HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MELIHAT IKLAN KECANTIKAN DENGAN BODY IMAGE PADA REMAJA PUTRI Marshel Relipaletra Yulianti Dwi Astuti INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empirik hubungan antara intensitas melihat iklan kecantikan dengan body image pada remaja putri. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah semakin tinggi intensitas melihat iklan kecantikan maka semakin negatif body image pada remaja putri, demikian pula sebaliknya, semakin rendah intensitas melihat iklan kecantikan maka semakin positif body image pada remaja putri. Subjek dalam penelitian ini adalah pada remaja putri dengan rentang usia 1622 tahun bertempat di Larissa Skin Care & Hair Treatment Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan 2 skala sebagai alat ukur. Pertama, skala body image yang diadaptasi oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek body image dari Mc Kinley (Triana, 2005), terdiri dari 39 aitem dengan koefisien korelasi berkisar 0.2597-0.8730 dan koefisien reliabilitas alpha 0. 9519. Kedua, skala intensitas melihat iklan kecantikan berdasarkan aspek-aspek dari teori Kasali (Kurniawan, 2002), terdiri dari 36 aitem dengan koefisien korelasi berkisar antara 0.2913-0.8808 dan koefisien reliabilitas alpha 0.9540. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Korelasi product moment dari Pearson dengan menggunakan fasilitas program SPSS versi 11.0 for Windows. Hasilnya ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara intensitas melihat iklan kecantikan dengan body image pada remaja putri, (p=0.000, p<0.01). Dimana semakin tinggi intensitas melihat iklan kecantikan maka semakin negatif body image pada remaja putri, dan sebaliknya semakin rendah intensitas melihat iklan kecantikan maka semakin positif body image pada remaja putri. Intensitas melihat iklan kecantikan memberikan sumbangan efektif sebesar 32.2% terhadap body image pada remaja putri, (r=0.32.2). Kata kunci: body image, intensitas melihat iklan kecantikan, remaja putri. 1 2 PENGANTAR Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan melewati beberapa tahapan perkembangan, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa hingga masa tua. Salah satu tahap perkembangan yang sangat menarik adalah masa remaja. Karena pada tahap ini, remaja mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi perkembangan fisik, kognitif, sosial emosional dan kepribadian. Selain itu remaja juga dihadapkan pada suatu keadaan anomi yaitu suatu keadaan sistem sosial dimana tidak ada petunjuk atau pedoman untuk tingkah laku. Secara kognitif dan emosional, remaja tidak mempunyai petunjuk atau pedoman yang jelas tentang bagaimana untuk bertindak secara benar dalam mengaktualisasikan diri. Salah satu perubahan yang tampak jelas pada masa remaja adalah perkembangan fisik, di mana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpkir abstrak seperti orang dewasa. Dalam tahap perkembangan fisik, remaja akan menunjukkan minat yang amat besar terhadap citra tubuh atau body image mereka. Body image adalah suatu istilah yang menunjuk pada tubuh sebagai suatu pengalaman psikologis yang terfokus pada perasaan yang dimiliki individu, penilaian dan sikap-sikap terhadap tubuhnya. Body image sebagai bagian dari konsep diri memiliki peranan penting dalam tahapan perkembangan fisik dan kepribadian remaja. Menurut Stuart 3 and Sundeen (Amalia, 2007), Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu. Menurut Hamburg (Santrock, 1996), Salah satu aspek psikologis dari pertumbuhan fisik dimasa remaja adalah, remaja amat memperhatikan tubuh mereka dan membangun citranya sendiri mengenai tubuh mereka. Perhatian yang berlebihan terhadap citra tubuh atau body image ini, amat kuat pada masa remaja, terutama amat mencolok selama pubertas, saat remaja lebih tidak puas akan keadaan tubuhnya dibandingkan dengan akhir masa remaja. Cross and Cross (Sumartono, 2002), menerangkan mengapa penampilan begitu penting sehingga menimbulkan minat pribadi yang kuat. Menurut remaja, kecantikan dan daya tarik fisik sangat penting bagi umat manusia. Hal ini dikarenakan remaja ingin selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain terutama teman sebaya. Menurut Kelliat (http://www.library.usu.ac.id 2003), body image juga berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Tingkat body image pada individu digambarkan oleh seberapa jauh individu merasa puas terhadap bagianbagian tubuh dan penampilan fisik secara keseluruhan. Apabila penampilan fisiknya tidak sesuai dengan konsep idealnya, maka individu tersebut akan merasa memiliki 4 kekurangan pada penampilan fisiknya. Masa remaja yang umumnya ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Adanya kesadaran bahwa dirinya tidak semenarik seperti yang diharapkan, mendorong remaja mencari jalan untuk memiliki penampilan fisik yang ideal, antara lain mempercantik diri dan menutupi keadaan fisik yang kurang ideal. Bentuk tubuh ideal adalah gambaran dari persepsi tentang bagaimana bentuk dan ukuran tubuh yang proporsional. Setiap individu memiliki konsep ideal yang berbeda-beda tentang bentuk tubuhnya. Namun seiring dengan perkembangan zaman, konsep ideal tentang bentuk tubuh dan penampilan fisik mengalami penyeragaman. Ditandai dengan munculnya salah satu ikon produk kecantikan pada masa 1950-an Estee Lauder. Dalam iklan-iklannya Estee Lauder membalikkan konsep mengenai kenapa wanita harus tampil cantik. Estee Lauder membuat konsep baru yang unik dalam iklan-iklan produknya yang diarahkan untuk mencitrakan profil wanita mandiri yang memilih dan membeli produk kecantikan dan perawatan tubuh untuk dirinya sendiri. Citra dan idealisasi kecantikan seorang wanita pun berubah. Citra kesuburan seorang ibu tergantikan oleh kemudaan dan keremajaan. Masa muda dan remaja dianggap lebih memancarkan kecantikan sejati seorang wanita. Estee Lauder juga menciptakan sebuah ikon untuk mengiklankan produk-produknya, seorang public 5 figure dunia modeling bernama Miss Twiggi yang kurus, berdada rata, berambut pendek dan memiliki berat hanya 47 kg seperti seorang gadis remaja. Dengan memanfaatkan psikologi kaum wanita khususnya remaja putri yang selalu menganggap diri dan tubuhnya tidak sempurna, maka kesempurnaan tubuh seorang wanita dalam iklan produk kecantikan dan perawatan tubuh dicitrakan dan diidealisasikan sebagai sosok seorang wanita yang jauh berbeda dengan sebagian besar wanita. Sementara di Indonesia sosok wanita ideal selalu digambarkan dalam sosok wanita tinggi, berkulit putih dan halus, memiliki ukuran pinggang yang kecil, sangat tinggi, berambut panjang, hitam dan lurus menggantikan ikon wanita cantik Indonesia sebelumnya yang digambarkan berkulit kuning langsat (http://www.apakabar.com). Contoh kasus tentang iklan kecantikan adalah pada iklan pemutih wajah. Di iklan tersebut diceritakan seorang laki – laki yang sudah bertunangan akhirnya kembali pada mantan kekasihnya. Hal tersebut disebabkan ketertarikan si laki-laki setelah melihat perbedaan pada diri mantan kekasihnya. Wajahnya berubah putih dan cantik setelah memakai produk pemutih wajah. Begitu seolah citra yang ingin di sampaikan oleh iklan tersebut. Citra yang dihadirkan adalah bahwa kulit putih dan cantik lebih baik dibandingkan kulit hitam. Iklan telah memegang peranan penting dalam perubahan dan penciptaan bentuk tubuh ideal. Sajian iklan yang menarik dan bersifat persuasif dapat mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Menurut Judith Wlliamson (Kasiyan, 2008), iklan merupakan salah satu budaya yang sangat penting, yang membentuk dan 6 merefleksikan kehidupan masyarakat. Dengan menggunakan model-model cantik, langsing serta public pigure dalam menawarkan produk-produknya, iklan telah menjadi jurus ampuh yang mengubah persepsi individu tentang bentuk tubuh ideal. Sajian iklan-iklan komersial yang menarik merupakan kekuatan iklan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku konsumennya. Pesan-pesan yang disampaikan selain kental kandungan rekayasanya juga menawarkan fantasi-fantasi yang persuasif. Fantasi-fantasi ini yang begitu mudah mempengaruhi remaja sebagai sasaran utama pemasaran beberapa produk. Pada saat ini iklan yang disajikan, selain dikemas dengan begitu menarik, juga seringkali menggunakan public figure sebagai model produk yang mampu mengajak remaja bersedia memakai atau mencoba produk yang ditawarkan. Contoh kasus lain adalah yang dialami seorang remaja putri. Sudah dua jam Putri (15 tahun), tercenung di depan kaca rias. Ia tak pernah puas dengan tata rias yang berulang kali dihapus dan dioles kembali. Putri amat mencemaskan wajahnya, terutama kulit dan bibir. Kulit Putri yang sawo matang membuat wajahnya tampak manis. Namun, ia tak senang dengan warna kulitnya dan mendambakan kulit putih bersih mengkilat seperti artis yang dilihatnya di televisi. Berulang kali ia ke dokter kulit, ke salon atau ke spa untuk memutihkan kulit, namun sepertinya tak membawa hasil. Sudah banyak uang ia habiskan untuk itu. Belum lagi keluhannya tentang bentuk bibir yang menurutnya terlalu lebar. Putri sering menutupi bibir dengan saputangan, terutama jika sedang bicara dengan seseorang. Ia tak ingin orang memperhatikan bibirnya. Makin lama, Putri makin cemas dan stres berat sampai- 7 sampai tak bisa berkonsentrasi pada pelajaran sekolah. Tidak ada satu pun usahanya berhasil memperbaiki apa yang ia anggap sebagai kekurangannya. Tidak ada satu pun anggota keluarga, bahkan orangtua, yang bisa meyakinkan Putri, bahwa dirinya baikbaik saja, tak ada yang aneh (www.e-psikologi.com). Contoh kasus diatas menunjukkan body image negatif yang dimiliki oleh seorang Putri yang mempengaruhi sikap dan perilakunya. Sikap dan perilaku yang diperlihatkan oleh Putri adalah cerminan dari ketidaksesuaian apa yang dimiliki dengan apa yang dilihat. Hal tersebut diduga disebabkan oleh besarnya pengaruh media dan iklan tentang bentuk tubuh ideal. Putri memiliki body image negatif terhadap fisiknya, yang menurut sebagian besar orang merupakan hal yang wajar, dikarenakan body image merupakan bagian dari tahapan dalam perkembangan pubertas seorang remaja. Akan tetapi karena sifatnya persuasif dan beulang-ulang, pesan dari iklan ikut mempengaruhi persepsi Putri terhadap body image. Akibatnya tidak hanya terjadinya perubahan persepsi terhadap body image, akan tetapi juga perubahan sikap dan perilaku dalam kesehari-hariannya. Berdasarkan uraian diatas, peneliti beransumsi bahwa iklan kecantikan mempengaruhi body image atau citra tubuh pada remaja putri. Oleh karena itu pertanyaan penelitian adalah “Apakah ada hubungan negatif antara iklan kecantikan dengan body image pada remaja putri?” 8 TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi Terhadap Iklan Kecantikan Pengertian Persepsi Definisi persepsi menurut Desiderato (Rakhmat, 2003) adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dalam konteks iklan kecantikan persepsi berarti pengalaman tentang iklan kecantikan, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menfsirkan pesan dalam iklan kecantikan. Pengertian Iklan Kasiyan (2008) mendefinisikan iklan sebagai berita pesanan untuk mendorong, membujuk kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan. Dengan kata lain iklan adalah penyampaian pesan untuk mempersuasi khalayak sasaran tertentu. Hal senada juga dikemukakan oleh Shimp (Antini, 2003), bahwa iklan merupakan berita tentang suatu barang atau jasa yang ditujukan kepada orang banyak dengan tujuan agar mau menggunakan barang atau jasa yang dijual tersebut. Williamson (Kasiyan, 2008), menambahkan bahwa iklan sebagai salah satu budaya yang sangat penting, yang membentuk dan merefleksikan kehidupan masyarakat. Periklanan sendiri memang merupakan bentuk komunikasi yang sering memunculkan kode-kode sosial tersebut tak jarang pula mengadopsi streotip, asosiasi-asosiasi, refleksi kultural, serta ideologi di masyarakat. 9 Sedangkan Kasali (2008) berpendapat bahwa iklan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat melalui suatu media. Namun demikian, untuk membedakannya dengan pesan biasa, iklan lebih diarahkan untuk mempengaruhi atau membujuk orang supaya membeli sesuatu produk tertentu. Aspek-aspek Iklan Menurut Kasali (Kurniawan, 2002) untuk menghasilkan iklan yang baik harus memperhatikan beberapa aspek yang dikenal dengan teori AIDCA, yaitu : a. Attention (perhatian) Iklan harus menarik perhatian khalayak sasarannya, baik pembaca, pendengar atau pemirsa. Untuk itu iklan memerlukan bantuan, antara lain berupa ukuran (airtime dalam mengudarakan media penyiarannya), penggunaan warna (spot atau full color), tata letak (lay out), jenis-jenis huruf (typography) yang ditampilkan. Iklan yang baik adalah iklan yang dapat menarik calon pembelinya b. Interest (minat) Setelah perhatian calon pembeli didapat, selanjutnya persoalan yang dihadapi adalah bagaimana agar calon pembeli berminat dan ingin tahu lebih jauh. Perhatian harus dapat ditingkatkan menjadi minat sehingga timbul rasa ingin tahu secara lebih rinci didalam diri calon pembeli. Untuk itu harus dirangsang agar pembeli mau melihat, membaca, dan mendengarkan, serta mengikuti peran-peran yang disampaikan. c. Desire (kebutuhan atau keinginan) 10 Tidak ada gunanya menyenangkan calon pembeli dengan rangkaian kata-kata gembira melalui sebuah iklan, kecuali iklan tersebut berhasil menggerakkan keinginan orang untuk memiliki atau menikmati produk tersebut. Kebutuhan atau keinginan untuk memiliki, memakai, atau melakukan sesuatu harus dibangkitkan. d. Conviction (rasa percaya) Sampai pada tahap ini diharapkan telah berhasil menciptakan kebutuhan calon pembeli terhadap kelebihan yang dimiliki produk yang ditawarkan. Untuk menimbulkan rasa percaya diri, sebuah iklan perlu ditunjang dengan berbagai peragaan atau pembuktian dan pemberian sampel. e. Action (tindakan) Tahap yang paling akhir ini adalah membujuk calon pembeli agar sesegera mungkin melakukan pembelian atau bagian dari itu. Pengertian Kecantikan Menurut Wolf (www.ibdajurnal.googlepages.com), kecantikan bukanlah sesuatu yang objektif universal yang tidak dapat berubah. Menurutnya kecantikan adalah suatu kontrol sosial terhadap perempuan. Kecantikan itu pada realitasnya ada dan objektif dalam masyarakat. Berbagai persepsi akan muncul terkait dengan makna kecantikan. Berbagai pendapat tentang kecantikan dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok, pertama sebagai kecantikan hanya bersifat fisik saja (outer beauty), wajah yang ayu, tubuh yang langsing, kulit putih, tinggi semampai, hidung mancung merupakan manifestasi kecantikan fisik. Kedua kecantikan terdapat dalam diri (inner 11 beauty), kepribadian, intelektualitas, kecakapan emosional, dan kualitas-kualitas non fisik merupakan gambaran kecantikan. Ketiga kecantikan itu bersifat fisik dan non fisik, kecantikan tidak hanya pada tataran penampilan fisik saja tetapi juga pada tataran non fisik. Artinya, perempuan yang memiliki inner beauty juga harus memiliki outer beauty. B. Body Image Pengertian Body Image Sconfeld (Dewi, 2003) berpendapat bahwa body image adalah konsep individu tentang fisik, perasaan senang atau tidak senang terhadap tubuhnya, berdasarkan pengalaman dari tubuhnya yang lalu dan sekarang baik nyata maupun fantasi. Hurlock (Amalia, 2007) mengemukakan body image adalah evaluasi dari persepsi terhadap keadaan fisik. Jika seorang remaja mempunyai body image yang tinggi maka akan merasa percaya diri dan dapat melakukan penyesuaian diri yang baik karena tidak ada hambatan dalam diri remaja tersebut. Sedangkan Stuart dan Sundeen (Amalia, 2007) mendefinisikan body image sebagai suatu sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan, dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu. 12 Aspek-aspek Body image Menurut Hurlock (Triana, 2005), Komponen perseptual merupakan gambaran mental yang dimiliki tentang tubuh meliputi ketepatan individu mengestimasi keadaan tubuhnya, sementara komponen sikap mengarah pada perasaan individu tentang tubuhnya. Perasaan ini diwakili dengan tingkat kepuasan atau ketidakpuasan (body dissatisfaction) individu terhadap bagian-bagian tubuhnya atau keseluruhannya. Sedangkan komponen sikap meliputi perasaan yang dimiliki individu mengenai dirinya sendiri, sikap terhadap statusnya, prospek masa depannya, harga dirinya, kepuasan dan penilaian dirinya. Mc Kinley (Triana, 2005) berpendapat bahwa ada tiga komponen yang mempengaruhi body image terutama berkaitan dengan kesadaran terhadap tubuh diantaranya adalah : 1. Komponen Surveillance, yaitu membandingkan keadaan fisik diri dengan orang lain sebagai pengamat dari luar. 2. Komponen Body Shame, yaitu perasaan malu terhadap penampilan fisik diri. 3. Komponen Control Beliefs, yaitu keyakinan bahwa penampilan dapat dikendalikan. Berdasarkan kajian komponen body image dari teori yang ada, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek body image secara garis besar sebagai berikut: A. Aspek Kognitif, meliputi komponen perseptual yaitu tentang gambaran mental individu mengenai tubuhnya. B. Aspek Afektif, mengarah pada evakuasi perasaan individu tentang tubuh. 13 Hubungan Antara Iklan Kecantikan Dengan Body Image Pada Remaja Putri Menurut Kasali (2008) iklan merupakan sebuah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat melalui media. Fungsi dan tujuan dari iklan adalah mengajak dan membujuk konsumennya secara berulang-ulang agar mau membeli dan produk yang ditawarkan. Ada beberapa cara agar iklan dapat menarik perhatian dan disukai oleh konsumennya yang pada akhirnya timbul rasa percaya untuk menggunakan produk yang diiklankan, salah satunya adalah dengan menggunakan model iklan yang cantik. Iklan kecantikan sebagai salah satu iklan yang membidik pangsa pasar perempuan (remaja putri) boleh dikatakan hampir selalu menggunakan model cantik didalamnya. Alasannya tentu saja dengan menggunakan model cantik, remaja putri yang ingin tampil cantik seperti sang model diharapkan tertarik untuk mencoba produk yang diiklankan. Dengan menggunakan model yang cantik, iklan kecantikan diharapkan mampu meningkatkan penjualan produk tersebut. Sosiolog, Dr. Thamrin Amal Tamagola menemukan 5 citra perempuan dalam iklan, yang ia sebut sebagai P-5, yaitu: citra peraduan, citra pigura, pilar rumah tangga, citra pergaulan dan citra pinggan. Citra peraduan bersangkut paut dengan citra perempuan sebagai obyek seksual. Citra pigura, perempuan sebagai makhluk yang cantik dan harus selalu menjaga kecantikannya dengan latihan fisik, diet, aksesori, pakaian; segala sesuatu yang mewah diasosiasikan sebagai perempuan (Http://www.jurnalperempuan.com). Namun disisi lain persepsi remaja putri terhadap iklan kecantikan juga dapat berdampak pada aspek lain, yaitu mempengaruhi body 14 image. Turner (Suksesa, 2004) menemukan bahwa iklan yang menekankan pada penampilan fisik akan mendorong remaja untuk memiliki tubuh ideal agar mereka merasa nyaman dengan dirinya. Para peneliti berpendapat bahwa iklan mungkin memberikan pengaruh kuat yang merugikan pada body image remaja putri, yang dapat membawa pada perilaku yang tidak sehat, seperti usaha yang keras dari remaja putri untuk mendapatkan tubuh yang sangat kurus sebagaimana yang diidealkan oleh media, dalam hal ini iklan (mediascope, 2000). Body image pada remaja putri adalah evaluasi dari penilaian subjektif remaja putri tentang keadaan fisik secara keseluruhan yang terbentuk dari pengalaman psikologis masa lalu dan sekarang. Body image yang positif adalah persepsi yang benar dan jelas mengenai bentuk tubuh serta adanya perasaan bangga dan penerimaan terhadap tubuh. Body image bisa dikatakan negatif apabila persepsi yang terdistorsi mengenai bentuk tubuh serta adanya perasaan malu, sadar diri, dan kekhawatiran terhadap tubuh. Salah satu faktor yang mempengaruhi body image adalah identifikasi terhadap orang lain, ini dapat diartikan bahwa remaja putri berusaha untuk memperbaiki penampilan fisiknya agar sesuai atau sama dengan simbol kecantikan yang dilihatnya. Simbol kecantikan ini dapat dilihat pada sebagian besar iklan-iklan kecantikan. Apabila tidak tercapai remaja putri akan merasa cemas ketika membandingkan bahwa keadaan dirinya tidak sama dengan stereotype dan simbol kecantikan yang ada, dan ini akan mengurangi citra terhadap tubuhnya 15 Hipotesis Ada hubungan negatif antara persepsi terhadap iklan kecantikan dengan body image pada remaja putri. Semakin tinggi persepsi terhadap iklan kecantikan maka akan semakin negatif (rendah) body image pada remaja putri. Sebaliknya Semakin rendah persepsi terhadap iklan kecantikan maka akan semakin positif (tinggi) body image pada remaja putri. METODE PENELITIAN Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah para remaja putri dengan rentang usia 1622 tahun yang berdomilisi di Yogyakarta. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan skala sebagai alat ukur pengumpulan data. Penggunaan skala diharapkan dapat merefleksikan keadaan subjek yang sebenarnya. Peneliti menggunakan skala persepsi terhadap iklan kecantikan yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek iklan kecantikan yang diambil dari teori Kasali (Kurniawan, 2002) yaitu teori AIDCA dan skala body image yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek body image yang diambil dari Mc Kinley (Triana, 2005). Skala persepsi terhadap iklan kecantikan disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek iklan kecantikan yang diambil dari teori Kasali (Kurniawan, 2002) yaitu teori AIDCA, yaitu: 16 a. Attention (perhatian) b. Interest (minat) c. Desire (kebutuhan atau keinginan) d. Conviction (rasa percaya) e. Action (tindakan) Skala body image disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek body image yang diambil dari Mc Kinley (Triana, 2005) yang terdiri dari: a. Kognitif, meliputi komponen perseptual yaitu gambaran mental individu mengenai tubuhnya. b. Afektif, mengarah pada evaluasi perasaan individu tentang tubuhnya. Metode Analisis Data Ketika seluruh data telah diperoleh dan terkumpul, maka untuk membuktikan hipotesis yang diajukan, data yang telah diperoleh tersebut diolah dengan menggunakan perhitungan statistik. Untuk melihat hubungan antara body image pada remaja putri dengan persepsi terhadap iklan kecantikan peneliti menggunakan metode analisis korelasional Product moment dengan menggunakan bantuan fasilitas komputer yaitu program SPSS 11 for windows. HASIL PENELITIAN Berdasarkan 40 aitem Body Image yang di ujicobakan dan dianalisa ternyata ada 1 aitem yang gugur yaitu aitem nomor 29. Sedangkan sisanya sebanyak 39 aitem 17 adalah valid dengan koefisien korelasi berkisar antara 0.2597 – 0.8730 serta koefisien reliabilitas alpha sebesar 0.9519. Hasil analisa terhadap aitem Persepsi Terhadap Iklan Kecantikan menunjukkan bahwa dari 41 aitem yang diuji cobakan terdapat 5 aitem yang gugur yaitu aitem nomor 17, 18, 19, 31, 41 , ini berarti ada 36 aitem yang valid. Koefisien korelasi bergerak antara 0.2913 – 0.8808 dan uji reliabilitas dengan menggunakan teknik korelasi Alpha, dimana koefisien reliabilitas adalah 0.9540. Data-data yang terkumpul dalam penelitian ini, maka diperoleh data dari subjek yang keseluruhannya adalah remaja putri yang memiliki rentang usia dari 1622 tahun dengan jumlah subjek 60 orang. Kategorisasi untuk variabel body image dari 60 subjek diperoleh hasil bahwa ada 7 subjek (11.9%) yang memiliki tingkat body image pada kategori sangat tinggi, dan 25 subjek (42.3%) ada pada kategori tinggi. Untuk kategori sedang diperoleh sebanyak 21 subjek (35.6 %). Kemudian kategori rendah ada 2 subjek (3.4 %) dan pada kategori sangat rendah ada 4 subjek (6.8 %). Berdasarkan kategori tersebut dapat dilihat bahwa tingkat body image subjek penelitian berada pada kategori tinggi. Sedangkan untuk persepsi terhadap iklan kecantikan, remaja putri yang memiliki persepsi terhadap iklan kecantikan sangat tinggi sebanyak 2 subjek (3.4%), pada kategori tinggi yaitu sebanyak 8 subjek (13.5%), mayoritas pada tingkatan sedang sebanyak 25 subjek (42.4%). Kemudian kategori rendah ada 20 subjek (33.9 %) dan pada kategori sangat rendah ada 4 subjek (6.8 %). 18 Hasil analisa dengan menggunakan SPSS 11.00 for Windows, menunjukkan bahwa koefisien korelasi dari analisa product moment (Pearson) antara persepsi terhadap iklan kecantikan dan body image r = -0.567 dengan p = 0,000 (p < 0,01) dari hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap iklan kecantikan dengan body image, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara persepsi terhadap iklan kecantikan dengan body image pada remaja putri dapat diterima. PEMBAHASAN Hasil analisa data statistik menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap iklan kecantikan dengan body image pada remaja putri. Hal tersebut menunjukkan hubungan bahwa semakin rendah persepsi terhadap iklan kecantikan maka akan semakin tinggi (positif) body image pada remaja putri, begitu pula sebaliknya. persepsi terhadap iklan kecantikan hanya memberi sumbangan efektif sebesar 32.2% untuk dapat mempengaruhi body image pada remaja putri. Hal itu bisa diartikan lebih lanjut bahwa persepsi terhadap iklan kecantikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi body image pada remaja putri. Berdasarkan kategori subjek dapat dilihat bahwa body image pada remaja putri mayoritas berada pada kategori tinggi sebanyak 25 orang. Sedangkan untuk persepsi terhadap iklan kecantikan, mayoritas dari remaja putri pada kategori sedang yaitu sebanyak 25 orang. 19 Hasil penelitian ini menguatkan pendapat Garner (Suksesa, 2004) bahwa media memainkan peranan penting sebagai penjaga gerbang kebudayaan, menyusun standar kecantikan bagi kita semua dengan menggunakan model yang mereka pilih. Penelitian yang pernah dilakukan Garner (Suksesa, 2004) menunjukkan pengaruh yang kuat dari media pada persepsi seseorang. Sebesar 43% wanita melaporkan bahwa penggunaan model yang sangat kurus membuat mereka merasa tidak nyaman dengan berat tubuh mereka. Sebesar 48 % wanita mengindikasikan bahwa model yang sangat kurus membuat mereka ingin mengurangi berat tubuh mereka agar badannya tampak seperti model tersebut. Dampak media terhadap body image juga telah diteliti oleh Thompson dan Heinberg (Suksesa, 2004) yang menemukan bahwa media merupakan faktor yang signifikan dalam perkembangan gangguan makan (yang merupakan manifestasi dari body image negatif). Hal serupa juga ditemukan oleh Tiggermann dan Ruutel (Suksesa, 2004) yaitu pemaparan terhadap media berkorelasi dengan simptom gangguan makan (yang merupakan manifestasi dari body image negatif). Salah satu bagian dari media adalah iklan. Iklan merupakan media yang paling banyak diminati oleh masyarakat. Program iklan merupakan program yang selalu diperlihatkan dihampir setiap media, salah satunya adalah di televisi. Mander (Suksesa, 2004) mengatakan bahwa televisi adalah iklan. Televisi adalah medium yang mempunyai tujuan untuk menjual, untuk mempromosikan kapitalisme. Dalam kaitannya dengan body image, penekanan pada penampilan fisik dan bentuk tubuh adalah hal yang umum dalam iklan. Terutama para kaum perempuan, iklan akan 20 menggiring mereka untuk menimbulkan keinginan sangat kuat untuk memiliki sifat tubuh yang ideal agar mereka merasa cocok dan baik tentang diri mereka sendiri. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data maka dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya hubungan negatif yang signifikan antara persepsi terhadap iklan kecantikan dengan body image pada remaja putri. Semakin rendah persepsi terhadap iklan kecantikan maka akan semakin tinggi (positif) body image pada remaja putri. Sebaliknya, semakin tinggi persepsi terhadap iklan kecantikan maka akan semakin rendah (negatif) body image pada remaja putri. SARAN Bagi subjek penelitian diharapkan untuk dapat memilih dengan bijak menyaring dengan baik dan mengambil sisi positif dari pesan-pesan yang terdapat pada iklan kecantikan. Sedangkan untuk pihak pengiklan untuk dapat menghilangkan pengaruh negatif dari iklan terhadap psikologis konsumennya. Bagi penelitian selanjutnya yang tertarik untuk meneliti body image, disarankan untuk mempertimbangkan variable lain yang berhubungan dengan body image, sehingga dapat ditentukan faktor-faktor yang paling berperan dan mempunyai sumbangan paling besar terhadap body image remaja putri untuk semua hal baik pendidikan, kehidupan bermasyarakat, dan lain-lain. 21 DAFTAR PUSTAKA Agustiani, H. 2006. Psikologi Perkembangan. Pendekatan Psikologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung : PT Refika Aditama. Amalia, N.R. 2007. Hubungan Body Image Dengan Penyesuaian Diri Sosial Pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan) Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Hardy, M and Heyes, S. 1998. Pengantar Psikologi. Jakarta : Erlangga Hurlock, E.B. 1996. Psikologi Pengantar : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Waktu. (Terjemahan). Jakarta : Erlangga Kasiyan. 2008. Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan Dalam Iklan. Yogyakarta : Ombak. Kurniawan, L.H. 2002. Hubungan Antara Intensitas Menonton Iklan Rokok di Televisi Dengan Perilaku Merokok Pada Siswa SMK PIRI Sleman. Skripsi (tidak diterbitkan) Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Santrock, J.W. 2003. Adolescence-Perkembangan Remaja. (Edisi Keenam). Jakarta : Erlangga. Sarwono, S.W. 1994. Psikologi Remaja. Edisi 1. Cetakan 3 Jakarta : PT Grafindo Persada. Shimp, T.A. 2003. Periklanan Promosi (Jilid I Edisi Kelima). Jakarta : Erlangga. Suksesa, R. 2004. Hubungan Antara Intensitas Menonton Iklan Kosmetik Dengan Citra Raga Pada Wanita. Skripsi. (tidak diterbitkan) Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Sumartono. 2002. Terperangkap dalam Iklan. Bandung : Alfabeta. 22 Sutriandewi. 2003. Hubungan Citra Raga Dengan Perilaku Diet Pada Remaja Putri. Skripsi. (tidak diterbitkan) Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Triana, R. 2005. Hubungan Antara Citra Raga Dengan Kecemasan Berbicara di Muka Umum. Skripsi (tidak diterbitkan) Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Website Internet: 1. http://www.ibdajurnal.googlepages.com 2. http://www.library.usu.ac.id. 2003 3. http://www.e-psikologi.com 4. http://www.elearning.unej.ac.id 5. http://www.apakabar.com 6. http://www.balipost.co.id/Bali 7. http://www.parentsguide.co.id 8. http://www.mediascope.org