BAB II - digilib POLBAN

advertisement
 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Komponen Pengukuran Tidak Langsung pada Tegangan Rendah
2.1.1
kWh Meter
kWh meter merupakan alat pengukur energi listrik yang mengukur secara
langsung
hasil kali tegangan, arus faktor kerja, kali waktu yang tertentu (V.I.Cos
φ t) yang bekerja selama jangka waktu tertentu tersebut. Dengan kata lain kWh
meter digunakan untuk mengukur besarnya energi aktif yang digunakan dalam
satuan kilo watt jam (kWh). kWh meter yang dipakai pelanggan pada umumnya
memiliki batas ukur maksimal arus 100 ampere, oleh karena itu untuk
menghindari arus yang masuk ke KWH melebihi batas ukurnya dan pemakaian
kabel yang besar ke terminal kWh meter, maka pelanggan dengan daya kontrak
13.200 VA sampai dengan 41.500 VA bila perlu menggunakan pengukuran tidak
langsung menggunakan CT tegangan rendah. Besarnya arus nominal CT primer
harus sedekat mungkin dengan arus nominal daya kontrak pada pelanggan. Sistem
pembacaan pada kWh meter menggunakan banyaknya putaran piringan
alumunium yang diinduksikan oleh arus yang masuk melalui kabel fasanya.
Jumlah putaran piringan per satuan waktu merupakan ukuran besarnya daya yang
masuk per satu jam melalui kWh meter. Maka besarnya energi listrik yang terukur
merupakan hasil perkalian dari daya dalam watt atau kilo watt dengan waktu
dalam jam. Sehingga dapat dirumuskan pada pers. 2.1 sebagai berikut :
W = P x t ............................................................................... (2.1)
Keterangan :
W : Jumlah energi listrik (kilo Watt hour)
P : Jumlah daya yang terpakai (kilo Watt)
t : waktu (hour)
6
7
kWh meter memiliki konstruksi dasar yang terdiri dari beberapa bagian,
diantaranya (gambar 2.1):
Gambar 2.1 Konstruksi kWh Meter
Keterangan:
1. Kumparan Tegangan
2. Kumparan arus
3. Elemen Penggerak/Piringan
4. Rem Magnit
5. Elemen Hitung/Register
6. Name Plate
7. Terminal Klemp/Terminal Blok
Penjelasan bagian-bagian kWh meter:
1. Kotak meter
Bagian meter yang terdiri dari dasar dan tutup meter. Kotak meter ini
harus kedap debu dan dapat disegel sehingga bagian dalam meter hanya
dapat dicapai setelah merusak segel.
8
2. Elemen Penggerak/Piringan
Bagian ini terdiri dari kumparan arus yang terpasang seri dengan beban
kumparan tegangan yang terpasang paralel dengan sumber tegangan dan
beban.
3. Terminal Klemp/Terminal Blok
Tempat penyambungan pengawatan sumber tegangan dan beban ke
kumparan arus dan kumparan tegangan.
4. Elemen hitung (register)
Berfungsi mencatat besarnya energi yang diukur oleh kWh meter. Register
terdiri dari susunan roda-roda gigi yang berhubungan satu sama lain
dihubungkan dengan poros rotor tempat kedudukan piringan. Hasil
pengukuran energi yang ditunjukan oleh roda-roda tersebut dapat dibaca
secara langsung.
5. Piring Rotor
Bagian meter yang berfungsi untuk memutarkan elemen hitung. Piring
rotor dibuat dari alumunium murni yang diproses secara khusus, pada
bagian atas diberi skala dan pada samping diberi tanda hitam untuk
memudahkan
menghitung jumlah
putaran
serta
mengamati
arah
putarannya.
6. Rem Magnit
Rem magnit terbuat dari magnit permanen, serta mempunyai satu pasang
kutub (Utara dan selatan) yang berguna untuk :
a. Mengatasi akibat adanya gaya berat dari piringan kWh meter
b. Menghilangkan / meredam ayunan perputaran piringan serta alat
kalibrasi semua batas arus.
7. Papan Nama
Papan Nama digunakan untuk mencantumkan informasi-informasi dasar
yang terdapat pada kWh meter. Pada papan nama dari meter energi
tercantum data/informasi seperti yang terlihat pada gambar 2.2 sebagai
berikut :
9
a. Nama alat / merek pabrik
b. Tipe atau jenis meter
c. Cara pengawatan
d. Tegangan
e. Arus
f. Frekuensi
g. Konstanta meter
h. Kelas
i. Satuan energi listrik
MILIK PLN
KELAS 2
JENIS FA14AT1
METER kWh
FASA TUNGGALDUA KAWAT
220 v
5 (20) A
50 hZ
900
PUTARAN
/ kWh
L.L
_
1990
NO.
9900502
+
P.T. FUJIDHARMA ELECTRIC
BUATAN INDONESIA LISENSI FUJI ELECTRIC
AWAS ! MEMBUKA SEGEL DIDENDA
E97111038A86
FL
FDE 30005201
Gambar 2.2 Contoh Papan Nama kWh Meter
2.1.1.1 Prinsip Kerja kWh meter
Prinsip kerja kWh meter berdasarkan bekerjanya induksi megnetis oleh
medan magnit yang dibangkitkan oleh arus melalui kumparan arus terhadap disc
(piring putar) kWh meter, dimana induksi megnetis ini berpotongan dengan
induksi mgnetis yang dibangkitkan oleh arus melewati kumparan tegangan
terhadap disc yang sama.
10
Gambar 2.3. Prinsip Kerja kWh meter
Keterangan
M
: Magnit permanent
Cp
: Inti besi kumparan tegangan
Wp
: Kumparan tegangan yang dapat dianggap
reaktansi murni, karena lilitan cukup besar
: Inti besi kumparan arus
: Kumparan arus
: Arus yang mengalir melalui Wp
: Arus beban yang mengalir melalui Wc
Cc
Wc
Ip
I
sebagai
F
: Kumparan penyesuaian fasa yang diberi tahanan R
RGS
: Register
1L & 2S
: Terminal sumber daya masuk
2L & 1S
: Terminal daya keluar
Besarnya arus yang mengalir ke kumparan arus akan menyebabkan
induksi yang besar sehingga piringan pada kWh meter akan berputar lebih cepat.
11
Arus beban mengalir melalui Wc dan menyababkan terjadinya fluksi magnetic
Ф1, Wp mempunyai sejumlah belitan yang besar dan dianggap sbagai reaktansi
murni, sehingga arus Ip yang mengalir melalui Wp akan tertinggal dalam fasanya
terhadap
tegangan beban dengan sudut sebesar 90 o yang menyebabkan terjadinya
fluksi magnetic Ф2.
Dengan demikian, piringan D akan berputar pada porosnya dengan
kecepatan ‘v’ akibat adanya momen gerak Tp tersebut. Sambil berputar, piringan
D akan memotong garis-garis fluksi magnetic Фm dari magnet permanen.
Pemotongan garis-garis fluksi magnetic itu menyebabkan pula terjadinya
arus putar yang berbanding lurus terhadap v. Фm dalam piringan D sendiri,
sehingga piringan D mengalami suatu momen redaman Td yang berbanding lurus
terhadap harga v (Фm)2. Bila momen-momen tersebut ada dalam keadaan
seimbang maka akan berlaku hubungan sebagai berikut :
Kd . VI . Cos φ = Km . v . (Фm)2 atau……………………...(2.2)
v = (kd/km . Фm2) . V . I . Cos φ…………………………....(2.3)
dimana kd dan km adalah konstanta
Persamaan di atas menunjukan bahwa kecepatan putar (v) dari piringan D
berbanding lurus terhadap V.I.Cos φ . Untuk memungkinkan pengukuran, maka
jumlah perputaran piringan D ditransformasikan melalui sistem mekanis tertentu,
kepada alat penunjuk atau roda-roda angka sehingga akan menunjukan energy
yang diukur dalam kWh, setelah melalui proses kalibrasi tertentu. Arah putaran
piringan D tergantung dari kutub magnet yang dibentuk oleh kumparan arus dan
kumparan tegangan.
2.1.1.2 Jenis-Jenis kWh meter
Dalam pengukuran energy listrik, terdapat beberapa jenis kWh meter yang dapat
digunakan, diantaranya:
1. kWh meter 1 fasa
2. kWh meter 3 fasa :
a. 3 kawat : tarif ganda, tarif tunggal
b. 4 kawat : tarif ganda, tarif tunggal
12
3. kWh meter 1 fasa
Pada pelanggan yang daya kontraknya kecil, yaitu antara 450 VA
sampai dengan 7700 VA (kecuali 6600 VA menggunakan kWh meter 3 fasa),
kWh meter yang digunakan adalah kWh meter 1 fasa. Konstruksi kWh meter
1 fasa dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 kWh meter 1 fasa
kWh meter ini terdiri dari 4 terminal sambungan dan memiliki satu
buah kumparan tegangan dan satu buah kumparan arus.
Energi yang terukur oleh sebuah kWh meter 1 fasa adalah jumlah kWh
yang ditampilkan pada register atau sama dengan energi yang dipakai oleh
suatu beban yaitu :
V . Cos φ . t ........................................................................... (2.4)
Sebagian
besar
pelanggan
bertarif
rumah
tangga
(tarif
R)
menggunakan kWh meter 1 fasa.
4. kWh meter 3 fasa
Pada pelanggan yang daya kontraknya besar, yaitu antara 10.600 VA
ke atas, kWh meter yang digunakan adalah kWh meter 3 fasa 4 kawat,
walaupun pada bebarap pelanggan lama masih ada yang menggunakan jenis
13
kWh meter 3 fasa 3 kawat. Konstruksi kWh meter 3 fasa dapat dilihat pada
gambar 2.5.
Gambar 2.5 kWh meter 3 fasa
Pada kWh meter 3 fasa, diberi tanda pengenal pada papan nama yang
terpasang pada bagian dalam meter yang antara lain berisi :
a. Nama/merk pabrik
b. Sistem pengawatan
c. Tipe meter
d. Nomor seri dan acuan pembuatan
e. Tegangan Acuan Standard, arus dasar, dan ratio transformator ukur (untuk
sambungan tidak langsung)
f. Nilai frekwensi pengenal
g. Konstanta meter (putaran/kWh atau Wh/putaran)
h. Satuan energi listrik dalam kWh atau MWh
i. Kelas meter; Kelas 2 untuk kelas pengukuran langsung, dan kelas 1 untuk
pengukuran tidak langsung
j. Nama pemilik
k. Untuk meter tarif ganda, di sebelah kiri elemen hitung diberi tanda WBP
(Waktu Beban Puncak) dan LWBP (Luar Waktu Beban Puncak), dan
14
dilengkapi dengan petunjuk register meter yang berwarna merah di sebelah
kanan register.
l. Arah putaran piringan kWh meter
2.1.1.3 Metode Pengukuran Energi Listrik pada kWh meter
Pada kWh meter, terdapat dua metoda yang dapat dilakukan untuk
mengetahui kesalahan dari alat ukur tersebut, yaitu :
1. Metoda Komparatif
Metoda ini digunakan dengan cara membandingkan secara langsung antara
kWh meter yang sedang diujikan dengan kWh meter lainnya dengan yang lebih
teliti. Peralatan yang dipakai apabila menggunakan metode pengukuran
komparatif adalah sumber daya dan kWh meter yang lebih teliti. Pada umumnya
metode komparatif dilakukan di kamar tera yang terdapat di PLN. Selain itu
metode ini biasanya dipakai pada alat uji kompak buatan pabrik.
2. Metode Stop Watch
Metode ini digunakan dengan cara mengukur daya yang terpakai pada
interval waktu tertentu dengan menggunakan stop watch. Metode ini dapat dipakai
ketika pemeriksaan di lapangan seperti pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas
P2TL atau bagian penyambungan. Akan tetapi metode ini memiliki kelemahan
yakni ketepatan hasil yang kurang akurat karena dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya parasit eror, kestabilan sumber, serta perlu adanya ketenangan dalam
melaksakan pengukuran. Dapat dilihat pada gambar 2.6.
APP
CT
W
kWH
Pengukuran daya di
kWh meter dengan
memakai Stop Watch
3Ø
Pengukuran daya
dengan watt meter
standard (kelas 0,5)
Gambar 2.6 Metode pengukuran dengan menggunakan stop watch
beban
15
2.1.1.4 Jenis Pengukuran Pada kWh meter 3 fasa 4 kawat
1. Pengukuran Langsung
Pengukuran langsung digunakan pada pelanggan yang daya kontraknya
450 VA sampai dengan 66.000 VA. Hal tersebut disesuaikan dengan
antara
‘Edaran Direksi nomor 018.E/012/DIR/2002’. Akan tetapi untuk daya kontrak
pelanggan sebesar lebih dari 13.900 VA dapat mempergunakan system
pengukuran tidak langsung.
Pada pemeriksaan kWh meter 3 fasa 4 kawat pengukuran langsung tidak
sulit. Hal ini dikarenakan terminal kWh meter untuk tegangan dan arus
terlalu
menjadi satu titik (digabung), seperi yang terlihat pada gambar 2.7
kWh meter
1
2
3
4
5
6
7
8
Beban
R S T
N
Gambar 2.7 Rangkaian Pengawatan Pengukuran Langsung kWh meter 3 fasa 4 kawat
Terdapat beberapa petunjuk untuk melakukan pengukuran langsung pada
kWh meter 3 fasa 4 kawat, yaitu :
a. Pengukuran Beban kW
Yaitu dengan menghitung daya yang terukur oleh kWh meter dengan
menggunakan Stop Watch. Hal tersebut kemudian dihitung dengan
menggunakan rumus :
16
Pm = (3600 / t x c) x n
Keterangan
kWh ............................................... (2.5)
:
Pm
= Daya yang terukur oleh kWh meter (kW)
t
= waktu (detik)
c
= Konstanta meter (meter/kWh)
n
= banyaknya putaran piringan kWh meter
b. Mengukur beban sesungguhnya dengan menggunakan Tang kW
c. Membandingkan kedua hasil pengukuran tersebut. Berdasarkan SPLN No
55 (1990), jika selisih ±5%, maka dianggap benar dan jika selisih lebih
dari ±5% (mencolok) maka diragukan. Sehingga pengawatan di kWh
meter harus diperiksa kembali atau kWh meter harus diperiksa ulang ke
kamar tera.
d. Petunjuk-petunjuk pengukuran diatas dilakukan lebih dari sekali untuk
mendapat hasil yang maksimal
2.Pengukuran Tidak Langsung
Pengukuran tidak langsung digunakan pada pelanggan yang daya
kontraknya lebih dari 13.900 VA. Hal tersebut disesuaikan dengan ‘Edaran
Direksi nomor 018.E/012/DIR/2002’. Untuk daya kontrak 82.500 VA sampai
dengan 197.000 VA, sistem pengukuran energi listrik harus memakai system
pengukuran tidak langsung dengan menggunakan trafo arus tegangan rendah (TR)
sebagai alat untuk memperbesar batas ukur dengan arus maksimal sekundernya 5
Ampere.
kWh meter yang dipakai pelanggan pada umumnya memiliki batas ukur
maksimal arus 100 Ampere. Oleh karena itu untuk menghindari pemakaian kabel
yang besar ke terminal kWh meter (alat ukur lain), maka pelanggan dengan daya
kontrak 13.900 VA sampai dengan 22.000 VA dan dari 41.500 VA sampai
dengan 66.000 VA bila perlu menggunakan pengukuran tidak langsung
menggunakan CT tegangan rendah.
Besarnya arus nominal CT primer harus dipilih agar nilainya sedekat
mungkin dengan arus nominal daya kontrak pada pelanggan. Selain itu jika
17
dipasang di sebuah gardu makan nilai arus primer CT harus disesuaikan dengan
besarnya arus nominal dari daya trafo gardu tersebut.
Terdapat 2 macam yang diterapkan dengan menggunakan pengukuran
langsung, yaitu :
tidak
1. Pengukuran sistem tidak langsung tegangan menengah 20 kV
Pada tegangan menengah, digunakan CT dan PT. Selain itu kWh meter
memiliki spesifikasi batas ukur arus 5 Ampere dan tegangan 100 Volt.
Gambar pengawatan sesuai dengan gambar 2.8.
Meter
kWh
1
2
3
4
5
6
7
8
9
11
N
k
l
k
K
l
L
k
K
l
Beban
L
K
L
R S T
Gambar 2.8 Rangkaian pengawatan kWh meter pengukuran tidak langsung
Tegangan Menegah (TM)
2. Pengukuran sistem tidak langsung tegangan rendah (TR)
Pada tegangan rendah, hanya digunakan CT. Selain itu kWh meter
memiliki spesifikasi arus 220/380 Volt atau 230/440 Volt. Gambar
pengawatan sesuai dengan gambar 2.9
18
Meter
kWh
1
2
3
4
5
6
7
8
9
11
k
l
k
K
l
L
k
K
l
Beban
L
K
L
R S T N
Gambar 2.9 Rangkaian pengawatan kWh meter pengukuran tidak langsung
Tegangan Rendah (TR)
2.2
Trafo Arus / Current Trafo (CT)
Trafo Arus atau Current Transformer (CT) merupakan alat yang berfungsi
mentransformasikan arus menjadi lebih besar atau lebih kecil. Pada pengukuran
tidak langsung, CT digunakan untuk mentransformasikan arus yang besar menjadi
kecil guna memperbesar batas pengukuran atau sebagai proteksi. Kumparan
primer transformator arus dihubungkan seri dengan jaringan atau peralatan yang
akan diukur arusnya, sedang kumparan sekunder dihubungkan dengan meter atau
relai proteksi. Pada umumnya peralatan ukur dan relai membutuhkan arus 1 atau
5A.
kWh meter memiliki keterbatasan kemampuan mengukur beban yang
besar, sehingga CT merupakan komponen utama yang sangat diperlukan pada
pengukuran system tidak langsung. Biasanya kWh meter membutuhkan arus
sebesar 5 A. Trafo arus yang digunakan untuk pengukuran biasanya 0,005 s/d 1,2
kali arus yang akan diukur.
19
Trafo arus memiliki standard arus pengenal untuk sisi sekundernya,
contoh 2000/5A, 300/1A, artinya : 2000A dan 300A merupakan arus primernya
(Ip), sedangkan 5A dan 1A adalah arus sekudernya (Is).
transformator arus adalah :
Fungsi
1. Mentransformasikan dari arus yang besar
(primer) ke arus yang kecil (sekunder) untuk
keperluan pengukuran atau poteksi
2. Sebagai isolasi sirkit sekunder dari sisi
primernya.
3. Memungkinkan penggunaan standar arus
pengenal untuk meter atau relai di sisi
sekundernya.
Gambar 2.10 Contoh Transformator Arus
2.2.1 Kontruksi Trafo Arus
Gambar 2.11a Transformator
Arus Sisi primer batang
Gambar 2.11b dan 2.11 c Transformator
Arus Sisi primer lilitan
2.2.2 Prinsip Kerja Trafo Arus
Prinsip kerja trafo arus sama dengan trafo daya satu fasa. Jika pada
kumparan primer mengalir arus I1, maka pada kumparan primer timbul gaya gerak
magnet sebesar N1.I1. Gaya gerak magnet ini mempruduksi fluks pada inti,
kemudian membangkitkan gaya gerak listrik (GGL) pada kumparan sekunder.
20
Jika terminal kumparan sekunder tertutup, maka pada kumparan sekunder
mengalir arus I2 , arus ini menimbulkan gaya gerak magnet N1I1 pada kumparan
sekunder.
2.2.3 Ratio Trafo Arus
Trafo arus dianggap ideal apabila perbandingan jumlah lilitan primer sama
dengan perkalian arus dan jumlah lilitan di sekunder. Hal tersebut dinyatakan
dalam rumus :
Ip x Np = Is x Ns ................................................................... (2.6)
Maka perbandingan trafo arus dianggap ideal apabila perbandingan arus
primer dengan arus sekundernya tanpa rugi-rugi, dinyatakan dalam rumus :
kn = Ip / Is ............................................................................. (2.7)
kn = ratio trafo arus
Untuk mengetahui rasio trafo arus, dilakukan suatu pengujian dengan cara
menginjeksi sisi primer, arus dialirkan dan diukur dengan A1 melalui
transformator arus standar seperti pada gambar 2.11.
A2
CT yang diuji
A1
CT standard
Current Trafo
Test Set
Power Supply
AC
Gambar 2. 12 Pengujian Rasio
Arus sekunder diukur dengan ampere meter A2 dan nilai perbandingannya
antara A1 dan A2 adalah merupakan rasio yang tertulis pada nama transformator
arus.
21
2.2.4 Polaritas Trafo Arus
Trafo arus memiliki polaritas sisi primer dan sekundernya. Terdapat suatu
metode untuk mengetahui polaritas dari trafo arus sesuai dengan gambar 2.12,
:
yaitu
Is
+
mili ampere
meter
batere
-
Gambar 2.13 Metode penentuan polaritas CT
a. Pada saat tombol ditekan, arus yang mengalir pada batang
penghantar (kumparan primer) dari K (P1) ke L (P2) segera
mempengaruhi Trafo Arus. Arus induksi dalam trafo arus mengalir
dengan arah melawan penyebabnya (berbeda fasa 180º)
b. Dengan menghubungkan sisi primer terminal trafo arus K (P1) ke
posituf (+) dari batere dan L (P2) ke negatif (-), sedangkan sisi
sekunder terminal k (I S1) dihubungkan ke positif (+) dari mili
Ampere dan terminal l (I S2) ke negatif (-). Saat tombol ditekan,
mA meter menunjuk ke arah kanan (positif). Untuk keadaan seperti
ini berarti polaritas trafo arus adalah benar.
2.2.5 Kemampuan Trafo Arus (Burden)
Burden trafo arus adalah kemampuan dari trafo arus untuk dibebani, tetapi
tidak mengurangi kelas ketelitian trafo arus tersebut. Impedansi dari rangkaian
sekunder dari trafo arus dinyatakan dengan Ohm (Ω). Biasanya burden sering
dinyatakan dalam Volt Ampere (VA) yang diserap pada faktor daya tertentu
didalam arus pengenal sekunder. Jadi suatu trafo arus tidak boleh dibebani
22
melebihi kapasitas burdennya, karena akan mempengaruhi penunjukan di sisi
sekundernya.
Pengenal Trafo Arus
2.2.6
Pengenal primer : 10 - 12,5 - 15 - 20 - 25 - 30 - 40 - 50 - 60 – 75 - 80 A dll.
Pengenal sekunder : 1 - 2 - 5 A
5 A umumnya digunakan bila antara transformator arus dengan alat ukur atau
relainya dekat, 1 A umumnya digunakan bila antara transformator arus dengan
alat ukur atau relainya dan 2 A untuk keperluan tertentu.
1. Trafo arus dengan 2 pengenal primer
Gambar 2.14 Transformator arus dengan pengenal primer
2. Multi rasio
Contoh : 100 -200 -300 - 400 -500/5 A
Gambar 2.15 Transformator arus dengan multi rasio
Umumnya merupakan transformator arus yang banyak digunakan A.S
A - B : 100/5 A
A - C : 200/5 A
23
A - D : 300/5 A
A - E : 400/5 A
A - F : 500/5 A
3. Trafo Arus dengan Beberapa Inti
Tujuan untuk berbagai keperluan yang mempunyai sifat berbeda
dan untuk menghemat tempat.
Sebagai contoh :
a. C.T dengan 2 inti 300 / 5 A (untuk kubikel)
Penandaan primer P1 -- P2 atau C1 -- C2
Penandaan sekunder inti ke 1 1S1 -- 1S2 ---> pengukuran
Penandaan sekunder inti ke 2 2S1 -- 2S2 ---> relai arus lebih
CT 1
CT 2
Gambar 2.16 Transformator arus dengan 2 inti
b. CT dengan 4 inti.
Penandaan primer P1 -- P2 atau C1 -- C2
Penandaan sekunder inti ke 1 1S1 - 1S2 ---> pengukuran
Penandaan sekunder inti ke 2 2S1 - 2S2 ---> relai jarak
Penandaan sekunder inti ke 3 3S1 - 3S2 ---> proteksi rel
Penandaan sekunder inti ke 4 4S1 - 4S2 ---> proteksi rel
CT 1
CT4
CT 2 CT3
Gambar 2.17 Transformator arus dengan 4 inti
24
Gambar 2.18 kontruksi transformator arus 2 inti dengan sisi primer batang
Gambar 2.19 Kontruksi transformator arus 4 inti dengan sisi primer belitan
Gambar 2.20 Kontruksi transformator arus 4 inti dengan sisi primer batang
2.2.7 Rangkaian Pengganti Trafo arus
Gambar 2.21 Kontruksi transformator arus
Gambar 2.22 Aliran fluks magnet
25
Arus primer membangkitkan fluks magnet di besi inti, lalu fluks magnet
mengalir di besi inti, aliran fluks yang berubah rubah dibesi inti memotong belitan
sekunder, karena perpotongan itulah timbulah gaya gerak listrik (Hukum faraday).
Zi
I1/k
I2
V2
Z0
Z2
E2
Gambar 2.23 rangkaian ekivalen transformator arus sisi sekunder
Pada gambar ditunjukan skema kontruksi pada suatu transformator arus
dan rangkaian ekivalennya dilihat dari sisi sekunder. Prinsip kerjanya sama
dengan transformator daya satu fasa. Jika pada kumparan primer mengalir arus I1
maka pada kumparan primer timbul gaya gerak magnet sebesar N 2 x I2.
Gaya gerak magnet ini memproduksi fluks pada inti. Fluks ini
membangkitkan gaya gerak listrik pada kumparan sekunder.
Jika kumparan sekunder ditutup maka kumparan sekunder mengalir arus
I2. Arus ini menimbulkan gaya gerak magnet N2 x I2 pada kumparan sekunder.
Bila transformator tidak mempunyai rugi-rugi (transformator ideal) maka berlaku
persamaan :
x
=
=
Dimana :
= jumlah belitan kumparan primer
= jumlah belitan kumparan sekunder
= arus pada kumparan primer
= arus pada kumparan sekunder
x
26
Tegangan pada terminal sekunder
tergantung pada impedansi
yang terhubung pada terminal sekunder dan dapat dituliskan
peralatan
sebagai berikut :
=
Jika tahanan dan reaktansi bocor kumparan transformator dinyatakan
dalam impedansi internal Zi, maka gaya gerak listrik pada kumparan sekunder
harus lebih besar dari tegangan sekunder agar rugi-rugi tegangan pada impedansi
Zi dapat dikompensasi. Oleh karena itu persamaan dibawah ini dipenuhi :
– –
=
=
Atau
=
(
+ Zi ) ............................................................................................. (2.8)
Dalam prakteknya transformator arus mengandung arus beban nol menimbulkan
fluks
yang dibutuhkan untuk membangkitkan gaya gerak listrik E2 :
= 4,44 f
= 4,44 f
AB
Dimana :
F = frekuensi tegangan
= fluks magnetik
A = Luas penampang inti transformator
B = Rapat medan magnetic
Gaya gerak listrik inilah yang memperyahankan aliran arus
Impedansi (
pada
+ Zi). Oleh karena itu ampere lilitan yang ditimbulkan arus beban
nol harus dapat mengimbangi ampere belitan yang ditimbulkan arus primer dan
sekunder.
=
Dimana :
= jumlah belitan kumparan primer
= jumlah belitan kumparan sekunder
= arus pada kumparan primer
= arus pada kumparan sekunder
27
2.2.8 Kapasitas Trafo Arus
Gambar 2.24 inti transformator
Luas penampang inti merupakan batas jumlah garis fluks magnet yang
mengalir didalam besi inti, semakin besar luas penampang inti semakin besar
fluks magnet yang dapat mengalir, dengan besarnya fluks magnet, nilai GGl nya
pun akan semakin besar. Hal itu sesuai dengan rumus :
E = -N
Dimana:
E = gaya gerak listrik
N = jumlah lilitan
= fluks magnet
Transformator arus mempertahankan ratio Ip/Is terbatas pada impedansi
beban disisi sekunder karena E besarnya terbatas. Jika impedansi besar maka
nya pun akan besar demikian pun sebaliknya. Sehingga kapasitas transformator
bergantung kepada impedansi transformator. Kapasitas transformator
dari:
VA= E2 x Isekunder
didapat
28
2.2.9
Karakteristik Trafo Arus
1. Kejenuhan Trafo Arus
Gambar 2.25 Diameter inti transformator
Arus primer ( Ip ) membangkitkan fluks magnet di inti besi, makin besar
arus yang mengalir maka semakin besar fluks magnet yang mengalir sehingga
fluks magnet yang mengalir semakin padat. Pada nilai arus tertentu fluks magnet
yang dihasilkan tidak tertampung lagi sehingga Es tidak mampu naik lagi, pada
kondisi tersebut transformator arus sudah jenuh. Jika transformator arus sudah
mencapai titik jenuh sedangkan arus primer terus naik maka error ratio akan
membesar bahkan sekunder CT akan terjadi collapse.
29
Gambar 2.26 Karakteritik trafo arus pengukuran dan proteksi
Jika dilihat dari gambar karakteristik transformator arus, titik kejenuhan
transformator arus proteksi lebih besar dari transformator arus pengukuran.
Kejenuhan transformator arus pengukuran pada sekunder merupakan suatu
manfaat, CT pengukuran lebih cepat jenuh daripada CT proteksi, hal ini
diperlukan untuk melindungi alat ukur dikarenakan kemampuan dari alat ukur
adalah terbatas. Transformator arus pengukuran akan tetap menjaga arus di
sekunder dibawah batas ukur dari alat ukur.
2.3
Pengaruh Kesalahan Pengawatan pada Pengawatan kWh meter 3 fasa
2.3.1
Pengawatan kWh Meter Terpasang Sesuai Standard Operational
Procedure (SOP)
Pada kWh meter 3 fasa 4 kawat untuk tegangan rendah, terdapat dua
rangkaian yaitu rangkaian arus dan rangkaian tegangan. Pengawatan kWh meter 3
fasa 4 kawat yang terpasang secara benar dapat dilihat pada gambar 2.27. Pada
kondisi normal tidak terdapat rangkaian arus yang terbalik polaritasna maupun
rangkaian tegangan yang tidak terhubung atau tertukar. Setiap rangkaian arus dan
rangkaian tegangan mendapatkan rangkaian yang sesuai fasanya.
30
Meter
kWh
1
2
3
4
5
6
7
8
9
11
k
l
K
k
l
L
k
K
l
Beban
L
K
L
R S T N
Gambar 2.27 Rangkaian pengawatan kWh meter sesuai SOP
Pada pengawatan normal, perbedaan sudut pada arus dari setiap fasa yaitu
sebesar 120O. Sama halnya dengan vektor tegangan, perbedaan besar sudut antara
fasa R, S, dan T adalah 120O. Sedangkan perbedaan sudut antara arus dan
tegangan pada setiap fasanya sebesar φ. Hal tersebut dapat dilihat dari diagram
vektor pada gambar 2.28
VR
IR
φ
IT
φ
φ
IS
VT
VS
Gambar 2.28 Diagram vektor pengawatan normal
31
Rumus daya pada keadaan normal
PR = VR • IR • Cos φ • FK ....................................................... (2.9)
PS = VS • IS • Cos φ • FK ........................................................ (2.10)
PT = VT • IT • Cos φ • FK ....................................................... (2.11)
PTotal = PR+PS+PT ................................................................... (2.12)
Tabel 2.1 Hasil Daya yang akan Terukur pada Pengawatan Sesuai SOP
(Asumsi Cos  =0.8)
Daya yang terukur
Cos  = 0,8
pada pengukuran
R
0,8 V.I
S
0,8 V.I
T
0.8 V.I
2,4 V.I
P3 
2.3.2
Arah Putaran Normal
Pengawatan kWh Meter Terpasang Dengan Salah Satu Rangkaian
Arus Terbalik
Kondisi ini akan terjadi jika saat pengawatan terdapat salah satu rangkaian
arus yang polaritasnya terbalik. Dapat dilihat pada gambar 2.29 bahwa terdapat
salah satu arus fasa rangkaiannya terbalik. Yaitu arus fasa 1 (IR).
Meter
kWh
1
k
2
3
l
K
4
k
5
6
7
8
11
l
L
k
K
l
Beban
L
K
R S T
9
L
N
Gambar 2.29 Polaritas Rangkaian Arus Fasa 1 (IR) Terbalik
32
Pada kondisi beban seimbang jika salah satu pengawatan arus seperti ini
maka vector arus dan teganganya pada fasa tersebut akan berbeda sebesar 180° +
φ. Sehingga daya pada fasa 1 menjadi P = I. V. cos ( 180° + φ) dan akan
mengurangi
jumlah daya atau energi yang terukur menjadi 2/3 nya.
VR
IR
φ
(180 + φ)
φ
IT
φ
VT
- IR
Is
VS
Gambar 2.30 Diagram Vektor Polaritas Rangkaian Arus Fasa 1 (IR) Terbalik
Pada kondisi tersebut, daya yang akan terukur oleh kWh Meter adalah:
PR = V R • IR•Cos (V R•IR) • FK ............................................... (2.13)
= V R. IR . Cos  (1800 + ) • FK
PS = V S • IS • Cos (V S • IS) • FK ............................................. (2.14)
= V S • IS •Cos  • FK
PT = V T • IT • Cos (V T • IT) • FK ............................................. (2.15)
= V T • IT • Cos  • FK
PTotal = PR+PS+PT ......................................................................... (2.16)
Tabel 2.2 Hasil Daya yang akan Terukur jika Polaritas Arus Fasa 1 (IR) Terbalik
(Asumsi Cos  =0.8)
Daya yang terukur
pada pengukuran
Cos  = 0,8(terbalik)
R
0,8.V.I
-0,8 V.I
S
0,8.V.I
0,8 V.I
T
0,8. V.I
0.8 V.I
2,4 V.I
0.8 V.I
Arah putaran normal
Arah putaran normal
P3 
Cos  =0,8(normal)
33
Hasil perhitungan yang ditunjukan pada tabel 2.2 yaitu daya yang terukur pada
kWh meter menjadi 1/3 dari seharusnya dengan arah putaran normal.
Pengawatan kWh Meter Terpasang Dengan Dua Rangkaian Tegangan
2.2.3
Tertukar
Pada system pemasangan tidak langsung tegangan rendah rangkaian
tegangan didapat dari sumber primer, sedangkan rangkaian arus didapat dari
sumber sekunder sehingga terminal sambung di kWh meter dipisahkan. Berbeda
dengan
pengukuran langsung yang rangkaian arus dan rangkaian tegangannya
didapat dari sumber yang sama dan terdapat penyambungan yang disatukan pada
terminal masuk kWh meter.
Meter
kWh
1
k
2
3
l
K
4
k
5
6
7
8
11
l
L
k
K
l
Beban
L
K
R S T
9
L
N
Gambar 2.31 Pengawatan Rangkaian Tegangan Fasa 1(IR) dan Fasa 2(IS) Tertukar
Pada gambar 2.31 terlihat dua buah fasa yaitu fasa R dan fasa S rangkaian
tegangannya tertukar. Terpisahnya rangkaian arus dan rangkaian tegangan di
setiap fasa memungkinkan tertukarnya salah satu fasa dengan rangkaian tegangan
34
fasa lainnya dan ini dapat menyebabkan penyimpangan pengukuran pada kWh
meter, karena adanya perbedaan sudut antara fasa lainnya sebesar 120 o.
VR
IR
φ
240+φ
120+φ
φ
IT
φ
IS
VT
VS
Gambar 2.32 Diagram Vektor dengan Rangkaian Tegangan 1 (VR) dan 2 (VS) Tertukar
Pada kondisi tersebut, daya yang akan terukur oleh kWh meter adalah:
PR = VR • IS • Cos (VR • IS) • FK ..................................................... (2.17)
= VR • IS • Cos (240+) • FK
PS = VS • IR • Cos (VS • IR) • FK .................................................... (2.18)
= VR • IS • Cos (120O+) • FK
PT = VT • IT • Cos (VT • IT) • FK .................................................... (2.19)
= UT • IT • Cos  • FK
PTotal = PR+PS+PT ............................................................................... (2.20)
Tabel 2.3 Hasil Daya yang akan Terukur Jika Rangkaian Tegangan 1 (VR) dan 2 (VS)
Tertukar (Asumsi Cos  =0.8)
Cos  =0,8(normal)
Cos  = 0.8(tertukar)
R
0,8 .V.I
-0,9. V.I
S
0,8 .V.I
0,12.V.I
T
0,8.V.I
0,8 V.I
2,4VI
0,62VI
Arah putaran terbalik
Arah putaran terbalik
Daya yang terukur
pada pengukuran
P3 
35
Dari tabel 2.3 dapat dilihat bahwa hasil kWh meter tidak berputar sama sekali,
sehingga tidak terdapat energi yang terukur pada kWh meter.
Download