Bidang Unggulan : Partai Politik Kode/Bidang Ilmu : 590/ Ilmu Politik LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI PARTISIPASI DAN AKUNTABILITAS PARTAI POLITIK (Kajian pada Pengelolaan Keuangan, Kelembagaan,dan Sistem Pengkaderan Partai Politik PDIP, Golkar, Demokrat, Gerindra di Propinsi Bali) Ketua Peneliti Bandiyah, S.Fil.,M.A (NIDN 0003098104) Anggota 1. Dra. Nazrina Zuryani, M.A.,PhD (NIDN 0023026503) 2. Dr. Piers Andreas Noak,S.H.,M.A (NIDN 0017026304) 3. Tedi Erviantono,S.IP.,M.Si (NIDN 0002057608) Penelitian ini di biayai oleh Dana PNBP UNUD Melalui Dana Fakultas IlmuSosial dan Ilmu Politik sesuai dengan Kontrak Perjanjian no : 825/UN14.47/PNL.01.03.00/2015, Tanggal 25 Mei 2015 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS UDAYANA NOVEMBER 2015 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ............................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................... ii DAFTAR ISI................................................................................................................ iii BAB 1. PENDAHULUAN ………………….………………………….......…….. 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………......... 4 BAB III. METODE PENELITIAN....................……….……………….................. 10 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………. 14 DAFTAR PUSTAKA……………….………………………………....................... 39 LAMPIRAN BAB 1. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Partai politik dikenal sebagai organisasi publik yang memiliki peranan penting dalam suatu negara, tuntutan akan good governance dalam partai politik tidak dapat dihindarkan. Good governance mengandung arti yang sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor swasta dan masyarakat (society). Dalam hal ini adalah kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, partisipasi, pelayanan prima, demokrasi dan sebagainya yang dapat diterima oleh seluruh elemen masyarakat. Studi literatur dari Dahnil Anzar (2011) yang menyatakan bahwa parpol masih miskin akuntabilitas, terutama dalam transparansi laporan keuangan kepada publik, termasuk transparansi laporan public terkait sumber-sumber keuangan yang diperoleh dalam membiayai kegiatan partai politik. Senada dengan hasil research di atas, banyak partai politik juga yang kurang transparan. Hal ini dibuktikan dengan hasil survey yang dilakukan oleh Lembaga Transparancy Internasional Indonesia (LTII) tahun (2012-2013) bahwa dana partai politik secara keseluruhan berada dalam kategori tidak transparan. Ketiadaan akuntabilitas atau tidaknya suatu partai politik juga perlu dilihat dari berfungsi tidaknya mekanisme kontrol public dari masyarakat dan pemerintah terhadap partai politik dan juga pengawasan di internal partai itu sendiri. Selain akuntabilitas, yang perlu dicermati dalam rangka mewujudkan good governance dalam tubuh partai politik adalah ada tidaknya ruang partisipasi untuk masyarakat. Partisipasi yang dimaksud di sini adalah partai membuka ruang aktivitas masyarakat mengambil bagian di dalamnya (Word bank:1996). Belum semua partai politik terbuka dan mengambil peran mengakomodasi kepentingan masyarakat, sebab sebagian partai masih dianggap ekslusif dan hanya orang-orang tertentu yang bisa menjadi kader, pengurus partai atupun anggota dewan dari partainya. Pertanggungjawaban yang sangat minim dalam akuntabilitas pengelolaan keuangan dan rendahnya ruang masyarakat untuk serta berpartisisipasi dalam penataan kelembagaan maupun rekruitmen keanggotaan dan pengkaderan, mengharuskan organisasi publik ini turut mempertanggungjawabkan terhadap seluruh tindakannya kepada masyarakat. Melalui transparansi, akuntabilitas sumber dan pengelolaan keuangan partai politik, maka public akan mudah mengawasi dan menilai kebijakan serta gerakan politik yang dilakukan oleh partai, sebaliknya bila partai politik tidak akuntabel maka niscaya korupsi kolusi dan nepotisme pun tidak terhindari. Studi ini hadir untuk mengembangkan kurikulum berbasis KKNI yang menyetarakan, dan mengintegrasikan bidang pendidikan, latihan, juga mengembangkan kompetensi dosen di bidang keilmuan politik khususnya mata kuliah partai politik. Studi ini diharapkan akan melahirkan luaran baru dari kajian ini yang bisa berbentuk muatan studi konsentarasi atau mata kuliah pilihan di program studi ilmu politik. Maka hal ini menjadi kewajiban sekaligus tantangan bagi dosen Program Studi Ilmu Politik untuk mengasah, mengembangkan kemampuan analisis, rekayasa sosial politik, guna menciptakan SDM handal profesional dan berkompeten dalam keilmuan politik. b. Tujuan Khusus Sasaran penelitian ini adalah mengembangkan unggulan keilmuan Program Studi Ilmu Politik, khususnya dalam mata kuliah Kepartaian. Mata kuliah “kepartaian” yang telah diberikan di kelas dirasa masih terkesan konseptual, dan teoritis, belum banyak mengambil sisi parktis yang secara langsung menjajaki keberadaan akuntabilitas keuangan dan partisipasi partai politik yang sesunguhnya. Oleh karenanya, kajian ini disajikan untuk mendobrak paradigma politik kepartaian yang idealistik, konseptual, teoritis menjadi aplikatif, realitis dan factual yang selanjutnya dapat dijadikan model pembelajaran dalam perkuliahan yang berbeda sebelumnya. Untuk dapat mempermudah pengambilan data, kajian ini juga akan melibatkan kurang lebih 15 mahasiswa yang terpilih (dalam I kelas) yang diperlukan untuk membantu terlaksananya penelitian ini. Usulan penelitian ini disajikan berbarengan dengan kegiatan perkuliahan di semester genap yang salah satu mata kuliah kepartaian akan diajarkan di kelas mahasiswa semester empat Program Studi Ilmu Politik. Di samping sebagai ajang kegiatan laboratorium mahasiswa Program Studi Ilmu Politik dalam praktik mata kuliah kepartaian. Studi ini pada akhirnya akan menjadi nilai tambah sebagai data pendukung untuk dummy buku ajar Akuntabilitas Partai Poitik yang sedang dipersiapkan oleh Tim dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Udayana. c. Kontribusi pada Ilmu Pengetahuan Titik temu kepentingan (urgensi) penelitian ini adalah pertama, kebaharuan hasil temuan-temuan yang akan dieksplorasi secara lebih dalam dan dianalisis komparatif antara teoritis idealis menjadi praktis realitis. Kedua, mengetahui seberapa jauh pemenuhan akuntabilitas dan partisipasi di dalam organisasi publik (partai politik). Ketiga menganalisis, mengkritisi lebih dalam atas peninjauan ulang kembali eksistensi partai politik baik dalam penekanan aspek regulasi pengelolaan keuangan yang tegas yang diikat dengan kerangka dasar pemikiran yang matang. Akuntabilitas dan partisipasi pada partai politik lebih diperuntukkan kemanfaatannya bagi masyarakat umum misalnya dapat disampaikan melalui media dan website partai politik itu sendiri. Sehingga akan memberikan nilai tambah kepercayaan publik terhadap partai. Jika secara keseluruhan publik telah percaya terhadap partai politik, maka akan berdampak pada pengelolaan organisasi publik yang kredibel, akuntabel, bermartabat sehingga bersih dari penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme. Tentu saja berbeda dengan ilmu sains dan teknologi, keuntungan berlipat didapat dari peneliti ilmu pasti misalnya penemu senyawa ester kalanon untuk obat anti kanker usus dan leukemia yang dibutuhkan di dunia kedokteran dan farmasi mendapat hak paten kekayaan intelektual dan sekaligus royalti produknya di masyarakat. Sedangkan peneliti ilmu sosial dan ilmu politik perlu berjuang keras untuk mempatenkan hasil penelitiannya. Ilmu sosial politik bersifat sangat lentur dalam perkembangannya melalui pakar-pakar dari negara-negara yang berhasil menemukan teori sosial politik tersebut misalnya (Prancis, Jerman, Inggris, Amerika dst) yang menurut Ramlan Surbakti hal ini di Indonesia pertanggung jawaban keilmuan dan “ranah politik di dalam konstitusi kita belum demokratis” (2000:185), bahkan konsep trias politika dilanggar karena legislatif lebih mendominasi (legislative heavy) dalam penyelenggaraan pemerintahandi banding eksekutif dan yudikatif. Sebenarnya, kebaharuan ilmu sosial dan ilmu politik sulit diukur karena kepopulerannya melalui fakta sosial politik yang dijadikan wacana pengetahuan komparatif. Duverger (2010) menjelaskan komposisi penduduk (sesuai umur, jenis kelamin, tingkat sosio kultural, kelompok etnis hingga sebaran geografis) sangat berperan dalam kehidupan politik suatu bangsa. Euphoria masyarakat sipil dalam mengenal demokratisasi bergulir sejak reformasi politik Indonesia di tahun 1998. Partai politik misalnya menjadi keras gaungnya pada saat mendekati pemilihan umum. Rush dan Althoff (2011:126) menyebutnya partisipasi politik “ bentuk yang aktif atau yang pasif” tersusun dari yang mulai menduduki jabatan, memberikan dukungan keuangan” yang di Indonesia dikenal dengan nuansa ‘money politics’ dan caleg/legislator hasil KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Oleh karena itu dalam rangka membasmi KKN tersebut harus dimulai dengan menciptakan proses politik yang sehat dan bersih dari politik uang. Proses politik yang sehat dan bersih ini harus dilakukan dengan pembiayaan politik yang transparan dan akuntabel serta partisipatif dalam kelembagaan,perekrutan, pengkaderan dan lain sebagainya. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini akan dirancang untuk memenuhi kualifikasi mata kuliah bernilai mutu dan skill di Program Studi Ilmu Politik khususnya dan juga Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang menaungi. a. Mata Kuliah Pilihan (State Of Art) Pengusul penelitian ini memiliki presepsi yang sama dalam pemilihan mata kuliah yang akan diajukan dalam kurikulum yang baru di Program Studi Ilmu Politik tahun 2015 ini. Pertama mata kuliah tersebut memiliki nilai praksis yang tinggi. Kedua, tingkat kebutuhan akan mata kuliah pilihan merupakan keniscayaan dan juga anjuran dari BAN-PT dalam menunjang nilai akreditasi, dan juga Asosiasi Program Studi Ilmu Politik seperti AIPI yang memperkuat paradigma keilmuan, pengembangan dinamika politik yang lebih kontekstual teraplikasi dan memperluas peluang kebermanfaatannya di masyarakat. Sejak empat tahun berdirinya Program Studi Ilmu Politik tahun 2011, kurikulum di Fakultas FISIP masih menggunakan sistem paket, sehingga semua program studi tidak menyediakan mata kuliah pilihan. Bukan hal yang baru untuk mengadakan mata kuliah pilihan, sebab di perguruan tinggi negeri (PTN)lain sudah lama up to date kurikulum baru dan penyedian mata kuliah pilihan.Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, Fakultas FISIP dan segenap program studi lainnya segera memperbaharui sistem kurikulum pendidikan untuk mengejar kompetensi lulusanyang unggul, berbudaya dan berdaya saing tinggi di luar. Rencana perubahan kurikulum di FISIP akan diaplikasikan pada semester ganjil sekitar Agustus 2016 mendatang.Untuk itu setiap program studi khususnya Program Studi Ilmu Politik dituntut untuk segera menyiapkan mata kuliah pilihan baru yang bermutu dan memiliki skill dan sedang dibutuhkan masyarakat saat ini. Pada dasarnya mata kuliah kepartaian di Program Studi Ilmu Politik bukan hal yang baru meskipun penamaannya berbeda (Mata Kuliah Electoral Engineering dan Sistem Kepartaian). Namunmata kuliah tersebut dirasa belum aplikatif dan sangat luas jangkauannya serta kurang memberikan skill khusus kepada mahasiswa politik. Oleh karena itu akan dibuat tersendiri mata kuliah pilihan yang khusus mendesain partai politik yang lebih actual, dinamis sesuai dengan system dan kultur Bangsa Indonesia. Dan juga dikorelasikan berdasarkan hasil temuan riset tentang partai sebelumnya.Inilah harapan akan kemanfaatan terkini dari penelitian ini. Mata kuliah yang mempunyai relevansi dengan dunia politik khususnya persoalan partai, yang mau tidak mau kehadiran partai menjadi pilar demokrasi. Apabila partai tersebut berkondisi sehat dan bersih, namun sebaliknya bila partai politik akibat pola penyelenggaraan organisasinyayang tidak sehat, maka akan tumbuh sarang penyakit seperti korupsi kolusi dan nepotisme yang semakin menjadi. Sejak masa reformasi Indonesia, partai-partai kecil berkoalisi untuk merebut kursi legislator, dengan mengupayakan apapun cara untuk mendapatkan jabatan kekuasaan.Ini membuktikan tingkat kebutuhan masyarakat dalam memahami akuntabiltas partai politik semakin besar.Aplikasi yang diharapkan adalah transparansi dan partisipatif dalam perekrutan kader, calon legislatif, kinerja kelembagaan dan juga pertanggungjawaban partai politik atas demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, mata kuliah pilihan akuntabilitas kepartaian ini akan melibatkan seluruh dosen pengampu di Program Studi Ilmu Politik dan ahli yang berkompetensi dalam bidang pooling dan survey partai politik serta institusi organisasi politik yang berkompeten dalam keilmuannya. b.Penelitian Terdahulu Dahnil Anzar (2009) pernah meneliti permasalahan akuntabilitas keuangan partai politik yang dilakukan di Propinsi Banten. Dengan metode kualitatif deskriptif dan melalui pengamatan secara langsung pada masa kampanye sampai pemilihan umum sekitar Januari sampai April 2009 dengan pendekatan studi ekonomi akuntansi menghasilkan kajian sebagai berikut: bahwa laporan keuangan hasil pemilu dari enam partai yaitu Demokrat, Golkar, PKS, PAN, PBB, dan Patriot hanya dua partai yang memiliki laporan keuangan baik dalam standar ilmu akuntansi yaitu Partai Golkar dan PKS. Lebih lanjut studi ini juga mengeksplorasi sumber-sumber keuangan dari sumbangan para donator seperti teman, rekan kerja, saudara dan lain-lain yang hampir sebagian partai yang disebutkan di atas tersebut tidak dimasukan dalam laporan keuangan, dengan alasan sebagai uang sukarela.Sehingga laporan keuangan yang dibuat terkesan fiktif tidak dijelaskan kenyataan yang sesungguhnya. Hasil kajian ini juga menjelaskan bahwahampir sebagian besar partai politik tidak tertib dari awal proses pengelolaan keuangan dan tidak mematuhi aturan dan kelayakan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK). Dan penyusunan laporan keuangan partai politik di Banten hanya dilakukan oleh calon legislative seorang dari partai tersebut, disusun secara tidak benar dan tidak layak berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku berbasis moral hazard dan ini menunjukkan adanya akuntabilitas keuangan masih sangat rendah. Masiyah Kholmi (2009) dalam penelitiannya yang berjudul ‘Presepsi Pengurus Partai terhadap Akuntabilitas Keuangan Partai Politik di Kota Malang’.Dengan menggunakan metode kuantitatif dengan mengambil populasi pengurus partai DPD Kabupaten Jombang dan sample dari tujuh besar partai politik ynag terpilih sebagaipeserta pemilu 2009 yaitu Demokrat,PDIP, Golkar,PKS,PAN, PKB dan PPP. Dari hasil kajiannya disimpulkan bahwa pengurus partai politik sependapat untuk menerapkan tiga kategori akuntabilitas dalam mengelola organisasi partai, yaitu akuntabilitas keuangan tahunan, akuntabilitas keuangan dana kampanye dan akuntabilitas politik keuangan dana bantuan APBD. Sebagian besar responden menjawab sangat setuju (47,26 %) dan setuju (43,24%) adanya akuntabilitas keuangan partai politik. Namun demikian, masih terdapat pengurus partai sangat tidak setuju (2,31%) atas akuntabilitas keuangan partai politik, dan sangat tidak setuju jika partai melakukan penyusunan program dan rencana keuangan. Partai membuat rekening atas nama partai masing-masing prosentase jawaban respondent (17,65%). Penelitian yang sejenis tetapi berbeda dalam penggunaan framework nya dengan kajian penulis yakni diteliti oleh Emmy Hafidz bersama Internasional Transparancy Indonesia tahun (2008) dengan judul “Laporan hasil Pengukuran Tingkat Transparansi Pendanaan Partai Politik di Tingkat Dewan Pimpinan Pusat”. Dengan metode kuantitatif melalui pendekatan survey dan penggunaan questioner dari 9 partai di parlemen pusat, 5 partai sangat kooperatif terhadap survey yakni Gerindra, PAN, PDIP, PKB, dan Hanura. 1 partai kooperatif yaitu PPP, 2 partai kurang kooperatif, PKS dan Demokrat dan 1 partai tidak kooperatif yaitu Golkar. Dari 5 partai yang disurvey, terdapat 3 diantaranya sudah transparan dengan score di atas, 3,00 (Partai Gerindra, PAN, dan PDIP), 2 partai yang lain (PKB dan Hanura) belum transparan. Dalam hal informasi yang wajib tersedia, rata-rata partai politik belum transparan. Dalam hal informasi yang wajib dipublikasikan, hanya 2 partai (Gerindra dan Pan yang sudah transparan). Dalam hal informasi yang wajib dilaporkan kepada pemerintah, semua partai memiliki tingkat transparansi yang baik. Sedangkan penelitian mengenai ruang partisipasi untuk masyarakat dalam partai politik saat ini masih relatif sedikit. Baharuddin (2009) dalam penelitiannya:” Optimalisasi Peran Partai Politik dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Masyarakat pada Pemilu Legislatif Berdasarkan UU no 2 tahun 2008 tentang partai Politk; Studi di Kalimantan Barat”.Dengan metode penelitian hukum normatif dihasilkan bahwa partai politik di Kalimantan Barat belum optimal dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam setiap pemilu legislatif. Hal ini disebabkan beberapa alasan yakni masih adanya egosentrisme dan arogansi di partai politik, pendidikan politik belum memadai,rekruitmen politik tidak tepat,adanya kepentingan sesaat pada partai politik,kebanyakan masyarakat selalu dijadikan obyek bukan subyek. Selama ini partai politik di Kalimantan Barat lebih banyak disibukkan dengan kegiatan partai sendiri, baik itu konsolidasi dan penyelesaian konflik intern dalam tubuh partai serta penentuan caleg menjelang pemlu legislatif, kedua, pembekalan-pembekalan terhadap kader-kadernya ditujukan untuk kepentingan sendiri dan partai untuk mendulang sebanyak-banyaknya suara dan perolehan kursi di lembaga perwakilan dimaa masyarakat hanya dijadikan obyek semata-mata. Dan di Kalimantan Barat nampaknya tidak ada gerakan-gerakan secara signifikant yang menyentuh secara langsung kesadaran emosional dan kesadaran politik agar pemilu legislative menjadi bagian yang terpenting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Partai politik tidak memiliki visi dan strategi yang jelas dalam upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Perbedaan jelas telah terlihat bahwa penelitian terdahulu atau sebelumnya memakai tinjauan akuntabilitas untuk memotret penyusunan laporan keuangan dana kampanye pemilu legislative dan presiden. Sedangkan kajian penulis akan meneliti akuntabilitassebagai pisau yang dipakai untuk membedah pengelolaan keuangan partai politik baik untik penyusunan laporan keuangan partai untuk dana kampanye, laporan keseharian, laporan dana yang bersuumber dari dana APBD dan lain sebagainya yang berstandar akuntansi. Selain akuntabilitas, juga akan diteliti mengenai ada tidaknya ruang partisipasi untuk masyarakat yang sudah dilakukan oleh partai politik baik pada saat rekruitmen kader, pengurus,dan juga rekruitmen calon anggota dewan. Karakteristik daerah tertentu seperti Bali yang mempunyai kekhasan budaya dalam gerakan adatnyatentu bisa menghasilkan hasil riset yang berbeda dalam akutabilitas partaipolitik, meskipun ragam partai politik di Indonesia adalah sama baik dalam regulasi, aturan, tetapi mekanisme dan budaya kerja serta SDM tentu saja berbeda sehingga menghasilkan karya yang bisa berbeda pula. c. Kontribusi Penelitian ini Keberadaan partai politik memainkan peran yang unik dan penting dalam sistem pemerintahan demokrasi di Indonesia.Partai politik menjadi perantara antara masyarakat dan pemerintah. Sebagai organisasi yang hidup di tengah masyarakat, partai politik menyerap, merumuskan, dan mengagregasi kepentingan masyarakat, sedangkan sebagai organisasi yang menempatkan kader-kadernya di lembaga legislatif maupun eksekutif, partai politik menyampaikan dan mendesakkan kepentingan masyarakat. Oleh karena dalam era demokrasi ini masyarakat memberikan ekspektasi yang besar pada partai politik untuk memperjuangkan haknya selama kuraang lebih 32 tahun terkukung dalam rezim “Orde Baru” yang represif. Namun demikian, ibarat dua mata koin selain manfaat partai politik juga memberikan sesuatu yang merugikan bagi masyarakat apalagi jika melihat bahwa hal di atas bersifat normatif sementara realita bicara lain. Peneliti CSIS JosefKristiadi (anonim, 2011 dalam kompas.com) mengatakan perilaku elite yang berorientasi kepada kekuasaan subyektif mengakibatkan transformasi politik masyarakat belum banyak mencapai kemajuan. Manuver politik didominasi oleh “nafsu berkuasa” sehingga jagat politik Indonesia sarat dengan intrik, kompromi politik yang pragmatis dan oportunis, politik uang, tebar pesona, janji-janji sebagai alat merayu dukungan dan lain sebagainya. inilah beberapa hal yang menjadi alasan publik tidak mempercayai partai politik. Untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap partai politik, akuntabilitas, partisipasi dan transparansi mutlak diimplementasikan terhadap seluruh partai politik. Untuk itu, studi ini disajikan dalam rangka mengukur pemenuhan akuntabilitas partai politik, serta membukaruang partisipasi masyarakat di dalam organisasi partai politikdan sebaliknya partai melakukan aksi partisipasi kepada masyarakat. Bila partai akuntabel dan partisipatif, maka pengembaliancitra kepercayaan masyarakat akan terwujud, dan partai politik menjadi tumpuan kehidupan bernegara dan berpemerintahan. Setidaknya terdapat beberapa hal yang menunjukkan urgensi studi akuntabilitas dan partisipasi dalam partai politik. Pertama, Partisipasi publik dalam partai politik akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi terwujudnya good governance. Penyelenggara organisasi partai pun akan dapat memetik berbagai keuntungan administratifdan politis bila ide ini diadopsi dalam proses pembuatan kebijakan di partai politik. Hal ini dipertegas oleh riset Polgov UGM (Ketut Erawan dkk,2007:11)Partisipasi publik dalam penyelenggaraan kegiatan di partai berhasil menciptakan pola komunikasi politik yang baik antara penyelenggara organisasi parpol dan konstituennya. Parpol bisa menggunakan berbagai sarana intermedia yang disepakati bersama untuk menyaring berbagai opini dan isu publik.Sedangkan pada saat yang bersamaan sarana intermediasi ini bisa didayagunakan untuk mensosialisasikan dan mengkomunikasikan berbagai kepentingan bagi dewan di legislatif sebagai refresentasi wakilrakyat kepada masyarakat secara efektif. Bila komunikasi antara partai politik dan warga atau konstituen terus menerus berlangsung secara efektif maka akan menjadi “common language” artinya partai selalu membawa kepentingan public (umum) terkait dengan proses kebijakan dan pembangunan. Masyarakat yang terlibat dalam proses partisipasi akan merasa turut sumbang suara dalam keputusan-keputusan yang sudah diambil dalam program kegiatan partaiyang sudah disepakati. Sehingga akan muncul berbagai ide segar dari warga karena mereka selalu merasa menjadi warga bagian dari program kebijakan partai politiknya. Bilakondisi ini berlangsung, maka kritik warga terhadap program kebijakan yang ada akan terminimalisasi. Mereka akan punya kecenderungan untuk menjaga harmoni agar kemitraan dan kolaborasi yang ada tetap berjalan. Dengan menyediakan partisipasi publik, maka partai dan para perwakilan legislatifnya mampu merumuskan desain kebijakan yang sensitif dengan konteks sosial yang berkembang. Betapa keterlibatan publikdalam kegiatan dan program di organisasi partai bisa memberikan implikasi positif dari penyelenggaraan kelembagaan publik ini. Keuntungan tersebut tidak hanya menghasilkan hubungan yang semakin dekat antara arah partai politik dengan komunitas-komunitas yang ada di masyarakat secara luas tetapi juga menjadikan proses kebijakan yang ada berjalan lebih efektif dan efisien. Kedua, kontribusi atas kajian akuntabilitas pada partai politik tidak hanya mempersoalkan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan saja yang harus transparan dan akuntabel, namun juga diperlukan akuntabilitas social sebagai kontrak sosial yang setidaknya memberi ruang bagi masyarakat untuk bersuara.Kajian akuntabilitas dapat meningkatkan derajat responsifitas dari pemerintah daerah, dan juga masyarakat,misalnya dalam akuntabiltas social partisipasi dan aspirasi masyarakat dapat diserap secara maksimal. Dengan akntabilitas partai dapat meningkatkan kontrol terhadap penggunaan anggaran, dengan ini dapat membantu proses peningkatan sumber daya manusia di organisasi partai politik yang akan dipersiapkan untuk menjadi wakil rakyat di parlemen. Sehingga pada akhirnya dapat mengembalikan citra masyarakat terhadap kinerja organisasi partai politik.Hal ini menjadi peluang untuk memperbaiki iklim investasi partai politik yang kredibel, profesional serta berdaya saing dengan partai-partai di belahan dunia. BAB III. METODE PENELITIAN a. Jenis Penelitian Kajian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif melalui pendekatan survey dan wawancara mendalam. Pemilihan metode ini untuk mendapatkan data yang lebih komprehenshif, valid, reliable dan obyektif. .Penelitian ini memfokuskan pada bagaimana partai politik mengelola keuangannya, kelembagaannya seperti melakukan cara rekruitmen, system pengkaderan, pengawasan, program kegiatan dan sebagainya yang ditinjau dengan prinsip akuntabilitas dan partisipasi sebagai nilai penting dari Good Governance b. Teknik Pengumpulan Data Pendekatan yang digunakan untuk menjalankan studi ini adalah dengan survey. Menurut Rich dan Manheim (1981:105) survey merupakan satu metode untuk mengumpulkan data yang mana informasi didapat secara langsung dari individu perseorangan, perlembaga yang dipilih guna memberikan dasar untuk membuat inferensi populasi yang besar. Dengan survey mampu mengumpulkan lima jenis informasi tentang responden yaitu fakta, presepsi, opini, sikap, dan laporan perilaku. Khusus untuk mengetahui bagaimana akuntabilitas partai politik dalam pengelolaan keuangan dan partisipasi partai politik kepada masyarakat yang dibutuhkan adalah, fakta, presepsi, sikap dan laporan perilaku. Pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif menggunakan acuan kuesioner yang didukung wawancara mendalam dengan informan kunci dari partai politik di tingkat partai DPP di Propinsi Bali. Interview dilakukan untuk mengecek validitas data hasil kuesioner tersebut. Peneliti melihat data sekunder berupa AD/ART parpol, program kerja parpol dan lain-lain yang dibutuhkan sesuai pertanyaan penelitian tersedia atau tidak, dengan kata lain mengobservasi data sekunder tersebut. Jika dimungkinkan data tersebut dicopy sebagai bahan analisis dan rekomendasi. Informan utama dalam studi ini pertama adalah bendahara umum DPP partai politik di wilayah Propinsi Bali atau yang mewakilinya dengan catatan menguasai seluk beluk pendanaan partai dan dapat dimintai pertanggungjawabannya terhadap data yang diberikan. Informan kedua adalah pengurus inti dari partai DPP Propinsi Bali yang mengetahui kondisi internal dan eksternal partai politiknya.Ketiga adalah anggota dewan yang berasal dari partai tersebut. KPU sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengatur pemilu dan Kesbangpol sebagai lembaga yang berkewajiban membina parpol. Masyarakat sebagai konstituen partai konstituen dan nggota dewan akan dilakukan interview mendalam terkait dengan partsipasi partai kepada masyarakat dan sebaliknya. Proses pengambilan data dilakukan beberapa kali sesuai dengan kebutuhan. Partai politik yang menjadi responden penelitian berjumlah 4 (lima) partai yaitu: DPP partai Demokrat, DPP partai Golkar, DPP PDIP, DPP Gerindra.. c. Kuesioner penelitian dan pembobotannya: Penelitian di lapangan akan menggunakan kuesioner sebagai acuan pengumpulan data dengan rentang nilai 1 sampai 4: Score 1 jika informasi tidak tersedia sama sekali Score 2 jika informasi tersedia namun tidak dilengkap kurang dari 50% Score 3 jika informasi tersedia namun tidak lengkap dari 50% Score 4 jika informasi yang dibutuhkan lengkap Pertanyaan penelitian dalam kuesioner terdiri dikelompokkan menjadi 3 bagian dengan total 27 pertanyaan 1. Informasi yang wajib tersedia (15 pertanyaan) 2. Informasi yang wajib dipublikasikan (8 pertanyaan) 3. Informasi yang wajib dilaporkan kepada pemerintah (4 pertanyaan) Pertanyaan penelitian dalam kuesioner menggunakan acuan regulasi yang sudah ada seperti UU no 2 tahun 2011 tentang partai politik, permendagri 24 tahun 2009, permendagri 59 tahun 2007 dan UU no 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Adapun pertanyaan ppenelitian akuntabilitas dan partisipasi telah dipersiapkan tersendiri. d. Perhitungan Score dan Analisis Data Score masing-masing kelompok pertanyaan akan diberi bobot menggunakan prosentase sebagai berikut: 45 % untuk informasi yang wajib tersedia (15 pertanyaan) 25% untuk pertanyaan informasi yang wajib dipublikasikan (8 pertanyaan) 30 % untuk informasi yang wajib dilaporkan kepada pemerintah (4 pertanyaan) Data yang terkumpul dianalisis sesuai criteria pembobotan yang telah ditentukan dan disajikan dalam bentuk indek 1-4 pada setiap point pertanyaan e. Tahapan Pengumpulan data 1. Survey dengan 5 responden Partai Politik (PDIP, Golkar, Demokrat, Gerindra) 2. Cek and Ricek hasil survey dnegan wawancara kepada narasumebr terpilih 3. Mengolah data dan hasil f. Peta Jalan Penelitian Kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya: a. 1. Cek and correction dari mata kuliah yang sudah ada sebelumnya b. Studi kepustakaan yang berkaitan dengan kajian akuntabilitas dan partisipasi partai politik. c. Mencari data dan survey informasi ttg partai, sumber lain terkait dengan akuntabilitas partai politik Kegiatan yang dilakukan : 1. Riset Survei dengan menyebarkan kuesioner dgn 5 responden partai DPP wilayah Propinsi Bali (PDIP,Golkar, Demokrat, Gerindra dan PKS) dan juga indeepth interview dgn pengurus inti partai, anggota dewan, KPU dan Kesbang Pol Bali. 2. Memetakan hasil 3. Mendesain mata pilihan kepartaian. kuliah Luaran a. Model pembelajaran perkuliahan terbaru berbasis hasil research Luaran Sketsa dan Rancangan desain Mata Kuliah kepartaian b. Menghasilkan desain baru mata kuliah pilihan kepartaian c. Rekomendasi akuntabel ke Propinsi Bali partai KPUD d. Menjadi pelengkap dokumen, data untuk buku ajar Akuntabilitas Partai Politik yang sedang dipersiapkan oleh tim dosen di Prodi Ilmu Politik tahun 2015. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Akuntabilitas dalam Kelembagaan Partai Politik Di Bali Partai politik adalah organisasi publik, yang antara lain aktivitasnya sebagai referesentasi publik, pendanaannya berasal dari anggaran APBN/APBD dan memiliki fungsi sebagai kendaraan politik dan pembentuk kader politik berkualitas yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin bangsa dan negara. Oleh karena itu organisasi ini memilik umpan balik yakni akuntabilitas social yang bertumpu pada pelibatan masyarakat sepenuhnya. Salah satu pelibatan masyarakat adalah bentuk partisipasi dalam memperkuat kelembagaan mengontrol pengawasan keuangan, menjadi bagian dari kader partai yang transparan dan jenjang karier yang jelas. Pada segmen akuntabilitas kelembagaan, partai politik telah memiliki rule of games dan uji analisis tersendiri dari pengalaman keorganisasian bahwa partai politik di Indonesia memiliki tradisi politik demokratis bahwa ‘aturan lain tidak boleh dilabrak dan institusionalisasi menjadi anjuran ideal’. keduanya mesti dikelola dengan baik sehingga lambat laun kelembagaan partai akan kuat dan dinamis. Di bagian awal pembahasan ini akan menjawab bagaimana parpol mengelola dan merawat kelembagaan politik yang dapat dilihat dari kepemilikan infra struktur, sarana prasarana, strategi penguatan kelembagaan dan lain sebagainya. Landasan utama dalam mengidentifikasi akuntabilitas kelembagaan adalah visi misi yang wajib dimiliki oleh partai politik, sebab partai adalah sebuah organisasi yang terus bergerak dinamis dan roda pergerakan organisasi tersebut adalah visi misi partai. Keberadaan parpol di Indonesia pada umumnya telah memiliki visi dan misi, namun pemaknaannya menjadi bias ketika mempresepsikan sama dengan ideology, sedangkan visi misi berbeda dengan ideologi. Ideology ibarat sebuah prinsip, pegangan dan konsep pemikiran organisasi parpol yang dapat diaktualisasikan dalam setiap sendi kehidupan terutama dalam impelementasi program keorganisasian partai. Ideology partai sebenarnya dapat teraktualisasi dalam visi misi dan program kegiatan partai politik dan sebaliknya visi misi adalah bagian akualisasi ideology partai tersebut. Namun sayangnya partai politik di Indonesia terutama partai politik di Bali masih bias dengan konsep penafsiran ideologi karena masih mengikuti partai pusat, tetapi sudah memiliki visi dan misi tersebut. Disamping bukan partai local daerah seperti yang banyak tumbuh di wilayah Aceh. Seiring perkembangan informasi dan digitalisasi yang menuntut untuk serba cepat dalam pelayanan dan salah satunya adalah penyediaan website. Organisasi partai politik dalam studi ini kebanyakan tidak memiliki website sendiri, alias masih menumpang pada website partai pusat, website itu pun terkadang tidak di update dan dikelola dengan baik. Ini terbukti dari partai politik yang dikaji seperti Demokrat, Gerindra dan Golkar dalam konten websitenya kosong tidak terisi apapun hanya background gambar logo semata. Padahal era digitalisasi ini memiiki banyak kemanfaatan misalnya untuk perekrutan anggota secara online, penerimaan kotak saran masukan, pengaduan masyarakat, dan lain sebagainya sehingga partisipasi publik kepada parpol dapat diakomodasi dengan cepat, mudah dan murah. Identifiksi akuntabilitas kelembagaan yang lain adalah fasilitas sarana prasarana seperti gedung. Sebagian partai politik di Bali belum memiliki bangunan permanen atau gedung sendiri sebagai sekretariat pelaksanaan kegiatan keseharian organisasi partai. Rata-rata gedung partai masih kontrak tanah dan bangunan dalam sekian tahun (ex: 10-20 tahun) dan terkadang berpindah-pindah sehingga pada saat pencarian data kajian ini, sempat kesulitan untuk mencari kantor beberapa partai politik, karena telah berpindah dan tidak diinformasikan di media massa, di tambah, fasilitas sarana dan prasarana pun masih kurang memadai. pada Sekretariat Demokrat, Gerindra, PDIP dan Golkar terutama data kearsipan seperti keuangan, kegiatan parpol tidak terdokumentasi dengan baik (misalnya pada saat diwawancarai di minta menunjukkan data semua parpol keberatan menyediakan data tersebut). Fasilitas ruangan juga minim tidak berdasarkan sub bagian kerjanya masing-masing, ditambah lagi Sumber daya manusia professional dalam handal dalam mengelola manajerial organisasi ini belum sepenuhnya tersedia. Seperti bendahara yang masih dipegang olehan lulusan di luar fak keilmuannya seperti akuntansi dan masih banyak hal terkaitan kelembagaan yang belum dipenuhi oleh partai politik. Dalam konsep akuntabilitas sosial (Malena 2004), startegi penguatan kelembagaan pada level horizontal maupun vertical dan teknis kelembagaan terdapat beberapa point yng perlu diperhatian yaitu 1). Adanya mobilizing around an entry point, 2). Building an information, 3). Going public.4). Rallying support and building coalition and 5). Advocating and negotiation. kelima point tersebut dapat menjadi penilai kuat tidaknya kelembagaan sekaligus dapat menjadi indicator pada akuntabilitas kelembagaan organisasi partai politik. bagan di bawah ini merupakan hasil penilaian dan review dari kajian akuntabilitas kelembagaan partai politik di Propinsi Bali. Tabel 1. Penilaian Akuntabilitas Kelembagaan Partai Politik di Bali No Nama Partai Nilai-nilai Kelembagaan Keterengan 1. Partai PDIP Visi misi Tersedia Sekretariat/kantor dan fasilitas Tersedia tetapi tanah masih kontrak, fasilitas tidak tidak lengkap Tidak tersedia secara lengkap Program tersedia bersifat manual, tidak terstruktur Tidak tersedia Data dan informasi (Website) Perencanaan program partai Prosedur monitoring yang jelas 2. Partai Golkar 3. Partai Demokrat 4. Partai Gerindra Advokasi dan negoisasi untuk perubahan Visi misi Sekterariat/kantor dan fasilitas Tidak sepenuhnya dijalankan Tersedia Tersedia dan kontrak bangunan dan tanah (20 tahun), fasilitas tidak lengkap Data dan informasi (Website) Tidak tersedia Perencanaan program partai Tidak terstuktur Prosedur monitoring yang jelas Tidak tersedia Advokasi dan negosiasi untuk Masih sebatas perubahan ditingkatan elit, respon perubahan masyarakat tidak tersedia Visi misi Tersedia Sekretariat/kantor dan fasilitas Tersedia; tanah dan bangunan masih kontrak (10 tahun) Data dan informasi (website) Tidak tersedia Perencanaan program partai Tidak terencana; dan incidental Prosedur monitoring yang jelas Tidak tersedia Advokasi dan negosiasi untuk Tidak tersedia perubahan Visi misi Tersedia Sekretariat/kantor dan fasilitas Kontrak tanah dan bangunan dalam waktu yang tidak ditentukan Data dan informasi (website) Tersedia lengkap tetapi belum di update Perencanaan program partai Tersedia tetapi tidak terstruktur Prosedur monitoring yang jelas Tidak tersedia Adokasi dan negosiasi untuk Tidak tersedia namun perubahan belum dilaksnakan sebab masih revitalisasi pasca kekalahan pilpres 2014 Semua partai politik dalam kajian ini belum menunjukkan daya dan upaya ke arah pencapaian akuntabilitas. Partai politik di daerah terkesan hanya partai cabang sehingga aturan tupoksi dan lainnya harus menunggu intruksi dari pusat. Dengan demikian partai di tingkat lokal belum otonom, berdaya, mandiri dan juga akuntabel. b. Akuntabilitas dalam Rekruitmen dan Pengkaderan Dalam mengidentifikasi nilai akuntabilitas dalam pengkaderan partai politik, pada kajian ini akan ditelusuri mulai dari bagaimana cara partai membangun rekruitmen, partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam partai, penyediaan jenjang karier menuju sumber daya manusia berkualitas dalam pengetahuan politik serta, system pengkaderan dan pengawasan baik pemberian reward dan funishmen yang disediakan oleh partai politik yang ditinjau dengan kacamata akuntabilitas. 1. Pola Rekrutmen Sistem Pengkaderan Partai Demokrat Partai Demokrat adalah partai politik pemenang pemilu tahun 2004 dan 2009 yang menjalankan roda organisasi yang berpedoman pada anggaran rumah tangga (AD/A`RT) partai. Dalam AD/ART secara rinci diatur tentang persyaratan menjadi anggota, kewajiban anggota, hak anggota, pemberhentian anggota, dan tata cara pemberhentian anggota. Pengaturan keanggotaan partai merupakan tahapan pendidikan politik menuju seleksi kader. Sebagai partai yang masih berusia remaja, Partai Demokrat membutuhkan massa dan pendukung dalam jumlah banyak untuk memenangkan pemilihan umum, maka penyeleksian anggota tidak dilakukan secara ketat, karena masih dianggap sebagai partai baru. Siapapun boleh secara langsung mendaftarkan diri menjadi anggota. Untuk menggalang keanggotaan sebanyak-banyaknya sejak tahun 2007, Partai Demokrat telah mencanangkan program “sejuta KTA”(kartu tanda anggota). Partai Demokrat bergerak di Dewan Pimpinan Cabang (DPC) sampai ke tingkat RT/RW untuk menjaring anggota. Targetnya lebih dari 1 juta orang menjadi anggota Partai Demokrat (seluruh wilayah Indonesia). Pencanangan program tersebut dilakukan sebagai tahapan dalam pembentukan sistem pengkaderan partai. Keangotaan Partai Demokrat bersifat terbuka yang persyaratannya diatur dalam AD/ART. Setiap orang yang ingin menjadi anggota Partai Demokrat hanya perlu mengisi formulir keanggotaan lalu mengajukannya pada Dewan Pimpinan Cabang (DPC) melalui Dewan Pimpinan Anak Cabang (DPAC) atau Dewan Pimpinan Ranting (DPRt), atau secara langsung ke DPC jika di wilayahnya belum ada kepengurusan setingkat DPAC atau DPRt. Jika pengajuannya disetujui, orang tersebut akan mendapatkan Kartu Tanda Anggota (KTA) yang berlaku untuk masa lima tahun keanggotaan. Menurut ketua OKK (organisasi keanggotaan dan kaderisasi) DPD Bali I Ketut Ridet (2015) menyatakan bahwa setiap kader partai Demokrat baik yang duduk di Eksekutif, Legislatif maupun kader di struktur partai harus taat pada AD/ART, sebab segala sesuatunya baik itu hak, kewajiban kader sudah diatur di dalam AD/ART partai. Sehingga pelaksanaan apapun seperti musda, muscab atau yang lainnya bila tidak sesuai dengan AD/ART partai maka dianggap tidak syah, bahkan suksesi kepemimpinan pun selalu berpatokan pada AD/ART yang dituangkan pada pedoman organisasi (PO) tersebut dari tingkat daerah sampai ke dusun. Dan juga telah diterbitkan (PO) nomor: PO-03/DPD.PD/IV/2013 tentang jangka waktu kepengurusan dan pelaksana tugas Plt partai demokrat. Peran, hak serta kewajiban setiap anggota adalah sama, dan semua diatur dalam AD/ART partai. Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban selama memenuhi persyaratan keanggotaan, dan tidak dibedakan antara satu dengan yang lain dalam keterlibatannya di partai. Proses rekrutmen calon legislatif dan eksekutif dilakukan dengan sistem polling yakni polling dari aspirasi masyarakat. Polling ini adalah survey yang harus dilakukan oleh anggota Partai Demokrat yang ingin maju sebagai kandidat calon legislatif dan eksekutif. Para kandidat calon juga harus membuat mapping pemilu. Partai Demokrat mensyaratkan untuk tingkat Kabupaten/Kota mereka harus memiliki data anggota yang menjadi kader Partai Demokrat minimal sebanyak 15.000 data orang. Setelah itu laporan data itu dicek akurasi dan validasinya secara acak. Dengan cara polling dan mapping tersebut, diharapkan kandidat yang maju atau diajukan adalah calon yang benar-benar memahami wilayah yang akan dipimpinnya. Polling dan mapping sebenarnya dapat menunjukkan bahwa seberapa jauh pigur calon tersebut dikenal oleh masyarakat, yang kedepannya dapat dengan mudah untuk dicalonkan partai. Partai demokrat sejujurnya tidak mengedepankan pola kaderisasi yang dikembangkan di partai. Menurut sebagian pengurus DPD Partai Demokrat, figur dan modal capital menjadi syarat utama untuk pencalonan, seseorang dengan figuritas lebih mudah mendulang suara sebanyak-banyaknya, meskipun terdapat kader Demokrat yang pintar dan berkapital tetapi figuritas di masyarakat tidak tumbuh maka mereka tidak layak diusulkan partai. Kriteria khusus untuk menjadi calon legislatif didasarkan pada profesionalisme, kemampuan, berkomitmen dan bisa memikirkan bangsa dan rakyat. Kriteria calon legislatif berdasarkan standarisasi, kompetensi dan tingkat kontribusi terhadap partai. Kriteria di atas memang terlihat normatif, akan tetapi kebulatan tekad Partai Demokrat sejak kasus skandal korupsi para anggota legislatif di DPR mencuat, maka pada pemilu 2014 lalu pencalonan anggota legislatif dari Partai Demokrat harus melalui fit and proper test terkait integritas calon. Usaha ini dilakukan untuk mengembalikan elektabilitas masyarakat terhadap Partai Demokrat dan sebagai penata ulang pembentukan kader partai yang berintegritas dan berkualitas. Untuk mekanisme rekruitmen dan seleksi kepengurusan maupun perwakilan di legislatif dan eksekutif, Partai Demokrat menerapkan asas keterbukaan dalam demokrasi. Persyaratan dan pemilihan dilakukan melalui forum musyawarah, misalnya melalui Muscab (musyawarah cabang) dan Musancab (musyawarah anak cabang). Dalam proses seleksi, Partai Demokrat tidak terlalu mempermasalahkan apakah pengurus dan perwakilannya di eksekutif maupun legislatif merupakan kader lama atau bukan. Ini dikarenakan dalam Partai Demokrat tidak dikenal sistem keanggotaan berjenjang, sehingga status, hak dan kewajiban setiap anggota pada setiap saat adalah sama. Misalnya, anggota yang baru beberapa hari saja memiliki KTA akan diperlakukan sama dengan anggota lama yang telah terlibat dalam kegiatan partai sejak awal berdirinya Partai Demokrat. Hak dan kewajiban mereka adalah sama termasuk dalam proses rekruitmen dan seleksi untuk perwakilan partai di tingkat eksekutif maupun legislatif. Untuk pengkaderan, pendidikan serta pelatihan para anggota partai di akomodasi oleh ketua divisi (Kadiv) yang tugasnya menyelenggarakan kaderisasi kepemimpinan. Kegiatan ini meliputi seleksi calon peserta yang memenuhi kriteria prestasi, masa kerja, talenta, loyalitas kepada partai, rekam jejak, disiplin serta integritas pribadi lainnya. Sebagai bentuk pengkaderan dan penanaman pendidikan politik, sering para kader Demokrat diikutsertakan dalam seminar, workshop seputar politik, pemilu, pilkada dan lainnya yang dapat menambah wawasan pengetahuan para kader partai. Secara berjenjang kader Partai Demokrat Bali terbagi menjadi 4 bagian yaitu: 1). Calon kader seperti partisipan yang belum mengikuti pengkaderan, 2). Kader muda, 3) Kader madya setingkat DPD dan 4).Kader utama kader yang banyak mengikuti pelatihan di tingkat DPP partai ( Materi pemagangan mahasiswa Ilmu Politik FISIP UNUD di DPD Partai Demokrat Bali tanggal 22-23/05/2015). Partai Demokrat juga mengadakan buku prestasi yang wajib diisi, terutama bagi anggota atau kader partai yang ingin maju sebagai pengurus atau perwakilan di tingkat eksekutif maupun legislatif. Dalam buku prestasi ini dituliskan kegiatan apa saja yang telah dilaksanakan seorang kader. Setiap kegiatan memiliki kriteria atau nilai yang akan menentukan apakah kader tersebut layak atau tidak menjadi pengurus atau perwakilan partai. Dalam hal pemberian rewards dan punishment, menurut ketua OKK Partai Demokrat DPD Bali( I ketut Ridet:2015) Partai Demokrat memberikan rewards berupa penempatan pos-pos strategis bagi kader yang berprestasi, serta reposisi dan pemberhentian keanggotaan bagi anggota yang bermasalah. Meskipun tidak ada masalah apakah seorang pengurus itu adalah kader lama atau anggota baru yang bergabung dengan partai, namun jika mereka tidak aktif maka mereka akan direposisi dalam kepengurusan Partai Demokrat. Pemberhentian anggota dilakukan sebagai salah satu sanksi berat bagi anggota yang terbukti melanggar aturan partai. Sebagai contohnya adalah jika anggota melakukan komitmen dengan partai lain. Selama menjadi anggota dewan pimpinan partai, memang tidak dimungkinkan pindah ke partai lain. Namun, bisa saja ternyata ia melakukan komitmen dengan pimpinan partai lain meskipun tidak menjadi anggota partai lain tersebut. Untuk itu, ada mekanisme melalui Badan Pemeriksa Partai melakukan pemeriksaan awal dan pengecekan terhadap pimpinan partai lain untuk menemukan atau mengklarifikasi alat bukti. Jika telah terbukti anggota Partai Demokrat melakukan pelanggaran komitmen tersebut, maka jelas akan diberi sanksi. Sanksi juga akan diberikan kepada anggota yang terkena kasus, dan telah terbukti melakukan tindak pidana. Selain itu, sanksi dijatuhkan bagi anggota yang terbukti melakukan tindakan asusila, di antaranya melakukan perselingkuhan atau melakukan pelecehan seksual. Dengan demikian, partai tidak hanya menjatuhkan sanksi kepada pengurus dan anggota yang terbukti melakukan pelanggaran undang-undang, tetapi juga kepada mereka yang melakukan pelanggaran administratif maupun etika sebagaimana diatur dalam AD/ART partai. Proses rekruitmen dan pengkaderan yang dilakukan Partai Demokrat dinilai belum mengedepankan nilai-akuntabilitas keanggotaan dan pengkaderan, sebab proses rekrutmen yang lebih dipentingkan adalah pragmatisme politik dalam perolehan massa sebanyak-banyaknya. Untuk aspek kaderisasi anggota, Partai Demokrat tidak secara gamblang menjelaskan bagaimana rangkaian kaderisasi anggota itu diperoleh secara prasyarat dan terbuka. Ini membuktikan bahwa Partai Demokrat dari sisi rekruitmen dan pengkadaran dianggap belum akuntabel. Akan tetapi kehebatan Partai Demokrat telah memiliki buku putih dan hitam dari penilaian kader yang dapat digunakan untuk pemberian reward dan punishment kader. 2. Pola Rekrutmen, Sistem Pengkaderan Partai Golkar Golkar merupakan partai terbuka bagi segenap golongan dan lapisan masyarakat tanpa membedakan latar belakang agama, suku, bahasa dan status sosial ekonomi. Keterbukaan Golkar diwujudkan dalam penerimaan anggota maupun dalam rekrutmen kader untuk kepengurusan dan penempatan pada posisi politik tertentu. Dalam hal ini Partai Golkar mencoba memberikan perhatian terhadap pola rekrutmen kader dan kepengurusan termasuk penempatan pada posisi politik. Partai Golkar juga menetapkan kebijakan pengkaderan sebagai pedoman dalam melaksanakan pengembangan SDM partai dan masyarakat sebagai bagian dari strategi pencapaian program Partai Golkar. Adapun pengkaderan Partai Golkar ini pada dasarnya berlandaskan landasan idiil (Pancasila), landasan konstitusional (UUD 1945 dan perubahannya) dan landasaan organisatoris (AD/ART seperti dalam program Umum, dan Platform Perjuangan Partai Golkar). Dalam kebijakan ini dimaksudkan bahwa pengertian kader dalam Partai Golkar sebagai tenaga inti, penggerak, pemikir, pembawa gagasan, dan pelaksana tugas organisasi yang dipersiapkan menjadi pimpinan di seluruh jenjang pimpinan partai dan kemasyarakatan. Dalam Anggaran Dasar Partai Golkar (Bab IV pasal 9 ayat 3) dengan jelas disebutkan bahwa Partai Golkar berfungsi untuk menyerap, menampung, menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi rakyat serta meningkatkan kesadaran politik rakyat dan menyiapkan kaderkader dengan memperhatikan kesetaraan gender dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dari hal ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa Partai Golkar memasukkan pendidikan politik sebagai salah satu fungsi berdirinya Partai Golkar. Di dalam AD/ART dinyatakan bahwa yang disebut sebagai kader partai adalah anggota yang telah mengikuti pendidikan dan latihan kader dan disaring atas dasar kriteria yang telah ditentukan seperti mental-ideologi, visi misi dan flatform partai (ART bab IV pasal 5 ayat 1). Pada bagian ini Partai Golkar menunjukkan komitmennya yang kuat untuk melakukan seleksi terhadap calon anggota dan kadernya sebagai langkah awal dalam proses kaderisasi. Dalam target pengkaderannya, Partai Golkar membagi dua macam target pengkaderannya yakni tersedianya kelompok kader partai yang handal, baik dalam jenis maupun jumlah tertentu. Untuk memenuhi target ini organisasi kelembagaan membutuhkan dukungan dari organisasi kemasyarakatan dan organisasi kenegaraan dalam rangka percepatan pelaksanaan dan pencapaian visi, misi dan platform perjuangan Partai Golkar yang secara kuantitatif ditetapkan sebanyak dua juta lima ratus ribu kader yang meliputi; kader umum (struktural dan fungsional) dan kader khusus. Target kedua adalah kelompok profesi masyarakat sebanyak satu juta orang, yang meliputi bentuk pelatihan antara lain; pelatihan pertanian, pelatihan perikanan atau rumput laut, pelatihan perkebunan, pelatihan peternakan, pelatihan kerajinan, pelatihan keteknikan, dan pelatihan tenaga kerja. Adapun proses pengkaderan Partai Golkar dibagi menjadi 2 macam yakni sumber kader dan jenis kader. Sumber kader adalah anggota Partai Golkar yang berada pada berbagai institusi atau organisasi kemasyarakatan, profesi, serta dalam berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Sedangkan jenis kader Partai Golkar adalah menyelenggarakan kader organisasi yaitu pengkaderan umum, yaitu jenis pengkaderan yang bersifat struktural maupun fungsional yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan teknis, profesi, atau keterampilan bagi kader yang akan atau sedang melaksanakan tugas-tugas khusus yang ditetapkan oleh partai. Sementara itu pengkaderan teritorial desa atau kelurahan adalah pengkaderan yang bersifat singkat bagi anggota dan calon anggota untuk memperluas dan memperkuat basis massa. Sedangkan pelatihan kelompok profesi masyarakat dalam Partai Golkar, selain melaksanakan pengkaderan organisasi, Partai Golkar juga melaksanakan program khusus bagi masyarakat melalui pelatihan kelompok profesi masyarakat, berupa kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh partai untuk meningkatkan ketrampilan tertentu yang ditujukkan pada kelompok masyarakat yang bergerak dalam profesi tertentu. Adapun tempat atau pusat pendataan kader dilakukan secara bertingkat, yaitu, tingkat Kabupaten/Kota adalah pendataan bagi semua kader yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota, tingkat Provinsi adalah pendataan bagi semua kader yang berada dalam Provinsi wilayah bersangkutan, dan tingkat nasional adalah pendataan bagi semua kader yang mengikuti pengkaderan secara nasional. Seseorang yang telah berpredikat sebagai kader partai sesuai dengan tingkat pengkaderan yang ditempuh, harus selalu dimonitor oleh partai, baik dalam rangka pengembangan lebih lanjut, baik di bidang pemerintahan, legislatif, yudikatif, maupun swasta, sehingga dapat dengan mudah diidentifkasi secara baik dan cepat. Di samping itu, dengan adanya monitoring kader, partai dapat membina kadernya dengan baik berdasarkan evaluasi kinerja masing-masing kader yang telah terjun di tengah-tengah masyarakat. Kegiatan monitoring kader dilakukan secara berkala dan dilaporkan kepada pimpinan organisasi. Hasil monitoring kader, merupakan salah satu faktor bagi penugasan kader. Adapun dimensi kegiatan monitoring terhadap kader, mencakup prestasi kader, disiplin kader, dedikasi dan loyalitas. Dalam upaya mencetak kader muda, Partai Golkar melakukan pembentukkan organisasi sayap partai. Organisasi sayap yang dibentuk oleh Golkar, berdasarkan AD/ART diantarannya: Kesatuan Perempuan Partai Golongan Karya (KPPG), Angkatan Muda Partai Golongan Karya (AMPG) dan organisasi sayap lain yang dibentuk berdasarkan kebutuhan dan kepentingan partai. Pembentukkan organisasi sayap ini dijadikan sebagai sarana rekrutmen kader Partai Golkar yang siap pakai. Rekrutmen kader dilakukan oleh Partai Golkar dengan menjalin kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan yang mempunyai ikatan sejarah sebagai organisasi pendiri partai ini, juga lembaga-lembaga yang menyalurkan aspirasinya kepada Partai Golkar. Dalam AD/ART tidak ada kriteria khusus untuk seleksi para calon legislatif dan eksekutif. Calon anggota legislatif dari Partai Golkar merupakan kader partai yang sudah melewati dan mengikuti proses pengkaderan, baik di tingkat daerah maupun pusat. Di Partai Golkar mekanisme pencalonan legislatif diprioritaskan untuk kader yang memiliki pemikiran cerdas dan mempunyai wawasan kebangsaan sangat luas serta mempunyai jiwa nasionalis dan menjunjung tinggi azas dari partai yaitu Pancasila, tanpa adanya diskriminasi agama, suku dan ras. Yang cukup menjadi pertimbangan adalah bahwa anggota atau kader Partai Golkar harus dikenal di tingkat daerah maupun di tingkat pusat, anggota atau kader Partai Golkar harus mengakar pada konstituennya. Artinya bahwa kader Partai Golkar harus bisa diterima oleh konstituennya di daerah pemilihan masing-masing dan berjuang bersama-sama dengan konstituennya untuk memajukkan daerah pemilihannya. Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Golkar sebagai partai yang memiliki pengalaman cukup lama dalam dunia kepartaian bahkan sebelum menjadi partai, Golkar telah mempunyai manajemen rekruitmen keanggotaan sendiri meskipun disebut dengan istilah “ajakan” atau “paksaan”. Namun sejak dideklarasikan menjadi partai Golkar tahun 1983 yang diketuai oleh Sudharmono, Partai Golkar telah merubah sistem partainya dengan sebutan partai kader (Red: keterangan ulang dari point: 4.1) yang lebih mengedepankan kaderisasi yang terencana dan berjenjang dalam organisasinya. Dalam penguatan kelembagaan Partai Golkar telah memiliki sendiri lembaga pengelolaan kaderisasi (PO, Juklak, dan Keputusan Partai Golkar 2009-2015) yang bertugas untuk:1). Menyusun sistem kaderisasi partai, 2). Merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan kaderisasi partai,3). Menyusun database kader partai,4). Menyusun promosi kader partai dan 5). Melaporkan pelaksanaan tugas lembaga kepada Dewan Pimpinan Partai Golongan Karya. Perekrutan keanggotaan dilakukan secara ketat agar seseorang harus berpartisipasi terlebih dahulu pada organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan Partai Golkar seperti Barisan Muda Golkar, dan lain sebagainya yang menghantarkan si anggota bisa menjadi kader bahkan pengurus Partai Golkar nantinya, misalnya di tingkat Propinsi apabila telah memiliki loyalitas, pengalaman keorganisasian partai. (wawancara dengan mantan Sekjend DPD Golkar Bali: Dewa Ayu Sri Wigunawati). Di samping itu, Partai Golkar juga lebih tertarik merekrut anggota yang memiliki kualifikasi pendidikan yang tinggi, pengalaman dan juga skill yang memadai. Aspekaspek seperti ini akan lebih mudah untuk proses pematangan kaderisasi anggota dalam menyiapkan legislator-legislator handal dari partainya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Partai Golkar telah memperhatikan sisi nilai akuntabilitas dalam soal perekrutan maupun sistem kaderisasinya. Pada saat studi ini dilakukan, partai yang berlambang pohon beringin tersebut sedang mengalami konflik internal terkait legalisasi kepengurusan partai antara kubu Munas Bali pimpinan Aburizal Bakri dan kubu Munas Jakarta pmpinan Agung Laksono yang oleh Kementerian Hukum dan HAM telah melegalkan kubu Munas Jakarta sebagai Partai Golkar yang syah. Dalam analisis lebih jauh, jika konflik internal partai tersebut berlarut-larut tanpa bisa diselesaikan, maka kelembagaan dan kaderisasi Partai Golkar akan mengalami kehancuran atau bubarnya partai. Jalan “islah” atau konsolidasi partai adalah cara paling tepat untuk menyelesaikan konflik internal tersebut, tinggal bagaimana masing-masing kubu partai memanfaatkan kesempatan tersebut dengan baik. Dengan konsolidasi internal partai diharapkan dapat membangun komunikasi serta menata ulang mekanisme kepartaian yang sangat carut marut akibat konflik berkepanjangan. Perdebatan persoalan siapa kubu munas Golkar yang sepantasnya menang, haruslah mengacu pada regulasi di dalam partai itu sendiri (AD/ RT) yang merupakan kitab suci atau panduan pelaksanaan roda organisasi partai. Musyawarah Nasional (munas) yang benar dalam regulasi AD/RT adalah dilaksanakan dan diikuti oleh pengurus inti partai, jadi apabila melihat mana munas yang benar, maka dalam hal ini menurut penulis adalah Munas Bali, sebab dilaksanakan sesuai dengan konsep dan aturan AD/RT. Sedangkan munas Jakarta adalah kader-kader Partai Golkar yang yang menyatakan diri sebagai koalisi penyelamat partai yang sebagian besar bukan pengurus inti DPP partai sehingga secara logika munas Jakarta dianggap menyalahi aturan partai. Keyataan siapa kubu yang menang juga telah didukung oleh putusan (PTUN) Pengadilan Tata Usaha Negara, Bali Pos (18/5/2015) lalu yang mengabulkan sebagian gugatan Golkar kubu Abu Rizal bakri (Ical) terhadap SK Menkum HAM tentang pengesahan kepengurusan Golkar Kubu Agung Laksono yang dinilai sebagai keputusan yang benar secara regulatif. Untuk meredam konflik berkelanjutan di Golkar sepatutnya salah satu kubu munas harus legowo, utamanya dengan menerima putusan PTUN tersebut, agar kehidupan partai Golkar berjalan dengan damai sentosa dan khususnya dalam rangka menyiapkan pertarungan politik pilkada serentak Desember 2015 yang akan datang. Namun rupanya hingga tulisan ini disajikan,islah Golkar belum menemukan titik terang. Persamaan pandangan ideologi antara kedua kubu tersebut dalam membangun partai dirasa belum kuat dan sehat, yang dikedepankan masih pada kepentingan politik masing-masing kedua kubu yang berseteru tersebut. Namun demikian di Bulan Agustus 2015 kubu Abu Rizal bakri yang akhirnya memenangkan konflik internal partai pohon beringin tersebut. 3. Proses Rekrutmen, Sistem Pengkaderan Partai PDIP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memiliki model rekruitmen dan kaderisasi berbeda dengan Partai Golkar ataupun Demokrat. Dari hasil penelitian Gylang Virgo Panantang (2009) di Wilayah jawa Timur, menjelaskan bahwa model rekrutmen yang diterapkan oleh PDIP terdiri dari dua cara pertama, membuka keinginan individu untuk bergabung menjadi anggota partai, dan kedua, PDIP proaktif turun ke masyarakat mencari orang yang mempunyai potensi tinggi di bidang akademis maupun tokoh masyarakat yang berpengaruh besar di wilayahnya. Para calon anggota yang sudah terpilih dari dua strategi di atas, akan masuk proses rekrutmen selanjutnya yaitu pendaftaran dan harus memenuhi kriteria untuk bisa menjadi anggota partai. Sedangkan model kaderisasi yang dikembangkan PDIP dilakukan dengan dua model yaitu model kaderisasi kelas dan model kaderisasi gerakan. Model kaderisasi kelas merupakan model kaderisasi berjenjang berupa pemberian materi dalam bentuk pelatihan pendidikan politik kepada anggota PDIP di setiap kabupaten dan kota mulai dari tingkat DPC yang disebut dengan kaderisasi tingkat pratama, dan di tingkat propinsi DPD dilakukan dengan kaderisasi tingkat madya sedangkan pada tingkat paling atas dilakukan kaderisasi tingkat utama yang dilakukan oleh DPP pada tingkat nasional. Sedangkan kaderisasi dengan sistem gerakan yaitu kaderisasi yang lebih berfokus pada kinerja kader di lapangan dalam menjalankan program partai. Model kaderisasi gerakan dibedakan menjadi tiga, pertama kemampuan kader dalam memperjuangkan dan mementingkan aspirasi rakyat, pembentukan organisasi sayap dan pembentukan jaringan. Dalam istilah lain pola kaderisasi yang dikembangkan oleh PDIP adalah model sistem stelsel aktif yaitu suatu sistem yang menerapkan bahwa setiap orang yang ingin menjadi kader partai harus aktif. Namun demikian PDIP memiliiki kendala dalam rekruitmen anggota baru yang terletak pada kemampuan komunikasi para kader dalam proses mempengaruhi para calon anggota baru yang menjadi incaran partai. PDIP mendahulukan tindakan nyata dalam proses pendekatan kepada masyarakat dengan membuat kegiatan kemasyarakatan untuk menarik minat masyarakat ikut serta dalam sebuah kegiatan partai. (www.karya ilmiah.um.ac.id/index.php/PPKN/articel/view/32477). Hal ini terindikasi dari dominansi kader senioritas yang lebih diutamakan oleh PDIP. (red: survey kemitraan 2009). Sebagai upaya meningkatkan kualitas kaderisasi anggota partai, dalam waktu yang akan datang, PDIP telah menyiapkan rancangan sistem kaderisasi dengan pola pengadaan sekolah bagi calon kepala daerah yang akan maju dalam pemilihan kepala daerah (pelaksanaan Mei 2015). Sekolah ini menjadi pintu dan kendaraan politik dalam menyiapkan kader-kader PDIP berkualitas yang mampu bekerja sesuai dengan ideologi partai, memberikan pemahaman kader terhadap apa yang dibutuhkan rakyat yang didasarkan pada pengutamaan kepentingan daerahnya masing-masing. Sekolah ini diwajibkan kepada semua calon kepala daerah yang akan maju lewat PDIP dengan masa pendidikan sekitar dua bulan dengan susunan materi yang diambil dari ideologi partai, kepemimpinan, manajemen pemerintahan dan komunikasi politik (Kompas, 11-3-2015). PDIP sebagai partai yang merepresentasikan diri sebagai partai ‘wong cilik’ memang sudah banyak dibuktikan dengan memperioritaskan perekrutan dari golongan kelas bawah, namun tidak memperhitungkan backround anggota sebagai basic kaderisasi partai di awal perekrutan, sehingga masih dianggap memiliki kelemahan dalam proses kaderisasinya. Partai hanya terkesan peduli pada rakyat kecil tanpa dibarengi dengan taburan kaderisasi sebagai nilai-nilai akuntabilitas dalam proses rekruitmen ataupun pengkaderannya. Hal ini dapat dilihat dari contoh di bawah ini. Dalam mempersiapkan pilkada serentak di Bali Desember 2015 yang akan datang, PDIP sudah jauh hari membuka penjaringan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebanyak banyaknya yang berasal bukan dari kader partai (non kader) (Balipos 22 Mei 2015). Meskipun penjaringan calon kepala daerah tersebut diikuti dengan Fit and Proper Test, ini menunjukkan bahwa PDIP tidak memiliki konsistensi mengawal kader partai yang berkualitas untuk dipromosikan menjadi calon kepala daerah yang pintar cerdas integritas dan kredibel. 4. Pola Rekruitmen, Sistem Pengkaderan Partai Gerindra Partai Gerindra dianggap sebagai partai besar setelah memperoleh suara terbanyak ketiga setelah PDIP dan Golkar pada pemilu 2014 lalu. Strategi Partai Gerindra untuk menjadi partai cacth all telah berhasil dengan pengambilan suara dari semua golongan baik mayoritas maupun minoritas di Indonesia. Dalam perekrutan keanggotan dan pembentukan kader, Partai Gerindra membuka kesempatan seluasnya kepada semua kalangan untuk ikut serta berpartisipasi baik sebagai anggota Partai Gerindra maupun langsung dicalonkan sebagai legislator. Sebagai partai yang beranjak naik popularitasnya, Gerindra belum memiliki program pembangunan partai yang terencana dan terstruktur yang melibatkan partisipasi masyarakat untuk mensukseskan program pemerintah pusat. Hal ini belum dipersiapkan secara seksama karena beberapa faktor antara lain Gerindra masih terpuruk dan belum bangkit dari kekalahan pilpres 2014, sehingga dibutuhkan kematangan dalam menjalankan roda organisasi partai dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Di samping itu partai Gerindra masih difokuskan pada pembayaran utang piutang pada pesta demokrasi pileg dan pilpres tahun 2014 yang lalu. Sebagai partai yang mengusung gerakan, Gerindra menunjukkan keaktifannya untuk berkontribusi memberikan bantuan sosial baik pada peristiwa bencana alam maupun bencana lain yang memerlukan uluran tangan semua pihak, dengan sayap bernama Kesira (Kesehatan Indonesia Raya). Organisasi tersebut bergerak di bidang sosial khususnya kesehatan. Salah satu program Kesira adalah membagikan ambulance secara gratis kepada masyarakat yang membutuhkan. Program ambulance telah terditribusi hampir di seluruh DPC atau PAC seluruh Indonesia. Dalam membuka keterlibatan masyarakat untuk ikut serta membangun partai agaknya partai Gerindra lebih selektif sebab tidak semua masyarakat dapat menjadi bagian anggota bahkan kader partai, sebelum berkontribusi terlebih dahulu di partai. Menurut pengurus Partai Gerindra sekaligus anggota legislatif Propinsi Bali (I Gusti Alit Suryawan), sebab persoalan partai hanya dapat dipahami apabila sudah menjadi anggota aktif dan partisipatif. Sehingga presepsi masyarakat di luar hanya mengetahui kulitnya partai, dan belum berhak terlibat bahkan memasuki lebih jauh persoalan internal partai Gerindra. Namun demikian Partai Gerindra tetap membuka diri masyarakat mengajukan kritik saran atau masukan yang terkait kinerja partai ataupun legislator dari Partai Gerindra yang menyelewengkan tugas pokoknya. Pengajuan tersebut akan diproses dan ditindaklanjuti dalam internal partai dan hasilnya akan diumumkan kepada media massa. Cara ini sudah menjadi kewajiban dan prinsip Gerindra sebaga partai yang pro rakyat. Dalam keputusan yang berdampak kepada publik, Partai Gerindra memberikan ruang bahkan mengundang masyarakat secara terbuka untuk hadir dan memberikan aspirasi masukan kepada partai dan biasanya partai Gerindra memberikan kewenangan kepada legislator atau kepala daerah (wakil dari Gerindra) di masing-masing kabupaten kota dan propinsi di seluruh wilayah Indonesia. Dalam penanganan persoalan konflik Partai Gerindra belum secara aktif membuka ruang publik untuk berdialog serta diskusi langsung dengan masyaraka, tetapi hanya sebatas penyediaan media social kepada masyarakat yang ingin berinteraksi dengan pejabat publik dari Partai Gerindra tidak termasuk penangan konflik partai. Sebab konflik partai akan diselesaikan secara internal, bila partai tidak mampu maka akan dilimpahkan kepada pemerintah daerah/pusat. Untuk mengakomodasi aspirasi publik Partai Gerindra telah menyediakan askes website dan social media di setiap kantor DPP, sehingga apabila masyarakat ingin menyalurkan aspirasi, bisa langsung mendatangi kantor partai atau melalui web social media yang telah disediakan. Sebagai partai yang memiliki kewajiban mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan masyarakat, Gerindra memiliki tahapan tersendiri yakni aspirasi tersebut akan diakomodasi melalui anggota dewan yang biasanya dilakukan melalui monitoring kegiatan kunjungan dan pengabdian ke daerah pilihannya (dapil). Kegiatan ini dilakukan secara rutin dan sistematis perminggu atau perbulan dengan harapan aspirasi masyarakat benar-benar menjadi pertimbangan untuk pembuatan kebijakan baik di parlemen daerah atau pusat, kemudian dilanjutkan menjadi SOP tersendiri bagi kader Gerindra yang duduk sebagai pejabat publik. Sehingga Gerindra sebagai partai yang pro rakyat dapat tereksekusi dengan baik. Secara kelembagaan, Gerindra tidak berafiliasi dengan LSM ataupun yang lainnya, namun secara personal para kader Partai Gerindra berasal dari berbagai instansi baik dari LSM maupun organisasi kemasyarakatan yang secara sadar ingin beragabung sebagai kader Gerindra. Oleh karenanya diharapkan Partai Gerindra dekat dengan siapapun dan profesi apapun namun bukan secara kelembagaan, melainkan secara personal. Dalam proses kerja di legislatif, Partai Gerindra menerapkan sistem musyawarah, dimana setiap aspirasi atau masalah akan dimusyawarahkan di partai terdahulu sebelum di rumuskan dalam rapat di dewan sehingga platform partai sangat lekat dan setiap kebijakan tidak boleh menyimpang dari prinsip partai. Prinsip Partai Gerindra adalah pro dengan rakyat kecil. Contohnya pada perumusan kebijakan di legislatif seperti perumusan aset negara yang baru baru ini ramai di bicarakan di dewan, publik dapat mengaksesnya melalui website partai yang selalu update, juga melalui akun jejaring sosial. Hal ini merupakan wujud social responsisbility Gerindra sebagai organisasi publik yang memperjuangkan aspirasi rakyat sebagai sarana mengagregasi kepentingan masyarakat Indonesia. Hal ini pula sebagai jalan untuk menanggapi berbagai kritik saran dari masayarakat. Kebanyakan masyarakat yang bergabung dengan Partai Gerindra adalah orang yang simpati dengan public figure Letnan Jendral Purnawirawan Prabowo Subianto sebagai sosok yang tegas dan lugas dalam menyampaikan pendapat. Pencitraan inilah yang mampu mengangkat suara Geindra lebih tinggi dengan partai yang seusianya seperti Demokrat. Dalam proses rekruitmen di Partai Gerindra, masyarakat harus mendaftar dahulu lewat DPC dan PAC setempat serta mengikuti sesi wawancara. Persyaratan menjadi anggota antara lain; KTP, mengisi form pendaftaran, mengisi surat pernyataan kesediaan menjadi anggota. Setelah pemenuhan administrasi selesai, kemudian akan diikutsertakan pelatihan bertahap dan berjenjang dari PAC, DPC, MADYA, DPD. Setelah itu mendapat gelar kader Gerindra yang sah. Untuk masyarakat yang ingin menjadi kader tidak melihat kriteria tertentu, siapapun dapat berpartisipasi dan membesarkan nama Partai Gerindra maka secara langsung menjadi kader. Namun hanya sebatas anggota belum pengurus, selanjutnya anggota tersebut akan memperoleh KTA dari partai. Setiap kader memiliki peran pokok yang sama dnegan anggota lain yakni membesarkan partai dan mendukung setiap program dari partai yakni dalam hal ini terdapat 6 program aksi pro rakyat (lihat di AD/ART partai). Dalam menunjang identitas dan pokok peraturan partai, kader diperbolehkan memakai identitas seperti pakaian warna putih dan mascot partai yakni burung Garuda sebagai refresentasi anggota dan kader Partai Gerindra. Partai Gerindra sangat menjunjung senioritas karena menurutnya jasa senior lebih berpengalaman loyalitasnya kepada partai. Bentuk penghargaan ini adalah dengan diberikannya jabatan penting baik di kepengurusan partai ataupun diajukan menjadi legislator atau kepala daerah lainnya, selain itu kader junior yang berkualitas dan berprestasi akan dipromosikan untuk menaiki jabatan penting yang bahkan bisa mengalahkan para kader senior. Pengkaderan dan sistemnya bagi Partai Gerindra merupakan hal penting yang perlu diperhatikan demi membesarkan nama partai. Sebab semakin bagus kaderisasi partai maka semakin besar partai tersebut demikian sebaliknya. Partai Gerindra telah melakukan kaderiasasi secara berjenjang dan bertingkat mulai dari tahap keanggotaan, kader hingga menjadi anggota dewan dan menjadi pengurus harian. Pengkaderan ini tidak hanya modal materi semata tetapi juga sebagai modal pengetahuan politik dan pengembagan karier. Para kader Gerindra yang menjadi legislatif diberikan pelatihan bela negara bersama TNI sehingga jiwa karsa dan mentalnya terlatih dan bisa kuat serta solid dalam membangun dan mengembangkan organisasi partai. Sedangkan untuk pengasawan kader di legislatif Gerindra lebih mengandalkan sisi kemanusiawian, kebersamaan dan kepeduliaan antara senioritas terhadap junioritas supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan kata lain pengawasan tidak menjadi bagian penting bagi Partai Gerindra. Namun apabila kader Gerindra terjerat kasus hukum maka tidak langsung dipecat tetapi akan dievaluasi kasusnya apakah merugikan sekali terhadap negara dan partai atau masih bisa ditoleransi. Sehingga bantuan hukum dan pengawalan dari partai akan segera diberikan. Sedangkan untuk reward, Partai Gerindra akan memberikan penghargaan kepada kader berprestasi berupa piagam penghargaan serta promosi jabatan atau struktur kepengurusan. Pada dasarnya setiap anggota legislatif telah mendapatkan dana reses yang digunakan untuk menampung aspirasi konstituen di masing-masing wilayah pemilihannnya. Selanjutnya akan dibawa menjadi bahasan rumusan kebijakan anggota dewan dalam proses legislasi di parlemen. Masa reses tersebut terprogram setahun tiga kali. Sehingga banyak hal yang dilakukan oleh anggota dewan. Di tambah lagi untuk Partai Gerindra telah memiliki rumah aspirasi untuk menampung keluhan dan masukan dari masyarakat. Tabel 2. Penilaian Akuntabilitas Pengkaderan Partai Politik No 1. Nama Partai PDIP Nilai- nilai Akuntabilitas Pengkaderan Model rekrutmen anggota Keterangan Terbuka, tidak selektif, popularitas terdepan mengesampingkan kualitas Peningkatan Tersedia dgn nama ‘sekolah politisi’ profesionalisme diselenggarakan oleh DPP juli 2015. pelatihan I pelatihan i ni untuk calon kada serentak Desember 2015 Manajemen SDM dan Tersedia aturan main di pengkaderan Karier tetapi terkadang tidak terealisasi Sistem kaderisasi Berjenjang dgn system stelsel 2. Golkar 3. Demokrat 4. Partai Gerindra Rewad dan funishment Sangsi kader dikeluarkan bagi anggota yangMenc mencoreng nama baik partai,tidak disedia kan pembelaan hokum. Reward tidak tersedia Model rekrutmen Terbuka, kompetitif, popular anggota Peningkatan Tersedia ex:Kader diberikan pelatihan profesionalisme pendidikan politik sejak awal menjadi anggota an pelatihan lain Manajemen SDM dan Ditetapkan dengan kebijakan karir pengkaderan dibagi dalam dua jalur stukrual dan partisipan Sistem kaderisasi Terlaksana melalui pembinaan dari awal dan berjenjang Reward dan funishmen Kader harus tau diri bila ‘bersalah’ keluar dengan sendirinya tanpa ditegur, tidak ada pembelaan.sedangkan reward diberikan dnegan naik jabatan Model rekrutmen Terbuka luas, tidak selektif, menjaring anggota massa sebanayaknya, metode polling untuk caleg Peningkatan Tidak tersedia pelatihan peningkatan profesionalisme kapasitas kader Manajemen SDM dan Tidak disediakan;hanya kader mengikuti karier seminar, workshop Sistem kaderisasi Tidak diperioritaskan, lebih pada figure yang popular Reward dan funishmen Tidak diperioritaskan Model Rekruitmen anggota Peningkatan Profesionalisme Manajeman SDM dan karier Sistem kaderisasi Reward funishmaent Terbuka, selektif, partisipatif dahulu untuk menjadi kader Tidak disediakan Tidak tersedia, lebih banyak pemulihan pasca kekalahan pilpres 2014 Berjenjang dan bertahap dan Promosi jabatan untuk kader prestasi dan dikeluarkan dari partai bila melanggar janji c. Potret Akuntabilitas Keuangan Partai Politik di Bali Persoalan dana partai seperti pedang bermata dua, di satu sisi parpol merasa memiliki kepentingan untuk menggenjot kembali keuangan partainya dengan berharap menaikan bantuan 1000 kali lipatnya (1 T setiap partai). Padahal negara mengalokasikan bantuan 108 pertahun atau 0.01 dolar Amerika Serikat untuk setiap satu suara yang didaparkan dari pemilu. Bantuan negara tersebut memiliki konsekuensi bahwa keuangan harus siap diaudit, dengan demikian sumber-sumber keuangan parpol, termasuk yang selama ini dianggap tidak jelas asal usulnya dapat segera dibongkar. Saat ini bantuan keuangan dari APBN untuk setiap parpol dihitung berdasarkan jumlah suara yang diperoleh setelah pemilu dikalih 108. Dengan hitungan tersebut, misalnya PDIP sebagai pemenang pemilu 2014, dapat bantuan 2.557.598.868 yang berasal dari 109 kursi atau 23,78 juta suara di DPR. Total bantuan keuangan untuk 10 parpol yang lolos ke DPR berdasarkan hasil pemilu mencapai 13,2 miliar. Selain itu ada bantuan untuk parpol di daerah yang nilai keseluruhannya Rp.385,4 miliar (Kompas 6 Agustus 2015). Untuk mendukung akuntabilitas keuangan partai, pihak dari Kementerian Dalam Negeri melalui permendagri no 24/2009 dan 26 tahun 2013 mempunyai tugas dan kewajiban dalam membina dan mengawasi pengelolaan keuangan partai politik yang bersumber dari dana APBN yang pintu masuknya dipegang oleh Dinas Kesbangpol propinsi. Keuangan parpol tergantung dari pemerintah daerah kabupaten kota dan propinsi. Untuk Propinsi Bali terdapat dana 3 (tiga) milyar untuk pengelolaan partai yang autputnya akan diaudit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Mekanisme pemberian bantuan keuangan partai terlebih dahulu diawali dengan pembuatan proposal oleh masing-masing partai kemudian diajukan kepada pemerintah daerah (kesbangpol). Jumlah besar kecilnya keuangan berdasarkan jumlah suara yang didapat pada saat pemilu. Sebelum diberikan bantuan keuangan, partai politik harus diaudit terlebih dahulu oleh BPK, kemudian ditindaklanjuti oleh gubernur dengan dintruksikan kepada Dinas kesbangpol divisi II kemudian dilanjutkan dengan kajian ulang. Proposal yang diajukan parpol harus diverfikasi dan difasilitasi oleh Kesbangpol diteruskan pada bagian keuangan pemerintah daerah kemudian dikirim melalui rekening parpol. Demikian pula rekening parpol harus dibuat khusus tidak boleh dicampur dengan yang urusan lain. Pemberian keuangan dari dana APBN pada dasarnya memiliki motivasi (60% ) dana parpol dipergunakan untuk pendidikan politik, sedangkan (40%) untuk administrasi kantor. Setelah partai diberikan bantuan keuangan, partai politik wajib membuat laporan dan perhitungan bantuan keuangan pada setiap tahunnya, namun menurut ketua divisi II Kesbangpol Propinsi Bali (Bpk. Kuta Sumerta), Partai terkadang ngawur membuat LPJKP (laporan pertanggung jawaban keuangan dan pembukuan) karena banyak orang partai yang tidak mengetahui bagaimana membuat laporannya dan juga tenaga keuangan partai tidak banyak berasal dari lulusan ekonomi atau akuntansi. Namun demikian dari beberapa partai yang sudah mendekati laporan(LPJKP) yang baik dan mengarah akuntabel adalah partai Golkar, di urutan ke II PDIP, Demokrat dan yang lainnya. d. Akuntabilitas dalam Audit Dana kampanye Partai Pemilu 2014 Propinsi Bali Dalam Undang-undang no 8 tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD serta PKPU No 17 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, bahwa partai peserta pemilu dan perorangan untuk pemilu anggota DPD diwajibkan melaporkan secara tertulis sejumlah biaya berupa uang, barang dan jasa yang digunakan peserta pemilu untuk membiayai kegiatan kampanye pemilu. Besaran jumlah sumbangan dana kampanye telah dibatasi oleh aturan tersebut di atas, bahwa sumbangan untuk parpol perseorangan Max. Rp 1.000.000.000 sedangkan kelompok, perusahaan dan badan usaha non pemerintah Max. Rp 7.500.000.000. untuk sumbangan calon DPD perseorangan Max. Rp 250.000.000, sedangkan kelompok, perusahaan dan badan usaha non pemerintah Max. Rp 500.000.000. Selain batasan maksimum sumbangan dalam aturan tersebut juga dijelaskan mengenai sangsi bahwa partai politik peserta pemilu dan calon anggota DPD yang menerima sumbangan melebihi ketentuan pada No.4 dilarang menggunakan kelebihan dana dan wajib menyerahkan dana tersebut pada kas negara paling lambat 14 hari setelah masa kampanye berakhir (19 April 2013). Apabila melebihi ketentuan di atas maka akan dikenakan sangsi dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000-. Sedangkan untuk anggota DPD dikenakan denda 500.000.000 dan kurungan penjara Max. 2 tahun. Aturan ini terlihat keras tetapi masih nomatif, sehingga dapat dimungkinkan partai menyelewengkan aturan tersebut. Namun tidak bagi KPU Bali yang mempunyai aturan kelembagaan tersendiri bahwa perolehan suara akan diberikan kepada parpol apabila parpol atau calon anggota DPD tersebut telah melaporkan audit dana kampanye masing masing. Aturan ini rupanya cukup jitu, sebab data audit dana kampanye parpol yang dijumpai di KPU cukup lengkap, tercatat dengan rapih dan terkumpul secara keseluruhan (artinya tidak ada yang melanggar aturan satupun). Setelah ditetapkan sebagai peserta pemilu, maka akan tercatat dalam periode I tanggal 8 Januari 2013, tiga hari setelahnya parpol wajib membuka rekening khusus dana kampanye yang terpisah dari rekening parpol. Setelah itu parpol harus menyerahkan LPRKDK (laporan pembukaan rekening khusus dana kampanye) pada KPU yang intinya menyelusuri ada tidaknya money politik yang dilakukan dalam pencatatan keuangan dari awal sampai akhir masa kampanye. Sedangkan Periode II dicatat 3 Maret – 6 April 2014 merupakan tutup buku laporan keuangan sebagai peserta pemilu. Pada tanggal 27 April 2014 penerimaan laporan audit dari KAP (Kantor Akuntan Publik) dan 13 Mei 2014 adalah akhir dari pelaporan atau penyetoran laporan dana kampanye ke KPU Propinsi Bali. Pada dasarnya untuk mencegah kebocoran dan menjaga akuntabilitas dana kampanye pemerintah pusat telah menyediakan jasa auditor dari Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terpilih berdasarkan pelelangan dan pemenangan tender dan telah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat untuk mengaudit laporan dana kampanye partai politik di tiap daerah. Satu KAP akan mengaudit satu parpol peserta pemilu, namun demikian hasil audit dari KAP itu hanya bersifat audit kepatuhan (patuh atau tidak patuh) dan KAP hanya mencatat opini penting tentang laporan dana kampanye partai di surat pengantar bagian awal dari LDK yang kemudian di serahkan kembali ke KPU. Laporan hasil audit tersebut oleh KPU hanya dicatat secara administratif tanpa tindaklanjut hasil dari audit tersebut. Sementara itu, KPU tidak mempunyai kewenangan dalam hasil audit. Padahal dalam rangka menunjung nilai akuntabilitas sangat diperlukan evaluasi hasil dari audit keuangan parpol, dengan harapan parpol akan jera bila dikenai sangsi atau punishmen lainnya untuk parpol yang menyelewengkan hak dan kewajibannya sebagai organisasi public. Bila dicermati secara seksama sampai saat ini belum ada lembaga pemerintah atau lembaga independen yang tercatat dalam undang - undang atau regulasi lainnya tentang siapa yang berhak memberi sangsi organisasi partai dalam penyelewengan dana bantuan partai. Kondisi ini merupakan kelemahan dari produk hukum Indonesia, dimana aturan tidak pernah jelas dan bias, Indonesia memang kaya dengan aturan hukum yang sudah dihasilkan, akan tetapi upaya penegakan dan sangsi hukum sering kali diabaikan. Ditambah lagi aturan audit keuangan parpol oleh KAP hanya diberlakukan pada dana pemilihan legislatif dan DPD saja, sedangkan untuk pilpres, pilkada selama ini luput dari pengauditan. Tabel 3. Hasil survey respon informasi dan transparansi keuangan partai politik Bali Kategori Keterangan Nama partai Kooperatif Membuka diri untuk proses assessment dan audiensi Membuka diri untuk audiensi Sama sekali tidak membuka diri untuk audiensi dan assessment. Dengan paksaan Audiensi dilakukan di luar kantor Partai Gerindra Kurang Kooperatif Tidak Kooperatif Demokrat, PDIP, Golkar Grafik 1. Index Transparansi Keuangan Partai Politik 30 25 20 Demokrat 15 PDIP 10 Golkar Gerindra 5 0 Info wajib tersedia info wajib publikasi info wajib lapor Tabel 3. Penilaian Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Partai Politik di Bali No Nama Partai Nilai Akuntabilitas Keuangan Keterangan 1 PDIP Pelaporan Dana kampanye Tersedia dan dilaporkan Tidak semuanya mengikuti standar akuntansi dan tidak lengkap Tersedia, tidak rapih dan berarsip Komputerisasi Tersedia dari akuntansi Tersedia dan dilaporkan Tidak kooperatif dan tidak lengkap Pelaporan keuangan standar akuntansi (posisi keuangan, aktivitas, arus kas, neraca) Catatan atas laporan keuangan dan arsip 2 3 4 Golkar Teknologi pencatatan keuangan Tenaga keuangan professional Pelaporan Dana Kampanye Pelaporan keuangan standar akuntansi (posisi keuangan, aktivitas,arus kas, neraca) Catatan atas laporan keuangan dan arsip Tersedia, tidak rapih Teknologi pencatatan keuangan Komputerisasi Tenaga keuangan professional Dari ekonomi bukan akuntansi Tersedia Demokrat Pelaporan Dana Kampanye dan dilaporkan Pelaporan keuangan standar akuntansi Belum berstandar (posisi keuangan, aktivitas, arus kas, akuntansi, tidak neraca) lengkap Catatan atas laporan keuangan dan arsip Tersedia tidak rapih dan terarsip Teknologi pencatatan keuangan Komputerisasi Tenaga keuangan professional Tidak tersedia dari akuntansi Tersedia dan Gerindra Pelaporan dana kampanye dilaporkan Pelaporan keuangan standar akuntansi Belum berstandar (posisi keuangan, aktivitas,arus kas, akuntansi dan tidak neraca) lengkap Catatan atas laporan keuangan dan arsip Tersedia tidak rapih dan terarsip Teknologi pencatatan keuangan Komputerisasi Tenaga keuangan professional Tersedia dari akuntansi e. Kesimpulan Di awal banyak orang beranggapan keberadaan partai politik adalah entitas yang tidak terpisahkan dari sebuah negara. Sebab partai menjadi sandaran dan kendaraan berpolitik menuju kekuasaan. Partai politik juga diasumsikan akan memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai organisasi publik dalam pengelolaan kelembagaan, pengkaderan dan keuangan berdasarkan prinsip akuntabilitas good governance. Namun tidak demikian yang terjadi, partai politik jauh dari harapan publik. Kebutuhan sebagai lembaga publik tidak terpenuhi seluruhnya contohnya partai politik di Propinsi Bali kurang antusias dalam mengembangkan serta memperkuat kelembagaan. Partai masih disibukkan urusan pragmatisme politik seperti loby and negosiasi pencalonan kepala daerah. Partai menjadi kebingungan dalam penyediaan kader pencalonan pilkada. Sebenarnya permaslahan tersebut karena ketidakseriusan pengelolaan kaderisasi di internal partai sendiri. Dari hasil survey dan interview penggalian data, partai politik yang dikaji dalam studi ini (PDIP, Golkar, Demokrat, dan Gerindra) dari segi akuntabilitas kelembagaan sebagian besar telah memenuhi komponen penilaian, namun tidak lengkap dan tidak terpenuhi sehingga nilai akuntabilitas menjadi berkurang. Dalam penilaian akuntabilitas rekrutmen dan pengkaderan partai politik di wilayah Bali kriteria penilaian banyak yang tidak terpenuhi sehingga pengkaderan belum akuntabel. Sedangkan penilaian akuntabilitas keuangan partai politik memiliki varian transparansi yang berbeda dalam memberikan respon informasi, namun demikian pula tidak menunjukkan akuntabilitas keuangan secara keseluruhan. Misalnya Banyak partai politik yang tidak memenuhi pencatatan, pelaporan keuangan secara komputerisasi dalam standar akuntansi, tidak adanya buku kas tentang posisi keuangan, laporan aktivitas, neraca dan yang paling krusial adalah pengelolaan keuangan tidak diserahkan kepada ahli keilmuannya atau bendahara dari lulusan akuntansi. Dengan kata lain baik kelembagaan, pengkaderan dan keuangan partai politik dianggap tidak akuntabel. . DAFTAR PUSTAKA Anzar, Dahnil (2011).Akuntabilitas Keuangan Partai Politik di Banten, Proceeding Simposium nasional Otonomi Daerah: Lab ANE FISIP Untirta. Diakses dalam portal garuda.org tanggal 4 februari 2015 Duverger, M (2010).The Study of Politics (naskah asli 1972: Dhakidae terj.Sosiologi Politik) Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu social Manheim, J.B and Rich, R.C (1981).Empirical Political Analysis: Research Method in Political Science. Englewood Cliffs: Prentice-Hall,Inc. Putra Erawan, Ketut, dkk, (2007). Merajut Good Governance dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Bahan Kuliah di PLOD UGM, Yogyakarta Rush, M &Althoff,P (2011). An Introduction to Political Sociology (naskah Asli 1971: Terj. Kartono K. Pengantar Sosiologi Politik). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Surbakti, R (20000. Kita Belum Punya Masyarakat Politik , dalam TonoS (ed.)’ Kita Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno- Hatta”. Jakarta: PT Visi gagas Komunikasi World Bank, 1996, The word Bank Participation Source Book, ESD word Bank Sumber lain Kristiadi, Josef (2011) dalam www. Kompas.com Kompas, Pembiayaan Partai Politik;dana Parpol dan Keterbukaan Partai. 6 Agustus 2015 hal 5. Loog Books ; Kegiatan dan Aktivitas Penelitian Unggulan Program Studi No Tanggal Kegiatan, Lokasi, Hasil 1. Januari-Februari 2015 Pembuatan draf proposal penelitian; screning topik penelitian dan testing indicator, lokasi: Denpasar Wawancara dengan staf ahli DPRD, KPU dan Anggota Dewan untuk cek and ricek terhadap judul penelitian, dan menentukan substansi permaslahan masalah. Lokasi; Denpasar dan sekitarnya Final proposal dan pengumpulan proposal, Lokasi: Bukit Jimbaran Presentasi proposal ; Seleksi tahap II. Lokasi: Gedung rektorat UNUD Rapat Penyusunan survey dan Interview Guide.Lokasi: kampus Fisip Sudirman 2. 17 Februari 2015 3. 16 Mei 2015 4. 20 Mei 2015 5. 25 Mei Rapat pengarahan mahasiswa ke lapangan. Lokasi: ruang prodi Ilmu Politik 6. 1-30 Juni Pengambilan data ke lapangan.Lokasi: Denpasar dan sekitarnya 7. 15 Juni 2015 8. 17 Juni Wawancara ke KPU Propinsi. Lokasi:Renon Denpasar Wawancara ke bawaslu. Lokasi: Renon Denpasar Rapat entry data penelitian. Lokasi: FISIP Sudirman 9. 27 Juli 10. 9-27 Juli 2015 11. 21 Agustus 2015 Wawancara ke Kesbangpol.Lokasi: Renon Denpasar Wawancara ke KAP Budiarta. Lokasi: Jl. Gunung Agung Denpasar Olah data survey dan wawancara. Lokasi: Fisip UNUD Rapat evaluasi dan scoring kekurangan data Keterangan/ Penanggung jawab Bandiyah Bandiyah dan Nazrina Zuryani Bandiyah Bandiyah Tim Peneliti (Bandiyah, Nazrina,Andreas dan Tedi) Bandiyah, Nazrina, Andreas, Tedi dan surveyor Bandiyah, nazrina, Andreas dan Tedi serta mahasiswa surveyor 15 orang dengan masingmasing koordinator partai politik masingmasing Bandiyah, Nazrina, Tedi Bandiyah dan Nazrina Bandiyah, Nazrina, Andreas , Tedi Bandiyah Bandiyah , Tedi Bandiyah dan mahasiwa Bandiyah dan mahasiswa surveyor 12 28 Agustus 2015 Rapat membuat desain baru mata kuliah sebagai output penelitian HUPS. Lokasi: FISIP Sudirman Bandiyah, Nazrina, Tedi dan Andreas 13. 22 agustusSeptember 2015 Pengambilan data lanjutan. Lokasi: Denpasar dan sekitarnya 14. 3-10 September 15. 8 September 16. September -30 Oktober 22 Oktober 2015 Pengolahan dan analisa data dr informan dengan teknik analisa data qualitative. Lokasi Fisip UNUD Mengumpulkan laporan dan presentasi kemajuan penelitian HUPS . Lokasi: LPPM UNUD Bukit Jimbaran Proses penyempurnaan laporan penelitian Bandiyah dan surveyor (mahasiwa) Bandiyah, Nazrina, Tedi, Andreas Bandiyah 17 18 28-29 Oktober 2015 Rapat Finalisasi Hasil Penelitian Mengkuti SENASTEK hasil penelitian dan presentasi poster di Hotel Patra jasa Tuban Badung Bandiyah Tim peneliti dan Surveyor mahasiswa Bandiyah