ORASI ILMIAH SIDANG TERBUKA SENAT UNIVERSITAS ISLAM

advertisement
ORASI ILMIAH SIDANG TERBUKA
SENAT UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
WISUDA PASCASARJANA, SARJANA DAN DIPLOMA
TAHUN 2017
Gedung Sasana Kriya Taman Mini Indonesia Indah, 16 Maret 2017
INDONESIA :
KINI DAN YANG AKAN DATANG
Oleh : Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA
1. Pendahuluan
Indonesia adalah realita kebangsaan dengan ciri-ciri budaya yang dapat
dikenali sebagai khas Indonesia, dengan bahasa nasional yang juga khas Indonesia.
Keberadaan Indonesia sebagai satu bangsa sudah barang tentu melalui proses
sejarah yang bukan saja tidak mudah, tetapi penuh dengan dinamika konflik. Citacita kebangsaan tidak selamanya berada di jalan lurus, terkadang menyimpang ke
kiri dan ke kanan, dan sejarah telah mengajarkan bahwa dalam pencapaian cita-cita
kebangsaan sering diperlukan di tengah perjalanannya adanya peneguhan kembali
ikatan batin atau komitmen semua warga negara kepada cita-cita nasionalnya.
Dalam usia kemerdekaan yang telah mencapai 72 tahun, bangsa Indonesia
masih tergolong bangsa baru, yang masih harus terus menyempurnakan proses
penjadian dirinya menjadi bangsa (nation in making). Era reformasi telah menyadarkan kepada kita bahwa problem yang dihadapi oleh bangsa dewasa ini sungguh
sangat Besar, Berat dan Rumit, yang oleh karena itu kita harus mampu melihat
hubungan logis antara krisis yang kita derita sekarang dengan dinamika kelahiran,
pertumbuhan dan perkembangan bangsa. Dengan mengetahui jati diri bangsa,
maka diharap kita tidak mengulangi kesalahan masa lalu, dan generasi penerus
akan bisa mengembangkan, memperbaiki dan mewariskannya kepada generasi
berikutnya.
2. Dari Nusantara Hingga Indonesia
Sudah menjadi kodrat sejarah bahwa penghuni kawasan ribuan pulau
(Nusantara) di Asia Tenggara ini disatukan dalam satu kesatuan kebangsaan,
bangsa Indonesia. Ribuan pulau, ratusan bahasa, ratusan suku, beragam-ragam
tradisi, nilai budaya dan keyakinan agama, karena kodrat sejarah membuatnya tetap
bersatu. Sejarah tidak bisa direkayasa. Penjajahan Barat yang berlangsung lebih
dari tiga abad, meski direkayasa dengan politik pecah belah justeru mengantar pada
kesatuan wilayah yang sekarang dinamakan wawasan Nusantara. Penjajahan dan
politik pecah belah justeru telah menumbuhkan kesadaran bahwa perbedaan tidak
menghalangi persatuan, bahwa persatuan akan mengubah perbedaan menjadi
kekuatan. Kesadaran kebangsaan ini merupakan naluri bangsa Indonesia. Oleh
karena itu pergumulan pemikiran dan konflik-konflik yang pernah terjadi haruslah
difahami sebagai dinamika sejarah kebangsaan.
a. Akar Klassik Nasionalis Religius
Kawasan Asia Tengara sudah lama menarik perhatian saudagar dari
anak benua India dan Timur Tengah karena adanya komoditi yang eksotik, yaitu
-1-
rempah-rempah dan wewangian. Dari kawasan Anak Benua, datang saudagar
yang beragama Hindu dan Budha, dan pengaruh politik mereka tercermin pada
berkembangnya budaya bercorak India dan peran utama bahasa Sanskerta.
Jejak ke India-an kawasan ini secara antropologis dapat dilihat dalam nama
Indonesia yang artinya “Kepulauan India”, sejalan dengan daratan tenggara Asia
yang disebut Indocina, yakni “Cina-India”. Jejak agama India ini tersimbolkan
dalam candi Borobudur yang lebih melebar ke segala penjuru, sesuai dengan
jiwa agama Budha yang meluas dan egaliter, dan candi Roro Jongrang
(Prambanan) yang vertikal dan menjulang, sesuai dengan sifat agama Hindu
yang mendalam dan bertingkat. Budhisme merupakan falsafah kerajaan luar
Jawa (Sriwijaya) yang bersemangat bahari, dan Hiduisme merupakan falsafah
kerajaam Majapahit yang bertumpu pada kesuburan tanah pertanian Jawa.
Karena Majapahit berdiri di latar belakang kejayaan Budhisme (Borobudur) dan
Hinduisme (Roro Jongrang) sekaligus maka failasuf Majapahit (Empu Tantular)
mengembangkan konsep rekonsiliasi dalam semangat kemajemukan, beraneka
ragam tetapi hakikatnya satu, Bhineka Tunggal Ika atau Tan Hana Dharma
Mangroa.
b. Kehadiran Budaya Kosmopolit Islam
Pada saat memuncaknya peradaban Islam, maka budaya Islam
merupakan pola budaya umum seluruh belahan bumi Timur, tetapi sekaligus
merupakan budaya global, karena ketika itu benua Amerika sebagai belahan
bumi barat belum ditemukan. Karakteristik peradaban Islam yang mengglobal itu
memudahkan peneguhan agama Islam di Asia Tengara, peranan saudagar anak
benua India berlanjut terus tetapi mereka tidak lagi beragama Hindu dan Budha
melainkan Islam. Pola budaya Perso Arab sebagai buah masuk Islamnya
imperium Persia, kemudian menggeser pola budaya Sanskerta. Perkembangan
selanjutnya, pola budaya Perso-Arab digantikan oleh pola budaya yang bercorak
Arab dengan dominasi bahasa Arab, tergambar pada banyaknya kata-kata Arab
dalam bahasa Melayu dan Indonesia. Kerajaan Hindu-Budha (MajapahitSriwijaya) yang memasuki masa senja digantikan oleh munculnya kerajaankerajaan Islam (Aceh, Demak, Mataram, Ternate dll.).
Akulturasi budaya Islam dengan budaya sebelumnya nampak pada
berkembangnya pesantren (pondok pesantren). Model pesantren pertama di
dunia justeru ada di Yunani kuno, yakni orang yang belajar filsafat tinggal di
asrama, disebut pondhokeyon. Ketika budaya Yunani menurun, sejarah Islam
meneruskan model itu, yaitu musafir yang kebanyakan penuntut ilmu
pengetahuan disediakan fasilitas penginapan, dinamakan funduq (sekarang
funduk, Bahasa Arab artinya hotel). Pada era sufisme, funduq dikenal dengan
nama zawiyah atau haniqah, sementara di Afrika utara, funduk disebut ribath,
dari kata ribath al khoil, karena pelajar ketika itu juga sekaligus prajurit kavaleri.
Ketika para wali membawa agama Islam ke Jawa bertemu dengan
konsep padepokan Hindu-Budha dimana didalamnya tinggal shastri-(guru) dan
cantrik (murid). Nah para wali mengadopsi model itu, memanggil murid-murid
dengan sebutan cantrik yang karena logat berubah menjadi santri, dan
pecantrikan menjadi pesantren. Ketika melembaga, maka nama pesantren
dilengkapi dengan nama funduq sehingga menjadi Pondok Pesantren.lengkap
dengan unsur kiyahi (dari konsep shastri) dan santri (dari konsep cantrik). Pada
masa kerajaan Islam di Jawa, Pondok Pesantren merupakan lembaga
pendidikan bagi calon-calon pemimpin (keluarga raja) dan cendekiawan (ulama).
-2-
c. Datangnya Kolonialisme
Setelah tujuh abad peradaban Islam menjadi peradaban dunia, giliran
bangsa Eropa bangkit. Bersamaan dengan melemahnya peradaban Islam,
bangsa-bangsa Eropa, terutama dari Semenanjung Iberia (Spanyol dan
Portugis) mengembara, mencari jalan sendiri ke India dan Timur Jauh, yang
sebelumnya dikuasai saudagar Islam. Mereka bahkan menemukan benua
Amerika. Satu persatu pusat-pusat kekuasaan Islam ditaklukkan, termasuk
Malaka yang menjadi pusat perdagangan dan peradaban Islam Asia Tenggara.
Sejak itulah era kolonialisme dan imperialisme Eropa menguasai wilayahwilayah negeri-negeri Islam. Spanyol, Portugis, Inggris dan Belanda
mengkapling-kapling wilayah Nusantara, tetapi penjajahan terlama terhadap
Indonesia dilakukan oleh Belanda. Sungguh Ironis bahwa bangsa-bangsa Barat
mampu mengungguli bangsa-bangsa Muslim setelah mereka mengadopsi ilmu
pengetahuan Islam, dan pandangan hidup muslim yang egalitarian, partisipasi
dan keterbukaan atas dasar kebebasan memilih, sementara pada saat yang
sama dunia Islam kembali tersekat oleh kejumudan, feodalisme dan politik
despotik-otokratik-totaliter.
Perlawanan paling sengit terhadap kolonialis Eropa dilakukan oleh Sultan
dan Ulama, terutama di wilayah bandar-bandar perdagangan, oleh karena itu
pahlawan nasional kita pada masa itu kebanyakan para sultan dan ulama.
Penjajahan yang berlangsung lebih dari tiga abad mengobarkan semangat
perang budaya dari kaum santri, yaitu boikot total terhadap semua yang berbau
Belanda. Di satu sisi boikot budaya ini sangat efektip melindungi ummat dari
pengaruh kolonial, tetapi di sisi lain sangat merugikan karena boikot total
menjadikan kaum santri tidak bisa melakukan interaksi sosial dengan perkembangan modern, yang menyebabkan mereka terpinggirkan dalam proses
modernisasi. Dampak negatif dari politik boikot ini masih terasa hingga zaman
kemerdekaan, dimana kaum santri tetap memandang segala sesuatu yang
datang dari Pemerintah sebagai urusan duniawi yang syubhat, makruh atau
bahkan haram. Marginalisasi dan deprivasi ulama dan masyarakat santri dalam
bidang pendidikan masih mewariskan kesulitan bangsa dan negara hingga kini,
satu masalah yang tidak boleh dianggap sepele.
d. Tumbuhnya Kesadaran Nasionalisme Modern
Pada masa pra kolonialisme, wilayah nusantara lebih luas dibanding
Indonesia sekarang, tetapi harus diakui bahwa konsep wilayah Indonesia dari
Sabang hingga Merauke berasal dari administrasi Pemerintah Hindia Belanda,
Meski demikian Lahirnya negara nasional Indonesia tidak berasal dari konsep
Belanda. Dalam upaya melanggengkan penjajahannya di Indonesia, Pemerintah
Hindia Belanda membuat kebijakan yang menghambat perkembangan
kecerdasan pribumi. Dari segi hukum, stratifikasi penduduk tanah jajahan dibagi
menjadi empat; tertingi penduduk Eropa, kemudian Timur Asing (Cina dan
Arab), kemudian aristokrat pribumi (priyayi) dan baru rakyat biasa. Stratifikasi ini
juga diwujudkan dalam sistem pendidikan; khusus untuk orang Eropa (ELS),
kemudian sekolah khusus untuk golongan Timur Asing (HAS dan HCS),
kemudian sekolah untuk golongan priyayi (HIS), baru sekolah untuk rakyat
umum, yaitu Volkse School (Sekolah Ongko Siji) dan Tweede Volkse School
(Sekolah Ongko Loro). Dari sistem pendidikan yang dibuat oleh Belanda itu tidak
memungkinkan orang Indonsia dapat menjadi terpelajar, kecuali priyayi yang
sekolahanya justeru didesain untuk kepentingan penjajahan.
Satu hal yang tak diduga Belanda, dari STOVIA dan NIAS yakni dua
sekolah kedokteran Jawa yang di Jakarta dan Surabaya muncul bibit-bibit
-3-
nasionalisme modern, seperti Dr. Wahidin dan DR. Sutomo. Demikian juga
priyayi yang sekolah di negeri Belanda mengalami pencerahan nasionalisme.
Walhasil, pada paruh pertama abad XX, tumbuhlah kesadaran nasionalisme
modern, baik yang bersifat nasionalis seperti Yong Java, maupun yang
bernuansa Islam, seperti Yong Islamitten Bond, Serikat Dagang Islam, Sumpah
Pemuda dan lain-lain. Kesadaran nasionalis modern itulah yang nantinya
mengantar pada Proklamasi Kemerdekaan 1945.
3. Proklamasi Kemerdekaan
Penjajahan Jepang, meski singkat dan sangat keras, tetapi berhasil
mangakumulasi kesadaran nasional untuk merdeka. Islam merupakan agama
mayoritas penduduk Indonesia, tetapi para pendiri negara Republik Indonesia pada
tahun 1945 tidak merujuk sejarah Islam atau contoh di Dunia Islam dalam
membangun negara bangsa. Tokoh Nasionalis Muslim sekaliber HOS Cokroaminoto
dan Agus Salim rupanya memiliki kemampuan untuk memahami komunitas
Indonesia yang terbuka dan egaliter partisipatif. Pendidikan modern telah membantu
mereka memahami konsep-konsep nasionalisme modern yang berlawanan dengan
konsep-konsep kekuasaan para raja feodal. Tetapi religiusitas para faunding father
negeri kita nampak jelas seperti yang dapat dibaca pada pembukaan UUD 45,
bahwa kemerdekaan RI adalah atas berkat rahmat Allah, dan hubungan vertikal
negara dengan agama dituangkan dalam fasal 29 UUD 45, negara berdasar
Ketuhanan Yang Maha Esa.
a. Pergumulan Nasionalisme Vs. Islamisme
Perdebatan dalam Panitia Penyelidik Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
berlangsung sangat seru dan dinamis tetapi sehat, karena dilakukan oleh tokohtokoh negarawan yang mengedepankan kepentingan bangsa melebihi
kepentingan kelompok dan pribadi. Secara garis besar mereka terdiri dari
kelompok nasionalis muslim dan tokoh Islam nasionalis. Kebesaran jiwa mereka
nampak sekali, tercermin pada persetujuan AA. Maramis yang beragama Kristen
terhadap rancangan Piagam Jakarta, dan kesediaan tokoh-tokoh Islam untuk
mencoret tujuh kata-kata dalam Piagam Jakarta demi tercapainya kemerdekaan
Republik Indonesia.
b. Dekrit 5 Juli 1959
Pergumulan pemikiran nasionalisme dengan Islamisme dalam perumusan
konstitusi Indonesia sesungguhnya justeru mencerminkan jati diri nasionalis
religius dari bangsa Indonesia. Tokoh Islam yang membawa aspirasi Islamisme
seperti Moh. Natsir adalah seratus persen tokoh nasionalis, sementara banyak
pembawa aspirasi nasionalis seperti Bung Hatta adalah tokoh yang juga taat
beribadah. Adu argumen dari para pemimpin bangsa ini sangat sehat, jauh dari
trik-trik konyol. Kekentalan corak nasionalis religius juga tercermin dalam hasil
Pemilu pertama 1955 sehingga tarik ulur nasionalis vs. Islamisme dalam Majlis
Konstituante tak pernah melahirkan pemenang. Ujung dari pergumulan itu
akhirnya diselesaikan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dimana konstitusi
dikembalikan kepada UUD 45 dan dinyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai
seluruh batang tubuh UUD 45.
4. Dari Orde Lama Hingga Orde Reformasi
Sejarah dunia berisi perputaran zaman dimana kejayaan berpindah dari suatu
bangsa ke bangsa lain. Ternyata sejarah satu bangsa pun merupakan perulangan
-4-
dari satu generasi ke generasi yang lain dimana kekeliruan seorang pelaku sejarah
diulang oleh pelaku sejarah berikutnya.
a. Kesalahan yang Selalu Berulang
Pelajaran dari kegagalan Majlis Konstituante, kegagalan G.30 S PKI,
kejatuhan orde Baru dan kegamangan reformasi adalah bahwa sebenarnya
bangsa ini menginginkan konsistensi pada semangat proklamasi 45. Bung Karno
membungkam demokrasi liberal dengan Dekrit 5 Juli 1959 untuk kembali kepada
semangat 45. Sayang, karena terlalu lama duduk dalam kursi kepresidenan,
Bung Karno terlena sehingga menerima jabatan Presiden Seumur Hidup
(feodal), dan mengubah semangat 45 menjadi Demokrasi Terpimpin dan
Nasakom. Puncak dari penyimpangan itu adalah tragedi Gerakan 30 September
PKI tahun 1965 yang sekaligus memaksa Presiden Pertama RI turun dari kursi
kepresidenan. Perilaku yang menyimpang dari fitrah proklamasi 45 era Bung
Karno kemudian disebut sebagai orde lama.
Suharto tampil dalam panggung sejarah menyelamatkan negara dan
bangsa, dengan semangat kembali ke Panca Sila dan UUD 45 secara murni dan
konsekuen. Karena orde Suharto mengkoreksi Orde lama, maka periode
Presiden Suharto disebut Orde Baru. Kehadiran Pak Harto sungguh dielu-elukan
rakyat, tetapi sayang, beliau juga terlena hingga duduk di kursi kepresiden
selama tujuh periode, dan kesalahan orde lama terulang, yaitu semangat Panca
Sila dan UUD 45 dikalahkan oleh kekuasaan (feodal). Demokrasi yang diberi
label Pancasila (Demokrasi Pancasila) mengubah demokrasi menjadi rekayasa
demokrasi. Masa jabatan yang terlalu lama akhirnya diakhiri secara paksa oleh
gerakan reformasi, Presiden Suharto meletakan jabatan ketika usia kabinet
terakhir yang dibentuknya belum berusia seratus hari.
b. Krisis Jati Diri
Era reformasi ditandai dengan semangat perubahan, mengubah
paradigma orde baru dengan paradigma lebih baru yaitu reformasi, bukan
revolusi. Dalam praktek, semangat reformasi overload, sehingga perubahan
yang mestinya dilakukan secara hati-hati dan sistematis berubah menjadi
semangat menggusur semua hal yang berbau Suharto. Reformasi ekonomi dan
politik dilakukan sekaligus, padahal tidak ada contohnya dalam sejarah
reformasi seperti itu yang berhasil. Uni Sovyet bubar karena menjalankan
Glasnot dan Perestoika, reformasi ekonomi dan politik secara bersamaan.
Yugoslavia juga mengalami hal yang sama. Dalam era reformasi 98 hampir tidak
ditemui seorangpun politikus besar yang berkapasitas negarawan, karena pada
masa kepemimpinan Presiden Suharto yang berlangsung selama 30 tahun,
setiap kali muncul tokoh yang berbakat negarawan, pasti tidak diberi
kesempatan muncul ke panggung politik karena dipandang sebagai ancaman
kemapanan. Tanpa panduan seorang negarawan yang berpandangan jauh,
kebebasan selama era reformasi berubah menjadi anarki, anarki sosial, anarki
politik dan anarki konstitusi. Amandemen demi amandemen tidak berhasil memperbaiki tatanan kenegaraan, UU dan Tap MPR yang dikeluarkan oleh legislatif
tidak memadai untuk menjadi panduan nasional, arah bangsa menjadi tidak
jelas, kepemimpinan nasional cepat sekali berganti-ganti , hutang negara
meningkat luar biasa, separatisme dan konflik horizontal terjadi dimana-mana,
dan ketika negara lain sudah berhasil keluar dari krisis, masyarakat Indonesia
seperti larut dalam eforia reformasi lupa kepada tujuan reformasi itu sendiri.
-5-
Perilaku anarkis yang meluas di hampir semua lapisan masyarakat
mengindikasikan bahwa bangsa ini sedang mengidap krisis jati diri.
c. Kembali ke Fitrah Jatidiri Proklamasi 45
Sebagaimana terjadi pada tahun 1959 dimana Bung Karno
mengembalikan bangsa ini dalam panduan Panca Sila UUD 45 melalui Dekrit 5
Juli, dan pada tahun 1967 Pak Harto mengumandangkan semangat kembali
kepada Panca Sila dan UUD 45 secara murni dan konsekwen, semangat ingin
kembali ke fitrah proklamasi 45 kembali muncul di tengah hiruk-pikuk reformasi
sekarang ini. Otokritik yang harus kita lakukan ialah bahwa setiap kali pihak
yang sedang berkuasa digugat melakukan suatu penyimpangan, tak lama
setelah yang menggugat menduduki kursi kekuasaan, ia sudah melakukan hal
yang sama dengan pendahulunya. Semua Presiden kita diturunkan sebagai
pecundang oleh MPR. Lembaga tertinggi negara ini dalam kurun waktu tiga
dasawarsa secara berturut-turut telah mengeluarkan TAP yang secara emosionil
(1)menjatuhkan Presiden Pertama (Bung Karno),(2) menjatuhkan Presiden
Kedua (Suharto),(3) secara emosional menolak LPJ Presiden ke tiga (Habibi),(4)
secara emosional mengangkat Presiden ke empat (Gus Dur) dan hanya
berselang tahun secara emosional(5) memecat Presiden yang baru diangkatnya.
Akibatnya bangsa menjadi gamang menghadapi masa depan. Ketika itu
legislatif yang terlalu berkuasa (feodal) tak kalah mengerikannya dibanding
dengan kefeodalan eksekutif.
Lahirnya Mahkamah Konstitusi yang diberi tugas mengkoreksi produkproduk legislatif dapat dipandang sebagai kesadaran untuk kembali kepada
fitrah proklamasi 45, yakni memikirkan secara jernih masa depan bangsa tanpa
dibebani kepentingan golongan dan individu, seperti yang dilakukan oleh oleh
faunding fathers negara kita pada tahun 1945,
Yang menyedihkan, eforia reformasi tanpa disadari justeru telah
melahirkan sistem yang tumpang tindih dan terhapusnya kunci pengaman
negara melalui amandemen UUD 45, yakni pencabutan MPR sebagai lembaga
tertinggi dan penghapusan persyaratan WNI asli untuk calon Presiden. Dua hal
inilah yang kini mengancam masa depan NKRI, karena (1) ketiadaan lembaga
tertinggi Negara membuat sulit memecahkan masalah pelik nasional secara
cepat,dan (2) penghapusan persyaratan WNI Asli menduduki jabatan Presiden
menimbulkan kekhawatiran masuknya intervensi asing kedalam proses
demokrasi seperti yang muncul dalam fenomena pilkada DKI sekarang.
5. Pelajaran Dari Bangsa lain
Orang bijak berkata; ambillah yang baik, darimanapun ia berasal. (khudz
al hikmah walau min ayyi syaein khorojat). Terpilihnya SBY menjadi presiden
melalui system baru (2004) dan kemudian terpilih kembali secara langsung pada
pilpres 2009 sesungguhnya bisa menjadi isyarat bahwa masa peralihan
reformasi akan berakhir. Tetapi gaya kepemimpinan Presiden SBY yang santun
– disebut Soft Power, berbeda dengan Bung Karno dan Pak Harto yang
menggunakan pendekatan Hard Power, belum cukup difahami masyarakat
sebagai alternatip system. Oleh karena itu meski pada era SBY, dunia diamdiam mengagumi Indonesia yang pertumbuhan ekonominya mencapai 6, %
dikala Negara-negara maju justeru klimpungan dengan pertumbuhan ekonomi
hanya o, sekian%, Presiden SBY tetap menjadi sasaran tembak politik dalam
negeri. Boleh jadi hiruk pikuk domestic terjadi karena system yang tumpang
-6-
tindih. Media dalam negeri lebih banyak mengungkap kegagalan Pemerintah
dibanding pemberitaan yang proporsionil.
Mestinya estapet kepemimpinan nasional dari sosok SBY yang soft power
adalah sosok presiden yang kuat feeling politiknya dalam melakukan percepatan
pembangunan, tetapi “demokrasi” pada era global pada bangsa yang tingkat
pendidikan rakyatnya tidak merata tidak menjamin bisa melahirkan pemimpin
yang dibutuhkan. Era reformasi mestinya sudah berakhir setelah lima tahun,
nyatanya
sudah mendekati angka 20 tahun kita masih berada dalam
“cengkeraman” hiruk pikuk reformasi. Ada beberapa Negara yang dapat
dijadikan pelajaran, yakni :
a. Jepang. Tahun 1945, Jepang di bom atom oleh Amerika yang membuatnya
bertekuk lutut. Tetapi bagaimana Jepang bersikap sangat menarik menjadi
pelajaran. Sambil bertekuk lutut kepada Amerika, Jepang melakukan
pencurian kunci keberhasilan Amerika, yaitu ilmu pengetahuan. Maka yang
dilakukan oleh Jepang adalah penterjemahan buku-buku iptek kedalam
bahasa Jepang dan memasukkannya kedalam kurikulum pendidikan. Untuk
menguasai Iptek, orang Jepang tidak harus bisa bahasa Inggris, karena
iptek sudah diterjemahkan kedalam bahasa Jepang. Hanya dalam dua
decade Jepang bisa menguasai iptek Amerika, dan akhirnya meski Jepang
tidak memiliki sumberdaya alam, tetapi teknologi Jepang bisa menyaingi
teknologi Barat, dan Jepang akhirnya menjadi Negara maju.
b. Cina. Tahun 1950an Cina adalah Negara dalam jumlah penduduk terbesar
di dunia, tetapi miskin. Elit Cina dalam kelompok kecil bekerja keras
menyusun format reformasi, dan pilihannya adalah reformasi ekonomi saja.
Cina merasa bebas merdeka untuk menyusun gagasan, tidak peduli
penilaian dunia. Akhirnya Cina melaksakan reformasi ekonomi dari sosialis
hingga menjadi kapitalis, sementara politik tetap komunis. Liberalisme
ekonomi yang dijalankan Cina tetap dibawah control politik komunis yang
ketat. Ekonomi liberal, tetapi pemerintah tetap kuat. Hasilnya apa? Hanya
dalam waktu 20 tahun lebih, Cina sudah mengubah dirinya dari Negara
miskin menjadi Negara terkaya di dunia.
c.
India. India juga Negara dengan jumlah penduduk sangat besar, dan
rakyatnya bodoh. Menteri Pendidikan India mengatakan, kami membuat
strategi, yakni anggaran pendidikan nasional hanya diperuntukkan bagi 10%
penduduk India. 10% penduduk itu dari segi kasta adalah kasta tertinggi,
sedang dari segi akademik dipilih peraih ranking satu di berbagai jurusan.
Oleh karena itu, kuliah di India, di universitas yang sangat bagus, biayanya
sangat murah. Rasanya kebijakan itu tidak adil, tetapi itu adalah strategi.
Apa hasilny6a, ? hanya dalam waktu dua decade, India sudah menguasai
pasar tenaga kerja di Negara-negara maju. Bandingkan dengan di negeri
kita, sudah anggarannya kecil memakai strategi pemerataan. Pemerataan
itu indah tetapi tidak strategis. Maka yang merata adalah rendahnya kualitas
SDM. Oleh karena itu negeri kita sekarang hanya mengirim tenaga babu ke
luar negeri dalam jumlah yang sangat banyak.
d. Iran. Zaman Syah Reza Pahlevi Iran adalah negara satelit Amerika.
Revolusi yang dipimpin Imam Khumaini mengubah jalannya sejarah Iran.
Bangsa Iran adalah pewaris filsafat Yunani pada zaman keemasan Islam.
Revolusi Islam Iran yang gegap gempita mencemaskan Barat, Israel dan
-7-
Negara Arab satelit Amerika. Dengan berbagai alasan, Iran diembargo
bahkan dikucilkan oleh politik dan ekonomi Barat. Yang menarik Iran sama
sekali tidak gentar dan yang lebih penting lagi dibawah tekanan Barat, dalam
negeri Iran justeru sangat kreatip, menyangkut ekonomi, teknologi dan
terutama pendidikan. Di Iran kini penggunaan teknologi untuk pendidikan
sudah benar-benar optimal, sementara di negeri kita masih sering bersifat
upacara. Demokrasi di Iran juga penuh dengan kebebasan tetapi tetap
dibawah control politik ketat sistem wilayatul faqih sebagai lembaga tertinggi
Negara.
e.
Turki. Turki mempunyai sejarah masa lalu sebagai imperium dalam sejarah
Islam. Tetapi setelah kalah dalam Perang Dunia, Kemal Pasha
mengubahnya menjadi Negara sekuler, bahkan lebih sekuler dibanding
Negara Barat. Kemal ingin Turki menjadi Barat Eropa, seraya melucuti jati
dirinya sebagai bangsa muslim. Turki gagal menjadi Barat dan gagal pula
menjadi Timur. Turki dipermainkan oleh Uni Eropa dan sampai dilabeli
sebagai orang Eropa yang sakit atau Sick Europe.Kini, setelah
sadar
tentang jati dirinya sebagai orang Timur dan muslim, Turki tidak lagi mau
berharap belas kasih Eropa, tetapi berpijak kepada jati diri nasionalnya.
Turki lebih suka berhubungan dengan Negara-negara kecil di Timur Tengah
dan Asia. Dunia usaha (Tuskon group) dan juga media (Ajam Press)
mendukung sepenuhnya kebijakan Pemerintah. Kini Turki bangkit dan
disegani oleh Negara lain termasuk negeri Eropah yang dulu
merendahkannya. Meski kata sekuler tidak dicabut dari konstitusi tetapi
substansi dan syiar Islam melekat sebagai jati diri bangsa Turki.
6. Bagaimana Kita Menatap Masa Depan Bangsa ?
Menurut Bapak Sosiologi Ibnu Chaldun, jatuh bangunnya suatu bangsa
ditandai dengan lahirnya tiga generasi, yaitu Generasi Pendobrak, Generasi
Pembangun dan Generasi Penikmat. Jika Generasi Penikmat, yakni mereka yang
hanya berfikir menikmati dan tidak berfikir membangun – sudah merajalela, maka
akan lahir generasi ke empat, yaitu Generasi yang tidak peduli masa lalu dan juga
tidak peduli masa depan. Generasi ini tidak bisa menghargai pahlawan bangsanya,
juga tidak peduli nasib anak cucu generasi mendatang. Jika generasi keempat
sudah dominan, maka itu suatu tanda bahwa bangsa itu sudah runtuh. Nah rentang
waktu kebangkitan suatu bangsa adalah abad atau 100 tahun.
Jika teori ini digunakan untuk menganalisa bangsa Indonesia, maka kini satu
dua generasi pendobrak (Angkatan 45) masih ada yang hidup, Generasi
Pembangun masih sibuk bongkar pasang pembangunan, sudah mulai muncul
Generasi Penikmat, yaitu mereka yang hanya sibuk menikmati tanpa berfikir
membangun, sibuk menebang tanpa berfikir menanam (koruptor dan manipulator).
Yang menyedihkan ialah bahwa generasi penikmat hamper semua adalah orang
terpelajar, sehingga menjadi indicator bahwa ada yang salah dalam dunia
pendidikan kita. Indonesia sudah memperingati hari kemerderkaannya yang ke 71,
maknanya dalam kontek teori sosiologi, masih ada sisa waktu 28 tahun untuk
mencegah datangnya generasi ke empat. Dengan cara apa ? saya kira hanya
dengan mengembalikan ke generasi Pendobrak. Kita perlu mendobrak kejumudan,
kelambatan, ketidak disiplinan nasional dengan fikiran besar dan revolusioner.
Dengan gagasan yang besar maka kita bisa melakukan langkah besar, tetapi jangan
tergoda melakukan revolusi fisik, karena revolusi pada era global hanya akan
-8-
mengundang kekuatan asing menjadi pemain, dan bangsa Indonesia hanya menjadi
penonton seperi fenomena Arab Spring sekarang.
a. Problem ayam dan telor
Harus diakui bahwa kini, di era global dimana dinamika informasi global
berikut segala implikasinya berseliweran di kepala setiap manusia Indonesia,
bangsa Indonesia sedang tidak memiliki tiga hal yang bisa dijadikan sebagai
panduan managemnen hidup berbangsa, yaitu konsep besar, langkah besar
dan Pemimpin Besar. Langkah tanpa konsep atau konsepnya tidak benar pasti
tidak bisa mencapai tujuan. Nah jika kini ada pemimpin besar, maka Kehadiran
Pemimpin besar bisa mengatasi kelemahan konsep.
a.1. Konsep dan Langkah Besar.
Konsep bernegara adalah konstitusi. Bernegara di zaman modern
sekarang adalah berkonstitusi, yakni hidup bersama dalam suatu wadah
yang disebut Negara dengan menempatkan nilai2 dan norma2 yang
disepakati bersama sebagai suatu rujukan tertinggi sekaligus sebagai cita2
luhur bangsa. Konstitusi tidak saja menyangkut hal2 yang tertulis dalam
UUD, tetapi juga mencakup nilai-nilai kiemuliaan yang hidup dalam
pergaulan antar warga Negara. UUD 45 bukan hanya konstitusi politik
bernegara dalam arti sempit tetapi juga konstitusi ekonomi dan bahkan
konstitusi social dalam kehidupan masyarakat madani. UUD 45 adalah
pedoman dalam perikehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
sekaligus.
Sesungguhnya konstitusi yang disusun oleh para pendiri negeri ini
(Panca Sila, UUD 45, Dekrit 5 Juli, Bhinneka Tunggal Ika) sudah sangat
indah dan strategis dan masuk kategori konsep besar. Sayang pada era
reformasi yang sangat emosionil, banyak yang mengatakan bahwa
konstitusi juga perlu direformasi karena UUD 45 yang asli dipandang tidak
lagi cukup untuk mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan Negara
sesuai dengan harapan rakyat.
Nah, perubahan atau amandemen UUD 45 sebanyak empat kali
(1999, 2000, 2001 dan 2002) menyebabkan UUD 45 yang asli itu berubah
menjadi konstitusi baru meski masih dinamakan UUD 45, karena UUD 45
hasil perubahan empat kali itu telah mengubah pokok fikiran yang
terkandung dalam naskah asli UUD 45 yang disyahkan pada tanggal 18
Agustus 1945. Empat kali amandemen mengubah UUD yang semula hanya
berisi 71 butir ketentuan menjadi 199 butir ketentuan. Perubahan itu juga
telah mengubah sistem ketatanegaraan NKRI.
Adanya aspirasi untuk kembali ke UUD 45 yang asli akhir-akhir ini
menjadi bukti adanya kelemahan konstitusi, dan kelemahan itu pula yang
menyebabkan sulitnya melakukan langkah besar. Akibatnya sering terjadi
langkah blunder dalam kebijakan nasional baik politik, ekonomi maupun
social seperti yang banyak disuarakan melalui berbagai media. Langkah
besar yang berdasar konsep yang tidak “besar” atau konsep yang
bermasalah justeru sangat potensil melahirkan blunder-blunder besar baru
di masa depan.
a.2. Pemimpin Besar
Muhammadiyah pernah memunculkan partai yang bewrnama Partai
Matahari Bangsa. Sesungguhnya konsep diri Pemimpin Bangsa memang
-9-
harus mengambil inspirasi dari matahari. Matahari adalah pemimpin yang
paling dipatuhi oleh penduduk bumi. Ketika matahari terbit di timur, manusia
bangun dari tempat tidur. Ketika mata hari naik maka manusia berangkat
kerja. Ketika matahari condong ke barat di sore hari manusia istirahat, dan
ketika matahari tenggelam manusia tidur. Ketika matahari menyinari bumi
maka bintang dan bulan tidak nampat. Mengapa mata hari dipatuhi manusia
(dan makhluk lainnya) adalah karena matahari memiliki kelebihan, yaitu
memberi dan disiplin. Matahari memberi cahaya terang dan kehangatan
kepada manusia sementara dia sendiri lebih terang dan lebih panas.
Matahari disiplin menjalankan tugasnya, kapan terbit kapan di tengah dan
kapan tenggelam. Di waktu malampun jejak matahari masih dipantulkan oleh
bulan dan bintang yang gemerlapan di langit, memberikan keindahan alam.
Kedisiplinan matahari sebagai pemimpin membuat manusia menyesuaikan
diri dengan kerja matahari. Bandingkan jika suatu hari matahari mogok jalan
berhenti di tengah satu hari saja, maka system kehidupan manusia akan
kacau balau.Pemimpin bangsa harus bisa memberikan cahaya terang
kepada rakyatnya, dan dikala pemimpin itu sedang absen, gagasan dan
pencerahannyapun masih memantul disampaikan oleh tokoh-tokoh bintang
yang lain
Jadi seorang pemimpin bangsa ia harus memandang dirinya seperti
matahari, ia menerangi bumi tetapi ia sendiri lebih terang. Pemimpin juga
harus memandang dirinya seperti minyak wangi, membuat orang lain harum
tetapi dirinya tetap lebih harum, atau seperti api, ia bisa memanaskan besi
tetapi dirinya tetap lebih panas. Seorang pemimpin tidak bisa
memerintahkan orang lain untuk melakukannya apa yang ia sendiri tidak
melakukan. Pemimpin juga tidak bisa melarang orang lain melakukan
sesuatu, apa yang ia sendiri melakukannya.
Pemimpin bangsa biasanya tidak bisa menolak protokoler. Karena
menduduki posisi tertinggi dan terdepan maka protokoler menerapkan
system pengamanan bagi seorang presiden dengan pelayanan ajudan,
pengawalan dan semua yang dibutuhkan oleh seorang presiden. Tetapi
seorang pemimpin bangsa harus memandang dirinya sebagai pelayan
rakyat yang dipimpin. Pusat perhatian seorang pemimpin bangsa adalah
melayani dan melindungi rakyat agar mereka menikmati kesejahteraan
hidup. Ungkapan bahasa Arab mengatakan, sayyidul qaumi khodimuhum,
artinya Pemimpin bangsa pada hakikatanya adalah pelayan bagi bangsa itu.
Problem di negara kita sekarang adalah sedang tidak ada pemimpin
yang berkualitas matahari, oleh karena itu perilaku social susah
dipersatukan karena masing-masing melihat bintang yang berbeda-beda.
Media Koran, TV dan medsos tidak menyajikan berita sesuai fakta tetapi
mendukung bintang2 pujaannya, atau mencela bintang saingannya, dalam
hal ini bisa orang, bisa partai atau kepentingan subyektip lainnya.
Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana mencari solusi dari
problem tersebut, apakah menyempurnakan konsep konstitusi dulu,
mengambil langkah dulu atau menghadirkan pemimpin besar dulu, mirip
dengan pertanyaan tentang mana yang harus didahulukan, ayam atau telor.
7. Membangun Masa Depan Bangsa
Membangun bangsa bukan hanya membangun infrastuktur fisik, jalan dan
gedung2, tetapi yang harus didahulukan justeru membangun jiwanya, sebagaimana
diamanatkan oleh lagu kebangsaan kita, Bangunglah jiwanya, bangunlah
- 10 -
badannya..Oleh karena itu dalam membangun Negara yang berdasar Ketuhanan
Yang Maha Esa ini ,harus sinergis antara konsep lahir dan konsep batin, langkah
lahir dan langkah batin. Kesadaran akan problem besar masa depan bangsa,
persoalannya dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Dari kalkulasi politik, local dan global, masa depan Indonesia berhadapan
dengan tantangan yang tidak mudah diatasi.
b. Problem kaya miskin dari penduduk Indonesia masih sangat ekstrim, sebagai
contoh, 1% orang terkaya Indonesia menguasai 55% kekayaan Indonesia. Dari
50 orang terkaya di Indonesia, hanya 5 orang yang muslim. Harta kekayaan 4
orang terkaya Indonesia, setara dengan kekayaan 100 juta orang miskin
Indonesia.
c. Jika dulu WNI hanya dibolehkan berbisnis, tidak aktip dalam poilitik, kini setelah
perubahan UUD 45,warga minoritas China sudah pula ikut dalam pilkada dan
akan nampak ambisinya ikut dalam pilpres. Akibatnya politik dikendalikan oleh
uang, demokrasi dikendalikan oleh uang, pragmatism politik menjadi budaya.
Ancaman ke depan adalah bukan politik yang mengendalikan hokum dan bisnis,
tetapi politik dan hokum akan diatur oleh korporasi bisnis, satu hal yang sangat
jauh dari cita-cita luhur kemerdekaan NKRI.
d. Jika dulu hanya ada TVRI dan RRI yang berfungsi sebagai sumber berita oleh
seluruh rakyat, kini banyak TV, media dan Medsos yang dimiliki oleh
konglomerat korporasi bisnis. Akibatnya media tersebut sekaligus digunakan
untuk membangun opini dalam mengendalaikan bisnis dan politik kelompoknya.
Politik, bisnis dan media yang dikuasai oleh korporasi sangat potensil merusak
nilai-nilai demokrasi. Seperti yang dirasakan sekarang dalam pilkada DKI
Jakarta.
e. Sejarah bisa dibangun dan bisa terbangun. Dalam proses sejarah akan ada (1)
pelaku sejarah (2) orang yang terbawa oleh sejarah dan (3) orang yang menjadi
korban sejarah,
f. Pemimpin besar bangsa biasanya datang dari dua pintu. (1) dari revolusi, (2)
dari keharusan menghadapi kesulitan dalam waktu lama.Nelson Mandela tokoh
besar Afrika Selatan misalnya justeru muncul dari pintu penjara.
g. Sunnatulloh sejarah mengajarkan bahwa zaman keemasan dari suatu bangsa
selalu berlangsung sebentar. Dalam satu abad, biasanya zaman keemasan itu
hanya sekitar 5-10 tahun.saja
h. Dari perilaku manusia sebagai warga bangsa, meski pada dasarnya manusia itu
menyukai kebaikan, tetapi daya tarik keburukan lebih kuat dibanding daya tarik
kebaikan. Orang baik jumlahnya selalu jauh lebih sedikit dibanding orang pada
umumnya. Maknanya, dari sedikit orang yang masuk kategori sebagai pejuang
atau negarawan, tidak boleh berputus asa dalam menghadapi tantangan yang
datang silih berganti.
i. Di sisi lain ada pandangan yang optimistis, bahwa dengan modal sejarah dan
geografi, Indonesia berpeluang mencapai tingkat unggul di masa depan.
j. Pendiri negeri ini memberi pesan bahwa sukses itu bukan karena kalkulasi
matematis tetapi karena adanya berkah dan rahmat Tuhan. Disebutkan dalam
Pembukaan UUD 45 bahwa hanya atas berkat dan rahmat Alloh SWT, dan
didukung oleh keinginan luhur, maka bangsa Indonesia mencapai
kemerdekaannya. Infrastruktur datangnya berkah dan rahmat Alloh adalah
keinginan luhur. Ciri keinginan luhur adalah jangkauan fikirannya jauh ke depan
dan renungannya mendalam.
k. Indonesia adalah negeri yang memiliki keunikan dimana seringkali ada factorfaktor “ajaib” yang menyelamatkan bangsa dari ancaman.
- 11 -
l.
Ada Negara kaya tetapi standar happiness rakyatnya rendah, ada Negara miskin
tetapi standar happinesnya tinggi. Secara konsepsional, menurut hadis Nabi,
Indonesia masa depan akan menjadi negeri yang indah lahir batin, dengan
standar happiness rakyatnya tinggi manakala enam unsur-unsurtnya terpenuhi,
bustanun tuzuyyinat bisittati asyyaa yaitu:
(1) AdaIlmunya ulama, bi `ilmi al `ulama. Ilmu ulama dalam hal bernegara
adalah konstitusi yang logis ilmiah
(2) Adanya keadilan para penguasa, bi`adli al umara, yakni pemimpin yang
taat kepada konstitusi
(3) Kemurahan hati orang kaya, bisakhowati al aghniya, dalam hal ini adalah
sistem yang menjamin berlangsungnya distribusi kesejahteraan dari yang
kuat kepada yang lemah
(4) Doanya orang miskin, bida`wati al fuqara, yakni kecintaan dan rasa terima
kasih orang miskin kepada pemerintah karena merasa terlindungi
(5) Ibadahnya ahli agama. Bi`ibadati al`ubbad. Ritual agama yang menjadi
tren masyarakat akan memberi kontribusi ketenteraman batin masyarakat.
(6) Disiplin para pekerja.nashihat al muhtarifin. Hal ini akan menciptakan
stabilitas social dan peningkatan produksi.
Jika enam unsur ini berlangsung dalam suatu negeri, maka bangsa itu
serasa tingggal di taman yang indah, atau apa yang dalam al Qur’an
disebut baldatun thoyyibatun wa robbun ghofuur, negeri yang indah
dibawah naungan ampunan Tuhan.
8. Penutup
Pada tahun 1998 di Washington DC Amerika, saya berjumpa dengan seorang
tokoh spiritual dari Siprus, Syaikh Nazim `Adil al Qubrusy. Karena banyak orang
datang mohon doa, saya ikut, dan saya mengatakan,: Syakih, mohon doa negeri
kami Indonesia sedang berada di simpang jalan (pada masa Presiden Habibi).
Jawaban beliau sangat menarik. Dengan bahasa Inggris yang terbata-bata beliau
mengatakan sbb. Iya, sekarang para wali sangat sibuk mendoakan negeri anda
Indonesia, karena negeri anda dulu didesain oleh para wali. Hal itulah yang
menyebabkan Indonesia berbeda dengan Andalus (Spanyol).
Jawaban itu menggelitik hati saya, maka renungan kembali ke sejarah masa
lalu. Andalus atau Spanyol dulu pernah menjadi wilayah Islam selama 700 tahun.
Tetapi ketika secara politik Islam kalah, Islam terusir semuanya dari negeri itu. Kini
yang tertinggal hanya istana al Hambra, patung ilmuwan matematika al Khawarizmi,
dongeng dan nyanyian bernuansa Arab. Sementara Indonesia meski 300 tahun
dijajah Kolonialisme Barat, tetapi keadaannya masih utuh, dan sekarang menjadi
negeri dengan mayoritas Islam terbesar di dunia, dan negeri Indonesia secara
konstitusionil disebut berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa (tauhid). Ini adalah salah
satu yang menumbuhkan harapan bahwa meski tantangan begitu berat, tetapi akan
tiba masanya nanti Indonesia akan menjadi baldatun thoyyibatun wa robbun
ghofuur, Insyaalloh
Jakarta, 16 Maret 2017
- 12 -
- 13 -
DAFTAR BACAAN
Mubarok, Achmad, Prof. Dr. MA, Nasionalis Religius: Jati Diri Bangsa Indonesia,
Jakarta, Mubarok Institute, cetakan ke tujuh, 2010
…………………..Membangun Konsep Diri, Dari Konsep Diri Peribadi Hingga
Konsep Diri Pemimpin, Jakarta, Mubarok Institute, Cet. Khusus, 2015
Asshiddiqie, Jimly, Prof. Dr, SH, Konstitusi Bernegara, Praksis Kenegaraan
Bermartabat dan Demokratis, Malang, Setara Press,2015
…………………..Gagasan Konstitusi Sosial, Institusionalisasi dan Konstitusionalisasi Kehidupan Sosial Masyarakat Madani, Jakarta, LP3ES, cet
ke dua, 2015
Majid, Nurcholis, Prof. Dr. Indonesia Kita, Jakarta, Gramedia kerjasama dengan
Univ. Paramadina, 2003
CV. Singkat.
Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA, lahir di Purwokerto 15
Desember 1945, meski dikenal sebagai orang politik sesungguhnya lebih
sebagai akademisi dan agamawan.Perjalanan panjang berjenjang dalam
lintas budaya yang dilaluinya mengantarnya menjadi sosok yang kaya
pengalaman dengan lingkungan pergaulan yang luas menembus batas.
Pengalaman pendidikannya diawali sejak di Pesantren Salafy,
Sekolah Teknik, Sekolah Guru (1966), BA theology(1971), Drs, Ilmu Perbandingan
Agama(1976), Magister Sufisme,dan Doktor Islamic studies, konsentrasi Tafsir Jiwa, di UIN
Jakarta (1998). Ujungnya dikukuhkan sebagai Profesor dalam bidang Psikologi Islam
(2005). Pengalaman pendidikannya juga di bidang pendidikan, mulai dari guru|kepala
SD,SLP,SLA, dosen, Pudek II, Dekan, Purek, Direktur Pascasarjana, dan sekarang
menjabat sebagai ketua Program S3 Ilmu Dakwah, disamping sebagai Ketua Senat Guru
Besar di Universitas Islam Assyafi`iyyah.
Pengalaman lainnya, pernah menjadi anggata MPR, fraksi Utusan Golongan
mewakili komunitas Perguruan Tinggi (1999-2004), Vice Presiden Islamic Millenium
Forum, kandidat Vice Presiden The International Assosiation of Moslem Psychologis,
mentor Psikologi Islam di lembaga The Internationale Institute of Islamic Thought (IIIT)
Indonesia, dikukuhkan sebagai
Ambassador of Peace (2006)oleh World Peace
Federation/Inter Religious an International Peace Federation dan Wakil Ketua Umum
Partai Demokrat.
Sudah 28 buku ditulisnya diseputar Psikologi, Tasauf, politik, dan ilmu-llmu ke
islaman, disamping 26 buku pelajaran SD,SLP dan SLA.
- 14 -
ORASI ILMIAH
INDONESIA KINI
DAN YANG AKAN DATANG
Oleh :
Prof. Dr. H. Achmad Mubarok, MA
Disampaikan Pada Acara
Wisuda Pascasarjana, Sarjana dan Diploma
Universitas Islam As-Syafi`iyah Jakarta
Sasana Kriya TMII
Kamis, 16 Maret 2017
- 15 -
Download