MODUL PERKULIAHAN PENDIDIKAN ETIK UMB Rangkuman Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Fakultas Program Studi Ekonomi dan Bisnis Manajemen Tatap Muka 15 Kode MK Disusun Oleh 90004 Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Abstract Kompetensi Pada pokok bahasan saat ini, akan mendeskripsikan berkenaan dengan kendala pengungkapan tindak pidana korupsi dan upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia Mahasiswa diharapkan mampu mendeskripsikan dan memahami persoalan berkenaan dengan rangkuman tindak pidana korupsi di Indonesia Pendahuluan Korupsi merupakan fenomena menarik yang tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan juga melanda Negara-negara di dunia, khususnya negara berkembang.Masalah korupsi bukan lagi sebagai masalah baru dalam persoalan hukum dan ekonomi bagi suatu Negara karena masalah korupsi telah ada ribuan tahun yang lalu.Perkembangan korupsi di Indonesia saat ini menjadi masalah yang luar biasa karena sudah menjangkit dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat umum.Seperti memberi hadiah kepada pejabat/pegawai negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah pelayanan. Kebiasaan yang dianggap wajar dan lumrah ini seiring berjalannya waktu akan menjadi bibit-bibit korupsi yang nyata.Kebiasaan yang menjadi bibit tindak pidana korupsi disadari atau pun tidak disadari merupakan warisan perbuatan yang telah dilakukan oleh masyarakat di masa yang lalu. Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah merasakan dampak dari tindakan korupsi, terus berupaya secara konkrit, dimulai dari pembenahan aspek hukum, yang sampai saat ini telah memiliki banyak sekali rambu-rambu berupa peraturan - peraturan, antara lain Tap MPR XI tahun 1980, kemudian tidak kurang dari 10 UU anti korupsi, diantaranya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kemudian yang paling monumental dan strategis, Indonesia memiliki UU No. 30 Tahun 2002, yang menjadi dasar hukum pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditambah lagi dengan dua Perpu, lima Inpres dan tiga Kepres. Di kalangan masyarakat telah berdiri berbagai LSM anti korupsi seperti ICW, Masyarakat Profesional Madani (MPM), dan badan-badan lainnya, sebagai wujud kepedulian dan respon terhadap uapaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.Dengan demikian pemberantasan dan pencegahan korupsi telah menjadi gerakan nasional. Seharusnya dengan sederet peraturan, dan partisipasi masyarakat tersebut akan semakin menjauhkan sikap,dan pikiran kita dari tindakan korupsi. Masyarakat Indonesia bahkan dunia terus menyoroti upaya Indonesia dalam mencegah dan memberantas korupsi. Masyarakat dan bangsa Indonesia harus mengakui, bahwa hal tersebut merupakan sebuah prestasi, dan juga harus jujur mengatakan, bahwa prestasi tersebut, tidak terlepas dari kiprah KPK sebagai lokomotif pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia, yang didukung oleh masyarakat dan LSM, walaupun dampaknya masih terlalu kecil, tapi tetap kita harus berterima kasih dan bersyukur. 2012 2 Pendidikan Etik UMB – Rangkuman Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Berbagai upaya pemberantasan korupsi, pada umumnya masyarakat masih dinilai belum menggambarkan upaya sunguh-sungguh dari pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.Berbagai sorotan kritis dari publik menjadi ukuran bahwa masih belum lancarnya laju pemberantasan korupsi di Indonesia.Masyarakat menduga masih ada praktek tebang pilih dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Sorotan masyarakat yang demikian tajam tersebut harus difahami sebagai bentuk kepedulian dan sebagai motivator untuk terus berjuang mengerahkan segala daya dan strategi agar maksud dan tujuan pemberantasan korupsi dapat lebih cepat, dan selamat tercapai.Selain itu, diperlukan dukungan yang besar dari segenap kalangan akademis untuk membangun budaya anti korupsi sebagai komponen masyarakat berpendidikan tinggi. Sesungguhnya korupsi dapat dipandang sebagai fenomena politik, fenomena sosial, fenomena budaya, fenomena ekonomi, dan sebagai fenomena pembangunan.Karena itu pula upaya penanganan korupsi harus dilakukan secara komprehensif melalui startegi atau pendekatan negara/politik, pendekatan pembangunan, ekonomi, sosial dan budaya.Selama ini yang telah dan sedang dilakukan masih terkesan parsial, dimana korupsi masih dipandang sebagai fenomena negara atau fenomena politik.Upaya pencegahan korupsi di Indonesia juga harus dilakukan melalui upaya perbaikan totalitas system ketatanegaraan dan penanaman nilai-nilai anti korupsi atau nilai sosial anti korupsi/Budaya Anti Korupsi (BAK), baik di pemerintahan tingkat pusat mauapun di tingkat daerah. Korupsi sebagai fenomena negara, selama ini dipahami sebagai fenomena penyalahgunaan kekuasaan oleh yang berkuasa.Berdasarkan pengertian tersebut, korupsi di Indonesia dipahami sebagai perilaku pejabat dan atau organisasi (negara) yang melakukan pelanggaran, dan penyimpangan terhadap norma-norma atau peraturan-peraturan yang ada.Korupsi dipahami sebagai kejahatan negara (state corruption).Korupsi terjadi karena monopoli kekuasaan, ditambah kewenangan bertindak, ditambah adanya kesempatan, dikurangi pertangungjawaban. Jika demikian, menjadi wajar bila korupsi sangat sulit untuk diberantas apalagi dicegah, karena korupsi merupakan salah satu karakter atau sifat negara, sehingga negara sama dengan Kekuasaan dan sama dengan Korupsi. Sebagai fenomena pembangunan, korupsi terjadi dalam proses pembangunan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah. Pembangunan seharusnya merupakan jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi negara, terutama negara yang termasuk dalam kelompok negara berkembang, termasuk Indonesia.Di negara berkembang yang melakukan pembangunan adalah pemerintah.Pemerintah seharusnya mengarahkan pembangunan menjadi pemberdayaan 2012 3 Pendidikan Etik UMB – Rangkuman Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id masyarakat, sehingga suatu saat masyarakat memiliki kemauan dan kemampuan memenuhi kebutuhan dan melindungi kepentingan sendiri.Ketidakberdayaan masyarakat sering dijadikan alasan untuk membantu, bentuk dan jenis bantuan dijadikan proyek, disini pula menjadi sumber korupsi. Berdasarkan sejarah latar belakangnya, pengertian korupsi sangat berkaitan erat dengan system kekuasaan dan pemerintahan. Adapun pengertian korupsi yang berkaitan dengan kekuasaan, pertamakali dicetuskan oleh E. Jhon Emerich Edward seorang pakar sejarah yang memperkenalkan kata korupsi; (Kekuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan yang berlebihan mengakibatkan korupsi yang berlebihan pula). Menurut pengertian umum istilah korupsi adalah apabila seseorang pegawai negeri atau pejabat menerima pemberian yang disodorkan oleh seseorang dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada kepentingan si pemberi (cukong). Gejala lain yang dipandang sebagai korupsi ialah pengangkatan sanak saudara dan temanteman dalam organisasi politik untuk menduduki jabatan-jabatan public tanpa memandang jasa mereka maupun konsekuensinya pada kesejahteraan umum. Hal ini lebih dikenal dengan nepotisme. Berdasarkan uraian tersebut akan terlihat adanya penggolongan yang tercakup dalam penggunaan istilah korupsi. Pada dasarnya penggolongan itu menempatkan kepentingan-kepentingan umum dibawah tujuan pribadi yaitu dengan melakukan pelanggaran norma-norma tugas, yang disertai dengan ketertutupan atau kerahasiaan, peeenghianatan, dan penipuan. Melihat korupsi yang berkembang pesat di Negara ini setidaknya perlu bagi penulis untuk memahami ciri-ciri korupsi yaitu sebagai berikut : 1. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Hal ini tidak sama dengan kasus pencurian atau penipuan contohnya ialah pernyataan palsu tentang biaya perjalanan dinas. Dalam hal ini sering kali secara diam-diam pejabat memberikan dana kepada penerima dana sedangkan perjalanan dinasnya fiktif. 2. Korupsi pada umumnya melibatkan kerahasiaan atau bersifat tertutup. 3. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan secara timbal balik kewajiban atau keuntungan itu tidaklah senantiasa berupa uang. 4. Orang yang bertindak korupsi biasanya berusaha untuk berlindung dibalik kebenaran hukum. Dengan demikian suatu tindak korupsi paling tidak melanggar tanggung jawab pada system public atau ketertiban umum. Karena menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan 2012 4 Pendidikan Etik UMB – Rangkuman Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id pribadi. Uraian tersebut tentunya belum sepenuhnya tuntas namun sudah cukup berfungsi sebagai seperangkat kriteria yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan korupsi. Penyebab Terjadinya Korupsi Untuk mencari sebab-sebab korupsi sebagai suatu kejahatan kiranya dapat diminta dari teori disiplin kriminologi yaitu cabang ilmu yang mempelajari sebab akibat serta bentuk kejahatan. Berkaitan dengan perkembangan korupsi di Indonesia, selain dapat diselidiki sebab-sebab terjadinya tindak pidana itu, juga dapat ditinjau sampai berapa jauh masyarakat mengutuk korupsi, mentoleransinya, dan menerimanya sebagai jalan hidupnya. Menurut Samuel Huntington bahwa korupsi akan memuncak ketika proses modernisasi berlangsung cepat. Bagi dunia modern, meluasnya korupsi adalah karena pengaruh modernisasi. Sehingga modernisasi mengubah nilai-nilai dasar dalam masyarakat. Berdasarkan hal tersebut dapat mempelajari, meneliti, dan kemudian menumpahkan perhatian pada penyebab terjadinya korupsi. Adapun faktor-faktor penyebabnya antara lain sebagai berikut : 1. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi. 2. Kelemahan ajaran-ajaran agama dan etika. 3. Akibat kolonialisme atau suatu pengatuh pemerintah asing tidak menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperluka untuk membendung korupsi. 4. Kurang dan kurannya pengaruh pendidikan. 5. Kemiskinan yang bersifat structural. 6. Sanki hukum yang lemah. 7. Kurang dan terbatasnya lingkungan yang anti korupsi. 8. Struktur pemerintahan yang lunak. 9. Perubahan radikal, sehingga terganggunya kestabilan mental. Ketika suatu system nilai mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai suatu penyakit tradisional. 10. Kondisi masyarakat karena korupsi dalam suatu birokrasi bias memberikan cerminan keadaan masyarakat secara keseluruhan. Dari sepuluh penyebab korupsi tersebut, penulis hanya menggolongkan menjadi tiga faktor, yaitu : A. Faktor Politik 2012 5 Pendidikan Etik UMB – Rangkuman Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Terjadinya korupsi bisa disebabkan oleh faktor politik atau yang berkaitan dengan masalah kekuasaan. Para pakar dalam disiplin ilmu politik menyebutkan bahwa factor kekuasaan yang menyebabkan korupsi sebagaimana yang dikemukakan oleh lord acton yaitu kekuasaan cenderung korupsi, dan kekuasaan yang berlebihan menyebabkan korupsi berlebihan pula. Perkembangan korupsi di Indonesia tampakny terpelihara dan secara tertutup dilingdungi oleh mereka yang berkuasa. Suatu bentuk baru dalam sejarah korupsi di Indonesia waktu itu yaitu peranan bank dalam meningkatkan korupsi yang biasa terjadi yaitu korupsi pejabat bank dalam bentuk komisi-komisi atau penyuapan setiap pinjaman yang diperoleh dari bank namun dari jaminan keamanan yang cukup. Perwujudan kegiatan korupsi itu merupakan partisipasi para direktur bank dalam mengorganisasi persekutuan perbankan yang illegal (Syed Husen Alatas, 1986: 2) B. Faktor Yuridis Korupsi yang disebabkan oleh factor yuridis yaitu berupa lemahnya sanki hukum maupun peluang terobosan pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Sehingga dalam penegakan hukum ini dapat dilihat dari dua aspek pertama, menyangkut peranan hati meskipun sesuai dan tepat dengan kesalahan terdakwa korupsi serta dari segi peraturan perundang-undangan telah benar namun diluar ketentuan yang digariskan tersebut hakim selaku unsur penegak hokum yang bertanggung jawab dalam membentuk hukum tentunya harus memiliki persepsi pemikiran yang luas dalam menjatuhkan keputusan akhir sehingga jangan sampai terjadi kekeliruan dalam menjatuhkan putusan pidana atau vonis apalagi seperti memberikan hukuman yang terlalu ringan bagi para koruptor. Kedua sanki yang memang lemah berdasarkan bunyi-bunyi pasal dan ayat pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.jika factor kelemahan yuridis tersebut disebabkan oleh peratran perundang-undangan yang tidak canggih dan tidak mampu mengikuti arus perkembagan ilmu, budaya, dan teknologi kiranya perlu dengan segera untuk merumuskan dan menyusun kembali peraturan perudang-undangan tentang korupsi, yang mampu dan sesuai dengan perkembangan zaman. C. Faktor Budaya Apabila seseorang menghubungkan korupsi dengan budaya, maka dapat dicatat bahwa jorupsi di Indonesia, antara lain bersumber pada peninggalan feudal, yang sekarang meimbukan benturan kesetiaan yaitu antara kewajiban-kewajiban terhadap keluarga dan 2012 6 Pendidikan Etik UMB – Rangkuman Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kewajiban terhadap Negara. Oleh karena itu, banyak orang terkemuka seperti pejabat dalam masyarakat Indonesia, meskipun berpangkat rendah menganggap biasa melakukan korupsi. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan kepribadian yaitu meliputi mental dan moral yang dimiliki. Jika dipertanyakan, apa sebabnya kepribadian orang-oran terkemuka menjadi demikian dan mengapa menempuh jenis kehidupan yang demikian. Hal tersebut jawabannya ialah, kebudayan yang dianutnya bertanggung jawab. Sebab kebudayaan adalah kesempurnaan atau klengkapan yag direncanakan untuk kelangsungan dan peningkatan hidup manusia. Dengan demikian semua segi kehidupan manusia tentu dipengaruhi oleh kebudayaannya, bahkan kebutuhan biologisnya, seperti makanan, buang air, dan hubungan seks. Demikian pul kelakuan manusia dalam mata pencahariannya, baik yang halal maupun tidak halal seperti korupsi misalnya dan perlakuan terhadap sesamanya. Faktor-faktor Penyebab Korupsi 1. Faktor eksternal. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri seseorang. Sistem hukum di Indonesia untuk memberantas korupsi masih sangat lemah. Menurut Pope (2003/2007), hukum tidak dijalankan sesuai prosedur yang benar, aparat mudah disogok sehingga pelanggaran sangat mudah dilakukan oleh masyarakat. Politik. Monopoli kekuasaan merupakan sumber korupsi, karena tidak adanya kontrol oleh lembaga yang mewakili kepentingan masyarakat. Budaya. Menurut Pope (2003/2007), KKN yang masih sangat tinggi dan tidak adanya sistem kontrol yang baik menyebabkan masyarakat menganggap bahwa korupsi merupakan suatu hal yang sudah biasa terjadi. Sosial. Lingkungan sosial juga dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan korupsi. Korupsi merupakan budaya dari pejabat lokal dan adanya tradisi memberi yang disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. 2. Faktor internal. 2012 7 Pendidikan Etik UMB – Rangkuman Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Persepsi terhadap korupsi. Pemahaman seseorang mengenai korupsi tentu berbeda-beda. Menurut Pope (2003/2007), salah satu penyebab masih bertahannya sikap primitif terhadap korupsi karena belum jelas mengenai batasan bagi istilah korupsi, sehingga terjadi ambiguitas dalam melihat korupsi. Kualitas moral dan integritas individu. Adanya sifat serakah dalam diri manusia dan himpitan ekonomi serta self esteem yang rendah juga dapat membuat seseorang melakukan korupsi (Pope, 2003/2007). Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut: (a) peninggalan pemerintahan kolonial, (b) kemiskinan dan ketidaksamaan, (c) gaji yang rendah, (d) persepsi yang popular, (e) pengaturan yang bertele-tele, dan (f) pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya. Menurut bidang psikologi ada dua teori yang menyebabkan terjadinya korupsi, yaitu teori medan dan teori big five personality. Menurut Lewin (dikutip dalam Sarwono, 2008) teori medan adalah perilaku manusia merupakan hasil dari interaksi antara faktor kepribadian (personality) dan lingkungan (environment) atau dengan kata lain lapangan kehidupan seseorang terdiri dari orang itu sendiri dan lingkungan, khususnya lingkungan kejiwaan (psikologis) yang ada padanya. Melalui teori ini, jelas bahwa perilaku korupsi diapat dianalisis maupun diprediksi memiliki dua opsi motif yakni dari sisi lingkungan atau kepribadian individu terkait. Teori yang kedua adalah teori big five personality. Menurut Costa dan McCrae (dikutip dalam Feist & Feist, 2008), big five personality merupakan konsep yang mengemukakan bahwa kepribadian seseorang terdiri dari lima faktor kepribadian, yaitu extraversion, agreeableness, neuroticism, openness, dan conscientiousness. Dampak yang Terjadi Akibat Korupsi Korupsi memiliki beberapa dampak yang dapat terjadi, meliputi dampak terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Dampak terhadap diri sendiri. Bagi diri sendiri, orang tersebut menjadi orang yang tidak jujur dan suka berbohong kepada orang lain. Dampak terhadap orang lain. Seseorang yang melakukan korupsi akan merugikan negara. Uang yang seharusnya digunakan untuk kepentingan negara disalahgunakan untuk kepentingan pribadi sehingga segala pembanggunan menjadi terganggu. Selain itu, orang yang berhak mendapatkan uang tersebut akan semakin kekurangan sehingga menimbulkan bertambah banyaknya warga miskin. 2012 8 Pendidikan Etik UMB – Rangkuman Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kendala Pengungkapan Tindak Pidana Korupsi 1. Kejahatan yang teroganisasi dalam beberapa kasus yang melibatkan pejabat atau aparat Negara. 2. Pelaku intelektual seringkali tidak terlibat lagsung dalam aksi kejahatan. 3. Rantai kejahatan yang panjang dapat mengakibatkan putusnya rantai alat bukti. 4. "Locus delicti bersifat lintas batas Negara. Locus delicti adalah tempat dan waktu terjadinya tindak pidana. Dengan terjadi lintas batas negara, korupsi menjadi sulit diungkap. 5. Alat dan sarana kejahatan semakin canggih, 6. Hukum seringkali tertinggal dari kejahatan, sehingga banyak tindak kejahatan yang sulit disentuh. Strategi dan Upaya Pemberantasan Korupsi Di dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2012 menyatakan bahwa strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) memiliki visi jangka panjang dan menengah. Visi periode jangka panjang (2012-2025) adalah: “terwujudnya kehidupan bangsa yang bersih dari korupsi dengan didukung nilai budaya yang berintegritas”. Adapun untuk jangka menengah (2012-2014) bervisi “terwujudnya tata kepemerintahan yang bersih dari korupsi dengan didukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta nilai budaya yang berintegritas”. Visi jangka panjang dan menengah itu akan diwujudkan di segenap ranah, baik di pemerintahan dalam arti luas, masyarakat sipil, hingga dunia usaha. Untuk mencapai visi tersebut, maka dirancang 6 (enam) strategi, yaitu: 1. Pencegahan Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui strategi pencegahan, diharapkan muncul langkah berkesinambungan yang berkontribusi bagi perbaikan ke depan. Strategi ini merupakan jawaban atas pendekatan yang lebih terfokus pada pendekatan represif. Paradigma dengan pendekatan represif yang berkembang karena diyakini dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor). Sayangnya, pendekatan represif ini masih belum mampu mengurangi perilaku dan praktik koruptif secara sistematis-massif. Keberhasilan strategi pencegahan diukur berdasarkan peningkatan nilai Indeks Pencegahan Korupsi, yang hitungannya diperoleh dari dua 2012 9 Pendidikan Etik UMB – Rangkuman Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sub indikator yaitu Control of Corruption Index dan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) yang dikeluarkan oleh World Bank. Semakin tinggi angka indeks yang diperoleh, maka diyakini strategi pencegahan korupsi berjalan semakin baik. 2. Penegakan Hukum. Masih banyak kasus korupsi yang belum tuntas, padahal animo dan ekspektasi masyarakat sudah tersedot sedemikian rupa hingga menanti-nanti adanya penyelesaian secara adil dan transparan. Penegakan hukum yang inkonsisten terhadap hukum positif dan prosesnya tidak transparan, pada akhirnya, berpengaruh pada tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap hukum dan aparaturnya. Dalam tingkat kepercayaan yang lemah, masyarakat tergiring ke arah opini bahwa hukum tidak lagi dipercayai sebagai wadah penyelesaian konflik. Masyarakat cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka melalui caranya sendiri yang, celakanya, acap berseberangan dengan hukum. Belum lagi jika ada pihakpihak lain yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum demi kepentingannya sendiri, keadaaan bisa makin runyam. Absennya kepercayaan di tengah-tengah masyarakat, tak ayal, menumbuhkan rasa tidak puas dan tidak adil terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya. Pada suatu tempo, manakala ada upaya-upaya perbaikan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia, maka hal seperti ini akan menjadi hambatan tersendiri. Untuk itu, penyelesaian kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat mutlak perlu dipercepat. Tingkat keberhasilan strategi penegakan hukum ini diukur berdasarkan Indeks Penegakan Hukum Tipikor yang diperoleh dari persentase penyelesaian setiap tahapan dalam proses penegakan hukum terkait kasus Tipikor, mulai dari tahap penyelesaian pengaduan Tipikor hingga penyelesaian eksekusi putusan Tipikor. Semakin tinggi angka Indeks Penegakan Hukum Tipikor, maka diyakini strategi Penegakan Hukum berjalan semakin baik. 3. Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan. Meratifikasi UNCAC, adalah bukti konsistensi dari komitmen Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Sebagai konsekuensinya, klausulklausul di dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa klausul ada yang merupakan hal baru, sehingga perlu diatur/diakomodasi lebih-lanjut dalam regulasi terkait pemberantasan korupsi selain juga merevisi ketentuan di dalam regulasi yang masih tumpang-tindih menjadi 2012 10 Pendidikan Etik UMB – Rangkuman Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id prioritas dalam strategi ini. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan persentase kesesuaian regulasi anti korupsi Indonesia dengan klausul UNCAC. Semakin mendekati seratus persen, maka peraturan perundang-undangan terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin lengkap dan sesuai dengan common practice yang terdapat pada negara-negara lain. 4. Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor. Berkenaan dengan upaya pengembalian aset hasil tipikor, baik di dalam maupun luar negeri, perlu diwujudkan suatu mekanisme pencegahan dan pengembalian aset secara langsung sebagaimana ketentuan UNCAC. Peraturan perundang-undangan Indonesia belum mengatur pelaksanaan dari putusan penyitaan (perampasan) dari negara lain, lebih-lebih terhadap perampasan aset yang dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dari suatu kasus korupsi (confiscation without a criminal conviction). Penyelamatan aset perlu didukung oleh pengelolaan aset negara yang dilembagakan secara profesional agar kekayaan negara dari aset hasil tipikor dapat dikembalikan kepada negara secara optimal. Keberhasilan strategi ini diukur dari persentase pengembalian aset hasil tipikor ke kas negara berdasarkan putusan pengadilan dan persentase tingkat keberhasilan (success rate) kerjasama internasional terkait pelaksanaan permintaan dan penerimaan permintaan Mutual Legal Assistance (MLA) dan Ekstradisi. Semakin tinggi pengembalian aset ke kas negara dan keberhasilan kerjasama internasional, khususnya dibidang tipikor, maka strategi ini diyakini berjalan dengan baik. 5. Pendidikan dan Budaya Antikorupsi. Praktik-praktik korupsi yang kian masif memerlukan itikad kolaboratif dari Pemerintah beserta segenap pemangku kepentingan. Wujudnya, bisa berupa upaya menanamkan nilai budaya integritas yang dilaksanakan secara kolektif dan sistematis, baik melalui aktivitas pendidikan anti korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi di lingkungan publik maupun swasta. Dengan kesamaan cara pandang pada setiap individu di seluruh Indonesia bahwa korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para individu tersebut berperilaku aktif mendorong terwujudnya tata-kepemerintahan yang bersih dari korupsi diharapkan menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi upaya PPK pada khususnya, serta perbaikan tata-kepemerintahan pada umumnya. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan Indeks Perilaku Antikorupsi yang ada dikalangan tata-kepemerintahan maupun individu di seluruh Indonesia. Semakin tinggi angka indeks ini, maka diyakini nilai budaya anti korupsi semakin 2012 11 Pendidikan Etik UMB – Rangkuman Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id terinternalisasi dan mewujud dalam perilaku nyata setiap individu untuk memerangi tipikor. 6. Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Pemberantasan Korupsi. Strategi yang mengedepankan penguatan mekanisme di internal Kementerian/Lembaga, swasta, dan masyarakat, tentu akan memperlancar aliran data/informasi terkait progres pelaksanaan ketentuan UNCAC. Konsolidasi dan publikasi Informasi di berbagai media, baik elektronik maupun cetak, termasuk webportal PPK, akan mempermudah pengaksesan dan pemanfaatannya dalam penyusunan kebijakan dan pengukuran kinerja PPK. Keterbukaan dalam pelaporan kegiatan PPK akan memudahkan para pemangku kepentingan berpartisipasi aktif mengawal segenap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga publik maupun sektor swasta. 2012 12 Pendidikan Etik UMB – Rangkuman Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka 1. Undang-Undang No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap; 2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 3. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi; 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal Dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi. 5. Penjelasan Pasal 12B, ayat 1, UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/ 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Diambil dari Buku Gratifikasi. Apa, Mengapa, dan Bagaimana. Penerbit: Indonesian Business Link didanai oleh CIP dan Rio Tinto. 6. Dikoro wirdjono projo,(2005),tindak pidana tertentu di Indonesia, Jakarta,PT Raja Grafindo Pesada 7. Komisi Pemberantasan Korupsi (2008), Survei Persepsi Masyarakat Terhadap KPK dan Korupsi Tahun 2008. Referensi Lainnya : http://makalahpipevi.blogspot.com/2012/06/pemberantasan-korupsi.html http://www.tempo.co/read/news/2013/03/20/063468346/Enam-Kendala-PemberantasanKorupsi-Versi-PPATK http://bayuruhulazam.blogspot.com/2011/01/hambatan-dalam-pencegahan-dan.html http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3369/perbedaan-antara-suap-dengan-gratifikasi http://acch.kpk.go.id/6-strategi-pencegahan-dan-pemberantasankorupsihttp://newindonesiaonline.wordpress.com/2013/10/30/100-jenis-tindak-pidanakorupsi/ http://www.tempo.co/read/news/2013/03/20/063468346/Enam-Kendala-PemberantasanKorupsi-Versi-PPATK http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/pemberantasan-korupsi-preventif-melalui-perbaikanlingkungan-kehidupan-manusia-indonesia-artikel-1/ http://repository.fhunla.ac.id/?q=node/83 2012 13 Pendidikan Etik UMB – Rangkuman Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id