Antara tanah dan air : budi daya pasang surut di Palingkau

advertisement
Judul asli buku: Front pionnier Banjar: une agriculture entre terre et eau.
Penulis: Gutierrez Marie-Laure, Ramonteu Sonia
© Orstom 1997
.-
PeneIjemah: Titien Harwiyandani, Mohammad Hasyim
Penyelaras: Sri Ambar Wahyuni Prayoga
Desain sampul & grafis: Yanto Wahyantono
Penata letak: Yanto Wahyantono
"
© IRD edisi 2000
ISBN 979-9236-35-5
.
KATAPENGANTAR
Penelitian mengenai budi daya pasang surut di Palingkau Jaya ini dilaksanakan oleh
peneliti muda IRD ex üRSTüM dalam rangka kerja sama dengan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan. Kegiatan
penelitian ini dilakukan antara bulan April dan September 1997 selagi Proyek Lahan
Gambut Satu Juta Hektare sedang marak.
Dalam laporannya, peneliti menggarisbawahi kesulitan dan masalah yang ditimbulkan
oleh pendayagunaan lahan rawa pasang surut (antara tanah dan air). Peneliti berhasil
mempertanyakan kelayakan proyek itu secara keseluruhan, dan temyata fakta
membenarkan pendapatnya.
Kegunaan penelitian semacam ini tidak disangsikan lagi. Kiranya penelitian perlu selalu
dilakukan sebelum pelaksanaan setiap proyek pembangunan. Selain itu, tentu saja,
sarannya perlu diperhatikan.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat, dan penelitian seperti ini dilanjutkan demi
keberhasilan pembangunan dan kemaslahatan penduduk di Indonesia.
Jakarta, 23 Maret 2000
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Departemen Transmigrasi
dan Pemukiman Perambah Hutan
Ir. Harry Heriawan Saleh, M.Sc.
NIP. 160031 186
PRAKATA
Penelitian mengenai budi daya pasang surut di Palingkau ini dapat terlaksana berkat
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
@Departemen Transmigrasi dan PPH, khususnya Puslitbang, yang telah
memberikan fasilitas di lapangan, dan daftar pustaka yang mendukung
penelitian ini;
@Penduduk Palingkau khususnya para petani yang telah menerima peneliti
dengan penuh kehangatan dan kesabaran, serta menunjukkan berbagai cara
dalam kehidupan sehari-hari, khususnya pengolahan lahan;
@Insinyur dan teknisi Departemen Transmigrasi dan PPH, Departemen Pertanian,
Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen yang terkait dengan Proyek Satu
Juta Hektare, yang telah berkenan memberikan data yang diperlukan;
@Kepala Desa Palingkau Jaya, Mohammad Nur dan keluarga serta pegawai
administrasi UPT yang telah memberikan bantuan di lokasi penelitian;
@Yanto Wahyantono, ahli kartografi Orstom (sekarang IRD) yang membantu
dalam pembuatan peta dan sketsa/gambar lahan pertanian untuk penelitian ini;
@Viktor BOEHM, konsultan yang telah memberikan citra pengindraan jarak jauh
lahan penelitian dari Spot;
@Mireille DOSSO yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan
penelitian ini di Prancis, dan Caroline, Gwen serta Béatrice yang turut
membantu peneliti selama menjalani praktik.
Semoga hasil penelitian ini memberikan sumbangan pada pembangunan di Indonesia.
.
Peneliti
DAFTARISI
KATA PENGANTAR
PRAKATA
DAFTAR 1S1
Daftar Peta
Daftar Gambar
Daftar Tabel
PENDALUAN
Latar Belakang
Ruang Lingkup Penelitian
Sasaran Penelitian
Metodologi Penelitian
Fokus Penelitian
Kendala Selama Penelitian
BAB 1: LINGKUNGAN ALAM DAN MANUSIA
Lingkungan alam yang tidak Mendukung
Perubahahan Musim yang Mencolok
Dataran Rendah Pesisir yang Berawa
Reliefyang Rendah
Pengaruh Gerakan Pasang Surut
Tanah Masam
Lingkungan Manusia di Palingkau
Masyarakat Banjar
Lingkungan Manusia di Desa Palingkau
Sektor Kegiatan
Karateristik dan Kebiasaan PendudukPalingkau
Pembagian Lingkungan Alam
BAB II: LINGKUNGAN YANG PENUH KENDALA
..
Pengelo1aan Hutan dan Air oleh Masyarakat Banjar
Dua Gelombang Pendudukan, Dua Cara Pengembangan Lingkungan
Dasar Pemanfaatan Lahan oleh Masyarakat Banjar
Pemanfaatan Lingkungan: Adaptasi atau Buatan? ~
Persawahan: pengendalian atau adaptasi?
Kebun Rambutan sebagai Alternatifuntuk Sawah
TeknikBudi Daya
Pemeliharaan Tanaman
Perkebunan di Tanah Pematang
Pemanfaatan Lingkungan Alam: Hutan dan Sungai
Penangkapan ikan
Penanaman Kercut: Bahan Baku Utama untuk Kerajinan
iii
v
vii
ix
ix
x
1
3
4
5
6
7
8
9
Il
Il
Il
12
12
13
15
15
17
17
18
21
23
25
25
26
33
33
40
41
41
46
48
48
50
vu
Dinamika Pengembangan Lingkungan yang Rapuh
Gambaran Historis Mengenai Kerapuhan Lingkungan
Kelemahan Pola Pertanian Banjar
Kesuburan Tanah yang Sulif Dikelola
Penataan Kembali Lingkungan
Kesimpulan
BAB III: PROSES BERPRODUKSI DAN RIWAYAT HIDUP PETANI
Kriteria Pembeda Petani
Pemilikan dan Pemakaian Lahan
Karakteristik Lahan Usaha: Jenis dan Luas Lahan
Pemanfaatan Tenaga Kerja
Tipologi dan Riwayat Hidup Petani
Tipe 1: Petani Kawakan
Tipe I-A-1: Petani Sawah
Tipe I-A-2: Petani Rambutan
Tipe I-B: Petani yang Menjadi Pedagang
Tipe I-C: Petani Paro Waktu
Tipe II: Petani dengan Usaha Sampingan
Tipe II-A: Petani Muda Pemula
Tipe II-B: Petani Karon
Tipe III: Petani Sebagai Pekerjaan Sampingan.
Tipe III-A: Pedagang
Tipe III-B: Pegawai Negeri
Analisis Sosial EkonoIIJ.i
Dinamika Perkembangan
Strategi Tumpang Sari
Fungsi Ekonomi berbagai Kegiatan
Kesimpulan
BAB IV: PERSPEKTIF BARU DAN PERKEMBANGAN DEWASA INI
52
52
57
57
59
61
63
65
65
66
67
71
72
72
74
76
77
79
79
82
84
84
84
85
85
87
88
95
99
PLG Satu Juta hektare dan UPT Palingkau Jaya
101
kesulitan yang dihadapi
Masalah Air
Percobaan Pola Sawif-Dupa
Berbagai Kendala
Tipe Petani yang Dapat Mengadopsi Pola Sawif-Dupa
Dampak Proyek terhadap Lingkungan
Kerusakan Sumber Alam dan Perubahan Ekosistem
Kesimpu1an
102
102
103
103
109
110
110
115
DAFTAR PUSTAKA
117
viii
..
Daftar Peta
Peta 1.
Peta 2.
Peta 3.
Peta 4.
Peta 5.
PLG Satu Juta Hektare dan Palingkau
Daerah Asal Migran Banjar di Palingkau
Fisiografi Kalimantan bagian Tenggara
CUra Satelit Spot Daerah Palingkau
Kawasan Agroekologi
4
16
19
22
22
Daftar Gambar
Gambar 1. Diagram Suhu-Curah Hujan
Il
Gambar 2. Zona yang Dipengaruhi oleh Pasang Surut..
13
Gambar 3. Peralatan yang Digunakan oleh Masyarakat Banjar
26
Gambar 4. Selundak
27
Gambar 5. Penggalian Handil
27
Gambar 6. ParU
28
Gambar 7. Pengaturan Handil
29
Gambar 8. Pembangunan Jalan Tani
30
Gambar 9. Pembagian Petak Lahan
30
Gambar 10. Skema Tipe bagian yang DUempati, Sepanjang Handil
31
Gambar Il. Tingkat Penggenangan pada Petak Sawah
32
Gambar 12. Penanaman Padi Lokal; Catatan Curah Hujan dan Ketinggian Air Pasang 34
38
Gambar 13. Panen dengan Ani-ani..
Gambar 14. Transportasi Hasil Panen dengan Menggunakan Perahu
39
44
Gambar 15. Pertumbuhan Pohon Rambutan
Gambar 16. ParU diantara Dua Deretan Pohon Rambutan
45
51
Gambar 17. Penganyaman Kercut
Gambar 18. Transek Sepanjang Handil...
53
54
Gambar 19. Dinamika Pendudukan Kawasan
Gambar 20. Evolusi Lapisan Tanah yang Dibuka untuk Persawahan
58
Gambar 21. Jadwal Kerja Tani
68
Gambar 22. Diagram Perkembangan
86
Gambar 23. Sistem Alokasi Pemasukan
97
104
Gambar 24. Jadwal Kerja Sistem SawU-Dupa
l07
Gambar 25. Arus Pemasukan dan Pengeluaran
Gambar 26. Jadwal Kegiatan Sistem Penanaman Padi Lokal
108
IX
Daftar Tabel
Tabel2. Ringkasan Mengenai Karakteristik Varietas Padi Tradisional
Tabel 3. Keanekaragaman Kegiatan
Tabel4. Ringkasan Upah Rata-Rata Kerja Tani di Palingkau
Tabel5. Tipologi
Tabel6. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe I-A-1: Petani Sawah)
Tabel 7. Alasan Penggunaan Herbisida
Tabel8. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe I-A-2: Petani Rambutan)
Tabel9. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe I-C: Petani Paro Waktu)
Tabel10. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe I-A: Petani Muda Pemula)
Tabel11. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe II-B: Petani Karon)
Tabel12. Pinjaman Padi
Tabel13. Investasi Kebun Rambutan
Tabel14. Jenis Pohon dalam Kebun Campur dan Pendapatan Tahunan
Tabel15. Pendapatan yang Diperoleh dari Pengayaman
Tabel16. Pendapatan yang Diperoleh dari Penerapan Pola Sawit-Dupa
Tabel17. Pendapatan yang Diperoleh dari Padi Unggul (luas 0,8 ha)
x
39
69
71
71
73
74
75
78
81
83
89
91
92
93
106
106
PENDAHULUAN
Pcndahulu811
Latar Belakang
Pada tahun 1984, berkat program Revolusi hijau dan upaya pemerintah, Indonesia
mencapai swasembada beras. Namun, 10 tahun kemudian (tahun 1994), Indonesia
mengalami kekurangan pangan dan akhirnya terpaksa mengimpor beras kembali.
Pemerintah ingin mencapai kembali swasembada beras. Oleh karena itu, pemerintah
berencana untuk memperluas lahan persawahan di luar pulau Jawa yang lahannya
belum tergarap. Untuk itulah, pemerintah melaksanakan proyek pembukaan lahan
persawahan seluas satu juta hektare yang dinamakan PLO (Proyek Lahan Oambut)
satu juta hektare. Dalam hal ini pemerintah membentuk tim pelaksana, yang
diketuai oleh Menteri PekeIjaan Umum, dan Menteri Transmigrasi dan PPH
(Pemukiman Perambah Hutan) sebagai salah satu anggota dalam tim tersebut.
Peran Departemen Transmigrasi dan PPH adalah memanfaatkan hasil pembukaan
hutan untuk dijadikan kawasan transmigrasi. Departemen Transmigrasi dan PPH
memberikan sebidang tanah (1-2 hektare) kepada setiap keluarga transmigran yang
pada umumnya berasal dari Jawa, Madura dan Bali (JAMBAL). Keluarga
transmigran diberi rumah danjaminan hidup selama masa bertani (1-1,5 tahun) dan
panen pertama.
Adapun tujuan yang ingin dicapai Departemen Transmigrasi dan PPH adalah:
• mengentaskan penduduk dari kemiskinan dengan memberikan tanah kepada
mereka yang belum memilikinya (bidang sosial);
• mengembangkan daerah luar Jawa dengan memperkenalkan cara bertani intensif
dari Jawa (bidang teknik-ekonomi);
• menjalin persatuan Indonesia dengan mengintegrasikan penduduk dari daerah
yang berbeda-beda.
PLO satu juta hektare termasuk tujuan kedua, yaitu memanfaatkan lahan yang
belum diolah. Tujuan utamanya adalah meningkatkan produksi beras di Indonesia.
Lokasi yang dipilih untuk melaksanakan proyek itu terletak di Kalimantan Tengah,
salah satu provinsi yang masih banyak memiliki lahan yang belum diolah. Lokasi
proyek itu terbentang dari Palangkaraya sampai Buntok, dan dari Buntok sampai
Palingkau (lihat peta 1). Namun, lingkungan fisik yang dipilih sulit. Sebagian Unit
Pemukiman Transmigrasi (UPT) didirikan di atas tanah bergambut tebal (35 meter). Tanah yang tidak bergambut sering berupa podsol atau mengandung asam
sulfat yang juga menimbulkan berbagai masalah.
Untuk mengatasi lingkungan yang penuh tantangan itu, pemerintah membangun
saluran irigasi yang airnya berasal dari tiga sungai (Barito, Kapuas, Kahayan).
Jaringan irigasi tersebut dimaksudkan agar dapat mengairi seluruh lahan
persawahan satu juta hektare. Di lahan itu akan dikembangkan budi daya padi
3
modern seperti di Jawa, antara Iain penggunaan varietas padi unggul yang bersiklus
pendek, yang dapat dipanen dua kali setahun, dan pemakaian traktor untuk
pengolahan tanah.
Peta 1. PLG Satu Juta Hektare dan Palingkau
JARINGAN PENGAIRAN
s
•
Pela Iol<aol
Sumber : PUSDATA Dept. PU
Dicelek oleh :
LREP BAPPEDA Prop. Dalll
Kalimantan Tengah 1996
Di lokasi proyek itu, penduduk setempat hanya tinggal di tepi sungai. Penduduk asli
Kalimantan (Dayak dan Banjar) telah berhasil mengolah sebagian dari kawasan
yang sangat luas itu. Misalnya, penduduk Banjar telah berhasil mengembangkan
budi daya padi yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan (tanah bergambut dan
berawa). Hasil pertanian yang memuaskan itu telah mengilhami Departemen
Transmigrasi dan PPH sehingga departemen tersebut menempatkan keluarga
transmigran di Kalimantan Selatan sejak tahun '60-an.
Ruang Lingkup Penelitian 1
Lokasi penelitian berada di daerah Palingkau yang terletak di proyek tersebut di
atas. Daerah yang telah dibuka oleh penduduk Banjar sekitar 60 tahun yang lalu
tersebut, sejak dua tahun dijadikan daerah percontohan dan pengembangan teknik
bertani proyek tersebut. Pada waktu penelitian, UPT telah didirikan di daerah
tersebut sejak beberapa bulan.
J Penelitian
ini dilakukan dalam rangka kerja sama antara Orstom dan Departemen Transmigrasi dan
PPH. Pihak Orstom terntama ingin mengetahui pembudidayaan lahan yang dilakukan secara
tradisional oleh petani setempat.
4
Pendahululln
Sasaran Penelitian
Sejak lama orang Banjar menerapkan cara pemanfaatan lahan yang disesuaikan
dengan kondisi sulit di lingkungan berawa Kalimantan Selatan dan Tengah. Mereka
telah dapat mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh pengarnh pasang surut, tanah
yang bergambut, dan tanah yang mengandung asam sulfat. Daerah Palingkau Jaya
yang sekarang dijadikan UPT pemah dibuka oleh orang Banjar, tetapi ditinggalkan
25 tahun yang lalu.
Di UPT tersebut bermukim transmigran setempat dan transmigran dari JAMBAL.
Transmigran setempat mengenal keadaan daerah dan kendalanya, tetapi tidak
mengetahui cara penanaman padi secara intensif, sedangkan transmigran dari
JAMBAL dipandang memiliki pengalaman menanam padi secara intensif, namun
tidak mengenal kendala yang ada di daerah Palingkau.
Dalam rangka mengembangkan potensi transmigran setempat bersama-sama
dengan transmigran dari JAMBAL yang mengharapkan perbaikan nasibnya itu,
maka tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mengembangkan
lahan pasang surut di wilayah tersebut.
Adapun sasarannya adalah:
Cl) mengetahui cara tradisional pemanfaatan lahan pasang surut yang dilakukan
orang Banjar,
(2) mengetahui faktor yang menyebabkan orang Banjar meninggalkan lokasi
tersebut, dan
(3) mengetahui apakah pergaulan antara kelompok transmigran setempat dan
transmigran dari JAMBAL dapat menimbulkan sinergi.
Sesudah dilakukan wawancara dengan keluarga transmigran dari Jawa, Bali dan
Kalimantan, terlihat tidak ada perbedaan yang signiflkan tentang cara bertani di
antara kedua kelompok transmigran. UPT yang barn dibuka sembilan bulan (Juni
1997) masih dalam tahap permulaan, sehingga, terlalu dini untuk diketahui adanya
perbedaan yang menarik pada kedua kelompok tersebut.
Kenyataannya, lahan seluas dua hektare yang disediakan bagi tiap keluarga belum
siap untuk digarap. Para petani hanya mengelola lahan pekarangan seluas 0,25
hektare. Mereka mencoba menanam benih dan bibit yang diberikan oleh
pemerintah: varietas padi lokal dan varietas padi unggul umur pendek, IR66. Selain
itu, juga diberikan segala jenis benih tanaman sayur dan bibit buah-buahan.
Maka, pengamatan difokuskan pada pertukaran keterampilan di antara anggota
kelompok usaha tani transmigran, namun pekeIjaan bersama yang barn berada pada
tahap persiapan pembukaan lahan persawahan terhenti karena datangnya musim
kemarau.
Sasaran penelitian pertama terfokus pada sejarah pembangunan wilayah Palingkau
oleh orang Banjar yang tiba di tempat itu sekitar 50 tahun yang lalu. Sementara itu,
sejak dua tahun yang lalu, proyek percontohan intensiflkasi padi telah dilaksanakan
oleh Departemen Pertanian yang bekeIja sama dengan Departemen Transmigrasi
dan PPH dalam proyek PLO satu juta hektare. Untuk mengamati kebiasaan teknik
bertani modem oleh petani lokal, maka, Palingkau jelas menjadi wilayah yang
menarik untuk diteliti.
5
Penelitian diarahkan pada minat para petani Palingkau dalam menerapkan varietas
padi siklus pendek, dan untuk menemukan kendala yang dihadapi.
Metodologi Penelitian
Sasaran penelitian
Metode dan pengumpulan data
1. Menentukan Iingkup dan lokasi penelitian.
• mendapatkan gambaran tentang
keadaan daerah yang diteliti;
kendala
• memahami situasi transmigrasi di lokasi
penelitian proyek PLG satu juta hektare.
2. Beradaptasi dengan pertanian lokal sambil
meneliti perbedaan-perbedaan cara bertani antara transmigran lokal (yang mengenal lingkungan) dan transmigran dari Jawa (yang memperkenalkan pertanian intensif). Mengamati
pertukaran keterampilan pada kedua kelompok
tersebut.
• Penelitian pustaka dengan menggunakan beberapa
sumber:
o kumpulan tulisan tentang tanah yang mengandung asam sulfat di Montpellier dan di Jakarta
serta berbagai hasil penelitian yang telah
dilakukan di Prancis;
o kumpulan tulisan dari Departemen
Transmigrasi dan PPH di Jakarta: peta dan
bagan organisasi desa transmigrasi.
• Wawancara dan kunjungan serta tatap muka
dengan insinyur dan penyuluh pertanian di UPT;
• Pelaksanaan 15 wawancara dengan para keluarga
transmigran lokal, Jawa dan Bali;
• Mengamati kelompok kerja tani pria: (pekerjaan
dari kelompok tersebut cepat terhenti karena
timbulnya musim kemarau tahun 1997);
• Mengamati munculnya kelompok tani wanita:
kelompok ini masa kerjanya sangat terbatas.
3. Mengungkap sejarah pertanian daerah pionir
Palingkau sejak pembukaan daerah tersebut
hingga 1997.
• Wawancara dengan kepala desa di daerah transmigrasi: tokoh masyarakat yang terkenal di
Palingkau.
• Melalui Iingkungan transmigrasi: mendekati
lokasi penelitian yang dilakukan di desa Palingkau dengan bantuan transmigran lokaI.
• Wawancara dengan 8 keluarga transmigran lokal
Palingkau mengenai sejarah pengembangan wilayah tersebut.
• Dengan memasuki desa Palingkau:
o mengungkap
sejarah pertanian desa Palingkau,
yang keseluruhannya dikaitkan dengan sejarah
pendudukan daerah tersebut;
o mencari informasi tentang kecamatan Palingkau yang terdiri atas dua desa: Palingkau Lama
dan Palingkau Baru;
o mengumpulkan data-data tentang daerah tersebut; mencari informasi tentang proyek umum
yang berkaitan dengan sektor pertanian di
lokasi penelitian.
• Wawancara ditujukan kepada nara sumber,
seperti:
o Kepala desa Palingkau Lama dan Palingkau
Baru;
o Kepala handil dan ketua kelompok tani dari
tiap handil. Para nara sumber yang dapat
dijadikan sebagai kunci informan, memiliki
kepentingan besar untuk memahami
perkembangan peman-faatan lingkungan
melalui arus migrasi.
• Mengumpulkan data sekunder di kantor kecamatan Kapuas Murung dan di kantor desa Palingkau Lama dan Palingkau Baru.
• Mencari dokumen-dokumen dan peta wilayah di
kantor-kantor administrasi yang berada di Palingkau dan Kapuas, serta wawancara antara Iain
dengan para teknisi:
o Departemen pelaksana proyek PLG satu juta
hektare;
o Departemen Pertanian;
o Pengairan;
o Departemen Pekerjaan Umum.
6
Pendahuluan
4. Menemukan lingkungan handil dan cara pendayagunaan tanah:
o menemukan sistem pertanian.
• Menemukan lingkungan dan kendalanya:
• air : mengetahui gejala fisik pasang surut;
• tanah: mengetahui masalah kemasaman
tanah.
• Delapan kunjungan ke handil. Dengan petunjuk
dan penjelasan oleh para petani yang memandu
dan yang di temui di jalan.
• Lima wawancara yang lebih spesifik tentang:
o sistem penanaman padi dan rambutan;
o sistem pengelolahan air di handil.
• Menemukan budi daya tani:
o sistem penanaman;
o sistem tata air irigasi-drainase;
o cara pengelolaan kesuburan tanah.
5. Penelitian sistem produksi.
• Mengetahui pengelolaan usaha tani di Palingkau:
mengelola tipologi pertanian di lokasi penelitian;
o menganalisis sistem pengambilan keputusan
para petani.
o
• Mengetahui pembagian sumber pendapatan
keluarga.
• Mengetahui kesulitan yang timbul pada penerapan varietas padi unggul oleh para petani
Palingkau.
6. Penentuan wilayah melalui citra satelit.
• Melakukan wawancara sekitar 40 transmigran,
yang mewakili berbagai jenis petani di lokasi
penelitian:
o penyiapan kuesioner;
o pelaksanaan wawancara pada handil, yang diwakili 4 handil: Palingkau Besar dan Kecil,
Papuyu, Lasar, namun tetap terbuka melakukan
penelitian di daerah handi/lain, seperti daerah
pinggiran Kapuas Murung, atau bagian Utara
dari daerah tersebut hingga Mampai.
• Melaksanakan penelitian tentang konsumsi pada
beberapa ibu rumah tangga.
• Mengarahkan sebagian dari kuesioner pada masalah penanaman varietas padi unggul IR66.
• Interpretasi citra satelit yang menunjukkan lokasi
penelitian: pengecekan di lapangan:
o pengamatan beberapa peta bersama dengan
teknisi yang mengenal wilayah dengan baik
dan terbiasa dengan penggunaan citra satelit;
o melakukan transek (denganjalan kaki, atau
dengan kendaraan), dengan bantuan GPS untuk
menentukan posisi;
o mencatat ulang dan menemukan hubungan
pengamatan wilayah penelitian pada citra satelit: wilayah dari keseluruhan lokasi penelitian;
o memilih peta yang paling mewakili keragaman
lingkungan.
Fokus Penelitian
Sejarah Perkembangan
Pengembangan kawasan masyarakat Banjar di Palingkau dimulai pada tahun 1940.
Sejak itu, telah terjadi pergantian tiga generasi. Oleh karena itu, penelitian ini
diarahkan pada sejarah perkembangan masyarakat tersebut dengan menggunakan
beberapa nara sumber. Pada kenyataannya, responden yang diwawancarai dapat
menjelaskan sejarah pertanian yang masih barn di daerah tersebut. Para responden
itu sendiri menjadi pelaku sejarah sehingga dapai diperoleh kesaksian mengenai
cara pembukaan lahan (penciptaan pola pertanian Banjar), demikian pula, sejarah
kedatangan orang Banjar, khususnya ketika mereka meninggalkan daerahnya 25
tahun yang lalu.
7
Penemuan Kawasan Handil
Tampaknya, di daerah perdesaan yang diteliti tidak mempunyai satu kesatuan.
Setiap desa terdiri atas 5 handil2 atau lebih dan pada lingkup handinah penelitian ini
dilakukan. Setiap handil memiliki sejarah tersendiri. Handil itu merupakan hasil
perpaduan antara kelompok pionir dan lahannya. Menurut sejarah itu sendiri, para
petani dapat mengolah lahan yang khas karena kondisi setiap handil berbeda
(kondisi topografik).
Dalam pene1itian ini, beberapa handil dijadikan sampel. Sampel yang digunakan
sebanyak 40 responden dengan pertimbangan bahwa jumlah itu dapat memenuhi
keragaman usaha produksi. Dari 4 handil yang dipilih di Palingkau, ditentukan 10
wawancara per handil. Handil yang diteliti adalah handil yang paling kaya akan
sejarah pertanian di lokasi tersebut dan yang pertama kali dibuat oleh migran
Banjar.
Kendala Selama Penelitian
Kesulitan yang dihadapi selama penelitian adalah bahwa kebanyakan petani hanya
dapat menggunakan bahasa daerah. Wawancara memerlukan lebih banyak waktu
dan bantuan tetangga yang sangat berharga. Satu dari hambatan peneliti untuk
membaur di desa tradisional adalah karena peneliti menginap di desa transmigran,
sehingga terpaksa haros bolak-balik antara dua desa itu. Oleh karena peneliti tidak
tinggal bersama orang Banjar, informasi tentang cara hidup mereka menjadi sangat
terbatas. Jika peneliti tinggal di daerah tersebut, maka dengan cepat, ia akan
diterima penduduk.
Tidak adanya aktivitas pertanian berkaitan dengan musim kemarau yang
berlangsung dari bulan Mei hingga September. Kaum laki-laki pergi mencari
pekerjaan. Kadang-kadang, sulit ditemukan petani yang bersedia untuk
diwawancarai, dan beberapa di antara mereka, misalnya nelayan, sering tidak ada di
tempat.
Ketidaktepatan data kuantitatif merupakan salah satu kesulitan besar yang dihadapi
dalam penelitian ini. Menemukan data kuantitatif mengenai: produksi, biaya, harga
dan masa penanaman padi dsb memang merupakan pekerjaan yang sulit.
Tampaknya, sumber kesulitan tersebut berasal dari persepsi masyarakat Banjar itu
sendiri mengenai lingkungan. Pendayagunaan lingkungan seperti itu seluruhnya
bergantung pada kondisi iklim dan pasang surut yang berobah se1ama berbulanbulan, berminggu-minggu dan berhari-hari. Tidak ada yang pasti. Semuanya
bergantung pada irama pasang surut.
2
8
Handil ada/ah sa/uran yang dibuat o/eh manusia yang tegak /urus ke sungai. Ke/uarga pionir
tingga/ dan membuka hutan di sepanjang handil.
BAB 1
LINGKUNGAN ALAM DAN MANUSIA
Hab T
L1NGKUNGAN ALAM YANG TIDAK MENDUKUNG
Perubahan Musim yang Mencolok
Palingkau tennasuk daerah iklim tropis-basah. Curah hujan setiap tahun mencapai
1895 mm (diukur selama sepuluh tahun dari 1983 sampai 1993). Pada umumnya,
musim kemarau berlangsung dari bulan Mei hingga bulan Oktober, sedangkan
musim hujan, mulai bulan September hingga akhir bulan April.
Batas kedua musim tersebut sangat tidak jelas. Musim kemarau sering bergeser atau
menjadi panjang. Kondisi itu dapat mengganggu masa panen padi. Jadwal
penanaman padi dapat disesuaikan dengan mulainya musim hujan. Akan tetapi
curah hujan bulanan yang tidak teratur menimbulkan kekeringan pada masa panen.
Curah hujan berpengaruh pada dua hal:
• pennukaan air sungai menjadi lebih tinggi;
.lahan tergenang.
Gambar 1. Diagram Suhu-Curah Hujan
300
Pallngkau (1983 - 1993)
250
50
.....- Suhu (T'C)
45
~
40
Curah huJan (mm)
35
200
30
<::
.~
150
25
.c::
~
o
~
20
100
15
10
50
5
Bulan
Dataran Rendah Pesisir yang Berawa
Lokasi penelitian berada di daerah rawa pasang surut. Area itu merupakan dataran
yang sebagian tergenang dan sebagian tidak tergenang.Kontumya yang selalu
berubah terbentuk dari endapan tiga sungai besar, yakni Kapuas, Barito dan
Kahayan yang aimya berasal dari gunung Schwaner dan Muller.
Daerah dataran rendah pesisir terbagi atas tiga bagian: daerah pasang surut air laut,
daerah berawa (yang menjadi objek penelitian) dan daerah hulu sungai. Gunung
Meratus membentuk sebuah amfiteater yang mengelilingi lekukan yang tidak Iain
adalah teluk yang lama kelamaan tertimbun sendimen yang terbawa oleh tiga
sungai. Lekukan tersebut disebut lembah Barito.
11
Pergantian fase transgresi dan regresi laut pada era Pleistosen menyebabkan
terjadinya endapan sedimen di pesisir pantai pada dataran kontinental yang rendah
yang membentuk aluviallaut dan aluvial sungai yang berasal dari era kuarter yang
sekarang sudah tenggelam.
Bahan yang halus di pesisir pantai merupakan percampuran mineraI liat yang
berasal dari tanah liat yang diubah oleh agradasi di daerah yang airnya merupakan
percampuran antara air laut dan tawar. Dengan demikian, kadar magnesium dan
potasium mempertinggi struktur mineraI liat itu. Selain struktur senyawa, terdapat
mineraI pembentukjaringan barn, seperti pirit. Hutan bakau yang dahulu terdapat di
tepi pantai memudahkan terbawanya sisa-sisa organik yang menghasilkan residu
tumbuh-tumbuhan yang membusuk dalam kondisi hidromorfik. Bahan-bahan
organik itu memudahkan reduksi asam sulfat melalui bakteri dan menghasilkan
belerang dalam bentuk pirit:
Fe203 + 4sol- +
sedimen air faut
SCH20 + Yz O2 ~ 2FeS2 + SHC03 + 4H20
energi bakteri bakteri
pirit
karbonat
Vegetasi pada masa itu menghasilkan bahan-bahan tumbuhan. Penghancuran bahan
oleh oksidasi tidak dapat terjadi di dataran rendah yang seringkali tergenang. Bahan
vegetasi yang tertimbun membentuk gambut topogen. Pembentukan daerah rawa
pesisir menghasilkan dua bahan utama: bahan aluvial mineraI dan bahan organik.
Relief yang Rendah
Rata-rata ketinggian daerah tersebut sekitar sembilan meter di atas permukaan laut.
Namun, relief fisiografi terbentuk akibat proses sedimentasi yang berlangsung
secara terus-menerus. Naiknya air sungai dan air laut secara bergantian membentuk:
• tanah aluvial di dataran tinggi sepanjang sungai besar dan kecil;
• tanah asam sulfat di daerah berawa.
Gambut terakumulasi di daerah antara dua sungai. Ketebalannya bervariasi. Gambut
menjadi banyak jika kondisi hidromorfiknya dominan pada saat pengendapan.
Kondisi bagaimanapun tidak menyebabkan terjadinya penguraian bahan organik.
Penebalan gambut bergantung pada depresi. Pada umumnya, gambut makin
menebal ketika letaknya jauh dari tepi sungai besar dan kecil.
.
Transek menunjukkanjalan yang berkembang secara bertahap dari tanggul ke rawarawa, kemudian ke rawa-rawa bergambut di lekukan. Akan tetapi, karena
kebakaran, dan penggarapan lahan, lapisan gambut tersebut sangat berkurang.
Perbedaan mikrotopografi sebesar beberapa sentimeter saja sangat berarti bila
dilihat dari tingginya air yang menggenangi tanah akibat arus pasang.
Pengaruh Gerakan Pasang Surut
Daerah berawa yang terbentang antara 30 dan 50 km mulai dari tepi pantai dan dari
sungai hingga 5 km di daerah dataran rendah seirama dengan air pasang surut.
Ketika air pasang tinggi, gerakan pasang menghadang air sungai yang permukaan
airnya naik dengan cepat sebelum surut. Palingkau yang terletak di tepi Kapuas
Murung dipengaruhi oleh pasang surut yang dinamis. Batas pengaruh pasang surut
berada di sekitar Muara Dadahup. Di daerah tersebut, air tersedia pula saat pasang.
12
Hab T
Mekanisme Pasang Surut
Frekuensi penyebaran pasang surut mengikuti perputaran bulan. Hari-hari yang
mengalami dua kali pasang berganti dengan hari-hari yang mengalami satu kali
pasang besar. Frekuensi siklus pasang surut berlangsung pada setengah bulan. Hari
yang mengalami sekali pasang besar mulai pada bulan baru dan seminggu
kemudian diikuti oleh hari yang mengalami dua kali pasang kecil.
Gambar 2. Zona yang Dipengaruhi o/eh Pasang Surut
v
A
B
c
D
...- - - - - -......- - - - - -........1 - - - - - - - - +
....f - - - - - - -....
Samua pasang mangganangi
petak sawah. Pananaman
pedi dilakukan dalam kondisi
targenang.
(Sumber: PPM Palingkoui
Hanya pasang lartantu manggenangi patak sawah. Pana·
naman padi dilakukan dalam
kondisi larganang.
Tidak ada pasang sacara
langsung mangganangi pelak
sawah. Namun. curah hujan
dangan bolak baliknya lapisan Iraatik akan mampengaruhi tingkat ganangan air di
pelak sawah.
Patak tidak mamparoleh
pangaruh dari pasang
surul. Padi lidak dapat
ditanam di daarah tersebu!.
Perbedaan Amplitudo
Amplitudo antara tingkat ketinggian air maksimum dan minimum bervariasi selama
sebulan. Tingkat maksimum ketinggian air terjadi pada waktu pasang besar (pada
hari yang hanya mengalami satu kali pasang). Selain itu, amplitudo antara tingkat
ketinggian air maksimum dan minimum bervariasi sepanjang tahun. Amplitudo
menjadi maksimai pada bulan Desember dan Mei.
Zona Pengaruh Pasang Surut
Perbedaan variasi dalam intensitas pasang surut mempengaruhi tersedianya air di
petak sawah. Pengaruh kekuatan pasang surut bervariasi sesuai dengan jaraknya
sungai dan perbandingan topografi antara tingginya air dan tanah.
Dengan demikian, dapat ditentukan tiga zona yang dipengaruhi pasang surut:
• zona A, yang seluruhnya digenangi oleh air pasang surut, baik besar maupun keciI;
• zona B, yang hanya digenangi oleh air pasang yang paling besar;
• zona C, yang tidak secara Iangsung digenangi oleh air pasang yang besar, tetapi
pengaruh air pasang terjadi melalui perembesan dalam tanah;
• zona D, yang tidak mendapat pengaruh air pasang (kedalaman air tanah >50 cm).
Di zona ini air hanya didapatkan dari curah hujan.
Tanah Masam
Jenis Tanah
Jenis tanah yang ada di Palingkau berasai dari berbagai bahan induk, yakni:
• tanah organik hidromorfik yang berasai dari endapan gambut;
• tanah potensiai asam sulfat yang berkembang pada sedimen aluviai mineraI seperti
inseptisoi dan entisol. Hidromorfik yang hampir permanen memperlambat pematangan tanah.
13
Profil Tanah
Profil tanah di dataran rendah memperlihatkan beberapa horizon.
Gambut berwama hitam yang berupa sisa-sisa tumbuhan yang
masih tampak dan akar tanaman (puron, kelekai, pakis, gelam).
Horizon humik berwarna cokelat kehitaman, berstruktur dan
terdiri dari campuran tanah liat serta bahan organik yang dalam
bahasa daerah disebut "tanah hitam".
Horizon liat (aluvial) berwama putih atau kuning, berstruktur
padat, disebut "tanah liat".
Horizon berwama abu-abu kebiru-biruan, banyak mengandung
pirit dan berbau air laut. Petani setempat menyebutnya "tanah
mati" atau "tanah racun".
Kendala Pemanfaatan Tanah Berpotensi Asam sulfat
Drainase yang berlebihan atau pengeringan tanah yang mengandung Plflt
menyebabkan terjadinya keasaman yang tinggi. Asam merusakkan minerai liat dan
membebaskan aluminium yang larut dalam bentuk yang dapat dipertukarkan. pH
asam dapat meracuni padi. Melalui oksidasi dan drainase, sulfur menghasilkan:
.oksida besi minerai berwama kuning dalam bentuk nodul di dalam tanah atau
sebagai penciri di tepi saluran drainase;
FeS2 + 15/40 2 + 7/2H 20
Pirit
---t
Fe (OHh + 2S04 2- + 4H+
goelil
asam suifai
• aluminium sulfat yang mengasami tanah. Jika tanah menjadi kering, alumine
meracuni sejurnlah besar tanaman dan menyebabkan kekurangan fosfor;
• pergerakan ke atas sulfat besi Uarosit) berwama kuning.
FeS2 + 15/4 O 2 + 512 H20 + 4/3 K +
Pirit
---t
1/3 KFe3 (S04) 2(OH)6 + 4/3 S04,2- + 3H+
jarosit
asam sulfat
Tanah yang mengandung jarosit telah berubah menjadi tanah asam sulfat. Biasanya,
pH tanah pada musim kemarau turun di bawah 4.
Jika tanah tergenang lama, pH tanah naik lagi dan risiko keracunan aluminium lebih
sedikit. Sebaliknya, zat besi direduksi dan dalam bentuk keadaan seperti itu dapat
diserap dengan mudah oleh akar tanaman. Akar itu kehilangan kekuatan oksidan
yang disebabkan oleh munculnya sulfur yang berasal dari reduksi sulfat yang larut.
Kelebihan besi dapat menimbulkan penyakit tanaman yang disebut bronzing. Tanah
yang berpotensi asam sulfat sering kali mengalami kekurangan asam fosforik, potas
dan unsur mikro. Kendala utamanya berkaitan dengan kurangnya unsur mineraI.
Gambut Menyebabkan Kendala Mekanik dan Mineral
Dipandang dari kandungan kimiawinya, gambut sering kekurangan unsur hara yang
diperlukan untuk tumbuh-tumbuhan. Oleh karena perrneabilitas yang sangat besar,
gambut dengan cepat mengering di perrnukaannya setelah pembukaan lahan.
Berkurangnya air itu fatal pada tanaman pangan yang umurnnya memiliki sistem
perakaran yang tidak dalam. Ketika air dikeluarkan, gambut mengeras dan berubah
menjadi minerai melalui proses oksidasi. Perrnukaan gambut yang mengering sulit
14
Bab T
diairi kembali melalui kapilaritasnya. Ketika lapisan tersebut menjadi terlalu kering,
teIjadi hidrofobia. Kekeringan permukaan dapat dihindari dengan mempertahankan
permukaan air tanah yang tidak terlalu dalam. Namun, hal tersebut memerlukan
pembuatan sistem tata air (drainaselirigasi) yang baik. Tanaman keras tertentu dapat
ditanam di tanah gambut namun batangnya mudah tumbang karena kurang dapat
mengakar dalam tanah.
Kendala Bio/ogis yang Kuat
Selain kendala alam dan unsur kimia, perlu ditambahkan dua hambatan biologis
yang sering dihadapi, yaitu hama penyakit dan gangguan gulma.
Pemanfaatan tanah bergantung pada kelebihan air. Air tawar dari sungai yang
dipengaruhi oleh gerakan pasang surut digunakan untuk mengairi petak sawah.
Kunci keberhasilannya adalah mempertahankan genangan secara terus menerus
agar dapat menghindari oksidasi dan pengasaman tanah. Genangan itu bergantung
pada pasang surut.
L1NGKUNGAN MANUSIA DI PALINGKAU
Masyarakat Banjar
Penduduk Banjar merupakan keturunan campuran antara penduduk yang datang
dari seberang laut dan penduduk setempat. Penduduk Banjar, pada awalnya
merupakan sekelompok masyarakat kecil yang datang dari kepulauan Indonesia
bagian barat, sebagian dari Sumatra, pada rnilenium pertama. Kelompok yang
datang pertama, bermukirn di daerah Tabalong (lihat peta 2) di kaki gunung
Meratus yang pada waktu itu dikelilingi oleh laut yang tidak begitu dalam. Orang
Melayu tersebut lama kelamaan bercampur dengan penduduk Dayak Maanyan dan
Bukit sehingga membentuk masyarakat Banjar untuk pertama kalinya. Dalam
lingkungan semacam itulah kerajaan Tanjung Pura didirikan di sekitar daerah
Tanjung sekarang ini.
Lama kemudian, kelompok Iain (Arab, Cina, Bugis, yang datang dari pulau
Sulawesi, Sunda dan Jawa) membaur dalam kelompok tersebut. Masyarakat Banjar
yang lahir dari pencampuran bangsa dan suku yang berbeda menggunakan bahasa
yang berdialek Melayu. Di lingkungan itu, terdapat pula beberapa bahasa daerah di
Amuntai, Kandangan, Tanjung dan Kelua.
Teluk yang tertimbun selama berabad-abad mengganggu kehidupan ekonomi dan
seringkali mengacaukan kekuatan politik yang ingin mengatur lalu lintas laut dan
sungai. Perubahan politik secara mendadak dan migrasi yang berlangsung secara
silih berganti yang selalu teIjadi di sebelah selatan kerajaan-kerajaan Kalimantan
Selatan disebabkan oleh adanya endapan pasir. Pemilihan Banjarmasin sebagai
pelabuhan dan kemudian sebagai ibu kota tercapai melalui proses yang panjang.
Persatuan penduduk Banjar terbukti dari perlawanannya terhadap kedatangan
bangsa Portugis di laut Indonesia yang mengancam perdagangan orang Islam di
Asia pada tahun 1526 (Sevin, 1982).
Sejak beberapa abad, penduduk Banjar dihadapkan pada masalah pengendalian air.
Mereka bermigrasi untuk menaklukkan lembah, beradaptasi dengan gerakan pasang
15
surut dan tanah bergambut yang tebal. Selama beberapa waktu, penduduk Banjar
telah melakukan migrasi dari Kalimantan Selatan ke bagian Barat.
Cara pemanfaatan tanah yang dikembangkan oleh penduduk Banjar merupakan
hasil percampuran antara suku pedagang ini yang datang dari seberang laut dan naik
ke hulu untuk berdagang dan masyarakat Dayak yang berasal dari hutan
Kalimantan. Pada masa migrasi itu, orang Banjar selalu tinggal di dekat
perkampungan orang Dayak. Mereka bergabung dengan penduduk setempat sambil
menyebarkan pandangan khas mereka tentang lahan dan cara pemanfaatan tanah
yang dipadukan dengan cara bertani masyarakat setempat.
Sejarah Palingkau: Pertemuan Oua Suku
Migran Banjar di Palingkau berasal dari daerah Hulu Sungai3 yang terletak di
sebelah barat-laut provinsi Kalimantan Selatan. Daerah itu merupakan daerah
pertanian besar kedua di provinsi tersebut, setelah delta Barito yang terbentang dari
daerah Kuala hingga laut Jawa. Mereka datang dari berbagai daerah (Amuntai,
Negara, Kelua, Alabio, Barabai, Kandangan, Banjarmasin (lihat peta 2).
Orang Banjar pertama kali datang pada akhir tahun 1930, narnun secara besarbesaran barn pada awal tahun 1940. Migran Banjar yang pertama, meminta izin
kepada masyarakat kecil Dayak untuk mengembangkan sebagian dari wilayahnya.
Maka, suku Dayak membagi daerah yang luas tersebut. Sejak itu, migrasi berlanjut,
secara bergelombang yang berbeda. Selama enam dasawarsa yang terakhir, terdapat
beberapa ge1ombang.
Peta 2. Daerah Asal Migran Banjar di Palingkau
LAUT
JAWA
.
"-
SlIJlber: Proyek ORSTOM- Transmigrasl. 1985.
3
Hulu Sungai adalah daerah yang terletak di hulu sungai Negara, yang terbentang dari daerah
Margasari sampai Amuntai.
16
Bab T
Lingkungan Manusia di Desa Palingkau
Palingkau merupakan ibu kota kecamatan Kapuas Murung. Kecamatan itu terdiri
atas 10 desa yang berada di sepanjang tepi sungai Kapuas. Palingkau terbagi atas
dua desa yang berpenduduk padat di daerah tersebut: Palingkau Lama dan
Palingkau Baru. Keduanya berada di pusat kegiatan di daerah tersebut dan letaknya
sangat dekat dengan ibu kota kabupaten Kapuas, 25 km dari Palingkau. PeIjalanan
ke ibukota dapat ditempuh 3/4 jam dengan kendaraan umum. Kecamatan Kapuas
Murung yang luasnya hampir 500 km2 berpenduduk 20.000 jiwa pada tahun 1995
dan kepadatan penduduknya rata-rata 40 jiwa per km2• Namun, kepadatan itu tidak
merata antardesa.
Tabe/1. Data Penduduk di Kecamatan Kapuas Murung
li
Palingkau Baro
ri:iiii'iliii')--'nieP8"~
101
1
Tajepan
19
44
(132)
6
15
Palangk:au Baro
.'r'['• 1" ......
....
··,\ .....t--<·.•:...:..:.
~~.
~ ___
-
, . . - _ ~ Ï " ~
Total
Penduduk di Palingkau padat karena wilayah itu merupakan desa pertama di
kecamatan yang didiami oleh migran Banjar. Orang Dayak telah tinggal di tepi
sungai ketika orang Banjar datang. Lambat laun, jumlah penduduk bertambah dan
Palingkau menjadi pusat kegiatan di wilayah tersebut.
Ada dua asal-usul penduduk Palingkau:
• kelompok kecil masyarakat Dayak yang sangat erat persatuannya. Kelompok ini
berasal dari keluarga pendiri Palingkau, yang datang dari sungai Kapuas;
• kelompok besar masyarakat Banjar yang datang dari berbagai daerah di Hulu
Sungai, provinsi Kalimantan Selatan.
Kedua kelompok itu beragama Islam tetapi memiliki karakter yang sangat berbeda.
Hal itu akan dijelaskan kemudian pada pembahasan kegiatan sosial.
Sektor Kegiatan
Sektor kegiatan Palingkau terpusat pada pertanian dan perdagangan. Menurut data
sekunder yang telah dikumpulkan, sektor pertanian mencapai 70-80% dari tenaga
kerja, sementara itu, sektor perdagangan 20%. Sektor-sektor itu terutama dikuasai
penduduk Banjar, yang secara naluriah memiliki bakat di bidang perdagangan.
Namun, sulit untuk mengelompokkan penduduk menurut sektor kegiatan karena
17
para petani ada yang hanya bekeIja di sektor pertanian pada waktu tertentu dalam
setahun, bahkan hanya beberapa jam per hari. Selain bertani, mereka juga bekeIja
sebagai pedagang, pengrajin atau buruh pabrik.
Karateristik dan Kebiasaan Penduduk Palingkau
Masyarakat Dayak
Penduduk Dayak di Palingkau tinggal secara berkelompok, dan menyatakan sebagai
keluarga pionir yang membuka hutan di Palingkau. Banyak di antara mereka
berpendidikan tinggi, menjadi pegawai negeri di Depdikbud dan di berbagai kantor.
Mereka juga petani dan memiliki lahan yang subur di beberapa handil. Cara
pendayagunaan lingkungan saat ini tidak berbeda dengan cara orang Banjar.
Mereka menyerap teknik-teknik bertani orang Banjar. Akan tetapi, dahulu sebelum
kedatangan migran Banjar dari Hulu Sungai, mereka hanya mengenal padi ladang.
Penduduk Dayak lebih suka membangun rumah di sepanjang tepi sungai Kapuas
daripada di sepanjang handil seperti orang Banjar.
Masyarakat Banjar
Penduduk Banjar berasal dari beberapa kota dan desa di provinsi Kalimantan
Selatan. Mereka datang secara bergelombang selama beberapa dasawarsa.
Kelompok pionir ini seringlcali terdiri atas pasangan muda atau anak muda yang
tidak mempunyai tanah atau yang ingin mengembangkan lahannya. Maka, mereka
pergi dan membuka hutan untuk ditanami padi. Hasilnya dibawa ke daerah asalnya.
Lama-lama beberapa di antara mereka tinggal menetap di daerah baro.
Dua pilihan ditawarkan kepada pemuda yang berusia produktif, yaitu tinggal di
rumah keluarga dan membantu orang tua, atau merantau untuk mencari pekeIjaan di
tempat Iain. Jika pemuda yang masih bebas, belum punya istri dan anak, memilih
pergi, ia akan merantau dengan mengunjungi daerah-daerah dan kampung-kampung
untuk mendapatkan pengalaman baro dan mencari nasib yang lebih baik.
Pemuda itu akan menemukan jodohnya yang dijumpai dalam peIjalanan atau di
rumah kenalan lamanya pada waktu ia pulang ke desanya. Oleh karena itu, ia perlu
mencari uang untuk membayar mas kawin kepada orang tua calon istri. Jwn1ah mas
kawin dapat dimusyawarahkan dan bergantung pada kecantikan si gadis. Sekarang,
emas kawin sebesar Rp 2.000.000,00. Begitu menikah, sang suami akan bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. Tujuan utamanya adalah mencari nafkah yang
diperlukan untuk menghidupi keluarga. Jika ia tidak memiliki tanah dan pekeIjaan
tetap, ia dapat tinggal di rumah mertuanya dan membantu pekeIjaan mertua lakilaki. la membantu mertua bekeIja sampai akhimya memperoleh tanah sendiri atau
pekeIjaan yang dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
Berdasarkan cerita yang kurang lebih sama, banyak petani datang dan membuka
lahan pada tahun 1950-1960. Mereka yang datang tanpa memiliki lahan, terlebih
dahulu bekeIja pada petani yang telah datang lebih awal, dan sedikit demi sedikit
mereka membuka lahan dan menikah dengan salah seorang anak majikannya.
18
Bab 1
Peta 3. Fisiografi Kalimantan bagian Tenggara
t
u
1
MAKA5AR
o
30
50
I!
[!]
D
90km
!
Ibukota Propinsi
Oaarah barawa
Katinggian
D
LAUT
JAWA
0-200m
§
ITIIlllI
500 - 1000 m
•
>1000m
~
".
200-S00m
Rangkaian
puncak gunung
Sumber: Proyek ORSTOM-Transmlgrasl, 1985.
Mobilitas pemuda yang merantau dapat menimbulkan teIjadinya pembauran pada
masyarakat dari berbagai daerah aliran sungai di Kalimantan. Selama penelitian
terlihat gejala itu, di satu sisi, berdasarkan perbedaan daerah asal pihak pria dan
wanita dalam satu pasangan, dan di sisi Iain, menurut riwayat hidup beberapa petani
dan pedagang. Ketika masih muda, mereka memperbanyak pengalaman keIja dan
merantau dari satu daerah ke daerah Iain di beberapa provinsi di Kalimantan.
Penduduk di tepi sungai sangat dinamis dan selalu siap mengadu nasib di daerah
Iain. Tidak ada satu pun, baik tempat, waktu, maupun kehidupan yang tidak
berubah.
Karakteristik Keluarga Banjar
Jika keluarga diartikan sebagai kesatuan produksi dan konsumsi, keluarga di
Palingkau merupakan satu satuan kecil. Pada dasamya, satuan konsumsi terbatas
pada satuan produksi. Satuan itu merupakan ke1uarga yang paling dekat: kepala
keluarga, istri, anak dan kadang-kadang salah satu dari orang tua yang menjanda.
Pada satuan tempat tinggal, mungkin terdapat beberapa satuan produksi. Kedua
orang tua, anak-anak yang be1um menikah merupakan satu kesatuan, sedangkan
anak yang telah berkeluarga tetapi belum memiliki rumah sendiri juga merupakan
satu satuan produksi. Pasangan muda yang telah menikah dapat tinggal seatap
dengan orang tuanya dan membantu mereka melakukan berbagai kegiatan:
pertanian, angkutan, perdagangan, kerajinan, anyaman kercut, pekeIj aan rumah
19
tangga dan istrinya yang masih muda mengurus anale. Namun tujuan utama
pasangan muda adalah agar menemukan kebebasan secepatnya untuk mendapatkan
rumah sendiri.
Karakteristik Pemukiman Masyarakat Banjar: Kesatuan Handil
Pada umumnya, pemukiman Banjar terletak di sepanjang saluran utama atau handil
yang dibuat tegak lurus dengan sungai pada waktu pembukaan lahan. Sebenarnya,
penataan pemukiman Banjar itu mengalami beberapa perubahan sejak tahun 1970
dengan terjadinya arus pendudukan dari handil ke sepanjang sungai Kapuas
Murung.
Dahulu kebanyakan penduduk Banjar Palingkau tinggal di sepanjang handil di
lahan pertanian. Setiap handil merupakan satu perkampungan yang memiliki mesjid
dan pusat perdagangan kecil. Hingga sekarang perkampungan seperti itu masih ada,
meskipun kebanyakan penduduk Banjar Palingkau pindah di dekat sungai. Di
Palingkau, setiap handil merupakan satu satuan. Setiap handil didiami oleh
beberapa kelompok sosial tertentu yang terdiri atas beberapa keluarga yang lamalama menjadi satu keluarga besar. Handil juga mempunyai ciri khas dalam hal
tanah pertanian, penanaman dan sejarah pengembangannya.
Selain itu, ada hal yang mengherankan, yakni bahwa orang di suatu handil tidak
mengetahui apa yang terjadi pada handil tetangga. Banyak informasi masuk, tetapi
untuk mengetahui isu yang beredar kalangan tetangga. Orang hanya menduga-duga
dan tidak mengetahui dengan pasti. Tampaknya, orang tidak leluasa melewati batas
handil, kecuali ada yang menikah dan salah satu dari pasangan pindah ke handil
pasangannya (seringkali itu terjadi pada pria).
Namun, penyekatan antar handil bersifat tidak mutlak dan makin berkurang selama
tiga dasawarsa terakhir. Maka, dengan berkembangnya alat perhubungan, berbagai
kegiatan, dan produksi barang niaga, kegiatan berpusat di sepanjang tepi sungai
Kapuas Murung, daerah pinggiran sungai yang telah menjadi pemukiman untuk
berbagai handil. Namun, daerah yang dibagi per handil dan per kegiatan terdapat di
Palingkau. Desanya terdiri atas beberapa perkampungan: pegawai negeri, petani
dari handil Lasar, Papuyu, keluarga Dayak, pedagang dan sebagainya.
Warisan
Masyarakat Banjar mengenal hukum Islam yang mengatur pembagian warisan,
yaitu: 2h kekayaan ke1uarga jatuh pada pria dan \h pada wanita. Namun, se1ama
penelitian, tidak ditemukan warisan yang terpecah-pecah pada keluarga besar
Banjar. Hal itu dapat dijelaskan karena pertanian di Palingkau masih baru dan
melalui kebiasaan mewariskan tanah kepada anak yang selalu membantu orang tua.
Anak-anak yang Iain meninggalkan rumah orang tuanya dan membangun rumahnya
sendiri, dengan atau tanpa bantuan mertuanya. Mewariskan harta kepada anak
merupakan kebiasaan yang sering dilakukan. Beberapa keluarga mewariskan uang
kepada anak yang telah berkeluarga dan satu deret pohon rambutan kepada anak
yang masih lajang.
Pewarisan sawah dapat dilakukan dengan atau tanpa deretan pohon rambutan yang
membatasi sawah. Pewarisan kebun campur dapat dilakukan secara utuh: anak-anak
berbagi hasil penjualan buah-buahan dari kebun. Oleh karena nilainya tidak sama
dan pengaturannya yang tidak tertib, kebun tersebut tidak dapat dibagi secara adil.
20
Bab 1
Tampa1mya, penting untuk diungkapkan sesuatu yang khas yang seringkali diamati:
para·pemuda lajang berangkat mencari pekerjaan yang menguntungkan kerap kali
jauh dari kampungnya. Ketika mereka telah menemukan jodohnya, mereka sering
menetap di daerah itu, sekaligus "mengawini tanah" keluarga wanita. Terlihat
bahwa mobilitas pria di masa mudanya, jauh lebih tinggi daripada para wanîta.
Pembagian Lingkungan A/am
Berdasarkan deskripsi lingkungan alam dan manusia, zona agroekologi (Iihat peta
5) dapat dibedakan atas:
• pemukiman;
.lahan pertanian, sawah dan kebun;
.lingkungan alam, sungai dan hutan.
21
Peta 4. Citra Satelit Spot Daerah Palingkau
33
66
99
133
188
199 233 288
289 333 389 399 t33
te8
t99 533
686 599 833 888 899
133 768
799
~
~
'"
.,.,
Co>
...
.
'"
.
1:l
0>
<D
<D
~
'"
0>
'"
en
~
33
66
99
133
166
199 233 266
299 333 366 399 t33
466
499 533
566 599
633 666 699
733 166
199
Peta 5. Kawasan Agroek%gi
t
(;,
(;,
(;,
(;,
(;,
(;,
(;,
(;,
(;,
(;,
(;,
(;,
(;,
(;,
(;,
(;, (;,
(;,
(;,
(;,
(;, (;,
(;,
(;,
(;,
(;,
(;,
(;,
0
2km
L--........J
(;,
(;,
Keterangan :
(;,
(;,
(;,
1
(;,
(;,
(;,
(;, (;,
(;,
u
(;,
-
Jalsn
y--
Sungai
~
~
Hutan
Perkebunan
~ Sawah
[jJ[]]]]]
Lahan tidur
•
Pemukiman
BAB Il
LINGKUNGAN YANG PENUH KENDALA
Bill> II
PENGELOLMN HUTAN DAN AIR OLEH MASYARAKAT BANJAR
Dua Gelombang Pendudukan, Dua Gara Pengembangan
Lingkungan
Getombang pertama: orang Dayak yang berasat dari sungai Kapuas
Orang Dayak merupakan penduduk pertama wilayah Palingkau. Sebelum tahun
1920, masyarakat kecil Dayak-Kapuas, telah mulai mengelola wilayah hutan
berawa. Mereka berladang dengan cara wanabera pada lahan tebas bakar. Setelah
membuka tanah pematang yang tepatnya terletak di sepanjang tanggul sungai kecil
dan sungai besar di daerah pedalaman, mereka menanam padi ladang selama tiga
tahun. Sesudah gangguan gulma terlalu berat, lahannya diberakan sehingga mereka
haros membuka tanah pematang baro.
Selanjutnya, mereka dapat kembali lagi ke lahan yang telah dibiarkan selama 5
hingga 10 tahun. Di ladang tersebut, mereka menanam buah-buahan, seperti durian,
rambutan, kecapi, dan tanaman tahunan Iain seperti karet dan rotan. Proporsi hutan
yang dibuka dan dikelola oleh orang Dayak masih kecil. Dari sebagian besar
wilayah berawa berupa hutan, hanya wilayah yang tidak tergenang air saja yang
dipilih.
Getombang kedua: Masyarakat Banjar dari Hutu Sungai
Beberapa penduduk yang berasal dari provinsi Kalimantan Selatan datang untuk
menetap di Palingkau mulai awal tahun 1940. Mereka bermaksud bersembunyi di
hutan untuk menjauhi orang Jepang yang datang di Indonesia tahun 1942.
Demikianlah masyarakat Banjar "pelarian" itu menggali handil pertama di
Palingkau.
Setelah Indonesia merdeka, penduduk Kalimantan bebas berpindah-pindah tempat
sesuai dengan keinginannya dan berproduksi untuk kepentingan sendiri. Mereka
mulai mengolah lahan baro. Beberapa di antara mereka membuka hutan di
Palingkau. Arus datangnya penduduk dari kabupaten Hulu Sungai telah berlangsung sejak tahun '50-an. Mereka berdatangan setelah mengetahui bahwa ada lahan
subur yang dapat dijangkau dalam waktu beberapa hari dengan sampan dari tempat
tinggal mereka. Maka, lahan pertanian dipadati penduduk dengan cepat. Para
"perantau", selanjutnya pergi ke Kalimantan Tengah dengan tujuan memperoleh
lahan pertanian.
Jadi, tujuan pemuda yang datang ke Palingkau adalah menemukan lahan dengan
karakteristik sebagai berikut:
.lahan yang masih "perawan". Di lahan tersebut, mereka dapat menanam padi;
• sungai yang banyak ikannya supaya mereka dapat menangkap ikan yang
merupakan satu-satunya sumber protein, untuk keperluan sehari-hari;
• dekat dengan sungai besar, supaya mereka dapat berlalu lalang dengan mudah dan
mengekploitasi sumber alam seperti kayu atau ikan.
Masyarakat Banjar yang datang se1ama tahun '40-an, mengubah teknik pertanian
orang Dayak dan memperluas wilayah pertanian. Mereka menunjukkan kepiawaiannya dalam memanfaatkan lahan berawa kepada orang Dayak. Kemudian,
orang Dayak belajar menanam padi sawah di lahan yang tergenang air, dengan
25
menggunakan pola pasang surut yang tidak memerlukan penyiangan. Dengan
teknik tersebut, petani dapat menanam padi pada lahan yang sama selama lebih dari
satu dasawarsa secara berkesinambungan.
Dengan dernikian, sebagian besar hutan berawa di wilayah Palingkau telah dibudidayakan dan "diubah" menjadi lahan sawah. Mulai ak.hir tahun '50-an dan dalam
kurun waktu tahun '60-an, kabupaten Kapuas Murung mendapatjulukan "lumbung
padi" Kalimantan Tengah.
Dasar Pemanfaatan Lahan a/eh Masyarakat Banjar
Alat Pertanian yang Sesuai dengan Pengolahan Tanah Berawa
Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan tajak, sebuah alat yang dapat
digunakan untuk pengolahan ringan dan terbatas pada permukaan tanah. Alat itu
sesuai dengan kondisi tanah berawa (lihat gambar 3). Tajak merupakan alat khas
masyarakat Banjar. Alat tersebut dibuat oleh pandai besi di Nagara, kota asal dari
sebagian penduduk Palingkau yang sekarang ini. Mereka mernbawa peralatan dan
menerapkan tekniknya. Kondisi alam di Nagara sebenarnya sama dengan kondisi
alam di Palingkau. Kota tersebut terletak di tepi sungai Barito di wilayah berawa.
Gambar 3. Pera/atan yang Digunakan a/eh Masyarakat Banjar
----;0
...---{ 2
Keterangan:
1. Tajakbulan
2. Tajak surung
26
3. TatuJah
4. Ranggamau (anl·anl)
BabIl
Gambar 4. Selundak
~".----.
•
V"'
h
o·
,
~
•• ~
Penyempumaan Sistem lrigasi-Drainase
Handil merupakan saluran primer yang dibuat tegak lurus dengan sungai besar.
Handil tersebut dibangun mulai dari cabang sungai yang ada, digali dan
diperpanjang menuju pada bagian dalam lahan sepanjang beberapa kilometer (4
hingga 10 km). Para nelayan berperan sebagai "penjelajah" dan menentukan lokasi
tempat dibuatnya handil. Sambil mencari ikan, mereka menjelajahi sejumlah
cabang sungai untuk menempatkan jaring. Kemudian, mereka membuka lahan kecil
(beberapa meter persegi) dan mencoba menanam padi pada lahan tersebut untuk
"menguji kesuburan tanah".
Gambar 5. Penggalian Handil
Sungal kecll
+
r
Handll, saJuran utama yang digall oleh sekelompok orang
1
+
Penggalian handil dilakukan secara manual dengan alat yang disebut oleh
masyarakat Banjar selundak (Iihat gambar 4). Alat itu sejenis sekop yang diberi
pegangan dan berukuran 45 cm. Kedalaman saluran tersebut mencapai dua kali
27
panjang selundak, yaitu hampir satu meter. Saluran yang baro digali itu, lebamya
dua meter, ukuran tersebut cuIrup untuk lalu lintas perahu. Namun, dalam kurun
waktu beberapa tahun, tanggul-tanggul tersebut hancur oleh hempasan ombak yang
ditimbulkan oleh lalu lintas perahu dan pasang surut. Jadi, tanggul-tanggul itu lama
kelamaan ambrol sedikit demi sedikit, mengendap di dasar sungai dalam bentuk
lumpur.
Gambar 6. Parit
~5m
Il
r
p"HII
Il
Handil mempunyai tiga fungsi:
• sebagai saluran drainase. Saluran ini membuang air rawa yang sangat masam
dari lahan yang baro dibuka. Selain itu, handil ini juga berfungsi untuk membuang
kelebihan air yang ada di lahan selama beberapa bulan pada musim hujan (bulan
Desember, Januari);
• sebagai saluran irigasi. Dalam hal ini, handil sebagai saluran yang mengalirkan
air tawar yang didorong oleh air pasang menuju ke sebagian lahan. Akan tetapi,
perlu dicatat bahwa sistem irigasi yang dikembangkan terbatas karena masalah
topografi ataujarak tertentu lahan dengan tepi sungai;
• sebagai jalur komunikasi. Saluran tersebut dapat digunakan sebagai sarana
transportasi perahu dayung dan perahu motor bagi penduduk dan mengangkut
hasil produksi. Jalan yang dibangun di sepanjang saluran ini juga memungkinkan
aros perjalanan dan angkutan.
Selain handil yang baro saja dijelaskan di atas, masih ada jenis saluran Iain yang
digunakan dalam sistem irigasi drainase yaitu parit. Parit adalah saluran sekunder
yang dibuat secara perorangan oleh pemilik lahan dan dibuat tegak lurus pada
saluran utama. Di setiap 30 depa atau lebih, terdapat satu parit. Pada saat
pembuatannya, lebar parit kira-kira satu meter dan kedalamannya 50 cm. Parit
terutama berfungsi sebagai drainase sekaligus sebagai irigasi. Seperti halnya handil,
parit juga digunakan sebagai sarana transportasi atau untuk mengangkut hasil
produksi.
Pengendalian air dilakukan dengan cara meletakkan pintu-pintu air yang disebut
tabat pada handil dan parit. Fungsi pintu itu adalah menahan air pasang dalam
saluran. Pembuatannya dilakukan secara gotong royong pada bulan DesemberJanuari. Mereka membuat pematang yang terbuat dari campuran tanah, rumput,
serabut kelapa yang mereka timbun di antara dua lajur gelondongan kayu galam
yang disilangkan oleh tulang daun besar pohon palem. Jadi air yang terkumpul
28
Bllb Il
dalam saluran itu dapat bertahan dan tersebar dalam petak-petak padi. Di sepanjang
handil, terdapat beberapa tabat sesuai dengan panjang handil. Tabat-tabat itu
dirusak apabila tidak diperluk:an lagi sebagai penampung air untuk mengairi sawah,
pada bulan Mei-Juni.
Gambar 7. Pengaturan Handil
D- m..' '
par~:
± 200 depa
-
.~
""
t::
-
BB .-
;:,
CI)
J
-
! 200 '"P"
30 '"P'
hBndil
petak: ± 200 depa x 30 depa
batas antara dua petak
petak: ± 200 depa x 30 depa
hBndi/
yw
Pembukaan Hutan Berawa
Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, masyarakat Banjar telah beberapa kali
melakukan pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan. Pembuk:aan
lahan baru dimaksudkan untuk menciptakan, memperbaharui, atau menambah
pemilikan tanah.
Pembukaan lahan baru selalu dilakukan serentak. Dengan cara tersebut, kerusakan
yang disebabkan oleh hama dan penyakit di lingkungan baru dapat ditanggung
bersama. Di samping itu, cara tersebut juga mernungkinkan efisiensi kegotongroyongan dalam pernbuatan handil dan pembuk:aan hutan. Jadi, petani merasa lebih
aman jika letak lahan mereka berdekatan dengan lahan petani Iain. Oleh karena itu,
handil yang dibuat letaknya dekat dengan desa yang telah ada sebelumnya (dalam
hal ini di Palingkau) atau dekat dengan Unit Pernukiman Transmigrasi (seperti di
Terusan).
Penentuan Iahan baru dipiIih oleh para nelayan atau pedagang. Sebenarnya, para
pedagang itu melewati sungai untuk melakukan dagang dengan penduduk: yang
berada di wilayah pedalaman (pertuk:aran makanan dan pakaian dengan kayu atau
logam mulia), sedangkan nelayan melokalisasi lahan subur.
Kepala Padang membagi lahan yang dibuka menjadi beberapa jatah kira-kira seluas
dua hektare, di sepanjang handil. Kemudian, ia menyerahkan lahan usaha kepada
masing-masing kepala keluarga, sesuai dengan kemampuan kerja mereka. Setelah
lahan dibayar oleh kepala keluarga, Kepala Padang memberikan surat yang
menyatakan bahwa ia adalah pernilik lahan tersebut.
Pembukaan hutan merupakan pekerjaan yang berat karena hutan di wilayah
pinggiran sungai Kapuas Murung masih berupa rimba, ditumbuhi beberapa jenis
pohon besar seperti: meranti, tumi, keruing, balangiran, juga galam yang berada di
pedalaman hutan.
29
Setiap keluarga melakukan pembukaan hutan secara perorangan dan sesuai dengan
keinginan pribadi. Untuk membuka dan menanam padi pada lahan seluas
0,5 hektare, tiap keluarga memerlukan waktu kurang lebih satu tahun. Dengan
demikian, pada urnurnnya, kepala keluarga membuka lahan secara bertahap. Mereka
melakukan petjalanan bolak balik dari desa asal tempat tinggal tetap mereka, ke
lahan barunya. Beberapa keluarga handil mulai tinggal menetap dan melakukan
beberapa kegiatan: membuka lahan, menangkap ikan untuk kebutuhan sehari-hari,
ketja sampingan seperti berdagang kecil-kecilan, buruh tani harian dan sebagainya.
Gambar 8. Pembangunan Jalan Tani
pembangunan jalan tani
jalan lani
i
l
*
E
2m - - - - +
•
Kegiatan tebas bakar, pada urnurnnya dilakukan antara bulan April dan Oktober.
Kegiatan itu dimulai dengan penebangan pohon, kemudian pembabatan rumput dan
semak belukar. Semuanya itu dibiarkan kering di lahan mereka selama satu
setengah hingga dua bulan sebelurn dikurnpulkan dan dibakar. Orang yang
membuka hutan itu pada urnurnnya menunggu masa akhir panen padi dari ladangladang di dekatnya untuk dibakar per petak. Selanjutnya, pohon-pohon besar yang
tidak seluruhnya menjadi abu, dikurnpulkan kemudian dibakar lagi. Apabila
semuanya "sudah terbakar habis" dan ketika hujan pertama turun, para pembuka
lahan menaburkan benih padi secara langsung dengan menggunakan tugal, bahkan
tanpa mengolah tanah.
Gambar 9. Pembagian Petak Lahan
pari!
•
0)
.
I~·.
c::
::>
....
::>
~
,
<Il
'":>
- pe!ak: ± 200 depa x 30 depa
., +- jalan !anl
Q.
_hancii/
'"
l<:
'"
0)
c::
.:1.
l"
::>
'"
li)
l-
II" .'
.
"
,'j,
r~•
.:':
1r1':.~ -
pe!ak: ± 200 depa x 30 depa
't
yw
30
Bllb Il
Seteiah menempati Iahannya, satu keIuarga membangun pondok. Pondok itu
berbentuk rumah panggung kecil, Iuasnya sekitar 10m2, dibuat dari kayu gaiam dan
dilengkapi dengan atap daun sagu. Rumah itu digunakan untuk tempat tinggai
keIuarga dan terutama kepala keIuarga seiama masa sibuk daiam usaha tani
(penanaman dan panen). Pondok itu sering dibangun di dekat handil, pada jaian
masuk menuju ke Iahan.
Seteiah dua atau tiga tahun panen, jika ke1uarga ingin menempati Iahannya,
keIuarga tersebut dapat membangun sebuah rumah di sana. Ukurannya Iebih besar,
Iuasnya sekitar 40 m2, dan Iebih nyaman karena dibuat dari kayu dengan mutu yang
Iebih baik. Rumah itu dibangun pada jarak 10 atau 20 meter dari handil supaya
tersisa tempat untuk kebun kecil. Kebun itu dapat digunakan untuk tempat
pengumpuian dan pengeringan hasil panen
Di sekitar rumah itu, ke1uarga menanam berbagai jenis pohon buah-buahan (pohon
keiapa, pisang, kopi, mangga, kecapi dan sebagainya), yang dirnaksudkan untuk
dikonsumsi sendiri. Di seke1iling petak itu, di atas gundukan tanah yang dibuat dari
campuran gambut, rumput kering dan tanah, ditanami sayuran, pohon pisang, dan
mangga. Sawahnya terdapat di beiakang rumah.
Gambar 10. Skema Tipe bagian yang Ditempati, Sepanjang Handil
pematang
_Jalantanl
Persepsi Ruang: di antara Dataran Tinggi dan Dataran Rendah
Seteiah pembukaan sawah, petani menanam padi di se1uruh petaknya. Dari hasii
pengamatan genangan sawah antara pasang dan surut, terutama pada musim hujan,
petani dapat membedakan bagian-bagian petak sawahnya untuk diaiokasikan sesuai
dengan keperIuan yang berbeda-beda.
Tingginya genangan berbeda-beda sesuai dengan:
•jarak petak dengan handil. Petak-petak yang jauh dari handil tidak tergenangi oieh
air pasang, tetapi terkena naiknya air tanah;
• topografi. Perbedaan topografi hanya beberapa sentimeter saja, mengubah
genangan daiam petak sawah secara Iuas.
Untuk menentukan tingginya genangan air dalam petak sawah, petani meiakukan
identifikasi pertama, tepatnya seteiah pembabatan dan sebe1um diairi: ia berjongkok
31
dan mengamati sedekat mungkin dengan permukaan tanah dan berupaya mengetahui perbedaan topografinya.
Rasil identifikasi pertamanya dikonfmnasikan dengan keadaan air dalam petak
sawah ketika pasang naik. Dengan demikian, ia dapat menentukan beberapa jenis
lahan:
.lahan yang tidak pemah digenangi air. Tempat itu tidak dapat ditanami padi.
Lahan tersebut disebut tanah pematang;
.lahan yang sedikit digenangi air. Lahan tersebut dapat ditanami padi tetapi
hasilnya kurang begitu baik. Lahan itu disebut tanah tinggi;
.lahan yang digenangi air tetapi tidak terlalu tinggi atau pun rendah. Lahan ini baik
untuk ditanami padi dan disebut tanah sedang;
.lahan rendah yang aimya terlalu dalam, sulit ditanami padi. Lahan ini disebut
tanah rendah.
Berdasarkan observasi itu, petani dapat memilih lahannya yang terbaik untuk
penanaman:
• tanah tinggi, yang pada umumnya berada di pinggiran tanggul (endapan aluvial
dari sungai) digunakan untuk perkebunan;
• berbagai varietas padi lokal dapat digunakan sesuai dengan tingkat genangan air
yang berbeda-beda;
• tanah rendah digunakan untuk penanaman puron.
Dengan demikian, orang dapat menentukan pemetakan lahan sesual dengan
kebutuhan seperti terlihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 11. Tingkat Penggenangan pada Petak Sawah
Pengamatan
palan1
C""
Penggenangan pada pelak
saat pasang turun
~
'1--.lW.lll.llJ.Llllllll.llJll
~
\~~
,.:
,,
Tanah pematang
Tanah sedang
Tanah ra ndah
Tanah tinggi
Kebun letak rumah
Padi sawah
Puron
Padigogo
,,,
,
1
Persepsi tentang ruang cara transek tersebut dapat dikembangkan pada handil dan
bahkan sesuai dengan ruang pada umumnya. Lingkungan atau ruang terbagi atas
tanah pertanian dan tempat usaha. Tanah tinggi merupakan tempat untuk kebun,
tanah rendah untuk persawahan sedangkan lingkungan alam (hutan dan sungai)
tampak berbeda dari lahan pertanian.
Penggambaran lingkungan dan wilayah oleh masyarakat Banjar itu agak aneh bagi
orang luar. Untuk mengukur letak dan posisi tanah, masyarakat Banjar melihat
permukaan air sebagai titik nol. Menurut mereka, bukan aimya yang naik atau
turun, tetapi tanahnya yang tinggi atau rendah. Masyarakat Banjar datang dari laut,
kemudian me1ayari hulu sungai. 01eh karena itu yang menjadi patokan adalah
permukaan air laut.
32
Bllb Il
Berdasarkan observasi itu, dapat disimpulkan bahwa cara pengembangan lingkungan bergantung pada dua unsur mendasar yaitu topografi dan batas pasang
surut.
PEMANFAATAN L1NGKUNGAN: ADAPTAS1ATAU BUATAN?
Persawahan: pengendalian atau adaptasi?
Persiapan Lahan Sawah
Tanah tanpa tunggul pohon diolah dengan tajak, yaitu alat khas masyarakat Banjar
yang sesuai dengan tanah yang datar dan basah. Tajak digunakan untuk memotong
rumput hingga keakar-akarnya seperti untuk "mengupas" bagian lapisan atas tanah.
Gerakan tajak ke arah lahan membalik bongkahan tanah yang berumput. PekeIjaan
itu lebih mudahjika dilakukan pada tanah yang basah dan lebih-lebih tergenang air.
Mengoperasikan tajak merupakan pekeIjaan fisik yang memerlukan pengalaman
tertentu.
Setelah tanah selesai ditajak, petani masih harus mengolah rumput yang telah
dipotong-potong. Jadi terdapat dua alternatif yang mempengaruhi pengolahan
kesuburan tanah:
• rumput-rumput dapat dibiarkan membusuk di petak sawah. Hal itu disebut sistem
arnbur yaitu sistem yang memungkinkan regenerasi bahan organik. Rumputrumput itu dikumpulkan dalarn bentuk guludan teratur yang diletakkan di petak
sawah. Setelah dua rninggu digenangi air, rumput-rumput dibalik supaya membusuk secara bersamaan. Setelah terurai, rumput-rumput itu dipotong-potong lagi
kemudian disebar. Metode itu hanya mungkin diterapkanjika ketinggian air tetap.
Sebenarnya lapisan air yang terlalu tipis dapat mengganggu tanarnan padi karena
adanya rumput yang terurai tersebut. Sebaliknya, terlalu banyak air dapat
menghilangkan manfaat rumput yang telah terurai karena aliran air tersebut dapat
menghanyutkannya ketika air pasang;
• rumput-rumput diletakkan di atas gundukan tanah. Hal itu disebut sistem angkot
Sistem ini membutuhkan pekeIjaan lebih jika dibandingkan dengan arnbur.
Rumput-rumput dibiarkan terurai di atas gundukan tanah atau dikeringkan
kemudian dibakar. Jadi kompos atau abu yang diperoleh digunakan sebagai pupuk
untuk tanaman sayuran yang ditanam pada gundukan tanah. Perlu dicatat bahwa
sistem kedua itu memerlukan pupuk yang digunakan di sawah untuk mengimbangi
hilangnya bahan organik.
Sistem pengolahan bahan organik yang terkandung dalam gulma menimbulkan
masalah dalam hal mempertahankan kesuburan tanah dan juga lamanya penanaman
padi secara berkesinambungan.
Metode Budi Daya yang Khas: Pemindahan Bibit Tanaman
Masyarakat Banjar menyempumakan teknik yang disesuaikan dengan perubahan
genangan air secara mendadak (Iihat gambar 12).
Beberapa Varietas
Pola tradisional yang dijelaskan di sini, menggunakan varietas padi lokal yang
benar-benar disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Varietas padi itu dipilih
33
berdasarkan tingginya batang pohon dan lamanya siklus tanaman. Varietas itu harns
sesuai dengan kondisi tiap petak sawah:
• tingginya harns cukup supaya tangkai padi tidak tergenang;
• masa anakan yang lama memungkinkan pelipatgandaan pemindahan bibit tanaman
dan menjadikan siklus hidup tanaman mencapai 10 bulan. Jadi, siklus fisiologis
padi berkaitan dengan musim hujan, mulai bulan Oktober hingga April.
Gambar 12. Penanaman Padi Loka/; Catatn Curah Hujan dan Ketinggian Air Pasang
Curah hujan
Ketinggian
bulanan
airpasang
(cm)
(mm)
350
350
S : Penyemaian: 30 sampai 45 hari
R 1 Tanam pertama: 70 sampai 85 hari
300
300
R2 : Tanam akhir: 4 bulan kira-kira 120 hari
200
200
100
100
10
11
12
13
1
1
4
Bulan
6
7
8
9
1
1
(5"mber: Departemen PerttmiulI, 1996j
Varietas-varietas pertama yang ditanam yaitu jenis Gedabung dan Adil. Kemudian
jenis Iain diperkenalkan oleh para pendatang. Barn-barn ini, varietas yang diperkenalkan ialah Siam Vnus (bentuk biji), Siam Pahit, Pendak ...
Varietas Pendak, dengan siklus lebih lama yaitu hampir satu bulan jika dibanding
dengan siklus rata-rata menghasilkan panen yang baik, tetapi lebih peka terhadap
kekeringan yang teIjadi lebih awal dan tidak dapat tahan dalam kondisi topografi
yang terlalu rendah.
Varietas Adil mernpakan varietas yang tahan terhadap perbedaan tingkat air.
Varietas ini memberikan hasil panen yang teratur. Masa berbunga diperlukan waktu
lima bulan setelah penanaman terakhir. Namun harga jual varietas ini tidak begitu
tinggi.
Varietas Siam mernpakan varietas yang paling enak rasanya dan terntama harga
jualnya paling mahal (Rp 16.000,OO/kaleng). Sayangnya, varietas ini tidak begitu
tahan di musim kemarau, (banyak biji yang gabuk). Varietas ini akan berbunga
34
Bllb Il
empat bulan setelah penanaman terakhir. Keunggulan varietas ini adalah bijinya
yang mudah rontok, sehingga banyak disukai dari segi tekniknya.
Banyak petani yang menggabungkan beberapa varietas padi. Cara itu dapat
dilakukan untuk menganekaragamkan produk dan dengan demikian, dapat mengurangi risiko atau untuk mengadaptasikan dengan lebih baik varietas pada berbagai
kondisi petak sawah. Beberapa petani menyemai ketan. Ketan tersebut dijual
dengan harga Rp 20.000,00/kaleng.
Petani memakai varietas dengan siklus yang berbeda-beda: Berat atau Ringan,
supaya waktu tanam lebih lama. Jenis berat berbeda denganjenis ringan. Perbedaan
itu dilihat dari masa banyaknya muncul anakan sebelum berbunga. Jenis ringan
memerlukan waktu 1,5 bulan sedangkanjenis berat 2,5 bulan. Siklus keduajenis itu
berlangsung pada saat yang berbeda dan disemai secara terpisah. Penanaman
terakhir kedua jenis tersebut diberi selang waktu supaya waktu tanam lebih lama. Di
sisi Iain, penggeseran waktu tersebut memungkinkan suatu penyesuaian akhir dari
siklus kedua jenis tersebut mulai dari berbunga hingga panen. Cara ini dapat
mengurangi gangguan hama tikus.
Penyemaian: Penyemaian dilakukan dengan tugal di atas pematang yang basah
tetapi tidak digenangi air secara terus menerus. Sistem pemindahan memungkinkan
penghematan bibit tanaman: untuk satu hektare lahan hanya diperlukan gabah 15kg.
Penyemaian dilakukan pada jarak 5-10 cm dengan menggunakan tugal yang
ujungnya tidak runcing untuk meletakkan gabah yang dimasukkan dalam Iubang di
tanah. Bibit-bibit itu dibiarkan tumbuh sampai tingginya meiebihi permukaan air
dalam petak yaitu Iebih tinggi dari 20 cm. Hal itu memerlukan waktu kira-kira satu
bulan.
Kondisi Iingkungan yang terlalu kering dapat menghalangi pertumbuhan bibit.
Dalam hal ini, masyarakat Banjar menggunakan teknik yang khas. Jika sampai
20 hari, tanaman masih pendek (kerdil) meskipun sudah ditambah pupuk, tanaman
itu dipindahkan dalam petak yang basah di kaki guludan tanah. Di tempat itu,
tanaman dibiarkan sampai tinggi batangnya meiebihi permukaan air.
Lacak (pemindahan padi pertama). Penanaman pertama dilakukan kira-kira satu
bulan setelah penyernaian. Proses itu memerlukan kondisi khusus dalam petak:
genangan air setinggi antara 10 dan 20 cm. Untuk itu, para petani sepakat untuk
membangun sebuah tabat pada handil untuk mengatur tingginya permukaan air.
Pada umumnya, cara itu dilakukan pada bulan Desember ketika curah hujan tinggi
dan selisih antara pasang naik dan pasang surut besar.
Tabat berfungsi untuk menampung air. Maka, tanaman padi ditanam di Iahan seluas
1/5 dari area persawahan yang tergenang air. Petani membagi ikatan persemaian
menjadi tujuh, yang terdiri atas tiga atau empat batang. Jarak antara dua tanaman
umumnya 40 cm supaya tersisa tempat yang cukup bagi tanaman untuk peranakan.
Setelah proses penanaman pertama, tanaman padi mengalami beberapa perubahan
secara morfologis:
• tanaman terus tumbuh. Salah satu ciri tanaman padi lokai adalah tinggi batang
sesuai dengan tinggi air. Hal ini teramati bahwa dalam kondisi topografi yang
relatif rendah artinya airnya dalam, batang tanaman padi lebih tinggi;
.tanaman padi berada pada stadium pelipatgandaan anakan. Menjelang 2,5 buIan,
sebuah rumpun bibit dapat mengandung 30 hingga 40 batangjika diberi pupuk.
35
Jika kelebihan, bibitnya dapat dijual kepada petani Iain yang kekurangan bibit. Fase
tersebut berlangsung kira-kira selama 2,5 bulan yaitu sampai akar tanaman padi
cukup kuat menyangga tanaman.
Tanaro (pemindahan terakhir). Proses penanaman terakhir tidak boleh tidak harus
selesai pada bulan April supaya masa peranakan terjadi selama petak sawah masih
digenangi air. Keterlambatan penanaman padi akan menghasilkan sedikit anakan
dan produksinya akan lebih sedikit pula. Para petani menyesuaikan cara mereka
pada lahan yang tidak rata. Pengolahan tanah tidak terlalu berat dan sebagian besar
petak sawah tidak benar-benar rata. Ada tanah yang lebih tinggi dan lebih rendah.
Tanah yang tinggi ditanami terlebih dahulu. Tanaman padi haros mempunyai cukup
waktu untuk berkembangbiak supaya dapat menekan pertumbuhan gulma ketika
tanah tidak tergenang air.
Pemindahan bibit yang berulang kali memungkinkan terhambatnya masa peranakan
yang membutuhkan persyaratan air tertentu hampir selama musim hujan. Hal itu
merupakan semacam peningkatan mutu. Pada tanah yang tinggi misalnya, jumlah
penanarnan dapat dikurangi dengan menghilangan tahap "lacak". Namun, hal ini
berakibat langsung pada produksi: butir padi tidak begitu banyak dan lebih kecil.
Memang, besarnya daya tahan hidup tanaman padi yang berasal dari anakan,
menghabiskan unsur yang terkandung dalam tanah. Maka, tanaman ini tidak dapat
lagi menyalurkan unsur-unsur yang diperlukan untuk berbunga dan berbuah. Akibat
Iain dari pengurangan jumlah pemindahan tanaman itu adalah pemendekan siklus
hidup tanaman padi yang secara langsung menimbulkan gangguan oleh hama.
Dengan pemindahan tanaman tersebut, akan diperoleh tanaman yang lebih tahan
karena usianya lebih tua pada proses tanam. Lagi pula, bukan pangkal batang tetapi
anakan yang ditanarn karena akan sangat menghemat benih. Sebagai perbandingan,
untuk menanam varietas padi dengan siklus pendek hanya dengan satu kali
pemindahan pada lahan seluas satu hektare, diperlukan 30-40 kg benih. Sementara,
untuk varietas lokal dengan dua atau tiga kali pemindahan hanya diperlukan 10 kg
benih.
Keuntungan pemindahan bibit yang diperbanyak ini adalah mengikuti perkembangan ketinggian air pada petak. Jadi, jadwal penanaman dapat fleksibel dan
disesuaikan dengan kondisi air dalarn petak. Petani menyesuaikan praktik tanam
pada perbedaan mikrotopografis petak. la mulai menanam padi di tempat yang
airnya dapat meresap lebih dahulu.
Pengelolaan Sistem Pengairan
Pengaturan air di tingkat handil dilakukan dengan menggunakan tabat. Pintu air
tidak cukup untuk mengatur air tetapi mengatur naik turunnya air. Jika hujan lebat,
air dapat mengalir pada saluran. Tabat dibuat untuk satu musim tanam dan dikelola
secara kolektif. Pengelolaan secara kolektif itu mewajibkan sinkronisasi siklus
penanarnan. Baru ketika peletakan tabat sekitar bulan Desember-Januari, para
petani mulai melakukan lacak secara serentak. Secara serentak pula, mereka
mengeringkan petak sekaligus membuka tabat untuk memudahkan padi berbunga,
stadium fisiologis sesudah tumbuhnya anakan.
Pengolahan petak secara perorangan mungkin juga dapat di1akukan tetapi
memerlukan pekerjaan khusus. Pembobolan pematang yang terletak dekat sawah
dapat mengatur genangan jika air meluap. Waktu yang menentukan dalam siklus
36
,
BlIb II
tanam, adalah dua bulan sesudah tanam terakhir. Sebenarnya, musim kemarau yang
datang lebih awal dapat menghambat pertumbuhan padi yang akan mengakibatkan
penurunan hasil. Jadi pengaturan tingkat air sangat penting pada masa itu.
Namun, sistem pengelolaan air dalam petak walaupun teliti belum tentu sempuma.
Ketika hujan sangat deras dan pasang besar, padi tetap tergenang air.
Pengendalian Gu/ma
Penggenangan petak dapat menyuburkan padi sekaligus menghambat pertumbuhan
gulma (bulo babi dan puron ti/eus). Sebenamya, tanaman yang sudah rimbun dan
tinggi menutup hampir seluruh permukaan tanah dan menghalangi sinar matahari
masuk. Dengan demikian, petani tidak perlu melakukan penyiangan yang lama dan
menjemukan (satu hari untuk 0,5 borang secara manual). Satu-satunya penyiangan
yang terpaksa dilakukan adalah pembersihan di sekitar guludan. Dengan adanya
unsur-unsur hara di guludan, gulma cenderung tumbuh meluas mulai dari tempat itu
hingga ke petak.
Gara Menanggu/angi Hama
Varietas padi lokal sensitif terhadap beberapa gangguan hama. Vlat penggerek
batang menyerang bagian dalam batang tanaman pada saat lacak ketika bibit
tanaman sudah benar-benar kuat (artinya ketika anakan sudah banyak), tetapi
gejala-gejala itu baru terlihat setelah tanam terakhir dalam bentuk bintik putih pada
ujung daun. Butir yang batangnya dihinggapi ulat penggerek, menjadi hampa. Cara
menangani hama tersebut sudah ada sejak 10 tahun tetapi semua petani tidak
mampu membeli obat pembasmi hama seharga Rp 30.000,00/ha. Belalang merupakan predator dari ulat penggerek tersebut.
Orang-orong ditakuti pada saat pengeringan petak sawah karena dapat melahap
batang yang muda. Burung pipit me1ahap padi yang sudah tua, tepatnya sebelum
panen. Orang-orangan dan tali plastik merupakan satu-satunya cara untuk menghalaunya. Serangan tikus merupakan masalah yang paling sering muncul. Serangan
itu terjadi dalam dua tahap: tikus muda memakan benih yang disemai pada awal
musim hujan. Tikus dewasa keluar dari guludan, pada waktu pengeringan sawah,
untuk memakan batang tanaman padi muda sebelum padi bunting selama musim
kemarau.
Namun, semua serangan itu tidak menimbulkan kerusakan besar. Memang,
pemindahan bibit yang dilakukan adalah bibit tanaman yang sudah besar, jadi lebih
tahan terhadap gangguan. Cara untuk menanggulanginya adalah menye1araskan
tahap penanaman. Penanaman serempak menghasilkan padi yang kurang sensitif
terhadap gangguan hama pengrusak karena tekanan dari hama pengrusak itu terjadi
di lahan yang luas. Cara itu digunakan antara Iain dengan varietas Berat dan Ringan
(lihat di atas).
Panen
Gabah tidak dapat masak semuanya secara bersamaan. Hal itu memerlukan cara
panen yang cocok. Dengan ani-ani (ranggamau) (lihat gambar 3 dan 13 ), batang
padi dipotong tepat di bagian bawah tangkainya. Dengan cara itu, petani dapat
memilih gabah yang masak. Dalam hal ini, diperlukan dua kali panen. Batang
anakan yang masak 15 hari berikutnya, hanya memberikan panen yang sedikit.
37
Panen dengan menggunakan ani-ani juga menguntungkan karena dapat menyeleksi
gabah yang digunakan sebagai benih untuk penanaman pada tahun berikutnya.
Kriteria yang menentukan pilihan batang adalah: gabah gemuk, banyak, sehat dan
batangnya besar serta kuat. Namun, cara memotong padi seperti itu lama: 30 hari
orang kerja untuk memanen satu hektare lahan! Padahal, padi harus dipanen
sebelum gabah rontok dengan sendirinya.
Gambar 13. Panen dengan Ani-ani
Pasca Panen
Setelah panen, padi diirik, dipilah-pilah, dikeringkan, kemudian digiling. Selama
berbagai tahapan itu, beberapa produk sampingan diambil dan dimanfaatkan.
Pengirikan padi: padi yang belum dikuliti dikumpulkan dalam keranjang besar,
kemudian disebar di atas beberapa tikar yang luas. Padi diirik dengan kaki supaya
gabah terlepas. Sisa-sisanya dimanfaatkan dalam pembuatan sapu dan petarangan
ayam.
Pengayakan: gabah hampa diambil dengan menggunakan tampah. Selanjutnya,
gabah-gabah itu dipisahkan sesuai dengan berat relatifnya. Gabah yang hampa
dapat dijadikan abu gosok.
Pengeringan: gabah-gabah dijemur dibentangkan di atas tikar, selama setengah hari
dan sering dibalik. Hal ini dilakukan selama dua hari atau lebih. Dntuk mengetahui
kering tidaknya, gabah digigit.
Penggilingan: hal ini dilakukan di pabrik. Biayanya sebesar Rp 400,00/kaleng. Kulit
yang terbuang dapat digunakan sebagai abu gosok.
Selain untuk dimakan, beras dapat pula digunakan sebagai bedak. Sebagian besar
penduduk desa mengoleskan bedak tersebut pada wajahnya untuk melindungi diri
dari sengatan matahari. Cara pembuatan bedak itu adalah sebagai berikut: beras
digiling, diremas-remas, kemudian dibiarkan terfermentasi selama tiga hari dalam
air. Selanjutnya dijemur selama tiga hari sebelum dihancurkan untuk menghasilkan
bedak.
38
Bab Il
Pemasaran
Sebagian besar transaksi hasil panen dilakllkan dalarn bentuk gabah, karena gabah
dapat disirnpan dengan mudah. Para petani dapat menyalurkan hasil panennya:
• dengan menjualnya dalarn bentuk gabah kepada petani Iain yang lebih berani
berspekulasi. Petani tersebut membeli gabah untuk dijualnya lagi ketika harga naik
(lihat gambar 14);
• dengan menjualnya kepada pabrik penggilingan padi (perusahaan swasta);
• dengan menjualnya sendiri di pasar lokal, setiap han Rabu pagi. Dalarn hal ini,
padi sering dijual dalarn bentuk beras, paling sering dijual kepada pengecer yang
berperan sebagai perantara.
Gambar 14. Transportasi Hasil Panen dengan Menggunakan Perahu
-
~--::
-
......
~
- -
Harga beras ditentukan oleh pemerintah dan diatur oleh badan pemerintah: Bulog.
Bulog ini menentukan harga terendah dan harga tertinggi. Dengan sistem itu, harga
beli minimum pada produsen dapat teIjamin dan sekaligus harga kebutuhan pokok
tersebut juga dapat dijangkau oleh konsumen. Selama setahun, harga berubah-ubah
tergantung pada perkembangan penawaran lokai. Panen tidak serempak: padi yang
masak lebih dulu terdapat di Anjir Serapat, kemudian di Berama dan Sïnar di
seberang Kapuas Murung dan terakhir di Palingkau.
Karakteristik Sistem Tradisional
Berikut ini dipaparkan kelebihan dan harnbatan sistem tradisional:
Tabe/2. Ringkasan Mengenai Karakteristik Varieras Padi Tradisiona/
Pada:
te1ebihan
---~~--~-----.,
Hambatan
......
---l
Batang panjang
Tahap fisiologis
Tidak perlu penyiangan
Kebutuhan penting akan air selama dua
bulan pada saat tanam terakhir
ibilitas pemindahan tanam8D
Tenaga keIja
Sedikit perawatan
Tahap
perekonomian
Sedikit pupuk
Benih dan
Hargajual tinggi
Puncak kegiatan selama pemindahan
tanaman padi yang terakhir dan panen
39
l'11âa'Ut ?~ dM /Iv,.
Jadi, varietas padi lokal benar-benar sesuai dengan kondisi lingkungan. Tingkat
pertumbuhannnya diperlarnbat karena banyaknya pemindahan tanaman yang
dilakukan bertepatan dengan musim hujan untuk menjamin pengendalian terhadap
gulma dengan air secara maksimal.
Kebun Rambutan sebagai Alternatif untuk Sawah
Asal Mula Budi Daya Rambutan
Pohon rarnbutan sudah ada sejak lama di wilayah penelitian. Namun, hingga tahun
'60-an, pohon rambutan kurang begitu dieksploitasi karena kurang produktif.
Dahulu rambutan ditanarn dengan biji dan baro berbuah pada umur tujuh tahun dan
rasa buahnya masam. Baru menjelang tahun '60-an, teknik pengembangbiakan
baro yakni cangkok yang berasal dari daerah Hulu Sungai Selatan telah merangsang
pengembangan kebun rarnbutan. Dengan pengembangbiakan cangkok,. pohon
rambutan dapat berbuah mulai umur tiga tahun. Selain itu, rasa buahnya pun juga
lebih manis.
Rambutan merangsang para petani pada waktu itu, karena sawah larnbat laun
produksinya berkurang dan para petani mencari alternatif Iain untuk lahan mereka.
Jadi, pohon rambutan dipandang sebagai kemungkinan yang menarik untuk
menggantikan padi karena:
• dengan menanam rambutan, para petani dapat memperoleh nilai tarnbah per
hektare yang lebih tinggi dibandingkan dengan padi;
•buahnya dapat disimpan selama lima hari setelah pemetikan. Waktu yang tersedia
itu dapat dimanfaatkan untuk mengatur pengangkutan dan pemasarannya;
•pohon dapat bertahan di tanah yang asarn.
Palingkau merupakan pusat pengembangan rambutan di provinsi Kalimantan
Tengah. Perlu dicatat bahwa rambutan merupakan jenis buah utama yang dikembangkan. Adapun buah mangga tidak dikembangkan, karena meskipun kondisi fisik
daerah itu cocole, lamanya penyimpanan hanya bertahan selama tiga hari. Dengan
demikian, para petani harus segera memperdagangkannya, padahal monopoli pasar
dipegang oleh pulau Madura yang produknya membanjiri Kalimantan karena
harganya lebih murah. Di Palingkau, kelapa kurang begitu produktif, tidak seperti
di daerah yang aimya asin, dan selalu terlarnbat dalam berbuah.
.
Sejak 10-15 tahun, diciptakan pasar untuk pencangkokan. Berkat pengetahuan yang
mereka peroleh dalarn hal kualitas buah yang terkenal dan penguasaan teknik
penanaman tersebut, para petani di Palingkau menjual hasilnya sarnpai ke
Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.
Berbagai Varietas dan Karakteristik
Berbagai jenis rambutan dibedakan atas karakteristik buahnya. Buah "Sari
Penganten" atau "Antalagi" memiliki bentuk memanjang. Buah ini berwama
kuning jika matang dan sangat manis. Varietas ini tumbuh paling baik jika curah
hujan sedikit. Varietas ini dijual dengan harga lebih tinggi dari jenis yang Iain.
"Buah Batok" memiliki bentuk bundar. Buah ini berwama merah cerah jika sudah
matang. Varietas ini lebih cocok dalam iklim basah. "Timbul" mempunyai kulit
yang melekat pada isinya.
40
Bal> Il
Varietas yang paling banyak di Palingkau adalah varietas "Batok" karena jenis ini
merupakan satu-satunya varietas yang cangkokannya diperjual-belikan di pasar.
Adapun jenis Iain hanya ditanam atau dimiliki oleh beberapa pemilik yang telah
berhasil mendapatkannya dan mengembangbiakannya hanya untuk keperluan
sendiri.
Teknik Budi Daya
Penanaman Pohon: Teknik Tokong
Untuk membudidayakan kondisi lahan yang tergenang air dua kali sehari, masyarakat Banjar telah menciptakan teknik yang khas. Banyak cara yang dilakukan
untuk pembuatan kebun. Yang paling sering dijumpai adalah teknik tokong:
guludan tanah yang berbentukpersegi (satu depa dari sisi batas).
Tokong dibuat seperti onggokan kecil dari tanah hasil galian sekitamya. Semuanya
itu ditutup dengan kompos. Tukong selalu dibuat lebih tinggi dari perrnukaan air
yang paling tinggi supaya akar pohon bagian atas tidak tergenang air. Tokong
dibuat selama musim hujan. Untuk mengurangi keasaman tanah, diperlukan waktu
dua bulan sebelum cangkokannya ditanam.
Pemeliharaan Tanaman
Pemangkasan
Beberapa petani memangkas pohon yang masih muda se1ama tiga tahun pertama.
Pada musim hujan, bunga-bunganya dipotong. Hujan selama dua minggu sangat
diperlukan supaya kuncup bermunculan setelah satu bulan. Pohon yang memiliki
batang rendah dan menjalar lebih mudah untuk dipanen. Namun, tidak banyak
petani yang melakukan pemangkasan pohon. Memang, rambutan hasil cangkokan
memiliki batang yang bercabang-cabang. Sementara rambutan yang berasal dari
biji, yangjauh lebih tinggi dan tegak perlu diubah bentuknya supaya lebih pendek.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan setiap enam bulan sekali. Rumput-rumput itu disimpan
selama musim kemarau untuk dijadikan mulsa yang dapat menjaga tanah dari
kekeringan dan akar-akar supaya tetap segar. Penyiangan pertama dilakukan
tepatnya sebelum panen dan agar pemetik lebih mudah bergerak. Babat semak
dilakukan dengan menggunakan parang. Rumput-rumput itu dikumpulkan dan
dibakar. Penyiangan kedua dilakukan ketika kuncup-kuncup daun mulai bermunculan untuk pertama kalinya pada bulan MeL Rumput-rumput dipotong dan
dikumpulkan dalam parit agar membusuk. Ketika bau asam dari ferrnentasi itu
tercium, rumput-rumput yang sudah membusuk diletakkan dibawah pohon
rambutan sebagai pupuk. Cara itu harns benar-benar dilakukan sebelum masa
munculnya kuncup bunga yang pertama, jika tidak, maka akar-akamya yang sensitif
terhadap panas, dapat kering.
Perawatan Tanah di sekitar Pohon
Supaya pertumbuhan pohon bagus, setiap tahun petani memberikan tambahan tanah
pada akar. Akar-akar itu turnbuh bersamaan dengan turnbuhnya cabang dalam
proporsi yang sama (ujung akar berhenti turnbuh pada ukuran 1 meter dari kanopi).
Tokong juga akan diperluas IO-an cm tiap tahun hingga mencapai 4 meter lebamya.
41
Petani diharuskan pula menjaga volume tanah di sekitar pohon karena volume tanah
tersebut cenderung berkurang. Lapisan humus memadat dan berkurang oleh hujan.
Di sisi Iain, lapisan air tanah cenderung meningkat karena parit yang tidak dikeruk
akan tertumpuk tanah secara bertahap. Jadi, penanam harus mengeruk parit,
memperdalamnya dan meletakkan tanah yang kaya akan unsur hara di bawah pohon
rambutan. Dengan demikian penurunan kesuburan tanah dan nailmya air tanah
dapat dihindari.
Proteksi Tanaman
Berbagai hama menyerang rambutan. Rayap sebagai parasit pada batang pohon,
melubangi cabang pohon. Untuk menanggulanginya, lebih baïk mencegah daripada
membasmi: petani haros segera merusak setiap bekas rayap. Tanaman paku
menyerang semua pohon yang tidak disiangi secara teratur. Daun-daunnya menjadi
jarang, cabang-cabangnya kering yang nantinya mengakibatkan menurunnya
jumlah produksi buahnya. Semut merah yang memilih bercokol di cabang rambutan
tidak menimbulkan satu kerusakan pun tetapi semut akan mengganggu para
pemetik. Semut dapat dihilangkan dengan insektisida.
Teknik Cangkok
Pencangkokan dilakukan pada pohon yang kuat cabangnya dan banyak buahnya
dengan umur di atas 6 tahun4 • Cangkok dilakukan pada cabang yang sehat dan
rendah karena lebih mudah dikerjakan. Ranting kecil dipotong supaya cangkok
yang muncul berikutnya kuat. Kemudian kulit kayu dikerok dengan mata pisau
ketika ranting kecil sudah kering: lebar dua torehan itu berjarak dua sentimeter.
Ketika turun hujan, kerokan itu dibungkus dengan serabut kelapa. Selanjutnya,
petani harus menunggu sampai akar-akamya keluar dari dalam pembungkus
tersebut. Akar tersebut muncul kira-kira setelah satu bulan. Baik tidaknya hasil
tersebut tergantung dari curah hujan. Supaya tidak banyak yang mati, petani harus
menunggu munculnya akar yang ketiga sebelum cangkok dipotong, artinya ketika
akar serabut benar-benar berbulu.
Tanaman dipindahkan lebih dahulu dalam lumpur yang diambil dari dasar parit,
kemudian dipindahkan ke tanah. Petani perlu merawatnya dengan menambahkan
pupuk hingga muncul bunga yang pertama dan menyiangi secara teratur selama dua
bulan pertama. Lapisan pe1indung dari tanaman paku mencegah tanah dari kekeringan dengan mencegah penguapan. Semua tindakan pencegahan dapat menghindari rusaknya tanaman hasil cangkokan.
Sebuah pohon dapat menghasilkan 100 cangkok bahkan 200 hingga 300 pada
pohon tertentu. Cangkok dapat dijual setelah satu bulan masa persemaian, seharga
Rp 350,00 tetapi paling sering pohon cangkokan itu dijual antara enam dan
sembilan bulan, maka harganya menjadi Rp 1.000,00.
4 Perlu
42
diketahui bahwa kualitas cangkok menjadi lebih baikjika dibuat pada pohon yang sudah tua.
8ah Il
Hasil yang Tidak Stabil
Tampaknya, sebuah pohon dapat berbuah lebih awal pada tahun tertentu dan
terlambat pada tahun berikutnya. Setahun buahnya banyak, tahun berikutnya sangat
sedikit. Perbedaan masa berbuah itu dapat disebabkan oleh:
• reaksi pohon itu sendiri terhadap cuaca dengan kata Iain reaksi tersebut bergantung
pada kecocokan siklus fisiologis rambutan dan iklim. Alasan itulah yang menyebabkan populasi pohon rambutan begitu berbeda-beda dari tahun ke tahun dari
pohon yang sama dan juga pada tahun yang sama dari pohon yang berbeda-beda.
Kondisi cuaca yang sangat berbeda dari keadaan normal akan mengakibatkan
pemetikan buah tidak dapat bersamaan. Selisih antara masa berbunga hingga
berbuah lima bulan. Karena perbedaan masa berbuah merupakan akibat dari masa
berbunga dapat dipahami bahwa reaksi yang berbeda-beda dapat muncul bergantung pada cuaca. Kondisi kering cocok pada masa berbunga (sejak munculnya
kuncup daun pertama pada bulan Mei hingga munculnya kuncup bunga pada bulan
Juni, Juli, Agustus), sementara tidak adanya hujan mengganggu masa berbuah:
bunga-bunga menguning, kering dan rontok tetapi kebanyakan air juga akan
mengganggu. Panen dapat dilakukan secara bersamaan jika kondisi cuacanya
kurang lebih seperti keadaan pada umumnya: tidak terlalu panas, tidak terlalu
dingin;
• kualitas perawatan pohon berbeda antar petani. Beberapa petani hanya melakukan
penyiangan sekali setahun, dan semua petani tidak memberi kompos. Oleh karena
itu tingkat produksi pohon berbeda-beda;
.umur pohon. Mulai umur 7-10 tahun hingga 15-20 tahun, pohon dapat berbuah
dalam jumlah besar. Pada umur 20 tahun, jumlah buah yang dihasilkan mulai
menurun, buahnya menjadi kecil (seringnya, akar pohon itu semrawut). Selanjutnya, produksi cangkokan lebih diutamakan daripada produksi buah. Pertama,
cangkok-cangkok itu dilakukan pada cabang yang rendah yang tidak terkena sinar
matahari. Pada cabang tersebut, buah tidak dapat matang. Ada beberapa pendapat,
mengenai masalah apakah produksi cangkok merusak produksi buah.
Karena pohon-pohon paling tua di Palingkau telah berumur 25-30 tahun, timbul
pertanyaan bagaimana meremajakannya? Beberapa orang mengatakan bahwa
mereka telah mencoba merobohkan pohon-pohon tua yang tidak produktif, tetapi
akar-akamya yang saling jalin-menjalin sulit dikeluarkan sehingga mengganggu
tanaman lainnya. Yang Iain tidak melakukan hal serupa karena mereka telah
memotong pohon tua sebelumnya. Beberapa petani lainnya berharap dapat memperlama masa produksi pohon mereka dengan cara meremajakannya. Percobaan pada
lahan kecil telah terbukti: memang buahnya kurang banyak tetapi buahnya besar
sehingga mudah dipasarkan.
Pemasaran
Musim rambutan mulai pada bulan September (untuk pohon yang berbuah paling
dini) hingga bulan Maret (yang paling lambat). Melimpahnya buah rambutan teIjadi
antara bulan Nopember dan Januari. Buah-buah itu dijual per ikat: satu ikat terdiri
atas 20 buah. Harga rata-rata Rp 100,00/ikat untuk varietas Batok, Rp 125,00/ikat
untuk varietas Antalagi dan Timbul. Di awal musim, satu ikat dijual Rp 500,00
sedangkan ketika buah melimpàh harga dapat turun hingga Rp 50,00.
43
Ketika buah membanjir di pasar pada musim rambutan, harganya paling rendah di
pasar mingguan Palingkau. Namun, tak seorang petani pun mengeluhkan masalah
pemasaran buahnya. Sebenarnya, beberapa pengecer datang ke petak paling tidak
dua kali seminggu untuk membeli rambutan. Palingkau, pusat penghasil buah di
kabupaten Kapuas, menjual buahnya ke luar daerah tersebut yaitu di tiga pusat
konsumsi yang terletak di Kalimantan Tengah: Palangkaraya, Kalimantan Selatan:
Banjarmasin dan Kalimantan Timur: Samarinda. Pada umumnya, para produsen
mengumpulkan buah mereka untuk dijual kepada grosir. Beberapa produsen besar
yang memiliki perahu, membeli lagi buah dari petani tetangga untuk dijualnya lagi
ke Banjarmasin atau Buntok.
Beberapa produsen di Palingkau merasa kurang beruntung karena buah-buah
mereka tidak diolah di daerah itu untuk memberikan nilai tambah. Di Banjarmasin
terdapat pabrik pengolahan rambutan: untuk sirup, jus. Di Palingkau, rambutan
langsung dijual tanpa diolah terlebih dahulu.
Tanaman Padi Berdampingan dengan Rambutan
Petak-petak yang ditanami rambutan adalah bekas petak sawah. Seorang petani
yang ingin menanam pohon buah-buahan membuat tokong berjejer di petaknya
dengan jarak kira-kira 5 depa (7 meter) dan 7 depa antara baris. Jika petani ingin
tetap mempertahankan sawahnya, jarak antara baris yang satu dengan yang Iain
diperbesar hingga 10 depa. Setiap tahun, tokong-tokong itu diperluas 50 cm
sehingga sawah makin menyempit. Setelah lima tahun, tokong dalam satu deret
menyatu untuk membentuk surjan (lihat gambar 15).
Gambar 15. Pertumbuhan Pohon Rambutan
A. Sawah
B. Pembuatan tokong
Perkiraan kasar menunjukkan bahwa produksi padi berkurang 50%. Untuk
mengimbangi kemerosotan itu, pemilik akan membuat lahan barn atau membeli
sawah yang sudah dibuka jika ia tidak mempunyai sawah Iain untuk memenuhi
kebutuhan beras bagi keluarganya.
44
Bull Il
Swjan-sUIjan itu diperbesar hingga luasnya mencapai empat meter. Beberapa petani
menanam padi selama 10 tahun pada bagian lahan yang cekung. Pada lahan itu,
produksinya sedikit, namun karena tidak: banyak dilak:ukan penyiangan, para petani
terus menanaminya. Setelah 12 tahun, kanopi menutup. Penjalaran kanopi
menandai akhir penanaman padi di bawah pohon rarnbutan. Dari bekas sawah
dahulu kini tinggal parit-parit yang memudahkan pengairan kebun rambutan (lihat
gambar 16).
Gambar 16. Parit diantara Oua Deretan Pohon Rambutan
45
Pada petak-petak, kebun rambutan berangsur-angsur menggantikan sawah.
Menggabungkan tanaman pangan dan pohon buah-buahan komersial pada lahan
yang sama menciptakan sebuah pola wanatani (agroforestry). Hubungan sa1ing
melengkapi antara dua tipe produksi tersebut ter1ihat jelas:
•jadwal kerja hampir tidak bertumpang tindih;
• kedekatan kedua tanaman itu mendorong petani untuk mengawasi keduanya
dengan hati-hati;
• dua spekulasi itu memerankan fungsi yang berbeda dan saling melengkapi da1am
sistem pengelolaan keuangan petani.
Selain cara positiftersebut, terdapat pula kerugian yang dapat ditimbulkan:
• efek pinggir yang terjadi di sawah karena naungan cabang-cabang rambutan. Hal
itu melemahkan batang padi di bawahnya, yang menyebabkan tanaman itu tidak
tahan akan angin atau penyakit;
.pohon dapat dihinggapi burung dan segalajenis hama padi;
• dua tanaman itu saling berebut unsur-unsur hara.
Jika petani menanam padi di antara dua deretan pohon rambutan, ia dihadapkan
pada dua pilihan yakni tanaman padi atau rambutan. Kompos dapat digunakan
untuk pohon atau untuk padi. Pilihan itu tergantung pada perhitungan banyak faktor
dan terutama tergantung pada luas lahan dan kemampuan petani untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
Berbagai upaya telah dilakukan di Palingkau. Beberapa keluarga dari Palingkau
Besar mencari lahan barn sete1ah lahan itu ditanami sekaligus ratusan rambutan.
Adapun petani Iain membuat deretan pohon rambutan secara bertahap di tengah
sawah mereka. Situasi yang berbeda-beda itu menjadi pemandangan di Pa1ingkau:
deretan buah-buahan dan hamparan sawah.
Meskipun pohon rambutan merupakan tanaman utama di Palingkau, ada pu1a
sejumlah pohon Iain. Pohon-pohon Iain ditanam berdampingan dengan rambutan
secara acak dicampur dengan rambutan di surjan: misa1nya pohon nangk:a dan
cempedak. Yang Iain seperti jeruk mandarin dan asam (sejenis pohon mangga)
ditanam di tokong.
Perkebunan di Tanah Pematang
Letak
Di Palingkau, pèrkebunan di tanahpèmatang merupakan kebun lama yang berumur
50 tahun atau lebih. Tanah itu yang tidak pemah tergenang air pada umumnya
terletak di sepanjang tepi sungai dan di bagian hilir beberapa handil. Tanah itu
berasal dari endapan lumpur sungai yang ada sebelum pembukaan handil. Kebun
itu merupakan hasil pengembangan oleh para pionir Dayak Kapuas yang pertama
datang di Palingkau.
Pada umumnya, kebun-kebun itu ditanami berbagai jenis buah-buahan. Di
antaranya yang paling sering adalah: durian, cempedak, pohon sagu, demikian pu1a
jenis Iain seperti pohon sukun dan kecapi serta kalangka!a. Kedua pohon terakhir
adalah pohon yang tumbuh secara alami di hutan.
46
Bab Il
Pohon sagu yang cocok pada lahan basah di tepi handil merupakan pohon yang
serba guna:
• daunnya digunakan untuk membuat atap rumah;
• batang sagu yang besar dan berumur 10-an tahun mengandung banyak sagu yang
kaya akan karbohic1rat, dan digunakan untuk makanan itik.
Semua tanaman itu berasal dari biji dan bukan dari cangkokan seperti rambutan dari
Palingkau. Pada umumnya pohon itu agak lambat berbuah: hal itu bergantung pada
jenis pohonnya, tetapi pohon itu mulai berbuah setelah berumur antara 7 dan 10
tahun. Sebaliknya, daya tahan hidupnya sangat lama, lebih dari 50 tahun untukjenis
tertentu seperti durian.
Perawatan Tanaman
Pada umumnya, peremajaan tanaman teIjadi secara alamiah. Petani hanya
mendangir. Kebun campuran sangat diminati. Sebagai contoh, pohon mangga,
(yang berukuran sedang) ditanam bersebelahan dengan pohon durian (yang sangat
tinggi). Pohon mangga dapat pula digunakan sebagai penyangga untuk memetik
buah durian. Pohon-pohon yang buahnya sedikit dan kecil ditebang.
Perawatan kebun terbatas. Rumput-rumput yang tumbuh di antara tanaman tersebut
dibabat sekali setahun, kemudian dibiarkan di tempatnya. Rumput-rumput tersebut
menjadi kompos. Gulma makinjarang tumbuh karena makin di naungi pohon yang
berdaun lebat. Daun pohon yang rontok di musim kemarau, akan membusuk di
tanah. Daun-daun tersebut berfungsi ganda: berguna sebagai pupuk, dan pada
musim kemarau daun-daun itu mengurangi penguapan. Di musim hujan, daun-daun
yang mulai membusuk tersebut harns dijauhkan dari batang pohon kira-kira satu
meter supaya pohon terhindar dari parasit.
Pada umumnya, pohon buah-buahan berbunga pada musim kemarau antara bulan
Juni dan Agustus, waktu yang sangat kritis bagi rambutan. Jika tidak banyak hujan
yang memungkinkan buah menjadi besar, buah-buah itu tetap kecil, kering dan
rontok. Maka, panen akan gagal. Karena banyaknya berbagai j enis buah, panen
buah ber1angsung selama musim hujan.
Fungsi Kebun Campur
Perkebunan sangat berarti bagi petani karena pemilik tidak per1u bekeIja keras.
Namun, penciptaan kebun memerlukan investasi jangka panjang. Di samping itu,
penciptaan tersebut memer1ukan lahan yang tidak tergenang air. Sementara lahan
sejenis itu sudah dikembangkan dan ada pemiliknya. Kebun semacam itu
diwariskan pada anak cucu. Sebagian dari kebun itu dikelola bersama supaya tetap
menj adi milik keluarga. Salah satu anggota keluarga yang bertugas merawatnya,
mendapat bagian lebih besar atas hasil penjualan buah. Kebun campur biasanya
diwariskan, tetapi terkadang dapat juga dijual untuk keper1uan tertentu seperti naik
haji.
47
Pemanfaatan Lingkungan A/am: Hutan dan Sungai
Penangkapanikan
Peran Perikanan dalam Pola Pertanian
!kan merupakan sumber protein hewani utama bagi keluarga. Jadi, penangkapan
ikan merupakan salah satu kegiatan pokok keluarga: tidak ada hari tanpa ikan.
Dahulu, menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sekarang, selain
itu juga untuk dijual. Banyak jaringan pemasaran ikan dibentuk pada saat orang
mulai mengembangkan berbagai kegiatan barn dan ketika ikan semakin jarang di
Palingkau.
Nelayan berperan sebagai penjelajah. Sungai yang banyak ikannya merupakan
pertanda adanya lahan yang subur. Jadi, adanya lahan untuk dibuka, dilokalisasi
oleh para nelayan selama melakukan perjalanan untuk mencari sungai yang banyak
ikannya. Menangkap ikan merupakan kegiatan yang dilakukan orang laki-Iaki
dewasa dernikian pula anale-anak terutama para remaja.
Gara Menangkap Ikan
Cara menangkap ikan berbeda-beda bergantung pada musim, siang atau malam di
sungai besar atau kecil di pedalaman. Untuk menyesuaikan dengan berbagai kondisi
tersebut, ada bermacam-macam alat dan cara sebagai berikut.
Di musim hujan penangkapan ikan dilakukan di persawahan, saluran (handil dan
parit) serta di sungai besar. Alat-alat yang digunakan bermacam-macam, di
antaranya: pancing, jala dan berbagai macam nase seperti bubu dan tangguk:. Bubu
Înerupakan nase yang bentuknya memanjang, dibuat dari bilah bambu, dan duri
rotan. Alat itu diganjalkan dalam saluran kecil atau anak sungai. Ketika air pasang,
ikan-ikan yang terbawa arns, terperangkap ke dalam bubu. Untuk menarik ikan,
umpan juga diletakkan di dasar bubu. Jenis ikan yang ditangkap adalah papuyu,
gabus, darat sepat dan tempala.
Alat setrnm muncul sejak kira-kira lima tahun yang lalu di daerah Palingkau. Alat
tersebut terdiri atas keranjang besar dan cekungannya dilengkapi dengan kumparan
listrik yang dihubungkan pada baterai berkekuatan 12Volt atau lebih. Semuanya itu
dikaitkan pada kabellistrik dengan dua batang besi yang dibungkus dengan gagang
plastik untuk melindungi nelayan dari sengatan listrik. Nelayan meletakkan dua
saluran tersebut dalam air. Di antara dua saluran tersebut, terdapat medan listrik
hasil dari baterai yang telah diaktifkan. Ikan-ikan yang terkena setrum mengambang
di permukaan. Maka, nelayan tinggal "memungutnya". AJat tersebut dengan cepat
mengurangi populasi ikan di sungai dan saluran di Palingkau. Sekarang ini,
pemakaian alat tersebut dilarang, tetapi beberapa nelayan yang kurang mempertimbangkan dampalmya, terus menggunakannya secara sembunyi-sembunyi, terutama
pada malam hari. Cara Iain menangkap ikan yang dilarang adalah penggunaan
racun atau dinamit. Para pelanggar dikenai denda sebesar Rp 100.000.000,00.
Musim kemarau merupakan masa yang paling cocok untuk memancing. Setelah
selesai dari bekerja tani yaitu pemindahan tanam padi yang kedua, orang laki-Iaki
Palingkau pergi ke daerah yang hutannya belum seluruhnya dibabat. Mereka
mencari sungai yang banyak ikannya. Mereka berangkat berkelompok yang terdiri
atas empat atau lima orang, masing-masing membawa perahu motornya. Tempat
48
Bob Il
menangkap ikan kadang-kadang dapat ditempuh beIjam-jam dari Palingkau. Para
nelayan membawa perbekalan makan terutama beras untuk sekitar 20 hari. Mereka
hidup dalam hutan, menetap di sepanjang sungai kecil yang telah diperdalam untuk
memudahkan jalannya perahu dan meletakkan bubu. Kemudian, mereka menjual
hasil tangkapannya ke desa atau kota terdekat. Setelah memperoleh uang
(Rp300.000,00 pada musim kemarau selama 15-20 hari), mereka kembali ke desa
untuk satu atau dua minggu lamanya.
Ada pula teknik Iain untuk menangkap ikan terutama teknik yang digunakan oleh
suku Dayak desa Dadahup, 25 km dari Palingkau. Mereka menggali sejenis kolam
ikan tradisional yang dalam bahasa daerah disebut beje. Beje yang terletak di hutan
yang berada beberapa kilometer dari desa. Luas beje dapat mencapai hampir dua
hektare. Tiap beje ada pemiliknya. Seperti halnya masyarakat Banjar membagikan
hutan untuk lahan ditanami padi, masyarakat Dayak membagikan hutan untuk
membuat beje untuk menangkap ikan. Di musim hujan, beje tersebut dipenuhi air,
tetapi ketika musim kemarau tiba, air makin surut. Dengan demikian, ikan-ikan
terkumpul dalam ceruk tanah yang masih tergenang air; Dengan demikian, berbagai
jenis ikan terperangkap dalam beje itu dan para nelayan tinggal memungutinya.
Fase akhir adalah mengangkut hasil penangkapan ikan yang luar biasa banyaknya
itu dengan tenaga manusia melalui hutan. Untuk itu, pemilik minta bantuan buruh
orang-orang Banjar Palingkau.
Berdasarkan hasil wawancara, teknik penangkapan ikan yang hanya memerlukan
biaya untuk upah buruh itu memberikan banyak hasil: satu beje dapat menampung 1
ton ikan yang dapat menghasilkan satu juta rupiah. Karena pemilik beje biasanya
mempunyai lebih dari satu beje, masyarakat Banjar Palingkau mengatakan bahwa
banyak orang Dadahup yang kaya. Teknik itu juga digunakan oleh masyarakat
Banjar. Jadi beberapa penduduk Palingkau menggali beje di hutan galam yang
sekarang sudah dibabat untuk proyek UPT Palingkau Jaya.
"Panen ikan" di Bulan Mei-Juni di Dadahup. Dadahup mempunyai keistimewaan
karena ekosistemnya. Pada bulan Mei, teIjadi pertemuan antara besarnya air pasang
di Kapuas Murung dan luapan sungai Barito yang disebabkan oleh hujan.
Pertemuan air di muara Mengkatip itu menimbulkan banjir hingga mencapai
beberapa kilometer dari tanggul yang tertutup hutan lebat di tanah bergambut.
Gelombang itu menyebabkan air sungai bercampur gambut. Air yang berwarna
hitam itu seperti racun yang membuat ikan mabuk. Maka, para nelayan tinggal
memungutinya. Para nelayan di Palingkau memanfaatkan kejadian alamiah itu.
Namun tahun ini, fenomena itu tidak teIjadi dan mungkin tidak akan teIjadi lagi.
Beberapa saluran yang dibangun untuk instalasi jalur irigasi yang besar yang akan
menghubungkan tiga sungai: Barito, Kapuas dan Kahayan, mengakibatkan terganggunya ekosistem.
Sumber Ikan yang Menurun Pesat
Penurunan hasil ikan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu cara penangkapan ikan
yang dilarang, pemakaian bahan kimia, dan pembangunan desa transmigrasi.
Cara penangkapan ikan yang dilarang itu menghambat peremajaan ikan. Baik
dengan racun, dinamit maupun setrum tidak dapat memilah-milah antara ikan yang
masih kecil dan ikan yang sudah dapat dikonsumsi. Cara itu menghancurkan
sumber daya hayati. Penduduk Palingkau menandaskan bahwa sejak lima tahun,
49
sumber ikan di Palingkau menurun tajam. Orang Palingkau terpaksa pergi ke
tempat yang lebihjauh untuk menemukan sumber ikan. Seperti yang dikatakan oleh
seorang penduduk Palingkau Besar: "Dahulu, untuk memperoleh ikan orang cukup
melemparkan pancing di handil."
Pemakaian herbisida, pupuk dari bahaln kimia dan pestisida berbahaya pula bagi
sumber hayati. Beberapa petani menyatakan dampak negatifnya terhadap ikan. Apa
lagi bila program intensifikasi pertanian digalakkan pemerintah?
Akibat dari pembangunan desa transmigrasi, sekarang ini penduduk Palingkau tidak
lagi memiliki sumber ikan di hutan galam. Hutan tersebut dibabat untuk mendirikan
pemukiman transmigrasi Palingkau Jaya. Masalah Iain yang mungkin lebih gawat
bagi mereka adalah pembukaan hutan dan pembangunan UPT di daerah Dadahup.
Pembangunan pemukiman itu secara cepat dapat mengakibatkan rusaknya beje
pengumpul ikan dan kebun rotan masyarakat Dayak. Pembabatan hutan telah
merusak sumber rezeki suku Dayak. Di samping itu, pemerintah juga bermaksud
mengubah orang Dayak menjadi petani sawah di lahan gambut ...
Akibat dari menurunnya sumber ikan adalah meningkatnya harga ikan di pasar
Palingkau. Akibat itu sangat terasa tahun ini dengan meningkatnya jumlah
konsumen baro di desa transmigrasi.
Ja/an Ke/uar yang Diusu/kan a/eh Pemerintah
Untuk mengatasi penurunan hasil ikan, pemerintah bermaksud mengem-bangkan
perikanan di tiap' desa. Desa Tajepan, daerah perbatasan di Palingkau telah
inelakukan cara·itù. Kemudian, penggemukan ikan dilakukan di dalam keramba, di
sungai Kapuas MUiung. Untuk mengembangkan pembenihan telah dibangun tiga
buah kolam. '
Penanaman Kercut: Bahan Baku Utama untuk Kerajinan .
Mendong merupakan kercut yang tumbuh di lahan berair. Tanaman itu biasa
ditanam di daerah berawa. Ada dua jenis kercut yang disebut mendong di
Palingkau: yakni puron tikus dan puron besar. Puron tikus sangat pendek, tumbuh
di alam bebas khususnya di tanah asam. Furon besar yang panjangnya dapat
mencapai dua meter, ditanam oleh beberapa petani di Palingkau baïk di cekungan
;;awah maupun di hutan galam. Setelah ditanam, kercut berkembang secara alami.
Tanàffian itu dipotông kirrang lebih' sekali setahun ketika panjangnya sesuai dengan
yang
diinginkan (tidak ada Inusim poton.g-yangjelas).·
' ..
,.'
Sebelum dianyam, puron-puron haros disiapkan terlebih dahulu. Menganyam
dilakukan oleh para wanita (lihat gambar 17). Penganyaman pada umumnya
dilakukan di rumah, di rumah tetangga atau di rumah saudara perempuan. Anak
perempuan yang masih kecil belajar menganyam dari ibunya atau kakak-kakaknya.
Pada umumnya, kerajinan itu dilakukan selama enam hari dalam seminggu.
Kemudian hari ketujuh digunakan untuk menjual hasilnya. Penganyaman itu
biasanya dilakukan selama kira-kira enam hingga delapanjam sehari.
Untuk menyamakan panjangnya, batang-batang dipotong. Kemudian, batang-batang
itu dicuci, dijemur selama dua hari. Setelah kering, kercut-kercut itu dipilah-pilah
dalam beberapa bendel. Pengrajin memukul-mukulnya dengan alu selama dua jam
di atas lumpang yang bentuknya memanjang. Setelah gepeng, kercut itu siap
dianyam. Produk hasil anyaman terutama adalah tikar dengan berbagai fungsi
50
Bull II
pemakaiannya. Fungsi utamanya adalah untuk tempat menjemur padi. Sebagian
besar produksi tikar di daerah itu dikulakkan ke pasar Iain terutama di daerah
Kalimantan Selatan. Produk anyaman Iain adalah topi dengan berbagai bentuk dan
warna.
Gambar 17. Penganyaman Kercut
Anyaman mendong terdapat di daerah berawa. Pengenalan teknik kerajinan itu
berasal dari Kalimantan Selatan terutama daerah berawa Negara. Para wanita
Banjar menyalurkan kepiawaianya itu. Karena kondisinya sama dengan kondisi
daerah asal, mereka dapat melanjutkan dan bahkan mengajarkan teknik kerajinan
itu pada para wanita Dayak yang menganyam rotan (kerajinan yangjauh lebih rumit
dan menuntut ketelitian). Perbedaan antara masyarakat Dayak dan Banjar terletak
pada jenis anyamannya. Kedua masyarakat itu tidak menggunakan bahan baku yang
sama, dengan demikian teknik anyaman yang digunakan pun berbeda.
51
DINAMIKA PENGEMBANGAN L1NGKUNGAN YANG RAPUH
Kondisi lingkungan yang telah di paparkan sebelumnya, pada kenyataannya merupakan lingkungan yang sangat rapuh. Kerapuhan tersebut dipengaruhi beberapa
faktor baik faktor alam maupun sosial yang saling berkaitan satu sama lainnya.
Gambaran Historis Mengenai Kerapuhan Lingkungan
Asal Mula "Lumbung Padi di Kalimantan"
Sekitar 15 tahun setelah kedatangan masyarakat Banjar pada tahun 1950-1960,
Palingkau bukan lagi berupa hutan lebat karena hutan-hutan sebagai sumber utama
telah dibabat sehingga menjadi lahan pertanian. Sejauh mata memandang,
terbentang hamparan sawah yang luas antara sungai Kapuas dan Kapuas Murung.
Beberapa saksi menyatakan bahwa ''tak ada pohon yang tak tumbang, maka jadilah
hamparan sawah itu" yang dikenal sebagai "lumbung padi provinsi Kalimantan
Tengah". Beberapa petani pada umumnya merupakan penduduk yang berasal dari
provinsi Kalimantan Selatan yang melakukan perjalanan bolak-balik antara desa
asalnya dan sawahnya yang terletak di Palingkau. Ketika itu, rambutan belum
ditanam dan lahannya hanya digunakan untuk persawahan. Pada umumnya, tempat
tinggal mereka hanyalah sebuah pondok yang terletak di petak sawah di sepanjang
handil dan hanya ditempati selama masa kerja tani. Tanggul-tanggul di Kapuas
Murung hampir kosong, hanya beberapa keluarga Dayak yang menempatinya.
Fase ini ditandai oleh adanya arus perpindahan penduduk dari Palingkau, mulai
sekitar tahun 1960. Masyarakat Banjar yang tinggal di Kalimantan Selatan yang
tidak menetap di Palingkau telah mulai meninggalkan sawahnya. Selanjutnya, arus
perpindahan itu terus berkembang hingga lahan-lahan yang terletak lebih dari tiga
km dari Kapuas Murung ditinggalkan secara total pada tahun 1970. Pada waktu
itulah, jumlah penduduk dari beberapa desa yang sekarang ini Palingkau Lama dan
Palingkau Baru berkurang secara drastis. Mulai masa itu, hutan galam, spesies
pionir di tanah asam, memenuhi kembali lahan yang telah ditinggalkan. Hingga
tahun 1996 setelah memutuskan untuk membuka kembali lahan itu, Departemen
Transmigrasi dan PPH membangun tiga unit transmigrasi (UPT).
Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Jumlah Penduduk
Menjelang tahun 1957-1958, pemberlakuan pajak yang dikenakan pada pengiriman
barang antar provinsi oleh pemerintahan Soekarno. Penduduk Kalimantan Selatan
yang datang di Palingkau dengan satu-satunya tujuan untuk menanam padi untuk
kemudian mengirimkannya kepada keluarganya, dikenai pajak. Tujuan utama
mereka itu sebenarnya untuk memanfaatkan perbedaan harga di kedua provinsi itu.
Kalimantan Selatan yang berpenduduk lebih padat dengan lahan pertanian terbatas
mengakibatkan harga beras tinggi. Setelah pemberlakuan pajak itu, beberapa petani
tidak berminat lagi memproduksi beras di Palingkau, mulai meninggalkan lahannya.
52
Gambar 18. Transek Sepanjang Handil
,
~beje
,,
,,
-----.J
,
,,,
,,,
,,,
,,
,,
,
Pasang surut
Kualitas tanah
A
A
B
C
C
Tanah rendah
Tanah pematang
Tanah rendah
- Penggunaan ruang
* Pemukiman
* Persawahan
- Cara pengembangan
kawasan
* Perkebunan
* Perkebunan
- Bekas sawah, ditinggalkan karena kemasaman tanah
* Sawah diantara deretan rambutan
- Tumbuh tanaman liar
*
Sumberalam
Ikan dalam saluran dan sawah
D
Hutan berawa
Galam
Penanaman puron
- Ikan dalam beje di hutan Galam
Gambar 19. Dinamika Pendudukan Kawasan
(1) Areal pionir dan fase pengembangan kawasan: hamparan sawab
' . . 1.. ",
. .1 ----:...
"
"
:
/······r····
sungai
Két\\as.1") ang dilœmb:mgk:m olch pionir
• Lamaoya fase peogembaogan: 15 hingga 20 tahun.
• Pengembangan: pembukaan hutan dan pembuatan sawah sepanjang handil.
• lIustrasi feoomena tersebut: penduduk Banjar berdatangan di Palingkau pada tahun
'40-an hingga awal tahun 1960: "Palingkau menjadi lambung padi Kalimantan Tengah".
(2) Fase penurunan: sawah yang menurun kesubllrannya ditinggalkan
\
.-Kawasan yang di1inggalkan
oleh para pionir
Kawasan mCOllL\al d:ul
",bogian po:nduduk
• Lamanya fase penurllnlln: fase ini berlangsung sangat cepat, dalam waktu 5 tahun,
2/ 3 dari kawasan yang telah dikembangkan terbengkalai.
Meninggalkan lahao: dampak berantai.
Meninggalkan lahan merupakan faktor yang saling terkait:
o faktor politik ekonomi; pajak hasil; pekerjaan Iain yang lebih menglmtungkan dB;
o faktor alam: kebakaran di musim kemarau, tanah yang mengandung asam sulfat dan
bergambut;
o
keterbatasan sistem pertanian yang dikembangkan oleh pioner: pengelolaan kesuburan
tanah yang kurang memuaskan; hubungan sosial yang menurun secara cepat.
• karena lahan ditioggalkan, butan tumbuh kembali.
• lIustrasi fenomena tersebllt: antara tahlm 1965 dan 1970, petani Palingkau
meninggalkan lahannya yang terletak di luar jangkauan pasang surut.
Bab"
(3) Periode stabilitas kawasan yang dikembangkan; fase konversi sawab menjadi perkebllnan
..
'
Ttlmbuh hlll8Jl S(.'iwndl:.'T.
kawa~\Jl itll
mcnjl'ldi l'llami
dan diek~loiUiSi olch JX'flduduJ.. setC1l1paL
Pendalang ban!: adanytt
hubungan sosial dan pionir
';/ .
i
1
1
,
- - -
j
°
Pengembaogao kawa.. boru
!
_1
.:'
• "Kawasan yang dikembangkan stabil" setelah ditinggalkan selama 25 tahun,
kawasan meluas 3 hingga 4 km dari pinggir sungai hingga batas pasang surut.
• Beberapa faktor yang memungkinkan stabilitas kawasan yang dikembangkan
sejak 25 tahun:
a sistem pemulihan kesuburan tanah. Hal ini, mungkin di beberapa petak,
bergantung genangan air dan dengan demikian bergantung pengaruh pasang surut.
a pengenalan teknik baru yang dapat menjaga kesuburan tanah dalam petak:
pupuk buatan (digunakan sejak 15-an tahun di Palingkau).
a mengkonversikan sawah yang kurang subur menjadi perkebunan rambutan.
Penduduk mencari lahan Iain untuk membuka sawah.
MUl7cuJnya hubungal7 sosiaJ baru.
a pencarian kembali lahan "subur": tanah yang belum dibuka (huatan primer), atau
tanah yang duJunya dikembangkan dan telah ditinggalkan selama 15 hingga 25 tahun.
Cara tersebut dapat mengembalikan kesuburan tanah.
a pengembangan kawasan: pembabatan hutan dan pembuatan lahan persawahan
sepanjang handil yang digali oleh pionir.
a fase pengembangan kawasan.
• 1I1Istrasi fenomena tersebut: mulai tahun 1970 para pionir mengembangkan usa ha pembukaan lahan; beberapa petani berangkat dan menetap secara langsung di areal baru; yang
lainnya menanam pohon rambutan sebelum membuat lahan persawahan di kawasan baru.
Hal itu banyak dilakukan oleh keluarga Palingkau.
(4) Di kawasan yang makin stabil; kebun rambutan
.. - ..
. . . . . .> .
f..'1unculnya tàse pionir
hi'lnlparan sawah
.............
baru~
t
• Fase perluasan: kira-kira selama 15 dan 20 tahun.
• Pengembangan kawasan: pembukaan hutan dan pembuatan sawah di sepanjang handil.
• I1ustrasi fenomena tersebut: pembukaan terusan dilakukan secara bergantian, sekitar
tahun 1970 hingga akhir tahun 1980; sejak 5 tahun, penduduk menyatakan adanya
penurunan kesuburan tanah, hal ini mengakibatkan para pionir meninggalkan lahannya.
Pt'ngt'mbangan kembali ka\\'8san
yaog ptroab ditinggalkan
_._. _..1
~~'
Munculnya hubungan sosial; pendatang oom.
pembllk..1~~··-.I:--~
~c_~t>:'~ lah~'~)a~gl ~c~~~~il1~"!?~~~~~_~~u~,,;.~~\~..
(5) Fase penurunan
.j _
.'"
./
•
t .'
'0-
.. -
• Penurunan kesuburan Iingkungan mengakibatkan penurunan kawasan yang telah
dikembangkan.
• Mengkonversikan sawah yang kurang subur menjadi perkebunan rambutan (pohon
yang ditanam adalah pohon yang mudah beradaptasi dengan Iingkungan); penduduk
mencari lahan baru untuk ditempati.
• Munculnya hubungan sosial baru: kelompok orang yang termotivasi untuk membuka
lahan baru.
• Mencari lahan "subur": hutan primer (kawasan yang belum dibuka), atau lahan yang
pemah ditingalkan dan hutan telah twnbuh kembali.
• Faktor yang cocok untuk membuka kembali lahan yang pernah ditinggalkan:
o pemulihan kesuburan tanah setelah lama ditinggalkan (15 hinga 25 tahun).
o pembukaan kembali hutan yang dikelola oleh pememrintah melalui Departemen Trans-
migrasi dengan menggunakan teknik baru: pembangunan sistem irigasi yang lebih memuaskan, pemupukan dan pemakaian pestisida, kapur untuk meningkatkan pH tanah dU.
Bob II
Pada tahun 1965, PKI memutuskan untuk memperkuat keputusan tersebut. Di
perbatasan antar provinsi, didirikan pos-pos penjagaan polisi. Jika kedapatan
seseorang mengirimkan hasil panen, barang itu disita se1uruhnya berikut perahunya,
jika tidak disiksa mereka masih untung. Hal itu mengakibatkan arus perpindahan
penduduk yang meninggalkan lahannya di Palingkau semakin besar.
Dalam waktu yang sama, akhir tahun 1960 hingga awal tahun 1970, muncul
kesempatan kerja yang lebih menguntungkan daripada menggarap sawah, seperti
pengolahan kayu hutan di Kalimantan. Maka, banyak orang mengorbankan kerja
taninya untuk berangkat ke hutan.
Risiko iklim terutama yang berkaitan dengan kebakaran pada musim kemarau
seperti yang terjadi tahun 1997 di Indonesia, mengakibatkan keadaan di Palingkau
sangat memprihatinkan selama tahun '60-an. Sawah rusak tepat sebelum panen,
rumah-rumah di handil habis terbakar. Tanah yang sangat liat karena tidak lagi
mengandung lapisan organik, mengeras akibat panas. Tahun-tahun berikutnya, hasil
padi yang diperoleh sedikit.
Fenomena Iain yang masih lebih parah lagi muncul setelah terjadinya kebakaran
semacam itu: padi yang ditanam di lahan yang terbakar, menguning dan produksinya menjadi sedikit: kurang dari 400 kglha. Beberapa petani yang lahannya
terbakar terpaksa meninggalkannya karena tidak ada hasil yang dapat diperoleh.
Penempatan Kembali a/eh Transmigrasi
Pada tahun 1994, Departemen Transmigrasi dan PPH memutuskan untuk mengembangkan wilayah yang telah ditinggalkan dengan membangun tiga UPT yang dapat
menampung 1000 kepala keluarga. Maksud program transmigrasi itu untuk
mengubah lahan yang ditinggalkan itu menjadi lahan pertanian.
Kelemahan Pola Pertanian Banjar
Kesuburan Tanah yang Sulit Dikelola
Dampak Musim Kemarau yang Berkepanjangan
Musim kemarau yang berkepanjangan teIjadi di Kalimantan karena siklus fenomena
alam El nifio. Penduduk memperkirakan fenomena alam itu terjadi secara berkala
kira-kira setiap tujuh tahun. Dampak negatifnya antara Iain: kebakaran gambut
sangat mudah sekali teIjadi karena karakteristik hidrofobia gambut kering yang
menyebabkannya mudah sekali terbakar. Api-api itu dapat merebak hanya karena
sepuntung rokok atau bahkan dengan sendirinya. Api itu melalap hamparan lahan
yang luas dan membakar habis semua atau bagian lapisan gambut dan yang tersisa
hanyalah lapisan tanah liat hitam yang tertutup abu. Struktur tanah yang sangat
padat itu menyulitkan akar pohon menembus tanah. Hal itu mengakibatkan
menurunnya hasil padi yang ditanam di lahan yang terbakar: dari 3 atau 3,5 ton/ha
menjadi kurang dari 1 tonlha. Penurunan tingkat air tanah di bawah tingkat yang
kaya akan pirit menimbulkan oksidasi. Reaksi itu membebaskan asam sulfat dan
menyebabkan pengasaman tanah. Akibat dari keasaman dan adanya racun zat besi,
daun-daun padi menjadi kuning dan produktivitasnya menurun tajam: kurang dari
400 kglha.
57
Ketika petani menghadapi masa1ah keasaman tanah di tahun 1960, mereka tidak
menemukan satu cara pun untuk mengatasinya5• Satu-satunya ja1an keluar mereka
ada1ah meninggalkan lahannya dengan harapan akan kembali dan dapat membukanya kembali sete1ah diberakan beberapa tahun.
Kesuburan Tanah Menurun Drastis
Sete1ah sekitar 10 tahun ditanami padi, kesuburan tanah berkurang. Tanah di daerah
itu relatif miskin akan unsur hara. Unsur kesuburan tanah yang diperoleh dari
kompos tunggak pohon cepat terserap. Gambut yang ada pada saat pembukaan
hutan dibakar pada tahun pertama dan digunakan sebagai pupuk. Pennukaan tanah
bagian atas, lapisan antara gambut dan tanah liat, yang kaya akan bahan organik,
berkurang dari tahun ke tahun karena pengolahan tanah dilakukan dengan tajak.
Gambar 20. Eva/usi Lapisan Tanah yang Dibuka untuk Persawahan
Tunggul yang membusuk
Tanah -+
gambut
Tanah -+
/ambab
Tanah~
I/al ----,.
awal pembukaan
setelah 2 tahun
setelah 7 tahun
Kesuburan Tanah yang Bergantung Penggenangan Petak
Menurut beberapa petani, sumber kesuburan tanah terletak dalam lapisan
bergambut. Cara tradisional menjaga kesuburan tanah ada1ah dengan menerapkan
sistem ambur, yaitu membiarkan sisa babatan (ketika menyiapkan 1ahan pertanian)
membusuk dalam petak. Teknik itu benar-benar terkait erat dengan masa1ah
pengendalian tingkat air dalam petak. Namun, untuk menjamin genangan air dalam
petak, sistem irigasi-drainase dan tabat belum cukup efisien terutama di petak yang
letaknya jauh dari muara. Di area yang terletak di luar jangkauan pasang surut,
airnya tidak dapat terkendali. Kondisi penggenangan yang berubah-ubah
menghambat peremajaan kesuburan tanah. Masa1ah kesuburan tanah meningkat ke
hulu handil.
Ungkapan seorang petani: "air menjamin kesuburan tanah!" menggambarkan
keterkaitan hubungan yang erat antara air dan tanah. Kesuburan tanah itu
merupakan isti1ah yang diciptakan yang didalamnya terkandung makna bahwa
unsur air sangat penting pengaruhnya. Pengelo1aan air merupakan kunci perkembangan fisik, kimiawi dan bio1ogis tanah yaitu kesuburannya. Air merupakan
sahabat sekaligus musuh yang harus dijinakkan. Pengalihan kesuburan tanah da1am
petak hanya mungkin teIjadi jika genangannya diatur. Pengo1ahan tanah yang
mengandung asam sulfat juga bermasalah. Untuk jenis tanah ini, drainase yang
5
Pupuk dan kapur belum tersedia di Kalimantan Tengah pada waktu itu.
58
.BllbII
berlebihan dan penggenangan yang berkepanjangan harns dihindari. Drainase area
yang rendah membebaskan kadar asam yang terkumpul karena kondisi air yang
menggenang. Efek yang besar terhadap tata air menyatakan perlooya pengelolaan
bersama, tanpa itu, pengontrolan tidak teIjamin.
Pengelolaan Lahan secara Bersama
Apapoo alasannya, kepergian sejumlah kecil penduduk handil mengganggu kestabilan warga secara keseluruhan. Penduduk di sekitarnya pun ikut pergi. Akhirnya
daerah itu poo ditinggalkan. Lahan yang diabaikan oleh beberapa petani mellÎmbulkan berbagai dampak. Dengan ditinggalkannya petak-petak dan pemukiman di
sepanjang handil, segera moocul masalah tentang pemeliharaan handil. Oleh karena
jumlah orang yang bekeIja di handil berkurang, keIja kolektif makin lama makin
diabaikan. Handil dan parit tersumbat karena adanya gulma dan lumpur yang
terkumpul di dasar saluran itu. Kondisi draînase menjadi memprihatinkan. Masalah
tersebut makin berat dirasakan di hulu handil. Air yang menjadi masam akibat
pencucian tanah tidak dapat mengalir dan tergenang. Air tersebut tidak baik untuk
diminum. Orang yang tinggal di daerah itu terpaksa meninggalkan lingkungan yang
menjadi kumuh, untuk menempati pemukiman lebih dekat dengan sungai.
Pola tanam bersama dapat pula mencegah serangan hama. Supaya petani tetap dapat
menanam di daerah yang cocok bagi predator, ketentuan dan praktik tani yang
utama dilakukan adalah dengan carn serempak tanam. Semua petani yang
diwawancarai menandaskan ketentuan itu terus diterapkan. Padahal, selama lahan
ditinggalkan, banyak petani Palingkau memiliki lahan persawahan yang terletak di
antara petak yang ditinggalkan. Dengan cepat, penghasilan mereka menurun taj am
akibat serangan harna terutama tikus. Karena tidak berdaya mengatasinya, akhimya
mereka meninggalkan lahannya.
Tanam serempak mengurangi risiko kebakaran. Petak yang ditinggalkan menjadi
tempat tumbuhnya semak belukar, tumbuhan yang mudah terbakar. Petak itu akan
mengakibatkan dampak negatif bagi lahan di sekitamya yang ditanami. Jadi semua
petak haros dirawat untuk mengurangi risiko kebakaran.
Penataan Kembali Lingkungan
Dalam bagian ini dipaparkan contoh penataan kembali lahan oleh masyarakat
Banjar, setelah ditinggalkan. Contoh itu memberikanjalan keluar ootuk mengatasi
masalah rapuhnya lingkungan.
Membatasi Area Pengembangan
Sebelum ditinggalkan, handil-handil dikembangkan hingga mencapai 10 km.
Ketika ditinggalkan, penduduk pindah ke pinggir sungai dan handilnya digarap
sepanjang tiga atau empat kilometer saja. Kawasan itu sama dengan area yang
teIjangkau oleh pasang surut. Pengelolahan air sudah cukup baik bagi lahan yang
telah dikembangkan. Padahal, sistem peremajaan tanah tidak cukup begitu saja.
Untuk menjaga kesuburan tanah, beberapa petani menyempumakan berbagai cara.
Dengan cara itu, daerah yang telah dikembangkan dapat dipertahankan lebih lama.
59
Garam sebagai ja/an ke/uar sementara
Untuk mengatasi menurunnya 1apisan gambut secara bertahap dan muncu1nya tanah
1iat, sejum1ah petani menggunakan garam. Hal itu dilakukan sejak tahun '60-an.
Pemberian garam dimaksudkan untuk me1unakkan tanah 1iat. Dampak positif yang
dirasakan hanya berlangsung se1ama lima tahun pertama. Kemudian, pemberian
garam secara terus menerus mengakibatkan tanah menjadi berpasir. Cara itu hanya
memberikan perbaikan sementara da1am jangka pendek. Sekarang ini, cara itu
masih sering dilakukan tetapi garam yang digunakan te1ah disu1ing yang mengurangi kerusakan tanah.
Pemupukan
Di tahun '80-an, pengena1an pupuk mengubah sistem pengembangan yang lama.
Mu1ai saat itu, petani dapat mengatasi kekurangan unsur kimia tanah dengan menggunakan pupuk. Dengan cara ini, mereka mempero1eh 7 kalenglborong, sementara
tanpa pupuk, mereka hanya mempero1eh 5 kaleng.
Perkebunan
Perkebunan merupakan ja1an ke1uar yang pa1ing efisien dan ekonomis yang
ditemukan petani untuk mengatasi penurunan kesuburan 1ahan sawah. Kesuburan
tanah yang rendah pada awa1nya, dipusatkan di kaki pohon me1a1ui pemberian
kompos. Cara seperti itu memer1ukan tenaga keIja banyak. Akibatnya, pohon
menjadi pengikat bagi para petani. Mereka yang menanam rambutan di Palingkau
dalam tahun 1970-1980, sebe1um mencari 1ahan baru untuk persawahan, se1a1u
tingga1 di Palingkau. Mereka pergi ke sawah hanya pada masa keIja tani.
Pembukaan Lahan Baru
Masyarakat Banjar tidak segan-segan berpindah untuk menanam padi di 1ahan yang
produktivitasnya 1ebih baik. Dalam tahun 1970 dan 1980, terdapat arus pendatang
yang membuka hutan dan membangun handil. Di Terusan, ter1etak di bawah
Kapuas, lima jam dengan perahu dari Pa1ingkau, arus pertama membuka hutan
menje1ang tahun 1971. Arus kedua, merupakan penduduk handil Pa1ingkau Besar
sekarang ini, yang menetap pada tahun 1981. Daerah yang ditempati itu dekat
dengan unit transmigrasi yang dibuka tahun 1980. Penempatan penduduk terus
berlanjut secara bertahap hingga sekarang, tetapi, tampaknya sekarang ini penghasi1an menurun. Mereka hanya mempero1eh 1,8 ton/ha (5 kalenglborong) dalam
beberapa handil. Jadi, banyak pemi1ik te1ah menjua1 kemba1i 1ahannya. Beberapa
kawasan baru memi1iki hambatan tertentu, jadi kondisi pengembangan berbeda
sedikit dengan kondisi di Palingkau. Di Terusan misalnya air asin naik ketika
musim kemarau.
60
Bab Il
KESIMPULAN
Hambatan-hambatan Iingkungan dan terbatasnya upaya perbaikan, yang dinyatakan
dalam sejarah pertanian masyarakat Palingkau tidak hanya terbatas pada Palingkau.
FIuktuasi dalam pengembangan merupakan masaiah yang terus beruiang-ulang di
daerah sekitar Palingkau. Misainya di wilayah utara hingga ke desa Muara Dadahup
yang terIetak beberapa kilometer dari Palingkau, desa terakhir yang dikenai
pengembangan handil dan memanfaatkan pasang surut untuk penanaman padi di
selatan Palingkau yakni di tanggui yang berseberangan dengan Kapuas Murung.
Handil-handil itu telah dibuka sepanjang beberapa kilometer, kemudian ditinggalkan sebagian karena masaiah meningkatnya kemasaman tanah, penurunan
kesuburan tanah, dan serangan hama.
Masyarakat Banjar mengembangkan kawasan yang sangat rapuh sehingga usaha
perbaikan terhadap sumber alam hanya mungkin dilakukan secara bersama. Jika
saiah satu dari unsur pengeIoIaan itu saiah atau gagaI, dan unsur Iain yang
mengganggu keseimbangan kepekaan Iingkungan, keseluruhan sistem itu dalam
bahaya.
61
BAB III
PROSES BERPRODUKSI DAN RIWAYAT
HIDUP PETANI
Bab III
KRITERIA PEMBEDA PETANI
Pemilikan dan Pemakaian Lahan
Pemakaian Langsung: Pemilik Penggarap
Setelah dibuka, tanah menjadi milik perorangan. Tidak ada tanah yang dimiliki
secara bersama. Bukti kepemilikan yang masih berlaku adalah surat yang diberikan
oleh orang yang memimpin pembukaan lahan. Waktu itu dikenakan biaya
RpIO.OOO,OO/bagian. Kepala handil (atau keturunannya) untuk selanjutnya mengawasi semua transaksi tanah. Sekarang ini, kelurahan berupaya untuk mempertegas
hak pemilikan tanah dengan mengganti surat-surat itu dengan sertifikat. Namun, ia
terbentur pada masalah sulitnya mengetahui luas tanah yang dimiliki, karena hal itu
terkait dengan masalah pembayaran pajak bumi.
Dalam hal kelangsungan pemilikan tanah, diperoleh penjelasan yang berbeda-beda
selama pencarian data. Beberapa petani menyatakan bahwa hale kepemilikan
berlaku untuk seterusnya begitu selesai membuka dan mengembangkan lahannya.
Yang Iain mengatakan bahwa setelah lima tahun tanah itu ditinggalkan, hak pemilikan itu hilang, tanah menjadi milik negara, dan kepala handil bertugas membagibagikan.
Pemakaian Tidak Langsung: Sewa dan Bagi Hasil
Jika tenaga kerja dalam keluarga tidak lagi mencukupi untuk melakukan kerja tani
atau jika pemilik tidak dapat lagi mengerjakan lahannya sendiri, ada tiga kemungkinan: menyewakan, bagi hasil dan mengupahkan.
Jika disewa, orang yang mengerjakan lahannya harns membayar sejumlah tertentu
sesuai dengan luas lahan yang disewa. Jwn1ah itu, yang telah disepakati dengan
pemiliknya, pada umumnya dibayar dengan hasil panen. Pada umumnya, jwn1ah itu
kira-kira sebanyak 10 kg padi/borong.
Membagi hasil dalam bahasa daerahnya disebut /caron. Orang yang mengerjakan
lahannya harns membayar pemiliknya sesuai dengan panen yang ia dapatkan.
Pembagian hasil panen bergantung pada siapa yang menyediakan sarana produksi.
Jika si penyewa memberikan bibit dan pupuk, ia mendapatkan 2h dari hasil. Jika si
pemilik memberikan bibit dan pupuk, masing-masing memperoleh separuh dari
hasil panen. Dalam kontrak /caron, risiko menurunnya produksi ditanggung oleh
kedua belah pihak, sementara dengan cara sewa, pemilik selalu memperoleh bagian
yang tetap. Sistem kontrak yang sering dijumpai di Palingkau adalah sistem bagi
hasil (kontrak karon) karena hasil per hektare selalu rendah. Dengan cara itu, risiko
kegagalan ditanggung bersama. Namun, jika hasilnya menurun tajam, di bawah satu
ton/ha (tiga bleklborong), lahan cenderung akan ditinggalkan karena kedua belah
pihak tidak lagi memperoleh keuntungan untuk melanjutkan pengolahannya.
Ketersediaan Lahan: Relatif Terbatas di Palingkau
Ketersediaan lahan di Palingkau makin berkurang. Semua lahan ada pemiliknya
bahkan tanah yang tidak digarap pun; sebagian besar tanah telah dibuka dan
meskipun tempat tinggal perniliknya jauh, ia dapat mempertahankan haknya. Situasi
tersebut menyebabkan macetnya pasaran lahan. Sekarang ini, orang-orang yang
menjual tanahnya karena ingin mewujudkan suatu rencana tertentu: terjun di bidang
65
perdagangan atau menunaikan ibadah haji. Petani lainnya menjual tanahnya karena
tidak adanya ahli waris yang mengambil alih.
Sejak adanya PLG satu juta hektare, dan berkat adanya pembangunan infrastruktur
seperti jalan dan telepon, menjadikan Palingkau sebuah kota. Permintaan akan
tanah makin lama makin besar, sehingga harga tanah meningkat dengan cepat.
Harga tanah bergantung pada pemakaiannya: sawah, kebun rambutan atau lahan
kosong. Akan tetapi, harga antara lahan persawahan dan kebun rambutan agaknya
hampir sama: kebun seluas 0,7 hektare dengan 100 pohon rambutan yang berumur
15-an tahun (yaitu 25 borong) senilai Rp 2.500.000,00 (Rp 100.000,00/borong) dan
1 hektare persawahan dijual sebesar Rp 3.000.000,00 yaitu Rp 100.000,00/borong.
Namun, untuk tanah kosong sulit ditentukan harga standarnya. Harga-harga itu
bergantung pada potensi produktivitas lahan, juga bergantung pada posisi lahan di
handil, lamanya pengembangan, sekaligus jumlah tetangga sekitarnya. Berdasarkan
contoh, harga tanah di sepanjang handil yang telah ditinggalkan sejak 10-an tahun
adalah dari tahun pertama dibukanya kembali: Rp 6.000,00/borong (yaitu Rp
20,OO/m2). Pada tahun berikutnya, jumlah penduduk meningkat pesat, harga cepat
meningkat, dapat mencapai Rp 100.000,00/borong yaitu Rp 346,00/m2).
Sekarang ini, harga tanah bergantung juga pada jauh tidaknya dari jalan-jalan barn
yang dibangun sejak dua tahun yang melewati Palingkau dan menghubungkan kota
Kapuas. Di sepanjang jalan baru itu, harga-harga yang melonjak menunjukkan
bahwa di tempat itu terdapat potensi pasar. Berbagai macam jenis perdagangan
muncul: toko bahan makanan, warung-warung kecil, bengkel motor dU.
Perolehan Lahan
Membuka lahan barn membutuhkan modal awal sebanyak biaya keperluan keluarga
petani selama mengerjakan lahan itu. Pembukaan hutan merupakan urusan kepala
keluarga yang memerlukan waktu lama. Hal itu tidak memungkinkannya untuk
mencari pekerjaan sampingan. la tidak meninggalkan tempat selama satu hingga
dua bulan dan keperluan-keperluannya diperkirakan mencapai Rp 100.000/bulan.
Beberapa petani yang mampu dapat membayar buruh harian sebesar
Rp 4.000,00/hari.
Bagi penduduk setempat, bertransmigrasi dianggap sebagai cara untuk memperoleh
tanah dengan biaya murah dan tidak banyak mengeluarkan tenaga. Departemen
Transmigrasi dan PPH menawarkan kepada penduduk setempat pemilikan lahan
seluas 2 hektare, sebuah rumah dan jaminan hidup serta sarana produksi untuk
penanaman selama 1,5 tahun. Banyak pasangan muda tertarik, tetapi keinginan itu
tertahan dengan adanya larangan bekerja di luar UPT selama lebih dari tiga hari
seminggu selama mendapat jaminan hidup.
Lahan dapat pilla diperoleh dengan cara membeli. Petak diukur dalam borong (1 depa= 1,7 meter). Penjualan dilakukan dengan cara borong, sama dengan 10 x 10
depa, yaitu 289 m2• Kepala handil sebagai perantara dalam transaksijual beli tanah.
la menetapkan kisaran harga jual dan turut serta dalam pengambilan keputusan.
Karakteristik Lahan Usaha: Jenis dan Luas Lahan
Data yang tepat mengenai luas total yang dimiliki oleh setiap petani sukar
diperoleh. Satu-satunya data yang diperoleh adalah daftar yang dibuat oleh kepala
handil. Padahal, daftar-daftar itu pada umumnya tidak lengkap dan hanya memper66
Bab III
hitungkan lahan yang dimiliki oleh petani di handil itu. Dengan mewawancarai
langsung beberapa petani, tidak mungkffi pula diketahui secara pasti luas total yang
mereka miliki. Lahan-lahan yang ditinggalkan sejak beberapa tahun pada umumnya
bukan merupakan modal kekayaan bagi pemiliknya.
Petani rata-rata memiliki lahan seluas 2 hingga 3 hektare; ada pula yang merniliki
lahan seluas 0,5 atau 4 hektare meskipunjarang. Luas lahan yang dimiliki dan yang
digarap merupakan salah satu faktor yang membedakan petani. Luas total lahan
yang dimiliki menyebabkan perbedaan antara petani kaya dan petani pemula. Jenis
petak yang diperoleh (persawahan atau kebun rambutan) berpengaruh juga dalam
tipologi petani.
Beberapa kriteria pembeda Iain agaknya dipakai untuk membuat tipologi. Bab-bab
sebelumnya menjelaskan seberapa jauh pengaruh gerakan air pasang terhadap
sawah dan pekarangan. Letak tanah dalam handil sangat penting. Sawah yang
terletak dekat muara handil tidak memiliki potensi agronomis sama dengan sawah
yang terletak di ujung handil. Kebun-kebun tidak begitu sensitif terhadap letak di
handil jika drainase dilakukan secara efisien. Jadi nilai tanah di setiap handil tidak
sama, masing-masing mempunyai kondisi alam yang berbeda-beda.
Pemanfaatan Tenaga Kerja
Pertanian dengan Tenaga Manusia
Pada hakikatnya, sistem pertanian Banjar sangat memerlukan tenaga keIja. Tenaga
keIja merupakan faktor produksi yang jarang di Kalimantan, sementara lahan yang
tersedia banyak. Luas Kalimantan 540.000 km2 hanya diduduki oleh beberapa juta
orang. Kepadatan penduduknya rata-rata mencapai 5 jiwa/km2 • Untuk menyesuaikan dengan kondisi tersebut, penduduk telah menerapkan upaya pengembangan
yang tidak menuntut banyak tenaga keIja. Upaya itu terutama diarahkan pada
pemilihanjenis tanaman dan cara tanam: kebun buah-buahan yang mampu bertahan
hidup meskipun dengan perawatan ala kadarnya, varietas padi lokal yang tidak
banyak memerlukan perawatan ... Di samping itu, upah buruh yang tinggi membuktikan jarangnya tenaga keIja tani. Upah buruh mencakup 30% dari produksi
kotor dari lahan padi lokal seluas satu hektare, sementara sarana produksi hanya
memerlukan 4% dari produksi kotor (lihat indeks 4).
Jadwal Kerja dan Puncak Kegiatan
Jadwal keIja tani dalam Hari Orang KeIja (HOK) dipaparkan berikut ini. Sebagai
contoh, masa keIja tani untuk menggarap lahan satu hektare sawah dan kebun
rambutan dengan 100 pohon bagi petani Palingkau.
Jam keIja bagi laki-Iaki di Palingkau 7 jamlhari: dimulai pagi hari pukul 7.00
hingga pukul 10.00-11.00 dan setelah istirahat mulai pukul 14.00 hingga pukul
17.00.
Beberapa petani mengatakan bahwa luas maksimal sawah yang dapat dikeIjakan
oleh anggota keluarga (satu keluarga rata-rata terdiri dari ayah ibu dan tiga hingga
empat anak yang masih sekolah) seluas satu hektare. Beberapa kegiatan keIja
seperti tanam padi dan panen haros diselesaikan dalam waktu singkat: penanaman
terakhir dalam waktu 15 hari, panen sekitar 10 hari sehingga hal itu menuntut
anggota keluarga untuk bekeIja penuh. Jika luas lahan yang diolah melebihi batas
67
maksimal, maka diperlukan buruh. Analisis grafik ini menunjukkan dengan jelas
bahwa tidak ada kegiatan kerja tani pada musim kemarau. Waktu kosong itu
dimanfaatkan untuk mencari pekerjaan Iain, artinya bekerja di luar usaha pertanian.
Gambar 21. Jadwal Kerja Tani
1
musim hujan
1
l~~~~-~~~~
+------
1
musim Iœmarau
1
+--+
••c---------__
~c---------------+
penyerœlan
1.5 hart
("'go/)
tlnam parll~
7 harl
penyiangan
5 horI
penen nIII"butan
perlWlt.n
2 bulon
10 hlirl
=>
penyilpen "hln
25 harl
panen
3Ohl,I
r::::~~~::::J
(/acaIc)
==
Waktu yang dicurahkan untuk kerja samplngan
Petani Multiusaha
Penduduk Kalimantan merupakan penduduk perantauan. Karena terdorong oleh
rasa ingin tahu, keinginan akan hal-hal yang barn, mereka suka merantau.
Kebanyakan petani muda sebelurn menetap dan menikah, menje1ajahi Kalimantan
untuk mengadu nasib yang lebih baik. Orang yang diwawancarai menceritakan
pengembaraannya untuk mencari kesempatan kerja yang menguntungkan:
mendulang emas, bekeIja di perusahaan kayu, meramu obat-obatan dari akar pohon
dengan menerapkan cara pengobatan tradisional suku Dayak dan sekarang ini ada
yang menjadi penjual bakso.
Namun, setelah menikah, tugas utamanya adalah menghidupi keluarganya. Maka ia
mulai memikirkan bagaimana memperoleh tanah.
Yang dipikirkan kepala keluarga adalah bagaimana memperoleh cukup uang untuk
memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Produksi pertanian haros mendatangkan
uang yang dapat terkumpul pada waktu panen. Di luar itu, keIja sampingan sangat
diperlukan. Istilah "cari uang" sangat bermakna. Kepala keluarga berangkat
mencari keIja sampingan jika uangnya habis dan kembali setelah cukup memperoleh uang, sekitar 15 hari kemudian.
la akan memanfaatkan tenaganya, yang merupakan faktor langka di Kalimantan,
yang kaya akan surnber daya alam. Kesempatan kerja banyak, misalnya buruh tani
harian, pengrajin, pengolahan surnber daya alam (kayu, ikan), perdagangan,
angkutan. Pendapatan harian rata-rata mencapai Rp 12.000,00 pada musim
kemarau. Kesempatan keIja lebih banyak pada masa itu. Musim hujan terutama
digunakan untuk melakukan kegiatan pertanian.
Kegiatan petani Palingkau banyak macamnya. Kegiatan utamanya sulit ditentukan.
Apakah ia cenderung sebagai petani, pengrajin, nelayan, pedagang atau sebaliknya?
Ciri utamanya adalah kemampuannya beradaptasi. Agaknya mereka tidak meng68
Bab III
khususkan diri pada satu kegiatan; ia siap beralih profesi (mengubah kegiatannya)
begitu ada kesempatan yang lebih baik. Hal itu merupakan pilihan hidup: beberapa
petani lebih suka menangkap ikan, kegiatan yang terkait dalam hal gaya hidup dan
merupakan kesenangannya berpetualang sebagai pionir (bagaimanapun juga para
nelayan tidak: akan mengubah kegiatannya). Yang lainnya berdagang agar menjadi
kaya.
Tabe/3. Keanekaragaman Kegiatan
TIpe kerJa dan kegfatu
-----~~-
10.000
- Membuka areal transmigrasi
- Menebeng pohon galam dan menjual batangnya sebagai
ka
20.000
ban
I.OOO.OOO/bulan
- Memotong kayu pada perusahaan kayu
- Memotong geJondongan kayu galam menjualnya sebagai
ka
J
1 m! ng}
Upah huian (ftp/bart)
......
7._000_--I
- Tukang batu
- Sopir angkutan umum
- Menangkap ikan
Sekarang ini, pasaran kerja terbuka lebar. Kesempatan kerja banyak dan beragam,
jadi ada jaminan untuk mendapatkan pekerjaan yang menopang unit produksi
menjadi kuat. Ada kemungkinan bahwa situasi yang baik di lapangan kerja terus
berlanjut dan bahkan menjadi kuat berkat pusat kegiatan banyak diciptakan dengan
munculnya PLG satu juta hektare.
Waktu yang disediakan untuk pertanian dan kegiatan sampingan berbeda pada
setiap petani. Beberapa petani mengembangkan kegiatan di bidang perdagangan
atau kerajinan yang lama kelamaan menggantikan kegiatan tani. Yang lainnya,
lambat laun meningkatkan kepemilikan tanahnya dan meluangkan waktu sepenuhnya untuk bertani. Jenis pekerjaan di luar bidang pertanian dan banyaknya
waktu yang disediakan untuk masing-masing sektor kegiatan kepala keluarga
merupakan suatu kriteria pembeda yang menentukan tipologi petani di Palingkau.
Berbagai Sumber Tenaga Kerja dan Pemanfaatan
Petani lebih mengutamakan penggunaan tenaga kerja keluarga dan gotong royong
antar petani. Jika ia memiliki beberapa hektare lahan atau ia sangat sibuk dengan
pekerjaan sampingannya dan ia mampu memberi upah, ia menggunakan buruh
harian.
Tenaga Anggota Keluarga
Kepala keluarga mempunyai tugas beragam. la mengerjakan beberapa kegiatan
tani sendiri atau dibantu orang Iain. Di sawah, ia menyiapkan padi dengan tugal,
penanaman dan panen dengan ani-ani. Untuk perawatan pohon rambutan, ia
melakukan penyiangan dua kali setahun dan memupuk pohon-pohon sekali setahun
dengan menggunakan kompos buatan sendiri. Dalam beberapa tugas, ia dibantu istri
danjuga anak-anaknya jika sudah mampu melakukan kerja tani di luar jam sekolah.
la juga dibantu buruh harian pada masa tanam padi terakhir pada bulan Maret-April
69
dan panen pada bulan Agustus. Antara masa kerja tani, ia memiliki waktu luang
yang panjang untuk mencari kerja sampingan. Jadi, ia mengolah sumber alam:
kayu, ikan, emas dU atau mencari keIja di kota.
Ibu ikut serta dalam penanaman padi dan panen dengan ani-ani. Di samping itu,
beberapa wanita menjadi buruh harian selama masa panen. Kegiatan sejumlah besar
wanita di daerah itu adalah menganyam kercut yang disebut ''puran''. Puran
tumbuh di daerah berawa. Para wanita bekerja selama 5 hingga 7 jam per hari,
6 hari per minggu. Pada hari ketujuh dimanfaatkan untuk menjual tikar dan topi
hasil kerajinan.
Anak-anak terutama membantu orang tuanya memetik buah. Pekerjaan itu
dilak:ukan oleh anak kecil yang berumur kurang dari 10 tahun karena mereka paling
gesit dan lincah jika memanjat pohon untuk memetik rambutan atau buah-buahan
lainnya. Tenaga anak-anak merupakan tenaga yang tidak terlalu mahal yang hanya
dibayar beberapa rupiah untuk uang jajan dan diberi beberapa buah untuk dimakan
di tempat. Anak-anak membantu orang tuanya pada masa petik rambutan: anak
laki-Iakinya memetik buah dan anak perempuan mengikat buah (satu ikat 10 buah).
Menangkap ikan di saluran dan sungai juga merupakan salah satu kegiatan anakanal<:. Pada usia kira-kira 10 tahun, anak perempuan juga membantu ibunya
menganyam puran. Anak-anak perempuan dapat segera bekerja sehari penuh bila
sudah tidak sekolah. Anak-anak juga membantu orang tuanya di sawah: menanam
dan memanen padi jika mereka sudah cukup mampu mengerjakannya.
Kerja 8ama dan Gotong Royong Antar Petani
Gotong royong dilakukan untuk keIja tani yang harns diselesaikan dalam waktu
yang singkat seperti pada waktu tanam padi terakhir. Petani lebih suka melakukan
keIja sama dengan dua atau tiga orang daripada membayar buruh harian. Dengan
cara itu, petani lebih semangat bekeIja dan tidak cepat merasa bosan. Kerjasama
dilakukan khususnya dalam hal pemasangan pintu (tabat) pada musim tanam
demikian pilla dalam hal pemeliharaan handil. Namun, sejak proyek peremajaan
handil setahun yang lalu, tugas itu diambil alih oleh pemerintah.
Buruh Harian
Upah diberikan secara harian dan disesuaikan dengan kerjanya. Pembayaran
bergantung pada luas lahan yang dikeIjakan yaitu per borong atau per blek. Buruh
harian umumnya penduduk setempat. Sebagian besar dari mereka adalah anak muda
yang masih bujangan dan tinggal bersama orang tuanya. Mereka tidak memiliki
lahan sendiri dan tidak memiliki pekeIjaan tetap. Yang lainnya adalah para kepala
keluarga yang mencari tambahan untuk menopang kebutuhan keluarga sehari-hari.
Namun, buruh dari daerah Iain juga ikut serta selama musim panen pada bulan Juli
dan Agustus. Buruh di daerah setempat tidak mencukupi, sementara padi yang
sudah terlalu masak, rontok. Buruh dari Kalimantan Selatan, pada umumnya yang
berasal dari daerah Hulu Sungai datang untuk ikut serta dalam kerja tani tersebut.
Petani hanya menggunakan tenaga upahan untuk kegiatan yang tidak dapat
dilak:ukan oleh anggota keluarga atau dengan gotong royong. Oleh karena terbentur
masalah stadium fisiologis tanaman, perkembangan kondisi cuaca yang diperkirakan, dan kegiatan sampingannya, petani terpaksa menggunakan tenaga upahan
untuk mengatasi masalah mendadak.
70
Bab ln
Tanam pertama (/acak)
Rp 2.500/borong
1Penyjapm~ (tajak+ auglrot)
___
~
_
o
Rp 5.000/borong
Tanam terakhir
~---
Rp 3.000/borong
----
-
Hampir Rp 5.00Qlhari
1 Panen
Rambutao
latan tan!
Pembuatan tokong
Rp 1.500/tokong (l depa persegi)
Perawatan pohoo
Rp25.000
Panen
Rp 101 ikat: Rp 5 untuk pemetik dan Rp 5 untuk tukang ikat
Masa tanam terakhir menyebabkan petani berada dalam situasi yang sulit: ia haros
menanam padi sebelum padi terlalu tua dan sebelum air di petak mulai berkurang
supaya hasil panen tidak menurun. Oleh karena itu, ia terpaksa menggunakan
tenaga upahan untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Dalam hai panen, karena kendala
yang sama, petani terpaksa pula menggunakan tenaga upahan: panen dengan ani-ani
memerlukan banyak waktu, padahai padi yang sudah terlaiu masak haros cepat
panen karena mudah rontok. Dengan demikian, petani haros dapat menyelesaikan
kerjanya dalam waktu yang singkat.
TIPOLOGI DAN RIWAYAT HIDUP PETANI
Kriteria utama yang dapat membedakan petani adalah Iuas Iahan (sawah dan
perkebunan) dan waktu yang disediakan untuk kegiatan pertanian dan kegiatan
sampingan.
Ada tiga kelompok besar jenis petani. Masing-masing kelompok besar itu terbagi
atas sub-sub kelompok jenis petani. Tipologi disajikan dalam bentuk biografi.
Hubungan antara jenis-jenis dijelaskan meIaIui dinamika perkembangan dalam
beberapa waktu. Perbedaan jenis-jenis petani dapat di lihat pada tabei di bawah ini.
Tabe/5. Tipa/agi
--
-
......-
~
I-A
Pertanian sebagai kegialan ulama pelani:
"Petani pemilik yang
kaya"
npel
npell
PCfImi Kawakan
Petani dengan usaha
sampingan
~~
1
npelll
--
Petani sebagai
pe\œJjaan sampingan
~~
I-B
I-e
II-A
II-B
III-A
III-B
Petani yang
beralih usaha
ke
perdagangan
Pelani paruh waktu:
"3 jenis masukan";
padî, rambulan, kerja
sampingan
Pelani
muda
Pelani
Pedagang
Pegawai
negeri
Karon
71
Tipe 1: Petani Kawakan
Tipe /-A-t: Petani Sawah
Riwayat Hidup Pak Sawong
Sawong lahir di Dadahup, desa Dayak yang terletak sekitar 20 km dari Palingkau.
Di Dadahup, pengembangan kawasan yang dilakukan tidak ada kaitannya dengan
cara yang diterapkan di Palingkau. Di tempat itu, hutan digunakan untuk menanam
rotan, dan saluran aimya merupakan sumber ikan yang tak terhingga banyaknya.
Namun, ia bertempat tinggal di Palingkau setelah menikahi wanita Banjar yang
berasal dari desa itu dan setelah belajar pertanian di SMA Kapuas.
Sekarang, ia berumur 45 tahun. Dua dari tiga anaknya rnasih sekolah. Istrinya
membantunya dalam usaha. la mengurusi panen rotan di Dadahup selama suaminya
itu mengawasi sawahnya di Palingkau. la juga ikut serta menanam dan panen padi.
Akan tetapi, bantuan tenaga anggota keluarga itu tidak begitu berarti.
Pemilikan Tanah
la memiliki tiga hektare sawah, dua hektare di antaranya diwarisi oleh mertuanya
dan satu hektare dibelinya pada tahun 1970. Di sawahnya, ia menerapkan pola
tanam sawit-dupa (/5 hektare) dan 2,5 hektare lainnya ditanami varietas lokai.
Kemudian pada tahun '70-an satu hektare bekas sawahnya ditanami 100 pohon
rambutan (umur pohon lebih dari 25 tahun).
Kegiatan Sampingan
Ketika masih bujangan, ia melakukan segala jenis pekeIjaan: pembabatan hutan,
menangkap ikan dU. Setelah menikah, ia tinggal menetap di rumah pemberian
mertuanya. la memiliki kebun rotan di Dadahup yang hasilnya dibagi dengan
saudara-saudaranya.
Kegiatan di Sektor Pertanian
la ketua kelompok tani di handilnya. Jabatan itu menjadi penting selama dua tahun
terakhir dengan program pemerintah tentang intensifikasi penanaman padi tradisional di lahan PLG satu juta hektare. Perannya adalah memperkenalkan teknikteknik baro seperti pemakaian herbisida, traktor dan penanaman varietas padi
dengan siklus pendek: IR66. Petani yang sungguh-sungguhlah yang meluangkan
banyak waktu di lahannya dan terbuka terhadap hal-hal yang inovatif.
Dalam pendapatan bulanan, belum diperhitungkan pendapatan yang diperoleh dari
hasil kebun yang dimiliki di Dadahup. Dengan demikian, ia mendapatkan paling
sedikit Rp 480.000,OO/bulan. Jadi, data tabel di atas hanya pendapatan yang diperoleh dari hasil pertanian di Palingkau.
72
Bab
rn
rabe/6. Perhitungan Pendapatan Pertanian (ripe /-A-1: Petani Sawah)
JeDIa
pl'Clduksl
Lau
---, ....------.....
Pend.patan kotor
Harp
_ nta-rata
_ _ _ _- ' L
--'
(Rp)
Produksf
rata-rata
Padi lokal
Rp 620/kg
(Rp 65001blek)
4.436.250
Rp SOOOIblek
437.500
Rp 125/10 buah
2.500.000
Hasil kotor(Rp)
15.000
170.000
90.000
37.500
Bibit
Pupuk
Pestisida (tikus)
Herbisida
Total:
312.500
Padi lokal
Padi unggul
Rambutan
------
Total:
7.373.750
Laba kotor
7.060.150
Upah di sawah
1.000.000
Pemetikan rambutan
300.000
Penyusutan kebun
Pflid. ataD bersib (Rp)
4.436.250
437.500
2.500.000
10.000
_~
.....rL-
R S.751.250/tahUD
__II_ _
Pendapatan rata-rata
Rp 480.000/bulan
Kelerangan : Padi untuk konsumsi sendiri lermasuk da/am pendapalan pelani.
Logika dan Strateginya
Penanaman padi digunakan untuk memenuhi kebutuhan swasembada pangan
tahunan juga produksi beras itu digunakan untuk membiayai usaha tani dan
mengatasi keperluan-keperluan khusus.
Dari hasil penanaman rambutan yang di panen memberikan masukan uang dalam
jumlah besar pada bulan Januari dan Februari, digunakan untuk membayar upah
buruh pada saat keIja tani besar-besaran dalam penyiapan lahan dan tanam padi
lokal pada bulan Maret dan April. Bila surplus akan disimpan dan ditabung.
Pendapatan Iain yang diperoleh adalah dari kebun rotan, hasil dari tanaman itu
memungkinkan petani untuk membeli sejumlah gabah sepanjang tahun. Petani
mengumpulkan beras pada saat harga murah dan menjualnya pada saat harga naik
selama musim paceklik pada bulan Juni, tepatnya sebelum awal masa panen.
Bagi petani seperti Pak Sawong, pengenalan herbisida merupakan "revolusi besarbesaran". Golongan petani yang memiliki sawah luas terpaksa menggunakan buruh
harian untuk melakukan penyiapan lahan dengan tajak. Bila tenaga keIja langka,
upah buruh harian menjadi mahal. Sementara, dengan menggunakan herbisida, ia
dapat mengeIjakannya sendiri; biaya produksi menjadi lebih murah daripada biaya
buruh tani yang dikeluarkan sebelumnya. Berikut ini dipaparkan data mengenai
penghematan waktu dan uang setelah menggunakan herbisida.
73
1 hari
445.000
Dapat disimpulkan bahwa, penyiapan lahan satu hektare dengan menggunakan
herbisida menjadi lebih murah daripada petani menggunakan buruh harian untuk
melaksanakan kerja tani. Dengan menghitung penghematan hari kerja, dapat diketahui keuntungannya setelah menggunakan herbisida: penyiapan lahan hanya
berlangsung tiga hingga lima hari sementara dengan tajak diperlukan waktu 25 hari.
Berkaitan dengan masalah varietas unggul dengan siklus pendek, petani tersebut
mencobanya sejak dua tahun. Sebagai "petani sawah unggul": ia siap meluangkan
waktunya di sawah untuk: memperoleh hasil panen yang lebih besar. Dalam hal ini,
ia mencoba berbagai varietas padi unggul di sawahnya.
Tipe /-A-2.· Petani Rambutan
Riwayat Hidup Pak Kutin
Orang tua Pak Kutin berasal dari Kalua, kota di provinsi Kalimantan Selatan (Hulu
Sungai). Pada akhir tahun '50-an, ayahnya mencari lahan kosong untuk dijadikan
sawah. la membuka hutan di Palingkau. la bergabung dengan ayahnya pada tahun
1965 setelah selesai belajar di pondok. Di akhir tahun '60-an, mereka meninggalkan
tiga hektare sawah yang telah dibukanya. Sekarang ini, area itu menjadi daerah
transmigrasi. Mereka menetap di handil Palingkau Besar, dekat desa Palingkau.
Kemudian, ia menikah dengan gadis dari handil itu. Dari perkawinan itu, ia
mendapatkan sembilan anak.
Setelah mengubah sawahnya menjadi kebun rambutan, pada tahun '70-an, ia pergi
ke Terusan pada tahun 1981 (tiga jarn dari Palingkau dengan menggunakan perahu)
dengan beberapa kepala keluarga handil Palingkau besar untuk membuka lahan
barn. Tujuannya sarna dengan tujuan ayahnya 25 tahun lalu: "membangun" lahan
persawahan. Sejak itu, ia selalu bolak balik antara Palingkau (tempat tinggal) dan
Terusan (tempat bertani).
Istrinya tidak dapat membantu pekerjaannya di sawah karena mengasuh anakanaknya. Namun, semua anggota keluarga pergi ke Terusan selarna kerja tani:
tanarn dan panen. Salah satu anaknya yang telah menikah mengarnbil alih secara
berangsur angsur tugas ayahnya. Empat anaknya yang Iain masih sekolah.
74
Bal> III
Pemilikan Tanah dan Produksi
Rambutan hasil cangkokan sudah ada pada akhir taluin '60-an. Namun, barn
memasyarakat di daerah Palingkau pada tahun '70-an. Pak Kutin merupakan salah
seorang yang memelopori percangkokan. la berusaha mengembangkan pohon
rambutan dengan menjual hasil cangkokannya sendiri ke handil sebe1ahnya. Setelah
menjadi aWi di bidang itu, ia berhasil menjual hingga 2000 cangkok/tahun. Pada
saat ini, ia menjadi perantara yang diberi hak oleh Departemen Transmigrasi dan
PPH untuk penyediaan bibit rambutan bagi transmigran yang baru ditempatkan.
Sekarang ini, ia memiliki 2,5 hektare kebun dengan: 250 pohon rambutan dan 1,5
hektare lahan sawah di Terusan.
Tabe/8. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe /-A-2: Petani Rambutan)
2,3 tonlha
(6,5 blekiborong)
2.112.500
2000
7.500.000
200'
2.000
Baban·...bu penmtara
Rp 1.000/cangkok
2.000.000
hU kotor (Rp)
Bibit hasil sendiri
2.112.500
7.500.000
2.000.000
Pupuk
Pestisida
11.612.500
11.507.000
Upah buruh di sawah
Pemetik rambutan
Penyusutan kebun
...P_ea=~=tu=_benlb
__-...a.;"",",,,
600.000
500.000
25.000
........
~_R=p_lO_.3_82.s00/tahuD
Kegiatan Sampingan
Kutin memiliki kl%k (perahu bermotor) yang digunakan sebagai sarana transportasi di handil untuk pulang pergi antara Palingkau dan Terusan. la
menggunakannya untuk berdagang terutama untuk memasarkan rambutan. Pada
waktu buah me1impah, dan harganya anjlok: mencapai Rp 50,00/100 ikat, ia
mengumpulkan produksi buah milik tetangganya hingga mencapai 5000 ikat dan
menjualnya ke hulu Barito sampai ke Buntok. Di tempat itu, harga per ikat
mencapai Rp 250,00. la dapat singgah dua kali seminggu ketika buah melimpah
pada bulan Desember dan Januari. Selain menjadi pimpinan pondok pesantren yang
terletak di pemukiman handilnya, ia termasuk pula tokoh masyarakat di Palingkau.
Logika dan Strategi
Peranan padi: kepemilikan sawah merupakan hal penting bagi petani Kalimantan.
Menjamin kebutuhan beras bagi ke1uarga merupakan tujuan utarna petani. Dengan
demikian, ia harns pergi mencari lahan yang lebih baik untuk dijadikan sawah
75
manakala lahan di Palingkau hasilnya menurun. Baginya, gabah merupakan barang
spekulasi. Sepanjang tahun, ia membeli gabah dalam jumlah sangat kecil dan
menjualnya lagi ketika harga melonjak pada bulan Juni, dan Juli.
Peranan rambutan: kebun rambutan merupakan sumber penghasilan utama.
Penjualan buah dan cangkokannya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga dan kebutuhan tak terduga sepanjang tahun.
Minatnya untuk mengenal teknik barn: ia tidak langsung tertarik pada pemakaian
varietas padi unggul (IR66). Sawahnya terletak di Terusan, jauh dari tempat
tinggalnya. la tidak akan dapat mengawasi sawahnya jika ia menanam varietas padi
unggul. Keuntungan utama varietas lokal justru pada ketahanannya, sedikit
perawatan dan pengawasan. Petani dapat pergi tanpa khawatir setelah menanam. Di
sisi Iain, pengaturan air (menurut beberapa saksi) tidak memungkinkan untuk
penanaman padi unggul (IR66) di Terusan. Di daerah ini, lahannya cepat sekali
tergenang jika hujan lebat. Adapun pengenalan tentang herbisida, tampaknya
menarik perhatiannya untuk penyiangan rumput di kebun rambutannya. Namun
pada tahun 1997, ia masih dalam tahap mencoba.
Generalisasi Jenis /-A
Berdasarkan data penelitian tersebut petani yang tennasukjenis I-A berumur sekitar
50 tahun dan dapat membangun dan mengumpulkan lahan yang luas. Mereka
menginvestasikan tenaga keIja dan modalnya dalam pertanian. Mereka membuka
hutan, membeli lahan atau memperolehnya dari warisan. Mereka bekeIja selama
hidupnya untuk mengembangkan usahanya. Mereka memperoleh hasil yang sangat
menguntungkan, sesuai dengan tenaga keIja yang tersedia dan keterbatasan teknik
yang digunakan. Sekarang ini, usaha mereka beIjalan dengan lancar: setiap tahun
penghasilannya pasti besar dan rutin, hari tuanya teIjamin dan mereka cukup
memiliki lahan atau uang supaya dapat mewariskan kepemilikannya kepada anakanak mereka.
Tipe I-B: Petani yang Menjadi Pedagang
Riwayat Hidup Pak Arifin
Menginjak umur 15 tahun, Pak Arifm yang berasal dari Banjannasin bekeIja
sebagai buruh tani pada petani kaya di handil Palingkau Kecil. Setelah dua tahun
menjadi penggarap (karon), ia menikah dengan anak pemilik lahan. la memperoleh
petak pertama ketika anak pertamanya lahir: mula mula, ia membuka dua hektare
lahan selama bertahun tahun. la juga memanfaatkan satu hektare lahan yang
diwariskan oleh mertuanya tahun '50-an. Untuk menggarap tiga hektare petak
sawahnya, ia juga menyewakan sawahnya dengan bagi hasil (karon). Hasil padi
yang baik di awal tahun-tahun pertama pembukaan lahan (dari 3,6 hingga 2,5
ton/ha) memungkinkannya untuk menyisihkan uang. Pada tahun '70-an ketika hasil
padi mulai menurun, ia menanam rambutan (pertama 100 pohon, kemudian 100 lagi
7 tahun berikutnya). Uang yang dapat ditabung digunakan untuk membuka usaha
dagangnya di tahun '80-an. Selama 10 tahun, ia menjual hasil pertanian: sayuran,
buah dan ikan di pasar-pasar sepanjang sungai Mengkatip dan Barito dengan
menggunakan klotoknya. Pada tahun 1985, ia naik haji berkat uang yang dihasilkan
dari berdagang.
76
Hab III
Setelah pulang, ia membiarkan petak sawahnya yang tidak produktif dan lama
kelamaan meninggalkan usaha pertanian. la lebih mencurahkan waktunya untuk
. berdagang. la membeli perahu tahun 1992 dan menyusuri sungai Kapuas sampai
kota Mentangai dengan anak laki-lakinya yang juga memiliki perahu. la mulai
berhenti berdagang pada tahun 1997 ketika berumur 60 tahun. Sejak itu, ia
membuka lagi lahannya. Sejak tiga tahun, ia membuat kebun rambutan dengan 100
pohon dengan tujuan mewariskannya pada anak perempuannya yang baru menikah.
la sudah mewariskan 100 pohon rambutan pada putranya.
Tenaga Kerja Anggota Keluarga
Istri dan ketiga anaknya tidak ikut serta dalam usaha tani. Anak laki-lakinya ikut ke
pasar tetapi dengan perahu sendiri.
Pemi/ikan Tanah
Sekarang ini, Pak Aritin memiliki satu kebun rambutan dengan 100 pohon dan satu
hektare lahan bekas sawah (ditinggalkan sejak 10 tahun), karena hasilnya terlalu
kecil untuk dibagi hasil.
Pendapatan
Usaha dagangnya menghasilkan rata-rata Rp 200.000,00 per minggu dan kebun
rambutannya menghasilkan Rp 2.500.000,00 per tahun. Tabungan yang dikumpulkan dari hasil surplus gabah yang dijual selama musim paceklik dan tabungan yang
diperoleh dari hasil kebun rambutan digunakan untuk membeli perahu dan
menjalankan kegiatan perdagangannya.
ripe I-e: Petani Paro Waktu
Riwayat Hidup Pak Basuki
Pak Basuki berumur 45 tahun, lahir di Palingkau. Orang tuanya tiba di Palingkau
tahun 1951 dengan tujuan memperoleh lahan persawahan. Mereka berasal dari
Negara, kota di provinsi Kalimantan Selatan (Hulu Sungai). Keluarga itu membuka
hutan seluas dua hektare untuk membuat sawah. Begitu hasil sawahnya menurun,
selanjutnya, mereka mengikuti tetangga- tetangganya di handil untuk menanam
rambutan berkat penyebaran teknik cangkok. Pak Basuki membantu ayahnya
menanam pohon dan ikut menangkap ikan. la menikah pada tahun 1973 dengan
gadis handil Papuyu. Dari hasil perkawinannya ia dikaruniai empat orang anak
yang salah satunya baru menikah. Kegiatan tani hanya dilakukan oleh anggota
keluarga.
Pemilikan Tanah
Deretan yang berisi 25 pohon rambutan yang diwariskan dari orang tuanya. Pohonpohon itu sekarang berumur 25 tahun. Pembelian satu hektare sawah di Papuyu
yang telah mereka tanami selama 10 tahun pertama. Sebagian lahannya dijadikan
kebun yang ditanami dengan 100 pohon rambutan. Delapan tahun yang lalu,
membuka sawah seluas satu hektare di Raung.
Kegiatan Sampingan
Pak Basuki suka menangkap ikan bersama-sama warga setempat di Mentangai.
Mereka berangkat dengan menggunakan beberapa perahu motor selama kira-kira 15
hari. Mereka menyebar di beberapa sungai kecil yang sengaja mereka perlebar
77
untuk memudahkan masuk hutan. Mereka menangkap ikan pada malam hari dengan
menggunakan lampu senter dan jaring. Dari hasil tangkapannya dijual ke pasar di
kota-kota terdekat. Kegiatan itu mencapai puncaknya pada musim kemarau (Juli
hingga September) ketika ikan terkumpul dalam sungai yang mulai surut; penangkapan ikan dapat menghasilkan Rp 200.000,00 hingga Rp 300.000,00 selama 15
hari. Musim hujan kurang menguntungkan, pendapatan yang diperoleh hanya
sekitar Rp 100.000,00. Istrinya menganyam mendong di rumah. la memotong
mendong di hutan, membuat 50 tikar tiap minggu. Setiap hari rabu, ia menjualnya
di pasar seharga Rp 200/lembar. Dari usaha itu diperoleh masukan sebesar
Rp 4.000,OO/minggu. Sebagian pendapatan yang diperoleh dari produksi padi yang
tidak dikonsumsi sendiri sebesar 58% atau Rp 845.000,00/tahun.
Padi Iokal
Sarana produ
Bibit (hasil sendiri)
Pupuk·
PesÙsida
1.690.000
2.500.000
Padi IokaI
Rambutan
LabaKétor
78.000
200.000
10.000
Bumh panen padi
Pemetik rambutan
Penyusutan kebWl
325.000/bulan
peft<!apatan rnemancing tahWlan
Pen
Rp 2.S00.OOOItahun
6.400.000/tahun
total
Pendapatan bulanan rata-rata
Rp
533.000/bulan
Jadwal Kerya
Setelah selesai mengerjakan tani Pak Basuki pergi selama lima belas hari untuk
mencari kerja sampingan. la pulang selama satu minggu hingga sepuluh hari.
Selama itu ia mengerjakan sawah dan kebun rambutan. Jadwal tanam padi lokal
dapat disesuaikan dan tidak terlalu memerlukan pengawasan dan perawatan,
sehingga ia dapat mencari kerja sampingan walaupun tempatnya berjauhan. la
mempekerjakan buruh harian sedikit mungkin, karena mengutamakan tenaga kerja
dari anggota keluarganya. Namun kadang-kadang perlu juga menggunakan buruh
harian dari luar daerah untuk tanam terakhir dan panen.
78
Bab III
Logika dan Strategi
Logika cara kerja berpijak pada "tiga penopang" yang saling melengkapi dalam hal
jadwal sekaligus pengatur keuangan. Strategi yang diambil merupakan diversifikasi
sumber pendapatan.
Adapun peranan berbagai sumber penghasilan sampingannya digunakan untuk
membiayai keperluan pangan dan biaya hidup sehari-hari. Hasil dari penanaman
padi digunakan untuk memenuhi kebutuhan swasembada beras dan pembelian ikan.
Jika hasil panen surplus akan disimpan dan dijual kembali pada masa harga beras
melonjak (supaya harga lebih tinggi). Adapun hasil dari kebun rambutan digunakan
untuk membiayai keperluan perbaikan dan perawatan rumah, biaya pendidikan
anak-anak, dan membayar upah buruh pada waktu tanam dan penyiapan lahan.
Penunjang keperluan lainnya adalah dari kegiatan kerajinan istrinya selama ia pergi.
Perfuasan ripe I-C
Tipe petani ini terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki lahan produktif seluas
satu hektare dan 100 pohon rambutan. Dalam kegiatan taninya mereka selalu
menggunakan tenaga keIja dari kalangan keluarga saja. Selain mempunyai keahlian
khusus dalam kegiatan tani, begitu juga untuk mencari keIja sampingan sering
dituntut keahlian yang sama, seperti tukang batu, pembuat dan tukang memperbaiki
perahu, nelayan, pemangkas rambut. Namun, apapun jenis keIja itu selalu menjadi
perhatian mereka jika lebih menguntungkan. Luwesnya penyesuaian diri merupakan
ciri khas mereka. Kadang-kadang lokasi keIja sampingannya di daerah yang jauh
dari Palingkau. Misalnya, nelayan berangkat ke hulu sungai selama lima belas hari,
tukang batu bekeIja selama kontrak (kira-kira satu bulan untuk membangun satu
rumah). Demikian juga kerja sebagai penebang pohon pada perusahaan kayu atau
mereka melakukan aktivitas sehari-hari yang memerlukan separo dari waktu keIja
mereka: pemangkas rambut di pasar-pasar, penjual ikan di Palingkau, pengojek, dU.
Namun terdapat beberapa ciri khusus yang berkaitan dengan cara keIja mereka.
Beberapa di antara mereka yang terbentur pada masalah keterbatasan waktu, lebih
suka menggunakan tenaga buruh harian untuk melakukan keIja berat; sementara
yang lainnya menggunakan tenaga anggota keluarga dan gotong royong di antara
petani. Yang lainnya lagi menggunakan strategi tanam yang menggabungkanjenis
padi dengan siklus panjang yang berbeda-beda supaya keIja tani dapat
diperpanjang.
Walaupun mereka ingin memperluas kepemilikan tanah untuk diwariskan, pada
umumnya mereka tidak mampu mewujudkan cita-citanya.
Tipe 1/: Petani dengan Usaha Sampingan
Tipe II-A: Petani Muda Pemula
Riwayat Hidup Pak Bulan
Pak Bulan berumur sekitar 30 tahun. la lahir di Palingkau tetapi orang tuanya
berasal dari Hulu Sungai yang tiba di Palingkau tahun '60-an. Orang tuanya
membuat lahan persawahan seluas 1,5 hektare. Di lahan itu, mereka menanam dua
jenis tanaman, yaitu padi danpuron di handil Lasar yang beIjarak 3 km dari sungai.
la menikah dan dikaruniai tiga anak.
79
Pemilikan tanah
la diwarisi 1,5 helctare lahan persawahan namun hasil yang diperolehnya sangat
kecil (di bawah 1 ton/ha). Dengan demikian, hanya \/5 hektare yang ditanami.
Mereka membuat kebun rambutan sedikit demi sedïkit: sekitar 10 pohon yang
ditanam dan mulai berbuah, hanya cukup untuk dimakan sendiri. Mereka membuka
\15 hektare lahan di tanggul handil Saka Betapung yang terletak seberang sungai di
Palingkau. Empat tahun yang lalu di awal kegiatan pembukaan lahan harganya
Rp 6.000,00/borong, atau Rp 20,00Im2• Karena banyaknya orang membuka lahan,
harganya meningkat menjadi Rp 100.000,00/borong, atau Rp 346,00Im2• Tempat
itu ditinggalkan sejak l5-an tahun yang lalu karena serangan hama. Sekarang
hasilnya baïk.
Kegiatan Sampingan
la melakukan bermacam-macam "kerja harian kecil-kecilan" bergantung pada
musim tahun itu: buruh tani pada musim hujan (membersihkan petak sawah, tanam
padi, membuat tokong untuk menanam pohon, dU...). Pada musim kemarau kesempatan kerja lebih bervariasi dan lebih menguntungkan: ia membantu membangun
rumah, pembabatan hutan, panen rotan, menangkap ikan, memotong dan menjual
kayu bakar, dU. Keluwesan beradaptasi itu terjadi berkat makin luasnya lapangan
kerja di Kalimantan. Istrinya mengayam mendong dan membantunya dalam berbagai kegiatan tani: tanam, panen, ia juga menanam sayur-sayuran untuk keperluan
sendiri.
Sebagian pendapatan yang diperoleh dari produksi padi dan tidak untuk konsumsi
sendiri, sebesar 52% atau Rp 650.000,00. Pendapatan yang diperoleh dari kegiatan
tani kecil. la terpaksa mencari kerja rutin untuk mencukupi keperluan keluarga
sehari-hari. Berbagai kegiatan sampingan yang diperkirakan dapat mendatangkan
penghasilan:
• sebagai buruh tani di musim hujan ia memperoleh upah rata-rata Rp 6.500,00/hari;
• kerja di musim kemarau. Gaji yang diperoleh kira-kira sebesar Rp 12.000,00/hari.
la memperkirakan bahwa selama masa itu ia pergi sekitar 20 hari berturut-turut
dan berada di desa selama lima hari.
Diperkirakan bahwa cara kerja seperti itu memberikan penghasilan sekitar
Rp 2.300.000,00Itahun. Jadi, total pendapatan tahunan mencapai Rp 3.500.000,00.
yaitu hampir Rp 300.000,00/bulan. Dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa
keperluan pangan keluarga dan kebutuhan rumah tangga (belum termasuk sandang)
diperkirakan antara Rp 200.000,00 dan Rp 240.000,00/bulan. Dengan membandingkan keperluan dan masukan uang bulanan yang kami perkirakan, petani pemula
hanya dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Dntuk memperbesar penghasilannya, ia membutuhkan waktu atau memperoleh kerja sampingan dengan upah
yang lebih besar.
80
Bab III
IluDkotor
Barga rata-rata
Padi lokal
l,lha
(40 borong)
1,8 ton/ha
(5 blek/borong)
pJ
Rp 620/kg
(Rp 6.500/blek)
....
1.300.000
Basil kotor (Rp)
o
20.000
Padi lokal
1.300.000
1.300.000
Laba Kotor
Rp 1.280.000
Upah buruh panen padi
Rp 32.500
Pendapatan pertanian bersih
Rp 1.247.500/tabun
Jadwa/ Kerja
la mengolah petak sawah setidak-tidaknya dengan istrinya. la menggunakan buruh
harian hanya untuk sebagian kegiatan panen padi: suami istri ini memulainya
sendiri dan j ika sebagian besar padi sudah masak, mereka menggunakan buruh
harian. la berangkat mencari kerja sampingan setelah persediaan uangnya habis.
Pada musim kemarau, ia pergi ke tempat yang jauh selama satu bulan untuk
memperoleh kesempatan kerja yang lebih menarik.
Logika dan Peranan berbagai Produksi
Pendapatan kerja sampingan akan digunakan untuk keperluan per minggu: pangan
dan lain-Iain. Produksi padi untuk konsumsi sendiri dan akan dijual dalam jumlah
yang tidak banyak untuk menopang keperluan bulanan. Jika ada keperluan
mendadak, "bank padi" diambil. Jadi, ia mempunyai hutang selama masa paceklik
dan mengembalikannya setelah panen.
Tipe petani "pemula" berkeinginan membeli lahan persawahan yang lebih
produktif: atau letaknya lebih strategis, atau dibuka kembali. Peningkatan lahan
dengan produktivitas tinggi memungkinkan surplus sehingga dapat memulihkan
kembali kondisi keuangannya. la akan dapat mencurahkan waktunya untuk
penanaman rambutan yang merupakan investasi jangka menengah yang paling
menguntungkan.
Hambatan da/am Perkembangan
Dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari, ia sulit meluangkan waktu
atau mengeluarkan uang untuk membuka lahan barn atau membuat kebun
rambutan. la terpaksa pergi mencari pekerjaan seadanya untuk memperoleh uang
secara cepat.
Pembukaan lahan seluas satu hektare memerlukan waktu satu bulan. Selama itu
diperlukan dana sebesar Rp 100.000,00 yang sebelumnya harns ditabung untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dalam keadaan normal, keperluan keluarga
ini dapat ditutup dengan masukan dana dari hasil kerja sampingan.
81
Pembuatan kebun dengan 100 pohon rambutan memerlukan investasi sebesar
Rp100.000,00 untuk pembelian cangkok, sedangkan Rp 150.000,00 untuk pembuatan tokong oleh buruh tani. Jika ia me1akukannya sendiri ia akan memer1ukan
waktu dua pu1uh hari penuh (satu hari = 5 tokong).
Jika ia tidak punya waktu dan uang cukup untuk membuka 1ahan atau membuat
kebun rambutan, ia akan mencoba membeli petak yang sudah dibuka. Namun
sekarang, pembelian' semacam itu su1it dilakukan dan mahal terutama karena
pennintaan 1ahan meningkat. Hal itu disebabkan adanya arus pegawai negeri yang
membanjiri Kapuas. Ja1an ke1uar untuk menambah kepemi1ikan tanah ada1ah ikut
serta da1am program transmigrasi. Tetapi, keinginan itu terhambat karena petani
tidak diizinkan bekeIja di 1uar daerah transmigrasi se1ama 1ebih dari tiga hari per
minggu se1ama 1,5 tahun pertama masa pemberian j aminan hidup.
Perluasan Tipe Petan;
Bagi pasangan petani muda, pe1uang yang dipero1eh tidak sama pada awalnya.
Beberapa petani itu mempero1eh petak yang 1etaknya 1ebih strategis yang
memberikan hasil 1ebih baik atau beberapa pohon rambutan yang sudah berbuah.
Hal itu memudahkan mereka da1am pengembangan berikutnya.
Tipe II-B: Petani Karon
Riwayat Hidup Pak Mambai
Pak Mambai berasa1 dari desa yang terletak dekat dengan Loksado, daerah
pegunungan di provinsi Kalimantan Se1atan. Jadi, 1ingkungannya sangat berbeda
dengan 1ingkungan di Palingkau. Di tempat asa1nya, petani dapat menanam padi
1adang dan meme1ihara kebun karet. Mereka menetap di Palingkau 1ebih dari la
tahun yang 1a1u, karena tujuannya mempero1eh tanah. Pak Mambai menyukai teknik
pertanian yang di1akukan di daerah ini terutama karena tidak memerlukan banyak
penyiangan seperti di 1adang. Gulma yang menjadi kendala utama di 1adang tidak
akan tumbuh di 1ahan yang hampir se1a1u tergenang.
Pak Mambai berumur 45 tahun. Ke1uarganya terdiri dari lima orang: istri dan tiga
anak. Anak pertama ikut transmigrasi sebagai transmigran lokal. Anak 1aki-1aki
kedua membantunya dalam keIja tani, dan anak perempuan masih seko1ah. Tenaga
keIja da1am ke1uarga terdiri dari dua orang: ia dan anaknya. Istrinya membantunya
ketika panen dan tanam padi.
Pemilikan Tanah dan Produksi
Pak Mambai tidak memi1iki sawah sendiri tetapi bercocok tanam pada 1ahan se1uas
dua hektare dengan cara karon:
• sejak la tahun ia menggarap 1ahan satu hektare di handil Lasar;
• ia mengo1ah 1ahan se1uas satu hektare mi1ik seorang tukang batu sejak 7 tahun.
la memberikan tenaganya dan pemi1ik meminjamkan 1ahannya. Kemudian hasilnya
dibagi dua (antara penggarap dan pemilik). Sete1ah panen padi loka1 dilakukan pada
bu1an Agustus ia dapat membersihkan petak sawah dan menanam jagung. Namun,
sedikit petani yang me1akukan ha1 itu, sebagian besar petani 1ebih· suka pergi
mencari pekeIjaan sampingan.
Pada tahun 1992, ia membeli kebun se1uas satu hektare dari seseorang asa1
Taba10ng (provinsi Kalimantan Se1atan) yang tidak punya keturunan. Kebun itu
82
Bab III
terletak di pematang. Sebagian ditanami pohon dalam berbagai jenis (kebun
campur): lima pohon durian, Il kalengkala, beberapa pohon sagu, 20 cempedak,
lima pohon nangka, lima pohon kopi; bagian Iain merupakan kebun dengan ratusan
rambutan yang berumur 15 tahun.
Barp
rata-rata
Padi lokal
0,8 ha
(30 borong)
Rp 620/kg
(Rp 6.500/blek)
Rp6201kg
Basil
kotor/kontrak
1.267.500
633.750
985.833
2.500.000
4.750.000
Saraaa prodabl
Bibit
Pupuk
Pestisida
o
40.000
30.000
Padi loka!
Rambutan
Kebun campur
1.619.583
2.500.000
4.750.000
70. •
Total:
8.869.583
8.799.583
Pemetik rambutan
Penyusutan kebun
Pendapatan bersih pet' tatllm
200.000
10.000
Rp 8.589.583
Pola Pikir dan Sasaran Produksi
Tanam padi: produksi padi meyakinkan untuk swasembada beras dan surplus
disimpan dengan tujuan untuk membeli tanah. la berhasil memiliki lahan yang luas
karena pada tahun 1992 telah membeli kebun rambutan dan kebun campur. Jadi,
pendapatan yang diperoleh dari hasil tani memungkinkannya untuk menjadi
pemilik. Di petak sawah yang digarap secara karon, ia juga menanam jagung
setelah panen padi. la menggarap tanahnya lebih intensif daripada petani biasa di
Palingkau yang lebih suka mencari kerja sampingan.
Peranan kebun rambutan: kebun rambutan merupakan pelengkap sawah. Kebun ini
memberi pemasukan tahunan yang besar. Masukan itu digunakan untuk memenuhi
pengeluaran yang besar seperti memperbaiki rumah dU ... Pendapatan itu juga
berfungsi sebagai simpanan untuk hari tua dan mudah diwariskan. Pendapatan
kebun campur memberikan penghasilan yang luar biasa besarnya. Kebun seperti itu
benar-benar merupakan "tambang emas".
Pak Mambai sangat tertarik terhadap pengenalan teknik barn yakni varietas padi
unggul dengan siklus pendek. Seperti petani Iain di daerah itu, ia pernah menanam
padi unggul namun mengalami kegagalan total karena padi tergenang. la ingin
mencoba lagi tetapi dengan dua syarat, yaitu jaringan irigasi berfungsi dan
83
kekompakan para petani. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan padi
oleh hama dan penyakit tanaman.
Anaknya yang kedua berharap dapat ikut transmigrasi untuk mempero1eh tanah di
masa mendatang, seperti juga kakak tertuanya. Namun, karena be1um menikah, ha1
itu be1um mungkin baginya.
Tipe III: Petani Sebagai Pekerjaan Sampingan
Tipe JI/-A: Pedagang
Riwayat Hidup Pak Ali
Pak Ali berumur 15 tahun pada tahun 1979 ketika tiba di Palingkau. la berasa1 dari
Amuntai dan ikut seke1ompok orang yang mencari kesempatan keIja dan terutama
mencari 1ahan untuk ditanami (karena kondisi 1ahan di sana sudah "jenuh"). la
bekeIja se1ama dua tahun sebagai kuli di pasar. Kemudian, ia ikut perahu pedagang
di pasar desa yang terletak di tepi sungai Kapuas untuk menjua1 bahan pangan.
Sejak tahun 1984, ia menjual produk kosmetik di pasar. Untuk me1akukan itu, ia
ikut perahu pedagang lima hari per minggu. Kegiatan itu secara cepat mendatangkan penghasilan. Pada tahun 1985, ia menikah dengan seorang anak pedagang
dan mempunyai satu anak.
Pada tahun 1993, ia memutuskan untuk membeli 1ahan se1uas dua hektare seharga
Rp 6.000,000,00 dan teIjun di bidang pertanian. Sejak itu, ia me1uangkan waktu
sore harinya di petak sawah bersama istrinya. la merencanakan pergi haji tahun
depan.
Pemilikan Tanah
la memiliki kebun rambutan dengan 150 pohon yang berumur sekitar 15 tahun dan
petak sawah se1uas satu hektare ditanami 50 rambutan.
Motivasi yang Membuatnya jadi Petani
la ingin swasembada beras danjuga mempero1eh surplus. Di samping itu, ia tertarik
pada varietas unggu1 yang dapat dipanen dua kali setahun. la mencoba menanam
berbagai jenis untuk menentukan jenis yang pa1ing cocok. Kebun rambutannya
merupakan tabungan untuk membiayai seko1ah anak-anaknya dan menjamin hari
tuanya, rambutan tidak memer1ukan banyak keIja. Lahannya menjadi 1ebih maha1
dengan adanya perluasan kota dan menjadi pusat daya tarik karena adanya PLG
satu juta hektare. Mempero1eh 1ahan seperti itu termasuk cara speku1asi. Untuk
sementara ini, harganya masih teIjangkau tetapi harga dapat dengan cepat
meningkat di tahun-tahun mendatang.
Tipe JI/-B: Pegawai Negeri
Riwayat Hidup Pak Markus
Ke1uarga Pak Markus terdiri dari empat orang: ia, istri, dua anak perempuan
berumur 7 dan 4 tahun. Mereka berasa1 dari Buntok, kota di ~a1imantan Tengah.
Mereka tiba di Palingkau tahun 1988 sejak ia menjadi pegawai negeri di ke1urahan.
84
Bab III
Pemilikan Tanah
Pak Markus membeli petak seluas satu hektare di handil Lasar tahun 1993 dan
ditanami 24 pohon rambutan yang berumur 8 tahun di dua lajur di sepanjang petak,
sisanya sekitar 0,8 hektare (30 borong) ditanami padi varietas lokal.
Logika dan Strategi
Pak Markus seorang pegawai negeri. la memiliki waktu luang pada sore hari untuk
mengolah lahannya dan sering dibantu buruh tani. Keinginannya adalah menambah
penghasilan bulanan dari hasil produksi tani (padi dan rambutan), karena kekhawatirannya dalam menghadapi biaya sekolah anak-anaknya sekarang dan terutama di
masa mendatang. Maka bagi Pak Markus memenuhi kebutuhan pangan keluarga
berkat padi, sayuran dan daging merupakan tujuan utama untuk mengurangi beban
hidup sehari-hari dan sebagai tabungan dikemudian hari. Selain itu, pengelolaan
kebun rambutan tidak menuntut banyak tenaga kerja dan modal. Kebun rambutan
memenuhi dua sasaran, yaitu memperoleh masukan secara rutin dari produksi buah,
dan sebagai kapitalisasi. Dengan membeli lahan dan menanaminya dengan pohon
rambutan, pegawai negeri dapat mempersiapkan harta warisan.
ANALISIS SOSIAL EKONOMI
Dinamika Perkembangan
Palingkau merupakan desa perintis. Desa tersebut dihuni dua hingga tiga generasi
saja hingga saat ini. Berdasarkan riwayat hidup mengenai orang yang berumur 50an tahun (Tipe 1), tampak adanya pilihan ekonomi yang berbeda dalam kurun waktu
beberapa dasawarsa. Karena waktu dan modal yang dikeluarkan tidak sama
besamya dalam kegiatan pertanian, bagian hasil panen yang diperoleh berbeda pula.
Dengan membandingkan keadaan petani kawakan dengan keadaan petani yang
lebih muda (Tipe ll-B) dapat disimpulkan bahwa pada awalnya usaha yang
dilakukan sama: memiliki sedikit atau tidak memiliki lahan, tidak memiliki uang
muka. Tanpa memiliki modal lebih dahulu, peluang untuk mengembangkan usaha
tidak mungkin dapat dicapai.
Berikut dipaparkan diagram:
• absis menunjukkan "peranan usaha pertanian" bagi tipe petani. Pengertian kualitatif itu menunjukkan tingkat keterlibatan petani dalam usaha pertanian.
Pengertian itu mencakup luas lahan yang dimiliki sekaligus waktu yang disediakan
untuk menggarap lahannya;
• ordinat menunjukkan "rentangan waktu yang besar untuk mencapai stadium
perkembangan", atau tipe.
Tipe I-A, I-B dan I-C merupakan stadium perkembangan yang paling "maju" dalam
riwayat hidupnya. Mereka mengumpulkan harta dengan pembelian lahan. Petani
muda yang berumur 30-35 tahun dan memiliki satu hektare dapat mengikuti arus
perkembangan sehingga menjadi petani tipe 1. Sesuai dengan tujuan hidupnya, ia
dapat memilih:
• meluangkan waktunya secara penuh pada pertanian dan meningkatkan hasilnya
dengan melibatkan diri dalam bidang perdagangan (Tipe I-A);
85
• mengkhususkan diri mencari keIja sampingan dan hidup dari tiga sumber
pendapatan tambahan: kebun, sawah dan keIja sampingan (Tipe I-B);
• mencurahkan pada perdagangan, kegiatan yang mendatangkan banyak keuntungan. Untuk teIjun dalam bidang perdagangan, diperlukan modal yang cukup.
Modal itu dapat berasal dari surplus yang diperoleh dari kegiatan tani (Tipe I-C).
Gambar 22. Diagram Perkembangan
....... -..........
...
"""""""
,,'
.... '
--------- ""
Perkembangan
//'
......... :~~---.---_/
Kegiatan tanl
(lu.. IIIh.n. bony.laIy. Ug/lltonJ
Keuntungan yang diperoleh dari skema tersebut adalah bahwa keanekaragaman
situasi (Tipe ll-A/petani muda pemula) dapat dilihat secara jelas. Berdasarkan
keadaan petani yang di wawancarai, dapat dibuat skenario dan menunjukkan varianvarian yang berkaitan dengan kondisi petani muda pemula:
• skenario 1: Setelah menyisihkan sebagian hasilnya untuk keperluan sendiri, petani
muda yang memiliki sedikit lahan atau hasilnya kecil tidak mungkin memperoleh
surplus besar. Dia melakukan pekeIjaan harian untuk memperoleh tambahan uang
yang cukup demi memenuhi kebutuhan keluarga. la akan mengalami kesulitan
mengatasi permasalahannya dan sulit untuk berkembang;
• skenario 2: Petani muda yang memperoleh warisan tanah dapat memulai usaha
tani dengan lebih mudah. Petani muda ini tidak ragu-ragu lagi menyediakan pupuk
demi perbaikan produksi pertaniannya. Jadi, ia dapat memperoleh surplus hasil
pertanian. Dengan hasil itu, ia dapat mengembangkan usaha pertaniannya;
• skenario 3: Petani yang tidak mampu membeli tanah tetapi melakukan karon,
mengalami kesulitan untuk memulai usaha tani. la mencurahkan lebih banyak
waktunya untuk mendapatkan keuntungan hasil pertanian dari tanah yang bukan
miliknya.
Perlu dicatat bahwa secara keseluruhan, semua jenis petani tersebut adalah petani
yang bekeIja paruh waktu di bidang pertanian, namun dalam tingkat yang berbedabeda selama hidupnya. Akan tetapi, selain petani tersebut, ada juga petani yang
86
Bab III
memiliki pekerjaan di luar bidang pertanian dan terjun sepenuhnya dalam bidang
pertanian. Motivasi mereka adalah:
• mendapatkan penghasilan tambahan untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya;
• menyediakan tanah yang dapat diwariskan kepada anaknya dan yang dapat
digunakan sebagai jaminan hari tua.
Mereka itu adalah pedagang dan pegawai negeri (Tipe III). Karena perluasan kota
di Palingkau, mereka berpeluang besar. PLG satu juta hektare meningkatkan jumlah
pegawai yang dipusatkan di Kuala Kapuas dan se1anjutnya mencari tanah pertanian
di sekitar Palingkau yang menjadi daerah pinggiran kota.
Strategi Tumpang Sari
Padi-rambutan saling melengkapi dari segi penggunaan tenaga kerja dan pemasukan
serta pengeluaran.
Pada dasamya, jadwal kegiatan penanaman padi dan rambutan tidak tumpang
tindih. Panen rambutan berlangsung dari bulan November hingga Januari dan
mencapai puncaknya pada bulan Desember dan Januari. Penanaman padi pertama
(lacak) pada umumnya dilakukan pada awal bulan Desember. Akan tetapi, hal itu
merupakan pekerjaan ringan yang bukan merupakan puncak kegiatan. Lagi pula
panen rambutan biasa dilakukan buruh harian. Persiapan lahan untuk penanaman
padi terakhir (tanam) dilakukan selama bulan Februari, ketika produksi pohon
rambutan hampir habis.
Bagi petani, penanaman padi dan rambutan di lahan yang sama memungkinkan
penghematan waktu. Dengan mudah ia merawat pohon rambutan ketika menyiangi
pematang sawah di sepanjang tanggul. Maka, ia dapat melakukan pengawasan yang
lebih baik terhadap pohon rambutan.
Pendapatan dari hasil panen rambutan pada bulan Desember dan Januari
memberikan pemasukan yang besar. Pemasukan uang ini membagi musim
pertanian dalam dua kali penghasilan per tahun yang sebelurnnya hanya diperoleh
satu kali masukan yaitu ketika panen padi pada bulan Agustus. Pemasukan dari
hasil panen rambutan pada bulan Januari dapat digunakan untuk membiayai
penanaman padi. Biaya itu termasuk pembelian pupuk dan upah penyiapan lahan
dan biaya penanaman padi. Hampir semua petani, menyatakan bahwa biaya
penanaman padi dapat ditutup dengan hasil panen rambutan.
DiversifIkasi produksi pertanian dapat pula mengurangi risiko. Sejumlah petani
memiliki sawah dan perkebunan. Akan tetapi, produksi padi dan begitu pula
rambutan dipengaruhi oleh iklim danjustru berisiko.
Produksi padi tahunan sangat bergantung pada curah hujan selama dua bulan,
setelah tanam terakhir. Dengan demikian, musim kemarau yang lebih awal
mempengaruhi tumbuhnya anakan dan produksinya. Tahun ini (1997), produksi
padi anjlok antara 1 dan 1,4 tonlha, yang sebelumnya dapat mencapai 2 ton/ha.
Padahal, musim kemarau yang terjadi lebih awal, terjadi setiap 5 atau 7 tahun,
akibat dari kekacauan iklim yang disebabkan oleh El Nina. Petak sawah tidak
terlepas dari bahaya kebakaran pada musim kemarau. Risiko kebakaran di lahan
persawahan yang padinya belum dipanen agak kecil. Namun, kebakaran yang
merupakan musibah dapat tiba-tiba terjadi karena puntung rokok yang belum
87
dimatikan dan dapat meluas karena adanya jerami kering di sawah yang sudah
dipanen. Hal itu menimbulkan kerusakan tanah yang luar biasa.
Produksi rambutan bervariasi pu1a. Produksi itu bergantung pada curah hujan ketika
masa berbunga dan berbuah. Tunas k:uncup bunga memerlukan kemarau pada bulan
Mei. Namun, jika hujan tidak turun setelah berbunga (Juni hingga Agustus), bunga
mengering dan berguguran atau bunga tersebut tidak dapat berubah menjadi buah.
Jadi, musim kemarau yang benar-benar kering tidak cocok bagi produksi pohon.
Namun, risiko terbesar yang dialami pemilik kebun rambutan adalah kebakaran
yang menyebabkan kerusakan yang menghabiskan investasinya. Selama musim
kemarau yang berkepanjangan seperti yang teIjadi tahun 1997, sejumlah kebun
terbakar habis.
Penyiangan acap kali dilakukan pas sebelum masa panen (November). Memang,
rumput yang dibiarkan itu dapat menghambat penguapan tanah dan menciptakan
kondisi yang lebih cocok pada pohon, namun, kebun dapat mudah terbakar. Satusatunya cara yang dapat dilakukan adalah membuat parit untuk menghindari
menyalanya kobaran api. Dalam menghadapi kondisi rumit seperti itu, diversiftkasi
pertanian dapat dilakukan sebagai cara untuk mengurangi risiko.
Fungsi Ekonomi berbagai Kegiatan
Sistem produksi tradisional di Palingkau adalah menggabungkan sebuah produksi
pangan (padi) dan sebuah produksi yang menjadi sumber penghasilan uang (pohon
buah-buahan). Di antara beberapa pohon buah yang dapat ditanam di daerah itu,
tampaknya, rambutan merupakan pohon yang paling cocok dengan lingk:ungan dan
kondisi pemasaran.
Namun selama perkembangan pertanian, terdapat beberapa varian: bagi beberapa
petani, padi menjadi tanaman yang menguntungkan dan bahkan baik untuk
spekulasi (Tipe I-A), petani Iain tidak melakukan kegiatan tani, maka lahan
merupakan harta kekayaan yang dapat dijadikan warisan (Tipe ill-C)o
Fungsi Penanaman Padi
Fungsi utama penanaman padi adalah mewujudkan kelangsungan hidup petani. Padi
yang ditanam terutama dimaksudkan untuk swasembada pangan keluarga. Padi
merupakan makanan pokok yang dikonsumsi tiga kali sehari: pagi, siang dan
malam. Petani makan nasi dengan sayur dari hasil kebun dan ikan yang dimasak
dengan santan. Petani memperkirakan kebutuhan keluarga untuk lima orang (orang
tua dan tiga anak yang berumur di bawah 15 tahun), sebanyak lebih dari 15 kg
beras/minggu (1 blek). Jika dihitung per tahun hasilnya mencapai 70-80 blek padi.
Jadi, produksi padi merupakan hasil utama untuk menghidupi keluarga dan
menghasilkan benih untuk penanaman padi di tahun berikutnya.
Surplus padi disimpan di rumah sebagai tabungan jangka pendek. Padi itu akan
dijual sedikit demi sedikit selama satu tahun sesuai dengan kebutuhan keuangan
bagi keluarga per minggu. Setiap minggu atau setiap bulan, petani akan menjual
satu blek beras (10 kilo) secara langsung kepada orang Iain atau menjualnya pada
pabrik penggilingan padi di desa itu. Padi merupakan tabungan keluarga. Beras
dapat diuangkan dengan mudah dan berfungsi sebagai simpanan jangka pendek.
Simpanan itu pada umumnya dihabiskan pada masa kerja tani dari bulan Oktober
88
Bah III
hingga Desember, lama penyimpanannya tidak lebih dari satu setengah tahun.
Apapun alasannya, padi hasil tahun itu akan dijual sebelum masa panen berikutnya,
ketika harganya naik.
Padi dapat juga dijadikan sebagai alat pembayaran. Selama masa keIja tani besarbesaran yaitu penanaman padi pada bulan Februari hingga April, beberapa petani
sudah hampir menghabiskan stok padinya, sementara kebutuhan beras dan uang
tunai lebih besar. Dari satu sisi, karena anggota keluarga bekeIja berat di sawahjadi
perlu makan lebih banyak. Di sisi Iain, karena mereka sibuk di sawah agar
mendapatkan uang untuk beli lauk pauknya. Karena terbentur pada urusan
sawahnya, ia tidak dapat mencari pekeIjaan sampingan. Petani terpaksa harus
meminjam untuk memenuhi kebutuhannya.
la akan meminjam padi yang harganya telah ditentukan pada saat padi itu dipinjam,
misalnya ia meminjam 20 blek padi seharga Rp 7.500,001b1ek (harga padi tanggal
10 Maret 1997), sama dengan Rp 150.000,00. Atau uang yang disesuaikan dengan
harga padi pada saat ia meminjam. Contohnya, ia meminjam Rp 150.000,00 sama
dengan 20 blek padi seharga Rp 7.500,001b1ek (harga tanggallO Maret 1997).
Bunga pinjaman didasarkan pada perbedaan harga beras sebelum masa panen,
ketika meminjam (masa paceklik, harga beras tinggi: Rp 7.000,00 hingga Rp
8.000,00Iblek) dan setelah panen, pinjaman dikembalikan (karena melimpahnya
beras di pasaran, harga beras Rp 5.500,00 hingga Rp 6.500,00Iblek).
Pada saat panen, ia haros mengembalikan beras sesuai harga padi pada hari itu.
Nilainya sama dengan ketika ia meminjam. Contoh tanggal 20 Agustus 1997, harga
beras Rp 6.000,001b1ek padahal ia meminjam Rp 150.000,00 (beras atau uang), jadi
ia harns mengembalikan Rp l50.000,00/Rp 6.000,00 Iblek = 25 blek padi.
TabeJ 12. Pinjaman Padi
Pinjaman
TaDggal
Barp padi
10 Maret 1997
Rp 7.500/blek
Barp padt
Pengembalian
20 Agustus 1997
Rp 6.000/blek
Jumlah padi atau Bilai yang dipinjam
Rp 150.000 yaitu 20 blek padi
PengembaUan pinjaman dalam blek
~
Nilai Rp 150.000 yaitu 25 blek padi
Dalam contoh tersebut, yang meminjarnkan padi akan memperoleh untung sebesar
lima blek padi. Sistem kredit pada masa paceklik menunjukkan pentingnya padi
sebagai alat pembayaran.
Tetjadinya fluktuasi harga di pasar lokal mengakibatkan harga penjualan padi tidak
stabil. Hal itu memungkinkan para petani mempermainkan harga dan melakukan
spekulasi. Tujuannya adalah menyimpan stok padi sesuai dengan kemampuan
keuangannya, ia meningkatkan stoknya sesuai dengan uang yang dirniliki, dan pada
masa keIja tani, ia menjualnya kembali ketika harga membubung pada bulan JuniJuli tepatnya sebelum panen.
Para petani yang tidak memiliki banyak penghasilan, terpaksa menghabiskan stok
padinya tahun itu untuk membiayai keperluannya sehari-hari (Tipe II-A). Mereka
akan menjual kembali padinya pada mereka yang mempunyai uang (Tipe l-A).
89
Pembeli mengumpulkan padi pada saat panen ketika harga padi mencapai harga
terendah (Rp 5.500,00-Rp 6.000,00/blek). Petani kawakan ini (Tipe III-A-l)
melakukan jenis transaksi tersebut. Uang hasil kebun rotanlah misalnya dapat digunakan untuk membeli padi sepanjang tahun. la dapat memperoleh keuntungan
hingga Rp 1.700,00/blek padi (pembelian Rp 5.300,00/blek dijual kembali seharga
Rp 7.000,00).
Mufti Fungsi Kebun Rambutan
Selain membiayai penanaman padi, penghasilan dari rambutan dapat pula disimpan
untuk keperluan khusus. Panen rambutan berlangsung pada bulan Januari dan
Desember. Pada masa itu, para pemilik kebun memperoleh uang dalam jumlah
besar. Selama dua bulan tersebut, mereka memanfaatkan uang simpananya untuk
keperluan sehari-hari yang tidak mereka belanjakan seluruhnya. Surplus yang
diperoleh dalam bentuk: uang, akan disimpan dalam bentuk perhiasan emas. Jadi
kekayaan orang dapat dinilai dari simpanan itu, jumlah perhiasan emas yang
dipakai oleh para istri dan anak-anaknya, bahkan bayinya pun sering diberi
perhiasan. Begitu menjadi kaya, para orang tua membeli cincin, giwang, gelang,
kalung rantai untuk anggota keluarganya. Ada dua jenis emas: emas Singapura,
lebih merah dan kualitasnya kurang bagus. Harga belinya Rp 23.000,00/gram tetapi
harga jualnya hanya Rp 16.000,00/gram. Emas "Amerika" dari Kalimantan dengan
warna kuning, kualitasnya lebih bagus. Harga belinya Rp 30.000,00/gram dan harga
jualnya Rp 28.000,00 atau Rp 29.000,00/gram, kerugian tidak terlalu banyak.
Mereka akan menjual kembali simpanan mereka untuk memenuhi kebutuhan yang
lebih besar, seperti perbaikan rumah (penggantian atap dan lantai), perbaikan
perahu, biaya sekolah anak-anak dsb.
Rambutan juga dapat digunakan untuk membiayai keperluan yang besar, seperti
pergi haji, pembelian toko, perahu, dan sebagainya. Biaya ke tanah suci yang diatur
dan ditentukan oleh pemerintah pada tahun 1997, sekarang mencapai sekitar
Rp 7.000.000,00. Pada tahun 1980, banyak petani yang dapat membayar tiket
pesawat untuk pergi ke Mekah berkat pendapatan yang diperoleh dari kebun
rambutan. Mereka sering dipanggil "haji rambutan".
Penghasilan dari rambutan dapat pula digunakan untuk: mengembangkan kebun
rambutan barn atau untuk meningkatkan kesuburan kebun lama. Tanpa
menggunakan pupuk, alih-alih menanam padi lebih dari 10 tahun di petak yang
sama, petani lebih suk:a meninggalkan lahan itu dan kemudian membuka hutan.
Cara itu banyak dilakukan pada tahun '7o-'80-an, misalnya pergi ke Terusan,
Mandomai dsb. Namun sebelum berangkat, beberapa petani, menanami sawah
dengan rambutan. Mereka dapat melestarikan, meremajakan dan bahkan dapat
meningkatkan modal kekayaan tanahnya. "Dengan menanam rambutan, petani
pionir Palingkau merasa terikat dengan daerahnya". Penanaman rambutan
mengakhiri peran tanam mereka. Jadi, rambutan seperti halnya tanaman tahunan
merupakan tanda pemilikan, keterikatan dengan daerah itu sebelum mencari lahan
barn di tempat Iain.
Kebun rambutan merupakan investasi jangka panjang. Kebun rambutan
mendatangkan hasil cepat (3-5 tahun). Sïklus hidupnya paling sedikit sekitar 30
tahun. Tabel berikut menggambarkan biaya investasi yang diperlukan untuk
90
Bab III
pembukaan kebun dengan 100 pohon rambutan, demikian Juga hasil yang
diperoleh.
Tabe/13. /nvestasi Kebun Rambutan
Investasi:
Pembuatan tokong: Rp 1.500/tokong
----,
Pembelian caogkokan Rp I.OOO/cangkok
Biaya total
Penyusutan dalam jangk:a walctu 25 tahun
Blaya investasllOO rambutao (Rp)
150.000
100.000
250.000
IO.OOO/tahun
2.500.000
o
Keuntungan kotor
Upah pemetik
Upah pemeliharaan
Penyusutan kebun
2.500.000
200.000
100.000
10.000
Pendapatan bersih
2.190.000
Kebun rambutan merupakan pula harta warisan yang mudah dibagikan pada anakanak. Pewarisan tanaman itu diberikan per deret. Kebun rambutan juga digunakan
untuk membiayai keperluan petani jika ia sudah "pensiun", pedagang atau pegawai
negeri yang tidak lagi aktif bekerja. Lagi pula, produksi pertanian itu menarik
karena tidak terlalu memerlukan tenaga buat orang yang sudah tua. Apapun
alasannya, investasi di perkebunan sangat menarik. Beberapa petani mampu
membeli lahan produktif seperti yang dilakukan oleh pedagang, pegawai negeri dan
petani (Tipe nI). Petani muda yang mulai merangkak (Tipe II) yang memiliki
sedikit lahan dan uang, mencoba membuka kebun.
Fungsi Ekonomi Jenis Kebun Lain
Kebun kelapa: Pohon yang cocok di tanah asin ini agak sulit tumbuh di daerah
Palingkau, karena daerah itu tidak terjangkau air pasang yang asin. Pohon kelapa
mulai berbuah antara tahun ke-tujuh dan ke-sepuluh, lebih lama jika dibandingkan
dengan daerah yang letaknya dekat laut. Di hilir Kota Kapuas, pohon kelapa dapat
berbuah pada usia empat atau lima tahun. Namun kelapa tetap ada di Palingkau.
Para petani menanam beberapa pohon untuk memenuhi kebutuhan minyak dan
kopra untuk konsumsi sendiri, bahan penting untuk masakan Banjar. Namun,
sebelum adanya pengembangan pohon rambutan di tahun '70-an, pohon kelapa
lebih banyak daripada sekarang.
Begitu pohon kelapa mulai berbuah, pendapatan yang diperoleh dari kebun, sangat
menguntungkan para petani. Karena berbuah sepanjang tahun. Setiap minggu dapat
memberikan penghasilan. Di samping itu, kelapa hibrida yang diperkenalkan oleh
Departemen Pertanian menarik para petani karena dapat berbuah pada tahun keempat. Mereka memperoleh pemasukan uang sehari-hari sepanjang tahun.
91
Pohon pisang: pohon ini sangat banyak terdapat sekitar pemukiman dan di
pematang sawah. Pohon pisang yang berbuah sepanjang tahun dapat dikonsumsi
sendiri, sekaligus sebagai penghasilan tambahan.
Kebun campur: di Palingkau, kebun semacam ini yang terletak di pematang
merupakan kebun yang sudah berumur sekitar 50 tahun. Berbagai jenis buah yang
masa panennya yang berkelanjutan, memungkinkan pemasukan uang ada selama
musim hujan. Pada musim itu, pohon mulai berbuah. Pendapatan yang diperoleh
dari hasil kebun besar. Namun berbeda dengan rambutan, investasi barn memberikan hasil dalam jangka lama. Petani haros menunggu pohon berbuah antara 7-10
tahun dan baru beberapa tahun kemudian petani memperoleh hasil yang lebih
banyak. Di samping itu, tidak adanya pasar untuk penjualan buah itu atau
persaingan dari daerah Iain yang produksinya lebih baik daripada jenis-jenis buah
yang ada, tidak mendorong petani untuk memperluas kebun tersebut.
Dengan perawatan sedikit, hasil yang diperoleh sangat besar. Contoh perhitungan
produksi yang diperoleh dari kebun campur diperlihatkan pada tabel14.
Petani jenis karon (Tipe ll-B) memiliki petak kebun 0,4 hektare yang ditanami
berbagai pohon buah.
Produksi kotor yang diperoleh dari hasil kebun melebihi Rp 5.000.000,00 untuk
lahan seluas 0,4 hektare. Biaya perawatan sama sekali tidak diperlukan; dan
masalah penyiangan, dapat dilakukan sendiri oleh petani. Jadi, kebun seperti itu
benar-benar merupakan penghasilan tahunan yang besar.
Tabe/14. Jenis Pohon da/am Kebun Campur dan Pendapatan Tahunan
Prodoksi rata-rata
Durian
lIarga Pfr UDft
Rp 3.000fbuah
Rp25.000/IOO atap
1.
Rp 500/kg
Rp 5.000jbuah
'Pohon kopl
lokal
Rp 2:000/kg
200.000
50.000
3.750.000
o
o
Total .
(Rpltabun)
5.025.000
Kegiatan Sampingan
Kegiatan sampingan kepala keluarga dapat menambah keuangan tiap unit produksi
sepanjang tahun. Kegiatan kaum perempuan yang merupakan tradisi di Palingkau,
sekarang ini menurun. Mendong berkurang sehingga harganya mahal: dengan
adanya pembukaan UPT di PLG satu juta hektare, hutan galam dibabat. Di dalam
hutan galam tersebut, tumbuh mendong. Di Palingkau, sebelum berdirinya desa
transmigrasi, petani menanam kercut di hutan lainnya. Sekarang mereka terpaksa
pergi jauh untuk menanamnya atau membelinya di pasar lokai. Permintaan akan
kercut di daerah Palingkau meningkat, harga meningkat dua kali lipat dalam waktu
92
BlIbln
kurang dari dua tahun. Di desa-desa sebelahnya masih terdapat lahan untuk
ditanami. Mereka menjual bahan baku itu ke Palingkau. Produksi kerajinan itu di
Palingkau menurun karena keuntungannya sedikit. Beberapa perempuan yang
diwawancarai mengatakan bahwa mereka telah berhenti menganyam sejak satu
tahun. Harga bahan bakunya meningkat, namun agaknya harga jual tikar tidak ada
perubahan. Hal itu teIjadi juga karena adanya persaingan dari desa sekitamya yang
tetap berproduksi. Berbeda dengan di Palingkau, daerah-daerah itu masih memiliki
hutan berawa di sekitar persawahan. Sayangnya, hal itu tidak akan lama, karena
pelaksanaan PLG satu juta hektare sawah di daerah itu akan merusak area hutan
yang jauh lebih luas dari satu juta hektare.
Namun, kegiatan itu mempunyai peranan penting dalam penghasilan kaum
perempuan. Tambahan dana setiap minggu memungkinkannya untuk menopang
sebagian keperluan sehari-hari keluarga ketika kaum laki-laki meninggalkan desa
untuk mencari keIja sampingan.
Seorang pengrajin yang menganyam sendiri pergi ke hutan galam dua kali
seminggu untuk memetik mendong yang telah ditanamnya dengan bantuan suami
dan tetangganya. Kegiatan menganyam berlangsung lima hari per minggu. Jadi satu
hari digunakan untuk mencari bahan baku, satu hari untuk menjual tikamya, yaitu
hari Rabu. Menganyam memerlukan waktu delapan jam per hari: ia mulai bekeIja
pukul 7.00 hingga pukul 10.00 pagi dan mulai lagi pukul 12.00 hingga pukul 17.00.
Produksinya mencapai empat hingga enam tikarlhari. Tiap minggu, ia menjualnya
sekitar 24 buah. Harganya Rp 400,00/lembar. Dengan demikian, pendapatannya
mencapai Rp 9.600,00/minggu. Jika penganyaman dilakukan enam hari penuh, dari
pencarian puron hingga pemasaran tikamya, melalui proses pengeringan, penggepengan, penganyaman. Hasilnya hanya mencapai Rp 1.600,00Ihari! Pendapatan
keIja itu sangat kecil jika dibandingkan dengan pendapatan buruh tani harian yang
mencapai paling sedikit Rp 5.000,00/hari. Jadi, kerajinan kaum perempuan tersebut
k:urang dihargai!
Perhitungan kembali data-data tersebut dengan mengambil kasus pengrajin yang
sama yang setiap kali harus membeli puron. Puron dibeli di pasar Palingkau dengan
harga antara Rp 1.500,00 dan Rp 2.000,00/unit puron yang dapat menghasilkan 10
tikar. Maka pendapatan barunya mencak:up gaji keIja yang hanya mencapai
Rp 900,00Ihari!
TabeJ 15. Pendapatan yang DiperoJeh dari Pengayaman
Rp 5400/minggu
Tidak mengejutkan jika beberapa pengrajin meninggalkan kegiatan yang sedikit
sekali upahnya seandainya ia menemukan pekeIjaan yang lebih besar upahnya.
Namun, kesempatan keIja bagi perempuan tetap terbatas. PekeIjaan yang dapat
dilakukannya adalah menanam, panen padi lokal pada bulan Agustus, memetik
rambutan. Pendapatan yang diperolehnya mencapai Rp 2.500,Oo-Rp 5.000,OO/hari.
Akan tetapi, pekeIjaan itu hanya musiman dan dilakukan di rumah sendiri.
93
Perdagangan merupakan kegiatan "istimewa" bagi kaum perempuan Banjar.
Mereka memiliki toko bahan makanan, warung. Mereka berdagang sayuran, buahbuahan, pakaian ... Namun, mereka membutuhkan sedikit modal untuk memulainya
dan tempat yang cocok untuk berdagang. lstri pedagang pada umumnya berdagang
juga karena mempunyai modal. Mereka tinggal di dekat pelabuhan daerah
perdagangan Palingkau..
Para petani perempuan cenderung menjadi pengrajin dan menganyam kercut di
handilnya. la tidak mempunyai kegiatan yang berpenghasilan besar. Jika, ia ingin
memperoleh uang tambahan, ia terus menganyam puron.
94
Bab I1I
KESIMPULAN
Dahulu, dengan membuka hutan, cara kerja unit produksi ditekankan pada usaha
saling melengkapi antara kegiatan pertanian yang bertujuan swasembada pangan
dan menangkap ikan untuk keperluan sehari-hari. Tujuannya untuk memenuhi
kebutuhan ke1uarga saja.
Dengan berkembangnya perdagangan dan pemasaran produksi, timbul prospek
baru. Munculnya rambutan di tahun 1970 di Palingkau merupakan gambaran
prospek baro itu. Hal itu benar-benar merupakan awal dari suatu perubahan besar.
Logika baro dalam pelaksanaan unit produksi telah muncul. Tidak cukup hanya
sekadar memproduksi untuk swasembada, selanjutnya generasi kedua penduduk
Palingkau mulai berproduksi untuk memperkaya diri. Mulai saat itu, diterapkan
sistem yang didasarkan pada tiga penopang: produksi pangan: padi, produksi yang
menguntungkan: rambutan yang dapat mendatangkan kekayaan dan pengembangan usaha bagi petani6 dan kegiatan sampingan yang dapat menopang keperluan
uang sehari-hari. Sejak pelaksanaan logika baro tahun 1970 dalam unit produksi,
sistem itu masih berkembang. Perbedaan-perbedaan juga muncul di an-tara petani.
Beberapa petani mengembangkan kegiatan perdagangan (Tipe I-C), petani lainnya
mengembangkan kegiatan taninya dengan keahlian khusus baik di bidang
penanaman padi (Tipe I-A-l) atau penanaman rambutan (Tipe I-A-2), yang lainnya
lagi masih terus menekankan pada tiga usaha yang telah dipaparkan sebe1umnya
(Tipe I-B).
Kebun rambutan berfungsi untuk:
• mempertahankan nilai modal tanah petani;
• menekan risiko dalam pengolahan lahan dengan cara diversifikasi produksi;
• mendatangkan sumber pendapatan yang dapat digunakan untuk membayar buruh
untuk mengerjakan sawah;
• sebagai simpanan jangka panjang yang digunakan untuk memenuhi pengeluaran
besar seperti perbaikan rumah;
• sebagai simpanan jangka panjang dengan tujuan mewujudkan rencana-rencananya
seperti investasi dalam perdagangan, pembelian tanah atau lagi impian bagi
seorang muslim: naik haji;
• menjamin masa depan, membiayai sekolah anak-anaknya;
• menyiapkan harta warisan bagi anak-anaknya;
• menyiapkan dana untuk hari tua.
Berdasarkan rincian di atas, dapat dikemukakan bahwa rambutan menempati
peranan penting sejak tahun 1970. Dengan adanya rambutan, beberapa petani dapat
melepaskan diri dari kebiasaan mereka dalam mencari nafkah sehari-hari. Dengan
melaksanakan proyek tersebut, hal itu memungkinkan perencanaan masa depan
mereka menjadi lebih baïk. Membebaskan diri dari kebiasaan mencari nafkah
tersebut, bukankah hal itu justru merupakan kemajuan?
Di samping itu, hallain yang menarik untuk diamati ada1ah cita-cita utama berbagai
suku di Palingkau. Bagi masyarakat Banjar, prioritasnya adalah pembuatan rumah
6
Melalui pembelian modal: tanah atau bangunan dan selurnh aktivitas perdagangannya atau status
Haji...
95
bagus dari kayu besi, pembelian televisi dan parabola serta pergi haji. Bagi
masyarakat Dayak, investasi lebih ditekankan pada pembiayaan sekolah anakanaknya hingga ke Universitas dan selanjutnya menjadi pegawai negeri. Hal yang
sangat menarik untuk diperhatikan adalah adanya perbedaan-perbedaan dalam
tujuan hidup antara penduduk yang sangat akrab dan tinggal bersama~sama tanpa
masalah.
Bagi orang Banjar, sekolah hanya untuk belajar membaca, menulis, menghitung dan
terutama untuk belajar "agama". Mereka sangat religius sehingga menyekolahkan
anak-anaknya di madrasah bila mampu. Seandainya mereka tidak mampu, maka
anak-anaknya tidak akan bersekolah. Bagi masyarakat Banjar, sekolah tidak
memberikan pekeIjaan. Tujuan anak perempuannya adalah menemukan suami
secepat mungkin sebelum ia terlalu tua, yakni sebelum berumur 20 tahun; anak lakilaki haros berusaha mengatasi kesulitan mereka sendiri dan mempelajari berbagai
macam jenis mata pencaharian hidup seperti bidang perdagangan, transportasi,
pertanian untuk mengumpulkan mas kawin. Dalam usia sangat muda, mereka
terpaksa memasuki kehidupan orang dewasa.
Orang Dayak memandang hidup dengan cara yang berbeda: pendidikan merupakan
salah satu cara utama yang nantinya dapat digunakan untuk mendapatkan pekeIjaan.
Hal yang mengejutkan untuk diamati adalah semua pegawai negeri lokal adalah
orang Dayak dan orang Jawa. Di antara pemuda suku Dayak yang kami temui
selama penelitian, sebagian besar mengikuti pendidikan hingga SMA, sesuatu yang
jarang bagi masyarakat Banjar di lingkungan Palingkau.
96
Gambar 23. Sistem Alokasi Pemasukan
simpanan jangka pendek
konsumsi sandiri
~
keglatan samplngan
simpanan
padi Ioka!
membangun rumah
pambuatan cara produksi
menganyam kercul
rambutan
1
ZL
~
L~
panyiangan
~
eksploltasi hutan
~
~
_
~
Q)
...." 0
....
c::> Il)
(perhiasan)
simpanan dalam bentuk emas
1800ga ke~a
menjadi Hadji
pada butan Marat menJual pedl unluk membell oobutuhan
pangen sahan-hari, jiOO OOpaJa keluarga
tidak memperoleh 00$ sampingan
renovaslrumah
pombelien taooh
uang lunei yang diguookan untuk mambell
Iœbutuhan keluarga sehari·hari
yw
BAB IV
PERSPEKTIF BARU DAN
PERKEMBANGAN DEWASA INI
Bab IV
PLG SATU JUTA HEKTARE DAN UPT PALINGKAU JAYA
Menyusul keputusan tentang pengubahan rawa seluas satu juta hektare menjadi
sawah, kecamatan Kapuas Murung, desa Palingkau Lama dan Palingkau Baru,
Tajepan dan Mampan yang baru-barn ini dimasukkan dalarn proyek tersebut, telah
terpilih sebagai objek penelitian lingkungan. Wilayah itu merupakan daerah
percobaan dan pengembangan secara sederhana peralatan proyek. Sejak dua tahun,
para petani di daerah tersebut mendapat program bantuan Departemen Pertanian.
Sasaran prograrn tersebut adalah intensifikasi tanaman padi dengan memperkenalkan varietas padi unggul berumur pendek yang dapat dipanen dua kali
setahun. Setelah dilakukan percobaan, temyata padi IR66 sangat cocok dibudidayakan karena sesuai dengan kondisi tanah setempat. Selain itu, hasil panennya
lebih dapat diharapkan daripada varietas padi lokai. Dengan demikian, panen yang
berlangsung dua kali setahun dapat menggantikan panen setahun untuk varietas
padi lokai. Agar penerapan kedua varietas tersebut berjalan dengan mulus,
Departemen Transmigrasi dan PPH menerapkan pola tanarn yang dikembangkan
oleh Universitas Gajah Mada (UGM) yang menggabungkan varietas padi unggul
dan lokal. Pola itu disebut "sawit-dupa". Secara harafiah, sawit-dupa berarti: Semai
sekali, panen dua kali. Dua varietas padi yang disemai/ditanam pada waktu yang
sama, dapat ditanam dalam waktu yang berbeda di lahan persawahan yang sama.
Siklus padi unggul berumur empat bulan dapat diatur pada 80% sawah yang belum
digarap, yaitu mulai awal semai padi lokal (Oktober-Nopember) hingga akhir
tanam (Februari-Maret).
Percobaan pola tersebut dilakukan oleh tiap kelompok tani. Tiap kepala kelompok
mengumpulkan petani yang berminat dan bersama-sama dengan anggotanya
menanami sawahnya dengan varietas padi IR66. Kepala kelompok menerima bibit
tanaman, pupuk, pestisida, herbisida dari Departemen Pertanian. la membagibagikannya kepada anggotanya. Selain itu, karena kurangnya perawatan di handil,
pemerintah melakukan beberapa kegiatan:
• memperdalarn handil demi perbaikan drainase;
• pengendalian air yang baik melalui sistem ''tata air mikro".
Daerah transmigrasi Palingkau Jaya terdiri atas tiga satuan pemukiman: SPI, SP2
dan SP3 yang masing-masing dihuni antara 300 dan 400 kepala keluarga yang
berasal dari berbagai pulau. Lebih dari separuh transmigran berasal dari Palingkau
atau daerah tetangga. Sisanya, berasal dari pulau Jawa dan Bali. Daerah transmigrasi mencakup tanah 5000 hektare dan berjarak 6 km dari Palingkau. Tanah
tersebut diberikan kepada Departemen Transmigrasi dan PPH oleh Gubemur
provinsi Kalimantan Tengah pada bulan Juli 1995. Dahulu, tanah itu telah dimanfaatkan, dan kemudian ditinggalkan 15 tahun yang lalu. Karena tanah itu telah
berubah menjadi hutan "galarn", Departemen Transmigrasi dan PPH membukanya
kembali, dan ingin menemukan jalan keluar untuk pemanfaatan tanah tersebut
meskipun memiliki kendala, yaitu keasaman. Solusi yang diajukan adalah:
• perbaikan tata air melalui sistem yang dapat menurunkan tingkat kemasaman
melalui proses pencucian tanah;
101
• penggunaan secara besar-besaran berbagai sarana produksi yang cocok, seperti:
pupuk kimia untuk menambah kesuburan tanah, kapur untuk meningkatkan pH
tanah, (ni1ainya masih berada pada pH 3-4 sepu1uh bu1an sete1ah pembukaan), dan
pestisida untuk membasmi berbagaijenis hama perusak tanaman;
• pengembangan budidaya padi secara modern dengan memperkenalkan varietas
padi berumur pendek IR66, dan traktor kecil untuk pengo1ahan tanah.
KESULITAN YANG DIHADAPI
Masalah Air
Sejak dilakukan pengerukan handil dua tahun sebe1umnya, aliran air di berbagai
handil dan di beberapa sawah menga1ami banyak perubahan. Pengerukan handil
dan penambahan sa1uran mengakibatkan keterlambatan distribusi air ke petak
sawah. Namun, yang 1ebih parah ada1ah keterlambatan pembuatan pintu air dari
beton. Pintu tersebut dimaksudkan untuk menggantikan tabat lama yang tidak
berfungsi 1agi di beberapa handil yang te1ah dikeruk. Petani sangat kecewa karena
hasi1 panen padi kurang menggembirakan sejak dua tahun. Oleh karena air tidak
dapat dipertahankan di handil, air yang ada di sawah berkurang, sehingga sawah
yang tidak cukup digenangi air untuk penanamam padi lokal ditinggalkan dan
diubah menjadi kebun, atau ditanami varietas padi IR66 yang membutuhkan air
1ebih sedikit. Masa1ah tersebut semakin bertambah di bagian handil yang secara
1angsung disambungkan pada jaringan irigasi di daerah transmigrasi.
Handil tersebut mengisi tandon air utama, yang kemudian menga1irkan air ketiga
SP7• Pada saat air pasang, air masuk me1a1ui handil sampai ke penampungan air,
sehingga air yang masuk tidak dapat mengairi se1uruh petak sawah. Oleh karena itu,
beberapa petani setempat memaparkan bahwa Departemen Transmigrasi dan PPH
membahayakan usaha persawahan tradisiona1 dengan menguras air di handil.
Membagi-bagi air makin sulit dilakukan jika sumbernya terbatas dan banyak orang
yang membutuhkannya.
Petani setempat mengakui bahwa pengerukan handil te1ah memperbaiki kondisi
drainase di handil. Seba1iknya, kondisi irigasi sekarang tidak menguntungkan 1agi
bagi petani. Budi daya padi lokal sudah ditinggalkan di beberapa 1ahan persawahan.
Sistem tata air mikro yang te1ah dikembangkan tidak berfungsi karena tabat baru
be1um di bangun.
Adapun di desa transmigrasi, musim yang sangat kering tahun 1997 menimbu1kan
masa1ah yang besar, terutama pengadaan air minum. Sa1uran air untuk sawah di
daerah SP yang 1ebih tinggi mengalarni kekeringan 1ebih dari dua bu1an. Kebutuhan
air minum bagi ke1uarga mengharuskan para transmigran menggali sumur hingga
keda1aman 1ebih dari 1,50 meter. Masa1ah kemasaman air dapat diatasi dengan
menambahkan kapur, satu atau dua jam sebe1um dikonsumsi. Namun, masa1ah baru
yang datang secara tiba-tiba pada akhir bu1an Agustus ada1ah masuknya air asin
me1a1ui sungai Kapuas. Tak ada cara satu pun yang dapat di1akukan untuk
mengatasinya. Satu-satunya ja1an ke1uar ada1ah membe1i air boto1 atau mengambil
air di sungai Kapuas Murung, Palingkau.
7 Demikian juga
102
di handil di Palingkau Kecil dan Lasar.
Bab IV
Percobaan Pola Sawit-Dupa
Program penyuluhan/penerapan pola sawit-dupa yang telah diwujudkan di tingkat
handil di Palingkau sejak dua tahun tidak mengalami sukses. Karena berbagai
faktor, kebanyakan petan:i menolak.
Petani Palingkau menerima bantuan benih padi IR66, pupuk, herbisida dan pestisida
yang disediakan oleh Departemen Pertanian. Sebagai imbalan, petani berjanji akan
tetap tinggal di sawah mereka antara bulan Oktober dan Desember untuk menanam
padi IR66 berbatang pendek yang tidak tahan genangan air yang dalam. Selama dua
atau tiga bulan itu, petani tidak berangkat untuk mencari pekerjaan sampingan,
seperti biasanya dilakukan sesudah padi lokal disemai. Mereka memusatkan
waktunya untuk bekerja di sawah dan memanfaatkan simpanannya untuk menanam
padi. Mereka berharap investasi itu akan membawa hasil panen padi unggul yang
besar. Namun, padi IR66 tidak tahan terhadap genangan air yang banyak di musim
hujan pada bulan Desember dan Januari, sehingga hasil panennya merosot dan
tanaman padi mati. Padahal, penyuluh pertanian telah mengiming-imingi petani
bahwa sawah mereka dapat menghasilkan 3,5 ton padi per hektare. Namun, mereka
hanya menerima hasil di bawah 1,5 ton per hektare. Selain itu, keterlambatan yang
terjadi pada siklus penanaman padi (pola sawit-dupa) berdampak pada penanaman
terakhir padi lokal yang hasilnya juga kurang menguntungkan dari yang biasanya.
*
Kebanyakan petani yang telah mengambil risiko tanpa memperoleh keuntungan
panen, tidak ingin mengulangi lagi pengalaman pahitnya untuk musim berikutnya
pada bulan Oktober 1996 dan Agustus 1997. Petani yang ingin mencoba lagi
menjadi terasing dari kawan-kawannya yang tidak ingin lagi mengambil risiko.
Oleh karena itu, mereka terpaksa membatalkan proyek dan hanya menanam padi
lokal pada tahun 1996 dan 1997.
Namun, musim penanaman padi tersebut ditandai dengan musim kemarau yang
datang lebih awal. Pada bulan April, air di sawah berkurang. Hasil panen bulan
Agustus 1997 tidak menguntungkan, bahkan tidak mencukupi kebutuhan pangan
bagi petani untuk tahun berikutnya. Saat ini, lumbung padi dari sejumlah petani
kosong. Masalah keuangan semakin parah untuk bulan-bulan berikutnya ketika
harga beras mengalami kenaikan khususnya pada bulan September 1997. Petani
melihat padi unggul sebagai peluang untuk memperoleh persediaan beras dengan
cepat. Mereka akan menanam kembali padi unggul siklus pendek, tetapi dengan
syarat semua petani juga melakukannya. Namun kali ini, petani ingin menanam
padi pada bulan September untuk menghindari genangan air yang sangat merugikan
jika umur padi masih muda.
Berbagai Kendala
Kurangnya Pengendalian Air di Sawah
Padi IR66 sangat peka terhadap perubahan tingkat air di petak sawah. Varietas padi
tersebut memerlukan pengendalian air yang tetap. Jika kedalaman air di petak lebih
10 cm, tanaman padi mati. Sistem pengendalian air secara tradisional tidak cukup
sempurna, untuk membenahi variasi genangan air yang berasal dari arus pasang
besar dan hujan lebat pada bulan Desember dan Januari. Perbaikan kontrol air
dengan melakukan pengerukan handil dan penggunaan sistem tata air mikro, secara
103
apriori merupakan jalan keluar. Akan tetapi perbaikan itu belum dilakukan dan
adopsi padi unggul seperti yang terlihat saat itu pada pola sawit-dupa tampak
berisiko. Sebaiknya, sejak pengerukan handil dua tahun lalu, penanaman padi lokal
berisiko pula karena tingginya genangan air di sawah tidak mencukupi.
Padi IR66 dan Padi Lokal Saling Tumpang-Tindih
Semai dua varietas padi direncanakan pada masa tanam yang sama, yakni awal
bulan Oktober. Pada pola tradisional, semai padi lokal telah dilakukan awal musim
hujan pada pertengahan bulan Oktober. Untuk saat itu, persemaian padi siklus
pendek terlambat. Hujan yang turun dengan lebat pada akhir bulan November
menyebabkan padi yang barn berumur antara l dan 1,5 bulan tidak dapat tahan pada
genangan air sekitar 20 cm di sawah. Selain itu, dengan penyemaian secara
serempak, padi unggul yang telah ditanam di sawah pada pertengahan bulan
Februari dapat memperlambat persemaian kedua untuk padi lokal. Hal itu
disebabkan oleh kondisi musim hujan dan ketinggian air di sawah. Jika petani
terlambat melakukan semai terakhir, hal itu berdampak negatif pada produksinya.
Gambar 24. Jadwal Kerja Sistem Sawit-Dupa
Sep
Okt
,
Nop
!
Des
!
Jan
,
,
Fab
,
Mar
Apr
,
!
Mai
,
Jun
!
Jul
Agt
! ,
~
Padl unggul
t ! r--r---ur---u---u-u---u---uu----
---- t t
: Sam~
::,~!~=n!
1
l
~ __ Pers1apan
:
Iahan
,
l'
:!
Panen
Padllokal
1
P9mupoon
~ua
:
:
----l---,---t:Tl-t-----:-1 t
:
semai
:
' portam.
:
::
:
----i
!~an!
::
..
puneakJ<agialan:
-
1
l:
l:
!
r---------------~---
: :,an
P«lanam-: Pemupukan
kadua : :
:
:
:_aPerslapan
:
:
lahan::
.
Panen
5awlt-dupa:
:
:
.~-t-_u-i Puncak~n
- . t-----------uut---:-..
Pengendalian Hama
Usaha petani di lingkungan semacam itu tidak dapat dilakukan secara sendirisendiri tetapi terikat pada aturan masyarakat petani. Agar varietas yang dipilih dapat
memperoleh hasil panen yang sesuai, semua petani dari satu handil haros menanam
padi secara serentak. Dengan cara itu, petani menanggung risiko serangan hama
bersama-sama. Apalagi jika menggunakan varietas padi yang sangat peka terhadap
serangan hama. Kondisi tersebut tidak boleh tidak terpenuhi.
Padahal, beberapa petani terpaksa mencari pekeIjaan sampingan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari keluarga. Dengan demikian, mereka meninggalkan sawah
tanpa menyelesaikan persemaian. Jika terdapat beberapa petani seperti itu di satu
handil yang sama semua petani di handil tidak dapat mengadopsi sawit-dupa.
Sawit-dupa: keuntungan atau kerugian?
Sebagai contoh, kalkulasi berikut ini dibuat untuk keluarga yang terdiri atas lima
orang (kepala keluarga, istri, tiga anak yang masih kecil dan usia sekolah):
• istri membantu suami melakukan persemaian dan panen padi;
104
.
Bab IV
• anak-anak yang masih kecil tidak membantu orang tua;
• semua pekerjaan dilakukan oleh tenaga kerja anggota keluarga sampai batas
kemampuannya. Mereka memanggil buruh harian untuk pekerjaan yang tidak
dapat ditunda, seperti semai varietas padi unggul dan panen varietas padi lokai.
Ada dua masa puncak kegiatan yang mengharuskan petani tetap tinggal di sawah
selama sekitar dua bulan. Beberapa kegiatan saling tumpang-tindih, atau waktunya
terlalu berdekatan. Kadang-kadang petani terpaksa memanggil buruh harian, jika ia
memiliki uang.
Pada puncak kegiatan pertama dari bulan Oktober hingga Desember, petani harus
melakukan:
• semai padi unggul dan semai padi lokal;
• persiapan lahan persawahan untuk pemindahan padi unggul;
• pemindahan padi unggul harus dilakukan sedikitnya satu minggu. la mempekerjakan buruh harian, jika tenaga kerja anggota keluarga tidak mencuIrupi.
Pada puncak kegiatan kedua dari bulan Februari-Maret, ia haros melakukan:
• panen padi unggu1;
• menyiapkan lahan untuk pemindahan padi lokal terakhir. Jika waktu tidak mencuIrupi, ia memanggil buruh;
• pada pemindahan terakhir padi lokal, petani mempekerjakan buruh harian sesuai
dengan tahap pekerjaan dan tingginya genangan air di sawah.
Dahulu, selama masa tersebut, ia berangkat mencari pekerjaan sampingan. Jika ia
menerapkan pola sawit-dupa, ia haros tetap tinggal di sawah dan menjual persediaan padi lokal untuk membiayai kebutuhan keluarga. Hal itu berarti bahwa ia
kehilangan penghasilan dari pekerjaan sampingan selama ia melewatkan waktunya
di sawah, tetapi sebagai gantinya, ia memperoleh keuntungan dari hasil panen padi
unggul. Keuntungannya bergantung pada tingkat penghasilan yang diperoleh dari
padi unggul, dibandingkan dari gaji yang diterima di pasar kerja. Mungkin dapat
dilakukan simulasi yang dapat menggambarkan tingkat keputusan yang diambil
oleh petani.
Tingkat produktivitas padi unggul dalam perhitungan dan perbandingan pendapatan
bersih dari penanaman padi tambahan IR66 menurut tingkat produksi yang berbeda
dengan pendapatan dari pekerjaan sampingan dapat dibagi tiga tingkat. Perkiraan
kalkulasinya adalah sebagai berikut:
.10 blek/borong (3,5 ton/ha), berdasarkan teori yang diumumkan oleh pemerintah;
.7 blek/borong (2,5 ton/ha), hasil rata-rata yang dicapai oleh beberapa petani;
.5 blek/borong (1,8 ton/ha), produksi yang biasa diperoleh petani.
105
Padi unggul ditanam pada 80% lahan persawahan (pola sawit-dupa). Varietas padi
itu dijual dengan harga rata-rata Rp 5.000,00/blek atau Rp 476,00/kg di pasar
Palingkau. Pendapatan yang diperoleh dari padi IR66 di lahan seluas 0,8 hektare
dengan produktivitas padi yang berbeda adalah:
Tabel16. Pendapatan yang Diperoleh dari Penerapan Pola Sawit-Dupa
30.000
105. 000
Panen
30.000
Total
135.000
Tabel17. Pendapatan yang Diperoleh dari Padi Unggul (Iuas 0,8 ha)
Hasil panen 1,8 ton/ha
Rasil panen 2,5 ton/ha
Hasil panen 3,6 ton/ha
RasH kotor
Saprodi
Tenaga keIja
700.000
144.000
108.000
Hasil kotor
Saprodi
Tenaga keIja
980.000
144.000
108.000
Hasil kotor
Saprodi
Tenaga kelja
448.000
Pcndapatan
728.000
Pendapatan
bersîh (Rp)
1.400.000
144.000
108.000
,
Pendapatan
1bersih (Rp)
bersîh (Rp)
~
1. 148.000
J
Pendapatan pekeIjaan sampingan:
• Jika petani tidak menanam varietas padi unggul, maka 35 hari keIja di sawah
selama bulan Oktober-November dapat digunakan untuk mencari pekeIjaan
sampingan. Dapat diperkirakan bahwa dari 35 hari, ia menggunakan waktu 30 hari
untuk bekeIja, dan sisanya, digunakan untuk peIjalanan dan istirahat di rumah.
Pada bulan Oktober-November, petani masih dapat mencari pekeIjaan di luar
Palingkau dengan penghasilan Rp 15.000,00/hari, yaitu pembabatan, pekeIjaan
membangun rumah, dsb. Lima hari yang dibebankan bulan Februari dapat dimanfaatkan untuk mencari pekeIjaan harian di sektor pertanian di daerah Palingkau
dengan penghasilan Rp 6000/hari.
Maka, opportunity cost pada pekeIjaan yang dilakukan di sawah untuk penanaman
padi unggul adalah:
130 x 15000 + 5 x 6500 =Hp 482 500
1
Pengambilan keputusan oleh para petani bergantung pada produksi yang diperoleh
dari hasil panen padi unggul. Jika produksinya tidak lebih dari 1,8 ton/hari, seperti
kasus percobaan penanaman padi unggul selama dua tahun itu, petani Palingkau
lebih memilih mencari pekeIjaan sampingan. Keadaan pasaran keIja merupakan
106
Bab IV
variabel kedua yang perlu diperhitungkan, yakni: kemudahan dan kecepatan
mendapatkan pekerjaan serta tingkat penghasilan. Pada saat ini, dalam rangka
proyek PLG satu juta hektare, kegiatan tidak berkurang misalnya: pembukaan
lahan, dan pengelolaan kawasan transmigrasi yang melibatkan sebagian dari tenaga
kerja selama beberapa waktu. Selain itu, kampung Palingkau sedang dalam proses
peralihan menjadi daerah kecamatan dan saat ini, sektor kota dan berbagai kegiatan
berkembang dengan cepat. Dinamika pasar kerja yang barn ini dapat mengganggu
penerapan pola sawit-dupa. Di satu sisi, mencari pekerjaan luar tani jauh lebih
aman daripada kerja tani. Di sisi Iain, banyaknya pennintaan pekerjaan di
Palingkau, pasti akan meningkatkan lagi upah buruh.
Alokasi Dana
Gambar 25 dan 26 menunjukkan arns pengeluaran dan pemasukan selama berlangsung musim tanam untuk pola "sawit-dupa" dan pola "padi lokal". Angka-angka
tersebut hanya merupakan hasil kalkulasi dari data wawancara (angka perkiraan)
mengenai pemasukan dan pengeluaran petani.
Gambar 25. Arus Pemasukan dan Pengeluaran
Jadwal Pelaksanaan Sistem Sawlt-Dupa
Old
Nop
Pemuukan
Persiapan Iahan
dan samal IR66
Pengeluarln
480
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mel
Jun
Jul
AgI
Sep
iW'&i0JW#'&H
W#'<74WM'#'@Wd#'#'Mm'#'#'#'t0IW&!f/..0
155
155
980
145
290
290
290
290
960
260
Manesri pekar·
jasn sampingan
di sakitar /ahan
persawahan
240
180
Pembellan pupuk,
benlh, pelUllda
dan Mbagalnya
51100
.481)
·240
·25
180
• Panan padi
unggul
Panan
padi Ioka!
- Parsiapan
lahan
475
180
• Bulan Ramadhln
- Buruh (tanlm, per
lIapan "hln)
-25
Mancari pekarjaan
sampingan dlluar dssa
•
550
-35
240
180
180
Pembellan
pupuk
50
180
440
180
Buruh untuk
membllntu plnsn
110
110
110
520
110
Gambar 26 menunjukkan pengeluaran dan pemasukan selama satu musim tanam
dengan sawah seluas satu hektare padi lokal, serta ditambah dengan pendapatan dari
pekerjaan sampingan. Gambar 25 menunjukkan arus pengeluaran dan pemasukan
untuk pola sawit-dupa yang mencakup sawah seluas satu hektare padi lokal, serta
0,8 hektare padi unggul, diselingi dengan pendapatan sampingan pada waktu luang.
Padi lokal terutama digunakan untuk swasembada pangan. Sisanya, disimpan dan
dijual sedikit demi sedikit untuk keperluan kebutuhan keluarga selama satu
setengah bulan ketika petani bekerja di sawah dan tidak sempat mencari pekeIjaan
sampingan. Sepanjang tahun, kebutuhan uang bulanan ditopang dari pekeIjaan
sampingan. Jika hasil dari pekerjaan sampingan tidak mencukupi petani terpaksa
mengambil dari stok padi loka!. Pengolahan keuangan rumah tangga dilakukan dari
hari ke hari dan stok padi merupakanjaminan.
107
Gambar 26. Jadwal Kegiatan Sistem Penanaman Padi Lokal
Okt
Nop
Des
Jan
Feb
Mar
Pemaaukan
290
170
155
180
210
180
145
155
180
280
180
• Bulan Ramadhan
• Buruh (t8nam, per
slapan lahan)
5.100
110
·40
- 25
Mel
290
Masa persiapan
lehen; tidak eda
pendapelan dari
luar
Meneari pekerjaan sampingan
di seki/ar iahan
persawahan
PengeJuaran
Apr
·25
Jun
Jul
Agt
Sep
WW'11wtM"#4t,1@fl'AW1@',@;Wp"l',0@
!W&'P"@$p..fl'aM!W&JW/&W
- 28D
- 35
290
290
290
240
180
180
Pembellan
pupuk
50
960
290
Panen
padi IokaJ
Menceri pekefjaan
sampingan di luar desa
180
520
180
Buruh unluk
membanlu penen
110
110
110
440
110
Pembuatan jadwal pengeluaran dan pemasukan pada pola sawit-dupa memperjelas
cara perolehan sumber pendapatan yang berbeda. Pada pola ini, surplus padi lokal
dijadikan modal bagi petani. Di satu sisi, diperlukan untuk pembelian sarana
produksi bahan-bahan penanaman padi unggul. Di sisi Iain, untuk pembiayaan
kebutuhan keluarga selama dua bulan ketika petani tidak dapat meninggalkan
sawahnya. la akan mendapatkan hasil investasi padi lokal tersebut pada panen bulan
Maret. Petani lebih mengambil risiko ketika kondisi untuk memperoleh panen padi
unggul tidak dapat tercapai karena pengaturan air, karena adanya kontrol air yang
buruk, buruknya seperti yang kini terjadi di Palingkau.
Pada pola ini, terutama selama musim tanam dari bulan Oktober ke April, pengaturan keuangan rumah tangga jarang dilakukan sehari-hari. Uang yang diperoleh
untuk membiayai kebutuhan keluarga merupakan hasil penge10laan stok padi dan
bukan uang yang didapat dari hasil pekerjaan harian atau mingguan.
Hal tersebut di atas menunjukkan suatu perbedaan mentalitas antara dua pola. Pada
pola padi lokal, petani membatasi risiko, dengan menginvestasikan dalam varietas
padi lokal yang irit tenaga dan saprodi. Petani tidak pusing mengatur sisa stok padi
karena pekerjaan sampingan menjadi penunjang pemenuhan kebutuhan ke1uarga
sehari-hari. Sebaliknya, pada pola sawit-dupa, petani menghadapi berbagai risiko
dan harns menge10la stok padi dengan teliti.
Jadi, di lingkungan Palingkau, tidak ada satu pun yang pasti. Baik iklim dengan
musim kemaraunya yang panjang; api yang dapat membakar ladang dan kebun;
tingkat air berubah-ubah dari hari ke hari dan dari bulan ke bulan; produksi tanaman
bergantung pada kesuburan tanah yang mudah berubah; pekerjaan manusia berubah
dari bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun. Petani tidak suka terikat pada lahan dan
kegiatan pertanian saja. Banyak petani yang diwawancarai seputar varietas padi
unggul mengemukakan kendala kegiatan dan pengawasan dari jenis padi tersebut.
"Jika saya menanam padi unggul, saya harus tetap tinggal di sawah, dan tidak dapat
mencari pekerjaan sampingan". Selama berlangsung wawancara dengan ketua
kelompok tani yang ingin mengadopsi varietas padi hari tersebut, ada pandangan
dari petani luar kampung, yang dapat memberi kesimpulan yang sangat menarik,
108
BablV
yaitu: "Agar berhasil, orangnya harus unggul juga." Kata "unggul" mengacu tidak
saja kepada varietas padi tetapi sekaligus mengacu pada orang baru yang cenderung
berpikir modem, seorang petani yang terikat pada lahan pertaniannya, semacam
petani model baru.
ripe Petani yang Dapat Mengadopsi Pola Sawit-Dupa
Beberapa petani tertarik pada pengadopsian pola sawit-dupa. Adopsi pola itu dapat
dilakukan dengan mudah oleh petani yang memiliki penghasilan, seperti panen
rambutan dan yang memberi perhatian penuh pada lahannya.
Pada dasarnya, petani yang memiliki kebun dapat menggunakan hasil penjualan
rambutan untuk membiayai tanaman padi. Penghasilan tersebut dapat menutupi
berbagai kebutuhan dan dapat menjamin petani dalam menangani berbagai risiko
penanaman.
Sebaliknya, adopsi pola sawit-dupa tidak menarik bagi petani yang tidak tinggal di
Palingkau. Petani itu hanya datang ke sawah untuk kegiatan tertentu. Untuk "budi
daya padi jarak jauh", padi lokal sangat tepat diterapkan karena jenis padi itu tidak
membutuhkan banyak tenaga dan pengawasan dibandingkan dengan padi unggul.
Keluarga transmigran mengadopsi pola sawit-dupa, paling tidak selama 1,5 tahun.
Selama itu, mereka diberi saprodi. Namun, keluarga transmigran hanya dapat
menerapkan pola sawit-dupa dengan terbatas pada tenaga keIja dalam keluarga,
karena tidak ada dana untuk mengupahkan tenaga luar. Penanaman padi unggul
haros selesai paling sedikit selama satu minggu, tetapi penanaman padi hanya dapat
dilakukan untuk sebanyak l borong (289 m2) per hari. Jika tenaga dalam keluarga
hanya ada dua yang aktifi'pekeIja (kepala keluarga dan istri, yang sering teIjadi pada
pasangan muda transmigran), mereka hanya dapat menanami sawahnya 2
borong/hari, 14 boronglminggu, atau total hanya 0,5 hektare. Mereka tidak mungkin
menerapkan pola sawit-dupa pada sawah seluas dua hektare yang telah diberikan
kepada mereka. Gotong royong merupakan' satu jalan keluar, tetapi semua petani
menanam padi dalam waktu yang sama.
'Aïl.ëkdotuntukmenjèùlskaiïïnasaiàli tersebut: ---------------------------1
~
..
..
..
.-
:
:. ~
'.
~,'
"
'.
.
.
"'
.
Masalah itu timbul pada bulan Juli, Agustus pada waktu menanam padi IR66 di
sawah milik' desa SP1 seluas 50' hektare. Pena.rlamàn padi tersebut yang dilakukaD.
selama mûsini kemarau ditujukan untuk di panen oleh Presiden R.I sendiri padà:
bulan Oktober 1997. Penyuluh pertanian dari SPI dihadapkan pada masalah~
:kekurangan tenaga keIja/pekeIja~ Keluarga transmigran lebih menyukai menggarapi
'sawah sendiri' daripada' menanam padi di tempat umum. Akhirnya, si penyuluh'
'pert_apian~'aksamemb~yar pek~a hari~ untuk Ill~.ny~J~_~~.i!<:an~y~.
~
Segala kendala yang dihadapi tidak berarti bahwa petani Palingkau tidak tertarik
dengan varietas padi bersiklus pendek. Seperti yang telah dijelaskan tentang
penanaman padi pada tahun 1997-1998, sejumlah petani ingin menanam padi
unggul agar dapat menyediakan dengan cepat stok padi mereka. Si petani tidak
percaya langsung sama penyuluh. Tetapi ia beIjalan-jalan di handil dan menanyai
berbagai petani yang telah menanam padi unggul. Selanjutnya, ia coba-coba menanam sendiri di sebagian kecil sawah. Dengan demikian petani dapat mengamati
kekurangan dan kelebihan varietas padi unggul yang dapat ditanam pada berbagai
kondisi.
109
Banyak petani ingin menanam dua varietas padi, lokal dan unggul, tetapi dengan
cara agar mereka dapat panen pada waktu yang sama. Cara itu, secara apriori, dapat
menambahjumlah pekerjaan pada masa panen dan hal itu dapat mencegah serangan
hama dan gulma, khususnya burung pada masa panen.
Untuk varietas padi unggul yang membutuhkan air sedikit, petani melihat cara
memperbaiki penggunaan tanah dengan memilih kondisi genangan air yang berbeda
di sawah. Petani menanam varietas padi lokal di beberapa tempat di sawah yang
genangan airnya paling cocok dengan varietas tersebut.
Beberapa petani maju, yang telah melakukan percobaann, ingin me1aksanakan
spesialisasi sawah mereka. Di beberapa petak sawah, petani menanam padi unggul
dua kali setahun. Di petak sawah Iain mereka menerapkan pola sawit-dupa, dan di
lahan petak yang genangan airnya banyak, mereka hanya menanam varietas padi
lokai. Cara itu lebih ampuh dan lebih efisien jika pemilihan varietas padi
berdasarkan tingkat genangan airnya: tanah tinggi, tanah sedang dan tanah rendah.
Petani dapat meningkatkan hasil per hektare padi dengan menggunakan faktor
keterbatasan utama yakni tenaga kerja. Kasus seorang petani yang telah diteliti di
Mampai dapat memperjelas pengamatan tersebut: Petani memiliki dua hektare
sawah, ia melakukan dua kali panen padi unggul pada 0,5 hektare sawah dan
menanam padi lokal pada 1,5 ha sawah yang tersisa. Alasan petani memanfaatkan
sebagian besar sawahnya untuk penanaman padi lokal adalah keterbatasan tenaga
kerja dan kondisi genangan di masing-masing petak.
DAMPAK PROYEK TERHADAP L1NGKUNGAN
Kerusakan Sumber A/am dan Perubahan Ekosistem
Proyek PLG satu juta hektare menyebabkan perubahan ekosistem di daerah
tersebut. Langkah-Iangkah yang telah diambil tidak memperhitungkan bahwa
hingga sekarang penduduk setempat bergantung pada sumber alam. Pekerjaan yang
telah dilakukan mengubah cara penggunaan lahan yang telah disempurnakan oleh
penduduk Dayak dan Banjar. Kini, mau tidak mau kelompok minoritas menyerah
pada buldozer pembawa kemajuan.
Kerusakan Hutan dan Sumber A/am
Penempatan UPT di wilayah yang meman-jang dari Palingkau hingga di Buntok
menyebabkan terjadinya pengundulan hutan dan rusaknya gambut fosii. Padahal,
hutan merupakan sumber alam yang berharga bagi masyarakat setempat. Tidak j auh
dari Palingkau, penduduk desa Dadahup terancam kehilangan sumber penghasilan
pokok mereka. Untuk membangun UPT, kebun rotan mereka berkurang dari hari ke
hari. Sumber alam Iain yang menghilang bersama-sama dengan hutan adalah ikanikan yang terdapat di sungai dan di rawa-rawa. Hal itu merupakan sumber kekayaan
kedua bagi suku Dayak Dadahup, selain rotan. Imbalan yang ditawarkan bagi
mereka adalah tinggal di UPT. Tawaran itu tidak begitu menarik. Namun, tak satu
alternatif Iain pun yang ditawarkan kepada mereka.
Kehilangan sumber Iain bagi penduduk setempat, yang telah dikemukakan adalah
hilangnya berbagai jenis kayu bangunan, seperti kayu Meranti, Galam serta puron
110
-.
Bab IV
yang digunakan untuk membuat tikar. Demikian juga fauna dan flora di hutan
terancam.
Perubahan Hidrologi Sungai
Proyek PLG menghubungkan tiga sungai besar di Kalimantan, yakni sungai
Kahayan, Kapuas dan Barito. Jaringan irigasi besar itu dimaksudkan untuk mengairi
satu juta hektare sawah. Tahap penyelesaian pembuatan irigasi masih jauh, tetapi
beberapa dampak terhadap ekosistem telah terasa, khususnya di daerah Palingkau.
Misalnya, banjir yang telah terjadi setiap tahun di sepanjang anak sungai Kapuas
Murung, sungai Mengkatip, tidak terjadi tahun ini. Hal itu menyebabkan penduduk
setempat kehilangan sumber ikan. Tentunya dampak Iain tidak lama lagi akan
terasakan juga.
Mudah dibayangkan bahwa perawatan saluran yang kurang baik di hulu jaringan
irigasi, akan menimbulkan berbagai dampak. Suatu dampak yang pasti terjadi
adalah bahwa gambut tebal yang merupakan dasar yang tidak stabil dapat
mempersulit perawatan dan memperbesar risiko kerusakan dan kebobolan saluran.
Dengan demikian, kekurangan air dapat terjadi di hilir jaringan irigasi. Dapat
dibayangkan bahwa seluruh wilayah mulai dari Palingkau hingga Banjarmasin akan
menghadapi masalah irigasi yang buruk di lahan persawahan. Jadi persawahan dan
kebun yang te1ah dikembangkan masyarakat Banjar yang sudah berabad-abad akan
hilang. Ironisnya, PLG satu juta hektare yang dahulunya ditujukan untuk memperluas area persawahan, pada akhirnya merusak persawahan yang telah ada.
Pola pengembangan lahan yang disempurnakan oleh masyarakat Banjar di
Palingkau sudah terancam, bahkan di beberapa handil padi lokal tidak dapat lagi
ditanam. Petani mengubah sawah menjadi kebun. Padahal, tujuan proyek tersebut
adalah memperluas lahan persawahaan, seperti yang di jelaskan sebelurnnya dan
bukan mendorong para petani untuk mengubah sawah mereka menjadi kebun.
Dampak Proyek Terhadap Pasar
Penempatan proyek PLG satu juta hektare sejak dua tahun menciptakan suatu
dinamika barn di daerah Palingkau. Adanya pendatang baru seperti kelompok
pegawai negeri yang memiliki peran penting dari berbagai kantor administratif
(Kantor Pertanian, Pekerjaan Umum, Pengairan, dan Transmigrasi); pekerja yang
tertarik dengan lapangan kerja proyek dan keluarga transmigrasi yang datang secara
bertahap di daerah Palingkau, meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah
Kapuas dan khususnya di Palingkau. Infrastruktur jalan yang belum ada dua tahun
lalu di daerah tersebut kini sedang dibangun dengan cepat sekali. Toko-toko kecil di
jalur transportasi juga te1ah berdiri. Ramainya kedatangan penduduk di daerah
tersebut berdampak pada kawasan kegiatan manusia. Keadaan pasaran tanah,
barang, jasa, kerja sangat berkembang.
Dampak Terhadap Pasar Tanah
Pembuatan jalan secara paralel di sungai Kapuas Murung menyebabkan berpindahnya daerah kegiatan ekonomi. Toko dan rumah tumbuh di sepanjang jalan dan
berakibat pada melambungnya harga tanah di dekat jalan baru yang lebih ramai.
Unsur Iain yang berperan berkat kenaikan harga tanah adalah rencana perubahan
Palingkau menjadi kecamatan. Dengan banyaknya penempatan UPT, daerah
Palingkau mengalami peningkatan jumlah penduduk. Bangunan-bangunan didirikan
III
dengan cepat. Tanah menjadi sasaran speku1asi. Tanah tidak hanya difungsikan
untuk membangun perumahan, tetapi juga sebagai 1ahan untuk tanaman padi dan
sayur-sayuran bagi pegawai negeri. Beberapa petani memi1iki modal tanah yang
sangat mahal. Hari itu, mereka dapat menjua1 tanah dengan membuat banyak tanda
"dijua1" di sepanjangjalan, atau mereka menunda penjua1an barang tersebut dengan
menunggu harga yang 1ebih baik.
Dampak Terhadap Pasar dan Jasa
Sejak penempatan UPT Pa1ingkau Jaya, produksi sayur mayur yang sejak du1u
1angka dan maha1 hingga sekarang menjadi ber1impah ruah. Sebe1umnya, petani
Pa1ingkau hampir-hampir hanya mempro-duksi sayur-sayuran untuk kebutuhan
sehari-hari. Sejak penempatan kurang 1ebih seribu ke1uarga transmigran, produksi
sayur-sayuran meningkat banyak. Akan tetapi, me1impahnya produksi sayursayuran menyebabkan turunnya harga di pasar lokal.
Terciptanya pasar baro. Wa1aupun beberapa produksi tidak menguntungkan 1agi
penduduk setempat, penempatan UPT mengakibatkan terciptanya pasar barn,
misa1nya untuk produksi rambutan. Sebenamya, Departemen Transmigrasi dan
PPH te1ah memberikan 10 bibit rambutan yang dibe1i dari penduduk setempat
kepada transmigran.
Namun di sini, disebutkan bahwa ha1 itu tidak menguntungkan produsen bibit
rambutan di daerah tersebut, tetapi hanya menguntungkan beberapa penghubung
yang diberi keistimewaan dari transmigrasi, terutama sege1intir orang di handil
Palingkau Baru.
Transmigran, konsomen yang potensial. Penempatan sebesar 400.000 sampai
500.000 kepala ke1uarga transmigran di provinsi Kalimantan Tengah akan meningkatkan 1ahan produksi. Tentunya, transmigran yang baru datang masih miskin tetapi
dari tahun ke tahun daya be1i mereka meningkat. Pada awa1nya, setidaknya mereka
menjadi penumpang angkutan umum, menjua1 produksi pertaniannya, dan kemudian mereka akan membe1i pakaian, a1at-a1at seko1ah, ikan dan sebagainya. Dengan
berbagai perubahan, dinamika perdagangan barn berkembang di provinsi Kalimantan Se1atan dan Tengah. Arus barang dagangan meningkat di antara pe1abuhan
Banjarmasin dan daerah pionir besar yang sedang tumbuh (pLG). Dengan berkembangnya arus barang dagangan, kegiatan kerja ikut berkembang di Pa1ingkau.
Berbagaijenis pekeIjaan keci1 muncu1 di Palingkau.
Dampak Terhadap Lapangan Kerja
Sejak awa1 pe1aksanaan proyek PLG pada tahun 1995, terjadi sebuah dinamika barn
di pasaran kerja di Palingkau. Berbagai pekerjaan jasa dan perdagangan keci1
berkembang dengan pesat. Jaringan transportasi te1ah dibangun demi ke1ancaran
pengangkutan barang dan manusia. Beberapa petani memiliki perahu bermotor
yang menjadi kendaraan umum antara daerah transmigrasi Pa1ingkau dan desa
Pa1ingkau. Ojek bertambah banyak dan menjadi a1at transportasi antar daerah. Sejak
beberapa bu1an trayek antar kota Kapuas dan Pa1ingkau didukung oleh sekitar 10
op1et yang setiap minggu jumlahnya terus bertambah.
Sektor ini dapat memberikan 1apangan kerja bagi buruh dari kota dan dari desa
(petani, pemuda berijazah dan perantau). Pada sektor transportasi dapat juga
tercipta pekerjaan jasa. Da1am waktu tiga bu1an, dapat di1ihat berdirinya bengke1
112
•
Bab IV
•
mobil dan motor, berbagai rumah makan kecil dan warung di sepanjang jalan.
Sektor kegiatan Iain yang juga berkembang pesat adalah pekerjaan yang
berhubungan dengan pembangunan UPT, yaitu pembukaan hutan, pengerukan parit,
pembangunan rumah, dan sebagainya. Dengan demikian, pekerjaan sebagai
pembina transmigrasi dapat diberikan kepada tamatan Sekolah Kejuruan Pertanian
di Kalimantan. Akan tetapi daya tarik pekerja dapat pula menyebabkan orang
meninggalkan pekerjaan di sektor pertanian dan menambah kesulitan penerapan
program intensifIkasi penanaman padi.
Warga Palingkau yang tidak memiliki tanah dipindahkan ke UPT. Kini, beberapa
petani di berbagai handil nampak kecewa. Mereka yang memiliki sawah tidak dapat
tinggal di daerah transmigrasi. Mereka tidak punya hak untuk kembali ke UPT
karena mereka memiliki sawah. Namun apa yang harus dilak:uk:an untuk pekerjaan
persawahan? Khususnya, untuk pekerjaan wajib, yaitu penanaman padi dan panen
padi tanpa menggunakan tenaga kerja yang sudah langka. Tampaknya, pada masa
panen di beberapa handil, tenaga kerja tidak mencukupi untuk panen padi.
Para transmigran yang sangat sibuk di sawah seluas dua hektare tidak memiliki
waktu untuk menjadi buruh harian, maka mereka haros mempekerjakan orang Iain
jika mereka ingin menanami seluruh sawahnya. Dengan demikian, upah harian
meningkat dengan cepat.
Masalah pekerjaan di bidang pertanian akan sangat mempengaruhi perkembangan
pertanian di daerah itu. Penanaman padi, yang semuanya dikerjakan secara manual
banyak membutuhkan tenaga kerja. Jika tenaga kerja langka, seperti kasus yang
terjadi di lokasi penelitian, intensifIkasi produksi per hektare tidak dapat dilak:uk:an
karena meningkatnya beban kerja dan membengkaknya biaya per hektare. Salah
satu solusi dari Departemen Pertanian dan Departemen Transmigrnsi dan PPH
adalah bahwa departemen tersebut menginginkan adanya modernisasi pertanian,
yaitu dengan menggunakan herbisida dan traktor kecil agar dapat mengurangi
tenaga kerja. Namun, pertanian seperti ini menyangkut biaya yang tinggi. Apakah
para petani dapat mengikuti pola pertanian kapitalis? Jika tidak menguntungkan
petani, kemungkinan besar adopsi varietas padi unggul sangat sulit dilakukan.
Mengkaji perkembangan sektor ekonomi di daerah Palingkau pada tahun-tahun
mendatang sangat menarik, demikian juga perkembangan proyek PLG satu juta
hektare. Kini, nasi sudah jadi bubur. Keberhasilan masih belum jelas. Kendala
lingkungan sangat lcuat dan ekosistem tidak mantap. Se1ain itu, adopsi teknologi
barn tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah dan keampuhan dari
berbagai prosedur teknik yang dibuat, tetapi juga sangat berkaitan dengan kondisi
sosioekonomi saat itu. Hal itu mernpakan parameter yang tampaknya diabaikan
oleh pemerintah.
113
Bab IV
KESIMPULAN
1 ..
~
Melalui penelitian cara bertani dan khususnya sejarah pemanfaatan lahan di daerah
Palingkau, dapat diperoleh kekhasan, kelebihan, dan kekurangannya. Yang mengejutkan di daerah Palingkau, yang telah dimanfaatkan 50 tahun yang lalu, adalah
kekuatan unsur manusianya. Handil yang bertegak lurus dan deretan rambutan
sangat berbeda dengan pola yang dilakukan oleh orang Dayak seperti yang dapat
ditemui tidak jauh dari desa Dadahup. Lingkungan yang diciptakan masyarakat
Banjar dibangun dengan pengorbanan tenaga yang besar. Pengerukan handil,
pembuatan sawah dan gundukan tanah di sawah dilaksanakan secara bersama.
Pengelolaan secara kolektif merupakan salah satu kunci dari sistem agraris itu.
Pengelolaan diperlukan, tidak hanya untuk membuka lingkungan yang tidak ramah
tersebut, tetapi juga untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi
eksploitasinya. Kekompakan masyarakat dapat pula mengurangi risiko serangan
hama dan penyakit. Perawatan saluran yang dilakukan secara kolektif memungkinkan saluran irigasi dan drainase dimanfaatkan secara maksimal dan menjamin
kelancaran arus air untuk menghilangkan keasaman tanah. Demikian pula
pengelolaan air secara kolektif merupakan salah satu unsur penting dalam
perawatan kesuburan lingkungan.
Dengan adanya berbagai faktor dari luar, atau penurunan kesuburan tanah,
kekompakan masyarakat dapat menjadi sima. Usaha manusia dalam mengelola
lingkungan yang serba sulit tersebut menjadi sia-sia dan lingkungan yang dike10la
kembali menjadi hutan.
Kerapuhan lingkungan dilukiskan oleh sejarah pertanian meskipun singkat (di
tingkat kehidupan manusia). Sebuah tahap perluasan acap kali dilanjutkan dengan
kemunduran pengembangan lahan, tahap itu sendiri diikuti oleh pembukaan lahan
baru yang lebih jauh. Petani pionir berpindah ke tanah yang lebih subur ketika
kesuburan tanah yang telah dimanfatkan berkurang.
Usaha berpindah tempat mengakibatkan teIjadinya perluasan pemilikan tanah.
Petani setempat tidak begitu terikat oleh lahan pertaniannya kecuali jika lahan itu
dijadikan kebun. Selain itu, petani selalu siap membuka lahan baru walaupun di
tempat yang jauh. Pengertian UIÙt sosial dan teritorial tidak dapat dijadikan satu.
Pengembangan wilayah, pada dasarnya, mengalami perkembangan besar dalam
ruang dan waktu. Pasti menarik untuk menelusuri sejarah arus migrasi pada skala
yang lebih kecil dan pada waktu yang lebih besar untuk menyesuaikan kesuburan
lingkungan dan kehidupan manusia.
Kondisi lingkungan yang keras menciptakan suatu ketidakpastian yang terus
menerus berlangsung. Akibat naiknya keasaman tanah dan kebakaran lahan pada
musim kemarau panjang serta variasi tingkat air secara mendadak merupakan
kenyataan. Tingkat pengendalian air yang diperoleh oleh orang Banjar, walaupun
diperbaiki, masih belum cukup sempurna. Oleh karena itu, mereka sengaja menerapkan teknik-teknik penanaman yang tidak membutuhkan banyak pengawasan
supaya risiko kegagalan lebih kecil. Untuk menjamin pemasukan uang secara rutin,
mereka mencari pekeIjaan sampingan. Penanaman padi yang disasarankan untuk
swasembada pangan hanya memerlukan tenaga dan modal sedikit. Mereka lebih
menyukai mengatur waktunya untuk kegiatan yang mendatangkan penghasilan
115
yang lebih pasti. Kepastian penyaluran produksi rambutan merupakan salah satu
dari kesuksesan perkembangannya.
Departemen Transmigrasi dan PPH harus lebih memperhatikan kondisi lingkungan
yang rapuh dan ketidakpastian yang terus menerus berlangsung pada proyek PLG,
serta reaksi sosial yang dibawa oleh orang Banjar. Meskipun demikian, pengembangan pertanian oleh orang Banjar menunjukkan bahwa keberhasilan PLG akan
bergantung pada pengendalian air. Padahal, pengendalian air hanya dapat berlangsung di daerah yang kena pasang surut. IntensifIkasi penanaman padi hanya dapat
dilakukan jika berbagai risiko berkurang. IntensifIkasi dilihat pada pengendalian air
yang lebih baik dan pengelolaan kesuburan tanah yang efIsien. Modemisasi yang
diusulkan melalui pengembangan sistem pemupukan dan irigasi yang lebih efIsien
disambut dengan penuh harapan. Meskipun, kendala masih tetap ada. Jika pemerintah melakukan pengembangan wilayah pasang surut, pemerintah juga harus
mengelola dan merawat saluran-saluran. Namun, apakah pemerintah memiliki dana
untuk menjamin pemeliharaan jaringan irigasi di PLG satu juta hektare?
.
116
DAFTAR PUSTAKA
COLLIER (W.L.), 1980 - Fifty years of spontaneous and government sponsored
transmigration in the swampy lands of Kalimantan: past resu1t and future
prospects, Prisma, Sept. 18, 1980.
COLLIER (W.L.), 1984 - Cropping system and marginal land deve10pment in the
coasta1 wet1ands of fudonesia, Workshop on research priorities in tidal swamp
rice, IRRI, Los Banos, p. 183-196.
COLLIER (W.L.), 1989 - Resource use in the tida1 swamps of Central Kalimantan: a
case study of Banjarese and Javanese rice and coconut producers, Tropical
Ecology and Development, p. 1047-1064.
DEPARTEMEN PERTANIAN, 1996 -Base Line Miniatur Pengembangan Rawa
10.000 ha di Kalimantan Tengah.
DEPARTEMEN TRANSMIGRASI, Rencana Teknis Satuan Pemukiman Palingkau,
1995-1996.
DRIESSEN (p.M.), SUDJADI (M.), 1984 - Soils and specific soil problems of tidal
swamps, Workshop on research priorities in tidal swamp rice, IR.RI, Los Banos,
p. 143-160.
GUILLOBEZ (S.), 1996 - Les plaines côtières des zones tropicales humides. Fertilité du
milieu et stratégies paysannes sous les tropiques humides. Actes du Séminaire,
13-17 nov. 1995, Cirad, p. 131-137.
LEVANG (P.), 1995 - Tanah Sabrang: la Transmigration en Indonésie. Permanence
d'une politique agraire contrainte. Mémoire de thèse, ENSAM, 461 p.
MARIUS (C.), 1988 - Les sols potentiellement sulfatés-acides de l'estuaire du Barito
(Kalimantan-fudonésie), Cahiers de l'ORSTOM, série Pédologie, vol. XXIV, nO 2,
p. 163-173.
NARBESLA (Y.), 1995 - Systèmes paysans de mise en valeur des terres dans le delta du
Mékong. Fertilité du milieu et stratégies paysannes sous les tropiques humides.
Actes du Séminaire, 13-17 nov. 1995, Cirad, p. 120-130.
r
PUSAT PENELITIAN TANAH DAN AGROKLIMAT, 1996 - Survei Tanah Miniatur
Pengembangan Lahan Rawa, Daerah Kapuas Murung dan Kapuas Barat,
Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.
SEVIN (O.), 1985 - Thematic geography to develop transmigration settlements.
Lowland rice and water management in the southern part ofKalimantan. Orstom
Transmigration Project, Jakarta.
SEVIN (O.), 1985 - Migrations et mise en valeur d'une basse plaine marécageuse:
l'exemple des cocoteraies de la Basse Mentaya (Kalimantan, fudonésie), Cahiers
de l'ORSTOM, série Sciences Humaines, vol. XXI, nO 4, p. 481-496.
117
SEVIN (O.), 1989 - Banjar et néerlandais: les vicissitudes d'un polder (Kalimantan,
Indonésie), Tropiques: lieux et liens, p. 228-240.
SEVIN (O.), 1990 - Transmigration et aménagement des marais maritimes sur la côte
sud de Kalimantan, Indonésie. Eau et aménagements dans les régions
intertropicales, Espaces tropicaux, nO 2, CEGET-CNRS, p. 309-333.
SEVIN (O.), 1993 - Techniques d'encadrement et terres neuves: les enseignements du
delta du Batang Hari (Jambi-Indonésie), Géographie et Culture, nO 7.
SIEFFERMANN (G.), 1988 - Le système des grandes tourbières équatoriales. Annales
de Géographie, nO 544, p. 642-666.
WATSON (G.A.), 1984 - Utility of rice cropping strategies in Samuda Kecil village,
Central Kalimantan, Indonesia. Workshop on research priorities in tidal swamp
rice, IRRl, Los Banos.
118
Download