penggunaan sedimen rawa sebagai sumber inokulum bakteri

advertisement
PENGGUNAAN SEDIMEN RAWA SEBAGAI SUMBER INOKULUM BAKTERI
PEREDUKSI SULFAT (BPS) DALAM MEREDUKSI SULFAT PADA LIMBAH AIR
ASAM TAMBANG (AAT)
USE MARSH SEDIMENTS AS A SOURCE INOCULUM OF SULPHATE REDUCING
BACTERIA (SRB) IN REDUCING WASTED SULFURIC ACID MINE DRAINAGE (AMD)
Susi Indriani1, Fahruddin2, Asadi Abdullah3
1. Mahasiswa Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin, Makassar, 90915
2. Dosen Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin, Makassar, 90915
3. Dosen Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin, Makassar, 90915
Email : [email protected]
ABSTRAK
Limbah air asam tambang yang berasal dari industri pertambangan dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan berakibat terganggunya kehidupan organisme. Limbah air asam
tambang tersebut dapat ditanggulangi secara biologi oleh bakteri pereduksi sulfat yang banyak
terdapat pada lahan basah, misalnya sedimen rawa. Bakteri pereduksi sulfat akan mereduksi
sulfat menjadi sulfid sehingga pH air asam tambang akan meningkat dan kandungan sulfat akan
menurun. Perlakuan dibuat dengan tiga perlakuan. Perlakuan I dengan penambahan AAT tanpa
kompos dan sedimen, perlakuan II dengan penambahan AAT ditambah sedimen dan perlakuan
III dengan penambahan AAT, sedimen dan kompos. pH AAT diukur dengan pH meter,
kandungan sulfat diukur dengan metode titrasi dan jumlah BPS dihitung dengan metode SPC
(Standard Plate Count). Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa bakteri pereduksi
sulfat yang berasal dari sedimen rawa yang ditambahkan kompos sebagai sumber karbon efektif
dapat meningkatkan pH dari 2,947 pada hari ke-0 menjadi 7,659 pada hari ke-25. Pada
perlakuan tanpa penambahan kompos pH meningkat dari 2,497 menjadi 7,090 sedangkan pada
control AAT, sampai hari ke-25 pH tetap menunjukan kondisi asam.Untuk pengukuran
kandungan sulfat, pada perlakuan sedimen rawa yang ditambah kompos, kandungan sulfat
menurun dari 539,00 ppm menjadi 150,35 ppm sedangkan pada perlakuan sedimen rawa tanpa
penambahan kompos, kandungan sulfat juga menurun dari 539,00 ppm menjadi 285,2. Untuk
kontrol, tidak terjadi perubahan kandungan sulfat. Hasil karakterisasi bakteri pereduksi sulfat
yang didapatkan setelah diisolasi dari sedimen rawa, diketahui bahwa bakteri bersifat gram
positif, berbentuk bulat serta dapat memfermentasi glukosa.
Kata Kunci : Air asam tambang, Bakteri pereduksi sulfat (BPS), Sedimen rawa, kompos, limbah
ABSTRACT
Acid mine drainage (AMD) waste from the mining industry may cause environmental pollution
result in disruption of the life of the organism. Waste acid mine drainage could be overcome in
biology method by sulfate reducing bacteria (SRB) were abundant in wetlands, such as marsh
sediments. Sulfate reducing bacteria would reduce sulphate into sulphide so that the pH of acid
mine water would increased and sulfate content would decreased. Treatment were made with
three treatment. Treatment I with the addition AMD without compost and sediment, treatment II
with the addition AMD plus sediment and treatment III with the addition AMD, sediment and
compost. AMD pH was measured with pH meter, content of sulphate measured with methods of
titration and amount of SRB calculated with method SPC (Standard Plate Count ). From the
research, it was known that the sulfate reducing bacteria originating from the marsh sediments
were added compost as a carbon source could effectively increased the pH of 2.947 at day 0 into
7.659 on day 25. In the treatment without the addition of compost pH increased from 2.497 be
7.090, while the control AMD, until day 25, the pH remains indicates the acidic condition. For
sulfate content measurement, the marsh sediment treatment plus compost, sulfate content
decreased from 539.00 ppm to 150.35 ppm while the marsh sediment treatment without the
addition of compost, sulfate content also decreased from 539.00 ppm to 285.2. For control, no
change sulfate content . The results of the characterization of sulfate reducing bacteria isolated
from marsh sediment, it was known that bacteria were gram- positive, spherical and can
fermented glucose.
Keywords : Acid mine drainage (AMD), sulphate reducing bacteria (SRB), marsh sediment,
compost, waste
menimbulkan suatu permasalahan yang
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara maritim
berat yaitu terjadinya fenomena acid rock
dengan sumber daya alam yang melimpah,
drainage atau yang dikenal dengan air asam
baik itu sumber daya alam yang dapat
tambang (AAT). Fenomena ini ditandai
diperbaharui (renewable resource) maupun
dengan berubahnya warna air menjadi
sumber
dapat
merah jingga jika tercemar AAT karena
diperbaharui (unreneweble resource). Salah
akan memberikan serangkaian dampak yang
satu sumber daya alam yang tidak dapat
saling berkaitan, yaitu menurunnya pH,
diperbaharui yang jenisnya sangat beragam
ketersediaan dan keseimbangan unsur hara
adalah endapan mineral yang dapat di
dalam tanah terganggu, serta kelarutan unsur
eksploitasi melalui kegiatan pertambangan.
– unsur mikro yang umumnya merupakan
Aktivitas
daya
alam
yang
penambangan
tidak
terbuka
dapat
unsur logam akan meningkat (Fahruddin,
2010).
METODE PENELITIAN
Menurut
Tuttle
(1968),
AAT
Alat
yang
digunakan
dalam
bersumber dari endapan limbah tailing yang
menunjang penelitian ini meliputi : tabung
mengandung pirit terekspos dan kontak
reaksi, botol sampel, cawan petri, ose bulat,
dengan oksigen atau air, kemudian terbentuk
ose lurus, timbangan (Ohaus), pH meter
asam sulfur
(orion),
yang dapat
menimbulkan
oven
(Heracus),
inkubator
kemasaman pada lingkungan. Pencemaran
(incubator), sentrifus (sentrifuse), otoklaf
asam dan logam berat pada lingkungan akan
(autoclave), laminary air flow (LAF),
mempengaruhi jumlah dan spesies dengan
mikroskop cahaya (Nikkon), object glass,
siklus biogeokimia dari sejumlah unsur
vortex dan alat – alat
kimia. Berdasarkan uraian diatas dengan
mendukung penelitian ini.
permasalahan
yang
ditimbulkan
oleh
limbah
tambang,
maka
percobaan ini meliputi : Air Asam Tambang
diperlukan pengolahan limbah tambang
(AAT) sintetik, Sedimen rawa diperoleh dari
yang dapat ditangani secara efektif dan
rawa depan Perumnas Antang dan kompos
efisien tanpa memiliki dampak negatif pada
diperoleh dari penjual tanaman hias di
lingkungan. Selama ini, pengolahan limbah
daerah Panaikang, Kota Makassar. Media
air asam tambang yang dilakukan secara
pertumbuhan Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)
fisik dengan penambahan kapur dibuktikan
Postgate B : Laktat 300 ml, 2 MgSO4 7H2O,
tidak efektif dan efisien karena memerlukan
1 NH4Cl, 1 CaSO4, 1 yeast ekstrak, 0,5
waktu yang lama dan biaya yang tinggi,
KH2PO4, 0,5 FeSO4 7H2, 1 Asam askorbat
serta membentuk endapan yang dapat
(g/l), Bacto Agar. Media identifikasi dan
menimbulkan
karakterisasi BPS : Medium Selektif BPS
pengolahan
Dewasa
ini,
permasalahan
lingkungan.
dikembangkan
Bahan
yang
lainnya yang
digunakan
pada
proses
(Postgate B), Medium TSIA (Triple Sugar
pengolahan AAT secara biologis dengan
Iron Agar), Medium Cair MR-VP (Methyl
menggunakan bakteri pereduksi sulfat (BPS)
Red – Voges Posquer) dan medium SIM
atau Sulphate Reduction Bacteria untuk
(Sulfida Indol Motility),. Larutan Fisiologis :
mendekontaminasi sulfat. Selain itu, BPS
0,9 % NaCl dan Ketokonazol serta bahan
juga mampu menurunkan konsentrasi logam
kimia
berat melalui proses pengendapan logam.
karakterisasi sampel meliputi : H2SO4,
yang
diperlukan
untuk
analisis
Na2SO4-HgO, NaOH-Na2SO4, HCl, etanol,
pengujian
H2O2,
dengan metode titrasi dan pengujian pH
Methyl Red dan bahan kimia lain
kandungan
sulfat
dilakukan
yang diperlukan.
dengan menggunakan pH meter.
Cara Kerja
Karakterisasi Awal Sedimen Wetland
Pengukuran Karbon Organik Total
Sterilisasi Alat
Alat-alat gelas seperti erlenmeyer
dengan
Metode
TOC
(Total
Organic
dan botol pengencer serta alat-alat plastik
Carbon) (Sayoga, 2007), pengukuran Kadar
yang tidak tahan panas disterilkan dengan
Nitrogen Total dengan Metode Kjehdahl
menggunakan autoklaf dengan suhu 1210 C
(Sayoga,
dengan tekanan 2 atm selama 15 menit.
Fosfor total (Sudarmadji et al., 1981)
Sedangkan cawan petri disterilkan dengan
Aplikasi Perlakuan dalam Mikrokosmos
menggunakan oven dengan suhu 1800 C
2007)dan
pengukuran
Kadar
Perlakuan sedimen rawa dengan
selama 2 jam.
AAT dibuat dengan tiga perlakuan dalam
Pengambilan Sampel
wadah yaitu :
Air Asam tambang (AAT) dibuat
- Perlakuan pertama : AAT (100%).
dengan cara mencampurkan air tanah dari
- Perlakuan kedua
air sumur dengan asam sulfat pekat (H2SO4)
+ AAT (80%)
hingga mencapai pH 3 – 4
kemudian
dimasukan kedalam botol sampel yang telah
- Perlakuan ketiga
dalam lemari pendingin pada suhu 2 C.
: kompos (10%) +
sedimen rawa (20%) +AAT (70%)
disterilkan sebanyak 500 ml, lalu disimpan
o
: sedimen rawa (20%)
Setiap perlakuan diinkubasi selama 5
x 24 jam. Pengamatan ketiga perlakuan
Sampel sedimen rawa di ambil dari
dilakukan mulai dari hari ke-0, 5, 10, 15, 20,
rawa depan Perumnas Antang. Sedimen
25 sampai hari ke-30 meliputi jumlah total
kemudian dimasukan kedalam wadah plastik
BPS, pengukuran pH dan pengukuran kadar
tertutup. Kompos diperoleh dari penjual
sulfat.
tanaman hias di daerah Panaikang, Kota
Penentuan
Makassar.
Pereduksi Sulfat (BPS)
Karakterisasi AAT yang dilakukan
fisik
meliputi
Total
Bakteri
Bakteri Pereduksi Sulfat diisolasi
Karakteriasi Awal AAT
secara
Jumlah
warna
melalui
pengamatan tingkat kekeruhan, sedangkan
dengan menggunakan metode Atlas (1993)
dengan komposisi media padat Postgate B.
Kemudian
ditambahkan
anti
jamur
ketokonazol
untuk
menghambat
diinokulasikan pada medium selektif miring
pertumbuhan jamur pada media. Pengaturan
untuk stok bakteri murni.
pH 4 dilakukan dengan penambahan asam
Pewarnaan Gram
sulfat setelah disterilisasi dengan otoklaf
pada suhu 121oC selama 15 menit.
Perhitungan
jumlah
total
Bakteri
dari
isolate
yang
diuji
dioleskan pada kaca objek. Olesan difiksasi
BPS
panas secara hati –
hati,
selanjutnya
dilakukan dengan metode SPC (Standar
diwarnai dengan pewarna ungu kristal (Cat
Plate Count). Sampel 1 ml didalam tabung
A) selama satu menit lalu dibilas dengan
kemudian dihomogenisasi dengan vortex.
akuades. Pewarnaan selanjutnya dengan
Dilakukan
pengenceran
hingga
6
10 ,
yodium ( Cat B) selama dua menit sebelum
kemudian diambil masing – masing 1 ml
dibilas dengan etanol 95% (Cat C) selama
sampel dimasukan kedalam cawan petri
30 detik dan dicuci dengan akuades.
kemudian media padat Postgate B yang
Selanjutnya olesan diwarnai dengan safranin
telah disterilisasi dituangkan lalu diratakan
(Cat
dan didiamkan hingga memadat. Media
kelebihan warna dibilas sebelum diamati di
tersebut kemudian diinkubasi pada suhu
mikroskop. Gram positif akan berwarna biru
35oC selama 2 x 24 jam kemudian dihitung
atau ungu sedangkan Gram negatif akan
jumlah koloni BPS yang tumbuh pada
berwarna merah muda.
media. Tumbuhnya bakteri pereduksi sulfat
Uji SIM (Sulfida Indol Motility)
D)
selama
30
detik,
kemudian
ditandai dengan berubahnya media menjadi
Sebanyak 1 ose isolat diambil dari
berwarna hitam atau dengan terbentuknya
stok kemudian diinokulasikan pada medium
sulfida yang menunjukan aktivitas bakteri
SIM tegak. Selanjutnya diinkubasi pada
pereduksi sulfat.
temperatur 37oC selama 2 x 24 jam. Hasil
Karakterisasi Bakteri Pereduksi Sulfat
positif (motil) jika terdapat rambatan –
(BPS)
rambatan disekitar bekas tusukan jarum ose
Pengamatan
morfologi
yang
dilakukan meliputi bentuk koloni (whole
colony), bentuk tepi (edge), warna (colour)
yang menandakan pergerakan dari BPS.
Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
Isolat
bakteri
sebanyak
1
ose
dan bentuk permukaan (elevation). Koloni
kemudian diinokulasikan kedalam medium
yang sudah diamati morfologinya kemudian
TSIA dengan cara ditusukkan kedalam
medium tersebut hingga mencapai bagian
tegak (butt). Selanjutnya diambil 1 ose
biakan dan digoreskan pada permukaan
media. Diinkubasi pada temperatur
dapat ditanggulangi oleh bakteri pereduksi
37oC selama 2x 24 jam. Perubahan warna
sulfat
medium menjadi kuning menandakan asam,
kandungan sulfat dalam AAT menjadi
warna merah menandakan medium menjadi
senyawa sulfid sehingga pH AAT akan
basa,
meningkat. BPS banyak terdapat pada lahan
warna
terbentuknya
hitam
H2 S
dan
menandakan
jika
(BPS)
dengan
cara
mereduksi
medium
basah, misalnya pada sedimen rawa. Dalam
terangkat menandakan bahawa mikroba
penelitian ini menggunakan sedimen rawa
tersebut mampu menghasilkan gas.
yang
Uji MR-VP (Methyl Red-Voges Posquer)
mengetahui peranan sedimen rawa sebagai
diperlakukan
pada
AAT
untuk
Sebanyak 1 ose isolat diambil dari
sumber inokulum BPS dalam mereduksi
stok kemudian diinokulasikan pada medium
kandungan sulfat pada AAT. Sebelum diberi
cair MR-VP. Selanjutnya diinkubasi selama
perlakuan, dilakukan karakterisasi AAT dan
5 x 24 jam pada temperatur 37oC. Setelah
sedimen rawa.
diinkubasi,
Karakteristik Awal Air Asam Tambang
Methyl-red
ditambahkan
sebanyak 5 tetes diatas preparat isolat
bakteri.
Hasil
positif
jika
dan Sedimen Rawa
terbentuk
Hasil
karakterisasi,
didapatkan
kompleks warna pink sampai merah yang
bahwa AAT berwarna bening kecoklatan
menandakan
dengan kandungan sulfat yaitu 539,00 ppm
bahwa
mikroba
tersebut
menghasilkan asam.
serta pH awal 2,947 yang menandakan AAT
Uji Feroksida
bersifat asam. Kandungan karbon 31,94,
Pertama-tama 7 mL reagen H2O2
dimasukan
kedalam
tabung
reaksi,
kandungan nitrogen 0,26 dan kandungan
fosfor
0,14
yang
menunjukan
bahwa
kemudian 1 ose ulasan bakteri dimasukan
kandungan sedimen rawa yang digunakan
kedalam tabung reaksi. Diamati perubahan
baik untuk pertumbuhan jasad – jasad renik
yang terjadi, hasil positif jika terbentuk
seperti bakteri. Menurut Oktaviana (2006),
gelembung gas.
rasio karbon, nitrogen dan fosfor (rasio
C/N/P) sangat penting untuk memasok hara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Limbah air asam tambang (AAT)
yang berasal dari industri pertambangan
yang diperlukan mikroorganisme dalam
tanah.
Kandungan Sulfat
Kandungan Sulfat
Kadar Sulfat (ppm)
600
539
500
539
460
400
539
539
539
539
331.6 329.64 308.34
296.55 285.2
214.67 189.5
183.56
150.35
300
200
100
Perlakuan I
Perlakuan II
Perlakuan III
0
0
5
10
15
20
25
Hari Ke-
Gambar 1 : Grafik Perubahan Kandungan Sulfat
Gambar 1. menunjukan kandungan
perlakuan sedimen dengan penambahan
sulfat pada perlakuan dengan sedimen rawa.
kompos lebih efektif menurunkan kadar
Hasil pengamatan pada grafik menunjukan
sulfat dibandingkan perlakuan yang hanya
bahwa terdapat penurunan kadar sulfat baik
menggunakan
pada perlakuan hanya dengan sedimen rawa
disebabkan karena kelompok BPS yang
maupun pada perlakuan pada sedimen rawa
mereduksi sulfat pada perlakuan sedimen
yang ditambahkan kompos. Pengamatan
rawa yang ditambahkan dengan kompos
pada
yang
akan tumbuh dan mereduksi sulfat secara
ditambahkan dengan kompos, diketahui
lebih optimal karena mendapat pasokan
bahwa pada hari ke-0 sampai pada hari ke-
sumber karbon yang memadai dari kompos.
25, kadar sulfat AAT mengalami penurunan
Penurunan konsentrasi sulfat dikarenakan
mulai dari 539,00 ppm sampai pada kadar
adanya aktivitas dari bakteri pereduksi sulfat
sulfat sebesar 150,35 ppm. Sedangkan kadar
(BPS) yang berasal dari sedimen rawa. BPS
sulfat pada perlakuan hanya dengan sedimen
menggunakan
rawa, juga mengalami penurunan dimana
elektron
pada hari ke-0 kadar sulfatnya 539,00 ppm
sehingga kadar sulfat akan mengalami
menurun menjadi 285,20 ppm pada hari ke-
penurunan (Higgins et al., 2003).
perlakuan
sedimen
rawa
25. Berdasarkan hasil penurunan kadar
sulfat pada AAT, dapat disimpulkan bahwa
sedimen
sulfat
rawa.
sebagai
Hal
ini
akseptor
untuk aktivitas metabolismenya
Derajat Keasaman (pH)
pH
Data pH Meter
9,000
8,000
7,000
6,000
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0
2,947
7,113
7,495
7,512
7,549
4,767
4,825
4,894
4,968
3,006
2,816
2,879
2,869
7,659
7,090
Perlakuan I
2,967
Perlakuan II
Perlakuan III
0
5
10
15
20
25
Hari Ke-
Gambar 2 : Grafik Perubahan pH
Gambar 2 menunjukan bahwa pH
terjadi secara signifikan hanya pada hari ke-5.
AAT pada perlakuan I dan perlakuan II
pH awal menunjukan kondisi yang sangat
mengalami peningkatan hingga hari ke-25.
asam, yaitu 2,947. pH mulai naik secara
Pada pengamatan hari ke-0 dapat diketahui
signifikan pada hari ke-5, dimana pH telah
bahwa pH AAT ketiga perlakuan yang
mencapai kondisi netral, yaitu 7,113. Sampai
berbeda menunjukan pH yang asam yaitu
pada hari ke-25, pH tetap dalam kondisi
2,947. Pada perlakuan I sebagai kontrol, pH
netral, yaitu 7,659. Hal ini dikarena BPS
tidak
peningkatan,
mendapat banyak sumber karbon yang berasal
hingga hari ke-25 pH tetap asam. Pada
dari kompos untuk mempercepat proses
perlakuan II dengan penambahan sedimen
metabolismenya dan mempercepat proses
rawa pH perlahan – lahan naik dari pH 2,947
reduksi sulfat. Hal ini didukung oleh Suyasa
yang asam menjadi pH netral, yaitu 7,090.
(2002), yang menyatakan bahwa bioreaktor
Hal ini menunjukan bahwa BPS yang terdapat
dalam pengolahan AAT yang menunjukan
pada sedimen rawa dapat mereduksi sulfat
peningktan pH paling tinggi adalah bioreaktor
menjadi sulfida yang dapat meningkatkan pH
yang memiliki komposisi kompos yang
lingkungan. Sama halnya dengan perlakuan
banyak, dimana kompos berfungsi sebagai
II, pada perlakuan III terjadi peningkatan pH
penyedia
dari asam menjadi netral sampai hari ke-25.
sederhana yang sangat diperlukan untuk
Namun, pada perlakuan III, peningkatan pH
pertumbuhan BPS.
menunjukan
adanya
senyawa
–
senyawa
organik
Jumlah Total Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)
Jumlah BPS
Jumlah Total BPS
5
4
4
3
3
2
2
1
1
0
Perlakuan I
Perlakuan II
Perlakuan III
0
5
10
15
20
25
Hari Ke-
Gambar 3 : Grafik Jumlah Total BPS
Berdasarkan
Gambar
3
dapat
karena kontak dengan oksigen. Beberapa
diketahui bahwa, baik perlakuan sedimen
jenis BPS
yang
maupun
terhadap oksigen yang berbeda – beda. BPS
perlakuan yang hanya dengan sedimen saja,
merupakan kelompok bakteri anaerobik
tidak menunjukan adanya pertumbuhan BPS
yang sedikit toleran terhadap oksigen pada
pada hari ke-0. Hal ini dapat dikarenakan
kisaran yang berbeda – beda (Moodie dan
pada
mampu
Ingledew, 1990). Sedangkan perlakuan pada
menyesuaikan diri dengan lingkungan awal
kontrol tidak terdapat pertumbuhan BPS
sehingga membutuhkan fase adaptasi awal
mulai dari hari ke-0 sampai hari ke-25
terhadap lingkungan yang baru. Beberapa
dikarenakan pada kontrol yang berisi AAT
faktor lingkungan seperti adanya kontak
tidak terdapat sumber BPS karena tidak
dengan oksigen serta kadar pH yang terlalu
ditambahkan sedimen rawa.
ditambahkan
awal,
BPS
kompos
belum
tinggi bagi sebagian jenis BPS sehingga
membutuhkan
Menurut
waktu
Suyasa
penyesuaian
(2002),
diri.
memiliki tingkat
Setelah
perlakuan
hari
sedimen
ke-5,
yang
ketahanan
baik
pada
ditambahkan
kegagalan
kompos maupun perlakuan sedimen saja,
pertumbuhan awal BPS dapat disebabkan
masing – masing menunjukan peningkatan
jumlah pertumbuhan BPS,
hanya
saja
mengandung
sumber
karbon.
Sumber
peningkatan jumlah BPS pada perlakuan
karbon sangat dibutuhkan bagi BPS sebagai
sedimen yang ditambahkan dengan kompos
sumber energi primer, sedangkan pada
lebih signifikan jumlahnya dibandingkan
perlakuan yang hanya terdapat sedimen saja,
dengan perlakuan yang hanya terdapat
tidak
sedimen
dengan
menunjang pertumbuhan bakteri pereduksi
penambahan sedimen saja menunjukan fase
sulfat sehingga pertumbuhan BPS tidak
kematian mulai pada hari ke-20 dan hari ke-
optimal dibandingkan dengan perlakuan
25, karena sudah tidak terdapat pertumbuhan
dengan
BPS, sedangkan pada perlakuan sedimen
ditegaskan oleh Schegel (1994), bahwa
yang ditambahkan kompos fase kematian
asimilasi
baru terjadi pada hari ke-25. Perbedaan
metabolisme untuk memperoleh energy
jumlah BPS pada kedua perlakuan berbeda,
yang dilakukan dengan proses fosforilasi
kemungkinan
transport
saja.
Perlakuan
dikarenakan
perlakuan
terdapat
sumber
penambahan
substrat
karbon
kompos.
organik
elektron yang
yang
Hal
ini
merupakan
memungkinkan
sedimen yang ditambahkan dengan kompos,
asimilasi senyawa organik seperti senyawa
BPS mendapatkan sumber nutrisi tambahan
kompleks yang terdapat didalam kompos.
dari serasah - serasah kompos yang banyak
BPS
Gambar 4 : Bakteri Pereduksi Sulfat
Berdasarkan Gambar 4
Bakteri
Hasil pengecatan Gram yang dilakukan pada
pereduksi sulfat yang diperoleh, hanya satu
Gambar 5 menunjukan bahwa isolate BPS
isolat dengan morfologi koloni berwarna
yang didapatkan berbentuk bulat (coccus)
hitam, bulat, dan tepi rata. Pertumbuhan
dan bersifat Gram positif. Salah satu
bakteri pereduksi sulfat ditandai dengan
kelompok BPS adalah bakteri Gram-positif
terbentuk koloni bakteri dengan kompleks
pembentuk spora. Umumnya kelompok ini
yang berwarna hitam. Kepekatan warna
didominasi oleh genus Desulfotomaculum
hitam yang terbentuk sebagai sulfide pada
dan
saat pertumbuhan BPS sangat bervariasi,
merupakan satu – satunya kelompok BPS
tergantung pada tingkat aktivitas bakteri itu
yang diketahui dapat membentuk endospora
sendiri dan tersedianya sulfat sebagai agen
dan resisten terhadap panas. Beberapa
tereduksi.
spesies
Menurut
Battersby
(1988),
Desulfotococcus.
Kelompok
ini
dari
genus
kelompok BPS mereduksi sulfat, sulfit
menunjukkan
tingkat
maupun tiosulfat menjadi hidrogen sulfida
tinggi terkait beberapa jenis pendonor
(H2S).
elektron yang mampu digunakannya untuk
Karakterisasi BPS
pertumbuhan, diantaranya asetat, laktat,
Pengecatan Gram
anilin, suksinat, etanol, fenol, aseton dan
lain
–
lain.
(Castro
Desulfotomaculum
fleksibilitas
et
all,
yang
1999).
BPS
Gambar 5 : Pewarnaan gram bakteri pereduksi sulfat (perbesaran 100 X 10) menunjukan bahwa
BPS merupakan bakteri gram positif
Uji SIM (Sulfida Indol Motility)
Gambar 6 : Pengujian pada medium SIM menunjukan isolat BPS dapat bergerak (motil)
Hasil pada Gambar 8 menunjukan
menunjukan hasil positif terbentuknya H2S.
bahwa isolat BPS yang diuji dapat bergerak
Menurut Wetzel (2001) jika konsentrasi
(motil) karena terdapat rambatan yang
sulfat rendah, maka BPS juga hanya akan
berwarna keruh pada bekas tusukan pada
menggunakannya sedikit sebagai substrat.
medium
Oleh karena konsentrasi sulfat yang rendah
SIM
menunjukan
setelah
reaksi
inkubasi
negatif
serta
terhdap
sehingga
BPS
tidak
memetabolisme
pembentukn indol karena tidak terbentuk
senyawa sulfat maka BPS tidak akan
cincin merah pada permukaan. Selain itu
menunjukan hasil positif dengan terbentuk
diketahui
H2S.
bahwa,
medium
SIM
tidak
berwarna hitam menandakan bahwa isolat
bakteri tidak menghasilkn H2S. Tidak
dihasilkannya
H2 S
disebabkan
karena
sedikitnya kadar sulfat yang tersedia pada
medium SIM sehingga bakteri tidak dapat
Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
Gambar 7 : Pengujian pada medium TSIA menunjukan isolat BPS dapat memfermentasi glukosa
Hasil pengujian pada Gambar 7
menunjukan
bahwa
dapat
reduksi sulfat oleh BPS sangat bergantung
ditandai
pada kadar sulfat yang terdapat pada substrat
dengan perubahan warna pada medium
tempatnya hidup, seperti yang dijelaskan
TSIA tepatnya pada bagian tegak (butt) dari
oleh Wetzel (2001) bahwa bakteri pereduksi
warna
merah
sulfat merupakan jenis bakteri yang hidup
menjadi warna kuning setelah inkubasi.
pada lingkungan yang tersedia sedikit
Fermentasi glukosa yang dilakukan oleh
oksigen
beberapa jenis BPS untuk membentuk laktat
kandungan sulfat termasuk berbagai jenis
dan etanol yang berfungsi sebagai senyawa
logam, akan tetapi jika konsentrasi sulfat
pendonor hidrogen (Koger, 1996). Selain
rendah,
dari hasil perubahan warna pada media,
menggunakannya sedikit sebagai substrat.
diketahui juga isolat BPS tidak menandakan
Untuk mendapatkan reaksi positif pada
bahwa isolat tersebut menghasilkan gas
pengujian BPS, diperlukan waktu khusus
karena medium tidak terangkat dan tidak
terutama pada bakteri yang sebenarnya
menghasilkan H2S karena medium tidak
hidup pada lingkungan anaerob untuk
memfermentasi
awal
isolat
glukosa
sebelum
BPS
berwarna hitam. Hal ini menandakan bahwa
yang
inkubasi
yang
maka
mampu
BPS
juga
menurunkan
hanya
akan
menghasilkan H2S, sehingga hasil positif
hasil
tidak mungkin didapatkan pada waktu
terbentuknya kompleks warna merah muda
inkubasi hanya 1 – 2 hari (Widdel, 1988).
sampai merah dengan penambahan metil red
Uji MR-VP (Methyl Red-Voges Posquer)
akibat penurunan pH media oleh produk
Berdasarkan Gambar 8a, diketahui
positif
ditunjukkan
dengan
asam dalam jumlah besar yang dihasilkan
bahwa isolat BPS menunjukkan hasil positif
dari
terhadap uji methyl red ( MR) dengan
dinyatakan negatif apabila tidak terbentuk
terbentuk kompleks yang berwarna merah
cincin merah dan mengindikasikan bahwa
muda. Hal ini mengindikasikan bahwa BPS
sangat sedikit atau tidak ada asam organik
dapat memfermentasi glukosa. Pada uji MR,
yang tersisa di media (Brown, 2001).
fermentasi
glukosa.
Dan
hasil
Gambar 8. Pengujian pada medium MR-VP
a. Uji MR menunjukan hasil positif, b. Uji VP menunjukan hasil negatif
Sedangkan pada uji VP pada Gambar
butanadiol. Bakteri yang menunjukan hasil
9b, didapatkan hasil bahwa Pada uji VP
positif
bahwa isolat BPS menunjukkan reaksi
memfermentasikan glukosa melalui jalur
negatif karena tidak terbentuk kompleks
glikolisis menghasilkan asam piruvat. Asam
warna
setelah
piruvat tersebut kemudian masuk dalam
penambahan KOH dan alfanaftol. Hal ini
jalur butanediol menghasilkan acetoin yang
menandakan
dapat tereduksi menjadi 2.3 butanadiol
lembayung pada
bahwa
media
BPS
tidak
memfermentasikan glukosa menghasilkan
acetoin yang dapat tereduksi menjadi 2-3
pada
(Brown, 2001)
uji
VP
mampu
Uji Feroksida
Gambar 9. Pengujian katalase menunjukan hasil positif ditandai dengan terbentuk
gelembung
Berdasarkan Gambar 6, hasil uji katalase
2.
Perlakuan dengan penambahan sedimen
diketahui bahwa isolat BPS yang diujikan
dan kompos lebih efektif menurunkan
bereaksi positif dengan ditandai dengan
kadar sulfat dan meningkatkan kadar
terbentuknya gelembung yang menandakan
pH dibandingkan perlakuan dengan
bahwa isolat BPS dapat menghasilkan enzim
sedimen rawa. Sedangkan pada kontrol
katalase yang dapat memecah hidrogen
tidak terjadi penurunan kadar sulfat dan
peroksida menjadi air dan oksigen.
peningkatan pH.
3.
BPS yang didapatkan dari hasil isolasi
KESIMPULAN
hanya
Kesimpulan dari hasil penelitian mengenai
merupakan
penggunaan sedimen rawa sebagai sumber
berbentuk
inokulum BPS dalam mereduksi AAT
memfermentasi
sebagai berikut :
menghasilkan enzim katalase pemecah
1.
Pertumbuhan BPS lebih optimal pada
peroksida serta tidak dapat mengubah
perlakuan dengan sedimen rawa dengan
glukosa menjadi 2-3 butanadiol menuju
kompos
pada Genus Desulfotomaculum.
sedimen
kompos.
dibandingkan
rawa
tanpa
perlakuan
penambahan
1
isolat
dengan
bakteri
bulat
cirinya
Gram-positif
(coccus),
glukosa,
dapat
motil,
DAFTAR PUSTAKA
Atlas,
R.M. 1993. Hand Book of
Microbiological Media. CRC.
Press.Inc. Boca Raton. Florida.
Battersby, N.S. 1988. Sulphate Reducing
Bacteria dalam B. Austin (Ed.)
Methods in Aquatic Bacteriology.
John Wiley and Sons. New York.
Brown, A. 2001. Benson: Microbiological
Applications Lab Manual. 8th The
McGraw-Hill Companies. New
York.
Castro, H.F., H.W Norris, O. Andrew. 1999.
Phylogeni Of Sulphate reducing
Bacteria. FEMS Microbiology
Ecology 31. USA
Fahruddin.
2010.
Bioteknologi
Lingkungan. Alphabeta. Bandung.
Akibat Perlakuan Pupuk Organik pada
Budidaya Sayuran Organik.
Skripsi Sarjana Kimia. Instiut
Pertanian Bogor.
Sayoga, R. G. 2007. Pengelolaan Air
Tambang: Aspek Penting dalam
Pertambangan yang Berwawasan
Lingkungan.
Pidato
Ilmiah,
majelis Guru Besar ITB. Jurusan
Teknik
Pertambngan
ITB.
Bandung.
Schlegel, H.G. 1994. Mikrobiologi Umum.
Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Sudarmadji, S., Bambang H., SuhAATi.
1981. Prosedur Analisa untuk
Higgins, J.P., B.C. HAATs and A.I. Mattes.
2003. Biremediation of Acid Rock
Drainage Using Sulfate Reducing
Bacteria.
www.Jacqueswhitford.com/site_jw/
media/
1_4SC_
sudburrypapers2003mayHiggins10
_8_pdf
Koger, W. J. 1996.
Molten - Salt
Corrosion, ASM Handbook.
Formerly
9th
ed,.
Metals
Handbook. Vol. 13.
Moodie, A. D. dan W. J. Ingledew. 1991.
Microbial Anaerobic Respiration.
Tempest, Advances in Microbial
Physiology. Vol 31. Academic
Press Limited. USA.
Oktaviana, D., 2006. Perubahan Karbon
Organik dan Nitrogen Total
Tanah
Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberty, Yogyakarta.
Suyasa, I.W.B. 2002. Peningkatan pH dan
pengendapan
Logam
Berat
Terlarut Air Asam tambang
(AAT) dengan Bakteri Pereduksi
Sulfat dari Ekosistem Air Hitam
Kalimantan Tengah (Disertasi).
Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor (IPB), Bogor.
Wetzel, R.G. 2001. Limnology. 3rd Ed.,
Academic Press. San Diego.
Widdel, F. 1988. Microbiology and ecology
of sulfate- and sulfur-reducing
bacteria, pp 469-586. In: Biology
of Anaerobic Organisms, A.J.B.
Zehnder (ed.). New York.
Download