BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komponen Pengukuran Tidak Langsung pada Tegangan Rendah 2.1.1 kWh Meter kWh meter merupakan alat pengukur energi listrik yang mengukur secara langsung hasil kali tegangan, arus faktor kerja, kali waktu yang tertentu (V.I.Cos φ t) yang bekerja selama jangka waktu tertentu tersebut. Dengan kata lain kWh meter digunakan untuk mengukur besarnya energi aktif yang digunakan dalam satuan kilo watt jam (kWh). kWh meter yang dipakai pelanggan pada umumnya memiliki batas ukur maksimal arus 100 ampere, oleh karena itu untuk menghindari arus yang masuk ke KWH melebihi batas ukurnya dan pemakaian kabel yang besar ke terminal kWh meter, maka pelanggan dengan daya kontrak 13.200 VA sampai dengan 41.500 VA bila perlu menggunakan pengukuran tidak langsung menggunakan CT tegangan rendah. Besarnya arus nominal CT primer harus sedekat mungkin dengan arus nominal daya kontrak pada pelanggan. Sistem pembacaan pada kWh meter menggunakan banyaknya putaran piringan alumunium yang diinduksikan oleh arus yang masuk melalui kabel fasanya. Jumlah putaran piringan per satuan waktu merupakan ukuran besarnya daya yang masuk per satu jam melalui kWh meter. Maka besarnya energi listrik yang terukur merupakan hasil perkalian dari daya dalam watt atau kilo watt dengan waktu dalam jam. Sehingga dapat dirumuskan pada pers. 2.1 sebagai berikut : W = P x t ............................................................................... (2.1) Keterangan : W : Jumlah energi listrik (kilo Watt hour) P : Jumlah daya yang terpakai (kilo Watt) t : waktu (hour) 6 7 kWh meter memiliki konstruksi dasar yang terdiri dari beberapa bagian, diantaranya (gambar 2.1): Gambar 2.1 Konstruksi kWh Meter Keterangan: 1. Kumparan Tegangan 2. Kumparan arus 3. Elemen Penggerak/Piringan 4. Rem Magnit 5. Elemen Hitung/Register 6. Name Plate 7. Terminal Klemp/Terminal Blok Penjelasan bagian-bagian kWh meter: 1. Kotak meter Bagian meter yang terdiri dari dasar dan tutup meter. Kotak meter ini harus kedap debu dan dapat disegel sehingga bagian dalam meter hanya dapat dicapai setelah merusak segel. 8 2. Elemen Penggerak/Piringan Bagian ini terdiri dari kumparan arus yang terpasang seri dengan beban kumparan tegangan yang terpasang paralel dengan sumber tegangan dan beban. 3. Terminal Klemp/Terminal Blok Tempat penyambungan pengawatan sumber tegangan dan beban ke kumparan arus dan kumparan tegangan. 4. Elemen hitung (register) Berfungsi mencatat besarnya energi yang diukur oleh kWh meter. Register terdiri dari susunan roda-roda gigi yang berhubungan satu sama lain dihubungkan dengan poros rotor tempat kedudukan piringan. Hasil pengukuran energi yang ditunjukan oleh roda-roda tersebut dapat dibaca secara langsung. 5. Piring Rotor Bagian meter yang berfungsi untuk memutarkan elemen hitung. Piring rotor dibuat dari alumunium murni yang diproses secara khusus, pada bagian atas diberi skala dan pada samping diberi tanda hitam untuk memudahkan menghitung jumlah putaran serta mengamati arah putarannya. 6. Rem Magnit Rem magnit terbuat dari magnit permanen, serta mempunyai satu pasang kutub (Utara dan selatan) yang berguna untuk : a. Mengatasi akibat adanya gaya berat dari piringan kWh meter b. Menghilangkan / meredam ayunan perputaran piringan serta alat kalibrasi semua batas arus. 7. Papan Nama Papan Nama digunakan untuk mencantumkan informasi-informasi dasar yang terdapat pada kWh meter. Pada papan nama dari meter energi tercantum data/informasi seperti yang terlihat pada gambar 2.2 sebagai berikut : 9 a. Nama alat / merek pabrik b. Tipe atau jenis meter c. Cara pengawatan d. Tegangan e. Arus f. Frekuensi g. Konstanta meter h. Kelas i. Satuan energi listrik MILIK PLN KELAS 2 JENIS FA14AT1 METER kWh FASA TUNGGALDUA KAWAT 220 v 5 (20) A 50 hZ 900 PUTARAN / kWh L.L _ 1990 NO. 9900502 + P.T. FUJIDHARMA ELECTRIC BUATAN INDONESIA LISENSI FUJI ELECTRIC AWAS ! MEMBUKA SEGEL DIDENDA E97111038A86 FL FDE 30005201 Gambar 2.2 Contoh Papan Nama kWh Meter 2.1.1.1 Prinsip Kerja kWh meter Prinsip kerja kWh meter berdasarkan bekerjanya induksi megnetis oleh medan magnit yang dibangkitkan oleh arus melalui kumparan arus terhadap disc (piring putar) kWh meter, dimana induksi megnetis ini berpotongan dengan induksi mgnetis yang dibangkitkan oleh arus melewati kumparan tegangan terhadap disc yang sama. 10 Gambar 2.3. Prinsip Kerja kWh meter Keterangan M : Magnit permanent Cp : Inti besi kumparan tegangan Wp : Kumparan tegangan yang dapat dianggap reaktansi murni, karena lilitan cukup besar : Inti besi kumparan arus : Kumparan arus : Arus yang mengalir melalui Wp : Arus beban yang mengalir melalui Wc Cc Wc Ip I sebagai F : Kumparan penyesuaian fasa yang diberi tahanan R RGS : Register 1L & 2S : Terminal sumber daya masuk 2L & 1S : Terminal daya keluar Besarnya arus yang mengalir ke kumparan arus akan menyebabkan induksi yang besar sehingga piringan pada kWh meter akan berputar lebih cepat. 11 Arus beban mengalir melalui Wc dan menyababkan terjadinya fluksi magnetic Ф1, Wp mempunyai sejumlah belitan yang besar dan dianggap sbagai reaktansi murni, sehingga arus Ip yang mengalir melalui Wp akan tertinggal dalam fasanya terhadap tegangan beban dengan sudut sebesar 90 o yang menyebabkan terjadinya fluksi magnetic Ф2. Dengan demikian, piringan D akan berputar pada porosnya dengan kecepatan ‘v’ akibat adanya momen gerak Tp tersebut. Sambil berputar, piringan D akan memotong garis-garis fluksi magnetic Фm dari magnet permanen. Pemotongan garis-garis fluksi magnetic itu menyebabkan pula terjadinya arus putar yang berbanding lurus terhadap v. Фm dalam piringan D sendiri, sehingga piringan D mengalami suatu momen redaman Td yang berbanding lurus terhadap harga v (Фm)2. Bila momen-momen tersebut ada dalam keadaan seimbang maka akan berlaku hubungan sebagai berikut : Kd . VI . Cos φ = Km . v . (Фm)2 atau……………………...(2.2) v = (kd/km . Фm2) . V . I . Cos φ…………………………....(2.3) dimana kd dan km adalah konstanta Persamaan di atas menunjukan bahwa kecepatan putar (v) dari piringan D berbanding lurus terhadap V.I.Cos φ . Untuk memungkinkan pengukuran, maka jumlah perputaran piringan D ditransformasikan melalui sistem mekanis tertentu, kepada alat penunjuk atau roda-roda angka sehingga akan menunjukan energy yang diukur dalam kWh, setelah melalui proses kalibrasi tertentu. Arah putaran piringan D tergantung dari kutub magnet yang dibentuk oleh kumparan arus dan kumparan tegangan. 2.1.1.2 Jenis-Jenis kWh meter Dalam pengukuran energy listrik, terdapat beberapa jenis kWh meter yang dapat digunakan, diantaranya: 1. kWh meter 1 fasa 2. kWh meter 3 fasa : a. 3 kawat : tarif ganda, tarif tunggal b. 4 kawat : tarif ganda, tarif tunggal 12 3. kWh meter 1 fasa Pada pelanggan yang daya kontraknya kecil, yaitu antara 450 VA sampai dengan 7700 VA (kecuali 6600 VA menggunakan kWh meter 3 fasa), kWh meter yang digunakan adalah kWh meter 1 fasa. Konstruksi kWh meter 1 fasa dapat dilihat pada gambar 2.4. Gambar 2.4 kWh meter 1 fasa kWh meter ini terdiri dari 4 terminal sambungan dan memiliki satu buah kumparan tegangan dan satu buah kumparan arus. Energi yang terukur oleh sebuah kWh meter 1 fasa adalah jumlah kWh yang ditampilkan pada register atau sama dengan energi yang dipakai oleh suatu beban yaitu : V . Cos φ . t ........................................................................... (2.4) Sebagian besar pelanggan bertarif rumah tangga (tarif R) menggunakan kWh meter 1 fasa. 4. kWh meter 3 fasa Pada pelanggan yang daya kontraknya besar, yaitu antara 10.600 VA ke atas, kWh meter yang digunakan adalah kWh meter 3 fasa 4 kawat, walaupun pada bebarap pelanggan lama masih ada yang menggunakan jenis 13 kWh meter 3 fasa 3 kawat. Konstruksi kWh meter 3 fasa dapat dilihat pada gambar 2.5. Gambar 2.5 kWh meter 3 fasa Pada kWh meter 3 fasa, diberi tanda pengenal pada papan nama yang terpasang pada bagian dalam meter yang antara lain berisi : a. Nama/merk pabrik b. Sistem pengawatan c. Tipe meter d. Nomor seri dan acuan pembuatan e. Tegangan Acuan Standard, arus dasar, dan ratio transformator ukur (untuk sambungan tidak langsung) f. Nilai frekwensi pengenal g. Konstanta meter (putaran/kWh atau Wh/putaran) h. Satuan energi listrik dalam kWh atau MWh i. Kelas meter; Kelas 2 untuk kelas pengukuran langsung, dan kelas 1 untuk pengukuran tidak langsung j. Nama pemilik k. Untuk meter tarif ganda, di sebelah kiri elemen hitung diberi tanda WBP (Waktu Beban Puncak) dan LWBP (Luar Waktu Beban Puncak), dan 14 dilengkapi dengan petunjuk register meter yang berwarna merah di sebelah kanan register. l. Arah putaran piringan kWh meter 2.1.1.3 Metode Pengukuran Energi Listrik pada kWh meter Pada kWh meter, terdapat dua metoda yang dapat dilakukan untuk mengetahui kesalahan dari alat ukur tersebut, yaitu : 1. Metoda Komparatif Metoda ini digunakan dengan cara membandingkan secara langsung antara kWh meter yang sedang diujikan dengan kWh meter lainnya dengan yang lebih teliti. Peralatan yang dipakai apabila menggunakan metode pengukuran komparatif adalah sumber daya dan kWh meter yang lebih teliti. Pada umumnya metode komparatif dilakukan di kamar tera yang terdapat di PLN. Selain itu metode ini biasanya dipakai pada alat uji kompak buatan pabrik. 2. Metode Stop Watch Metode ini digunakan dengan cara mengukur daya yang terpakai pada interval waktu tertentu dengan menggunakan stop watch. Metode ini dapat dipakai ketika pemeriksaan di lapangan seperti pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas P2TL atau bagian penyambungan. Akan tetapi metode ini memiliki kelemahan yakni ketepatan hasil yang kurang akurat karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya parasit eror, kestabilan sumber, serta perlu adanya ketenangan dalam melaksakan pengukuran. Dapat dilihat pada gambar 2.6. APP CT W kWH Pengukuran daya di kWh meter dengan memakai Stop Watch 3Ø Pengukuran daya dengan watt meter standard (kelas 0,5) Gambar 2.6 Metode pengukuran dengan menggunakan stop watch beban 15 2.1.1.4 Jenis Pengukuran Pada kWh meter 3 fasa 4 kawat 1. Pengukuran Langsung Pengukuran langsung digunakan pada pelanggan yang daya kontraknya 450 VA sampai dengan 66.000 VA. Hal tersebut disesuaikan dengan antara ‘Edaran Direksi nomor 018.E/012/DIR/2002’. Akan tetapi untuk daya kontrak pelanggan sebesar lebih dari 13.900 VA dapat mempergunakan system pengukuran tidak langsung. Pada pemeriksaan kWh meter 3 fasa 4 kawat pengukuran langsung tidak sulit. Hal ini dikarenakan terminal kWh meter untuk tegangan dan arus terlalu menjadi satu titik (digabung), seperi yang terlihat pada gambar 2.7 kWh meter 1 2 3 4 5 6 7 8 Beban R S T N Gambar 2.7 Rangkaian Pengawatan Pengukuran Langsung kWh meter 3 fasa 4 kawat Terdapat beberapa petunjuk untuk melakukan pengukuran langsung pada kWh meter 3 fasa 4 kawat, yaitu : a. Pengukuran Beban kW Yaitu dengan menghitung daya yang terukur oleh kWh meter dengan menggunakan Stop Watch. Hal tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan rumus : 16 Pm = (3600 / t x c) x n Keterangan kWh ............................................... (2.5) : Pm = Daya yang terukur oleh kWh meter (kW) t = waktu (detik) c = Konstanta meter (meter/kWh) n = banyaknya putaran piringan kWh meter b. Mengukur beban sesungguhnya dengan menggunakan Tang kW c. Membandingkan kedua hasil pengukuran tersebut. Berdasarkan SPLN No 55 (1990), jika selisih ±5%, maka dianggap benar dan jika selisih lebih dari ±5% (mencolok) maka diragukan. Sehingga pengawatan di kWh meter harus diperiksa kembali atau kWh meter harus diperiksa ulang ke kamar tera. d. Petunjuk-petunjuk pengukuran diatas dilakukan lebih dari sekali untuk mendapat hasil yang maksimal 2.Pengukuran Tidak Langsung Pengukuran tidak langsung digunakan pada pelanggan yang daya kontraknya lebih dari 13.900 VA. Hal tersebut disesuaikan dengan ‘Edaran Direksi nomor 018.E/012/DIR/2002’. Untuk daya kontrak 82.500 VA sampai dengan 197.000 VA, sistem pengukuran energi listrik harus memakai system pengukuran tidak langsung dengan menggunakan trafo arus tegangan rendah (TR) sebagai alat untuk memperbesar batas ukur dengan arus maksimal sekundernya 5 Ampere. kWh meter yang dipakai pelanggan pada umumnya memiliki batas ukur maksimal arus 100 Ampere. Oleh karena itu untuk menghindari pemakaian kabel yang besar ke terminal kWh meter (alat ukur lain), maka pelanggan dengan daya kontrak 13.900 VA sampai dengan 22.000 VA dan dari 41.500 VA sampai dengan 66.000 VA bila perlu menggunakan pengukuran tidak langsung menggunakan CT tegangan rendah. Besarnya arus nominal CT primer harus dipilih agar nilainya sedekat mungkin dengan arus nominal daya kontrak pada pelanggan. Selain itu jika 17 dipasang di sebuah gardu makan nilai arus primer CT harus disesuaikan dengan besarnya arus nominal dari daya trafo gardu tersebut. Terdapat 2 macam yang diterapkan dengan menggunakan pengukuran langsung, yaitu : tidak 1. Pengukuran sistem tidak langsung tegangan menengah 20 kV Pada tegangan menengah, digunakan CT dan PT. Selain itu kWh meter memiliki spesifikasi batas ukur arus 5 Ampere dan tegangan 100 Volt. Gambar pengawatan sesuai dengan gambar 2.8. Meter kWh 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 N k l k K l L k K l Beban L K L R S T Gambar 2.8 Rangkaian pengawatan kWh meter pengukuran tidak langsung Tegangan Menegah (TM) 2. Pengukuran sistem tidak langsung tegangan rendah (TR) Pada tegangan rendah, hanya digunakan CT. Selain itu kWh meter memiliki spesifikasi arus 220/380 Volt atau 230/440 Volt. Gambar pengawatan sesuai dengan gambar 2.9 18 Meter kWh 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 k l k K l L k K l Beban L K L R S T N Gambar 2.9 Rangkaian pengawatan kWh meter pengukuran tidak langsung Tegangan Rendah (TR) 2.2 Trafo Arus / Current Trafo (CT) Trafo Arus atau Current Transformer (CT) merupakan alat yang berfungsi mentransformasikan arus menjadi lebih besar atau lebih kecil. Pada pengukuran tidak langsung, CT digunakan untuk mentransformasikan arus yang besar menjadi kecil guna memperbesar batas pengukuran atau sebagai proteksi. Kumparan primer transformator arus dihubungkan seri dengan jaringan atau peralatan yang akan diukur arusnya, sedang kumparan sekunder dihubungkan dengan meter atau relai proteksi. Pada umumnya peralatan ukur dan relai membutuhkan arus 1 atau 5A. kWh meter memiliki keterbatasan kemampuan mengukur beban yang besar, sehingga CT merupakan komponen utama yang sangat diperlukan pada pengukuran system tidak langsung. Biasanya kWh meter membutuhkan arus sebesar 5 A. Trafo arus yang digunakan untuk pengukuran biasanya 0,005 s/d 1,2 kali arus yang akan diukur. 19 Trafo arus memiliki standard arus pengenal untuk sisi sekundernya, contoh 2000/5A, 300/1A, artinya : 2000A dan 300A merupakan arus primernya (Ip), sedangkan 5A dan 1A adalah arus sekudernya (Is). transformator arus adalah : Fungsi 1. Mentransformasikan dari arus yang besar (primer) ke arus yang kecil (sekunder) untuk keperluan pengukuran atau poteksi 2. Sebagai isolasi sirkit sekunder dari sisi primernya. 3. Memungkinkan penggunaan standar arus pengenal untuk meter atau relai di sisi sekundernya. Gambar 2.10 Contoh Transformator Arus 2.2.1 Kontruksi Trafo Arus Gambar 2.11a Transformator Arus Sisi primer batang Gambar 2.11b dan 2.11 c Transformator Arus Sisi primer lilitan 2.2.2 Prinsip Kerja Trafo Arus Prinsip kerja trafo arus sama dengan trafo daya satu fasa. Jika pada kumparan primer mengalir arus I1, maka pada kumparan primer timbul gaya gerak magnet sebesar N1.I1. Gaya gerak magnet ini mempruduksi fluks pada inti, kemudian membangkitkan gaya gerak listrik (GGL) pada kumparan sekunder. 20 Jika terminal kumparan sekunder tertutup, maka pada kumparan sekunder mengalir arus I2 , arus ini menimbulkan gaya gerak magnet N1I1 pada kumparan sekunder. 2.2.3 Ratio Trafo Arus Trafo arus dianggap ideal apabila perbandingan jumlah lilitan primer sama dengan perkalian arus dan jumlah lilitan di sekunder. Hal tersebut dinyatakan dalam rumus : Ip x Np = Is x Ns ................................................................... (2.6) Maka perbandingan trafo arus dianggap ideal apabila perbandingan arus primer dengan arus sekundernya tanpa rugi-rugi, dinyatakan dalam rumus : kn = Ip / Is ............................................................................. (2.7) kn = ratio trafo arus Untuk mengetahui rasio trafo arus, dilakukan suatu pengujian dengan cara menginjeksi sisi primer, arus dialirkan dan diukur dengan A1 melalui transformator arus standar seperti pada gambar 2.11. A2 CT yang diuji A1 CT standard Current Trafo Test Set Power Supply AC Gambar 2. 12 Pengujian Rasio Arus sekunder diukur dengan ampere meter A2 dan nilai perbandingannya antara A1 dan A2 adalah merupakan rasio yang tertulis pada nama transformator arus. 21 2.2.4 Polaritas Trafo Arus Trafo arus memiliki polaritas sisi primer dan sekundernya. Terdapat suatu metode untuk mengetahui polaritas dari trafo arus sesuai dengan gambar 2.12, : yaitu Is + mili ampere meter batere - Gambar 2.13 Metode penentuan polaritas CT a. Pada saat tombol ditekan, arus yang mengalir pada batang penghantar (kumparan primer) dari K (P1) ke L (P2) segera mempengaruhi Trafo Arus. Arus induksi dalam trafo arus mengalir dengan arah melawan penyebabnya (berbeda fasa 180º) b. Dengan menghubungkan sisi primer terminal trafo arus K (P1) ke posituf (+) dari batere dan L (P2) ke negatif (-), sedangkan sisi sekunder terminal k (I S1) dihubungkan ke positif (+) dari mili Ampere dan terminal l (I S2) ke negatif (-). Saat tombol ditekan, mA meter menunjuk ke arah kanan (positif). Untuk keadaan seperti ini berarti polaritas trafo arus adalah benar. 2.2.5 Kemampuan Trafo Arus (Burden) Burden trafo arus adalah kemampuan dari trafo arus untuk dibebani, tetapi tidak mengurangi kelas ketelitian trafo arus tersebut. Impedansi dari rangkaian sekunder dari trafo arus dinyatakan dengan Ohm (Ω). Biasanya burden sering dinyatakan dalam Volt Ampere (VA) yang diserap pada faktor daya tertentu didalam arus pengenal sekunder. Jadi suatu trafo arus tidak boleh dibebani 22 melebihi kapasitas burdennya, karena akan mempengaruhi penunjukan di sisi sekundernya. Pengenal Trafo Arus 2.2.6 Pengenal primer : 10 - 12,5 - 15 - 20 - 25 - 30 - 40 - 50 - 60 – 75 - 80 A dll. Pengenal sekunder : 1 - 2 - 5 A 5 A umumnya digunakan bila antara transformator arus dengan alat ukur atau relainya dekat, 1 A umumnya digunakan bila antara transformator arus dengan alat ukur atau relainya dan 2 A untuk keperluan tertentu. 1. Trafo arus dengan 2 pengenal primer Gambar 2.14 Transformator arus dengan pengenal primer 2. Multi rasio Contoh : 100 -200 -300 - 400 -500/5 A Gambar 2.15 Transformator arus dengan multi rasio Umumnya merupakan transformator arus yang banyak digunakan A.S A - B : 100/5 A A - C : 200/5 A 23 A - D : 300/5 A A - E : 400/5 A A - F : 500/5 A 3. Trafo Arus dengan Beberapa Inti Tujuan untuk berbagai keperluan yang mempunyai sifat berbeda dan untuk menghemat tempat. Sebagai contoh : a. C.T dengan 2 inti 300 / 5 A (untuk kubikel) Penandaan primer P1 -- P2 atau C1 -- C2 Penandaan sekunder inti ke 1 1S1 -- 1S2 ---> pengukuran Penandaan sekunder inti ke 2 2S1 -- 2S2 ---> relai arus lebih CT 1 CT 2 Gambar 2.16 Transformator arus dengan 2 inti b. CT dengan 4 inti. Penandaan primer P1 -- P2 atau C1 -- C2 Penandaan sekunder inti ke 1 1S1 - 1S2 ---> pengukuran Penandaan sekunder inti ke 2 2S1 - 2S2 ---> relai jarak Penandaan sekunder inti ke 3 3S1 - 3S2 ---> proteksi rel Penandaan sekunder inti ke 4 4S1 - 4S2 ---> proteksi rel CT 1 CT4 CT 2 CT3 Gambar 2.17 Transformator arus dengan 4 inti 24 Gambar 2.18 kontruksi transformator arus 2 inti dengan sisi primer batang Gambar 2.19 Kontruksi transformator arus 4 inti dengan sisi primer belitan Gambar 2.20 Kontruksi transformator arus 4 inti dengan sisi primer batang 2.2.7 Rangkaian Pengganti Trafo arus Gambar 2.21 Kontruksi transformator arus Gambar 2.22 Aliran fluks magnet 25 Arus primer membangkitkan fluks magnet di besi inti, lalu fluks magnet mengalir di besi inti, aliran fluks yang berubah rubah dibesi inti memotong belitan sekunder, karena perpotongan itulah timbulah gaya gerak listrik (Hukum faraday). Zi I1/k I2 V2 Z0 Z2 E2 Gambar 2.23 rangkaian ekivalen transformator arus sisi sekunder Pada gambar ditunjukan skema kontruksi pada suatu transformator arus dan rangkaian ekivalennya dilihat dari sisi sekunder. Prinsip kerjanya sama dengan transformator daya satu fasa. Jika pada kumparan primer mengalir arus I1 maka pada kumparan primer timbul gaya gerak magnet sebesar N 2 x I2. Gaya gerak magnet ini memproduksi fluks pada inti. Fluks ini membangkitkan gaya gerak listrik pada kumparan sekunder. Jika kumparan sekunder ditutup maka kumparan sekunder mengalir arus I2. Arus ini menimbulkan gaya gerak magnet N2 x I2 pada kumparan sekunder. Bila transformator tidak mempunyai rugi-rugi (transformator ideal) maka berlaku persamaan : x = = Dimana : = jumlah belitan kumparan primer = jumlah belitan kumparan sekunder = arus pada kumparan primer = arus pada kumparan sekunder x 26 Tegangan pada terminal sekunder tergantung pada impedansi yang terhubung pada terminal sekunder dan dapat dituliskan peralatan sebagai berikut : = Jika tahanan dan reaktansi bocor kumparan transformator dinyatakan dalam impedansi internal Zi, maka gaya gerak listrik pada kumparan sekunder harus lebih besar dari tegangan sekunder agar rugi-rugi tegangan pada impedansi Zi dapat dikompensasi. Oleh karena itu persamaan dibawah ini dipenuhi : – – = = Atau = ( + Zi ) ............................................................................................. (2.8) Dalam prakteknya transformator arus mengandung arus beban nol menimbulkan fluks yang dibutuhkan untuk membangkitkan gaya gerak listrik E2 : = 4,44 f = 4,44 f AB Dimana : F = frekuensi tegangan = fluks magnetik A = Luas penampang inti transformator B = Rapat medan magnetic Gaya gerak listrik inilah yang memperyahankan aliran arus Impedansi ( pada + Zi). Oleh karena itu ampere lilitan yang ditimbulkan arus beban nol harus dapat mengimbangi ampere belitan yang ditimbulkan arus primer dan sekunder. = Dimana : = jumlah belitan kumparan primer = jumlah belitan kumparan sekunder = arus pada kumparan primer = arus pada kumparan sekunder 27 2.2.8 Kapasitas Trafo Arus Gambar 2.24 inti transformator Luas penampang inti merupakan batas jumlah garis fluks magnet yang mengalir didalam besi inti, semakin besar luas penampang inti semakin besar fluks magnet yang dapat mengalir, dengan besarnya fluks magnet, nilai GGl nya pun akan semakin besar. Hal itu sesuai dengan rumus : E = -N Dimana: E = gaya gerak listrik N = jumlah lilitan = fluks magnet Transformator arus mempertahankan ratio Ip/Is terbatas pada impedansi beban disisi sekunder karena E besarnya terbatas. Jika impedansi besar maka nya pun akan besar demikian pun sebaliknya. Sehingga kapasitas transformator bergantung kepada impedansi transformator. Kapasitas transformator dari: VA= E2 x Isekunder didapat 28 2.2.9 Karakteristik Trafo Arus 1. Kejenuhan Trafo Arus Gambar 2.25 Diameter inti transformator Arus primer ( Ip ) membangkitkan fluks magnet di inti besi, makin besar arus yang mengalir maka semakin besar fluks magnet yang mengalir sehingga fluks magnet yang mengalir semakin padat. Pada nilai arus tertentu fluks magnet yang dihasilkan tidak tertampung lagi sehingga Es tidak mampu naik lagi, pada kondisi tersebut transformator arus sudah jenuh. Jika transformator arus sudah mencapai titik jenuh sedangkan arus primer terus naik maka error ratio akan membesar bahkan sekunder CT akan terjadi collapse. 29 Gambar 2.26 Karakteritik trafo arus pengukuran dan proteksi Jika dilihat dari gambar karakteristik transformator arus, titik kejenuhan transformator arus proteksi lebih besar dari transformator arus pengukuran. Kejenuhan transformator arus pengukuran pada sekunder merupakan suatu manfaat, CT pengukuran lebih cepat jenuh daripada CT proteksi, hal ini diperlukan untuk melindungi alat ukur dikarenakan kemampuan dari alat ukur adalah terbatas. Transformator arus pengukuran akan tetap menjaga arus di sekunder dibawah batas ukur dari alat ukur. 2.3 Pengaruh Kesalahan Pengawatan pada Pengawatan kWh meter 3 fasa 2.3.1 Pengawatan kWh Meter Terpasang Sesuai Standard Operational Procedure (SOP) Pada kWh meter 3 fasa 4 kawat untuk tegangan rendah, terdapat dua rangkaian yaitu rangkaian arus dan rangkaian tegangan. Pengawatan kWh meter 3 fasa 4 kawat yang terpasang secara benar dapat dilihat pada gambar 2.27. Pada kondisi normal tidak terdapat rangkaian arus yang terbalik polaritasna maupun rangkaian tegangan yang tidak terhubung atau tertukar. Setiap rangkaian arus dan rangkaian tegangan mendapatkan rangkaian yang sesuai fasanya. 30 Meter kWh 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 k l K k l L k K l Beban L K L R S T N Gambar 2.27 Rangkaian pengawatan kWh meter sesuai SOP Pada pengawatan normal, perbedaan sudut pada arus dari setiap fasa yaitu sebesar 120O. Sama halnya dengan vektor tegangan, perbedaan besar sudut antara fasa R, S, dan T adalah 120O. Sedangkan perbedaan sudut antara arus dan tegangan pada setiap fasanya sebesar φ. Hal tersebut dapat dilihat dari diagram vektor pada gambar 2.28 VR IR φ IT φ φ IS VT VS Gambar 2.28 Diagram vektor pengawatan normal 31 Rumus daya pada keadaan normal PR = VR • IR • Cos φ • FK ....................................................... (2.9) PS = VS • IS • Cos φ • FK ........................................................ (2.10) PT = VT • IT • Cos φ • FK ....................................................... (2.11) PTotal = PR+PS+PT ................................................................... (2.12) Tabel 2.1 Hasil Daya yang akan Terukur pada Pengawatan Sesuai SOP (Asumsi Cos =0.8) Daya yang terukur Cos = 0,8 pada pengukuran R 0,8 V.I S 0,8 V.I T 0.8 V.I 2,4 V.I P3 2.3.2 Arah Putaran Normal Pengawatan kWh Meter Terpasang Dengan Salah Satu Rangkaian Arus Terbalik Kondisi ini akan terjadi jika saat pengawatan terdapat salah satu rangkaian arus yang polaritasnya terbalik. Dapat dilihat pada gambar 2.29 bahwa terdapat salah satu arus fasa rangkaiannya terbalik. Yaitu arus fasa 1 (IR). Meter kWh 1 k 2 3 l K 4 k 5 6 7 8 11 l L k K l Beban L K R S T 9 L N Gambar 2.29 Polaritas Rangkaian Arus Fasa 1 (IR) Terbalik 32 Pada kondisi beban seimbang jika salah satu pengawatan arus seperti ini maka vector arus dan teganganya pada fasa tersebut akan berbeda sebesar 180° + φ. Sehingga daya pada fasa 1 menjadi P = I. V. cos ( 180° + φ) dan akan mengurangi jumlah daya atau energi yang terukur menjadi 2/3 nya. VR IR φ (180 + φ) φ IT φ VT - IR Is VS Gambar 2.30 Diagram Vektor Polaritas Rangkaian Arus Fasa 1 (IR) Terbalik Pada kondisi tersebut, daya yang akan terukur oleh kWh Meter adalah: PR = V R • IR•Cos (V R•IR) • FK ............................................... (2.13) = V R. IR . Cos (1800 + ) • FK PS = V S • IS • Cos (V S • IS) • FK ............................................. (2.14) = V S • IS •Cos • FK PT = V T • IT • Cos (V T • IT) • FK ............................................. (2.15) = V T • IT • Cos • FK PTotal = PR+PS+PT ......................................................................... (2.16) Tabel 2.2 Hasil Daya yang akan Terukur jika Polaritas Arus Fasa 1 (IR) Terbalik (Asumsi Cos =0.8) Daya yang terukur pada pengukuran Cos = 0,8(terbalik) R 0,8.V.I -0,8 V.I S 0,8.V.I 0,8 V.I T 0,8. V.I 0.8 V.I 2,4 V.I 0.8 V.I Arah putaran normal Arah putaran normal P3 Cos =0,8(normal) 33 Hasil perhitungan yang ditunjukan pada tabel 2.2 yaitu daya yang terukur pada kWh meter menjadi 1/3 dari seharusnya dengan arah putaran normal. Pengawatan kWh Meter Terpasang Dengan Dua Rangkaian Tegangan 2.2.3 Tertukar Pada system pemasangan tidak langsung tegangan rendah rangkaian tegangan didapat dari sumber primer, sedangkan rangkaian arus didapat dari sumber sekunder sehingga terminal sambung di kWh meter dipisahkan. Berbeda dengan pengukuran langsung yang rangkaian arus dan rangkaian tegangannya didapat dari sumber yang sama dan terdapat penyambungan yang disatukan pada terminal masuk kWh meter. Meter kWh 1 k 2 3 l K 4 k 5 6 7 8 11 l L k K l Beban L K R S T 9 L N Gambar 2.31 Pengawatan Rangkaian Tegangan Fasa 1(IR) dan Fasa 2(IS) Tertukar Pada gambar 2.31 terlihat dua buah fasa yaitu fasa R dan fasa S rangkaian tegangannya tertukar. Terpisahnya rangkaian arus dan rangkaian tegangan di setiap fasa memungkinkan tertukarnya salah satu fasa dengan rangkaian tegangan 34 fasa lainnya dan ini dapat menyebabkan penyimpangan pengukuran pada kWh meter, karena adanya perbedaan sudut antara fasa lainnya sebesar 120 o. VR IR φ 240+φ 120+φ φ IT φ IS VT VS Gambar 2.32 Diagram Vektor dengan Rangkaian Tegangan 1 (VR) dan 2 (VS) Tertukar Pada kondisi tersebut, daya yang akan terukur oleh kWh meter adalah: PR = VR • IS • Cos (VR • IS) • FK ..................................................... (2.17) = VR • IS • Cos (240+) • FK PS = VS • IR • Cos (VS • IR) • FK .................................................... (2.18) = VR • IS • Cos (120O+) • FK PT = VT • IT • Cos (VT • IT) • FK .................................................... (2.19) = UT • IT • Cos • FK PTotal = PR+PS+PT ............................................................................... (2.20) Tabel 2.3 Hasil Daya yang akan Terukur Jika Rangkaian Tegangan 1 (VR) dan 2 (VS) Tertukar (Asumsi Cos =0.8) Cos =0,8(normal) Cos = 0.8(tertukar) R 0,8 .V.I -0,9. V.I S 0,8 .V.I 0,12.V.I T 0,8.V.I 0,8 V.I 2,4VI 0,62VI Arah putaran terbalik Arah putaran terbalik Daya yang terukur pada pengukuran P3 35 Dari tabel 2.3 dapat dilihat bahwa hasil kWh meter tidak berputar sama sekali, sehingga tidak terdapat energi yang terukur pada kWh meter.