2 tinjauan pustaka

advertisement
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Kelistrikan Kapal
Pada dasarnya, sistem kelistrikan yang ada di darat dan di kapal tidak
berbeda. Daya listrik dihasilkan oleh suatu sistem pembangkit
listrik
didistribusikan melalui sistem kawat menuju ke beban listrik. Apabila sistem
kelistrikan di darat merupakan sistem terpusat, dimana beberapa sistem
pembangkit listrik yang terpisahkan dalam jarak puluhan bahkan ratusan
kilometer terkoneksi menjadi satu, untuk memenuhi kebutuhan daya listrik
konsumen dari satu atau beberapa pulau (Gulbrandsen, 2009).
Adapun sistem kelistrikan di kapal hanya untuk memenuhi kebutuhan di
kapal itu sendiri, dimana jarak antara sistem pembangkit dan konsumen hanya
beberapa puluh meter tergantung pada ukuran kapal. Perbedaan kondisi
lingkungan antara di darat dan di kapal, dimana kondisi lingkungan di kapal
adalah korosif, dinamis dan terisolir. Oleh karena itu, permesinan pada sistem
kelistrikan di kapal harus memiliki ketahanan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan permesinan di darat (Gulbrandsen, 2009).
Perencanaan sistem kelistrikan di kapal harus mampu menjaga
kontinyuitas ketersediaan tenaga listrik yang ada, sehingga dalam perencanaannya
diperlukan pertimbangan-pertimbangan agar generator yang digunakan dapat
melayani kebutuhan listrik secara optimal pada berbagai kondisi operasi di kapal.
Kondisi operasi sebuah kapal ikan menurut Gulbrandsen (2009) terbagi menjadi
kondisi berlayar (navigasi), berlabuh (in harbour) dan pada saat menangkap ikan
(di fishing ground). Dengan adanya pertimbangan kondisi operasi tersebut, maka
akan diperoleh pelayanan kebutuhan tenaga listrik secara optimal dan kontinyu
untuk seluruh kondisi operasional.
5
Sumber : Gulbrandsen, 2009
Gambar 1 Rangkaian sistem kelistrikan pada kapal ikan
2.2 Lampu Navigasi
Lampu navigasi merupakan salah satu syarat layak tidaknya sebuah kapal
untuk berlayar. Lampu navigasi adalah lampu kapal yg harus dipasang pada waktu
kapal berlayar pada malam hari untuk mengetahui arah kapal, jenis kapal dan
ukuran kapal. Menurut Gulbrandsen (2009), penggunaan lampu navigasi dibagi
berdasarkan ukuran kapal.
Ukuran pertama adalah untuk kapal yang mempunyai ukuran di bawah 7
meter dan kecepatan kurang dari 7 knot menggunakan lampu navigasi yang
berwarna putih. Posisi lampu dipasang di atas kapal dan harus terlihat hingga
jarak dua mil. Lampu tersebut harus terlihat dari segala arah (Gambar 2).
Sumber : Gulbrandsen, 2009
Gambar 2 Posisi lampu pada kapal ukuran kurang dari 7 m
6
Ukuran kedua adalah kapal yang mempunyai ukuran 7 meter sampai
dengan 12 meter. Pada kapal ukuran ini digunakan tiga warna lampu yaitu merah,
hijau, dan putih. Lampu merah dan hijau harus terlihat hingga jarak 1,5 mil dan
hanya bisa dilihat dari satu sisi saja. Untuk lampu merah harus bisa dilihat dari
sisi kiri saja dan lampu hijau hanya bisa dilihat dari sisi kanan saja. Lampu putih
harus terlihat hingga jarak dua mil dan dapat terlihat dari segala arah. Gambar 3
menjelaskan posisi dan arah lampu.
Sumber : Gulbrandsen, 2009
Gambar 3 Posisi lampu pada kapal ukuran 7 - 12 m
Ukuran ketiga adalah kapal yang mempunyai ukuran 12 meter sampai
dengan 20 meter. Pada kapal ukuran ini digunakan tiga warna lampu yaitu merah,
hijau, dan putih. Lampu merah dan hijau harus terlihat hingga jarak 1,5 mil dan
hanya bisa dilihat dari satu sisi saja. Untuk lampu merah harus bisa dilihat dari
sisi kiri saja dan lampu hijau hanya bisa dilihat dari sisi kanan saja. Lampu putih
harus terlihat hingga jarak 3 mil dan dapat terlihat dari arah depan. Lampu putih
yang lain harus dapat dilihat hingga jarak 2 mil dan dapat dilihat dari arah
belakang saja. Gambar 4 menjelaskan posisi dan arah lampu.
Sumber : Gulbrandsen, 2009
Gambar 4 Posisi lampu pada kapal ukuran 12 - 20 m
7
2.3 Sel Surya
2.3.1 Energi surya
Matahari adalah sumber energi utama yang memancarkan energi yang luar
biasa besarnya ke permukaan bumi. Pada keadaan cuaca cerah, permukaan bumi
menerima sekitar 1.000 watt energi matahari/m2. Kurang dari 30 % energi
tersebut dipantulkan kembali ke angkasa, 47 % dikonversikan menjadi panas, 23
% digunakan untuk seluruh sirkulasi kerja yang terdapat di atas permukaan bumi,
sebagian kecil 0,25 % ditampung angin, gelombang, dan arus dan masih ada
bagian yang sangat kecil 0,025 % disimpan melalui proses fotosintesis di dalam
tumbuhan yang akhirnya digunakan dalam proses pembentukan batu bara dan
minyak bumi (Manan, 2009).
Energi surya adalah energi yang dipancarkan oleh matahari yang berasal
dari proses penggabungan empat ton massa hidrogen menjadi helium dan
menghasilkan energi dengan laju 1020 kWh/detik (Abdullah, 1998 vide;
Laksanawati, 2006). Energi surya mempunyai ciri khas yaitu sifat keberadaanya
selalu berubah-ubah. Meskipun hari cerah dan sinar matahari tersedia banyak,
besarannya berubah sepanjang hari. Keadaan energi maksimum bertepatan dengan
jarak lintasan terpendek sinar matahari menembus atmosfer, karena besarnya
radiasi akan berkurang bila langit berawan. Selain itu lokasi suatu tempat
(perbedaan garis lintang, ketinggian) dan musim juga mempengaruhi besaran
energi surya (Laksanawati, 2006).
Pemanfaatan energi surya pada setiap zaman semakin meningkat seiring
dengan pengetahuan yang kita dapatkan. Salah satu pemanfaatan energi surya
adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang memanfaatkan energi foton
cahaya matahari menjadi energi listrik. Indonesia sendiri, sebuah negara yang
dilewati oleh garis khatulistiwa dan menerima panas matahari yang lebih banyak
daripada
negara
lain,
mempunyai
potensi
yang
sangat
besar
untuk
mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya sebagai alternatif batubara dan
diesel sebagai pengganti bahan bakar fosil, yang bersih, tidak berpolusi, aman dan
persediaannya tidak terbatas (Rotib, 2001 vide Putro, 2008).
Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di
Indonesia, energi surya di Indonesia untuk Kawasan Barat Indonesia (KBI)
8
mencapai 4,5 kWh/ m2/ hari dengan variasi bulanan sekitar 10 %, sementara itu
untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2/hari dengan variasi
bulanan sekitar 9 % (LKIK, 2009).
2.3.2 Prinsip dasar sel surya
Sel surya adalah suatu elemen aktif yang mengubah cahaya matahari
menjadi energi listrik. Sel surya pada umumnya memiliki ketebalan minimum 0,3
mm, yang terbuat dari irisan bahan semikonduktor dengan kutub positif dan kutub
negatif. Prinsip dasar pembuatan sel surya adalah memanfaatkan efek
Photovoltaik, yaitu suatu efek yang dapat mengubah langsung cahaya matahari
menjadi energi listrik. Prinsip ini pertama kali diketemukan oleh Bacquere,
seorang ahli fisika berkebangsaan Prancis tahun 1839 (Darmoyo, 2007).
Bagian utama peubah energi sinar matahari menjadi listrik adalah
absorber (penyerap), meskipun demikian, masing-masing lapisan juga sangat
berpengaruh terhadap efisiensi dari sel surya. Sinar matahari terdiri dari
bermacam-macam jenis gelombang elektromagnetik yang secara spectrum radiasi
panas matahari mempunyai panjang gelombang 10-7 s/d 10-5, frekuensi 1.014 s/d
1.015 Hz dan energi foton 10-1 s/d 101 eV. Oleh karena itu absorber disini
diharapkan dapat menyerap sebanyak mungkin solar radiation yang berasal dari
cahaya matahari (Beisser, 1968 vide Faisal, 2008).
2.3.3 Konversi energi surya menjadi energi listrik
Photovoltaik (PV) adalah sel surya yang dapat mengubah energi cahaya
menjadi energi listrik. Sistem energi PV meliputi : Photovoltaik, kontroler,
baterai. Industri pembuatan sel-sel Photovoltaik untuk keperluan komersil paling
banyak menggunakan silikon. Salah satu alasannya adalah bahwa silikon dapat
dimanufaktur dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Semakin tinggi kemurnian
silikon yang dipakai untuk pembuatan sel PV, maka semakin baik pula
efisiensinya dalam mengubah energi matahari menjadi listrik (Laksanawati,
2006).
9
Prinsip kerja PV adalah ketika ada sebuah foton atau lebih masuk ke
dalam sel surya yang terdiri dari lapisan semikonduktor seperti pada gambar,
maka akan menghasilkan pembawa muatan bebas berupa elektron dan hole. Foton
yang masuk berasal dari radiasi matahari. Jika pembawa muatan dapat mencapai
daerah ruang muatan sebelum terjadi rekombinasi, maka akibat oleh medan listrik
yang ada akan dipisahkan dan dapat bergerak menuju kontaktor. Jika terdapat
kawat penghubung antar kontaktor maka dapat dihasilkan arus (Penick dan Louk,
1998 vide Suhono, 2009).
Bahan yang digunakan dalam membuat PV sangat banyak variasinya.
Silikon memiliki indeks bias bahan yang tinggi maka akibatnya pada permukaan
terjadi rugi refleksi yang besar (sampai 30%). Oleh karena itu, untuk
meminimalkan rugi tersebut maka pada permukaan dilapisi dengan lapisan
antirefleksi/lapisan AR (Sihana, 2007). Diagram perubahan energi surya menjadi
listrik pada sebuah potongan sel surya disajikan pada Gambar 5.
Sumber : Steven, 1987 vide Laksanawati, 2006
Gambar 5 Diagram dari sebuah potongan sel surya
2.3.4 Bahan pembentuk sel surya
Menurut Darmoyo (2007) sel surya terbentuk dari beberapa bahan, yaitu :
1) Sel surya silikon monokristal
Sel surya ini dibentuk dari bahan dasar monokristal. Bahan outputnya
adalah SiO2 dalam bentuk kwarsa atau kristal kwarsa. Bentuk kwarsa ini melalui
reduksi dengan arang baru dibentuk bahan mentah silikon, yang terdiri dari 98 %
silikon dan 2 % kotoran.
10
2) Sel surya silikon polykristal
Pembuatan sel surya silikon sebagai sumber arus konstan, tidaklah
sesederhana pembuatan silikon untuk bahan semikonduktor. Secara kuantitatif sel
surya polykristal menduduki tempat kedua. Efisiensinya terletak antara 10-13%
lebih rendah dari sel monokristal.
3) Sel surya a-silikon (a-Si)
Sel surya a-silikon susunan atomnya tidak beraturan, bahwa sel surya ini
pada dasarnya lebih produktif, dimana absorbsi a-silikon terhadap cahaya hampir
40 kali lebih baik dari silikon kristal.
4) Sel surya banyak lapisan
Sel surya ini mempunyai lapisan lebih tipis dari yang lain, sehingga
cahaya yang mengenai sel kedua pas setengah dari cahaya di atasnya.
5) Sel surya galiumarsenid
Bahan ini mempunyai sifat:
(1) Daya listriknya meningkat bila dilakukan pemusatan sinar.
(2) Pengurangan daya pada suatu kenaikan temperatur lebih kecil dari
bahan silikon.
(3) Dapat beroperasi pada temperatur yang tinggi.
Kelemahan utamanya adalah penyediaan bahan mentah gallium dan arsen
sangat mahal.
2.3.5 Pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap arus dan tegangan
Intensitas cahaya matahari mempengaruhi karakteristik arus-tegangan
pada sel surya. Pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap arus yang dihasilkan
lebih besar dibandingkan dengan tegangan terminalnya (Abdullah, 1998 vide
Laksanawati, 2006). Kurva karakteristik arus-tegangan pada modul sel surya pada
variasi tingkat radiasi disajikan pada Gambar 6.
11
Sumber : Rosenblum,1991 vide Laksanawati, 2006
Gambar 6 Karakteristik arus tegangan pada variasi tingkat radiasi
2.3.6 Pengaruh suhu terhadap arus dan tegangan
Isc akan mengalami perubahan dengan meningkatnya suhu, kenaikan
kurang lebih 0,04 % per oC. Sedangkan Voc akan mengalami perubahan yang
besar, pengurangan tegangan kurang lebih 0,3 % per oC. Gambar hubungan suhu
terhadap arus dan tegangan dapat dilihat pada Gambar 7 (Rosenblum, 1991 vide
Laksanawati, 2006).
Sumber : Rosenblum, 1991 vide Laksanawati, 2006
Gambar 7 Grafik arus dan tegangan pada suhu yang berbeda
12
2.3.7 Pengaruh luas permukaan sel surya terhadap daya
Luas sel surya mempengaruhi daya yang dihasilkan oleh sel surya tersebut
dalam hal ini hubungannya adalah linier. Misalnya sel surya dengan luas
penampang 100 cm dayanya akan dua kali lebih besar dibandingkan dengan sel
surya yang luasnya 50 cm (Sigalingging, 1994 vide Darmoyo, 2007).
2.3.8 Pengaruh posisi cahaya matahari terhadap daya
Cahaya matahari yang mengenai permukaan p-n sel surya akan maksimal
bila cahaya yang jatuh pada permukaan sel surya dan tegak lurus, karena matahari
terus mengorbit pada lintasan tertentu maka hal ini sulit dilakukan. Hal ini sangat
penting untuk pemasangan sel surya agar dapat menangkap sinar matahari secara
maksimum. Untuk wilayah Indonesia pemasangan panel surya dengan kemiringan
sampai 120.
Panel surya
5-120
Sumber : Sigalingging K, 1994 vide Darmoyo, 2007
Gambar 8 Pemasangan panel sel surya
2.4 Baterai
2.4.1 Pengertian baterai
Baterai ini berasal dari bahasa asing yaitu: accu (mulator) = baterij(Belanda); accumulator = storange battery (Inggris); akumulator = bleibatterie
(Jerman). Pada umumnya semua bahasa-bahasa itu mempunyai satu arti yang
dituju, yaitu “acumulate” atau accumuleren. Ini semua berarti “menimbun”mengumpulkan-menyimpan. Menurut Daryanto (1987), baterai adalah baterai
yang merupakan suatu sumber aliran yang paling populer yang dapat digunakan
dimana-mana untuk keperluan yang bermacam-macam beranekaragam. Menurut
13
Rudolf Michael (1995) baterai dapat diartikan sebagai sel listrik yang berlangsung
proses elekrokimia secara bolak-balik (reversible) dengan nilai efisiensi yang
tinggi (Puspitoningrum, 2006).
Sigalingging (1994) vide Astrawan (2007) menyatakan bahwa ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dari peralatan baterai ini, diantaranya :
1) Kapasitas
Satuan kapasitas suatu baterai adalah Ampere Hour (Ah). Biasanya informasi
ini terdapat pada label suatu baterai, misalnya suatu baterai dengan kapasitas 100
Ah akan penuh terisi dengan arus 1 A selama seratus (100) jam. Waktu pengisian
ini ditandai dengan kode K 100 atau C 100, pada temperatur 25C.
Umumnya arus pengisian yang diijinkan maksimum 1/10 dari kapasitas. Oleh
karena itu waktu pengisian yang baik tidak kurang dari 10 jam dan dalam
kenyataannya dengan waktu tersebut pengisian baru mencapai 80 %. Dan standar
tegangan pengisi baterai (charger) yang digunakan untuk mengisi baterai 12V
adalah 12,5 V (min) – 14 V DC (maks).
2) Kepadatan Energi
Pada pemakaian tertentu (model pesawat, mobil surya, dan sebagainya)
kepadatan energi sangat penting. Nilainya terletak pada 30 Wh/Kg untuk C/10 dan
temperatur 20C.
3) Penerimaan arus pengisian yang kecil
Baterai harus dapat diisi dengan arus pengisian yang agak kecil (pada cuaca
yang buruk sekalipun), sehingga tidak ada energi surya yang terbuang begitu saja.
4) Efisiensi Ah
Baterai menyimpan dengan jumlah amper jam, dengan suatu efesiensi Ah di
bawah 100 % (biasanya 90 %). Efesiensi ini disebut juga dengan istilah efisiensi
Coulombseher.
5) Efesiensi Wh
Efesiensi Wh adalah perbandingan energi yang ada dan yang dapat
dikeluarkan.Wh selalu lebih rendah denganAh dan biasanya ± 80 %. Hal – hal
yang perlu mendapat perhatian dalam memilih baterai adalah :
(1) Tegangan yang dipersyaratkan,
(2) Jadwal waktu pengoperasian,
14
(3) Suhu pengoperasian,
(4) Arus yang dipersyaratkan,
(5) Kapasitas (Ah),
(6) Ukuran, bobot, dan umur.
2.4.2 Jenis baterai
Menurut Puspitoningrum (2006) ada dua jenis baterai yaitu :
1) Baterai Basah
Rakitan dasar dari konstruksi setiap sel baterai adalah sel yang terdiri dari
elektroda positif (elektroda plus) dan elektroda negatif (elektroda minus). Susunan
baterai ini terdiri dari :
(1) Elektroda
Dalam penyimpanan muatan bahan aktif elektroda positif terdiri dari timah
peroksida (PbO2) berwarna coklat gelap, ketika bahan aktif dalam elektroda
negatif adalah timah murni (Pb) berwarna abu-abu metalik. Timah pada bahan
elektrode aktif merupakan timah murni (Pb) dan yang lainnya sebagai timah
gabungan. Timah peroksida dapat juga sebagai timah sulfat (PbSO4), ini mungkin
karena timah hitam memiliki elekton valensi berbeda. Valensi adalah muatan
listrik dalam sebuah atom, sebagai contoh atom timah dalam keadaan timah
peroksida mempunyai elektron valensi +4 (empat muatan positif) dan dalam timah
metalik mempunyai valensi kosong.
(2) Larutan elektrolit
Asam sulfat lemah (H2SO4), berat jenis 1,28 Kg per liter digunakan
sebagai
larutan
elektrolit.
Elektrolit
adalah
penghantar
listrik
yang
karakteristiknya memainkan peranan penting dalam proses pengisian dan
pengaliran arus muatan. Elektrolit terdapat dua penggolongan tingkatan
penghantar yang disebut konduktor kelas pertama, contohnya logam dimana arus
mengalir membawa konduksi elektron. Dan disebut dengan konduktor kelas
kedua, dimana arus mengalir membawa partikel muatan (ion). Kelas kedua ini
adalah gabungan bahan kimia yang tidak larut dalam air ketika diuraikan ke dalam
komponen positif dan negatif.
15
Dalam hal ini (H2SO4) merupakan jenis penghantar kedua. Larutan
elektrolit sendiri juga menunjukkan muatan listrik netral secara seimbang satu
sama lain. Biasanya konsentrasi elektrolit (berat jenis 1,28 Kg per liter) hampir
semua molekul asam sulfat terurai. Penguraian molekul asam sulfat ini sangat
mutlak untuk perkembangan elektrolit juga untuk mengalirkan pengisian ataupun
pengosongan arus. Sel ini mempunyai rating arus tinggi dan banyak digunakan di
kalangan masyarakat. Misalnya pemberi daya pada lampu kendaraan, alat-alat
elektronika dan sebagainya. Sel ini sering disebut dengan aki basah. Tiap sel
baterai memiliki ggl 2 volt.
2) Baterai Kering
Selain baterai basah ada juga suatu baterai baik menurut konstruksinya
maupun susunan bahan-bahan kimianya termasuk dalam golongan kuat dan baik,
baterai ini dinamakan baterai kering. Adapun cairan elektrolitnya terdiri dari
cairan kalilook dengan air murni 20 % atau berat jenis 1,2. baterai kering ini juga
sering disebut baterai NIFE. Ini berasal dari rumus kimia dari pelat-pelat positif
dan negatif. Dalam keadaan kosong belum diisi masa aktif yang terdapat dalam
pelat positif terdiri dari Ni(OH)2 atau nikel hidroksida dan pada pelat negatif berisi
Fe(OH)2 besi hidroksida. Sewaktu diisi, aliran pengisi mengalir dari pelat positif
ke pelat negatif dan oleh karenanya maka Ni(OH) 2 ini ditambah dengan zat asam,
maka akan berubah menjadi Ni(OH) 3 , sedangkan Fe(OH)2 karena dikurangi zat
asamnya berubah menjadi Fe (besi dalam bentuk bunga karang) sehingga
diperoleh rumus kimia sebagai berikut:
2 Ni(OH) 2 + KOH + Fe(OH)2 ⇔ 2 Ni(OH)3 + KOH + Fe
Jika dilihat dari kedua arah panah ini menunjukkan bahwa rumus kimia di
atas dapat bekerja ke arah kanan dan ke kiri. Ke kanan di waktu sedang mengisi
dan yang ke kiri di waktu baterai sedang diberi muatan atau dengan kata lain
dalam keadaan dipakai. Pada pengosongan (dimuati) terjadi kebalikannya nikel
hidroksida karena kekurangan zat asam diredusir menjadi bentuk yang lebih
rendah, sedangkan besi di oxidir lagi. Kalium hidroksida (KOH) yang dipakai
untuk campuran akan mencapai temperatur kira-kira 1,16° Baume (Be).
Selama pengisian dan pengosongan proses yang terjadi hanya karena zat
asam berpindah-pindah tempat dan KOH-nya sama sekali tidak ikut dalam reaksi
16
kimia, dalam hal ini KOH hanya bekerja sebagai katalisator atau pengantar.
Jelaslah hal-hal di atas salah satu perbedaan antara baterai basah dan kering. Pada
baterai basah bahwa cairan asam belerang (H2SO4) memang ikut bekerja pada
persenyawaan-persenyawaan kimia dengan timah hitam.
Pada baterai kering KOH-nya tidak mengambil bagian dalam reaksi,
hanya airnya dimana KOH dilarutkan berubah menjadi zat asam (O2) dan zat air
(H2) selama pengisian berlangsung. Sebetulnya KOH itu sesuatu zat yang sangat
merugikan, karena semua zat dapat dilarutkan kecuali besi ini sebabnya, maka bak
baterai kering terbuat dari besi. Pada baterai kering berat kadarnya tetap besar
meskipun baterai itu dalam keadaan kosong ataupun penuh. Tetapi hanya
sewaktu-sewaktu perlu ditambah dengan air distilasi dan tiap dua tahun sekali
elektrolitnya sama sekali harus diganti karena KOH ini mengambil gas asam
arang dari udara dan membentuk kalium karbonat (K2CO3) yang dapat merusak
pelat.
2.5 Lampu LED (Light Emitting Diode)
2.5.1 Pengertian lampu LED
Lampu LED merupakan lampu terbaru yang merupakan sumber cahaya
yang efisien energinya. Sebuah LED adalah sejenis dioda semikonduktor
istimewa. Seperti sebuah dioda normal, LED terdiri dari sebuah chip bahan
semikonduktor yang diisi penuh, atau di-dop, dengan ketidakmurnian untuk
menciptakan sebuah struktur yang disebut p-n junction. Pembawa muatanelektron dan lubang mengalir ke junction dari elektroda dengan voltase berbeda.
Ketika elektron bertemu dengan lubang, dia jatuh ke tingkat energi yang lebih
rendah, dan melepas energi dalam bentuk photon (Routledge, 2002).
Light-emitting diode (LED) adalah suatu dioda semikonduktor sambungan
PN (PN junction) yang menimbulkan emisi photon bila dibias maju (forward
bias). Efek emisi cahaya disebut injection electroluminescence, dan hal tersebut
terjadi bila pembawa minoritas (minority carrier) melakukan rekombinasi dengan
pembawa dari tipe yang berlawanan di dalam sebuah bandgap diode (Syahrul,
2006).
17
2.5.2 Bagian lampu LED
Produk LED sederhana yang telah dikemas adalah sebagai lampu, atau
indikator. Struktur dasar sebuah LED indikator terdiri dari die, lead frame di mana
die tersebut sebenarnya ditempatkan, dan encapsulation epoxy, yang mengelilingi
dan melindungi die dan cahaya hamburan Die diikat dengan conductive epoxy ke
dalam suatu kubangan (recess) pada satu setengah dari lead frame, yang disebut
anvil (landasan) karena ketajamannya. Kubangan pada anvil dipertajam untuk
memproyeksikan cahaya radiasi kepadanya. Bagian atas die tersebut dihubungkan
kawat ke terminal lead frame lainnya, di pusat (Syahrul, 2006).
Konstruksi mekanik lampu LED menentukan pola hamburan atau pola
cahaya radiasi. Suatu pola radiasi sempit akan kelihatan sangat cerah ketika dilihat
pada sumbu (axis), tetapi jika dilihatnya membentuk sudut maka yang tampak
tidak akan lebar/luas. Die LED yang sama dapat ditempelkan untuk memberikan
sudut pandang yang lebih lebar, tetapi intensitas pada sumbu akan menurun.
Tradeoff ini sudah melekat pada semua LED indikator dan dapat diabaikan. LED
dengan kecerahan tinggi (high-brigthness) dengan sudut pandang 150 sampai 300
merupakan suatu pilihan baik sebagai sebuah panel informasi yang langsung di
depan operator; sebuah indikator arah luas atau dashboard otomotif mungkin
memerlukan sudut seluas 1200 (Syahrul, 2006).
Sumber : Bishop, 2002
Gambar 9 Bagian lampu LED
18
2.5.3 Kelebihan lampu LED
LED mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan lampu bohlam
CFL biasa. Menurut Latief (2011), kelebihan itu terutama dalam hemat energi,
ramah lingkungan, serta tidak silau (ramah mata). Meskipun belum tercatat angka
pastinya, keunggulan-keunggulan ini kemungkinan akan semakin menggeser
pemakaian lampu bohlam CFL biasa.
Dibandingkan lampu bohlam CFL biasa, kelebihan lain LED adalah
rendahnya radiasi yang kerap muncul saat posisi mata dan lampu terlalu dekat. Ini
terjadi, karena LED berbahan semikonduktor. Dengan tingkat silau yang juga
lebih rendah, mata menjadi tidak perih (Latief, 2011).
Sementara menurut Syahrul (2006), LED mempunyai beberapa kelebihan
seperti :
(1) Tahan lama - LED didesain untuk bisa menyala hingga 50.000-100.000 jam,
dibandingkan dengan lampu merkuri normal dan natrium, yang hanya bisa
menyala sekitar 24.000 jam.
(2) Ramah lingkungan - LED tidak mengandung merkuri. LED begitu aman
untuk digunakan dan tidak menjadi masalah pada akhir penggunaannya. LED
dapat dibuang dengan mudah, tetapi merkuri dan sodium tidak bisa.
(3) Daya konsumsi rendah - LED Super Light adalah sebuah perangkat yang
memerlukan daya lebih rendah dibandingkan lampu merkuri dan sodium.
(4) Sejuk dan aman - cahaya output dari LED bisa bebas dari radiasi infra-merah
atau sinar ultra-violet.
Download