BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Kebudayaan a. Kebudayaan sebagai proses pembangunan Koentjaraningrat dalam “Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan” mendeskripsikan bahwa antara kebudayaan dan pembangunan memiliki korelasi yang erat. Menurut Koentjaraningrat dalam kebudayaan suatu masyarakat di dalamnya terdapat sistem nilai budaya yang dianggap bersifat positif, sehingga memungkinkan masyarakat tersebut berkembang, sebaliknya dalam sistem nilai budaya tersebut juga mengandung hal-hal yang bersifat negatif, sehingga dapat menghambat pembangunan suatu masyarakat (Koentjaraningrat, 1984:83). Masyarakat merujuk kepada kumpulan manusia yang hidup bersama disuatu tempat atau wilayah tertentu, yang telah cukup lama, dan mempunyai aturan-aturan yang mengatur mereka, untuk menuju ke tujuan yang sama (Prasetya, dkk. 2004:36). Sedangkan kebudayaan, merujuk nilai-nilai dan cara hidup yang dimiliki bersama, oleh para warga masyarakat, oleh karena itu masyarakat dan kebudayaan adalah dwi tunggal. Keduanya merupakan suatu mata uang dengan dua sisi. Ia tidak dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Masyarakat adalah wadah pergaulan hidup dan kebudayaan adalah isi dan produk dari 7 kehidupan bersama. Jadi antara manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan karena memiliki hubungan yang sangat erat antara keduanya, tanpa kebudayaan manusia tidak bisa bertahan hidup dan sebaliknya tanpa manusia budaya akan mati (Koentjaraningrat, 1984:34). b. Wujud Kebudayaan dan Unsur-unsurnya Menurut Prasetya dalam ilmu budaya dasar kebudayaan terdiri dari tiga wujud yaitu: 1) Wujud kebudayaan ideal sebagai suatu kompleks, dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Wujud kebudayaan ini sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya di dalam kepala-kepala, atau dengan kata lain, dalam alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Dalam bahasa Indonesia terdapat juga istilah yang sangat tepat untuk menyebut wujud ideal dari kebudayaan ini, yaitu adat dan adat istiadat. 2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas atau tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan ini sifatnya konkret mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri sebagai rangkaian aktivitas-aktivitas manusia dalam masyarakat. 8 3) Wujud kebudayaan sebagai hasil benda-benda karya manusia. Wujud kebudayaan ini sifatnya paling konkret dan berupa hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat. Ketiga wujud kebudayaan diatas, dalam realita kehidupan manusia tidak terpisah antara satu dengan yang lainnya. Kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi arah pada tindakan dan hasil karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik membuat suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama menjauhkan manusia dari lingkungan alamiah (Prasetya, dkk. 2004:32). c. Kebudayaan Sebagai Benda Fisik Wujud kebudayaan fisik dapat berupa hasil karya manusia yang berbentuk benda, karena bersifat konkret, maka dirasakan, dipegang, dipindahkan, dipugar, dan dapat dilihat, sebagainya. Kebudayaan fisik itu beraneka ragam, dari tingkat yang sederhana sampai tingkat yang canggih (Tri Widiarto, 2007:14). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga wujud kebudayaan itu tidak terlepas dan berdiri sendiri-sendiri. Ketiganya bercampur menjadi satu kesatuan yang utuh. Artinya gagasan ide-ide mengilhami manusia untuk beraktivitas yang pada gilirannya dapat menghasilkan karyakarya besar. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan hasil karya manusia untuk memenuhi kebutuhan dengan cara belajar, yang 9 semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Untuk lebih jelas, dapat dirinci sebagai berikut: 1) Bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia. Karena itu menjadi: a) Kebudayaan material (bersifat jasmaniah), yang meliputi benda-benda ciptaan manusia, misalnya: alat-alat perlengkapan hidup. b) Kebudayaan non material (bersifat rohaniah), semua hal yang tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya: religi, bahasa, ilmu pengetahuan. 2) Bahwa kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif (biologis), melainkan hanya mungkin dengan diperoleh dengan cara belajar. 3) Bahwa kebudayaan itu diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat akan sukarlah bagi manusia untuk membuat kebudayaan. Sebaliknya tanpa kebudayaan tidak mungkin baik secara individual maupun masyarakat, dapat mempertahankan kehidupannya. 4) Jadi kebudayaan itu adalah kebudayaan manusia. Dan hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan, karena yang tidak perlu dibiasakan dengan cara belajar, misalnya tindakan atas dasar naluri (instink), gerak reflek, sehubungan dengan itu kita perlu mengetahui perbedaan tingkah laku manusia dengan mahluk lainya, khususnya hewan (Widagdho, 2008:21). 10 d. Fungsi Kebudayaan Secara fungsional, keberadaan kebudayaan dapat ditunjukkan minimal tiga macam, sebagai berikut: 1) Fungsi Kebudayaan Untuk Melindungi Diri Terhadap Alam Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat sebagian besar dipenuhi melalui kebudayaan yang bersumber dari pada masyarakat itu sendiri. Hasil karya dari masyarakat, menimbulkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan alam. 2) Fungsi Kebudayaan Untuk Mengatur Hubungan Antar-Manusia Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Apabila manusia hidup sendiri, maka tidak akan ada manusia lain yang terganggu oleh tindakan-tindakannya akan tetapi setiap orang, bagaimanapun juga hidupnya, ia akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri. 3) Fungsi Kebudayaan Sebagai Wadah Segenap Perasaan Manusia Apabila manusia sudah mempertahankan diri dan menyesuaikan diri pada alam, juga kalau dia telah dapat hidup dengan manusia lain dalam suasana damai, maka timbullah 11 keinginan manusia untuk menciptakan sesuatu dalam menyatakan perasaan dan keinginannya kepada orang lain, hal mana juga merupakan fungsi kebudayaan. Misalnya: kesenian yang dapat berujud seni suara, seni musik dan sebagainya, bertujuan tidak untuk mengatur hubungan antara manusia akan tetapi untuk mewujudkan perasaan-perasaan seseorang dan dicurahkan dalam bentuk karya seni (Tri Widiarto, 2007:36-38). 2. Sejarah Sejarah merupakan kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau, atau merupakan suatu rentetan atau kumpulan peristiwa masa lampau manusia yang mengandung perubahan (Kuntowijoyo, 1999:46). Sejarah sebagai penggelaran dari kehendak Tuhan mempunyai nilai yang vital; orang akan menjadi yakin dan sadar bahwa segala sesuatu itu pada hakikatnya ada pada-Nya. Manusia hanya bisa merencanakan tetapi Tuhanlah yang menentukan (Wahit Siswoyo dalam Hugiono, P.K. Poerwantana, 1992:7). Dari definisi di atas dapat dirumuskan sebagai berikut: sejarah adalah gambar tentang peristiwa-peristiwa masa lampau yang dialami oleh manusia, disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu, diberi tafsiran dan analisa kritis, sehingga dapat dimengerti dan dipahami (Hugiono, P.K. Poerwantana, 1992:9). 12 3. Pertapaan Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia pertapaan berasal dari kata tapa yang berarti menjalani ulah batin dengan mengasingkan diri dari keramaian dunia serta menahan hawa nafsu, seperti menahan rasa lapar, rasa haus, dan rasa kantuk serta menahan nafsu lain yang bersifat biologis agar dapat mencapai ketenangan batin dan rasa hening yang menunjang tercapainya pernyataan rasa dan cipta sehingga sampai ke tingkat kepasrahan yang tinggi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa guna ajaran sacara gaib sesuai dengan tujuan spiritual yang ingin dicapainya. Sedangkan pertapaan itu sendiri merupakan segala sesuatu mengenai bertapa, tempat orang bertapa (Depdikbut, 1996:1009). Pertapaan merupakan suatu perwujudan misteri gereja. Di situ tidak ada sesuatu yang lebih diutamakan dari pada memuji kemuliaan Bapa dan segenap cara diusahakan agar seluruh tata hidup bersama benar-benar selaras dengan hukum tertinggi Injil. Di pertapaan ini para rubiah berusaha berbela rasa dengan seluruh umat Allah dan turut aktif mengharapkan kesatuan semua orang Kristiani (Konstitusi OCSO 3). B. Penelitian yang relevan Dalam jurnal yang ditulis oleh Ni Made Ari Yuliantari. Yang berjudul “Gereja Katolik Paroki Roh Kudus Babakan, Canggu (Perspektif Sejarah, Arsitektur dan Fungsinya sebagai Media Penumbuh Kembangkan Kerukunan Hubungan Antar Agama)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Sejarah berdirinya Gereja Katolik Paroki Roh Kudus Babakan, (2) Arsitektur 13 Gereja Katolik Paroki Roh Kudus Babakan, dan (3) Fungsi Gereja Katolik Paroki Roh Kudus Babakan Canggu sebagai media penumbuh kembangan kerukunan hubungan antar agama. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jalan memahami situasi sosial, peristiwa, dan interaksi. Serta dengan menggunakan metode sejarah dengan langkah-langkah yaitu: 1) Heuristik (observasi, wawancara, dan studi pustaka atau dokumentasi), 2) kritik sumber, 3) Interpretasi , 4) Historiografi. Hasil penelitian menggambarkan bahwa (1) Sejarah berdirinya Gereja Katolik Paroki Roh Kudus Babakan dikarenakan gereja yang lama tidak mampu lagi menampung jumlah umat yang semakin banyak; (2) Arsitektur Gereja Katolik Paroki Roh Kudus Babakan mengadaptasi pola pelataran seperti yang ada di pura-pura Bali. (3) Fungsi Gereja Katolik Paroki Roh Kudus Babakan sebagai media penumbuh kembangan kerukunan hubungan antar agama ialah melibatkan umat Katolik dan umat Hindu dalam ritual-ritual yang ada di gereja. Penelitian ini akan membahas bagaimana sejarah dan fungsi Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono Dusun Weru Desa Jetak Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Penelitian ini menjelaskan kehidupan dan kegiatan suster di pertapaan meliputi ibadah yang dilakukan tujuh kali sehari, lectio divina dan kerja tangan serta nilai dan manfaat-manfaat dari adanya Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono dalam bidang sosial, ekonomi, dan religi. 14 A. Kerangka Berpikir Pertapaan Gedono Sejarah Pertapaan Gedono Kehidupan Suster Kegiatan Suster Ibadat harian 7 kali sehari Lectio Divina Nilai Kerja tangan Manfaat Umat Katolik Tamu/Peziarah Masyarakat Desa 15