dinamika pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat dan thiobacillus

advertisement
ANALISIS POPULASI BAKTERI PADA SEDIMEN YANG
DIPERLAKUKAN DENGAN AIR ASAM TAMBANG
POPULATION ANALYSIS OF BACTERIA IN SEDIMENT
TREATED WITH ACID MINE WATER
Fahruddin, Elis Tambaru dan Helmy Widyastuti
Jurusan Biologi, F.MIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245
[email protected]
Abstract
Increasing mining activities in several regions in Indonesia, began to face problems,
namely of environmental pollution. One of the mining waste that is liquid sulfur, or acid
mine water, which can lower the pH of the water and dissolves heavy metals.
Countermeasures for the chemical method is to use lime, but this is less effective. The
method is good and is environmentally friendly way by using biological bacteria sulphate
reduction bacteria (SRB) that naturally there are many in the sediment wetland. Goal of
this research is to find the type of sediment wetland most effectively increase the pH and
the influence of the number of microbial. The sediment wetland is used mangroves,
swamp, rice fields, and beaches. Treatment bioreaktor made on the filled with sediment
underneath the compost is given further incubation for 50 days. The observation of pH
and number of microbial based number of colonies. Increasing the pH in accordance
with the increase in the number of sulphate reduction bacteria (SRB)
Key words: SRB, sulphate, mining
1. Pendahuluan
Kegiatan pertambangan menghasilkan limbah, dapat menyebabkan dampak
pada lingkungan yaitu pencemaran: air permukaan, air tanah, udara. Hal ini
menyebabkan kerusakan pada flora dan fauna, bahkan mengganggu kesehatan
manusia. Salah satu limbah pertambangan yang berbahaya adalah cairan asam sulfur
yang dapat menurunkan pH air di bawah 3 dan melarutkan ion – ion logam. Asam sulfur
yang terbentuk dari kegiatan pertambangan dikenal dengan air asam tambang (AAT)
atau acid rock drainage. Karena sifatnya asam, dapat mempengaruhi aktifitas organisme
termasuk mikroba (Mills, 2002).
Kajian bioteknologi untuk pengolahan AAT merupakan langkah yang baik dan
bijaksana, karena akan mengurangi pencemaran lingkungan seminimal mungkin. Salah
satu alternatif yang banyak dikaji sekarang adalah pengolahan AAT secara biologis
dengan menggunakan bakteri pereduksi sulfat (BPS) untuk mendekontaminasi sulfat.
Selain itu, BPS juga mampu menurunkan konsentrasi logam melalui proses
pengendapan logam. Secara alami, pada sedimen wetland terdapat banyak BPS dan
nutrien, sehingga tidak perlu lagi diinokulasikan bakteri dari luar dan penambahan
nutrien. Selain itu, juga ditambahkan kompos, secara alami terdapat fungi yang
menghasilkan karbohidrat sebagai makanan bagi bakteri. Diharapkan dengan cara ini,
BPS akan efektif meningkatkan reduksi sulfat dan pengendapan logam berat dalam AAT
(Suyasa 2002; May 2007).
AAT yang terbentuk akibat oksidasi mineral yang mengandung besi sulfur,
seperti FeS2 dan FeS oleh oksidator seperti air, oksigen dan karbondioksida dengan
bantuan katalis bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan produk-produk lain sebagai akibat
dari reaksi oksidasi teresebut. Bahan mineral yang dioksidasi adalah FeS2 dan bakteri
Thiobacillus ferrooxidans menggunakan sulfur sebagai sumber energi dan memperoleh
kebutuhan nutrisi dari atmosfire dan mineral seperti sulfur dan fosfor. Bakteri ini
berfungsi sebagai agen yang mempercepat terjadinya reaksi oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+
dan ion sulfat (Callander dan Barford, 1983).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dilakukan analisis populasi bakteri pada
sedimen wetland yang diperlakukan dengan limbah air asam tambang.
2. Bahan dan Metode
2.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi F.MIPA
Universitas Hasanuddin. Untuk Tahun Pertama dilaksanakan mulai September 2012
sampai dengan Desember 2012.
2. 2. Bahan dan Alat
A. Bahan
- Air asam tambang, sedimen wetland: sawa, rawa, pantai, dan bakau
- Media Pertumbuhan total mikroba adalah Luria Bertani dengan komposisi: 10
Pepton, 5 yeast extract, 5 NaCl (g/l) pada pH 7,2.
- Media pertumbuhan BPS: Laktat 300 ml, 2 MgSO4 7H2O, 1 NH4Cl,1 CaSO4, 1
Yeast ekstrak, 0,5 KH2PO4, 0,5 FeSO4 7H2, 1 Asam akkorbat (g/l).
- Media pertumbuhan Thiobacillus ferroxidants : 0,4 MgSO4 7H2O, 0,4 (NH4)2SO4,
0,04 KH2PO4 (g/l).
- Bahan – bahan kimia yang diperlukan untuk analisis karakterisasi sampel meliputi
: H2SO4, K2Cr2O7, H3PO3, Na2SO4-HgO, NaOH-Na2SO4, HCl, Metil Merah, HNO3,
HClO4, HNO3, dan bahan kimia lainnya yang diperlukan.
B. Alat
Alat yang digunakan meliputi: gelas tabung reaksi, cawan petri, gelas piala, botol
sampel, pH meter, timbangan, oven, inkubator, mikropipet, sentrifus, otoklaf, laminar air
flow dan alat-alat lainnya yang mendukung penelitian ini.
2. 3. Metode Kerja
A. Pengambilan Sampel
Contoh air asam tambang (AAT) diambil dari lokasi pertambangan, dimasukkan
dalam botol sampel ukuran 1 liter yang telah disterilkan. Sedimen wetland meliputi:
sedimen bakau diambil dari hutan mangrove di Tallo, Makassar; sedimen sawah diambil
dari lahan persawahan Kabupaten Maros; sedimen rawa diambil dari rawa depan
Perumnas Antang; dan sedimen pantai diambil dari pantai Tanjung Bunga, Makassar.
Semua sedimen dimasukan dalam wadah plastik tertutup, kemudian disimpan dalam
lemari pendingin pada suhu 20C.
B. Karakterisasi Sedimen
Setiap jenis sedimen wetland yang digunakan dalam perlakuan, dilakukan
karakterisasi yang dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal bagi proses reduksi
sulfat AAT. Karbon organik total diukur dengan metode TOC meter (Nur, 1989), kadar
nitrogen total menggunakan Micro Kjehldahl (Black et al.1965), kadar fosfor total dengan
metode Stanus Khlorida (Greenberg et al.,1985).
C. Pembuatan Perlakuan
Perlakuan dibuat dalam suatu wadah tertutup yang dilengkapi dengan pipa kecil
untuk pengambilan cuplikan. Dalam wadah tersebut diberikan sedimen wetland,
kemudian diberikan AAT dengan perbandingan 1: 3 (b/v). Inkubasi dilakukan selama 50
hari pada suhu ruangan. Selama inkubasi dilakukan pengamatan setiap 5 hari yang
meliputi: dinamika pertumbuhan BPS metode most probale number (Atlas. 1993); total
mikroorganisme metode plate count (Jutono, 1992); dan jumlah Thiobacillus
ferrooxidans (Sugio et al., 1988).
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Analisis Pendahuluan
Penggunaan wetland dalam pengolahan AAT memiliki potensi sebagai sumber
inokulum bakteri pereduksi sulfat (BPS) dalam mereduksi sulfat terlarut yang bisa
memulihkan tingkat keasaman badan air menjadi pH 6-7. Di samping peningkatan pH
akan memicu terjadinya pengendapan logam berat sehingga akan menghilangkan
pencemaran logam berat yang terlarut dalam perairan.
Sebelum dibuat perlakuan dilakukan analisis pendahuluan pada keempat jenis
wetland yang meliputi analisis karbon organik, total fosfor, total nitrogen yang disajikan
pada Tabel 1. Sedangkan analisis pendahuluan pada air asam diperoleh warna AAT
berdasarkan kekeruhan adalah bening kecoklatan, kandungan sulfat dideteksi dengan
berdasarkan nilai OD yaitu 0,98 dan pH 3,2.
Tabel 1. Kadar C, P dan N pada sedimen wetland
Jenis
Sedimen
Mangrove
Rawa
Sawah
C-organik
(%)
31,94
72.22
34,65
P-total
(%)
0,14
0,14
0,03
N-total
(%)
0,26
1,24
2,13
26,68
0,08
0,45
Pantai
Hasil analisis tersebut digunakan untuk mengetahui kondisi awal nutrien dalam
proses pengolahan limbah tambang yang dipengaruhi oleh tiga unsur utama yaitu
karbon, fosfor dan nitrogen.
3. 2. Analisis Pertumbuhan Mikroba
Berdasarkan pengamatan yang terlihat pada Gambar 1 menunjukkan keempat
perlakuan jumlah mikroba total sampai pada hari ke 5 mengalami peningkatan terutama
pada perlakuan mangrove, kemudian terus mengalami penurunan sampai akhir inkubasi
yakni hari ke 50. Hal ini terkait dengan pengaruh kondisi lingkungan yang kurang baik
untuk pertumbuhan sebagian mikroba heterotrop. Pengaruh lingkungan tersebut antara
lain perubahan pH yang drastis, jumlah nutrien yang tersedia, serta hasil metabolik yang
dikeluarkan mikroba itu sendiri bersifat menghambat pertumbuhan mikroba. Walaupun
perubahan pH terjadi mulai pada saat perlakuan awal yaitu hari ke 0 tetapi pada hari ke
5 masih memperlihatkan jumlah mikroba tetap tumbuh, karena hal ini keberadaan
mikroba yang relatif masih banyak adalah karena masa adaptasi terhadap perubahan
pH tersebut, yang tidak survive perlahan akan mati dan jumlahnya mulai berkurang
sesuai dengan grafik.
180
BPS
160
250
BPS
200
TM
150
TF
100
50
Jumlah Mikroba/ml
Jumlah mikroba/ml
300
TM
140
TF
120
100
80
60
40
20
0
0
0
5
10 15
A
20
25 30
35 40
45 50
300
BPS
Jumlah Mikroba/ml
Jumlah Mikroba/ml
0
TM
250
TF
200
150
100
50
10
15 20
25 30 35
Hari
40
45 50
160
BPS
140
TM
120
TF
100
80
60
40
20
0
0
0
C
5
B
Hari
5
10 15
20
25 30
Hari
35 40
45
50
0
D
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Hari
Gambar 1. Pertumbuhan populasi mikroba: bakteri pereduksi sulfat (BPS), total mikroba (TM)
dan Thiobacillus ferrooxidans (TM) pada asam tambang dengan perlakuan sedimen
A. rawa; B. sawah; C. Mangrove; dan D. pantai.
Pada mikroba Thiobacillus ferrooxidans pada keempat perlakuan secara spesifik
pola pertumbuhan mikroba terus mengalami penurunan yang mirip dengan pada total
mikroba, walaupun ada peningkatan sampai pada hari ke lima, karena peningkatan pH
yang belum berarti bagi pertumbuhan bakteri Thiobacillus ferroxidans sehingga masih
terus tumbuh, kecuali pada hari ke 10 sampai pada akhir inkubasi hari ke 50 terus
mengalami penurunan jumlah bakteri ini. Pengurangan jumlah bakteri Thiobacillus
ferroxidans karena adanya peningkatan pH diatas persyaratan pertumbuhan yaitu pH 3 4. Sebaliknya terjadi pada kelompok bakteri BPS relatif terus mengalami peningkatan
pertumbuhan dari awal inkubasi sampai pada akhir inkubasi.
Pertumbuhan BPS diikuti dengan adanya peningkatan pH yaitu sejak ke 0
sampai akhir inkubasi. Faktor pertumbuhan BPS adalah terutama pada pH dan
ketersediaan organik sederhana pada pertumbuhan BPS. Dalam sedimen juga terdapat
sumber karbon bagi BPS, yang dirombak terlebih dahulu agar terurai menjadi senyawa
– senyawa organik sederhana. Penggunaan wetland dalam hal ini adalah bertujuan
untuk mempercepat penguraian, ditambahkan lumpur aktif yang diambil dari sediment
lumpur aktif atau yang kaya dengan bakteri pereduksi sulfat (BPS).
4. Kesimpulan dan Saran
4. 1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian tentang analisis populasi bakteri pada empat
jenis sedimen wetland yang diperlakukan dengan air asam tambang, maka dapat
disimpulkan bahwa pengamatan pertumbuhan mikroba memiliki pola pertumbuhan yang
sama pada semua perlakuan, kecuali pada pertumbuhan BPS yang relatif lebih tinggi
pada perlakuan sedimen pantai.
4. 2. Saran
Disarankan dari penelitian ini, perlu mengkaji lebih jauh tentang beberapa meter
yang terdapat pada setiap jenis sedimen wetland yang mempengaruhi
5. Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada Dekan Fakultas MIPA atas bantuan penelitiannya melalui
Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin untuk terlaksananya penelitian ini.
6. Daftar Pustaka
Atlas, R. M. 1993. Hand Book of Microbiologycal Media. CRC. Press. Inc. Boca Raton.
Florida.
Black, C.A., D. D. Evans, J. L. White, L.E. Ensminger, F.E. Clarck and R.R. Dinauer.
[Editor]. 1965. Methods of Soil Analysis. American Society of Agronomy, Inc.
Wisconsin.
Callander, I. J. and J. P. Barford. 1983. Precipitation, Chelation and the Avalaibility of
Metals and Nutrients in Aerobic Digestion. Applications Biotechnol. Bioeng. 25:
1959 – 1972.
Greenberg, A. E., P. R. Trussell and L. S. Clesceri. 1985. Standard Methods for the
Examination of Water and Wastewater. American Public Health Association.
Washington.
Jutono. 1992. Penuntun Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
May, L. M. 2007. Acid Mine Drainage. Idaho International Engineering and Enviromental
Laboratory. www.Inel.gov [ 22 Januari 2007].
Mills, C. 2002. The Role Microorganisms in Acid Rock Drainace. www. Enviromine.com
[15 Februari 2007].
Nur, M. A. 1989. Tehnik Penuntun Praktikum Kimia. Pusat Antar Universitas,
Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sugio, T., T. Katagiri, M. Moriyama, Y. L. Zhen, K. Inagaki, and T. Tano. 1988. Existence
of a New Type of Sulfite Oxidase Which Utilizer Ferric Ions as an Electron
Acceptor in Thiobacillus ferrooxidans.
Suyasa, I.W. B. 2002. Peningkatan pH dan Pengendapan Logam Berat Terlarut Air
Asam Tambang (AAT) dengan Bakteri Pereduksi Sulfat dari Ekosistem Air Hitam
Kalimantan. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Download