BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1 Kristologi, sebuah sarana mengungkapkan iman Iman, sebuah istilah yang tidak asing bagi setiap pemeluk agama. Sebuah pengakuan iman tentunya mencerminkan kepercayaan seseorang atau kelompoknya. Lihat saja kehidupan bangsa Yahudi yang mendasarkan kehidupan beragama melalui sebuah keyakinan yang tercakup dalam sebuah pengakuan iman atau yang biasa disebut shema “Allah itu Esa”. Pemeluk agama Islam juga memandang penting sebuah pengakuan iman dalam kehidupan beragama. Oleh karena itu, setiap orang yang beragama Islam atau yang hendak memeluk agama tersebut diwajibkan untuk mengucapkan kalimat syahadat. Demikian halnya dengan kekristenan, pengakuan iman mendapat perhatian utama sehingga setiap orang Kristen diharapkan mampu mengakui iman di hadapan jemaat sebelum terlibat dalam Perjamuan Kudus atau pernikahan. Bahkan pengakuan iman ditempatkan di awal Tata Gereja dan menjadi identitas yang membedakannya dengan kepercayaan lain. Jika ditanyakan apa yang membedakan kepercayaan Kristen dengan kepercayaan lain, tampaknya jawaban yang muncul adalah adanya pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan yang tidak ditemukan dalam kepercayaan lain. Dalam Alkitab Perjanjian Baru terdapat banyak pemikiran dan pengakuan mengenai Yesus selain pengakuan di atas tadi. Dari pemikiran dan pengakuan tersebut munculah istilah Kristologi. Kristologi ialah: logos mengenai Kristus, pemikiran (dan ucapannya) mengenai Kristus, sasaran iman kepercayaan Kristen.1 Kristus merupakan sasaran iman kepercayaan Kristen, melalui pemikiran/ucapan mengenai Kristus (Kristologi) umat dapat terbantu untuk mengarahkan imannya kepada Kristus. Iman bukan saja berkaitan dengan pendirian apa yang benar dan salah. Iman mempunyai unsur yang berkaitan dengan sebuah hubungan seseorang dengan Tuhan.2 Kristologi adalah salah satu cara untuk mengungkapkan iman, yaitu mengungkapkan 1 C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi. (Yogyakarta: 1988), p. 13. Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor – Faktor di Dalamnya, (Jakarta: 1985), p. 76. 2 1 hubungan dirinya dengan Kristus. Sebab Kristologi tidak membicarakan Yesus sendiri, tetapi pikiran umat tentang Dia, tentang bagaimana umat menghayati hubungannya dengan Yesus.3 Berangkat dari pemikiran ini, maka konteks sebuah masyarakat menjadi bagian terpenting untuk memahami bagaimana sebuah pengakuan iman terbentuk. Sebutan Yesus sebagai Logos, Messias, Anak Allah, Adam yang kedua dalam Perjanjian Baru adalah sebutan bagi Yesus yang menggambarkan keadaan sosial, budaya masyarakat pada saat itu.4 Konteks seseorang membentuk pola pikirnya, sehingga kemudian mengakar dan menjadi bagian dari identitasnya. Pengakuan iman dalam ungkapan Kristologi tidak bisa berlaku secara universal, dalam pengertian dapat diterapkan di berbagai waktu dan tempat. Oleh karena itu diperlukan upaya penyusunan Kristologi yang kontekstual, yaitu Kristologi yang memperhatikan dan relevan dengan konteksnya sehingga mampu berfungsi sebagai sarana pengungkapan iman. 1.1.2 Kristologi bersifat kontekstual Dalam sejarah kekristenan, telah terbentuk berbagai macam Kristologi. Moltmann menganalisanya dan menemukan ada dua pendekatan Kristologi, yaitu therapeutic Christology dan apologetic Christology.5 Pendekatan pertama memperhatikan pada pengalaman masa kini atau yang Moltmann sebut sebagai therapeutic atau practical Christology. Pendekatan kedua mengandalkan kesaksian masa lalu atau apologetic Christology (dapat disebut theoretical Christology untuk menghindari konotasi kata apologetic). Pendekatan pertama beranjak dari karya Yesus bagi manusia, kita bisa mengenal Yesus melalui karya-Nya di dunia bukan semata karena keanggotaan kita di gereja. Pendekatan kedua berusaha untuk mencari landasan intelektual Kristologi, dengan pemahaman bahwa pengalaman kita saja kurang memadai untuk dipakai sebagai landasan Kristologi. Terlepas dari keunggulan dan kelemahan tiap-tiap pendekatan, namun ada satu hal yang pasti, yaitu baik pendekatan theoretical maupun practical, keduanya memperhatikan konteks. Bukankah pendekatan theoretical Cristology juga merupakan sebuah studi yang mempelajari bagaimana orang-orang pada masa lalu berteologi pada konteks tertentu? Bevans dengan tegas mengatakan bahwa berteologi secara kontekstual 3 C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, p. 286. Colin J. D. Greene, Christology In Cultural Perspective, (Cambridge: 2004), p. 6. 5 J. Moltmann, The Way of Jesus Christ: Christology in Messianic Dimensions, (London: 1990), p. 44. 4 2 bukanlah sebuah pilihan melainkan keharusan, dan tidak ada sesuatu yang disebut teologi, yang ada hanyalah teologi (Kristologi) kontekstual.6 1.2 Pokok Permasalahan Saat ini Kekristenan di Jawa bagian Barat semakin mendapatkan tekanan dari pihak-pihak tertentu yang mengatas namakan agama dan masyarakat. Perusakan dan penutupan rumah ibadah sampai intimidasi kepada individu semakin sering terjadi. Banyaknya pengrusakan rumah ibadah dan konflik di Indonesia yang mengatas namakan agama menarik untuk dicermati. Perlu diakui bahwa setiap agama mempunyai cara dan pemahaman yang berbeda dalam mengimani Tuhan. Perbedaan “iman” seperti ini kerap kali dijadikan sebagai alasan pemicu konflik dan mengakibatkan adanya pemisahan atau sekat-sekat dalam masyarakat. Sehingga cara yang paling aman dalam kehidupan bermasyarakat adalah dengan tidak membicarakan agama atau iman ketika bersosialisasi dengan orang yang berkeyakinan lain. Namun dengan demikian kewaspadaan, kesensitifan dan kecurigaan mengenai topik “iman” akan selalu ada dalam masyarakat, mereduksi nilai-nilai kebersamaan dan rentan terhadap konflik. Kekristenan merupakan bagian dari masyarakat di Jawa bagian Barat, oleh karena itu mempunyai tanggung jawab dalam memelihara kerukunan hidup bermasyarakat. Menurut penulis, iman merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan beragama. Oleh karena itu untuk mendukung kerukunan hidup beragama perlu adanya komunikasi iman, sebuah komunikasi antar umat beragama bukan pemisahan atau pensekat-sekatan. Dengan demikian perlu kedewasaan untuk terbuka terhadap iman lain, sebagai langkah awal yaitu dengan memperhatikan konteks iman tersebut bertumbuh. Bagi kekristenan hal tersebut berarti mengkritisi kembali, apakah ajaran yang ada di GKP saat ini sesuai dengan konteks masyarakat? Dalam artian dapatkah ajaran tentang Yesus Kristus menjadi jalan untuk membangun komunikasi iman antar agama ataukah justru merintanginya? Hal inilah yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini. 1.3 Batasan Masalah Mengingat luasnya bahasan mengenai masyarakat di Jawa bagian Barat maka penulis membatasi permasalahan dengan hanya membahas masyarakat dan budaya 6 Stephen B. Bevans, Model-Model TeologiKontekstual, (Maumere: 2002), p. 1. 3 Sunda. Sedangkan pembahasan mengenai budaya Sunda akan dikhususkan pada ajaran agama Islam. Tulisan ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama akan meneliti Kristologi GKP, teologi-teologi apakah yang turut mempengaruhi ajaran GKP tentang Yesus Kristus. Bagian kedua merupakan pengarahan normatif melihat komunikasi iman yang terjadi antara pengikut Yesus dengan masyarakat dalam konteks-konteks tertentu. Bagian ketiga merupakan upaya membangun Kristologi yang sesuai dengan konteks masyarakat di Jawa bagian Barat. 1.4 Pemilihan dan Alasan Pemilihan Judul Berdasarkan pada latar belakang masalah dan batasan masalah yang telah penulis sampaikan, maka penulis merumuskan judul bagi skripsi ini demikian: KRISTOLOGI SEBAGAI KOMUNIKASI IMAN (MAKNA DAN RELEVANSI YESUS KRISTUS BAGI KEHIDUPAN BERMASYARAKAT DI JAWA BAGIAN BARAT) Dari judul yang penulis pilih telah termuat apa yang hendak penulis tulis dalam skripsi ini, yaitu: 1. Kristologi merupakan bagian yang penting bagi iman Kristen. Kristus merupakan sasaran iman kepercayaan Kristen, melalui pemikiran/ucapan mengenai Kristus (Kristologi) umat dapat terbantu untuk mengarahkan imannya kepada Kristus. 2. Komunikasi iman merupakan bagian dalam membina kerukunan hidup bermasyarakat. Komunikasi iman dapat berarti adanya keterbukaan dan kepercayaan dalam membina hubungan. 3. Makna dan relevansi Yesus bagi kehidupan bermasyarakat di Jawa bagian Barat maksudnya adalah menggali ulang apakah Kristologi yang GKP imani saat ini relevan dengan konteks Jawa bagian Barat. 1.5 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini merupakan usaha untuk menjawab permasalahan yang telah penulis sampaikan sebelumnya. 1. Menambah dan melengkapi dasar etis teologis yang dapat dijadikan pegangan bagi gereja dalam merancang Kristologi yang kontekstual melalui 4 pembelajaran dari konteks lain seperti dalam Alkitab maupun dalam konteks Asia lainnya. 2. Menyumbangkan pikiran mengenai Kristologi yang relevan bagi Gereja Kristen Pasundan (GKP) 1.6 Metode Penulisan Dalam tulisan ini akan penulis menggunakan metode dialogis antara agama Islam dan Kristen, bukan sekedar mengadakan perbandingan yang konseptual melainkan membiarkan terjadinya pertemuan yang sifatnya dialogis. Penulis tidak bermaksud mencari konsep-konsep yang sama atau berbeda, melainkan mencoba mendialogkan pengalaman iman dalam kedua agama tersebut. Untuk melengkapi proses dialog, penulis akan membahas juga bagaimana agama Kristen dapat berdialog dengan konteksnya seperti yang terjadi dalam Injil Yohanes dan konteks Asia lainnya. 1.7 Sistematika Penulisan Berdasarkan pada apa yang telah penulis sampaikan di atas, maka penulis membuat sistematika penulisan ini sebagai berikut : Bab I Pendahuluan Pada bagian pertama ini akan dipaparkan apa yang menjadi latar belakang masalah, pokok permasalahan, batasan permasalahan, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II Yesus Kristus di Jawa Bagian Barat Dalam bagian ini penulis akan menampilkan Kristologi dalam ajaran GKP dan kemudian memberikan kajian apakah Kristologi tersebut sesuai dengan konteks masyarakat di Jawa bagian Barat. Bab III Komunikasi Iman sebagai Jalan untuk Membangun Kristologi Kontekstual Dalam bagian ini penulis akan membahas bagaimana komunikasi iman terjadi dalam konteks-konteks tertentu, yaitu pada awal kekristenan dan pada konteks Asia. Penulis akan membahas latar belakang umum keadaan sosial kemasyarakatan dalam konteks Injil Yohanes. Menganalisa teks untuk memahami bagaimana sikap masyarakat pada masa tersebut dalam memandang Yesus. Dalam bagian ini akan dianalisa 5 juga konteks Asia lain sebagai pelengkap bagaimana komunikasi iman terjadi di Asia. Bab IV Membangun Kristologi Kontekstual Pada bagian ini penulis bermaksud untuk menawarkan sebuah Kristologi yang relevan bagi GKP dalam konteks masyarakat di Jawa bagian Barat, menampilkan dialog antara agama Islam dan Kristen. Bab V Kesimpulan dan Penutup Berisi tentang keterkaitan yang menghubungkan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya. Sehingga akan nampak jelas sinkronisasi antar bagian yang telah penulis paparkan. 6