PENGARUH SEDIMEN RAWA DALAM MENURUNKAN KANDUNGAN SULFAT DAN PERTUMBUHAN POPULASI MIKROBA DALAM AIR ASAM TAMBANG INFLUENCE OF MARSH SEDIMENTSIN REDUCING THE SULFATE CONTENT AND GROWTH OF MICROBIAL POPULATIONS IN ACID MINE DRAINAGE Clara A. Takasihaeng1, Fahruddin2, Zaraswati Dwyana2 1. Mahasiswa Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar, 90915 2. Dosen Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar, 90915 Email :[email protected] ABSTRAK Air asam tambang (AAT) adalah limbah dari industri pertambangan, dapat ditanggulangi dengan cara biologi menggunakan mikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan sedimen rawa dalam menurunkan kandungan sulfat dan menaikkan pH pada air asam tambang, mengetahui pertumbuhan populasi mikroba pada air asam tambang dengan perlakuan sedimen rawa, dan untuk mengetahui jumlah jenis mikroba berdasarkan karakteristik morfologi. Perlakuan AAT dibuat dengan tiga macam perlakuan yaitu perlakuan I yaitu AAT dengan penambahan sedimen rawa dan kompos, perlakuan II yaitu AAT dengan penambahan sedimen rawa dan perlakuan III yaitu AAT tanpa penambahan sedimen rawa dan kompos sebagai kontrol. Pengukuran kadar sulfat dengan metode titrasi, pengukuran pH menggunakan pH meter, dan perhitungan total mikroba dengan metode Standart Plate Count (SPC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikroba yang berasal dari sedimen rawa yang ditambahkan kompos sebagai sumber karbon dapat menurunkan kadar sulfat dari 529,00 ppm pada hari ke-0 menjadi 277,10 ppm pada hari ke-25. Perlakuan AAT dengan sedimen rawa tanpa penambahan kompos, kadar sulfat juga menurun dari 529,00 ppm menjadi 277,10 ppm. Sedangkan perlakuan AAT sebagai kontrol, tidak terjadi perubahan kadar sulfat. Pengukuran pH pada perlakuan AAT dengan penambahan sedimen rawa dan kompos meningkat dari 2,967 pada hari ke-0 menjadi 7,739 pada hari ke-25. Perlakuan AAT dengan sedimen rawa tanpa penambahan kompos, pH juga meningkat dari 2,967 pada hari ke-0 menjadi 6,554 pada hari ke25. Sedangkan perlakuan AAT sebagai kontrol, pH AAT sampai hari ke-25 tetap menunjukkan kondisi asam. Jumlah total mikroba pada perlakuan I dan perlakuan II mengalami peningkatan pertumbuhan mikroba. Hasil isolasi mikroba dari sedimen rawa, didapatkan 13 isolat mikroba yang berbeda berdasarkan ciri morfologi. Kata Kunci : Air Asam Tambang, Sedimen Rawa, Sulfat 1 ABSTRACT Acid mine drainage (AMD) was the waste from the mine of industry, could be overcome used by microbial biology. This research has aimed to determine the effect of marsh sediments in reduced the content of sulfate and increased pH in acid mine drainage, known the growth of microbial populations in the treatment of acid mine water marsh sediments, and for known the kind of microbes based on morphological characteristics. AMD treatment was made with three kinds of treatment were treatment I was AMD with the addition of marsh sediments and compost, treatment II with the addition of marsh sediments and treatment III, AMD without the addition of marsh sediments and compost as control. Measurement of sulfate content by titration method, measure of pH by used a pH meter,and calculation of the total microbial by Standard Plate Count (SPC) method. Results of research showed that microbes derived from marsh sediments were added compost as a carbon source could decreased AMD sulfate from 529,00 ppm on day 0 into 147,64 ppm on day 25. AMD treatment with marsh sediments without the addition of compost, sulfate also decreased from 529,00 ppminto 277,10. While the AMD treatment as a control,did not change the levels of sulfate. Measure pH in the treatment AMD with the addition of marsh sediment and compost increased pH from 2,967 on day 0 into 7,739 on day 25. AMD treatment with marsh sediments without the addition of compost, pH also increased from 2,967 into 6,554. While the AMD treatment as a control, pH AMD until until day 25 stillindicates acid conditions. The total number of microbes in treatment I and II treatment increased microbial growth. Results of the microbial isolation from marsh sediments, obtained 13 different microbial isolates based morphology. Key Words : Acid Mine Drainage, Marsh Sediment, Sulfate pertambangan PENDAHULUAN setiap tahunnya. Namun Sumber daya alam merupakan salah dengan kemajuan industri pertambangan, satu sumber pendapatan bagi negara dan maka akan menghasilkan dampak dari masyarakat Indonesia. Pemanfaatan secara limbah pertambangan yang dihasilkan. optimal kekayaan sumber daya alam ini, Limbah asam tambang merupakan akan mampu membawa kesejahteraan dan limbah dari sisa ekstraksi bijih yang berasal kemakmuran bagi bangsa Indonesia. Hal ini dari batuan yang mengandung sulfida akan menjadikan banyak eskploitasi yang terjadi teroksidasi di lingkungan alam.Salah satu sumber daya membentuk air asam tambang (AAT) yang alam yang berpotensi yaitu mineral yang bersifat asam dan mengandung logam berat telah menghasilkan ratusan juta dollar bagi berbahaya pemasukan berbagai pendapatan pajak dan di permukaan bumi (Elder, 1988). Asam dan sulfat negara melalui merupakan komponen asam utama dalam royalti sektor limbah asam tambang yang berasal dari 2 batuan yang kaya kandungan sulfurnya METODE PENELITIAN (Germida, 1998). Sterilisasi Alat Mengingat besarnya Semua alat-alat yang akan digunakan aktivitas disterilkan terlebih dahulu, alat-alat gelas pertambangan dengan dampak atau risiko seperti erlenmeyer dan botol pengencer serta kerusakan lingkungan yang sangat besar, alat-alat plastik yang tidak tahan panas maka limbahnya disterilkan dengan menggunakan autoklaf haruslah sedemikian efektif serta memiliki dengan suhu 121oC dengan tekanan 2 atm dampak yang minimal terhadap terjaganya selama 15 menit. Sedangkan cawan petri kelestarian lingkungan. Kajian bioteknologi disterilkan untuk dengan suhu 180oC selama 2 jam. limbah yang sedemikian dihasilkan teknologi penanganan pengolahan langkah yang dari limbah merupakan bijaksana dengan dengan menggunakan oven Pengambilan Sampel memperhatikan sisi efektif dan ekonomis Air asam tambang (AAT) dibuat yaitu dengan memanfaatkan mikroba yaitu secara sintetik dengan cara air sumur bakteri pereduksi sulfat (BPS). ditambahkan dengan asam sulfat sampai BPS merupakan mikroorganisme mencapai pH 3 - 4, kemudian dimasukkan anaerob sejati yang mampu hidup pada dalam botol sampel ukuran 500 ml yang lingkungan yang ekstrim. Kelompok bakteri telah disterilkan, lalu disimpan dalam lemari tersebut umumnya diisolasi dari sedimen pendinginpada suhu 20C. perairan yang mempunyai kondisi ekstrim Sedimen rawa diambil dari rawa (Germida, 1998). Selain BPS, sedimen depan memiliki Sedimen kemudian dimasukan dalam botol kandungan mikroba yang Perumnas sampel sumber inokulum untuk menanggulangi pendingin pada suhu 20C. Kompos diperoleh AAT (Fahruddin, 2010). dari penjual tanaman hias di Panaikang, rawa dalam dalam lemari Kodya Makassar. dilakukan penelitian mengenai pengaruh sedimen disimpan Makassar. melimpah dan dapat dimanfaatkan sebagai Sehubungan dengan hal tersebut, dan Antang, Karakterisasi Air Asam Tambang (AAT) menurunkan Karakterisasi AAT dilakukan secara kandungan sulfat dan pertumbuhan populasi fisik meliputi warna dengan mengamati mikroba dalam air asam tambang (AAT). tingkat kekeruhan, karakterisasi kimia meliputi pengujian kandungan sufat dengan 3 metode titrasi, pengujian pH dengan pH pengenceran 10-4, 10-5, 10-6, dimasukkan ke meter, dan karakterisasi biologi meliputi dalam cawan petri kemudian medium NA jumlah total mikroba. dituang lalu diratakan dan media didiamkan Karakterisasi Sedimen Rawa hingga memadat, selanjutnya diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37oC, Pengukuran Karbon Organik Total dengan metode TOC (Total Organic kemudian dihitung jumlah koloni mikroba. Carbon), pengukuran Kadar Nitrogen Total Pengamatan Koloni, Pemurnian Isolat dengan Koloni Bakteri, dan Pembuatan Stok metode Micro Kjehldahl, dan pengukuran Kadar Fosfor Total (Sudarmaji Bakteri et al., 1981). Koloni yang tumbuh diamati untuk mengetahui Aplikasi Perlakuan dalam Mikrokosmos jumlah jenis koloni yang Perlakuan sedimen rawa dengan tumbuh berdasarkan bentuk (shape), tepi AAT dibuat dengan tiga perlakuan dalam (edge), warna (colour), dan permukaan wadah yaitu : (elevation) 1. Perlakuan pertama : AAT (70%) + dilakukan sedimen rawa (20%) + kompos (10%) 2. Perlakuan kedua : AAT (70%) pemurnian Selanjutnya dimulai dengan mengambil satu ose koloni bakteri yang + tumbuh kemudian digores ke dalam cawan sedimen rawa (30%) 3. Perlakuan ketiga morfologinya. petri yang berisi medium NA dengan : AAT (100%) metode sinambung dan diinkubasi selama 1 Setiap perlakuan diinkubasi selama x 24 jam hingga didapatkan hasil koloni 25 hari. Pengamatan dilakukan setiap 5 hari tunggal. sekali selama 25 hari dimulai dari hari ke-0, Koloni tunggal yang didapatkan 5, 10, 15, 20 sampai hari ke-25 meliputi kemudian diinokulasikan pada medium NA jumlah total mikroba, pengukuran pH dan miring dan diinkubasi selama 1 x 24 jam pengukuran kadar sulfat. untuk pembuatan stok bakteri dan untuk Perhitungan Total Mikroba persiapan uji Perhitungan total mikroba dilakukan lebih lanjut (identifikasi bakteri). dengan menggunakan metode Standart Plate Pewarnaan Gram Count (SPC). Sedimen rawa diencerkan Pertama-tama biakan bakteri diambil secara bertingkat hingga pengenceran 10-6, dari stok dan diratakan diatas kaca benda kemudian 1 ml sampel masing-masing (preparat) 4 yang telah dibersihkan menggunakan etanol 70 %. Kemudian digoreskan difiksasi diatas api bunsen lalu ditetesi Diinkubasi pada temperatur 37oC selama 2x dengan zat warna kristal violet selama 1 24 jam dan diamati perubahan warna yang menit agar zat warna meresap pada bakteri. terjadi Preparat kemudian dibilas dengan aquadest kedalaman untuk menunjukkan sifat alkali dan ditetesi dengan larutan iodine kompleks. dan Kemudian ditunggu selama 1 menit lalu menjadi kuning menandakan asam, warna dibilas dengan aquadest.Preparat dicuci merah menandakan medium menjadi basa, dengan alkohol, kemudian ditetesi dengan warna hitam menandakan terbentuknya H2S zat warna safranin, lalu ditunggu 30 detik. dan jika medium terangkat menandakan Setelah itu bilas dengan aquadest, lalu bahawa dikeringkan menghasilkan gas. dan diperiksa dibawah mikroskop dengan menggunakan minyak pada pada asam. permukaan bagian kemiringan Perubahan mikroba media. warna dan medium tersebut mampu Uji MR (Methyl Red) imersi. Sebanyak 1 ose isolat diambil dari stok kemudian diinokulasikan pada medium Uji SIM (Sulfid Indol Motility) Sebanyak 1 ose isolat diambil dari cair MR-VP. Selanjutnya diinkubasi selama stok kemudian diinokulasikan pada medium 5 x 24 jam pada temperatur 37oC. Setelah SIM tegak dengan komposisi 3 gr SIM dan diinkubasi, 100 ml aquadest. Selanjutnya diinkubasi sebanyak 5 tetes diatas preparat isolat pada temperatur 37oC selama 2 x 24 jam. bakteri.Hasil positif jika terbentuk kompleks Hasil positif (motil) jika terdapat rambatan – warna merah muda sampai merah yang rambatan disekitar bekas tusukan jarum ose. menandakan Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar) menghasilkan asam. Isolat bakteri diambil dari stok Methyl-red bahwa ditambahkan mikroba tersebut Uji VP (Voges Proskauer) sebanyak 1 ose kemudian diinokulasikan Isolat bakteri diambil sebanyak 1 ose kedalam medium TSIA dengan komposisi dan diinokulasikan kedalam medium cair 6,5 gr TSIA dan 100 ml aquadest yang MR-VP mengandung laktosa, sukrosa, dan glukosa temperatur 37oC selama 3 x 24 jam. Setelah dengan cara ditusukkan kedalam medium diinkubasi kemudian ditambahkan 0,2 ml tersebut hingga mencapai bagian tegak KOH 40% dan 0,6 ml α-naftol pada masing- (butt). Selanjutnya diambil 1 ose biakan dan masing isolat lalu dikocok selama 30 detik. 5 kemudian diinkubasikan pada Hasil positif jika medium berubah warna dari Nilai pH warna kuning menjadi lembayung. Hasil dari pengukuran pH air asam Uji Katalase tambang dengan perlakuan sedimen rawa Pertama-tama dibuat ulasan bakteri dibuat pada gelas kemudian hari dengan rentan waktu 5 hari dapat dilihat ditambahkan 2-3 tetes reagen H2O2 diatas pada Gambar 1. Data dari hasil pengukuran preparat pH air asam tambang menunjukkan bahwa hingga objek dan kompos yang telah diukur selama 25 menutupi permukaan preparat. Diamati perubahan yang terjadi, adanya hasil positif jika terbentuk gelembung gas. bertambah hingga akhir pengamatan yaitu peningkatan pH yang terus hari ke-25. Sampel AAT dibuat dengan 3 HASIL DAN PEMBAHASAN perlakuan yaitu air asam tambang dengan Karakterisasi Sedimen Rawa Tujuan terhadap sedimen dan kompos, air asam tambang dilakukan sedimen rawa karakterisasi yaitu dengan sedimen, serta air asam tambang untuk tanpa perlakuan sebagai kontrol.Tujuan mengetahui kondisi awal bagi proses reduksi dibuatnya 3 macam perlakuan yaitu untuk sulfat AAT. Hasil dari karakterisasi sedimen mengetahui rawa, didapatkan hasil yaitu berwarna coklat bakteri dalam menaikkan pH air asam kehitaman dengan C-Organik yaitu 72,22, tambang N-Total 1,24, dan P-Total 0,14. berbeda. kemampuan dan kecepatan pada setiap perlakuan yang Gambar 1. Nilai pH pada AAT dengan perlakuan sedimen rawa (Keterangan : Perlakuan I : AAT + Sedimen + Kompos, Perlakuan II : AAT + Sedimen, Perlakuan III : AAT (kontrol)) Berdasarkan hasil pengamatan yang sedimen rawa dan kompos menujukkan dilakukan terhadap perlakuan AAT I dengan adanya peningkatan pH.Hal ini ditunjukkan 6 dengan adanya peningkatan nilai pH dari pH mempengaruhi terbentuknya asam sulfat, asam menjadi pH netral. Nilai pH pada hari sebaliknya bakteri pereduksi sulfat (BPS) ke-0 adalah 2,967, setelah hari ke-5 nilai pH mereduksi sulfat dari AAT menjadi sulfida meningkat drastis menjadi 6,669 dan pada sehingga akhir pengamatan pH AAT menjadi 7,739. (Fahruddin, 2010). Perlakuan AAT II menunjukkan pH Penurunan dapat menjadi netral konsentrasi sulfat kenaikan pH AAT. Nilai pH pada hari ke-0, (Gambar 2) akan meningkatkan pH. Hal ini adalah 2,967, setelah hari ke-5 nilai pH yaitu terjadi karena ketika proses reduksi sulfat 4,628, pada hari ke-10 nilai pH yaitu 4,677. terjadi, maka selain dihasilkan hidrogen Nilai pH dari pelakuan II ini terus sulfida (H2S) juga dilepaskan ion hidroksil bertambah hingga akhir pengamatan yaitu (OH-) sehingga menyebabkan pH semakin pada hari ke-25 dengan nilai pH 6,554. meningkat. Perlakuan AAT III (kontrol) tidak Proses reduksi sulfat oleh kelompok BPS dihasilkan sulfida dan terjadi menunjukkan perubahan nilai pH bikarbonat dimana pada hari ke-0, nilai pH dari AAT kenaikan pH (Voordouw, 1995). yaitu 2,967 dan pada akhir pengamatan tetap yang berpengaruh terhadap Perbedaan antara perlakuan AAT I bersifat asam yaitu dengan nilai pH 2,774. dan II terlihat pada kecepatan dalam Perlakuan AAT dengan penambahan menaikkan pH yang ditunjukkan dengan sedimen rawa terjadi peningkatan pH yang nilai pH dari perlakuan I meningkat secara pada awalnya sangat asam kemudian terus drastis karena adanya penambahan kompos mengalami peningkatan menjadi netral. pH yang bertujuan untuk memberikan nutrisi AAT yang rendah di alam disebabkan seperti N, P, dan K bagi bakteri sehingga karena bereaksinya mineral sulfida dengan bakteri mampu bertahan untuk hidup. air sehingga ion logam dan ion hidrogen Sedangkan perlakuan III, pH tetap bersifat terlepas, akan asam karena tidak adanya faktor pendukung teroksidasi menjadi ion sulfat terlarut, ion yang dapat mengubah pH asam pada sampel sedangkan ion sulfida + H akan menyebabkan turunnya pH yang AAT merupakan lingkungan yang kondusif bagi kompleks merupakan sumber karbon bagi pertumbuhan Thiobacillus mikroorganisme yang memanfaatkan karbon mempercepat sebagai donor elektron di alam (Fahruddin, ferooxidans terjadinya bakteri yang laju akan oksidasi pirit dan tersebut. Substrat organik yang 2010). Kompos berperan sebagai penyedia 7 senyawa-senyawa sederhana Perlakuan I menunjukkan adanya sehingga merupakan penyedia karbon yang penurunan kadar sulfat yang sangat drastis sangat dimana kadar sulfat awal yaitu 529,00 ppm membantu organik bagi pertumbuhan mikroorganisme. hingga mencapai 147,64 ppm pada akhir Kadar Sulfat pengamatan. Perlakuan II menunjukkan Pengukuran kadar sulfat air asam kadar sulfat awal yaitu 529,00 ppm dan pada tambang dengan 3 perlakuan dapat dilihat akhir pengamatan menunjukkan nilai 277,10 pada Gambar 2. Perlakuan I yaitu dengan ppm. Perlakuan III menunjukkan kadar sedimen rawa dan kompos, perlakuan II sulfat awal yaitu 529,00 ppm dan pada akhir dengan sedimen rawa, sedangkan perlakuan pengamatan dengan nilai kadar sulfat yang III hanya menggunakan AAT tanpa adanya tetap yaitu 529,00 ppm. penambahan sedimen rawa dan kompos Penurunan konsentrasi sulfat pada sebagai kontrol. Hasil pengamatan perlakuan I dan II disebabkan oleh adanya menunjukkan aktivitas bakteri pereduksi sulfat (BPS) yang adanya penurunan kadar sulfat baik pada berasal dari sedimen perlakuan AAT I maupun perlakuan AAT II, menggunakan namun berbeda dengan perlakuan AAT III elektron untuk aktivitas metabolismenya yang tidak menunjukkan adanya penurunan (Higgins et al., 2003). Karena sulfat kadar sulfat. menerima elektron, maka senyawa ini akan sulfat rawa. sebagai BPS akseptor mengalami reduksi menjadi sulfida sehingga konsentrasi sulfat mengalami penurunan. Gambar 2. Kadar Sulfat AAT dengan perlakuan sedimen rawa (Keterangan : Perlakuan I : AAT + Sedimen + Kompos, Perlakuan II : AAT + Sedimen, Perlakuan III : AAT (kontrol)) 8 Penurunan kadar sulfat terjadi karena BPS mereduksi sulfat hanya pada adanya kelompok BPS yang mempuyai kondisi kemampuan untuk memindahkan elektron tergantung pada toleransi bakteri dengan atau hidrogen kepada sulfat yang berperan keadaan sebagai akseptor eletron terminal sehingga kondisi anaerob sehingga kecepatan tumbuh dari proses reaksi redoks tersebut, sulfat masing-masing isolat berbeda-beda dengan tereduksi menjadi sulfida. Reduksi sulfat komposisi unsur hara media yang sama. yang terjadi pada kondisi anaerob serupa Penurunan kadar asam terjadi karena adanya dengan respirasi yang menggunakan oksigen reduksi sulfat menjadi H2S. Asam sulfat sebagai akseptor elektron pada kondisi adalah bentuk sulfat dalam air yang sangat aerob, sehingga disebut respirasi sulfat atau berpengaruh reduksi sulfat dissimilatori (Schlegel, 1994). biasanya mencapai kestabilan antara 2,5 – Penurunan kadar Pertumbuhan sekelilingnyadan terhadap sangat terciptanya penurunan pH seiring 3,0. Keasaman ini dapat berkembang dengan dengan peningkatan nilai pH (Gambar 1) dihasilkannya besi sulfat sebagai oksidator dan peningkatan jumlah total mikroba kuat yang mampu melarutkan mineral (Gambar 3) khususnya bakteri pereduksi sulfida logam seperti timbal, tembaga, seng, sulfat. dan cadmium (Grennberg et al., 1992). Meningkatnya sulfat anaerob. jumlah BPS menyebabkan reduksi sulfat yang semakin meningkat sehingga Perlakuan III tidak menunjukkan menurunkan penurunan kadar sulfat. Hal ini disebabkan konsentrasi sulfat dan penurunan konsentrasi karena tidak adanya penambahan sedimen sulfat menyebabkan pH semakin meningkat. rawa Sulfida yang dihasilkan dari reduksi yang berfungsi sebagai sumber inokulum yang dapat mereduksi sulfat sulfat segera bereaksi dengan kation-kation menjadi logam dan hidrogen untuk menunjukkan nilai yang tetap yaitu 529,00 sulfida logam dan membentuk hidrogen sulfida sulfida sehingga kadar sulfat ppm. (Bayoumy et al., 1999). Sulfida yang tidak Populasi Mikroba larut tersebut mengendap dan menempel Perlakuan AAT memperlihatkan pada dinding tabung menyebabkan dinding pertumbuhan jumlah koloni yang berbeda- tabung beda. Hasil isolasi bakteri setiap perlakuan berwarna hitam (Moodie and Ingledew, 1991). dihitung dengan menggunakan metode SPC (Standart Plate Count) didapatkan hasil 9 seperti Gambar 3. Gambar 3. Total mikroba pada perlakuan AAT (Keterangan : Perlakuan I : AAT + Sedimen + Kompos, Perlakuan II : AAT + Sedimen, Perlakuan III : AAT (kontrol)) Perlakuan AAT I menunjukkan yaitu hari ke-25. Jumlah total mikroba pada jumlah total mikroba meningkat tajam pada hari ke-0 hingga hari ke-5 masih sedikit, hari ke-15 yaitu 3,5 x 106 sel/ml namun pada menunjukkan bahwa mikroba masih berada hari ke-20 mengalami penurunan mencapai pada fase lag atau fase adaptasi dimana 2,83 x 106 sel/ml dan mengalami penurunan mikroba-mikroba secara bertahap hingga akhir pengamatan bertahan 6 dengan total mikroba 2,21 x 10 sel/ml. Grafik perlakuan AAT yang melakukan masih adaptasi mampu terhadap kondisi lingkungan sehingga dapat bertahan II hidup. Pada hari ke-15, perlakuan I menunjukkan bahwa jumlah total mikroba memperlihatkan grafik yang meningkat juga mengalami peningkatan tajam pada hari tajam dimana fase ini disebut fase log atau ke-15 yaitu 1,53 x 106 sel/ml dan menurun eksponensial. Sedangkan untuk perlakuan II, secara bertahap hingga akhir pengamatan fase log atau eksponensial terjadi pada hari yaitu hari ke-25 dengan total mikroba 1,27 x ke-10. Mikroba yang beradaptasi dengan 106 sel/ml. Sedangkan grafik perlakuan III baik akan memanfaatkan sumber nutrisi menunjukkan bahwa jumlah total mikroba yang ada dengan sebaik-baiknya untuk terus pada awal pengamatan yaitu hari ke-0 membelah sehingga jumlah sel semakin deengan jumlah total mikroba 1,2 x 105 meningkat, tetapi pada hari ke-20 perlakuan sel/ml penurunan AAT I dan AAT II, kembali menunjukkan secarabertahap sampai akhir pengamatan adanya penurunan dimana pada perlakuan terus mengalami 10 AAT I dan AAT II fase ini disebut fase menyesuaikan kematian perubahan-perubahan dan akan terus mengalami penurunan hingga akhir pengamatan yaitu diri segera dalam terhadap lingkungan (Mills, 2002). hari ke-25. Sel bertambah dengan pesat hanya Perlakuan III menunjukkan bahwa dengan membelah diri pada lingkungan jumlah mikroba terus mengalami penurunan yang mendukungnya. Survival of the fittest sampai akhir pengamatan yaitu hari ke-25 yang berarti jenis yang menang adalah yang karena tidak adanya penambahan sedimen mampu rawa sebagai sumber inokulum yang dapat Kemampuan mereduksi memungkinkan populasi bakteri tertentu sulfat menjadi sulfida dan membelah diri paling cepat. membelah lebih cepat menaikkan nilai pH serta tidak adanya menyesuaikan sumber perubahan-perubahan nutrisi dari kompos sehingga mikroba tidak dapat bertahan hidup pada diri segera dalam terhadap lingkungan (Mills, 2002). kondisi lingkungan yang asam. Penurunan mikroba pada hari ke-20 Peningkatan jumlah total mikroba pada perlakuan I dan II disebabkan oleh mengindikasikan bahwa jumlah sel yang beberapa faktor seperti kebutuhan nutrisi mengalami adalah semakin berkurang dan adanya bakteri yang kemampuan tidak mampu bertahan hidup terhadap mereduksi sulfat menjadi sulfida yaitu BPS kondisi lingkungan yang ekstrim sehingga yang berasal dari sedimen rawa. BPS terus menyebabkan kematian pada bakteri. bakteri peningkatan yang adalah memiliki mengalami pertambahan jumlah sel karena lingkungan yang ekstrim ini Perbandingan jumlah koloni paling justru banyak ditunjukkan pada perlakuan AAT I merupakan lingkungan yang mendukung yang ditambahkan dengan kompos. Kompos pertumbuhan bagi jenis bakteri ini. berperan sebagai nutrisi seperti unsur karbon Sel bertambah dengan pesat hanya (C), nitrogen (N), fosfor (P) sehingga dapat dengan membelah diri pada lingkungan mendukung pertumbuhan mikroba dengan yang mendukungnya. Survival of the fittest baik. yang berarti jenis yang menang adalah yang Pengamatan Koloni Bakteri mampu membelah diri paling cepat. Berdasarkan hasil isolasi bakteri dari membelah lebih cepat sedimen rawa diperoleh 13 isolat bakteri. memungkinkan populasi bakteri tertentu Isolat bakteri kemudian diamati dengan Kemampuan 11 melihat perbedaan bentuk dari semua koloni didapatkan seperti yang terdapat pada Tabel bakteri yaitu warna, bentuk, tepi, dan elevasi 2 di bawah ini. dari masing-masing koloni bakteri yang Tabel 2. Hasil pengamatan morfologi bakteri secara makroskopik Isolat A B C D E F G H I J K L M Berdasarkan Warna Koloni Putih Kekuningan Putih Putih Putih Putih Susu (Luar) Putih (Dalam) Putih Putih Putih Putih Susu Putih Putih Putih Susu Hitam hasil Ciri Koloni Bentuk Koloni Bulat Tidak Beraturan Bulat Tidak Beraturan Tepi Koloni Entire Undulate Entire Filamentous Elevasi Convex Convex Flat Raised Tidak Beraturan Undulate Raised Bulat Tidak Beraturan Tidak Beraturan Tidak Beraturan Tidak Beraturan Bulat Bulat Bulat Entire Undulate Entire Undulate Filamentous Undulate Entire Entire Raised Flat Convex Flat Flat Convex Flat Convex pengamatan tepi koloni filamentous. Elevasi koloni isolat morfologi secara makroskopik pada medium bakteri A, B, H, K, dan M yaitu convex, 5 Nutrien Agar (NA) diperoleh 6 isolat bakteri isolat (C, G, I, J, dan L) memiliki elevasi (A, C, F, K, L, dan M) berbentuk bulat, flat, dan 3 isolat (D, E, dan F) memiliki sedangkan 7 isolat (B, D, E, G, H, I, dan J) elevasi raised. memiliki bentuk tidak beraturan. Warna isolat bakteri B, C, D, F, G, H, J, dan K berwarna putih, 1 isolat (A) berwarna putih kekuningan, 2 isolat (I, dan L) berwarna putih susu, 1 isolat (E) berwarna putih susu di bagian luar dan putih di bagian dalam, Gambar 4. Pengamatan morfologi isolat bakteri secara makroskopik(Keterangan : I : Isolat bakteri I, L : Isolat bakteri L, M : Isolat bakteri M) dan 1 isolat bakteri (M) berwarna hitam. Tepi koloni isolat bakteri A, C, F, H, L, dan M yaitu entire, 5 isolat memiliki tepi koloni Perbedaan bentuk pertumbuhan jenis undulate, dan 2 isolat (D dan J) memiliki bakteri dapat dilihat pada Gambar 4. Isolat 12 pada medium Nutrien Agar (NA) Hasil Pengamatan Pengecatan Gram merupakan jenis bakteri yang berbeda dimana ciri-ciri merupakan masing-masing salah satu cara Hasil pengecatan Gram untuk koloni mengetahui morfologi sel bakteri secara untuk mikroskopik dapat dilihat pada Tabel 3. mengidentifikasi bakteri. Tabel 3. Hasil pengamatan morfologi bakteri Selama proses inkubasi dapat terlihat secara mikroskopik. bahwa ada bakteri yang mampu bertahan Isolat Bentuk Warna Gram A Basil Merah Negatif B Basil Merah Negatif C Basil Ungu Positif D Basil Ungu Positif E Basil Merah Negatif F Basil Ungu Positif G Basil Merah Negatif H Basil Merah Negatif I Basil Ungu Positif J Basil Ungu Positif K Basil Merah Negatif L Basil Merah Negatif M Coccus Merah Negatif Hasil pengamatan mikroskopik yaitu hidup dan ada bakteri yang tidak dapat bertahan hidup. Isolat bakteri yang berwarna putih kekuningan ditemukan pada inkubasi hari ke-10, isolat bakteri yang berwarna hitam hanya ditemukan pada inkubasi hari ke-20, sedangkan untuk isolat bakteri yang berwarna putih maupun putih susu ditemukan pada inkubasi hari ke-0 sampai inkubasi hari terakhir yaitu hari ke-25. Dilakukan pemurnian terhadap isolat bakteri tersebut dan setelah diperoleh kultur dengan murni dari masing-masing isolat bakteri 12 isolat bakteri yang berbentuk Batang dapat diketahui dengan jelas morfologi sel morfologi dilakukan bakteri secara Gram batang (Basil) dan Bulat (Coccus), terdapat bakteri yang benar-benar murni sehingga saat pengecatan diperoleh 2 macam bentuk bakteri yaitu yang bertujuan untuk mendapatkan koloni bakteri melakukan (Basil) yaitu isolat A, B, C, D, E, F, G, H, I, pengamatan J, K, L dan 1 isolat bakteri yang berbentuk mikroskopik. Bulat (Coccus) yaitu isolat M, 8 isolat Selanjutnya dibuat stok kultur dalam agar bakteri bersifat gram negatif yaitu pada miring untuk uji-uji selanjutnya yang akan isolat A, B, E, G, H, K, L, M dan 5 isolat dilakukan. bakteri yang bersifat gram positif yaitu pada isolat C, D, F, I, dan J. 13 Pengamatan Hasil Uji Biokimia Bakteri karakteristik di sifat alam yang memiliki berbeda. Maka dari itu dilakukan uji-uji berbeda-beda. biokimia terhadap Bakteri ada yang bersifat motil, bereaksi diperoleh dengan enzim katalase, bersifat oksidatif mengetahui maupun fermentatif dan lain sebagainya. tersebut seperti pada Tabel 4. dari isolat sedimen karakteristik bakteri yang rawa untuk isolat bakteri Tiap bakteri juga memiliki sifat kimiawi Tabel 4. Hasil Pengamatan Uji Biokimia terhadap Isolat Bakteri Uji TSIA Nama Uji MR VP Katalase Isolat Slant Butt Gas H2S SIM A Merah Kuning + + + B Merah Kuning + + + C Merah Kuning + + D Kuning Kuning + + + E Merah Kuning + + + + F Merah Kuning + + G Merah Kuning + + H Merah Kuning + + I Merah Kuning + + J Merah Kuning + + K Merah Kuning + + + + L Merah Kuning + + M Merah Kuning + + sel. Hasil Pengamatan Uji TSIA Bila mikroorganisme dapat Uji TSIA merupakan uji biokimiawi menghasilkan gas, maka medium akan untuk mengetahui kemampuan mikroba terpotong dan terangkat ke atas dan bila dalam memfermentasi glukosa, laktosa, dapat menghasilkan gas H2S, maka pada dan/atau sukrosa, produksi gas dari glukosa bagian tusukan medium akan terbentuk dan produksi hidrogen dari sulfida (H2S). warna hitam. Hal tersebut disebabkan Menurut Cappucino (1992), medium terjadinya penguraian asam amino sistein TSIA mengandung substrat untuk produksi yang mengandung sulfur sebagai penyusun gas dan H2S. Senyawa FeSO4 digunakan pepton yang terdapat pada medium. Pepton untuk mendeteksi adanya gas H2S yang diubah oleh mikrorganisme karena adanya tidak berwarna sebagai hasil metabolisme enzim sistein desulfurase dan Fe2+ terdapat 14 dalam medium yang menurut Babiana medium yang berwarna hitam dan terangkat, (1994) akan menghasilkan senyawa FeS yang berarti tidak terbentuk H2S dan tidak yang berwarna hitam, tidak larut dalam air menghasilkan gas. dan terdapat pada dasar medium. Hasil Pengamatan Uji SIM Uji Sulfit, Indol, dan Motilitas dilakukan pada suatu media yaitu media SIM. Uji sulfit dilakukan untuk melihat kemampuan bakteri mereduksi sulfur. Bakteri yang mereduksi metabolit sulfur dari natrium Gambar 5. Isolat bakteri yang mampu memfermentasi glukosa (A), Isolat bakteri yang mampu memfermentasi glukosa, laktosa, dan sukrosa (B) tiosulfat pada media akan menghasilkan H2S sehingga terbentuk warna hitam pada media sebagai hasil reaksi antara H2S dan ferro sulfat pada media. Sulfat merupakan sumber energi anorganik bagi Hasil pengamatan menunjukkan bakteri. bahwa 12 isolat (A, B, C, E, F, G, H, I, J, K, Bakteri yang tidak mampu mereduksi sulfur tidak akan menghasilkan L, dan M) mampu memfermentasikan H2S sehingga tidak terbentuk warna hitam glukosa, ditandai dengan warna merah pada pada media (Duncan, 2005). bagian slant yang berarti menghasilkan asam dan warna kuning pada bagian butt yang berarti bersifat basa,1 isolat (D) menunjukkan slant dan butt berwarna kuning. Hal ini menandakan bahwa terjadi fermentasi glukosa, laktosa dan sukrosa. Perbedaan isolat bakteri yang Gambar 6. Hasil positif pada uji SIM (A), Hasil negatif pada uji SIM (B) mampu memfermentasikan glukosa dan isolate bakteri yang mampu memfermentasikan glukosa, laktosa dan Hasil uji SIM menunjukkan 2 isolat sukrosa dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil bakteri (E dan K) merupakan bakteri yang pengamatan dari 13 isolat yang diuji pada bersifat motil yang ditandai dengan adanya medium TSIA tidak ditemukan adanya pertumbuhan yang menyebar disekeliling 15 tempat tusukan kultur, sedangkan 11 isolat (2011), hasil negatif dinyatakan apabila bakteri menunjukkan hasil negatif yang tidak terbentuk cincin merah atau medium ditandai dengan tidak adanya penyebaran berubah yang berwarna putih seperti akar di sekitar mengindikasikan bahwa sangat sedikit atau inokulasi. tidak asam organik yang tersisa di medium. Perbedaan isolat warna merah dan yang Hasil uji MR (Methyl Red) dari 13 bersifat motil dan non motil dapat dilihat isolat menunjukkan 5 isolat (A, B, D, E, dan pada Gambar 6. Menurut Singleton (1992), K) menunjukkan reaksi yang positif dimana motilitas oleh setelah ditambahkan dengan Methyl Red perpindahan karena adanya rangsangan dari medium berubah menjadi kemerah-merahan, faktor lingkungan tertentu. Sifat motilitas sedangkan 8 (C, F, G, H, I, J, L, dan M) bakteri dapat dilihat dengan pertumbuhan isolat menunjukkan reaksi yang negatif yang menyebar disekeliling tempat tusukan dimana warna medium putih kekuning- kultur kuningan seperti terlihat pada Gambar 7. bakteri atau bakteri menjadi disebabkan adanya penyebaran yang berwarna putih seperti akar di sekitar inokulasi, yang berarti bahwa bakteri ini mempunyai flagel (Fardiaz, 1993). Hasil Pengamatan Uji MR-VP Menurut Hadioetomo (1990), bakteri gram negatif enterik dapat dikenali berdasarkan produk akhir yang dihasilkan Gambar 7.Hasil positif pada uji MR (A), Hasil negatif pada uji MR (B) bila memfermentasi glukosa dalam medium MR-VP dimana dapat menghasilkan asam Uji VP (Voges Preskauer) digunakan laktat, suksinat, format dan bercampur untuk dengan CO2, H2, dan etanol. Akumulasi dari yang dapat memfermentasi 2,3-butanadiol. asam-asam pH Adanya asetoin pada penambahan KOH menjadi 5 atau kurang, jika ditambahkan ditunjukkan oleh perubahan warna media dengan reagen Methyl Red, medium akan menjadi merah muda.Perubahan warna ini berwarna ini dapat merah mikroorganisme menurunkan mengidentifikasi mikroorganisme yang menandakan diperjelas dengan penambahan α-naftol. tersebut merupakan Perubahan warna medium lebih jelas pada penghasil asam campuran. Menurut Raihana 16 bagian yang berhubungan dengan udara aerobik karena H2O2 yang dibentuk dengan karena sebagian 2,3-butanadiol dioksidasi pertolongan berbagi enzim respirasi bersifat kembali racun terhadap sel mikroba. menjadi asetoin sehingga memperjelas hasil reaksi. Gambar 9.Hasil positif pada uji Katalase Gambar 8.Hasil positif pada uji VP(Voges Preskauer) Menurut Hadioetomo (1990), umumnya bakteri aerobik dan anaerobik Hasil positif pada uji VP (Voges Preskauer) dari 13 isolat bakteri dapat fakultatif dilihat pada Gambar 8 yang ditandai dengan peroksida yang sesungguhnya bersifat racun perubahan ditambahkan bagi sistem enzimnya sendiri. Namun dengan indikator 0,2 ml KOH 40% dan 0,6 mikroorganisme tersebut masih dapat hidup ml α-naftol. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan adanya senyawa anti metabolit isolat tersebut dapat menghasilkan 2,3- tersebut karena dihasilkannya enzim yang butanadiol ataupun asetoin yang ditandai dapat mengubah hidrogen peroksida menjadi dengan terjadi perubahan warna menjadi air dan oksigen. warna setelah akan menghasilkan hidrogen Hasil positif pada uji katalase dari 13 lembayung pada medium. isolat bakteri dapat dilihat pada Gambar 9 Hasil Pengamatan Uji Katalase Uji katalase untuk yang diuji mampu membentuk gelembung mengetahui aktivitas katalase pada bakteri udara (O2) pada saat dimasukkan kedalam yang H2O2. diuji. digunakan yang ditandai dengan semua isolat bakteri Kebanyakan bakteri memproduksi enzim katalase yang dapat memecah H2O2 menjadi H2O dan O2.Enzim katalase diduga penting untuk pertumbuhan 17 DAFTAR PUSTAKA KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian mengenai Babiana, 1994.Analisis Mikroba di Laboratorium. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta. pengaruh sedimen rawa dalam menurunkan kandungan sulfat dan pertumbuhan populasi Bayoumy E. L., Mahmoud, A., J. K. Bewtra, H. I. Ali and N. Biswas., 1999.Sulfide Production by Sulfate Reducing Bacteria with Lactate as Feed in an Upflow Anaerobic Fixed Film Reactor. Water, Air, and Soil Polution.112 : 85-106. mikroba dalam air asam tambang sebagai berikut : 1. Pemberian sedimen rawa pada air asam tambang dapat menurunkan kadar sulfat pada hari ke-25 yaitu 147,64 ppm dan menaikkan pH perlakuan I kompos, yaitu 7,739 dengan perlakuan pada Cappucino, J. G. and N. Sherman, 1992.Microbiology A Laboratori Manual. Third Edition.The Benjamin/Cumming Publishing Company, Inc. penambahan AAT II tanpa penambahan kompos kadar sulfat 277,10 ppm dan nilai pH yaitu 6,554, sedangkan perlakuan III yaitu AAT Duncan F., 2005. MCB 1000L Applied Microbiology Laboratory Manual 14th Ed. New York : The McGraw Hill Companies. tanpa penambahan sedimen rawa dan kompos sebagai kontrol kadar sulfat yaitu 529,00 Fahruddin, 2010.Bioteknologi Lingkungan. Alphabeta, Bandung. ppm danpH yaitu 2,774. 2. Pemberian sedimen rawa pada air asam tambang dapat Fardiaz, meningkatkan pertumbuhan populasi mikroba pada hari ke-15 yaitu 3,5 x 106 sel/ml pada 1993.Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Germida, J. J., 1998. Transformasi of Sulfurin D. M. Sylvia, J. J. Fuhrmann, P.G. Hartel dan D. A. Zuberer (Eds) Principles and Applications of Soil Microbiology Prentice Hall. New Jersey. perlakuan AAT I dengan penambahan kompos dan perlakuan AAT II tanpa penambahan kompos yaitu 1,53 x106 sel/ml pada hari ke-15. Greenberg, A. E., L. S. Clesceri, A. D. Eaton, and M. A. H. Franson, 1992. Ion and Sulfur Bacteriain Standartd Methods for Examination of Water and Wastewater (18th): Washington. D. C. American Public Health Association.Section 9240. 3. Hasil isolasi mikroba dari sedimen rawa, didapatkan 13 isolat yang berbeda berdasarkan ciri morfologi. 18 Hadioetomo, R. S., 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktik. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Schlegel, H. G. and K. Schmidt, 1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada Universitas Press. Yogyakarta. Higgins, J. P., B. C. Hards and A. I. Mattes, 2003. Bioremediation of Acid Rock Drainage Using Sulfate Reducing Bacteria. www.Jacqueswhitford.com. Selasa, 16 Desember 2014. Singleton, P., 2002. Introduction to Bacteria. Comstock Publishing Association. Cornel University Press, London. Sudarmaji, S., H. Bambang, dan Suhardi., 1981. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta. Mills, C., 2002. The Role of Microorganism in Acid Rock Drainage. www.Environmine.com, diakses pada Rabu, 07 Mei 2014. Voordouw, G., 1995. Minireview, The Genus Desulfovibrio. The entennial. Appl. Environ. Microbial. Moodie, A. D. and W. J. Ingledew, 1991. Microbial Anaerobic Respiration in A. H. Rose and D. W. Tempest, Advances in Microbial Physiology. Vol. 31. Academic Press Limited. Raihana, N., 2011. Profil Kultur dan Uji Sensitivitas Bakteri Aerob dari Infeksi Luka Operasi Laparotomi di Bangsal Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang. Universitas Andalas, Padang. 19