PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERHADAP SISTEM LISTRIK PRA BAYAR (PRE PAID) DI PT. PLN (Persero) AREA PONTIANAK Oleh : SHINTA JAYANTI PERMATASARI, SH A.2021141001 Abstrak Sistem pelayanan listrik oleh PT.PLN (Persero) ada dua sistem yaitu sistem pasca bayar dan pra bayar, meskipun PT. PLN (Persero) memberlakukan dua sistem tersebut sekaligus, akan tetapi bagi calon pelanggan baru, pihak PT. PLN (Persero) tidak memberikan kedua alternatif sistem kepada calon pelanggan khususnya pemasangan daya volt ampere dalam skala menengah ke bawah, ada kecenderungan calon pelanggan diarahkan kepada satu sistem saja yakni sistem pra bayar. Metode penelitian menggunakan metode normatif dengan pendekatan hukum sosiologis yaitu mengkaji dari perundang-undangan dan aturan hukum yang disesuaikan dengan praktek dan fenomena yang terjadi di masyarakat. Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan yaitu wawancara dan data sekunder yang berupa studi kepustakaan. Analisa yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yang penarikan kesimpulannya deduktif. Dari sisi perlindungan terdapat hak-hak konsumen yang dilanggar, konsumen berhak untuk memilih dan mendapatkan informasi yang jelas atas penerapan sistem pra bayar, sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 huruf b, dan huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sikap tersebut jelas merugikan calon pelanggan. Penerapan sistem pelayanan kepada konsumen harus memperhatikan asas keseimbangan, asas kesamaan hak, asas manfaat, dan asas keterbukaan atas informasi, Sehingga meminimalkan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen. Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Sistem Listrik Pra Bayar PT. PLN (Persero) , Hak-hak Konsumen. CONSUMER PROTECTION AGAINST ENACMENT OF ELECTRICAL PRE PAID SYSTEM AT PT. PLN ( Persero ) AREA PONTIANAK 1 Abstract Electrical service system by PT PLN (Persero) have two systems: postpaid system and prepaid system, though PT. PLN (Persero) enforces these two systems at once, but to new customers, the PT. PLN (Persero) do not give alternative system to potential customers, especially the installation of power volt ampere below medium scale, there is likelihood of a prospective customer is directed to one system that is pre-paid system. The research method, that researcher using is the normative approach to the study of the sociological law legislation and the rule of law is tailored to the practices and phenomena that occur in society. The researcher use primary data there is directly taken from field interviews and secondary data such as literature study. The analyzes used were descriptive, qualitative conclusions deductively withdrawal. In terms of protection are the rights of consumers were infringed, the consumer has the right to choose and obtain clear information on the application of the system of prepaid, as stated in Article 4 letter b and c of Law Number 8, year 1999 regarding to Consumer Protection Law, the policy detrimental to prospective members. The implementation of service to consumers should observe the principle of balance, the principle of equality of rights, the principle of utility, and the principle of transparency of information, so to minimize the violation of consumer rights. Key words : Consumer Protection, Electrical Systems Pre-Paid by PT . PLN (Persero ) , Consumer Rights. 2 A. Latar Belakang Penelitian PT. PLN (Persero) merupakan satu satunya perusahaan penyedia jasa kelistrikan di Indonesia. Pemenuhan kebutuhan tenaga listrik, pemerintah pusat dan pemerintah daerah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan usaha penyediaan tenaga listrik. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang pelaksanaannya dilakukan oleh badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah. Peraturan Menteri ESDM Nomor 33 Tahun 2014 tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya Yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik oleh Perusahaan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara, menyebutkan dua sistem layanan yang disediakan oleh PT. PLN (Persero) kepada publik, yaitu: Sistem Listrik Pasca Bayar dan Sistem Listrik Pra Bayar. Sistem Listrik Pasca Bayar adalah sistem yang pertama kali digunakan oleh konsumen di Indonesia, penggunaan tarif tenaga listrik reguler ini adalah tenaga listrik disediakan oleh PT. PLN (Persero) yang dibayarkan setelah pemakaian tenaga listrik oleh konsumen1, melalui sistem ini pelanggan dapat menggunakan energi listrik terlebih dahulu dan membayar pada bulan berikutnya. PT. PLN (Persero) akan melakukan pencatatan meteran di lokasi tempat tinggal atau tempat usaha pelanggan, menghitung dan menerbitkan rekening yang harus dibayar pelanggan, dan melakukan penagihan kepada pelanggan yang terlambat membayar. Besaran biayanya sesuai dengan jumlah pemakaian selama sebulan. Sistem listrik pra bayar adalah layanan baru yang disediakan oleh PT. PLN (Persero), penggunaan tarif tenaga listrik pra bayar adalah tarif tenaga listrik disediakan oleh Perusahaan Perseroan PT. PLN yang dibayarkan sebelum pemakaian tenaga listrik oleh konsumen, pemanfaatkan listrik untuk kebutuhan sehari-hari dilakukan dengan cara, membeli token atau pulsa listrik terlebih dahulu dengan nominal bervariatif di tempat yang telah ditentukan oleh PT. PLN 1 Pasal 1 ayat 2 Permen ESDM Nomor 33 Tahun 2014 tanggal 17 November 2014 tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara. 3 (Persero), seperti di bank-bank yang bekerja sama dengan PT. PLN (Persero), PPOB (Payment Point Online Bank), dan mitra lain yang bekerja sama. Asal mula diterapkannya sistem pra bayar di Indonesia adalah dengan mengadopsi Sistem listrik Pra Bayar di Negara Afrika, sistem ini pertama kali diterapkan di Komplek Pasar Mawar Kota Pontianak, Kalimantan Barat pada tahun 2006. Teknologi yang digunakan adalah teknologi digital protokol Standard Transfer Specification (STS) dengan sistem token tanpa menggunakan kartu yang saat ini telah digunakan secara umum di Indonesia. Penerapan sistem listrik pra bayar bertujuan untuk mengurangi layanan sistem pasca bayar. Sistem listrik pasca bayar tetap dipergunakan khusus bagi pelanggan lama yang, tetapi sejak penerapan sistem pra bayar di Pontianak, maka bagi pelanggan baru yang ingin mendapatkan layanan listrik dari PT. PLN (Persero) langsung diarahkan menggunakan layanan sistem pra bayar. Pertimbangan dari PT. PLN (Persero) untuk mengurangi sistem tersebut adalah, secara internal sistem tersebut tidak efisien lagi bagi PT. PLN (Persero). Meskipun PT. PLN (Persero) memberlakukan dua sistem yaitu sistem pasca bayar dan pra bayar tersebut sekaligus, akan tetapi bagi calon pelanggan baru, pihak PT. PLN (Persero) tidak memberikan kedua alternatif sistem ini kepada calon pelanggan, ada kecenderungan calon pelanggan diarahkan kepada satu sistem saja yakni sistem pra bayar. Dari sisi perlindungan terdapat hak-hak konsumen yang dilanggar, konsumen berhak untuk memilih dan mendapatkan informasi yang jelas atas penerapan sistem pra bayar, sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 huruf b, dan huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sikap tersebut jelas merugikan calon pelanggan. Fenomena lain yang terjadi di masyarakat adalah persoalan pembelian token/stroom yang tidak sesuai dengan nominal yang dikeluarkan oleh konsumen. Contoh pembelian token/stroom Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah), besar kWh yang didapatkan adalah lebih rendah dari jumlah uang yang dikeluarkan. Disisi lain biaya administrasi yang tidak seragam antara PPOB dengan mitra lain yang bekerja sama dengan PT. PLN (Persero). 4 Pemberlakuan sistem pra bayar tidak mengindahkan asas keadilan dan keseimbangan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan konsumen. Selaku Perusahaan BUMN, PT. PLN (Persero) jelas harus mengamanatkan asas kesamaan hak yaitu tidak bersikap diskriminatif, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Menurut Satjipto Rahardjo yang ditulis dalam buku karangan Rachmadi Usman, menyebutkan asas hukum merupakan “jantung” peraturan hukum. Asas merupakan landasan paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Peraturanperaturan hukum itu pada akhirnya dikembalikan kepada asas-asas hukum tersebut.2 Pemberlakuan kebijakan sistem pra bayar oleh PT. PLN (Persero) semestinya dijalakan secara seimbang dengan sistem sebelumnya, dan dengan informasi yang jelas serta terbuka bagi konsumen, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat sebagai konsumen perlu mendapatkan informasi sejelas-jelasnya, valid, dan apa yang menjadi latar belakang sebuah sistem itu diterapkan, karena berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, menegaskan bahwa konsumen memiliki hak-hak dalam mendapatkan suatu produk. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk karya ilmiah berupa tesis dengan judul: “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT DENGAN PENERAPAN SISTEM LISTRIK PRA BAYAR (PRE PAID) DI PT. PLN (Persero) WILAYAH KALIMANTAN BARAT AREA PONTIANAK”. 2 Dwi Widhi Nugroho, 2012, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jasa Angkutan Udara Dalam Hal Ganti Rugi, S2 thesis, UAJY. E-journal.uajy.ac.id/363/3/2MIH01444.pdf, hal. 24, Tanggal 13 Juni 2016, Pukul 18.03 Wib. 5 B Identifikasi Masalah Permasalahan yang berkaitan dengan uraian sebagai mana yang telah dikemukakan dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana perlindungan hak-hak konsumen dalam penerapan sistem listrik pra bayar (pre paid) di PT. PLN (Persero) wilayah Kalimantan Barat Area Pontianak ? C. Maksud dan Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi maksud dari penelitian ini adalah untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen terkait dengan penerapan Sistem Pra Bayar dan mengenai pengaturan pemberlakuan Sistem Listrik Pra Bayar agar hak-hak konsumen terjamin. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengkaji sistem pra bayar dan untuk mengetahui apakah penerapan dengan sistem tersebut terdapat pelanggaran terhadap hakhak konsumen. 2. Untuk menganalisis bagaimana seharusnya pemberlakuan Sistem Listrik Pra Bayar (Pre Paid) khususnya di PT. PLN wilayah Kalimantan Barat area Pontianak, agar hak-hak konsumen mendapat perlindungan hukum? D. Kegunaan Penelitian Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmiah den sumbangan konsep-konsep baru bagi pembentuk peraturan perundangundangan, khususnya yang berkaitan dengan peraturan perlindungan konsumen di PT. PLN wilayah Kalimantan Barat area Pontianak. Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan penulis mengenai pengaturan terhadap perlindungan konsumen, sebagai masukan baik bagi PT. PLN (Persero), maupun Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dalam memberikan layanan kepada konsumen 6 dengan memperhatikan hak-hak konsumen. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan bagi para peneliti selanjutnya yang ingin mengelaborasikan topik ini. E. Kerangka Pemikiran Teoritik Layanan sistem listrik pasca bayar dan pra bayar diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya Yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik oleh Perusahaan (Perseroan) PT. Perusahaan Listrik Negara. Pengaturan standarisasi listrik pra bayar diatur dalam Sistem STS. Sistem ini secara resmi dituangkan dalam Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) No. 719./K/DIR/2010 tetang SPLN D3.009-1:2010 Meter Statik Energi Aktif Fase Tunggal Pra bayar dengan Sistem STS. PT. PLN (Persero), selaku BUMN yang menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia, tentunya PT.PLN (Persero) harus memberikan public service yang maksimal untuk kepentingan dan kemajuan bangsa. Layanan listrik yang disediakan meliputi dua sistem, yaitu: pasca bayar dan sistem pra bayar. Sistem pasca bayar yaitu konsumen dapat menikmati fasilitas listrik terlebih dahulu, dan melakukan pembayaran pada bulan berikunya. Sedangkan layanan baru yaitu sistem pra bayar, konsumen melakukan pembelian token atau pulsa listrik terlebih dahulu dengan nominal tertentu dan setelah mendapatkan kode token atau pulsa konsumen memasukkan kode tersebut ke dalam meter Pra bayar. Pelaksanaan perekonomian antara pelaku usaha dan konsumen perlu mendapatkan perlindungan, perlindungan konsumen ini adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.3 Pembahasan dalam penelitian ini terkait dengan permasalahan yang terjadi antara pelaku usaha dengan konsumen. 3 Janus Sibadalok, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti), hal. 7. 7 Pelaku usaha dalam pengertian umum adalah pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa. pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir, dan pengecer profesional,4 yaitu setiap orang / badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen.5 Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha,6 yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi.7 Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen disebutkan: “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.” Konsumen perlu mendapatkan perlindungan karena para konsumen adalah pihak yang sangat menentukan dalam perkembangan ekonomi nasional, oleh karena itu hak-hak konsumen perlu menjadi perhatian. Dalam pengertian hukum, umumnya yang dimaksud dengan hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam pelaksanaanya.8 Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan atas barang dan jasa dengan cakupan sebagai berikut:9 1. Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkan kepada konsumen barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau 4 Agnes M. Toar, 1988, Tanggung Jawab Produk, Sejarah dan Perkembangannya di Beberapa Negara, DKIH Belanda-Indonesia, Ujung Pandang, hal.2. 5 Harry Duintjer Tebbens, 1980, International Product Liability, (Netherland: Sijthoff & Noordhoff International Publishers), hal. 4. 6 Mariam Darus, 1980, Perlindungan Terhadap Konsumen Ditinjau dari Segi Standar Kontrak (Baku), Makalah Simposium Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen, BPHNBinacipta, Hal. 57. 7 Az. Nasution, 1994, Iklan dan Konsumen (Tinjauan dari Sudut Hukum dan Perlindungan Konsumen), dalam Manajemen dan Usahawan Indonesia, Nomor 3, Tahun XXIII, LPM FE-UI, Jakarta, Hal. 23. 8 Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty), hal. 40. 9 Janus Sidabalok, 2014, op.cit., hal 7. 8 melanggar ketentuan undang-undang. Dalam kaitan ini termasuk persoalanpersoalan mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, desain produk, dan sebagainya, apakah telah sesuai dengan standar sehubungan keamanan dan keselamatan konsumen atau tidak. Juga, persoalan tentang bagaimana konsumen mendapatkan penggantian jika timbul kerugian karena memakai atau mengonsumsi produk yang tidak sesuai. 2. Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat-syarat yang tidak adil. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan promosi dan periklanan, standar kontrak, harga, layanan purnajual dan sebagainya. Hal ini berkaitan dengan perilaku produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya. Oleh Az. Nasution menjelaskan bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen, hukum konsumen adalah keseluruhan asasasas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur kaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.10 Sedangkan hukum perlindungan konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan atau jasa konsumen.11 Lebih lanjut mengenai definisinya itu, Az. Nasution menjelaskan sebagai berikut: “ Hukum Konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial ekonomi, daya saing, maupun tingkat pendidikan. Rasionya adalah sekalipun tidak selalu tepat, bagi mereka yang berkedudukan seimbang demikian, maka mereka masing-masing lebih mampu mempertahankan dan menegakkan hak-hak mereka yang sah. Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak 10 11 Az. Nasution, 1995, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Sinar Harapan), hal. 64. Ibid., hal. 66. 9 yang mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam masyarakat itu tidak seimbang.”12 Pada dasarnya, baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum (hak-hak) konsumen. Bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum serta bagaimana ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat, itulah yang menjadi materi pembahasannya. Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai, keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya.13 Berkaitan dengan perlindungan konsumen, tentunya ada hak-hak yang diberikan perlindungan kepada konsumen, hak bersumber dari tiga hal, sebagai berikut: Pertama, dari kodrat manusia sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah. Sebagai makhluk ciptaan Allah, manusia mempunyai sejumlah hak sebagai manusia dan untuk mempertahankan kemanusiaan, misalnya hak untuk hidup, kebebasan, dan sebagainya. Hak ini disebut juga dengan hak asasi. Kedua, hak lahir dari hukum, yaitu hak-hak yang diberikan oleh hukum negara kepada manusia dalam kedudukannya sebagai warga negara / warga masyarakat. Hak inilah yang disebut dengan hak hukum, hak dalam artian yuridis (juga disebut sebagai hak dalam artian sempit). Misalnya hak untuk memberikan suara pada pemilihan umum, hak untuk mendirikan bangunan, dan sebagainya. Ketiga, hak yang lahir dari hubungan hukum antara seseorang dan orang lain melalui sebuah kontrak / perjanjian. Hak hukum adalah hak yang bersumber, baik dari hukum maupun perjanjian itu dibedakan menjadi hak kebendaan dan hak perorangan. Hak kebendaan berkaitan dengan penguasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Sedangkan hak perorangan memberikan suatu tuntutan atau 12 13 Ibid., hal. 67. Janus Sibadalok, 2014, op.cit., hal 38. 10 penagihan terhadap seseorang. Dalam hukum romawi, keduanya disebut dengan actiones in rem untuk tuntutan kebendaan dan actionesin personam untuk tuntutan perseorangan.14 Dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen disebutkan juga sejumlah hak konsumen yang mendapat jaminan dan perlindungan dari hukum, yaitu : a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan / atau jasa; b. Hak untuk memilih barang dan / atau jasa serta mendapatkan barang dan / atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. Hak atas informasi yang yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan / atau jasa; d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan; e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen; g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan / atau penggantian apabila barang dan / atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Hubungan antara produsen dengan konsumen dilaksanakan dalam rangka jual beli. Jual beli sesuai Pasal 1457 KUH Perdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan 14 Subekti, 2005, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XXII, (Jakarta: Intermasa), Hal. 63. 11 dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dari pengertian ini, maka terdapat unsur-unsur : a. Perjanjian b. Penjual dan pembeli c. Harga d. Barang Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst tersebut lazim diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian. Sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, sesuai Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu : a. sepakat mereka yang mengikatkan diri. b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan. c. suatu hal tertentu. d. suatu sebab yang halal. Adapula yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan persetujuan.15 Perbedaan pandangan dari para sarjana tersebut di atas, timbul karena adanya sudut pandang yang berbeda, yaitu pihak yang satu melihat objeknya dari perbuatan yang dilakukan subyek hukumnya. Sedangkan pihak yang lain meninjau dari sudut hubungan hukum. Hal itu menyebabkan banyak sarjana yang memberikan batasan sendiri mengenai istilah perjanjian tersebut. Menurut pendapat yang banyak dianut (communis opinion cloctortinz) perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata Perjanjian 15 Sudikno Mertokusumo, 1985, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty, hal. 97. 12 merupakan merupakan terjemahan terjemahan dari dari oveereenkomst sedangkan toestemming yang perjanjian ditafsirkan sebagai wilsovereenstemming (persesuaian kehendak/kata sepakat). Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian perjanjian ini mengandung unsur : a. Perbuatan Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan; b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih, Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok atau pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum. c. Mengikatkan dirinya, Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri. Sebelum suatu perjanjian disusun perlu diperhatikan identifikasi para pihak, penelitian awal tentang masing-masing pihak sampai dengan konsekuensi yuridis yang dapat terjadi pada saat perjanjian tersebut dibuat.16 Dalam buku ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menganut asas kebebasan berkontrak, memberikan pada setiap orang hak untuk dapat mengadakan berbagai kesepakatan sesuai kehendak dan persyaratan yang disepakati kedua pihak, dengan syarat-syarat subjektif dan objektif tentang sahnya 16 Salim H.S dkk, 2007, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), Jakarta: Sinar Grafika, Hal. 124. 13 suatu persetujuan tetap dipenuhi (Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).17 Hubungan yang mengikat pelaku usaha dengan konsumen disebut dengan perjanjian, berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, para pihak dalam kontrak bebas untuk membuat perjanjian adapun isinya, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak tidak boleh melanggar syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 sampai dengan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berbagai hubungan hukum dan / atau masalah yang terjadi dalam interaksi antara pihak pelaku usaha dan konsumen diatur oleh hukum positif yang relevan.18 Di samping itu hukum perlindungan konsumen berlaku pula asas dan kaidah hukum positif sebagaimana telah disebutkan di atas. Buku kedua dan ketiga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memuat kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan konsumen dan penyedia barang dan / atau jasa konsumen. Setiap individu merupakan pembeli yang notabene sebagai konsumen, penelitian ini juga membahas tentang perilaku konsumen. Definisi dari perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk pula proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.19 Aspek lain dalam perlindungan konsumen yaitu mengenai penggunaan standar kontrak dalam hubungan pelaku usaha dan konsumen dalam praktik sering ditemukan cara bahwa untuk mengikat suatu perjanjian tertentu, salah satu pihak telah mempersiapkan sebuah konsep (draft) perjanjian yang akan berlaku bagi para pihak. Konsep itu disusun sedemikian rupa sehingga pada waktu penandatanganan perjanjian, para pihak hanya tinggal mengisi beberapa hal yang 17 Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika), hal. 62. 18 Az. Nasution, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media), hal. 65. 19 James F. Engel dkk, 1994, Perilaku Konsumen, Jilid 1, Binarupa Aksara, Jakarta, Hal. 3. 14 sifatnya subjektif, seperti identitas dan tanggal waktu pembuatan perjanjian yang sengaja dikosongkan sebelumnya. Sedangkan ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian (term of conditions) sudah tertulis lengkap, yang pada dasarnya tidak dapat diubah lagi. Konsep inilah yang disebut sebagai standar kontrak. Istilah ini menunjuk pada syarat-syarat perjanjian yang sudah dibakukan sebelumnya.20 Pengertian pelaku usaha secara umum telah dibahas di atas, pelaku usaha dalam penelitian ini secara khusus akan dibahas dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, PT. PLN (Persero) merupakan salah satu badan pelayanan publik, sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa pelayanan pengadaan dan penyaluran barang dan jasa publik secara tunggal dikuasai oleh pemerintah kepada masyarakat. Pelayanan publik dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya merupakan kekayaan negara yang tidak bisa dipisahkan atau bisa diselenggarakan oleh badan usaha milik pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Beberapa yang menjadi sorotan dalam pelayanan publik sebagaimana yang tertuang dalam laporan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pelayanan publik kekurangan inovasi dan efektivitas. Kontrol yang ketat dari departemen menghambat kemampuan manajer/pimpinan organisasi publik untuk bertindak secara efektif 2. Pelayanan publik kurang efisien dengan banyaknya duplikasi pekerjaan dan tugas, serta fungsi departemen saling tumpang tindih. Postur kementerian / departemen terlalu besar dan pelayanan publik terlalu beragam juga, akibat pelayanan publik terlalu besar untuk dikelola. 3. Layanan yang dijalankan tidak mencerminkan kualitas yang lebih baik terhadap pemerintahan Inggris 20 Janus Sidabalok, 2014, op.cit., hal. 11 15 4. Sistem yang ada mencegah akuntabilitas manajemen dan tidak berorientasi kepada hasil (result), selain itu bentuknya juga seragam sehingga perlu perbaikan terus menerus.21 Pembentukan sebuah kebijakan tentunya dijalankan secara transparan, sesuai dengan tujuan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam Pasal 1 angka 2, informasi publik didefinisikan sebagai informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lain serta degala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Pengertian Badan Publik dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan / atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat dan / atau luar negeri. Berdasarkan pengertian mengenai informasi publik tersebut, maka dapat dipahami bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi sebagaimana tercantum dalam konsideran menimbang huruf (d) Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen 22 setelah membandingkan antara apa yang dia terima dan harapannya . Seorang pelanggan, 21 Mediya Lukman, 2013, Badan Pelayanan Umum, Jakarta: PT. Bumi Aksara, hal 91. 16 jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh produk atau jasa, sangat besar kemungkinannya menjadi pelanggan dalam waktu yang lama.23 Menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, manajemen pemasaran mengatakan bahwa kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan.24 Memuaskan kebutuhan konsumen adalah keinginan setiap pelaku usaha. Selain faktor penting bagi kelangsungan hidup perusahaan, memuaskan kebutuhan konsumen dapat meningkatkan keunggulan dalam persaingan. Konsumen yang puas terhadap produk dan jasa pelayanan cenderung untuk membeli kembali produk dan menggunakan kembali jasa pada saat kebutuhan yang sama muncul kembali dikemudian hari. Hal ini berarti kepuasan merupakan faktor kunci bagi konsumen dalam melakukan pembelian ulang yang merupakan porsi terbesar dari volume penjualan perusahaan.25 Faktor utama dalam menentukan tingkat kepuasan konsumen, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yaitu :26 a. Kualitas produk Konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. b. Kualitas pelayanan 22 Husein Umar, 1997, Study Kelayakan Bisnis. Edisi Ketiga, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), hal.65 23 Pengertian, Faktor dan Pengukuran Kepuasan Konsumen, Muchlisin Riadi, http://www.kajianpustaka.com/2013/04/pengertian-faktor-pengukuran-kepuasankonsumen.html, 18 Mei 2016, Pukul 20.14. 24 Philip Kotler Dan Kevin Lane Keller.,2007. Manajemen Pemasaran. Edisi Kedua Belas, (Jakarta: Indeks), hal. 177. 25 Pengertian, Faktor dan Pengukuran Kepuasan Konsumen, Muchlisin Riadi, http://www.kajianpustaka.com/2013/04/pengertian-faktor-pengukuran-kepuasankonsumen.html, 18 Mei 2016, Pukul 20.14. 26 Idem. 17 Terutama untuk industri jasa. Konsumen akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. c. Emosional Konsumen akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial yang membuat konsumen menjadi puas terhadap merek tertentu. d. Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada konsumennya. e. Biaya Konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu. PT. PLN (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberikan mandat untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Sebagai perusahaan listrik satu-satunya maka BUMN ini erat kaitannya dengan apa yang disebut dengan tidakan monopoli. Pengertian monopoli itu sendiri adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidan industri atau bisnis tersebut. Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk didalamnya. Karena itu, hampir tidak ada persaingan berarti. Pelaksanaan sebuah kebijakan tidak boleh terlepas dari asas-asas yang mendasar atau dapat diartiikan dengan dasar, landasan, fundamen, prinsip, dan 18 jiwa atau cita- cita. Asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum dengan idak menyebutkan secara khusus cara pelaksanaanya. Asas juga dapat diartikan sebagai pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak berfikir tentang sesuatu. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas lebih jauh tentang asas-asas dengan permasalahan yang terkait, asas-asas tersebut adalah sebagai berikut: 1. Asas-asas dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh pihak yang terkait, baik masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah yang berdasarkan pada lima asas. Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu: a. Asas Keadilan Maksud dari asas ini adalah agar partispasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas ini menghendaki bahwa dengan adanya pengaturan dan penegakkan hukum perlindungan konsumen ini, konsumen dan pelaku usaha dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan kewajiban secara seimbang. b. Asas Keseimbangan Dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual. Asas ini menghendaki agar konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen. Kepentingan antara konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah diatur dan harus diwujudkan secara seimbang sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada salah satu pihak yang mendapat perlindungan atas kepentingannya yang lebih besar dari pihak lain. 19 c. Asas Kepastian Hukum Pelaku usaha dan konsumen diharap menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Artinya undang-undang ini mengharapkan bahwa aturan-aturan tentang hak dan kewajiban yang terkandung di dalam undang-undang ini harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga masing-masing pihak memperoleh keadilan.27 2. Asas-Asas dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sebagai badan pelayanan publik, PT. PLN (Persero) dalam melaksanakan pelayanan publik tentunya berdasarkan asas-asas pelayanan publik. Asas-asas pelayanan publik yang berkaitan dengan penulisan diantaranya adalah: a. Asas transparan, yaitu bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas, yaitu dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan c. peraturan perundang-undangan. Kesamaan hak, yaitu tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama gender dan status ekonomi. d. Keseimbangan hak dan tanggung jawab, yaitu Pemberian dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Dengan melaksanakan pelayanan publik yang berdasarkan asas-asas pelayanan publik seperti transparan, 27 Janus Sidabalok, 2014, Ibid., hal. 26-27. 20 akuntabilits, kesamaan hak, dan keseimbangan dan kewajiban, para penyelenggara pelayanan dapat melaksanakan peranan yang baik dalam memberikan pelayanan.28 3. Asas-Asas dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sebagai Perusahaan public service, PT. PLN (Persero) wajib memberikan informasi yang dibutuhkan kepada masyarakat. Informasi publik merupakan salah stu ciri penting negara demokatis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik mempunyai asas bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik; F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode normatif yaitu dengan mengkaji dari bahan-bahan hukum maupun peraturan perundang-undangan yang memiliki kaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, sehingga dapat diarahkan untuk menggali konsep-konsep, teori, asas-asas, dan normanorma hukum, serta informasi dan data sekunder yang memiliki keterkaitan satu dengan lainnya, baik dengan data primer, sekunder maupun data tertier. Adapun penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan adanya pendekatan hukum sosiologis melalui studi lapangan untuk mendapatkan data-data primer yang terkait dengan perlindungan konsumen terhadap diberlakukannya Sistem Pra Bayar oleh PT. PLN (Persero). 2. Sumber Data Penelitian ini bersifat normatif, maka data yang digunakan adalah data sekunder. Data-data sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan tentang 28 Asas-asas Pelayanan Publik, http://bahanbelajaronline.com/asas-asas-pelayananpublik/Tanggal 26 Mei 2016, Pukul 13.25 Wib. 21 informasi tentang bahan hukum primer. Sebagai data penunjuk penelitian ini juga menggunakan data-data tersier. Data-data hukum terdiri dari: 2.1 Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam penelitian ini data dari bahan hukum primer dapat diperoleh dari aturan hukum yang terdiri dari: 2.1.1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; 2.1.2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen; 2.1.3 Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik; 2.1.4 Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan; 2.1.5 Undang-Undang No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik; 2.1.6 Peraturan Menteri ESDM No. 33 Tahun 2014 Tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya Listrik oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara; 2.2 Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu : pendapat atau tulisan para ahli, buku-buku tentang perlindungan konsumen, pelayanan publik, dan tentang ketenagalistrikan, bahan bacaan atau artikel yang terkait dengan penelitian dan pendapat para sarjana dan ahli, serta kasuskasus hukum. Dengan uraian sebagai berikut: 2.2.1 Berbagai kepustakaan mengenai perlindungan konsumen ditinjau dengan penerapan sistem Pra Bayar layanan dari PT. PLN (Persero); 22 2.2.2 Hasil penelitian dan karya ilmiah yang berhubungan dengan perlindungan konsumen ditinjau dengan penerapan sistem Pra Bayar layanan dari PT. PLN (Persero); 2.2.3 Buku-buku yang berhubungan dengan perlindungan konsumen ditinjau dengan penerapan sistem Pra Bayar layanan dari PT. PLN (Persero); 2.3 Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, kamus Bahasa Indonesia, ensiklopedia dan pedoman penulisan tesis Program Magister Ilmu Hukum Universitas dengan menelusuri Tanjungpura. 3. Teknik dan Alat Pengumpul Data 3.1. Penelitian Kepustakaan (library research) Pengumpulan data dilakukan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perlindungan konsumen ditinjau dengan penerapan sistem Pra Bayar layanan dari PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat area Pontianak, termasuk pula pada penelusuran data melalui situs internet. 3.2. Penelitian Lapangan (field research) Penelitian lapangan yang dilakukan dengan cara mencari bahan data primer yang terkait dengan perlindungan konsumen ditinjau dengan penerapan sistem Pra Bayar layanan dari PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat area Pontianak, termasuk pula pada penelusuran data melalui situs internet, yaitu meliputi wawancara sebagai informan sebagai berikut: 23 1). Asisten Manager bagian Niaga PT. PLN (Persero) wilayah Kalimantan Barat area Pontianak, dengan Bapak Redi Zusanto, tanggal 16 Mei 2016, di Jalan Adisucipto. 2). Staff Bagian Hukum pada PT. PLN (Persero) wilayah Kalimantan Barat area Pontianak, Bapak Arif, tanggal 12 Mei 2016, di Jalan Adisucipto. 3). Asisten Manager bagian Pelayanan dan Administrasi PT. PLN (Persero) wilayah Kalimantan Barat area Pontianak, dengan Bapak Maulana, tanggal 12 Mei 2016, di jalan Ahmad Yani. 4). Ketua Lembaga Pemberdayaan Konsumen dan Lingkungan (LPKL) Kalimantan Barat dengan Bapak Burrhanudin Harris, tanggal 14 Mei 2016, di Jalan Putri Candra Midi Gg. Nurcahaya. 4. Teknik Pengumpulan Data 4.1. Data yang dikutip dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berupa konsep, pendapat para ahli dan teori-teori hukum akan dikaji untuk pembahasan tesis yang relevan. 4.2. Data yang diperoleh dari hasil wawancara akan dianalisis dan diolah sesuai dengan penggolongan dan dituangkan di dalam bab analisis hasil penelitian ini. 5. Metode Analisis Metode untuk penelitian ini adalah secara kualitatif, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang terkait agar penerapan sistem Pra Bayar dari PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat area Pontianak tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini dipaparkan secara deskriptif analisis yaitu menguji data dengan teori dan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, serta menganalisis 24 asas-asas yang dilanggar dalam penerapan sistem Pra Bayar layanan dari PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat area Pontianak. G. Kesimpulan Penerapan suatu produk baru dalam perusahaan tidak terlepas dari adanya kebijakan yang dibentuk oleh organ-organ perusahaan, sama halnya pada pembentukan kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang bermanfaat bagi masyarakat secara luas. Penerapan kebijakan atas sistem pra bayar yang mengurangi sistem pasca bayar secara perlahan tidak sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pemberlakuan produk layanan oleh PT. PLN (Persero) perlu memperhatikan aspek-aspek hukum yang berkaitan, agar penerapan produk yang diberikan oleh badan public service kepada konsumen agar tidak melanggar halhal yang bersifat fundamental, terlebih lagi begesekan pada kehidupan bermasyarakat pada umumnya.Penerapan layanan sistem listrik pra bayar, dilihat dari peraturan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah membatasi hak-hak konsumen khususnya dalam Pasal 4 huruf b dan c. Penerapan sistem ini memberatkan konsumen karena biaya-biaya yang dibebankan kepada konsumen, seperti biaya PPJU (Pajak Penerangan Jalan Umum), Biaya administrasi yang berbeda-beda, selain itu konsumen dibatasi dalam mendapatkan hak pilih dalam menentukan produk yang ingin digunakannya. 25 DAFTAR PUSTAKA Darus, Mariam, 1980, Perlindungan Terhadap Konsumen Ditinjau dari Segi Standar Kontrak (Baku), Makalah Simposium Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen, BPHN-Binacipta. Kristiyanti,Celina Tri Siwi 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika. Lukman, Mediya 2013, Badan Pelayanan Umum, Jakarta: PT. Bumi Aksara. Mertokusumo, Sudikno, 1985, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty. Mertokusumo, Sudikno, 1986, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty. Nasution, Az., 1995, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Sinar Harapan), hal. Nasution, Az., 1994, Iklan dan Konsumen (Tinjauan dari Sudut Hukum dan Perlindungan Konsumen), dalam Manajemen dan Usahawan Indonesia, Nomor 3, Tahun XXIII, LPM FE-UI, Jakarta. Sibadalok, Janus, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti). Subekti, 2005, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XXII, Jakarta: Intermasa. Tebbens, Harry Duintjer 1980, International Product Liability, Netherland: Sijthoff & Noordhoff International Publishers. Toar, Agnes M. 1988, Tanggung Jawab Produk, Sejarah dan Perkembangannya di Beberapa Negara, DKIH Belanda-Indonesia, Ujung Pandang. 26 Jurnal Nugroho, Dwi Widhi, 2012, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jasa Angkutan Udara Dalam Hal Ganti Rugi, S2 thesis, UAJY.Ejournal.uajy.ac.id/363/3/2MIH01444.pdf,hal.24, tgl. 13 Juni 2016, Pukul 18.03 Wib. 27