PERSEPSI REMAJA KOTA SEMARANG TERHADAP MUSIK DANGDUT Moh. Muttaqin * Abstrak Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui persepsi remaja kota Semarang terhadap musik dangdut; dan (2) mengetahui perbedaan persepsi di antara remaja kota Semarang, antara yang tinggal di pinggiran dan pusat kota terhadap musik dangdut. Pendekatan yang digunakan adalah deskriptif, dengan populasi penelitian remaja kota Semarang baik yang tinggal di pinggiran kota maupun pusat kota. pengambilan sampel penelitian secara bertingkat (multi stage sampling) dan diperoleh sejumlah 250 orang sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan cara survei menggunakan angket sebagai alat pengumpul data yang selanjutnya data dianalisis dengan Analisis Standar Persentase dan Koefisien Kontingensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) persepsi remaja kota Semarang terhadap musik Dangdut termasuk dalam kategori cukup (55,23%); (2) ada perbedaan tingkat persepsi antara remaja yang tinggal di pinggiran kota dan pusat kota Semarang terhadap musik dangdut. Berdasarkan hasil tersebut disarankan agar dilakukan upaya-upaya oleh berbagai pihak yang terkait dengan pengembangan persepsi remaja terhadap musik dangdut sehingga remaja memiliki persepsi yang lebih baik terhadap musik dangdut. Kata kunci: persepsi, remaja, musik dangdut Pendahuluan Dewasa ini perkembangan musik dangdut di Indonesia semakin maju. Hal ini dapat dilihat dari semakin beragamnya jenis, irama, dan peralatan yang digunakan. Dari segi penonton, musik dangdut merupakan salah satu musik yang tampaknya mendapat tempat di hati masyarakat. Hal ini terlihat betapa padatnya penonton ketika ada pertunjukan musik dangdut. Satu hal yang menarik untuk diperhatikan adalah bahwa dari sekian banyak pengunjung pertunjukan musik dangdut, mayoritas terdiri atas para remaja. Terhadap musik dangdut, tampaknya para remaja begitu antusias. Keantusiasan ini dapat dilihat dalam berbagai bentuk aktivitas seperti keikutsertaan mereka untuk bernyanyi dan juga berjoget selama pertunjukan berlangsung. Selain aktivitas tersebut, para remaja juga melakukan berbagai aktivitas lain terkait dengan musik dangdut seperti: ikut serta dalam acara pemilihan tangga lagu-lagu dangdut yang diselenggarakan oleh stasiun-stasiun radio di sekitar mereka, mengikuti lomba menyanyi dangdut, lomba musik dangdut, kuis dangdut, jumpa fans dengan para artis dangdut, dan lain sebagainya. Berbagai aktivitas yang ditunjukkan para remaja terkait dengan musik dangdut, diduga karena adanya persepsi remaja yang positif terhadap musik tersebut. Hanya saja, bagaimana persepsi di antara remaja terhadap musik dangdut tersebut dan apakah terdapat perbedaan * Penulis adalah dosen Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Semarang. 1 persepsi antara remaja yang tinggal di pinggiran kota dengan pusat kota terhadap musik dangdut, menjadi fenomena yang menarik untuk diteliti, mengingat kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pertunjukan musik umumnya diselenggarakan di pusat-pusat kota. Dari berbagai fenomena tersebut, permasalahan yang diajukan di dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah persepsi remaja kota Semarang terhadap musik dangdut?; (2) adakah perbedaan persepsi antara remaja kota Semarang yang tinggal di pusat kota dengan di pinggiran kota terhadap musik dangdut? Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan seberapa jauh persepsi remaja kota Semarang terhadap musik dangdut, dan mendeskripsikan ada tidaknya perbedaan persepsi terhadap musik dangdut antara remaja kota Semarang yang tinggal di pinggiran kota dan pusat kota. Manfaat yang diharapkan adalah hasil penelitian ini dapat memberi informasi kepada masyarakat kota Semarang tentang persepsi kaum remajanya terhadap musik dangdut dan bagi jurusan Sendratasik, khususnya pada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang sebagai informasi dan dasar pemikiran untuk menentukan bisa tidaknya musik dangdut dimasukkan ke dalam kurikulum jurusan. Tinjauan Pustaka Untuk membahas permasalahan persepsi remaja kota Semarang dan musik dangdut, digunakan berbagai teori yang terkait dengan persepsi, remaja, dan musik dangdut. Menurut Sudiana (1986:11) persepsi adalah proses seseorang dalam memelihara kontak dengan lingkungannya, atau suatu proses penerimaan rangsang inderawi dan penafsirannya. Menurut Pringgodigdo (1973:103), bahwa persepsi merupakan suatu proses mental yang menghasilkan bayangan dalam diri individu sehingga dapat mengenal suatu objek dengan jalan asosiasi dengan suatu ingatan tertentu sehingga bayangan itu dapat disadari. Berkaitan dengan hal tersebut, Kartono (1984:77) menerangkan bahwa persepsi adalah pengamatan secara global yang belum disertai kesadaran objek dan subjeknya pun belum dibedakan. Selanjutnya menurut Lindzey (1975:395) persepsi menunjukkan bagaimana seseorang memandang atau mengetahui cirri-ciri atau sifat-sifat pihak lain. Lebih lanjut diterangkan bahwa persepsi bermula dari biologi yang berarti hasil kegiatan indera ketika mendapat rangsangan dari suatu objek yang visual yang kemudian konsep ini digunakan oleh ilmu jiwa untuk memberi arti bagi pengetahuan seseorang mengenai suatu objek. Persepsi setiap orang dapat berbeda walaupun objek yang diamati benar-benar sama. Menurut Krech, (1962:17-18) perbedaan persepsi setiap individu disebabkan karena setiap 2 individu dalam menghayati atau mengamati suatu objek selaras dengan berbagai faktor determinan yang berkaitan dengan individu tersebut. Beberapa faktor determinan yang berkaitan dengan persepsi seseorang adalah: (1) lingkungan fisik dan sosial, (2) struktur jasmaniah, (3) kebutuhan dan tujuan hidup, (4) pengalaman masa lampau. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Desiderato sebagaimana dikutip oleh Rahmat (1976:29) bahwa persepsi adalah penafsiran terhadap suatu objek, peristiwa atau informasi yang dilandasi oleh pengalaman hidup orang yang melakukan penafsiran tersebut. Dengan kata lain bahwa persepsi merupakan hasil pikiran seseorang tentang situasi tertentu. Persepsi memberi makna pada stimuli inderawi. Pengalaman tentang suatu objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menafsirkan pesan itulah selanjutnya disebut persepsi (Rahmat 1985:64) Lebih dipertegas oleh Depari dan Colin (dalam Rohidi 1988:77) bahwa bila seseorang menyatakan kepada yang lain tentang apa yang dilihat atau didengarnya disertai dengan bagaimana tanggapan-nya, maka masalah ini disebut persepsi. Dengan demikian, terkait dengan masalah yang dikaji, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu hasil penerimaan rangsang inderawi seseorang (remaja) melalui pengamatan, penafsiran, dan pemikiran secara global tentang sebuah objek (musik dangdut). Musik adalah pernyataan isi hati manusia yang diungkapkan dalam bentuk bunyi yang teratur dengan melodi, ritme, dan mempunyai unsur keselarasan yang indah. Menurut bentuknya, musik dapat dibedakan ke dalam 3 macam yaitu musik instrumental, vokal, dan campuran (Sunarko 1988:7; Suharto 1982:1). Dalam perjalanannya, di dunia ini telah berkembang berbagai jenis musik dan satu di antaranya adalah musik dangdut. Musik dangdut memiliki pengertian yang sama dengan pengertian musik di atas. Namun demikian, musik ini memiliki ciri khas yaitu di dalam membawakannya menggunakan cengkok yang mendayu-dayu yang diikuti detak atau ketukan gendang. Musik ini didominasi oleh “denyut irama tarian” atau joget, mengandung pesan populis, dan ditujukan kepada para remaja (Irawati 1987:46). Tema-tema lagu dangdut mengangkat kenyataan hidup masyarakat sehari-hari. Banyak yang terasa lugas, tanpa ditutup-tutupi sehingga dapat diterima khalayak dan terasa lebih dekat dengan masyarakat (Ukat 1990:5). Menurut Riyanto (1992:1), pada umumnya lagu dangdut enak didengar, bisa untuk berjoget mengikuti gejolak dalam rangkaian syair. Penyanyi dalam membawakan lagu-lagunya seakan-akan betul-betul mengalami kisah dalam lagu yang dibawakannya. Secara umum, yang dimaksud remaja adalah mereka yang berumur 11 – 24 tahun dan belum menikah (Sarlito 1988:14) Menurut Harlock (dalam Mappiare 1982:15) pengertian remaja dilihat dari rentang usia meliputi mereka yang berusia 13/14 tahun – 17 tahun tergolong dalam remaja 3 awal, dan 17 – 21 tahun adalah tergolong remaja akhir. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja awal memiliki ciri-ciri antara lain keadaan perasaan dan emosinya tidak stabil, organ-organ seks telah matang, kemampuan mental atau berfikir mulai sempurna namun masih lebih dikuasai emosinya. Remaja akhir memiliki ciri-ciri antara lain kestabilan dam aspek fisik dan psikis mulai meningkat, berpandangan lebih realistis, lebih matang menghadapi masalah, perasaan lebih tenang. Selain ciri-ciri tersebut, dalam perkembangannya remaja sudah memiliki sikap/pandangan terhadap sesuatu yang dihadapi. Oleh Gerungan (1982:58), sikap ini diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu hal. Sikap ini telah ada dan berkembang sejak remaja bergaul dengan lingkungannya, yang merupakan produk pengamatan dari pengalaman individu secara unik dengan benda-benda fisik di lingkungannya, orang tuanya, saudara-saudaranya, dan pergaulan sosial yang lebih luas. Sebagai suatu produk dari lingkungan yang juga berkembang, sudah barang tentu sikap dan perasaannya juga berkembang. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Lokasi penelitian di kota Semarang dengan populasi remaja di kota Semarang. Oleh karena besarnya populasi penelitian, maka sebelum pengambilan data dilaksanakan terlebih dahulu ditentukan metode pengambilan sampel untuk menentukan responden. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode multi stage sampling dengan tahap-tahap: (1) menentukan wilayah penelitian ke dalam 5 wilayah yaitu Semarang Barat, Timur, Tengah, Utara dan Selatan, (2) menentukan untuk setiap wilayah masing-masing 2 kelurahan yang diperoleh secara random, dan (3) menentukan subjek penelitian untuk setiap kelurahan sebanyak 25 orang. Variabel yang diungkap di dalam penelitian ini adalah persepsi remaja terhadap musik dangdut berdasar lokasi tempat tinggal remaja. Untuk menggali data persepsi remaja dan lokasi tempat tinggal digunakan angket yang berisi 30 butir pertanyaan, mengungkap intensitas persepsi remaja terhadap musik dangdut dan sekaligus untuk mencari perbedaan persepsi di antara remaja. Dari data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan teknik analisis statistik yaitu analisis standar persentase, untuk mengetahui bagaimana persepsi remaja kota Semarang terhadap musik dangdut dan kemudian koefisien kontingensi untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan persepsi di antara remaja kota Semarang terhadap musik dangdut. 4 Hasil dan Pembahasan Gambaran Persepsi Remaja Kota Semarang terhadap Musik Dangdut Dari sejumlah 239 angket yang dianalisis, 87 responden masuk dalam kategori persepsi tinggi; 132 responden masuk dalam kategori persepsi cukup; dan 20 responden masuk dalam kategori persepsi kurang. Jika data tersebut dipersentase, dapat disebutkan bahwa; (1) ada 30,40% dari 239 responden masuk dalam kategori persepsi tinggi; (2) ada 55,23% dari 239 responden masuk dalam kategori persepsi cukup; dan (3) ada 8,37% dari 239 responden masuk dalam kategori persepsi kurang. Untuk lebih jelasnya gambaran tingkat persepsi remaja kota Semarang terhadap musik dangdut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1. Persentase Persepsi remaja Kota Semarang terhadap Musik Dangdut Kategori Tinggi Cukup Kurang Kurang Sekali Jumlah Asal Daerah Pinggiran Pusat 79 8 99 33 13 7 0 0 191 48 Jumlah Persentase 87 132 20 0 239 36,40 55,23 8,37 0,00 100,00 Dari tabel tersebut secara persentase menunjukkan bahwa persepsi remaja kota Semarang terhadap musik dangdut termasuk dalam kategori cukup baik (55,23%). Hal ini berarti bahwa remaja kota Semarang dapat menerima dan mendukung kehadiran musik dangdut di tengah keberadaan jenis musik lain yang berkembang di Semarang. Dukungan dan sikap positip remaja terhadap keberadaan musik dangdut ini tampak pada beberapa pandangan dan pendapat mereka yang antara lain menyatakan bahwa: (1) musik dangdut merupakan salah satu sarana hiburan dan apresiasi bagi remaja. Sebagai sarara hiburan dan apresiasi, mereka beranggapan bahwa dengan beraktivitas di dalam musik ini (mendengarkan, bermain, berjoget, dan lain sebagainya) remaja dapat menghibur hatinya dan mengungkapkan ekspresi seni yang ada di dalam batinnya; (2) musik dangdut merupakan salah satu bagian kebudayaan nasional yang terbentuk dari hasil perkawinan antara irama gendang Hindustan dengan irama Melayu. Sebagai hasil kebudayaan, musik ini perlu terus dikembangkan dan dilestarikan agar tidak ketinggalan jaman dan punah serta dapat menarik para wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia sehingga Indonesia menjadi terkenal di dunia; (3) musik ini bukan karya seni murahan yang tidak patut dijadikan sebagai sarana apresiasi sebagaimana anggapan sebagian masyarakat. Menurut remaja bahwa musik ini merupakan suatu 5 karya seni yang patut untuk diapresiasi, digeluti, diamati, baik dalam segi lirik-liriknya, komposisinya, aransemennya yang tidak jauh berbeda dengan musik lain. Perbedaan Persepsi Remaja Kota Semarang antara yang Tinggal di Pinggiran dan Pusat Kota terhadap Musik Dangdut Sebagaimana telah diungkapkan di depan, untuk mengetahui perbedaan persepsi remaja kota Semarang terhadap musik dangdut antara yang tinggal di pinggiran dan pusat kota digunakan teknik analisis Koefisien Kontingensi. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai “r” sebesar 0.216. Dari nilai tersebut setelah dikonsultasikan dengan nilai “r” tabel ternyata nilai “r” yang diperoleh lebih besar dari nilai “r” tabel baik untuk taraf signifikansi 1% (0.181) maupun 5% (0.138). Dengan demikian berarti ada korelasi positif dan signifikan antara tempat tinggal dengan persepsi remaja. Dengan kata lain bahwa ada perbedaan persepsi terhadap musik dangdut antara remaja kota Semarang yang tinggal di pinggiran kota dengan yang tinggal di pusat kota. Dari hasil analisis data ini juga menunjukkan bahwa tempat tinggal setidaknya turut berpengaruh terhadap persepsi remaja pada musik dangdut. Kenyataan ini dapat diketahui dengan melihat hasil analisis Koefisien Kontingensi di mana hasil yang diperoleh lebih besar dari tabel baik pada taraf signifikansi 1% maupun 5%. Remaja yang tinggal di tengah kota akan lebih memungkinkan dan lebih leluasa untuk menonton atau menyaksikan berbagai sajian musik baik dari jenis dangdut, pop, rock, maupun lainnya sebagai sarana apresiasi dan hiburan. Adanya tingkat keleluasaan di dalam menikmati maupun menyaksikan berbagai pertunjukan musik yang beraneka ragam ini memungkinkan remaja dapat mengamati, mengomentari, memberikan pandangan terhadap berbagai jenis musik yang pernah dilihatnya yang pada akhirnya remaja yang tinggal di tengah kota akan memiliki tingkat persepsi tersendiri terhadap jenis musik tertentu. Artinya, bahwa remaja tengah kota memiliki sikap, pandangan, dan tanggapan serta pendapat tertentu terhadap sebuah jenis musik yang berbeda dengan sikap, pandangan, tanggapan serta pendapatnya terhadap suatu jenis musik yang lain. Sebaliknya, bagi remaja yang tinggal di pinggiran kota, umumnya mereka kurang memiliki kesempatan untuk lebih leluasa menikmati ataupun menonton sajian-sajian musik yang beraneka ragam seperti layaknya remaja yang tinggal di tengah kota mengingat bahwa oleh karena berbagai hal sajian musik yang diselenggarakan di pinggiran kota sangat terbatas baik dari segi macam maupun waktunya. Oleh karena terbatasnya macam sajian musik dan waktu pertunjukan yang diselenggarakan di pinggiran kota, para remaja yang tinggal di pinggiran kota akan memiliki pandangan, sikap, tanggapan, dan pendapat serta penafsiran terhadap jenis-jenis musik yang umumnya 6 dipergelarkan di pinggiran kota yang dalam hal ini adalah musik dangdut. Artinya, bahwa oleh karena musik dangdut yang sering ditonton, maka musik ini akan bisa lebih dipersepsi oleh para remaja yang tinggal di pinggiran kota. Musik ini dianggap mampu mewakili diri remaja dalam mengungkapkan perasaannya, menghiburnya, memberi pandangan hidup/nasihat, memberi inspirasi dan semangat hidup, dan sebagainya. Adanya sikap, pendapat, dan pandangan yang demikian menyebabkan remaja pinggiran kota memiliki tingkat persepsi yang berbeda dengan remaja yang tinggal di tengah/pusat kota terhadap musik dangdut. Hal ini didukung oleh pendapat yang menyatakan bahwa persepsi setiap orang dapat sangat berbeda walaupun objek yang diamati benar-benar sama. Perbedaan ini antara lain disebabkan karena perbedaan lingkungan fisik dan sosial. Penutup Simpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang dikemuka-kan, dapat disampaikan simpulan sebagai berikut. Pertama, remaja kota Semarang baik yang tinggal di pinggiran maupun pusat kota memiliki persepsi yang cukup baik terhadap musik dangdut; kedua, ada perbedaan persepsi yang sangat signifikan antara remaja yang tinggal di pusat/tengah kota dengan yang tinggal di pinggiran kota terhadap musik dangdut. Saran-saran Berdasarkan simpulan di atas, beberapa saran yang diajukan adalah sebagai berikut. Pertama, bagi produser musik dangdut perlu melakukan usaha-usaha pengembangan musik dangdut sehingga tidak terkesan murahan dan tidak bermutu. Hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan-pengembangan terhadap unsur-unsur lagu seperti lirik-lirik, aransemennya ke arah yang lebih baik. Kedua, bagi pemerintah, kiranya dapat melakukan usaha penyuntingan dan penyensoran terhadap lagu/musik dangdut yang dinilai kurang berbobot dan kurang mendidik masyarakat dengan cara membuat undang-undang atau peraturan untuk para produser musik dangdut agar mau menyerahkan sampel hasil rekamannya sebelum diedarkan di masyarakat. Untuk itu, perlu dibentuk satu tim yang terdiri dari para budayawan, seniman musik, tokoh masyarakat dan pendidik yang bertugas menilai mutu hasil rekaman musik dangdut. Hal ini dilakukan dengan maksud agar musik dangdut pada akhirnya dapat lebih diterima oleh segenap lapisan masyarakat. Ketiga, bagi penelitian selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut 7 dengan permasalahan yang berbeda, bervariasi, serta dengan tinjauan yang lebih kompleks baik secara interdisiplin maupun multidisiplin. Daftar Pustaka Irawati, I. R. 2000.”Musik Jazz dan Dangdut dalam Analisis Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat” Jurnal Sosiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Kartono, K.1984. Psikologi Umum. Bandung: Alumni. Krech, D., et al.1962. Individual ini Society. Tokyo: Mc.Graw Hill. Lindzey, G. and Aronson, E.(Ed).1975. The Hand Book of Social Psychology Vol. 1-5. New Delhi:Amerind Publishing Co. Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Pringgodigdo, AG.1973. Ensiklopedi Umum. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Rahmat, J.1985. Psikologi Komunikasi.Bandung: Remaja Karya. Riyanto.1992. Pasar yang Menentukan. Makalah pada Seminar Sehari Seni Orkes Melayu Jawa Tengah di Semarang oleh IKIP PGRI dan Hisomi MKGR Kodya Dati II Semarang. Rohidi, T.R.1988. Persepsi dan Partisipasi Pemuda Desa Jawa Tengah terhadap Pembangunan Olah Raga: Studi tentang Pemuda dan Olah Raga. Laporan Penelitian. Tidak dipublikasikan, IKIP Semarang. Sarlito, W. S.1988. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press. Sudijono, A. 1989. Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. Suharto, M.1990. Pendidikan Seni Musik. Jakarta: Depdikbud. Sunarko. 1988. Teori Musik 3 untuk SMP. Solo: CV Aneka Ilmu. Ukat.1990.”Dangdut Mapan “dalam Majalah Citra Musik. Jakarta. 8