BAB I

advertisement
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1
Hakikat Matematika
Istilah
mathematics
(Inggris),
mathematic
(Jerman)
atau
mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan lain mathematica,
yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti
relating to learning. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang
berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike
berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu
mathematein yang mengandung arti belajar (berpikir) (Erman Suherman,
2003:18).
Depdiknas (2006) matematika merupakan “bahan kajian yang
memiliki konsep abstrak dan dibangun melalui konsep penalaran deduktif,
yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran
sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam
matematika sangat luas dan jelas”.
Ruseffendi dalam Heruman (2013:1) matematika adalah bahasa
simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif,
ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari
unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau
postulat, dan akhirnya ke dalil.
Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi (2000) dalam
Heruman (2007:1) yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada
kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.
Menurut lampiran Permendiknas No.22 tahun 2006, matematika
merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi
modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan
daya pikir manusia (Depdiknas:2006).
7
8
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa matematika adalah kumpulan ide-ide yang bersifat abstrak dengan
struktur-struktur
deduktif,
mempunyai
peran
yang
penting
dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.1.1.1 Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan
pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran
suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran
matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui
pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari
sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan
matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan informasi
misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam modelmodel matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita
atau soal-soal uraian matematika lainnya.
NCTM
(National
Coucil
of
Teachers
of
Mathematics)
merekomendasikan 4 (empat) prinsip pembelajaran matematika, yaitu :
a. Matematika sebagai pemecahan masalah.
b. Matematika sebagai penalaran.
c. Matematika sebagai komunikasi, dan
d. Matematika sebagai hubungan (Erman Suherman, 2003:298).
Matematika perlu diberikan kepada siswa untuk membekali mereka
dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif
serta kemampuan bekerjasama.
Melihat hakikat dan karakteristik pembelajaran matematika seperti
telah diuraikan di atas, maka para guru perlu mempertimbangkan rancangan
tentang keterampilan pemecahan masalah matematika, memberikan
pengalaman otentik pada siswa, menggunakan model pembelajaran yang
dapat meningkatkan keterampilan proses misalnya model Problem Based
Learning (PBL).
9
2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar
adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu
juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan
penataran nalar dalam penerapan matematika.
Secara khusus, Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran
Matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah
dinyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah:
a. Agar siswa dapat memahami konsep Matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima
secara luwes, akuran efisien dan tepat dalam pemecahan masalah;
b. Siswa dapat menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika;
c. Siswa dapat memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh;
d. Siswa dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram,
atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan
e. Siswa memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam
mempelajari Matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah. (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 SD).
Tentunya tujuan tersebut dapat dicapai dengan baik bila setiap unsur
yang berkaitan dengan pengelolaan pembelajaran matematika di sekolah
memahami makna dari Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) mata pelajaran matematika. Guru matematika di sekolah merupakan
ujung tombak dalam keberhasilan siswa mempelajari matematika di
sekolah. oleh karena itu guru matematika harus memahami cara-cara
melakukan analisis terhadap Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan,
10
hal ini dimaksudkan agar arah pembelajaran matematika tidak menyimpang
dari tujuan yang hendak dicapai dan tujuan dapat tercapai secara optimal.
Selanjutnya GBPP (dalam Soedjadi, 2000: 43) mengemukakan
beberapa tujuan khusus pengajaran Matematika di Sekolah Dasar, yaitu:
a. Menumbuhkan
dan
mengembangkan
keterampilan
berhitung
(menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.
b. Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui
kegiatanMatematika.
c. Mengembangkan pengetahuan dasar Matematika sebagai bekal belajar
lebih lanjut di SLTP.
d. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.
2.1.1.3 Ruang Lingkup Matematika
Secara garis besar ruang lingkup pokok pembahasan matematika di
SD meliputi lima poin seperti yang tercantum di dalam Permendiknas No 22
Tahun 2006, yaitu :
1. Unit Aritmatika (berhitung)
Unit aritmatika dasar atau berhitung mendapat porsi dan penekanan
utama. Sebagian besar dari kajian di SD adalah berhitung.
2. Unit pengantar aljabar
Unit pengantar aljabar adalah perluasan terbatas dari unit matematika
dasar. Dengan dasar pemahaman tentang pengantar aljabar, dilakukan
pengenalan perintisan aljabar.
3. Unit geometri
Unit geometri mengutamakan pengenalan bangun datar dan bangun
ruang.
4. Unit pengukuran
Pengukuran diperkenalkan sejak kelas 1 sampai kelas 6 dan diawali
dengan pengukuran tanpa menggunakan satuan baku. Konsep-konsep
pengukuran yang diperkenalkan mencakup pengukuran panjang, keliling,
luas, berat, volume, sudut, dan waktu dengan satuan ukurannya.
11
5. Unit kajian data
Yang dimaksud kajian data adalah pembahasan materi statistik secara
sederhana di SD. Dalam kajian ini terdapat kegiatan pengumpulan data,
menyusun data, menyajikan data secara sederhana serta membaca data
yang telah disajikan dalam bentuk diagram.
Standar kompetensi matematika yang harus dicapai siswa di jenjang
sekolah dasar khususnya kelas 5 di semester I yang akan jadi objek
penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata pelajaran matematika di SD Kelas V Semester 1
Standar Kompetensi
Bilangan
1. Melakukan operasi
hitung bilangan
bulat dalam
pemecahan masalah
Geometri dan
Pengukuran
2. Menggunakan
pengukuran waktu,
sudut, jarak, dan
kecepatan dalam
pemecahan masalah
Komptensi Dasar
1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat
termasuk penggunaan sifat-sifatnya, pembulatan,
dan penaksiran
1.2 Menggunakan faktor prima untuk menentukan
KPK dan FPB
1.3 Melakukan operasi hitung campuran bilangan
bulat
1.4 Menghitung perpangkatan dan akar sederhana
1.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
operasi hitung, KPK dan FPB
2.1 Menuliskan tanda waktu dengan menggunakan
notasi 24 jam
2.2 Melakukan operasi hitung satuan waktu
2.3 Melakukan pengukuran sudut
2.4 Mengenal satuan jarak dan kecepatan
2.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
waktu, jarak, dan kecepatan
12
Standar Kompetensi
Komptensi Dasar
3. Menghitung luas
bangun datar
sederhana dan
menggunakannya
dalam pemecahan
masalah
3.1 Menghitung luas trapesium dan layanglayang
3.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
luas bangun datar.
4. Menghitung volume
kubus dan balok
dan
menggunakannya
dalam pemecahan
masalah
4.1 Menghitung volume kubus dan balok
4.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
volume kubus dan balok
Penelitian ini akan mengajarkan bangun ruang khususnya volume
kubus dan balok dengan menggunakan standar kompetensi menghitung
volume kubus dan balok dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.
Dengan kompetensi dasar menghitung volume kubus dan balok dan
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume kubus dan balok.
Konsep menghitung volume kubus dan balok harus diajarkan pada
siswa karena siswa sering menjumpai masalah-masalah yang berkaitan
dengan menghitung volume kubus dan balok dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya : mengisi bak mandi yang kosong dengan air sampai penuh,
mengisi kardus makanan dengan kotak kue yang berukuran kecil mengamati
truk bermuatan pasir sampai kepada hal yang kompleks seperti menghitung
kekurangan kemasan paket barang yang perlu ditambahkan ke dalam mobil
kontainer supaya penuh. Pengetahuan dan konsep dasar siswa mengenai
volume akan membantu siswa memecahkan masalah dalam kehidupan nyata
siswa.
2.1.1.4 Langkah Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun dan
12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional
13
konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam
proses berfikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun
masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.
Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan
objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran
matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media dan
alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru.
Agar guru dapat mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa,
maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran efektif dan efisien
sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengajarkan
matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan siswa berbeda-beda
serta tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika.
Heruman (2007:2) mengemukakan konsep-konsep pada kurikulum
matematika SD dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu:
1.
Penanaman konsep dasar
Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus
dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan
konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran
konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan
untuk membantu kemampuan pola pikir siswa.
2.
Pemahaman konsep
Pembelajaran
pemahaman
konsep
merupakan
kelanjutan
dari
pembelajaran penanaman konsep, akan tetapi dilakukan pada pertemuan
yang berbeda.
3.
Pembinaan keterampilan.
Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih
terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.
14
2.1.2 Model Problem Based Learning
1.1.2.1. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu proses dimana proses itu akan
menentukan keberhasilan dalam pembelajaran. Berikut ini adalah pengertian
model pembelajaran menurut para ahli yang berguna untuk membantu
penelitian.
Menurut Joyce & Weil dalam Sutikno ( 2014:57), model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan suatu kegiatan.
Menurut Dahlan dalam Sutikno (2014:57) model pembelajaran
merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun
kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada
pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun setting lainnya.
Toeti Soekamto dan Udin Sarifudin Winataputra dalam Sutikno
(2014:57) mengartikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi
sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam
merencanakan danmelaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Jadi dari beberapa pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa
model
pembelajaran
adalah
suatu
kerangka
konseptual
yang
menggambarkan prosedur sistematik dalam pengorganisasian pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
1.1.2.2. Hakikat Model Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model
pembelajaran yang fokus pembelajarannya pada masalah yang harus
diselesaikan siswa. Pengertian Problem Based Learning (PBL) sendiri
menurut ahli diantaranya:
Menurut Slameto (2011:7) Model Problem Based Learning (PBL)
merupakan model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan
15
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah
otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir
tingkat tinggi.
Menurut Agus (2013:283), “Pembelajaran berdasarkan masalah atau
problem based learning adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan
pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisi dan integrasi
pengetahuan baru”.
Ngalimun (2014:89), “pembelajaran berdasarkan masalah (problem
based learning) merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang
dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa”.
Adapula definisi pembelajaran Problem Based Learning menurut
Arends dalam Hosnan (2014:295) model pembelajaran Problem Based
Learning adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran
siswa
pada
masalah
autentik
sehingga
siswa
dapat
menyusun
pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan ketrampilan yang lebih
tinggi dan inquri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri
sendiri.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran Problem Based Learning adalah suatu proses
pembelajaran dimana siswa diberikan masalah dalam situasi yang
berorientasi pada masalah dalam kehidupan sehari-hari sehingga mendorong
siswa dalam berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah dalam
rangka memperoleh pengetahuan baru.
Simpulan ini senada dengan ketentuan dalam Kemendikbud Tahun
2014, yang menyatakan bahwa Model Problem Based Learning (PBL)
merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah
kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Model
Problem Based Learning (PBL) dilakukan dengan pemberian rangsangan
berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh
peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik
dalam pencapaian materi pembelajaran.
16
1.1.2.3. Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning
Menurut Fogarty dalam Ngalimun (2014:90) mengatakan Problem
Based Learning (PBL) memiliki karakteristik sebagai berikut : (1)belajar
dimulai dengan suatu masalah; (2)memastikan bahwa masalah yang
diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa; (3) mengorganisasikan
pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu; (4) memberikan
tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan
menjalankan secara
menggunakan
langsung proses
kelompok
kecil,
dan;
belajar
(6)
mereka
menuntut
sendiri;
siswa
(5)
untuk
mendemonstrasikan apa yang telahmereka pelajari dalam bentuk suatu
produk atau kinerja.
Ciri-ciri model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menurut
Baron (2003:1) dalam Rusmono (2012:74) , adalah 1) menggunakan
permasalahan dalam dunia nyata, (2) pembelajaran dipusatkan pada
penyelesaian masalah, (3) tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa, dan
(4) guru berperan sebagai fasilitator. Kemudian “masalah “ yang digunakan
harus relevan dengan tujuan pembelajaran, mutakhir, dan menarik,
berdasarkan informasi yang luas, terbentuk secara konsisten dengan masalah
lain, dan termasuk dalam dimensi kemanusiaan.
Yazdani (dalam Rusmono, 2012: 82) mengatakan bahwa dalam proses
pembelajaran dengan model PBL, ditandai dengan karakteristik: (1) siswa
secara berkelompok aktif merumuskan masalah, (2) pertemuan-pertemuan
pelajaran berlangsung open-ended atau berakhir dengan masih membuka
peluang untuk berbagi ide tentang pemecahan masalah, sehingga
memungkinkan pembelajaran tidak berlangsung dalam satu kali pertemuan,
(3) tutor (dalam hal ini guru) adalah seorang fasilitator dan tidak seharusnya
bertindak sebagai pakar yang merupakan satu-satunya sumber informasi, (4)
tutorial (pembimbingan kelas) berlangsung sesuai dengan tutorial PBL yang
berpusat pada siswa.
17
1.1.2.4. Tujuan Model Problem Based Learning (PBL)
Setiap pembelajaran memiliki tujuan, tentunya
yang positif.
Pembelajaran berdasarkan masalah menurut Resnick, dkk dalam Trianto
(2013:94-96) bertujuan untuk :
1.
Membantu
siswa
mengembangkan
ketrampilan
berfikir
dan
ketrampilan pemecahan masalah. PBL memberikan dorongan kepada
peserta didik untuk tidak hanya sekedar berfikir sesuai yang bersifat
konkrit, tetapi lebih dari itu berfikir terhadap ide-ide yang abstrak dan
kompleks.
2.
Belajar peranan orang dewasa yang autentik.
Jadi dapat disimpulkan tujuan dari Model Problem Based Learning
(PBL) untuk membantu siswa memperoleh pengalaman dan mengubah
pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma sebagai pengendali sikap
dan perilaku siswa.
1.1.2.5. Peran Guru dalam Model Problem Based Learning(PBL)
Guru
harus
menggunakan
proses
pembelajaran
yang
akan
menggerakkan siswa menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas, dan
belajar sepanjang hayat. Lingkungan belajar yang dibangun guru harus
mendorong cara berfikir reflektif, evaluasi kritis, dan cara berfikir yang
berdaya guna.
Menurut Ibrahim dalam Trianto (2009:97), di dalam kelas PBL, peran
guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBL
antara lain sebagai berikut.
1.
Mengajukan maslah atau mengorientasikan siswa kepada masalah
autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.
2.
Memfasilitasi/membimbing
penyelidikan
misalnya
pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan.
3.
Memfasilitasi dialog siswa.
4.
Mendukung belajar siswa.
melakukan
18
1.1.2.6. Manfaat Model Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran berbasis masalah tidak ditujukan untuk guru sebagai
pemberi informasi kepada siswa namun lebih memfasilitasi siswa untuk
memperoleh pengalaman sendiri.
Manfaat Problem Based Learning yang akan diperoleh siswa menurut
Smith dalam Amir (2009:27-29) adalah:
1.
Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar.
Jika pengetahuan diperoleh dekat dengan konteks prakteknya, maka
akan mudah diingat. Dengan konteks yang dekat, maka pembelajar
akan lebih mudah memahami materi.
2.
Meningkatkan folkus pada pengetahuan yang relevan. Selama ini apa
yang disajikan di dalam kelas jauh dari apa yang terjadi di dunia
praktik. Dengan Problem Based Learning penyajian pembelajaran di
dalam kelas disesuaikan dengan dunia praktek sehingga pembelajar
akan merasakan kegiatan praktenya lebih bermakna.
3.
Mendorong untuk berfikir. Pembelajar dianjurkan agar tidak terburuburu menyimpulkan, mencoba menemukan landasan atas argumennya,
dan fakta-fakta yang mendukung. Logika pembelajar dilatih dan
kemampuan berfikir ditingkatkan. Tidak sekedar tahu tapi juga
mengerti.
4.
Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan ketrampilan sosial.
5.
Karena dikerjakan dalam kelompok-kelompok kecil, maka Problem
Based
Learning
kecakapan
dapat
mendorong
kepemimpinan
juga
terjadinya
dapat
pengembangan
dirasakan.
Mereka
mempertimbangkan strategi, memutuskan dan persuasive dengan
orang lain.
6.
Membangun kecakapan belajar (life-long learning skills). Dengan
struktur masalah yang disajikan, siswa merumuskan serta dengan
tuntutanmencari sendiri pengetahuan yang relevan akan melatih
mereka untuk cakap dalam belajar.
19
7.
Memotivasi pembelajar. Dengan Problem Based Learning akan
membangkitkan minat dari dalam diri pembelajar. Karena maslah
diciptakan dengan konteks yang dekat dengan siswa. Dengan masalah
yang
menantang
mereka
merasa
lebih
semangant
untuk
menyelesaikannya.
1.1.2.7. Keunggalan dan Kelemahan Model Problem Based Learning
(PBL)
Setiap model-model pembelajaran memiliki tujuan yang sama yaitu
untuk membuat proses pembelajaran pada siswa menjadi lebih menarik dan
mudah untuk memahami materi pembelajaran. Tetapi setiap model yang
akan digunakan pasti memiliki keunggulan dan kekurangan
dihapi saat kegiatan pembelajaran.
yang mungkin
Model pembelajaran berdasarkan
masalah memiliki kelebihan dan kekurangan Trianto (2009:96-97).
Kelebihan Problem Based Learning adalah :”(1)Realistik dengan
kehifupan siswa (2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa (3) Memupuk
sifat inkuiri siswa. (4) Retensi konsep menjadi kuat (5) Memupuk
kemampuan problem solving”.
Sedangkan kelemahan Problem Based Learning
adalah sebagai
berikut :”(1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks
(2) Sulitnya mencari problem yang relevan (3) Sering terjadi miss-konsepsi
(4) Konsumsi waktu yang cukup dalam proses penyelidikan.
Menurut Ibrahim & Nur dalam Agus N. Cahyo (2013:285-287),
pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan,diantaranya:
1.
Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka sendiri
yang menemukan konsep tersebut.
2.
Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut
ketrampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.
3.
Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa
sehingga pembelajaran lebih bermakna.
4.
Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, sebab masalah-masalah
yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini
20
dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan
yang dipelajari.
5.
Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberikan
aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial
yang positif diantara siswa.
6.
Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi
terhadap pembelajaran dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan
belajar siswa dapat diharapkan.
1.1.2.8. Langkah-langkah Pelaksanaan Problem Based Learning (PBL)
Rusmono
(2012:81)
mengemukakan
bahwa
langkah-langkah
Pembelajaran Problem Based Learning adalah sebagai berikut.
Tabel 3
Sintak model Problem Based Learning (PBL)
Tahap Pembelajaran
Perilaku Guru
Tahap 1
Mengorganisasikan
siswa kepada masalah
Guru
menginformasikan
tujuan-tujuan
pembelajaran,
mendeskripsikan
kebutuhankebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa
agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah
yang mereka pilih sendiri.
Guru membantu siswa menentukan dan mengatur
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
Tahap 2
Mengorganisasikan
siswa untuk belajar.
Tahap 3
Membantu
penyelidikan mandiri
dan kelompok.
Tahap 4
Mengembangkan dan
mempresentasikan
hasil karya.
Tahap 5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
mencari penjelasan, dan solusi.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
rekaman video dan model, serta membantu mereka
berbagi karya mereka.
Guru membantu siswa melakukan refleksi atas
penyelidikan dan proses-proses yang mereka
gunakan.
21
Berdasarkan sintak model pembelajaran Problem Based Learning
menurut Rusmono tersebut, maka selanjutnya penulis akan menyusun sintak
dan
implementasi
model
Problem
Based
Learning
berdasarkan
Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Berikut tabel
sintak pembelajaran model Problem Based Learning berdasarkan standar
proses.
Tabel 4
Pemetaan Sintak Model Problem Based Learning (PBL)
dalam Standar Proses dalam Permendiknas No 41 Tahun 2007
N
o
1
2
3
4
5
Fase PBL
Orientasi siswa
kepada masalah.
Mengorganisir
siswa
untuk
belajar.
Membimbing
penyelidikan
individual
atau
kelompok.
Mengembangkan
dan menyajikan
hasil karya.
Menganalisis dan
mengevaluasi
proses pemecahan
masalah.
Penda
huluan
Kegiatan Inti Pembelajaran
Eksplorasi Elaborasi
Penutup
Konfirmasi
√
Menyimpul
kan dan
merangkum
secara lisan
dari materi
yang sudah
dipelajarime
nutup
pelajaran
dengan
salam dan
berdoa
√
√
√
√
Pada pengajaran dengan model Problem Based Learning, terdiri dari 5
tahap / langkah utama dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan
situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian analisis hasil kerja siswa.
Kelima langkah tersebut kemudian diimplementasikan dalam kegiatan
pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan
penutup.
22
1.1.2.9. Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) dalam Pembelajaran Matematika Berdasarkan Standar
Proses
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dikemas
berdasarkan
prosedur yang sesuai. Sebelum kegiatan pembelajaran
dilaksanakan
langkah
awal
membuat
RPP
(Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran). RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan
belajar peesrta didik dalam upaya mencapai KD (Kompetensi Dasar). Setiap
guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap
dan sistematis. Agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan,
menantang,
dan
memotivasi
peserta
didik
untuk
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. RPP disusun untuk setiap
KD yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru
merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan
penjadwalan di satuan pendidikan (Permendiknas No 41 Tahun 2007:8).
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP.
Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan
kegiatan penutup. Maka dalam model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL), wajib membuat RPP. Adapun pelaksanaan pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) dalam Standar Proses sesuai dengan
Permendiknas No 41 tahun 2007 dijabarkan dalam tabel sebagai berikut.
23
Tabel 5
Implementasi Model Problem Based Learning
dalam Standar Proses Sesuai Permendiknas No 41 Tahun 2007
Sintak PBL
Langkah dalam
Standar Proses
Orientasi siswa
kepada masalah
Kegiatan Awal
Mengorganisir
siswa untuk
belajar
Kegiatan Inti
Eksplorasi
Membimbing
penyelidikan
individual atau
kelompok.
Kegiatan Guru
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan segala hal yang akan
dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat
dalam aktivitas pemecahan masalah
yang dipilihnya.
Guru membantu siswa mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah
Guru
mendorong
siswa
untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan
eksperimen
atau
pengamatan
untuk
mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
Elaborasi
Mengembangkan
dan menyajikan
hasil karya.
Guru
membantu
siswa
dalam
merencakan dan menyiapkan karya
yang sesuai, melaksanakan eksperimen
atau pengamatan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
Menganalisis dan Konfirmasi
mengevaluasi
proses pemecahan
masalah.
Guru
membantu
siswa
untuk
melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan.
Penutup
Guru membimbing peserta didik untuk
menyimpulkan dan merangkum secara
lisan dari materi yang sudah dipelajari,
menyampaikan materi yang akan
dipelajari
selanjutnya,
menutup
pelajaran dengan salam dan berdoa.
24
Berdasarkan tabel di atas, maka dalam pelaksanaan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL), wajib membuat RPP.
Adapun pelaksanaan pembelajarannya adalah sebagai berikut.
1)
Rencana Pembelajaran (Persiapan), meliputi:
a. Merumuskan indikator yang akan dicapai
b. Merancang pembelajaran berorientasi pada pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Matematika melalui penyusunan RPP.
c. Menyiapkan sumber dan bahan yang diperlukan.
d. Membuat
lembar
observasi
guru
untuk
melihat
kondisi
pembelajaran saat tindakan berlangsung.
e. Membuat lembar kerja evaluasi untuk melihat hasil belajar siswa
dalam pembelajaran.
2)
Pelaksanaan meliputi:
1. Kegiatan Awal
Tahap 1: Orientasi siswa pada masalah
a. Guru mengajak siswa untuk berdoa sesuai dengan kepercayaan
masing-masing.
b. Guru memeriksa kehadiran siswa.
c. Menyiapkan peserta didik secara fisik dan psikis untuk
mengikuti proses pembelajaran dengan bertanya “sudah siap
untuk belajar hari ini?’ dan memeriksa sikap duduk siswa dalam
menerima pelajaran, memeriksa buku pelajaran dan alat tulis
yang diperlukan.
d. Guru melakukan apersepsi guna menggali konsep dan
pengetahuan
yang
telah
dimiliki
siswa
tentang
materi
matematika yang akan dipelajari.
e. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang
akan dicapai.
25
f. Guru memberikan motivasi penguatan untuk tetap mengikuti
dengan penuh semangat setiap pengalaman yang akan didapat
pada pembelajaran.
g. Orientasi: guru memberikan permasalahan kepada siswa dengan
menunjukkan benda realita yaitu yaitu sebuah kardus besar terisi
beberapa kotak kue, berapa kotak kue lagi yang dibutuhkan
untuk mengisi kardus besar tersebut supaya penuh?.
2. Kegiatan Inti
1) Eksplorasi
Dalam kegiatan eksporasi:
a. Guru memberikan informasi kepada siswa tentang materi
matematika yang akan dipelajari.
b. Guru dan siswa bertanya jawab tentang pengertian volume
kubus dan balok
2) Elaborasi
Tahap 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar.
Dalam kegiatan elaborasi:
a. Guru membagi kelas menjadi 4 kelompok, setiap kelompok
beranggotakan 4 orang.
b. Guru membagi alat dan bahan kepada setiap kelompok.
(kubus dan balok satuan).
c. Guru memberikan masing-masing kelompok permasalahan
untuk didiskusikan bersama masing-masing kelompoknya.
d. Siswa belajar dalam kelompok menyelesaikan permasalahan
setara yang akan dibahas dalam kelas.
Tahap 3 : Membimbing penyelidikan individual / kelompok
a. Guru mendorong masing-masing siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai permasalahan.
b. Guru mendorong siswa melaksanakan diskusi kelompok
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
26
c. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir
dan bertindak menurut kemampuan masing-masing siswa dan
guru berperan sebagai fasilitator.
d. Guru
berkeliling
untuk
mengamati,
memotivasi
dan
memfasilitasi serta membantu siswa dalam proses pemecahan
maslah melalui diskusi.
Tahap 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
a. Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan
kelompok lainnya menanggapi atau mengkomunikasikan
hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.
b. Guru memberi penguatan terhadap jawaban siswa, yaitu
dengan mengacu pada jawaban siswa dan melalui tanya
jawab membahas penyelesaian masalah yang seharusnya.
Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
a. Siswa
dengan
bimbingan
guru
menganalisis
dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan tanya jawab
dan berargumentasi.
b. Guru dan siswa membuat penegasan atau kesimpulan.
3) Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
a. Guru memberikan kesempatan kepada peerta didik untuk
bertanya mengenai materi yang belum jelas.
b. Guru memberikan umpan balik dan penguatan.
3. Kegiatan Akhir
Dalam kegiatan akhir:
a. Guru bersama siswa menyimpulkan materi pembelajaran.
b. Guru melakukan refleksi berupa pertanyaan “apakah pelajaran
hari ini menyenangkan? Mengapa? Apa yang kalian peroleh dari
pelajaran hari ini?”.
27
c. Guru
menyampaikan
rencana
pembelajaran
yang
akan
dilaksanakan selanjutnya.
d. Guru mengakhiri pembelajaran dengan mengucapkan salam.
2.1.3 Hasil Belajar
Menurut Darmansyah (2006:13) hasil belajar adalah hasil penilaian
terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka.
Selanjutnya Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010:22).
.
Dimyati dan Mudjiono (2006:5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah
hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru.
Dari sisi siswa hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari segi guru
adalah bagaimana guru dapat menyampaikan pembelajaran dengan baik dan
siswa dapat menerimanya. Menurut Wardani Naniek Sulistya, hasil belajar
adalah besarnya skor yang diperoleh melalui pengukuran pada saat proses
belajar (non tes) dan pengukuran pada hasil belajar (tes). Teknik
pengukuran pada saat proses belajar dengan menggunakan teknik non tes
dan teknik pengukuran pada hasil belajar menggunakan teknik tes.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian hasil belajar maka
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan atau tingkat
keberhasilan siswa setelah melakukan kegiatan belajar dan menerima
pengalaman dalam belajarnya yang ditunjukkan dengan nilai tes atau skor
yang diberikan oleh guru.
Besarnya
hasil
belajar
dapat
diketahui
melalui
pengukuran.
Pengukuran terhadap hasil belajar dilakukan dengan menggunakan alat ukur
atau instrumen. Menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012:49) teknik
pengukuran dibedakan menjadi 2 yaitu teknik tes dan non tes.
1.
Teknik tes
Menurut Suryanto Adi, dkk (2009) secara sederhana tes adalah
seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
28
memperoleh informasi tentang sifat (trait) atau atribut pendidikan
yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau
ketentuan yang dianggap benar.
2.
Non Tes
Teknik non tes sangat penting dalam mengases siswa pada ranah
afektif dan psikomotor, berbeda dengan tekik tes yang lebih
menekankan pada aspek kognitif.
Hasil dari pengukuran tersebut di atas, dipergunakan sebagai dasar
penilaian atau evaluasi. Wardani Naniek Sulistya, dkk, (2010:2.8)
menjelaskan bahwa evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna
atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan
angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai
pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan
sebelum
proses
pengukuran.
pengukuran
Kriteria
dapat
atau
ditetapkan
berupa
setelah
kemampuan
pelaksanaan
minimal
yang
dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
2.1.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (2003:54-72), faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar adalah:
a.
Faktor-faktor internal meliputi keadaan jasmaniah (kesehatan, cacat
tubuh), psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, kesiapan), dan kelelahan.
b.
Faktor-faktor eksternal meliputi faktor keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
Clark (dalam Sudjana dkk. 2001:39) mengungkapkan bahwa hasil
belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30%
dipengaruhi oleh lingkungan.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari faktor internal siswa dan
faktor eksternal.
29
Hasil belajar siswa dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain),
yaitu; (a) ranah kognitif adalah pengetahuan atau yang mencakup
kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika, (b) ranah afektif adalah sikap dan
nilai atau yang mencakup kecerdasan antar pribadi dan kecerdasan intra
pribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional, dan (c) ranah psikomotor
adalah keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan
visual-spasial, dan kecerdasan musikal.
2.1.3.2 Hubungan antara Model Problem Based Learning (PBL) dan
Hasil Belajar Matematika
Hubungan antara Model Problem Based Learning (PBL) dan Hasil
Belajar Matematika sangat berkaitan. Sebab Problem Based Learning
(PBL) adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa itu diberikan masalah
dalam situasi yang berorientasi pada masalah dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga mendorong siswa dalam berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan baru.
Sedangkan hasil belajar dalam penelitian ini adalah gambaran suatu
interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar yang dipengaruhi oleh
faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa berupa
kemampuan akademis siswa dalam mencapai standar tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan sebelumnya dan harusdimiliki siswa setelah mengikuti
proses pembelajaran matematika.
Dalam proses pembelajaran tidak hanya mentransfer pengetahuan
saja, tetapi juga melatih siswa bagaimana memecahkan masalah dalam
kehidupan
sehari-hari
ketrampilanmemecahkan
dengan
masalah
cara
untuk
berfikir
mencari
dan
kritis
dan
memperoleh
pengetahuan baru. Dalam pelaksanaan pembelajarannya, siswa dapat
membuat
hubungan
antara
pengetahuan
yang
dipelajari
dengan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dilakukan agar siswa
lebih mudah dalam memahami materi pembelajaran yang telah diberikan.
Dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
30
dengan materi pelajaran matematika yang melibatkan peserta didik dalam
proses pembelajaran dimana guru menghubungkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasai dunia nyata maka hasil belajr matematika
siswa menjadi meningkat.
2.2
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian tentang pengaruh penggunaan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa
diantaranya:
Penelitian yang dilakukan oleh Sukarman (2012) dengan judul
“Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Batiombo 02
Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester 2/2011-2012. Hasil penelitian
menunjukkan Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, sebelum penelitian
ketuntasan hanya 42.85% dengan rata-rata kelas 55 setelah dilakukan tindakan,
pada siklus1 ketuntasan belajar siswa 71.42% dengan nilai rata-rata 61,45. Pada
siklus 2 ketuntasan belajar siswa 85.71% dengan nilai rata-rata kelas 70,47.
Rifki Khamdani. 2012. Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V
SD Negeri Kemligi Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang Tahun Pelajaran
2013/2014.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
penggunaan
model
pembelajaran Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) Pada Pembelajaran
Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Kemligi Kecamatan Wonotunggal
Kabupaten Batang. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perolehan skor aktivitas
siswa selama pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran
pembelajaran berbasis masalah. Persentase ketuntasan belajar matematika pada
pra siklus dan siklus 1 yang telah diberi tindakan, mengalami peningkatan dari
22,2% pada pra siklus menjadi 72,2% siklus 1 dan 88,9% pada siklus II. Skor
rata-rata hasil belajar 27 meningkat dari 62,22 pada pra siklus menjadi 75,00 pada
siklus I dan 79,44 pada siklus II.
31
Penelitian Siti Novi Andriastutik (2009) dalam penelitiannya yang
berjudul Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada
Pembelajaran Matematika Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
Siswa Kelas 5 Semester II Sekolah Dasar Negeri 6 Sindurejo Tahun Ajaran
2012/2013. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran pembelajaran berbasis masalah, sangat cocok dilakukan karena
peningkatan ketuntasan hasil belajar matematika dengan pokok bahasan jaringjaring bangun ruang menggunakan model PBL. Pada prasiklus siswa yang tuntas
hanya 8 siswa atau sebesar 44% sedangkan yang tidak tuntas 10 siswa atau 56%.
Pada siklus I ada 13 siswa atau 72 % yang tuntas sedangkan yang tidak tuntas
sebanyak 5 siswa atau 28%. Pada siklus II ketuntasan hasil belajar meningkat
menjadi 94% atau sebanyak 17 siswa, sedangkan yang tidak tuntas hanya 1 siswa
atau 6%.
Jurnal penelitian Rizka Vitasari (2012) yang berjudul Peningkatan
Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Problem Based Learning
Siswa Kelas V SD Negeri 5 Kutasari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penerapan model PBL mengalami peningkatan ketuntasan hasil belajar
matematika pada setiap siklus. Pada siklus I dengan nilai rata-rata 62,8 atau 54,2
% dan siklus II dengan nilai rata-rata sebesar 88,1 atau 85,4%. Jadi dari siklus I ke
siklus II mengalami peningkatan sebesar 25,3 atau 31,2 %.
Berdasarkan analisis dari penelitian yang dilakukan oleh Sukarman, Rifki
Khamdani, Novi Andriastutik,dan Rizka Vitasari telah menunjukkan keberhasilan
dalam
meningkatkan
hasil
belajar siswa
dengan
menggunakan
model
pembelajaran Problem Based Learning. Penulis memilih empat penelitian tersebut
karena sangat releven untuk penelitian berikutnya di lingkungan yang berbeda.
Oleh karena itu, penulis juga optimis dan yakin bahwa pada penelitian ini juga
akan berhasil meningkatkan hasil belajar matematika melalui model pembelajara
Problem Based Learning (PBL) pada siswa kelas 5 SD Negeri Kauman Kidul
Salatiga semester I tahun pelajaran 2015/2016.
32
2.3
Kerangka Berfikir
Kerangka pikir adalah alur penalaran atau gambaran secara singkat
bagaimana langkah-langkah model yang dipakai dapat dipahami nalarnya.
Kerangka pikir di awali dengan kenyataan sebelum dilakukan tindakan di
lapangan yang menjadi permasalahan sehingga perlu diadakannya perbaikan
dengan suatu tindakan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran agar
dapat mengaktifkan siswa dan menjadikan hasil belajar matematika lebih
meningkat.
Temuan awal tentang kondisi pembelajaran Matematika kelas V di SD N
Kauman Kidul Salatiga masih menggunakan pembelajaran konvensional yang
berpusat pada guru., dan aktivitas pembelajaran tidak menggunakan model
pembelajaran yang menarik sehingga menjadikan siswa pasaif dan bosan. Di sisi
lain para siswa kurang memiliki keterampilan proses pemecahan masalah
Matematika dan berdampak pada hasil belajar yang belum maksimal.
Berdasarkan kondisi awal, maka perlu diadakan tindakan dalam
pembelajaran matematika agar hasil belajar siswa dapat meningkat. Tindakan
yang diberikan melalui penereapan model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL). Dengan menerapkan model PBL dalam pembelajaran matematika, maka
siswa mampu berfikir lebih kritis, menyelesaikan masalah secara sistematis dan
logis, dan memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk berfikir dan
mengemukakan ide dalam memecahkan suatu permasalahan, serta siswa dapat
memperoleh pengalaman secara langsung, sehingga pembelajaran itu menjadi
lebih bermakna. Kerangka pikir untuk mengatasi permasalahan kondisi awal
pembelajaran Matematika kelas V SD Negerai Kauman Kidul divisualkan dalam
bagan 4.
33
Kondisi
Awal
Tindakan
Kondisi
Akhir
Guru dalam proses
pembelajaran
masih
menggunakan
pembelajaran
konvensional
Dalam proses
pembelajaran
guru
menggunakan
model
pembelajaran
Problem Based
Learning
Pembelajaran dengan
menggunakan PBL
siswa menjadi lebih aktif
dalam pembelajaran,
berfikir kritis dan lebih
dapat menyerap materi
pembelajaran yang
diajarkan, serta senang
dalam mengikuti
pembelajaran. Sehingga
hasil belajar meningkat.
Pemahaman siswa
kurang, siswa
bingung,
pembelajaran tidak
menyenangkan dan
hasil belajar rendah.
Sehingga hasil belajar
menurun.
Guru:
a. Memberikan
orientasi masalah
melalui soal cerita.
b. Membentuk
kelompok
yang
terdiri dari 4-5
siswa.
c. Memberi
permasalahan
kepada
setiap
kelompok.
d. Membimbing
penyelidikan
individual dalam
kelompok
e. Mempresentasikan
hasil
kerja
kelompok.
Gambar 1
Kerangka pikir hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL)
34
Langkah-langkah pembelajaran pada kegiatan awal, kegiatan inti dan
kegiatan akhir pembelajaran dirancang sesuai dengan langkah-langkah
model pembelajaran PBL.
Pada kegiatan ini, para siswa diajak untuk
melakukan kegiatan: 1) mengorientasi peserta didik terhadap masalah yaitu
memprediksi dan mengajukan hipotesis berdasarkan perkiraan atas
kecenderungan atau pola hubungan antar data atau informasi tentang
Kompetensi Dasar menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume
kubus dan balok. 2) Kemudian para siswa diajak mengorganisasikan
masalah dengan mencari alternatif strategi untuk menyelesaikan masalah
mengenai volume kubus dan balok. 3) Selanjutnya siswa melakukan
percobaan secara kelompok untuk mengumpulkan data atau informasi.
Kegiatan berikutnya 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, yaitu
mengkomunikasikan secara tertulis laporan dari proses merumuskan
hipotesis sampai dengan menyimpulkan hasilnya. 5) kemudian kegiatan
terakhir, siswa diminta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
maslah yaitu guru dan siswa mengevaluasi dan mengevaluasi proses
pemecahan maslah yang dipresentasikan setiap kelompok.
Dengan langkah-langkah pembelajaran seperti diuraikan dalam
kerangka pikir di atas,tujuan dari model pembelajran PBL akan tercapai.
Tujuan tersebut adalah meningkatnya kompetensi keterampilan proses
pemecahan maslah matematika dan peningkatan penguasaan konsep-konsep
hasil belajar Matematika.
2.4
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir seperti diuraikan diatas
dapat diajukan hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada pembelajaran Matematika kelas V SD Negeri Kauman
Kidul Salatiga.
Download