Jurnal MIPA 37 (1): 31-40 (2014) Jurnal MIPA http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JM KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK DAN OPTIK SEL SURYA ORGANIK BERBASIS ANTOSIANIN JANTUNG PISANG Sutikno S Rahayu, NMD Putra Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Artikel Abstrak _______________________ __________________________________________________________________________________________ Sejarah Artikel: Diterima 28 Januari 2014 Disetujui 15 Maret 2014 Dipublikasikan April 2014 Penelitian pembuatan dan karakterisasi sel surya organik struktur berlapis-lapis (laminated) ITO/PEDOT:PSS/PEG/PEG+Antosianin/Antosianin/Al/ITO menggunakan antosianin jantung pisang sebagai bahan akseptor elektron telah dilakukan. Karakterisasi sifat listrik film tipis antosianin jantung pisang menggunakan I-V meter V1.0 ELKAHFI 100, karakterisasi absorbansi menggunakan spektrometer Ocean Optic Vis-NIR USB 4000, karakterisasi struktur permukaan menggunakan Scopeman Digital CCD Microscope MS-804, karakterisasi spektra FT-IR menggunakan PerkinElmer Frontier FT-IR Spectroscopy. Pelapisan PEDOT:PSS, PEG, dan antosianin menggunakan metode spin coating sedangkan pelapisan aluminium dengan metode evaporasi termal menggunakan LADD Research Industries evaporator. Pengukuran sifat listrik sel surya organik dilakukan di bawah sumber cahaya lampu xenon 1000 W/m2 menggunakan Keithley 2602A system sourchMeter dengan luas area aktif sel adalah 1 cm2. Dari hasil pengukuran dan perhitungan didapatkan nilai efisiensi sel surya organik sebesar 1,03 x 10-4 %. _______________________ Keywords: Antosianin; organic solar cell; electron acceptor ______________________________ Abstract __________________________________________________________________________________________ A study to create and characterize ITO/ PEDOT:PSS/ PEG/PEG+ Anthocyanin/ Anthocyanin/ Al/ITO laminated organic solar cells using banana male bud’s Anthocyanin as electrone acceptors has been carried out. The characterization of thin-layer electrical properties of banana male bud’s Anthocyanin has been performed using I-Vmeter V1.0 ELKAHFI 100, the characterization of absorbance was measured using Ocean Optic Vis-NIR USB 4000 spectrometer, the characterization of surface structure was measured using Scopeman Digital CCD Microscope MS-804, and the characterization of of FT-IR spectra was measured using PerkinElmer Frontier FT-IR Spectroscopy. The layering of PEDOT:PSS, PEG, and Anthocyanin was done using sping coating method and the layering of aluminium by thermal evaporation method was using LADD Research Industries evaporator. The measurement of the electrical properties of the organic solar cells was carried out under the illumination of xenon lamp at 1000W/m2 using Keithley 2602A system sourchMeter with active area of 1 cm 2. Results showed that the efficiency value of the organic solar cells was 1,03x10 -4 %. © 2014 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi: Gedung D7 Lantai 2, Kampus Unnes Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-mail: [email protected] ISSN 0215-9945 31 Sutikno, S Rahayu, NMD Putra / Jurnal MIPA 37 (1): 31-40 (2014) PENDAHULUAN Dewasa ini, bahan aktif untuk sel surya umumnya adalah semikonduktor anorganik seperti silikon (Si), galium arsenida (GaAs), kadmium selenium (CdSe), dan masih banyak lagi (Denler et al., 2006). Efisiensi konversi untuk sel surya anorganik bervariasi hingga mencapai 20% dengan performansi terbaik dari piranti sel surya anorganik thin-layer dan multi-junction, sebaliknya untuk sel surya organik terbaik dengan konsep bulk-heterojunction memiliki efisiensi dari 3,03,5% (Benanti & Venkataraman, 2006). Namun, proses pembuatan sel surya berbahan aktif semikonduktor anorganik ini umumnya dibuat dalam bentuk film tipis menggunakan teknik epitaksi sehingga selain biaya semikonduktor anorganiknya mahal juga memerlukan biaya fabrikasi yang tinggi. Sel surya organik merupakan alat untuk mengkonversi cahaya matahari menjadi energi listrik yang terdiri dari sebuah film dari lapisan aktif organik yang terjepit di antara elektroda transparan dan sebuah elektroda logam. Pada sel surya organik umumnya memiliki katoda transparan untuk meneruskan cahaya yang masuk dan kemudian diserap oleh lapisan aktif. Biasanya perangkat lapisan aktif sel surya polimer tersusun dari campuran film terkonjugasi (sebagai donor elektron) dan akseptor molekular kecil (Hou & Guo 2013). Sel surya organik dapat dikategorikan dalam beberapa struktur piranti antara lain single layer, bilayer, campuran (blend), atau berlapis-lapis (laminated). Alasan yang melatarbelakangi perkembangan struktur ini adalah untuk memperoleh efisiensi sel yang tinggi dengan meningkatkan proses pemisahan dan pengumpulan muatan pada lapisan aktif dari bahan organik yang dapat berupa polimer, pigmen, maupun dye (Halme 2002). Gambar 1. Skema perbedaan divais fotovoltaik organik a) single layer, b) bilayer donor akseptor, c) donor-akseptor bulk heterojunction (atau campuran), dan d) struktur donor-akseptor berlapis-lapis (laminated) (Halme 2002). Gambar 2. Skema diagram struktur pita sel surya organik sambungan hetero. Lapisan aktif pada jenis ini terdiri dari donor dan akseptor (Benanti & Venkataraman 2006). Antosianin adalah bagian dari senyawa fenol yang tergolong flavonoid. Antosianin merupakan zat warna yang tersebar luas pada tumbuhan karena kandungan pigmen yang memberikan warna pada tumbuhan tinggi dan mudah larut dalam air (Durst & Wrolstad 2005). Antosianin potensial digunakan sebagai bahan aktif sel surya karena memiliki spektrum serapan cahaya dalam rentang yang cukup lebar yaitu dari merah hingga biru. 32 Sutikno, S Rahayu, NMD Putra / Jurnal MIPA 37 (1): 31-40 (2014) dideposisikan anoda yang biasanya menggunakan aluminium namun kalsium, perak, atau emas juga digunakan. Gambar 3. Struktur umum pigmen antosianin. Pelargonidin, R1 dan R2=H; sianidin, R1=OH, R2=H; delpinidin, R1 dan R2=OH; peonidin, R1=OMe dan R2=H; petunidin, R1=Me dan R2=OH; malvidin, R1 dan R2 = Ome (Wrolstad et al. 2005). Gambar 4. Diagram struktur lapisan sel surya organik bulk heterojuction. Lapisan aktif terdiri dari campuran donor dan akseptor (Benanti & Venkataraman 2006). Sel surya organik terdiri dari sedikitnya empat lapisan yang berbeda, tidak terhitung substrat seperti glass atau yang lainnya dari polimer transparan. Di atas substrat diletakkan katoda yaitu Indium Tin Oxide (ITO) yang merupakan bahan katoda yang terkenal dengan transparansinya dan substrat glass dilapisi dengan ITO yang tersedia secara komersial. Sebuah lapisan dari campuran polimer konduktif PEDOT:PSS atau poli (3,4-ethylenedioxy thiophene):poli (styrenesulfonate) digunakan diantara katoda dan lapisan aktif. Lapisan polimer konduktif PEDOT:PSS memiliki beberapa fungsi, tidak hanya sebagai pengangkut lubang dan penahan eksiton tetapi juga menghaluskan permukaan ITO, melindungi lapisan aktif dari oksigen, dan menjaga bahan katoda dari difusi ke dalam lapisan aktif (Benanti & Venkataraman 2006). Lapisan aktif pada sel surya organik terbuat dari campuran polimer terkonjugasi (donor) dan fullerene (akseptor) yang menyerap cahaya datang. Proses penyerapan cahaya menyebabkan eksiton dapat kembali ke keadaan dasar atau berpisah menjadi elektron dan lubang. Di atas lapisan aktif Proses operasi dari sel surya organik terdiri dari tiga tahapan, yaitu (a) penyerapan cahaya (energi foton), (b) terjadinya pemisahan muatan (elektron dan lubang) pada permukaan antara donor-akseptor, dan (c) aliran dari kedua muatan tersebut di dalam bahan organik ke kedua elektrodanya. Syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi dari proses pengubahan energi foton menjadi arus listrik adalah bahwa elektron dan lubang tidak terjadi rekombinasi (bersatu) sebelum dibawa/dialirkan ke rangkaian eksternal. Untuk mengurangi proses rekombinasi elektron-lubang, maka elektron dan lubang dibawa oleh bahan yang yang berbeda (Nurosyid & Kusumandari 2010). Untuk piranti donor-akseptor, maka bahan akseptor mempunyai sifat konduktivitas elektron yang baik. Sebaliknya untuk bahan donor mempunyai konduktivitas lubang yang baik (Halme 2002). Oleh karena itu bahan organik yang mudah menghasilkan pasangan elektron-lubang dan mobilitas muatan yang tinggi merupakan faktor yang penting dalam menentukan besarnya efisiensi sel surya organik (Nurosyid & Kusumandari 2010). 33 Sutikno, S Rahayu, NMD Putra / Jurnal MIPA 37 (1): 31-40 (2014) hasil destilasi disaring menggunakan kertas saring halus dan dipekatkan menggunakan pengaduk panas magnetik pada suhu 82oC. Antosianin jantung pisang kemudian disimpan dalam botol tetes sesuai dengan kode sampel. Variasi komposisi bahan pembuatan antosianin jantung pisang ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi bahan pembuatan antosianin jantung pisang. Kode Sampel Gambar 5. Bagan susunan sel surya organik (Brabec & Durrant 2008). METODE PENELITIAN Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender COSMOS CB-285G, HMS-79 magnetic heated stirrer, kertas saring, alat destilasi, termometer, 1510 BRANSON ultrasonic bath, spin coater (cit wr05), oven KIRIN, I-V meter V1.0 ELKAHFI 100, spektrofotometer Ocean Optic Vis-NIR USB 4000, Scopeman Digital CCD Microscope MS-804, PerkinElmer Frontier FT-IR Spectroscopy, LADD Research Industries evaporator, lampu xenon, Solar Power meter, Keithley 2602A system sourchMeter, jantung pisang, ethanol (C2H5OH) 96% teknis, asam asetat (CH3COOH) teknis, aquades, substrat kaca preparat (Microscope Slides, ketebalan 1-1,2 mm), substrat indium tin oxide 8-12 Ω/sq (Aldrich), ethanol (C2H5OH) 96% teknis, aquades, larutan poly(3,4ethylenedioxythiophene): poly(4-styrenesulfonate) /PEDOT:PSS (Aldrich Cat. 483095), polyethilen glycol/PEG 99% (Merck KGaA), dan aluminium (Al) 99,95%. Antosianin jantung pisang divariasi fraksi sebanyak lima variasi dengan massa pelarut tetap sebanyak 124 g. Pelarut yang digunakan adalah campuran dari ethanol, asam asetat, dan aquades dengan perbandingan 25: 1: 5 yaitu ethanol 100 g, asam asetat 4 g, dan akuades sebanyak 20 g. Pembuatan antosianin jantung pisang dimulai dengan memotong jantung pisang bentuk dadu kemudian diblender dengan pelarut selama dua menit. Hasil blender disaring menggunakan kertas saring kasar, kemudian didestilasi menggunakan alat destilasi sederhana. Larutan Fraksi Jantung Pisang (g) Pelarut (g) A 0,2 31 124 B 0,3 62 124 C 0,4 83 124 D 0,5 124 124 E 0,6 186 124 Preparasi Piranti Sel Surya Organik Pembuatan sel surya organik ITO/PEDOT:PSS/PEG/PEG+Antosianin/Antosianin /Al/ ITO dimulai dengan menyiapkan substrat indium tin oxide (ITO) ukuran 1,5 cm x 1 cm. Substrat ITO dibersihkan dengan ethanol, aquades, dan ethanol secara berturut-turut menggunakan ultrasonic cleaner bath masing-masing selama 15 menit kemudian substrat ITO dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100oC selama 10 menit. Pada substrat ITO dilapiskan PEDOT:PSS dengan metode spin coating kecepatan 600 rpm selama satu menit kemudian dioven pada suhu 100oC selama 10 menit. Di atas lapisan PEDOT:PSS dideposisikan polyethilen glycol dengan kecepatan 600 rpm selama 20 detik kemudian dioven pada suhu 100oC selama 20 menit. Campuran PEG dan antosianin dispin coating pada kecepatan 600 rpm selama 30 detik kemudian dioven pada suhu 200oC selama 10 menit. Lapisan antosianin jantung pisang dilapiskan di atas lapisan campuran PEG dan antosianin dengan metode spin coating kecepatan 2600 rpm selama 30 detik kemudian dioven pada suhu 200oC selama 15 menit. Penyiapan elektroda Al dengan metode evaporasi termal aluminium di atas substrat ITO. Langkah terakhir yaitu meletakkan elektroda Al di atas lapisan antosianin jantung pisang. 34 Sutikno, S Rahayu, NMD Putra / Jurnal MIPA 37 (1): 31-40 (2014) HASIL DAN PEMBAHASAN a. Karakterisasi Sifat Listrik Film Tipis Antosianin Jantung Pisang Karakterisasi sifat listrik film tipis antosianin jantung pisang menggunakan I-V meter V1.0 ELKAHFI 100 mengunakan metode two point probe dengan tegangan masukan hingga 4 volt. Gambar 6. Sel surya organik ukuran 1 cm2 berbentuk sandwich. (a) (b) Gambar 7. Grafik hubungan tegangan dengan arus listrik film tipis antosianin jantung pisang dengan lima variasi fraksi dalam kondisi (a) gelap dan (b) terang. 35 Sutikno, S Rahayu, NMD Putra / Jurnal MIPA 37 (1): 31-40 (2014) Terlukiskan pada Gambar 7 bahwa film tipis antosianin jantung pisang memilki respon I-V yang berbeda dalam kondisi gelap dan terang untuk masing-masing sampel. Dari Gambar 7b didapatkan bahwa sampel B1 memiliki nilai peningkatan arus listrik paling tinggi dibandingkan sampel yang lain hingga mencapai 1,91E-06 A. Semakin banyaknya molekul antosianin yang menyerap cahaya menyebabkan semakin banyaknya molekul antosianin yang bertransisi dan kemampuan untuk menghasilkan arus listrik semakin meningkat. b. Karakterisasi Sifat Optik Film Tipis Antosianin Jantung Pisang Karakterisasi sifat optik dari film tipis antosianin jantung pisang menggunakan spektrofotometer Vis-NIR dengan nama Ocean Optic Vis-NIR USB 4000. Karakterisasi sifat optik digunakan untuk mengetahui rentang spektrum panjang gelombang serapan, panjang gelombang serapan maksimum, dan tingkat absorbansi maksimum film tipis antosianin jantung pisang. Dengan diketahuinya rentang nilai spektrum panjang gelombang serapan film tipis antosianin jantung pisang maka dapat mengetahui spektrum panjang gelombang cahaya yang dapat diserap film tipis antosianin jantung pisang dengan baik. Gambar 8. Grafik hubungan panjang gelombang dengan tingkat absorbansi film tipis antosianin jantung pisang dengan lima variasi fraksi. Absorbansi suatu senyawa pada suatu panjang gelombang tertentu bertambah dengan banyaknya molekul yang mengalami transisi (Fessenden & Fessenden 1982b) sehingga semakin tinggi absorbansi antosianin jantung pisang menunjukkan bahwa semakin banyak kandungan molekul antosianin yang bertransisi. Tabel 2. Performansi sifat optik film tipis antosianin jantung pisang. Rentang spektrum Panjang gelombang Kode Fraksi panjang gelombang λ serapan maksimum sampel (nm) λmaks (nm) 0,2 A2 350,02 - 1043,01 404,41 0,3 B2 351,75 - 1024,04 408,04 0,4 C2 351,75 - 1040,59 404,41 0,5 D2 351,75 - 1040,59 402,70 0,6 E2 353,05 - 1024,53 408,89 36 Absorbansi maksimum (Amaks) 1,580 1,348 1,325 0,641 1,559 Sutikno, S Rahayu, NMD Putra / Jurnal MIPA 37 (1): 31-40 (2014) Dilihat dari tingkat penyerapannya sampel A2 memiliki tingkat penyerapan maksimum paling tinggi yaitu 1,580 pada panjang gelombang 404,41 nm. Sedangkan dilihat dari panjang gelombang serapan maksimum, sampel E2 memiliki nilai penyerapan maksimum 1,559 pada panjang gelombang 408,89 nm sehingga energi yang diperlukan untuk transisi elektron lebih rendah dibandingan sampel yang lain, karena molekulmolekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk transisi elektron akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek sedangkan molekul yang memerlukan lebih sedikit energi untuk transisi elektron akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang (Fessenden & Fessenden 1982b). c. Karakterisasi Struktur Permukaan Film Tipis Antosianin Jantung Pisang Karakterisasi struktur permukaan film tipis antosianin jantung pisang menggunakan mikroskop CCD dengan nama Scopeman Digital CCD Microscope MS-804. Uji struktur permukaan film tipis antosianin jantung pisang bertujuan untuk mengetahui struktur permukaan dan homogenitas film tipis antosianin jantung pisang. Hasil karakterisasi struktur permukaan film tipis antosianin jantung pisang dengan perbesaran 2400x ditunjukkan pada Gambar 9. (b) (c) (c) (d) (e) Gambar 9. Struktur permukaan film tipis antosianin jantung pisang (a) sampel A34, (b) sampel B34, (c) sampel C34, (d) sampel D34, dan (e) sampel E34. 37 Sutikno, S Rahayu, NMD Putra / Jurnal MIPA 37 (1): 31-40 (2014) Terlihat pada sampel D34 dan E34 memliki stuktur permukaan dengan pola yang homogen, sedangkan untuk sampel A34, B34, dan C34 memilki stuktur permukaan dengan pola yang kurang homogen. Untuk sampel C34, D34, dan E34 memiliki pola struktur permukaan yang hampir sama sedangkan untuk sampel A34 dan B34 memiliki pola struktur permukaan yang berbeda namun jika dilihat dari ukuran bulirnya maka terlihat semakin besar berturut-turut dari sampel A34, B34, C34, D34, dan E34. Puncak bilangan gelombang pertama pada semua sampel menunjukkan respon adanya kecocokan vibrasi ulur (stretching vibration) ikatan O-H kelompok hidroksil dari fenol (Kim et al. 2013b), kemudian puncak kedua menunjukkan adanya vibrasi ulur ikatan C-H, puncak spektra ketiga pada sampel A, B, C, dan D menunjukkan adanya ikatan C≡C, puncak keempat adanya vibrasi ulur ikatan ganda C=C yang dapat dikorelasikan dengan senyawa aromatik C=C antosianin seperti pada spektra antosianin bunga Rhododendron dengan bilangan gelombang 1630 cm -1 yang merupakan spektra penyerapan infra merah dari C=C (Kim et al. 2013a) serta ada ikatan lemah pada sampel A dan B, pada puncak kelima menunjukkan ikatan CH dari penggunaan geminal atau gem-dimetil (dua gugus metil dari karbon yang sama) (Fessenden & Fessenden 1982a), puncak keenam menunjukkan adanya vibrasi ulur ikatan C-O dari ester, puncak ketujuh menunjukkan adanya vibrasi tekuk (bending vibration) ikatan C-O dari eter (Fessenden & Fessenden 1982a), dan kelompok puncak spektra terakhir menunjukkan ikatan C-H dari kelompok alkena (Kim et al. 2013b). Dari lima sampel A, B, C, D, dan E yang di uji FT-IR dapat disimpulkan bahwa sampel yang dibuat peneliti mengandung antosianin dan spektra FT-IR yang ditunjukkan memiliki karakteristik puncak spektra yang hampir sama dan memiliki nilai bilangan gelombang yang hampir sama juga. Semakin tinggi nilai transmitansi spektrum IR pada gugus fungsi ikatan O-H pada masing-masing sampel menyebabkan semakin tinggi pula nilai arus listrik yang dihasilkan. d. Karakterisasi FT-IR Antosianin Jantung Pisang Karakterisasi kandungan antosianin jantung pisang menggunakan FT-IR dengan nama PerkinElmer Frontier FT-IR Spectroscopy. Uji FT-IR antosianin jantung pisang ini bertujuan untuk mengkonfirmasi adanya kandungan antosianin jantung pisang berdasarkan nilai bilangan gelombang dari 4000 sampai 500 cm-1 pada spektra FT-IR seperti Gambar 10 dan juga dapat mengetahui gugus fungsi serta besar transmitansi antosianin jantung pisang dari masing-masing sampel. Pengujian dilakukan dengan mengoleskan antosianin jantung pisang pada pellet KBr. Karakterisasi Sel Surya Organik Kinerja piranti sel surya organik dapat diketahui dengan melakukan karakterisasi I-V. Gambar 11a menunjukkan hasil pengukuran sifat listrik sel surya organik ITO/PEDOT:PSS/ PEG/PEG+Antosianin/Antosianin/Al/ITO menggunakan Keithley 2602A system sourchMeter pada kondisi gelap dan di bawah penyinaran lampu xenon dengan intensitas sebesar 1000 W/m2. Dari grafik menunjukkan bahwa adanya perbedaan respon I-V pada kondisi gelap dan terang. Gambar 10. Grafik spektra FT-IR antosianin jantung pisang dengan lima variasi fraksi. Gambar 10 menunjukkan spektra FT-IR dari antosianin jantung pisang sampel A, B, C, D, dan E. 38 Sutikno, S Rahayu, NMD Putra / Jurnal MIPA 37 (1): 31-40 (2014) (a) (b) Gambar 11. a) Kurva I-V sel surya organik pada kondsi gelap dan terang; b) Cara menentukan parameter Vmax, Imax, Voc, dan Isc. Dari hasil karakterisasi I-V terlihat terbentuk persambungan P-N. Hal ini ditunjukkan oleh grafik hubungan arus terhadap tegangan dengan lengkung kurva diode. Pada diode yang dioperasikan dengan panjar maju, lapisan deplesi yang berada di persambungan P-N akan mengecil akibat dari pengaruh beda potensial eksternal yang diberikan, sehingga potensial penghalang akan turun seiring dengan besarnya beda potensial eksternal yang diberikan. Turunnya potensial penghalang ini menyebabkan terjadinya arus difusi pembawa muatan. Arus yang terbentuk akan naik secara eksponensial terhadap kenaikan linear beda potensial eksternal yang diberikan (Muttakim et al. 2014). Dari karakterisasi sifat listrik tersebut didapatkan nilai tegangan rangkaian terbuka (V oc), arus rangkaian pendek (Isc), tegangan maksimum (Vmax), dan arus maksimum (Imax) yang dapat digunakan untuk mengetahui besar fill factor (FF) dan efisiensi (η) sel surya organik dengan luas area aktif sel adalah 1 cm2. 39 Sutikno, S Rahayu, NMD Putra / Jurnal MIPA 37 (1): 31-40 (2014) Tabel 3. Parameter sifat listrik sel surya organik. Piranti Sel Surya Organik Voc (volt) Isc (μA) Vmax (volt) Imax (μA) Luas Area Aktif (cm2) FF η (%) ITO/PEG/PEG+An tosianin/ Antosianin/Al/ ITO 0,43 0,645 0,25 0,413 1 0,37 1,03 10-4 x Spectroscopy. In R. E. Wrolstad (Ed.), Handbook of analytical food chemistry (pp. 33–45). NewYork: John Wiley & Sons. Fessenden RJ. & Fessenden JS. 1986. Kimia Organik (Edisi Ketiga). Translated by Aloysius, 1982. Volume 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. Fessenden RJ. & Fessenden JS. 1986. Kimia Organik (Edisi Ketiga). Translated by Aloysius, 1982. Volume 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halme J. 2002. Dye-Sensitized Nanostructured and Organic Photovoltaic Cells: Technical Review and Preliminary Tests. Thesis. Espoo: Helsinki University of Technology. Hou J & Guo X. 2013. Active Layer Materials for Organic Solar Cells. Green Energy and Technology, 17-42. Kim HJ, Bin YT, Karthick SN, Hemalatha KV, Raj CJ, Venkatesan S, Park S & Vijayakumar G. 2013a. Natural Dye Extracted from Rhododendron Species Flowers as a Photosensitizers in Dye Sensitized Solar Cells. International Journal of Electrochemical Science, vol. 8: 6734-6743. Kim HJ, Kim DJ, Karthick SN, Hemalatha KV, Raj CJ, Sunseong OK, Choe Y. 2013b. Curcumin Dye Extracted from Curcuma longa L. used as Sensitizers for Efficient Dye-Sensitized Solar Cells. Int. J Electrochem Sci, 8: 8320-8328. Muttakim A, Suhandi A &. Hamdani RA. 2014. Karakterisasi Sifat Listrik Fotodiode p-Si /nLiTaO3:Nb yang Dibuat dengan Metode Chemical Solution Deposition. Fibusi (JoF), 2(1): 1-10. Nurosyid F & Kusumandari. 2010. Penumbuhan Lapisan Tipis Cooper Phthalocyanine (CuPc) sebagai Bahan Dasar Sel Surya Organik. Jurnal Natur Indonesia, 12(2): 186-190. Wrolstad RE, Durst RW & Lee J. 2005. Tracking Color and Pigment Changes in Anthocyanin Products. Trends in Food Science & Technology, vol. 16: 423–428. PENUTUP Dengan mengamati karakterisasi sifat listrik film tipis antosianin jantung pisang menggunakan I-V meter V1.0 ELKAHFI 100, karakterisasi absorbansi menggunakan spektrometer Ocean Optic Vis-NIR USB 4000, karakterisasi struktur permukaan menggunakan Scopeman Digital CCD Microscope MS-804, karakterisasi spektra FT-IR menggunakan PerkinElmer Frontier FT-IR Spectroscopy. Pelapisan PEDOT:PSS, PEG, dan antosianin menggunakan metode spin coating sedangkan pelapisan aluminium dengan metode evaporasi termal menggunakan LADD Research Industries evaporator. Pengukuran sifat listrik sel surya organik dilakukan di bawah sumber cahaya lampu xenon 1000 W/m2 menggunakan Keithley 2602A system sourchMeter dengan luas area aktif sel 1 cm2, dapat disimpulkan bahwa nilai efisiensi sel surya organik sebesar 1,03 x 10-4 %. DAFTAR PUSTAKA Benanti TL & Venkataraman D. 2006. Organic Solar Cells: An Overview Focusing on Active Layer Morphology. Photosynth Res, 87: 73-81. Brabec CJ & Durrant JR. 2008. Solution-Processed Organic Solar Cell. MRS Bull, July: 670-675. Dennler, Sariciftci GNS & Brabec CJ. 2006. Conjugated Polymer-Based Organic Solar Cells. In Semiconducting Polymers: Chemistry, Physics and Engineering (2nd Ed). Volume I. Edited by G. Hadziioannou and G. G. Malliaras. Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. pp. 455530. Durst RW & Wrolstad RE. 2005. Characterization and Measurement of Anthocyanins by UV–visible 40