BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah spektrofotometri

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Istilah spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya pengabsorbsian energi cahaya
oleh suatu sistem kimia itu sebagai fungs dari panjang gelombang radiasi, demikian pula
pengukuran pengabsorbsian yang menyendiri pada suatu panjang gelombang tertentu.
Spektrofotometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari pemilikan visual di
mana studi yang lebih rinci mengenai pengabsorbsian energi cahaya oleh spesies kimia
memungkinkan kecermatan yang lebih besar daalam pencirian dan pengukuran kuantitatif.
Spektrofotometri sesuai dengan namanya dalah alat yang terdiri dari spektrofotometer
dan fotometer. Spektrofotmeter yang menghasilkan sinar spektrum dengan panjang gelombang
yaitu dan fotometer adalah alat pengukuran intenstas cahaya ditransmisikan atau yang
diabsorbsi.
Untuk memahami spektrofotometri, memperhatikan interaksi radiasi dengan spesies
kimia dengan cara yang elementer dan secara umum mengurus apa kerja instrumen – instrumen.
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan di sebagai fungsi dari panjang gelombang.
1.2 Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan diharapkan mahasiswa mampu :
1. Menentukan panjang gelombang maksimum
2. Membuat kurva kalibrasi dengan panjang gelombang maksimum
3. Menentukan kadar kafein dalam sampel kopi
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1 Kafein
Laporan Instrumen Analitik
1
Kafein adalah basa sangat lemah dalam larutan air atau alkohol tidak terbentuk garam
yang stabil. Kafein terdapat sebagai serbuk putih, atau sebagai jarum mengkilat putih, tidak
berbau dan rasanya pahit. Kafein larut dalam air (1:50), alkohol (1:75) atau kloroform (1:6)
tetapi kurang larut dalam eter. Kelarutan naik dalam air panas (1:6 pada 80°C) atau alkohol panas
(1:25 pada 60°C) (Wilson and Gisvold, 1982). Berikut ini adalah struktur dari kafein :
Gambar 1. Struktur Kafein
Kafein merupakan alkaloid yang terdapat dalam teh, kopi, cokelat, kola, dan beberapa
minuman penyegar lainnya. Kafein dapat berfungsi sebagai stimulant dan beberapa aktifitas
biologis lainnya. Kandungan kafein dalam teh relative lebih besar daripada yang terdapat dalam
kopi, tetapi pemakaian teh dalam minuman lebih encer dibandingkan dengan kopi (Sudarmi,
1997). Kafein merupakan perangsang susunan saraf pusat yang dapat menimbulkan dieresis,
merangsang otot jantung dan melemaskan otot polos bronchus. Secara klinis biasanya digunakan
berdasarkan khasiat sentralnya, merangsang semua susunan saraf pusat mula-mula korteks
kemudian batang otak, sedangkan medulla spinalis hanya dirangsang dengan dosis besar
1.2 Definisi Spektrofotometer
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrometer ialah menghasilkan sinar dari spektrum dan panjang gelombang
tertentu, sedangkan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau
Laporan Instrumen Analitik
2
yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara
relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari
panjang gelombang. Kelebihan spektrometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang
dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma,
grating ataupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang
diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi
melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak mungkin diperoleh
panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang
30-40 nm. Sedangkan pada spektrometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat
diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun
dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan
sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko
ataupun pembanding
(Khopkar,1990)
1.3 Spektrofotometer UV
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spectrometer dan
fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu
dan fotometer adalah pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi
spektrofotometer digunakan untuk mengukur energy secara relative jika energy tersebut
ditransmisikan atau direfleksikan sebagai fungsi dari panjang gelombang.
Prinsip dasar dari suatu spektrofotometer adalah penyerapan cahaya pada panjang gelombang
tertentu. Jenis-jenis spektrofotometer :

berdasarkan pada daerah spektrum yang akan dieksporasi, terdiri dari :
a. Spektrofotometer sinar tampak (Vis).
b. Spektrofotometer sinar tampak (Vis) dan ultraviolet (UV).
Laporan Instrumen Analitik
3

berdasarkan teknik optika sinar, terdiri dari :
a. Spektrofotometer optika sinar ganda (double beams optic).
b. Spektrofotometer optika sinar tunggal (single beams optic).
Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spectrum tampak kontinyu, monokromator, sel
pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan
absorbansi antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkar, S.M, 2002)
1.3 Skema konstruksi spektrofotometer :
Ketika cahaya putih dilewatkan dalam suatu substansi maka setiap warna cahaya yang
dipantulkan akan memiliki panjang gelombang yang berbeda. Berkas cahaya tersebut
diasumsikan sebagai warna komplemen dari panjang gelombang yang diserap.
Spektrofotometer 1500 Shimadzu
Mekanisme kerja dari spektrofotometer pada dasarnya adalah memencilkan cahaya
menjadi monokromatik, yang kemudian cahaya tersebut dilewatkan pada suatu sampel yang akan
diukur kekuatan radiasinya. Jika P merupakan banyaknya sinar – sinar yang diteruskan oleh
larutan sampel dan Po merupakan banyaknya sinar yang diserap, maka ratio P/Po dapat kita
sebut sebagai transmitansi. % Transmitansi dapat dituliskan sebagai berikut:
Laporan Instrumen Analitik
4
Selain mengukur transmitansi, spektrofotometer pada dasarnya adalah untuk mengukur
absorbansi sampel karena adanya interaksi atom, molekul, dan ion pada sampel tersebut.
Panjang gelombang yang diserap oleh sampel dari sejumlah cahaya yang diberikan akan
sebanding dengan konsentrasi sampel dan ketebalan larutan sampel. Secara matematis hubungan
ini diberikan oleh hukum Lambert – beer:
A = £bc
Dimana:
£ = absorptivitas molar (L.cm-1.mol-1)
b = ketebalan kuvet (cm)
c = konsentrasi (molL-1)
Hukum Lambert-Beer
Dimana,
A= serapan
Io = Intensitas sinar yang datang
I = Intensitas sinar yang diteruskan
ε = absorptivitas molar
ι = panjang atau tebal larutan
c = konsentrasi larutan.
Komponen Instrumentasi UV-Vis
a.
Sumber Radiasi
ü Argon
100 – 160 nm
ü
350 – 800 nm
Tungsten
Laporan Instrumen Analitik
5
ü
Deuterium
160 – 360 nm
ü
Xenon
200 – 900 nm
b.
Kuvet (Sample Container)
-Kuarsa atau silika
c.
Monokromator
-Prisma kaca atau kuarsa
d.
Detektor
-Fotolistrik
e.
Pencatat
ü Menurut konfigurasi optiknya, spektrofotometer UV-Vis dibagi menjadi :
–
Single Beam
–
Double Beam
–
Multi Channe
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Laporan Instrumen Analitik
6
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Alat
Spektrofotometer Shimazdu
Buret 50 mL
Pipet tetes
Pipet ukur 5 ml; 10 ml
7 buah labu takar 25 ml
Botol Semprot
Gelas kimia 250 ml, 100 ml
Bola hisap
Bahan
Larutan induk kafein + 100 ppm
Metilen klorida 30 mL
Larutan NaOH 0.1 N 10 mL
Larutan HCl 0.1 N 30 mL
Aquades
3.2 Skema Kerja
1. Pembuatan Larutan Standard dan Penentuan Panjang Gelombang
Maksimum
Laporan Instrumen Analitik
7
2. Pembuatan Larutan Cuplikan Kafein
CARA 1
A. Menyalakan Alat
Laporan Instrumen Analitik
8
B. Pengukuran Spektrum (untuk Penentuan Panjang Gelombang
Maksimum).
Laporan Instrumen Analitik
9
C. Pengukuran Photometric
Laporan Instrumen Analitik
10
(untuk mengukur A atau %T, jika panjang gelombang gel.maksimum
sudah diketahui).
D. Pengukuran Quantitative
Laporan Instrumen Analitik
11
a. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Catatan :
Laporan Instrumen Analitik
12
1. Supaya kurvanya berbentuk garis linier melalui (0,0), maka blanko
dimasukkan ke no.1 (konsentrasi 0,000 ppm) pada saat pengisian nilai
konsentrasi.
2. Untuk mengubah data pada kurva kalibrasi
- Masuk ke menu ‘cal. Curve’ (tampilan kurva kalibrasi).
- Tekan ‘CHg.Ord’ (F3), untuk mengganti nilai konsentrasi, tekan
‘change’ danmasuk kannilai yang benar, tekan ‘enter’.
- Ganti nilai ABS, tekan ‘Edit key in’, masukan nilai yang benar, tekan
‘enter’.
E. Pengukuran Konsentrasi Sampel (setelah tahap pembuatan kurva
kalibrasi)
F. MematikanAlat
Laporan Instrumen Analitik
13
BAB IV
DATA PENGAMATAN
A. Penentuan Panjang Gelombang Maksium
No.
1.
Konsentrasi
(ppm)
8
PanjangGelombang
(nm)
274,8
Absorbansi
0,325
B. Pembuatan kurva kalibrasi (Photometric)
N
o.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Konsentrasi (ppm)
0
2
4
8
10
12
Laporan Instrumen Analitik
PanjangGelombang
(nm)
274,8
274,8
274,8
274,8
274,8
274,8
14
Absorbansi (A)
0
0,096
0,18
0,325
0,45
0,55
Kurva Kalibrasi Absorbansi (A) vs Konsentrasi (ppm)
0.6
0.55
0.5
f(x) = 0.04x - 0
R² = 0.99
0.45
0.4
Absorbansi (A)
Y-Values
0.33
0.3
Linear (Y-Values)
Linear (Y-Values)
0.2
Linear (Y-Values)
0.18
0.1
0.1
0
0
2
4
6
8
10
12
14
Konsentrasi (ppm)
C. Pengukuran Konsentrasi Sampel air bilasan
No.
1.
Konsentrasi
(ppm)
3,96
Absorban(A)
0,176
Panjang Gelombang
(nm)
274,8
Konsentrasi sampel di dapat melalui persamaan garis lurus dari kurva
kalibrasi di atas,
Y
= A + Bx
dimana :
y = nilai absorbansi
sampel
0,176 = 0,0448x – 0,0026
x = konsentrasi
sampel
X
= 3,96
Jadi dalam larutan air bialasan terdapat 3.96 ppm kafein
D. Pengukuran Absorban Sampel kopi
No.
1.
Absorban (A)
PanjangGelombang
0,504
(nm)
273,0
Laporan Instrumen Analitik
15
1. Perhitungan konsentrasi Kafein
y
= A + Bx
y
= 0,0448x – 0,0026
y (nilai absorbansi kafein) = 0,504
0,504 = 0,0448x – 0,0026
x
= 11, 30 ppm
2. Perhitungan massa kafein di dalam kopi
Kafein di dalam HCl diencerkan sebanyak 5x, namun masih pekat,
terbukti dari pengukuran spektrofotometer yang melonjak sangat
tinggi, maka diencerkan lagi sebanyak 5x. Jadi total pengenceran
sebanyak 25x.
11,30 ppm x 25 = 282,7 mg/L (ppm)
282,7 mg
Massa kafein di dalam 30 ml =
L
x
30
=8,48 mg /30 mL
1000
Maka, di dalam 30 ml larutan sampel kopi, terdapat 8,48 mg kafein
Massa sampel kopi 2 gram , jadi dalam 2 gram kopi terdapat 8.48
mg kafein atau setiap 1 gram kopi terdapat 4,24 mg kafein.
Laporan Instrumen Analitik
16
BAB V
PENGOLAHAN DATA
Perhitungan deret larutan standar kafein 2,4,8,10,12 ppm
a. Perhitungan pengenceran larutan dari kafein 1000 ppm menjadi 100 ppm
V1. C1 = V2 . C2
1000 ppm. 10 mL = 100 mL . C2
C2 =100 ppm
b. Perhitungan pengenceran larutan 100 ppm dipipet 0.5 mL kedalam labu 25 mL.
V1. C1 = V2 . C2
100 ppm. 0.5 mL = 25 mL . C2
C2 = 2 ppm
c. Perhitungan pengenceran larutan 100 ppm dipipet 1 mL kedalam labu 25 mL.
V1. C1 = V2 . C2
100 ppm. 1 mL = 25 mL . C2
C2 = 4 ppm
d. Perhitungan pengenceran larutan 100 ppm dipipet 2 mL kedalam labu 25 mL.
V1. C1 = V2 . C2
100 ppm. 2 mL = 25 mL . C2
Laporan Instrumen Analitik
17
C2 = 8 ppm
e. Perhitungan pengenceran larutan 100 ppm dipipet 2.5 mL kedalam labu 25 mL.
V1. C1 = V2 . C2
100 ppm. 2.5 mL = 25 mL . C2
C2 = 10 ppm
f. Perhitungan pengenceran larutan 100 ppm dipipet 3 mL kedalam labu 25 mL.
V1. C1 = V2 . C2
100 ppm. 3 mL = 25 mL . C2
C2 = 12 ppm
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Pemabahasaan oleh Azka Muhamad Syahida
Praktikum penentuan kadar kafein dilakukan dengan metoda spektrofotometri dengan
sumber lampu UV (lampu yang digunakan biasanya lampu denterium), karena larutan hasil
ekstraksi kafein yang telah terpisah tidak berwarna, sehingga diperlukan lampu dengan
panjang gelombang dibawah 350 nm (UV) untuk mengetahui besarnya absorban sampel dan
standar kafein. Pada praktikum ini digunakanlah alat spektrofotometer Shimadzu yang
memiliki 2 sumber lampu yaitu sinar tampak dan UV, untuk sumber lampunya yang
digunakan adalah wolfram, sedangkan sinar tak tampak sering disebut Ultra Violet (UV),
sehingga spektrofotometer Shimadzu sering disebut spektrofotometer UV-vis (Ultra Violet –
Visible).
Pada penentuan kadar kafein dalam sampel diawali dengan melakukan pengenceran
terlebih dahulu dari konsentrasi 1000 ppm menjadi 100 ppm kemudian dilakukan pengenceran
lagi pada konsentrasi yang sudah di tentukan yaitu 2,4,8,10,12 ppm yang di larutkan dalam
HCl 0,1 N. Hal ini bertujuan untuk membuat kurva standar, sehingga pada penentuan
Laporan Instrumen Analitik
18
konsentrasi sampel, dapat diketahui konsentrasi sampel setelah dilakukan pengukuran
absorban berdasarkan kurva deret standar yang telah dibuat. HCl 0,1 N juga bertindak sebagai
blanko. Larutan blanko ini merupakan larutan HCl 0,1 N yang tidak mengandung kafein.
Digunakan HCl 0,1 N karena pelarut yang digunakan untuk standar adalah HCl 0,1 N
sehingga jenis pereaksi yang ditambahkan pada sampel dan standar harus sama. Larutan
blanko ini juga berfungsi sebagai pengkondisian (pengkalibrasi) agar ketika pengukuran
larutan standar dan sampel di dapat harga absorban pengukuran yang tepat.
Pada proses penentuan panjang gelombang digunakan larutan standar 2 ppm dan 8 ppm,
hal ini di lakukan untuk menentukan panjang gelombang sesungguhnya dilakukan dua kali
untuk mencari panjang gelombang maksimum. Di dalam alat tetap terdapat larutan blanko
sebagai pengkondisian (pengkalibrasi) agar ketika pengukuran sampel pereaksi yang
ditambahkan pada sampel tidak mengubah harga absorban pengukuran, karena adanya faktor
koreksi dengan blanko sehingga nilainya zero atau nol. Jadi didalam alat itu ada 2 larutan
yaitu blanko dengan larutan standar. Nilai Abscis (λ) yang di dapat pada konsentrasi 2 ppm
adalah 272,4 sedangkan konsentrasi 8 ppm adalah 272,6 , sehingga nilai panjang gelombang
maksimum yang diambil adalah 274,8
Pada proses pengukuran standar untuk mendapatkan kurva kalibrasi, dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar nilai absorbansi yang diperoleh. Dan
dari kurva kalibrasi ini diperoleh nilai R (regresi) sebesar 0,990 yang artinya kurva ini dapat
menjadi kurva standar untuk penentuan konsentrasi/kadar sampel karena kurva ini berbentuk
cukup linear sehingga dapat menjadi hubungan korelasi antara konsentrasi dengan absorbansi.
Kurva kalibrasi yang terbentuk digunakan untuk mengukur sampel berdasarkan persamaan
garis yang dibentuk, sehingga konsentrasi sampel dapat diketahui dan langsung tertera pada
alat. Konsentrasi yang diperoleh dari hasil perhitungan yaitu : sampel 1 : 3.96 ppm. Sampel
kafein : 282.7 ppm.
6.2 Pembahasan oleh Eveline Fauziah
Pada praktikum kali ini, bertujuan untuk menentukan kadar kafein di dalam larutan kopi
yang didapat melalui metoda ekstraksi. Kadar kafein tersebut dapat diukur melalui alat
Laporan Instrumen Analitik
19
bernama Spektrofotometer. Spektrofotometer yang digunakan ialah Spektrofotometer
Shimadzuyang memiliki 2 sumber cahaya yaitu visible dan ultraviolet. Digunakan
spektrofotometer uv-visible ini karena kafein hasil ekstraksi tidak berwarna, sehingga sesuai
dengan pengukuran oleh radiasi gelombang cahaya ultraviolet yaitu dibawah 350 nm.
Shimadzu yang memiliki 2 sumber lampu yaitu sinar tampak dan UV, sinar tampak sering
disebut visible, untuk sumber lampunya yang digunakan adalah wolfram, sedang sinar tak
tampak sering disebut Ultra Violet (UV), sehingga spektrofotometer Shimadzu sering disebut
spektrofotometer UV-vis (Ultra Violet – Visible).
1. Proses Ekstraksi kafein oleh Metilen Klorida dan HCl.
Penentuan kadar kafein diawali dengan proses ekstraksi. Serbuk kopi sebanyak 2 gram
dilarutkan ke dalam aquades 75 ml, kemudian disaring terlebih dahulu sebanyak 2x oleh
kertas Whatman. Selanjutnya dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan ini bertujuan agar kafein
yang ada dalam larutan dapat keluar karena proses pemanasan itu sendiri berfungsi untuk
menambah kelarutan dari kafein.
Selanjutnya, larutan kopi tersebut dipindahkan ke dalam corong pisah, agar dapat
dilakukan kestraksi karena perbedaan massa jenis. Kemudian tambahkan metilen klorida
(CH3Cl) 10 ml dan juga NaOH. Pelarut organic (metilen klorida) ditambahkan agar kafein
dan substratnya memiliki fasa yang berbeda. Proses ekstraksi dilakukan dengan pengocokan
sehingga cafein yang terdapat dalam larutan kopi terlarutkan dalam metilen klorida, dan
terpisah dari substratnya. Pelarut organic tersebut akan menarik kafein ke bagian bawah,
sedangkan substrat akan berada di atasnya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan massa
jenis, massa jenis metilen klorida lebih rendah maka berada di bagian bawah corong pisah,
sedangkan massa jenis substrat lebih berat maka berada di bagian atas corong pisah.
Pada saat melakukan ekstraksi tutup corong pisah harus sekali-sekali dibuka, karena
ketika dikocok reaksi antara pelarut organik dan kafein menimbulkan gas. Sehinnga
dikhawatirakan ketika tekanan gas dalam corong pisah tinggi menyebabkan corong pisah
menjadi pecah atau pun menyebabkan tutup corong pisah terlontar keluar.
Laporan Instrumen Analitik
20
Ketika setelah pengocokan dan terbentuk 2 fasa antara pelarut organik dan sampel maka
bagian yang diambil adalah bagian bawah (pelarut organik). Setelah dilakukan pengocokan
maka kafein yang berada dalam sampel, larut dalam pelarut organik. Namun agar kafein lebih
larut dalam metilen klorida dilakukan ekstraksi sampel sebanyak 2 kali.
Ekstraksi kedua, pelarut organic yang mengandung kafein tersebut dimasukkan lagi ke
dalam corong pisah dan ditambahkan HCl 0,1 N sebanyak 30 ml. Kafein yang larut dalam
metilen klorida, dan direaksikan dengan HCl, akan ditarik oleh HCl. Karena berat jenis HCl
kurang dari 1 maka posisi HCl setelah proses ekstraksi berada di bagian atas larutan dan telah
berikatan dengan kafein. Sehingga larutan yang mengandung kafein setelah dilakukan
ekstraksi kedua berada di lapisan larutan yang paling atas.Melalui perhitungan, didapat kadar
kafein di dalam larutan kopi ialah 8,48 mg
2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Pada penentuan panjang gelombang maksimum, digunakan larutan standar kafein dengan
varian konsentrasi yaitu 2, 4, 8, 10, 12 ppm dan blanko. Larutan standar kafein 8 ppm
digunakan dalam menentukan panjang gelombang maksimum karena konsentrasi 8 ppm
berada pada bagian tengah-tengah yang mewakili deret standar.
Penentuan panjang gelombang maksimum juga ditentukan oleh larutan blanko HCl 0,1 N.
Larutan blanko berfungsi sebagai pengkondisian (pengkalibrasi) agar ketika pengukuran
sampel preaksi yang ditambahkan pada sampel tidak mengubah harga absorban pengukuran,
karena adanya faktor koreksi dengan blanko.Setelah proses pengukuran, didapat panjang
gelombang maksimum ialah 274,8 nm dan dengan nilai absorbansi sebesar 0,325 nm.
Setelah mendapatkan panjang gelombang maksimum, larutan standar lain dengan
konsentrasi yang berbeda dimasukkan ke dalam spektrofotometer dan didapat nilai
absorbansinya. Spektrofotometer dapat mengukur nilai absorbansi suatu larutan karena,
cahaya yang masuk melalui pintu masuk akan melalui monoktromater. Fungsi monokromater
ialah untuk memecah cahata yang masih memiliki gelombang yang bersifat poliknomatis,
kemudian dipecah menjadi monokromatis. Kemudian cahaya akan melewati pintu keluar dan
Laporan Instrumen Analitik
21
mengenai sampel di dalam spektrofotometer. Cahaya tersebut ada yang diserap oleh larutan,
ada yang diteruskan, dan ada yang dipantulkan. Cahaya yang tidak terserap oleh larutan dapat
terukur oleh spektrofotometer, dan nilai tersebut sebanding dengan cahaya yang ada di dalam
larutan.
Pada proses pengukuran standar, didapatkan kurva kalibrasi dengan nilai R (regresi)
sebesar 0.998. hal ini menunjukan bahwa korelasi dari kurva adalah bernilai positif, yang
artinya setiap pertambahan nilai konsentrasi diikuti pertambahan nilai absorban secara
proporsional. Dengan kata lain absorban berbanding lurus dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi
yang terbentuk digunakan untuk mengukur sampel berdasarkan persamaan garis yang
dibentuk, sehingga konsentrasi sampel dapat diketahui dan langsung tertera pada alat.
Konsentrasi sampel yang diukur harus berada diantara konsentrasi deret larutan standar
yang telah dibuat agar alat dapat membaca absorban dari sampel dengan optimal. Kemudian
didapatkan konsentrasi sampel yang tertera (sampel air bilasan) adalah 3,96 ppm dan sampel
kopi 282.7 ppm
6.3 Pembahasan oleh Fajar Nugraha
Pada praktikum penentuan kadar kafein dalam sampel kopi , dilakukan dengan metoda
spektrofotometri dengan sumber lampu UV (lampu yang digunakan biasanya lampu
denterium), karena larutan hasil ekstraksi kafein yang telah terpisah tidak berwarna,
sehingga diperlukan lampu dengan panjang gelombang dibawah 350 nm (UV) untuk
mengetahui besarnya absorban sampel dan standar kafein. Karena hal ini digunakanlah alat
spektrofotometer Shimadzu yang memiliki 2 sumber lampu yaitu sinar tampak dan UV, sinar
tampak sering disebut visible, untuk sumber lampunya yang digunakan adalah wolfram,
sedang
sinar
tak
tampak
sering
disebut Ultra
Violet
(UV), sehingga
spektrofotometer Shimadzu sering disebut spektrofotometer UV-vis (Ultra Violet – Visible
EKSTRAKSI
Hal pertama yang dilakukan adalah melarutkan sampel kopi yang mengandung kafein ,
dengan 75 mL aquades , perlu diperhatikan bahwa sampel yang digunakan tidak mengandung
Laporan Instrumen Analitik
22
ampas kopi dan menambah kelarutan kafein . Dilarutkan selama 30 menit dengan pemanasan
menggunakan hotplate. Setelah dilarutkan kemudian kopu disaring menggunakan kertas
saring bertujuan untuk menyaring kopi agar terhindar dari endapan atau suspensi kopi yang
tidak larut saat pemanasan . kemudian kopi diektrasi menggunakan corong pisah , dengan
ektraksi pertama menggunakan pelarut metilen klorida dan penambahan 10 mL NaOH agar
kafein berikatan dengan metilen klorida , memakai pelarut ini karena pelarut ini dapat
mengikat kafein yang tergantung dalam kopi , teknis pengerjaan dikocok dan beberapa kali
setelah dikocong corong dibuka dalam posisi menghadap keatas untuk mengeluarkan gas
metilan klorida , karena metilen klorida mempunyai berat jenis yang lebih besar dari pada air
maka metilen klorida yang telah mengkikat kafein akan berada dibagian bawah sedangkan
kopi akan ada dibagian atasnya , setelah beberapa kali kocokan didiamkan beberapa menit ,
setelah benar benarr terpisah dan membentuk 2 fasar langkah selanjutnya yaitu dipisahkan
dengan mengeluarkan metilen klorida kedalam Erlenmeyer. Setelah itu metilen klorida yang
mengandung kafein diekstraksi kembali menggunakan HCl 0,1 N , kafein yang berada dalam
metilen klorida akan terikat atau larut dalam HCl , metilen klorida kemudian dibuang
ketempat yang seharusnya kemudian HCl yang mengandung kafein selanjutnya diambil
untuk dilakukan analisa selanjutnya.
PENGUKURAN.
Sebelum pengukuran dilakukan , deret standar dibuatt terlebih dahulu yaitu 2,4,8,10,12 ppm
kafein yang diencerkan dari kafein 100 ppm menggunakan buret agar teliti. Alat harus
didiamkan terlebih dahulu dalam keadaan on agar arus listrik dalam spektrofotometer stabil.
Dari deret standar tersebut diambil 8 ppm untuk digunakan dalam penentuan glombang
maksimum , setelah diperoleh gelombang maksimum sebesar 274,8 nm dan dengan nilai
absorbansi sebesar 0,325 nm. Kemudian deret tersebut diukur untuk membentuk kurva
kalibrasi dan membentuk garis liner untuk diperoleh regresi liniernya yang akan digunakan
untuk mengukur kadar kafein dalam sampel. Diperoleh persamaan garis y = 0.044x - 0.002
R² = 0.990 , kemudian dengan pengolahan data diperoleh besar sampel pertama yaitu air
bilasan sebesar 3.96 ppm . kemudian untuk sampel kopi hasil ekstraksi diencerkan 25 kali
agar grafik pada saat pengukuran tidak terlalu tinggi
, setelah pengukuran diperoleh
menggunakan fotometric diperoleh absorbansi 0.504 dengan panjang gelombang maksimum
Laporan Instrumen Analitik
23
273 nm . sehingga dengan pengolahan data diperoleh kadar kafein dalam kopi sebesar 282.7
ppm atau jika dikonvenrsi kedalam mg yaitu 8.48 mg dalam 2 gram sampel kopi atau dalam
setiap 1 gram kopi mengandung 4,24 mg kafein.
6.4 Pembahasan oleh Fadil Hardian
Pada
praktikum
ini
penentuan
kadar
kafein,
dilakukan
dengan
metoda
spektrofotometri dengan sumber lampu UV (lampu yang digunakan biasanya lampu
denterium), karena larutan hasil ekstraksi kafein yang telah terpisah tidak berwarna,
sehingga diperlukan lampu dengan panjang gelombang dibawah 350 nm (UV) untuk
mengetahui besarnya absorban sampel dan standar kafein. Pada praktikum ini digunakanlah
alat spektrofotometer Shimadzu yang memiliki 2 sumber lampu yaitu sinar tampak dan UV,
untuk sumber lampunya yang digunakan adalah wolfram, sedang sinar tak tampak sering
disebut
Ultra
Violet
(UV),
sehingga
spektrofotometer
Shimadzu
sering
disebut
spektrofotometer UV-vis (Ultra Violet – Visible)
EKSTRAKSI
Dalam pengukuran kadar kafein dalam sampel kopi, kafein dalam sampel harus dipisahkan
terlebih dahulu menggunakan proses ekstraksi dengan corong pisah , dan larutan yang
digunakan untuk memisahkannya yaitu metilen klorida , larutan tersebut dalam ekstraksi
pertama bertujuan untuk mengikat kafein dalam sampel , kemudian dipisahkan setelah itu
dilakukan ekstraksi ke dua ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut HCl , dalam proses
tersebut kafein yang terikat di metilen klorida akan larut dalan larutan HCl , kemudian
larutan tersebut diencerkan dalam labu ukur 25x untuk analisis selanjutnya.
PENGUKURAN
Pada penentuan kadar kafein dalam sampel diawali dengan melakukan pengenceran terlebih
dahulu dari konsentrasi 1000 ppm menjadi 100 ppm kemudian lakukan pengenceran lagi
pada konsentrasi 2,4,8,10,12 ppm yang di larutkan dalam HCl 0,1 N.
Laporan Instrumen Analitik
24
Pengukuran panjang gelombang maksimum dengan menggunakan larutan standar kafein
digunakan dengan lima variasi standar, yaitu 2 ppm, 4 ppm ,8 ppm, 10 ppm dan 12 ppm. Dan
digunakan larutan standar 8 ppm untuk menentukan panjang gelombang maksimum, karena
konsentrasi 8 ppm berada pada bagian tengah-tengah yang mewakili deret standar sehingga
digunakanlah kafein 8 ppm untuk mencari panjang gelombang maksimum.
Pada penentuan panjang gelombang maksimum juga digunakan larutan blanko, larutan
blanko ini merupakan larutan HCl 0,1 N yang tidak mengandung kafein atau zat lainnya.
Digunakan HCl 0,1 N karena pelarut yang diguanakan untuk standar adalah HCl 0,1 N
sehingga jenis pereaksi yang ditambahkan pada sampel dan standar sedapat mungkin sama.
Larutan blanko ini juga berfungsi sebagai pengkondisian (pengkalibrasi) agar ketika
pengukuran sampel preaksi yang ditambahkan pada sampel tidak mengubah harga absorban
pengukuran, karena adanya faktor koreksi dengan blanko sehingga nilainy zero atau nol.
Pada proses pengukuran standar, didapatkan kurva kalibrasi dengan nilai R (regresi) sebesar
0,990. hal ini menunjukan bahwa korelasi dari kurva adalah bernilai positif, yang artinya
setiap pertambahan nilai konsentrasi diikuti pertambahan nilai absorban secara proporsional.
Dengan kata lain absorban berbanding lurus dengan konsentrasi. Ketika absorban dari sampel
lebih dari 1 maka artinya kandungan kafein dalam sampel terlampau pekat, dan harus
diencerkan dengan faktor pengenceran. Dengan pengolahan data diperoleh kadar kafein
sampel air bilasan sebesar 3.96 ppm sedangkan kadar kafein dalam larutan sampel kopi
sebesar 282.7 ppm
Laporan Instrumen Analitik
25
BAB VII
SIMPULAN
7.1 Kesimpulan oleh Azka muhamad Syahida
Berdasarkan percobaan dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
Panjang gelombang maksimum berdasarkan praktikum adalah 272,6nm.
Semakin besar nilai absorbansi maka semakin besar pula konsentrasi sampel yangdidapat.
Semakin pekat larutan maka semakin besar konsentrasi zat pada larutan tersebut.
Metode spektrofotometri memerlukan larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya.
7.2 Kesimpulan oleh Eveline Fauziah
Berdasarkan percobaan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Panjang gelombang maksimum untuk sampel ialah 274,8 nm.
2. Panjang gelombang maksimum untuk kafein ialah 273 nm.
3. Kadar kafein yang berada di dalam larutan kopi ialah sebanyak 8,48 mg dalam 30 ml
atau 282.7 ppm.
7.3 Kesimpulan oleh Fajar Nugraha
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan , panjang gelombang maksimum untuk sampel
air bilasan yaitu 274.8 nm dengan pengolahan data diperoleh kadar kafein sebesar 3.96 ppm ,
Laporan Instrumen Analitik
26
sedangkan untuk sampel ekstraksi kopi diperoleh panjang gelombang maksimum sebesar 273
nm dengan pengolahan data diperoleh kada kafein sebesar 282.7 ppm
7.4 Kesimpulan oleh Fadil Hardian
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan , diperoleh kadar kafein dalam sampel kopi
sebesar 282.7 ppm
DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A, dan Underwood A.L, 1986, Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Kelima, Penerbit
Erlangga, Jakarta, Hal 390
Dachriyanus, Dr, 2004, Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi,
University Press, Padang, Hal 1-2 dan 8-9
Andalas
Khopkar, S.M, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta,
Hal 215-216
Laporan Instrumen Analitik
27
LAMPIRAN
Sampel, blanko dan larutan standar 2 ppm , 4 ppm , 8 ppm , 10 ppm , 12
ppm ,
Spektrofotometer shimadzu
Laporan Instrumen Analitik
28
Proses ekstraksi
Laporan Instrumen Analitik
29
Download