Bab 5 Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan Pesta demokrasi di level daerah ditandai dengan dihelatnya Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia. Demi menyukseskan momen ini, seluruh pihak yang terlibat dalam Pilkada mengupayakan berbagai macam cara. Berbagai macam ide kreatif untuk kampanye terlihat digunakan oleh seluruh pasangan kandidat yang bersaing. Salah satunya adalah dengan menggelar pertunjukan dangdut yang diyakini mudah untuk memobilisasi massa.Hal ini pula yang nampak dari Pilkada Lebak, Banten 2013. Tujuan utama dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan sebelumnya, bagaimana peranan pertunjukan dangdut dalam kampanye Pemilihan Kepala Daerah Lebak 2013? Penelitian ini mencoba melihat bagaimana pertunjukan musik dangdut berperan selama masa kampanye berlangsung. Tidak melihat efek apa yang ditimbulkan, namun lebih kepada bagaimana pertunjukan musik dangdut dipergunakan oleh para peserta kampanye. Untuk membantu menjawab rumusan masalah tersebut, diajukan dua tujuan yang hendak dicapai pada akhir penelitian ini. Pertama adalah untuk memetakan peranan pertunjukan dangdut pada kampanye Pemilukada Lebak, dan untuk mengetahui bagaimana proses interaksi antara artis dangdut (musik dangdut) dan masyarakat dalam proses komunikasi politik yang dilakukan oleh para peserta pemilihan daerah. Melalui data dan fakta yang ada, dapat dilakukan proses pemetaan peranan pertunjukan dangdut dalam proses kampanye Pemilukada Lebak tahun 2013 yang lalu. Harus diperhatikan bahwa untuk memetakan peran pertunjukan dangdut dalam kampanye, hal pertama yang harus dilakukan adalah meletakan dangdut dalam dua posisi yang berbeda. Pertama sebagai bagian dari komunikasi yang 104 berlangsung dan kedua sebagai sebuah proses terpisah yang berbeda dari komunikasi politik dalam kampanye. Dangdut dalam posisinya sebagai bagian dalam proses komunikasi menjalankan peran sebagai bagian dari media penyampaian pesan politik. Selama berlangsungnya kampanye Pemilukada Lebak, proses tersebut terlihat dalam beberapa kesempatan. Secara spesifik, dangdut sebagai media komunikasi politik didapatkan pada kampanye yang dilakukan oleh kandidat nomor urut tiga, pasangan Iti-Ade atau IDE. Kampanye yang dijalankan oleh pasangan IDE adalah kampanye yang paling sering menyertakan musik dangdut dalam agenda kampanye mereka. Terutama dalam jadwal resmi kampanye terbuka. Tercatat dari empat hari waktu kampanye, ada tiga hari dimana musik dangdut termasuk di dalamnya. Bukan hanya sekedar disertakan sebagai bagian hiburan panggung saja, namun juga digunakan untuk memberikan pesan melalui ajakan, yel dukungan, perubahan lirik, dan lain-lain. Peran pertunjukan dangdut diluar proses komunikasi politik adalah peran sebagai sebuah panggung pertunjukan. Alexander, Giesen, dan Mast mensyaratkan enam elemen yang harus terdapat dalam sebuah kegiatan untuk dapat dikatakan sebagai sebuah pertunjukan. Sistem Representasi yang kolektif, adanya aktor, pemeran, atau musisi hadirnya khalayak atau pemirsa, makna dari simbol-simbol yang disampaikan, mise-en-scène atau pelaksanaan pertunjukan, dan adanya kekuasaan sosial yang mempengaruhi pertunjukan 57. Pertama adanya interaksi simbolik saat pertunjukan dangdut dalam kampanye. Artis dangdut yang tampil menjelaskan posisi mereka sebagai idola, sesuatu yang dipuja oleh para penonton. Penonton yang datang memberikan legitimasi terhadap posisi para penyanyi sebagai seorang penghibur, musisi, dan selebriti. Tidak sedikit pula orang yang mengasosiasikan apa yang mereka alami dalam kehidupan, dengan apa yang disampaikan oleh lirik lagu dangdut. 57 Jeffrey C. Alexander, Bernhard Giesen, dan Jason L. Mast. 2006. Social Performance. Symbolic Action, Self Pragmatics, and Ritual. Cambridge: Cambridge University Press. Hal: 33-36. 105 Hadirnya artis dan OM lokal, serta kedatangan artis dangdut ibu kota melengkapi syarat adanya musisi. Masyarakat yang berdatangan dan berkumpul menjadi khalayak pertunjukan. Ada makna yang disampaikan, musik sebagai hiburan untuk masyarakat. Mise-en-scène terlaksana dalam empat kesempatan yang berbeda. Terakhir kekuatan sosial, dimana para masyarakat yang menonton pertunjukan dangdut ini berada dalam posisi berbeda bila dibandingkan para pejabat dan tokoh masyarakat yang hadir. Dari dua posisi tersebut, didapatkan peran yang dijalankan oleh pertunjukan musik dangdut dalam proses kampanye Pemilukada Lebak kemarin. Peran pertama adalah peran pertunjukan musik dangdut sebagai media bagi pesan komunikasi politik. Kedua, pertunjukan musik dangdut sebagai sebuah pertunjukan yang bertujuan untuk menghibur masyarakat yang hadir dalam acara kampanye. Ada peran ketiga yang didapatkan melalui wawancara dengan panitia dan peserta kampanye kemarin. Mereka mengatakan bahwa kegunaan pertunjukan musik dangdut dalam sebuah kampanye adalah sebagai bentuk penarik massa. Beberapa bahkan mengatakan bahwa tanpa adanya pertunjukan musik dangdut dalam kampanye, mereka memilih untuk tidak menghadirinya. Tujuan kedua yang dicapai dalam penelitian ini adalah melihat proses interaksi yang terjadi antara artis (musik) dangdut dengan peserta yang hadir dalam kampanye. Hasil observasi memperlihatkan bahwa ada tiga bentuk interaksi dalam kampanye ini. Pertama adalah interaksi antara artis dengan massa sebagai penghibur dan yang dihibur. Kedua interaksi antara artis dan massa sebagai media dan komunikan. Interaksi ketiga adalah antara tim sukses/kandidat dengan artis sebagai profesional. Interaksi antara artis (musik) dangdut dengan massa sebagai penghibur dan yang dihibur terlihat dari interaksi mereka dalam perspektif pertunjukan musik. Sedangkan pada bentuk interaksi kedua, terjadi ketika artis atau musik dangdut digunakan sebagai penyampai pesan komunikasi politik untuk massa yang hadir di kampanye. Pada bentuk ketiga, adalah interaksi artis dangdut dengan tim sukses yang terikat dengan ikatan kontrak profesional. Dimana sang 106 artis dibayar, atau musik dibuat untuk menjadi alat bagi kandidat dalam Pemilukada ini. Penelitian etnografi yang dilakukan terhadap masyarakat Lebak selama pelaksanaan kampanye Pilkada tahun 2013, terfokus pada proseskampanye. Khususnya kampanye yang di dalamnya terdapat pertunjukan dangdut. Penelitian ini hanya bertujuan untuk menjawab bagaimana perilaku masyarakat saat terjadinya pertunjukan dangdut. Proses pembuatan keputusan untuk memilih atau proses kognitif masyarakat pada saat Pilkada Lebak tidak termasuk dalam lingkup penelitian ini. B. Saran 1. Untuk pelaksanaan kampanye mendatang. Ada baiknya potensi pertunjukan musik dangdut sebagai sebuah pertunjukan panggung musik yang populer dimanfaatkan semaksimal mungkin. Pertunjukan musik dangdut, melihat posisinya di tengah masyarakat, memiliki potensi yang sangat luas untuk diberdayakan sebagai media komunikasi politik yang efektif. Sampai saat ini, penggunaan pertunjukan musik dangdut dalam setiap perhelatan politik di Indonesia hanyalah sebatas hiburan saja. Beberapa contoh kampanye dari Pemilukada di daerah-daerah lain menunjukan pertunjukan musik dangdut secara umum dan genre musik dangdut secara khusus, dapat digunakan dalam berbagai peran. Artis dangdut sebagai ambassador bagi calon yang ikut. Penggunaan musik dangdut yang digubah untuk mensosialisasikan diri. Keterlibatan para politisi dalam dunia seni yang digemari masyarakat luas. Serta potensi-potensi lain yang belum dimanfaatkan secara maksimal. 2. Untuk penelitian selanjutnya. Ada baiknya untuk penelitian selanjutnya, daerah cakupan penelitian lebih diperluas. Melihat keragaman masyarakat Indonesia yang ada, tentunya penelitian yang dilakukan di daerah lain akan memberikan hasil yang berbeda pula. 107