BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya pengabsorbsian energi cahaya oleh suatu sistem kimia itu sebagai fungs dari panjang gelombang radiasi, demikian pula pengukuran pengabsorbsian yang menyendiri pada suatu panjang gelombang tertentu. Spektrofotometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari pemilikan visual di mana studi yang lebih rinci mengenai pengabsorbsian energi cahaya oleh spesies kimia memungkinkan kecermatan yang lebih besar daalam pencirian dan pengukuran kuantitatif. Spektrofotometri sesuai dengan namanya dalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotmeter yang menghasilkan sinar spektrum dengan panjang gelombang yaitu dan fotometer adalah alat pengukuran intenstas cahaya ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Untuk memahami spektrofotometri, memperhatikan interaksi radiasi dengan spesies kimia dengan cara yang elementer dan secara umum mengurus apa kerja instrumen – instrumen. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan di sebagai fungsi dari panjang gelombang. 1.2 Tujuan Percobaan Setelah melakukan percobaan diharapkan mahasiswa mampu : 1. Menentukan panjang gelombang maksimum 2. Membuat kurva kalibrasi dengan panjang gelombang maksimum 3. Menentukan kadar kafein dalam sampel kopi BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Kafein Laporan Instrumen Analitik 1 Kafein adalah basa sangat lemah dalam larutan air atau alkohol tidak terbentuk garam yang stabil. Kafein terdapat sebagai serbuk putih, atau sebagai jarum mengkilat putih, tidak berbau dan rasanya pahit. Kafein larut dalam air (1:50), alkohol (1:75) atau kloroform (1:6) tetapi kurang larut dalam eter. Kelarutan naik dalam air panas (1:6 pada 80°C) atau alkohol panas (1:25 pada 60°C) (Wilson and Gisvold, 1982). Berikut ini adalah struktur dari kafein : Gambar 1. Struktur Kafein Kafein merupakan alkaloid yang terdapat dalam teh, kopi, cokelat, kola, dan beberapa minuman penyegar lainnya. Kafein dapat berfungsi sebagai stimulant dan beberapa aktifitas biologis lainnya. Kandungan kafein dalam teh relative lebih besar daripada yang terdapat dalam kopi, tetapi pemakaian teh dalam minuman lebih encer dibandingkan dengan kopi (Sudarmi, 1997). Kafein merupakan perangsang susunan saraf pusat yang dapat menimbulkan dieresis, merangsang otot jantung dan melemaskan otot polos bronchus. Secara klinis biasanya digunakan berdasarkan khasiat sentralnya, merangsang semua susunan saraf pusat mula-mula korteks kemudian batang otak, sedangkan medulla spinalis hanya dirangsang dengan dosis besar 1.2 Definisi Spektrofotometer Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer ialah menghasilkan sinar dari spektrum dan panjang gelombang tertentu, sedangkan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau Laporan Instrumen Analitik 2 yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkar,1990) 1.3 Spektrofotometer UV Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spectrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energy secara relative jika energy tersebut ditransmisikan atau direfleksikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Prinsip dasar dari suatu spektrofotometer adalah penyerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu. Jenis-jenis spektrofotometer : berdasarkan pada daerah spektrum yang akan dieksporasi, terdiri dari : a. Spektrofotometer sinar tampak (Vis). b. Spektrofotometer sinar tampak (Vis) dan ultraviolet (UV). Laporan Instrumen Analitik 3 berdasarkan teknik optika sinar, terdiri dari : a. Spektrofotometer optika sinar ganda (double beams optic). b. Spektrofotometer optika sinar tunggal (single beams optic). Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spectrum tampak kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbansi antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkar, S.M, 2002) 1.3 Skema konstruksi spektrofotometer : Ketika cahaya putih dilewatkan dalam suatu substansi maka setiap warna cahaya yang dipantulkan akan memiliki panjang gelombang yang berbeda. Berkas cahaya tersebut diasumsikan sebagai warna komplemen dari panjang gelombang yang diserap. Spektrofotometer 1500 Shimadzu Mekanisme kerja dari spektrofotometer pada dasarnya adalah memencilkan cahaya menjadi monokromatik, yang kemudian cahaya tersebut dilewatkan pada suatu sampel yang akan diukur kekuatan radiasinya. Jika P merupakan banyaknya sinar – sinar yang diteruskan oleh larutan sampel dan Po merupakan banyaknya sinar yang diserap, maka ratio P/Po dapat kita sebut sebagai transmitansi. % Transmitansi dapat dituliskan sebagai berikut: Laporan Instrumen Analitik 4 Selain mengukur transmitansi, spektrofotometer pada dasarnya adalah untuk mengukur absorbansi sampel karena adanya interaksi atom, molekul, dan ion pada sampel tersebut. Panjang gelombang yang diserap oleh sampel dari sejumlah cahaya yang diberikan akan sebanding dengan konsentrasi sampel dan ketebalan larutan sampel. Secara matematis hubungan ini diberikan oleh hukum Lambert – beer: A = £bc Dimana: £ = absorptivitas molar (L.cm-1.mol-1) b = ketebalan kuvet (cm) c = konsentrasi (molL-1) Hukum Lambert-Beer Dimana, A= serapan Io = Intensitas sinar yang datang I = Intensitas sinar yang diteruskan ε = absorptivitas molar ι = panjang atau tebal larutan c = konsentrasi larutan. Komponen Instrumentasi UV-Vis a. Sumber Radiasi ü Argon 100 – 160 nm ü 350 – 800 nm Tungsten Laporan Instrumen Analitik 5 ü Deuterium 160 – 360 nm ü Xenon 200 – 900 nm b. Kuvet (Sample Container) -Kuarsa atau silika c. Monokromator -Prisma kaca atau kuarsa d. Detektor -Fotolistrik e. Pencatat ü Menurut konfigurasi optiknya, spektrofotometer UV-Vis dibagi menjadi : – Single Beam – Double Beam – Multi Channe BAB III PROSEDUR PERCOBAAN 3.1 Alat dan Bahan Laporan Instrumen Analitik 6 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Alat Spektrofotometer Shimazdu Buret 50 mL Pipet tetes Pipet ukur 5 ml; 10 ml 7 buah labu takar 25 ml Botol Semprot Gelas kimia 250 ml, 100 ml Bola hisap Bahan Larutan induk kafein + 100 ppm Metilen klorida 30 mL Larutan NaOH 0.1 N 10 mL Larutan HCl 0.1 N 30 mL Aquades 3.2 Skema Kerja 1. Pembuatan Larutan Standard dan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Laporan Instrumen Analitik 7 2. Pembuatan Larutan Cuplikan Kafein CARA 1 A. Menyalakan Alat Laporan Instrumen Analitik 8 B. Pengukuran Spektrum (untuk Penentuan Panjang Gelombang Maksimum). Laporan Instrumen Analitik 9 C. Pengukuran Photometric Laporan Instrumen Analitik 10 (untuk mengukur A atau %T, jika panjang gelombang gel.maksimum sudah diketahui). D. Pengukuran Quantitative Laporan Instrumen Analitik 11 a. Pembuatan Kurva Kalibrasi Catatan : Laporan Instrumen Analitik 12 1. Supaya kurvanya berbentuk garis linier melalui (0,0), maka blanko dimasukkan ke no.1 (konsentrasi 0,000 ppm) pada saat pengisian nilai konsentrasi. 2. Untuk mengubah data pada kurva kalibrasi - Masuk ke menu ‘cal. Curve’ (tampilan kurva kalibrasi). - Tekan ‘CHg.Ord’ (F3), untuk mengganti nilai konsentrasi, tekan ‘change’ danmasuk kannilai yang benar, tekan ‘enter’. - Ganti nilai ABS, tekan ‘Edit key in’, masukan nilai yang benar, tekan ‘enter’. E. Pengukuran Konsentrasi Sampel (setelah tahap pembuatan kurva kalibrasi) F. MematikanAlat Laporan Instrumen Analitik 13 BAB IV DATA PENGAMATAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksium No. 1. Konsentrasi (ppm) 8 PanjangGelombang (nm) 274,8 Absorbansi 0,325 B. Pembuatan kurva kalibrasi (Photometric) N o. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Konsentrasi (ppm) 0 2 4 8 10 12 Laporan Instrumen Analitik PanjangGelombang (nm) 274,8 274,8 274,8 274,8 274,8 274,8 14 Absorbansi (A) 0 0,096 0,18 0,325 0,45 0,55 Kurva Kalibrasi Absorbansi (A) vs Konsentrasi (ppm) 0.6 0.55 0.5 f(x) = 0.04x - 0 R² = 0.99 0.45 0.4 Absorbansi (A) Y-Values 0.33 0.3 Linear (Y-Values) Linear (Y-Values) 0.2 Linear (Y-Values) 0.18 0.1 0.1 0 0 2 4 6 8 10 12 14 Konsentrasi (ppm) C. Pengukuran Konsentrasi Sampel air bilasan No. 1. Konsentrasi (ppm) 3,96 Absorban(A) 0,176 Panjang Gelombang (nm) 274,8 Konsentrasi sampel di dapat melalui persamaan garis lurus dari kurva kalibrasi di atas, Y = A + Bx dimana : y = nilai absorbansi sampel 0,176 = 0,0448x – 0,0026 x = konsentrasi sampel X = 3,96 Jadi dalam larutan air bialasan terdapat 3.96 ppm kafein D. Pengukuran Absorban Sampel kopi No. 1. Absorban (A) PanjangGelombang 0,504 (nm) 273,0 Laporan Instrumen Analitik 15 1. Perhitungan konsentrasi Kafein y = A + Bx y = 0,0448x – 0,0026 y (nilai absorbansi kafein) = 0,504 0,504 = 0,0448x – 0,0026 x = 11, 30 ppm 2. Perhitungan massa kafein di dalam kopi Kafein di dalam HCl diencerkan sebanyak 5x, namun masih pekat, terbukti dari pengukuran spektrofotometer yang melonjak sangat tinggi, maka diencerkan lagi sebanyak 5x. Jadi total pengenceran sebanyak 25x. 11,30 ppm x 25 = 282,7 mg/L (ppm) 282,7 mg Massa kafein di dalam 30 ml = L x 30 =8,48 mg /30 mL 1000 Maka, di dalam 30 ml larutan sampel kopi, terdapat 8,48 mg kafein Massa sampel kopi 2 gram , jadi dalam 2 gram kopi terdapat 8.48 mg kafein atau setiap 1 gram kopi terdapat 4,24 mg kafein. Laporan Instrumen Analitik 16 BAB V PENGOLAHAN DATA Perhitungan deret larutan standar kafein 2,4,8,10,12 ppm a. Perhitungan pengenceran larutan dari kafein 1000 ppm menjadi 100 ppm V1. C1 = V2 . C2 1000 ppm. 10 mL = 100 mL . C2 C2 =100 ppm b. Perhitungan pengenceran larutan 100 ppm dipipet 0.5 mL kedalam labu 25 mL. V1. C1 = V2 . C2 100 ppm. 0.5 mL = 25 mL . C2 C2 = 2 ppm c. Perhitungan pengenceran larutan 100 ppm dipipet 1 mL kedalam labu 25 mL. V1. C1 = V2 . C2 100 ppm. 1 mL = 25 mL . C2 C2 = 4 ppm d. Perhitungan pengenceran larutan 100 ppm dipipet 2 mL kedalam labu 25 mL. V1. C1 = V2 . C2 100 ppm. 2 mL = 25 mL . C2 Laporan Instrumen Analitik 17 C2 = 8 ppm e. Perhitungan pengenceran larutan 100 ppm dipipet 2.5 mL kedalam labu 25 mL. V1. C1 = V2 . C2 100 ppm. 2.5 mL = 25 mL . C2 C2 = 10 ppm f. Perhitungan pengenceran larutan 100 ppm dipipet 3 mL kedalam labu 25 mL. V1. C1 = V2 . C2 100 ppm. 3 mL = 25 mL . C2 C2 = 12 ppm BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pemabahasaan oleh Azka Muhamad Syahida Praktikum penentuan kadar kafein dilakukan dengan metoda spektrofotometri dengan sumber lampu UV (lampu yang digunakan biasanya lampu denterium), karena larutan hasil ekstraksi kafein yang telah terpisah tidak berwarna, sehingga diperlukan lampu dengan panjang gelombang dibawah 350 nm (UV) untuk mengetahui besarnya absorban sampel dan standar kafein. Pada praktikum ini digunakanlah alat spektrofotometer Shimadzu yang memiliki 2 sumber lampu yaitu sinar tampak dan UV, untuk sumber lampunya yang digunakan adalah wolfram, sedangkan sinar tak tampak sering disebut Ultra Violet (UV), sehingga spektrofotometer Shimadzu sering disebut spektrofotometer UV-vis (Ultra Violet – Visible). Pada penentuan kadar kafein dalam sampel diawali dengan melakukan pengenceran terlebih dahulu dari konsentrasi 1000 ppm menjadi 100 ppm kemudian dilakukan pengenceran lagi pada konsentrasi yang sudah di tentukan yaitu 2,4,8,10,12 ppm yang di larutkan dalam HCl 0,1 N. Hal ini bertujuan untuk membuat kurva standar, sehingga pada penentuan Laporan Instrumen Analitik 18 konsentrasi sampel, dapat diketahui konsentrasi sampel setelah dilakukan pengukuran absorban berdasarkan kurva deret standar yang telah dibuat. HCl 0,1 N juga bertindak sebagai blanko. Larutan blanko ini merupakan larutan HCl 0,1 N yang tidak mengandung kafein. Digunakan HCl 0,1 N karena pelarut yang digunakan untuk standar adalah HCl 0,1 N sehingga jenis pereaksi yang ditambahkan pada sampel dan standar harus sama. Larutan blanko ini juga berfungsi sebagai pengkondisian (pengkalibrasi) agar ketika pengukuran larutan standar dan sampel di dapat harga absorban pengukuran yang tepat. Pada proses penentuan panjang gelombang digunakan larutan standar 2 ppm dan 8 ppm, hal ini di lakukan untuk menentukan panjang gelombang sesungguhnya dilakukan dua kali untuk mencari panjang gelombang maksimum. Di dalam alat tetap terdapat larutan blanko sebagai pengkondisian (pengkalibrasi) agar ketika pengukuran sampel pereaksi yang ditambahkan pada sampel tidak mengubah harga absorban pengukuran, karena adanya faktor koreksi dengan blanko sehingga nilainya zero atau nol. Jadi didalam alat itu ada 2 larutan yaitu blanko dengan larutan standar. Nilai Abscis (λ) yang di dapat pada konsentrasi 2 ppm adalah 272,4 sedangkan konsentrasi 8 ppm adalah 272,6 , sehingga nilai panjang gelombang maksimum yang diambil adalah 274,8 Pada proses pengukuran standar untuk mendapatkan kurva kalibrasi, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar nilai absorbansi yang diperoleh. Dan dari kurva kalibrasi ini diperoleh nilai R (regresi) sebesar 0,990 yang artinya kurva ini dapat menjadi kurva standar untuk penentuan konsentrasi/kadar sampel karena kurva ini berbentuk cukup linear sehingga dapat menjadi hubungan korelasi antara konsentrasi dengan absorbansi. Kurva kalibrasi yang terbentuk digunakan untuk mengukur sampel berdasarkan persamaan garis yang dibentuk, sehingga konsentrasi sampel dapat diketahui dan langsung tertera pada alat. Konsentrasi yang diperoleh dari hasil perhitungan yaitu : sampel 1 : 3.96 ppm. Sampel kafein : 282.7 ppm. 6.2 Pembahasan oleh Eveline Fauziah Pada praktikum kali ini, bertujuan untuk menentukan kadar kafein di dalam larutan kopi yang didapat melalui metoda ekstraksi. Kadar kafein tersebut dapat diukur melalui alat Laporan Instrumen Analitik 19 bernama Spektrofotometer. Spektrofotometer yang digunakan ialah Spektrofotometer Shimadzuyang memiliki 2 sumber cahaya yaitu visible dan ultraviolet. Digunakan spektrofotometer uv-visible ini karena kafein hasil ekstraksi tidak berwarna, sehingga sesuai dengan pengukuran oleh radiasi gelombang cahaya ultraviolet yaitu dibawah 350 nm. Shimadzu yang memiliki 2 sumber lampu yaitu sinar tampak dan UV, sinar tampak sering disebut visible, untuk sumber lampunya yang digunakan adalah wolfram, sedang sinar tak tampak sering disebut Ultra Violet (UV), sehingga spektrofotometer Shimadzu sering disebut spektrofotometer UV-vis (Ultra Violet – Visible). 1. Proses Ekstraksi kafein oleh Metilen Klorida dan HCl. Penentuan kadar kafein diawali dengan proses ekstraksi. Serbuk kopi sebanyak 2 gram dilarutkan ke dalam aquades 75 ml, kemudian disaring terlebih dahulu sebanyak 2x oleh kertas Whatman. Selanjutnya dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan ini bertujuan agar kafein yang ada dalam larutan dapat keluar karena proses pemanasan itu sendiri berfungsi untuk menambah kelarutan dari kafein. Selanjutnya, larutan kopi tersebut dipindahkan ke dalam corong pisah, agar dapat dilakukan kestraksi karena perbedaan massa jenis. Kemudian tambahkan metilen klorida (CH3Cl) 10 ml dan juga NaOH. Pelarut organic (metilen klorida) ditambahkan agar kafein dan substratnya memiliki fasa yang berbeda. Proses ekstraksi dilakukan dengan pengocokan sehingga cafein yang terdapat dalam larutan kopi terlarutkan dalam metilen klorida, dan terpisah dari substratnya. Pelarut organic tersebut akan menarik kafein ke bagian bawah, sedangkan substrat akan berada di atasnya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan massa jenis, massa jenis metilen klorida lebih rendah maka berada di bagian bawah corong pisah, sedangkan massa jenis substrat lebih berat maka berada di bagian atas corong pisah. Pada saat melakukan ekstraksi tutup corong pisah harus sekali-sekali dibuka, karena ketika dikocok reaksi antara pelarut organik dan kafein menimbulkan gas. Sehinnga dikhawatirakan ketika tekanan gas dalam corong pisah tinggi menyebabkan corong pisah menjadi pecah atau pun menyebabkan tutup corong pisah terlontar keluar. Laporan Instrumen Analitik 20 Ketika setelah pengocokan dan terbentuk 2 fasa antara pelarut organik dan sampel maka bagian yang diambil adalah bagian bawah (pelarut organik). Setelah dilakukan pengocokan maka kafein yang berada dalam sampel, larut dalam pelarut organik. Namun agar kafein lebih larut dalam metilen klorida dilakukan ekstraksi sampel sebanyak 2 kali. Ekstraksi kedua, pelarut organic yang mengandung kafein tersebut dimasukkan lagi ke dalam corong pisah dan ditambahkan HCl 0,1 N sebanyak 30 ml. Kafein yang larut dalam metilen klorida, dan direaksikan dengan HCl, akan ditarik oleh HCl. Karena berat jenis HCl kurang dari 1 maka posisi HCl setelah proses ekstraksi berada di bagian atas larutan dan telah berikatan dengan kafein. Sehingga larutan yang mengandung kafein setelah dilakukan ekstraksi kedua berada di lapisan larutan yang paling atas.Melalui perhitungan, didapat kadar kafein di dalam larutan kopi ialah 8,48 mg 2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Pada penentuan panjang gelombang maksimum, digunakan larutan standar kafein dengan varian konsentrasi yaitu 2, 4, 8, 10, 12 ppm dan blanko. Larutan standar kafein 8 ppm digunakan dalam menentukan panjang gelombang maksimum karena konsentrasi 8 ppm berada pada bagian tengah-tengah yang mewakili deret standar. Penentuan panjang gelombang maksimum juga ditentukan oleh larutan blanko HCl 0,1 N. Larutan blanko berfungsi sebagai pengkondisian (pengkalibrasi) agar ketika pengukuran sampel preaksi yang ditambahkan pada sampel tidak mengubah harga absorban pengukuran, karena adanya faktor koreksi dengan blanko.Setelah proses pengukuran, didapat panjang gelombang maksimum ialah 274,8 nm dan dengan nilai absorbansi sebesar 0,325 nm. Setelah mendapatkan panjang gelombang maksimum, larutan standar lain dengan konsentrasi yang berbeda dimasukkan ke dalam spektrofotometer dan didapat nilai absorbansinya. Spektrofotometer dapat mengukur nilai absorbansi suatu larutan karena, cahaya yang masuk melalui pintu masuk akan melalui monoktromater. Fungsi monokromater ialah untuk memecah cahata yang masih memiliki gelombang yang bersifat poliknomatis, kemudian dipecah menjadi monokromatis. Kemudian cahaya akan melewati pintu keluar dan Laporan Instrumen Analitik 21 mengenai sampel di dalam spektrofotometer. Cahaya tersebut ada yang diserap oleh larutan, ada yang diteruskan, dan ada yang dipantulkan. Cahaya yang tidak terserap oleh larutan dapat terukur oleh spektrofotometer, dan nilai tersebut sebanding dengan cahaya yang ada di dalam larutan. Pada proses pengukuran standar, didapatkan kurva kalibrasi dengan nilai R (regresi) sebesar 0.998. hal ini menunjukan bahwa korelasi dari kurva adalah bernilai positif, yang artinya setiap pertambahan nilai konsentrasi diikuti pertambahan nilai absorban secara proporsional. Dengan kata lain absorban berbanding lurus dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi yang terbentuk digunakan untuk mengukur sampel berdasarkan persamaan garis yang dibentuk, sehingga konsentrasi sampel dapat diketahui dan langsung tertera pada alat. Konsentrasi sampel yang diukur harus berada diantara konsentrasi deret larutan standar yang telah dibuat agar alat dapat membaca absorban dari sampel dengan optimal. Kemudian didapatkan konsentrasi sampel yang tertera (sampel air bilasan) adalah 3,96 ppm dan sampel kopi 282.7 ppm 6.3 Pembahasan oleh Fajar Nugraha Pada praktikum penentuan kadar kafein dalam sampel kopi , dilakukan dengan metoda spektrofotometri dengan sumber lampu UV (lampu yang digunakan biasanya lampu denterium), karena larutan hasil ekstraksi kafein yang telah terpisah tidak berwarna, sehingga diperlukan lampu dengan panjang gelombang dibawah 350 nm (UV) untuk mengetahui besarnya absorban sampel dan standar kafein. Karena hal ini digunakanlah alat spektrofotometer Shimadzu yang memiliki 2 sumber lampu yaitu sinar tampak dan UV, sinar tampak sering disebut visible, untuk sumber lampunya yang digunakan adalah wolfram, sedang sinar tak tampak sering disebut Ultra Violet (UV), sehingga spektrofotometer Shimadzu sering disebut spektrofotometer UV-vis (Ultra Violet – Visible EKSTRAKSI Hal pertama yang dilakukan adalah melarutkan sampel kopi yang mengandung kafein , dengan 75 mL aquades , perlu diperhatikan bahwa sampel yang digunakan tidak mengandung Laporan Instrumen Analitik 22 ampas kopi dan menambah kelarutan kafein . Dilarutkan selama 30 menit dengan pemanasan menggunakan hotplate. Setelah dilarutkan kemudian kopu disaring menggunakan kertas saring bertujuan untuk menyaring kopi agar terhindar dari endapan atau suspensi kopi yang tidak larut saat pemanasan . kemudian kopi diektrasi menggunakan corong pisah , dengan ektraksi pertama menggunakan pelarut metilen klorida dan penambahan 10 mL NaOH agar kafein berikatan dengan metilen klorida , memakai pelarut ini karena pelarut ini dapat mengikat kafein yang tergantung dalam kopi , teknis pengerjaan dikocok dan beberapa kali setelah dikocong corong dibuka dalam posisi menghadap keatas untuk mengeluarkan gas metilan klorida , karena metilen klorida mempunyai berat jenis yang lebih besar dari pada air maka metilen klorida yang telah mengkikat kafein akan berada dibagian bawah sedangkan kopi akan ada dibagian atasnya , setelah beberapa kali kocokan didiamkan beberapa menit , setelah benar benarr terpisah dan membentuk 2 fasar langkah selanjutnya yaitu dipisahkan dengan mengeluarkan metilen klorida kedalam Erlenmeyer. Setelah itu metilen klorida yang mengandung kafein diekstraksi kembali menggunakan HCl 0,1 N , kafein yang berada dalam metilen klorida akan terikat atau larut dalam HCl , metilen klorida kemudian dibuang ketempat yang seharusnya kemudian HCl yang mengandung kafein selanjutnya diambil untuk dilakukan analisa selanjutnya. PENGUKURAN. Sebelum pengukuran dilakukan , deret standar dibuatt terlebih dahulu yaitu 2,4,8,10,12 ppm kafein yang diencerkan dari kafein 100 ppm menggunakan buret agar teliti. Alat harus didiamkan terlebih dahulu dalam keadaan on agar arus listrik dalam spektrofotometer stabil. Dari deret standar tersebut diambil 8 ppm untuk digunakan dalam penentuan glombang maksimum , setelah diperoleh gelombang maksimum sebesar 274,8 nm dan dengan nilai absorbansi sebesar 0,325 nm. Kemudian deret tersebut diukur untuk membentuk kurva kalibrasi dan membentuk garis liner untuk diperoleh regresi liniernya yang akan digunakan untuk mengukur kadar kafein dalam sampel. Diperoleh persamaan garis y = 0.044x - 0.002 R² = 0.990 , kemudian dengan pengolahan data diperoleh besar sampel pertama yaitu air bilasan sebesar 3.96 ppm . kemudian untuk sampel kopi hasil ekstraksi diencerkan 25 kali agar grafik pada saat pengukuran tidak terlalu tinggi , setelah pengukuran diperoleh menggunakan fotometric diperoleh absorbansi 0.504 dengan panjang gelombang maksimum Laporan Instrumen Analitik 23 273 nm . sehingga dengan pengolahan data diperoleh kadar kafein dalam kopi sebesar 282.7 ppm atau jika dikonvenrsi kedalam mg yaitu 8.48 mg dalam 2 gram sampel kopi atau dalam setiap 1 gram kopi mengandung 4,24 mg kafein. 6.4 Pembahasan oleh Fadil Hardian Pada praktikum ini penentuan kadar kafein, dilakukan dengan metoda spektrofotometri dengan sumber lampu UV (lampu yang digunakan biasanya lampu denterium), karena larutan hasil ekstraksi kafein yang telah terpisah tidak berwarna, sehingga diperlukan lampu dengan panjang gelombang dibawah 350 nm (UV) untuk mengetahui besarnya absorban sampel dan standar kafein. Pada praktikum ini digunakanlah alat spektrofotometer Shimadzu yang memiliki 2 sumber lampu yaitu sinar tampak dan UV, untuk sumber lampunya yang digunakan adalah wolfram, sedang sinar tak tampak sering disebut Ultra Violet (UV), sehingga spektrofotometer Shimadzu sering disebut spektrofotometer UV-vis (Ultra Violet – Visible) EKSTRAKSI Dalam pengukuran kadar kafein dalam sampel kopi, kafein dalam sampel harus dipisahkan terlebih dahulu menggunakan proses ekstraksi dengan corong pisah , dan larutan yang digunakan untuk memisahkannya yaitu metilen klorida , larutan tersebut dalam ekstraksi pertama bertujuan untuk mengikat kafein dalam sampel , kemudian dipisahkan setelah itu dilakukan ekstraksi ke dua ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut HCl , dalam proses tersebut kafein yang terikat di metilen klorida akan larut dalan larutan HCl , kemudian larutan tersebut diencerkan dalam labu ukur 25x untuk analisis selanjutnya. PENGUKURAN Pada penentuan kadar kafein dalam sampel diawali dengan melakukan pengenceran terlebih dahulu dari konsentrasi 1000 ppm menjadi 100 ppm kemudian lakukan pengenceran lagi pada konsentrasi 2,4,8,10,12 ppm yang di larutkan dalam HCl 0,1 N. Laporan Instrumen Analitik 24 Pengukuran panjang gelombang maksimum dengan menggunakan larutan standar kafein digunakan dengan lima variasi standar, yaitu 2 ppm, 4 ppm ,8 ppm, 10 ppm dan 12 ppm. Dan digunakan larutan standar 8 ppm untuk menentukan panjang gelombang maksimum, karena konsentrasi 8 ppm berada pada bagian tengah-tengah yang mewakili deret standar sehingga digunakanlah kafein 8 ppm untuk mencari panjang gelombang maksimum. Pada penentuan panjang gelombang maksimum juga digunakan larutan blanko, larutan blanko ini merupakan larutan HCl 0,1 N yang tidak mengandung kafein atau zat lainnya. Digunakan HCl 0,1 N karena pelarut yang diguanakan untuk standar adalah HCl 0,1 N sehingga jenis pereaksi yang ditambahkan pada sampel dan standar sedapat mungkin sama. Larutan blanko ini juga berfungsi sebagai pengkondisian (pengkalibrasi) agar ketika pengukuran sampel preaksi yang ditambahkan pada sampel tidak mengubah harga absorban pengukuran, karena adanya faktor koreksi dengan blanko sehingga nilainy zero atau nol. Pada proses pengukuran standar, didapatkan kurva kalibrasi dengan nilai R (regresi) sebesar 0,990. hal ini menunjukan bahwa korelasi dari kurva adalah bernilai positif, yang artinya setiap pertambahan nilai konsentrasi diikuti pertambahan nilai absorban secara proporsional. Dengan kata lain absorban berbanding lurus dengan konsentrasi. Ketika absorban dari sampel lebih dari 1 maka artinya kandungan kafein dalam sampel terlampau pekat, dan harus diencerkan dengan faktor pengenceran. Dengan pengolahan data diperoleh kadar kafein sampel air bilasan sebesar 3.96 ppm sedangkan kadar kafein dalam larutan sampel kopi sebesar 282.7 ppm Laporan Instrumen Analitik 25 BAB VII SIMPULAN 7.1 Kesimpulan oleh Azka muhamad Syahida Berdasarkan percobaan dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Panjang gelombang maksimum berdasarkan praktikum adalah 272,6nm. Semakin besar nilai absorbansi maka semakin besar pula konsentrasi sampel yangdidapat. Semakin pekat larutan maka semakin besar konsentrasi zat pada larutan tersebut. Metode spektrofotometri memerlukan larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya. 7.2 Kesimpulan oleh Eveline Fauziah Berdasarkan percobaan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Panjang gelombang maksimum untuk sampel ialah 274,8 nm. 2. Panjang gelombang maksimum untuk kafein ialah 273 nm. 3. Kadar kafein yang berada di dalam larutan kopi ialah sebanyak 8,48 mg dalam 30 ml atau 282.7 ppm. 7.3 Kesimpulan oleh Fajar Nugraha Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan , panjang gelombang maksimum untuk sampel air bilasan yaitu 274.8 nm dengan pengolahan data diperoleh kadar kafein sebesar 3.96 ppm , Laporan Instrumen Analitik 26 sedangkan untuk sampel ekstraksi kopi diperoleh panjang gelombang maksimum sebesar 273 nm dengan pengolahan data diperoleh kada kafein sebesar 282.7 ppm 7.4 Kesimpulan oleh Fadil Hardian Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan , diperoleh kadar kafein dalam sampel kopi sebesar 282.7 ppm DAFTAR PUSTAKA Day, R.A, dan Underwood A.L, 1986, Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta, Hal 390 Dachriyanus, Dr, 2004, Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi, University Press, Padang, Hal 1-2 dan 8-9 Andalas Khopkar, S.M, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, Hal 215-216 Laporan Instrumen Analitik 27 LAMPIRAN Sampel, blanko dan larutan standar 2 ppm , 4 ppm , 8 ppm , 10 ppm , 12 ppm , Spektrofotometer shimadzu Laporan Instrumen Analitik 28 Proses ekstraksi Laporan Instrumen Analitik 29