikan
Kegiatan operasi penangkapan dan penanganan ikan meliputi gambaran unit
penangkapan ikan, metode pengoperasian dan metode penanganan ikan. Unit
penangkapan ikan terdiri dari kapal, nelayan, dan alat tangkap. Alat tangkap
pancing tonda di Pacitan dioperasikan dengan unit penangkapan kapal motor.
Kapal tonda berbahan dasar kayu dan menggunakan 2 mesin inboard yaitu mesin
utama (Yanmar) dan mesin bantu (Jangdong). Penggunaan 2 mesin inboard ini
bertujuan untuk menambah kekuatan dan kecepatan kapal ketika proses operasi
penangkapan ikan. Kecepatan kapal tonda di Pacitan pada saat menonda sekitar 6
knot atau 6 mil/jam. Kecepatan perahu pada saat menonda mempengaruhi
keberhasilan penangkapan sesuai dengan tujuan ikan sasaran.
Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap pancing tonda di Pacitan
berjumlah 5–6 orang. Sebagian besar nelayan tersebut berasal dari daerah Sinjai,
Sulawesi Selatan. Mereka mendapat penghasilan dari jumlah hasil tangkapan.
Hasil penerimaan dalam sistem bagi hasil dibagi dua yaitu 50% untuk pemilik
kapal dan 50% untuk nelayan. Bagian 50% yang didapat oleh nelayan dibagi lagi
sesuai dengan jumlah ABK yang turut melaut, nakhoda kapal mendapat 2 bagian
dan ABK mendapat 1 bagian.
Sistem pembagian hasil ini dirasakan hanya
menguntungkan bagi juragan (pemilik kapal) dan ABK sebagai pihak yang
dirugikan. Sistem tersebut seharusnya perlu diubah agar kesejahteraan ABK lebih
baik seperti juragannya.
Alat tangkap pancing tonda di Pacitan menggunakan rumpon sebagai alat
bantu operasi penangkapan. Tujuan pemasangan rumpon adalah mengumpulkan
ikan tuna agar lebih mudah ditangkap dengan menggunakan pancing tonda.
Jumlah rumpon yang dipasang di Samudera Hindia belum diketahui secara pasti.
Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan merasa kesulitan
mendapatkan informasi mengenai jumlah rumpon yang dipasang. Sebagian besar
rumpon tersebut milik juragan kapal. Setiap kapal memiliki rumpon tersendiri
dan letaknya berbeda satu sama lainnya. Juragan kapal tersebut merahasiakan
jumlah dan letak koordinat pasti rumponnya agar tidak diketahui oleh
54
juragan/nelayan lainnya. Sehingga, rumpon yang dipasang oleh nelayan termasuk
illegal, karena pemasangannya tidak disertai ijin dari Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP)
No. 2 tahun 2011, rumpon yang dipasang dalam radius sampai 4 mil harus disertai
ijin dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, rumpon dengan radius
4-12 mil harus disertai ijin dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa
Timur, sedangkan rumpon dengan radius lebih dari 12 mil harus disertai ijin dari
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Pacitan sendiri memberikan bantuan rumpon kepada nelayan sejumlah 6 buah.
Menurut Jaquemet et al. (2010), rumpon sering digunakan pada kegiatan
perikanan tuna di kawasan tropis.
Yellowfin tuna merupakan target utama
penangkapan dengan menggunakan rumpon. Yellowfin tuna ukuran kecil lebih
efisien daripada cakalang dalam menemukan makanan di sekitar rumpon.
Tingkah laku tuna untuk berkumpul mencari makan di rumpon akan mengganggu
dan menimbulkan dampak terhadap kelangsungan hidup dan ukurannya. Rumpon
menunjukkan sebuah ecological trap untuk yellowfin tuna ukuran kecil sampai
mencapai kematangan gonad.
Jumlah biomas akan meningkat dengan adanya rumpon, maka jumlah
biomass akan meningkat, sebab ikan akan cenderung berkumpul di sekitar lokasi
rumpon. Namun peningkatan biomas ini bersifat sementara dan tidak menambah
jumlah biomas secara keseluruhan, hanya merubah distribusi biomas, dimana
biomas mengalami penambahan di sekitar lokasi rumpon. Berkumpulnya ikan di
lokasi rumpon (terjadi peningkatan biomas), maka memudahkan kegiatan
penangkapan ikan.
Keberadaan rumpon akan menghasilkan produksi hasil
tangkapan yang lebih banyak. Saat effort telah mencapai titik keseimbangan,
maka biomas juga mengalami keseimbangan, sehingga penambahan jumlah effort
justru akan menyebabkan penurunan produksi dan menyebabkan rente ekonomi
yang diterima nelayan justru akan menurun (Nahib, 2008).
Dampak
keberadaan
rumpon
secara
langsung
akan
menyebabkan
pengurangan effort. Pengurangan effort akan berdampak langsung terhadap
pengurangan hasil produksi. Sedangkan pengurangan jumlah effort dalam jangka
panjang, akan menyebabkan ketersediaan biomas meningkat.
Jumlah biomas
55
yang lebih banyak ini, akan menjamin kelestarian produksi sumberdaya ikan
menjadi lebih lama.
Ketersediaan biomas memberikan peluang penangkapan
(produksi) yang juga lebih lama sebelum tercapainya daya dukung lingkungan.
Kondisi ini menunjukkan bahwa keberadaan rumpon (adanya penurunan jumlah
effort) akan mampu menjamin ketersediaan biomas lebih lama, sehingga
penangkapan ikan juga dapat dilakukan lebih lama.
Kegiatan produksi yang
berkesinambungan dalam jangka waktu yang lebih lama, akan memberikan rente
ekonomi bagi nelayan lebih lama (sebelum akhirnya rente sumberdaya mencapai
nol). Dengan demikian dampak keberadaan rumpon akan menjamin ketersediaan
biomas dan produksi (Nahib, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Monintja dan Zulkarnain (1995) rumpon
dapat meningkatkan distribusi dan mempertinggi biomas yang dapat dieksploitasi,
tetapi bukan biomas totalnya.
Rumpon merupakan suatu trophic level yang
komplit, dimana dapat ditemukan mulai dari produsen (phytoplankton) sampai
predator (ikan-ikan tuna besar) sebagai konsumen. Oleh karena itu berbagai jenis
ikan tertarik untuk berkumpul di sekitar rumpon, mulai dari ikan-ikan pelagis
kecil sampai ikan-ikan pelagis besar, yang didominasi ikan tuna dan cakalang.
Kondisi demikian yang mengakibatkan penambahan biomas, tetapi tidak
mengakibatkan waktu pencapaian daya dukung lingkungan menjadi cepat.
Tersedianya trophic level yang komplit, mengakibatkan waktu pencapaian daya
dukung lingkungan menjadi lebih lama.
Pengoperasian pancing tonda dengan panjang tali utama sebesar 22,5 meter
dilakukan di lapisan permukaan perairan.
Pancing tonda tidak mampu
menjangkau lapisan perairan yang lebih dalam. Hasil tangkapan yang didapatkan
lebih banyak ikan tuna yang berukuran kecil, dan dominan tertangkap adalah jenis
yellowfin tuna (Thunnus albacares). Menurut Collette (1994) ikan jenis yellowfin
biasanya membentuk schooling (gerombolan) di bawah permukaan air pada
kedalaman kurang dari 100 meter, sedangkan jenis bigeye tuna menyebar hingga
kedalaman 200 meter. Oleh karena itu, dilihat dari aspek biologinya, pancing
tonda merupakan alat tangkap yang kurang berwawasan lingkungan.
Berbeda dengan alat tangkap longline yang tujuannya adalah menangkap
jenis-jenis tuna yang berada di perairan samudera atau perairan laut yang dalam,
56
yaitu pada kedalaman 50 m sampai 300m. Kapal tuna longline mempunyai ukuran
dimensi utama yang lebih besar dibandingkan kapal tonda.
Ukuran kapal
berkaitan dengan volume ruangan yang akan mempengaruhi terhadap keleluasaan
tata ruang kapal, keleluasaan kerja ABK, keleluasaan dalam melakukan operasi
penangkapan ikan, daya muat alat dan kelengkapan-kelengkapan pelayaran
maupun penangkapan, kapasitas muat perbekalan maupun hasil tangkapan.
Kapasitas palkanya jauh lebih besar dan dilengkapi dengan peralatan untuk
penanganan ikan tuna di atas kapal, seperti hose (slang), spike (batang besi tajam)
dan ruang pembekuan (freezing room) (Nurani & Wisudo, 2007).
Setelah kegiatan penangkapan dilakukan, maka ada tahap berikutnya yang
lebih penting, yaitu penanganan hasil tangkapan. Ada 2 faktor yang menentukan
nilai jual ikan yang maksimal, yaitu penanganan ikan setelah penangkapan dan
tingkat kesegarannya.
Proses atau prosedur penanganan ikan di atas kapal
merupakan penanganan awal pascapenangkapan berkorelasi positif dengan
kualitas ikan dan hasil perikanan yang diperoleh. Semakin baik teknik
penanganannya maka semakin bagus kualitas ikan dan semakin tinggi nilai jual
ikan tersebut.
Penanganan hasil tangkapan tuna di atas kapal kurang begitu diperhatikan
secara baik. Ada beberapa hal yang tidak dilakukan oleh nelayan tonda di atas
kapal, seperti pemotongan ekor dan pemotongan sirip dada untuk mengeluarkan
darah dari jantung. Menurut Nurani dan Wisudo (2007) darah dari jantung akan
keluar melalui nadi darah secara berurutan dengan memotong kedua sirip dada.
Area kerja nelayan di kapal tonda kurang begitu mendukung untuk melakukan
penanganan hasil tangkapan, karena kondisi kapal yang sempit dengan jumlah
nelayan 5-6 orang.
Kualitas hasil tangkapan merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhatikan. Hal ini terkait dengan tujuan utama tangkapan adalah pasar ekspor.
Beberapa pasar ekspor, khususnya Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa
mensyaratkan kualitas yang tinggi untuk produk yang masuk ke negaranya
(Nurani & Wisudo, 2007). Penanganan hasil tangkapan ikan tuna segar untuk
sashimi harus sesuai dengan SNI 01-2693.3-2006.
57
6.2
Aspek Pemasaran
Proses pemasaran hasil tangkapan tuna berperan penting dalam kegiatan
usaha perikanan pancing tonda, karena proses ini bertujuan untuk menyalurkan
dan memasarkan hasil tangkapan tuna dari produsen ke konsumen.
Proses
pemasaran dan penanganan ikan tuna harus dilakukan secara tepat dan baik agar
kualitas dan mutu ikan tuna tetap terjaga.
Hasil tangkapan tuna untuk ekspor tidak dipasarkan di Pacitan, karena
belum ada perusahaan pengekspor tuna di Pacitan. Salah satu daerah pemasaran
produk ekspor tuna terdapat di Pasuruan. Hasil tangkapan tuna dengan bobot
lebih dari 10 kg langsung dipasarkan ke Pasuruan, sedangkan tuna dengan bobot
kurang dari 10 kg disalurkan melalui pasar lokal. Syarat ikan tuna untuk ekspor
harus mempunyai berat lebih dari 25 kg/ekor (BSN, 1992). Namun, ikan tuna
pada selang bobot 10-25 kg masih dapat untuk diekspor dalam bentuk fresh
ataupun beku. Kualitas fresh tuna (kualitas A) untuk bahan sashimi, kualitas B+
untuk tujuan pasar Amerika dan Uni Eropa, kualitas B dan C masuk ke industri
pengolahan tuna beku untuk dibuat loin, saku, chunk dan sejenisnya (Nurani,
2010).
Harga ikan tuna jenis yellowfin tuna pada bobot lebih dari 20 kg mempunyai
nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga pada bobot yang kurang dari 20
kg. Harga tuna pada musim puncak dan paceklik mengalami perbedaan. Harga
tuna cenderung naik pada musim paceklik. Kenaikan harga ini disebabkan stok
ikan meningkat pada musim puncak, sedangkan daya beli konsumen cenderung
menurun, sebaliknya pada musim paceklik stok ikan menurun, sedangkan daya
beli konsumen cenderung meningkat.
Proses distribusi ikan menggunakan sarana transportasi darat yaitu truk,
mobil pick up, dan motor. Ikan dalam bentuk segar dimasukkan ke dalam coolbox
yang diberi es balok yang telah dihancurkan. Ikan yang didistribusikan ke pabrik
pengolahan dan ekspor menggunakan truk sebagai alat transportasi. Ikan yang
didistribusikan ke pasar dan konsumen lokal menggunakan motor dan mobil pick
up sebagai alat transportasinya. Ikan yang dipasarkan dalam bentuk ikan segar.
58
6.3
Komposisi dan Kualitas Hasil Tangkapan
Komposisi jenis tuna yang tertangkap adalah yellowfin tuna dan bigeye
tuna.
Komposisi jenis tuna yang dominan tertangkap oleh nelayan adalah
yellowfin tuna. Menurut Pusat Riset Perikanan Tangkap (PRPT) (2001) vide
Nurani et al (2008), wilayah perairan Selatan Jawa memiliki potensi sumberdaya
tuna yang potensial, khususnya bigeye tuna dan yellowfin tuna. Yellowfin tuna
banyak tertangkap oleh pancing tonda karena schooling (gerombolan) tuna jenis
ini terdapat di bawah permukaan air pada kedalaman kurang dari 100 meter.
Komposisi ukuran yang dominan tertangkap oleh pancing tonda pada selang
ukuran panjang 45-64 cm dengan jumlah 91 ekor dan pada selang ukuran berat 125 kg dengan jumlah 108 ekor.
Berdasarkan analisis length at maturity
didapatkan hasil bahwa ikan tuna sebanyak 48 ekor (32%) sudah layak tangkap
dan tidak layak tangkap sebanyak 102 ekor (68%). Ikan tuna dalam kategori tidak
layak tangkap tersebut tidak menguntungkan secara biologi. Ikan tuna tersebut
belum mencapai ukuran panjang untuk matang gonad. Ukuran untuk mencapai
matang gonad adalah pada panjang 105 cm (Fromentin & Fonteneau, 2000).
Sedangkan berdasarkan analisis berat didapatkan hasil bahwa ikan tuna sebanyak
42 ekor (28%) memenuhi salah satu kriteria untuk produk ekspor segar dan
sebanyak 108 ekor (72%) tidak memenuhi salah satu kriteria untuk produk ekspor
segar.
Ikan tuna yang tidak masuk kategori layak ekspor tersebut tidak
menguntungkan secara ekonomi, karena salah satu syarat ekspor adalah tuna yang
berbobot lebih dari 25 kg.
Apabila nelayan dibiarkan terus menangkap ikan tuna yang belum layak
tangkap, maka keberlangsungan hidup, kelestarian, dan produksi ikan tuna di
Samudera Hindia akan menurun dan terancam punah. Hal tersebut diperkuat oleh
data produksi tuna di Kabupaten Pacitan dari tahun 2006-2009 terus mengalami
peningkatan. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2006-2007, yaitu sebesar
1453,58%.
Data terbaru tahun 2010 memperlihatkan bahwa produksi tuna
mengalami penurunan yaitu sebesar 5,84%. Jumlah produksi tuna di Pacitan
tahun 2009 adalah sebesar 1.688.588 kg dan tahun 2010 sebesar 1.589.989 kg.
Produk tuna ekspor segar untuk fresh sashimi adalah ikan tuna yang
memiliki nilai organoleptik minimal 7 (BSN, 2006a). Jumlah ikan tuna yang
59
memiliki nilai organoleptik minimal 7 berjumlah 41 ekor, sedangkan ikan tuna
yang memiliki nilai organoleptik kurang dari 7 berjumlah 109 ekor. Ikan tuna
dengan nilai organoleptik 6 mempunyai jumlah yang dominan, yaitu sebesar 68
ekor. Ikan tuna dengan nilai organoleptik kurang dari 7 tidak masuk kategori
layak ekspor. Pengusaha perikanan tuna di Pacitan tentunya telah mengalami
kerugian yang cukup besar. Ikan tuna yang seharusnya mempunyai nilai jual yang
lebih tinggi apabila sebagai produk ekspor hanya menjadi produk untuk lokal
dengan nilai jual yang rendah.
Ikan tuna yang didaratkan tersebut telah mengalami kemunduran mutu.
Menurut hasil pengamatan dan wawancara, kemunduran kualitas ikan dikarenakan
penanganan ikan tuna di atas kapal dan di darat kurang diperhatikan secara baik
serta pengaturan pada penempatan ikan hasil tangkapan yang kurang begitu
diperhatikan baik di atas kapal maupun di pelabuhan. Khusus untuk di pelabuhan,
ada beberapa hal yang kurang diperhatikan, yaitu: penanganan ikan tuna yang
telah didaratkan tidak diberi es, ikan tuna dibiarkan terlalu lama di udara terbuka,
ikan tuna diletakkan di atas lantai, proses pemindahan ikan tuna setelah ditimbang
dengan cara diseret di atas lantai dan proses pemindahan ikan tuna dari TPI ke
gudang penyimpanan yang terkena sinar matahari secara langsung akan berperan
mempercepat mundurnya mutu ikan.
Di tempat pelelangan, ikan tidak boleh diletakkan begitu saja diatas lantai,
dilangkahi atau diinjak. Konstruksi bangunan pelelangan ikan harus memenuhi
persyaratan kebersihan, seperti meja harus dilapisi dengan lapisan penutup yang
keras, kedap air, tahan lama, dan mudah dibersihkan. Lantai harus mempunyai
kemiringan yang cukup memungkinkan air pada permukaan segera mengalir ke
selokan dan selokan harus cukup kemiringannya sehingga air tidak tergenang
(Ilyas, 1983).
60
7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1)
Unit penangkapan ikan pancing tonda di Pacitan terdiri dari kapal, alat
tangkap, nelayan, dan rumpon.
Rumpon digunakan sebagai alat bantu
operasi penangkapan ikan tuna pada kapal tonda di Kabupaten Pacitan.
Penanganan hasil tangkapan di atas kapal merupakan tahap penting untuk
menjaga kualitas tuna sampai di darat. Penanganan hasil tangkapan tuna di
atas kapal tonda tidak mendukung dalam mempertahankan mutu hasil
tangkapan tuna.
2)
Hasil tangkapan tuna untuk ekspor tidak dipasarkan di Pacitan, karena
belum ada perusahaan untuk ekspor tuna di Pacitan. Salah satu daerah
pemasaran produk ekspor tuna terdapat di Pasuruan. Hasil tangkapan tuna
dengan bobot lebih dari 10 kg langsung dipasarkan ke daerah tersebut,
sedangkan tuna dengan bobot kurang dari 10 kg disalurkan melalui pasar
lokal.
3)
Komposisi hasil tangkapan ikan tuna yang didaratkan di daerah Pacitan,
khususnya di PPP Tamperan adalah didominasi oleh jenis yellowfin tuna
(Thunnus albacares). Hasil tangkapan ikan tuna yang memenuhi kategori
layak tangkap sekitar 32% dan tidak layak tangkap sekitar 68%.
Pengukuran organoleptik ikan tuna yang memenuhi syarat ekspor yaitu
berjumlah 41 ekor (27,33%).
7.2
Saran
Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengatur
pengelolaan perikanan pancing tonda di Pacitan, yaitu:
1)
Membatasi jumlah rumpon yang dipasang oleh nelayan pancing tonda di
Pacitan;
2)
Menyediakan
fasilitas-fasilitas
untuk
mendukung
penanganan
dan
pemasaran hasil tangkapan ikan tuna ke konsumen dan industri;
3)
Memberi penyuluhan terhadap nelayan tentang penanganan tuna yang baik
dan komposisi tuna yang layak ditangkap.
61
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pacitan. 2010. Hasil Sensus Penduduk
2010. Pacitan: BPS.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Ikan Tuna Segar untuk Sashimi:
Spesifikasi SNI 01-2693.2-1992. Jakarta: BSN.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006a. Tuna Segar untuk Sashimi: Spesifikasi
SNI 01-2693.1-2006. Jakarta: BSN.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006b. Penanganan dan Pengolahan Tuna
Segar untuk Sashimi: Spesifikasi SNI 01-2693.3-2006. Jakarta: BSN.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006c. Ikan Segar-Bagian 1: Spesifikasi SNI
01-2729.1-2006. Jakarta: BSN.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Tuna Loin Segar: Spesifikasi SNI
7530.3: 2009. Jakarta: BSN.
Baskoro MS. 2006. Alat Penangkap Ikan Berwawasan Lingkungan. Di dalam:
Sondita MFA dan Solihin I, editor. Kumpulan Pemikiran tentang
Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab; Bogor, 2006.
Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bengen DG. 2005. Merajut Keterpaduan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Laut Kawasan Timur Indonesia bagi Pembangunan Kelautan
Berkelanjutan. Disajikan pada Seminar Makassar Maritime Meeting,
Makassar.
Collette B. 1994. FAO Species Catalogue Vol.2 Scombrids Of The World. Rome:
Food and Agriculture Organization of The United Nations.
Dahuri R. 2003. Perkembangan Terakhir Kebijakan dan Program Pembangunan
Kelautan dan Perikanan Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan,
Republik Indonesia, Jakarta.
Dahuri R. 2008. Restrukturisasi Manajemen Perikanan Tuna. Jakarta: Samudra
Komunikasi Utama.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan. 2009. Profil dan
Statistik Kelautan dan Perikanan 2009. Pacitan: DKP.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP. 2005. Pemacuan Stok Ikan dalam
Upaya Peningkatan Produksi Perikanan Tangkap, Makalah Seminar,
Makassar.
62
Encylopedia of Life. 2009. Atlantic Bluefin (Thunnus thynnus). [terhubung tidak
berkala]. www.eol.org/pages/223943 [30 Juni 2010].
Fromentin dan Fonteneau. 2000. Fishing Effects and Life History Traits: a Case
Study Comparing Tropical Versus Temperate Tunas. Fisheries Research
Journal. No. 53: 133-150.
Gunarso W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metoda,
dan Taktik Penangkapan [Bahan Kuliah]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Gunarso W. 1998. Tingkah Laku Ikan dan Perikanan Pancing [Bahan Kuliah].
Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Handriana J. 2007. Pengoperasian Pancing Tonda pada Rumpon di Selatan
Perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid 1, Teknik Pendinginan
Ikan. Jakarta: CV Paripurna.
Jaquemet S, Potier M, Menard F. 2010. do Drifting and Anchored Fish
Aggregating Devices (FADs) Similarly Influence Tuna Feeding Habits? a
Case Study from the Western Indian Ocean. Fisheries Research Journal.
No. 107: 283-290.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2008. Statistik Kelautan dan
Perikanan Tahun 2008. Jakarta: KKP.
Mallawa A. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Berkelanjutan dan Berbasis
Masyarakat. www.regional.coremap.or.id. [23 Juni 2011].
Monintja, DR dan Zulkarnain. 1995. Analisis Dampak Pengoperasian Rumpon
Tipe Philippine di Perairan ZEE terhadap Perikanan Cakalang di Perairan
Teritorial Selatan Jawa dan Utara Sulawesi [Laporan Penelitian]. Bogor:
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Murdiyanto B. 2003. Pelabuhan Perikanan [Bahan Kuliah]. Bogor: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Nahib I. 2008. Analisis Bioekonomi Dampak Keberadaan Rumpon terhadap
Kelestarian Sumberdaya Perikanan Tuna Kecil (Studi Kasus di Perairan
Teluk Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi) [Tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nakamura H. 1969. Tuna Distribution and Migration. London: Fishing News
Book Ltd. 76p.
63
Nugroho P. 1992. Studi Tentang Penangkapan Madidihang (Thunnus albacares)
di Sekitar Rumpon di Perairan Waigeo, Sorong [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Nurani TW dan Wisudo SH. 2007. Bisnis Perikanan Tuna Longline. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Nurani TW, Haluan J, Saad S dan Lubis E. 2008. Rekayasa Sistem
Pengembangan Perikanan Tuna di Perairan Selatan Jawa. Jurnal Forum
Pascasarjana. No.31:79-92.
Nurani TW. 2010. Model Pengelolaan Perikanan Suatu Kajian Pendekatan
Sistem. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Nuramin M. 2005. Prospek Pengembangan Perikanan Tuna di Sendang Biru,
Kabupaten Malang, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Nurhayati I. 1995. Analisis Hubungan antara Suhu Permukaan Laut dengan
Daerah dan Musim Penangkapan Tuna di Perairan Selatan Jawa Sumbawa
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2011 tentang Perijinan
Pemasangan Rumpon.
Peta Rupa Bumi Indonesia Digital. 2000. Jakarta: Badan Koordinasi Survey dan
Pemetaan Nasional.
[PRPT] Pusat Riset Perikanan Tangkap. 2001. Pengkajian Stok Ikan di Perairan
Indonesia. Jakarta: P30LIPI.
Ross A. 2008. Peluang Ekspor Tuna Segar dari PPI Puger (Tinjauan Aspek
Kualitas dan Aksesbilitas Pasar) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bandung: PD Grafika
Unit II.
Sainsbury J.C. 1971. Commercial Fishing Method Second Edition. London:
Fishing News Book Ltd.
Sainsbury J.C. 1986. Commercial Fishing Method Third Edition. London: Fishing
News Book Ltd.
Sedana I. 2004. Musim Penangkapan Ikan di Indonesia. Jakarta: Penebar
Swadaya. 116 hal.
64
Sitorus E. 2004. Keterpaduan Pasar Tuna Segar Benoa/Bali, Indonesia, dan Pasar
Sentral Tuna Tokyo, Jepang [Tesis]. Bali: Agribisnis, Universitas
Udayana.
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut
Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 50. Jakarta: Departemen
Pertanian, Balai Penelitian Perikanan Laut.
Subani W. 1999. Economically Important Marine Fishes from Indonesia.
[terhubung tidak berkala]. www.auxis.tripod.com/fish-1.htm [12 Mei
2011].
Sudirman. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Supadiningsih CN, Rosana N. 2004. Penentuan Fishing Ground Tuna dan
Cakalang dengan Teknologi Penginderaan Jauh [Pertemuan Ilmiah
Tahunan I]. Surabaya: Teknik Geodesi, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun
2004 tentang Perikanan.
65
LAMPIRAN
66
Lampiran 1 Distribusi kisaran ukuran panjang tubuh ikan tuna (Thunnus sp) yang
tertangkap
No
Selang kelas
Jumlah
Persentase (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
45–64
65–84
85–104
105–124
125–144
145–164
165–184
185–204
205–224
91
10
1
2
12
31
0
2
1
150
60,67
6,67
0,67
1,33
8,00
20,67
0,00
1,33
0,67
100,00
67
Lampiran 2 Distribusi kisaran berat tubuh ikan tuna (Thunnus sp) yang tertangkap
No
Selang kelas
Jumlah
Persentase (%)
1
2
3
1–25
26–50
51–75
108
38
4
150
72,00
25,33
2,67
100,00
68
Lampiran 3 Data Sheet untuk Data Utama
1) Kapal Tonda 1
Jenis
ikan
Kapal
Tonda 1
Keranjang 1
Keranjang 2
Keranjang 3
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
Panjang
(cm)
Berat
(kg)
Harga/kg
147
152
148
140
135
52
45
54
52
52
220
45
52
67,5
52
36
48
36
32
24
2,6
1,5
2,8
2,6
2,6
66
1,5
2,6
3,9
2,6
Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,-
Total
HT
(kg)
Fishing Ground
340
10°01’48” LS 110°01’30” BT
Kualitas Hasil Tangkapan
Mata
Insang
Lendir
Daging
Bau
Tekstur
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
7
9
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
9
8
8
8
8
5
5
5
5
5
8
5
5
5
5
9
9
9
9
9
5
5
7
7
5
9
7
7
7
7
9
9
8
8
8
5
5
5
5
5
8
5
5
5
5
Ratarata
8
8
8
8
8
6
6
6
6
6
8
6
6
6
6
69
Lampiran 3 Lanjutan
2) Kapal Tonda 2
Jenis
ikan
Kapal Tonda 2
Keranjang 1
Keranjang 2
Keranjang 3
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
Panjang
(cm)
Berat
(kg)
Harga/kg
102
135
147
135
147
135
140
67,5
62,6
52
53
53
53
52
52
14
24
36
25
36
25
32
4,5
4
2,6
2,7
2,7
2,7
2,6
2,6
Rp 6.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,-
Total
HT
(kg)
Fishing Ground
1.497
11°01’38” LS 110°15’20” BT
Kualitas Hasil Tangkapan
Mata
Insang
Lendir
Daging
Bau
Tekstur
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
8
8
8
8
8
8
8
5
5
5
5
5
5
5
5
9
9
9
9
9
9
9
7
7
7
7
7
7
7
7
8
8
8
8
8
8
8
5
5
5
5
5
5
5
5
Ratarata
8
8
8
8
8
8
8
6
6
6
6
6
6
6
6
70
Lampiran 3 Lanjutan
3) Kapal Tonda 3
Jenis
ikan
Kapal
Tonda 3
Keranjang 1
Keranjang 2
Keranjang 3
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
Panjang
(cm)
Berat
(kg)
Harga/kg
137
200
67,5
59
52
53
53
51
52
53
52
53
52
52
53
29
61
4,5
3,2
2,7
2,7
2,7
2,5
2,6
2,7
2,6
2,7
2,6
2,6
2,7
Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,-
Total
HT
(kg)
Fishing Ground
449
11°03’48” LS 110°25’38” BT
Kualitas Hasil Tangkapan
Mata
Insang
Lendir
Daging
Bau
Tekstur
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
8
8
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
9
9
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
8
8
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
Ratarata
8
8
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
71
Lampiran 3 Lanjutan
4) Kapal Tonda 4
Kapal
Tonda 4
Keranjang 1
Keranjang 2
Keranjang 3
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
Jenis
ikan
Panjang
(cm)
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
148
147
147
147
150
148
152
147
147
75
54
56
57
56
56
Berat
(kg)
Harga/kg
39
35
35
34
42
39
45
36
34
7
2,8
3
3
3
3
Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,-
Total
HT
(kg)
Fishing Ground
646
11°10’53” LS 110°08’15” BT
Kualitas Hasil Tangkapan
Mata
Insang
Lendir
Daging
Bau
Tekstur
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
4
6
6
6
6
6
3
6
6
6
6
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
5
7
7
7
7
8
8
8
8
8
8
8
8
8
5
5
5
5
5
5
9
9
9
9
9
9
9
9
9
7
3
7
7
7
7
8
8
8
8
8
8
8
8
8
7
3
5
5
5
5
Ratarata
8
8
8
8
8
8
8
8
8
6
4
6
6
6
6
72
Lampiran 3 Lanjutan
5) Kapal Tonda 5
Jenis
ikan
Kapal
Tonda 5
Keranjang 1
Keranjang 2
Keranjang 3
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
Panjang
(cm)
150
200
147
135
152
52
52
52
53
53
54
55
54
55
55
Berat
(kg)
Harga/kg
42
60
35
27
49
2,6
2,6
2,6
2,7
2,7
2,8
2,9
2,8
2,9
2,9
Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,-
Total
HT
(kg)
Fishing Ground
549
10°09’40” LS 110°20’10” BT
Kualitas Hasil Tangkapan
Mata
Insang
Lendir
Daging
Bau
Tekstur
Rata-rata
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
8
8
8
8
8
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
9
9
9
9
9
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
8
8
8
8
8
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
8
8
8
8
8
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
73
Lampiran 3 Lanjutan
6) Kapal Tonda 6
Jenis
ikan
Kapal
Tonda 6
Keranjang 1
Keranjang 2
Keranjang 3
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
Panjang
(cm)
Berat
(kg)
52
52
53
52
52
59
59
51
54
53
52
62,6
51
52
53
2,6
2,6
2,7
2,6
2,6
3,2
3,2
2,5
2,7
2,7
2,6
4
2,5
2,6
2,7
Harga/kg
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,6.000,-
Total
HT
(kg)
Fishing Ground
225
11°22’20” LS 110°30’45” BT
Kualitas Hasil Tangkapan
Mata
Insang
Lendir
Daging
Bau
Tekstur
Rata-rata
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
74
Lampiran 3 Lanjutan
7) Kapal Tonda 7
Jenis
ikan
Kapal
Tonda 7
Keranjang 1
Keranjang 2
Keranjang 3
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
Panjang
(cm)
152
158
130
158
121
152
147
145
155
152
55
57
54
51
51
Berat
(kg)
Harga/kg
38
50
37
51
33
38
35
35
41
39
2,8
3
2,7
2,5
2,5
Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,-
Total
HT
(kg)
Fishing Ground
1.047
11°15’30” LS 110°20’40” BT
Kualitas Hasil Tangkapan
Mata
Insang
Lendir
Daging
Bau
Tekstur
Rata-rata
5
5
5
5
5
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
7
7
7
7
7
5
5
5
5
5
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
5
5
5
5
5
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
5
5
5
5
5
8
8
8
8
8
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
7
7
7
7
7
6
6
6
6
6
75
Lampiran 3 Lanjutan
8) Kapal Tonda 8
Jenis
ikan
Kapal
Tonda 8
Keranjang 1
Keranjang 2
Keranjang 3
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
Panjang
(cm)
136
150
138
149
144
150
48
51
57
50
50
76
50
48
51
Berat
(kg)
Harga/kg
31
36
32
35
34
36
1,6
2,5
3
2,4
2,4
7
2,4
1,6
2,5
Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,-
Total
HT
(kg)
Fishing Ground
767
10°18’35” LS 110°30’25” BT
Kualitas Hasil Tangkapan
Mata
Insang
Lendir
Daging
Bau
Tekstur
7
6
7
6
7
6
6
6
6
6
6
3
3
3
3
6
6
6
6
6
6
5
3
5
7
7
7
7
5
7
7
7
7
5
7
7
5
5
5
8
8
8
8
8
8
7
5
5
5
5
5
5
5
5
7
7
7
7
7
7
7
7
7
5
7
5
5
5
5
8
8
8
8
8
8
7
5
5
5
5
5
5
3
3
Ratarata
7
7
7
7
7
7
7
6
6
5
6
5
5
4
4
76
Lampiran 3 Lanjutan
9) Kapal Tonda 9
Jenis
ikan
Kapal
Tonda 9
Keranjang 1
Keranjang 2
Keranjang 3
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
YF
YF
YF
BE
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
Panjang
(cm)
56
54
55
109
54
52
55
53
153
160
57
56
53
45
51
Berat
(kg)
Harga/kg
3
2,7
2,8
23
2,7
2,6
2,8
2,7
40
43
3
3
2,7
1,5
2,5
Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp10.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp14.000,Rp14.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,-
Total
HT
(kg)
Fishing Ground
1.908
12°25’30” LS 110°08’20” BT
Kualitas Hasil Tangkapan
Mata
Insang
Lendir
Daging
Bau
Tekstur
Rata-rata
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
5
3
3
5
5
5
3
3
5
3
3
5
3
6
3
3
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
3
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
3
3
5
5
5
3
3
5
5
5
5
5
5
3
5
3
3
5
5
5
4
4
5
4
4
5
5
5
4
5
4
4
77
Lampiran 3 Lanjutan
10) Kapal Tonda 10
Jenis
ikan
Kapal
Tonda 10
Keranjang 1
Keranjang 2
Keranjang 3
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
YF
BE
BE
Panjang
(cm)
72
53
57
55
57
70
71
53
80
57
63
62
48
70
145
Berat
(kg)
Harga/kg
6,7
2,7
3
2,8
3
6,5
6,6
2,7
7,5
3
4
4
1,8
6,5
23
Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp 6.000,Rp10.000,-
Keterangan:
YF
= Yellowfin (Thunnus albacares)
BE
= Big eye (Thunnus obesus)
Total
HT
(kg)
Fishing Ground
1.422
12°30’20” LS 110°20’30” BT
Kualitas Hasil Tangkapan
Mata
Insang
Lendir
Daging
Bau
Tekstur
3
3
3
5
3
3
3
3
3
3
3
3
5
3
3
3
3
3
5
5
5
5
3
5
5
5
5
5
3
-
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
3
3
3
5
5
5
5
5
5
3
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
3
3
5
3
5
Ratarata
4
4
4
5
5
5
5
4
5
4
4
4
5
4
5
78
Lampiran 4 Produksi per jenis ikan selama tahun 2004–2009 di Kabupaten
Pacitan
No
Jenis Ikan
1
2
3
4
Tuna
Pelagis besar
Pelagis kecil
Demersal
besar
Demersal
kecil
Crustacea
Cumi-cumi
Pogot
Rumput laut
Lain-lain
5
6
7
8
9
10
JUMLAH
498.478
550.560
547.692
381.573
452.039
388.739
Produksi (kg)
2006
2007
74.231
1.153.236
380.864
893.657
566.085
346.077
468.943
286.584
102.453
176.346
151.014
171.889
83.755
54.671
121.293
1.574.661
2004
1.954.827
Sumber: (DKP, 2009)
2005
2008
1.181.905
1.405.163
220.886
144.123
2009
1.688.588
1.413.580
445.527
411.477
130.086
84.424
8.788
82.214
164.249
103.753
1.631
159
15.240
184.238
121.448
147
1.637
278.738
10.577
1.429
20.951
554.226
1.887.600
3.114.661
3.438.471
4.555.143
79
Lampiran 5 Nilai-nilai Organoleptik Ikan
Spesifikasi
Nilai
1. Mata
Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih
9
Cerah, bola mata rata, kornea jernih
8
Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak keruh
7
Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh
6
Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh
5
Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea keruh
3
Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning
1
2. Insang
Warna merah cemerlang, tanpa lender
9
Warna merah kurang cemerlang, tanpa lender
8
Warna merah agak kusam, tanpa lender
7
Merah agak kusam, sedikit lender
6
Mulai ada diskolorasi, merah kecoklatan, sedikit lendir, tanpa lendir
5
Warna merah coklat, lendir tebal
3
Warna merah coklat ada sedikit putih, lendir tebal
1
3. Lendir Permukaan Badan
Lapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah
9
Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum ada perubahan warna
8
Lendir lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan
7
Lendir lendir mulai keruh, warna putih agak kusam, kurang transparan
6
Lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna putih, keruh
5
Lendir tebal menggumpal, berwarna putih kuning
3
Lendir tebal menggumpal, warna kuning kecoklatan
1
4. Daging (warna dan kenampakan)
Sayatan daging sangat cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang
belakang, dinding perut daging utuh
Sayatan daging cemerlang spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang,
9
8
dinding perut utuh
Sayatan daging sedikit kurang cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang
7
belakang, dinding perut daging utuh
Sayatan daging mulai pudar, banyak pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut agak
5
lunak
Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut
3
lunak
Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding
perut sangat lunak
1
80
Lampiran 5 Lanjutan
Spesifikasi
Nilai
5. Bau
Bau sangat segar, spesifik jenis
9
Segar, spesifik jenis
8
Netral
7
Bau amoniak mulai tercium, sedikit bau asam
5
Bau amoniak kuat, ada bau H2S, bau asam jelas dan busuk
3
Bau busuk jelas
1
6. Tekstur
Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang
9
Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang
8
Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang
7
Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek dari tulang
5
belakang
Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, mudah menyobek daging dari tulang belakang
3
Sangat lunak, bekas jari tidak hilang bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang
1
belakang
Sumber: (BSN, 2006c)
Download