Perbandingan Luaran Operasi Antara Teknik Minimal Invasif dan

advertisement
Universitas Indonesia
Perbandingan Luaran Operasi Antara Teknik Minimal Invasif dan
Konvensional Pada Pembedahan Katup Mitral
di RS Jantung Nasional Harapan Kita
TESIS
dr. Sihar Deddy K. Siahaan
0706167172
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
DEPARTEMEN BEDAH TORAKS, KARDIO DAN VASKULAR
JAKARTA
JUNI 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
Perbandingan Luaran Operasi Antara Teknik Minimal Invasif dan
Konvensional Pada Pembedahan Katup Mitral
di RS Jantung Nasional Harapan Kita
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Spesialis Bedah Toraks Kardio Vaskular
dr. Sihar Deddy K. Siahaan
0706167172
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
DEPARTEMEN BEDAH TORAKS KARDIO VASKULAR
JAKARTA
JUNI 2014
Perbandingan luaran ..., Siahaan, Sihar Deddy Kristianto, FK UI, 2014
Perbandingan luaran ..., Siahaan, Sihar Deddy Kristianto, FK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “Perbandingan
Luaran Operasi Antara Teknik Minimal Invasif dan Konvensional Pada Pembedahan Katup
Mitral di Rumah Sakit Jantung Nasional Harapan Kita”.
Penulisan tesis ini dimaksudkan sebagai salah satu persyaratan guna menyelesaikan
studi pada PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 DEPARTEMEN BEDAH
TORAKS, KARDIAK, DAN VASKULER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
INDONESIA JAKARTA 2014.
Penulis menyadari bahwa apa yang telah penulis susun dalam tesis ini masih sangat
sederhana dan jauh dari sempurna, baik di dalam penyajian maupun pembahasannya, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan kearah yang lebih
baik.
Penulis sadar sepenuhnya bahwa Tesis ini dapat terselesaikan dengan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Bedah Toraks Kardiak dan
Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran guna
memberikan pengarahan kepada penulis
3. Staf Pengajar Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Bedah Toraks
Kardio Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
4. Kedua orangtua, yang terutama alm. bapa yang telah membantu memberikan
dukungan materiil dan moril selama penyusunan tesis ini
5. Istriku tercinta Tina Vanny Yoletta Pardede yang selalu setia menemani penulis
dalam suka dan duka
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang turut membantu
penulis dalam menyelesaikan Tesis ini
Harapan penulis semoga Tesis ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
dan khususnya bagi Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Bedah Toraks
Kardio dan Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta, 7 Juni 2014
dr. Sihar Deddy K. Siahaan
Perbandingan luaran ..., Siahaan, Sihar Deddy Kristianto, FK UI, 2014
ABSTRACT
Background: Over the last decade, Minimally Invasive (MI) mitral valve surgery has grown
in popularity. The purpose of this study was to compare the minimally invasive and
conventional surgery. Many studies showed minimally invasive mitral valve surgery
appeared to offer certain advantages, such as reduced postoperative pain and faster
postoperative recovery time, which is faster ICU stay and hospitalize duration. This required
a study to determine the output of the surgery between minimally invasive and conventional
for the case of mitral valve surgery.
Methods: The study design was comparative cross-sectional, comparing the output of
minimally invasive surgery with conventional techniques. The output were postoperative
recovery time, such as ICU and hospitalize length of stay, postoperative pain scores, amount
of bleeding, duration of aortic cross clamp and cardiopulmonary bypass time.
Results: The range of age in minimally invasive group was between 40-49 years old,
whereas the conventional group was between 50-59 years old. Sex was dominant male. The
mean time of cross clamp (AOX) in minimally invasive group was 99.85 minutes, whereas
CPB time was 133.87 minutes. The mean time cross clamp (AOX) in conventional technique
group was 89.49 minutes, whereas CPB time was 112.62 minutes. Based on previous statistic
study, there was no differences were obtained in AOX time (p = 0.145). In minimally
invasive group, there were 40 subjects with NYHA functional class III and 16 subjects with
NYHA functional class IV, whereas in conventional technique group there were 35 subjects
with NYHA functional class III and 12 subjects with NYHA functional class IV. There were
11 subjects (10.7%) with EF less than 55%, whereas 89.3% subjects with normal EF (5580%). In minimally invasive group, the mean intra-operative bleeding was 273 cc, whereas in
the conventional was 660 cc. The mean length of a minimal invasive intubation was 25.34
hours, whereas the conventional technique group was 42.87 hours. The mean duration of the
using of drain in minimally invasive group was 2.68 days, whereas the conventional was 3
days. The mean of the length of ICU stay in minimally invasive was 1.36 days, whereas the
conventional was 2.96 days. Based on statistic result, there was a meaningful/statistically
significant on the mean of the length of stay in the ICU (p <0.05). The mean postoperative
pain in minimally invasive group was on VAS scale 4, whereas in conventional group was on
VAS scale 6-7. The mean of length incision on invasive surgery group was 4 cm and 12 cm
in conventional group. The mean of length of stay in hospital in minimal invasive group was
6.68 days, whereas the conventional group was 8.91 days.
Conclusion: Overall, minimally invasive method was superior compared to conventional
technique, except on the length of duration CPB use.
Keyword : Comparison, minimal invasive and conventional, mitral valve surgery.
ABSTRAK
Latar belakang : Selama beberapa dekade terakhir, popularitas operasi katup mitral dengan
metode minimal invasif (MI) telah berkembang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membandingkan metode operasi minimal invasif dan konvensional. Banyak penelitian
menunjukkan keuntungan penggunaan metode minimal invasif, seperti mengurangi rasa
sakit pasca-operasi, mempercepat waktu pemulihan pasca-operasi, antara lain durasi lama
rawat di ICU, durasi total lama perawatan di rumah sakit. Untuk itu diperlukan suatu
penelitian untuk mengetahui luaran antara metode operasi minimal invasif dan konvensional
pada kasus pembedahan katup mitral
Metode : Desain penelitian ini adalah potong lintang komparatif, membandingkan luaran
teknik operasi minimal invasif dengan konvensional. Luaran yang diamati adalah lama rawat
pasca-operasi, antara lain durasi lama rawat di ICU dan durasi total lama perawatan di rumah
sakit, skor nyeri pasca operasi, jumlah perdarahan, dan lama durasi klem silang aorta dan
CPB.
Hasil : Distribusi usia pada kelompok minimal invasif antara 40-49 tahun, sedangkan pada
kelompok konvensional antara 50-59 tahun. Jenis kelamin lebih didominasi oleh laki-laki.
Rata-rata durasi cross klem (AOX) pada kelompok minimal invasif 99.85 menit, sedangkan
durasi CPB 133.87 menit. Rata-rata waktu cross klem (AOX) kelompok konvensional 89.49
menit dan durasi CPB 112.62 menit. Berdasarkan statistik penelitian sebelumnya, tidak ada
perbedaan penggunaan AOX pada kedua kelompok yang dibandingkan (p =0.145). Pada
minimal invasif diperoleh 40 subjek dengan NYHA functional class III dan 16 subjek dengan
NYHA functional class IV, sedangkan pada kelompok konvensional diperoleh 35 subjek
dengan NYHA functional class III dan 12 subjek dengan NYHA functional class IV. Pada
data penelitian ini terdapat 11 subjek (10.7%) yang mempunyai EF kurang dari 55%,
sedangkan sisanya (89.3%) EF dalam keadaan normal (55-80%). Pada kelompok minimal
invasif rata-rata jumlah perdarahan intra-operatif adalah 273 cc, sedangkan pada kelompok
konvensional 660 cc. Rata-rata lama penggunaan intubasi pada minimal invasif adalah 25,34
jam, sedangkan pada konvensional 42,87 jam. Rata-rata lama penggunaan drain pada
minimal invasif adalah 2,68 hari, sedangkan pada konvensional 3 hari. Rata-rata lama rawat
di ICU pada minimal invasive 1,36 hari, sedangkan pada konvensional 2,96 hari. Dari data
statistik ini rerata perawatan di ICU ini memiliki perbedaan yang bermakna/strongly
significant (p<0.05). Nyeri pasca-operasi pada minimal invasiv rata-rata pada VAS skala 4,
sedangkan pada konvensional pada skala VAS 6-7.. Rata-rata panjang insisi operasi pada
minimal invasif 4 cm dan konvensional 12 cm. Rata-rata lama rawat total di rumah sakit pada
minimal invasif 6,68 hari, sedangkan pada konvensional 8,91 hari.
Simpulan : Secara keseluruhan, metode minimal invasif lebih superior daripada metode
konvensional, kecuali pada durasi penggunaan CPB.
Kata kunci : Perbandingan, minimal invasif dan konvensional, pembedahan katub mitral
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .....................................
LEMBARAN PENGESAHAN .................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................
ABSTRACT................................................................................................
ABSTRAK..................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
DAFTAR TABEL.......................................................................................
SINGKATAN..............................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xi
xii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3. Hipotesis................................................................................................2
1.4. Tujuan Penelitian.................................................................................2
1.5. Manfaat Penelitian.............................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Katub Mitral.........................................................................4
2.2. Kelainan Regurgitasi Mitral............................................................... 5
2.2.1. Patofisiologi........................................................................... 5
2.2.2. Diagnosis Regurgutasi Mitral.............................................. 7
2.3. Penanganan Kelainan Katub Mitral..................................................8
2.4. Bedah Jantung Terbuka..................................................................... 9
2.4.1. Mesin Pintas Jantung Paru.................................................. 9
2.4.2. Proteksi Miokard selama penggunaan mesin PJP.............10
2.4.3. Sirkuit Mesin PJP Minimal Invasiv.................................... 11
2.4.3.1. Kanulasi Arteri.......................................................11
2.4.3.2. Kanulasi Vena........................................................ 12
2.5. Operasi Jantung dengan teknik Minimal Invasiv............................ 12
2.5.1. Sejarah Evolusi Teknik Minimal Invasiv.......................... 12
2.5.2. Teknik Operasi Jantung Minimal Invasiv......................... 14
BAB III. KERANGKA KONSEP DAN KERANGKA TEORI.............. 17
BAB IV. METODE PENELITIAN........................................................... 18
4.1 Desain Penelitian ...................................................................................18
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................18
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...........................................................18
4.4 Cara Pengumpulan Data ......................................................................19
4.5 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi ............................................. 19
4.6 Variabel Independen dan Dependen
4.7 Definisi Operasional ........................................................................... 20
4.8 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 21
BAB V. HASIL PENELITIAN................................................................
5.1 Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian ....................................
5.2 Perbandingan Gambaran Intra Operasi Berdasarkan Jenis
Tindakan ..............................................................................................
5.3 Gambaran Fase Perawatan di ICU ....................................................
5.4 Perbandingan Rerata Luaran Operasi ..............................................
23
23
25
26
27
BAB VI. PEMBAHASAN........................................................................ 29
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN..................................................
32
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 33
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Katub Jantung............................................................... 4
Gambar 2. Anatomi Katub Mitral..................................................................5
Gambar 3. Tampakan Regurgitasi Mitral pada Doppler Warna.................... 8
Gambar 4. Perbandingan insisi strenotomi penuh dengan MICS.................. 13
Gambar 5. Lokasi insisi untuk Mini-MVS.................................................... 14
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik Jenis Kelamin dan Usia berdasarkan jenis tindakan ..... 24
Tabel 2. Karakteristik pasien berdasarkan NYHA dan EF ............................
24
Tabel 3. Karakteristik Diagnosa berdasarkan tindakan ................................... 25
Tabel 4. Perbedaan Rerata Lama Pemakaian Klem silang Aorta dan Jumlah
Perdarahan ........................................................................................... 26
Tabel 5. Perbandingan Rerata Lama Intubasi, Lama Penggunaan Drain
dan Lama di ICU .................................................................................. 26
Tabel 6. Perbandingan Rerata panjang Luka operasi Berdasarkan
Tindakan ................................................................................................27
Tabel 7. Perbandingan Skor Nyeri Pasca Operasi Berdasarkan Tindakan...........27
Tabel 8. Perbandingan Lama Waktu Pulih Berdasarkan Tindakan......................28
DAFTAR SINGKATAN
AoX
Aortic Cross Clamp
CPB
Cardiopulmonary Bypass
PJP
Pintas Jantung Paru
TEE
Transesophageal Echocardiogram
EF
Ejection Fraction
NYHA
New York Heart Association
VAS
Visual Analog Scale
MR
Mitral Regurgitation
MS
Mitral Stenosis
MVR
Mitral Valve Replacement
MVr
Mitral Valve repair
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perkembangan teknologi tidak dapat dipungkiri akan memberikan dampak pada ilmu
kedokteran pada umumnya, dan ilmu bedah toraks, kardiak dan vaskular pada khususnya.
Pada zaman dulu, operasi pembedahan akan meninggalkan bekas luka sayatan operasi yang
jelas, namun dengan semakin maju dan berkembangnya teknologi, trend tersebut kini
berubah sebisa mungkin semakin kecil menginggalkan bekas luka sayatan operasi. Dalam
operasi penggantian katup mitral pun saat ini sudah memasuki era operasi pembedahan katup
mitral minimal invasif (Minimally Invasiv Mitral Valve Surgery ~ Mini-MVS).
Beberapa penelitian menyatakan, operasi pembedahan katup mitral dengan teknik
minimal invasif memiliki beberapa kelebihan dibanding tatalaksana optimal secara
konvensional, yaitu luka sayatan operasi yang lebih kecil, penyembuhan yang lebih cepat,
lama perawatan lebih singkat, dan biaya perawatan pun lebih ekonomis. Namun demikian,
teknik minimal invasif pun memiliki beberapa keterbatasan, seperti lapangan operasi yang
lebih sempit, keterbatasan melakukan manuver selama operasi, instrumen pembedahan yang
diperlukan pun lebih kompleks sehingga memerlukan keterampilan dan jam terbang agar
menghasilkan luaran yang lebih superior dibandingkan dengan teknik konvensional. Operasi
pembedahan katup mitral minimal invasif di Indonesia telah dilakukan secara rutin beberapa
tahun belakangan ini namun belum ada penelitian mengenai hal tersebut.
Untuk itu diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui luaran dari pembedahan
minimal invasif pada kasus pembedahan katup mitral. Apakah luaran yang dihasilkan
setidaknya sama dengan teknik pembedahan konvensional. Bila memang luaran yang
dihasilkan sebanding, setidaknya dengan keunggulan rasa nyeri, perawatan yang lebih singkat
dan hal-hal lainnya, pembedahan katup mitral dengan teknik minimal invasif akan lebih
direkomendasikan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menilai bagaimana
perbandingan luaran teknik operasi konvensional dengan teknik minmal invasif pada kasus
pembedahan katup mitral di Rumah Sakit Jantung Nasional Harapan Kita Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah luaran pasca operasi pembedahan katup mitral secara minimal invasif sama
dengan teknik pembedahan konvensional?
1.3 Hipotesis Penelitian
Hasil luaran operasi dengan teknik pembedahan minimal invasif lebih baik daripada
teknik pembedahan konvensional yang dilihat dari lama rawat ICU,skor nyeri pasca operasi,
jumlah perdarahan, waktu Aox serta CPB.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1
Tujuan Umum
Diketahuinya kualitas hasil pembedahan katup mitral secara minimal invasif
dibandingkan teknik konvensional.
1.4.2
Tujuan Khusus
1. Diketahuinya perbandingan luaran operasi yang dilihat dari lama rawat ICU, skor
nyeri pasca operasi, jumlah perdarahan, Aox serta CPB pasien pada pasien dengan
teknik pembedahan minimal invasif dengan pasien dengan teknik pembedahan
konvensional.
2. Diketahuinya karakteristik individu dan operasi pada pasien dengan teknik
pembedahan minimal invasif dan pada pasien dengan teknik pembedahan
konvensional.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi pendidikan dan ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat memberikan gambaran
tentang gambaran operasi pembedahan katup jantung minimal invasif dan
konvensional saat ini dan mendorong minat peserta didik untuk mengembangkan
teknik operasi katup jantung di masa mendatang.
2. Bagi Institusi, hasil penelitian ini dapat memberikan data-data dan evaluasi
pelayanan tentang operasi pembedahan katup jantung yang telah dilakukan sampai
saat ini, dan dapat berguna untuk peningkatan pelayanan bedah jantung dimasa
mendatang.
3. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar pemilihan operasi
pembedahan katup jantung yang optimal bagi masyarakat yang akan menjalani
operasi pembedahan katup jantung ditinjau dari nyeri luka operasi, kekerapan infeksi
luka operasi, lama perawatan, serta biaya perawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Katup Mitral
Jantung manusia memiliki empat katup yang mengontrol arah aliran darah dalam
sirkulasi. Katup normal bertindak seperti sistem pintu satu arah, yang menjamin aliran darah
searah melalui berbagai bilik jantung. Katup aorta dan mitral adalah bagian dari kiri jantung
dan mengontrol aliran darah yang kaya oksigen dari paru-paru ke tubuh, sedangkan katup
pulmonal dan trikuspid adalah bagian dari kanan jantung dan mengontrol aliran darah miskin
oksigen dari tubuh ke paru-paru .
Gambar 1. Anatomi Katup Jantung
Katup mitral memiliki dua daun katup yaitu bagian anterior (atau aortik atau septal)
yang lebih besar dan bagian posterior (atau mural) yang lebih kecil. Katup anterior
melingkupi 2/3 area katup mitral, dan sisanya oleh katup posterior. Ukuran katup mitral ratarata mencapai 4–6 cm². Katup dibatasi oleh cincin katup yang dinamakan mitral valve
annulus. Katup ini dijaga oleh chordae tendineae yaitu tendon yang melekat di bagian tepi
katup, mencegah agar katup tidak prolaps. Ujung chordae tendineae menempel pada otot
papilaris dan pada katup. Otot papilaris sendiri merupakan penonjolan dari dinding ventrikel
kiri. Ketika ventrikel kiri berkontraksi, tekanan intraventrikuler memaksa katup mitral untuk
menutup. Tendon menjaga agar leaflet tetap sejajar satu sama lain dan tidak bocor ke arah
atrium.
Gambar 2. Anatomi Katup Mitral
2.2. Kelainan Regurgitasi Mitral
Regurgitasi Mitral ditandai dengan aliran darah balik yang abnormal dari ventrikel kiri
ke atrium kiri. Regurgitasi mitral merupakan salah satu dari lesi katup jantung yang umum,
tetapi dapat tanpa gejala sampai beberapa tahun. Regurgitasi mitral dapat dikaitkan dengan
penyakit jantung iskemik atau hasil dari disfungsi otot papiler, P2 rheumatik, pelebaran
annulus mitral, atau putusnya korda tendinea. Penyebab lain regurgitasi mitral termasuk
endokarditis, prolaps katup mitral, trauma, penyakit jantung bawaan, hipertrofi ventrikel kiri,
kardiomiopati, degenerasi myxomatous, lupus eritematosus sistemik, rheumatoid arthritis,
ankylosing spondylitis, dan sindrom karsinoid.
2.2.1. Patofisiologi
Kelainan hemodinamik dasar dalam regurgitasi mitral adalah curah jantung. Sebagian
dari setiap stroke volume yang dialirkan melalui katup mitral yang tidak kompeten akan
kembali ke atrium kiri, yang menghasilkan kelebihan volume pada atrium kiri dan kongesti
paru. Patofisiologi regurgitasi mitral dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu, fase akut, fase
kronik terkompensasi, dan fase kronik dekompensasi.
Pada fase akut, regurgitasi mitral akut (yang dapat diakibatkan ruptur mendadak korda
tendinea atau muskulus papillaris) dapat menyebabkan volume overload dari ventrikel dan
atrium kiri. Hal ini karena setiap kali memompa darah, tidak hanya aliran darah ke arah aorta
(forward stroke volume) saja yang dipompa, melainkan aliran regurgitasi ke arah atrium
(regurgitant volume) juga dipompa. Total stroke volume ventrikel kiri merupakan kombinasi
forward stroke volume dan regurgitant volume. Pada keadaan akut stroke volume ventrikel
kiri meningkat tetapi forward cardiac output menurun. Regurgitant volume menyebabkan
overload volume dan tekanan pada atrium kiri. Kenaikan tekanan ini akan mengakibatkan
kongesti paru, karena drainase darah dari paru-paru terhambat.
Apabila regurgitasi mitral timbulnya lama atau fase akut dapat teratasi dengan obat,
maka individu ini akan masuk ke dalam fase kronik terkompensasi. Pada fase ini, ventrikel
kiri mengalami hipertrofi yang eksentrik sebagai kompensasi peningkatan stroke volume.
Individu dengan fase kronik terkompensasi biasanya tidak ada keluhan dan dapat melakukan
aktifitas fisik seperti biasa.
Seseorang mungkin dapat di dalam fase regurgitasi mitral kompensasi selama beberapa
tahun, tetapi dapat berkembang menjadi disfungsi dari ventrikel kiri yang merupakan ciri-ciri
fase dekompensasi regurgitasi mitral kronik. Sampai saat ini masih belum jelas mengapa
dapat terjadi fase dekompensasi. Fase dekompensasi ditandai dengan overload kalsium pada
miosit. Pada fase ini miokard ventrikel tidak dapat lagi berkontraksi secara kuat sebagai
kompensasi overload volume pada regurgitasi mitral, dan stroke volume ventrikel kiri akan
menurun. Dengan keadaan ini akan terjadi kongesti vena pulmonalis. Pada fase ini akan
terjadi dilatasi ventrikel kiri, yang berakibat dilatasi annulus fibrosus yang akan
memperburuk derajat regurgitasi. Fraksi ejeksi meski lebih rendah dari fase akut dan kronik
terkompensasi tetapi masih dalam kisaran normal ( > 50%).
Gejala yang timbul pada regurgitasi mitral tergantung pada fase mana dari penyakit ini.
Pada fase akut gejala yang timbul seperti decompensated congestive heart failure yaitu :
sesak nafas, oedem pulmonal, orthopnea, paroksismal nokturnal dispnoe, sampai syok
kardiogenik. Pada fase kronik terkompensasi mungkin tidak ada keluhan, tetapi individu ini
sensitif terhadap perubahan volume intravaskuler
2.2.2. Diagnosis Regurgitasi Mitral
Regurgitasi mitral diakui secara klinis oleh adanya murmur apikal pansistolik dengan
radiasi aksila. Kardiomegali juga dapat dideteksi pada pemeriksaan fisik. Regurgitasi mitral
yang parah dapat menghasilkan dilatasi atrium kiri dan ventrikel kiri yang terdeteksi pada
EKG dan foto toraks. Echocardiography dapat menegaskan diagnosis dan menentukan
tingkat keparahan regurgitasi mitral dengan mengukur ukuran atrium kiri, dimensi kavitas,
fungsi ventrikel, dan tekanan arteri pulmonalis. Terdapat banyak metode untuk menentukan
keparahan dari regurgitasi mitral. Ini termasuk aliran warna dan denyut gelombang Doppler,
pemeriksaan ekokardiografi katup mitral dengan perhitungan volume regurgitasi dan fraksi
regurgitasi serta pengukuran bidang regurgitasi.
Diagnosis positif dari mitral regurgitasi dapat dibuat dengan Doppler warna. Mitral
regurgitasi muncul sebagai regurgitasi sistolik dari ventrikel kiri ke atrium kiri. Dalam sumbu
panjang parasternal, jet dapat diarahkan menuju atau jauh dari probe, maka warnanya bisa
merah-kuning (menuju probe) atau hijau-biru (jauh dari probe).
Dalam tampakan apikal 4 atau 2 kamar, mitral regurgitasi akan muncul sebagai jet
sistolik berwarna biru-hijau yang pergi menjauhi probe.
Gambar 3. Tampakan Regurgitasi Mitral pada Doppler Warna
2.3. Penanganan Kelainan Katup Mitral
Regurgitasi katup mitral sering progresif dan tidak terdeteksi, menyebabkan kerusakan
ventrikel kiri. Operasi awal dapat dilakukan untuk mencegah disfungsi otot ventrikel kiri
menjadi parah atau ireversibel. Kelangsungan hidup dapat diperpanjang jika operasi
dilakukan sebelum fraksi ejeksi kurang dari 60% atau dimensi akhir - sistolik 45 mm (normal
< 40 mm) . Pasien dengan fraksi ejeksi kurang dari 30 % atau ventrikel dimensi akhir sistolik kiri lebih dari 55 mm kecil kemungkinan mengalami perbaikan ukuran jantung
dengan operasi katup mitral. Pasien bergejala harus menjalani operasi katup mitral bahkan
jika fraksi ejeksi normal. Perbaikan katup mitral, lebih baik dilakukan karena dapat
mengembalikan kompetensi katup, mempertahankan aspek anatomis dan fungsional dari
kelengkapan katup mitral, serta menghindari penggunaan warfari seusia hidup. Kelengkapan
katup mitral sangat penting dalam mendukung fungsi ventrikel kiri. Tidak adanya
kelengkapan subvalvular menyebabkan distorsi geometri kontraktil ventrikel kiri dan
gangguan ejeksi ventrikel kiri. Pada pasien yang katup dan aparatusnya tidak dapat
dipertahankan, penggantian katup dilakukan, tetapi akan mengganggu geometri dan fungsi
ventrikel kiri.
2.4. Bedah Jantung terbuka
Secara garis besar pembedahan pada jantung dapat dibagi menjadi dua, yaitu bedah
jantung tertutup dan bedah jantung terbuka. Bedah jantung tertutup dilakukan apabila
kelainan yang akan diperbaiki berada di luar jantung serta beberapa prosedur operasi paliatif.
Prosedur bedah jantung tertutup dilakukan dengan keadaan jantung tetap berfungsi. Bedah
jantung terbuka merupakan prosedur yang lebih rumit karena jantung harus berada dalam
kondisi tidak berdenyut supaya kelainan pada jantung dapat diperbaiki dengan lebih akurat.1,2
Kendala utama yang dihadapi oleh seorang ahli bedah dalam melakukan bedah jantung
terbuka adalah mempertahankan fungsi sirkulasi sementara reparasi sedang dilakukan dan
juga keterbatasan waktu untuk melakukan koreksi pada kelainan jantung pasien. Namun
persoalan ini dapat diatasi setelah ditemukan mesin jantung paru (heart-lung machine) oleh
John Gibbon pada tahun 1953, untuk mengambil alih fungsi jantung pada saat pembedahan
berlangsung. Seiring perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi mesin jantung paru
dibuat lebih aman untuk pasien dan lebih mudah pengoperasiannya.1,2
2.4.1. Mesin Pintas Jantung Paru.
Mesin pintas jantung paru (PJP) adalah suatu rangkaian yang terdiri atas pompa,
penampung darah, oksigenator, dan pipa lentur yang terbuat dari plastik khusus. Pompa yang
lazim digunakan adalah pompa putar (roller pump) atau pompa sentrifugal yang dapat diatur
rotasi tiap menit sesuai dengan kebutuhan curah jantung. Penampung darah biasanya bersatu
dengan oksigenator yang berfungsi sebagai paru untuk menyelenggarakan pertukaran gas dari
dan ke dalam aliran darah.1,2
Sebagian besar atau seluruh darah sistemik yang biasanya kembali ke atrium kanan
dialihkan menuju mesin PJP untuk mendapatkan oksigen dan membuang karbondioksida.
Darah yang telah kaya akan oksigen kemudian dipompakan kembali menuju pangkal aorta.
Darah yang masuk ke dalam mesin melalui selang khusus mengalami hal-hal sebagai berikut;
yaitu mengalir melalui saluran yang tidak dilapisi oleh endotel, mengandung partikel-partikel
emboli udara, serta mengalami gesekan dan tekanan yang tidak fisiologis. Selama
penggunaan mesin PJP, jantung mengalirkan darah ke paru hanya sebagian atau tidak sama
sekali karena darah balik sistemik dialirkan ke penampung darah. Hal lain yang tidak
fisiologis selama PJP adalah aliran darah sistemik bersifat laminar sehingga tekanan darah
arteri datar tanpa denyut (non-pulsatile).1,2
2.4.2. Proteksi Miokardium Selama Penggunaan Mesin PJP
Ahli bedah dalam melakukan bedah jantung terbuka memerlukan lapangan operasi
yang bersih dari genangan darah. Hal ini dicapai dengan menghentikan pasokan darah ke
pembuluh koroner. Penghentian aliran darah koroner juga diperlukan agar jantung berhenti
berdenyut selama proses reparasi berlangsung yang dicapai dengan memasang klem silang
aorta. Namun kondisi iskemia tersebut tidak memenuhi kebutuhan metabolisme jantung
sehingga akan menimbulkan kerusakan miokardium.57 Kerusakan miokardium pascabedah
jantung terbuka dapat terjadi dalam berbagai tingkatan serta akan memengaruhi morbiditas
dan mortalitas. Hal utama yang perlu diperhatikan saat penggunaan mesin PJP adalah
melakukan proteksi miokardium selama operasi sehingga meminimalkan kerusakan
miokardium dan menghasilkan luaran klinis optimal pascabedah jantung terbuka.
Proteksi
miokardium
didefinisikan
sebagai
upaya
yang
dilakukan
untuk
mempertahankan fungsi miokardium setelah mengalami periode iskemik dan cedera reperfusi.
Tujuan utama dalam melakukan proteksi miokardium adalah mengurangi kebutuhan
metabolisme, khususnya mengurangi kebutuhan oksigen pada miokardium sehingga dapat
mengurangi efek cedera iskemia. Pelaksanaan proteksi miokardium umumnya dilakukan
menggunakan larutan kardioplegia sehingga jantung berhenti dalam fase diastolik dan
membuat agar otot jantung berada pada kondisi hipotermia. Larutan kardioplegia yang baik
mampu menghentikan denyut jantung seketika dan mempertahankannya selama periode henti
jantung diperlukan. Larutan kardioplegia dapat berbasiskan cairan kristaloid atau darah
dengan komposisi ion. Sistem penghantaran kardioplegia umumnya melalui infus dengan
tekanan dan suhu tertentu. Cairan kardioplegia dapat diberikan secara dingin atau hangat
melalui penghantaran antegrade dari pangkal aorta atau retrograde dari sinus koronarius.
2.4.3. Sirkuit Mesin PJP Minimal Invasif
Banyak studi tentang ukuran circuit CPB pada non minimal invasif prosedure dapat
diterapkan pada minimal invasif.Pengurangan area permukaan sirkuit pada CPB dan volume
priming telah direkomendasikan untuk meminimalkan insidens terjadinya rendah hemotokrit
pada CPB dan kebutuhan transfusi. Selain itu penggunaan lapisan biokompatibel dapat
menurunkan terjadinya SIRS dan mengurangi rusaknya platelet.
Procedure minimal invasif cardiac surgery sering menggunakan kanul kaliber kecil
pada vena sehingga menyebabkan resistensi yang tinggi dan membuat gravitasi vena tidak
cukup untuk memungkinkan aliran CPB yang memadai. Untuk alasan ini augmentasi aliran
vena dapat dicapai dengan menggunakan vakum drainase vena atau sentrifugal drainase vena.
Vakum drainase vena relatif sederhana dan telah digunakan dalam praktek klinis
selama kurang lebih 10 tahun. Tehnik ini dapat dilakukan dengan aman, tetapi memiliki
resiko darah menempel sehingga vakum drainase vena dapat dilakukan melalui aplikasi
eksternal memakai tekanan negatif -100mmHg untuk meningkatkan aliran vena. Rangkaian
tertutup vakum drainase vena menyebabkan tekanan yang positif dan emboli vena yang tibatiba sehingga perlu memonitor tekanan positif dengan menggunakan katub reservoir untuk
melepaskan tekanan positif. Jika pompa sentrifugal arteri digunakan pada sirkuit CPB ada
resiko terperangkapnya udara melalui lubang membran dan dapat diatasi dengan menyatukan
aliran satu arah antara reservoir vena dan oxygenator
Sentrifugal drainase vena dalah metode lain yang lebih rumit daripada vakum drainase
vena karena memerlukan perfusionis yang mengatur dua sentrifugal pompa secara bersamaan.
2.4.3.1 Kanulasi Arteri
Prosedur dan strategi bedah akan menentukan tehnik kanulasi arteri yang diperlukan.
Pilihan untuk kanulasi adalah ascending aorta, arteri femoral dan arteri aksila. Ascending
aorta umumnya digunakan untuk prosedur yang mencakup atas atau bawah hemisternotomi,
misalnya prosedur katub aorta atau mitral. Arteri femoralis sering digunakan untuk prosedur
yang memanfaatkan torakotomi sayatan yang tepat, misalnya katub mitral, ASD, katub
trikuspid. Arteri aksilaris digunakan untuk akses minimal sebelah atas, lengkung aorta
2.4.3.2. Kanulasi Vena
Prosedur bedah dan strategi juga akan menentukan teknik kanulasi vena. Jikan
hemisternotomi atas atau bawah, dapat melalui atrium kanan, vena kava superior dan vena
kava inferior. Jika torakotomi kanan maka kanulasi divena femoralis dengan dipandu TEE.
Kanul vena femoralis jenis bikava drainase tunggal masuk setinggi atrium kanan dan vena
cava superior . Dan Kanul vena femoralis jenis bikava drainase ganda masuk setinggi atrium
kanan dan vena cava inferior. Kanulasi vena cava superior dilakukan dengan menggunakan
tehnik seldinger modifikasi melalui vena jugularis interna.
2.5.
Operasi Jantung dengan Teknik Minimal Invasif
The Society of Thoracic Surgeons (STS) mendefinisikan Minimally Invasiv Cardiac
Surgery (MICS) sebagai “semua prosedur operasi yang dilakukan tanpa sternotomi penuh
dan bantuan CPB.” Menurut Chitwood et al. Mini-VS sebaiknya tidak didefinisikan sebagai
prosedur spesifik, namun sebagai filosofi yaitu operasi dengan strategi spesifik. Setiap
strategi untuk minimal invasif memperkenalkan suatu alternatif dalam kanulasi CPB (Central
dan Peripheral), oklusi aorta (endovascular atau transthoracic), dan administrasi kardioplegi
(antegrade, atrial retrograde, atau transjugular retro-retrograde).
2.5.1. Sejarah Evolusi Teknik Minimal Invasif
Operasi jantung pertama kali berhasil dilakukan oleh Rehn pada tanggal 7 September
1986 di Frankfurt, Jerman, lalu diikuti dengan keberhasilan operasi katup jantung pertama
kali oleh Tuffler pada tahun 1912, dan keberhasilan operasi katup mitral pada tahun 1923.
Pada tahun 1956, Lillehei melakukan operasi perbaikan lesi multipel pada katup melalui
torakotomi kanan dengan menggunakan cardiopulmonary bypass (CPB). Pada tahun-tahun
berikutnya terjadi perkembangan yang pesat dalam berbagai operasi katup melalui
pendekatan konvensional yaitu sternotomi penuh dengan CPB.
Pada tahun ‘90an, kesuksesan operasi dengan laparoskopi pada bedah umum membuat
ketertarikan baru untuk operasi jantung dengan cara minimal invasif. Operasi katup minimal
invasif pertama kali dilakukan oleh Navia dan Casgrove serta Cohn et al. (melalui parasternal
kanan dan transsternal). Hasilnya, didapatkan exposure yang sangat bagus melalui insisi yang
kecil, sehingga membuat operasi perbaikan katup yang kompleks menjadi mungkin dan aman.
Gambar 4. Perbandingan insisi strenotomi penuh dengan MICS
Pada tahun 1996, Carpentier et al. pertama kali melakukan operasi video-assisted mitral
valve repair melalui torakotomi mini menggunakan ventricular fibrillation. Tak lama
kemudian pada tahun 1998, Leipzig group dari jerman menggunakan 3-dimensional
videoscope dengan voice-activated robot assistance (Aesop 3000, Computer Motion, Goleta,
California), membuat pembedahan secara solo menjadi mungkin. Pada tahun yang sama
Carpentier et al. melakukan operasi robotic MVR dengan menggunakan Da Vinci Surgical
System (Intuitive Surgical, Inc, Sunnyvale, California). 6
Suatu perkembangan yang penting dalam evolusi mini-valve surgery (mini-VS) adalah
kemajuan paralel dari teknologi perfusi. Pertama, kanul vena dan arteri yang nonkinking telah
dikombinasikan dengan drain vena vacuum-assisted untuk memungkinkan penggunaan ruang
yang maksimal pada insisi yang lebih kecil. Kedua, implantasi dari transjugular coronary
sinus catheters menyediakan proteksi kardiak melalui cardioplegia retrograde. Ketiga,
aplikasi karbon dioksida (CO2) pada lapangan operasi membantu membatasi udara
intrakardiak (untuk mengurangi emboli udara). Keempat, ekokardiografi transesophageal
intra operatif membuat monitoring real-time dari distensi kardiak, de-airing, dan penempatan
kanul, menjadi mungkin.
Dengan demikian, mini-VS telah berevolusi menjadi operasi yang rutin dilakukan pada
banyak center dengan hasil yang memuaskan.
2.5.2. Tehnik Operasi Jantung Minimal Invasif
Mini-VS mengacu pada kumpulan tehnik/teknologi operasi yang dapat meminimalkan
trauma operasi melalui insisi yang lebih kecil dibandingkan sternotomi konvensional. Tempat
yang paling umum untuk memulai operasi katup aorta minimal invasif adalah upper partial
sternotomy, sedangkan pada katup mitral, termasuk diantaranya torakotomi kanan mini,
robotically assisted right thoracic approach, dan partial sternotomy.
Gambar 5. Lokasi insisi untuk Mini-MVS
Pada pertengahan tahun ‘90an, Navia dan Cosgrove dan Cohn et al mendeskripsikan
tehnik pendekatan operasi melalui parasternal dan transsternal. Dibuat insisi kecil pada
bagian lateral dari sternum, dengan atau tanpa reseksi dari costal cartilage ketiga dan
keempat. Namun kekurangan mereka terletak pada kanulasi CPB femoral, ligasi right
internal thoracic artery, seringnya terjadi instabilitas dinding dada, dan kesulitan konversi
menjadi sternotomi penuh. Pada tahun 1997, Cohn et al. mempresentasikan 84 kasus minimal
invasif (41 aortik, 43 mitral) menggunakan insisi parasternal kanan dan eksisi costal cartilage
ketiga dan keempat. Menariknya terjadi peningkatan kepuasan pasien, penurunan atrial
fibrilasi (AV) post operatif, dan penurunan biaya secara keseluruhan. Belakangan, Greelish et
al. melakukan mini-MVS dengan utamanya melalui lower mini sternotomy dengan hasil yang
sangat bagus.
Instrumen khusus didesain untuk memfasilitasi mini-VS melalui torakotomi. Chitwood
et al. mendesain klem aortik baru yang membuat mampu dilakukan transthoracic aortic
occlusion. Asistensi video juga telah digunakan untuk mini-VS melalui insisi torakotomi yang
kecil. Walaupun terdapat hasil yang bagus dengan torakotomi kanan, terdapat beberapa
kekurangan, diantaranya termasuk kanulasi CPB peripheral, dan kesulitan pada Mitral Valve
exposure. Tehnik penting lainnya adalah port access untuk mini-Mitral Valve Surgery,
dengan hasil yang menjanjikan. Sedangkan, tehnik port access, dimana paling sering
dilakukan oleh Stanford group, masih sering dihubungkan dengan beberapa faktor risiko
(kanulasi CPB peripheral dan tingginya tingkat diseksi aortic retrograde yang disebabkan
oleh penggunaan kateter balon untuk mengoklusi aorta dan memberikan kardioplegia).
Tehnik torakotomi anterolateral 8-cm melalui intercostal ketiga, clamping aorta langsung,
dan kanulasi telah dideskripsikan oleh Angouras dan Michler.
Minimal Invasif Mitral Valve Surgery yang dilakukan di Rumah Sakit nasional Jantung
Harapan Kita Jakarta adalah dengan Torakotomi anterolateral kanan. Sebelum insisi bedah,
Transesophageal echocardiography digunakan untuk mengkonfirmasikan disfungsi katub
mitral dan sebagai guide dalam pemasangan kanulasi vena di jugularis oleh anestesi. Setelah
itu dilanjutkan oleh Bedah Jantung dengan kanulasi di arteri dan vena femoralis dengan
tuntunan Transesophageal echocardiography oleh anestesi. Dilakukan insisi pada intercosta 4
dan dimasukan soft tissue retraktor dan mini retraktor costae, dilanjutkan pembukaan
pericardium. Setelah semua terpasang, Bedah menginstruksikan on bypass. Setelah itu
dilanjutkan pemasangan kateter CO2, dan pemasangan kanul cardioplegia diaortic root, Pada
beberapa kasus juga dilakukan pemasangan kanul cardioplegia retrograde melalui sinus
coronaria. Kemudian dilakukan Cross clamp aorta transtoracic di intra costae III kanan.
Ekspose Katub Mitral dengan retraktor setelah itu identifikasi katub mitral. Dilakukan repair
atau replace sesuai keparahan katub, setelah itu dievaluasi dengan TEE.
BAB III
KERANGKA TEORI dan KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Teori
Pasien kelainan
katup mitral
Tatalaksana
Medikamentosa
Tatalaksana
Operatif
Minimal
invasif
Konvension
al
3.2. Kerangka Konsep
Karakteristik individu :

Individu : usia,jenis kelamin,
diagnosis, derajat keparahan
Operasi Pembedahan Katup
Minimal Invasif
Operasi Pembedahan Katup
Konvensional
Luaran : Lama intubasi, Lama rawat ICU,
score nyeri pasca operasi, lama
penggunaan drain, jumlah perdrahan,
Aox/CBP time
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah potong lintang komparatif, membandingkan luaran teknik
operasi konvensional dengan minimal invasif. Luaran yang dilihat adalah lama rawat ICU,
skor nyeri pasca operasi, jumlah perdarahan dan lama klem silang aorta serta lama CPB .
Data lain juga diambil pada penelitian ini, diantaranya data tentang pasien yaitu : usia,
penyakit penyerta, diagnosis, derajat keparahan dan data operasi, diantaranya lama intubasi,
lama penggunaan drain, lama penyembuhan luka operasi.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen Bedah Toraks, Kardiak dan Vaskular Divisi
Bedah Jantung Dewasa Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta pada
bulan April 2011 hingga Juni 2013.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi target adalah seluruh pasien dewasa dengan penyakit jantung katup mitral
yang diindikasikan penanganan operatif.
Populasi terjangkau adalah semua pasien dewasa dengan penyakit jantung katup mitral
yang dioperasi di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita pada bulan April 2011
hingga Juni 2013.
Subjek penelitian adalah semua pasien dewasa dengan penyakit jantung katup mitral
yang dioperasi di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita pada bulan April 2011
hingga Juni 2013 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Sampel penelitian dihitung dengan menggunakan software Open Epi dengan
memperhatikan hasil dari penelitian EVEREST II, dimana pada penelitian tersebut
didapatkan persentase efek samping besar dari tindakan minimal invasif sebesar 15 % dan
pada tindakan bedah konvensional sebesar 48 %. Dari angka tersebut didapatkan jumlah
sampel untuk masing-masing grup, kelompok minimal invasif dan bedah konvensional
sebesar 36 sampel.
Alternatif perhitungan seampel kedua adalah dengan menggunakan pendekatan rule of
Thunb yang disampaikan oleh Green, dimana setidaknya 50 sampel setiap kelompok
diperlukan untuk mengetahui hubungan atau pembedahan antara dua kelompok.
Sehingga berdasarkan dua perhitungan sampel diatas maka jumlah sampel yang dicari
pada penelitian ini masing-masing 50 sampel.
4.4. Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berasal dari data rekam medis pasien. Data yang dikumpulkan
berupa faktor individu yaitu usia, penyakit penyerta/komorbid, diagnosis, faktor operasi
seperti : lama CPB time, lama AoX time, jumlah perdarahan intra operatif dan post operatif,
lama intubasi, lama penggunaan drain, skor nyeri pasca operasi, lama penyembuhan luka
operasi, lama rawat ICU.
Seluruh pasien yang diindikasikan operasi minimal invasif pada durasi waktu penelitian
akan diikutkan sebagai sampel penelitian (total sampling) dan dimasukkan pada kelompok
subyek
dengan
pembedahan
minimal
invasif.
Sedangkan
kelompok
pembedahan
konvensional akan dipilih dengan metode purposive sampling, dengan memilih kasus yang
serupa dengan kasus pada pembedahan minimal invasif hingga didapatkan jumlah sampel
yang sama dengan kelompok minimal invasif.
4.5. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
4.5.1. Kriteria Inklusi:
1. Pasien yang menderita penyakit jantung katup mitral di RS Harapan Kita periode Apri
2011 hingga Juni 2013
2. Pasien berusia 17 – 75 tahun
3. Pasien diindikasikan operasi konvensional atau minimal invasif dengan atau tanpa
penyulit
4.5.2. Kriteria Eksklusi:
1. Data sekunder (rekam medis) pasien saat perawatan tidak lengkap
2. Pasien tidak datang untuk control sehingga data rekam medis control tidak lengkap
4.6. Identifikasi Variabel
4.6.1. Variabel independent

Usia

Jenis kelamin

Diagnosa

EF

Klasifikasi NYHA
4.6.2. Variabel independent : dalam penelitian ini adalah perbandingan luaran atau
hasil outcome antara minimal invasif dan konvensional yang dikerjakan di Rumah
Sakit harapan Kita dalam periode April 2011 hingga Juni 2013.
4.7. Definisi Operasional
1. Kelompok bedah minimal invasif : pasien dengan kelainan katup mitral yang
diindikasikan mendapatkan penanganan dengan prosedur minimal invasif, sesuai
dengan rekam medis pasien.
2. Kelompok bedah konvensional : pasien dengan kelainan katup mitral yang
diindikasikan mendapatkan penanganan dengan prosedur bedah konvensional, sesuai
dengan rekam medis pasien.
3. Usia : dinilai dengan menggunakan hari ulang tahun terakhir, ditetapkan sebagai usia
saat penelitian. Data disajikan dalam data numeric dengan satuan tahun
4. Penyakit penyerta/komorbid ditetapkan dari rekam medik, apakah terdapat penyakit
penyerta. Data disajikan secara nominal dengan kategori ada atau tidak adanya
penyakit komorbid
5. Diagnosis : merupakan diagnosis klinis pasien yang didapatkan dari rekam medik.
Dinyatakan secara nominal dengan klasifikasi semua populasi Mitral Regurgitasi dan
Mitral Stenosis
6. Lama CPB : merupakan lamanya sirkulasi dalam mesin CPB dinyatakan dalam menit
7. Lama klem silang aorta : merupakan lamanya klem aorta dinyatakan dalam menit
8. Jumlah perdarahan intraoperatif : merupakan jumlah darah yang tertera dalam rekam
medis selama prosedur operatif, dinyatakan dalam skala numeric dengan satuan
milliliter
9. Jumlah perdarahan post operatif : merupakan jumlah darah yang tertera pada rekam
medis setalah tindakan pembedahan, dinyatakan dalam skala numerik dengan satuan
milliliter
10. Lama intubasi : didapatkan dari rekam medis pasien, berapa lama pasien menjalani
proses intubasi, dinyatakan dalam skala numeric dengan satuan menit
11. Lama pengunaan drain : didapatkan dari rekam medis mengenai lama penggunaan
drain oleh pasien, dinyatakan dalam skala numeric dengan satuan hari
12. Skor nyeri pasca operasi : didapatkan dari rekam medis pasien, merupakan skor nyeri
yang diukur dengan skala VAS, dinyatakan dengan skala mumerik
13. Lama penyembuhan luka operasi : didapatkan dari rekam medis, berapa lama luka
operasi sembuh dan dinyatakan dalam skala numeric dengan satuan hari
14. Lama rawat ICU : didapatkan dari rekam medis mengenai lama rawat di ICU,
dinyatakan dengan skala numeric dengan satuan hari.
15. Jumlah transfusi darah di ICU
4.8. Pengolahan dan Analisis Data
Data akan diolah dengan melihat adakah perbedaan luaran pada teknik pembedahan
minimal invasif dan teknik pembedahan konvensional, dengan melihat data lama rawat ICU,
skor nyeri pasca operasi, jumlah perdarahan dan CPB/Aox time. Data kedua kelompok
tersebut akan dibandingkan rerata atau mediannya lalu dianalisis dengan menggunakan uji
korelasi Pearson atau Spearman untuk melihat ada tidaknya perbedaan/korelasi.
Sementara data karakteristik pasien dan operasi akan disajikan secara deskriptif. Untuk
data pasien usia dan data operasi : lama penggunaan drain dan lama penyembuhan luka
operasi akan disajikan dalam mean dan SD atau median dan minimum maksimum.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pelacakan subjek melalui Medical record yang dilakukan Pembedahan Katup Mitral di
RS Harapan Kita pada periode Januari 2011 sampai dengan Oktober 2013 sejumlah 103
subjek.
Dari jumlah tersebut yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi adalah sejumlah 103
subjek. Dari jumlah tersebut 56 subjek (54.36%) yang dilakukan pembedahan Katup Mitral
dengan tehnik Minimal Invasif dan sejumlah 47 subjek (45.63%) dilakukan dengan cara
pembedahan Konvensional.
Hasil penelitian akan disajikan perbandingan gambaran karakteristik subjek,
karakteristik berdasarkan tehnik pembedahan serta perbandingan luaran operasi dilihat dari
lama rawat di ICU, skor nyeri operasi, jumlah perdarahan, Aox serta CPB pasien.
5.1.
Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian
Secara keseluruhan karakteristik berdasarkan usia dijumpai rata rata usia adalah 44.49
tahun dengan SD 14.250 tahun, dengan usia paling muda adalah 19 tahun dan paling tua
adalah 75 tahun.
Tabel dibawah ini menunjukkan bahwa distribusi usia pada kelompok yang dilakukan
operasi katup mitral dengan Minimal Invasif tidak berbeda dengan yang dilakukan secara
konvensional ( p = 0.427), sehingga dua jenis cara operasi katup mitral ini layak
diperbandingkan.
Tabel 1. Karakteristik Jenis Kelamin dan Usia berdasarkan jenis tindakan
Karakteristik
Jenis
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia
19 - 29
tahun
30 - 39
tahun
40 - 49
Minimal
Invasif
F
%
Konvensional
F
%
p
40
16
71.9
28.1
27
20
56.5
43.5
0.103*)
6
10.7
11
23.4
0.524*)
13
16
23.2
28.6
7
12
14.9
25.5
tahun
50 - 59
tahun
≥ 60 tahun
15
6
26.8
10.7
13
4
27.7
8.5
*) Pengujian statistik dengan Chi-Square
Dari Tabel diatas bahwa subjek penelitian yang terbanyak adalah laki-laki dan
menunjukkan secara statistik tidak ada perbedaan karakteristik jenis kelamin pada kelompok
usia antara Minimal Invasife dan Konvensional ( p = 0.103 dan p= 0.524).
Dari tabel di bawah ini, dapat diketahui bahwa sebanyak 11 subjek (10.7%) yang
mempunyai EF kurang dari 55%, sedangkan selebihnya (89.3%) EF dalam keadaan normal
( 55-80%). Tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara jenis operasi dengan klasifikasi
EF (p=0.205).
Tabel 2. karakteristik pasien berdasarkan NYHA dan EF
Karakteristik
NYHA
EF
Minimal Invasif
Konvensional
Class 3
40
35
Class 4
16
12
<55%
4
7
55-80%
52
40
p
0
0.205*)
*) Pengujian statistik dengan Chi-Square
5.2 Perbandingan Gambaran Intra Operasi Berdasarkan Jenis Tindakan
Dari tabel di bawah ini, dapat diketahui gambaran intra operative antara tindakan
pembedahan katup mitral dengan tehnik minimal invasif dan konvensional. Diagnosis Klinis
subjek seluruhnya dinyatakan Mitral Regurgitasi dan Mitral Stenosis
Tabel 3. Karakteristik Diagnosa berdasarkan tindakan
Tindakan
Minimal Invasif
Konvensional
(n=56)
(n=47)
MR(n=47) MS(n=9)
MR(n=40) MS(n=9)
p
Tindakan
43
1
39
0
MVr
0.205*)
Tindakan
4
8
1
9
MVR
*) Pengujian statistik dengan Chi-Square
Data intra operative pada tabel di bawah ini mengamati sejak penggunaan CPB (dalam
menit) lama penggunaan AOX (dalam menit), jumlah perdarahan selama intra operative.
Data rata rata dari indikator lama CPB dalam menit menunjukkan perbedaan yang
bermakna secara statistik dengan penggunaan CPB pada cara operasi Minimal Invasif lebih
lama dibandingkan cara konvensional ( p=0.015). Sedangkan lama penggunaan AOX
didapat tidak ada perbedaan keduanya (p =0.145).
Data jumlah perdarahan intra operative dijumpai perbedaan rerata yang bermakna
secara statistik ( p=0.00). Pada cara minimal invasif terjadi rata rata jumlah perdarahan intra
operative 273 cc, sedangkan pada cara konvensional pada 660 cc.
Tabel 4. Perbedaan Rerata Lama Pemakaian Klem Silang Aorta, CPB Time
dan Jumlah Perdarahan
Minimal Invasif Konvensional
P
Karakteristik
Mean (SD)
Mean (SD)
Lama CPB
133.87
112.62
0.015*)
( menit)
(112.62)
(45.27)
Lama
(menit)
AoX
Jumlah
Perdarahan (cc)
99.85
(32.53)
89.49
(38.013)
0.145*)
273.36
(125.49)
660.56
(164.86)
0.00*)
*) Uji perbedaan 2 mean : Student t test sample Independent
5.3.Gambaran Fase Perawatan di ICU
Phase perawatan di ICU dideskripsikan dalam lama intubasi (dalam menit), lama
penggunaan drain ( dalam satuan hari) serta lama rawat di ICU (dalam hari)
Tabel 5. Perbandingan Rerata Lama Intubasi, Lama Penggunaan
Drain dan Lama di ICU
Minimal Invasif
Karakteristik
Konvensional
n
Mean
SD
n
Mean
Lama Intubasi
56
25.34
14.12
47
42.87
Lama
Penggunaan
Drain
56
2.68
0.471
47
3.00
Lama Di ICU
56
1.36
0.773
47
2.96
SD
p
13.04 0.002
*)
0.752
0.01*)
0.977 0.00*)
*) Uji perbedaan 2 mean : Student t test sample Independent
Dari data diatas terlihat bahwa rata rata lama intubasi pada cara operasi katup mitral
konvensional lebih lama ( 43 jam), hampir 2 kali lipat dibandingkan cara operasi minimal
invasif (25 jam). Sedangkan lama penggunaan drain pada pada cara operasi dengan Minimal
Invasif rata rata 2 hari, pada cara konvensional 3 hari. Demikian juga rata rata lama rawat di
ICU cara operasi Minimal Invasi hanya 1 hari 8jam sedangkan cara konvensional sekitar 3
hari. Secara statistik rerata ketiga karakteristik perawatan di ICU ini berbeda bermakna
/strongly significant ( p < 0.05).
5.4. Perbandingan Rerata Luaran Operasi
Luaran operasi yang akan diperbandingkan adalah panjang luka operasi, nyeri operasi
dalam skala VAS, jumlah tranfusi darah, lama waktu pulih serta lama rawat di RS, baik
dalam uji rerata maupun kategorik.
Tabel 6. Perbandingan Rerata Panjang Luka Operasi Berdasarkan Tindakan
Minimal Invasif
Konvensional
Variabel
n
Mean
SD
n
Mean
SD
P
Panjang Luka
56
4.19
0.00
47
12.00
0.00
0.00*)
Operasi
*) Uji perbedaan 2 mean : Student t test sample Independent
Data pada tabel diatas menunjukkan bahwa rerata luka operasi pada cara operasi
minimal invasi hanya 4.19cm ± SD 1.45 cm, sedangkan dengan cara konvensional adalah
sekitar 12 cm.
Sedangkan rerata skor nyeri dengan skala VAS dijumpai dari pengakuan subjek bahwa
cara operasi mitral dengan minimal Invasif adalah skala 4.02 ± SD 0.34 (moderate pain),
sedangkan pada cara operasi konvensional mempunyai rerata skala VAS 6.27 ± 0.477 (pain),
secara statistic berbeda bermakna ( p=0.00).
Tabel 7. Perbandingan Skor Nyeri Pasca Operasi Berdasarkan Tindakan
Variabel
Minimal Invasif
Konvensional
47
Nyeri
n
56
Pasca
Mean
4.02
6.27
Operasi
SD
0.34
0.477
Skor
VAS 3
1
0
Nyeri
VAS 4
55
0
Operasi
VAS 6
0
35
(VAS)
VAS 7
0
12
P
0.00*)
0.00**)
*) Uji perbedaan 2 mean : Student t test sample Independent
**) Uji Fisher Exact test
Tabel 8. Perbandingan Lama Waktu Pulih Berdasarkan Tindakan
Minimal Invasif
Konvensional
Variabel
n
Mean
SD
n
Lama rehabilitasi
56
2.14
0.44
47
4.24
Lama Rawat
56
6.68
2.21
47
8.91
SD
p
0.444
0.00*)
Mean
Rumah sakit
*) Uji perbedaan 2 mean : Student t test sample Independent
**) Uji Fisher Exact test
1.47
0.00 **)
BAB VI
PEMBAHASAN
Selama satu dekade terakhir operasi jantung minimal invasif memiliki perkembangan
secara dramatis
15,18,22,23
dan telah menjadi standar pendekatan untuk operasi Mitral Valve
di beberapa pusat negara maju dan karena itu masih harus dibayar oleh pengalaman klinis
yang signifikan. Dalam studi saat ini penulis mencari untuk menilai kelayakan, keamanan dan
efektivitas minimal MV perbaikan invasif dalam kelompok besar pasien berturut-turut pada
Mitral regurgitasi dan Mitral Stenosis.
Pada penelitian ini menunjukkan secara statistik bahwa distribusi usia pada minimal
invasif antara 40-49 tahun sedangkan pada umur konvensional diantara 50-59 tahun. Tetapi
pada penelitian yang lain diluar negeri kelompok usia diatas 60 tahun lebih dominan.3,4,7,15 .
Sedangkan jenis kelamin pada penelitian ini lebih dominan pada pria sesuai dengan beberapa
penelitian dari luar negeri.
Pada Minimal Invasif didapati NYHA functional class III sebanyak 40 subjek dan
functional class IV sebanyak 16 subjek, sedangkan pada konvensional didapati NYHA
functional class III sebanyak 35 subjek dan NYHA functional class IV sebanyak 12 subjek.
Secara klinis pasien masih dalam simptom sedang-berat. Angka ini berbeda dengan penelitian
dari luar negeri berkisar NYHA II-III. 7,11,22,25.
Pada data didapati sebanyak 11 subjek (10.7%) yang mempunyai EF kurang dari 55%,
sedangkan selebihnya (89.3%) EF dalam keadaan normal ( 55-80%). Tidak dijumpai
hubungan yang bermakna antara jenis operasi dengan klasifikasi EF (p=0.205). Sedangkan
peneliti dari luar mendapati EF berkisar 50-60% pada minimal invasif dan konvensional.3,7,22
Perbandingan Gambaran Intra Operasi Berdasarkan Jenis Tindakan yang didapati
peneliti pada Minimal Invasif untuk cross klem (AOX) rata-rata 99,85 menit, sedangkan
waktu CPB 133,87 menit. Pada konvensional waktu cross klem (AOX) 89,49 menit dan
waktu CPB 112,62 menit. Berdasarkan statistik lama penggunaan AOX didapat tidak ada
perbedaan keduanya (p =0.145). Tetapi data rata rata dari indikator lama CPB menunjukkan
perbedaan yang bermakna secara statistik dengan penggunaan CPB pada cara operasi
Minimal Invasif lebih lama dibandingkan cara konvensional ( p=0.015).
bandingkan dengan peneliti dari luar negeri
7
Jika peneliti
, Minimal Invasif rata-rata waktu cross klem
84,8 menit dan waktu CPB 141,7 menit. Pada konvensional rata-rata cross klem 88 menit,
dan waktu CPB 132,6 menit. Perbedaan lama kross klem aorta antara tempat institusi peneliti
dengan luar negeri mungkin disebabkan learning curve surgeon yang berbeda.
Data jumlah perdarahan intra operative dijumpai perbedaan rerata yang bermakna
secara statistik ( p=0.00). Pada cara minimal invasif terjadi rata rata jumlah perdarahan intra
operative 273 cc, sedangkan pada cara konvensional pada 660 cc.
Lama rata-rata intubasi pada minimal invasif 25,34 jam sedangkan pada konvensional
42,87 jam. Jika dibandingkan dengan beberapa peneliti dari luar negeri rata-rata lama intubasi
berkisar 9-12 jam pada minimal invasif dan konvensional 20 jam. 3,7
Lama penggunaan drain pada minimal invasif rata-rata 2,68 hari sedangkan pada
konvensional 3 hari. dari data statistik tidak mempunyai arti makna.
Lama di ICU pada minimal invasife rata-rata 1,36 hari sedangkan pada konvensional
2,96 hari. Dari data statistik ini rerata perawatan di ICU ini berbeda bermakna /strongly
significant ( p < 0.05). Jika dibandingkan dengan peneliti dari luar negeri rata-rata angka
lama di ICU 1,6 pada minimal invasife dan 2,7 pada konvensional.3
Perbandingan nyeri pada minimal invasif didapati VAS skala 4 sedangkan pada
konvensional didapati skala VAS 6-7. Jika kita bandingkan dengan peneliti dari luar negeri
didapati tidak perbedaan antara minimal invasif dan konvensional dengan Skala VAS 4-6.
10.
Hal ini mungkin karena diluar negeri pemakaian analgetik memakai morphin selama
perawatan sedangkan pemakaian analgetik diIndonesia untuk morphin sangat dibatasi.
Sedangkan pada kedua panjang luka operasi antara minimal invasif 4 cm dan konvensional
12 cm. Dan lama rawat berdasarkan tindakan antara minimal invasif 6,68 hari sedangkan
pada konvensional 8,91 hari. Hasil ini sama dengan beberapa peneliti dari luar.3,7
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. SIMPULAN
Dari hasil penelitian didapati pada pembedahan Minimal Invasif untuk penyakit Katub
Mitral lebih baik daripada pembedahan Konvensional dalam segi skor nyeri , lama
intubasi, lama rawat ICU dan jumlah perdarahan.
7.2. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan karena jumlah sampel yang masih sedikit dan
diharapkan dengan jumlah sampel yang lebih banyak, banyak hal yang belum tergali dari
hubungan antar variabel dapat menjadi lebih terlihat yang bermanfaat untuk menurunkan
mortalitas dan morbiditas yang dapat digunakan untuk menentukan prognostik tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jusuf Racmat, Efek Ischemik preconditioning pada Bedah Jantung Terbuka. Desertasi
Doktoral diFKUI 2013
2. Fathema, Efek allupurinol terhadap stress oksidatif dan respon adaptasi hipoksia pada
koreksi TOF. Desertasi Doktoral 2013.
3. Davy C.H. Cheng et al, Minimal Invasif versus Konvensional Open Mitral Valve
Surgery, innovations 2011;6:84-103
4. Alexander Iribarne et al. Minimal Invasif versus sternotomy approach for Mitral Valve
Surgery: a propensity analysis. Ann Thorac Surg 2010:90:1471-1478
5. Ehuud raanani et al. J Thorac Cardiovasc Surg 2010;140:89-90. Quality of mitral valve
repair : median sternotomy versus port access approach. J Thorac Cardiovasc Surg
2010;140:86-90
6. Paul Modi et al. Minimal Invasif mitral valve surgery : a systematic review and metaanalysis. Eur J Cardiothorac Surg 2008 : 34:943-952
7. Selami Dogan et al. Minimal Invasif Port access versus konvensional mitral valve
surgery : Prospective randomized Study. Ann Thorac Surg 2005;79:492-8
8. James P.Greelish et al, Minimal Invasif mitral valve repair suggests earlier operation for
mitral valve disease, The Journal and Cadiovascular Surgery 2003 : 126 : 365-73
9. Felix Schneider et al. Cerebrall microemboli during minimally invasif and konvensional
mitral valve operation. Ann thorac Surg 2000;70:1094-7
10. Thomas walther et al. Pain and Quality of life after minimal invasif versus konvensional
cardiac surgery. Ann Thorac Surg 1999;67:1643-7
11. Yugal K. Mishra et al . Minimal Invasif Mitral Valve Surgery through right anterolateral
minithoracotomy. Ann Thorac Surg 1999,68:1520-41
12. Donald D. Glower et al. Mitral valve operation via port acces versus median sternotomy.
Eur J Cardiothorac Surg 1998; 14:143-147
13. Cohn LH,Adams DH, et al. Minimal Invasif Cardiac valve surgery improves patient
satisfaction while reducing costs of cardiac valve replacement and repair. Ann Surg.
1997;226:4:421-8
14. Kenneth G,Shann, Departement of cardiothoracic Surgery, Monterfiore-Einstein Heart
Center, New York
15. Joerg seeburger et al. Minimal Invasif mitral valve repair for mitral regurgitation:result
of 1339 consecutive patiens.European journal of cardio-thoracic surgery (34) 2008: 760765
16. Aklog L et al. Techniques and results of direct access minimally invasif mitral valve
surgery : paradigm for the future. J Thoracic Cardiovasc Surg. 1998;116:705-715
17. Burfeind WR et al. Mitral surgery after prior cardiac operation:port access versus
sternotomy or thoracotomy. Ann Thorac Surg.2002;74:S1323-S1325
18. Chitwood WR et al. Video Assested minimal Invasif mitral valve surgery. J Thorac
Cardiovasc Surg. 1997;114:773-782
19. De Vaumas et al. Comparison of minithoracotomy and convensional sternotomy
approaches for valve surgery. J Cardiothorac Vasc Anesth. 2003;17:325-328
20. Galloway Ac et al. A decade of minimally invasif mitral repair: long term outcomes. Ann
Thorac Surg. 2009;88:1180-1184
21. Walther T et al. Pain and quality of life after minimally invasif versus convensional
cardiac surgery. Ann Thorac surg. 1999;67:1643-1647
22. Grossi EA et al. Impact of minimally invasif valvular heart surgery: a case control study.
Ann Thorac Surg 2001;71:807-810
23. Mohr FW et al. Minimally invasif port access mitral valve surgery. J Thorac Cardiovasc
Surg. 1998;115:567-76
24. Wimmer-Greinacker et al. Complications of port access cardiac surgery. J Cardiac Surg.
1999;14:240-5
25. Dongjin Wang et al. Mitral valve replacement through minimal right vertical infra axila
toracotomy versus median sternotomy.The Ann Thorac Surg.2009;87:704-8
26. Paul C Saunders. et al. Minimally invasif technology for mitral valve surgery via left
thoracotomy: Experience with forthy cases. J Thorac Cardiovasc Surg 2004;127:10261032
Perbandingan luaran ..., Siahaan, Sihar Deddy Kristianto, FK UI, 2014
Download