pengaruh sedimen rawa dalam menurunkan kandungan sulfat dan

advertisement
PENGARUH SEDIMEN RAWA DALAM MENURUNKAN
KANDUNGAN SULFAT DAN PERTUMBUHAN POPULASI MIKROBA DALAM AIR
ASAM TAMBANG
INFLUENCE OF MARSH SEDIMENTSIN REDUCING THE SULFATE CONTENT AND
GROWTH OF MICROBIAL POPULATIONS IN ACID MINE DRAINAGE
Clara A. Takasihaeng1, Fahruddin2, Zaraswati Dwyana2
1. Mahasiswa Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin, Makassar, 90915
2. Dosen Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin, Makassar, 90915
Email :[email protected]
ABSTRAK
Air asam tambang (AAT) adalah limbah dari industri pertambangan, dapat ditanggulangi
dengan cara biologi menggunakan mikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penambahan sedimen rawa dalam menurunkan kandungan sulfat dan menaikkan pH
pada air asam tambang, mengetahui pertumbuhan populasi mikroba pada air asam tambang
dengan perlakuan sedimen rawa, dan untuk mengetahui jumlah jenis mikroba berdasarkan
karakteristik morfologi. Perlakuan AAT dibuat dengan tiga macam perlakuan yaitu perlakuan I
yaitu AAT dengan penambahan sedimen rawa dan kompos, perlakuan II yaitu AAT dengan
penambahan sedimen rawa dan perlakuan III yaitu AAT tanpa penambahan sedimen rawa dan
kompos sebagai kontrol. Pengukuran kadar sulfat dengan metode titrasi, pengukuran pH
menggunakan pH meter, dan perhitungan total mikroba dengan metode Standart Plate Count
(SPC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikroba yang berasal dari sedimen rawa yang
ditambahkan kompos sebagai sumber karbon dapat menurunkan kadar sulfat dari 529,00 ppm
pada hari ke-0 menjadi 277,10 ppm pada hari ke-25. Perlakuan AAT dengan sedimen rawa
tanpa penambahan kompos, kadar sulfat juga menurun dari 529,00 ppm menjadi 277,10 ppm.
Sedangkan perlakuan AAT sebagai kontrol, tidak terjadi perubahan kadar sulfat. Pengukuran
pH pada perlakuan AAT dengan penambahan sedimen rawa dan kompos meningkat dari 2,967
pada hari ke-0 menjadi 7,739 pada hari ke-25. Perlakuan AAT dengan sedimen rawa tanpa
penambahan kompos, pH juga meningkat dari 2,967 pada hari ke-0 menjadi 6,554 pada hari ke25. Sedangkan perlakuan AAT sebagai kontrol, pH AAT sampai hari ke-25 tetap menunjukkan
kondisi asam. Jumlah total mikroba pada perlakuan I dan perlakuan II mengalami peningkatan
pertumbuhan mikroba. Hasil isolasi mikroba dari sedimen rawa, didapatkan 13 isolat mikroba
yang berbeda berdasarkan ciri morfologi.
Kata Kunci : Air Asam Tambang, Sedimen Rawa, Sulfat
1
ABSTRACT
Acid mine drainage (AMD) was the waste from the mine of industry, could be overcome used by
microbial biology. This research has aimed to determine the effect of marsh sediments in
reduced the content of sulfate and increased pH in acid mine drainage, known the growth of
microbial populations in the treatment of acid mine water marsh sediments, and for known the
kind of microbes based on morphological characteristics. AMD treatment was made with three
kinds of treatment were treatment I was AMD with the addition of marsh sediments and compost,
treatment II with the addition of marsh sediments and treatment III, AMD without the addition of
marsh sediments and compost as control. Measurement of sulfate content by titration method,
measure of pH by used a pH meter,and calculation of the total microbial by Standard Plate
Count (SPC) method. Results of research showed that microbes derived from marsh sediments
were added compost as a carbon source could decreased AMD sulfate from 529,00 ppm on day
0 into 147,64 ppm on day 25. AMD treatment with marsh sediments without the addition of
compost, sulfate also decreased from 529,00 ppminto 277,10. While the AMD treatment as a
control,did not change the levels of sulfate. Measure pH in the treatment AMD with the addition
of marsh sediment and compost increased pH from 2,967 on day 0 into 7,739 on day 25. AMD
treatment with marsh sediments without the addition of compost, pH also increased from 2,967
into 6,554. While the AMD treatment as a control, pH AMD until until day 25 stillindicates acid
conditions. The total number of microbes in treatment I and II treatment increased microbial
growth. Results of the microbial isolation from marsh sediments, obtained 13 different microbial
isolates based morphology.
Key Words : Acid Mine Drainage, Marsh Sediment, Sulfate
pertambangan
PENDAHULUAN
setiap
tahunnya.
Namun
Sumber daya alam merupakan salah
dengan kemajuan industri pertambangan,
satu sumber pendapatan bagi negara dan
maka akan menghasilkan dampak dari
masyarakat Indonesia. Pemanfaatan secara
limbah pertambangan yang dihasilkan.
optimal kekayaan sumber daya alam ini,
Limbah asam tambang merupakan
akan mampu membawa kesejahteraan dan
limbah dari sisa ekstraksi bijih yang berasal
kemakmuran bagi bangsa Indonesia. Hal ini
dari batuan yang mengandung sulfida akan
menjadikan banyak eskploitasi yang terjadi
teroksidasi
di lingkungan alam.Salah satu sumber daya
membentuk air asam tambang (AAT) yang
alam yang berpotensi yaitu mineral yang
bersifat asam dan mengandung logam berat
telah menghasilkan ratusan juta dollar bagi
berbahaya
pemasukan
berbagai
pendapatan
pajak
dan
di
permukaan
bumi
(Elder, 1988). Asam
dan
sulfat
negara
melalui
merupakan komponen asam utama dalam
royalti
sektor
limbah asam tambang yang berasal dari
2
batuan yang kaya kandungan sulfurnya
METODE PENELITIAN
(Germida, 1998).
Sterilisasi Alat
Mengingat
besarnya
Semua alat-alat yang akan digunakan
aktivitas
disterilkan terlebih dahulu, alat-alat gelas
pertambangan dengan dampak atau risiko
seperti erlenmeyer dan botol pengencer serta
kerusakan lingkungan yang sangat besar,
alat-alat plastik yang tidak tahan panas
maka
limbahnya
disterilkan dengan menggunakan autoklaf
haruslah sedemikian efektif serta memiliki
dengan suhu 121oC dengan tekanan 2 atm
dampak yang minimal terhadap terjaganya
selama 15 menit. Sedangkan cawan petri
kelestarian lingkungan. Kajian bioteknologi
disterilkan
untuk
dengan suhu 180oC selama 2 jam.
limbah
yang
sedemikian
dihasilkan
teknologi
penanganan
pengolahan
langkah
yang
dari
limbah
merupakan
bijaksana
dengan
dengan
menggunakan
oven
Pengambilan Sampel
memperhatikan sisi efektif dan ekonomis
Air asam tambang (AAT) dibuat
yaitu dengan memanfaatkan mikroba yaitu
secara sintetik dengan cara air sumur
bakteri pereduksi sulfat (BPS).
ditambahkan dengan asam sulfat sampai
BPS
merupakan
mikroorganisme
mencapai pH 3 - 4, kemudian dimasukkan
anaerob sejati yang mampu hidup pada
dalam botol sampel ukuran 500 ml yang
lingkungan yang ekstrim. Kelompok bakteri
telah disterilkan, lalu disimpan dalam lemari
tersebut umumnya diisolasi dari sedimen
pendinginpada suhu 20C.
perairan yang mempunyai kondisi ekstrim
Sedimen rawa diambil dari rawa
(Germida, 1998). Selain BPS, sedimen
depan
memiliki
Sedimen kemudian dimasukan dalam botol
kandungan
mikroba
yang
Perumnas
sampel
sumber inokulum untuk menanggulangi
pendingin pada suhu 20C. Kompos diperoleh
AAT (Fahruddin, 2010).
dari penjual tanaman hias di Panaikang,
rawa
dalam
dalam
lemari
Kodya Makassar.
dilakukan penelitian mengenai pengaruh
sedimen
disimpan
Makassar.
melimpah dan dapat dimanfaatkan sebagai
Sehubungan dengan hal tersebut,
dan
Antang,
Karakterisasi Air Asam Tambang (AAT)
menurunkan
Karakterisasi AAT dilakukan secara
kandungan sulfat dan pertumbuhan populasi
fisik meliputi warna dengan mengamati
mikroba dalam air asam tambang (AAT).
tingkat
kekeruhan,
karakterisasi
kimia
meliputi pengujian kandungan sufat dengan
3
metode titrasi, pengujian pH dengan pH
pengenceran 10-4, 10-5, 10-6, dimasukkan ke
meter, dan karakterisasi biologi meliputi
dalam cawan petri kemudian medium NA
jumlah total mikroba.
dituang lalu diratakan dan media didiamkan
Karakterisasi Sedimen Rawa
hingga memadat, selanjutnya diinkubasi
selama 2 x 24 jam pada suhu 37oC,
Pengukuran Karbon Organik Total
dengan
metode
TOC
(Total
Organic
kemudian dihitung jumlah koloni mikroba.
Carbon), pengukuran Kadar Nitrogen Total
Pengamatan Koloni, Pemurnian Isolat
dengan
Koloni Bakteri, dan Pembuatan Stok
metode
Micro
Kjehldahl,
dan
pengukuran Kadar Fosfor Total (Sudarmaji
Bakteri
et al., 1981).
Koloni yang tumbuh diamati untuk
mengetahui
Aplikasi Perlakuan dalam Mikrokosmos
jumlah
jenis
koloni
yang
Perlakuan sedimen rawa dengan
tumbuh berdasarkan bentuk (shape), tepi
AAT dibuat dengan tiga perlakuan dalam
(edge), warna (colour), dan permukaan
wadah yaitu :
(elevation)
1. Perlakuan pertama :
AAT
(70%)
+
dilakukan
sedimen rawa (20%) + kompos (10%)
2. Perlakuan kedua
:
AAT
(70%)
pemurnian
Selanjutnya
dimulai
dengan
mengambil satu ose koloni bakteri yang
+
tumbuh kemudian digores ke dalam cawan
sedimen rawa (30%)
3. Perlakuan ketiga
morfologinya.
petri yang berisi medium NA dengan
: AAT (100%)
metode sinambung dan diinkubasi selama 1
Setiap perlakuan diinkubasi selama
x 24 jam hingga didapatkan hasil koloni
25 hari. Pengamatan dilakukan setiap 5 hari
tunggal.
sekali selama 25 hari dimulai dari hari ke-0,
Koloni tunggal yang didapatkan
5, 10, 15, 20 sampai hari ke-25 meliputi
kemudian diinokulasikan pada medium NA
jumlah total mikroba, pengukuran pH dan
miring dan diinkubasi selama 1 x 24 jam
pengukuran kadar sulfat.
untuk pembuatan stok bakteri dan untuk
Perhitungan Total Mikroba
persiapan uji
Perhitungan total mikroba dilakukan
lebih lanjut
(identifikasi
bakteri).
dengan menggunakan metode Standart Plate
Pewarnaan Gram
Count (SPC). Sedimen rawa diencerkan
Pertama-tama biakan bakteri diambil
secara bertingkat hingga pengenceran 10-6,
dari stok dan diratakan diatas kaca benda
kemudian 1 ml sampel masing-masing
(preparat)
4
yang
telah
dibersihkan
menggunakan etanol 70 %. Kemudian
digoreskan
difiksasi diatas api bunsen lalu ditetesi
Diinkubasi pada temperatur 37oC selama 2x
dengan zat warna kristal violet selama 1
24 jam dan diamati perubahan warna yang
menit agar zat warna meresap pada bakteri.
terjadi
Preparat kemudian dibilas dengan aquadest
kedalaman untuk menunjukkan sifat alkali
dan ditetesi dengan larutan iodine kompleks.
dan
Kemudian ditunggu selama 1 menit lalu
menjadi kuning menandakan asam, warna
dibilas dengan aquadest.Preparat dicuci
merah menandakan medium menjadi basa,
dengan alkohol, kemudian ditetesi dengan
warna hitam menandakan terbentuknya H2S
zat warna safranin, lalu ditunggu 30 detik.
dan jika medium terangkat menandakan
Setelah itu bilas dengan aquadest, lalu
bahawa
dikeringkan
menghasilkan gas.
dan
diperiksa
dibawah
mikroskop dengan menggunakan minyak
pada
pada
asam.
permukaan
bagian
kemiringan
Perubahan
mikroba
media.
warna
dan
medium
tersebut
mampu
Uji MR (Methyl Red)
imersi.
Sebanyak 1 ose isolat diambil dari
stok kemudian diinokulasikan pada medium
Uji SIM (Sulfid Indol Motility)
Sebanyak 1 ose isolat diambil dari
cair MR-VP. Selanjutnya diinkubasi selama
stok kemudian diinokulasikan pada medium
5 x 24 jam pada temperatur 37oC. Setelah
SIM tegak dengan komposisi 3 gr SIM dan
diinkubasi,
100 ml aquadest. Selanjutnya diinkubasi
sebanyak 5 tetes diatas preparat isolat
pada temperatur 37oC selama 2 x 24 jam.
bakteri.Hasil positif jika terbentuk kompleks
Hasil positif (motil) jika terdapat rambatan –
warna merah muda sampai merah yang
rambatan disekitar bekas tusukan jarum ose.
menandakan
Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
menghasilkan asam.
Isolat bakteri diambil dari stok
Methyl-red
bahwa
ditambahkan
mikroba
tersebut
Uji VP (Voges Proskauer)
sebanyak 1 ose kemudian diinokulasikan
Isolat bakteri diambil sebanyak 1 ose
kedalam medium TSIA dengan komposisi
dan diinokulasikan kedalam medium cair
6,5 gr TSIA dan 100 ml aquadest yang
MR-VP
mengandung laktosa, sukrosa, dan glukosa
temperatur 37oC selama 3 x 24 jam. Setelah
dengan cara ditusukkan kedalam medium
diinkubasi kemudian ditambahkan 0,2 ml
tersebut hingga mencapai bagian tegak
KOH 40% dan 0,6 ml α-naftol pada masing-
(butt). Selanjutnya diambil 1 ose biakan dan
masing isolat lalu dikocok selama 30 detik.
5
kemudian
diinkubasikan
pada
Hasil positif jika medium berubah warna dari
Nilai pH
warna kuning menjadi lembayung.
Hasil dari pengukuran pH air asam
Uji Katalase
tambang dengan perlakuan sedimen rawa
Pertama-tama dibuat ulasan bakteri
dibuat
pada
gelas
kemudian
hari dengan rentan waktu 5 hari dapat dilihat
ditambahkan 2-3 tetes reagen H2O2 diatas
pada Gambar 1. Data dari hasil pengukuran
preparat
pH air asam tambang menunjukkan bahwa
hingga
objek
dan kompos yang telah diukur selama 25
menutupi
permukaan
preparat. Diamati perubahan yang terjadi,
adanya
hasil positif jika terbentuk gelembung gas.
bertambah hingga akhir pengamatan yaitu
peningkatan
pH
yang
terus
hari ke-25. Sampel AAT dibuat dengan 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
perlakuan yaitu air asam tambang dengan
Karakterisasi Sedimen Rawa
Tujuan
terhadap
sedimen dan kompos, air asam tambang
dilakukan
sedimen
rawa
karakterisasi
yaitu
dengan sedimen, serta air asam tambang
untuk
tanpa perlakuan sebagai kontrol.Tujuan
mengetahui kondisi awal bagi proses reduksi
dibuatnya 3 macam perlakuan yaitu untuk
sulfat AAT. Hasil dari karakterisasi sedimen
mengetahui
rawa, didapatkan hasil yaitu berwarna coklat
bakteri dalam menaikkan pH air asam
kehitaman dengan C-Organik yaitu 72,22,
tambang
N-Total 1,24, dan P-Total 0,14.
berbeda.
kemampuan dan kecepatan
pada
setiap
perlakuan
yang
Gambar 1. Nilai pH pada AAT dengan perlakuan sedimen rawa
(Keterangan : Perlakuan I : AAT + Sedimen + Kompos, Perlakuan II : AAT + Sedimen,
Perlakuan III : AAT (kontrol))
Berdasarkan hasil pengamatan yang
sedimen rawa dan kompos menujukkan
dilakukan terhadap perlakuan AAT I dengan
adanya peningkatan pH.Hal ini ditunjukkan
6
dengan adanya peningkatan nilai pH dari pH
mempengaruhi terbentuknya asam sulfat,
asam menjadi pH netral. Nilai pH pada hari
sebaliknya bakteri pereduksi sulfat (BPS)
ke-0 adalah 2,967, setelah hari ke-5 nilai pH
mereduksi sulfat dari AAT menjadi sulfida
meningkat drastis menjadi 6,669 dan pada
sehingga
akhir pengamatan pH AAT menjadi 7,739.
(Fahruddin, 2010).
Perlakuan AAT II menunjukkan
pH
Penurunan
dapat
menjadi
netral
konsentrasi
sulfat
kenaikan pH AAT. Nilai pH pada hari ke-0,
(Gambar 2) akan meningkatkan pH. Hal ini
adalah 2,967, setelah hari ke-5 nilai pH yaitu
terjadi karena ketika proses reduksi sulfat
4,628, pada hari ke-10 nilai pH yaitu 4,677.
terjadi, maka selain dihasilkan hidrogen
Nilai pH dari pelakuan II ini terus
sulfida (H2S) juga dilepaskan ion hidroksil
bertambah hingga akhir pengamatan yaitu
(OH-) sehingga menyebabkan pH semakin
pada hari ke-25 dengan nilai pH 6,554.
meningkat.
Perlakuan AAT III (kontrol) tidak
Proses reduksi
sulfat
oleh
kelompok BPS dihasilkan sulfida dan
terjadi menunjukkan perubahan nilai pH
bikarbonat
dimana pada hari ke-0, nilai pH dari AAT
kenaikan pH (Voordouw, 1995).
yaitu 2,967 dan pada akhir pengamatan tetap
yang
berpengaruh
terhadap
Perbedaan antara perlakuan AAT I
bersifat asam yaitu dengan nilai pH 2,774.
dan II terlihat pada kecepatan dalam
Perlakuan AAT dengan penambahan
menaikkan pH yang ditunjukkan dengan
sedimen rawa terjadi peningkatan pH yang
nilai pH dari perlakuan I meningkat secara
pada awalnya sangat asam kemudian terus
drastis karena adanya penambahan kompos
mengalami peningkatan menjadi netral. pH
yang bertujuan untuk memberikan nutrisi
AAT yang rendah di alam disebabkan
seperti N, P, dan K bagi bakteri sehingga
karena bereaksinya mineral sulfida dengan
bakteri mampu bertahan untuk hidup.
air sehingga ion logam dan ion hidrogen
Sedangkan perlakuan III, pH tetap bersifat
terlepas,
akan
asam karena tidak adanya faktor pendukung
teroksidasi menjadi ion sulfat terlarut, ion
yang dapat mengubah pH asam pada sampel
sedangkan
ion
sulfida
+
H akan menyebabkan turunnya pH yang
AAT
merupakan lingkungan yang kondusif bagi
kompleks merupakan sumber karbon bagi
pertumbuhan
Thiobacillus
mikroorganisme yang memanfaatkan karbon
mempercepat
sebagai donor elektron di alam (Fahruddin,
ferooxidans
terjadinya
bakteri
yang
laju
akan
oksidasi
pirit
dan
tersebut.
Substrat
organik
yang
2010). Kompos berperan sebagai penyedia
7
senyawa-senyawa
sederhana
Perlakuan I menunjukkan adanya
sehingga merupakan penyedia karbon yang
penurunan kadar sulfat yang sangat drastis
sangat
dimana kadar sulfat awal yaitu 529,00 ppm
membantu
organik
bagi
pertumbuhan
mikroorganisme.
hingga mencapai 147,64 ppm pada akhir
Kadar Sulfat
pengamatan. Perlakuan II menunjukkan
Pengukuran kadar sulfat air asam
kadar sulfat awal yaitu 529,00 ppm dan pada
tambang dengan 3 perlakuan dapat dilihat
akhir pengamatan menunjukkan nilai 277,10
pada Gambar 2. Perlakuan I yaitu dengan
ppm. Perlakuan III menunjukkan kadar
sedimen rawa dan kompos, perlakuan II
sulfat awal yaitu 529,00 ppm dan pada akhir
dengan sedimen rawa, sedangkan perlakuan
pengamatan dengan nilai kadar sulfat yang
III hanya menggunakan AAT tanpa adanya
tetap yaitu 529,00 ppm.
penambahan sedimen rawa dan kompos
Penurunan konsentrasi sulfat pada
sebagai kontrol.
Hasil
pengamatan
perlakuan I dan II disebabkan oleh adanya
menunjukkan
aktivitas bakteri pereduksi sulfat (BPS) yang
adanya penurunan kadar sulfat baik pada
berasal
dari
sedimen
perlakuan AAT I maupun perlakuan AAT II,
menggunakan
namun berbeda dengan perlakuan AAT III
elektron untuk aktivitas metabolismenya
yang tidak menunjukkan adanya penurunan
(Higgins et al., 2003). Karena sulfat
kadar sulfat.
menerima elektron, maka senyawa ini akan
sulfat
rawa.
sebagai
BPS
akseptor
mengalami reduksi menjadi sulfida sehingga
konsentrasi sulfat mengalami penurunan.
Gambar 2. Kadar Sulfat AAT dengan perlakuan sedimen rawa
(Keterangan : Perlakuan I : AAT + Sedimen + Kompos, Perlakuan II : AAT + Sedimen, Perlakuan III :
AAT (kontrol))
8
Penurunan kadar sulfat terjadi karena
BPS mereduksi sulfat hanya pada
adanya kelompok BPS yang mempuyai
kondisi
kemampuan untuk memindahkan elektron
tergantung pada toleransi bakteri dengan
atau hidrogen kepada sulfat yang berperan
keadaan
sebagai akseptor eletron terminal sehingga
kondisi anaerob sehingga kecepatan tumbuh
dari proses reaksi redoks tersebut, sulfat
masing-masing isolat berbeda-beda dengan
tereduksi menjadi sulfida. Reduksi sulfat
komposisi unsur hara media yang sama.
yang terjadi pada kondisi anaerob serupa
Penurunan kadar asam terjadi karena adanya
dengan respirasi yang menggunakan oksigen
reduksi sulfat menjadi H2S. Asam sulfat
sebagai akseptor elektron pada kondisi
adalah bentuk sulfat dalam air yang sangat
aerob, sehingga disebut respirasi sulfat atau
berpengaruh
reduksi sulfat dissimilatori (Schlegel, 1994).
biasanya mencapai kestabilan antara 2,5 –
Penurunan
kadar
Pertumbuhan
sekelilingnyadan
terhadap
sangat
terciptanya
penurunan
pH
seiring
3,0. Keasaman ini dapat berkembang dengan
dengan peningkatan nilai pH (Gambar 1)
dihasilkannya besi sulfat sebagai oksidator
dan peningkatan jumlah total mikroba
kuat yang mampu melarutkan mineral
(Gambar 3) khususnya bakteri pereduksi
sulfida logam seperti timbal, tembaga, seng,
sulfat.
dan cadmium (Grennberg et al., 1992).
Meningkatnya
sulfat
anaerob.
jumlah
BPS
menyebabkan reduksi sulfat yang semakin
meningkat
sehingga
Perlakuan III tidak menunjukkan
menurunkan
penurunan kadar sulfat. Hal ini disebabkan
konsentrasi sulfat dan penurunan konsentrasi
karena tidak adanya penambahan sedimen
sulfat menyebabkan pH semakin meningkat.
rawa
Sulfida yang dihasilkan dari reduksi
yang
berfungsi
sebagai
sumber
inokulum yang dapat mereduksi sulfat
sulfat segera bereaksi dengan kation-kation
menjadi
logam dan hidrogen untuk
menunjukkan nilai yang tetap yaitu 529,00
sulfida
logam
dan
membentuk
hidrogen
sulfida
sulfida
sehingga
kadar
sulfat
ppm.
(Bayoumy et al., 1999). Sulfida yang tidak
Populasi Mikroba
larut tersebut mengendap dan menempel
Perlakuan
AAT
memperlihatkan
pada dinding tabung menyebabkan dinding
pertumbuhan jumlah koloni yang berbeda-
tabung
beda. Hasil isolasi bakteri setiap perlakuan
berwarna
hitam
(Moodie
and
Ingledew, 1991).
dihitung dengan menggunakan metode SPC
(Standart Plate Count) didapatkan hasil
9
seperti Gambar 3.
Gambar 3. Total mikroba pada perlakuan AAT
(Keterangan : Perlakuan I : AAT + Sedimen + Kompos, Perlakuan II : AAT + Sedimen,
Perlakuan III : AAT (kontrol))
Perlakuan
AAT
I
menunjukkan
yaitu hari ke-25. Jumlah total mikroba pada
jumlah total mikroba meningkat tajam pada
hari ke-0 hingga hari ke-5 masih sedikit,
hari ke-15 yaitu 3,5 x 106 sel/ml namun pada
menunjukkan bahwa mikroba masih berada
hari ke-20 mengalami penurunan mencapai
pada fase lag atau fase adaptasi dimana
2,83 x 106 sel/ml dan mengalami penurunan
mikroba-mikroba
secara bertahap hingga akhir pengamatan
bertahan
6
dengan total mikroba 2,21 x 10 sel/ml.
Grafik
perlakuan
AAT
yang
melakukan
masih
adaptasi
mampu
terhadap
kondisi lingkungan sehingga dapat bertahan
II
hidup.
Pada
hari
ke-15,
perlakuan
I
menunjukkan bahwa jumlah total mikroba
memperlihatkan grafik yang meningkat
juga mengalami peningkatan tajam pada hari
tajam dimana fase ini disebut fase log atau
ke-15 yaitu 1,53 x 106 sel/ml dan menurun
eksponensial. Sedangkan untuk perlakuan II,
secara bertahap hingga akhir pengamatan
fase log atau eksponensial terjadi pada hari
yaitu hari ke-25 dengan total mikroba 1,27 x
ke-10. Mikroba yang beradaptasi dengan
106 sel/ml. Sedangkan grafik perlakuan III
baik akan memanfaatkan sumber nutrisi
menunjukkan bahwa jumlah total mikroba
yang ada dengan sebaik-baiknya untuk terus
pada awal pengamatan yaitu hari ke-0
membelah sehingga jumlah sel semakin
deengan jumlah total mikroba 1,2 x 105
meningkat, tetapi pada hari ke-20 perlakuan
sel/ml
penurunan
AAT I dan AAT II, kembali menunjukkan
secarabertahap sampai akhir pengamatan
adanya penurunan dimana pada perlakuan
terus
mengalami
10
AAT I dan AAT II fase ini disebut fase
menyesuaikan
kematian
perubahan-perubahan
dan
akan
terus
mengalami
penurunan hingga akhir pengamatan yaitu
diri
segera
dalam
terhadap
lingkungan
(Mills, 2002).
hari ke-25.
Sel bertambah dengan pesat hanya
Perlakuan III menunjukkan bahwa
dengan membelah diri pada lingkungan
jumlah mikroba terus mengalami penurunan
yang mendukungnya. Survival of the fittest
sampai akhir pengamatan yaitu hari ke-25
yang berarti jenis yang menang adalah yang
karena tidak adanya penambahan sedimen
mampu
rawa sebagai sumber inokulum yang dapat
Kemampuan
mereduksi
memungkinkan populasi bakteri tertentu
sulfat
menjadi
sulfida
dan
membelah
diri
paling
cepat.
membelah
lebih
cepat
menaikkan nilai pH serta tidak adanya
menyesuaikan
sumber
perubahan-perubahan
nutrisi
dari
kompos
sehingga
mikroba tidak dapat bertahan hidup pada
diri
segera
dalam
terhadap
lingkungan
(Mills, 2002).
kondisi lingkungan yang asam.
Penurunan mikroba pada hari ke-20
Peningkatan jumlah total mikroba
pada perlakuan I dan II disebabkan oleh
mengindikasikan bahwa jumlah sel yang
beberapa faktor seperti kebutuhan nutrisi
mengalami
adalah
semakin berkurang dan adanya bakteri yang
kemampuan
tidak mampu bertahan hidup terhadap
mereduksi sulfat menjadi sulfida yaitu BPS
kondisi lingkungan yang ekstrim sehingga
yang berasal dari sedimen rawa. BPS terus
menyebabkan kematian pada bakteri.
bakteri
peningkatan
yang
adalah
memiliki
mengalami pertambahan jumlah sel karena
lingkungan
yang
ekstrim
ini
Perbandingan jumlah koloni paling
justru
banyak ditunjukkan pada perlakuan AAT I
merupakan lingkungan yang mendukung
yang ditambahkan dengan kompos. Kompos
pertumbuhan bagi jenis bakteri ini.
berperan sebagai nutrisi seperti unsur karbon
Sel bertambah dengan pesat hanya
(C), nitrogen (N), fosfor (P) sehingga dapat
dengan membelah diri pada lingkungan
mendukung pertumbuhan mikroba dengan
yang mendukungnya. Survival of the fittest
baik.
yang berarti jenis yang menang adalah yang
Pengamatan Koloni Bakteri
mampu
membelah
diri
paling
cepat.
Berdasarkan hasil isolasi bakteri dari
membelah
lebih
cepat
sedimen rawa diperoleh 13 isolat bakteri.
memungkinkan populasi bakteri tertentu
Isolat bakteri kemudian diamati dengan
Kemampuan
11
melihat perbedaan bentuk dari semua koloni
didapatkan seperti yang terdapat pada Tabel
bakteri yaitu warna, bentuk, tepi, dan elevasi
2 di bawah ini.
dari masing-masing koloni bakteri yang
Tabel 2. Hasil pengamatan morfologi bakteri secara makroskopik
Isolat
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
Berdasarkan
Warna Koloni
Putih Kekuningan
Putih
Putih
Putih
Putih Susu (Luar)
Putih (Dalam)
Putih
Putih
Putih
Putih Susu
Putih
Putih
Putih Susu
Hitam
hasil
Ciri Koloni
Bentuk Koloni
Bulat
Tidak Beraturan
Bulat
Tidak Beraturan
Tepi Koloni
Entire
Undulate
Entire
Filamentous
Elevasi
Convex
Convex
Flat
Raised
Tidak Beraturan
Undulate
Raised
Bulat
Tidak Beraturan
Tidak Beraturan
Tidak Beraturan
Tidak Beraturan
Bulat
Bulat
Bulat
Entire
Undulate
Entire
Undulate
Filamentous
Undulate
Entire
Entire
Raised
Flat
Convex
Flat
Flat
Convex
Flat
Convex
pengamatan
tepi koloni filamentous. Elevasi koloni isolat
morfologi secara makroskopik pada medium
bakteri A, B, H, K, dan M yaitu convex, 5
Nutrien Agar (NA) diperoleh 6 isolat bakteri
isolat (C, G, I, J, dan L) memiliki elevasi
(A, C, F, K, L, dan M) berbentuk bulat,
flat, dan 3 isolat (D, E, dan F) memiliki
sedangkan 7 isolat (B, D, E, G, H, I, dan J)
elevasi raised.
memiliki bentuk tidak beraturan. Warna
isolat bakteri B, C, D, F, G, H, J, dan K
berwarna putih, 1 isolat (A) berwarna putih
kekuningan, 2 isolat (I, dan L) berwarna
putih susu, 1 isolat (E) berwarna putih susu
di bagian luar dan putih di bagian dalam,
Gambar 4. Pengamatan morfologi isolat bakteri
secara makroskopik(Keterangan : I :
Isolat bakteri I, L : Isolat bakteri L,
M : Isolat bakteri M)
dan 1 isolat bakteri (M) berwarna hitam.
Tepi koloni isolat bakteri A, C, F, H, L, dan
M yaitu entire, 5 isolat memiliki tepi koloni
Perbedaan bentuk pertumbuhan jenis
undulate, dan 2 isolat (D dan J) memiliki
bakteri dapat dilihat pada Gambar 4. Isolat
12
pada
medium
Nutrien
Agar
(NA)
Hasil Pengamatan Pengecatan Gram
merupakan jenis bakteri yang berbeda
dimana
ciri-ciri
merupakan
masing-masing
salah
satu
cara
Hasil
pengecatan
Gram
untuk
koloni
mengetahui morfologi sel bakteri secara
untuk
mikroskopik dapat dilihat pada Tabel 3.
mengidentifikasi bakteri.
Tabel 3. Hasil pengamatan morfologi bakteri
Selama proses inkubasi dapat terlihat
secara mikroskopik.
bahwa ada bakteri yang mampu bertahan
Isolat
Bentuk
Warna
Gram
A
Basil
Merah
Negatif
B
Basil
Merah
Negatif
C
Basil
Ungu
Positif
D
Basil
Ungu
Positif
E
Basil
Merah
Negatif
F
Basil
Ungu
Positif
G
Basil
Merah
Negatif
H
Basil
Merah
Negatif
I
Basil
Ungu
Positif
J
Basil
Ungu
Positif
K
Basil
Merah
Negatif
L
Basil
Merah
Negatif
M
Coccus
Merah
Negatif
Hasil pengamatan mikroskopik yaitu
hidup dan ada bakteri yang tidak dapat
bertahan hidup. Isolat bakteri yang berwarna
putih kekuningan ditemukan pada inkubasi
hari ke-10, isolat bakteri yang berwarna
hitam hanya ditemukan pada inkubasi hari
ke-20, sedangkan untuk isolat bakteri yang
berwarna
putih
maupun
putih
susu
ditemukan pada inkubasi hari ke-0 sampai
inkubasi hari terakhir yaitu hari ke-25.
Dilakukan pemurnian terhadap isolat
bakteri tersebut dan setelah diperoleh kultur
dengan
murni dari masing-masing isolat bakteri
12 isolat bakteri yang berbentuk Batang
dapat diketahui dengan jelas morfologi sel
morfologi
dilakukan
bakteri
secara
Gram
batang (Basil) dan Bulat (Coccus), terdapat
bakteri yang benar-benar murni sehingga
saat
pengecatan
diperoleh 2 macam bentuk bakteri yaitu
yang bertujuan untuk mendapatkan koloni
bakteri
melakukan
(Basil) yaitu isolat A, B, C, D, E, F, G, H, I,
pengamatan
J, K, L dan 1 isolat bakteri yang berbentuk
mikroskopik.
Bulat (Coccus) yaitu isolat M, 8 isolat
Selanjutnya dibuat stok kultur dalam agar
bakteri bersifat gram negatif yaitu pada
miring untuk uji-uji selanjutnya yang akan
isolat A, B, E, G, H, K, L, M dan 5 isolat
dilakukan.
bakteri yang bersifat gram positif yaitu pada
isolat C, D, F, I, dan J.
13
Pengamatan Hasil Uji Biokimia
Bakteri
karakteristik
di
sifat
alam
yang
memiliki
berbeda. Maka dari itu dilakukan uji-uji
berbeda-beda.
biokimia
terhadap
Bakteri ada yang bersifat motil, bereaksi
diperoleh
dengan enzim katalase, bersifat oksidatif
mengetahui
maupun fermentatif dan lain sebagainya.
tersebut seperti pada Tabel 4.
dari
isolat
sedimen
karakteristik
bakteri
yang
rawa
untuk
isolat
bakteri
Tiap bakteri juga memiliki sifat kimiawi
Tabel 4. Hasil Pengamatan Uji Biokimia terhadap Isolat Bakteri
Uji TSIA
Nama
Uji
MR VP Katalase
Isolat Slant
Butt
Gas H2S SIM
A
Merah Kuning
+
+
+
B
Merah Kuning
+
+
+
C
Merah Kuning
+
+
D
Kuning Kuning
+
+
+
E
Merah Kuning
+
+
+
+
F
Merah Kuning
+
+
G
Merah Kuning
+
+
H
Merah Kuning
+
+
I
Merah Kuning
+
+
J
Merah Kuning
+
+
K
Merah Kuning
+
+
+
+
L
Merah Kuning
+
+
M
Merah Kuning
+
+
sel.
Hasil Pengamatan Uji TSIA
Bila
mikroorganisme
dapat
Uji TSIA merupakan uji biokimiawi
menghasilkan gas, maka medium akan
untuk mengetahui kemampuan mikroba
terpotong dan terangkat ke atas dan bila
dalam memfermentasi glukosa, laktosa,
dapat menghasilkan gas H2S, maka pada
dan/atau sukrosa, produksi gas dari glukosa
bagian tusukan medium akan terbentuk
dan produksi hidrogen dari sulfida (H2S).
warna hitam. Hal tersebut disebabkan
Menurut Cappucino (1992), medium
terjadinya penguraian asam amino sistein
TSIA mengandung substrat untuk produksi
yang mengandung sulfur sebagai penyusun
gas dan H2S. Senyawa FeSO4 digunakan
pepton yang terdapat pada medium. Pepton
untuk mendeteksi adanya gas H2S yang
diubah oleh mikrorganisme karena adanya
tidak berwarna sebagai hasil metabolisme
enzim sistein desulfurase dan Fe2+ terdapat
14
dalam medium yang menurut Babiana
medium yang berwarna hitam dan terangkat,
(1994) akan menghasilkan senyawa FeS
yang berarti tidak terbentuk H2S dan tidak
yang berwarna hitam, tidak larut dalam air
menghasilkan gas.
dan terdapat pada dasar medium.
Hasil Pengamatan Uji SIM
Uji Sulfit, Indol, dan Motilitas
dilakukan pada suatu media yaitu media
SIM. Uji sulfit dilakukan untuk melihat
kemampuan
bakteri
mereduksi
sulfur.
Bakteri yang mereduksi metabolit sulfur dari
natrium
Gambar
5.
Isolat bakteri yang mampu
memfermentasi glukosa (A),
Isolat bakteri yang mampu
memfermentasi glukosa, laktosa,
dan sukrosa (B)
tiosulfat
pada
media
akan
menghasilkan H2S sehingga terbentuk warna
hitam pada media sebagai hasil reaksi antara
H2S dan ferro sulfat pada media. Sulfat
merupakan sumber energi anorganik bagi
Hasil
pengamatan
menunjukkan
bakteri.
bahwa 12 isolat (A, B, C, E, F, G, H, I, J, K,
Bakteri
yang
tidak
mampu
mereduksi sulfur tidak akan menghasilkan
L, dan M) mampu memfermentasikan
H2S sehingga tidak terbentuk warna hitam
glukosa, ditandai dengan warna merah pada
pada media (Duncan, 2005).
bagian slant yang berarti menghasilkan asam
dan warna kuning pada bagian butt yang
berarti
bersifat
basa,1
isolat
(D)
menunjukkan slant dan butt berwarna
kuning. Hal ini menandakan bahwa terjadi
fermentasi glukosa, laktosa dan sukrosa.
Perbedaan
isolat
bakteri
yang
Gambar 6. Hasil positif pada uji SIM (A), Hasil
negatif pada uji SIM (B)
mampu memfermentasikan glukosa dan
isolate
bakteri
yang
mampu
memfermentasikan glukosa, laktosa dan
Hasil uji SIM menunjukkan 2 isolat
sukrosa dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil
bakteri (E dan K) merupakan bakteri yang
pengamatan dari 13 isolat yang diuji pada
bersifat motil yang ditandai dengan adanya
medium TSIA tidak ditemukan adanya
pertumbuhan yang menyebar disekeliling
15
tempat tusukan kultur, sedangkan 11 isolat
(2011), hasil negatif dinyatakan apabila
bakteri menunjukkan hasil negatif yang
tidak terbentuk cincin merah atau medium
ditandai dengan tidak adanya penyebaran
berubah
yang berwarna putih seperti akar di sekitar
mengindikasikan bahwa sangat sedikit atau
inokulasi.
tidak asam organik yang tersisa di medium.
Perbedaan
isolat
warna
merah
dan
yang
Hasil uji MR (Methyl Red) dari 13
bersifat motil dan non motil dapat dilihat
isolat menunjukkan 5 isolat (A, B, D, E, dan
pada Gambar 6. Menurut Singleton (1992),
K) menunjukkan reaksi yang positif dimana
motilitas
oleh
setelah ditambahkan dengan Methyl Red
perpindahan karena adanya rangsangan dari
medium berubah menjadi kemerah-merahan,
faktor lingkungan tertentu. Sifat motilitas
sedangkan 8 (C, F, G, H, I, J, L, dan M)
bakteri dapat dilihat dengan pertumbuhan
isolat menunjukkan reaksi yang negatif
yang menyebar disekeliling tempat tusukan
dimana warna medium putih kekuning-
kultur
kuningan seperti terlihat pada Gambar 7.
bakteri
atau
bakteri
menjadi
disebabkan
adanya
penyebaran
yang
berwarna putih seperti akar di sekitar
inokulasi, yang berarti bahwa bakteri ini
mempunyai flagel (Fardiaz, 1993).
Hasil Pengamatan Uji MR-VP
Menurut Hadioetomo (1990), bakteri
gram
negatif
enterik
dapat
dikenali
berdasarkan produk akhir yang dihasilkan
Gambar 7.Hasil positif pada uji MR (A), Hasil
negatif pada uji MR (B)
bila memfermentasi glukosa dalam medium
MR-VP dimana dapat menghasilkan asam
Uji VP (Voges Preskauer) digunakan
laktat, suksinat, format dan bercampur
untuk
dengan CO2, H2, dan etanol. Akumulasi dari
yang dapat memfermentasi 2,3-butanadiol.
asam-asam
pH
Adanya asetoin pada penambahan KOH
menjadi 5 atau kurang, jika ditambahkan
ditunjukkan oleh perubahan warna media
dengan reagen Methyl Red, medium akan
menjadi merah muda.Perubahan warna ini
berwarna
ini
dapat
merah
mikroorganisme
menurunkan
mengidentifikasi
mikroorganisme
yang
menandakan
diperjelas dengan penambahan α-naftol.
tersebut
merupakan
Perubahan warna medium lebih jelas pada
penghasil asam campuran. Menurut Raihana
16
bagian yang berhubungan dengan udara
aerobik karena H2O2 yang dibentuk dengan
karena sebagian 2,3-butanadiol dioksidasi
pertolongan berbagi enzim respirasi bersifat
kembali
racun terhadap sel mikroba.
menjadi
asetoin
sehingga
memperjelas hasil reaksi.
Gambar 9.Hasil positif pada uji Katalase
Gambar 8.Hasil positif pada uji VP(Voges
Preskauer)
Menurut
Hadioetomo
(1990),
umumnya bakteri aerobik dan anaerobik
Hasil positif pada uji VP (Voges
Preskauer) dari 13 isolat bakteri dapat
fakultatif
dilihat pada Gambar 8 yang ditandai dengan
peroksida yang sesungguhnya bersifat racun
perubahan
ditambahkan
bagi sistem enzimnya sendiri. Namun
dengan indikator 0,2 ml KOH 40% dan 0,6
mikroorganisme tersebut masih dapat hidup
ml α-naftol. Hasil ini menunjukkan bahwa
dengan adanya senyawa anti metabolit
isolat tersebut dapat menghasilkan 2,3-
tersebut karena dihasilkannya enzim yang
butanadiol ataupun asetoin yang ditandai
dapat mengubah hidrogen peroksida menjadi
dengan terjadi perubahan warna menjadi
air dan oksigen.
warna
setelah
akan
menghasilkan
hidrogen
Hasil positif pada uji katalase dari 13
lembayung pada medium.
isolat bakteri dapat dilihat pada Gambar 9
Hasil Pengamatan Uji Katalase
Uji
katalase
untuk
yang diuji mampu membentuk gelembung
mengetahui aktivitas katalase pada bakteri
udara (O2) pada saat dimasukkan kedalam
yang
H2O2.
diuji.
digunakan
yang ditandai dengan semua isolat bakteri
Kebanyakan
bakteri
memproduksi enzim katalase yang dapat
memecah H2O2 menjadi H2O dan O2.Enzim
katalase diduga penting untuk pertumbuhan
17
DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian mengenai
Babiana, 1994.Analisis Mikroba di
Laboratorium. PT. Rajagrafindo
Persada, Jakarta.
pengaruh sedimen rawa dalam menurunkan
kandungan sulfat dan pertumbuhan populasi
Bayoumy E. L., Mahmoud, A., J. K. Bewtra,
H. I. Ali and N. Biswas.,
1999.Sulfide Production by Sulfate
Reducing Bacteria with Lactate as
Feed in an Upflow Anaerobic
Fixed Film Reactor. Water, Air, and
Soil Polution.112 : 85-106.
mikroba dalam air asam tambang sebagai
berikut :
1. Pemberian sedimen rawa pada air asam
tambang dapat menurunkan kadar sulfat
pada hari ke-25 yaitu 147,64 ppm dan
menaikkan
pH
perlakuan
I
kompos,
yaitu
7,739
dengan
perlakuan
pada
Cappucino, J. G. and N. Sherman,
1992.Microbiology A Laboratori
Manual.
Third
Edition.The
Benjamin/Cumming
Publishing
Company, Inc.
penambahan
AAT
II
tanpa
penambahan kompos kadar sulfat 277,10
ppm dan nilai pH yaitu 6,554, sedangkan
perlakuan
III
yaitu
AAT
Duncan F., 2005. MCB 1000L Applied
Microbiology Laboratory Manual
14th Ed. New York : The McGraw
Hill Companies.
tanpa
penambahan sedimen rawa dan kompos
sebagai kontrol kadar sulfat yaitu 529,00
Fahruddin, 2010.Bioteknologi Lingkungan.
Alphabeta, Bandung.
ppm danpH yaitu 2,774.
2. Pemberian sedimen rawa pada air asam
tambang
dapat
Fardiaz,
meningkatkan
pertumbuhan populasi mikroba pada hari
ke-15 yaitu 3,5 x 106
sel/ml pada
1993.Analisis
Mikrobiologi
Pangan. PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Germida, J. J., 1998. Transformasi of
Sulfurin D. M. Sylvia, J. J.
Fuhrmann, P.G. Hartel dan D. A.
Zuberer (Eds) Principles and
Applications of Soil Microbiology
Prentice Hall. New Jersey.
perlakuan AAT I dengan penambahan
kompos dan perlakuan AAT II tanpa
penambahan kompos yaitu 1,53 x106
sel/ml pada hari ke-15.
Greenberg, A. E., L. S. Clesceri, A. D.
Eaton, and M. A. H. Franson, 1992.
Ion and Sulfur
Bacteriain
Standartd Methods for Examination
of Water and Wastewater (18th):
Washington. D. C. American Public
Health Association.Section 9240.
3. Hasil isolasi mikroba dari sedimen rawa,
didapatkan 13 isolat yang berbeda
berdasarkan ciri morfologi.
18
Hadioetomo, R. S., 1990. Mikrobiologi
Dasar
dalam
Praktik.
PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Schlegel, H. G. and K. Schmidt, 1994.
Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada
Universitas Press. Yogyakarta.
Higgins, J. P., B. C. Hards and A. I. Mattes,
2003. Bioremediation of Acid
Rock Drainage Using Sulfate
Reducing
Bacteria.
www.Jacqueswhitford.com. Selasa,
16 Desember 2014.
Singleton, P., 2002. Introduction to
Bacteria. Comstock Publishing
Association.
Cornel
University
Press, London.
Sudarmaji, S., H. Bambang, dan Suhardi.,
1981. Prosedur Analisa untuk
Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberty, Yogyakarta.
Mills, C., 2002. The Role of Microorganism in Acid Rock Drainage.
www.Environmine.com, diakses pada
Rabu, 07 Mei 2014.
Voordouw, G., 1995. Minireview, The
Genus Desulfovibrio. The entennial.
Appl. Environ. Microbial.
Moodie, A. D. and W. J. Ingledew, 1991.
Microbial Anaerobic Respiration
in A. H. Rose and D. W. Tempest,
Advances in Microbial Physiology.
Vol. 31. Academic Press Limited.
Raihana, N., 2011. Profil Kultur dan Uji
Sensitivitas Bakteri Aerob dari
Infeksi Luka Operasi Laparotomi
di Bangsal Bedah RSUP DR. M.
Djamil
Padang.
Universitas
Andalas, Padang.
19
Download