Bidang Unggulan : Partai Politik Kode/Bidang Ilmu : 590/ Ilmu Politik

advertisement
Bidang Unggulan
: Partai Politik
Kode/Bidang Ilmu
: 590/ Ilmu Politik
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI
PARTISIPASI DAN AKUNTABILITAS PARTAI POLITIK
(Kajian pada Pengelolaan Keuangan, Kelembagaan,dan Sistem Pengkaderan
Partai Politik PDIP, Golkar, Demokrat, Gerindra di Propinsi Bali)
Ketua Peneliti
Bandiyah, S.Fil.,M.A (NIDN 0003098104)
Anggota
1. Dra. Nazrina Zuryani, M.A.,PhD (NIDN 0023026503)
2. Dr. Piers Andreas Noak,S.H.,M.A (NIDN 0017026304)
3. Tedi Erviantono,S.IP.,M.Si (NIDN 0002057608)
Penelitian ini di biayai oleh Dana PNBP UNUD Melalui Dana Fakultas
IlmuSosial dan Ilmu Politik
sesuai dengan Kontrak Perjanjian no :
825/UN14.47/PNL.01.03.00/2015, Tanggal 25 Mei 2015
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS UDAYANA
NOVEMBER 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................ iii
BAB 1. PENDAHULUAN ………………….………………………….......……..
1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………......... 4
BAB III. METODE PENELITIAN....................……….……………….................. 10
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………. 14
DAFTAR PUSTAKA……………….………………………………....................... 39
LAMPIRAN
BAB 1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Partai politik dikenal sebagai organisasi publik yang memiliki peranan penting
dalam suatu negara, tuntutan akan good governance dalam partai politik tidak dapat
dihindarkan. Good governance mengandung arti yang sinergis dan konstruktif di
antara negara, sektor swasta dan masyarakat (society). Dalam hal ini adalah
kepemerintahan
yang
mengembangkan
dan
menerapkan
prinsip-prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, partisipasi, pelayanan prima, demokrasi
dan sebagainya yang dapat diterima oleh seluruh elemen masyarakat.
Studi literatur dari Dahnil Anzar (2011) yang menyatakan bahwa parpol masih
miskin akuntabilitas, terutama dalam transparansi laporan keuangan kepada publik,
termasuk transparansi laporan public terkait sumber-sumber keuangan yang diperoleh
dalam membiayai kegiatan partai politik. Senada dengan hasil research di atas,
banyak partai politik juga yang kurang transparan. Hal ini dibuktikan dengan hasil
survey yang dilakukan oleh Lembaga Transparancy Internasional Indonesia (LTII)
tahun (2012-2013) bahwa dana partai politik secara keseluruhan berada dalam
kategori tidak transparan. Ketiadaan akuntabilitas atau tidaknya suatu partai politik
juga perlu dilihat dari berfungsi tidaknya mekanisme kontrol public dari masyarakat
dan pemerintah terhadap partai politik dan juga pengawasan di internal partai itu
sendiri.
Selain akuntabilitas, yang perlu dicermati dalam rangka mewujudkan good
governance dalam tubuh partai politik adalah ada tidaknya ruang partisipasi untuk
masyarakat. Partisipasi yang dimaksud di sini adalah partai membuka ruang aktivitas
masyarakat mengambil bagian di dalamnya (Word bank:1996). Belum semua partai
politik terbuka dan mengambil peran mengakomodasi kepentingan masyarakat, sebab
sebagian partai masih dianggap ekslusif dan hanya orang-orang tertentu yang bisa
menjadi kader, pengurus partai atupun anggota dewan dari partainya.
Pertanggungjawaban yang sangat minim dalam akuntabilitas pengelolaan
keuangan dan rendahnya ruang masyarakat untuk serta berpartisisipasi dalam
penataan
kelembagaan
maupun
rekruitmen
keanggotaan
dan
pengkaderan,
mengharuskan organisasi publik ini turut mempertanggungjawabkan terhadap seluruh
tindakannya kepada masyarakat. Melalui transparansi, akuntabilitas sumber dan
pengelolaan keuangan partai politik, maka public akan mudah mengawasi dan menilai
kebijakan serta gerakan politik yang dilakukan oleh partai, sebaliknya bila partai
politik tidak akuntabel maka niscaya korupsi kolusi dan nepotisme pun tidak
terhindari.
Studi ini hadir untuk mengembangkan kurikulum berbasis KKNI yang
menyetarakan,
dan
mengintegrasikan
bidang
pendidikan,
latihan,
juga
mengembangkan kompetensi dosen di bidang keilmuan politik khususnya mata kuliah
partai politik. Studi ini diharapkan akan melahirkan luaran baru dari kajian ini yang
bisa berbentuk muatan studi konsentarasi atau mata kuliah pilihan di program studi
ilmu politik. Maka hal ini menjadi kewajiban sekaligus tantangan bagi dosen Program
Studi Ilmu Politik untuk mengasah, mengembangkan kemampuan analisis, rekayasa
sosial politik, guna menciptakan SDM handal profesional dan berkompeten dalam
keilmuan politik.
b. Tujuan Khusus
Sasaran penelitian ini adalah mengembangkan unggulan keilmuan Program
Studi Ilmu Politik, khususnya dalam mata kuliah Kepartaian. Mata kuliah
“kepartaian” yang telah diberikan di kelas dirasa masih terkesan konseptual, dan
teoritis, belum banyak mengambil sisi parktis yang secara langsung menjajaki
keberadaan akuntabilitas keuangan dan partisipasi partai politik yang sesunguhnya.
Oleh karenanya, kajian ini disajikan untuk mendobrak paradigma politik kepartaian
yang idealistik, konseptual, teoritis menjadi aplikatif, realitis dan factual yang
selanjutnya dapat dijadikan model pembelajaran dalam perkuliahan yang berbeda
sebelumnya. Untuk dapat mempermudah pengambilan data, kajian ini juga akan
melibatkan kurang lebih 15 mahasiswa yang terpilih (dalam I kelas) yang diperlukan
untuk membantu terlaksananya penelitian ini. Usulan penelitian ini disajikan
berbarengan dengan kegiatan perkuliahan di semester genap yang salah satu mata
kuliah kepartaian akan diajarkan di kelas mahasiswa semester empat Program Studi
Ilmu Politik. Di samping sebagai ajang kegiatan laboratorium mahasiswa Program
Studi Ilmu Politik dalam praktik mata kuliah kepartaian. Studi ini pada akhirnya akan
menjadi nilai tambah sebagai data pendukung untuk dummy buku ajar Akuntabilitas
Partai Poitik yang sedang dipersiapkan oleh Tim dosen Ilmu Politik FISIP Universitas
Udayana.
c. Kontribusi pada Ilmu Pengetahuan
Titik temu kepentingan (urgensi) penelitian ini adalah pertama, kebaharuan
hasil temuan-temuan yang akan dieksplorasi secara lebih dalam dan dianalisis
komparatif antara teoritis idealis menjadi praktis realitis. Kedua, mengetahui seberapa
jauh pemenuhan akuntabilitas dan partisipasi di dalam organisasi publik (partai
politik). Ketiga menganalisis, mengkritisi lebih dalam atas peninjauan ulang kembali
eksistensi partai politik baik dalam penekanan aspek regulasi pengelolaan keuangan
yang tegas yang diikat dengan kerangka dasar pemikiran yang matang. Akuntabilitas
dan partisipasi pada partai politik lebih diperuntukkan kemanfaatannya bagi
masyarakat umum misalnya dapat disampaikan melalui media dan website partai
politik itu sendiri. Sehingga akan memberikan nilai tambah kepercayaan publik
terhadap partai. Jika secara keseluruhan publik telah percaya terhadap partai politik,
maka akan berdampak pada pengelolaan organisasi publik yang kredibel, akuntabel,
bermartabat sehingga bersih dari penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme.
Tentu saja berbeda dengan ilmu sains dan teknologi, keuntungan berlipat
didapat dari peneliti ilmu pasti misalnya penemu senyawa ester kalanon untuk obat
anti kanker usus dan leukemia yang dibutuhkan di dunia kedokteran dan farmasi
mendapat hak paten kekayaan intelektual dan sekaligus royalti produknya di
masyarakat. Sedangkan peneliti ilmu sosial dan ilmu politik perlu berjuang keras
untuk mempatenkan hasil penelitiannya. Ilmu sosial politik bersifat sangat lentur
dalam perkembangannya melalui pakar-pakar dari negara-negara yang berhasil
menemukan teori sosial politik tersebut misalnya (Prancis, Jerman, Inggris, Amerika
dst) yang menurut Ramlan Surbakti hal ini di Indonesia pertanggung jawaban
keilmuan dan “ranah politik di dalam konstitusi kita belum demokratis” (2000:185),
bahkan konsep trias politika dilanggar karena legislatif lebih mendominasi (legislative
heavy) dalam penyelenggaraan pemerintahandi banding eksekutif dan yudikatif.
Sebenarnya, kebaharuan ilmu sosial dan ilmu politik sulit diukur karena
kepopulerannya melalui fakta sosial politik yang dijadikan wacana pengetahuan
komparatif. Duverger (2010) menjelaskan komposisi penduduk (sesuai umur, jenis
kelamin, tingkat sosio kultural, kelompok etnis hingga sebaran geografis) sangat
berperan dalam kehidupan politik suatu bangsa. Euphoria masyarakat sipil dalam
mengenal demokratisasi bergulir sejak reformasi politik Indonesia di tahun 1998.
Partai politik misalnya menjadi keras gaungnya pada saat mendekati pemilihan
umum. Rush dan Althoff (2011:126) menyebutnya partisipasi politik “ bentuk yang
aktif atau yang pasif” tersusun dari yang mulai menduduki jabatan, memberikan
dukungan keuangan” yang di Indonesia dikenal dengan nuansa ‘money politics’ dan
caleg/legislator hasil KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Oleh karena itu dalam
rangka membasmi KKN tersebut harus dimulai dengan menciptakan proses politik
yang sehat dan bersih dari politik uang. Proses politik yang sehat dan bersih ini harus
dilakukan dengan pembiayaan politik yang transparan dan akuntabel serta partisipatif
dalam kelembagaan,perekrutan, pengkaderan dan lain sebagainya.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ini akan dirancang untuk memenuhi kualifikasi mata kuliah bernilai mutu
dan skill di Program Studi Ilmu Politik khususnya dan juga Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik yang menaungi.
a. Mata Kuliah Pilihan (State Of Art)
Pengusul penelitian ini memiliki presepsi yang sama dalam pemilihan mata
kuliah yang akan diajukan dalam kurikulum yang baru di Program Studi Ilmu Politik
tahun 2015 ini. Pertama mata kuliah tersebut memiliki nilai praksis yang tinggi.
Kedua, tingkat kebutuhan akan mata kuliah pilihan merupakan keniscayaan dan juga
anjuran dari BAN-PT dalam menunjang nilai akreditasi, dan juga Asosiasi Program
Studi
Ilmu
Politik
seperti
AIPI
yang
memperkuat
paradigma
keilmuan,
pengembangan dinamika politik yang lebih kontekstual teraplikasi dan memperluas
peluang kebermanfaatannya di masyarakat.
Sejak empat tahun berdirinya Program Studi Ilmu Politik tahun 2011,
kurikulum di Fakultas FISIP masih menggunakan sistem paket, sehingga semua
program studi tidak menyediakan mata kuliah pilihan. Bukan hal yang baru untuk
mengadakan mata kuliah pilihan, sebab di perguruan tinggi negeri (PTN)lain sudah
lama up to date kurikulum baru dan penyedian mata kuliah pilihan.Untuk mengejar
ketertinggalan tersebut, Fakultas FISIP dan segenap program studi lainnya segera
memperbaharui
sistem
kurikulum
pendidikan
untuk
mengejar
kompetensi
lulusanyang unggul, berbudaya dan berdaya saing tinggi di luar. Rencana perubahan
kurikulum di FISIP akan diaplikasikan pada semester ganjil sekitar Agustus 2016
mendatang.Untuk itu setiap program studi khususnya Program Studi Ilmu Politik
dituntut untuk segera menyiapkan mata kuliah pilihan baru yang bermutu dan
memiliki skill dan sedang dibutuhkan masyarakat saat ini.
Pada dasarnya mata kuliah kepartaian di Program Studi Ilmu Politik bukan hal
yang baru meskipun penamaannya berbeda (Mata Kuliah Electoral Engineering dan
Sistem Kepartaian). Namunmata kuliah tersebut dirasa belum aplikatif dan sangat luas
jangkauannya serta kurang memberikan skill khusus kepada mahasiswa politik. Oleh
karena itu akan dibuat tersendiri mata kuliah pilihan yang khusus mendesain partai
politik yang lebih actual, dinamis sesuai dengan system dan kultur Bangsa Indonesia.
Dan
juga
dikorelasikan
berdasarkan
hasil
temuan
riset
tentang
partai
sebelumnya.Inilah harapan akan kemanfaatan terkini dari penelitian ini.
Mata kuliah yang mempunyai relevansi dengan dunia politik khususnya
persoalan partai, yang mau tidak mau kehadiran partai menjadi pilar demokrasi.
Apabila partai tersebut berkondisi sehat dan bersih, namun sebaliknya bila partai
politik akibat pola penyelenggaraan organisasinyayang tidak sehat, maka akan
tumbuh sarang penyakit seperti korupsi kolusi dan nepotisme yang semakin menjadi.
Sejak masa reformasi Indonesia, partai-partai kecil berkoalisi untuk merebut kursi
legislator, dengan mengupayakan apapun cara untuk mendapatkan jabatan
kekuasaan.Ini membuktikan tingkat kebutuhan masyarakat dalam memahami
akuntabiltas partai politik semakin besar.Aplikasi yang diharapkan adalah
transparansi dan partisipatif dalam perekrutan kader, calon legislatif, kinerja
kelembagaan dan juga pertanggungjawaban partai politik atas demokrasi di Indonesia.
Oleh karena itu, mata kuliah pilihan akuntabilitas kepartaian ini akan melibatkan
seluruh dosen pengampu di Program Studi Ilmu Politik dan ahli yang berkompetensi
dalam bidang pooling dan survey partai politik serta institusi organisasi politik yang
berkompeten dalam keilmuannya.
b.Penelitian Terdahulu
Dahnil Anzar (2009) pernah meneliti permasalahan akuntabilitas keuangan
partai politik yang dilakukan di Propinsi Banten. Dengan metode kualitatif deskriptif
dan melalui pengamatan secara langsung pada masa kampanye sampai pemilihan
umum sekitar Januari sampai April 2009 dengan pendekatan studi ekonomi akuntansi
menghasilkan kajian sebagai berikut: bahwa laporan keuangan hasil pemilu dari enam
partai yaitu Demokrat, Golkar, PKS, PAN, PBB, dan Patriot hanya dua partai yang
memiliki laporan keuangan baik dalam standar ilmu akuntansi yaitu Partai Golkar dan
PKS. Lebih lanjut studi ini juga mengeksplorasi sumber-sumber keuangan dari
sumbangan para donator seperti teman, rekan kerja, saudara dan lain-lain yang hampir
sebagian partai yang disebutkan di atas tersebut tidak dimasukan dalam laporan
keuangan, dengan alasan sebagai uang sukarela.Sehingga laporan keuangan yang
dibuat terkesan fiktif tidak dijelaskan kenyataan yang sesungguhnya. Hasil kajian ini
juga menjelaskan bahwahampir sebagian besar partai politik tidak tertib dari awal
proses pengelolaan keuangan dan tidak mematuhi aturan dan kelayakan laporan
penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK). Dan penyusunan laporan
keuangan partai politik di Banten hanya dilakukan oleh calon legislative seorang dari
partai tersebut, disusun secara tidak benar dan tidak layak berdasarkan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku berbasis moral hazard dan ini menunjukkan adanya
akuntabilitas keuangan masih sangat rendah.
Masiyah Kholmi (2009) dalam penelitiannya yang berjudul ‘Presepsi
Pengurus Partai terhadap Akuntabilitas Keuangan Partai Politik di Kota
Malang’.Dengan menggunakan metode kuantitatif dengan mengambil populasi
pengurus partai DPD Kabupaten Jombang dan sample dari tujuh besar partai politik
ynag terpilih sebagaipeserta pemilu 2009 yaitu Demokrat,PDIP, Golkar,PKS,PAN,
PKB dan PPP. Dari hasil kajiannya disimpulkan bahwa pengurus partai politik
sependapat untuk menerapkan tiga kategori akuntabilitas dalam mengelola organisasi
partai, yaitu akuntabilitas keuangan tahunan, akuntabilitas keuangan dana kampanye
dan akuntabilitas politik keuangan dana bantuan APBD. Sebagian besar responden
menjawab sangat setuju (47,26 %) dan setuju (43,24%) adanya akuntabilitas
keuangan partai politik. Namun demikian, masih terdapat pengurus partai sangat tidak
setuju (2,31%) atas akuntabilitas keuangan partai politik, dan sangat tidak setuju jika
partai melakukan penyusunan program dan rencana keuangan. Partai membuat
rekening atas nama partai masing-masing prosentase jawaban respondent (17,65%).
Penelitian yang sejenis tetapi berbeda dalam penggunaan framework nya
dengan kajian penulis yakni diteliti oleh Emmy Hafidz bersama Internasional
Transparancy Indonesia tahun (2008) dengan judul “Laporan hasil Pengukuran
Tingkat Transparansi Pendanaan Partai Politik di Tingkat Dewan Pimpinan Pusat”.
Dengan metode kuantitatif melalui pendekatan survey dan penggunaan questioner
dari 9 partai di parlemen pusat, 5 partai sangat kooperatif terhadap survey yakni
Gerindra, PAN, PDIP, PKB, dan Hanura. 1 partai kooperatif yaitu PPP, 2 partai
kurang kooperatif, PKS dan Demokrat dan 1 partai tidak kooperatif yaitu Golkar. Dari
5 partai yang disurvey, terdapat 3 diantaranya sudah transparan dengan score di atas,
3,00 (Partai Gerindra, PAN, dan PDIP), 2 partai yang lain (PKB dan Hanura) belum
transparan. Dalam hal informasi yang wajib tersedia, rata-rata partai politik belum
transparan. Dalam hal informasi yang wajib dipublikasikan, hanya 2 partai (Gerindra
dan Pan yang sudah transparan). Dalam hal informasi yang wajib dilaporkan kepada
pemerintah, semua partai memiliki tingkat transparansi yang baik.
Sedangkan penelitian mengenai ruang partisipasi untuk masyarakat dalam
partai politik saat ini masih relatif sedikit. Baharuddin (2009) dalam penelitiannya:”
Optimalisasi Peran Partai Politik dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Masyarakat
pada Pemilu Legislatif Berdasarkan UU no 2 tahun 2008 tentang partai Politk; Studi
di Kalimantan Barat”.Dengan metode penelitian hukum normatif dihasilkan bahwa
partai politik di Kalimantan Barat belum optimal dalam meningkatkan partisipasi
politik masyarakat dalam setiap pemilu legislatif. Hal ini disebabkan beberapa alasan
yakni masih adanya egosentrisme dan arogansi di partai politik, pendidikan politik
belum memadai,rekruitmen politik tidak tepat,adanya kepentingan sesaat pada partai
politik,kebanyakan masyarakat selalu dijadikan obyek bukan subyek. Selama ini
partai politik di Kalimantan Barat lebih banyak disibukkan dengan kegiatan partai
sendiri, baik itu konsolidasi dan penyelesaian konflik intern dalam tubuh partai serta
penentuan caleg menjelang pemlu legislatif, kedua, pembekalan-pembekalan terhadap
kader-kadernya ditujukan untuk kepentingan sendiri dan partai untuk mendulang
sebanyak-banyaknya suara dan perolehan kursi di lembaga perwakilan dimaa
masyarakat hanya dijadikan obyek semata-mata. Dan di Kalimantan Barat nampaknya
tidak ada gerakan-gerakan secara signifikant yang menyentuh secara langsung
kesadaran emosional dan kesadaran politik agar pemilu legislative menjadi bagian
yang terpenting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Partai politik tidak
memiliki visi dan strategi yang jelas dalam upaya meningkatkan partisipasi politik
masyarakat.
Perbedaan jelas telah terlihat bahwa penelitian terdahulu atau sebelumnya
memakai tinjauan akuntabilitas untuk memotret penyusunan laporan keuangan dana
kampanye pemilu legislative dan presiden. Sedangkan kajian penulis akan meneliti
akuntabilitassebagai pisau yang dipakai untuk membedah pengelolaan keuangan
partai politik baik untik penyusunan laporan keuangan partai untuk dana kampanye,
laporan keseharian, laporan dana yang bersuumber dari dana APBD dan lain
sebagainya yang berstandar akuntansi. Selain akuntabilitas, juga akan diteliti
mengenai ada tidaknya ruang partisipasi untuk masyarakat yang sudah dilakukan oleh
partai politik baik pada saat rekruitmen kader, pengurus,dan juga rekruitmen calon
anggota dewan. Karakteristik daerah tertentu seperti Bali yang mempunyai kekhasan
budaya dalam gerakan adatnyatentu bisa menghasilkan hasil riset yang berbeda dalam
akutabilitas partaipolitik, meskipun ragam partai politik di Indonesia adalah sama
baik dalam regulasi, aturan, tetapi mekanisme dan budaya kerja serta SDM tentu saja
berbeda sehingga menghasilkan karya yang bisa berbeda pula.
c. Kontribusi Penelitian ini
Keberadaan partai politik memainkan peran yang unik dan penting dalam
sistem pemerintahan demokrasi di Indonesia.Partai politik menjadi perantara antara
masyarakat dan pemerintah. Sebagai organisasi yang hidup di tengah masyarakat,
partai politik menyerap, merumuskan, dan mengagregasi kepentingan masyarakat,
sedangkan sebagai organisasi yang menempatkan kader-kadernya di lembaga
legislatif maupun eksekutif, partai politik menyampaikan dan mendesakkan
kepentingan masyarakat. Oleh karena dalam era demokrasi ini masyarakat
memberikan ekspektasi yang besar pada partai politik untuk memperjuangkan haknya
selama kuraang lebih 32 tahun terkukung dalam rezim “Orde Baru” yang represif.
Namun demikian, ibarat dua mata koin selain manfaat partai politik juga
memberikan sesuatu yang merugikan bagi masyarakat apalagi jika melihat bahwa hal
di atas bersifat normatif sementara realita bicara lain. Peneliti CSIS JosefKristiadi
(anonim, 2011 dalam kompas.com) mengatakan perilaku elite yang berorientasi
kepada kekuasaan subyektif mengakibatkan transformasi politik masyarakat belum
banyak mencapai kemajuan. Manuver politik didominasi oleh “nafsu berkuasa”
sehingga jagat politik Indonesia sarat dengan intrik, kompromi politik yang pragmatis
dan oportunis, politik uang, tebar pesona, janji-janji sebagai alat merayu dukungan
dan lain sebagainya. inilah beberapa hal yang menjadi alasan publik tidak
mempercayai partai politik. Untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap
partai politik, akuntabilitas, partisipasi dan transparansi mutlak diimplementasikan
terhadap seluruh partai politik.
Untuk itu, studi ini disajikan dalam rangka mengukur pemenuhan akuntabilitas
partai politik, serta membukaruang partisipasi masyarakat di dalam organisasi partai
politikdan sebaliknya partai melakukan aksi partisipasi kepada masyarakat. Bila partai
akuntabel dan partisipatif, maka pengembaliancitra kepercayaan masyarakat akan
terwujud,
dan
partai
politik
menjadi
tumpuan
kehidupan
bernegara
dan
berpemerintahan.
Setidaknya terdapat beberapa hal yang menunjukkan urgensi studi
akuntabilitas dan partisipasi dalam partai politik. Pertama, Partisipasi publik dalam
partai politik akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi terwujudnya good
governance. Penyelenggara organisasi partai pun akan dapat memetik berbagai
keuntungan administratifdan politis bila ide ini diadopsi dalam proses pembuatan
kebijakan di partai politik. Hal ini dipertegas oleh riset Polgov UGM (Ketut Erawan
dkk,2007:11)Partisipasi publik dalam penyelenggaraan kegiatan di partai berhasil
menciptakan pola komunikasi politik yang baik antara penyelenggara organisasi
parpol dan konstituennya. Parpol bisa menggunakan berbagai sarana intermedia yang
disepakati bersama untuk menyaring berbagai opini dan isu publik.Sedangkan pada
saat
yang
bersamaan
sarana
intermediasi
ini
bisa
didayagunakan
untuk
mensosialisasikan dan mengkomunikasikan berbagai kepentingan bagi dewan di
legislatif sebagai refresentasi wakilrakyat kepada masyarakat secara efektif. Bila
komunikasi antara partai politik dan warga atau konstituen terus menerus berlangsung
secara efektif maka akan menjadi “common language” artinya partai selalu membawa
kepentingan public (umum) terkait dengan proses kebijakan dan pembangunan.
Masyarakat yang terlibat dalam proses partisipasi akan merasa turut sumbang
suara dalam keputusan-keputusan yang sudah diambil dalam program kegiatan
partaiyang sudah disepakati. Sehingga akan muncul berbagai ide segar dari warga
karena mereka selalu merasa menjadi warga bagian dari program kebijakan partai
politiknya. Bilakondisi ini berlangsung, maka kritik warga terhadap program
kebijakan yang ada akan terminimalisasi. Mereka akan punya kecenderungan untuk
menjaga harmoni agar kemitraan dan kolaborasi yang ada tetap berjalan. Dengan
menyediakan partisipasi publik, maka partai dan para perwakilan legislatifnya
mampu merumuskan desain kebijakan yang sensitif dengan konteks sosial yang
berkembang. Betapa keterlibatan publikdalam kegiatan dan program di organisasi
partai bisa memberikan implikasi positif dari penyelenggaraan kelembagaan publik
ini. Keuntungan tersebut tidak hanya menghasilkan hubungan yang semakin dekat
antara arah partai politik dengan komunitas-komunitas yang ada di masyarakat secara
luas tetapi juga menjadikan proses kebijakan yang ada berjalan lebih efektif dan
efisien.
Kedua, kontribusi atas kajian akuntabilitas pada partai politik tidak hanya
mempersoalkan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan saja yang harus transparan
dan akuntabel, namun juga diperlukan akuntabilitas social sebagai kontrak sosial yang
setidaknya memberi ruang bagi masyarakat untuk bersuara.Kajian akuntabilitas dapat
meningkatkan
derajat
responsifitas
dari
pemerintah
daerah,
dan
juga
masyarakat,misalnya dalam akuntabiltas social partisipasi dan aspirasi masyarakat
dapat diserap secara maksimal. Dengan akntabilitas partai dapat meningkatkan
kontrol terhadap penggunaan anggaran, dengan ini dapat membantu proses
peningkatan sumber daya manusia di organisasi partai politik yang akan dipersiapkan
untuk menjadi wakil rakyat di parlemen. Sehingga pada akhirnya dapat
mengembalikan citra masyarakat terhadap kinerja organisasi partai politik.Hal ini
menjadi peluang untuk memperbaiki iklim investasi partai politik yang kredibel,
profesional serta berdaya saing dengan partai-partai di belahan dunia.
BAB III. METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian
Kajian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif melalui pendekatan
survey dan wawancara mendalam. Pemilihan metode ini untuk mendapatkan data
yang lebih komprehenshif, valid, reliable dan obyektif. .Penelitian ini memfokuskan
pada bagaimana partai politik mengelola keuangannya, kelembagaannya seperti
melakukan cara rekruitmen, system pengkaderan, pengawasan, program kegiatan dan
sebagainya yang ditinjau dengan prinsip akuntabilitas dan partisipasi sebagai nilai
penting dari Good Governance
b. Teknik Pengumpulan Data
Pendekatan yang digunakan untuk menjalankan studi ini adalah dengan
survey. Menurut Rich dan Manheim (1981:105) survey merupakan satu metode untuk
mengumpulkan data yang mana informasi didapat secara langsung dari individu
perseorangan, perlembaga yang dipilih guna memberikan dasar untuk membuat
inferensi populasi yang besar. Dengan survey mampu mengumpulkan lima jenis
informasi tentang responden yaitu fakta, presepsi, opini, sikap, dan laporan perilaku.
Khusus untuk mengetahui bagaimana akuntabilitas partai politik dalam pengelolaan
keuangan dan partisipasi partai politik kepada masyarakat yang dibutuhkan adalah,
fakta, presepsi, sikap dan laporan perilaku.
Pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif menggunakan acuan kuesioner
yang didukung wawancara mendalam dengan informan kunci dari partai politik di
tingkat partai DPP di Propinsi Bali. Interview dilakukan untuk mengecek validitas
data hasil kuesioner tersebut. Peneliti melihat data sekunder berupa AD/ART parpol,
program kerja parpol dan lain-lain yang dibutuhkan sesuai pertanyaan penelitian
tersedia atau tidak, dengan kata lain mengobservasi data sekunder tersebut. Jika
dimungkinkan data tersebut dicopy sebagai bahan analisis dan rekomendasi.
Informan utama dalam studi ini pertama adalah bendahara umum DPP partai
politik di wilayah Propinsi Bali atau yang mewakilinya dengan catatan menguasai
seluk beluk pendanaan partai dan dapat dimintai pertanggungjawabannya terhadap
data yang diberikan. Informan kedua adalah pengurus inti dari partai DPP Propinsi
Bali yang mengetahui kondisi internal dan eksternal partai politiknya.Ketiga adalah
anggota dewan yang berasal dari partai tersebut. KPU sebagai lembaga yang memiliki
kewenangan untuk mengatur pemilu dan Kesbangpol sebagai lembaga yang
berkewajiban membina parpol. Masyarakat sebagai konstituen partai konstituen dan
nggota dewan akan dilakukan interview mendalam terkait dengan partsipasi partai
kepada masyarakat dan sebaliknya. Proses pengambilan data dilakukan beberapa kali
sesuai dengan kebutuhan. Partai politik yang menjadi responden penelitian berjumlah
4 (lima) partai yaitu: DPP partai Demokrat, DPP partai Golkar, DPP PDIP, DPP
Gerindra..
c. Kuesioner penelitian dan pembobotannya:
Penelitian di lapangan akan menggunakan kuesioner sebagai acuan pengumpulan data
dengan rentang nilai 1 sampai 4:
Score 1 jika informasi tidak tersedia sama sekali
Score 2 jika informasi tersedia namun tidak dilengkap kurang dari 50%
Score 3 jika informasi tersedia namun tidak lengkap dari 50%
Score 4 jika informasi yang dibutuhkan lengkap
Pertanyaan penelitian dalam kuesioner terdiri dikelompokkan menjadi 3 bagian
dengan total 27 pertanyaan
1. Informasi yang wajib tersedia (15 pertanyaan)
2. Informasi yang wajib dipublikasikan (8 pertanyaan)
3. Informasi yang wajib dilaporkan kepada pemerintah (4 pertanyaan)
Pertanyaan penelitian dalam kuesioner menggunakan acuan regulasi yang sudah ada
seperti UU no 2 tahun 2011 tentang partai politik, permendagri 24 tahun 2009,
permendagri 59 tahun 2007 dan UU no 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi
publik. Adapun pertanyaan ppenelitian akuntabilitas dan partisipasi telah dipersiapkan
tersendiri.
d. Perhitungan Score dan Analisis Data
Score masing-masing kelompok pertanyaan akan diberi bobot menggunakan
prosentase sebagai berikut:
45 % untuk informasi yang wajib tersedia (15 pertanyaan)
25% untuk pertanyaan informasi yang wajib dipublikasikan (8 pertanyaan)
30 % untuk informasi yang wajib dilaporkan kepada pemerintah (4 pertanyaan)
Data yang terkumpul dianalisis sesuai criteria pembobotan yang telah ditentukan dan
disajikan dalam bentuk indek 1-4 pada setiap point pertanyaan
e. Tahapan Pengumpulan data
1. Survey dengan 5 responden Partai Politik (PDIP, Golkar, Demokrat, Gerindra)
2. Cek and Ricek hasil survey dnegan wawancara kepada narasumebr terpilih
3. Mengolah data dan hasil
f. Peta Jalan Penelitian
Kegiatan
yang
telah
dilakukan sebelumnya:
a. 1. Cek and
correction dari mata
kuliah yang sudah
ada sebelumnya
b. Studi kepustakaan
yang berkaitan
dengan kajian
akuntabilitas dan
partisipasi partai
politik.
c. Mencari data dan
survey informasi ttg
partai, sumber lain
terkait dengan
akuntabilitas partai
politik
Kegiatan yang dilakukan :
1. Riset
Survei
dengan
menyebarkan kuesioner dgn
5 responden partai DPP
wilayah
Propinsi
Bali
(PDIP,Golkar, Demokrat,
Gerindra dan PKS) dan juga
indeepth interview dgn
pengurus
inti
partai,
anggota dewan, KPU dan
Kesbang Pol Bali.
2. Memetakan hasil
3. Mendesain mata
pilihan kepartaian.
kuliah
Luaran
a. Model
pembelajaran
perkuliahan
terbaru
berbasis hasil research
Luaran
Sketsa
dan
Rancangan
desain
Mata
Kuliah
kepartaian
b. Menghasilkan desain baru
mata
kuliah
pilihan
kepartaian
c. Rekomendasi
akuntabel
ke
Propinsi Bali
partai
KPUD
d. Menjadi
pelengkap
dokumen, data untuk buku
ajar Akuntabilitas Partai
Politik
yang
sedang
dipersiapkan oleh tim
dosen di Prodi Ilmu
Politik tahun 2015.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Akuntabilitas dalam Kelembagaan Partai Politik Di Bali
Partai politik adalah organisasi publik, yang antara lain aktivitasnya sebagai
referesentasi publik, pendanaannya berasal dari anggaran APBN/APBD dan
memiliki fungsi sebagai kendaraan politik dan pembentuk kader politik berkualitas
yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin bangsa dan negara. Oleh karena itu
organisasi ini memilik umpan balik yakni akuntabilitas social yang bertumpu pada
pelibatan masyarakat sepenuhnya. Salah satu pelibatan masyarakat adalah bentuk
partisipasi dalam memperkuat kelembagaan mengontrol pengawasan keuangan,
menjadi bagian dari kader partai yang transparan dan jenjang karier yang jelas.
Pada segmen akuntabilitas kelembagaan, partai politik telah memiliki rule of
games dan uji analisis tersendiri dari pengalaman keorganisasian bahwa partai politik
di Indonesia memiliki tradisi politik demokratis bahwa ‘aturan lain tidak boleh
dilabrak dan institusionalisasi menjadi anjuran ideal’. keduanya mesti dikelola
dengan baik sehingga lambat laun kelembagaan partai akan kuat dan dinamis. Di
bagian awal pembahasan ini akan menjawab bagaimana parpol mengelola dan
merawat kelembagaan politik yang dapat dilihat dari kepemilikan infra struktur,
sarana prasarana, strategi penguatan kelembagaan dan lain sebagainya.
Landasan utama dalam mengidentifikasi akuntabilitas kelembagaan adalah
visi misi yang wajib dimiliki oleh partai politik, sebab partai adalah sebuah
organisasi yang terus bergerak dinamis dan roda pergerakan organisasi tersebut
adalah visi misi partai. Keberadaan parpol di Indonesia pada umumnya telah
memiliki visi dan misi, namun pemaknaannya menjadi bias ketika mempresepsikan
sama dengan ideology, sedangkan visi misi berbeda dengan ideologi. Ideology ibarat
sebuah prinsip, pegangan dan konsep pemikiran organisasi parpol yang dapat
diaktualisasikan dalam setiap sendi kehidupan terutama dalam impelementasi
program keorganisasian partai. Ideology partai sebenarnya dapat teraktualisasi dalam
visi misi dan program kegiatan partai politik dan sebaliknya visi misi adalah bagian
akualisasi ideology partai tersebut. Namun sayangnya partai politik di Indonesia
terutama partai politik di Bali masih bias dengan konsep penafsiran ideologi karena
masih mengikuti partai pusat, tetapi sudah memiliki visi dan misi tersebut.
Disamping bukan partai local daerah seperti yang banyak tumbuh di wilayah Aceh.
Seiring perkembangan informasi dan digitalisasi yang menuntut untuk serba
cepat dalam pelayanan dan salah satunya adalah penyediaan website. Organisasi
partai politik dalam studi ini kebanyakan tidak memiliki website sendiri, alias masih
menumpang pada website partai pusat, website itu pun terkadang tidak di update dan
dikelola dengan baik. Ini terbukti dari partai politik yang dikaji seperti Demokrat,
Gerindra dan Golkar dalam konten websitenya kosong tidak terisi apapun hanya
background gambar logo semata. Padahal era digitalisasi ini memiiki banyak
kemanfaatan misalnya untuk perekrutan anggota secara online, penerimaan kotak
saran masukan, pengaduan masyarakat, dan lain sebagainya sehingga partisipasi
publik kepada parpol dapat diakomodasi dengan cepat, mudah dan murah.
Identifiksi akuntabilitas kelembagaan yang lain adalah fasilitas sarana
prasarana seperti gedung. Sebagian partai politik di Bali belum memiliki bangunan
permanen atau gedung sendiri sebagai sekretariat pelaksanaan kegiatan keseharian
organisasi partai. Rata-rata gedung partai masih kontrak tanah dan bangunan dalam
sekian tahun (ex: 10-20 tahun) dan terkadang berpindah-pindah sehingga pada saat
pencarian data kajian ini, sempat kesulitan untuk mencari kantor beberapa partai
politik, karena telah berpindah dan tidak diinformasikan di media massa, di tambah,
fasilitas sarana dan prasarana pun masih kurang memadai. pada Sekretariat
Demokrat, Gerindra, PDIP dan Golkar terutama data kearsipan seperti keuangan,
kegiatan parpol tidak terdokumentasi dengan baik (misalnya pada saat diwawancarai
di minta menunjukkan data semua parpol keberatan menyediakan data tersebut).
Fasilitas ruangan juga minim tidak berdasarkan sub bagian kerjanya masing-masing,
ditambah lagi Sumber daya manusia professional dalam handal dalam mengelola
manajerial organisasi ini belum sepenuhnya tersedia. Seperti bendahara yang masih
dipegang olehan lulusan di luar fak keilmuannya seperti akuntansi dan masih banyak
hal terkaitan kelembagaan yang belum dipenuhi oleh partai politik.
Dalam konsep akuntabilitas sosial (Malena 2004), startegi penguatan
kelembagaan pada level horizontal maupun vertical dan teknis kelembagaan terdapat
beberapa point yng perlu diperhatian yaitu 1). Adanya mobilizing around an entry
point, 2). Building an information, 3). Going public.4). Rallying support and
building coalition and 5). Advocating and negotiation. kelima point tersebut dapat
menjadi penilai kuat tidaknya kelembagaan sekaligus dapat menjadi indicator pada
akuntabilitas kelembagaan organisasi partai politik. bagan di bawah ini merupakan
hasil penilaian dan review dari kajian akuntabilitas kelembagaan partai politik di
Propinsi Bali.
Tabel 1. Penilaian Akuntabilitas Kelembagaan Partai Politik di Bali
No
Nama Partai
Nilai-nilai Kelembagaan
Keterengan
1.
Partai PDIP
Visi misi
Tersedia
Sekretariat/kantor dan fasilitas
Tersedia tetapi tanah
masih kontrak, fasilitas
tidak tidak lengkap
Tidak tersedia secara
lengkap
Program
tersedia
bersifat manual, tidak
terstruktur
Tidak tersedia
Data dan informasi (Website)
Perencanaan program partai
Prosedur monitoring yang jelas
2.
Partai Golkar
3.
Partai Demokrat
4.
Partai Gerindra
Advokasi dan negoisasi untuk
perubahan
Visi misi
Sekterariat/kantor dan fasilitas
Tidak
sepenuhnya
dijalankan
Tersedia
Tersedia dan kontrak
bangunan dan tanah (20
tahun), fasilitas tidak
lengkap
Data dan informasi (Website)
Tidak tersedia
Perencanaan program partai
Tidak terstuktur
Prosedur monitoring yang jelas Tidak tersedia
Advokasi dan negosiasi untuk Masih
sebatas
perubahan
ditingkatan elit, respon
perubahan masyarakat
tidak tersedia
Visi misi
Tersedia
Sekretariat/kantor dan fasilitas
Tersedia; tanah dan
bangunan
masih
kontrak (10 tahun)
Data dan informasi (website)
Tidak tersedia
Perencanaan program partai
Tidak terencana; dan
incidental
Prosedur monitoring yang jelas Tidak tersedia
Advokasi dan negosiasi untuk Tidak tersedia
perubahan
Visi misi
Tersedia
Sekretariat/kantor dan fasilitas
Kontrak tanah dan
bangunan dalam waktu
yang tidak ditentukan
Data dan informasi (website)
Tersedia lengkap tetapi
belum di update
Perencanaan program partai
Tersedia tetapi tidak
terstruktur
Prosedur monitoring yang jelas Tidak tersedia
Adokasi dan negosiasi untuk Tidak tersedia namun
perubahan
belum
dilaksnakan
sebab masih revitalisasi
pasca kekalahan pilpres
2014
Semua partai politik dalam kajian ini belum menunjukkan daya dan upaya ke
arah pencapaian akuntabilitas. Partai politik di daerah terkesan hanya partai cabang
sehingga aturan tupoksi dan lainnya harus menunggu intruksi dari pusat. Dengan
demikian partai di tingkat lokal belum otonom, berdaya, mandiri dan juga akuntabel.
b. Akuntabilitas dalam Rekruitmen dan Pengkaderan
Dalam mengidentifikasi nilai akuntabilitas dalam pengkaderan partai politik,
pada kajian ini akan ditelusuri mulai dari bagaimana cara partai membangun
rekruitmen, partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam partai, penyediaan jenjang
karier menuju sumber daya manusia berkualitas dalam pengetahuan politik serta,
system pengkaderan dan pengawasan baik pemberian reward dan funishmen yang
disediakan oleh partai politik yang ditinjau dengan kacamata akuntabilitas.
1. Pola Rekrutmen Sistem Pengkaderan Partai Demokrat
Partai Demokrat adalah partai politik pemenang pemilu tahun 2004 dan 2009
yang menjalankan roda organisasi yang berpedoman pada anggaran rumah tangga
(AD/A`RT) partai. Dalam AD/ART secara rinci diatur tentang persyaratan menjadi
anggota, kewajiban anggota, hak anggota, pemberhentian anggota, dan tata cara
pemberhentian anggota. Pengaturan keanggotaan partai merupakan tahapan
pendidikan politik menuju seleksi kader. Sebagai partai yang masih berusia remaja,
Partai Demokrat membutuhkan massa dan pendukung dalam jumlah banyak untuk
memenangkan pemilihan umum, maka penyeleksian anggota tidak dilakukan secara
ketat, karena masih dianggap sebagai partai baru. Siapapun boleh secara langsung
mendaftarkan diri menjadi anggota.
Untuk menggalang keanggotaan sebanyak-banyaknya sejak tahun 2007, Partai
Demokrat telah mencanangkan program “sejuta KTA”(kartu tanda anggota). Partai
Demokrat bergerak di Dewan Pimpinan Cabang (DPC) sampai ke tingkat RT/RW
untuk menjaring anggota. Targetnya lebih dari 1 juta orang menjadi anggota Partai
Demokrat (seluruh wilayah Indonesia). Pencanangan program tersebut dilakukan
sebagai tahapan dalam pembentukan sistem pengkaderan partai. Keangotaan Partai
Demokrat bersifat terbuka yang persyaratannya diatur dalam AD/ART. Setiap orang
yang ingin menjadi anggota Partai Demokrat hanya perlu mengisi formulir
keanggotaan lalu mengajukannya pada Dewan Pimpinan Cabang (DPC) melalui
Dewan Pimpinan Anak Cabang (DPAC) atau Dewan Pimpinan Ranting (DPRt), atau
secara langsung ke DPC jika di wilayahnya belum ada kepengurusan setingkat DPAC
atau DPRt. Jika pengajuannya disetujui, orang tersebut akan mendapatkan Kartu
Tanda Anggota (KTA) yang berlaku untuk masa lima tahun keanggotaan. Menurut
ketua OKK (organisasi keanggotaan dan kaderisasi) DPD Bali I Ketut Ridet (2015)
menyatakan bahwa setiap kader partai Demokrat baik yang duduk di Eksekutif,
Legislatif maupun kader di struktur partai harus taat pada AD/ART, sebab segala
sesuatunya baik itu hak, kewajiban kader sudah diatur di dalam AD/ART partai.
Sehingga pelaksanaan apapun seperti musda, muscab atau yang lainnya bila tidak
sesuai dengan AD/ART partai maka dianggap tidak syah, bahkan suksesi
kepemimpinan pun selalu berpatokan pada AD/ART yang dituangkan pada pedoman
organisasi (PO) tersebut dari tingkat daerah sampai ke dusun. Dan juga telah
diterbitkan (PO) nomor: PO-03/DPD.PD/IV/2013 tentang jangka waktu kepengurusan
dan pelaksana tugas Plt partai demokrat.
Peran, hak serta kewajiban setiap anggota adalah sama, dan semua diatur
dalam AD/ART partai. Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban selama
memenuhi persyaratan keanggotaan, dan tidak dibedakan antara satu dengan yang lain
dalam keterlibatannya di partai. Proses rekrutmen calon legislatif dan eksekutif
dilakukan dengan sistem polling yakni polling dari aspirasi masyarakat. Polling ini
adalah survey yang harus dilakukan oleh anggota Partai Demokrat yang ingin maju
sebagai kandidat calon legislatif dan eksekutif. Para kandidat calon juga harus
membuat
mapping
pemilu.
Partai
Demokrat
mensyaratkan
untuk
tingkat
Kabupaten/Kota mereka harus memiliki data anggota yang menjadi kader Partai
Demokrat minimal sebanyak 15.000 data orang. Setelah itu laporan data itu dicek
akurasi dan validasinya secara acak. Dengan cara polling dan mapping tersebut,
diharapkan kandidat yang maju atau diajukan adalah calon yang benar-benar
memahami wilayah yang akan dipimpinnya. Polling dan mapping sebenarnya dapat
menunjukkan bahwa seberapa jauh pigur calon tersebut dikenal oleh masyarakat,
yang kedepannya dapat dengan mudah untuk dicalonkan partai.
Partai demokrat sejujurnya tidak mengedepankan pola kaderisasi yang
dikembangkan di partai. Menurut sebagian pengurus DPD Partai Demokrat, figur dan
modal capital menjadi syarat utama untuk pencalonan, seseorang dengan figuritas
lebih mudah mendulang suara sebanyak-banyaknya, meskipun terdapat kader
Demokrat yang pintar dan berkapital tetapi figuritas di masyarakat tidak tumbuh maka
mereka tidak layak diusulkan partai.
Kriteria
khusus
untuk
menjadi
calon
legislatif
didasarkan
pada
profesionalisme, kemampuan, berkomitmen dan bisa memikirkan bangsa dan rakyat.
Kriteria calon legislatif berdasarkan standarisasi, kompetensi dan tingkat kontribusi
terhadap partai. Kriteria di atas memang terlihat normatif, akan tetapi kebulatan tekad
Partai Demokrat sejak kasus skandal korupsi para anggota legislatif di DPR mencuat,
maka pada pemilu 2014 lalu pencalonan anggota legislatif dari Partai Demokrat harus
melalui fit and proper test terkait integritas calon. Usaha ini dilakukan untuk
mengembalikan elektabilitas masyarakat terhadap Partai Demokrat dan sebagai penata
ulang pembentukan kader partai yang berintegritas dan berkualitas.
Untuk mekanisme rekruitmen dan seleksi kepengurusan maupun perwakilan di
legislatif dan eksekutif, Partai Demokrat menerapkan asas keterbukaan dalam
demokrasi. Persyaratan dan pemilihan dilakukan melalui forum musyawarah,
misalnya melalui Muscab (musyawarah cabang) dan Musancab (musyawarah anak
cabang). Dalam proses seleksi, Partai Demokrat tidak terlalu mempermasalahkan
apakah pengurus dan perwakilannya di eksekutif maupun legislatif merupakan kader
lama atau bukan. Ini dikarenakan dalam Partai Demokrat tidak dikenal sistem
keanggotaan berjenjang, sehingga status, hak dan kewajiban setiap anggota pada
setiap saat adalah sama. Misalnya, anggota yang baru beberapa hari saja memiliki
KTA akan diperlakukan sama dengan anggota lama yang telah terlibat dalam kegiatan
partai sejak awal berdirinya Partai Demokrat. Hak dan kewajiban mereka adalah sama
termasuk dalam proses rekruitmen dan seleksi untuk perwakilan partai di tingkat
eksekutif maupun legislatif.
Untuk pengkaderan, pendidikan serta pelatihan para anggota partai di
akomodasi oleh ketua divisi (Kadiv) yang tugasnya menyelenggarakan kaderisasi
kepemimpinan. Kegiatan ini meliputi seleksi calon peserta yang memenuhi kriteria
prestasi, masa kerja, talenta, loyalitas kepada partai, rekam jejak, disiplin serta
integritas pribadi lainnya. Sebagai bentuk pengkaderan dan penanaman pendidikan
politik, sering para kader Demokrat diikutsertakan dalam seminar, workshop seputar
politik, pemilu, pilkada dan lainnya yang dapat menambah wawasan pengetahuan
para kader partai. Secara berjenjang kader Partai Demokrat Bali terbagi menjadi 4
bagian yaitu: 1). Calon kader seperti partisipan yang belum mengikuti pengkaderan,
2). Kader muda, 3) Kader madya setingkat DPD dan 4).Kader utama kader yang
banyak mengikuti pelatihan di tingkat DPP partai ( Materi pemagangan mahasiswa
Ilmu Politik FISIP UNUD di DPD Partai Demokrat Bali tanggal 22-23/05/2015).
Partai Demokrat juga mengadakan buku prestasi yang wajib diisi, terutama
bagi anggota atau kader partai yang ingin maju sebagai pengurus atau perwakilan di
tingkat eksekutif maupun legislatif. Dalam buku prestasi ini dituliskan kegiatan apa
saja yang telah dilaksanakan seorang kader. Setiap kegiatan memiliki kriteria atau
nilai yang akan menentukan apakah kader tersebut layak atau tidak menjadi pengurus
atau perwakilan partai. Dalam hal pemberian rewards dan punishment, menurut ketua
OKK Partai Demokrat DPD Bali( I ketut Ridet:2015) Partai Demokrat memberikan
rewards berupa penempatan pos-pos strategis bagi kader yang berprestasi, serta
reposisi dan pemberhentian keanggotaan bagi anggota yang bermasalah. Meskipun
tidak ada masalah apakah seorang pengurus itu adalah kader lama atau anggota baru
yang bergabung dengan partai, namun jika mereka tidak aktif maka mereka akan
direposisi dalam kepengurusan Partai Demokrat. Pemberhentian anggota dilakukan
sebagai salah satu sanksi berat bagi anggota yang terbukti melanggar aturan partai.
Sebagai contohnya adalah jika anggota melakukan komitmen dengan partai lain.
Selama menjadi anggota dewan pimpinan partai, memang tidak dimungkinkan pindah
ke partai lain. Namun, bisa saja ternyata ia melakukan komitmen dengan pimpinan
partai lain meskipun tidak menjadi anggota partai lain tersebut. Untuk itu, ada
mekanisme melalui Badan Pemeriksa Partai melakukan pemeriksaan awal dan
pengecekan terhadap pimpinan partai lain untuk menemukan atau mengklarifikasi alat
bukti. Jika telah terbukti anggota Partai Demokrat melakukan pelanggaran komitmen
tersebut, maka jelas akan diberi sanksi. Sanksi juga akan diberikan kepada anggota
yang terkena kasus, dan telah terbukti melakukan tindak pidana. Selain itu, sanksi
dijatuhkan bagi anggota yang terbukti melakukan tindakan asusila, di antaranya
melakukan perselingkuhan atau melakukan pelecehan seksual. Dengan demikian,
partai tidak hanya menjatuhkan sanksi kepada pengurus dan anggota yang terbukti
melakukan pelanggaran undang-undang, tetapi juga kepada mereka yang melakukan
pelanggaran administratif maupun etika sebagaimana diatur dalam AD/ART partai.
Proses rekruitmen dan pengkaderan yang dilakukan Partai Demokrat dinilai
belum mengedepankan nilai-akuntabilitas keanggotaan dan pengkaderan, sebab
proses rekrutmen yang lebih dipentingkan adalah pragmatisme politik dalam
perolehan massa sebanyak-banyaknya. Untuk aspek kaderisasi anggota, Partai
Demokrat tidak secara gamblang menjelaskan bagaimana rangkaian kaderisasi
anggota itu diperoleh secara prasyarat dan terbuka. Ini membuktikan bahwa Partai
Demokrat dari sisi rekruitmen dan pengkadaran dianggap belum akuntabel. Akan
tetapi kehebatan Partai Demokrat telah memiliki buku putih dan hitam dari penilaian
kader yang dapat digunakan untuk pemberian reward dan punishment kader.
2. Pola Rekrutmen, Sistem Pengkaderan Partai Golkar
Golkar merupakan partai terbuka bagi segenap golongan dan lapisan
masyarakat tanpa membedakan latar belakang agama, suku, bahasa dan status sosial
ekonomi. Keterbukaan Golkar diwujudkan dalam penerimaan anggota maupun dalam
rekrutmen kader untuk kepengurusan dan penempatan pada posisi politik tertentu.
Dalam hal ini Partai Golkar mencoba memberikan perhatian terhadap pola rekrutmen
kader dan kepengurusan termasuk penempatan pada posisi politik. Partai Golkar juga
menetapkan
kebijakan
pengkaderan sebagai
pedoman dalam
melaksanakan
pengembangan SDM partai dan masyarakat sebagai bagian dari strategi pencapaian
program Partai Golkar. Adapun pengkaderan Partai Golkar ini pada dasarnya
berlandaskan landasan idiil (Pancasila), landasan konstitusional (UUD 1945 dan
perubahannya) dan landasaan organisatoris (AD/ART seperti dalam program Umum,
dan Platform Perjuangan Partai Golkar). Dalam kebijakan ini dimaksudkan bahwa
pengertian kader dalam Partai Golkar sebagai tenaga inti, penggerak, pemikir,
pembawa gagasan, dan pelaksana tugas organisasi yang dipersiapkan menjadi
pimpinan di seluruh jenjang pimpinan partai dan kemasyarakatan. Dalam Anggaran
Dasar Partai Golkar (Bab IV pasal 9 ayat 3) dengan jelas disebutkan bahwa Partai
Golkar berfungsi untuk menyerap, menampung, menyalurkan dan memperjuangkan
aspirasi rakyat serta meningkatkan kesadaran politik rakyat dan menyiapkan kaderkader dengan memperhatikan kesetaraan gender dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dari hal ini dapat kita tarik kesimpulan
bahwa Partai Golkar memasukkan pendidikan politik sebagai salah satu fungsi
berdirinya Partai Golkar.
Di dalam AD/ART dinyatakan bahwa yang disebut sebagai kader partai adalah
anggota yang telah mengikuti pendidikan dan latihan kader dan disaring atas dasar
kriteria yang telah ditentukan seperti mental-ideologi, visi misi dan flatform partai
(ART bab IV pasal 5 ayat 1). Pada bagian ini Partai Golkar menunjukkan
komitmennya yang kuat untuk melakukan seleksi terhadap calon anggota dan
kadernya
sebagai
langkah
awal
dalam
proses
kaderisasi.
Dalam
target
pengkaderannya, Partai Golkar membagi dua macam target pengkaderannya yakni
tersedianya kelompok kader partai yang handal, baik dalam jenis maupun jumlah
tertentu. Untuk memenuhi target ini organisasi kelembagaan membutuhkan dukungan
dari organisasi kemasyarakatan dan organisasi kenegaraan dalam rangka percepatan
pelaksanaan dan pencapaian visi, misi dan platform perjuangan Partai Golkar yang
secara kuantitatif ditetapkan sebanyak dua juta lima ratus ribu kader yang meliputi;
kader umum (struktural dan fungsional) dan kader khusus. Target kedua adalah
kelompok profesi masyarakat sebanyak satu juta orang, yang meliputi bentuk
pelatihan antara lain; pelatihan pertanian, pelatihan perikanan atau rumput laut,
pelatihan perkebunan, pelatihan peternakan, pelatihan kerajinan, pelatihan keteknikan,
dan pelatihan tenaga kerja. Adapun proses pengkaderan Partai Golkar dibagi menjadi
2 macam yakni sumber kader dan jenis kader. Sumber kader adalah anggota Partai
Golkar yang berada pada berbagai institusi atau organisasi kemasyarakatan, profesi,
serta dalam berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Sedangkan
jenis kader Partai Golkar adalah menyelenggarakan kader organisasi yaitu
pengkaderan umum, yaitu jenis pengkaderan yang bersifat struktural maupun
fungsional yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan teknis, profesi, atau
keterampilan bagi kader yang akan atau sedang melaksanakan tugas-tugas khusus
yang ditetapkan oleh partai.
Sementara itu pengkaderan teritorial desa atau kelurahan adalah pengkaderan
yang bersifat singkat bagi anggota dan calon anggota untuk memperluas dan
memperkuat basis massa. Sedangkan pelatihan kelompok profesi masyarakat dalam
Partai Golkar, selain melaksanakan pengkaderan organisasi, Partai Golkar juga
melaksanakan program khusus bagi masyarakat melalui pelatihan kelompok profesi
masyarakat, berupa kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh partai untuk
meningkatkan ketrampilan tertentu yang ditujukkan pada kelompok masyarakat yang
bergerak dalam profesi tertentu. Adapun tempat atau pusat pendataan kader dilakukan
secara bertingkat, yaitu, tingkat Kabupaten/Kota adalah pendataan bagi semua kader
yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota, tingkat Provinsi adalah pendataan bagi
semua kader yang berada dalam Provinsi wilayah bersangkutan, dan tingkat nasional
adalah pendataan bagi semua kader yang mengikuti pengkaderan secara nasional.
Seseorang yang telah berpredikat sebagai kader partai sesuai dengan tingkat
pengkaderan yang ditempuh, harus selalu dimonitor oleh partai, baik dalam rangka
pengembangan lebih lanjut, baik di bidang pemerintahan, legislatif, yudikatif, maupun
swasta, sehingga dapat dengan mudah diidentifkasi secara baik dan cepat. Di samping
itu, dengan adanya monitoring kader, partai dapat membina kadernya dengan baik
berdasarkan evaluasi kinerja masing-masing kader yang telah terjun di tengah-tengah
masyarakat. Kegiatan monitoring kader dilakukan secara berkala dan dilaporkan
kepada pimpinan organisasi. Hasil monitoring kader, merupakan salah satu faktor
bagi penugasan kader. Adapun dimensi kegiatan monitoring terhadap kader,
mencakup prestasi kader, disiplin kader, dedikasi dan loyalitas.
Dalam upaya mencetak kader muda, Partai Golkar melakukan pembentukkan
organisasi sayap partai. Organisasi sayap yang dibentuk oleh Golkar, berdasarkan
AD/ART diantarannya: Kesatuan Perempuan Partai Golongan Karya (KPPG),
Angkatan Muda Partai Golongan Karya (AMPG) dan organisasi sayap lain yang
dibentuk berdasarkan kebutuhan dan kepentingan partai. Pembentukkan organisasi
sayap ini dijadikan sebagai sarana rekrutmen kader Partai Golkar yang siap pakai.
Rekrutmen kader dilakukan oleh Partai Golkar dengan menjalin kerjasama dengan
organisasi kemasyarakatan yang mempunyai ikatan sejarah sebagai organisasi pendiri
partai ini,
juga lembaga-lembaga yang menyalurkan aspirasinya kepada Partai
Golkar.
Dalam AD/ART tidak ada kriteria khusus untuk seleksi para calon legislatif
dan eksekutif. Calon anggota legislatif dari Partai Golkar merupakan kader partai
yang sudah melewati dan mengikuti proses pengkaderan, baik di tingkat daerah
maupun pusat. Di Partai Golkar mekanisme pencalonan legislatif diprioritaskan untuk
kader yang memiliki pemikiran cerdas dan mempunyai wawasan kebangsaan sangat
luas serta mempunyai jiwa nasionalis dan menjunjung tinggi azas dari partai yaitu
Pancasila, tanpa adanya diskriminasi agama, suku dan ras. Yang cukup menjadi
pertimbangan adalah bahwa anggota atau kader Partai Golkar harus dikenal di tingkat
daerah maupun di tingkat pusat, anggota atau kader Partai Golkar harus mengakar
pada konstituennya. Artinya bahwa kader Partai Golkar harus bisa diterima oleh
konstituennya di daerah pemilihan masing-masing dan berjuang bersama-sama
dengan konstituennya untuk memajukkan daerah pemilihannya.
Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Golkar sebagai partai yang memiliki
pengalaman cukup lama dalam dunia kepartaian bahkan sebelum menjadi partai,
Golkar telah mempunyai manajemen rekruitmen keanggotaan sendiri meskipun
disebut dengan istilah “ajakan” atau “paksaan”. Namun sejak dideklarasikan menjadi
partai Golkar tahun 1983 yang diketuai oleh Sudharmono, Partai Golkar telah
merubah sistem partainya dengan sebutan partai kader (Red: keterangan ulang dari
point: 4.1) yang lebih mengedepankan kaderisasi yang terencana dan berjenjang
dalam organisasinya. Dalam penguatan kelembagaan Partai Golkar telah memiliki
sendiri lembaga pengelolaan kaderisasi (PO, Juklak, dan Keputusan Partai Golkar
2009-2015) yang bertugas untuk:1). Menyusun sistem kaderisasi partai, 2).
Merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan kaderisasi partai,3).
Menyusun database kader partai,4). Menyusun promosi kader partai dan 5).
Melaporkan pelaksanaan tugas lembaga kepada Dewan Pimpinan Partai Golongan
Karya.
Perekrutan keanggotaan dilakukan secara ketat agar seseorang harus
berpartisipasi terlebih dahulu pada organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan
Partai Golkar seperti Barisan Muda Golkar, dan lain sebagainya yang menghantarkan
si anggota bisa menjadi kader bahkan pengurus Partai Golkar nantinya, misalnya di
tingkat Propinsi apabila telah memiliki loyalitas, pengalaman keorganisasian partai.
(wawancara dengan mantan Sekjend DPD Golkar Bali: Dewa Ayu Sri Wigunawati).
Di samping itu, Partai Golkar juga lebih tertarik merekrut anggota yang memiliki
kualifikasi pendidikan yang tinggi, pengalaman dan juga skill yang memadai. Aspekaspek seperti ini akan lebih mudah untuk proses pematangan kaderisasi anggota
dalam menyiapkan legislator-legislator handal dari partainya. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa Partai Golkar telah memperhatikan sisi nilai akuntabilitas dalam soal
perekrutan maupun sistem kaderisasinya.
Pada saat studi ini dilakukan, partai yang berlambang pohon beringin tersebut
sedang mengalami konflik internal terkait legalisasi kepengurusan partai antara kubu
Munas Bali pimpinan Aburizal Bakri dan kubu Munas Jakarta pmpinan Agung
Laksono yang oleh Kementerian Hukum dan HAM telah melegalkan kubu Munas
Jakarta sebagai Partai Golkar yang syah. Dalam analisis lebih jauh, jika konflik
internal partai tersebut berlarut-larut tanpa bisa diselesaikan, maka kelembagaan dan
kaderisasi Partai Golkar akan mengalami kehancuran atau bubarnya partai. Jalan
“islah” atau konsolidasi partai adalah cara paling tepat untuk menyelesaikan konflik
internal tersebut, tinggal bagaimana masing-masing kubu partai memanfaatkan
kesempatan tersebut dengan baik. Dengan konsolidasi internal partai diharapkan dapat
membangun komunikasi serta menata ulang mekanisme kepartaian yang sangat carut
marut akibat konflik berkepanjangan.
Perdebatan persoalan siapa kubu munas Golkar yang sepantasnya menang,
haruslah mengacu pada regulasi di dalam partai itu sendiri (AD/ RT) yang merupakan
kitab suci atau panduan pelaksanaan roda organisasi partai. Musyawarah Nasional
(munas) yang benar dalam regulasi AD/RT adalah dilaksanakan dan diikuti oleh
pengurus inti partai, jadi apabila melihat mana munas yang benar, maka dalam hal ini
menurut penulis adalah Munas Bali, sebab dilaksanakan sesuai dengan konsep dan
aturan AD/RT. Sedangkan munas Jakarta adalah kader-kader Partai Golkar yang yang
menyatakan diri sebagai koalisi penyelamat partai yang sebagian besar bukan
pengurus inti DPP partai sehingga secara logika munas Jakarta dianggap menyalahi
aturan partai.
Keyataan siapa kubu yang menang juga telah didukung oleh putusan (PTUN)
Pengadilan Tata Usaha Negara, Bali Pos (18/5/2015) lalu yang mengabulkan sebagian
gugatan Golkar kubu Abu Rizal bakri (Ical) terhadap SK Menkum HAM tentang
pengesahan kepengurusan Golkar Kubu Agung Laksono yang dinilai sebagai
keputusan yang benar secara regulatif. Untuk meredam konflik berkelanjutan di
Golkar sepatutnya salah satu kubu munas harus legowo, utamanya dengan menerima
putusan PTUN tersebut, agar kehidupan partai Golkar berjalan dengan damai sentosa
dan khususnya dalam rangka menyiapkan pertarungan politik pilkada serentak
Desember 2015 yang akan datang. Namun rupanya hingga tulisan ini disajikan,islah
Golkar belum menemukan titik terang. Persamaan pandangan ideologi antara kedua
kubu tersebut dalam membangun partai dirasa belum kuat dan sehat, yang
dikedepankan masih pada kepentingan politik masing-masing kedua kubu yang
berseteru tersebut. Namun demikian di Bulan Agustus 2015 kubu Abu Rizal bakri
yang akhirnya memenangkan konflik internal partai pohon beringin tersebut.
3. Proses Rekrutmen, Sistem Pengkaderan Partai PDIP
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memiliki model rekruitmen
dan kaderisasi berbeda dengan Partai Golkar ataupun Demokrat. Dari hasil penelitian
Gylang Virgo Panantang (2009) di Wilayah jawa Timur, menjelaskan bahwa model
rekrutmen yang diterapkan oleh PDIP terdiri dari dua cara pertama, membuka
keinginan individu untuk bergabung menjadi anggota partai, dan kedua, PDIP proaktif
turun ke masyarakat mencari orang yang mempunyai potensi tinggi di bidang
akademis maupun tokoh masyarakat yang berpengaruh besar di wilayahnya. Para
calon anggota yang sudah terpilih dari dua strategi di atas, akan masuk proses
rekrutmen selanjutnya yaitu pendaftaran dan harus memenuhi kriteria untuk bisa
menjadi anggota partai. Sedangkan model kaderisasi yang dikembangkan PDIP
dilakukan dengan dua model yaitu model kaderisasi kelas dan model kaderisasi
gerakan. Model kaderisasi kelas merupakan model kaderisasi berjenjang berupa
pemberian materi dalam bentuk pelatihan pendidikan politik kepada anggota PDIP di
setiap kabupaten dan kota mulai dari tingkat DPC yang disebut dengan kaderisasi
tingkat pratama, dan di tingkat propinsi DPD dilakukan dengan kaderisasi tingkat
madya sedangkan pada tingkat paling atas dilakukan kaderisasi tingkat utama yang
dilakukan oleh DPP pada tingkat nasional. Sedangkan kaderisasi dengan sistem
gerakan yaitu kaderisasi yang lebih berfokus pada kinerja kader di lapangan dalam
menjalankan program partai.
Model kaderisasi gerakan dibedakan menjadi tiga, pertama kemampuan kader
dalam memperjuangkan dan mementingkan aspirasi rakyat, pembentukan organisasi
sayap dan pembentukan jaringan. Dalam istilah lain pola kaderisasi yang
dikembangkan oleh PDIP adalah model sistem stelsel aktif yaitu suatu sistem yang
menerapkan bahwa setiap orang yang ingin menjadi kader partai harus aktif. Namun
demikian PDIP memiliiki kendala dalam rekruitmen anggota baru yang terletak pada
kemampuan komunikasi para kader dalam proses mempengaruhi para calon anggota
baru yang menjadi incaran partai. PDIP mendahulukan tindakan nyata dalam proses
pendekatan kepada masyarakat dengan membuat kegiatan kemasyarakatan untuk
menarik minat masyarakat ikut serta dalam sebuah kegiatan partai. (www.karya
ilmiah.um.ac.id/index.php/PPKN/articel/view/32477).
Hal
ini
terindikasi
dari
dominansi kader senioritas yang lebih diutamakan oleh PDIP. (red: survey kemitraan
2009).
Sebagai upaya meningkatkan kualitas kaderisasi anggota partai, dalam waktu
yang akan datang, PDIP telah menyiapkan rancangan sistem kaderisasi dengan pola
pengadaan sekolah bagi calon kepala daerah yang akan maju dalam pemilihan kepala
daerah (pelaksanaan Mei 2015). Sekolah ini menjadi pintu dan kendaraan politik
dalam menyiapkan kader-kader PDIP berkualitas yang mampu bekerja sesuai dengan
ideologi partai, memberikan pemahaman kader terhadap apa yang dibutuhkan rakyat
yang didasarkan pada pengutamaan kepentingan daerahnya masing-masing. Sekolah
ini diwajibkan kepada semua calon kepala daerah yang akan maju lewat PDIP dengan
masa pendidikan sekitar dua bulan dengan susunan materi yang diambil dari ideologi
partai, kepemimpinan, manajemen pemerintahan dan komunikasi politik (Kompas,
11-3-2015).
PDIP sebagai partai yang merepresentasikan diri sebagai partai ‘wong cilik’
memang sudah banyak dibuktikan dengan memperioritaskan perekrutan dari golongan
kelas bawah, namun tidak memperhitungkan backround anggota sebagai basic
kaderisasi partai di awal perekrutan, sehingga masih dianggap memiliki kelemahan
dalam proses kaderisasinya. Partai hanya terkesan peduli pada rakyat kecil tanpa
dibarengi dengan taburan kaderisasi sebagai nilai-nilai akuntabilitas dalam proses
rekruitmen ataupun pengkaderannya.
Hal ini dapat dilihat dari contoh di bawah ini. Dalam mempersiapkan pilkada
serentak di Bali Desember 2015 yang akan datang,
PDIP sudah jauh hari membuka
penjaringan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebanyak banyaknya yang
berasal bukan dari kader partai (non kader) (Balipos 22 Mei 2015). Meskipun
penjaringan calon kepala daerah tersebut diikuti dengan Fit and Proper Test, ini
menunjukkan bahwa PDIP tidak memiliki konsistensi mengawal kader partai yang
berkualitas untuk dipromosikan menjadi calon kepala daerah yang pintar cerdas
integritas dan kredibel.
4. Pola Rekruitmen, Sistem Pengkaderan Partai Gerindra
Partai Gerindra dianggap sebagai partai besar setelah memperoleh suara
terbanyak ketiga setelah PDIP dan Golkar pada pemilu 2014 lalu. Strategi Partai
Gerindra untuk menjadi partai cacth all telah berhasil dengan pengambilan suara dari
semua golongan baik mayoritas maupun minoritas di Indonesia. Dalam perekrutan
keanggotan dan pembentukan kader, Partai Gerindra membuka kesempatan seluasnya
kepada semua kalangan untuk ikut serta berpartisipasi baik sebagai anggota Partai
Gerindra maupun langsung dicalonkan sebagai legislator. Sebagai partai yang beranjak
naik popularitasnya, Gerindra belum memiliki program pembangunan partai yang
terencana dan terstruktur yang melibatkan partisipasi masyarakat untuk mensukseskan
program pemerintah pusat. Hal ini belum dipersiapkan secara seksama karena beberapa
faktor antara lain Gerindra masih terpuruk dan belum bangkit dari kekalahan pilpres
2014, sehingga dibutuhkan kematangan dalam menjalankan roda organisasi partai dan
membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Di samping itu partai Gerindra masih
difokuskan pada pembayaran utang piutang pada pesta demokrasi pileg dan pilpres
tahun 2014 yang lalu.
Sebagai partai yang mengusung gerakan, Gerindra menunjukkan keaktifannya
untuk berkontribusi memberikan bantuan sosial baik pada peristiwa bencana alam
maupun bencana lain yang memerlukan uluran tangan semua pihak, dengan sayap
bernama Kesira (Kesehatan Indonesia Raya). Organisasi tersebut bergerak di bidang
sosial khususnya kesehatan. Salah satu program Kesira adalah membagikan ambulance
secara gratis kepada masyarakat yang membutuhkan. Program ambulance
telah
terditribusi hampir di seluruh DPC atau PAC seluruh Indonesia.
Dalam membuka keterlibatan masyarakat untuk ikut serta membangun partai
agaknya partai Gerindra lebih selektif sebab tidak semua masyarakat dapat menjadi
bagian anggota bahkan kader partai, sebelum berkontribusi terlebih dahulu di partai.
Menurut pengurus Partai Gerindra sekaligus anggota legislatif Propinsi Bali (I Gusti
Alit Suryawan), sebab persoalan partai hanya dapat dipahami apabila sudah menjadi
anggota aktif dan partisipatif. Sehingga presepsi masyarakat di luar hanya mengetahui
kulitnya partai, dan belum berhak terlibat bahkan memasuki lebih jauh persoalan
internal partai Gerindra. Namun demikian Partai Gerindra tetap membuka diri
masyarakat mengajukan kritik saran atau masukan yang terkait kinerja partai ataupun
legislator dari Partai Gerindra yang menyelewengkan tugas pokoknya. Pengajuan
tersebut akan diproses dan ditindaklanjuti dalam internal partai dan hasilnya akan
diumumkan kepada media massa. Cara ini sudah menjadi kewajiban dan prinsip
Gerindra sebaga partai yang pro rakyat. Dalam keputusan yang berdampak kepada
publik, Partai Gerindra memberikan ruang bahkan mengundang masyarakat secara
terbuka untuk hadir dan memberikan aspirasi masukan kepada partai dan biasanya
partai Gerindra memberikan kewenangan kepada legislator atau kepala daerah (wakil
dari Gerindra) di masing-masing kabupaten kota dan propinsi di seluruh wilayah
Indonesia.
Dalam penanganan persoalan konflik Partai Gerindra belum secara aktif membuka
ruang publik untuk berdialog serta diskusi langsung dengan masyaraka, tetapi hanya
sebatas penyediaan
media social kepada masyarakat yang ingin berinteraksi dengan
pejabat publik dari Partai Gerindra tidak termasuk penangan konflik partai. Sebab konflik
partai akan diselesaikan secara internal, bila partai tidak mampu maka akan dilimpahkan
kepada pemerintah daerah/pusat. Untuk mengakomodasi aspirasi publik Partai Gerindra
telah menyediakan askes website dan social media di setiap kantor DPP, sehingga apabila
masyarakat ingin menyalurkan aspirasi, bisa langsung mendatangi kantor partai atau
melalui web social media yang telah disediakan.
Sebagai partai yang memiliki kewajiban mengartikulasikan aspirasi dan
kepentingan masyarakat, Gerindra memiliki tahapan tersendiri yakni aspirasi tersebut
akan diakomodasi melalui anggota dewan yang biasanya dilakukan melalui monitoring
kegiatan kunjungan dan pengabdian ke daerah pilihannya (dapil). Kegiatan ini dilakukan
secara rutin dan sistematis perminggu atau perbulan dengan harapan aspirasi masyarakat
benar-benar menjadi pertimbangan untuk pembuatan kebijakan baik di parlemen daerah
atau pusat, kemudian dilanjutkan menjadi SOP tersendiri bagi kader Gerindra yang duduk
sebagai pejabat publik. Sehingga Gerindra sebagai partai yang pro rakyat dapat
tereksekusi dengan baik.
Secara kelembagaan, Gerindra tidak berafiliasi dengan LSM ataupun yang
lainnya, namun secara personal para kader Partai Gerindra berasal dari berbagai instansi
baik dari LSM maupun organisasi kemasyarakatan yang secara sadar ingin beragabung
sebagai kader Gerindra. Oleh karenanya diharapkan Partai Gerindra dekat dengan
siapapun dan profesi apapun namun bukan secara kelembagaan, melainkan secara
personal. Dalam proses kerja di legislatif, Partai Gerindra menerapkan sistem
musyawarah, dimana setiap aspirasi atau masalah akan dimusyawarahkan di partai
terdahulu sebelum di rumuskan dalam rapat di dewan sehingga platform partai sangat
lekat dan setiap kebijakan tidak boleh menyimpang dari prinsip partai. Prinsip Partai
Gerindra adalah pro dengan rakyat kecil. Contohnya pada perumusan kebijakan di
legislatif seperti perumusan aset negara yang baru baru ini ramai di bicarakan di dewan,
publik dapat mengaksesnya melalui website partai yang selalu update, juga melalui akun
jejaring sosial. Hal ini merupakan wujud social responsisbility Gerindra sebagai
organisasi publik yang memperjuangkan aspirasi rakyat sebagai sarana mengagregasi
kepentingan masyarakat Indonesia. Hal ini pula sebagai jalan untuk menanggapi berbagai
kritik saran dari masayarakat. Kebanyakan masyarakat yang bergabung dengan Partai
Gerindra adalah orang yang simpati dengan public figure Letnan Jendral Purnawirawan
Prabowo Subianto sebagai sosok yang tegas dan lugas dalam menyampaikan pendapat.
Pencitraan inilah yang mampu mengangkat suara Geindra lebih tinggi dengan partai yang
seusianya seperti Demokrat.
Dalam proses rekruitmen di Partai Gerindra, masyarakat harus mendaftar dahulu
lewat DPC dan PAC setempat serta mengikuti sesi wawancara. Persyaratan menjadi
anggota antara lain; KTP, mengisi form pendaftaran, mengisi surat pernyataan kesediaan
menjadi anggota. Setelah pemenuhan administrasi selesai, kemudian akan diikutsertakan
pelatihan bertahap dan berjenjang dari PAC, DPC, MADYA, DPD. Setelah itu mendapat
gelar kader Gerindra yang sah. Untuk masyarakat yang ingin menjadi kader tidak melihat
kriteria tertentu, siapapun dapat berpartisipasi dan membesarkan nama Partai Gerindra
maka secara langsung menjadi kader. Namun hanya sebatas anggota belum pengurus,
selanjutnya anggota tersebut akan memperoleh KTA dari partai. Setiap kader memiliki
peran pokok yang sama dnegan anggota lain yakni membesarkan partai dan mendukung
setiap program dari partai yakni dalam hal ini terdapat 6 program aksi pro rakyat (lihat di
AD/ART partai).
Dalam menunjang identitas dan pokok peraturan partai, kader diperbolehkan
memakai identitas seperti pakaian warna putih dan mascot partai yakni burung Garuda
sebagai refresentasi anggota dan kader Partai Gerindra. Partai Gerindra sangat
menjunjung senioritas karena menurutnya jasa senior lebih berpengalaman loyalitasnya
kepada partai. Bentuk penghargaan ini adalah dengan diberikannya jabatan penting baik
di kepengurusan partai ataupun diajukan menjadi legislator atau kepala daerah lainnya,
selain itu kader junior yang berkualitas dan berprestasi akan dipromosikan untuk menaiki
jabatan penting yang bahkan bisa mengalahkan para kader senior.
Pengkaderan dan sistemnya bagi Partai Gerindra merupakan hal penting yang
perlu diperhatikan demi membesarkan nama partai. Sebab semakin bagus kaderisasi partai
maka semakin besar partai tersebut demikian sebaliknya. Partai Gerindra telah melakukan
kaderiasasi secara berjenjang dan bertingkat mulai dari tahap keanggotaan, kader hingga
menjadi anggota dewan dan menjadi pengurus harian. Pengkaderan ini tidak hanya modal
materi semata tetapi juga sebagai modal pengetahuan politik dan pengembagan karier.
Para kader Gerindra yang menjadi legislatif diberikan pelatihan bela negara bersama TNI
sehingga jiwa karsa dan mentalnya terlatih dan bisa kuat serta solid dalam membangun
dan mengembangkan organisasi partai. Sedangkan untuk pengasawan kader di legislatif
Gerindra lebih mengandalkan sisi kemanusiawian, kebersamaan dan kepeduliaan antara
senioritas terhadap junioritas supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan
kata lain pengawasan tidak menjadi bagian penting bagi Partai Gerindra. Namun apabila
kader Gerindra terjerat kasus hukum maka tidak langsung dipecat tetapi akan dievaluasi
kasusnya apakah merugikan sekali terhadap negara dan partai atau masih bisa ditoleransi.
Sehingga bantuan hukum dan pengawalan dari partai akan segera diberikan.
Sedangkan untuk reward, Partai Gerindra akan memberikan penghargaan kepada
kader berprestasi berupa piagam penghargaan serta promosi jabatan atau struktur
kepengurusan. Pada dasarnya setiap anggota legislatif telah mendapatkan dana reses yang
digunakan
untuk
menampung
aspirasi
konstituen
di
masing-masing
wilayah
pemilihannnya. Selanjutnya akan dibawa menjadi bahasan rumusan kebijakan anggota
dewan dalam proses legislasi di parlemen. Masa reses tersebut terprogram setahun tiga
kali. Sehingga banyak hal yang dilakukan oleh anggota dewan. Di tambah lagi untuk
Partai Gerindra telah memiliki rumah aspirasi untuk menampung keluhan dan masukan
dari masyarakat.
Tabel 2. Penilaian Akuntabilitas Pengkaderan Partai Politik
No
1.
Nama
Partai
PDIP
Nilai- nilai
Akuntabilitas
Pengkaderan
Model rekrutmen
anggota
Keterangan
Terbuka, tidak selektif, popularitas
terdepan mengesampingkan kualitas
Peningkatan
Tersedia dgn nama ‘sekolah politisi’
profesionalisme
diselenggarakan oleh DPP juli 2015.
pelatihan I pelatihan i ni untuk calon kada serentak
Desember 2015
Manajemen SDM dan Tersedia aturan main di pengkaderan
Karier
tetapi terkadang tidak terealisasi
Sistem kaderisasi
Berjenjang dgn system stelsel
2.
Golkar
3.
Demokrat
4.
Partai
Gerindra
Rewad dan funishment Sangsi kader dikeluarkan bagi anggota
yangMenc mencoreng nama baik partai,tidak disedia
kan pembelaan hokum. Reward tidak
tersedia
Model
rekrutmen Terbuka, kompetitif, popular
anggota
Peningkatan
Tersedia ex:Kader diberikan pelatihan
profesionalisme
pendidikan politik sejak awal menjadi
anggota an pelatihan lain
Manajemen SDM dan Ditetapkan
dengan
kebijakan
karir
pengkaderan dibagi dalam dua jalur
stukrual dan partisipan
Sistem kaderisasi
Terlaksana melalui pembinaan dari awal
dan berjenjang
Reward dan funishmen Kader harus tau diri bila ‘bersalah’ keluar
dengan sendirinya tanpa ditegur, tidak
ada
pembelaan.sedangkan
reward
diberikan dnegan naik jabatan
Model
rekrutmen Terbuka luas, tidak selektif, menjaring
anggota
massa sebanayaknya, metode polling
untuk caleg
Peningkatan
Tidak tersedia pelatihan peningkatan
profesionalisme
kapasitas kader
Manajemen SDM dan Tidak disediakan;hanya kader mengikuti
karier
seminar, workshop
Sistem kaderisasi
Tidak diperioritaskan, lebih pada figure
yang popular
Reward dan funishmen Tidak diperioritaskan
Model
Rekruitmen
anggota
Peningkatan
Profesionalisme
Manajeman SDM dan
karier
Sistem kaderisasi
Reward
funishmaent
Terbuka, selektif, partisipatif dahulu
untuk menjadi kader
Tidak disediakan
Tidak tersedia, lebih banyak pemulihan
pasca kekalahan pilpres 2014
Berjenjang dan bertahap
dan Promosi jabatan untuk kader prestasi dan
dikeluarkan dari partai bila melanggar
janji
c. Potret Akuntabilitas Keuangan Partai Politik di Bali
Persoalan dana partai seperti pedang bermata dua, di satu sisi parpol merasa
memiliki kepentingan untuk menggenjot kembali keuangan partainya dengan
berharap menaikan bantuan 1000 kali lipatnya (1 T setiap partai). Padahal negara
mengalokasikan bantuan 108 pertahun atau 0.01 dolar Amerika Serikat untuk setiap
satu suara yang didaparkan dari pemilu. Bantuan negara tersebut memiliki
konsekuensi bahwa keuangan harus siap diaudit, dengan demikian sumber-sumber
keuangan parpol, termasuk yang selama ini dianggap tidak jelas asal usulnya dapat
segera dibongkar. Saat ini bantuan keuangan dari APBN untuk setiap parpol dihitung
berdasarkan jumlah suara yang diperoleh setelah pemilu dikalih 108. Dengan
hitungan tersebut, misalnya PDIP sebagai pemenang pemilu 2014, dapat bantuan
2.557.598.868 yang berasal dari 109 kursi atau 23,78 juta suara di DPR. Total bantuan
keuangan untuk 10 parpol yang lolos ke DPR berdasarkan hasil pemilu mencapai 13,2
miliar. Selain itu ada bantuan untuk parpol di daerah yang nilai keseluruhannya
Rp.385,4 miliar (Kompas 6 Agustus 2015).
Untuk mendukung akuntabilitas keuangan partai, pihak dari Kementerian
Dalam Negeri melalui permendagri no 24/2009 dan 26 tahun 2013 mempunyai tugas
dan kewajiban dalam membina dan mengawasi pengelolaan keuangan partai politik
yang bersumber dari dana APBN yang pintu masuknya dipegang oleh Dinas
Kesbangpol propinsi. Keuangan parpol tergantung dari pemerintah daerah kabupaten
kota dan propinsi. Untuk Propinsi Bali terdapat dana 3 (tiga) milyar untuk
pengelolaan partai yang autputnya akan diaudit oleh BPK (Badan Pemeriksa
Keuangan). Mekanisme pemberian bantuan keuangan partai terlebih dahulu diawali
dengan pembuatan proposal oleh masing-masing partai kemudian diajukan kepada
pemerintah daerah (kesbangpol). Jumlah besar kecilnya keuangan berdasarkan jumlah
suara yang didapat pada saat pemilu. Sebelum diberikan bantuan keuangan, partai
politik harus diaudit terlebih dahulu oleh BPK, kemudian ditindaklanjuti oleh
gubernur dengan dintruksikan kepada Dinas kesbangpol divisi II kemudian
dilanjutkan dengan kajian ulang. Proposal yang diajukan parpol harus diverfikasi dan
difasilitasi oleh Kesbangpol diteruskan pada bagian keuangan pemerintah daerah
kemudian dikirim melalui rekening parpol. Demikian pula rekening parpol harus
dibuat khusus tidak boleh dicampur dengan yang urusan lain.
Pemberian keuangan dari dana APBN pada dasarnya memiliki motivasi
(60% ) dana parpol dipergunakan untuk pendidikan politik, sedangkan (40%) untuk
administrasi kantor. Setelah partai diberikan bantuan keuangan, partai politik wajib
membuat laporan dan perhitungan bantuan keuangan pada setiap tahunnya, namun
menurut ketua divisi II Kesbangpol Propinsi Bali (Bpk. Kuta Sumerta), Partai
terkadang ngawur membuat LPJKP (laporan pertanggung jawaban keuangan dan
pembukuan) karena banyak orang partai yang tidak mengetahui bagaimana membuat
laporannya dan juga tenaga keuangan partai tidak banyak berasal dari lulusan
ekonomi atau akuntansi. Namun demikian dari beberapa partai yang sudah mendekati
laporan(LPJKP) yang baik dan mengarah akuntabel adalah partai Golkar, di urutan ke
II PDIP, Demokrat dan yang lainnya.
d.
Akuntabilitas dalam Audit Dana kampanye Partai Pemilu 2014 Propinsi
Bali
Dalam Undang-undang no 8 tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan
DPRD serta PKPU No 17 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye
Peserta Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, bahwa partai peserta pemilu dan
perorangan untuk pemilu anggota DPD diwajibkan melaporkan secara tertulis
sejumlah biaya berupa uang, barang dan jasa yang digunakan peserta pemilu untuk
membiayai kegiatan kampanye pemilu. Besaran jumlah sumbangan dana kampanye
telah dibatasi oleh aturan tersebut di atas, bahwa sumbangan untuk parpol
perseorangan Max. Rp 1.000.000.000 sedangkan kelompok, perusahaan dan badan
usaha non pemerintah Max. Rp 7.500.000.000. untuk sumbangan calon DPD
perseorangan Max. Rp 250.000.000, sedangkan kelompok, perusahaan dan badan
usaha non pemerintah Max. Rp 500.000.000.
Selain batasan maksimum sumbangan dalam aturan tersebut juga dijelaskan
mengenai sangsi bahwa partai politik peserta pemilu dan calon anggota DPD yang
menerima sumbangan melebihi ketentuan pada No.4 dilarang menggunakan kelebihan
dana dan wajib menyerahkan dana tersebut pada kas negara paling lambat 14 hari
setelah masa kampanye berakhir (19 April 2013). Apabila melebihi ketentuan di atas
maka akan dikenakan sangsi dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda
paling banyak Rp.5.000.000.000-. Sedangkan untuk anggota DPD dikenakan denda
500.000.000 dan kurungan penjara Max. 2 tahun. Aturan ini terlihat keras tetapi masih
nomatif, sehingga dapat dimungkinkan partai menyelewengkan aturan tersebut.
Namun tidak bagi KPU Bali yang mempunyai aturan kelembagaan tersendiri bahwa
perolehan suara akan diberikan kepada parpol apabila parpol atau calon anggota DPD
tersebut telah melaporkan audit dana kampanye masing masing. Aturan ini rupanya
cukup jitu, sebab data audit dana kampanye parpol yang dijumpai di KPU cukup
lengkap, tercatat dengan rapih dan terkumpul secara keseluruhan (artinya tidak ada
yang melanggar aturan satupun).
Setelah ditetapkan sebagai peserta pemilu, maka akan tercatat dalam periode I
tanggal 8 Januari 2013, tiga hari setelahnya parpol wajib membuka rekening khusus
dana kampanye yang terpisah dari rekening parpol. Setelah itu parpol harus
menyerahkan LPRKDK (laporan pembukaan rekening khusus dana kampanye) pada
KPU yang intinya menyelusuri ada tidaknya money politik yang dilakukan dalam
pencatatan keuangan dari awal sampai akhir masa kampanye. Sedangkan Periode II
dicatat 3 Maret – 6 April 2014 merupakan tutup buku laporan keuangan sebagai
peserta pemilu. Pada tanggal 27 April 2014 penerimaan laporan audit dari KAP
(Kantor Akuntan Publik) dan 13 Mei 2014 adalah akhir dari pelaporan atau
penyetoran laporan dana kampanye ke KPU Propinsi Bali.
Pada dasarnya untuk mencegah kebocoran dan menjaga akuntabilitas dana
kampanye pemerintah pusat telah menyediakan jasa auditor dari Kantor Akuntan
Publik (KAP) yang terpilih berdasarkan pelelangan dan pemenangan tender dan telah
mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat untuk mengaudit
laporan dana kampanye partai politik di tiap daerah. Satu KAP akan mengaudit satu
parpol peserta pemilu, namun demikian hasil audit dari KAP itu hanya bersifat audit
kepatuhan (patuh atau tidak patuh) dan KAP hanya mencatat opini penting tentang
laporan dana kampanye partai di surat pengantar bagian awal dari LDK yang
kemudian di serahkan kembali ke KPU.
Laporan hasil audit tersebut oleh KPU hanya dicatat secara administratif tanpa
tindaklanjut hasil dari audit tersebut. Sementara itu, KPU tidak mempunyai
kewenangan dalam hasil audit. Padahal dalam rangka menunjung nilai akuntabilitas
sangat diperlukan evaluasi hasil dari audit keuangan parpol, dengan harapan parpol
akan jera bila dikenai sangsi atau punishmen lainnya untuk parpol yang
menyelewengkan hak dan kewajibannya sebagai organisasi public. Bila dicermati
secara seksama sampai saat ini belum ada lembaga pemerintah atau lembaga
independen yang tercatat dalam undang - undang atau regulasi lainnya tentang siapa
yang berhak memberi sangsi organisasi partai dalam penyelewengan dana bantuan
partai. Kondisi ini merupakan kelemahan dari produk hukum Indonesia, dimana
aturan tidak pernah jelas dan bias, Indonesia memang kaya dengan aturan hukum
yang sudah dihasilkan, akan tetapi upaya penegakan dan sangsi hukum sering kali
diabaikan. Ditambah lagi aturan audit keuangan parpol oleh KAP hanya diberlakukan
pada dana pemilihan legislatif dan DPD saja, sedangkan untuk pilpres, pilkada selama
ini luput dari pengauditan.
Tabel 3. Hasil survey respon informasi dan transparansi keuangan partai politik Bali
Kategori
Keterangan
Nama partai
Kooperatif
Membuka diri untuk
proses assessment dan
audiensi
Membuka diri untuk
audiensi
Sama
sekali
tidak
membuka diri untuk
audiensi
dan
assessment.
Dengan
paksaan
Audiensi
dilakukan di luar kantor
Partai
Gerindra
Kurang Kooperatif
Tidak Kooperatif
Demokrat,
PDIP,
Golkar
Grafik 1. Index Transparansi Keuangan Partai Politik
30
25
20
Demokrat
15
PDIP
10
Golkar
Gerindra
5
0
Info wajib
tersedia
info wajib
publikasi
info wajib
lapor
Tabel 3. Penilaian Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Partai Politik di Bali
No
Nama
Partai
Nilai Akuntabilitas Keuangan
Keterangan
1
PDIP
Pelaporan Dana kampanye
Tersedia
dan
dilaporkan
Tidak
semuanya
mengikuti
standar
akuntansi dan tidak
lengkap
Tersedia, tidak rapih
dan berarsip
Komputerisasi
Tersedia dari akuntansi
Tersedia
dan
dilaporkan
Tidak kooperatif dan
tidak lengkap
Pelaporan keuangan standar akuntansi
(posisi keuangan, aktivitas, arus kas,
neraca)
Catatan atas laporan keuangan dan arsip
2
3
4
Golkar
Teknologi pencatatan keuangan
Tenaga keuangan professional
Pelaporan Dana Kampanye
Pelaporan keuangan standar akuntansi
(posisi keuangan, aktivitas,arus kas,
neraca)
Catatan atas laporan keuangan dan arsip
Tersedia, tidak rapih
Teknologi pencatatan keuangan
Komputerisasi
Tenaga keuangan professional
Dari ekonomi bukan
akuntansi
Tersedia
Demokrat Pelaporan Dana Kampanye
dan dilaporkan
Pelaporan keuangan standar akuntansi Belum
berstandar
(posisi keuangan, aktivitas, arus kas, akuntansi,
tidak
neraca)
lengkap
Catatan atas laporan keuangan dan arsip
Tersedia tidak rapih
dan terarsip
Teknologi pencatatan keuangan
Komputerisasi
Tenaga keuangan professional
Tidak tersedia dari
akuntansi
Tersedia
dan
Gerindra Pelaporan dana kampanye
dilaporkan
Pelaporan keuangan standar akuntansi Belum
berstandar
(posisi keuangan, aktivitas,arus kas, akuntansi dan tidak
neraca)
lengkap
Catatan atas laporan keuangan dan arsip
Tersedia tidak rapih
dan terarsip
Teknologi pencatatan keuangan
Komputerisasi
Tenaga keuangan professional
Tersedia
dari
akuntansi
e. Kesimpulan
Di awal banyak orang beranggapan keberadaan partai politik adalah entitas
yang tidak terpisahkan dari sebuah negara. Sebab partai menjadi sandaran dan
kendaraan berpolitik menuju kekuasaan. Partai politik juga diasumsikan akan
memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai organisasi publik dalam
pengelolaan kelembagaan, pengkaderan dan keuangan berdasarkan prinsip
akuntabilitas good governance. Namun tidak demikian yang terjadi, partai politik jauh
dari harapan publik. Kebutuhan sebagai lembaga publik tidak terpenuhi seluruhnya
contohnya partai politik di Propinsi Bali kurang antusias dalam mengembangkan serta
memperkuat kelembagaan. Partai masih disibukkan urusan pragmatisme politik
seperti loby and negosiasi pencalonan kepala daerah. Partai menjadi kebingungan
dalam penyediaan kader pencalonan pilkada. Sebenarnya permaslahan tersebut karena
ketidakseriusan pengelolaan kaderisasi di internal partai sendiri.
Dari hasil survey dan interview penggalian data, partai politik yang dikaji
dalam studi ini (PDIP, Golkar, Demokrat, dan Gerindra) dari segi akuntabilitas
kelembagaan sebagian besar telah memenuhi komponen penilaian, namun tidak
lengkap dan tidak terpenuhi sehingga nilai akuntabilitas menjadi berkurang. Dalam
penilaian akuntabilitas rekrutmen dan pengkaderan partai politik di wilayah Bali
kriteria penilaian banyak yang tidak terpenuhi sehingga pengkaderan belum
akuntabel. Sedangkan penilaian akuntabilitas keuangan partai politik memiliki varian
transparansi yang berbeda dalam memberikan respon informasi, namun demikian pula
tidak menunjukkan akuntabilitas keuangan secara keseluruhan. Misalnya Banyak
partai politik yang tidak memenuhi pencatatan, pelaporan keuangan secara
komputerisasi dalam standar akuntansi, tidak adanya buku kas tentang posisi
keuangan, laporan aktivitas, neraca dan yang paling krusial adalah pengelolaan
keuangan tidak diserahkan kepada ahli keilmuannya atau bendahara dari lulusan
akuntansi. Dengan kata lain baik kelembagaan, pengkaderan dan keuangan partai
politik dianggap tidak akuntabel.
.
DAFTAR PUSTAKA
Anzar, Dahnil (2011).Akuntabilitas Keuangan Partai Politik di Banten, Proceeding
Simposium nasional Otonomi Daerah: Lab ANE FISIP Untirta. Diakses
dalam portal garuda.org tanggal 4 februari 2015
Duverger, M (2010).The Study of Politics (naskah asli 1972: Dhakidae terj.Sosiologi
Politik)
Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu social
Manheim, J.B and Rich, R.C (1981).Empirical Political Analysis: Research Method
in Political Science. Englewood Cliffs: Prentice-Hall,Inc.
Putra Erawan, Ketut, dkk, (2007). Merajut Good Governance dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Bahan Kuliah di PLOD UGM,
Yogyakarta
Rush, M &Althoff,P (2011). An Introduction to Political Sociology (naskah Asli
1971: Terj. Kartono K. Pengantar Sosiologi Politik). Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Surbakti, R (20000. Kita Belum Punya Masyarakat Politik , dalam TonoS (ed.)’ Kita
Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno- Hatta”. Jakarta: PT Visi gagas
Komunikasi
World Bank, 1996, The word Bank Participation Source Book, ESD word Bank
Sumber lain
Kristiadi, Josef (2011) dalam www. Kompas.com
Kompas, Pembiayaan Partai Politik;dana Parpol dan Keterbukaan Partai. 6 Agustus
2015 hal 5.
Loog Books ; Kegiatan dan Aktivitas Penelitian Unggulan Program Studi
No
Tanggal
Kegiatan, Lokasi, Hasil
1.
Januari-Februari
2015
Pembuatan draf proposal penelitian; screning
topik penelitian dan testing indicator, lokasi:
Denpasar
Wawancara dengan staf ahli DPRD, KPU dan
Anggota Dewan untuk cek and ricek terhadap
judul penelitian, dan menentukan substansi
permaslahan masalah. Lokasi; Denpasar dan
sekitarnya
Final proposal dan pengumpulan proposal,
Lokasi: Bukit Jimbaran
Presentasi proposal ; Seleksi tahap II. Lokasi:
Gedung rektorat UNUD
Rapat Penyusunan survey dan Interview
Guide.Lokasi: kampus Fisip Sudirman
2.
17 Februari 2015
3.
16 Mei 2015
4.
20 Mei 2015
5.
25 Mei
Rapat pengarahan mahasiswa ke lapangan.
Lokasi: ruang prodi Ilmu Politik
6.
1-30 Juni
Pengambilan data ke lapangan.Lokasi:
Denpasar dan sekitarnya
7.
15 Juni 2015
8.
17 Juni
Wawancara ke KPU Propinsi. Lokasi:Renon
Denpasar
Wawancara ke bawaslu. Lokasi: Renon
Denpasar
Rapat entry data penelitian. Lokasi: FISIP
Sudirman
9.
27 Juli
10.
9-27 Juli 2015
11.
21 Agustus 2015
Wawancara ke Kesbangpol.Lokasi: Renon
Denpasar
Wawancara ke KAP Budiarta. Lokasi: Jl.
Gunung Agung Denpasar
Olah data survey dan wawancara. Lokasi: Fisip
UNUD
Rapat evaluasi dan scoring kekurangan data
Keterangan/
Penanggung
jawab
Bandiyah
Bandiyah dan
Nazrina Zuryani
Bandiyah
Bandiyah
Tim Peneliti
(Bandiyah,
Nazrina,Andreas
dan Tedi)
Bandiyah,
Nazrina, Andreas,
Tedi dan surveyor
Bandiyah,
nazrina, Andreas
dan Tedi serta
mahasiswa
surveyor 15 orang
dengan masingmasing
koordinator partai
politik masingmasing
Bandiyah,
Nazrina, Tedi
Bandiyah dan
Nazrina
Bandiyah,
Nazrina, Andreas
, Tedi
Bandiyah
Bandiyah , Tedi
Bandiyah dan
mahasiwa
Bandiyah dan
mahasiswa
surveyor
12
28 Agustus 2015
Rapat membuat desain baru mata kuliah
sebagai output penelitian HUPS. Lokasi: FISIP
Sudirman
Bandiyah,
Nazrina, Tedi dan
Andreas
13.
22 agustusSeptember 2015
Pengambilan data lanjutan. Lokasi: Denpasar
dan sekitarnya
14.
3-10 September
15.
8 September
16.
September -30
Oktober
22 Oktober 2015
Pengolahan dan analisa data dr informan
dengan teknik analisa data qualitative. Lokasi
Fisip UNUD
Mengumpulkan laporan dan presentasi
kemajuan penelitian HUPS . Lokasi: LPPM
UNUD Bukit Jimbaran
Proses penyempurnaan laporan penelitian
Bandiyah dan
surveyor
(mahasiwa)
Bandiyah,
Nazrina, Tedi,
Andreas
Bandiyah
17
18
28-29 Oktober
2015
Rapat Finalisasi Hasil Penelitian
Mengkuti SENASTEK hasil penelitian dan
presentasi poster di Hotel Patra jasa Tuban
Badung
Bandiyah
Tim peneliti dan
Surveyor
mahasiswa
Bandiyah
Download