jurnal anty - UNHAS Repository System

advertisement
Analisis Dosis Radiasi Pada Paru-paru Untuk Pasien Kanker Payudara
Dengan Treatment Sinar-X 6 MV
Sugianty Syam1, Syamsir Dewang, Bualkar Abdullah
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin
Analysis Of The Radiation Dose To The Lungs For
Treatment Of Breast Cancer Patients With 6 MV X-Rays
Sugianty Syam1, Syamsir Dewang, Bualkar Abdullah
Physics Department, Faculty of Mathematics and Natural Science,
Hasanuddin University
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai analisis dosis radiasi pada paru-paru untuk pasien
kanker payudara dengan treatmentsinar-X 6 MV.Penelitian ini dilakukan pada citra kanker
payudara pasca operasi pada Pasien A, B, C, D dan E. Dengan menganalisis kurva Dose
Volume Histogram (DVH) yang merupakan salah satu bagian dari Treatment Planning
System (TPS), maka dapat diketahui dosis yang diterima Clinical Target Volume (CTV),
Planning Target Volume (PTV), Serta Organ At Risk (OAR) yaitu paru-paru kanan dan paruparu kiri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah membandingkan letak kurva
DVH pada satu volume tertentu untuk tiap pasien A, B, C, D dan E. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa serapan dosis maksimum diterima pada kedalaman yang tidak begitu
jauh dari permukaan tubuh dimana organ penyinaran berada. Sementara dengan menganalisis
kurva DVH, diperoleh hasil bahwa pemberian treatment sinar-X 6 MV menghasilkan
distribusi dosis radiasi maksimum pada daerah CTV dan PTV sedangkan dosis radiasi yang
diterima Organ at Risk (OAR) masih dalam batas minimum, maka terapi radiasi dengan
treatment sinar-X 6 MV efektif diberikan untuk pasien kanker payudara pasca operasi
Kata Kunci : Kanker payudara, Treatment Sinar-X 6 MV, DVH
ABSTRACT
It was researched the radiation dose of lungs for treatment of breast cancer patients with 6
MV X-rays. This research was conducted the image of post operative breast cancer in
patients A, B, C, D and E respectively; By analyzing curves of Dose Volume Histogram
(DVH), which is one part of the Treatment Planning System (TPS), there were shown that the
dose received by Clinical Target Volume (CTV), Planning Target Volume (PTV), and Organ
At Risk (OAR), that is the left lung and the right lung. The method used in this study was to
compare the location of the DVH curve on a particular volume for each patients A, B, C, D
and E. The results showed that the absorption maximum dose received at a depth that is not
so far from the surface of the body where radiation organ is located. While by analyzing
DVH curves, showed that the administration of treatment 6 MV X-rays to produce maximum
radiation dose distribution on the CTV and PTV area while the radiation dose received by
the Organs At Risk is still within the minimum limit, then radiation therapy with X-ray
treatment 6 MV effective given to breast cancer patients post-surgery.
Keywords : Breast cancer, X-ray treatment 6 MV, DVH
1
dengan energi tinggi. Energi radiasi elektron
antara 4 MeV, 6 MeV, 8 MeV, 9 MeV, 10
MeV,12 MeV, 15 MeV, 20 MeV, 22 MeV dan
energi radiasi foton 6 MV , 10 MV.
Sebagian besar pengobatan kanker
dilakukan dengan menggunakan modalitas
terapi radiasi, disamping bedah dan
kemoterapi. Penggunaan terapi radiasi
memerlukan akurasi yang sangat tinggi untuk
mengurangi
kegagalan
pengobatan.
Keberhasilan pengobatan dalam bidang
radioterapi, tidak hanya modalitas pendukung
tetapi diperlukan SDM yang berkualitas dalam
bidangnya2. Terapi radiasi merupakan
pengobatan lokal karena hanya sel didalam
dan disekitar kanker yang dituju, tidak begitu
bermanfaat untuk kanker yang sudah
menyebar /stadium lanjut, karena terapi radiasi
umumnya tidak dibuat untuk menjangkau
seluruh bagian tubuh. Radiasi berguna untuk
beberapa tujuan, antara lain:
1) Menyembuhkan atau mengecilkan
kanker pada stadium dini.Radiasi
digunakan untuk membuat kanker
mengecil atau hilang sama sekali.
Untuk kasus kanker lain, bisa
digunakan untuk mengecilkan tumor
sebelum
operasi
(pre-operative
therapy) atau setelah operasi yang
tujuannya untuk menjaga agar kanker
tidak kambuh (adjuvant therapy). Hal
ini dapat juga dilakukan bersamaan
dengan kemoterapi.
2) Mencegah agar kanker tidak muncul
di area lain. Apabila suatu jenis kanker
diketahui menyebar ke area tertentu,
kemungkinan
akan
dilakukan
treatment untuk mencegah timbulmya
metastase.
3) Mengobati gejala-gejala pada kanker
stadium lanjut. Beberapa kanker
mungkin telah menyebar jauh dari
perkiraan pengobatan. Tetapi hal ini
bukan berarti kanker tersebut tidak
bisa diobati agar pasien merasa lebih
baik. Radiasi bisa untuk membebaskan
dari rasa sakit, masalah pada
pemasukkan makanan, bernafas atau
pada usus besar, yang semua itu
disebabkan oleh kanker yang sudah
pada stadium lanjut. Cara ini biasa
dinamakan palliative radiation3.
Pendahuluan
Radioterapi adalah suatu tindakan
pengobatan terapi radiasi pada penyakit tumor
ganas (kanker) dengan menggunakan radiasi
pengion, seperti sinar gamma, sinar-x ataupun
elektron berenergi tinggi. Tahun 1970
penggunaan linier akselerator energi tinggi
mempunyai multi energi berkas elektron dan
foton1, yaitu pada energi radiasi dengan
elektron untuk keperluan radioterapi adalah
berkisar 4 - 22 MeV dan untuk energi radiasi
dengan foton adalah 6 - 18 MV. Sifat dari
radiasi pengion dapat merusak jaringan, maka
diusahakan dosis radiasi yang diberikan pada
sel tumor harus terdistribusi secara merata atau
homogen sesuai dengan aturan ICRU(
International Commision on Radiation Unit)
yaitu dosis maksimum dalam rentang 95 % 100 %.
Kasus yang biasa ditemui di
radioterapi yaitu kanker payudara. Radioterapi
merupakan salah satu cara pengobatan kanker
payudara yang bertujuan merusak sel-sel
kanker, radioterapi dapat dilakukan sebelum
operasi ataupun setelah operasi. Lokasi,
ukuran dan perluasan kanker, semuanya
mempengaruhi pemilihan treatment, seperti
halnya pertimbangan dosis. Keberhasilan
pelaksanaan terapi sangat bergantung pada
sistem perencanaan perlakuan penyinaran atau
biasa dikenal dengan istilah Treatment
PlanningSystem (TPS). Treatment Planning
System ini merupakan kinerja perhitungan
algoritma. Perhitungan dosis dengan TPS,
mensimulasikan distribusi dosis radiasi yang
diupayakan semaksimal mungkin pada daerah
target tumor dan meminimalkan daerah
beresiko atau jaringan sehat. Berdasarkan
uraian diatas, maka akan dilakukan penelitian
analisis dosis radiasi pada paru-paru untuk
pasien kanker payudara dengan treatment
sinar-X 6 MV.
Teori
Linear Akselerator (Linac) termasuk
megavoltage, merupakan perangkat yang
menggunakan gelombang elektromagnetik
dengan frekuensi tinggi untuk mempercepat
partikel bermuatan seperti elektron energi
tinggi melalui tabung linear. Energi tinggi
sinar elektron itu dapat digunakan untuk
mengobati tumor yang dangkal, atau tumor
yang lebih dalam letaknya tergantung besar
energinya. Pesawat Linear Accelerator (Linac)
dapat menghasilkan radiasi elektron dan foton
Sistem
Perencanaan
Radiasi
merupakan suatu proses yang sistematik dalam
2
membuat rencana strategi terapi radiasi.
Meliputi sekumpulan instruksi dari prosedur
radioterapi dan mengandung deskripsi fisik,
serta distribusi dosis berdasar pada informasi
geometrik/topografi yang ada pada pencitraan
(imajing)agar terapi radiasi dapat diberikan
secara tepat. TPS ini dalam tampilannya bisa
2D bisa juga 3D. Ada 2 faktor yang sangat
berperan pada pembuatan TPS antara lain4:
1) Simulasi
atau
lokalisasi daerah
radiasi.
Pelaksanaan simulasi ini
dilakukan di ruang simulator, disini
seolah-olah pasien dilakukan radiasi.
Untuk itu jarak sumber sinar ke
kulit dan posisi pasien harus sama,
baik itu di ruang simulator maupun
diruang sinar/linac.
2) CT.Planning/CT Simulator penting
untuk
perencanaan terapi
dan
merupakan kebutuhan utama data
imajing untuk 3 Dimention Radiation
Therapy Treatment Planning (3D
RTTP/Perencanaan
Terapi
Tiga
Dimensi). Perencanaan CT Scan
adalah melokalisasi tumor dengan
jumlah irisan yang sangat banyak
dengan ketebalan 2–10 mm. Semakin
tipis irisan maka jumlah irisan akan
semakin banyak dengan demikian
kualitas pencitraan dapat meningkat.
memplot volume hasil (atau yang
lebih sering yaitu presentasi dari
volume total organ).
2) DVH
kumulatif;
komputer
menghitung volume target (atau
struktur kritis) yang menerima dosis
dan memplotkan volume ini (atau
mempresentasikannya)
dengan
dosisnya. Semua DVH kumulatif
memulai plotnya pada 100% volume
untuk 0 Gy, karena semua volume
setidaknya menerima nol dosis.
Kanker payudara adalah perubahan
sel-sel yang mengalamin pertumbuhan tidak
normal dan tidak terkontrol pada payudara.
Seperti dalam semua bentuk kanker, jaringan
abnormal yang membentuk kanker payudara
adalah sel-sel payudara sendiri yang tumbuh
abnormal dan tak terkendali. Pengobatan
kanker payudara dapat dilakukan dengan tiga
cara yakni kemoterapi, radioterapi, dan
operasi. Keberhasilan pengobatan ini sangat
tergantung dari ketentuan pasien dalam
berobat dan tergantung pada stadiumnya6.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di bagian
Instalasi Radioterapi Onkologi Rumah Sakit
Universitas Hasanuddin Makassar.
Adapun prosedur penelitian yang
dilakukan pada penelitian ini adalah :
1. Mempersiapkan data pasien
2. Mempersiapkan pasien pada ruang
simulator, yaitu mengatur posisi pasien
dengan sistem imobilisasi. Selanjutnya
dilakukan eksposi radiografi yang
menghasilkan foto simulator (foto terapi).
3. Mempersiapkan perangkat computer pada
ruang Treatment Planning System (TPS)
untuk melakukan perencanaan radiasi.
4. Melakukan countouring organ yaitu
menentukan volume target dan organorgan beresiko.
5. Pengaturan
berkas
radiasi
dengan
menggunakan BEV (Beam’s Eye View
display) untuk memilih luas lapangan
penyinaran, arah sinar, bentuk dan ukuran
sinar yang sesuai dengan bentuk dan
ukuran tumor.
6. Melakukan distribusi dosis pada target
volume dengan energi radiasi 6 MV.
7. Mencatat persen dosis dan koordinatnya
pada garis kurva Dose Volume Histogram
(DVH).
Perhitungan volume dilakukan melalui
sistem perencanaan pengobatan 3D yang
menyediakan informasi dosis yang cukup sulit
jika diinterpretasikan dan dievaluasi ketika
ditampilkan dalam bentuk kurva isodosis.
Perhitungan volume lebih mudah jika data
distribusi dosis 3D dihadirkan dalam bentuk
grafik seperti grafik Dose Volume Histogram
(DVH). DVH merupakan sejumlah volume
yang menerima interval dosis tertentu. Dose
volume histogram
merupakan grafik 2dimensi yang mewakili distribusi dosis 3dimensi suatu organ. Hal ini berguna untuk
mengevaluasi dan membandingkan suatu
treatment planning. Namun DVH tidak dapat
menggantikan distribusi dosis secara penuh
karena DVH ini tidak memiliki informasi
geometris (DVH tidak dapat memberitahukan
dimana lokasi tepat sebuah dosis didalam
organ)5. Dua jenis DVH yang digunakan yaitu:
1) DVH diferensial; untuk memperoleh
DVH ini, komputer menjumlahkan
voxel dengan dosis rata-rata dengan
range yang telah diberikan dan
3
8. Menganalisis dosis radiasi yang diterima
Organ at Risk (OAR) yaitu paru-paru
kanan dan paru-paru kiri dari hasil kurva
Dose Volume Histogram (DVH) yang
diperoleh.
Tabel 2. DVH pada PASIEN A
CTV
X
(%)
Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan di bagian
Instalasi Radioterapi Onkologi ruangan
Treatment Planning System (TPS) Rumah
Sakit Universitas Hasanuddin, Makassar.
Penelitian ini dilakukan pada citra kanker
payudara dengan 5 pasien pasca operasi untuk
menganalisis jumlah dosis radiasi yang
diterima paru-paru pada kurva Dose Volume
Histogram (DVH).
Pada hasil Treatment Planning System
diperoleh nilai koordinat serapan dosis pada
tabel 1 :
X
(cm)
A
Y
(cm)
B
C
D
E
X
(cm)
Y
(cm)
X
(cm)
Y
(cm)
X
(cm)
Y
(cm)
X
(cm)
Y
(cm)
20
40
50
60
80
1
100
2
100
100
1
90
4
90
30
100
20
100
1
80
5
80
50
100
30
100
1
70
7
70
55
100
45
100
1
60
10
60
86
90
79
90
2
50
25
50
94
80
91
80
2
40
52
40
99
60
98
60
2
30
78
30
101
40
100
40
3
20
90
20
103
20
102
20
4
10
94
10
109
0
109
0
26
0
99
0
PTV
X
(%)
0
Y
(%)
100
X
(%)
0
Y
(%)
100
PARU-PARU
KIRI
X
Y
(%)
(%)
1
100
PARU-PARU
KANAN
X
Y
(%)
(%)
6
100
2
90
31
90
30
100
20
100
3
80
42
80
50
100
30
100
3
70
46
70
60
100
40
100
3
60
50
60
93
90
83
90
3
50
59
50
95
80
91
80
4
40
68
40
99
60
97
60
7
30
78
30
101
40
100
40
12
20
89
20
105
20
103
20
20
10
95
10
111
0
111
0
34
0
98
0
3.68
3.09
7.07
6.9
6.48
5.71
5.54
5.03
4.69
19.29
13.92
9.64
8.97
8.55
7.96
6.7
2.22
100
100
4.28
2.73
0
10
10
5.05
3.23
100
100
100
5.93
3.73
0
10
10
10.09
5.49
Y
(%)
PARU-PARU
KANAN
X
Y
(%)
(%)
100
11.02
6.08
X
(%)
CTV
SERAPAN DOSIS (%)
10
Y
(%)
PARU-PARU
KIRI
X
Y
(%)
(%)
Tabel 3. DVH pada PASIEN B
Tabel 1. Koordinat Serapan Dosis
P Pasien
PTV
1.13
-5.97
-5.57
-1.91
-1.42
-1.34
-0.61
0.94
8.02
7.85
6.31
4.77
4.52
3.22
2.49
10.55
10.03
7.34
6.99
5.77
3.95
1.69
6.38
3.08
2.47
2.29
2.03
1.6
0.9
16.31
9.87
7.13
6.78
6.43
4.93
0.43
6.01
3.81
3.19
2.66
1.07
0.19
-0.43
Tabel 4. DVH pada PASIEN C
CTV
X
(%)
Selain itu, diperoleh pula nilai
koordinat Dose Volume Histogram (DVH)
pada Clinical Target Volume (CTV),
Planning Target Volume (PTV), paru-paru
kiri dan paru-paru kanan untuk pasien A, B, C,
D dan E pada tabel 2 sampai tabel 6 :
4
PTV
Y
(%)
X
(%)
Y
(%)
PARU-PARU
KIRI
X
Y
(%)
(%)
PARU-PARU
KANAN
X
Y
(%)
(%)
0
100
0
100
2
100
0
100
10
100
10
100
3
90
1
90
30
100
20
100
5
80
1
80
50
100
30
100
6
70
1
70
67
100
49
100
7
60
1
60
100
90
95
90
11
50
1
50
101
80
100
80
24
40
1
40
103
60
102
60
41
30
1
30
106
40
105
40
73
20
1
20
109
20
109
20
92
10
1
10
114
0
116
0
102
0
4
0
Tabel 5. DVH pada PASIEN D
PTV
PARU-PARU
KIRI
X
Y
(%)
(%)
Pada Gambar 1, dapat diketahui
bahwa serapan dosis maksimum diterima pada
kedalaman 4.69 cm. Jarak kedalaman antara
dosis 100% dan 80% yaitu 0.34 cm, perbedaan
ini bertambah antaradosis 80% dan 60%
sebesar 0.51 cm, kemudian berkurang menjadi
0.17 cm untuk dosis 60% ke dosis 50%, jarak
kedalaman yang paling besar terjadi antara
dosis 50% dan 40% yaitu 0.77 cm,kemudian
berkurang lagi menjadi 0.42 cm antara dosis
40% dan 20%, dan jarak kedalaman yang
sama yaitu 0.17 cm juga terjadi antara dosis
20% dan 10%. Ini berarti perbedaan untuk tiap
titik persen serapan dosis terhadap kedalaman
tidak begitu signifikan karena jarak
kedalamannya tidak sampai 1 cm. Serapan
dosis menyebar hampir sepanjang daerah
permukaan tubuh dimana organ penyinaran
berada. Selanjutnya, dilihat grafik serapan
dosis pada pasien B :
PARU-PARU
KANAN
X
Y
(%)
(%)
X
(%)
Y
(%)
X
(%)
Y
(%)
0
100
0
100
0
100
2
100
10
100
10
100
1
90
3
90
30
100
20
100
1
80
4
80
40
100
30
100
1
70
5
70
50
100
39
100
1
60
8
60
83
90
78
90
1
50
16
50
89
80
85
80
1
40
34
40
99
60
95
60
1
30
65
30
101
40
100
40
1
20
89
20
105
20
104
20
2
10
95
10
111
0
113
0
11
0
104
0
Tabel 6. DVH pada PASIEN E
PTV
PARU-PARU
KIRI
X
Y
(%)
(%)
PARU-PARU
KANAN
X
Y
(%)
(%)
X
(%)
Y
(%)
X
(%)
Y
(%)
0
100
0
100
2
100
4
100
10
100
10
100
2
90
5
90
30
100
20
100
2
80
8
80
50
100
30
100
2
70
12
70
70
100
50
100
3
60
22
60
100
90
92
90
4
50
42
50
101
80
100
80
4
40
68
40
106
60
104
60
5
30
88
30
109
40
108
40
7
20
95
20
113
20
112
20
11
10
100
10
125
0
125
0
30
0
105
0
7
Y : Kedalaman (cm)
40%
60% 50%
80%
100%
5
40%
50%
60%
80%
4
3
2
Pasien B
100%
0
10
20
30
X : Permukaan tubuh (cm)
Gambar 2. Grafik serapan dosis pada Pasien B
Pada Gambar 2, dapat diketahui
bahwa serapan dosis maksimum diterima pada
kedalaman 1.13 cm, Jarak kedalaman antara
dosis 100% dan 80% yaitu 1.09 cm, perbedaan
ini berkurang menjadi 0.51 cm antara dosis
80% dan 60%, jarak kedalaman yang sama
yaitu 0.5 cm terjadi pada dosis 60% ke dosis
50% dan dosis 50% ke dosis 40%, kemudian
antara dosis 40% dan 20% jaraknya bertambah
menjadi 1.76 cm, kemudian berkurang lagi
menjadi 0.59 cm antara dosis 20% dan 10%.
Perbedaan untuk titik persen serapan
dosisterhadap kedalaman yang signifikan
terjadi antara dosis 100% dan 80% serta dosis
40% dan 20% sedangkan untuk titik persen
serapan dosis yang lain perbedaannya tidak
begitu signifikan. Serapan dosis menyebar
hampir sepanjang daerah permukaan tubuh
10%
20%
10
5
0
Pasien A
0
20%
1
Berdasarkan Tabel 1 diperoleh gambar
1 sampai 5 grafik serapan dosis pada kanker
payudara untuk tiap pasien A, B, C, D dan E
sebagai berikut :
8
7
6
5
4
3
2
1
0
10%
6
Y: Kedalaman (cm)
CTV
15
X : Permukaan tubuh (cm)
Gambar 1. Grafik serapan dosis pada pasien A
5
dimana organ penyinaran berada. Selanjutnya,
dilihat grafik serapan dosis pada pasien C :
Y : Kedalaman (cm)
10% 20%
-10
-5
9
8
7 40%
6
5 50%
60%
4
80%
3
100%
2
1
0
0
Pada Gambar 4, dapat diketahui
bahwa serapan dosis 100% diterima pada
kedalaman 0.9 cm, Jarak kedalaman antara
dosis 100% dan 80% yaitu 0.7 cm, perbedaan
ini berkurang antara dosis 80% dan 60% yaitu
0.43 cm, kemudian berkurang lagi menjadi
0.26 cm untuk dosis 60% ke dosis 50%, dan
semakin berkurang menjadi 0.18 cm antara
dosis 50% dan 40%, selanjutnya antara dosis
40% dan 20% bertambah menjadi 0.61 cm,
dan semakin bertambah antara dosis 20% dan
10% sebesar 3.3 cm.Perbedaan yang signifikan
terjadi pada titik persen serapan dosis terhadap
kedalaman yaitu antara dosis 20% dan 10%
sedangkan titik persen serapan dosis yang lain
perbedaannya tidak begitu signifikan. Serapan
dosis menyebar hampir sepanjang daerah
permukaan tubuh dimana organ penyinaran
berada. Selanjutnya, dilihat grafik serapan
dosis pada pasien E :
Pasien C
5
X : Permukaan tubuh (cm)
Gambar 3. Grafik serapan dosis pada Pasie C
Pada Gambar 3, dapat diketahui
bahwa serapan dosis maksimum diterima pada
kedalaman 2.49 cm, Jarak kedalaman antara
dosis 100% dan 80% yaitu 0.73 cm, perbedaan
ini bertambah antara dosis 80% dan 60%
sebesar 1.3 cm, kemudian berkurang menjadi
0.25 cm untuk dosis 60% ke dosis 50%, jarak
kedalaman yang sama yaitu 1.54 cm terjadi
pada dosis 50% ke dosis 40% dan dosis 40%
ke dosis 20%, kemudian berkurang lagi
menjadi 0.17 cm antara dosis 20% dan 10%.
Perbedaan yang tidak begitu signifikan hanya
terjadi pada titik persen serapan dosis 60% ke
dosis 50% dan dosis 20% ke dosis 10%
sedangkan untuk titik persen serapan dosis
yang lain perbedaannya terlihat cukup
signifikan. Serapan dosis menyebar hampir
sepanjang daerah permukaan tubuh dimana
organ penyinaran berada. Selain itu, Gambar
grafik untuk pasien C memperlihatkan serapan
dosis menyebar di daerah negatif artinya
sebelah kiri dari tubuh pasien sebab pasien C
merupakan penderita kanker payudara kiri.
Selanjutnya, dilihat grafik serapan dosis pada
pasien D :
Y :Kedalaman (cm)
7
Y : Kedalaman (cm)
7
5
10
50%
Pasien E
2
60%
80%
100%
1
10
20
Pada Gambar 5, dapat diketahui
bahwa serapan dosis 100% diterima pada
kedalaman -0.43 cm, Jarak kedalaman antara
dosis 100% dan 80% yaitu 0.62 cm,
perbedaan ini bertambah antara dosis 80%
dan 60% sebesar 0.88 cm, dan semakin
bertambah menjadi 1.59 cm untuk dosis 60%
ke dosis 50%, selanjutnya menjadi berkurang
antara dosis 50% dan 40% yaitu 0.53 cm,
kemudian bertambah lagi menjadi 0.62 cm
antara dosis 40% dan 20%, dan semakin
bertambah sebesar 2.2 cm untuk dosis 20%
ke dosis 10%. Perbedaan yang signifikan
terjadi pada pada titik persen serapan dosis
terhadap kedalaman yaitu antara dosis 60%
ke dosis 50% dan antara dosis 20% ke dosis
10% sedangkan untuk titik persen serapan
dosis yang lain perbedaannya tidak begitu
signifikan. Serapan dosis menyebar hampir
Pasien D
0
0
3
Gambar 5. Grafik serapan dosis pada Pasien E
4
1
40%
X : Daerah permukaan tubuh (cm)
5
2
20%
4
0
10%
20%
40%
50%
60%
80%
100%
5
0
6
3
10%
6
15
X : Permukaan tubuh (cm)
Gambar 4. Grafik serapan dosis pada Pasien D
6
sepanjang daerah permukaan tubuh dimana
organ penyinaran berada.
Selanjutnya dari hasil pengamatan
kurva Dose Volume Histogram (DVH), maka
diperoleh grafik DVH pada pasien A
berdasarkan Tabel 2 :
120
Volume Relatif (%)
100
120
60
PTV
40
Paru-paru kiri
20
100
Volume Relatif (%)
CTV
80
0
CTV
80
0
60
PTV
40
Paru-paru kiri
50
100
150
Paru-paru
kanan
Gambar 7. Grafik Dose Volume Histogram (DVH)
pada pasien B
Paru-paru
kanan
0
100
Dosis Relatif (%)
20
0
50
Pada gambar 7 grafik DVH untuk
pasien B, seiring terjadinya penurunan volume
antara CTV, PTV, paru-paru kiri dan paruparu kanan akan diiringi terjadinya kenaikan
penerimaan dosis, dosis relatif yang diterima
mencapai 100% pada volume relatif CTV dan
PTV 40% dan pada paru-paru kanan menerima
dosis relatif maksimal 98% pada volume
relatif 0%, sedangkan pada paru-paru kiri
menerima dosis relatif hanya sampai 34%.
Daerah CTV dan PTV merupakan daerah yang
harus menerima dosis radiasi lebih banyak jadi
dapat diartikan bahwa daerah target volume
tersebut telah menerima dosis radiasi
maksimum sedangkan untuk daerah Organ At
Risk yaitu paru-paru kanan dan paru-paru kiri
menerima dosis radiasi masih dalam batas
minimum sehingga terapi radiasi ini efektif
diberikan untuk pasien B.
Selanjutnya, dilihat grafik DVH pada
pasien C berdasarkan tabel 4 :
150
Dosis Relatif (%)
Gambar 6. Grafik Dose Volume Histogram (DVH)
pada pasien A
Pada gambar 6 grafik DVH untuk
pasien A, seiring terjadinya penurunan volume
antara CTV, PTV, paru-paru kiri dan paruparu kanan maka akan diiringi terjadinya
kenaikan penerimaan dosis, dosis relatif yang
diterima mencapai 100% pada volume relatif
CTV dan PTV 50% dan pada volume relatif
paru-paru kanan 0%, sedangkan pada paruparu kiri menerima dosis relatif hanya sampai
26%. Daerah CTV dan PTV merupakan
daerah yang harus menerima dosis radiasi
lebih banyak jadi dapat diartikan bahwa
daerah target volume tersebut telah menerima
dosis radiasi maksimum sedangkan untuk
daerah Organ At Risk yaitu paru-paru kanan
dan paru-paru kiri menerima dosis radiasi
masih dalam batas minimum sehingga terapi
radiasi ini efektif diberikan untuk pasien A.
Selanjutnya, dilihat grafik DVH pada
pasien B berdasarkan tabel 3 :
Volume Relatif (%)
120
100
80
60
CTV
40
20
0
0
50
100
150
Dosis Relatif (%)
Gambar 8. Grafik Dose Volume Histogram (DVH)
pada pasien C
7
Pada gambar 8. grafik DVH untuk
pasien C, seiring terjadinya penurunan volume
antara CTV, PTV, paru-paru kiri dan paruparu kanan akan diiringi terjadinya kenaikan
penerimaan dosis, dosis relatif yang diterima
mencapai 100% pada volume relatif CTV dan
PTV 80% dan pada paru-paru kiri menerima
dosis relatif 100% pada volume relatif 2%,
sedangkan pada paru-paru kanan menerima
dosis relatif hanya sampai 4%. Daerah CTV
dan PTV merupakan daerah yang harus
menerima dosis radiasi lebih banyak jadi dapat
diartikan bahwa daerah target volume tersebut
telah menerima dosis radiasi maksimum
sedangkan untuk daerah Organ At Risk yaitu
paru-paru kanan dan paru-paru kiri menerima
dosis radiasi masih dalam batas minimum
sehingga terapi radiasi ini efektif diberikan
untuk pasien C.
Selanjutnya, dilihat grafik DVH pada
pasien D berdasarkan tabel 5 :
terapi radiasi ini efektif diberikan untuk pasien
D.
Selanjutnya, dilihat grafik DVH pada
pasien E berdasarkan tabel 6 :
120
Volume Relatif (%)
100
Volume Relatif (%)
50
100
150
Pada gambar 10 grafik DVH untuk
pasien E, seiring terjadinya penurunan volume
antara CTV, PTV, paru-paru kiri dan paruparu kanan akan diiringi terjadinya kenaikan
penerimaan dosis, dosis relatif yang diterima
mencapai 100% pada volume relatif CTV dan
PTV 80% dan pada paru-paru kanan menerima
dosis relatif 100% pada volume relatif 12%,
sedangkan pada paru-paru kiri menerima dosis
relatif hanya sampai 30%. Daerah CTV dan
PTV merupakan daerah yang harus menerima
dosis radiasi lebih banyak jadi dapat diartikan
bahwa daerah target volume tersebut telah
menerima dosis radiasi maksimum sedangkan
untuk daerah Organ At Risk yaitu paru-paru
kanan dan paru-paru kiri menerima dosis
radiasi masih dalam batas minimum sehingga
terapi radiasi ini efektif diberikan untuk pasien
E.
Paru-paru kiri
20
Paru-paru
kanan
100
Paru-paru
kanan
Gambar 10. Grafik Dose Volume Histogram
(DVH) pada pasien E
40
50
Paru-paru kiri
Dosis Relatif (%)
PTV
0
40
0
CTV
0
PTV
0
100
60
60
20
120
80
CTV
80
150
Dosis Relatif (%)
Gambar 9. Grafik Dose Volume Histogram (DVH)
pada pasien D
Pada gambar 9 grafik DVH untuk
pasien D, seiring terjadinya penurunan volume
antara CTV, PTV, paru-paru kiri dan paruparu kanan akan diiringi terjadinya kenaikan
penerimaan dosis, dosis relatif yang diterima
mencapai 100% pada volume relatif CTV dan
PTV 40% dan pada paru-paru kanan menerima
dosis relatif 100% pada volume relatif 4%,
sedangkan pada paru-paru kiri menerima dosis
relatif hanya sampai 12%. Daerah CTV dan
PTV merupakan daerah yang harus menerima
dosis radiasi lebih banyak jadi dapat diartikan
bahwa daerah target volume tersebut telah
menerima dosis radiasi maksimum sedangkan
untuk daerah Organ At Risk yaitu paru-paru
kanan dan paru-paru kiri menerima dosis
radiasi masih dalam batas minimum sehingga
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dilakukan mengenai
analisis dosis radiasi pada paru-paru untuk
pasien kanker payudara dengan treatment
sinar-x 6 MV, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pada
hasil
Treatment
planning
System,maka diperoleh dosis pada Clinical
Target Volume (CTV) mencapai 100%
pada volume 50% dan 90%. Dosis
padaPlanning Target Volume (PTV)
mencapai 100% pada volume 40% dan
80%. Ini berarti CTV dan PTV telah
8
menerima dosis radiasi maksimum.
2. Pada hasil Treatment planning System,
maka diperoleh sebaran dosis pada Organ
At Risk (OAR) yaitu paru-paru kiri dan
paru-paru kanan, pada paru-paru kiri dosis
maksimum yang diterima < 40%, kecuali
pasien C 2% volume menerima dosis
100% . Sedangkan pada paru-paru kanan
0% sampai 12% volume menerima dosis
100%, kecuali pasien C menerima dosis
hanya 4%. Ini berarti dosis radiasi yang
diterima Organ At Risk (OAR) masih
dalam batas minimum sehingga terapi
radiasi dengan treatment sinar-x 6 MV
efektif diberikan untuk pasien kanker
payudara pasca operasi.
6. Lincoln, J & Wilensky. (2008). Kanker
Payudara, diagnosis dan solusinya.
Cetakan I. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Saran
1. Dalam perencanaan terapi radiasi agar
diupayakan pemberian dosis radiasi pada
sel kanker harus didistribusikan secara
merata sehingga keberhasilan pengobatan
dapat tercapai.
2. Selain menggunakan treatment sinar-x 6
MV, perlu juga dilakukan terapi radiasi
dengan menggunakan treatment sinar-x 6
MeV sebagai perbandingan untuk
menganalisis metode mana yang lebih
tepat untuk meminimalkan dosis radiasi
yang diterima pada Organ At Risk (OAR)
dan memaksimalkan dosis radiasi pada
Clinical Target Volume (CTV) untuk
pasien kanker payudara.
Daftar Pustaka
1. KHAN, FAIZ M, 2010 “The Phisycs of
Radiation Therapy”. Second edition.
Williams & Wilkins: Sydney Khan.
2. Darmawati, ST. 2012. Implementasi
Linear Accelerator Dalam Penanganan
Kasus Kanker. Jurnal Fisika Medik, UGM.
3. Withers HR. Biologic basis of radiation
therapy. In: Perez CA, Brady LW, editors.
Principle and Practice of Radiation
Oncology. Philadelphia: JB Lippincott Co,
1992: 64-96.
4. Diakses
dari
http://puskaradim.blogspot.com/2007/1
2/treatment-planning-system.html pada
tanggal 18 Nopember 2014.
5. Amen,
Sibtain,
et.al.2012.
Radiotherapy in Practice: Physics for
Clinical Oncology. UK:OXFORD.
9
Download