Judul asli buku: Front pionnier Banjar: une agriculture entre terre et eau. Penulis: Gutierrez Marie-Laure, Ramonteu Sonia © Orstom 1997 .- PeneIjemah: Titien Harwiyandani, Mohammad Hasyim Penyelaras: Sri Ambar Wahyuni Prayoga Desain sampul & grafis: Yanto Wahyantono Penata letak: Yanto Wahyantono " © IRD edisi 2000 ISBN 979-9236-35-5 . KATAPENGANTAR Penelitian mengenai budi daya pasang surut di Palingkau Jaya ini dilaksanakan oleh peneliti muda IRD ex üRSTüM dalam rangka kerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan. Kegiatan penelitian ini dilakukan antara bulan April dan September 1997 selagi Proyek Lahan Gambut Satu Juta Hektare sedang marak. Dalam laporannya, peneliti menggarisbawahi kesulitan dan masalah yang ditimbulkan oleh pendayagunaan lahan rawa pasang surut (antara tanah dan air). Peneliti berhasil mempertanyakan kelayakan proyek itu secara keseluruhan, dan temyata fakta membenarkan pendapatnya. Kegunaan penelitian semacam ini tidak disangsikan lagi. Kiranya penelitian perlu selalu dilakukan sebelum pelaksanaan setiap proyek pembangunan. Selain itu, tentu saja, sarannya perlu diperhatikan. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat, dan penelitian seperti ini dilanjutkan demi keberhasilan pembangunan dan kemaslahatan penduduk di Indonesia. Jakarta, 23 Maret 2000 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan Ir. Harry Heriawan Saleh, M.Sc. NIP. 160031 186 PRAKATA Penelitian mengenai budi daya pasang surut di Palingkau ini dapat terlaksana berkat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada: @Departemen Transmigrasi dan PPH, khususnya Puslitbang, yang telah memberikan fasilitas di lapangan, dan daftar pustaka yang mendukung penelitian ini; @Penduduk Palingkau khususnya para petani yang telah menerima peneliti dengan penuh kehangatan dan kesabaran, serta menunjukkan berbagai cara dalam kehidupan sehari-hari, khususnya pengolahan lahan; @Insinyur dan teknisi Departemen Transmigrasi dan PPH, Departemen Pertanian, Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen yang terkait dengan Proyek Satu Juta Hektare, yang telah berkenan memberikan data yang diperlukan; @Kepala Desa Palingkau Jaya, Mohammad Nur dan keluarga serta pegawai administrasi UPT yang telah memberikan bantuan di lokasi penelitian; @Yanto Wahyantono, ahli kartografi Orstom (sekarang IRD) yang membantu dalam pembuatan peta dan sketsa/gambar lahan pertanian untuk penelitian ini; @Viktor BOEHM, konsultan yang telah memberikan citra pengindraan jarak jauh lahan penelitian dari Spot; @Mireille DOSSO yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan penelitian ini di Prancis, dan Caroline, Gwen serta Béatrice yang turut membantu peneliti selama menjalani praktik. Semoga hasil penelitian ini memberikan sumbangan pada pembangunan di Indonesia. . Peneliti DAFTARISI KATA PENGANTAR PRAKATA DAFTAR 1S1 Daftar Peta Daftar Gambar Daftar Tabel PENDALUAN Latar Belakang Ruang Lingkup Penelitian Sasaran Penelitian Metodologi Penelitian Fokus Penelitian Kendala Selama Penelitian BAB 1: LINGKUNGAN ALAM DAN MANUSIA Lingkungan alam yang tidak Mendukung Perubahahan Musim yang Mencolok Dataran Rendah Pesisir yang Berawa Reliefyang Rendah Pengaruh Gerakan Pasang Surut Tanah Masam Lingkungan Manusia di Palingkau Masyarakat Banjar Lingkungan Manusia di Desa Palingkau Sektor Kegiatan Karateristik dan Kebiasaan PendudukPalingkau Pembagian Lingkungan Alam BAB II: LINGKUNGAN YANG PENUH KENDALA .. Pengelo1aan Hutan dan Air oleh Masyarakat Banjar Dua Gelombang Pendudukan, Dua Cara Pengembangan Lingkungan Dasar Pemanfaatan Lahan oleh Masyarakat Banjar Pemanfaatan Lingkungan: Adaptasi atau Buatan? ~ Persawahan: pengendalian atau adaptasi? Kebun Rambutan sebagai Alternatifuntuk Sawah TeknikBudi Daya Pemeliharaan Tanaman Perkebunan di Tanah Pematang Pemanfaatan Lingkungan Alam: Hutan dan Sungai Penangkapan ikan Penanaman Kercut: Bahan Baku Utama untuk Kerajinan iii v vii ix ix x 1 3 4 5 6 7 8 9 Il Il Il 12 12 13 15 15 17 17 18 21 23 25 25 26 33 33 40 41 41 46 48 48 50 vu Dinamika Pengembangan Lingkungan yang Rapuh Gambaran Historis Mengenai Kerapuhan Lingkungan Kelemahan Pola Pertanian Banjar Kesuburan Tanah yang Sulif Dikelola Penataan Kembali Lingkungan Kesimpulan BAB III: PROSES BERPRODUKSI DAN RIWAYAT HIDUP PETANI Kriteria Pembeda Petani Pemilikan dan Pemakaian Lahan Karakteristik Lahan Usaha: Jenis dan Luas Lahan Pemanfaatan Tenaga Kerja Tipologi dan Riwayat Hidup Petani Tipe 1: Petani Kawakan Tipe I-A-1: Petani Sawah Tipe I-A-2: Petani Rambutan Tipe I-B: Petani yang Menjadi Pedagang Tipe I-C: Petani Paro Waktu Tipe II: Petani dengan Usaha Sampingan Tipe II-A: Petani Muda Pemula Tipe II-B: Petani Karon Tipe III: Petani Sebagai Pekerjaan Sampingan. Tipe III-A: Pedagang Tipe III-B: Pegawai Negeri Analisis Sosial EkonoIIJ.i Dinamika Perkembangan Strategi Tumpang Sari Fungsi Ekonomi berbagai Kegiatan Kesimpulan BAB IV: PERSPEKTIF BARU DAN PERKEMBANGAN DEWASA INI 52 52 57 57 59 61 63 65 65 66 67 71 72 72 74 76 77 79 79 82 84 84 84 85 85 87 88 95 99 PLG Satu Juta hektare dan UPT Palingkau Jaya 101 kesulitan yang dihadapi Masalah Air Percobaan Pola Sawif-Dupa Berbagai Kendala Tipe Petani yang Dapat Mengadopsi Pola Sawif-Dupa Dampak Proyek terhadap Lingkungan Kerusakan Sumber Alam dan Perubahan Ekosistem Kesimpu1an 102 102 103 103 109 110 110 115 DAFTAR PUSTAKA 117 viii .. Daftar Peta Peta 1. Peta 2. Peta 3. Peta 4. Peta 5. PLG Satu Juta Hektare dan Palingkau Daerah Asal Migran Banjar di Palingkau Fisiografi Kalimantan bagian Tenggara CUra Satelit Spot Daerah Palingkau Kawasan Agroekologi 4 16 19 22 22 Daftar Gambar Gambar 1. Diagram Suhu-Curah Hujan Il Gambar 2. Zona yang Dipengaruhi oleh Pasang Surut.. 13 Gambar 3. Peralatan yang Digunakan oleh Masyarakat Banjar 26 Gambar 4. Selundak 27 Gambar 5. Penggalian Handil 27 Gambar 6. ParU 28 Gambar 7. Pengaturan Handil 29 Gambar 8. Pembangunan Jalan Tani 30 Gambar 9. Pembagian Petak Lahan 30 Gambar 10. Skema Tipe bagian yang DUempati, Sepanjang Handil 31 Gambar Il. Tingkat Penggenangan pada Petak Sawah 32 Gambar 12. Penanaman Padi Lokal; Catatan Curah Hujan dan Ketinggian Air Pasang 34 38 Gambar 13. Panen dengan Ani-ani.. Gambar 14. Transportasi Hasil Panen dengan Menggunakan Perahu 39 44 Gambar 15. Pertumbuhan Pohon Rambutan Gambar 16. ParU diantara Dua Deretan Pohon Rambutan 45 51 Gambar 17. Penganyaman Kercut Gambar 18. Transek Sepanjang Handil... 53 54 Gambar 19. Dinamika Pendudukan Kawasan Gambar 20. Evolusi Lapisan Tanah yang Dibuka untuk Persawahan 58 Gambar 21. Jadwal Kerja Tani 68 Gambar 22. Diagram Perkembangan 86 Gambar 23. Sistem Alokasi Pemasukan 97 104 Gambar 24. Jadwal Kerja Sistem SawU-Dupa l07 Gambar 25. Arus Pemasukan dan Pengeluaran Gambar 26. Jadwal Kegiatan Sistem Penanaman Padi Lokal 108 IX Daftar Tabel Tabel2. Ringkasan Mengenai Karakteristik Varietas Padi Tradisional Tabel 3. Keanekaragaman Kegiatan Tabel4. Ringkasan Upah Rata-Rata Kerja Tani di Palingkau Tabel5. Tipologi Tabel6. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe I-A-1: Petani Sawah) Tabel 7. Alasan Penggunaan Herbisida Tabel8. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe I-A-2: Petani Rambutan) Tabel9. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe I-C: Petani Paro Waktu) Tabel10. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe I-A: Petani Muda Pemula) Tabel11. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe II-B: Petani Karon) Tabel12. Pinjaman Padi Tabel13. Investasi Kebun Rambutan Tabel14. Jenis Pohon dalam Kebun Campur dan Pendapatan Tahunan Tabel15. Pendapatan yang Diperoleh dari Pengayaman Tabel16. Pendapatan yang Diperoleh dari Penerapan Pola Sawit-Dupa Tabel17. Pendapatan yang Diperoleh dari Padi Unggul (luas 0,8 ha) x 39 69 71 71 73 74 75 78 81 83 89 91 92 93 106 106 PENDAHULUAN Pcndahulu811 Latar Belakang Pada tahun 1984, berkat program Revolusi hijau dan upaya pemerintah, Indonesia mencapai swasembada beras. Namun, 10 tahun kemudian (tahun 1994), Indonesia mengalami kekurangan pangan dan akhirnya terpaksa mengimpor beras kembali. Pemerintah ingin mencapai kembali swasembada beras. Oleh karena itu, pemerintah berencana untuk memperluas lahan persawahan di luar pulau Jawa yang lahannya belum tergarap. Untuk itulah, pemerintah melaksanakan proyek pembukaan lahan persawahan seluas satu juta hektare yang dinamakan PLO (Proyek Lahan Oambut) satu juta hektare. Dalam hal ini pemerintah membentuk tim pelaksana, yang diketuai oleh Menteri PekeIjaan Umum, dan Menteri Transmigrasi dan PPH (Pemukiman Perambah Hutan) sebagai salah satu anggota dalam tim tersebut. Peran Departemen Transmigrasi dan PPH adalah memanfaatkan hasil pembukaan hutan untuk dijadikan kawasan transmigrasi. Departemen Transmigrasi dan PPH memberikan sebidang tanah (1-2 hektare) kepada setiap keluarga transmigran yang pada umumnya berasal dari Jawa, Madura dan Bali (JAMBAL). Keluarga transmigran diberi rumah danjaminan hidup selama masa bertani (1-1,5 tahun) dan panen pertama. Adapun tujuan yang ingin dicapai Departemen Transmigrasi dan PPH adalah: • mengentaskan penduduk dari kemiskinan dengan memberikan tanah kepada mereka yang belum memilikinya (bidang sosial); • mengembangkan daerah luar Jawa dengan memperkenalkan cara bertani intensif dari Jawa (bidang teknik-ekonomi); • menjalin persatuan Indonesia dengan mengintegrasikan penduduk dari daerah yang berbeda-beda. PLO satu juta hektare termasuk tujuan kedua, yaitu memanfaatkan lahan yang belum diolah. Tujuan utamanya adalah meningkatkan produksi beras di Indonesia. Lokasi yang dipilih untuk melaksanakan proyek itu terletak di Kalimantan Tengah, salah satu provinsi yang masih banyak memiliki lahan yang belum diolah. Lokasi proyek itu terbentang dari Palangkaraya sampai Buntok, dan dari Buntok sampai Palingkau (lihat peta 1). Namun, lingkungan fisik yang dipilih sulit. Sebagian Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) didirikan di atas tanah bergambut tebal (35 meter). Tanah yang tidak bergambut sering berupa podsol atau mengandung asam sulfat yang juga menimbulkan berbagai masalah. Untuk mengatasi lingkungan yang penuh tantangan itu, pemerintah membangun saluran irigasi yang airnya berasal dari tiga sungai (Barito, Kapuas, Kahayan). Jaringan irigasi tersebut dimaksudkan agar dapat mengairi seluruh lahan persawahan satu juta hektare. Di lahan itu akan dikembangkan budi daya padi 3 modern seperti di Jawa, antara Iain penggunaan varietas padi unggul yang bersiklus pendek, yang dapat dipanen dua kali setahun, dan pemakaian traktor untuk pengolahan tanah. Peta 1. PLG Satu Juta Hektare dan Palingkau JARINGAN PENGAIRAN s • Pela Iol<aol Sumber : PUSDATA Dept. PU Dicelek oleh : LREP BAPPEDA Prop. Dalll Kalimantan Tengah 1996 Di lokasi proyek itu, penduduk setempat hanya tinggal di tepi sungai. Penduduk asli Kalimantan (Dayak dan Banjar) telah berhasil mengolah sebagian dari kawasan yang sangat luas itu. Misalnya, penduduk Banjar telah berhasil mengembangkan budi daya padi yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan (tanah bergambut dan berawa). Hasil pertanian yang memuaskan itu telah mengilhami Departemen Transmigrasi dan PPH sehingga departemen tersebut menempatkan keluarga transmigran di Kalimantan Selatan sejak tahun '60-an. Ruang Lingkup Penelitian 1 Lokasi penelitian berada di daerah Palingkau yang terletak di proyek tersebut di atas. Daerah yang telah dibuka oleh penduduk Banjar sekitar 60 tahun yang lalu tersebut, sejak dua tahun dijadikan daerah percontohan dan pengembangan teknik bertani proyek tersebut. Pada waktu penelitian, UPT telah didirikan di daerah tersebut sejak beberapa bulan. J Penelitian ini dilakukan dalam rangka kerja sama antara Orstom dan Departemen Transmigrasi dan PPH. Pihak Orstom terntama ingin mengetahui pembudidayaan lahan yang dilakukan secara tradisional oleh petani setempat. 4 Pendahululln Sasaran Penelitian Sejak lama orang Banjar menerapkan cara pemanfaatan lahan yang disesuaikan dengan kondisi sulit di lingkungan berawa Kalimantan Selatan dan Tengah. Mereka telah dapat mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh pengarnh pasang surut, tanah yang bergambut, dan tanah yang mengandung asam sulfat. Daerah Palingkau Jaya yang sekarang dijadikan UPT pemah dibuka oleh orang Banjar, tetapi ditinggalkan 25 tahun yang lalu. Di UPT tersebut bermukim transmigran setempat dan transmigran dari JAMBAL. Transmigran setempat mengenal keadaan daerah dan kendalanya, tetapi tidak mengetahui cara penanaman padi secara intensif, sedangkan transmigran dari JAMBAL dipandang memiliki pengalaman menanam padi secara intensif, namun tidak mengenal kendala yang ada di daerah Palingkau. Dalam rangka mengembangkan potensi transmigran setempat bersama-sama dengan transmigran dari JAMBAL yang mengharapkan perbaikan nasibnya itu, maka tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mengembangkan lahan pasang surut di wilayah tersebut. Adapun sasarannya adalah: Cl) mengetahui cara tradisional pemanfaatan lahan pasang surut yang dilakukan orang Banjar, (2) mengetahui faktor yang menyebabkan orang Banjar meninggalkan lokasi tersebut, dan (3) mengetahui apakah pergaulan antara kelompok transmigran setempat dan transmigran dari JAMBAL dapat menimbulkan sinergi. Sesudah dilakukan wawancara dengan keluarga transmigran dari Jawa, Bali dan Kalimantan, terlihat tidak ada perbedaan yang signiflkan tentang cara bertani di antara kedua kelompok transmigran. UPT yang barn dibuka sembilan bulan (Juni 1997) masih dalam tahap permulaan, sehingga, terlalu dini untuk diketahui adanya perbedaan yang menarik pada kedua kelompok tersebut. Kenyataannya, lahan seluas dua hektare yang disediakan bagi tiap keluarga belum siap untuk digarap. Para petani hanya mengelola lahan pekarangan seluas 0,25 hektare. Mereka mencoba menanam benih dan bibit yang diberikan oleh pemerintah: varietas padi lokal dan varietas padi unggul umur pendek, IR66. Selain itu, juga diberikan segala jenis benih tanaman sayur dan bibit buah-buahan. Maka, pengamatan difokuskan pada pertukaran keterampilan di antara anggota kelompok usaha tani transmigran, namun pekeIjaan bersama yang barn berada pada tahap persiapan pembukaan lahan persawahan terhenti karena datangnya musim kemarau. Sasaran penelitian pertama terfokus pada sejarah pembangunan wilayah Palingkau oleh orang Banjar yang tiba di tempat itu sekitar 50 tahun yang lalu. Sementara itu, sejak dua tahun yang lalu, proyek percontohan intensiflkasi padi telah dilaksanakan oleh Departemen Pertanian yang bekeIja sama dengan Departemen Transmigrasi dan PPH dalam proyek PLO satu juta hektare. Untuk mengamati kebiasaan teknik bertani modem oleh petani lokal, maka, Palingkau jelas menjadi wilayah yang menarik untuk diteliti. 5 Penelitian diarahkan pada minat para petani Palingkau dalam menerapkan varietas padi siklus pendek, dan untuk menemukan kendala yang dihadapi. Metodologi Penelitian Sasaran penelitian Metode dan pengumpulan data 1. Menentukan Iingkup dan lokasi penelitian. • mendapatkan gambaran tentang keadaan daerah yang diteliti; kendala • memahami situasi transmigrasi di lokasi penelitian proyek PLG satu juta hektare. 2. Beradaptasi dengan pertanian lokal sambil meneliti perbedaan-perbedaan cara bertani antara transmigran lokal (yang mengenal lingkungan) dan transmigran dari Jawa (yang memperkenalkan pertanian intensif). Mengamati pertukaran keterampilan pada kedua kelompok tersebut. • Penelitian pustaka dengan menggunakan beberapa sumber: o kumpulan tulisan tentang tanah yang mengandung asam sulfat di Montpellier dan di Jakarta serta berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan di Prancis; o kumpulan tulisan dari Departemen Transmigrasi dan PPH di Jakarta: peta dan bagan organisasi desa transmigrasi. • Wawancara dan kunjungan serta tatap muka dengan insinyur dan penyuluh pertanian di UPT; • Pelaksanaan 15 wawancara dengan para keluarga transmigran lokal, Jawa dan Bali; • Mengamati kelompok kerja tani pria: (pekerjaan dari kelompok tersebut cepat terhenti karena timbulnya musim kemarau tahun 1997); • Mengamati munculnya kelompok tani wanita: kelompok ini masa kerjanya sangat terbatas. 3. Mengungkap sejarah pertanian daerah pionir Palingkau sejak pembukaan daerah tersebut hingga 1997. • Wawancara dengan kepala desa di daerah transmigrasi: tokoh masyarakat yang terkenal di Palingkau. • Melalui Iingkungan transmigrasi: mendekati lokasi penelitian yang dilakukan di desa Palingkau dengan bantuan transmigran lokaI. • Wawancara dengan 8 keluarga transmigran lokal Palingkau mengenai sejarah pengembangan wilayah tersebut. • Dengan memasuki desa Palingkau: o mengungkap sejarah pertanian desa Palingkau, yang keseluruhannya dikaitkan dengan sejarah pendudukan daerah tersebut; o mencari informasi tentang kecamatan Palingkau yang terdiri atas dua desa: Palingkau Lama dan Palingkau Baru; o mengumpulkan data-data tentang daerah tersebut; mencari informasi tentang proyek umum yang berkaitan dengan sektor pertanian di lokasi penelitian. • Wawancara ditujukan kepada nara sumber, seperti: o Kepala desa Palingkau Lama dan Palingkau Baru; o Kepala handil dan ketua kelompok tani dari tiap handil. Para nara sumber yang dapat dijadikan sebagai kunci informan, memiliki kepentingan besar untuk memahami perkembangan peman-faatan lingkungan melalui arus migrasi. • Mengumpulkan data sekunder di kantor kecamatan Kapuas Murung dan di kantor desa Palingkau Lama dan Palingkau Baru. • Mencari dokumen-dokumen dan peta wilayah di kantor-kantor administrasi yang berada di Palingkau dan Kapuas, serta wawancara antara Iain dengan para teknisi: o Departemen pelaksana proyek PLG satu juta hektare; o Departemen Pertanian; o Pengairan; o Departemen Pekerjaan Umum. 6 Pendahuluan 4. Menemukan lingkungan handil dan cara pendayagunaan tanah: o menemukan sistem pertanian. • Menemukan lingkungan dan kendalanya: • air : mengetahui gejala fisik pasang surut; • tanah: mengetahui masalah kemasaman tanah. • Delapan kunjungan ke handil. Dengan petunjuk dan penjelasan oleh para petani yang memandu dan yang di temui di jalan. • Lima wawancara yang lebih spesifik tentang: o sistem penanaman padi dan rambutan; o sistem pengelolahan air di handil. • Menemukan budi daya tani: o sistem penanaman; o sistem tata air irigasi-drainase; o cara pengelolaan kesuburan tanah. 5. Penelitian sistem produksi. • Mengetahui pengelolaan usaha tani di Palingkau: mengelola tipologi pertanian di lokasi penelitian; o menganalisis sistem pengambilan keputusan para petani. o • Mengetahui pembagian sumber pendapatan keluarga. • Mengetahui kesulitan yang timbul pada penerapan varietas padi unggul oleh para petani Palingkau. 6. Penentuan wilayah melalui citra satelit. • Melakukan wawancara sekitar 40 transmigran, yang mewakili berbagai jenis petani di lokasi penelitian: o penyiapan kuesioner; o pelaksanaan wawancara pada handil, yang diwakili 4 handil: Palingkau Besar dan Kecil, Papuyu, Lasar, namun tetap terbuka melakukan penelitian di daerah handi/lain, seperti daerah pinggiran Kapuas Murung, atau bagian Utara dari daerah tersebut hingga Mampai. • Melaksanakan penelitian tentang konsumsi pada beberapa ibu rumah tangga. • Mengarahkan sebagian dari kuesioner pada masalah penanaman varietas padi unggul IR66. • Interpretasi citra satelit yang menunjukkan lokasi penelitian: pengecekan di lapangan: o pengamatan beberapa peta bersama dengan teknisi yang mengenal wilayah dengan baik dan terbiasa dengan penggunaan citra satelit; o melakukan transek (denganjalan kaki, atau dengan kendaraan), dengan bantuan GPS untuk menentukan posisi; o mencatat ulang dan menemukan hubungan pengamatan wilayah penelitian pada citra satelit: wilayah dari keseluruhan lokasi penelitian; o memilih peta yang paling mewakili keragaman lingkungan. Fokus Penelitian Sejarah Perkembangan Pengembangan kawasan masyarakat Banjar di Palingkau dimulai pada tahun 1940. Sejak itu, telah terjadi pergantian tiga generasi. Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan pada sejarah perkembangan masyarakat tersebut dengan menggunakan beberapa nara sumber. Pada kenyataannya, responden yang diwawancarai dapat menjelaskan sejarah pertanian yang masih barn di daerah tersebut. Para responden itu sendiri menjadi pelaku sejarah sehingga dapai diperoleh kesaksian mengenai cara pembukaan lahan (penciptaan pola pertanian Banjar), demikian pula, sejarah kedatangan orang Banjar, khususnya ketika mereka meninggalkan daerahnya 25 tahun yang lalu. 7 Penemuan Kawasan Handil Tampaknya, di daerah perdesaan yang diteliti tidak mempunyai satu kesatuan. Setiap desa terdiri atas 5 handil2 atau lebih dan pada lingkup handinah penelitian ini dilakukan. Setiap handil memiliki sejarah tersendiri. Handil itu merupakan hasil perpaduan antara kelompok pionir dan lahannya. Menurut sejarah itu sendiri, para petani dapat mengolah lahan yang khas karena kondisi setiap handil berbeda (kondisi topografik). Dalam pene1itian ini, beberapa handil dijadikan sampel. Sampel yang digunakan sebanyak 40 responden dengan pertimbangan bahwa jumlah itu dapat memenuhi keragaman usaha produksi. Dari 4 handil yang dipilih di Palingkau, ditentukan 10 wawancara per handil. Handil yang diteliti adalah handil yang paling kaya akan sejarah pertanian di lokasi tersebut dan yang pertama kali dibuat oleh migran Banjar. Kendala Selama Penelitian Kesulitan yang dihadapi selama penelitian adalah bahwa kebanyakan petani hanya dapat menggunakan bahasa daerah. Wawancara memerlukan lebih banyak waktu dan bantuan tetangga yang sangat berharga. Satu dari hambatan peneliti untuk membaur di desa tradisional adalah karena peneliti menginap di desa transmigran, sehingga terpaksa haros bolak-balik antara dua desa itu. Oleh karena peneliti tidak tinggal bersama orang Banjar, informasi tentang cara hidup mereka menjadi sangat terbatas. Jika peneliti tinggal di daerah tersebut, maka dengan cepat, ia akan diterima penduduk. Tidak adanya aktivitas pertanian berkaitan dengan musim kemarau yang berlangsung dari bulan Mei hingga September. Kaum laki-laki pergi mencari pekerjaan. Kadang-kadang, sulit ditemukan petani yang bersedia untuk diwawancarai, dan beberapa di antara mereka, misalnya nelayan, sering tidak ada di tempat. Ketidaktepatan data kuantitatif merupakan salah satu kesulitan besar yang dihadapi dalam penelitian ini. Menemukan data kuantitatif mengenai: produksi, biaya, harga dan masa penanaman padi dsb memang merupakan pekerjaan yang sulit. Tampaknya, sumber kesulitan tersebut berasal dari persepsi masyarakat Banjar itu sendiri mengenai lingkungan. Pendayagunaan lingkungan seperti itu seluruhnya bergantung pada kondisi iklim dan pasang surut yang berobah se1ama berbulanbulan, berminggu-minggu dan berhari-hari. Tidak ada yang pasti. Semuanya bergantung pada irama pasang surut. 2 8 Handil ada/ah sa/uran yang dibuat o/eh manusia yang tegak /urus ke sungai. Ke/uarga pionir tingga/ dan membuka hutan di sepanjang handil. BAB 1 LINGKUNGAN ALAM DAN MANUSIA Hab T L1NGKUNGAN ALAM YANG TIDAK MENDUKUNG Perubahan Musim yang Mencolok Palingkau tennasuk daerah iklim tropis-basah. Curah hujan setiap tahun mencapai 1895 mm (diukur selama sepuluh tahun dari 1983 sampai 1993). Pada umumnya, musim kemarau berlangsung dari bulan Mei hingga bulan Oktober, sedangkan musim hujan, mulai bulan September hingga akhir bulan April. Batas kedua musim tersebut sangat tidak jelas. Musim kemarau sering bergeser atau menjadi panjang. Kondisi itu dapat mengganggu masa panen padi. Jadwal penanaman padi dapat disesuaikan dengan mulainya musim hujan. Akan tetapi curah hujan bulanan yang tidak teratur menimbulkan kekeringan pada masa panen. Curah hujan berpengaruh pada dua hal: • pennukaan air sungai menjadi lebih tinggi; .lahan tergenang. Gambar 1. Diagram Suhu-Curah Hujan 300 Pallngkau (1983 - 1993) 250 50 .....- Suhu (T'C) 45 ~ 40 Curah huJan (mm) 35 200 30 <:: .~ 150 25 .c:: ~ o ~ 20 100 15 10 50 5 Bulan Dataran Rendah Pesisir yang Berawa Lokasi penelitian berada di daerah rawa pasang surut. Area itu merupakan dataran yang sebagian tergenang dan sebagian tidak tergenang.Kontumya yang selalu berubah terbentuk dari endapan tiga sungai besar, yakni Kapuas, Barito dan Kahayan yang aimya berasal dari gunung Schwaner dan Muller. Daerah dataran rendah pesisir terbagi atas tiga bagian: daerah pasang surut air laut, daerah berawa (yang menjadi objek penelitian) dan daerah hulu sungai. Gunung Meratus membentuk sebuah amfiteater yang mengelilingi lekukan yang tidak Iain adalah teluk yang lama kelamaan tertimbun sendimen yang terbawa oleh tiga sungai. Lekukan tersebut disebut lembah Barito. 11 Pergantian fase transgresi dan regresi laut pada era Pleistosen menyebabkan terjadinya endapan sedimen di pesisir pantai pada dataran kontinental yang rendah yang membentuk aluviallaut dan aluvial sungai yang berasal dari era kuarter yang sekarang sudah tenggelam. Bahan yang halus di pesisir pantai merupakan percampuran mineraI liat yang berasal dari tanah liat yang diubah oleh agradasi di daerah yang airnya merupakan percampuran antara air laut dan tawar. Dengan demikian, kadar magnesium dan potasium mempertinggi struktur mineraI liat itu. Selain struktur senyawa, terdapat mineraI pembentukjaringan barn, seperti pirit. Hutan bakau yang dahulu terdapat di tepi pantai memudahkan terbawanya sisa-sisa organik yang menghasilkan residu tumbuh-tumbuhan yang membusuk dalam kondisi hidromorfik. Bahan-bahan organik itu memudahkan reduksi asam sulfat melalui bakteri dan menghasilkan belerang dalam bentuk pirit: Fe203 + 4sol- + sedimen air faut SCH20 + Yz O2 ~ 2FeS2 + SHC03 + 4H20 energi bakteri bakteri pirit karbonat Vegetasi pada masa itu menghasilkan bahan-bahan tumbuhan. Penghancuran bahan oleh oksidasi tidak dapat terjadi di dataran rendah yang seringkali tergenang. Bahan vegetasi yang tertimbun membentuk gambut topogen. Pembentukan daerah rawa pesisir menghasilkan dua bahan utama: bahan aluvial mineraI dan bahan organik. Relief yang Rendah Rata-rata ketinggian daerah tersebut sekitar sembilan meter di atas permukaan laut. Namun, relief fisiografi terbentuk akibat proses sedimentasi yang berlangsung secara terus-menerus. Naiknya air sungai dan air laut secara bergantian membentuk: • tanah aluvial di dataran tinggi sepanjang sungai besar dan kecil; • tanah asam sulfat di daerah berawa. Gambut terakumulasi di daerah antara dua sungai. Ketebalannya bervariasi. Gambut menjadi banyak jika kondisi hidromorfiknya dominan pada saat pengendapan. Kondisi bagaimanapun tidak menyebabkan terjadinya penguraian bahan organik. Penebalan gambut bergantung pada depresi. Pada umumnya, gambut makin menebal ketika letaknya jauh dari tepi sungai besar dan kecil. . Transek menunjukkanjalan yang berkembang secara bertahap dari tanggul ke rawarawa, kemudian ke rawa-rawa bergambut di lekukan. Akan tetapi, karena kebakaran, dan penggarapan lahan, lapisan gambut tersebut sangat berkurang. Perbedaan mikrotopografi sebesar beberapa sentimeter saja sangat berarti bila dilihat dari tingginya air yang menggenangi tanah akibat arus pasang. Pengaruh Gerakan Pasang Surut Daerah berawa yang terbentang antara 30 dan 50 km mulai dari tepi pantai dan dari sungai hingga 5 km di daerah dataran rendah seirama dengan air pasang surut. Ketika air pasang tinggi, gerakan pasang menghadang air sungai yang permukaan airnya naik dengan cepat sebelum surut. Palingkau yang terletak di tepi Kapuas Murung dipengaruhi oleh pasang surut yang dinamis. Batas pengaruh pasang surut berada di sekitar Muara Dadahup. Di daerah tersebut, air tersedia pula saat pasang. 12 Hab T Mekanisme Pasang Surut Frekuensi penyebaran pasang surut mengikuti perputaran bulan. Hari-hari yang mengalami dua kali pasang berganti dengan hari-hari yang mengalami satu kali pasang besar. Frekuensi siklus pasang surut berlangsung pada setengah bulan. Hari yang mengalami sekali pasang besar mulai pada bulan baru dan seminggu kemudian diikuti oleh hari yang mengalami dua kali pasang kecil. Gambar 2. Zona yang Dipengaruhi o/eh Pasang Surut v A B c D ...- - - - - -......- - - - - -........1 - - - - - - - - + ....f - - - - - - -.... Samua pasang mangganangi petak sawah. Pananaman pedi dilakukan dalam kondisi targenang. (Sumber: PPM Palingkoui Hanya pasang lartantu manggenangi patak sawah. Pana· naman padi dilakukan dalam kondisi larganang. Tidak ada pasang sacara langsung mangganangi pelak sawah. Namun. curah hujan dangan bolak baliknya lapisan Iraatik akan mampengaruhi tingkat ganangan air di pelak sawah. Patak tidak mamparoleh pangaruh dari pasang surul. Padi lidak dapat ditanam di daarah tersebu!. Perbedaan Amplitudo Amplitudo antara tingkat ketinggian air maksimum dan minimum bervariasi selama sebulan. Tingkat maksimum ketinggian air terjadi pada waktu pasang besar (pada hari yang hanya mengalami satu kali pasang). Selain itu, amplitudo antara tingkat ketinggian air maksimum dan minimum bervariasi sepanjang tahun. Amplitudo menjadi maksimai pada bulan Desember dan Mei. Zona Pengaruh Pasang Surut Perbedaan variasi dalam intensitas pasang surut mempengaruhi tersedianya air di petak sawah. Pengaruh kekuatan pasang surut bervariasi sesuai dengan jaraknya sungai dan perbandingan topografi antara tingginya air dan tanah. Dengan demikian, dapat ditentukan tiga zona yang dipengaruhi pasang surut: • zona A, yang seluruhnya digenangi oleh air pasang surut, baik besar maupun keciI; • zona B, yang hanya digenangi oleh air pasang yang paling besar; • zona C, yang tidak secara Iangsung digenangi oleh air pasang yang besar, tetapi pengaruh air pasang terjadi melalui perembesan dalam tanah; • zona D, yang tidak mendapat pengaruh air pasang (kedalaman air tanah >50 cm). Di zona ini air hanya didapatkan dari curah hujan. Tanah Masam Jenis Tanah Jenis tanah yang ada di Palingkau berasai dari berbagai bahan induk, yakni: • tanah organik hidromorfik yang berasai dari endapan gambut; • tanah potensiai asam sulfat yang berkembang pada sedimen aluviai mineraI seperti inseptisoi dan entisol. Hidromorfik yang hampir permanen memperlambat pematangan tanah. 13 Profil Tanah Profil tanah di dataran rendah memperlihatkan beberapa horizon. Gambut berwama hitam yang berupa sisa-sisa tumbuhan yang masih tampak dan akar tanaman (puron, kelekai, pakis, gelam). Horizon humik berwarna cokelat kehitaman, berstruktur dan terdiri dari campuran tanah liat serta bahan organik yang dalam bahasa daerah disebut "tanah hitam". Horizon liat (aluvial) berwama putih atau kuning, berstruktur padat, disebut "tanah liat". Horizon berwama abu-abu kebiru-biruan, banyak mengandung pirit dan berbau air laut. Petani setempat menyebutnya "tanah mati" atau "tanah racun". Kendala Pemanfaatan Tanah Berpotensi Asam sulfat Drainase yang berlebihan atau pengeringan tanah yang mengandung Plflt menyebabkan terjadinya keasaman yang tinggi. Asam merusakkan minerai liat dan membebaskan aluminium yang larut dalam bentuk yang dapat dipertukarkan. pH asam dapat meracuni padi. Melalui oksidasi dan drainase, sulfur menghasilkan: .oksida besi minerai berwama kuning dalam bentuk nodul di dalam tanah atau sebagai penciri di tepi saluran drainase; FeS2 + 15/40 2 + 7/2H 20 Pirit ---t Fe (OHh + 2S04 2- + 4H+ goelil asam suifai • aluminium sulfat yang mengasami tanah. Jika tanah menjadi kering, alumine meracuni sejurnlah besar tanaman dan menyebabkan kekurangan fosfor; • pergerakan ke atas sulfat besi Uarosit) berwama kuning. FeS2 + 15/4 O 2 + 512 H20 + 4/3 K + Pirit ---t 1/3 KFe3 (S04) 2(OH)6 + 4/3 S04,2- + 3H+ jarosit asam sulfat Tanah yang mengandung jarosit telah berubah menjadi tanah asam sulfat. Biasanya, pH tanah pada musim kemarau turun di bawah 4. Jika tanah tergenang lama, pH tanah naik lagi dan risiko keracunan aluminium lebih sedikit. Sebaliknya, zat besi direduksi dan dalam bentuk keadaan seperti itu dapat diserap dengan mudah oleh akar tanaman. Akar itu kehilangan kekuatan oksidan yang disebabkan oleh munculnya sulfur yang berasal dari reduksi sulfat yang larut. Kelebihan besi dapat menimbulkan penyakit tanaman yang disebut bronzing. Tanah yang berpotensi asam sulfat sering kali mengalami kekurangan asam fosforik, potas dan unsur mikro. Kendala utamanya berkaitan dengan kurangnya unsur mineraI. Gambut Menyebabkan Kendala Mekanik dan Mineral Dipandang dari kandungan kimiawinya, gambut sering kekurangan unsur hara yang diperlukan untuk tumbuh-tumbuhan. Oleh karena perrneabilitas yang sangat besar, gambut dengan cepat mengering di perrnukaannya setelah pembukaan lahan. Berkurangnya air itu fatal pada tanaman pangan yang umurnnya memiliki sistem perakaran yang tidak dalam. Ketika air dikeluarkan, gambut mengeras dan berubah menjadi minerai melalui proses oksidasi. Perrnukaan gambut yang mengering sulit 14 Bab T diairi kembali melalui kapilaritasnya. Ketika lapisan tersebut menjadi terlalu kering, teIjadi hidrofobia. Kekeringan permukaan dapat dihindari dengan mempertahankan permukaan air tanah yang tidak terlalu dalam. Namun, hal tersebut memerlukan pembuatan sistem tata air (drainaselirigasi) yang baik. Tanaman keras tertentu dapat ditanam di tanah gambut namun batangnya mudah tumbang karena kurang dapat mengakar dalam tanah. Kendala Bio/ogis yang Kuat Selain kendala alam dan unsur kimia, perlu ditambahkan dua hambatan biologis yang sering dihadapi, yaitu hama penyakit dan gangguan gulma. Pemanfaatan tanah bergantung pada kelebihan air. Air tawar dari sungai yang dipengaruhi oleh gerakan pasang surut digunakan untuk mengairi petak sawah. Kunci keberhasilannya adalah mempertahankan genangan secara terus menerus agar dapat menghindari oksidasi dan pengasaman tanah. Genangan itu bergantung pada pasang surut. L1NGKUNGAN MANUSIA DI PALINGKAU Masyarakat Banjar Penduduk Banjar merupakan keturunan campuran antara penduduk yang datang dari seberang laut dan penduduk setempat. Penduduk Banjar, pada awalnya merupakan sekelompok masyarakat kecil yang datang dari kepulauan Indonesia bagian barat, sebagian dari Sumatra, pada rnilenium pertama. Kelompok yang datang pertama, bermukirn di daerah Tabalong (lihat peta 2) di kaki gunung Meratus yang pada waktu itu dikelilingi oleh laut yang tidak begitu dalam. Orang Melayu tersebut lama kelamaan bercampur dengan penduduk Dayak Maanyan dan Bukit sehingga membentuk masyarakat Banjar untuk pertama kalinya. Dalam lingkungan semacam itulah kerajaan Tanjung Pura didirikan di sekitar daerah Tanjung sekarang ini. Lama kemudian, kelompok Iain (Arab, Cina, Bugis, yang datang dari pulau Sulawesi, Sunda dan Jawa) membaur dalam kelompok tersebut. Masyarakat Banjar yang lahir dari pencampuran bangsa dan suku yang berbeda menggunakan bahasa yang berdialek Melayu. Di lingkungan itu, terdapat pula beberapa bahasa daerah di Amuntai, Kandangan, Tanjung dan Kelua. Teluk yang tertimbun selama berabad-abad mengganggu kehidupan ekonomi dan seringkali mengacaukan kekuatan politik yang ingin mengatur lalu lintas laut dan sungai. Perubahan politik secara mendadak dan migrasi yang berlangsung secara silih berganti yang selalu teIjadi di sebelah selatan kerajaan-kerajaan Kalimantan Selatan disebabkan oleh adanya endapan pasir. Pemilihan Banjarmasin sebagai pelabuhan dan kemudian sebagai ibu kota tercapai melalui proses yang panjang. Persatuan penduduk Banjar terbukti dari perlawanannya terhadap kedatangan bangsa Portugis di laut Indonesia yang mengancam perdagangan orang Islam di Asia pada tahun 1526 (Sevin, 1982). Sejak beberapa abad, penduduk Banjar dihadapkan pada masalah pengendalian air. Mereka bermigrasi untuk menaklukkan lembah, beradaptasi dengan gerakan pasang 15 surut dan tanah bergambut yang tebal. Selama beberapa waktu, penduduk Banjar telah melakukan migrasi dari Kalimantan Selatan ke bagian Barat. Cara pemanfaatan tanah yang dikembangkan oleh penduduk Banjar merupakan hasil percampuran antara suku pedagang ini yang datang dari seberang laut dan naik ke hulu untuk berdagang dan masyarakat Dayak yang berasal dari hutan Kalimantan. Pada masa migrasi itu, orang Banjar selalu tinggal di dekat perkampungan orang Dayak. Mereka bergabung dengan penduduk setempat sambil menyebarkan pandangan khas mereka tentang lahan dan cara pemanfaatan tanah yang dipadukan dengan cara bertani masyarakat setempat. Sejarah Palingkau: Pertemuan Oua Suku Migran Banjar di Palingkau berasal dari daerah Hulu Sungai3 yang terletak di sebelah barat-laut provinsi Kalimantan Selatan. Daerah itu merupakan daerah pertanian besar kedua di provinsi tersebut, setelah delta Barito yang terbentang dari daerah Kuala hingga laut Jawa. Mereka datang dari berbagai daerah (Amuntai, Negara, Kelua, Alabio, Barabai, Kandangan, Banjarmasin (lihat peta 2). Orang Banjar pertama kali datang pada akhir tahun 1930, narnun secara besarbesaran barn pada awal tahun 1940. Migran Banjar yang pertama, meminta izin kepada masyarakat kecil Dayak untuk mengembangkan sebagian dari wilayahnya. Maka, suku Dayak membagi daerah yang luas tersebut. Sejak itu, migrasi berlanjut, secara bergelombang yang berbeda. Selama enam dasawarsa yang terakhir, terdapat beberapa ge1ombang. Peta 2. Daerah Asal Migran Banjar di Palingkau LAUT JAWA . "- SlIJlber: Proyek ORSTOM- Transmigrasl. 1985. 3 Hulu Sungai adalah daerah yang terletak di hulu sungai Negara, yang terbentang dari daerah Margasari sampai Amuntai. 16 Bab T Lingkungan Manusia di Desa Palingkau Palingkau merupakan ibu kota kecamatan Kapuas Murung. Kecamatan itu terdiri atas 10 desa yang berada di sepanjang tepi sungai Kapuas. Palingkau terbagi atas dua desa yang berpenduduk padat di daerah tersebut: Palingkau Lama dan Palingkau Baru. Keduanya berada di pusat kegiatan di daerah tersebut dan letaknya sangat dekat dengan ibu kota kabupaten Kapuas, 25 km dari Palingkau. PeIjalanan ke ibukota dapat ditempuh 3/4 jam dengan kendaraan umum. Kecamatan Kapuas Murung yang luasnya hampir 500 km2 berpenduduk 20.000 jiwa pada tahun 1995 dan kepadatan penduduknya rata-rata 40 jiwa per km2• Namun, kepadatan itu tidak merata antardesa. Tabe/1. Data Penduduk di Kecamatan Kapuas Murung li Palingkau Baro ri:iiii'iliii')--'nieP8"~ 101 1 Tajepan 19 44 (132) 6 15 Palangk:au Baro .'r'['• 1" ...... .... ··,\ .....t--<·.•:...:..:. ~~. ~ ___ - , . . - _ ~ Ï " ~ Total Penduduk di Palingkau padat karena wilayah itu merupakan desa pertama di kecamatan yang didiami oleh migran Banjar. Orang Dayak telah tinggal di tepi sungai ketika orang Banjar datang. Lambat laun, jumlah penduduk bertambah dan Palingkau menjadi pusat kegiatan di wilayah tersebut. Ada dua asal-usul penduduk Palingkau: • kelompok kecil masyarakat Dayak yang sangat erat persatuannya. Kelompok ini berasal dari keluarga pendiri Palingkau, yang datang dari sungai Kapuas; • kelompok besar masyarakat Banjar yang datang dari berbagai daerah di Hulu Sungai, provinsi Kalimantan Selatan. Kedua kelompok itu beragama Islam tetapi memiliki karakter yang sangat berbeda. Hal itu akan dijelaskan kemudian pada pembahasan kegiatan sosial. Sektor Kegiatan Sektor kegiatan Palingkau terpusat pada pertanian dan perdagangan. Menurut data sekunder yang telah dikumpulkan, sektor pertanian mencapai 70-80% dari tenaga kerja, sementara itu, sektor perdagangan 20%. Sektor-sektor itu terutama dikuasai penduduk Banjar, yang secara naluriah memiliki bakat di bidang perdagangan. Namun, sulit untuk mengelompokkan penduduk menurut sektor kegiatan karena 17 para petani ada yang hanya bekeIja di sektor pertanian pada waktu tertentu dalam setahun, bahkan hanya beberapa jam per hari. Selain bertani, mereka juga bekeIja sebagai pedagang, pengrajin atau buruh pabrik. Karateristik dan Kebiasaan Penduduk Palingkau Masyarakat Dayak Penduduk Dayak di Palingkau tinggal secara berkelompok, dan menyatakan sebagai keluarga pionir yang membuka hutan di Palingkau. Banyak di antara mereka berpendidikan tinggi, menjadi pegawai negeri di Depdikbud dan di berbagai kantor. Mereka juga petani dan memiliki lahan yang subur di beberapa handil. Cara pendayagunaan lingkungan saat ini tidak berbeda dengan cara orang Banjar. Mereka menyerap teknik-teknik bertani orang Banjar. Akan tetapi, dahulu sebelum kedatangan migran Banjar dari Hulu Sungai, mereka hanya mengenal padi ladang. Penduduk Dayak lebih suka membangun rumah di sepanjang tepi sungai Kapuas daripada di sepanjang handil seperti orang Banjar. Masyarakat Banjar Penduduk Banjar berasal dari beberapa kota dan desa di provinsi Kalimantan Selatan. Mereka datang secara bergelombang selama beberapa dasawarsa. Kelompok pionir ini seringlcali terdiri atas pasangan muda atau anak muda yang tidak mempunyai tanah atau yang ingin mengembangkan lahannya. Maka, mereka pergi dan membuka hutan untuk ditanami padi. Hasilnya dibawa ke daerah asalnya. Lama-lama beberapa di antara mereka tinggal menetap di daerah baro. Dua pilihan ditawarkan kepada pemuda yang berusia produktif, yaitu tinggal di rumah keluarga dan membantu orang tua, atau merantau untuk mencari pekeIjaan di tempat Iain. Jika pemuda yang masih bebas, belum punya istri dan anak, memilih pergi, ia akan merantau dengan mengunjungi daerah-daerah dan kampung-kampung untuk mendapatkan pengalaman baro dan mencari nasib yang lebih baik. Pemuda itu akan menemukan jodohnya yang dijumpai dalam peIjalanan atau di rumah kenalan lamanya pada waktu ia pulang ke desanya. Oleh karena itu, ia perlu mencari uang untuk membayar mas kawin kepada orang tua calon istri. Jwn1ah mas kawin dapat dimusyawarahkan dan bergantung pada kecantikan si gadis. Sekarang, emas kawin sebesar Rp 2.000.000,00. Begitu menikah, sang suami akan bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. Tujuan utamanya adalah mencari nafkah yang diperlukan untuk menghidupi keluarga. Jika ia tidak memiliki tanah dan pekeIjaan tetap, ia dapat tinggal di rumah mertuanya dan membantu pekeIjaan mertua lakilaki. la membantu mertua bekeIja sampai akhimya memperoleh tanah sendiri atau pekeIjaan yang dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Berdasarkan cerita yang kurang lebih sama, banyak petani datang dan membuka lahan pada tahun 1950-1960. Mereka yang datang tanpa memiliki lahan, terlebih dahulu bekeIja pada petani yang telah datang lebih awal, dan sedikit demi sedikit mereka membuka lahan dan menikah dengan salah seorang anak majikannya. 18 Bab 1 Peta 3. Fisiografi Kalimantan bagian Tenggara t u 1 MAKA5AR o 30 50 I! [!] D 90km ! Ibukota Propinsi Oaarah barawa Katinggian D LAUT JAWA 0-200m § ITIIlllI 500 - 1000 m • >1000m ~ ". 200-S00m Rangkaian puncak gunung Sumber: Proyek ORSTOM-Transmlgrasl, 1985. Mobilitas pemuda yang merantau dapat menimbulkan teIjadinya pembauran pada masyarakat dari berbagai daerah aliran sungai di Kalimantan. Selama penelitian terlihat gejala itu, di satu sisi, berdasarkan perbedaan daerah asal pihak pria dan wanita dalam satu pasangan, dan di sisi Iain, menurut riwayat hidup beberapa petani dan pedagang. Ketika masih muda, mereka memperbanyak pengalaman keIja dan merantau dari satu daerah ke daerah Iain di beberapa provinsi di Kalimantan. Penduduk di tepi sungai sangat dinamis dan selalu siap mengadu nasib di daerah Iain. Tidak ada satu pun, baik tempat, waktu, maupun kehidupan yang tidak berubah. Karakteristik Keluarga Banjar Jika keluarga diartikan sebagai kesatuan produksi dan konsumsi, keluarga di Palingkau merupakan satu satuan kecil. Pada dasamya, satuan konsumsi terbatas pada satuan produksi. Satuan itu merupakan ke1uarga yang paling dekat: kepala keluarga, istri, anak dan kadang-kadang salah satu dari orang tua yang menjanda. Pada satuan tempat tinggal, mungkin terdapat beberapa satuan produksi. Kedua orang tua, anak-anak yang be1um menikah merupakan satu kesatuan, sedangkan anak yang telah berkeluarga tetapi belum memiliki rumah sendiri juga merupakan satu satuan produksi. Pasangan muda yang telah menikah dapat tinggal seatap dengan orang tuanya dan membantu mereka melakukan berbagai kegiatan: pertanian, angkutan, perdagangan, kerajinan, anyaman kercut, pekeIj aan rumah 19 tangga dan istrinya yang masih muda mengurus anale. Namun tujuan utama pasangan muda adalah agar menemukan kebebasan secepatnya untuk mendapatkan rumah sendiri. Karakteristik Pemukiman Masyarakat Banjar: Kesatuan Handil Pada umumnya, pemukiman Banjar terletak di sepanjang saluran utama atau handil yang dibuat tegak lurus dengan sungai pada waktu pembukaan lahan. Sebenarnya, penataan pemukiman Banjar itu mengalami beberapa perubahan sejak tahun 1970 dengan terjadinya arus pendudukan dari handil ke sepanjang sungai Kapuas Murung. Dahulu kebanyakan penduduk Banjar Palingkau tinggal di sepanjang handil di lahan pertanian. Setiap handil merupakan satu perkampungan yang memiliki mesjid dan pusat perdagangan kecil. Hingga sekarang perkampungan seperti itu masih ada, meskipun kebanyakan penduduk Banjar Palingkau pindah di dekat sungai. Di Palingkau, setiap handil merupakan satu satuan. Setiap handil didiami oleh beberapa kelompok sosial tertentu yang terdiri atas beberapa keluarga yang lamalama menjadi satu keluarga besar. Handil juga mempunyai ciri khas dalam hal tanah pertanian, penanaman dan sejarah pengembangannya. Selain itu, ada hal yang mengherankan, yakni bahwa orang di suatu handil tidak mengetahui apa yang terjadi pada handil tetangga. Banyak informasi masuk, tetapi untuk mengetahui isu yang beredar kalangan tetangga. Orang hanya menduga-duga dan tidak mengetahui dengan pasti. Tampaknya, orang tidak leluasa melewati batas handil, kecuali ada yang menikah dan salah satu dari pasangan pindah ke handil pasangannya (seringkali itu terjadi pada pria). Namun, penyekatan antar handil bersifat tidak mutlak dan makin berkurang selama tiga dasawarsa terakhir. Maka, dengan berkembangnya alat perhubungan, berbagai kegiatan, dan produksi barang niaga, kegiatan berpusat di sepanjang tepi sungai Kapuas Murung, daerah pinggiran sungai yang telah menjadi pemukiman untuk berbagai handil. Namun, daerah yang dibagi per handil dan per kegiatan terdapat di Palingkau. Desanya terdiri atas beberapa perkampungan: pegawai negeri, petani dari handil Lasar, Papuyu, keluarga Dayak, pedagang dan sebagainya. Warisan Masyarakat Banjar mengenal hukum Islam yang mengatur pembagian warisan, yaitu: 2h kekayaan ke1uarga jatuh pada pria dan \h pada wanita. Namun, se1ama penelitian, tidak ditemukan warisan yang terpecah-pecah pada keluarga besar Banjar. Hal itu dapat dijelaskan karena pertanian di Palingkau masih baru dan melalui kebiasaan mewariskan tanah kepada anak yang selalu membantu orang tua. Anak-anak yang Iain meninggalkan rumah orang tuanya dan membangun rumahnya sendiri, dengan atau tanpa bantuan mertuanya. Mewariskan harta kepada anak merupakan kebiasaan yang sering dilakukan. Beberapa keluarga mewariskan uang kepada anak yang telah berkeluarga dan satu deret pohon rambutan kepada anak yang masih lajang. Pewarisan sawah dapat dilakukan dengan atau tanpa deretan pohon rambutan yang membatasi sawah. Pewarisan kebun campur dapat dilakukan secara utuh: anak-anak berbagi hasil penjualan buah-buahan dari kebun. Oleh karena nilainya tidak sama dan pengaturannya yang tidak tertib, kebun tersebut tidak dapat dibagi secara adil. 20 Bab 1 Tampa1mya, penting untuk diungkapkan sesuatu yang khas yang seringkali diamati: para·pemuda lajang berangkat mencari pekerjaan yang menguntungkan kerap kali jauh dari kampungnya. Ketika mereka telah menemukan jodohnya, mereka sering menetap di daerah itu, sekaligus "mengawini tanah" keluarga wanita. Terlihat bahwa mobilitas pria di masa mudanya, jauh lebih tinggi daripada para wanîta. Pembagian Lingkungan A/am Berdasarkan deskripsi lingkungan alam dan manusia, zona agroekologi (Iihat peta 5) dapat dibedakan atas: • pemukiman; .lahan pertanian, sawah dan kebun; .lingkungan alam, sungai dan hutan. 21 Peta 4. Citra Satelit Spot Daerah Palingkau 33 66 99 133 188 199 233 288 289 333 389 399 t33 te8 t99 533 686 599 833 888 899 133 768 799 ~ ~ '" .,., Co> ... . '" . 1:l 0> <D <D ~ '" 0> '" en ~ 33 66 99 133 166 199 233 266 299 333 366 399 t33 466 499 533 566 599 633 666 699 733 166 199 Peta 5. Kawasan Agroek%gi t (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, (;, 0 2km L--........J (;, (;, Keterangan : (;, (;, (;, 1 (;, (;, (;, (;, (;, (;, u (;, - Jalsn y-- Sungai ~ ~ Hutan Perkebunan ~ Sawah [jJ[]]]]] Lahan tidur • Pemukiman BAB Il LINGKUNGAN YANG PENUH KENDALA Bill> II PENGELOLMN HUTAN DAN AIR OLEH MASYARAKAT BANJAR Dua Gelombang Pendudukan, Dua Gara Pengembangan Lingkungan Getombang pertama: orang Dayak yang berasat dari sungai Kapuas Orang Dayak merupakan penduduk pertama wilayah Palingkau. Sebelum tahun 1920, masyarakat kecil Dayak-Kapuas, telah mulai mengelola wilayah hutan berawa. Mereka berladang dengan cara wanabera pada lahan tebas bakar. Setelah membuka tanah pematang yang tepatnya terletak di sepanjang tanggul sungai kecil dan sungai besar di daerah pedalaman, mereka menanam padi ladang selama tiga tahun. Sesudah gangguan gulma terlalu berat, lahannya diberakan sehingga mereka haros membuka tanah pematang baro. Selanjutnya, mereka dapat kembali lagi ke lahan yang telah dibiarkan selama 5 hingga 10 tahun. Di ladang tersebut, mereka menanam buah-buahan, seperti durian, rambutan, kecapi, dan tanaman tahunan Iain seperti karet dan rotan. Proporsi hutan yang dibuka dan dikelola oleh orang Dayak masih kecil. Dari sebagian besar wilayah berawa berupa hutan, hanya wilayah yang tidak tergenang air saja yang dipilih. Getombang kedua: Masyarakat Banjar dari Hutu Sungai Beberapa penduduk yang berasal dari provinsi Kalimantan Selatan datang untuk menetap di Palingkau mulai awal tahun 1940. Mereka bermaksud bersembunyi di hutan untuk menjauhi orang Jepang yang datang di Indonesia tahun 1942. Demikianlah masyarakat Banjar "pelarian" itu menggali handil pertama di Palingkau. Setelah Indonesia merdeka, penduduk Kalimantan bebas berpindah-pindah tempat sesuai dengan keinginannya dan berproduksi untuk kepentingan sendiri. Mereka mulai mengolah lahan baro. Beberapa di antara mereka membuka hutan di Palingkau. Arus datangnya penduduk dari kabupaten Hulu Sungai telah berlangsung sejak tahun '50-an. Mereka berdatangan setelah mengetahui bahwa ada lahan subur yang dapat dijangkau dalam waktu beberapa hari dengan sampan dari tempat tinggal mereka. Maka, lahan pertanian dipadati penduduk dengan cepat. Para "perantau", selanjutnya pergi ke Kalimantan Tengah dengan tujuan memperoleh lahan pertanian. Jadi, tujuan pemuda yang datang ke Palingkau adalah menemukan lahan dengan karakteristik sebagai berikut: .lahan yang masih "perawan". Di lahan tersebut, mereka dapat menanam padi; • sungai yang banyak ikannya supaya mereka dapat menangkap ikan yang merupakan satu-satunya sumber protein, untuk keperluan sehari-hari; • dekat dengan sungai besar, supaya mereka dapat berlalu lalang dengan mudah dan mengekploitasi sumber alam seperti kayu atau ikan. Masyarakat Banjar yang datang se1ama tahun '40-an, mengubah teknik pertanian orang Dayak dan memperluas wilayah pertanian. Mereka menunjukkan kepiawaiannya dalam memanfaatkan lahan berawa kepada orang Dayak. Kemudian, orang Dayak belajar menanam padi sawah di lahan yang tergenang air, dengan 25 menggunakan pola pasang surut yang tidak memerlukan penyiangan. Dengan teknik tersebut, petani dapat menanam padi pada lahan yang sama selama lebih dari satu dasawarsa secara berkesinambungan. Dengan dernikian, sebagian besar hutan berawa di wilayah Palingkau telah dibudidayakan dan "diubah" menjadi lahan sawah. Mulai ak.hir tahun '50-an dan dalam kurun waktu tahun '60-an, kabupaten Kapuas Murung mendapatjulukan "lumbung padi" Kalimantan Tengah. Dasar Pemanfaatan Lahan a/eh Masyarakat Banjar Alat Pertanian yang Sesuai dengan Pengolahan Tanah Berawa Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan tajak, sebuah alat yang dapat digunakan untuk pengolahan ringan dan terbatas pada permukaan tanah. Alat itu sesuai dengan kondisi tanah berawa (lihat gambar 3). Tajak merupakan alat khas masyarakat Banjar. Alat tersebut dibuat oleh pandai besi di Nagara, kota asal dari sebagian penduduk Palingkau yang sekarang ini. Mereka mernbawa peralatan dan menerapkan tekniknya. Kondisi alam di Nagara sebenarnya sama dengan kondisi alam di Palingkau. Kota tersebut terletak di tepi sungai Barito di wilayah berawa. Gambar 3. Pera/atan yang Digunakan a/eh Masyarakat Banjar ----;0 ...---{ 2 Keterangan: 1. Tajakbulan 2. Tajak surung 26 3. TatuJah 4. Ranggamau (anl·anl) BabIl Gambar 4. Selundak ~".----. • V"' h o· , ~ •• ~ Penyempumaan Sistem lrigasi-Drainase Handil merupakan saluran primer yang dibuat tegak lurus dengan sungai besar. Handil tersebut dibangun mulai dari cabang sungai yang ada, digali dan diperpanjang menuju pada bagian dalam lahan sepanjang beberapa kilometer (4 hingga 10 km). Para nelayan berperan sebagai "penjelajah" dan menentukan lokasi tempat dibuatnya handil. Sambil mencari ikan, mereka menjelajahi sejumlah cabang sungai untuk menempatkan jaring. Kemudian, mereka membuka lahan kecil (beberapa meter persegi) dan mencoba menanam padi pada lahan tersebut untuk "menguji kesuburan tanah". Gambar 5. Penggalian Handil Sungal kecll + r Handll, saJuran utama yang digall oleh sekelompok orang 1 + Penggalian handil dilakukan secara manual dengan alat yang disebut oleh masyarakat Banjar selundak (Iihat gambar 4). Alat itu sejenis sekop yang diberi pegangan dan berukuran 45 cm. Kedalaman saluran tersebut mencapai dua kali 27 panjang selundak, yaitu hampir satu meter. Saluran yang baro digali itu, lebamya dua meter, ukuran tersebut cuIrup untuk lalu lintas perahu. Namun, dalam kurun waktu beberapa tahun, tanggul-tanggul tersebut hancur oleh hempasan ombak yang ditimbulkan oleh lalu lintas perahu dan pasang surut. Jadi, tanggul-tanggul itu lama kelamaan ambrol sedikit demi sedikit, mengendap di dasar sungai dalam bentuk lumpur. Gambar 6. Parit ~5m Il r p"HII Il Handil mempunyai tiga fungsi: • sebagai saluran drainase. Saluran ini membuang air rawa yang sangat masam dari lahan yang baro dibuka. Selain itu, handil ini juga berfungsi untuk membuang kelebihan air yang ada di lahan selama beberapa bulan pada musim hujan (bulan Desember, Januari); • sebagai saluran irigasi. Dalam hal ini, handil sebagai saluran yang mengalirkan air tawar yang didorong oleh air pasang menuju ke sebagian lahan. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa sistem irigasi yang dikembangkan terbatas karena masalah topografi ataujarak tertentu lahan dengan tepi sungai; • sebagai jalur komunikasi. Saluran tersebut dapat digunakan sebagai sarana transportasi perahu dayung dan perahu motor bagi penduduk dan mengangkut hasil produksi. Jalan yang dibangun di sepanjang saluran ini juga memungkinkan aros perjalanan dan angkutan. Selain handil yang baro saja dijelaskan di atas, masih ada jenis saluran Iain yang digunakan dalam sistem irigasi drainase yaitu parit. Parit adalah saluran sekunder yang dibuat secara perorangan oleh pemilik lahan dan dibuat tegak lurus pada saluran utama. Di setiap 30 depa atau lebih, terdapat satu parit. Pada saat pembuatannya, lebar parit kira-kira satu meter dan kedalamannya 50 cm. Parit terutama berfungsi sebagai drainase sekaligus sebagai irigasi. Seperti halnya handil, parit juga digunakan sebagai sarana transportasi atau untuk mengangkut hasil produksi. Pengendalian air dilakukan dengan cara meletakkan pintu-pintu air yang disebut tabat pada handil dan parit. Fungsi pintu itu adalah menahan air pasang dalam saluran. Pembuatannya dilakukan secara gotong royong pada bulan DesemberJanuari. Mereka membuat pematang yang terbuat dari campuran tanah, rumput, serabut kelapa yang mereka timbun di antara dua lajur gelondongan kayu galam yang disilangkan oleh tulang daun besar pohon palem. Jadi air yang terkumpul 28 Bllb Il dalam saluran itu dapat bertahan dan tersebar dalam petak-petak padi. Di sepanjang handil, terdapat beberapa tabat sesuai dengan panjang handil. Tabat-tabat itu dirusak apabila tidak diperluk:an lagi sebagai penampung air untuk mengairi sawah, pada bulan Mei-Juni. Gambar 7. Pengaturan Handil D- m..' ' par~: ± 200 depa - .~ "" t:: - BB .- ;:, CI) J - ! 200 '"P" 30 '"P' hBndil petak: ± 200 depa x 30 depa batas antara dua petak petak: ± 200 depa x 30 depa hBndi/ yw Pembukaan Hutan Berawa Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, masyarakat Banjar telah beberapa kali melakukan pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan. Pembuk:aan lahan baru dimaksudkan untuk menciptakan, memperbaharui, atau menambah pemilikan tanah. Pembukaan lahan baru selalu dilakukan serentak. Dengan cara tersebut, kerusakan yang disebabkan oleh hama dan penyakit di lingkungan baru dapat ditanggung bersama. Di samping itu, cara tersebut juga mernungkinkan efisiensi kegotongroyongan dalam pernbuatan handil dan pembuk:aan hutan. Jadi, petani merasa lebih aman jika letak lahan mereka berdekatan dengan lahan petani Iain. Oleh karena itu, handil yang dibuat letaknya dekat dengan desa yang telah ada sebelumnya (dalam hal ini di Palingkau) atau dekat dengan Unit Pernukiman Transmigrasi (seperti di Terusan). Penentuan Iahan baru dipiIih oleh para nelayan atau pedagang. Sebenarnya, para pedagang itu melewati sungai untuk melakukan dagang dengan penduduk: yang berada di wilayah pedalaman (pertuk:aran makanan dan pakaian dengan kayu atau logam mulia), sedangkan nelayan melokalisasi lahan subur. Kepala Padang membagi lahan yang dibuka menjadi beberapa jatah kira-kira seluas dua hektare, di sepanjang handil. Kemudian, ia menyerahkan lahan usaha kepada masing-masing kepala keluarga, sesuai dengan kemampuan kerja mereka. Setelah lahan dibayar oleh kepala keluarga, Kepala Padang memberikan surat yang menyatakan bahwa ia adalah pernilik lahan tersebut. Pembukaan hutan merupakan pekerjaan yang berat karena hutan di wilayah pinggiran sungai Kapuas Murung masih berupa rimba, ditumbuhi beberapa jenis pohon besar seperti: meranti, tumi, keruing, balangiran, juga galam yang berada di pedalaman hutan. 29 Setiap keluarga melakukan pembukaan hutan secara perorangan dan sesuai dengan keinginan pribadi. Untuk membuka dan menanam padi pada lahan seluas 0,5 hektare, tiap keluarga memerlukan waktu kurang lebih satu tahun. Dengan demikian, pada urnurnnya, kepala keluarga membuka lahan secara bertahap. Mereka melakukan petjalanan bolak balik dari desa asal tempat tinggal tetap mereka, ke lahan barunya. Beberapa keluarga handil mulai tinggal menetap dan melakukan beberapa kegiatan: membuka lahan, menangkap ikan untuk kebutuhan sehari-hari, ketja sampingan seperti berdagang kecil-kecilan, buruh tani harian dan sebagainya. Gambar 8. Pembangunan Jalan Tani pembangunan jalan tani jalan lani i l * E 2m - - - - + • Kegiatan tebas bakar, pada urnurnnya dilakukan antara bulan April dan Oktober. Kegiatan itu dimulai dengan penebangan pohon, kemudian pembabatan rumput dan semak belukar. Semuanya itu dibiarkan kering di lahan mereka selama satu setengah hingga dua bulan sebelurn dikurnpulkan dan dibakar. Orang yang membuka hutan itu pada urnurnnya menunggu masa akhir panen padi dari ladangladang di dekatnya untuk dibakar per petak. Selanjutnya, pohon-pohon besar yang tidak seluruhnya menjadi abu, dikurnpulkan kemudian dibakar lagi. Apabila semuanya "sudah terbakar habis" dan ketika hujan pertama turun, para pembuka lahan menaburkan benih padi secara langsung dengan menggunakan tugal, bahkan tanpa mengolah tanah. Gambar 9. Pembagian Petak Lahan pari! • 0) . I~·. c:: ::> .... ::> ~ , <Il '":> - pe!ak: ± 200 depa x 30 depa ., +- jalan !anl Q. _hancii/ '" l<: '" 0) c:: .:1. l" ::> '" li) l- II" .' . " ,'j, r~• .:': 1r1':.~ - pe!ak: ± 200 depa x 30 depa 't yw 30 Bllb Il Seteiah menempati Iahannya, satu keIuarga membangun pondok. Pondok itu berbentuk rumah panggung kecil, Iuasnya sekitar 10m2, dibuat dari kayu gaiam dan dilengkapi dengan atap daun sagu. Rumah itu digunakan untuk tempat tinggai keIuarga dan terutama kepala keIuarga seiama masa sibuk daiam usaha tani (penanaman dan panen). Pondok itu sering dibangun di dekat handil, pada jaian masuk menuju ke Iahan. Seteiah dua atau tiga tahun panen, jika ke1uarga ingin menempati Iahannya, keIuarga tersebut dapat membangun sebuah rumah di sana. Ukurannya Iebih besar, Iuasnya sekitar 40 m2, dan Iebih nyaman karena dibuat dari kayu dengan mutu yang Iebih baik. Rumah itu dibangun pada jarak 10 atau 20 meter dari handil supaya tersisa tempat untuk kebun kecil. Kebun itu dapat digunakan untuk tempat pengumpuian dan pengeringan hasil panen Di sekitar rumah itu, ke1uarga menanam berbagai jenis pohon buah-buahan (pohon keiapa, pisang, kopi, mangga, kecapi dan sebagainya), yang dirnaksudkan untuk dikonsumsi sendiri. Di seke1iling petak itu, di atas gundukan tanah yang dibuat dari campuran gambut, rumput kering dan tanah, ditanami sayuran, pohon pisang, dan mangga. Sawahnya terdapat di beiakang rumah. Gambar 10. Skema Tipe bagian yang Ditempati, Sepanjang Handil pematang _Jalantanl Persepsi Ruang: di antara Dataran Tinggi dan Dataran Rendah Seteiah pembukaan sawah, petani menanam padi di se1uruh petaknya. Dari hasii pengamatan genangan sawah antara pasang dan surut, terutama pada musim hujan, petani dapat membedakan bagian-bagian petak sawahnya untuk diaiokasikan sesuai dengan keperIuan yang berbeda-beda. Tingginya genangan berbeda-beda sesuai dengan: •jarak petak dengan handil. Petak-petak yang jauh dari handil tidak tergenangi oieh air pasang, tetapi terkena naiknya air tanah; • topografi. Perbedaan topografi hanya beberapa sentimeter saja, mengubah genangan daiam petak sawah secara Iuas. Untuk menentukan tingginya genangan air dalam petak sawah, petani meiakukan identifikasi pertama, tepatnya seteiah pembabatan dan sebe1um diairi: ia berjongkok 31 dan mengamati sedekat mungkin dengan permukaan tanah dan berupaya mengetahui perbedaan topografinya. Rasil identifikasi pertamanya dikonfmnasikan dengan keadaan air dalam petak sawah ketika pasang naik. Dengan demikian, ia dapat menentukan beberapa jenis lahan: .lahan yang tidak pemah digenangi air. Tempat itu tidak dapat ditanami padi. Lahan tersebut disebut tanah pematang; .lahan yang sedikit digenangi air. Lahan tersebut dapat ditanami padi tetapi hasilnya kurang begitu baik. Lahan itu disebut tanah tinggi; .lahan yang digenangi air tetapi tidak terlalu tinggi atau pun rendah. Lahan ini baik untuk ditanami padi dan disebut tanah sedang; .lahan rendah yang aimya terlalu dalam, sulit ditanami padi. Lahan ini disebut tanah rendah. Berdasarkan observasi itu, petani dapat memilih lahannya yang terbaik untuk penanaman: • tanah tinggi, yang pada umumnya berada di pinggiran tanggul (endapan aluvial dari sungai) digunakan untuk perkebunan; • berbagai varietas padi lokal dapat digunakan sesuai dengan tingkat genangan air yang berbeda-beda; • tanah rendah digunakan untuk penanaman puron. Dengan demikian, orang dapat menentukan pemetakan lahan sesual dengan kebutuhan seperti terlihat pada gambar di bawah ini: Gambar 11. Tingkat Penggenangan pada Petak Sawah Pengamatan palan1 C"" Penggenangan pada pelak saat pasang turun ~ '1--.lW.lll.llJ.Llllllll.llJll ~ \~~ ,.: ,, Tanah pematang Tanah sedang Tanah ra ndah Tanah tinggi Kebun letak rumah Padi sawah Puron Padigogo ,,, , 1 Persepsi tentang ruang cara transek tersebut dapat dikembangkan pada handil dan bahkan sesuai dengan ruang pada umumnya. Lingkungan atau ruang terbagi atas tanah pertanian dan tempat usaha. Tanah tinggi merupakan tempat untuk kebun, tanah rendah untuk persawahan sedangkan lingkungan alam (hutan dan sungai) tampak berbeda dari lahan pertanian. Penggambaran lingkungan dan wilayah oleh masyarakat Banjar itu agak aneh bagi orang luar. Untuk mengukur letak dan posisi tanah, masyarakat Banjar melihat permukaan air sebagai titik nol. Menurut mereka, bukan aimya yang naik atau turun, tetapi tanahnya yang tinggi atau rendah. Masyarakat Banjar datang dari laut, kemudian me1ayari hulu sungai. 01eh karena itu yang menjadi patokan adalah permukaan air laut. 32 Bllb Il Berdasarkan observasi itu, dapat disimpulkan bahwa cara pengembangan lingkungan bergantung pada dua unsur mendasar yaitu topografi dan batas pasang surut. PEMANFAATAN L1NGKUNGAN: ADAPTAS1ATAU BUATAN? Persawahan: pengendalian atau adaptasi? Persiapan Lahan Sawah Tanah tanpa tunggul pohon diolah dengan tajak, yaitu alat khas masyarakat Banjar yang sesuai dengan tanah yang datar dan basah. Tajak digunakan untuk memotong rumput hingga keakar-akarnya seperti untuk "mengupas" bagian lapisan atas tanah. Gerakan tajak ke arah lahan membalik bongkahan tanah yang berumput. PekeIjaan itu lebih mudahjika dilakukan pada tanah yang basah dan lebih-lebih tergenang air. Mengoperasikan tajak merupakan pekeIjaan fisik yang memerlukan pengalaman tertentu. Setelah tanah selesai ditajak, petani masih harus mengolah rumput yang telah dipotong-potong. Jadi terdapat dua alternatif yang mempengaruhi pengolahan kesuburan tanah: • rumput-rumput dapat dibiarkan membusuk di petak sawah. Hal itu disebut sistem arnbur yaitu sistem yang memungkinkan regenerasi bahan organik. Rumputrumput itu dikumpulkan dalarn bentuk guludan teratur yang diletakkan di petak sawah. Setelah dua rninggu digenangi air, rumput-rumput dibalik supaya membusuk secara bersamaan. Setelah terurai, rumput-rumput itu dipotong-potong lagi kemudian disebar. Metode itu hanya mungkin diterapkanjika ketinggian air tetap. Sebenarnya lapisan air yang terlalu tipis dapat mengganggu tanarnan padi karena adanya rumput yang terurai tersebut. Sebaliknya, terlalu banyak air dapat menghilangkan manfaat rumput yang telah terurai karena aliran air tersebut dapat menghanyutkannya ketika air pasang; • rumput-rumput diletakkan di atas gundukan tanah. Hal itu disebut sistem angkot Sistem ini membutuhkan pekeIjaan lebih jika dibandingkan dengan arnbur. Rumput-rumput dibiarkan terurai di atas gundukan tanah atau dikeringkan kemudian dibakar. Jadi kompos atau abu yang diperoleh digunakan sebagai pupuk untuk tanaman sayuran yang ditanam pada gundukan tanah. Perlu dicatat bahwa sistem kedua itu memerlukan pupuk yang digunakan di sawah untuk mengimbangi hilangnya bahan organik. Sistem pengolahan bahan organik yang terkandung dalam gulma menimbulkan masalah dalam hal mempertahankan kesuburan tanah dan juga lamanya penanaman padi secara berkesinambungan. Metode Budi Daya yang Khas: Pemindahan Bibit Tanaman Masyarakat Banjar menyempumakan teknik yang disesuaikan dengan perubahan genangan air secara mendadak (Iihat gambar 12). Beberapa Varietas Pola tradisional yang dijelaskan di sini, menggunakan varietas padi lokal yang benar-benar disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Varietas padi itu dipilih 33 berdasarkan tingginya batang pohon dan lamanya siklus tanaman. Varietas itu harns sesuai dengan kondisi tiap petak sawah: • tingginya harns cukup supaya tangkai padi tidak tergenang; • masa anakan yang lama memungkinkan pelipatgandaan pemindahan bibit tanaman dan menjadikan siklus hidup tanaman mencapai 10 bulan. Jadi, siklus fisiologis padi berkaitan dengan musim hujan, mulai bulan Oktober hingga April. Gambar 12. Penanaman Padi Loka/; Catatn Curah Hujan dan Ketinggian Air Pasang Curah hujan Ketinggian bulanan airpasang (cm) (mm) 350 350 S : Penyemaian: 30 sampai 45 hari R 1 Tanam pertama: 70 sampai 85 hari 300 300 R2 : Tanam akhir: 4 bulan kira-kira 120 hari 200 200 100 100 10 11 12 13 1 1 4 Bulan 6 7 8 9 1 1 (5"mber: Departemen PerttmiulI, 1996j Varietas-varietas pertama yang ditanam yaitu jenis Gedabung dan Adil. Kemudian jenis Iain diperkenalkan oleh para pendatang. Barn-barn ini, varietas yang diperkenalkan ialah Siam Vnus (bentuk biji), Siam Pahit, Pendak ... Varietas Pendak, dengan siklus lebih lama yaitu hampir satu bulan jika dibanding dengan siklus rata-rata menghasilkan panen yang baik, tetapi lebih peka terhadap kekeringan yang teIjadi lebih awal dan tidak dapat tahan dalam kondisi topografi yang terlalu rendah. Varietas Adil mernpakan varietas yang tahan terhadap perbedaan tingkat air. Varietas ini memberikan hasil panen yang teratur. Masa berbunga diperlukan waktu lima bulan setelah penanaman terakhir. Namun harga jual varietas ini tidak begitu tinggi. Varietas Siam mernpakan varietas yang paling enak rasanya dan terntama harga jualnya paling mahal (Rp 16.000,OO/kaleng). Sayangnya, varietas ini tidak begitu tahan di musim kemarau, (banyak biji yang gabuk). Varietas ini akan berbunga 34 Bllb Il empat bulan setelah penanaman terakhir. Keunggulan varietas ini adalah bijinya yang mudah rontok, sehingga banyak disukai dari segi tekniknya. Banyak petani yang menggabungkan beberapa varietas padi. Cara itu dapat dilakukan untuk menganekaragamkan produk dan dengan demikian, dapat mengurangi risiko atau untuk mengadaptasikan dengan lebih baik varietas pada berbagai kondisi petak sawah. Beberapa petani menyemai ketan. Ketan tersebut dijual dengan harga Rp 20.000,00/kaleng. Petani memakai varietas dengan siklus yang berbeda-beda: Berat atau Ringan, supaya waktu tanam lebih lama. Jenis berat berbeda denganjenis ringan. Perbedaan itu dilihat dari masa banyaknya muncul anakan sebelum berbunga. Jenis ringan memerlukan waktu 1,5 bulan sedangkanjenis berat 2,5 bulan. Siklus keduajenis itu berlangsung pada saat yang berbeda dan disemai secara terpisah. Penanaman terakhir kedua jenis tersebut diberi selang waktu supaya waktu tanam lebih lama. Di sisi Iain, penggeseran waktu tersebut memungkinkan suatu penyesuaian akhir dari siklus kedua jenis tersebut mulai dari berbunga hingga panen. Cara ini dapat mengurangi gangguan hama tikus. Penyemaian: Penyemaian dilakukan dengan tugal di atas pematang yang basah tetapi tidak digenangi air secara terus menerus. Sistem pemindahan memungkinkan penghematan bibit tanaman: untuk satu hektare lahan hanya diperlukan gabah 15kg. Penyemaian dilakukan pada jarak 5-10 cm dengan menggunakan tugal yang ujungnya tidak runcing untuk meletakkan gabah yang dimasukkan dalam Iubang di tanah. Bibit-bibit itu dibiarkan tumbuh sampai tingginya meiebihi permukaan air dalam petak yaitu Iebih tinggi dari 20 cm. Hal itu memerlukan waktu kira-kira satu bulan. Kondisi Iingkungan yang terlalu kering dapat menghalangi pertumbuhan bibit. Dalam hal ini, masyarakat Banjar menggunakan teknik yang khas. Jika sampai 20 hari, tanaman masih pendek (kerdil) meskipun sudah ditambah pupuk, tanaman itu dipindahkan dalam petak yang basah di kaki guludan tanah. Di tempat itu, tanaman dibiarkan sampai tinggi batangnya meiebihi permukaan air. Lacak (pemindahan padi pertama). Penanaman pertama dilakukan kira-kira satu bulan setelah penyernaian. Proses itu memerlukan kondisi khusus dalam petak: genangan air setinggi antara 10 dan 20 cm. Untuk itu, para petani sepakat untuk membangun sebuah tabat pada handil untuk mengatur tingginya permukaan air. Pada umumnya, cara itu dilakukan pada bulan Desember ketika curah hujan tinggi dan selisih antara pasang naik dan pasang surut besar. Tabat berfungsi untuk menampung air. Maka, tanaman padi ditanam di Iahan seluas 1/5 dari area persawahan yang tergenang air. Petani membagi ikatan persemaian menjadi tujuh, yang terdiri atas tiga atau empat batang. Jarak antara dua tanaman umumnya 40 cm supaya tersisa tempat yang cukup bagi tanaman untuk peranakan. Setelah proses penanaman pertama, tanaman padi mengalami beberapa perubahan secara morfologis: • tanaman terus tumbuh. Salah satu ciri tanaman padi lokai adalah tinggi batang sesuai dengan tinggi air. Hal ini teramati bahwa dalam kondisi topografi yang relatif rendah artinya airnya dalam, batang tanaman padi lebih tinggi; .tanaman padi berada pada stadium pelipatgandaan anakan. Menjelang 2,5 buIan, sebuah rumpun bibit dapat mengandung 30 hingga 40 batangjika diberi pupuk. 35 Jika kelebihan, bibitnya dapat dijual kepada petani Iain yang kekurangan bibit. Fase tersebut berlangsung kira-kira selama 2,5 bulan yaitu sampai akar tanaman padi cukup kuat menyangga tanaman. Tanaro (pemindahan terakhir). Proses penanaman terakhir tidak boleh tidak harus selesai pada bulan April supaya masa peranakan terjadi selama petak sawah masih digenangi air. Keterlambatan penanaman padi akan menghasilkan sedikit anakan dan produksinya akan lebih sedikit pula. Para petani menyesuaikan cara mereka pada lahan yang tidak rata. Pengolahan tanah tidak terlalu berat dan sebagian besar petak sawah tidak benar-benar rata. Ada tanah yang lebih tinggi dan lebih rendah. Tanah yang tinggi ditanami terlebih dahulu. Tanaman padi haros mempunyai cukup waktu untuk berkembangbiak supaya dapat menekan pertumbuhan gulma ketika tanah tidak tergenang air. Pemindahan bibit yang berulang kali memungkinkan terhambatnya masa peranakan yang membutuhkan persyaratan air tertentu hampir selama musim hujan. Hal itu merupakan semacam peningkatan mutu. Pada tanah yang tinggi misalnya, jumlah penanarnan dapat dikurangi dengan menghilangan tahap "lacak". Namun, hal ini berakibat langsung pada produksi: butir padi tidak begitu banyak dan lebih kecil. Memang, besarnya daya tahan hidup tanaman padi yang berasal dari anakan, menghabiskan unsur yang terkandung dalam tanah. Maka, tanaman ini tidak dapat lagi menyalurkan unsur-unsur yang diperlukan untuk berbunga dan berbuah. Akibat Iain dari pengurangan jumlah pemindahan tanaman itu adalah pemendekan siklus hidup tanaman padi yang secara langsung menimbulkan gangguan oleh hama. Dengan pemindahan tanaman tersebut, akan diperoleh tanaman yang lebih tahan karena usianya lebih tua pada proses tanam. Lagi pula, bukan pangkal batang tetapi anakan yang ditanarn karena akan sangat menghemat benih. Sebagai perbandingan, untuk menanam varietas padi dengan siklus pendek hanya dengan satu kali pemindahan pada lahan seluas satu hektare, diperlukan 30-40 kg benih. Sementara, untuk varietas lokal dengan dua atau tiga kali pemindahan hanya diperlukan 10 kg benih. Keuntungan pemindahan bibit yang diperbanyak ini adalah mengikuti perkembangan ketinggian air pada petak. Jadi, jadwal penanaman dapat fleksibel dan disesuaikan dengan kondisi air dalarn petak. Petani menyesuaikan praktik tanam pada perbedaan mikrotopografis petak. la mulai menanam padi di tempat yang airnya dapat meresap lebih dahulu. Pengelolaan Sistem Pengairan Pengaturan air di tingkat handil dilakukan dengan menggunakan tabat. Pintu air tidak cukup untuk mengatur air tetapi mengatur naik turunnya air. Jika hujan lebat, air dapat mengalir pada saluran. Tabat dibuat untuk satu musim tanam dan dikelola secara kolektif. Pengelolaan secara kolektif itu mewajibkan sinkronisasi siklus penanarnan. Baru ketika peletakan tabat sekitar bulan Desember-Januari, para petani mulai melakukan lacak secara serentak. Secara serentak pula, mereka mengeringkan petak sekaligus membuka tabat untuk memudahkan padi berbunga, stadium fisiologis sesudah tumbuhnya anakan. Pengolahan petak secara perorangan mungkin juga dapat di1akukan tetapi memerlukan pekerjaan khusus. Pembobolan pematang yang terletak dekat sawah dapat mengatur genangan jika air meluap. Waktu yang menentukan dalam siklus 36 , BlIb II tanam, adalah dua bulan sesudah tanam terakhir. Sebenarnya, musim kemarau yang datang lebih awal dapat menghambat pertumbuhan padi yang akan mengakibatkan penurunan hasil. Jadi pengaturan tingkat air sangat penting pada masa itu. Namun, sistem pengelolaan air dalam petak walaupun teliti belum tentu sempuma. Ketika hujan sangat deras dan pasang besar, padi tetap tergenang air. Pengendalian Gu/ma Penggenangan petak dapat menyuburkan padi sekaligus menghambat pertumbuhan gulma (bulo babi dan puron ti/eus). Sebenamya, tanaman yang sudah rimbun dan tinggi menutup hampir seluruh permukaan tanah dan menghalangi sinar matahari masuk. Dengan demikian, petani tidak perlu melakukan penyiangan yang lama dan menjemukan (satu hari untuk 0,5 borang secara manual). Satu-satunya penyiangan yang terpaksa dilakukan adalah pembersihan di sekitar guludan. Dengan adanya unsur-unsur hara di guludan, gulma cenderung tumbuh meluas mulai dari tempat itu hingga ke petak. Gara Menanggu/angi Hama Varietas padi lokal sensitif terhadap beberapa gangguan hama. Vlat penggerek batang menyerang bagian dalam batang tanaman pada saat lacak ketika bibit tanaman sudah benar-benar kuat (artinya ketika anakan sudah banyak), tetapi gejala-gejala itu baru terlihat setelah tanam terakhir dalam bentuk bintik putih pada ujung daun. Butir yang batangnya dihinggapi ulat penggerek, menjadi hampa. Cara menangani hama tersebut sudah ada sejak 10 tahun tetapi semua petani tidak mampu membeli obat pembasmi hama seharga Rp 30.000,00/ha. Belalang merupakan predator dari ulat penggerek tersebut. Orang-orong ditakuti pada saat pengeringan petak sawah karena dapat melahap batang yang muda. Burung pipit me1ahap padi yang sudah tua, tepatnya sebelum panen. Orang-orangan dan tali plastik merupakan satu-satunya cara untuk menghalaunya. Serangan tikus merupakan masalah yang paling sering muncul. Serangan itu terjadi dalam dua tahap: tikus muda memakan benih yang disemai pada awal musim hujan. Tikus dewasa keluar dari guludan, pada waktu pengeringan sawah, untuk memakan batang tanaman padi muda sebelum padi bunting selama musim kemarau. Namun, semua serangan itu tidak menimbulkan kerusakan besar. Memang, pemindahan bibit yang dilakukan adalah bibit tanaman yang sudah besar, jadi lebih tahan terhadap gangguan. Cara untuk menanggulanginya adalah menye1araskan tahap penanaman. Penanaman serempak menghasilkan padi yang kurang sensitif terhadap gangguan hama pengrusak karena tekanan dari hama pengrusak itu terjadi di lahan yang luas. Cara itu digunakan antara Iain dengan varietas Berat dan Ringan (lihat di atas). Panen Gabah tidak dapat masak semuanya secara bersamaan. Hal itu memerlukan cara panen yang cocok. Dengan ani-ani (ranggamau) (lihat gambar 3 dan 13 ), batang padi dipotong tepat di bagian bawah tangkainya. Dengan cara itu, petani dapat memilih gabah yang masak. Dalam hal ini, diperlukan dua kali panen. Batang anakan yang masak 15 hari berikutnya, hanya memberikan panen yang sedikit. 37 Panen dengan menggunakan ani-ani juga menguntungkan karena dapat menyeleksi gabah yang digunakan sebagai benih untuk penanaman pada tahun berikutnya. Kriteria yang menentukan pilihan batang adalah: gabah gemuk, banyak, sehat dan batangnya besar serta kuat. Namun, cara memotong padi seperti itu lama: 30 hari orang kerja untuk memanen satu hektare lahan! Padahal, padi harus dipanen sebelum gabah rontok dengan sendirinya. Gambar 13. Panen dengan Ani-ani Pasca Panen Setelah panen, padi diirik, dipilah-pilah, dikeringkan, kemudian digiling. Selama berbagai tahapan itu, beberapa produk sampingan diambil dan dimanfaatkan. Pengirikan padi: padi yang belum dikuliti dikumpulkan dalam keranjang besar, kemudian disebar di atas beberapa tikar yang luas. Padi diirik dengan kaki supaya gabah terlepas. Sisa-sisanya dimanfaatkan dalam pembuatan sapu dan petarangan ayam. Pengayakan: gabah hampa diambil dengan menggunakan tampah. Selanjutnya, gabah-gabah itu dipisahkan sesuai dengan berat relatifnya. Gabah yang hampa dapat dijadikan abu gosok. Pengeringan: gabah-gabah dijemur dibentangkan di atas tikar, selama setengah hari dan sering dibalik. Hal ini dilakukan selama dua hari atau lebih. Dntuk mengetahui kering tidaknya, gabah digigit. Penggilingan: hal ini dilakukan di pabrik. Biayanya sebesar Rp 400,00/kaleng. Kulit yang terbuang dapat digunakan sebagai abu gosok. Selain untuk dimakan, beras dapat pula digunakan sebagai bedak. Sebagian besar penduduk desa mengoleskan bedak tersebut pada wajahnya untuk melindungi diri dari sengatan matahari. Cara pembuatan bedak itu adalah sebagai berikut: beras digiling, diremas-remas, kemudian dibiarkan terfermentasi selama tiga hari dalam air. Selanjutnya dijemur selama tiga hari sebelum dihancurkan untuk menghasilkan bedak. 38 Bab Il Pemasaran Sebagian besar transaksi hasil panen dilakllkan dalarn bentuk gabah, karena gabah dapat disirnpan dengan mudah. Para petani dapat menyalurkan hasil panennya: • dengan menjualnya dalarn bentuk gabah kepada petani Iain yang lebih berani berspekulasi. Petani tersebut membeli gabah untuk dijualnya lagi ketika harga naik (lihat gambar 14); • dengan menjualnya kepada pabrik penggilingan padi (perusahaan swasta); • dengan menjualnya sendiri di pasar lokal, setiap han Rabu pagi. Dalarn hal ini, padi sering dijual dalarn bentuk beras, paling sering dijual kepada pengecer yang berperan sebagai perantara. Gambar 14. Transportasi Hasil Panen dengan Menggunakan Perahu - ~--:: - ...... ~ - - Harga beras ditentukan oleh pemerintah dan diatur oleh badan pemerintah: Bulog. Bulog ini menentukan harga terendah dan harga tertinggi. Dengan sistem itu, harga beli minimum pada produsen dapat teIjamin dan sekaligus harga kebutuhan pokok tersebut juga dapat dijangkau oleh konsumen. Selama setahun, harga berubah-ubah tergantung pada perkembangan penawaran lokai. Panen tidak serempak: padi yang masak lebih dulu terdapat di Anjir Serapat, kemudian di Berama dan Sïnar di seberang Kapuas Murung dan terakhir di Palingkau. Karakteristik Sistem Tradisional Berikut ini dipaparkan kelebihan dan harnbatan sistem tradisional: Tabe/2. Ringkasan Mengenai Karakteristik Varieras Padi Tradisiona/ Pada: te1ebihan ---~~--~-----., Hambatan ...... ---l Batang panjang Tahap fisiologis Tidak perlu penyiangan Kebutuhan penting akan air selama dua bulan pada saat tanam terakhir ibilitas pemindahan tanam8D Tenaga keIja Sedikit perawatan Tahap perekonomian Sedikit pupuk Benih dan Hargajual tinggi Puncak kegiatan selama pemindahan tanaman padi yang terakhir dan panen 39 l'11âa'Ut ?~ dM /Iv,. Jadi, varietas padi lokal benar-benar sesuai dengan kondisi lingkungan. Tingkat pertumbuhannnya diperlarnbat karena banyaknya pemindahan tanaman yang dilakukan bertepatan dengan musim hujan untuk menjamin pengendalian terhadap gulma dengan air secara maksimal. Kebun Rambutan sebagai Alternatif untuk Sawah Asal Mula Budi Daya Rambutan Pohon rarnbutan sudah ada sejak lama di wilayah penelitian. Namun, hingga tahun '60-an, pohon rambutan kurang begitu dieksploitasi karena kurang produktif. Dahulu rambutan ditanarn dengan biji dan baro berbuah pada umur tujuh tahun dan rasa buahnya masam. Baru menjelang tahun '60-an, teknik pengembangbiakan baro yakni cangkok yang berasal dari daerah Hulu Sungai Selatan telah merangsang pengembangan kebun rarnbutan. Dengan pengembangbiakan cangkok,. pohon rambutan dapat berbuah mulai umur tiga tahun. Selain itu, rasa buahnya pun juga lebih manis. Rambutan merangsang para petani pada waktu itu, karena sawah larnbat laun produksinya berkurang dan para petani mencari alternatif Iain untuk lahan mereka. Jadi, pohon rambutan dipandang sebagai kemungkinan yang menarik untuk menggantikan padi karena: • dengan menanam rambutan, para petani dapat memperoleh nilai tarnbah per hektare yang lebih tinggi dibandingkan dengan padi; •buahnya dapat disimpan selama lima hari setelah pemetikan. Waktu yang tersedia itu dapat dimanfaatkan untuk mengatur pengangkutan dan pemasarannya; •pohon dapat bertahan di tanah yang asarn. Palingkau merupakan pusat pengembangan rambutan di provinsi Kalimantan Tengah. Perlu dicatat bahwa rambutan merupakan jenis buah utama yang dikembangkan. Adapun buah mangga tidak dikembangkan, karena meskipun kondisi fisik daerah itu cocole, lamanya penyimpanan hanya bertahan selama tiga hari. Dengan demikian, para petani harus segera memperdagangkannya, padahal monopoli pasar dipegang oleh pulau Madura yang produknya membanjiri Kalimantan karena harganya lebih murah. Di Palingkau, kelapa kurang begitu produktif, tidak seperti di daerah yang aimya asin, dan selalu terlarnbat dalam berbuah. . Sejak 10-15 tahun, diciptakan pasar untuk pencangkokan. Berkat pengetahuan yang mereka peroleh dalarn hal kualitas buah yang terkenal dan penguasaan teknik penanaman tersebut, para petani di Palingkau menjual hasilnya sarnpai ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Berbagai Varietas dan Karakteristik Berbagai jenis rambutan dibedakan atas karakteristik buahnya. Buah "Sari Penganten" atau "Antalagi" memiliki bentuk memanjang. Buah ini berwama kuning jika matang dan sangat manis. Varietas ini tumbuh paling baik jika curah hujan sedikit. Varietas ini dijual dengan harga lebih tinggi dari jenis yang Iain. "Buah Batok" memiliki bentuk bundar. Buah ini berwama merah cerah jika sudah matang. Varietas ini lebih cocok dalam iklim basah. "Timbul" mempunyai kulit yang melekat pada isinya. 40 Bal> Il Varietas yang paling banyak di Palingkau adalah varietas "Batok" karena jenis ini merupakan satu-satunya varietas yang cangkokannya diperjual-belikan di pasar. Adapun jenis Iain hanya ditanam atau dimiliki oleh beberapa pemilik yang telah berhasil mendapatkannya dan mengembangbiakannya hanya untuk keperluan sendiri. Teknik Budi Daya Penanaman Pohon: Teknik Tokong Untuk membudidayakan kondisi lahan yang tergenang air dua kali sehari, masyarakat Banjar telah menciptakan teknik yang khas. Banyak cara yang dilakukan untuk pembuatan kebun. Yang paling sering dijumpai adalah teknik tokong: guludan tanah yang berbentukpersegi (satu depa dari sisi batas). Tokong dibuat seperti onggokan kecil dari tanah hasil galian sekitamya. Semuanya itu ditutup dengan kompos. Tukong selalu dibuat lebih tinggi dari perrnukaan air yang paling tinggi supaya akar pohon bagian atas tidak tergenang air. Tokong dibuat selama musim hujan. Untuk mengurangi keasaman tanah, diperlukan waktu dua bulan sebelum cangkokannya ditanam. Pemeliharaan Tanaman Pemangkasan Beberapa petani memangkas pohon yang masih muda se1ama tiga tahun pertama. Pada musim hujan, bunga-bunganya dipotong. Hujan selama dua minggu sangat diperlukan supaya kuncup bermunculan setelah satu bulan. Pohon yang memiliki batang rendah dan menjalar lebih mudah untuk dipanen. Namun, tidak banyak petani yang melakukan pemangkasan pohon. Memang, rambutan hasil cangkokan memiliki batang yang bercabang-cabang. Sementara rambutan yang berasal dari biji, yangjauh lebih tinggi dan tegak perlu diubah bentuknya supaya lebih pendek. Penyiangan Penyiangan dilakukan setiap enam bulan sekali. Rumput-rumput itu disimpan selama musim kemarau untuk dijadikan mulsa yang dapat menjaga tanah dari kekeringan dan akar-akar supaya tetap segar. Penyiangan pertama dilakukan tepatnya sebelum panen dan agar pemetik lebih mudah bergerak. Babat semak dilakukan dengan menggunakan parang. Rumput-rumput itu dikumpulkan dan dibakar. Penyiangan kedua dilakukan ketika kuncup-kuncup daun mulai bermunculan untuk pertama kalinya pada bulan MeL Rumput-rumput dipotong dan dikumpulkan dalam parit agar membusuk. Ketika bau asam dari ferrnentasi itu tercium, rumput-rumput yang sudah membusuk diletakkan dibawah pohon rambutan sebagai pupuk. Cara itu harns benar-benar dilakukan sebelum masa munculnya kuncup bunga yang pertama, jika tidak, maka akar-akamya yang sensitif terhadap panas, dapat kering. Perawatan Tanah di sekitar Pohon Supaya pertumbuhan pohon bagus, setiap tahun petani memberikan tambahan tanah pada akar. Akar-akar itu turnbuh bersamaan dengan turnbuhnya cabang dalam proporsi yang sama (ujung akar berhenti turnbuh pada ukuran 1 meter dari kanopi). Tokong juga akan diperluas IO-an cm tiap tahun hingga mencapai 4 meter lebamya. 41 Petani diharuskan pula menjaga volume tanah di sekitar pohon karena volume tanah tersebut cenderung berkurang. Lapisan humus memadat dan berkurang oleh hujan. Di sisi Iain, lapisan air tanah cenderung meningkat karena parit yang tidak dikeruk akan tertumpuk tanah secara bertahap. Jadi, penanam harus mengeruk parit, memperdalamnya dan meletakkan tanah yang kaya akan unsur hara di bawah pohon rambutan. Dengan demikian penurunan kesuburan tanah dan nailmya air tanah dapat dihindari. Proteksi Tanaman Berbagai hama menyerang rambutan. Rayap sebagai parasit pada batang pohon, melubangi cabang pohon. Untuk menanggulanginya, lebih baïk mencegah daripada membasmi: petani haros segera merusak setiap bekas rayap. Tanaman paku menyerang semua pohon yang tidak disiangi secara teratur. Daun-daunnya menjadi jarang, cabang-cabangnya kering yang nantinya mengakibatkan menurunnya jumlah produksi buahnya. Semut merah yang memilih bercokol di cabang rambutan tidak menimbulkan satu kerusakan pun tetapi semut akan mengganggu para pemetik. Semut dapat dihilangkan dengan insektisida. Teknik Cangkok Pencangkokan dilakukan pada pohon yang kuat cabangnya dan banyak buahnya dengan umur di atas 6 tahun4 • Cangkok dilakukan pada cabang yang sehat dan rendah karena lebih mudah dikerjakan. Ranting kecil dipotong supaya cangkok yang muncul berikutnya kuat. Kemudian kulit kayu dikerok dengan mata pisau ketika ranting kecil sudah kering: lebar dua torehan itu berjarak dua sentimeter. Ketika turun hujan, kerokan itu dibungkus dengan serabut kelapa. Selanjutnya, petani harus menunggu sampai akar-akamya keluar dari dalam pembungkus tersebut. Akar tersebut muncul kira-kira setelah satu bulan. Baik tidaknya hasil tersebut tergantung dari curah hujan. Supaya tidak banyak yang mati, petani harus menunggu munculnya akar yang ketiga sebelum cangkok dipotong, artinya ketika akar serabut benar-benar berbulu. Tanaman dipindahkan lebih dahulu dalam lumpur yang diambil dari dasar parit, kemudian dipindahkan ke tanah. Petani perlu merawatnya dengan menambahkan pupuk hingga muncul bunga yang pertama dan menyiangi secara teratur selama dua bulan pertama. Lapisan pe1indung dari tanaman paku mencegah tanah dari kekeringan dengan mencegah penguapan. Semua tindakan pencegahan dapat menghindari rusaknya tanaman hasil cangkokan. Sebuah pohon dapat menghasilkan 100 cangkok bahkan 200 hingga 300 pada pohon tertentu. Cangkok dapat dijual setelah satu bulan masa persemaian, seharga Rp 350,00 tetapi paling sering pohon cangkokan itu dijual antara enam dan sembilan bulan, maka harganya menjadi Rp 1.000,00. 4 Perlu 42 diketahui bahwa kualitas cangkok menjadi lebih baikjika dibuat pada pohon yang sudah tua. 8ah Il Hasil yang Tidak Stabil Tampaknya, sebuah pohon dapat berbuah lebih awal pada tahun tertentu dan terlambat pada tahun berikutnya. Setahun buahnya banyak, tahun berikutnya sangat sedikit. Perbedaan masa berbuah itu dapat disebabkan oleh: • reaksi pohon itu sendiri terhadap cuaca dengan kata Iain reaksi tersebut bergantung pada kecocokan siklus fisiologis rambutan dan iklim. Alasan itulah yang menyebabkan populasi pohon rambutan begitu berbeda-beda dari tahun ke tahun dari pohon yang sama dan juga pada tahun yang sama dari pohon yang berbeda-beda. Kondisi cuaca yang sangat berbeda dari keadaan normal akan mengakibatkan pemetikan buah tidak dapat bersamaan. Selisih antara masa berbunga hingga berbuah lima bulan. Karena perbedaan masa berbuah merupakan akibat dari masa berbunga dapat dipahami bahwa reaksi yang berbeda-beda dapat muncul bergantung pada cuaca. Kondisi kering cocok pada masa berbunga (sejak munculnya kuncup daun pertama pada bulan Mei hingga munculnya kuncup bunga pada bulan Juni, Juli, Agustus), sementara tidak adanya hujan mengganggu masa berbuah: bunga-bunga menguning, kering dan rontok tetapi kebanyakan air juga akan mengganggu. Panen dapat dilakukan secara bersamaan jika kondisi cuacanya kurang lebih seperti keadaan pada umumnya: tidak terlalu panas, tidak terlalu dingin; • kualitas perawatan pohon berbeda antar petani. Beberapa petani hanya melakukan penyiangan sekali setahun, dan semua petani tidak memberi kompos. Oleh karena itu tingkat produksi pohon berbeda-beda; .umur pohon. Mulai umur 7-10 tahun hingga 15-20 tahun, pohon dapat berbuah dalam jumlah besar. Pada umur 20 tahun, jumlah buah yang dihasilkan mulai menurun, buahnya menjadi kecil (seringnya, akar pohon itu semrawut). Selanjutnya, produksi cangkokan lebih diutamakan daripada produksi buah. Pertama, cangkok-cangkok itu dilakukan pada cabang yang rendah yang tidak terkena sinar matahari. Pada cabang tersebut, buah tidak dapat matang. Ada beberapa pendapat, mengenai masalah apakah produksi cangkok merusak produksi buah. Karena pohon-pohon paling tua di Palingkau telah berumur 25-30 tahun, timbul pertanyaan bagaimana meremajakannya? Beberapa orang mengatakan bahwa mereka telah mencoba merobohkan pohon-pohon tua yang tidak produktif, tetapi akar-akamya yang saling jalin-menjalin sulit dikeluarkan sehingga mengganggu tanaman lainnya. Yang Iain tidak melakukan hal serupa karena mereka telah memotong pohon tua sebelumnya. Beberapa petani lainnya berharap dapat memperlama masa produksi pohon mereka dengan cara meremajakannya. Percobaan pada lahan kecil telah terbukti: memang buahnya kurang banyak tetapi buahnya besar sehingga mudah dipasarkan. Pemasaran Musim rambutan mulai pada bulan September (untuk pohon yang berbuah paling dini) hingga bulan Maret (yang paling lambat). Melimpahnya buah rambutan teIjadi antara bulan Nopember dan Januari. Buah-buah itu dijual per ikat: satu ikat terdiri atas 20 buah. Harga rata-rata Rp 100,00/ikat untuk varietas Batok, Rp 125,00/ikat untuk varietas Antalagi dan Timbul. Di awal musim, satu ikat dijual Rp 500,00 sedangkan ketika buah melimpàh harga dapat turun hingga Rp 50,00. 43 Ketika buah membanjir di pasar pada musim rambutan, harganya paling rendah di pasar mingguan Palingkau. Namun, tak seorang petani pun mengeluhkan masalah pemasaran buahnya. Sebenarnya, beberapa pengecer datang ke petak paling tidak dua kali seminggu untuk membeli rambutan. Palingkau, pusat penghasil buah di kabupaten Kapuas, menjual buahnya ke luar daerah tersebut yaitu di tiga pusat konsumsi yang terletak di Kalimantan Tengah: Palangkaraya, Kalimantan Selatan: Banjarmasin dan Kalimantan Timur: Samarinda. Pada umumnya, para produsen mengumpulkan buah mereka untuk dijual kepada grosir. Beberapa produsen besar yang memiliki perahu, membeli lagi buah dari petani tetangga untuk dijualnya lagi ke Banjarmasin atau Buntok. Beberapa produsen di Palingkau merasa kurang beruntung karena buah-buah mereka tidak diolah di daerah itu untuk memberikan nilai tambah. Di Banjarmasin terdapat pabrik pengolahan rambutan: untuk sirup, jus. Di Palingkau, rambutan langsung dijual tanpa diolah terlebih dahulu. Tanaman Padi Berdampingan dengan Rambutan Petak-petak yang ditanami rambutan adalah bekas petak sawah. Seorang petani yang ingin menanam pohon buah-buahan membuat tokong berjejer di petaknya dengan jarak kira-kira 5 depa (7 meter) dan 7 depa antara baris. Jika petani ingin tetap mempertahankan sawahnya, jarak antara baris yang satu dengan yang Iain diperbesar hingga 10 depa. Setiap tahun, tokong-tokong itu diperluas 50 cm sehingga sawah makin menyempit. Setelah lima tahun, tokong dalam satu deret menyatu untuk membentuk surjan (lihat gambar 15). Gambar 15. Pertumbuhan Pohon Rambutan A. Sawah B. Pembuatan tokong Perkiraan kasar menunjukkan bahwa produksi padi berkurang 50%. Untuk mengimbangi kemerosotan itu, pemilik akan membuat lahan barn atau membeli sawah yang sudah dibuka jika ia tidak mempunyai sawah Iain untuk memenuhi kebutuhan beras bagi keluarganya. 44 Bull Il Swjan-sUIjan itu diperbesar hingga luasnya mencapai empat meter. Beberapa petani menanam padi selama 10 tahun pada bagian lahan yang cekung. Pada lahan itu, produksinya sedikit, namun karena tidak: banyak dilak:ukan penyiangan, para petani terus menanaminya. Setelah 12 tahun, kanopi menutup. Penjalaran kanopi menandai akhir penanaman padi di bawah pohon rarnbutan. Dari bekas sawah dahulu kini tinggal parit-parit yang memudahkan pengairan kebun rambutan (lihat gambar 16). Gambar 16. Parit diantara Oua Deretan Pohon Rambutan 45 Pada petak-petak, kebun rambutan berangsur-angsur menggantikan sawah. Menggabungkan tanaman pangan dan pohon buah-buahan komersial pada lahan yang sama menciptakan sebuah pola wanatani (agroforestry). Hubungan sa1ing melengkapi antara dua tipe produksi tersebut ter1ihat jelas: •jadwal kerja hampir tidak bertumpang tindih; • kedekatan kedua tanaman itu mendorong petani untuk mengawasi keduanya dengan hati-hati; • dua spekulasi itu memerankan fungsi yang berbeda dan saling melengkapi da1am sistem pengelolaan keuangan petani. Selain cara positiftersebut, terdapat pula kerugian yang dapat ditimbulkan: • efek pinggir yang terjadi di sawah karena naungan cabang-cabang rambutan. Hal itu melemahkan batang padi di bawahnya, yang menyebabkan tanaman itu tidak tahan akan angin atau penyakit; .pohon dapat dihinggapi burung dan segalajenis hama padi; • dua tanaman itu saling berebut unsur-unsur hara. Jika petani menanam padi di antara dua deretan pohon rambutan, ia dihadapkan pada dua pilihan yakni tanaman padi atau rambutan. Kompos dapat digunakan untuk pohon atau untuk padi. Pilihan itu tergantung pada perhitungan banyak faktor dan terutama tergantung pada luas lahan dan kemampuan petani untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Berbagai upaya telah dilakukan di Palingkau. Beberapa keluarga dari Palingkau Besar mencari lahan barn sete1ah lahan itu ditanami sekaligus ratusan rambutan. Adapun petani Iain membuat deretan pohon rambutan secara bertahap di tengah sawah mereka. Situasi yang berbeda-beda itu menjadi pemandangan di Pa1ingkau: deretan buah-buahan dan hamparan sawah. Meskipun pohon rambutan merupakan tanaman utama di Palingkau, ada pu1a sejumlah pohon Iain. Pohon-pohon Iain ditanam berdampingan dengan rambutan secara acak dicampur dengan rambutan di surjan: misa1nya pohon nangk:a dan cempedak. Yang Iain seperti jeruk mandarin dan asam (sejenis pohon mangga) ditanam di tokong. Perkebunan di Tanah Pematang Letak Di Palingkau, pèrkebunan di tanahpèmatang merupakan kebun lama yang berumur 50 tahun atau lebih. Tanah itu yang tidak pemah tergenang air pada umumnya terletak di sepanjang tepi sungai dan di bagian hilir beberapa handil. Tanah itu berasal dari endapan lumpur sungai yang ada sebelum pembukaan handil. Kebun itu merupakan hasil pengembangan oleh para pionir Dayak Kapuas yang pertama datang di Palingkau. Pada umumnya, kebun-kebun itu ditanami berbagai jenis buah-buahan. Di antaranya yang paling sering adalah: durian, cempedak, pohon sagu, demikian pu1a jenis Iain seperti pohon sukun dan kecapi serta kalangka!a. Kedua pohon terakhir adalah pohon yang tumbuh secara alami di hutan. 46 Bab Il Pohon sagu yang cocok pada lahan basah di tepi handil merupakan pohon yang serba guna: • daunnya digunakan untuk membuat atap rumah; • batang sagu yang besar dan berumur 10-an tahun mengandung banyak sagu yang kaya akan karbohic1rat, dan digunakan untuk makanan itik. Semua tanaman itu berasal dari biji dan bukan dari cangkokan seperti rambutan dari Palingkau. Pada umumnya pohon itu agak lambat berbuah: hal itu bergantung pada jenis pohonnya, tetapi pohon itu mulai berbuah setelah berumur antara 7 dan 10 tahun. Sebaliknya, daya tahan hidupnya sangat lama, lebih dari 50 tahun untukjenis tertentu seperti durian. Perawatan Tanaman Pada umumnya, peremajaan tanaman teIjadi secara alamiah. Petani hanya mendangir. Kebun campuran sangat diminati. Sebagai contoh, pohon mangga, (yang berukuran sedang) ditanam bersebelahan dengan pohon durian (yang sangat tinggi). Pohon mangga dapat pula digunakan sebagai penyangga untuk memetik buah durian. Pohon-pohon yang buahnya sedikit dan kecil ditebang. Perawatan kebun terbatas. Rumput-rumput yang tumbuh di antara tanaman tersebut dibabat sekali setahun, kemudian dibiarkan di tempatnya. Rumput-rumput tersebut menjadi kompos. Gulma makinjarang tumbuh karena makin di naungi pohon yang berdaun lebat. Daun pohon yang rontok di musim kemarau, akan membusuk di tanah. Daun-daun tersebut berfungsi ganda: berguna sebagai pupuk, dan pada musim kemarau daun-daun itu mengurangi penguapan. Di musim hujan, daun-daun yang mulai membusuk tersebut harns dijauhkan dari batang pohon kira-kira satu meter supaya pohon terhindar dari parasit. Pada umumnya, pohon buah-buahan berbunga pada musim kemarau antara bulan Juni dan Agustus, waktu yang sangat kritis bagi rambutan. Jika tidak banyak hujan yang memungkinkan buah menjadi besar, buah-buah itu tetap kecil, kering dan rontok. Maka, panen akan gagal. Karena banyaknya berbagai j enis buah, panen buah ber1angsung selama musim hujan. Fungsi Kebun Campur Perkebunan sangat berarti bagi petani karena pemilik tidak per1u bekeIja keras. Namun, penciptaan kebun memerlukan investasi jangka panjang. Di samping itu, penciptaan tersebut memer1ukan lahan yang tidak tergenang air. Sementara lahan sejenis itu sudah dikembangkan dan ada pemiliknya. Kebun semacam itu diwariskan pada anak cucu. Sebagian dari kebun itu dikelola bersama supaya tetap menj adi milik keluarga. Salah satu anggota keluarga yang bertugas merawatnya, mendapat bagian lebih besar atas hasil penjualan buah. Kebun campur biasanya diwariskan, tetapi terkadang dapat juga dijual untuk keper1uan tertentu seperti naik haji. 47 Pemanfaatan Lingkungan A/am: Hutan dan Sungai Penangkapanikan Peran Perikanan dalam Pola Pertanian !kan merupakan sumber protein hewani utama bagi keluarga. Jadi, penangkapan ikan merupakan salah satu kegiatan pokok keluarga: tidak ada hari tanpa ikan. Dahulu, menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sekarang, selain itu juga untuk dijual. Banyak jaringan pemasaran ikan dibentuk pada saat orang mulai mengembangkan berbagai kegiatan barn dan ketika ikan semakin jarang di Palingkau. Nelayan berperan sebagai penjelajah. Sungai yang banyak ikannya merupakan pertanda adanya lahan yang subur. Jadi, adanya lahan untuk dibuka, dilokalisasi oleh para nelayan selama melakukan perjalanan untuk mencari sungai yang banyak ikannya. Menangkap ikan merupakan kegiatan yang dilakukan orang laki-Iaki dewasa dernikian pula anale-anak terutama para remaja. Gara Menangkap Ikan Cara menangkap ikan berbeda-beda bergantung pada musim, siang atau malam di sungai besar atau kecil di pedalaman. Untuk menyesuaikan dengan berbagai kondisi tersebut, ada bermacam-macam alat dan cara sebagai berikut. Di musim hujan penangkapan ikan dilakukan di persawahan, saluran (handil dan parit) serta di sungai besar. Alat-alat yang digunakan bermacam-macam, di antaranya: pancing, jala dan berbagai macam nase seperti bubu dan tangguk:. Bubu Înerupakan nase yang bentuknya memanjang, dibuat dari bilah bambu, dan duri rotan. Alat itu diganjalkan dalam saluran kecil atau anak sungai. Ketika air pasang, ikan-ikan yang terbawa arns, terperangkap ke dalam bubu. Untuk menarik ikan, umpan juga diletakkan di dasar bubu. Jenis ikan yang ditangkap adalah papuyu, gabus, darat sepat dan tempala. Alat setrnm muncul sejak kira-kira lima tahun yang lalu di daerah Palingkau. Alat tersebut terdiri atas keranjang besar dan cekungannya dilengkapi dengan kumparan listrik yang dihubungkan pada baterai berkekuatan 12Volt atau lebih. Semuanya itu dikaitkan pada kabellistrik dengan dua batang besi yang dibungkus dengan gagang plastik untuk melindungi nelayan dari sengatan listrik. Nelayan meletakkan dua saluran tersebut dalam air. Di antara dua saluran tersebut, terdapat medan listrik hasil dari baterai yang telah diaktifkan. Ikan-ikan yang terkena setrum mengambang di permukaan. Maka, nelayan tinggal "memungutnya". AJat tersebut dengan cepat mengurangi populasi ikan di sungai dan saluran di Palingkau. Sekarang ini, pemakaian alat tersebut dilarang, tetapi beberapa nelayan yang kurang mempertimbangkan dampalmya, terus menggunakannya secara sembunyi-sembunyi, terutama pada malam hari. Cara Iain menangkap ikan yang dilarang adalah penggunaan racun atau dinamit. Para pelanggar dikenai denda sebesar Rp 100.000.000,00. Musim kemarau merupakan masa yang paling cocok untuk memancing. Setelah selesai dari bekerja tani yaitu pemindahan tanam padi yang kedua, orang laki-Iaki Palingkau pergi ke daerah yang hutannya belum seluruhnya dibabat. Mereka mencari sungai yang banyak ikannya. Mereka berangkat berkelompok yang terdiri atas empat atau lima orang, masing-masing membawa perahu motornya. Tempat 48 Bob Il menangkap ikan kadang-kadang dapat ditempuh beIjam-jam dari Palingkau. Para nelayan membawa perbekalan makan terutama beras untuk sekitar 20 hari. Mereka hidup dalam hutan, menetap di sepanjang sungai kecil yang telah diperdalam untuk memudahkan jalannya perahu dan meletakkan bubu. Kemudian, mereka menjual hasil tangkapannya ke desa atau kota terdekat. Setelah memperoleh uang (Rp300.000,00 pada musim kemarau selama 15-20 hari), mereka kembali ke desa untuk satu atau dua minggu lamanya. Ada pula teknik Iain untuk menangkap ikan terutama teknik yang digunakan oleh suku Dayak desa Dadahup, 25 km dari Palingkau. Mereka menggali sejenis kolam ikan tradisional yang dalam bahasa daerah disebut beje. Beje yang terletak di hutan yang berada beberapa kilometer dari desa. Luas beje dapat mencapai hampir dua hektare. Tiap beje ada pemiliknya. Seperti halnya masyarakat Banjar membagikan hutan untuk lahan ditanami padi, masyarakat Dayak membagikan hutan untuk membuat beje untuk menangkap ikan. Di musim hujan, beje tersebut dipenuhi air, tetapi ketika musim kemarau tiba, air makin surut. Dengan demikian, ikan-ikan terkumpul dalam ceruk tanah yang masih tergenang air; Dengan demikian, berbagai jenis ikan terperangkap dalam beje itu dan para nelayan tinggal memungutinya. Fase akhir adalah mengangkut hasil penangkapan ikan yang luar biasa banyaknya itu dengan tenaga manusia melalui hutan. Untuk itu, pemilik minta bantuan buruh orang-orang Banjar Palingkau. Berdasarkan hasil wawancara, teknik penangkapan ikan yang hanya memerlukan biaya untuk upah buruh itu memberikan banyak hasil: satu beje dapat menampung 1 ton ikan yang dapat menghasilkan satu juta rupiah. Karena pemilik beje biasanya mempunyai lebih dari satu beje, masyarakat Banjar Palingkau mengatakan bahwa banyak orang Dadahup yang kaya. Teknik itu juga digunakan oleh masyarakat Banjar. Jadi beberapa penduduk Palingkau menggali beje di hutan galam yang sekarang sudah dibabat untuk proyek UPT Palingkau Jaya. "Panen ikan" di Bulan Mei-Juni di Dadahup. Dadahup mempunyai keistimewaan karena ekosistemnya. Pada bulan Mei, teIjadi pertemuan antara besarnya air pasang di Kapuas Murung dan luapan sungai Barito yang disebabkan oleh hujan. Pertemuan air di muara Mengkatip itu menimbulkan banjir hingga mencapai beberapa kilometer dari tanggul yang tertutup hutan lebat di tanah bergambut. Gelombang itu menyebabkan air sungai bercampur gambut. Air yang berwarna hitam itu seperti racun yang membuat ikan mabuk. Maka, para nelayan tinggal memungutinya. Para nelayan di Palingkau memanfaatkan kejadian alamiah itu. Namun tahun ini, fenomena itu tidak teIjadi dan mungkin tidak akan teIjadi lagi. Beberapa saluran yang dibangun untuk instalasi jalur irigasi yang besar yang akan menghubungkan tiga sungai: Barito, Kapuas dan Kahayan, mengakibatkan terganggunya ekosistem. Sumber Ikan yang Menurun Pesat Penurunan hasil ikan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu cara penangkapan ikan yang dilarang, pemakaian bahan kimia, dan pembangunan desa transmigrasi. Cara penangkapan ikan yang dilarang itu menghambat peremajaan ikan. Baik dengan racun, dinamit maupun setrum tidak dapat memilah-milah antara ikan yang masih kecil dan ikan yang sudah dapat dikonsumsi. Cara itu menghancurkan sumber daya hayati. Penduduk Palingkau menandaskan bahwa sejak lima tahun, 49 sumber ikan di Palingkau menurun tajam. Orang Palingkau terpaksa pergi ke tempat yang lebihjauh untuk menemukan sumber ikan. Seperti yang dikatakan oleh seorang penduduk Palingkau Besar: "Dahulu, untuk memperoleh ikan orang cukup melemparkan pancing di handil." Pemakaian herbisida, pupuk dari bahaln kimia dan pestisida berbahaya pula bagi sumber hayati. Beberapa petani menyatakan dampak negatifnya terhadap ikan. Apa lagi bila program intensifikasi pertanian digalakkan pemerintah? Akibat dari pembangunan desa transmigrasi, sekarang ini penduduk Palingkau tidak lagi memiliki sumber ikan di hutan galam. Hutan tersebut dibabat untuk mendirikan pemukiman transmigrasi Palingkau Jaya. Masalah Iain yang mungkin lebih gawat bagi mereka adalah pembukaan hutan dan pembangunan UPT di daerah Dadahup. Pembangunan pemukiman itu secara cepat dapat mengakibatkan rusaknya beje pengumpul ikan dan kebun rotan masyarakat Dayak. Pembabatan hutan telah merusak sumber rezeki suku Dayak. Di samping itu, pemerintah juga bermaksud mengubah orang Dayak menjadi petani sawah di lahan gambut ... Akibat dari menurunnya sumber ikan adalah meningkatnya harga ikan di pasar Palingkau. Akibat itu sangat terasa tahun ini dengan meningkatnya jumlah konsumen baro di desa transmigrasi. Ja/an Ke/uar yang Diusu/kan a/eh Pemerintah Untuk mengatasi penurunan hasil ikan, pemerintah bermaksud mengem-bangkan perikanan di tiap' desa. Desa Tajepan, daerah perbatasan di Palingkau telah inelakukan cara·itù. Kemudian, penggemukan ikan dilakukan di dalam keramba, di sungai Kapuas MUiung. Untuk mengembangkan pembenihan telah dibangun tiga buah kolam. ' Penanaman Kercut: Bahan Baku Utama untuk Kerajinan . Mendong merupakan kercut yang tumbuh di lahan berair. Tanaman itu biasa ditanam di daerah berawa. Ada dua jenis kercut yang disebut mendong di Palingkau: yakni puron tikus dan puron besar. Puron tikus sangat pendek, tumbuh di alam bebas khususnya di tanah asam. Furon besar yang panjangnya dapat mencapai dua meter, ditanam oleh beberapa petani di Palingkau baïk di cekungan ;;awah maupun di hutan galam. Setelah ditanam, kercut berkembang secara alami. Tanàffian itu dipotông kirrang lebih' sekali setahun ketika panjangnya sesuai dengan yang diinginkan (tidak ada Inusim poton.g-yangjelas).· ' .. ,.' Sebelum dianyam, puron-puron haros disiapkan terlebih dahulu. Menganyam dilakukan oleh para wanita (lihat gambar 17). Penganyaman pada umumnya dilakukan di rumah, di rumah tetangga atau di rumah saudara perempuan. Anak perempuan yang masih kecil belajar menganyam dari ibunya atau kakak-kakaknya. Pada umumnya, kerajinan itu dilakukan selama enam hari dalam seminggu. Kemudian hari ketujuh digunakan untuk menjual hasilnya. Penganyaman itu biasanya dilakukan selama kira-kira enam hingga delapanjam sehari. Untuk menyamakan panjangnya, batang-batang dipotong. Kemudian, batang-batang itu dicuci, dijemur selama dua hari. Setelah kering, kercut-kercut itu dipilah-pilah dalam beberapa bendel. Pengrajin memukul-mukulnya dengan alu selama dua jam di atas lumpang yang bentuknya memanjang. Setelah gepeng, kercut itu siap dianyam. Produk hasil anyaman terutama adalah tikar dengan berbagai fungsi 50 Bull II pemakaiannya. Fungsi utamanya adalah untuk tempat menjemur padi. Sebagian besar produksi tikar di daerah itu dikulakkan ke pasar Iain terutama di daerah Kalimantan Selatan. Produk anyaman Iain adalah topi dengan berbagai bentuk dan warna. Gambar 17. Penganyaman Kercut Anyaman mendong terdapat di daerah berawa. Pengenalan teknik kerajinan itu berasal dari Kalimantan Selatan terutama daerah berawa Negara. Para wanita Banjar menyalurkan kepiawaianya itu. Karena kondisinya sama dengan kondisi daerah asal, mereka dapat melanjutkan dan bahkan mengajarkan teknik kerajinan itu pada para wanita Dayak yang menganyam rotan (kerajinan yangjauh lebih rumit dan menuntut ketelitian). Perbedaan antara masyarakat Dayak dan Banjar terletak pada jenis anyamannya. Kedua masyarakat itu tidak menggunakan bahan baku yang sama, dengan demikian teknik anyaman yang digunakan pun berbeda. 51 DINAMIKA PENGEMBANGAN L1NGKUNGAN YANG RAPUH Kondisi lingkungan yang telah di paparkan sebelumnya, pada kenyataannya merupakan lingkungan yang sangat rapuh. Kerapuhan tersebut dipengaruhi beberapa faktor baik faktor alam maupun sosial yang saling berkaitan satu sama lainnya. Gambaran Historis Mengenai Kerapuhan Lingkungan Asal Mula "Lumbung Padi di Kalimantan" Sekitar 15 tahun setelah kedatangan masyarakat Banjar pada tahun 1950-1960, Palingkau bukan lagi berupa hutan lebat karena hutan-hutan sebagai sumber utama telah dibabat sehingga menjadi lahan pertanian. Sejauh mata memandang, terbentang hamparan sawah yang luas antara sungai Kapuas dan Kapuas Murung. Beberapa saksi menyatakan bahwa ''tak ada pohon yang tak tumbang, maka jadilah hamparan sawah itu" yang dikenal sebagai "lumbung padi provinsi Kalimantan Tengah". Beberapa petani pada umumnya merupakan penduduk yang berasal dari provinsi Kalimantan Selatan yang melakukan perjalanan bolak-balik antara desa asalnya dan sawahnya yang terletak di Palingkau. Ketika itu, rambutan belum ditanam dan lahannya hanya digunakan untuk persawahan. Pada umumnya, tempat tinggal mereka hanyalah sebuah pondok yang terletak di petak sawah di sepanjang handil dan hanya ditempati selama masa kerja tani. Tanggul-tanggul di Kapuas Murung hampir kosong, hanya beberapa keluarga Dayak yang menempatinya. Fase ini ditandai oleh adanya arus perpindahan penduduk dari Palingkau, mulai sekitar tahun 1960. Masyarakat Banjar yang tinggal di Kalimantan Selatan yang tidak menetap di Palingkau telah mulai meninggalkan sawahnya. Selanjutnya, arus perpindahan itu terus berkembang hingga lahan-lahan yang terletak lebih dari tiga km dari Kapuas Murung ditinggalkan secara total pada tahun 1970. Pada waktu itulah, jumlah penduduk dari beberapa desa yang sekarang ini Palingkau Lama dan Palingkau Baru berkurang secara drastis. Mulai masa itu, hutan galam, spesies pionir di tanah asam, memenuhi kembali lahan yang telah ditinggalkan. Hingga tahun 1996 setelah memutuskan untuk membuka kembali lahan itu, Departemen Transmigrasi dan PPH membangun tiga unit transmigrasi (UPT). Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Jumlah Penduduk Menjelang tahun 1957-1958, pemberlakuan pajak yang dikenakan pada pengiriman barang antar provinsi oleh pemerintahan Soekarno. Penduduk Kalimantan Selatan yang datang di Palingkau dengan satu-satunya tujuan untuk menanam padi untuk kemudian mengirimkannya kepada keluarganya, dikenai pajak. Tujuan utama mereka itu sebenarnya untuk memanfaatkan perbedaan harga di kedua provinsi itu. Kalimantan Selatan yang berpenduduk lebih padat dengan lahan pertanian terbatas mengakibatkan harga beras tinggi. Setelah pemberlakuan pajak itu, beberapa petani tidak berminat lagi memproduksi beras di Palingkau, mulai meninggalkan lahannya. 52 Gambar 18. Transek Sepanjang Handil , ~beje ,, ,, -----.J , ,,, ,,, ,,, ,, ,, , Pasang surut Kualitas tanah A A B C C Tanah rendah Tanah pematang Tanah rendah - Penggunaan ruang * Pemukiman * Persawahan - Cara pengembangan kawasan * Perkebunan * Perkebunan - Bekas sawah, ditinggalkan karena kemasaman tanah * Sawah diantara deretan rambutan - Tumbuh tanaman liar * Sumberalam Ikan dalam saluran dan sawah D Hutan berawa Galam Penanaman puron - Ikan dalam beje di hutan Galam Gambar 19. Dinamika Pendudukan Kawasan (1) Areal pionir dan fase pengembangan kawasan: hamparan sawab ' . . 1.. ", . .1 ----:... " " : /······r···· sungai Két\\as.1") ang dilœmb:mgk:m olch pionir • Lamaoya fase peogembaogan: 15 hingga 20 tahun. • Pengembangan: pembukaan hutan dan pembuatan sawah sepanjang handil. • lIustrasi feoomena tersebut: penduduk Banjar berdatangan di Palingkau pada tahun '40-an hingga awal tahun 1960: "Palingkau menjadi lambung padi Kalimantan Tengah". (2) Fase penurunan: sawah yang menurun kesubllrannya ditinggalkan \ .-Kawasan yang di1inggalkan oleh para pionir Kawasan mCOllL\al d:ul ",bogian po:nduduk • Lamanya fase penurllnlln: fase ini berlangsung sangat cepat, dalam waktu 5 tahun, 2/ 3 dari kawasan yang telah dikembangkan terbengkalai. Meninggalkan lahao: dampak berantai. Meninggalkan lahan merupakan faktor yang saling terkait: o faktor politik ekonomi; pajak hasil; pekerjaan Iain yang lebih menglmtungkan dB; o faktor alam: kebakaran di musim kemarau, tanah yang mengandung asam sulfat dan bergambut; o keterbatasan sistem pertanian yang dikembangkan oleh pioner: pengelolaan kesuburan tanah yang kurang memuaskan; hubungan sosial yang menurun secara cepat. • karena lahan ditioggalkan, butan tumbuh kembali. • lIustrasi fenomena tersebllt: antara tahlm 1965 dan 1970, petani Palingkau meninggalkan lahannya yang terletak di luar jangkauan pasang surut. Bab" (3) Periode stabilitas kawasan yang dikembangkan; fase konversi sawab menjadi perkebllnan .. ' Ttlmbuh hlll8Jl S(.'iwndl:.'T. kawa~\Jl itll mcnjl'ldi l'llami dan diek~loiUiSi olch JX'flduduJ.. setC1l1paL Pendalang ban!: adanytt hubungan sosial dan pionir ';/ . i 1 1 , - - - j ° Pengembaogao kawa.. boru ! _1 .:' • "Kawasan yang dikembangkan stabil" setelah ditinggalkan selama 25 tahun, kawasan meluas 3 hingga 4 km dari pinggir sungai hingga batas pasang surut. • Beberapa faktor yang memungkinkan stabilitas kawasan yang dikembangkan sejak 25 tahun: a sistem pemulihan kesuburan tanah. Hal ini, mungkin di beberapa petak, bergantung genangan air dan dengan demikian bergantung pengaruh pasang surut. a pengenalan teknik baru yang dapat menjaga kesuburan tanah dalam petak: pupuk buatan (digunakan sejak 15-an tahun di Palingkau). a mengkonversikan sawah yang kurang subur menjadi perkebunan rambutan. Penduduk mencari lahan Iain untuk membuka sawah. MUl7cuJnya hubungal7 sosiaJ baru. a pencarian kembali lahan "subur": tanah yang belum dibuka (huatan primer), atau tanah yang duJunya dikembangkan dan telah ditinggalkan selama 15 hingga 25 tahun. Cara tersebut dapat mengembalikan kesuburan tanah. a pengembangan kawasan: pembabatan hutan dan pembuatan lahan persawahan sepanjang handil yang digali oleh pionir. a fase pengembangan kawasan. • 1I1Istrasi fenomena tersebut: mulai tahun 1970 para pionir mengembangkan usa ha pembukaan lahan; beberapa petani berangkat dan menetap secara langsung di areal baru; yang lainnya menanam pohon rambutan sebelum membuat lahan persawahan di kawasan baru. Hal itu banyak dilakukan oleh keluarga Palingkau. (4) Di kawasan yang makin stabil; kebun rambutan .. - .. . . . . . .> . f..'1unculnya tàse pionir hi'lnlparan sawah ............. baru~ t • Fase perluasan: kira-kira selama 15 dan 20 tahun. • Pengembangan kawasan: pembukaan hutan dan pembuatan sawah di sepanjang handil. • I1ustrasi fenomena tersebut: pembukaan terusan dilakukan secara bergantian, sekitar tahun 1970 hingga akhir tahun 1980; sejak 5 tahun, penduduk menyatakan adanya penurunan kesuburan tanah, hal ini mengakibatkan para pionir meninggalkan lahannya. Pt'ngt'mbangan kembali ka\\'8san yaog ptroab ditinggalkan _._. _..1 ~~' Munculnya hubungan sosial; pendatang oom. pembllk..1~~··-.I:--~ ~c_~t>:'~ lah~'~)a~gl ~c~~~~il1~"!?~~~~~_~~u~,,;.~~\~.. (5) Fase penurunan .j _ .'" ./ • t .' '0- .. - • Penurunan kesuburan Iingkungan mengakibatkan penurunan kawasan yang telah dikembangkan. • Mengkonversikan sawah yang kurang subur menjadi perkebunan rambutan (pohon yang ditanam adalah pohon yang mudah beradaptasi dengan Iingkungan); penduduk mencari lahan baru untuk ditempati. • Munculnya hubungan sosial baru: kelompok orang yang termotivasi untuk membuka lahan baru. • Mencari lahan "subur": hutan primer (kawasan yang belum dibuka), atau lahan yang pemah ditingalkan dan hutan telah twnbuh kembali. • Faktor yang cocok untuk membuka kembali lahan yang pernah ditinggalkan: o pemulihan kesuburan tanah setelah lama ditinggalkan (15 hinga 25 tahun). o pembukaan kembali hutan yang dikelola oleh pememrintah melalui Departemen Trans- migrasi dengan menggunakan teknik baru: pembangunan sistem irigasi yang lebih memuaskan, pemupukan dan pemakaian pestisida, kapur untuk meningkatkan pH tanah dU. Bob II Pada tahun 1965, PKI memutuskan untuk memperkuat keputusan tersebut. Di perbatasan antar provinsi, didirikan pos-pos penjagaan polisi. Jika kedapatan seseorang mengirimkan hasil panen, barang itu disita se1uruhnya berikut perahunya, jika tidak disiksa mereka masih untung. Hal itu mengakibatkan arus perpindahan penduduk yang meninggalkan lahannya di Palingkau semakin besar. Dalam waktu yang sama, akhir tahun 1960 hingga awal tahun 1970, muncul kesempatan kerja yang lebih menguntungkan daripada menggarap sawah, seperti pengolahan kayu hutan di Kalimantan. Maka, banyak orang mengorbankan kerja taninya untuk berangkat ke hutan. Risiko iklim terutama yang berkaitan dengan kebakaran pada musim kemarau seperti yang terjadi tahun 1997 di Indonesia, mengakibatkan keadaan di Palingkau sangat memprihatinkan selama tahun '60-an. Sawah rusak tepat sebelum panen, rumah-rumah di handil habis terbakar. Tanah yang sangat liat karena tidak lagi mengandung lapisan organik, mengeras akibat panas. Tahun-tahun berikutnya, hasil padi yang diperoleh sedikit. Fenomena Iain yang masih lebih parah lagi muncul setelah terjadinya kebakaran semacam itu: padi yang ditanam di lahan yang terbakar, menguning dan produksinya menjadi sedikit: kurang dari 400 kglha. Beberapa petani yang lahannya terbakar terpaksa meninggalkannya karena tidak ada hasil yang dapat diperoleh. Penempatan Kembali a/eh Transmigrasi Pada tahun 1994, Departemen Transmigrasi dan PPH memutuskan untuk mengembangkan wilayah yang telah ditinggalkan dengan membangun tiga UPT yang dapat menampung 1000 kepala keluarga. Maksud program transmigrasi itu untuk mengubah lahan yang ditinggalkan itu menjadi lahan pertanian. Kelemahan Pola Pertanian Banjar Kesuburan Tanah yang Sulit Dikelola Dampak Musim Kemarau yang Berkepanjangan Musim kemarau yang berkepanjangan teIjadi di Kalimantan karena siklus fenomena alam El nifio. Penduduk memperkirakan fenomena alam itu terjadi secara berkala kira-kira setiap tujuh tahun. Dampak negatifnya antara Iain: kebakaran gambut sangat mudah sekali teIjadi karena karakteristik hidrofobia gambut kering yang menyebabkannya mudah sekali terbakar. Api-api itu dapat merebak hanya karena sepuntung rokok atau bahkan dengan sendirinya. Api itu melalap hamparan lahan yang luas dan membakar habis semua atau bagian lapisan gambut dan yang tersisa hanyalah lapisan tanah liat hitam yang tertutup abu. Struktur tanah yang sangat padat itu menyulitkan akar pohon menembus tanah. Hal itu mengakibatkan menurunnya hasil padi yang ditanam di lahan yang terbakar: dari 3 atau 3,5 ton/ha menjadi kurang dari 1 tonlha. Penurunan tingkat air tanah di bawah tingkat yang kaya akan pirit menimbulkan oksidasi. Reaksi itu membebaskan asam sulfat dan menyebabkan pengasaman tanah. Akibat dari keasaman dan adanya racun zat besi, daun-daun padi menjadi kuning dan produktivitasnya menurun tajam: kurang dari 400 kglha. 57 Ketika petani menghadapi masa1ah keasaman tanah di tahun 1960, mereka tidak menemukan satu cara pun untuk mengatasinya5• Satu-satunya ja1an keluar mereka ada1ah meninggalkan lahannya dengan harapan akan kembali dan dapat membukanya kembali sete1ah diberakan beberapa tahun. Kesuburan Tanah Menurun Drastis Sete1ah sekitar 10 tahun ditanami padi, kesuburan tanah berkurang. Tanah di daerah itu relatif miskin akan unsur hara. Unsur kesuburan tanah yang diperoleh dari kompos tunggak pohon cepat terserap. Gambut yang ada pada saat pembukaan hutan dibakar pada tahun pertama dan digunakan sebagai pupuk. Pennukaan tanah bagian atas, lapisan antara gambut dan tanah liat, yang kaya akan bahan organik, berkurang dari tahun ke tahun karena pengolahan tanah dilakukan dengan tajak. Gambar 20. Eva/usi Lapisan Tanah yang Dibuka untuk Persawahan Tunggul yang membusuk Tanah -+ gambut Tanah -+ /ambab Tanah~ I/al ----,. awal pembukaan setelah 2 tahun setelah 7 tahun Kesuburan Tanah yang Bergantung Penggenangan Petak Menurut beberapa petani, sumber kesuburan tanah terletak dalam lapisan bergambut. Cara tradisional menjaga kesuburan tanah ada1ah dengan menerapkan sistem ambur, yaitu membiarkan sisa babatan (ketika menyiapkan 1ahan pertanian) membusuk dalam petak. Teknik itu benar-benar terkait erat dengan masa1ah pengendalian tingkat air dalam petak. Namun, untuk menjamin genangan air dalam petak, sistem irigasi-drainase dan tabat belum cukup efisien terutama di petak yang letaknya jauh dari muara. Di area yang terletak di luar jangkauan pasang surut, airnya tidak dapat terkendali. Kondisi penggenangan yang berubah-ubah menghambat peremajaan kesuburan tanah. Masa1ah kesuburan tanah meningkat ke hulu handil. Ungkapan seorang petani: "air menjamin kesuburan tanah!" menggambarkan keterkaitan hubungan yang erat antara air dan tanah. Kesuburan tanah itu merupakan isti1ah yang diciptakan yang didalamnya terkandung makna bahwa unsur air sangat penting pengaruhnya. Pengelo1aan air merupakan kunci perkembangan fisik, kimiawi dan bio1ogis tanah yaitu kesuburannya. Air merupakan sahabat sekaligus musuh yang harus dijinakkan. Pengalihan kesuburan tanah da1am petak hanya mungkin teIjadi jika genangannya diatur. Pengo1ahan tanah yang mengandung asam sulfat juga bermasalah. Untuk jenis tanah ini, drainase yang 5 Pupuk dan kapur belum tersedia di Kalimantan Tengah pada waktu itu. 58 .BllbII berlebihan dan penggenangan yang berkepanjangan harns dihindari. Drainase area yang rendah membebaskan kadar asam yang terkumpul karena kondisi air yang menggenang. Efek yang besar terhadap tata air menyatakan perlooya pengelolaan bersama, tanpa itu, pengontrolan tidak teIjamin. Pengelolaan Lahan secara Bersama Apapoo alasannya, kepergian sejumlah kecil penduduk handil mengganggu kestabilan warga secara keseluruhan. Penduduk di sekitarnya pun ikut pergi. Akhirnya daerah itu poo ditinggalkan. Lahan yang diabaikan oleh beberapa petani mellÎmbulkan berbagai dampak. Dengan ditinggalkannya petak-petak dan pemukiman di sepanjang handil, segera moocul masalah tentang pemeliharaan handil. Oleh karena jumlah orang yang bekeIja di handil berkurang, keIja kolektif makin lama makin diabaikan. Handil dan parit tersumbat karena adanya gulma dan lumpur yang terkumpul di dasar saluran itu. Kondisi draînase menjadi memprihatinkan. Masalah tersebut makin berat dirasakan di hulu handil. Air yang menjadi masam akibat pencucian tanah tidak dapat mengalir dan tergenang. Air tersebut tidak baik untuk diminum. Orang yang tinggal di daerah itu terpaksa meninggalkan lingkungan yang menjadi kumuh, untuk menempati pemukiman lebih dekat dengan sungai. Pola tanam bersama dapat pula mencegah serangan hama. Supaya petani tetap dapat menanam di daerah yang cocok bagi predator, ketentuan dan praktik tani yang utama dilakukan adalah dengan carn serempak tanam. Semua petani yang diwawancarai menandaskan ketentuan itu terus diterapkan. Padahal, selama lahan ditinggalkan, banyak petani Palingkau memiliki lahan persawahan yang terletak di antara petak yang ditinggalkan. Dengan cepat, penghasilan mereka menurun taj am akibat serangan harna terutama tikus. Karena tidak berdaya mengatasinya, akhimya mereka meninggalkan lahannya. Tanam serempak mengurangi risiko kebakaran. Petak yang ditinggalkan menjadi tempat tumbuhnya semak belukar, tumbuhan yang mudah terbakar. Petak itu akan mengakibatkan dampak negatif bagi lahan di sekitamya yang ditanami. Jadi semua petak haros dirawat untuk mengurangi risiko kebakaran. Penataan Kembali Lingkungan Dalam bagian ini dipaparkan contoh penataan kembali lahan oleh masyarakat Banjar, setelah ditinggalkan. Contoh itu memberikanjalan keluar ootuk mengatasi masalah rapuhnya lingkungan. Membatasi Area Pengembangan Sebelum ditinggalkan, handil-handil dikembangkan hingga mencapai 10 km. Ketika ditinggalkan, penduduk pindah ke pinggir sungai dan handilnya digarap sepanjang tiga atau empat kilometer saja. Kawasan itu sama dengan area yang teIjangkau oleh pasang surut. Pengelolahan air sudah cukup baik bagi lahan yang telah dikembangkan. Padahal, sistem peremajaan tanah tidak cukup begitu saja. Untuk menjaga kesuburan tanah, beberapa petani menyempumakan berbagai cara. Dengan cara itu, daerah yang telah dikembangkan dapat dipertahankan lebih lama. 59 Garam sebagai ja/an ke/uar sementara Untuk mengatasi menurunnya 1apisan gambut secara bertahap dan muncu1nya tanah 1iat, sejum1ah petani menggunakan garam. Hal itu dilakukan sejak tahun '60-an. Pemberian garam dimaksudkan untuk me1unakkan tanah 1iat. Dampak positif yang dirasakan hanya berlangsung se1ama lima tahun pertama. Kemudian, pemberian garam secara terus menerus mengakibatkan tanah menjadi berpasir. Cara itu hanya memberikan perbaikan sementara da1am jangka pendek. Sekarang ini, cara itu masih sering dilakukan tetapi garam yang digunakan te1ah disu1ing yang mengurangi kerusakan tanah. Pemupukan Di tahun '80-an, pengena1an pupuk mengubah sistem pengembangan yang lama. Mu1ai saat itu, petani dapat mengatasi kekurangan unsur kimia tanah dengan menggunakan pupuk. Dengan cara ini, mereka mempero1eh 7 kalenglborong, sementara tanpa pupuk, mereka hanya mempero1eh 5 kaleng. Perkebunan Perkebunan merupakan ja1an ke1uar yang pa1ing efisien dan ekonomis yang ditemukan petani untuk mengatasi penurunan kesuburan 1ahan sawah. Kesuburan tanah yang rendah pada awa1nya, dipusatkan di kaki pohon me1a1ui pemberian kompos. Cara seperti itu memer1ukan tenaga keIja banyak. Akibatnya, pohon menjadi pengikat bagi para petani. Mereka yang menanam rambutan di Palingkau dalam tahun 1970-1980, sebe1um mencari 1ahan baru untuk persawahan, se1a1u tingga1 di Palingkau. Mereka pergi ke sawah hanya pada masa keIja tani. Pembukaan Lahan Baru Masyarakat Banjar tidak segan-segan berpindah untuk menanam padi di 1ahan yang produktivitasnya 1ebih baik. Dalam tahun 1970 dan 1980, terdapat arus pendatang yang membuka hutan dan membangun handil. Di Terusan, ter1etak di bawah Kapuas, lima jam dengan perahu dari Pa1ingkau, arus pertama membuka hutan menje1ang tahun 1971. Arus kedua, merupakan penduduk handil Pa1ingkau Besar sekarang ini, yang menetap pada tahun 1981. Daerah yang ditempati itu dekat dengan unit transmigrasi yang dibuka tahun 1980. Penempatan penduduk terus berlanjut secara bertahap hingga sekarang, tetapi, tampaknya sekarang ini penghasi1an menurun. Mereka hanya mempero1eh 1,8 ton/ha (5 kalenglborong) dalam beberapa handil. Jadi, banyak pemi1ik te1ah menjua1 kemba1i 1ahannya. Beberapa kawasan baru memi1iki hambatan tertentu, jadi kondisi pengembangan berbeda sedikit dengan kondisi di Palingkau. Di Terusan misalnya air asin naik ketika musim kemarau. 60 Bab Il KESIMPULAN Hambatan-hambatan Iingkungan dan terbatasnya upaya perbaikan, yang dinyatakan dalam sejarah pertanian masyarakat Palingkau tidak hanya terbatas pada Palingkau. FIuktuasi dalam pengembangan merupakan masaiah yang terus beruiang-ulang di daerah sekitar Palingkau. Misainya di wilayah utara hingga ke desa Muara Dadahup yang terIetak beberapa kilometer dari Palingkau, desa terakhir yang dikenai pengembangan handil dan memanfaatkan pasang surut untuk penanaman padi di selatan Palingkau yakni di tanggui yang berseberangan dengan Kapuas Murung. Handil-handil itu telah dibuka sepanjang beberapa kilometer, kemudian ditinggalkan sebagian karena masaiah meningkatnya kemasaman tanah, penurunan kesuburan tanah, dan serangan hama. Masyarakat Banjar mengembangkan kawasan yang sangat rapuh sehingga usaha perbaikan terhadap sumber alam hanya mungkin dilakukan secara bersama. Jika saiah satu dari unsur pengeIoIaan itu saiah atau gagaI, dan unsur Iain yang mengganggu keseimbangan kepekaan Iingkungan, keseluruhan sistem itu dalam bahaya. 61 BAB III PROSES BERPRODUKSI DAN RIWAYAT HIDUP PETANI Bab III KRITERIA PEMBEDA PETANI Pemilikan dan Pemakaian Lahan Pemakaian Langsung: Pemilik Penggarap Setelah dibuka, tanah menjadi milik perorangan. Tidak ada tanah yang dimiliki secara bersama. Bukti kepemilikan yang masih berlaku adalah surat yang diberikan oleh orang yang memimpin pembukaan lahan. Waktu itu dikenakan biaya RpIO.OOO,OO/bagian. Kepala handil (atau keturunannya) untuk selanjutnya mengawasi semua transaksi tanah. Sekarang ini, kelurahan berupaya untuk mempertegas hak pemilikan tanah dengan mengganti surat-surat itu dengan sertifikat. Namun, ia terbentur pada masalah sulitnya mengetahui luas tanah yang dimiliki, karena hal itu terkait dengan masalah pembayaran pajak bumi. Dalam hal kelangsungan pemilikan tanah, diperoleh penjelasan yang berbeda-beda selama pencarian data. Beberapa petani menyatakan bahwa hale kepemilikan berlaku untuk seterusnya begitu selesai membuka dan mengembangkan lahannya. Yang Iain mengatakan bahwa setelah lima tahun tanah itu ditinggalkan, hak pemilikan itu hilang, tanah menjadi milik negara, dan kepala handil bertugas membagibagikan. Pemakaian Tidak Langsung: Sewa dan Bagi Hasil Jika tenaga kerja dalam keluarga tidak lagi mencukupi untuk melakukan kerja tani atau jika pemilik tidak dapat lagi mengerjakan lahannya sendiri, ada tiga kemungkinan: menyewakan, bagi hasil dan mengupahkan. Jika disewa, orang yang mengerjakan lahannya harns membayar sejumlah tertentu sesuai dengan luas lahan yang disewa. Jwn1ah itu, yang telah disepakati dengan pemiliknya, pada umumnya dibayar dengan hasil panen. Pada umumnya, jwn1ah itu kira-kira sebanyak 10 kg padi/borong. Membagi hasil dalam bahasa daerahnya disebut /caron. Orang yang mengerjakan lahannya harns membayar pemiliknya sesuai dengan panen yang ia dapatkan. Pembagian hasil panen bergantung pada siapa yang menyediakan sarana produksi. Jika si penyewa memberikan bibit dan pupuk, ia mendapatkan 2h dari hasil. Jika si pemilik memberikan bibit dan pupuk, masing-masing memperoleh separuh dari hasil panen. Dalam kontrak /caron, risiko menurunnya produksi ditanggung oleh kedua belah pihak, sementara dengan cara sewa, pemilik selalu memperoleh bagian yang tetap. Sistem kontrak yang sering dijumpai di Palingkau adalah sistem bagi hasil (kontrak karon) karena hasil per hektare selalu rendah. Dengan cara itu, risiko kegagalan ditanggung bersama. Namun, jika hasilnya menurun tajam, di bawah satu ton/ha (tiga bleklborong), lahan cenderung akan ditinggalkan karena kedua belah pihak tidak lagi memperoleh keuntungan untuk melanjutkan pengolahannya. Ketersediaan Lahan: Relatif Terbatas di Palingkau Ketersediaan lahan di Palingkau makin berkurang. Semua lahan ada pemiliknya bahkan tanah yang tidak digarap pun; sebagian besar tanah telah dibuka dan meskipun tempat tinggal perniliknya jauh, ia dapat mempertahankan haknya. Situasi tersebut menyebabkan macetnya pasaran lahan. Sekarang ini, orang-orang yang menjual tanahnya karena ingin mewujudkan suatu rencana tertentu: terjun di bidang 65 perdagangan atau menunaikan ibadah haji. Petani lainnya menjual tanahnya karena tidak adanya ahli waris yang mengambil alih. Sejak adanya PLG satu juta hektare, dan berkat adanya pembangunan infrastruktur seperti jalan dan telepon, menjadikan Palingkau sebuah kota. Permintaan akan tanah makin lama makin besar, sehingga harga tanah meningkat dengan cepat. Harga tanah bergantung pada pemakaiannya: sawah, kebun rambutan atau lahan kosong. Akan tetapi, harga antara lahan persawahan dan kebun rambutan agaknya hampir sama: kebun seluas 0,7 hektare dengan 100 pohon rambutan yang berumur 15-an tahun (yaitu 25 borong) senilai Rp 2.500.000,00 (Rp 100.000,00/borong) dan 1 hektare persawahan dijual sebesar Rp 3.000.000,00 yaitu Rp 100.000,00/borong. Namun, untuk tanah kosong sulit ditentukan harga standarnya. Harga-harga itu bergantung pada potensi produktivitas lahan, juga bergantung pada posisi lahan di handil, lamanya pengembangan, sekaligus jumlah tetangga sekitarnya. Berdasarkan contoh, harga tanah di sepanjang handil yang telah ditinggalkan sejak 10-an tahun adalah dari tahun pertama dibukanya kembali: Rp 6.000,00/borong (yaitu Rp 20,OO/m2). Pada tahun berikutnya, jumlah penduduk meningkat pesat, harga cepat meningkat, dapat mencapai Rp 100.000,00/borong yaitu Rp 346,00/m2). Sekarang ini, harga tanah bergantung juga pada jauh tidaknya dari jalan-jalan barn yang dibangun sejak dua tahun yang melewati Palingkau dan menghubungkan kota Kapuas. Di sepanjang jalan baru itu, harga-harga yang melonjak menunjukkan bahwa di tempat itu terdapat potensi pasar. Berbagai macam jenis perdagangan muncul: toko bahan makanan, warung-warung kecil, bengkel motor dU. Perolehan Lahan Membuka lahan barn membutuhkan modal awal sebanyak biaya keperluan keluarga petani selama mengerjakan lahan itu. Pembukaan hutan merupakan urusan kepala keluarga yang memerlukan waktu lama. Hal itu tidak memungkinkannya untuk mencari pekerjaan sampingan. la tidak meninggalkan tempat selama satu hingga dua bulan dan keperluan-keperluannya diperkirakan mencapai Rp 100.000/bulan. Beberapa petani yang mampu dapat membayar buruh harian sebesar Rp 4.000,00/hari. Bagi penduduk setempat, bertransmigrasi dianggap sebagai cara untuk memperoleh tanah dengan biaya murah dan tidak banyak mengeluarkan tenaga. Departemen Transmigrasi dan PPH menawarkan kepada penduduk setempat pemilikan lahan seluas 2 hektare, sebuah rumah dan jaminan hidup serta sarana produksi untuk penanaman selama 1,5 tahun. Banyak pasangan muda tertarik, tetapi keinginan itu tertahan dengan adanya larangan bekerja di luar UPT selama lebih dari tiga hari seminggu selama mendapat jaminan hidup. Lahan dapat pilla diperoleh dengan cara membeli. Petak diukur dalam borong (1 depa= 1,7 meter). Penjualan dilakukan dengan cara borong, sama dengan 10 x 10 depa, yaitu 289 m2• Kepala handil sebagai perantara dalam transaksijual beli tanah. la menetapkan kisaran harga jual dan turut serta dalam pengambilan keputusan. Karakteristik Lahan Usaha: Jenis dan Luas Lahan Data yang tepat mengenai luas total yang dimiliki oleh setiap petani sukar diperoleh. Satu-satunya data yang diperoleh adalah daftar yang dibuat oleh kepala handil. Padahal, daftar-daftar itu pada umumnya tidak lengkap dan hanya memper66 Bab III hitungkan lahan yang dimiliki oleh petani di handil itu. Dengan mewawancarai langsung beberapa petani, tidak mungkffi pula diketahui secara pasti luas total yang mereka miliki. Lahan-lahan yang ditinggalkan sejak beberapa tahun pada umumnya bukan merupakan modal kekayaan bagi pemiliknya. Petani rata-rata memiliki lahan seluas 2 hingga 3 hektare; ada pula yang merniliki lahan seluas 0,5 atau 4 hektare meskipunjarang. Luas lahan yang dimiliki dan yang digarap merupakan salah satu faktor yang membedakan petani. Luas total lahan yang dimiliki menyebabkan perbedaan antara petani kaya dan petani pemula. Jenis petak yang diperoleh (persawahan atau kebun rambutan) berpengaruh juga dalam tipologi petani. Beberapa kriteria pembeda Iain agaknya dipakai untuk membuat tipologi. Bab-bab sebelumnya menjelaskan seberapa jauh pengaruh gerakan air pasang terhadap sawah dan pekarangan. Letak tanah dalam handil sangat penting. Sawah yang terletak dekat muara handil tidak memiliki potensi agronomis sama dengan sawah yang terletak di ujung handil. Kebun-kebun tidak begitu sensitif terhadap letak di handil jika drainase dilakukan secara efisien. Jadi nilai tanah di setiap handil tidak sama, masing-masing mempunyai kondisi alam yang berbeda-beda. Pemanfaatan Tenaga Kerja Pertanian dengan Tenaga Manusia Pada hakikatnya, sistem pertanian Banjar sangat memerlukan tenaga keIja. Tenaga keIja merupakan faktor produksi yang jarang di Kalimantan, sementara lahan yang tersedia banyak. Luas Kalimantan 540.000 km2 hanya diduduki oleh beberapa juta orang. Kepadatan penduduknya rata-rata mencapai 5 jiwa/km2 • Untuk menyesuaikan dengan kondisi tersebut, penduduk telah menerapkan upaya pengembangan yang tidak menuntut banyak tenaga keIja. Upaya itu terutama diarahkan pada pemilihanjenis tanaman dan cara tanam: kebun buah-buahan yang mampu bertahan hidup meskipun dengan perawatan ala kadarnya, varietas padi lokal yang tidak banyak memerlukan perawatan ... Di samping itu, upah buruh yang tinggi membuktikan jarangnya tenaga keIja tani. Upah buruh mencakup 30% dari produksi kotor dari lahan padi lokal seluas satu hektare, sementara sarana produksi hanya memerlukan 4% dari produksi kotor (lihat indeks 4). Jadwal Kerja dan Puncak Kegiatan Jadwal keIja tani dalam Hari Orang KeIja (HOK) dipaparkan berikut ini. Sebagai contoh, masa keIja tani untuk menggarap lahan satu hektare sawah dan kebun rambutan dengan 100 pohon bagi petani Palingkau. Jam keIja bagi laki-Iaki di Palingkau 7 jamlhari: dimulai pagi hari pukul 7.00 hingga pukul 10.00-11.00 dan setelah istirahat mulai pukul 14.00 hingga pukul 17.00. Beberapa petani mengatakan bahwa luas maksimal sawah yang dapat dikeIjakan oleh anggota keluarga (satu keluarga rata-rata terdiri dari ayah ibu dan tiga hingga empat anak yang masih sekolah) seluas satu hektare. Beberapa kegiatan keIja seperti tanam padi dan panen haros diselesaikan dalam waktu singkat: penanaman terakhir dalam waktu 15 hari, panen sekitar 10 hari sehingga hal itu menuntut anggota keluarga untuk bekeIja penuh. Jika luas lahan yang diolah melebihi batas 67 maksimal, maka diperlukan buruh. Analisis grafik ini menunjukkan dengan jelas bahwa tidak ada kegiatan kerja tani pada musim kemarau. Waktu kosong itu dimanfaatkan untuk mencari pekerjaan Iain, artinya bekerja di luar usaha pertanian. Gambar 21. Jadwal Kerja Tani 1 musim hujan 1 l~~~~-~~~~ +------ 1 musim Iœmarau 1 +--+ ••c---------__ ~c---------------+ penyerœlan 1.5 hart ("'go/) tlnam parll~ 7 harl penyiangan 5 horI penen nIII"butan perlWlt.n 2 bulon 10 hlirl => penyilpen "hln 25 harl panen 3Ohl,I r::::~~~::::J (/acaIc) == Waktu yang dicurahkan untuk kerja samplngan Petani Multiusaha Penduduk Kalimantan merupakan penduduk perantauan. Karena terdorong oleh rasa ingin tahu, keinginan akan hal-hal yang barn, mereka suka merantau. Kebanyakan petani muda sebelurn menetap dan menikah, menje1ajahi Kalimantan untuk mengadu nasib yang lebih baik. Orang yang diwawancarai menceritakan pengembaraannya untuk mencari kesempatan kerja yang menguntungkan: mendulang emas, bekeIja di perusahaan kayu, meramu obat-obatan dari akar pohon dengan menerapkan cara pengobatan tradisional suku Dayak dan sekarang ini ada yang menjadi penjual bakso. Namun, setelah menikah, tugas utamanya adalah menghidupi keluarganya. Maka ia mulai memikirkan bagaimana memperoleh tanah. Yang dipikirkan kepala keluarga adalah bagaimana memperoleh cukup uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Produksi pertanian haros mendatangkan uang yang dapat terkumpul pada waktu panen. Di luar itu, keIja sampingan sangat diperlukan. Istilah "cari uang" sangat bermakna. Kepala keluarga berangkat mencari keIja sampingan jika uangnya habis dan kembali setelah cukup memperoleh uang, sekitar 15 hari kemudian. la akan memanfaatkan tenaganya, yang merupakan faktor langka di Kalimantan, yang kaya akan surnber daya alam. Kesempatan kerja banyak, misalnya buruh tani harian, pengrajin, pengolahan surnber daya alam (kayu, ikan), perdagangan, angkutan. Pendapatan harian rata-rata mencapai Rp 12.000,00 pada musim kemarau. Kesempatan keIja lebih banyak pada masa itu. Musim hujan terutama digunakan untuk melakukan kegiatan pertanian. Kegiatan petani Palingkau banyak macamnya. Kegiatan utamanya sulit ditentukan. Apakah ia cenderung sebagai petani, pengrajin, nelayan, pedagang atau sebaliknya? Ciri utamanya adalah kemampuannya beradaptasi. Agaknya mereka tidak meng68 Bab III khususkan diri pada satu kegiatan; ia siap beralih profesi (mengubah kegiatannya) begitu ada kesempatan yang lebih baik. Hal itu merupakan pilihan hidup: beberapa petani lebih suka menangkap ikan, kegiatan yang terkait dalam hal gaya hidup dan merupakan kesenangannya berpetualang sebagai pionir (bagaimanapun juga para nelayan tidak: akan mengubah kegiatannya). Yang lainnya berdagang agar menjadi kaya. Tabe/3. Keanekaragaman Kegiatan TIpe kerJa dan kegfatu -----~~- 10.000 - Membuka areal transmigrasi - Menebeng pohon galam dan menjual batangnya sebagai ka 20.000 ban I.OOO.OOO/bulan - Memotong kayu pada perusahaan kayu - Memotong geJondongan kayu galam menjualnya sebagai ka J 1 m! ng} Upah huian (ftp/bart) ...... 7._000_--I - Tukang batu - Sopir angkutan umum - Menangkap ikan Sekarang ini, pasaran kerja terbuka lebar. Kesempatan kerja banyak dan beragam, jadi ada jaminan untuk mendapatkan pekerjaan yang menopang unit produksi menjadi kuat. Ada kemungkinan bahwa situasi yang baik di lapangan kerja terus berlanjut dan bahkan menjadi kuat berkat pusat kegiatan banyak diciptakan dengan munculnya PLG satu juta hektare. Waktu yang disediakan untuk pertanian dan kegiatan sampingan berbeda pada setiap petani. Beberapa petani mengembangkan kegiatan di bidang perdagangan atau kerajinan yang lama kelamaan menggantikan kegiatan tani. Yang lainnya, lambat laun meningkatkan kepemilikan tanahnya dan meluangkan waktu sepenuhnya untuk bertani. Jenis pekerjaan di luar bidang pertanian dan banyaknya waktu yang disediakan untuk masing-masing sektor kegiatan kepala keluarga merupakan suatu kriteria pembeda yang menentukan tipologi petani di Palingkau. Berbagai Sumber Tenaga Kerja dan Pemanfaatan Petani lebih mengutamakan penggunaan tenaga kerja keluarga dan gotong royong antar petani. Jika ia memiliki beberapa hektare lahan atau ia sangat sibuk dengan pekerjaan sampingannya dan ia mampu memberi upah, ia menggunakan buruh harian. Tenaga Anggota Keluarga Kepala keluarga mempunyai tugas beragam. la mengerjakan beberapa kegiatan tani sendiri atau dibantu orang Iain. Di sawah, ia menyiapkan padi dengan tugal, penanaman dan panen dengan ani-ani. Untuk perawatan pohon rambutan, ia melakukan penyiangan dua kali setahun dan memupuk pohon-pohon sekali setahun dengan menggunakan kompos buatan sendiri. Dalam beberapa tugas, ia dibantu istri danjuga anak-anaknya jika sudah mampu melakukan kerja tani di luar jam sekolah. la juga dibantu buruh harian pada masa tanam padi terakhir pada bulan Maret-April 69 dan panen pada bulan Agustus. Antara masa kerja tani, ia memiliki waktu luang yang panjang untuk mencari kerja sampingan. Jadi, ia mengolah sumber alam: kayu, ikan, emas dU atau mencari keIja di kota. Ibu ikut serta dalam penanaman padi dan panen dengan ani-ani. Di samping itu, beberapa wanita menjadi buruh harian selama masa panen. Kegiatan sejumlah besar wanita di daerah itu adalah menganyam kercut yang disebut ''puran''. Puran tumbuh di daerah berawa. Para wanita bekerja selama 5 hingga 7 jam per hari, 6 hari per minggu. Pada hari ketujuh dimanfaatkan untuk menjual tikar dan topi hasil kerajinan. Anak-anak terutama membantu orang tuanya memetik buah. Pekerjaan itu dilak:ukan oleh anak kecil yang berumur kurang dari 10 tahun karena mereka paling gesit dan lincah jika memanjat pohon untuk memetik rambutan atau buah-buahan lainnya. Tenaga anak-anak merupakan tenaga yang tidak terlalu mahal yang hanya dibayar beberapa rupiah untuk uang jajan dan diberi beberapa buah untuk dimakan di tempat. Anak-anak membantu orang tuanya pada masa petik rambutan: anak laki-Iakinya memetik buah dan anak perempuan mengikat buah (satu ikat 10 buah). Menangkap ikan di saluran dan sungai juga merupakan salah satu kegiatan anakanal<:. Pada usia kira-kira 10 tahun, anak perempuan juga membantu ibunya menganyam puran. Anak-anak perempuan dapat segera bekerja sehari penuh bila sudah tidak sekolah. Anak-anak juga membantu orang tuanya di sawah: menanam dan memanen padi jika mereka sudah cukup mampu mengerjakannya. Kerja 8ama dan Gotong Royong Antar Petani Gotong royong dilakukan untuk keIja tani yang harns diselesaikan dalam waktu yang singkat seperti pada waktu tanam padi terakhir. Petani lebih suka melakukan keIja sama dengan dua atau tiga orang daripada membayar buruh harian. Dengan cara itu, petani lebih semangat bekeIja dan tidak cepat merasa bosan. Kerjasama dilakukan khususnya dalam hal pemasangan pintu (tabat) pada musim tanam demikian pilla dalam hal pemeliharaan handil. Namun, sejak proyek peremajaan handil setahun yang lalu, tugas itu diambil alih oleh pemerintah. Buruh Harian Upah diberikan secara harian dan disesuaikan dengan kerjanya. Pembayaran bergantung pada luas lahan yang dikeIjakan yaitu per borong atau per blek. Buruh harian umumnya penduduk setempat. Sebagian besar dari mereka adalah anak muda yang masih bujangan dan tinggal bersama orang tuanya. Mereka tidak memiliki lahan sendiri dan tidak memiliki pekeIjaan tetap. Yang lainnya adalah para kepala keluarga yang mencari tambahan untuk menopang kebutuhan keluarga sehari-hari. Namun, buruh dari daerah Iain juga ikut serta selama musim panen pada bulan Juli dan Agustus. Buruh di daerah setempat tidak mencukupi, sementara padi yang sudah terlalu masak, rontok. Buruh dari Kalimantan Selatan, pada umumnya yang berasal dari daerah Hulu Sungai datang untuk ikut serta dalam kerja tani tersebut. Petani hanya menggunakan tenaga upahan untuk kegiatan yang tidak dapat dilak:ukan oleh anggota keluarga atau dengan gotong royong. Oleh karena terbentur masalah stadium fisiologis tanaman, perkembangan kondisi cuaca yang diperkirakan, dan kegiatan sampingannya, petani terpaksa menggunakan tenaga upahan untuk mengatasi masalah mendadak. 70 Bab ln Tanam pertama (/acak) Rp 2.500/borong 1Penyjapm~ (tajak+ auglrot) ___ ~ _ o Rp 5.000/borong Tanam terakhir ~--- Rp 3.000/borong ---- - Hampir Rp 5.00Qlhari 1 Panen Rambutao latan tan! Pembuatan tokong Rp 1.500/tokong (l depa persegi) Perawatan pohoo Rp25.000 Panen Rp 101 ikat: Rp 5 untuk pemetik dan Rp 5 untuk tukang ikat Masa tanam terakhir menyebabkan petani berada dalam situasi yang sulit: ia haros menanam padi sebelum padi terlalu tua dan sebelum air di petak mulai berkurang supaya hasil panen tidak menurun. Oleh karena itu, ia terpaksa menggunakan tenaga upahan untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Dalam hai panen, karena kendala yang sama, petani terpaksa pula menggunakan tenaga upahan: panen dengan ani-ani memerlukan banyak waktu, padahai padi yang sudah terlaiu masak haros cepat panen karena mudah rontok. Dengan demikian, petani haros dapat menyelesaikan kerjanya dalam waktu yang singkat. TIPOLOGI DAN RIWAYAT HIDUP PETANI Kriteria utama yang dapat membedakan petani adalah Iuas Iahan (sawah dan perkebunan) dan waktu yang disediakan untuk kegiatan pertanian dan kegiatan sampingan. Ada tiga kelompok besar jenis petani. Masing-masing kelompok besar itu terbagi atas sub-sub kelompok jenis petani. Tipologi disajikan dalam bentuk biografi. Hubungan antara jenis-jenis dijelaskan meIaIui dinamika perkembangan dalam beberapa waktu. Perbedaan jenis-jenis petani dapat di lihat pada tabei di bawah ini. Tabe/5. Tipa/agi -- - ......- ~ I-A Pertanian sebagai kegialan ulama pelani: "Petani pemilik yang kaya" npel npell PCfImi Kawakan Petani dengan usaha sampingan ~~ 1 npelll -- Petani sebagai pe\œJjaan sampingan ~~ I-B I-e II-A II-B III-A III-B Petani yang beralih usaha ke perdagangan Pelani paruh waktu: "3 jenis masukan"; padî, rambulan, kerja sampingan Pelani muda Pelani Pedagang Pegawai negeri Karon 71 Tipe 1: Petani Kawakan Tipe /-A-t: Petani Sawah Riwayat Hidup Pak Sawong Sawong lahir di Dadahup, desa Dayak yang terletak sekitar 20 km dari Palingkau. Di Dadahup, pengembangan kawasan yang dilakukan tidak ada kaitannya dengan cara yang diterapkan di Palingkau. Di tempat itu, hutan digunakan untuk menanam rotan, dan saluran aimya merupakan sumber ikan yang tak terhingga banyaknya. Namun, ia bertempat tinggal di Palingkau setelah menikahi wanita Banjar yang berasal dari desa itu dan setelah belajar pertanian di SMA Kapuas. Sekarang, ia berumur 45 tahun. Dua dari tiga anaknya rnasih sekolah. Istrinya membantunya dalam usaha. la mengurusi panen rotan di Dadahup selama suaminya itu mengawasi sawahnya di Palingkau. la juga ikut serta menanam dan panen padi. Akan tetapi, bantuan tenaga anggota keluarga itu tidak begitu berarti. Pemilikan Tanah la memiliki tiga hektare sawah, dua hektare di antaranya diwarisi oleh mertuanya dan satu hektare dibelinya pada tahun 1970. Di sawahnya, ia menerapkan pola tanam sawit-dupa (/5 hektare) dan 2,5 hektare lainnya ditanami varietas lokai. Kemudian pada tahun '70-an satu hektare bekas sawahnya ditanami 100 pohon rambutan (umur pohon lebih dari 25 tahun). Kegiatan Sampingan Ketika masih bujangan, ia melakukan segala jenis pekeIjaan: pembabatan hutan, menangkap ikan dU. Setelah menikah, ia tinggal menetap di rumah pemberian mertuanya. la memiliki kebun rotan di Dadahup yang hasilnya dibagi dengan saudara-saudaranya. Kegiatan di Sektor Pertanian la ketua kelompok tani di handilnya. Jabatan itu menjadi penting selama dua tahun terakhir dengan program pemerintah tentang intensifikasi penanaman padi tradisional di lahan PLG satu juta hektare. Perannya adalah memperkenalkan teknikteknik baro seperti pemakaian herbisida, traktor dan penanaman varietas padi dengan siklus pendek: IR66. Petani yang sungguh-sungguhlah yang meluangkan banyak waktu di lahannya dan terbuka terhadap hal-hal yang inovatif. Dalam pendapatan bulanan, belum diperhitungkan pendapatan yang diperoleh dari hasil kebun yang dimiliki di Dadahup. Dengan demikian, ia mendapatkan paling sedikit Rp 480.000,OO/bulan. Jadi, data tabel di atas hanya pendapatan yang diperoleh dari hasil pertanian di Palingkau. 72 Bab rn rabe/6. Perhitungan Pendapatan Pertanian (ripe /-A-1: Petani Sawah) JeDIa pl'Clduksl Lau ---, ....------..... Pend.patan kotor Harp _ nta-rata _ _ _ _- ' L --' (Rp) Produksf rata-rata Padi lokal Rp 620/kg (Rp 65001blek) 4.436.250 Rp SOOOIblek 437.500 Rp 125/10 buah 2.500.000 Hasil kotor(Rp) 15.000 170.000 90.000 37.500 Bibit Pupuk Pestisida (tikus) Herbisida Total: 312.500 Padi lokal Padi unggul Rambutan ------ Total: 7.373.750 Laba kotor 7.060.150 Upah di sawah 1.000.000 Pemetikan rambutan 300.000 Penyusutan kebun Pflid. ataD bersib (Rp) 4.436.250 437.500 2.500.000 10.000 _~ .....rL- R S.751.250/tahUD __II_ _ Pendapatan rata-rata Rp 480.000/bulan Kelerangan : Padi untuk konsumsi sendiri lermasuk da/am pendapalan pelani. Logika dan Strateginya Penanaman padi digunakan untuk memenuhi kebutuhan swasembada pangan tahunan juga produksi beras itu digunakan untuk membiayai usaha tani dan mengatasi keperluan-keperluan khusus. Dari hasil penanaman rambutan yang di panen memberikan masukan uang dalam jumlah besar pada bulan Januari dan Februari, digunakan untuk membayar upah buruh pada saat keIja tani besar-besaran dalam penyiapan lahan dan tanam padi lokal pada bulan Maret dan April. Bila surplus akan disimpan dan ditabung. Pendapatan Iain yang diperoleh adalah dari kebun rotan, hasil dari tanaman itu memungkinkan petani untuk membeli sejumlah gabah sepanjang tahun. Petani mengumpulkan beras pada saat harga murah dan menjualnya pada saat harga naik selama musim paceklik pada bulan Juni, tepatnya sebelum awal masa panen. Bagi petani seperti Pak Sawong, pengenalan herbisida merupakan "revolusi besarbesaran". Golongan petani yang memiliki sawah luas terpaksa menggunakan buruh harian untuk melakukan penyiapan lahan dengan tajak. Bila tenaga keIja langka, upah buruh harian menjadi mahal. Sementara, dengan menggunakan herbisida, ia dapat mengeIjakannya sendiri; biaya produksi menjadi lebih murah daripada biaya buruh tani yang dikeluarkan sebelumnya. Berikut ini dipaparkan data mengenai penghematan waktu dan uang setelah menggunakan herbisida. 73 1 hari 445.000 Dapat disimpulkan bahwa, penyiapan lahan satu hektare dengan menggunakan herbisida menjadi lebih murah daripada petani menggunakan buruh harian untuk melaksanakan kerja tani. Dengan menghitung penghematan hari kerja, dapat diketahui keuntungannya setelah menggunakan herbisida: penyiapan lahan hanya berlangsung tiga hingga lima hari sementara dengan tajak diperlukan waktu 25 hari. Berkaitan dengan masalah varietas unggul dengan siklus pendek, petani tersebut mencobanya sejak dua tahun. Sebagai "petani sawah unggul": ia siap meluangkan waktunya di sawah untuk: memperoleh hasil panen yang lebih besar. Dalam hal ini, ia mencoba berbagai varietas padi unggul di sawahnya. Tipe /-A-2.· Petani Rambutan Riwayat Hidup Pak Kutin Orang tua Pak Kutin berasal dari Kalua, kota di provinsi Kalimantan Selatan (Hulu Sungai). Pada akhir tahun '50-an, ayahnya mencari lahan kosong untuk dijadikan sawah. la membuka hutan di Palingkau. la bergabung dengan ayahnya pada tahun 1965 setelah selesai belajar di pondok. Di akhir tahun '60-an, mereka meninggalkan tiga hektare sawah yang telah dibukanya. Sekarang ini, area itu menjadi daerah transmigrasi. Mereka menetap di handil Palingkau Besar, dekat desa Palingkau. Kemudian, ia menikah dengan gadis dari handil itu. Dari perkawinan itu, ia mendapatkan sembilan anak. Setelah mengubah sawahnya menjadi kebun rambutan, pada tahun '70-an, ia pergi ke Terusan pada tahun 1981 (tiga jarn dari Palingkau dengan menggunakan perahu) dengan beberapa kepala keluarga handil Palingkau besar untuk membuka lahan barn. Tujuannya sarna dengan tujuan ayahnya 25 tahun lalu: "membangun" lahan persawahan. Sejak itu, ia selalu bolak balik antara Palingkau (tempat tinggal) dan Terusan (tempat bertani). Istrinya tidak dapat membantu pekerjaannya di sawah karena mengasuh anakanaknya. Namun, semua anggota keluarga pergi ke Terusan selarna kerja tani: tanarn dan panen. Salah satu anaknya yang telah menikah mengarnbil alih secara berangsur angsur tugas ayahnya. Empat anaknya yang Iain masih sekolah. 74 Bal> III Pemilikan Tanah dan Produksi Rambutan hasil cangkokan sudah ada pada akhir taluin '60-an. Namun, barn memasyarakat di daerah Palingkau pada tahun '70-an. Pak Kutin merupakan salah seorang yang memelopori percangkokan. la berusaha mengembangkan pohon rambutan dengan menjual hasil cangkokannya sendiri ke handil sebe1ahnya. Setelah menjadi aWi di bidang itu, ia berhasil menjual hingga 2000 cangkok/tahun. Pada saat ini, ia menjadi perantara yang diberi hak oleh Departemen Transmigrasi dan PPH untuk penyediaan bibit rambutan bagi transmigran yang baru ditempatkan. Sekarang ini, ia memiliki 2,5 hektare kebun dengan: 250 pohon rambutan dan 1,5 hektare lahan sawah di Terusan. Tabe/8. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe /-A-2: Petani Rambutan) 2,3 tonlha (6,5 blekiborong) 2.112.500 2000 7.500.000 200' 2.000 Baban·...bu penmtara Rp 1.000/cangkok 2.000.000 hU kotor (Rp) Bibit hasil sendiri 2.112.500 7.500.000 2.000.000 Pupuk Pestisida 11.612.500 11.507.000 Upah buruh di sawah Pemetik rambutan Penyusutan kebun ...P_ea=~=tu=_benlb __-...a.;"",",,, 600.000 500.000 25.000 ........ ~_R=p_lO_.3_82.s00/tahuD Kegiatan Sampingan Kutin memiliki kl%k (perahu bermotor) yang digunakan sebagai sarana transportasi di handil untuk pulang pergi antara Palingkau dan Terusan. la menggunakannya untuk berdagang terutama untuk memasarkan rambutan. Pada waktu buah me1impah, dan harganya anjlok: mencapai Rp 50,00/100 ikat, ia mengumpulkan produksi buah milik tetangganya hingga mencapai 5000 ikat dan menjualnya ke hulu Barito sampai ke Buntok. Di tempat itu, harga per ikat mencapai Rp 250,00. la dapat singgah dua kali seminggu ketika buah melimpah pada bulan Desember dan Januari. Selain menjadi pimpinan pondok pesantren yang terletak di pemukiman handilnya, ia termasuk pula tokoh masyarakat di Palingkau. Logika dan Strategi Peranan padi: kepemilikan sawah merupakan hal penting bagi petani Kalimantan. Menjamin kebutuhan beras bagi ke1uarga merupakan tujuan utarna petani. Dengan demikian, ia harns pergi mencari lahan yang lebih baik untuk dijadikan sawah 75 manakala lahan di Palingkau hasilnya menurun. Baginya, gabah merupakan barang spekulasi. Sepanjang tahun, ia membeli gabah dalam jumlah sangat kecil dan menjualnya lagi ketika harga melonjak pada bulan Juni, dan Juli. Peranan rambutan: kebun rambutan merupakan sumber penghasilan utama. Penjualan buah dan cangkokannya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan kebutuhan tak terduga sepanjang tahun. Minatnya untuk mengenal teknik barn: ia tidak langsung tertarik pada pemakaian varietas padi unggul (IR66). Sawahnya terletak di Terusan, jauh dari tempat tinggalnya. la tidak akan dapat mengawasi sawahnya jika ia menanam varietas padi unggul. Keuntungan utama varietas lokal justru pada ketahanannya, sedikit perawatan dan pengawasan. Petani dapat pergi tanpa khawatir setelah menanam. Di sisi Iain, pengaturan air (menurut beberapa saksi) tidak memungkinkan untuk penanaman padi unggul (IR66) di Terusan. Di daerah ini, lahannya cepat sekali tergenang jika hujan lebat. Adapun pengenalan tentang herbisida, tampaknya menarik perhatiannya untuk penyiangan rumput di kebun rambutannya. Namun pada tahun 1997, ia masih dalam tahap mencoba. Generalisasi Jenis /-A Berdasarkan data penelitian tersebut petani yang tennasukjenis I-A berumur sekitar 50 tahun dan dapat membangun dan mengumpulkan lahan yang luas. Mereka menginvestasikan tenaga keIja dan modalnya dalam pertanian. Mereka membuka hutan, membeli lahan atau memperolehnya dari warisan. Mereka bekeIja selama hidupnya untuk mengembangkan usahanya. Mereka memperoleh hasil yang sangat menguntungkan, sesuai dengan tenaga keIja yang tersedia dan keterbatasan teknik yang digunakan. Sekarang ini, usaha mereka beIjalan dengan lancar: setiap tahun penghasilannya pasti besar dan rutin, hari tuanya teIjamin dan mereka cukup memiliki lahan atau uang supaya dapat mewariskan kepemilikannya kepada anakanak mereka. Tipe I-B: Petani yang Menjadi Pedagang Riwayat Hidup Pak Arifin Menginjak umur 15 tahun, Pak Arifm yang berasal dari Banjannasin bekeIja sebagai buruh tani pada petani kaya di handil Palingkau Kecil. Setelah dua tahun menjadi penggarap (karon), ia menikah dengan anak pemilik lahan. la memperoleh petak pertama ketika anak pertamanya lahir: mula mula, ia membuka dua hektare lahan selama bertahun tahun. la juga memanfaatkan satu hektare lahan yang diwariskan oleh mertuanya tahun '50-an. Untuk menggarap tiga hektare petak sawahnya, ia juga menyewakan sawahnya dengan bagi hasil (karon). Hasil padi yang baik di awal tahun-tahun pertama pembukaan lahan (dari 3,6 hingga 2,5 ton/ha) memungkinkannya untuk menyisihkan uang. Pada tahun '70-an ketika hasil padi mulai menurun, ia menanam rambutan (pertama 100 pohon, kemudian 100 lagi 7 tahun berikutnya). Uang yang dapat ditabung digunakan untuk membuka usaha dagangnya di tahun '80-an. Selama 10 tahun, ia menjual hasil pertanian: sayuran, buah dan ikan di pasar-pasar sepanjang sungai Mengkatip dan Barito dengan menggunakan klotoknya. Pada tahun 1985, ia naik haji berkat uang yang dihasilkan dari berdagang. 76 Hab III Setelah pulang, ia membiarkan petak sawahnya yang tidak produktif dan lama kelamaan meninggalkan usaha pertanian. la lebih mencurahkan waktunya untuk . berdagang. la membeli perahu tahun 1992 dan menyusuri sungai Kapuas sampai kota Mentangai dengan anak laki-lakinya yang juga memiliki perahu. la mulai berhenti berdagang pada tahun 1997 ketika berumur 60 tahun. Sejak itu, ia membuka lagi lahannya. Sejak tiga tahun, ia membuat kebun rambutan dengan 100 pohon dengan tujuan mewariskannya pada anak perempuannya yang baru menikah. la sudah mewariskan 100 pohon rambutan pada putranya. Tenaga Kerja Anggota Keluarga Istri dan ketiga anaknya tidak ikut serta dalam usaha tani. Anak laki-lakinya ikut ke pasar tetapi dengan perahu sendiri. Pemi/ikan Tanah Sekarang ini, Pak Aritin memiliki satu kebun rambutan dengan 100 pohon dan satu hektare lahan bekas sawah (ditinggalkan sejak 10 tahun), karena hasilnya terlalu kecil untuk dibagi hasil. Pendapatan Usaha dagangnya menghasilkan rata-rata Rp 200.000,00 per minggu dan kebun rambutannya menghasilkan Rp 2.500.000,00 per tahun. Tabungan yang dikumpulkan dari hasil surplus gabah yang dijual selama musim paceklik dan tabungan yang diperoleh dari hasil kebun rambutan digunakan untuk membeli perahu dan menjalankan kegiatan perdagangannya. ripe I-e: Petani Paro Waktu Riwayat Hidup Pak Basuki Pak Basuki berumur 45 tahun, lahir di Palingkau. Orang tuanya tiba di Palingkau tahun 1951 dengan tujuan memperoleh lahan persawahan. Mereka berasal dari Negara, kota di provinsi Kalimantan Selatan (Hulu Sungai). Keluarga itu membuka hutan seluas dua hektare untuk membuat sawah. Begitu hasil sawahnya menurun, selanjutnya, mereka mengikuti tetangga- tetangganya di handil untuk menanam rambutan berkat penyebaran teknik cangkok. Pak Basuki membantu ayahnya menanam pohon dan ikut menangkap ikan. la menikah pada tahun 1973 dengan gadis handil Papuyu. Dari hasil perkawinannya ia dikaruniai empat orang anak yang salah satunya baru menikah. Kegiatan tani hanya dilakukan oleh anggota keluarga. Pemilikan Tanah Deretan yang berisi 25 pohon rambutan yang diwariskan dari orang tuanya. Pohonpohon itu sekarang berumur 25 tahun. Pembelian satu hektare sawah di Papuyu yang telah mereka tanami selama 10 tahun pertama. Sebagian lahannya dijadikan kebun yang ditanami dengan 100 pohon rambutan. Delapan tahun yang lalu, membuka sawah seluas satu hektare di Raung. Kegiatan Sampingan Pak Basuki suka menangkap ikan bersama-sama warga setempat di Mentangai. Mereka berangkat dengan menggunakan beberapa perahu motor selama kira-kira 15 hari. Mereka menyebar di beberapa sungai kecil yang sengaja mereka perlebar 77 untuk memudahkan masuk hutan. Mereka menangkap ikan pada malam hari dengan menggunakan lampu senter dan jaring. Dari hasil tangkapannya dijual ke pasar di kota-kota terdekat. Kegiatan itu mencapai puncaknya pada musim kemarau (Juli hingga September) ketika ikan terkumpul dalam sungai yang mulai surut; penangkapan ikan dapat menghasilkan Rp 200.000,00 hingga Rp 300.000,00 selama 15 hari. Musim hujan kurang menguntungkan, pendapatan yang diperoleh hanya sekitar Rp 100.000,00. Istrinya menganyam mendong di rumah. la memotong mendong di hutan, membuat 50 tikar tiap minggu. Setiap hari rabu, ia menjualnya di pasar seharga Rp 200/lembar. Dari usaha itu diperoleh masukan sebesar Rp 4.000,OO/minggu. Sebagian pendapatan yang diperoleh dari produksi padi yang tidak dikonsumsi sendiri sebesar 58% atau Rp 845.000,00/tahun. Padi Iokal Sarana produ Bibit (hasil sendiri) Pupuk· PesÙsida 1.690.000 2.500.000 Padi IokaI Rambutan LabaKétor 78.000 200.000 10.000 Bumh panen padi Pemetik rambutan Penyusutan kebWl 325.000/bulan peft<!apatan rnemancing tahWlan Pen Rp 2.S00.OOOItahun 6.400.000/tahun total Pendapatan bulanan rata-rata Rp 533.000/bulan Jadwal Kerya Setelah selesai mengerjakan tani Pak Basuki pergi selama lima belas hari untuk mencari kerja sampingan. la pulang selama satu minggu hingga sepuluh hari. Selama itu ia mengerjakan sawah dan kebun rambutan. Jadwal tanam padi lokal dapat disesuaikan dan tidak terlalu memerlukan pengawasan dan perawatan, sehingga ia dapat mencari kerja sampingan walaupun tempatnya berjauhan. la mempekerjakan buruh harian sedikit mungkin, karena mengutamakan tenaga kerja dari anggota keluarganya. Namun kadang-kadang perlu juga menggunakan buruh harian dari luar daerah untuk tanam terakhir dan panen. 78 Bab III Logika dan Strategi Logika cara kerja berpijak pada "tiga penopang" yang saling melengkapi dalam hal jadwal sekaligus pengatur keuangan. Strategi yang diambil merupakan diversifikasi sumber pendapatan. Adapun peranan berbagai sumber penghasilan sampingannya digunakan untuk membiayai keperluan pangan dan biaya hidup sehari-hari. Hasil dari penanaman padi digunakan untuk memenuhi kebutuhan swasembada beras dan pembelian ikan. Jika hasil panen surplus akan disimpan dan dijual kembali pada masa harga beras melonjak (supaya harga lebih tinggi). Adapun hasil dari kebun rambutan digunakan untuk membiayai keperluan perbaikan dan perawatan rumah, biaya pendidikan anak-anak, dan membayar upah buruh pada waktu tanam dan penyiapan lahan. Penunjang keperluan lainnya adalah dari kegiatan kerajinan istrinya selama ia pergi. Perfuasan ripe I-C Tipe petani ini terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki lahan produktif seluas satu hektare dan 100 pohon rambutan. Dalam kegiatan taninya mereka selalu menggunakan tenaga keIja dari kalangan keluarga saja. Selain mempunyai keahlian khusus dalam kegiatan tani, begitu juga untuk mencari keIja sampingan sering dituntut keahlian yang sama, seperti tukang batu, pembuat dan tukang memperbaiki perahu, nelayan, pemangkas rambut. Namun, apapun jenis keIja itu selalu menjadi perhatian mereka jika lebih menguntungkan. Luwesnya penyesuaian diri merupakan ciri khas mereka. Kadang-kadang lokasi keIja sampingannya di daerah yang jauh dari Palingkau. Misalnya, nelayan berangkat ke hulu sungai selama lima belas hari, tukang batu bekeIja selama kontrak (kira-kira satu bulan untuk membangun satu rumah). Demikian juga kerja sebagai penebang pohon pada perusahaan kayu atau mereka melakukan aktivitas sehari-hari yang memerlukan separo dari waktu keIja mereka: pemangkas rambut di pasar-pasar, penjual ikan di Palingkau, pengojek, dU. Namun terdapat beberapa ciri khusus yang berkaitan dengan cara keIja mereka. Beberapa di antara mereka yang terbentur pada masalah keterbatasan waktu, lebih suka menggunakan tenaga buruh harian untuk melakukan keIja berat; sementara yang lainnya menggunakan tenaga anggota keluarga dan gotong royong di antara petani. Yang lainnya lagi menggunakan strategi tanam yang menggabungkanjenis padi dengan siklus panjang yang berbeda-beda supaya keIja tani dapat diperpanjang. Walaupun mereka ingin memperluas kepemilikan tanah untuk diwariskan, pada umumnya mereka tidak mampu mewujudkan cita-citanya. Tipe 1/: Petani dengan Usaha Sampingan Tipe II-A: Petani Muda Pemula Riwayat Hidup Pak Bulan Pak Bulan berumur sekitar 30 tahun. la lahir di Palingkau tetapi orang tuanya berasal dari Hulu Sungai yang tiba di Palingkau tahun '60-an. Orang tuanya membuat lahan persawahan seluas 1,5 hektare. Di lahan itu, mereka menanam dua jenis tanaman, yaitu padi danpuron di handil Lasar yang beIjarak 3 km dari sungai. la menikah dan dikaruniai tiga anak. 79 Pemilikan tanah la diwarisi 1,5 helctare lahan persawahan namun hasil yang diperolehnya sangat kecil (di bawah 1 ton/ha). Dengan demikian, hanya \/5 hektare yang ditanami. Mereka membuat kebun rambutan sedikit demi sedïkit: sekitar 10 pohon yang ditanam dan mulai berbuah, hanya cukup untuk dimakan sendiri. Mereka membuka \15 hektare lahan di tanggul handil Saka Betapung yang terletak seberang sungai di Palingkau. Empat tahun yang lalu di awal kegiatan pembukaan lahan harganya Rp 6.000,00/borong, atau Rp 20,00Im2• Karena banyaknya orang membuka lahan, harganya meningkat menjadi Rp 100.000,00/borong, atau Rp 346,00Im2• Tempat itu ditinggalkan sejak l5-an tahun yang lalu karena serangan hama. Sekarang hasilnya baïk. Kegiatan Sampingan la melakukan bermacam-macam "kerja harian kecil-kecilan" bergantung pada musim tahun itu: buruh tani pada musim hujan (membersihkan petak sawah, tanam padi, membuat tokong untuk menanam pohon, dU...). Pada musim kemarau kesempatan kerja lebih bervariasi dan lebih menguntungkan: ia membantu membangun rumah, pembabatan hutan, panen rotan, menangkap ikan, memotong dan menjual kayu bakar, dU. Keluwesan beradaptasi itu terjadi berkat makin luasnya lapangan kerja di Kalimantan. Istrinya mengayam mendong dan membantunya dalam berbagai kegiatan tani: tanam, panen, ia juga menanam sayur-sayuran untuk keperluan sendiri. Sebagian pendapatan yang diperoleh dari produksi padi dan tidak untuk konsumsi sendiri, sebesar 52% atau Rp 650.000,00. Pendapatan yang diperoleh dari kegiatan tani kecil. la terpaksa mencari kerja rutin untuk mencukupi keperluan keluarga sehari-hari. Berbagai kegiatan sampingan yang diperkirakan dapat mendatangkan penghasilan: • sebagai buruh tani di musim hujan ia memperoleh upah rata-rata Rp 6.500,00/hari; • kerja di musim kemarau. Gaji yang diperoleh kira-kira sebesar Rp 12.000,00/hari. la memperkirakan bahwa selama masa itu ia pergi sekitar 20 hari berturut-turut dan berada di desa selama lima hari. Diperkirakan bahwa cara kerja seperti itu memberikan penghasilan sekitar Rp 2.300.000,00Itahun. Jadi, total pendapatan tahunan mencapai Rp 3.500.000,00. yaitu hampir Rp 300.000,00/bulan. Dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa keperluan pangan keluarga dan kebutuhan rumah tangga (belum termasuk sandang) diperkirakan antara Rp 200.000,00 dan Rp 240.000,00/bulan. Dengan membandingkan keperluan dan masukan uang bulanan yang kami perkirakan, petani pemula hanya dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Dntuk memperbesar penghasilannya, ia membutuhkan waktu atau memperoleh kerja sampingan dengan upah yang lebih besar. 80 Bab III IluDkotor Barga rata-rata Padi lokal l,lha (40 borong) 1,8 ton/ha (5 blek/borong) pJ Rp 620/kg (Rp 6.500/blek) .... 1.300.000 Basil kotor (Rp) o 20.000 Padi lokal 1.300.000 1.300.000 Laba Kotor Rp 1.280.000 Upah buruh panen padi Rp 32.500 Pendapatan pertanian bersih Rp 1.247.500/tabun Jadwa/ Kerja la mengolah petak sawah setidak-tidaknya dengan istrinya. la menggunakan buruh harian hanya untuk sebagian kegiatan panen padi: suami istri ini memulainya sendiri dan j ika sebagian besar padi sudah masak, mereka menggunakan buruh harian. la berangkat mencari kerja sampingan setelah persediaan uangnya habis. Pada musim kemarau, ia pergi ke tempat yang jauh selama satu bulan untuk memperoleh kesempatan kerja yang lebih menarik. Logika dan Peranan berbagai Produksi Pendapatan kerja sampingan akan digunakan untuk keperluan per minggu: pangan dan lain-Iain. Produksi padi untuk konsumsi sendiri dan akan dijual dalam jumlah yang tidak banyak untuk menopang keperluan bulanan. Jika ada keperluan mendadak, "bank padi" diambil. Jadi, ia mempunyai hutang selama masa paceklik dan mengembalikannya setelah panen. Tipe petani "pemula" berkeinginan membeli lahan persawahan yang lebih produktif: atau letaknya lebih strategis, atau dibuka kembali. Peningkatan lahan dengan produktivitas tinggi memungkinkan surplus sehingga dapat memulihkan kembali kondisi keuangannya. la akan dapat mencurahkan waktunya untuk penanaman rambutan yang merupakan investasi jangka menengah yang paling menguntungkan. Hambatan da/am Perkembangan Dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari, ia sulit meluangkan waktu atau mengeluarkan uang untuk membuka lahan barn atau membuat kebun rambutan. la terpaksa pergi mencari pekerjaan seadanya untuk memperoleh uang secara cepat. Pembukaan lahan seluas satu hektare memerlukan waktu satu bulan. Selama itu diperlukan dana sebesar Rp 100.000,00 yang sebelumnya harns ditabung untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dalam keadaan normal, keperluan keluarga ini dapat ditutup dengan masukan dana dari hasil kerja sampingan. 81 Pembuatan kebun dengan 100 pohon rambutan memerlukan investasi sebesar Rp100.000,00 untuk pembelian cangkok, sedangkan Rp 150.000,00 untuk pembuatan tokong oleh buruh tani. Jika ia me1akukannya sendiri ia akan memer1ukan waktu dua pu1uh hari penuh (satu hari = 5 tokong). Jika ia tidak punya waktu dan uang cukup untuk membuka 1ahan atau membuat kebun rambutan, ia akan mencoba membeli petak yang sudah dibuka. Namun sekarang, pembelian' semacam itu su1it dilakukan dan mahal terutama karena pennintaan 1ahan meningkat. Hal itu disebabkan adanya arus pegawai negeri yang membanjiri Kapuas. Ja1an ke1uar untuk menambah kepemi1ikan tanah ada1ah ikut serta da1am program transmigrasi. Tetapi, keinginan itu terhambat karena petani tidak diizinkan bekeIja di 1uar daerah transmigrasi se1ama 1ebih dari tiga hari per minggu se1ama 1,5 tahun pertama masa pemberian j aminan hidup. Perluasan Tipe Petan; Bagi pasangan petani muda, pe1uang yang dipero1eh tidak sama pada awalnya. Beberapa petani itu mempero1eh petak yang 1etaknya 1ebih strategis yang memberikan hasil 1ebih baik atau beberapa pohon rambutan yang sudah berbuah. Hal itu memudahkan mereka da1am pengembangan berikutnya. Tipe II-B: Petani Karon Riwayat Hidup Pak Mambai Pak Mambai berasa1 dari desa yang terletak dekat dengan Loksado, daerah pegunungan di provinsi Kalimantan Se1atan. Jadi, 1ingkungannya sangat berbeda dengan 1ingkungan di Palingkau. Di tempat asa1nya, petani dapat menanam padi 1adang dan meme1ihara kebun karet. Mereka menetap di Palingkau 1ebih dari la tahun yang 1a1u, karena tujuannya mempero1eh tanah. Pak Mambai menyukai teknik pertanian yang di1akukan di daerah ini terutama karena tidak memerlukan banyak penyiangan seperti di 1adang. Gulma yang menjadi kendala utama di 1adang tidak akan tumbuh di 1ahan yang hampir se1a1u tergenang. Pak Mambai berumur 45 tahun. Ke1uarganya terdiri dari lima orang: istri dan tiga anak. Anak pertama ikut transmigrasi sebagai transmigran lokal. Anak 1aki-1aki kedua membantunya dalam keIja tani, dan anak perempuan masih seko1ah. Tenaga keIja da1am ke1uarga terdiri dari dua orang: ia dan anaknya. Istrinya membantunya ketika panen dan tanam padi. Pemilikan Tanah dan Produksi Pak Mambai tidak memi1iki sawah sendiri tetapi bercocok tanam pada 1ahan se1uas dua hektare dengan cara karon: • sejak la tahun ia menggarap 1ahan satu hektare di handil Lasar; • ia mengo1ah 1ahan se1uas satu hektare mi1ik seorang tukang batu sejak 7 tahun. la memberikan tenaganya dan pemi1ik meminjamkan 1ahannya. Kemudian hasilnya dibagi dua (antara penggarap dan pemilik). Sete1ah panen padi loka1 dilakukan pada bu1an Agustus ia dapat membersihkan petak sawah dan menanam jagung. Namun, sedikit petani yang me1akukan ha1 itu, sebagian besar petani 1ebih· suka pergi mencari pekeIjaan sampingan. Pada tahun 1992, ia membeli kebun se1uas satu hektare dari seseorang asa1 Taba10ng (provinsi Kalimantan Se1atan) yang tidak punya keturunan. Kebun itu 82 Bab III terletak di pematang. Sebagian ditanami pohon dalam berbagai jenis (kebun campur): lima pohon durian, Il kalengkala, beberapa pohon sagu, 20 cempedak, lima pohon nangka, lima pohon kopi; bagian Iain merupakan kebun dengan ratusan rambutan yang berumur 15 tahun. Barp rata-rata Padi lokal 0,8 ha (30 borong) Rp 620/kg (Rp 6.500/blek) Rp6201kg Basil kotor/kontrak 1.267.500 633.750 985.833 2.500.000 4.750.000 Saraaa prodabl Bibit Pupuk Pestisida o 40.000 30.000 Padi loka! Rambutan Kebun campur 1.619.583 2.500.000 4.750.000 70. • Total: 8.869.583 8.799.583 Pemetik rambutan Penyusutan kebun Pendapatan bersih pet' tatllm 200.000 10.000 Rp 8.589.583 Pola Pikir dan Sasaran Produksi Tanam padi: produksi padi meyakinkan untuk swasembada beras dan surplus disimpan dengan tujuan untuk membeli tanah. la berhasil memiliki lahan yang luas karena pada tahun 1992 telah membeli kebun rambutan dan kebun campur. Jadi, pendapatan yang diperoleh dari hasil tani memungkinkannya untuk menjadi pemilik. Di petak sawah yang digarap secara karon, ia juga menanam jagung setelah panen padi. la menggarap tanahnya lebih intensif daripada petani biasa di Palingkau yang lebih suka mencari kerja sampingan. Peranan kebun rambutan: kebun rambutan merupakan pelengkap sawah. Kebun ini memberi pemasukan tahunan yang besar. Masukan itu digunakan untuk memenuhi pengeluaran yang besar seperti memperbaiki rumah dU ... Pendapatan itu juga berfungsi sebagai simpanan untuk hari tua dan mudah diwariskan. Pendapatan kebun campur memberikan penghasilan yang luar biasa besarnya. Kebun seperti itu benar-benar merupakan "tambang emas". Pak Mambai sangat tertarik terhadap pengenalan teknik barn yakni varietas padi unggul dengan siklus pendek. Seperti petani Iain di daerah itu, ia pernah menanam padi unggul namun mengalami kegagalan total karena padi tergenang. la ingin mencoba lagi tetapi dengan dua syarat, yaitu jaringan irigasi berfungsi dan 83 kekompakan para petani. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan padi oleh hama dan penyakit tanaman. Anaknya yang kedua berharap dapat ikut transmigrasi untuk mempero1eh tanah di masa mendatang, seperti juga kakak tertuanya. Namun, karena be1um menikah, ha1 itu be1um mungkin baginya. Tipe III: Petani Sebagai Pekerjaan Sampingan Tipe JI/-A: Pedagang Riwayat Hidup Pak Ali Pak Ali berumur 15 tahun pada tahun 1979 ketika tiba di Palingkau. la berasa1 dari Amuntai dan ikut seke1ompok orang yang mencari kesempatan keIja dan terutama mencari 1ahan untuk ditanami (karena kondisi 1ahan di sana sudah "jenuh"). la bekeIja se1ama dua tahun sebagai kuli di pasar. Kemudian, ia ikut perahu pedagang di pasar desa yang terletak di tepi sungai Kapuas untuk menjua1 bahan pangan. Sejak tahun 1984, ia menjual produk kosmetik di pasar. Untuk me1akukan itu, ia ikut perahu pedagang lima hari per minggu. Kegiatan itu secara cepat mendatangkan penghasilan. Pada tahun 1985, ia menikah dengan seorang anak pedagang dan mempunyai satu anak. Pada tahun 1993, ia memutuskan untuk membeli 1ahan se1uas dua hektare seharga Rp 6.000,000,00 dan teIjun di bidang pertanian. Sejak itu, ia me1uangkan waktu sore harinya di petak sawah bersama istrinya. la merencanakan pergi haji tahun depan. Pemilikan Tanah la memiliki kebun rambutan dengan 150 pohon yang berumur sekitar 15 tahun dan petak sawah se1uas satu hektare ditanami 50 rambutan. Motivasi yang Membuatnya jadi Petani la ingin swasembada beras danjuga mempero1eh surplus. Di samping itu, ia tertarik pada varietas unggu1 yang dapat dipanen dua kali setahun. la mencoba menanam berbagai jenis untuk menentukan jenis yang pa1ing cocok. Kebun rambutannya merupakan tabungan untuk membiayai seko1ah anak-anaknya dan menjamin hari tuanya, rambutan tidak memer1ukan banyak keIja. Lahannya menjadi 1ebih maha1 dengan adanya perluasan kota dan menjadi pusat daya tarik karena adanya PLG satu juta hektare. Mempero1eh 1ahan seperti itu termasuk cara speku1asi. Untuk sementara ini, harganya masih teIjangkau tetapi harga dapat dengan cepat meningkat di tahun-tahun mendatang. Tipe JI/-B: Pegawai Negeri Riwayat Hidup Pak Markus Ke1uarga Pak Markus terdiri dari empat orang: ia, istri, dua anak perempuan berumur 7 dan 4 tahun. Mereka berasa1 dari Buntok, kota di ~a1imantan Tengah. Mereka tiba di Palingkau tahun 1988 sejak ia menjadi pegawai negeri di ke1urahan. 84 Bab III Pemilikan Tanah Pak Markus membeli petak seluas satu hektare di handil Lasar tahun 1993 dan ditanami 24 pohon rambutan yang berumur 8 tahun di dua lajur di sepanjang petak, sisanya sekitar 0,8 hektare (30 borong) ditanami padi varietas lokal. Logika dan Strategi Pak Markus seorang pegawai negeri. la memiliki waktu luang pada sore hari untuk mengolah lahannya dan sering dibantu buruh tani. Keinginannya adalah menambah penghasilan bulanan dari hasil produksi tani (padi dan rambutan), karena kekhawatirannya dalam menghadapi biaya sekolah anak-anaknya sekarang dan terutama di masa mendatang. Maka bagi Pak Markus memenuhi kebutuhan pangan keluarga berkat padi, sayuran dan daging merupakan tujuan utama untuk mengurangi beban hidup sehari-hari dan sebagai tabungan dikemudian hari. Selain itu, pengelolaan kebun rambutan tidak menuntut banyak tenaga kerja dan modal. Kebun rambutan memenuhi dua sasaran, yaitu memperoleh masukan secara rutin dari produksi buah, dan sebagai kapitalisasi. Dengan membeli lahan dan menanaminya dengan pohon rambutan, pegawai negeri dapat mempersiapkan harta warisan. ANALISIS SOSIAL EKONOMI Dinamika Perkembangan Palingkau merupakan desa perintis. Desa tersebut dihuni dua hingga tiga generasi saja hingga saat ini. Berdasarkan riwayat hidup mengenai orang yang berumur 50an tahun (Tipe 1), tampak adanya pilihan ekonomi yang berbeda dalam kurun waktu beberapa dasawarsa. Karena waktu dan modal yang dikeluarkan tidak sama besamya dalam kegiatan pertanian, bagian hasil panen yang diperoleh berbeda pula. Dengan membandingkan keadaan petani kawakan dengan keadaan petani yang lebih muda (Tipe ll-B) dapat disimpulkan bahwa pada awalnya usaha yang dilakukan sama: memiliki sedikit atau tidak memiliki lahan, tidak memiliki uang muka. Tanpa memiliki modal lebih dahulu, peluang untuk mengembangkan usaha tidak mungkin dapat dicapai. Berikut dipaparkan diagram: • absis menunjukkan "peranan usaha pertanian" bagi tipe petani. Pengertian kualitatif itu menunjukkan tingkat keterlibatan petani dalam usaha pertanian. Pengertian itu mencakup luas lahan yang dimiliki sekaligus waktu yang disediakan untuk menggarap lahannya; • ordinat menunjukkan "rentangan waktu yang besar untuk mencapai stadium perkembangan", atau tipe. Tipe I-A, I-B dan I-C merupakan stadium perkembangan yang paling "maju" dalam riwayat hidupnya. Mereka mengumpulkan harta dengan pembelian lahan. Petani muda yang berumur 30-35 tahun dan memiliki satu hektare dapat mengikuti arus perkembangan sehingga menjadi petani tipe 1. Sesuai dengan tujuan hidupnya, ia dapat memilih: • meluangkan waktunya secara penuh pada pertanian dan meningkatkan hasilnya dengan melibatkan diri dalam bidang perdagangan (Tipe I-A); 85 • mengkhususkan diri mencari keIja sampingan dan hidup dari tiga sumber pendapatan tambahan: kebun, sawah dan keIja sampingan (Tipe I-B); • mencurahkan pada perdagangan, kegiatan yang mendatangkan banyak keuntungan. Untuk teIjun dalam bidang perdagangan, diperlukan modal yang cukup. Modal itu dapat berasal dari surplus yang diperoleh dari kegiatan tani (Tipe I-C). Gambar 22. Diagram Perkembangan ....... -.......... ... """"""" ,,' .... ' --------- "" Perkembangan //' ......... :~~---.---_/ Kegiatan tanl (lu.. IIIh.n. bony.laIy. Ug/lltonJ Keuntungan yang diperoleh dari skema tersebut adalah bahwa keanekaragaman situasi (Tipe ll-A/petani muda pemula) dapat dilihat secara jelas. Berdasarkan keadaan petani yang di wawancarai, dapat dibuat skenario dan menunjukkan varianvarian yang berkaitan dengan kondisi petani muda pemula: • skenario 1: Setelah menyisihkan sebagian hasilnya untuk keperluan sendiri, petani muda yang memiliki sedikit lahan atau hasilnya kecil tidak mungkin memperoleh surplus besar. Dia melakukan pekeIjaan harian untuk memperoleh tambahan uang yang cukup demi memenuhi kebutuhan keluarga. la akan mengalami kesulitan mengatasi permasalahannya dan sulit untuk berkembang; • skenario 2: Petani muda yang memperoleh warisan tanah dapat memulai usaha tani dengan lebih mudah. Petani muda ini tidak ragu-ragu lagi menyediakan pupuk demi perbaikan produksi pertaniannya. Jadi, ia dapat memperoleh surplus hasil pertanian. Dengan hasil itu, ia dapat mengembangkan usaha pertaniannya; • skenario 3: Petani yang tidak mampu membeli tanah tetapi melakukan karon, mengalami kesulitan untuk memulai usaha tani. la mencurahkan lebih banyak waktunya untuk mendapatkan keuntungan hasil pertanian dari tanah yang bukan miliknya. Perlu dicatat bahwa secara keseluruhan, semua jenis petani tersebut adalah petani yang bekeIja paruh waktu di bidang pertanian, namun dalam tingkat yang berbedabeda selama hidupnya. Akan tetapi, selain petani tersebut, ada juga petani yang 86 Bab III memiliki pekerjaan di luar bidang pertanian dan terjun sepenuhnya dalam bidang pertanian. Motivasi mereka adalah: • mendapatkan penghasilan tambahan untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya; • menyediakan tanah yang dapat diwariskan kepada anaknya dan yang dapat digunakan sebagai jaminan hari tua. Mereka itu adalah pedagang dan pegawai negeri (Tipe III). Karena perluasan kota di Palingkau, mereka berpeluang besar. PLG satu juta hektare meningkatkan jumlah pegawai yang dipusatkan di Kuala Kapuas dan se1anjutnya mencari tanah pertanian di sekitar Palingkau yang menjadi daerah pinggiran kota. Strategi Tumpang Sari Padi-rambutan saling melengkapi dari segi penggunaan tenaga kerja dan pemasukan serta pengeluaran. Pada dasamya, jadwal kegiatan penanaman padi dan rambutan tidak tumpang tindih. Panen rambutan berlangsung dari bulan November hingga Januari dan mencapai puncaknya pada bulan Desember dan Januari. Penanaman padi pertama (lacak) pada umumnya dilakukan pada awal bulan Desember. Akan tetapi, hal itu merupakan pekerjaan ringan yang bukan merupakan puncak kegiatan. Lagi pula panen rambutan biasa dilakukan buruh harian. Persiapan lahan untuk penanaman padi terakhir (tanam) dilakukan selama bulan Februari, ketika produksi pohon rambutan hampir habis. Bagi petani, penanaman padi dan rambutan di lahan yang sama memungkinkan penghematan waktu. Dengan mudah ia merawat pohon rambutan ketika menyiangi pematang sawah di sepanjang tanggul. Maka, ia dapat melakukan pengawasan yang lebih baik terhadap pohon rambutan. Pendapatan dari hasil panen rambutan pada bulan Desember dan Januari memberikan pemasukan yang besar. Pemasukan uang ini membagi musim pertanian dalam dua kali penghasilan per tahun yang sebelurnnya hanya diperoleh satu kali masukan yaitu ketika panen padi pada bulan Agustus. Pemasukan dari hasil panen rambutan pada bulan Januari dapat digunakan untuk membiayai penanaman padi. Biaya itu termasuk pembelian pupuk dan upah penyiapan lahan dan biaya penanaman padi. Hampir semua petani, menyatakan bahwa biaya penanaman padi dapat ditutup dengan hasil panen rambutan. DiversifIkasi produksi pertanian dapat pula mengurangi risiko. Sejumlah petani memiliki sawah dan perkebunan. Akan tetapi, produksi padi dan begitu pula rambutan dipengaruhi oleh iklim danjustru berisiko. Produksi padi tahunan sangat bergantung pada curah hujan selama dua bulan, setelah tanam terakhir. Dengan demikian, musim kemarau yang lebih awal mempengaruhi tumbuhnya anakan dan produksinya. Tahun ini (1997), produksi padi anjlok antara 1 dan 1,4 tonlha, yang sebelumnya dapat mencapai 2 ton/ha. Padahal, musim kemarau yang terjadi lebih awal, terjadi setiap 5 atau 7 tahun, akibat dari kekacauan iklim yang disebabkan oleh El Nina. Petak sawah tidak terlepas dari bahaya kebakaran pada musim kemarau. Risiko kebakaran di lahan persawahan yang padinya belum dipanen agak kecil. Namun, kebakaran yang merupakan musibah dapat tiba-tiba terjadi karena puntung rokok yang belum 87 dimatikan dan dapat meluas karena adanya jerami kering di sawah yang sudah dipanen. Hal itu menimbulkan kerusakan tanah yang luar biasa. Produksi rambutan bervariasi pu1a. Produksi itu bergantung pada curah hujan ketika masa berbunga dan berbuah. Tunas k:uncup bunga memerlukan kemarau pada bulan Mei. Namun, jika hujan tidak turun setelah berbunga (Juni hingga Agustus), bunga mengering dan berguguran atau bunga tersebut tidak dapat berubah menjadi buah. Jadi, musim kemarau yang benar-benar kering tidak cocok bagi produksi pohon. Namun, risiko terbesar yang dialami pemilik kebun rambutan adalah kebakaran yang menyebabkan kerusakan yang menghabiskan investasinya. Selama musim kemarau yang berkepanjangan seperti yang teIjadi tahun 1997, sejumlah kebun terbakar habis. Penyiangan acap kali dilakukan pas sebelum masa panen (November). Memang, rumput yang dibiarkan itu dapat menghambat penguapan tanah dan menciptakan kondisi yang lebih cocok pada pohon, namun, kebun dapat mudah terbakar. Satusatunya cara yang dapat dilakukan adalah membuat parit untuk menghindari menyalanya kobaran api. Dalam menghadapi kondisi rumit seperti itu, diversiftkasi pertanian dapat dilakukan sebagai cara untuk mengurangi risiko. Fungsi Ekonomi berbagai Kegiatan Sistem produksi tradisional di Palingkau adalah menggabungkan sebuah produksi pangan (padi) dan sebuah produksi yang menjadi sumber penghasilan uang (pohon buah-buahan). Di antara beberapa pohon buah yang dapat ditanam di daerah itu, tampaknya, rambutan merupakan pohon yang paling cocok dengan lingk:ungan dan kondisi pemasaran. Namun selama perkembangan pertanian, terdapat beberapa varian: bagi beberapa petani, padi menjadi tanaman yang menguntungkan dan bahkan baik untuk spekulasi (Tipe I-A), petani Iain tidak melakukan kegiatan tani, maka lahan merupakan harta kekayaan yang dapat dijadikan warisan (Tipe ill-C)o Fungsi Penanaman Padi Fungsi utama penanaman padi adalah mewujudkan kelangsungan hidup petani. Padi yang ditanam terutama dimaksudkan untuk swasembada pangan keluarga. Padi merupakan makanan pokok yang dikonsumsi tiga kali sehari: pagi, siang dan malam. Petani makan nasi dengan sayur dari hasil kebun dan ikan yang dimasak dengan santan. Petani memperkirakan kebutuhan keluarga untuk lima orang (orang tua dan tiga anak yang berumur di bawah 15 tahun), sebanyak lebih dari 15 kg beras/minggu (1 blek). Jika dihitung per tahun hasilnya mencapai 70-80 blek padi. Jadi, produksi padi merupakan hasil utama untuk menghidupi keluarga dan menghasilkan benih untuk penanaman padi di tahun berikutnya. Surplus padi disimpan di rumah sebagai tabungan jangka pendek. Padi itu akan dijual sedikit demi sedikit selama satu tahun sesuai dengan kebutuhan keuangan bagi keluarga per minggu. Setiap minggu atau setiap bulan, petani akan menjual satu blek beras (10 kilo) secara langsung kepada orang Iain atau menjualnya pada pabrik penggilingan padi di desa itu. Padi merupakan tabungan keluarga. Beras dapat diuangkan dengan mudah dan berfungsi sebagai simpanan jangka pendek. Simpanan itu pada umumnya dihabiskan pada masa kerja tani dari bulan Oktober 88 Bah III hingga Desember, lama penyimpanannya tidak lebih dari satu setengah tahun. Apapun alasannya, padi hasil tahun itu akan dijual sebelum masa panen berikutnya, ketika harganya naik. Padi dapat juga dijadikan sebagai alat pembayaran. Selama masa keIja tani besarbesaran yaitu penanaman padi pada bulan Februari hingga April, beberapa petani sudah hampir menghabiskan stok padinya, sementara kebutuhan beras dan uang tunai lebih besar. Dari satu sisi, karena anggota keluarga bekeIja berat di sawahjadi perlu makan lebih banyak. Di sisi Iain, karena mereka sibuk di sawah agar mendapatkan uang untuk beli lauk pauknya. Karena terbentur pada urusan sawahnya, ia tidak dapat mencari pekeIjaan sampingan. Petani terpaksa harus meminjam untuk memenuhi kebutuhannya. la akan meminjam padi yang harganya telah ditentukan pada saat padi itu dipinjam, misalnya ia meminjam 20 blek padi seharga Rp 7.500,001b1ek (harga padi tanggal 10 Maret 1997), sama dengan Rp 150.000,00. Atau uang yang disesuaikan dengan harga padi pada saat ia meminjam. Contohnya, ia meminjam Rp 150.000,00 sama dengan 20 blek padi seharga Rp 7.500,001b1ek (harga tanggallO Maret 1997). Bunga pinjaman didasarkan pada perbedaan harga beras sebelum masa panen, ketika meminjam (masa paceklik, harga beras tinggi: Rp 7.000,00 hingga Rp 8.000,00Iblek) dan setelah panen, pinjaman dikembalikan (karena melimpahnya beras di pasaran, harga beras Rp 5.500,00 hingga Rp 6.500,00Iblek). Pada saat panen, ia haros mengembalikan beras sesuai harga padi pada hari itu. Nilainya sama dengan ketika ia meminjam. Contoh tanggal 20 Agustus 1997, harga beras Rp 6.000,001b1ek padahal ia meminjam Rp 150.000,00 (beras atau uang), jadi ia harns mengembalikan Rp l50.000,00/Rp 6.000,00 Iblek = 25 blek padi. TabeJ 12. Pinjaman Padi Pinjaman TaDggal Barp padi 10 Maret 1997 Rp 7.500/blek Barp padt Pengembalian 20 Agustus 1997 Rp 6.000/blek Jumlah padi atau Bilai yang dipinjam Rp 150.000 yaitu 20 blek padi PengembaUan pinjaman dalam blek ~ Nilai Rp 150.000 yaitu 25 blek padi Dalam contoh tersebut, yang meminjarnkan padi akan memperoleh untung sebesar lima blek padi. Sistem kredit pada masa paceklik menunjukkan pentingnya padi sebagai alat pembayaran. Tetjadinya fluktuasi harga di pasar lokal mengakibatkan harga penjualan padi tidak stabil. Hal itu memungkinkan para petani mempermainkan harga dan melakukan spekulasi. Tujuannya adalah menyimpan stok padi sesuai dengan kemampuan keuangannya, ia meningkatkan stoknya sesuai dengan uang yang dirniliki, dan pada masa keIja tani, ia menjualnya kembali ketika harga membubung pada bulan JuniJuli tepatnya sebelum panen. Para petani yang tidak memiliki banyak penghasilan, terpaksa menghabiskan stok padinya tahun itu untuk membiayai keperluannya sehari-hari (Tipe II-A). Mereka akan menjual kembali padinya pada mereka yang mempunyai uang (Tipe l-A). 89 Pembeli mengumpulkan padi pada saat panen ketika harga padi mencapai harga terendah (Rp 5.500,00-Rp 6.000,00/blek). Petani kawakan ini (Tipe III-A-l) melakukan jenis transaksi tersebut. Uang hasil kebun rotanlah misalnya dapat digunakan untuk membeli padi sepanjang tahun. la dapat memperoleh keuntungan hingga Rp 1.700,00/blek padi (pembelian Rp 5.300,00/blek dijual kembali seharga Rp 7.000,00). Mufti Fungsi Kebun Rambutan Selain membiayai penanaman padi, penghasilan dari rambutan dapat pula disimpan untuk keperluan khusus. Panen rambutan berlangsung pada bulan Januari dan Desember. Pada masa itu, para pemilik kebun memperoleh uang dalam jumlah besar. Selama dua bulan tersebut, mereka memanfaatkan uang simpananya untuk keperluan sehari-hari yang tidak mereka belanjakan seluruhnya. Surplus yang diperoleh dalam bentuk: uang, akan disimpan dalam bentuk perhiasan emas. Jadi kekayaan orang dapat dinilai dari simpanan itu, jumlah perhiasan emas yang dipakai oleh para istri dan anak-anaknya, bahkan bayinya pun sering diberi perhiasan. Begitu menjadi kaya, para orang tua membeli cincin, giwang, gelang, kalung rantai untuk anggota keluarganya. Ada dua jenis emas: emas Singapura, lebih merah dan kualitasnya kurang bagus. Harga belinya Rp 23.000,00/gram tetapi harga jualnya hanya Rp 16.000,00/gram. Emas "Amerika" dari Kalimantan dengan warna kuning, kualitasnya lebih bagus. Harga belinya Rp 30.000,00/gram dan harga jualnya Rp 28.000,00 atau Rp 29.000,00/gram, kerugian tidak terlalu banyak. Mereka akan menjual kembali simpanan mereka untuk memenuhi kebutuhan yang lebih besar, seperti perbaikan rumah (penggantian atap dan lantai), perbaikan perahu, biaya sekolah anak-anak dsb. Rambutan juga dapat digunakan untuk membiayai keperluan yang besar, seperti pergi haji, pembelian toko, perahu, dan sebagainya. Biaya ke tanah suci yang diatur dan ditentukan oleh pemerintah pada tahun 1997, sekarang mencapai sekitar Rp 7.000.000,00. Pada tahun 1980, banyak petani yang dapat membayar tiket pesawat untuk pergi ke Mekah berkat pendapatan yang diperoleh dari kebun rambutan. Mereka sering dipanggil "haji rambutan". Penghasilan dari rambutan dapat pula digunakan untuk: mengembangkan kebun rambutan barn atau untuk meningkatkan kesuburan kebun lama. Tanpa menggunakan pupuk, alih-alih menanam padi lebih dari 10 tahun di petak yang sama, petani lebih suk:a meninggalkan lahan itu dan kemudian membuka hutan. Cara itu banyak dilakukan pada tahun '7o-'80-an, misalnya pergi ke Terusan, Mandomai dsb. Namun sebelum berangkat, beberapa petani, menanami sawah dengan rambutan. Mereka dapat melestarikan, meremajakan dan bahkan dapat meningkatkan modal kekayaan tanahnya. "Dengan menanam rambutan, petani pionir Palingkau merasa terikat dengan daerahnya". Penanaman rambutan mengakhiri peran tanam mereka. Jadi, rambutan seperti halnya tanaman tahunan merupakan tanda pemilikan, keterikatan dengan daerah itu sebelum mencari lahan barn di tempat Iain. Kebun rambutan merupakan investasi jangka panjang. Kebun rambutan mendatangkan hasil cepat (3-5 tahun). Sïklus hidupnya paling sedikit sekitar 30 tahun. Tabel berikut menggambarkan biaya investasi yang diperlukan untuk 90 Bab III pembukaan kebun dengan 100 pohon rambutan, demikian Juga hasil yang diperoleh. Tabe/13. /nvestasi Kebun Rambutan Investasi: Pembuatan tokong: Rp 1.500/tokong ----, Pembelian caogkokan Rp I.OOO/cangkok Biaya total Penyusutan dalam jangk:a walctu 25 tahun Blaya investasllOO rambutao (Rp) 150.000 100.000 250.000 IO.OOO/tahun 2.500.000 o Keuntungan kotor Upah pemetik Upah pemeliharaan Penyusutan kebun 2.500.000 200.000 100.000 10.000 Pendapatan bersih 2.190.000 Kebun rambutan merupakan pula harta warisan yang mudah dibagikan pada anakanak. Pewarisan tanaman itu diberikan per deret. Kebun rambutan juga digunakan untuk membiayai keperluan petani jika ia sudah "pensiun", pedagang atau pegawai negeri yang tidak lagi aktif bekerja. Lagi pula, produksi pertanian itu menarik karena tidak terlalu memerlukan tenaga buat orang yang sudah tua. Apapun alasannya, investasi di perkebunan sangat menarik. Beberapa petani mampu membeli lahan produktif seperti yang dilakukan oleh pedagang, pegawai negeri dan petani (Tipe nI). Petani muda yang mulai merangkak (Tipe II) yang memiliki sedikit lahan dan uang, mencoba membuka kebun. Fungsi Ekonomi Jenis Kebun Lain Kebun kelapa: Pohon yang cocok di tanah asin ini agak sulit tumbuh di daerah Palingkau, karena daerah itu tidak terjangkau air pasang yang asin. Pohon kelapa mulai berbuah antara tahun ke-tujuh dan ke-sepuluh, lebih lama jika dibandingkan dengan daerah yang letaknya dekat laut. Di hilir Kota Kapuas, pohon kelapa dapat berbuah pada usia empat atau lima tahun. Namun kelapa tetap ada di Palingkau. Para petani menanam beberapa pohon untuk memenuhi kebutuhan minyak dan kopra untuk konsumsi sendiri, bahan penting untuk masakan Banjar. Namun, sebelum adanya pengembangan pohon rambutan di tahun '70-an, pohon kelapa lebih banyak daripada sekarang. Begitu pohon kelapa mulai berbuah, pendapatan yang diperoleh dari kebun, sangat menguntungkan para petani. Karena berbuah sepanjang tahun. Setiap minggu dapat memberikan penghasilan. Di samping itu, kelapa hibrida yang diperkenalkan oleh Departemen Pertanian menarik para petani karena dapat berbuah pada tahun keempat. Mereka memperoleh pemasukan uang sehari-hari sepanjang tahun. 91 Pohon pisang: pohon ini sangat banyak terdapat sekitar pemukiman dan di pematang sawah. Pohon pisang yang berbuah sepanjang tahun dapat dikonsumsi sendiri, sekaligus sebagai penghasilan tambahan. Kebun campur: di Palingkau, kebun semacam ini yang terletak di pematang merupakan kebun yang sudah berumur sekitar 50 tahun. Berbagai jenis buah yang masa panennya yang berkelanjutan, memungkinkan pemasukan uang ada selama musim hujan. Pada musim itu, pohon mulai berbuah. Pendapatan yang diperoleh dari hasil kebun besar. Namun berbeda dengan rambutan, investasi barn memberikan hasil dalam jangka lama. Petani haros menunggu pohon berbuah antara 7-10 tahun dan baru beberapa tahun kemudian petani memperoleh hasil yang lebih banyak. Di samping itu, tidak adanya pasar untuk penjualan buah itu atau persaingan dari daerah Iain yang produksinya lebih baik daripada jenis-jenis buah yang ada, tidak mendorong petani untuk memperluas kebun tersebut. Dengan perawatan sedikit, hasil yang diperoleh sangat besar. Contoh perhitungan produksi yang diperoleh dari kebun campur diperlihatkan pada tabel14. Petani jenis karon (Tipe ll-B) memiliki petak kebun 0,4 hektare yang ditanami berbagai pohon buah. Produksi kotor yang diperoleh dari hasil kebun melebihi Rp 5.000.000,00 untuk lahan seluas 0,4 hektare. Biaya perawatan sama sekali tidak diperlukan; dan masalah penyiangan, dapat dilakukan sendiri oleh petani. Jadi, kebun seperti itu benar-benar merupakan penghasilan tahunan yang besar. Tabe/14. Jenis Pohon da/am Kebun Campur dan Pendapatan Tahunan Prodoksi rata-rata Durian lIarga Pfr UDft Rp 3.000fbuah Rp25.000/IOO atap 1. Rp 500/kg Rp 5.000jbuah 'Pohon kopl lokal Rp 2:000/kg 200.000 50.000 3.750.000 o o Total . (Rpltabun) 5.025.000 Kegiatan Sampingan Kegiatan sampingan kepala keluarga dapat menambah keuangan tiap unit produksi sepanjang tahun. Kegiatan kaum perempuan yang merupakan tradisi di Palingkau, sekarang ini menurun. Mendong berkurang sehingga harganya mahal: dengan adanya pembukaan UPT di PLG satu juta hektare, hutan galam dibabat. Di dalam hutan galam tersebut, tumbuh mendong. Di Palingkau, sebelum berdirinya desa transmigrasi, petani menanam kercut di hutan lainnya. Sekarang mereka terpaksa pergi jauh untuk menanamnya atau membelinya di pasar lokai. Permintaan akan kercut di daerah Palingkau meningkat, harga meningkat dua kali lipat dalam waktu 92 BlIbln kurang dari dua tahun. Di desa-desa sebelahnya masih terdapat lahan untuk ditanami. Mereka menjual bahan baku itu ke Palingkau. Produksi kerajinan itu di Palingkau menurun karena keuntungannya sedikit. Beberapa perempuan yang diwawancarai mengatakan bahwa mereka telah berhenti menganyam sejak satu tahun. Harga bahan bakunya meningkat, namun agaknya harga jual tikar tidak ada perubahan. Hal itu teIjadi juga karena adanya persaingan dari desa sekitamya yang tetap berproduksi. Berbeda dengan di Palingkau, daerah-daerah itu masih memiliki hutan berawa di sekitar persawahan. Sayangnya, hal itu tidak akan lama, karena pelaksanaan PLG satu juta hektare sawah di daerah itu akan merusak area hutan yang jauh lebih luas dari satu juta hektare. Namun, kegiatan itu mempunyai peranan penting dalam penghasilan kaum perempuan. Tambahan dana setiap minggu memungkinkannya untuk menopang sebagian keperluan sehari-hari keluarga ketika kaum laki-laki meninggalkan desa untuk mencari keIja sampingan. Seorang pengrajin yang menganyam sendiri pergi ke hutan galam dua kali seminggu untuk memetik mendong yang telah ditanamnya dengan bantuan suami dan tetangganya. Kegiatan menganyam berlangsung lima hari per minggu. Jadi satu hari digunakan untuk mencari bahan baku, satu hari untuk menjual tikamya, yaitu hari Rabu. Menganyam memerlukan waktu delapan jam per hari: ia mulai bekeIja pukul 7.00 hingga pukul 10.00 pagi dan mulai lagi pukul 12.00 hingga pukul 17.00. Produksinya mencapai empat hingga enam tikarlhari. Tiap minggu, ia menjualnya sekitar 24 buah. Harganya Rp 400,00/lembar. Dengan demikian, pendapatannya mencapai Rp 9.600,00/minggu. Jika penganyaman dilakukan enam hari penuh, dari pencarian puron hingga pemasaran tikamya, melalui proses pengeringan, penggepengan, penganyaman. Hasilnya hanya mencapai Rp 1.600,00Ihari! Pendapatan keIja itu sangat kecil jika dibandingkan dengan pendapatan buruh tani harian yang mencapai paling sedikit Rp 5.000,00/hari. Jadi, kerajinan kaum perempuan tersebut k:urang dihargai! Perhitungan kembali data-data tersebut dengan mengambil kasus pengrajin yang sama yang setiap kali harus membeli puron. Puron dibeli di pasar Palingkau dengan harga antara Rp 1.500,00 dan Rp 2.000,00/unit puron yang dapat menghasilkan 10 tikar. Maka pendapatan barunya mencak:up gaji keIja yang hanya mencapai Rp 900,00Ihari! TabeJ 15. Pendapatan yang DiperoJeh dari Pengayaman Rp 5400/minggu Tidak mengejutkan jika beberapa pengrajin meninggalkan kegiatan yang sedikit sekali upahnya seandainya ia menemukan pekeIjaan yang lebih besar upahnya. Namun, kesempatan keIja bagi perempuan tetap terbatas. PekeIjaan yang dapat dilakukannya adalah menanam, panen padi lokal pada bulan Agustus, memetik rambutan. Pendapatan yang diperolehnya mencapai Rp 2.500,Oo-Rp 5.000,OO/hari. Akan tetapi, pekeIjaan itu hanya musiman dan dilakukan di rumah sendiri. 93 Perdagangan merupakan kegiatan "istimewa" bagi kaum perempuan Banjar. Mereka memiliki toko bahan makanan, warung. Mereka berdagang sayuran, buahbuahan, pakaian ... Namun, mereka membutuhkan sedikit modal untuk memulainya dan tempat yang cocok untuk berdagang. lstri pedagang pada umumnya berdagang juga karena mempunyai modal. Mereka tinggal di dekat pelabuhan daerah perdagangan Palingkau.. Para petani perempuan cenderung menjadi pengrajin dan menganyam kercut di handilnya. la tidak mempunyai kegiatan yang berpenghasilan besar. Jika, ia ingin memperoleh uang tambahan, ia terus menganyam puron. 94 Bab I1I KESIMPULAN Dahulu, dengan membuka hutan, cara kerja unit produksi ditekankan pada usaha saling melengkapi antara kegiatan pertanian yang bertujuan swasembada pangan dan menangkap ikan untuk keperluan sehari-hari. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan ke1uarga saja. Dengan berkembangnya perdagangan dan pemasaran produksi, timbul prospek baru. Munculnya rambutan di tahun 1970 di Palingkau merupakan gambaran prospek baro itu. Hal itu benar-benar merupakan awal dari suatu perubahan besar. Logika baro dalam pelaksanaan unit produksi telah muncul. Tidak cukup hanya sekadar memproduksi untuk swasembada, selanjutnya generasi kedua penduduk Palingkau mulai berproduksi untuk memperkaya diri. Mulai saat itu, diterapkan sistem yang didasarkan pada tiga penopang: produksi pangan: padi, produksi yang menguntungkan: rambutan yang dapat mendatangkan kekayaan dan pengembangan usaha bagi petani6 dan kegiatan sampingan yang dapat menopang keperluan uang sehari-hari. Sejak pelaksanaan logika baro tahun 1970 dalam unit produksi, sistem itu masih berkembang. Perbedaan-perbedaan juga muncul di an-tara petani. Beberapa petani mengembangkan kegiatan perdagangan (Tipe I-C), petani lainnya mengembangkan kegiatan taninya dengan keahlian khusus baik di bidang penanaman padi (Tipe I-A-l) atau penanaman rambutan (Tipe I-A-2), yang lainnya lagi masih terus menekankan pada tiga usaha yang telah dipaparkan sebe1umnya (Tipe I-B). Kebun rambutan berfungsi untuk: • mempertahankan nilai modal tanah petani; • menekan risiko dalam pengolahan lahan dengan cara diversifikasi produksi; • mendatangkan sumber pendapatan yang dapat digunakan untuk membayar buruh untuk mengerjakan sawah; • sebagai simpanan jangka panjang yang digunakan untuk memenuhi pengeluaran besar seperti perbaikan rumah; • sebagai simpanan jangka panjang dengan tujuan mewujudkan rencana-rencananya seperti investasi dalam perdagangan, pembelian tanah atau lagi impian bagi seorang muslim: naik haji; • menjamin masa depan, membiayai sekolah anak-anaknya; • menyiapkan harta warisan bagi anak-anaknya; • menyiapkan dana untuk hari tua. Berdasarkan rincian di atas, dapat dikemukakan bahwa rambutan menempati peranan penting sejak tahun 1970. Dengan adanya rambutan, beberapa petani dapat melepaskan diri dari kebiasaan mereka dalam mencari nafkah sehari-hari. Dengan melaksanakan proyek tersebut, hal itu memungkinkan perencanaan masa depan mereka menjadi lebih baïk. Membebaskan diri dari kebiasaan mencari nafkah tersebut, bukankah hal itu justru merupakan kemajuan? Di samping itu, hallain yang menarik untuk diamati ada1ah cita-cita utama berbagai suku di Palingkau. Bagi masyarakat Banjar, prioritasnya adalah pembuatan rumah 6 Melalui pembelian modal: tanah atau bangunan dan selurnh aktivitas perdagangannya atau status Haji... 95 bagus dari kayu besi, pembelian televisi dan parabola serta pergi haji. Bagi masyarakat Dayak, investasi lebih ditekankan pada pembiayaan sekolah anakanaknya hingga ke Universitas dan selanjutnya menjadi pegawai negeri. Hal yang sangat menarik untuk diperhatikan adalah adanya perbedaan-perbedaan dalam tujuan hidup antara penduduk yang sangat akrab dan tinggal bersama~sama tanpa masalah. Bagi orang Banjar, sekolah hanya untuk belajar membaca, menulis, menghitung dan terutama untuk belajar "agama". Mereka sangat religius sehingga menyekolahkan anak-anaknya di madrasah bila mampu. Seandainya mereka tidak mampu, maka anak-anaknya tidak akan bersekolah. Bagi masyarakat Banjar, sekolah tidak memberikan pekeIjaan. Tujuan anak perempuannya adalah menemukan suami secepat mungkin sebelum ia terlalu tua, yakni sebelum berumur 20 tahun; anak lakilaki haros berusaha mengatasi kesulitan mereka sendiri dan mempelajari berbagai macam jenis mata pencaharian hidup seperti bidang perdagangan, transportasi, pertanian untuk mengumpulkan mas kawin. Dalam usia sangat muda, mereka terpaksa memasuki kehidupan orang dewasa. Orang Dayak memandang hidup dengan cara yang berbeda: pendidikan merupakan salah satu cara utama yang nantinya dapat digunakan untuk mendapatkan pekeIjaan. Hal yang mengejutkan untuk diamati adalah semua pegawai negeri lokal adalah orang Dayak dan orang Jawa. Di antara pemuda suku Dayak yang kami temui selama penelitian, sebagian besar mengikuti pendidikan hingga SMA, sesuatu yang jarang bagi masyarakat Banjar di lingkungan Palingkau. 96 Gambar 23. Sistem Alokasi Pemasukan simpanan jangka pendek konsumsi sandiri ~ keglatan samplngan simpanan padi Ioka! membangun rumah pambuatan cara produksi menganyam kercul rambutan 1 ZL ~ L~ panyiangan ~ eksploltasi hutan ~ ~ _ ~ Q) ...." 0 .... c::> Il) (perhiasan) simpanan dalam bentuk emas 1800ga ke~a menjadi Hadji pada butan Marat menJual pedl unluk membell oobutuhan pangen sahan-hari, jiOO OOpaJa keluarga tidak memperoleh 00$ sampingan renovaslrumah pombelien taooh uang lunei yang diguookan untuk mambell Iœbutuhan keluarga sehari·hari yw BAB IV PERSPEKTIF BARU DAN PERKEMBANGAN DEWASA INI Bab IV PLG SATU JUTA HEKTARE DAN UPT PALINGKAU JAYA Menyusul keputusan tentang pengubahan rawa seluas satu juta hektare menjadi sawah, kecamatan Kapuas Murung, desa Palingkau Lama dan Palingkau Baru, Tajepan dan Mampan yang baru-barn ini dimasukkan dalarn proyek tersebut, telah terpilih sebagai objek penelitian lingkungan. Wilayah itu merupakan daerah percobaan dan pengembangan secara sederhana peralatan proyek. Sejak dua tahun, para petani di daerah tersebut mendapat program bantuan Departemen Pertanian. Sasaran prograrn tersebut adalah intensifikasi tanaman padi dengan memperkenalkan varietas padi unggul berumur pendek yang dapat dipanen dua kali setahun. Setelah dilakukan percobaan, temyata padi IR66 sangat cocok dibudidayakan karena sesuai dengan kondisi tanah setempat. Selain itu, hasil panennya lebih dapat diharapkan daripada varietas padi lokai. Dengan demikian, panen yang berlangsung dua kali setahun dapat menggantikan panen setahun untuk varietas padi lokai. Agar penerapan kedua varietas tersebut berjalan dengan mulus, Departemen Transmigrasi dan PPH menerapkan pola tanarn yang dikembangkan oleh Universitas Gajah Mada (UGM) yang menggabungkan varietas padi unggul dan lokal. Pola itu disebut "sawit-dupa". Secara harafiah, sawit-dupa berarti: Semai sekali, panen dua kali. Dua varietas padi yang disemai/ditanam pada waktu yang sama, dapat ditanam dalam waktu yang berbeda di lahan persawahan yang sama. Siklus padi unggul berumur empat bulan dapat diatur pada 80% sawah yang belum digarap, yaitu mulai awal semai padi lokal (Oktober-Nopember) hingga akhir tanam (Februari-Maret). Percobaan pola tersebut dilakukan oleh tiap kelompok tani. Tiap kepala kelompok mengumpulkan petani yang berminat dan bersama-sama dengan anggotanya menanami sawahnya dengan varietas padi IR66. Kepala kelompok menerima bibit tanaman, pupuk, pestisida, herbisida dari Departemen Pertanian. la membagibagikannya kepada anggotanya. Selain itu, karena kurangnya perawatan di handil, pemerintah melakukan beberapa kegiatan: • memperdalarn handil demi perbaikan drainase; • pengendalian air yang baik melalui sistem ''tata air mikro". Daerah transmigrasi Palingkau Jaya terdiri atas tiga satuan pemukiman: SPI, SP2 dan SP3 yang masing-masing dihuni antara 300 dan 400 kepala keluarga yang berasal dari berbagai pulau. Lebih dari separuh transmigran berasal dari Palingkau atau daerah tetangga. Sisanya, berasal dari pulau Jawa dan Bali. Daerah transmigrasi mencakup tanah 5000 hektare dan berjarak 6 km dari Palingkau. Tanah tersebut diberikan kepada Departemen Transmigrasi dan PPH oleh Gubemur provinsi Kalimantan Tengah pada bulan Juli 1995. Dahulu, tanah itu telah dimanfaatkan, dan kemudian ditinggalkan 15 tahun yang lalu. Karena tanah itu telah berubah menjadi hutan "galarn", Departemen Transmigrasi dan PPH membukanya kembali, dan ingin menemukan jalan keluar untuk pemanfaatan tanah tersebut meskipun memiliki kendala, yaitu keasaman. Solusi yang diajukan adalah: • perbaikan tata air melalui sistem yang dapat menurunkan tingkat kemasaman melalui proses pencucian tanah; 101 • penggunaan secara besar-besaran berbagai sarana produksi yang cocok, seperti: pupuk kimia untuk menambah kesuburan tanah, kapur untuk meningkatkan pH tanah, (ni1ainya masih berada pada pH 3-4 sepu1uh bu1an sete1ah pembukaan), dan pestisida untuk membasmi berbagaijenis hama perusak tanaman; • pengembangan budidaya padi secara modern dengan memperkenalkan varietas padi berumur pendek IR66, dan traktor kecil untuk pengo1ahan tanah. KESULITAN YANG DIHADAPI Masalah Air Sejak dilakukan pengerukan handil dua tahun sebe1umnya, aliran air di berbagai handil dan di beberapa sawah menga1ami banyak perubahan. Pengerukan handil dan penambahan sa1uran mengakibatkan keterlambatan distribusi air ke petak sawah. Namun, yang 1ebih parah ada1ah keterlambatan pembuatan pintu air dari beton. Pintu tersebut dimaksudkan untuk menggantikan tabat lama yang tidak berfungsi 1agi di beberapa handil yang te1ah dikeruk. Petani sangat kecewa karena hasi1 panen padi kurang menggembirakan sejak dua tahun. Oleh karena air tidak dapat dipertahankan di handil, air yang ada di sawah berkurang, sehingga sawah yang tidak cukup digenangi air untuk penanamam padi lokal ditinggalkan dan diubah menjadi kebun, atau ditanami varietas padi IR66 yang membutuhkan air 1ebih sedikit. Masa1ah tersebut semakin bertambah di bagian handil yang secara 1angsung disambungkan pada jaringan irigasi di daerah transmigrasi. Handil tersebut mengisi tandon air utama, yang kemudian menga1irkan air ketiga SP7• Pada saat air pasang, air masuk me1a1ui handil sampai ke penampungan air, sehingga air yang masuk tidak dapat mengairi se1uruh petak sawah. Oleh karena itu, beberapa petani setempat memaparkan bahwa Departemen Transmigrasi dan PPH membahayakan usaha persawahan tradisiona1 dengan menguras air di handil. Membagi-bagi air makin sulit dilakukan jika sumbernya terbatas dan banyak orang yang membutuhkannya. Petani setempat mengakui bahwa pengerukan handil te1ah memperbaiki kondisi drainase di handil. Seba1iknya, kondisi irigasi sekarang tidak menguntungkan 1agi bagi petani. Budi daya padi lokal sudah ditinggalkan di beberapa 1ahan persawahan. Sistem tata air mikro yang te1ah dikembangkan tidak berfungsi karena tabat baru be1um di bangun. Adapun di desa transmigrasi, musim yang sangat kering tahun 1997 menimbu1kan masa1ah yang besar, terutama pengadaan air minum. Sa1uran air untuk sawah di daerah SP yang 1ebih tinggi mengalarni kekeringan 1ebih dari dua bu1an. Kebutuhan air minum bagi ke1uarga mengharuskan para transmigran menggali sumur hingga keda1aman 1ebih dari 1,50 meter. Masa1ah kemasaman air dapat diatasi dengan menambahkan kapur, satu atau dua jam sebe1um dikonsumsi. Namun, masa1ah baru yang datang secara tiba-tiba pada akhir bu1an Agustus ada1ah masuknya air asin me1a1ui sungai Kapuas. Tak ada cara satu pun yang dapat di1akukan untuk mengatasinya. Satu-satunya ja1an ke1uar ada1ah membe1i air boto1 atau mengambil air di sungai Kapuas Murung, Palingkau. 7 Demikian juga 102 di handil di Palingkau Kecil dan Lasar. Bab IV Percobaan Pola Sawit-Dupa Program penyuluhan/penerapan pola sawit-dupa yang telah diwujudkan di tingkat handil di Palingkau sejak dua tahun tidak mengalami sukses. Karena berbagai faktor, kebanyakan petan:i menolak. Petani Palingkau menerima bantuan benih padi IR66, pupuk, herbisida dan pestisida yang disediakan oleh Departemen Pertanian. Sebagai imbalan, petani berjanji akan tetap tinggal di sawah mereka antara bulan Oktober dan Desember untuk menanam padi IR66 berbatang pendek yang tidak tahan genangan air yang dalam. Selama dua atau tiga bulan itu, petani tidak berangkat untuk mencari pekerjaan sampingan, seperti biasanya dilakukan sesudah padi lokal disemai. Mereka memusatkan waktunya untuk bekerja di sawah dan memanfaatkan simpanannya untuk menanam padi. Mereka berharap investasi itu akan membawa hasil panen padi unggul yang besar. Namun, padi IR66 tidak tahan terhadap genangan air yang banyak di musim hujan pada bulan Desember dan Januari, sehingga hasil panennya merosot dan tanaman padi mati. Padahal, penyuluh pertanian telah mengiming-imingi petani bahwa sawah mereka dapat menghasilkan 3,5 ton padi per hektare. Namun, mereka hanya menerima hasil di bawah 1,5 ton per hektare. Selain itu, keterlambatan yang terjadi pada siklus penanaman padi (pola sawit-dupa) berdampak pada penanaman terakhir padi lokal yang hasilnya juga kurang menguntungkan dari yang biasanya. * Kebanyakan petani yang telah mengambil risiko tanpa memperoleh keuntungan panen, tidak ingin mengulangi lagi pengalaman pahitnya untuk musim berikutnya pada bulan Oktober 1996 dan Agustus 1997. Petani yang ingin mencoba lagi menjadi terasing dari kawan-kawannya yang tidak ingin lagi mengambil risiko. Oleh karena itu, mereka terpaksa membatalkan proyek dan hanya menanam padi lokal pada tahun 1996 dan 1997. Namun, musim penanaman padi tersebut ditandai dengan musim kemarau yang datang lebih awal. Pada bulan April, air di sawah berkurang. Hasil panen bulan Agustus 1997 tidak menguntungkan, bahkan tidak mencukupi kebutuhan pangan bagi petani untuk tahun berikutnya. Saat ini, lumbung padi dari sejumlah petani kosong. Masalah keuangan semakin parah untuk bulan-bulan berikutnya ketika harga beras mengalami kenaikan khususnya pada bulan September 1997. Petani melihat padi unggul sebagai peluang untuk memperoleh persediaan beras dengan cepat. Mereka akan menanam kembali padi unggul siklus pendek, tetapi dengan syarat semua petani juga melakukannya. Namun kali ini, petani ingin menanam padi pada bulan September untuk menghindari genangan air yang sangat merugikan jika umur padi masih muda. Berbagai Kendala Kurangnya Pengendalian Air di Sawah Padi IR66 sangat peka terhadap perubahan tingkat air di petak sawah. Varietas padi tersebut memerlukan pengendalian air yang tetap. Jika kedalaman air di petak lebih 10 cm, tanaman padi mati. Sistem pengendalian air secara tradisional tidak cukup sempurna, untuk membenahi variasi genangan air yang berasal dari arus pasang besar dan hujan lebat pada bulan Desember dan Januari. Perbaikan kontrol air dengan melakukan pengerukan handil dan penggunaan sistem tata air mikro, secara 103 apriori merupakan jalan keluar. Akan tetapi perbaikan itu belum dilakukan dan adopsi padi unggul seperti yang terlihat saat itu pada pola sawit-dupa tampak berisiko. Sebaiknya, sejak pengerukan handil dua tahun lalu, penanaman padi lokal berisiko pula karena tingginya genangan air di sawah tidak mencukupi. Padi IR66 dan Padi Lokal Saling Tumpang-Tindih Semai dua varietas padi direncanakan pada masa tanam yang sama, yakni awal bulan Oktober. Pada pola tradisional, semai padi lokal telah dilakukan awal musim hujan pada pertengahan bulan Oktober. Untuk saat itu, persemaian padi siklus pendek terlambat. Hujan yang turun dengan lebat pada akhir bulan November menyebabkan padi yang barn berumur antara l dan 1,5 bulan tidak dapat tahan pada genangan air sekitar 20 cm di sawah. Selain itu, dengan penyemaian secara serempak, padi unggul yang telah ditanam di sawah pada pertengahan bulan Februari dapat memperlambat persemaian kedua untuk padi lokal. Hal itu disebabkan oleh kondisi musim hujan dan ketinggian air di sawah. Jika petani terlambat melakukan semai terakhir, hal itu berdampak negatif pada produksinya. Gambar 24. Jadwal Kerja Sistem Sawit-Dupa Sep Okt , Nop ! Des ! Jan , , Fab , Mar Apr , ! Mai , Jun ! Jul Agt ! , ~ Padl unggul t ! r--r---ur---u---u-u---u---uu---- ---- t t : Sam~ ::,~!~=n! 1 l ~ __ Pers1apan : Iahan , l' :! Panen Padllokal 1 P9mupoon ~ua : : ----l---,---t:Tl-t-----:-1 t : semai : ' portam. : :: : ----i !~an! :: .. puneakJ<agialan: - 1 l: l: ! r---------------~--- : :,an P«lanam-: Pemupukan kadua : : : : :_aPerslapan : : lahan:: . Panen 5awlt-dupa: : : .~-t-_u-i Puncak~n - . t-----------uut---:-.. Pengendalian Hama Usaha petani di lingkungan semacam itu tidak dapat dilakukan secara sendirisendiri tetapi terikat pada aturan masyarakat petani. Agar varietas yang dipilih dapat memperoleh hasil panen yang sesuai, semua petani dari satu handil haros menanam padi secara serentak. Dengan cara itu, petani menanggung risiko serangan hama bersama-sama. Apalagi jika menggunakan varietas padi yang sangat peka terhadap serangan hama. Kondisi tersebut tidak boleh tidak terpenuhi. Padahal, beberapa petani terpaksa mencari pekeIjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Dengan demikian, mereka meninggalkan sawah tanpa menyelesaikan persemaian. Jika terdapat beberapa petani seperti itu di satu handil yang sama semua petani di handil tidak dapat mengadopsi sawit-dupa. Sawit-dupa: keuntungan atau kerugian? Sebagai contoh, kalkulasi berikut ini dibuat untuk keluarga yang terdiri atas lima orang (kepala keluarga, istri, tiga anak yang masih kecil dan usia sekolah): • istri membantu suami melakukan persemaian dan panen padi; 104 . Bab IV • anak-anak yang masih kecil tidak membantu orang tua; • semua pekerjaan dilakukan oleh tenaga kerja anggota keluarga sampai batas kemampuannya. Mereka memanggil buruh harian untuk pekerjaan yang tidak dapat ditunda, seperti semai varietas padi unggul dan panen varietas padi lokai. Ada dua masa puncak kegiatan yang mengharuskan petani tetap tinggal di sawah selama sekitar dua bulan. Beberapa kegiatan saling tumpang-tindih, atau waktunya terlalu berdekatan. Kadang-kadang petani terpaksa memanggil buruh harian, jika ia memiliki uang. Pada puncak kegiatan pertama dari bulan Oktober hingga Desember, petani harus melakukan: • semai padi unggul dan semai padi lokal; • persiapan lahan persawahan untuk pemindahan padi unggul; • pemindahan padi unggul harus dilakukan sedikitnya satu minggu. la mempekerjakan buruh harian, jika tenaga kerja anggota keluarga tidak mencuIrupi. Pada puncak kegiatan kedua dari bulan Februari-Maret, ia haros melakukan: • panen padi unggu1; • menyiapkan lahan untuk pemindahan padi lokal terakhir. Jika waktu tidak mencuIrupi, ia memanggil buruh; • pada pemindahan terakhir padi lokal, petani mempekerjakan buruh harian sesuai dengan tahap pekerjaan dan tingginya genangan air di sawah. Dahulu, selama masa tersebut, ia berangkat mencari pekerjaan sampingan. Jika ia menerapkan pola sawit-dupa, ia haros tetap tinggal di sawah dan menjual persediaan padi lokal untuk membiayai kebutuhan keluarga. Hal itu berarti bahwa ia kehilangan penghasilan dari pekerjaan sampingan selama ia melewatkan waktunya di sawah, tetapi sebagai gantinya, ia memperoleh keuntungan dari hasil panen padi unggul. Keuntungannya bergantung pada tingkat penghasilan yang diperoleh dari padi unggul, dibandingkan dari gaji yang diterima di pasar kerja. Mungkin dapat dilakukan simulasi yang dapat menggambarkan tingkat keputusan yang diambil oleh petani. Tingkat produktivitas padi unggul dalam perhitungan dan perbandingan pendapatan bersih dari penanaman padi tambahan IR66 menurut tingkat produksi yang berbeda dengan pendapatan dari pekerjaan sampingan dapat dibagi tiga tingkat. Perkiraan kalkulasinya adalah sebagai berikut: .10 blek/borong (3,5 ton/ha), berdasarkan teori yang diumumkan oleh pemerintah; .7 blek/borong (2,5 ton/ha), hasil rata-rata yang dicapai oleh beberapa petani; .5 blek/borong (1,8 ton/ha), produksi yang biasa diperoleh petani. 105 Padi unggul ditanam pada 80% lahan persawahan (pola sawit-dupa). Varietas padi itu dijual dengan harga rata-rata Rp 5.000,00/blek atau Rp 476,00/kg di pasar Palingkau. Pendapatan yang diperoleh dari padi IR66 di lahan seluas 0,8 hektare dengan produktivitas padi yang berbeda adalah: Tabel16. Pendapatan yang Diperoleh dari Penerapan Pola Sawit-Dupa 30.000 105. 000 Panen 30.000 Total 135.000 Tabel17. Pendapatan yang Diperoleh dari Padi Unggul (Iuas 0,8 ha) Hasil panen 1,8 ton/ha Rasil panen 2,5 ton/ha Hasil panen 3,6 ton/ha RasH kotor Saprodi Tenaga keIja 700.000 144.000 108.000 Hasil kotor Saprodi Tenaga keIja 980.000 144.000 108.000 Hasil kotor Saprodi Tenaga kelja 448.000 Pcndapatan 728.000 Pendapatan bersîh (Rp) 1.400.000 144.000 108.000 , Pendapatan 1bersih (Rp) bersîh (Rp) ~ 1. 148.000 J Pendapatan pekeIjaan sampingan: • Jika petani tidak menanam varietas padi unggul, maka 35 hari keIja di sawah selama bulan Oktober-November dapat digunakan untuk mencari pekeIjaan sampingan. Dapat diperkirakan bahwa dari 35 hari, ia menggunakan waktu 30 hari untuk bekeIja, dan sisanya, digunakan untuk peIjalanan dan istirahat di rumah. Pada bulan Oktober-November, petani masih dapat mencari pekeIjaan di luar Palingkau dengan penghasilan Rp 15.000,00/hari, yaitu pembabatan, pekeIjaan membangun rumah, dsb. Lima hari yang dibebankan bulan Februari dapat dimanfaatkan untuk mencari pekeIjaan harian di sektor pertanian di daerah Palingkau dengan penghasilan Rp 6000/hari. Maka, opportunity cost pada pekeIjaan yang dilakukan di sawah untuk penanaman padi unggul adalah: 130 x 15000 + 5 x 6500 =Hp 482 500 1 Pengambilan keputusan oleh para petani bergantung pada produksi yang diperoleh dari hasil panen padi unggul. Jika produksinya tidak lebih dari 1,8 ton/hari, seperti kasus percobaan penanaman padi unggul selama dua tahun itu, petani Palingkau lebih memilih mencari pekeIjaan sampingan. Keadaan pasaran keIja merupakan 106 Bab IV variabel kedua yang perlu diperhitungkan, yakni: kemudahan dan kecepatan mendapatkan pekerjaan serta tingkat penghasilan. Pada saat ini, dalam rangka proyek PLG satu juta hektare, kegiatan tidak berkurang misalnya: pembukaan lahan, dan pengelolaan kawasan transmigrasi yang melibatkan sebagian dari tenaga kerja selama beberapa waktu. Selain itu, kampung Palingkau sedang dalam proses peralihan menjadi daerah kecamatan dan saat ini, sektor kota dan berbagai kegiatan berkembang dengan cepat. Dinamika pasar kerja yang barn ini dapat mengganggu penerapan pola sawit-dupa. Di satu sisi, mencari pekerjaan luar tani jauh lebih aman daripada kerja tani. Di sisi Iain, banyaknya pennintaan pekerjaan di Palingkau, pasti akan meningkatkan lagi upah buruh. Alokasi Dana Gambar 25 dan 26 menunjukkan arns pengeluaran dan pemasukan selama berlangsung musim tanam untuk pola "sawit-dupa" dan pola "padi lokal". Angka-angka tersebut hanya merupakan hasil kalkulasi dari data wawancara (angka perkiraan) mengenai pemasukan dan pengeluaran petani. Gambar 25. Arus Pemasukan dan Pengeluaran Jadwal Pelaksanaan Sistem Sawlt-Dupa Old Nop Pemuukan Persiapan Iahan dan samal IR66 Pengeluarln 480 Des Jan Feb Mar Apr Mel Jun Jul AgI Sep iW'&i0JW#'&H W#'<74WM'#'@Wd#'#'Mm'#'#'#'t0IW&!f/..0 155 155 980 145 290 290 290 290 960 260 Manesri pekar· jasn sampingan di sakitar /ahan persawahan 240 180 Pembellan pupuk, benlh, pelUllda dan Mbagalnya 51100 .481) ·240 ·25 180 • Panan padi unggul Panan padi Ioka! - Parsiapan lahan 475 180 • Bulan Ramadhln - Buruh (tanlm, per lIapan "hln) -25 Mancari pekarjaan sampingan dlluar dssa • 550 -35 240 180 180 Pembellan pupuk 50 180 440 180 Buruh untuk membllntu plnsn 110 110 110 520 110 Gambar 26 menunjukkan pengeluaran dan pemasukan selama satu musim tanam dengan sawah seluas satu hektare padi lokal, serta ditambah dengan pendapatan dari pekerjaan sampingan. Gambar 25 menunjukkan arus pengeluaran dan pemasukan untuk pola sawit-dupa yang mencakup sawah seluas satu hektare padi lokal, serta 0,8 hektare padi unggul, diselingi dengan pendapatan sampingan pada waktu luang. Padi lokal terutama digunakan untuk swasembada pangan. Sisanya, disimpan dan dijual sedikit demi sedikit untuk keperluan kebutuhan keluarga selama satu setengah bulan ketika petani bekerja di sawah dan tidak sempat mencari pekeIjaan sampingan. Sepanjang tahun, kebutuhan uang bulanan ditopang dari pekeIjaan sampingan. Jika hasil dari pekerjaan sampingan tidak mencukupi petani terpaksa mengambil dari stok padi loka!. Pengolahan keuangan rumah tangga dilakukan dari hari ke hari dan stok padi merupakanjaminan. 107 Gambar 26. Jadwal Kegiatan Sistem Penanaman Padi Lokal Okt Nop Des Jan Feb Mar Pemaaukan 290 170 155 180 210 180 145 155 180 280 180 • Bulan Ramadhan • Buruh (t8nam, per slapan lahan) 5.100 110 ·40 - 25 Mel 290 Masa persiapan lehen; tidak eda pendapelan dari luar Meneari pekerjaan sampingan di seki/ar iahan persawahan PengeJuaran Apr ·25 Jun Jul Agt Sep WW'11wtM"#4t,1@fl'AW1@',@;Wp"l',0@ !W&'P"@$p..fl'aM!W&JW/&W - 28D - 35 290 290 290 240 180 180 Pembellan pupuk 50 960 290 Panen padi IokaJ Menceri pekefjaan sampingan di luar desa 180 520 180 Buruh unluk membanlu penen 110 110 110 440 110 Pembuatan jadwal pengeluaran dan pemasukan pada pola sawit-dupa memperjelas cara perolehan sumber pendapatan yang berbeda. Pada pola ini, surplus padi lokal dijadikan modal bagi petani. Di satu sisi, diperlukan untuk pembelian sarana produksi bahan-bahan penanaman padi unggul. Di sisi Iain, untuk pembiayaan kebutuhan keluarga selama dua bulan ketika petani tidak dapat meninggalkan sawahnya. la akan mendapatkan hasil investasi padi lokal tersebut pada panen bulan Maret. Petani lebih mengambil risiko ketika kondisi untuk memperoleh panen padi unggul tidak dapat tercapai karena pengaturan air, karena adanya kontrol air yang buruk, buruknya seperti yang kini terjadi di Palingkau. Pada pola ini, terutama selama musim tanam dari bulan Oktober ke April, pengaturan keuangan rumah tangga jarang dilakukan sehari-hari. Uang yang diperoleh untuk membiayai kebutuhan keluarga merupakan hasil penge10laan stok padi dan bukan uang yang didapat dari hasil pekerjaan harian atau mingguan. Hal tersebut di atas menunjukkan suatu perbedaan mentalitas antara dua pola. Pada pola padi lokal, petani membatasi risiko, dengan menginvestasikan dalam varietas padi lokal yang irit tenaga dan saprodi. Petani tidak pusing mengatur sisa stok padi karena pekerjaan sampingan menjadi penunjang pemenuhan kebutuhan ke1uarga sehari-hari. Sebaliknya, pada pola sawit-dupa, petani menghadapi berbagai risiko dan harns menge10la stok padi dengan teliti. Jadi, di lingkungan Palingkau, tidak ada satu pun yang pasti. Baik iklim dengan musim kemaraunya yang panjang; api yang dapat membakar ladang dan kebun; tingkat air berubah-ubah dari hari ke hari dan dari bulan ke bulan; produksi tanaman bergantung pada kesuburan tanah yang mudah berubah; pekerjaan manusia berubah dari bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun. Petani tidak suka terikat pada lahan dan kegiatan pertanian saja. Banyak petani yang diwawancarai seputar varietas padi unggul mengemukakan kendala kegiatan dan pengawasan dari jenis padi tersebut. "Jika saya menanam padi unggul, saya harus tetap tinggal di sawah, dan tidak dapat mencari pekerjaan sampingan". Selama berlangsung wawancara dengan ketua kelompok tani yang ingin mengadopsi varietas padi hari tersebut, ada pandangan dari petani luar kampung, yang dapat memberi kesimpulan yang sangat menarik, 108 BablV yaitu: "Agar berhasil, orangnya harus unggul juga." Kata "unggul" mengacu tidak saja kepada varietas padi tetapi sekaligus mengacu pada orang baru yang cenderung berpikir modem, seorang petani yang terikat pada lahan pertaniannya, semacam petani model baru. ripe Petani yang Dapat Mengadopsi Pola Sawit-Dupa Beberapa petani tertarik pada pengadopsian pola sawit-dupa. Adopsi pola itu dapat dilakukan dengan mudah oleh petani yang memiliki penghasilan, seperti panen rambutan dan yang memberi perhatian penuh pada lahannya. Pada dasarnya, petani yang memiliki kebun dapat menggunakan hasil penjualan rambutan untuk membiayai tanaman padi. Penghasilan tersebut dapat menutupi berbagai kebutuhan dan dapat menjamin petani dalam menangani berbagai risiko penanaman. Sebaliknya, adopsi pola sawit-dupa tidak menarik bagi petani yang tidak tinggal di Palingkau. Petani itu hanya datang ke sawah untuk kegiatan tertentu. Untuk "budi daya padi jarak jauh", padi lokal sangat tepat diterapkan karena jenis padi itu tidak membutuhkan banyak tenaga dan pengawasan dibandingkan dengan padi unggul. Keluarga transmigran mengadopsi pola sawit-dupa, paling tidak selama 1,5 tahun. Selama itu, mereka diberi saprodi. Namun, keluarga transmigran hanya dapat menerapkan pola sawit-dupa dengan terbatas pada tenaga keIja dalam keluarga, karena tidak ada dana untuk mengupahkan tenaga luar. Penanaman padi unggul haros selesai paling sedikit selama satu minggu, tetapi penanaman padi hanya dapat dilakukan untuk sebanyak l borong (289 m2) per hari. Jika tenaga dalam keluarga hanya ada dua yang aktifi'pekeIja (kepala keluarga dan istri, yang sering teIjadi pada pasangan muda transmigran), mereka hanya dapat menanami sawahnya 2 borong/hari, 14 boronglminggu, atau total hanya 0,5 hektare. Mereka tidak mungkin menerapkan pola sawit-dupa pada sawah seluas dua hektare yang telah diberikan kepada mereka. Gotong royong merupakan' satu jalan keluar, tetapi semua petani menanam padi dalam waktu yang sama. 'Aïl.ëkdotuntukmenjèùlskaiïïnasaiàli tersebut: ---------------------------1 ~ .. .. .. .- : :. ~ '. ~,' " '. . . "' . Masalah itu timbul pada bulan Juli, Agustus pada waktu menanam padi IR66 di sawah milik' desa SP1 seluas 50' hektare. Pena.rlamàn padi tersebut yang dilakukaD. selama mûsini kemarau ditujukan untuk di panen oleh Presiden R.I sendiri padà: bulan Oktober 1997. Penyuluh pertanian dari SPI dihadapkan pada masalah~ :kekurangan tenaga keIja/pekeIja~ Keluarga transmigran lebih menyukai menggarapi 'sawah sendiri' daripada' menanam padi di tempat umum. Akhirnya, si penyuluh' 'pert_apian~'aksamemb~yar pek~a hari~ untuk Ill~.ny~J~_~~.i!<:an~y~. ~ Segala kendala yang dihadapi tidak berarti bahwa petani Palingkau tidak tertarik dengan varietas padi bersiklus pendek. Seperti yang telah dijelaskan tentang penanaman padi pada tahun 1997-1998, sejumlah petani ingin menanam padi unggul agar dapat menyediakan dengan cepat stok padi mereka. Si petani tidak percaya langsung sama penyuluh. Tetapi ia beIjalan-jalan di handil dan menanyai berbagai petani yang telah menanam padi unggul. Selanjutnya, ia coba-coba menanam sendiri di sebagian kecil sawah. Dengan demikian petani dapat mengamati kekurangan dan kelebihan varietas padi unggul yang dapat ditanam pada berbagai kondisi. 109 Banyak petani ingin menanam dua varietas padi, lokal dan unggul, tetapi dengan cara agar mereka dapat panen pada waktu yang sama. Cara itu, secara apriori, dapat menambahjumlah pekerjaan pada masa panen dan hal itu dapat mencegah serangan hama dan gulma, khususnya burung pada masa panen. Untuk varietas padi unggul yang membutuhkan air sedikit, petani melihat cara memperbaiki penggunaan tanah dengan memilih kondisi genangan air yang berbeda di sawah. Petani menanam varietas padi lokal di beberapa tempat di sawah yang genangan airnya paling cocok dengan varietas tersebut. Beberapa petani maju, yang telah melakukan percobaann, ingin me1aksanakan spesialisasi sawah mereka. Di beberapa petak sawah, petani menanam padi unggul dua kali setahun. Di petak sawah Iain mereka menerapkan pola sawit-dupa, dan di lahan petak yang genangan airnya banyak, mereka hanya menanam varietas padi lokai. Cara itu lebih ampuh dan lebih efisien jika pemilihan varietas padi berdasarkan tingkat genangan airnya: tanah tinggi, tanah sedang dan tanah rendah. Petani dapat meningkatkan hasil per hektare padi dengan menggunakan faktor keterbatasan utama yakni tenaga kerja. Kasus seorang petani yang telah diteliti di Mampai dapat memperjelas pengamatan tersebut: Petani memiliki dua hektare sawah, ia melakukan dua kali panen padi unggul pada 0,5 hektare sawah dan menanam padi lokal pada 1,5 ha sawah yang tersisa. Alasan petani memanfaatkan sebagian besar sawahnya untuk penanaman padi lokal adalah keterbatasan tenaga kerja dan kondisi genangan di masing-masing petak. DAMPAK PROYEK TERHADAP L1NGKUNGAN Kerusakan Sumber A/am dan Perubahan Ekosistem Proyek PLG satu juta hektare menyebabkan perubahan ekosistem di daerah tersebut. Langkah-Iangkah yang telah diambil tidak memperhitungkan bahwa hingga sekarang penduduk setempat bergantung pada sumber alam. Pekerjaan yang telah dilakukan mengubah cara penggunaan lahan yang telah disempurnakan oleh penduduk Dayak dan Banjar. Kini, mau tidak mau kelompok minoritas menyerah pada buldozer pembawa kemajuan. Kerusakan Hutan dan Sumber A/am Penempatan UPT di wilayah yang meman-jang dari Palingkau hingga di Buntok menyebabkan terjadinya pengundulan hutan dan rusaknya gambut fosii. Padahal, hutan merupakan sumber alam yang berharga bagi masyarakat setempat. Tidak j auh dari Palingkau, penduduk desa Dadahup terancam kehilangan sumber penghasilan pokok mereka. Untuk membangun UPT, kebun rotan mereka berkurang dari hari ke hari. Sumber alam Iain yang menghilang bersama-sama dengan hutan adalah ikanikan yang terdapat di sungai dan di rawa-rawa. Hal itu merupakan sumber kekayaan kedua bagi suku Dayak Dadahup, selain rotan. Imbalan yang ditawarkan bagi mereka adalah tinggal di UPT. Tawaran itu tidak begitu menarik. Namun, tak satu alternatif Iain pun yang ditawarkan kepada mereka. Kehilangan sumber Iain bagi penduduk setempat, yang telah dikemukakan adalah hilangnya berbagai jenis kayu bangunan, seperti kayu Meranti, Galam serta puron 110 -. Bab IV yang digunakan untuk membuat tikar. Demikian juga fauna dan flora di hutan terancam. Perubahan Hidrologi Sungai Proyek PLG menghubungkan tiga sungai besar di Kalimantan, yakni sungai Kahayan, Kapuas dan Barito. Jaringan irigasi besar itu dimaksudkan untuk mengairi satu juta hektare sawah. Tahap penyelesaian pembuatan irigasi masih jauh, tetapi beberapa dampak terhadap ekosistem telah terasa, khususnya di daerah Palingkau. Misalnya, banjir yang telah terjadi setiap tahun di sepanjang anak sungai Kapuas Murung, sungai Mengkatip, tidak terjadi tahun ini. Hal itu menyebabkan penduduk setempat kehilangan sumber ikan. Tentunya dampak Iain tidak lama lagi akan terasakan juga. Mudah dibayangkan bahwa perawatan saluran yang kurang baik di hulu jaringan irigasi, akan menimbulkan berbagai dampak. Suatu dampak yang pasti terjadi adalah bahwa gambut tebal yang merupakan dasar yang tidak stabil dapat mempersulit perawatan dan memperbesar risiko kerusakan dan kebobolan saluran. Dengan demikian, kekurangan air dapat terjadi di hilir jaringan irigasi. Dapat dibayangkan bahwa seluruh wilayah mulai dari Palingkau hingga Banjarmasin akan menghadapi masalah irigasi yang buruk di lahan persawahan. Jadi persawahan dan kebun yang te1ah dikembangkan masyarakat Banjar yang sudah berabad-abad akan hilang. Ironisnya, PLG satu juta hektare yang dahulunya ditujukan untuk memperluas area persawahan, pada akhirnya merusak persawahan yang telah ada. Pola pengembangan lahan yang disempurnakan oleh masyarakat Banjar di Palingkau sudah terancam, bahkan di beberapa handil padi lokal tidak dapat lagi ditanam. Petani mengubah sawah menjadi kebun. Padahal, tujuan proyek tersebut adalah memperluas lahan persawahaan, seperti yang di jelaskan sebelurnnya dan bukan mendorong para petani untuk mengubah sawah mereka menjadi kebun. Dampak Proyek Terhadap Pasar Penempatan proyek PLG satu juta hektare sejak dua tahun menciptakan suatu dinamika barn di daerah Palingkau. Adanya pendatang baru seperti kelompok pegawai negeri yang memiliki peran penting dari berbagai kantor administratif (Kantor Pertanian, Pekerjaan Umum, Pengairan, dan Transmigrasi); pekerja yang tertarik dengan lapangan kerja proyek dan keluarga transmigrasi yang datang secara bertahap di daerah Palingkau, meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah Kapuas dan khususnya di Palingkau. Infrastruktur jalan yang belum ada dua tahun lalu di daerah tersebut kini sedang dibangun dengan cepat sekali. Toko-toko kecil di jalur transportasi juga te1ah berdiri. Ramainya kedatangan penduduk di daerah tersebut berdampak pada kawasan kegiatan manusia. Keadaan pasaran tanah, barang, jasa, kerja sangat berkembang. Dampak Terhadap Pasar Tanah Pembuatan jalan secara paralel di sungai Kapuas Murung menyebabkan berpindahnya daerah kegiatan ekonomi. Toko dan rumah tumbuh di sepanjang jalan dan berakibat pada melambungnya harga tanah di dekat jalan baru yang lebih ramai. Unsur Iain yang berperan berkat kenaikan harga tanah adalah rencana perubahan Palingkau menjadi kecamatan. Dengan banyaknya penempatan UPT, daerah Palingkau mengalami peningkatan jumlah penduduk. Bangunan-bangunan didirikan III dengan cepat. Tanah menjadi sasaran speku1asi. Tanah tidak hanya difungsikan untuk membangun perumahan, tetapi juga sebagai 1ahan untuk tanaman padi dan sayur-sayuran bagi pegawai negeri. Beberapa petani memi1iki modal tanah yang sangat mahal. Hari itu, mereka dapat menjua1 tanah dengan membuat banyak tanda "dijua1" di sepanjangjalan, atau mereka menunda penjua1an barang tersebut dengan menunggu harga yang 1ebih baik. Dampak Terhadap Pasar dan Jasa Sejak penempatan UPT Pa1ingkau Jaya, produksi sayur mayur yang sejak du1u 1angka dan maha1 hingga sekarang menjadi ber1impah ruah. Sebe1umnya, petani Pa1ingkau hampir-hampir hanya mempro-duksi sayur-sayuran untuk kebutuhan sehari-hari. Sejak penempatan kurang 1ebih seribu ke1uarga transmigran, produksi sayur-sayuran meningkat banyak. Akan tetapi, me1impahnya produksi sayursayuran menyebabkan turunnya harga di pasar lokal. Terciptanya pasar baro. Wa1aupun beberapa produksi tidak menguntungkan 1agi penduduk setempat, penempatan UPT mengakibatkan terciptanya pasar barn, misa1nya untuk produksi rambutan. Sebenamya, Departemen Transmigrasi dan PPH te1ah memberikan 10 bibit rambutan yang dibe1i dari penduduk setempat kepada transmigran. Namun di sini, disebutkan bahwa ha1 itu tidak menguntungkan produsen bibit rambutan di daerah tersebut, tetapi hanya menguntungkan beberapa penghubung yang diberi keistimewaan dari transmigrasi, terutama sege1intir orang di handil Palingkau Baru. Transmigran, konsomen yang potensial. Penempatan sebesar 400.000 sampai 500.000 kepala ke1uarga transmigran di provinsi Kalimantan Tengah akan meningkatkan 1ahan produksi. Tentunya, transmigran yang baru datang masih miskin tetapi dari tahun ke tahun daya be1i mereka meningkat. Pada awa1nya, setidaknya mereka menjadi penumpang angkutan umum, menjua1 produksi pertaniannya, dan kemudian mereka akan membe1i pakaian, a1at-a1at seko1ah, ikan dan sebagainya. Dengan berbagai perubahan, dinamika perdagangan barn berkembang di provinsi Kalimantan Se1atan dan Tengah. Arus barang dagangan meningkat di antara pe1abuhan Banjarmasin dan daerah pionir besar yang sedang tumbuh (pLG). Dengan berkembangnya arus barang dagangan, kegiatan kerja ikut berkembang di Pa1ingkau. Berbagaijenis pekeIjaan keci1 muncu1 di Palingkau. Dampak Terhadap Lapangan Kerja Sejak awa1 pe1aksanaan proyek PLG pada tahun 1995, terjadi sebuah dinamika barn di pasaran kerja di Palingkau. Berbagai pekerjaan jasa dan perdagangan keci1 berkembang dengan pesat. Jaringan transportasi te1ah dibangun demi ke1ancaran pengangkutan barang dan manusia. Beberapa petani memiliki perahu bermotor yang menjadi kendaraan umum antara daerah transmigrasi Pa1ingkau dan desa Pa1ingkau. Ojek bertambah banyak dan menjadi a1at transportasi antar daerah. Sejak beberapa bu1an trayek antar kota Kapuas dan Pa1ingkau didukung oleh sekitar 10 op1et yang setiap minggu jumlahnya terus bertambah. Sektor ini dapat memberikan 1apangan kerja bagi buruh dari kota dan dari desa (petani, pemuda berijazah dan perantau). Pada sektor transportasi dapat juga tercipta pekerjaan jasa. Da1am waktu tiga bu1an, dapat di1ihat berdirinya bengke1 112 • Bab IV • mobil dan motor, berbagai rumah makan kecil dan warung di sepanjang jalan. Sektor kegiatan Iain yang juga berkembang pesat adalah pekerjaan yang berhubungan dengan pembangunan UPT, yaitu pembukaan hutan, pengerukan parit, pembangunan rumah, dan sebagainya. Dengan demikian, pekerjaan sebagai pembina transmigrasi dapat diberikan kepada tamatan Sekolah Kejuruan Pertanian di Kalimantan. Akan tetapi daya tarik pekerja dapat pula menyebabkan orang meninggalkan pekerjaan di sektor pertanian dan menambah kesulitan penerapan program intensifIkasi penanaman padi. Warga Palingkau yang tidak memiliki tanah dipindahkan ke UPT. Kini, beberapa petani di berbagai handil nampak kecewa. Mereka yang memiliki sawah tidak dapat tinggal di daerah transmigrasi. Mereka tidak punya hak untuk kembali ke UPT karena mereka memiliki sawah. Namun apa yang harus dilak:uk:an untuk pekerjaan persawahan? Khususnya, untuk pekerjaan wajib, yaitu penanaman padi dan panen padi tanpa menggunakan tenaga kerja yang sudah langka. Tampaknya, pada masa panen di beberapa handil, tenaga kerja tidak mencukupi untuk panen padi. Para transmigran yang sangat sibuk di sawah seluas dua hektare tidak memiliki waktu untuk menjadi buruh harian, maka mereka haros mempekerjakan orang Iain jika mereka ingin menanami seluruh sawahnya. Dengan demikian, upah harian meningkat dengan cepat. Masalah pekerjaan di bidang pertanian akan sangat mempengaruhi perkembangan pertanian di daerah itu. Penanaman padi, yang semuanya dikerjakan secara manual banyak membutuhkan tenaga kerja. Jika tenaga kerja langka, seperti kasus yang terjadi di lokasi penelitian, intensifIkasi produksi per hektare tidak dapat dilak:uk:an karena meningkatnya beban kerja dan membengkaknya biaya per hektare. Salah satu solusi dari Departemen Pertanian dan Departemen Transmigrnsi dan PPH adalah bahwa departemen tersebut menginginkan adanya modernisasi pertanian, yaitu dengan menggunakan herbisida dan traktor kecil agar dapat mengurangi tenaga kerja. Namun, pertanian seperti ini menyangkut biaya yang tinggi. Apakah para petani dapat mengikuti pola pertanian kapitalis? Jika tidak menguntungkan petani, kemungkinan besar adopsi varietas padi unggul sangat sulit dilakukan. Mengkaji perkembangan sektor ekonomi di daerah Palingkau pada tahun-tahun mendatang sangat menarik, demikian juga perkembangan proyek PLG satu juta hektare. Kini, nasi sudah jadi bubur. Keberhasilan masih belum jelas. Kendala lingkungan sangat lcuat dan ekosistem tidak mantap. Se1ain itu, adopsi teknologi barn tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah dan keampuhan dari berbagai prosedur teknik yang dibuat, tetapi juga sangat berkaitan dengan kondisi sosioekonomi saat itu. Hal itu mernpakan parameter yang tampaknya diabaikan oleh pemerintah. 113 Bab IV KESIMPULAN 1 .. ~ Melalui penelitian cara bertani dan khususnya sejarah pemanfaatan lahan di daerah Palingkau, dapat diperoleh kekhasan, kelebihan, dan kekurangannya. Yang mengejutkan di daerah Palingkau, yang telah dimanfaatkan 50 tahun yang lalu, adalah kekuatan unsur manusianya. Handil yang bertegak lurus dan deretan rambutan sangat berbeda dengan pola yang dilakukan oleh orang Dayak seperti yang dapat ditemui tidak jauh dari desa Dadahup. Lingkungan yang diciptakan masyarakat Banjar dibangun dengan pengorbanan tenaga yang besar. Pengerukan handil, pembuatan sawah dan gundukan tanah di sawah dilaksanakan secara bersama. Pengelolaan secara kolektif merupakan salah satu kunci dari sistem agraris itu. Pengelolaan diperlukan, tidak hanya untuk membuka lingkungan yang tidak ramah tersebut, tetapi juga untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi eksploitasinya. Kekompakan masyarakat dapat pula mengurangi risiko serangan hama dan penyakit. Perawatan saluran yang dilakukan secara kolektif memungkinkan saluran irigasi dan drainase dimanfaatkan secara maksimal dan menjamin kelancaran arus air untuk menghilangkan keasaman tanah. Demikian pula pengelolaan air secara kolektif merupakan salah satu unsur penting dalam perawatan kesuburan lingkungan. Dengan adanya berbagai faktor dari luar, atau penurunan kesuburan tanah, kekompakan masyarakat dapat menjadi sima. Usaha manusia dalam mengelola lingkungan yang serba sulit tersebut menjadi sia-sia dan lingkungan yang dike10la kembali menjadi hutan. Kerapuhan lingkungan dilukiskan oleh sejarah pertanian meskipun singkat (di tingkat kehidupan manusia). Sebuah tahap perluasan acap kali dilanjutkan dengan kemunduran pengembangan lahan, tahap itu sendiri diikuti oleh pembukaan lahan baru yang lebih jauh. Petani pionir berpindah ke tanah yang lebih subur ketika kesuburan tanah yang telah dimanfatkan berkurang. Usaha berpindah tempat mengakibatkan teIjadinya perluasan pemilikan tanah. Petani setempat tidak begitu terikat oleh lahan pertaniannya kecuali jika lahan itu dijadikan kebun. Selain itu, petani selalu siap membuka lahan baru walaupun di tempat yang jauh. Pengertian UIÙt sosial dan teritorial tidak dapat dijadikan satu. Pengembangan wilayah, pada dasarnya, mengalami perkembangan besar dalam ruang dan waktu. Pasti menarik untuk menelusuri sejarah arus migrasi pada skala yang lebih kecil dan pada waktu yang lebih besar untuk menyesuaikan kesuburan lingkungan dan kehidupan manusia. Kondisi lingkungan yang keras menciptakan suatu ketidakpastian yang terus menerus berlangsung. Akibat naiknya keasaman tanah dan kebakaran lahan pada musim kemarau panjang serta variasi tingkat air secara mendadak merupakan kenyataan. Tingkat pengendalian air yang diperoleh oleh orang Banjar, walaupun diperbaiki, masih belum cukup sempurna. Oleh karena itu, mereka sengaja menerapkan teknik-teknik penanaman yang tidak membutuhkan banyak pengawasan supaya risiko kegagalan lebih kecil. Untuk menjamin pemasukan uang secara rutin, mereka mencari pekeIjaan sampingan. Penanaman padi yang disasarankan untuk swasembada pangan hanya memerlukan tenaga dan modal sedikit. Mereka lebih menyukai mengatur waktunya untuk kegiatan yang mendatangkan penghasilan 115 yang lebih pasti. Kepastian penyaluran produksi rambutan merupakan salah satu dari kesuksesan perkembangannya. Departemen Transmigrasi dan PPH harus lebih memperhatikan kondisi lingkungan yang rapuh dan ketidakpastian yang terus menerus berlangsung pada proyek PLG, serta reaksi sosial yang dibawa oleh orang Banjar. Meskipun demikian, pengembangan pertanian oleh orang Banjar menunjukkan bahwa keberhasilan PLG akan bergantung pada pengendalian air. Padahal, pengendalian air hanya dapat berlangsung di daerah yang kena pasang surut. IntensifIkasi penanaman padi hanya dapat dilakukan jika berbagai risiko berkurang. IntensifIkasi dilihat pada pengendalian air yang lebih baik dan pengelolaan kesuburan tanah yang efIsien. Modemisasi yang diusulkan melalui pengembangan sistem pemupukan dan irigasi yang lebih efIsien disambut dengan penuh harapan. Meskipun, kendala masih tetap ada. Jika pemerintah melakukan pengembangan wilayah pasang surut, pemerintah juga harus mengelola dan merawat saluran-saluran. Namun, apakah pemerintah memiliki dana untuk menjamin pemeliharaan jaringan irigasi di PLG satu juta hektare? . 116 DAFTAR PUSTAKA COLLIER (W.L.), 1980 - Fifty years of spontaneous and government sponsored transmigration in the swampy lands of Kalimantan: past resu1t and future prospects, Prisma, Sept. 18, 1980. COLLIER (W.L.), 1984 - Cropping system and marginal land deve10pment in the coasta1 wet1ands of fudonesia, Workshop on research priorities in tidal swamp rice, IRRI, Los Banos, p. 183-196. COLLIER (W.L.), 1989 - Resource use in the tida1 swamps of Central Kalimantan: a case study of Banjarese and Javanese rice and coconut producers, Tropical Ecology and Development, p. 1047-1064. DEPARTEMEN PERTANIAN, 1996 -Base Line Miniatur Pengembangan Rawa 10.000 ha di Kalimantan Tengah. DEPARTEMEN TRANSMIGRASI, Rencana Teknis Satuan Pemukiman Palingkau, 1995-1996. DRIESSEN (p.M.), SUDJADI (M.), 1984 - Soils and specific soil problems of tidal swamps, Workshop on research priorities in tidal swamp rice, IR.RI, Los Banos, p. 143-160. GUILLOBEZ (S.), 1996 - Les plaines côtières des zones tropicales humides. Fertilité du milieu et stratégies paysannes sous les tropiques humides. Actes du Séminaire, 13-17 nov. 1995, Cirad, p. 131-137. LEVANG (P.), 1995 - Tanah Sabrang: la Transmigration en Indonésie. Permanence d'une politique agraire contrainte. Mémoire de thèse, ENSAM, 461 p. MARIUS (C.), 1988 - Les sols potentiellement sulfatés-acides de l'estuaire du Barito (Kalimantan-fudonésie), Cahiers de l'ORSTOM, série Pédologie, vol. XXIV, nO 2, p. 163-173. NARBESLA (Y.), 1995 - Systèmes paysans de mise en valeur des terres dans le delta du Mékong. Fertilité du milieu et stratégies paysannes sous les tropiques humides. Actes du Séminaire, 13-17 nov. 1995, Cirad, p. 120-130. r PUSAT PENELITIAN TANAH DAN AGROKLIMAT, 1996 - Survei Tanah Miniatur Pengembangan Lahan Rawa, Daerah Kapuas Murung dan Kapuas Barat, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah. SEVIN (O.), 1985 - Thematic geography to develop transmigration settlements. Lowland rice and water management in the southern part ofKalimantan. Orstom Transmigration Project, Jakarta. SEVIN (O.), 1985 - Migrations et mise en valeur d'une basse plaine marécageuse: l'exemple des cocoteraies de la Basse Mentaya (Kalimantan, fudonésie), Cahiers de l'ORSTOM, série Sciences Humaines, vol. XXI, nO 4, p. 481-496. 117 SEVIN (O.), 1989 - Banjar et néerlandais: les vicissitudes d'un polder (Kalimantan, Indonésie), Tropiques: lieux et liens, p. 228-240. SEVIN (O.), 1990 - Transmigration et aménagement des marais maritimes sur la côte sud de Kalimantan, Indonésie. Eau et aménagements dans les régions intertropicales, Espaces tropicaux, nO 2, CEGET-CNRS, p. 309-333. SEVIN (O.), 1993 - Techniques d'encadrement et terres neuves: les enseignements du delta du Batang Hari (Jambi-Indonésie), Géographie et Culture, nO 7. SIEFFERMANN (G.), 1988 - Le système des grandes tourbières équatoriales. Annales de Géographie, nO 544, p. 642-666. WATSON (G.A.), 1984 - Utility of rice cropping strategies in Samuda Kecil village, Central Kalimantan, Indonesia. Workshop on research priorities in tidal swamp rice, IRRl, Los Banos. 118