PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

advertisement
PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
Oleh : Ahmad Nizar Rangkuti
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Padangsidimpuan
Email :
Abstract
The emergence of this research is based on the lack of mathematical skills of
students, especially at the primary / MI. Lack of ability is one of them triggered
by the selection and use of learning approaches that are less varied. This
research is a quantitative research in the form of experiments. Data collection
techniques used instrument of observation, interviews and tests. Analysis of
data such as observation data and interviews conducted with descriptive
analysis and quantitative data were analyzed using statistical formulas in the
form of t-test with SPSS version 17. The results showed there are significant
PMR approach to the learning outcomes of students in Class VA MIN 1
Padangsidimpuan.
Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Topik Pecahan
109
`
110 Tazkir Vol. 9 No. Juli-Desember 2014
PENDAHULUAN
Banyak hasil penelitian yang menyatakan bahwa hasil belajar siswa pada
topik pecahan masih rendah, diantaranya adalah: (1) hasil penelitian Soedjadi, dkk.
menyebutkan bahwa pecahan merupakan salah satu topik yang dianggap sulit oleh
siswa SD, bahkan beberapa guru SD masih mengalami kesulitan. Kesulitan pada
topik pecahan terletak pada menerapkan operasi pecahan dan menuliskan pecahan
yang dikaitkan dengan gambaran keseluruhan/kesatuan dan kumpulan benda, dan
(2) hasil laporan Depdikbud RI menunjukkan bahwa banyak siswa kelas I SLTP di
Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan (pada bulan September dan
Oktober 2006) yang menjawab benar soal pecahan hanya 53,3%.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran khususnya
pada topik pecahan diantaranya adalah metode atau pendekatan pembelajaran
yang
kurang
bervariasi.
Belajar
matematika
cenderung
untuk
belajar
mengkonstruksi makna matematika itu sendiri, artinya dengan pembelajaran yang
terjadi diharapkan siswa dapat mengkonstruksi sendiri makna belajar.
Dalam mewujudkan revitalisasi pada pelajaran
dilakukan
matematika
penyajian materi pada bahan ajar, hendaknya difokuskan
perlu
kepada
aplikasi dalam kehidupan sehari-hari, atau dikaitkan pada dunia yang dekat
pada siswa (dunia real), materi yang disajikan merupakan masalah-masalah
kontekstual dengan mempresentasikan pada semua
level dari
tujuan belajar
matematika (level rendah, sedang dan tinggi). Selain dari materi yang mengalami
perubahan, metode pembelajaran juga hendaknya mengalami perubahan dari
pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered)
menuju pembelajaran
matematika yang berfokus kepada siswa (student centered). Siswa hendaknya
diberi kesempatan untuk mengembangkan nalarnya dengan cara aktif dalam
belajar baik secara mental, fisik dan sosial. Sesuai dengan hlm ini, untuk mencapai
tujuan pembelajaran matematika, maka pendekatan yang tepat adalah Pendekatan
Matematika Realistik (PMR).
Pembelajaran matematika di kelas ditekankan pada keterhubungan antara
konsep
matematika
dengan
pengalaman
siswa
sehari-hari.
Pembelajaran
matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari adalah
PMR. Pembelajaran matematika harus dekat dengan anak dan kehidupan nyata
sehari-hari.
Pembelajaran
matematika
realistik
adalah
pembelajaran
yang
mengaitkan dan melibatkan lingkungan sekitar, pengalaman nyata yang pernah
dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadikan matematika sebagai
aktivitas siswa. Dengan pendekatan PMR tersebut, siswa tidak harus dibawa ke
Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika…Ahmad Nizar Rangkuti 111
dunia nyata, tetapi berhubungan dengan masalah situasi nyata yang ada dalam
pikiran siswa. Jadi siswa diajak berfikir bagaimana menyelesaikan masalah yang
mungkin atau sering dialami siswa dalam kesehariannya.
Topik pecahan pada dasarnya telah diperoleh siswa pada kelas 3 MIN.
Topik pecahan juga banyak yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan seharihari, meskipun begitu masih banyak siswa bingung untuk memahami materi
pecahan tersebut. Dengan
beberapa
alasan
tersebut, perlu diterapkan
pembelajaran dengan pendekatan PMR. Sesuai dengan makna pembelajaran
realistik yaitu
penggunaan
konteks
nyata, siswa akan dapat dengan mudah
mengaplikasikan materi pecahan dengan kehidupan sehari-hari. Di samping itu
siswa diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi dan memproduksi sendiri
konsep, algoritma, dan aturan. Dengan demikian pembelajaran tersebut akan lebih
bermakna bagi siswa yang bukan hanya sekedar pengalihan pengetahuan dari guru
kepada siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan studi tentang pengaruh
pendekatan PMR terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa kelas 5 A MIN 1
Padangsidimpuan.
KAJIAN TEORI
1. Pendekatan Pembelajaran Matematika SD/MI
Dick dan Carey menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah
komponen-komponen dari suatu kumpulan materi termasuk aktivitas sebelum
pembelajaran, dan partisipasi siswa yang merupakan prosedur pembelajaran yang
digunakan kegiatan selanjutnya1. Kemudian Gerlach dan Ely menyatakan bahwa
strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan
metode
pembelajaran
dalam
lingkungan
pembelajaran
tertentu2.
Kemp
menyebutkan bahwa stategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran
yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien3.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang
termasuk
juga
penggunaan
metode
dan
pemanfaatan
berbagai
sumber
daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti bahwa di dalam penyusunan suatu
strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada
Dick dan Carey. The systematic design of instruction. Six edition. (United state of Amerika. Pearson,
2005) hal. 7.
2 Gerlack dan Ely. Teaching and Media. A Systematic approach. (Prentice-Hall Englewood Cliffs, 1990)
hal. 18.
3 Kemp, Jerold E. The Instructional Design Process. (New York: Haiper & Row. Publishers, 1995) hal. 142
1
112 Tazkir Vol. 9 No. Juli-Desember 2014
tindakan. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu, artinya disini bahwa
arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan,
sehingga penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai
fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan.
Namun sebelumnya perlu dirumuskan suatu tujuan yang jelas yang dapat diukur
keberhasilannya.
Strategi pembelajaran yang dilakukan biasanya dibuat secara tertulis,
mulai dari penelaahan kurikulum, membuat program pengajaran satu semester
atau satu tahun, dan menyusun rencana pembelajaran. Soedjadi menyebutkan
bahwa
strategi
pembelajaran
adalah
suatu
pembelajaran yang bertujuan mengubah
siasat
melakukan
kegiatan
satu keadaan pembelajaran kita
menjadi keadaan pembelajaran yang diharapkan4. Untuk mengubah keadaan itu
dapat ditempuh dengan berbagai pendekatan pembelajaran. Suatu pendekatan
dapat dilakukan lebih dari satu metode dan satu metode bisa digunakan lebih
dari satu teknik. Secara sederhana dapat diurut sabagai rangkaian.
Teknik → Metode → Pendekatan → Strategi
Menurut Suherman, pendekatan pembelajaran adalah cara yang ditempuh
guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi
dengan siswa5. Menurut Suharno, Sukardi, Chodijah dan Suwalni bahwa
pendekatan pembelajaran diartikan model pembelajaran. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah pengelolaan kegiatan belajar
dan perilaku siswa agar dapat aktif melakukan tugas belajar sehingga dapat
memperoleh hasil belajar yang optimal.
Ada dua jenis pendekatan yaitu pendekatan yang bersifat metodologi dan
yang
bersifat
materi.
mengadaptasi konsep
Pendekatan metodologi berkenaan dengan cara siswa
yang disajikan ke
dalam
struktur
kognitifnya,
yang
sejalan dengan cara menyajikan bahan tersebut. Sedangkan pendekatan secara
material
adalah
pendekatan pembelajaran matematika dimana guru dalam
menayajikan konsep matematika melalui konsep matematika lainnya.
Metode
pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang masih bersifat umum, misalnya
guru dominan menyampaikan materi secara lisan atau melalui tanya jawab,
sedangkan teknik pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang lebih
khusus sesuai dengan kekhususan bidang studi. Misalnya untuk mengajarkan
4 Soedjadi, R.
Kiat-Kiat Pendidikan di Indonesia. (Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud, 1999) hal. 101.
Evaluasi Proses Dan Hasil Belajar Matematika. (Jakarta: UT. Depdiknas, 2001) hal 7.
5 Suherman, E.
Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika…Ahmad Nizar Rangkuti 113
matematika diperlukan teknik tertentu yang berbeda dengan
teknik yang
digunakan untuk mengajarkan mata pelajaran sejarah.
Ada beberapa pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam
matematika yang dimaksudkan sebagai pendekatan secara metodologi :
a) Pendekatan Konstruktivisme
Dalam
kepada
kelas
siswa
konstruktivis
bagaimana
sesorang
guru
menyelesaikan
tidak mengajarkan
persoalan,
namun
mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan
cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa
memberikan jawaban, guru mencoba untuk
tidak mengatakan bahwa
jawabannya benar atau tidak benar, namun guru mendorong siswa untuk
setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide
sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akalnya.
Pendekatan
ini secara
radikal berbeda dengan pendekatan
tradisional
dimana guru adalah seseorang yang selalu mengetahui jawabannya. Justru
dalam pendekatan ini, para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang
berada pada diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat
antara satu dengan yang lainnya, berpikir secara kritis tentang cara terbaik
untuk menyelesaikan masalah.
b) Pendekatan Pemecahan Masalah
Pemecahan
masalah merupakan
sangat penting
karena
penyelesainnya,
siswa
dalam
bagian
proses
dimungkinkan
dari kurikulum yang
pembelajaran
memperoleh
maupun
pengalaman
menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk
diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui
kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika yang penting seperti
penerapan
aturan
penggeneralisasian,
pada masalah
komunikasi
tidak
matematika
rutin, penemuan pola,
dan
lain-lain
dapat
dikembangkan secara lebih baik.
Di dalam kurikulum matematika sekolah disebutkan bahwa tujuan
pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir
secara
sistematis,
logis,
kritis,
kreatif
dan
konsisten, serta
mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah.
Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah siswa merupakan hasil
belajar yang sangat penting dalam pembelajaran matematika.
Polya
telah mengembangkan
suatu
strategi pemecahan masalah
yaitu, memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan
114 Tazkir Vol. 9 No. Juli-Desember 2014
masalah sesuai dengan rencana, dan melakukan pemeriksaan kembali
terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Langkah-langkah ini dapat
diajarkan oleh guru untuk dapat digunakan oleh siswa dalam memecahkan
masalah matematika. Pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah
dapat dilakukan guru melalui penyajian soal-soal tidak rutin, kemudian siswa
baik secara individu atau secara berkelompok menyelesaikan masalah
tersebut dengan menggunakan strategi pemecahan masalah menurut Polya.
Dalam hal ini, peran guru sangat penting untuk memantau kegiatan siswa
dan
membantu
siswa dalam menerapkan
strategi
yang
tepat
yang
disesuaikan dengan situasi yang terjadi.
c) Pendekatan Open Ended
Suatu soal yang memiliki beragam jawaban yang benar disebut soal
tidak lengkap atau soal open-ended. Penerapan soal open-ended dalam
kegiatan pembelajaran dapat dilakukan melalui penyajian soal kepada
siswa yang
sasarannya bukan hasil akhir pemecahannya, tetapi siswa
diharapkan dapat mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang
berbeda dalam menjawab permasalahan. Jadi proses yang dilakukan oleh
siswa
bagaimana
sampai
pada
pemecahan/jawaban
adalah
titik
perhatiannya, bukan pada hasil akhir jawabannya. Sifat keterbukaan (open)
dari problem akan hilang jika guru hanya mengajukan satu alternative
cara dalam menjawab permasalahan. Tujuan dari pembelajaran open-ended
menurut Nohda ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif
dan pola
piker
matematis
siswa
melalui
problem
solving
secara
simultan6. Perlu memberi kebebasan pada siswa untuk berpikir bebas sesuai
dengan minat dan kemampuannya. Ciri-ciri bahwa kegiatan siswa dan
kegiatan matematika disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut,
yaitu ; (1) kegiatan siswa harus terbuka; (2) kegiatan matematika adalah
ragam berpikir; dan (3) kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan
satu kesatuan.
d) Pendekatan Matematika Realistik
Pendekatan Matematika Realistik (PMR) merupakan pendekatan
pembelajaran matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan
realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. PMR
menggunakan masalah
realistik sebagai pangkal
tolak pembelajaran
sehingga siswa diharapkan dapat menemukan dan merekonstruksi konsep-
6
Ibid. hal. 75.
Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika…Ahmad Nizar Rangkuti 115
konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa
diberi
kesempatan
menerapkan
konsep-konsep
matematika
memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain.
untuk
Dengan
kata lain, PMR berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari
(mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika
kehidupan
sehari-hari
(everydaying mathematics),
dalam
sehingga siswa belajar
dengan bermakna (pengertian). Pembelajaran PMR berpusat pada siswa,
sedangkan
guru
hanya
sebagai
fasilitator
dan
motivator,
memerlukan paradigma yang berbeda tentang bagaimana
sehingga
siswa
belajar,
bagaimana guru mengajar, dan apa yang dipelajari oleh siswa dengan
paradigma pembelajaran matematika selama ini.
persepsi
guru
tentang
mengajar
perlu
Karena itu, perubahan
dilakukan
bila
ingin
mengimplementasikan pembelajaran matematika realistik.
2. Pendidikan Matematika Realistik
Paradigma baru dalam pembelajaran sekarang ini khususnya PMR
menekankan terhadap proses pembelajaran dimana aktivitas siswa dalam mencari,
menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang dia perlukan benar-benar
menjadi pengalaman belajar tersendiri bagi setiap individu.
Menurut de Lange, pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR
meliputi aspek-aspek berikut7: (a) Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah
(soal)
yang
“riil”
bagi
siswa
sesuai
dengan
pengalaman
dan
tingkat
pengetahuannya sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara
bermakna. (b) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut. (c) Siswa mengembangkan atau
menciptakan model-model simbolik secara informal terdapat persoalan/ masalah
yang diajukan. (d) Pengajaran berlangsung secara interaktif : siswa menjelaskan dan
memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban
temannya
(siswa
lain),
setuju
terhadap
jawaban
temannya,
menyatakan
ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain dan melakukan refleksi
terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.
Paradigma baru pendidikan sekarang ini juga lebih menekankan pada siswa
sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Dalam
PMR, siswa dipandang sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya sehingga siswa dapat
mengembangkan pengetahuan tersebut apabila diberikan kesempatan untuk
7
Op cit hal 35-36
116 Tazkir Vol. 9 No. Juli-Desember 2014
mengembangkannya. Dengan demikian, siswa harus aktif dalam pencarian dan
pengembangan pengetahuan. Hadi menyatakan bahwa PMR mempunyai konsepsi
tentang siswa sebagai berikut8: (a) Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif
tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya. (b) Siswa
memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan untuk dirinya
sendiri (c) Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi
penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan.
(d) Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari
seperangkat ragam pengalaman. (e) Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya
dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.
Selain konsepsi tentang siswa, PMR juga merumuskan peran guru dalam
pembelajaran yaitu9: (a) Guru hanya sebagai fasilitator belajar. (b) Guru harus
mampu membangun pengajaran yang interaktif. (c) Guru harus memberikan
kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar
dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil. (d)
Guru tidak terpaku pada materi yang terdapat dalam kurikulum, melainkan aktif
mengaitkan kurikulum dengan dunia riil baik fisik maupun sosial. Berdasarkan
aspek-aspek pembelajaran, konsepsi siswa dan peran guru dalam pembelajaran
tersebut mempertegas bahwa RME sejalan dengan paradigma baru pendidikan
sehingga pantas dikembangkan di Indonesia10.
a. Prinsip-prinsip Pendidikan Matematika Realistik
Van den Huivel-Panhuizen menyebutkan beberapa prinsip RME yaitu11:
1) Prinsip Aktivitas, Prinsip ini menyatakan bahwa aktivitas matematika
paling banyak dipelajari dengan melakukannya sendiri.
2) Prinsip Realitas, Prinsip ini menyatakan bahwa pembelajaran matematika
dimulai dari masalah-masalah dunia nyata yang dekat dengan pengalaman
siswa (masalah yang realitas bagi siswa).
3) Prinsip Perjenjangan, Prinsip ini menyatakan bahwa pemahaman siswa
terhadap matematika melalui berbagai jenjang; dari menemukan (to
invent), penyelesaian masalah kontekstual secara informal ke skematisasi,
ke perolehan insign dan selanjutnya ke penyelesaian secara formal.
8
9
Ibid
Op cit
10Marpaung,
Y. 2006. Karakteristik PMRI. Jurnal Pendidikan Matematika (MATHEDU, Surabaya,
1(1), 2006) hal 1-6
11 Van den Heuvel-Panhuizen, M. Mathematics education in the Netherlands: A guided tour.
(Freudenthal Institute Cd-rom for ICME9. Utrecht: Utrecht University, 2000). hal 5-9.
Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika…Ahmad Nizar Rangkuti 117
4) Prinsip Jalinan, Prinsip ini menyatakan bahwa materi matematika di
sekolah sebaiknya tidak dipecah-pecah menjadi aspek-aspek (learning
strands) yang diajarkan terpisah-pisah.
5) Prinsip Interaksi, Prinsip ini menyatakan bahwa belajar matematika dapat
dipandang sebagai aktivitas sosial selain sebagai aktivitas individu.
6) Prinsip Bimbingan, Prinsip ini menyatakan bahwa dalam menemukan
kembali (reinvent) matematika siswa perlu mendapat bimbingan.
Ada tiga prinsip pokok dalam Pembelajaran Matematika Realistik,
yaitu12: (a) guided reinvention and progressive mathematizing, (b) didactical
phenomenology, dan (c) self developed models.
1. Penemuan Kembali terbimbing (guide reinvention) dan matematisari
progresif (progressive mathematization)
Berdasarkan prinsip reinvention, para siswa diberi kesempatan untuk
mengalami proses yang sama dengan proses saat matematika ditemukan.
Sejarah matematika dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam
merancang materi pelajaran. Selain itu prinsip reinvention dapat pula
dikembangkan berdasar prosedur penyelesaian informal. Dalam hal ini
strategi
informal
dapat
dipahami
untuk
mengantisipasi
prosedur
penyelesaian formal. Oleh karena itu perlu ditemukan masalah kontekstual
yang
dapat
menyediakan
beragam
prosedur
penyelesaian
serta
mengindikasikan rute pembelajaran yang berangkat dari tingkat belajar
matematika secara nyata ke tingkat belajar matematika secara formal
(progressive mathematizing).
Terdapat dua macam proses matematisasi, yaitu matematisasi
horizontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal merupakan
proses penalaran dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika,
sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses penalaran yang terjadi
di dalam sistem matematika itu sendiri, misalnya : penemuan cara
penyelesaian soal, mengkaitkan antar konsep-konsep matematis atau
menerapkan rumus-rumus matematika. Berikut ini disajikan skema
matematika vertikal dan horizontal.
12Gravemeijer.
Developing Realistics Mathematics Education. (Freudenthal Institute . Utrecht, 1994) hal 47.
118 Tazkir Vol. 9 No. Juli-Desember 2014
(Sumber: Gravemeijer, 1994)
Gambar 2.1. Matematika horizontal (----), matematika vertikal (
)
Pengembangan suatu konsep matematika dimulai oleh siswa secara
mandiri berupa kegiatan eksplorasi dan memberikan peluang pada siswa
untuk berkreasi dan mengembangkan pemikirannya. Peranan guru hanyalah
sebagai pendamping yang akan meluruskan arah pemikiran siswa, sekiranya
jalan berpikir siswa melenceng jauh dari pokok bahasan yang sedang dipelajari.
2. Fenomenologi didaktis (didactical phenomenology)
Fenomena pembelajaran harus menekankan bahwa masalah kontekstual
yang diajukan kepada siswa harus memenuhi kriteria: 1) memunculkan ragam
aplikasi yang harus diantisipasi dalam proses pembelajaran dan (2)
kesesuaiannya sebagai hal yang berpengaruh dalam proses progressive
mathematizing.
Topik-topik
matematika
yang
disajikan
atau
masalah
kontekstual yang akan diangkat dalam pembelajaran harus mempertimbangan
dua hal yakni aplikasinya (kemanfaatannya) serta kontribusinya untuk
pengembangan konsep-konsep matematika selanjutnya.
3. Mengembangkan model-model sendiri (self-developed model)
Mengembangkan model adalah mempelajari konsep-konsep, prinsipprinsip atau materi lain yang terkait dengan matematika, dengan melalui
masalah-masalah kontekstual, siswa perlu mengembangkan sendiri modelmodel
atau
cara-cara
menyelesaikan
masalah
tersebut.
Model
yang
dikembangkan siswa harus dapat menjembatani pengetahuan informal dan
pengetahuan matematika formal. Model matematika dikembangkan oleh siswa
secara mandiri untuk memecahkan masalah. Pada awalnya, model matematika
itu berupa model situasi yang telah diakrabi siswa berdasarkan pengalaman
siswa sebelumnya (model of). Melalui proses generalisasi dan formalisasi, model
itu akhirnya dirumuskan dalam bentuk model matematika yang formal (model
Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika…Ahmad Nizar Rangkuti 119
for). Tingkat pemodelan dimulai dari tingkat situasional menuju penalaran
formalyang ditunjukkan dengan gambar berikut.
(Sumber: Gravemeijer, 1994)
Gambar 2.2. Tingkat pemodelan dari situasional menuju formal
Siswa diberikan kesempatan untuk menjalani suatu proses yang disebut
matematisasi yang biasanya dimulai dari matematisasi
horisontal dilanjutkan
matematisasi vertikal. Dalam proses matematisasi tersebut digunakan model of
(model of situation) yang dikembangkan menjadi model for (model for formal
mathematics). Model yang pertama dikembangkan masih berbentuk pengetahuan
matematika informal yang kemudian akan dikembangkan dan
disempurnakan
sendiri oleh siswa menjadi bentuk pengetahuan matematika formal dalam bentuk
model for, dengan bimbingan orang dewasa. Keberagaman jenis model yang
digunakan dapat bergeser/berubah dari model konkrit, semi konkrit, semi abstrak
sampai ke model abstrak merupakan ciri dari terjadinya proses matematisasi yang
berangkat dari situasi yang pada awalnya tidak terstruktur kemudian bergerak
menjadi sesuatu yang terstruktur, general dan formal.
Penggunaan berbagai model terhadap situasi (model of) untuk menuju pada
matematika yang formal merupakan suatu yang esensial. Hal ini berarti model
dapat dipandang sebagai suatu alat atau jembatan yang menghubungkan bagian
konkret ataupun informal dengan bagian abstrak atau bagian formal, misalnya
rumus atau teorema.
3. Hasil belajar
Seseorang dikatakan belajar apabila ia dapat mengasumsikan dirinya sendiri
atau terjadi suatu proses yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Piaget
berpandangan bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu
melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan sedangkan lingkungan
tersebut mengalami perubahan.13
13Dimyati dan Mudjiono.
Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 13.
120 Tazkir Vol. 9 No. Juli-Desember 2014
Skinner, seperti yang dikutip Barlow dalam bukunya Educational Psykology:
The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar
adaptasi
adalah suatu proses
(penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif.14
Sehubungan dengan hal di atas, Gagne mendefinisikan belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia seperti
sikap, minat atau nilai dan perubahan kemampuannya yakni peningkatan
kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja). Sedangkan
menurut Sunaryo, belajar merupakan suatu kegiatan dimana seseorang membuat
atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.15
Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan
tingkah laku dalam hal pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap maupun
nilai. Hasil belajar adalah kemampuan atau kecakapan yang dimliki siswa setelah
mengikuti pembelajaran.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di MIN 1 Padangsidimpuan. Subjek penelitian
ini adalah siswa kelas 5 A MIN 1 Padangsidimpuan tahun ajaran 2014/2015 yang
berjumlah 23 orang. Data penelitian dikumpul menggunakan teknik observasi,
wawancara, dan tes hasil belajar.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan bentuk
eksperimen. Rancangan penelitiannya ditampilkan pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Rancangan penelitian
Pretest
Perlakuan
Posttest
O1
X
O2
Keterangan :
X
: Pembelajaran dengan pendekatan PMR
O1
: Tes awal sebelum pembelajaran dengan pendekatan PMR
O2
: Tes akhir setelah pembelajaran dengan pendekatan PMR
TEMUAN PENELITIAN
Untuk melihat hasil belajar siswa diberikan post test dan dibandingkan
dengan pre test. Setelah dianalisis dengan bantuan Program SPSS versi 17
ditemukan bahwa rata-rata hasil belajar setelah penerapan pembelajaran PMR lebih
14Muhibbin Syah.
Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 64.
Op. Cit., hlm. 2.
15Kokom Komalasari.
Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika…Ahmad Nizar Rangkuti 121
baik dari rata-rata hasil belajar sebelum penerapan pembelajaran PMR. Berikut ini
akan ditunjukkan hasilnya.
Deskripsi
Mean
Standar Deviasi
Pre test
Post test
65,95
77,69
2,6
2,0
Berdasarkan analisis statistik deskriptif di atas ditemukan bahwa rata-rata
post test lebih tinggi dari pada rata-rata pre test. Kemudian setelah dilakukan uji
signifikansi (uji t) ditemukan bahwa α = 0,05 > sig, artinya terdapat perbedaan yang
signifikan antara nilai pre test dengan nilai post test. Ini menunjukkan
pembelajaran adalah efektif. Di bawah ini ditampilkan hasil uji signifikansi dengan
menggunakan program SPSS versi 17.
PEMBAHASAN
Pembelajaran matematika topik pecahan dengan PMR dapat merangsang
aktivitas siswa. Hal ini terlihat pada awalnya siswa pendiam, tetapi setelah
dilakukan pembelajaran dengan PMR siswa lebih banyak bertanya, mengajukan
pendapat, berdiskusi dengan temannya, lebih terbuka dan humoris. Guru juga
mengakui bahwa aktivitas siswa berubah dari yang pemalu menjadi berani,
pendiam menjadi lebih banyak bertanya dan mengajukan pendapat. Kreativitas
siswa sebelum diterapkan pembelajaran PMR sangat rendah. Secara umum siswa
hanya terpaku pada satu jenis solusi saja. Tetapi setelah dilakukan eksperimen,
kreativitas siswa dapat tergali.
Selama proses pembelajaran ditemukan terjadi peningkatan motivasi yang
sangat signifikan. Beberapa siswa yang pada awalnya pendiam dan enggan
mengajukan pendapat saat pembelajaran, sekarang sudah menjadi pemberani dan
selalu memberikan gagasan atau ide- ide. Beberapa siswa yang pada awalnya tidak
122 Tazkir Vol. 9 No. Juli-Desember 2014
pernah maju ke depan kelas untuk menyajikan hasil kerja kelompok, sekarang
sudah berani dan selalu ingin tampil. Bahkan sebelum ditunjuk oleh guru untuk
maju ke depan kelas, siswa tersebut sudah maju lebih duluan. Beberapa siswa
sudah lebih awal sampai di sekolah walaupun waktu pembelajaran belum dimulai.
Menurut informasi dari guru kelas, siswa B sangat jarang mengerjakan PR pada
pembelajaran sebelumnya, sekarang sudah mengerjakan PR atau tugas setiap ada
PR atau tugas diberikan oleh guru. Para siswa bersemangat bekerja karena aktivitas
yang dirancang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan
dengan pendapat Treffers dan Goffree (1985) bahwa siswa akan memahami konsep
matematika jika diawali dengan soal kontekstual dan melakukan aktivitas
matematika secara horizontal dan vertikal.
Dalam proses pembelajaran, siswa melakukan aktivitas matematika,
sehingga mereka memperoleh pengetahuan seperti yang diharapkan. Artinya hasil
belajar mereka semakin bagus. Penalaran siswa semakin bagus. Performansi siswa
seperti rasa percaya diri, penalaran, aktivitas, kreativitas, dan motivasi siswa secara
umum lebih bagus setelah pembelajaran PMR dilakukan. Hasil belajar siswa juga
lebih bagus bila dibandingkan dengan pembelajaran yang lain. Hasil belajar secara
totalitas lebih baik setelah menggunakan produk yang dikembangkan. Ini
menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan adalah efektif digunakan, artinya
memiliki efektivitas yang tinggi.
PENUTUP
Penerapan pembelajaran dengan pendekatan PMR dapat memberi efek
positif bagi siswa. Efek positif tersebut dapat dilihat selam proses dan setelah proses
pembelajaran selesai. Eke positif tersebut dapat dilihat dari segi keberanian,
aktivitas, kreativitas siswa dapat meningkat setelah diterapkan pembelajaran ini.
Berdasarkan temuan ini, perlu dilakukan pembelajaran matematika dengan
menerapkan pendekatan PMR agar kemampuan siswa tergali dan dapat
ditingkatkan.
Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika…Ahmad Nizar Rangkuti 123
DAFTAR PUSTAKA
De Lange, J. 1987. Mathematics, insight and meaning. Utrecht: OW &OC
Freudenthal, H. 1973. Mathematics as an educational task. Dordrecht, the Netherlands:
Kluwer Academic Publishers.
_________, H. 1991. Revisiting Mathematics Education: China lectures. Dordrecht, the
Netherlands: Kluwer Academic Publishers.
Gravemeijer, K & Cobb, P. 2006. Educational Design Research: Design Research from a
Learning Design Perspective (pp. 45-85). UK: Routledge
Gravemeijer, Koeno. 1999. How Emergent Models May Foster the Constitution
of Formal Mathematics. Mathematical Thinking and Learning, l(2), 155-177.
Krulik and Reys. 1980. Problem Solving in School Mathematics. Washington DC:
NCTM
Keller, Jhon M. 1993. Motivational design of Instruction. Dalam Reigulth, Charles M.
(Ed.), Instructional Design Theories and Model: An Overview of Their Current
status. London: Law Rence erldaum Associaties Publishers.
Kemp, Jerold E. 1995. The Instructional Design Process. New York: Haiper & Row.
Publishers
Lange Jzn, J. De. 1987. Mathematics, Insight and Meaning. Utrecht: OW&OC.
Marpaung, Yansen, 2006, Karakteristik PMRI (Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia), Jurnal Pendidikan Mateatika MATHEDU, Surabaya, 1(1): 1- 6
Muhsetyo, Gatot, dkk, 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas
Terbuka
Rosjidan dkk. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Universitas Negeri Malang.
Sardiman AM, 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
Suherman, E. 2001. Evaluasi Proses Dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: UT.
Depdiknas.
___________2003. Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI
Uzer Usman. 2004. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya.
Van den Heuvel-Panhuizen, M. 2000. Mathematics education in the Netherlands: A
guided tour. Freudenthal Institute Cd-rom for ICME9. Utrecht: Utrecht
University.
Download