7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Matematika Istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman) atau mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan lain mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti relating to learning. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathematein yang mengandung arti belajar (berpikir) (Erman Suherman, 2003:18). Depdiknas (2006) matematika merupakan “bahan kajian yang memiliki konsep abstrak dan dibangun melalui konsep penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika sangat luas dan jelas”. Ruseffendi dalam Heruman (2013:1) matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi (2000) dalam Heruman (2007:1) yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Menurut lampiran Permendiknas No.22 tahun 2006, matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia (Depdiknas:2006). 7 8 Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah kumpulan ide-ide yang bersifat abstrak dengan struktur-struktur deduktif, mempunyai peran yang penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2.1.1.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam modelmodel matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya. NCTM (National Coucil of Teachers of Mathematics) merekomendasikan 4 (empat) prinsip pembelajaran matematika, yaitu : a. Matematika sebagai pemecahan masalah. b. Matematika sebagai penalaran. c. Matematika sebagai komunikasi, dan d. Matematika sebagai hubungan (Erman Suherman, 2003:298). Matematika perlu diberikan kepada siswa untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Melihat hakikat dan karakteristik pembelajaran matematika seperti telah diuraikan di atas, maka para guru perlu mempertimbangkan rancangan tentang keterampilan pemecahan masalah matematika, memberikan pengalaman otentik pada siswa, menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan proses misalnya model Problem Based Learning (PBL). 9 2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika. Secara khusus, Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah: a. Agar siswa dapat memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima secara luwes, akuran efisien dan tepat dalam pemecahan masalah; b. Siswa dapat menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika; c. Siswa dapat memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; d. Siswa dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan e. Siswa memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari Matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 SD). Tentunya tujuan tersebut dapat dicapai dengan baik bila setiap unsur yang berkaitan dengan pengelolaan pembelajaran matematika di sekolah memahami makna dari Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mata pelajaran matematika. Guru matematika di sekolah merupakan ujung tombak dalam keberhasilan siswa mempelajari matematika di sekolah. oleh karena itu guru matematika harus memahami cara-cara melakukan analisis terhadap Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, 10 hal ini dimaksudkan agar arah pembelajaran matematika tidak menyimpang dari tujuan yang hendak dicapai dan tujuan dapat tercapai secara optimal. Selanjutnya GBPP (dalam Soedjadi, 2000: 43) mengemukakan beberapa tujuan khusus pengajaran Matematika di Sekolah Dasar, yaitu: a. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari. b. Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui kegiatanMatematika. c. Mengembangkan pengetahuan dasar Matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di SLTP. d. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin. 2.1.1.3 Ruang Lingkup Matematika Secara garis besar ruang lingkup pokok pembahasan matematika di SD meliputi lima poin seperti yang tercantum di dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006, yaitu : 1. Unit Aritmatika (berhitung) Unit aritmatika dasar atau berhitung mendapat porsi dan penekanan utama. Sebagian besar dari kajian di SD adalah berhitung. 2. Unit pengantar aljabar Unit pengantar aljabar adalah perluasan terbatas dari unit matematika dasar. Dengan dasar pemahaman tentang pengantar aljabar, dilakukan pengenalan perintisan aljabar. 3. Unit geometri Unit geometri mengutamakan pengenalan bangun datar dan bangun ruang. 4. Unit pengukuran Pengukuran diperkenalkan sejak kelas 1 sampai kelas 6 dan diawali dengan pengukuran tanpa menggunakan satuan baku. Konsep-konsep pengukuran yang diperkenalkan mencakup pengukuran panjang, keliling, luas, berat, volume, sudut, dan waktu dengan satuan ukurannya. 11 5. Unit kajian data Yang dimaksud kajian data adalah pembahasan materi statistik secara sederhana di SD. Dalam kajian ini terdapat kegiatan pengumpulan data, menyusun data, menyajikan data secara sederhana serta membaca data yang telah disajikan dalam bentuk diagram. Standar kompetensi matematika yang harus dicapai siswa di jenjang sekolah dasar khususnya kelas 5 di semester I yang akan jadi objek penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata pelajaran matematika di SD Kelas V Semester 1 Standar Kompetensi Bilangan 1. Melakukan operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah Geometri dan Pengukuran 2. Menggunakan pengukuran waktu, sudut, jarak, dan kecepatan dalam pemecahan masalah Komptensi Dasar 1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk penggunaan sifat-sifatnya, pembulatan, dan penaksiran 1.2 Menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB 1.3 Melakukan operasi hitung campuran bilangan bulat 1.4 Menghitung perpangkatan dan akar sederhana 1.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung, KPK dan FPB 2.1 Menuliskan tanda waktu dengan menggunakan notasi 24 jam 2.2 Melakukan operasi hitung satuan waktu 2.3 Melakukan pengukuran sudut 2.4 Mengenal satuan jarak dan kecepatan 2.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan waktu, jarak, dan kecepatan 12 Standar Kompetensi Komptensi Dasar 3. Menghitung luas bangun datar sederhana dan menggunakannya dalam pemecahan masalah 3.1 Menghitung luas trapesium dan layanglayang 3.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas bangun datar. 4. Menghitung volume kubus dan balok dan menggunakannya dalam pemecahan masalah 4.1 Menghitung volume kubus dan balok 4.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume kubus dan balok Penelitian ini akan mengajarkan bangun ruang khususnya volume kubus dan balok dengan menggunakan standar kompetensi menghitung volume kubus dan balok dan menggunakannya dalam pemecahan masalah. Dengan kompetensi dasar menghitung volume kubus dan balok dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume kubus dan balok. Konsep menghitung volume kubus dan balok harus diajarkan pada siswa karena siswa sering menjumpai masalah-masalah yang berkaitan dengan menghitung volume kubus dan balok dalam kehidupan sehari-hari, misalnya : mengisi bak mandi yang kosong dengan air sampai penuh, mengisi kardus makanan dengan kotak kue yang berukuran kecil mengamati truk bermuatan pasir sampai kepada hal yang kompleks seperti menghitung kekurangan kemasan paket barang yang perlu ditambahkan ke dalam mobil kontainer supaya penuh. Pengetahuan dan konsep dasar siswa mengenai volume akan membantu siswa memecahkan masalah dalam kehidupan nyata siswa. 2.1.1.4 Langkah Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun dan 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional 13 konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berfikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret. Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru. Agar guru dapat mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa, maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran efektif dan efisien sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan siswa berbeda-beda serta tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika. Heruman (2007:2) mengemukakan konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu: 1. Penanaman konsep dasar Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa. 2. Pemahaman konsep Pembelajaran pemahaman konsep merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep, akan tetapi dilakukan pada pertemuan yang berbeda. 3. Pembinaan keterampilan. Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. 14 2.1.2 Model Problem Based Learning 1.1.2.1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah suatu proses dimana proses itu akan menentukan keberhasilan dalam pembelajaran. Berikut ini adalah pengertian model pembelajaran menurut para ahli yang berguna untuk membantu penelitian. Menurut Joyce & Weil dalam Sutikno ( 2014:57), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Menurut Dahlan dalam Sutikno (2014:57) model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun setting lainnya. Toeti Soekamto dan Udin Sarifudin Winataputra dalam Sutikno (2014:57) mengartikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan danmelaksanakan aktivitas belajar mengajar. Jadi dari beberapa pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. 1.1.2.2. Hakikat Model Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang fokus pembelajarannya pada masalah yang harus diselesaikan siswa. Pengertian Problem Based Learning (PBL) sendiri menurut ahli diantaranya: Menurut Slameto (2011:7) Model Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan 15 kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Menurut Agus (2013:283), “Pembelajaran berdasarkan masalah atau problem based learning adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisi dan integrasi pengetahuan baru”. Ngalimun (2014:89), “pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa”. Adapula definisi pembelajaran Problem Based Learning menurut Arends dalam Hosnan (2014:295) model pembelajaran Problem Based Learning adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan ketrampilan yang lebih tinggi dan inquri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa diberikan masalah dalam situasi yang berorientasi pada masalah dalam kehidupan sehari-hari sehingga mendorong siswa dalam berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan baru. Simpulan ini senada dengan ketentuan dalam Kemendikbud Tahun 2014, yang menyatakan bahwa Model Problem Based Learning (PBL) merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Model Problem Based Learning (PBL) dilakukan dengan pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran. 16 1.1.2.3. Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning Menurut Fogarty dalam Ngalimun (2014:90) mengatakan Problem Based Learning (PBL) memiliki karakteristik sebagai berikut : (1)belajar dimulai dengan suatu masalah; (2)memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa; (3) mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu; (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara menggunakan langsung proses kelompok kecil, dan; belajar (6) mereka menuntut sendiri; siswa (5) untuk mendemonstrasikan apa yang telahmereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja. Ciri-ciri model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menurut Baron (2003:1) dalam Rusmono (2012:74) , adalah 1) menggunakan permasalahan dalam dunia nyata, (2) pembelajaran dipusatkan pada penyelesaian masalah, (3) tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa, dan (4) guru berperan sebagai fasilitator. Kemudian “masalah “ yang digunakan harus relevan dengan tujuan pembelajaran, mutakhir, dan menarik, berdasarkan informasi yang luas, terbentuk secara konsisten dengan masalah lain, dan termasuk dalam dimensi kemanusiaan. Yazdani (dalam Rusmono, 2012: 82) mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran dengan model PBL, ditandai dengan karakteristik: (1) siswa secara berkelompok aktif merumuskan masalah, (2) pertemuan-pertemuan pelajaran berlangsung open-ended atau berakhir dengan masih membuka peluang untuk berbagi ide tentang pemecahan masalah, sehingga memungkinkan pembelajaran tidak berlangsung dalam satu kali pertemuan, (3) tutor (dalam hal ini guru) adalah seorang fasilitator dan tidak seharusnya bertindak sebagai pakar yang merupakan satu-satunya sumber informasi, (4) tutorial (pembimbingan kelas) berlangsung sesuai dengan tutorial PBL yang berpusat pada siswa. 17 1.1.2.4. Tujuan Model Problem Based Learning (PBL) Setiap pembelajaran memiliki tujuan, tentunya yang positif. Pembelajaran berdasarkan masalah menurut Resnick, dkk dalam Trianto (2013:94-96) bertujuan untuk : 1. Membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah. PBL memberikan dorongan kepada peserta didik untuk tidak hanya sekedar berfikir sesuai yang bersifat konkrit, tetapi lebih dari itu berfikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks. 2. Belajar peranan orang dewasa yang autentik. Jadi dapat disimpulkan tujuan dari Model Problem Based Learning (PBL) untuk membantu siswa memperoleh pengalaman dan mengubah pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa. 1.1.2.5. Peran Guru dalam Model Problem Based Learning(PBL) Guru harus menggunakan proses pembelajaran yang akan menggerakkan siswa menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas, dan belajar sepanjang hayat. Lingkungan belajar yang dibangun guru harus mendorong cara berfikir reflektif, evaluasi kritis, dan cara berfikir yang berdaya guna. Menurut Ibrahim dalam Trianto (2009:97), di dalam kelas PBL, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBL antara lain sebagai berikut. 1. Mengajukan maslah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari. 2. Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan. 3. Memfasilitasi dialog siswa. 4. Mendukung belajar siswa. melakukan 18 1.1.2.6. Manfaat Model Problem Based Learning (PBL) Pembelajaran berbasis masalah tidak ditujukan untuk guru sebagai pemberi informasi kepada siswa namun lebih memfasilitasi siswa untuk memperoleh pengalaman sendiri. Manfaat Problem Based Learning yang akan diperoleh siswa menurut Smith dalam Amir (2009:27-29) adalah: 1. Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar. Jika pengetahuan diperoleh dekat dengan konteks prakteknya, maka akan mudah diingat. Dengan konteks yang dekat, maka pembelajar akan lebih mudah memahami materi. 2. Meningkatkan folkus pada pengetahuan yang relevan. Selama ini apa yang disajikan di dalam kelas jauh dari apa yang terjadi di dunia praktik. Dengan Problem Based Learning penyajian pembelajaran di dalam kelas disesuaikan dengan dunia praktek sehingga pembelajar akan merasakan kegiatan praktenya lebih bermakna. 3. Mendorong untuk berfikir. Pembelajar dianjurkan agar tidak terburuburu menyimpulkan, mencoba menemukan landasan atas argumennya, dan fakta-fakta yang mendukung. Logika pembelajar dilatih dan kemampuan berfikir ditingkatkan. Tidak sekedar tahu tapi juga mengerti. 4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan ketrampilan sosial. 5. Karena dikerjakan dalam kelompok-kelompok kecil, maka Problem Based Learning kecakapan dapat mendorong kepemimpinan juga terjadinya dapat pengembangan dirasakan. Mereka mempertimbangkan strategi, memutuskan dan persuasive dengan orang lain. 6. Membangun kecakapan belajar (life-long learning skills). Dengan struktur masalah yang disajikan, siswa merumuskan serta dengan tuntutanmencari sendiri pengetahuan yang relevan akan melatih mereka untuk cakap dalam belajar. 19 7. Memotivasi pembelajar. Dengan Problem Based Learning akan membangkitkan minat dari dalam diri pembelajar. Karena maslah diciptakan dengan konteks yang dekat dengan siswa. Dengan masalah yang menantang mereka merasa lebih semangant untuk menyelesaikannya. 1.1.2.7. Keunggalan dan Kelemahan Model Problem Based Learning (PBL) Setiap model-model pembelajaran memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membuat proses pembelajaran pada siswa menjadi lebih menarik dan mudah untuk memahami materi pembelajaran. Tetapi setiap model yang akan digunakan pasti memiliki keunggulan dan kekurangan dihapi saat kegiatan pembelajaran. yang mungkin Model pembelajaran berdasarkan masalah memiliki kelebihan dan kekurangan Trianto (2009:96-97). Kelebihan Problem Based Learning adalah :”(1)Realistik dengan kehifupan siswa (2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa (3) Memupuk sifat inkuiri siswa. (4) Retensi konsep menjadi kuat (5) Memupuk kemampuan problem solving”. Sedangkan kelemahan Problem Based Learning adalah sebagai berikut :”(1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks (2) Sulitnya mencari problem yang relevan (3) Sering terjadi miss-konsepsi (4) Konsumsi waktu yang cukup dalam proses penyelidikan. Menurut Ibrahim & Nur dalam Agus N. Cahyo (2013:285-287), pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan,diantaranya: 1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut. 2. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut ketrampilan berpikir siswa yang lebih tinggi. 3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna. 4. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, sebab masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini 20 dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari. 5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberikan aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara siswa. 6. Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan. 1.1.2.8. Langkah-langkah Pelaksanaan Problem Based Learning (PBL) Rusmono (2012:81) mengemukakan bahwa langkah-langkah Pembelajaran Problem Based Learning adalah sebagai berikut. Tabel 3 Sintak model Problem Based Learning (PBL) Tahap Pembelajaran Perilaku Guru Tahap 1 Mengorganisasikan siswa kepada masalah Guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhankebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah yang mereka pilih sendiri. Guru membantu siswa menentukan dan mengatur tugas belajar yang berhubungan dengan masalah. Tahap 2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Tahap 3 Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. Tahap 4 Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya. Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen mencari penjelasan, dan solusi. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, rekaman video dan model, serta membantu mereka berbagi karya mereka. Guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan. 21 Berdasarkan sintak model pembelajaran Problem Based Learning menurut Rusmono tersebut, maka selanjutnya penulis akan menyusun sintak dan implementasi model Problem Based Learning berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Berikut tabel sintak pembelajaran model Problem Based Learning berdasarkan standar proses. Tabel 4 Pemetaan Sintak Model Problem Based Learning (PBL) dalam Standar Proses dalam Permendiknas No 41 Tahun 2007 N o 1 2 3 4 5 Fase PBL Orientasi siswa kepada masalah. Mengorganisir siswa untuk belajar. Membimbing penyelidikan individual atau kelompok. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Penda huluan Kegiatan Inti Pembelajaran Eksplorasi Elaborasi Penutup Konfirmasi √ Menyimpul kan dan merangkum secara lisan dari materi yang sudah dipelajarime nutup pelajaran dengan salam dan berdoa √ √ √ √ Pada pengajaran dengan model Problem Based Learning, terdiri dari 5 tahap / langkah utama dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut kemudian diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. 22 1.1.2.9. Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam Pembelajaran Matematika Berdasarkan Standar Proses Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dikemas berdasarkan prosedur yang sesuai. Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan langkah awal membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peesrta didik dalam upaya mencapai KD (Kompetensi Dasar). Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis. Agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. RPP disusun untuk setiap KD yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan (Permendiknas No 41 Tahun 2007:8). Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Maka dalam model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), wajib membuat RPP. Adapun pelaksanaan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam Standar Proses sesuai dengan Permendiknas No 41 tahun 2007 dijabarkan dalam tabel sebagai berikut. 23 Tabel 5 Implementasi Model Problem Based Learning dalam Standar Proses Sesuai Permendiknas No 41 Tahun 2007 Sintak PBL Langkah dalam Standar Proses Orientasi siswa kepada masalah Kegiatan Awal Mengorganisir siswa untuk belajar Kegiatan Inti Eksplorasi Membimbing penyelidikan individual atau kelompok. Kegiatan Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan segala hal yang akan dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Elaborasi Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa dalam merencakan dan menyiapkan karya yang sesuai, melaksanakan eksperimen atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Menganalisis dan Konfirmasi mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. Penutup Guru membimbing peserta didik untuk menyimpulkan dan merangkum secara lisan dari materi yang sudah dipelajari, menyampaikan materi yang akan dipelajari selanjutnya, menutup pelajaran dengan salam dan berdoa. 24 Berdasarkan tabel di atas, maka dalam pelaksanaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), wajib membuat RPP. Adapun pelaksanaan pembelajarannya adalah sebagai berikut. 1) Rencana Pembelajaran (Persiapan), meliputi: a. Merumuskan indikator yang akan dicapai b. Merancang pembelajaran berorientasi pada pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Matematika melalui penyusunan RPP. c. Menyiapkan sumber dan bahan yang diperlukan. d. Membuat lembar observasi guru untuk melihat kondisi pembelajaran saat tindakan berlangsung. e. Membuat lembar kerja evaluasi untuk melihat hasil belajar siswa dalam pembelajaran. 2) Pelaksanaan meliputi: 1. Kegiatan Awal Tahap 1: Orientasi siswa pada masalah a. Guru mengajak siswa untuk berdoa sesuai dengan kepercayaan masing-masing. b. Guru memeriksa kehadiran siswa. c. Menyiapkan peserta didik secara fisik dan psikis untuk mengikuti proses pembelajaran dengan bertanya “sudah siap untuk belajar hari ini?’ dan memeriksa sikap duduk siswa dalam menerima pelajaran, memeriksa buku pelajaran dan alat tulis yang diperlukan. d. Guru melakukan apersepsi guna menggali konsep dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa tentang materi matematika yang akan dipelajari. e. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai. 25 f. Guru memberikan motivasi penguatan untuk tetap mengikuti dengan penuh semangat setiap pengalaman yang akan didapat pada pembelajaran. g. Orientasi: guru memberikan permasalahan kepada siswa dengan menunjukkan benda realita yaitu yaitu sebuah kardus besar terisi beberapa kotak kue, berapa kotak kue lagi yang dibutuhkan untuk mengisi kardus besar tersebut supaya penuh?. 2. Kegiatan Inti 1) Eksplorasi Dalam kegiatan eksporasi: a. Guru memberikan informasi kepada siswa tentang materi matematika yang akan dipelajari. b. Guru dan siswa bertanya jawab tentang pengertian volume kubus dan balok 2) Elaborasi Tahap 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar. Dalam kegiatan elaborasi: a. Guru membagi kelas menjadi 4 kelompok, setiap kelompok beranggotakan 4 orang. b. Guru membagi alat dan bahan kepada setiap kelompok. (kubus dan balok satuan). c. Guru memberikan masing-masing kelompok permasalahan untuk didiskusikan bersama masing-masing kelompoknya. d. Siswa belajar dalam kelompok menyelesaikan permasalahan setara yang akan dibahas dalam kelas. Tahap 3 : Membimbing penyelidikan individual / kelompok a. Guru mendorong masing-masing siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai permasalahan. b. Guru mendorong siswa melaksanakan diskusi kelompok untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 26 c. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir dan bertindak menurut kemampuan masing-masing siswa dan guru berperan sebagai fasilitator. d. Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi dan memfasilitasi serta membantu siswa dalam proses pemecahan maslah melalui diskusi. Tahap 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya a. Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan kelompok lainnya menanggapi atau mengkomunikasikan hasil kerja kelompok yang mendapat tugas. b. Guru memberi penguatan terhadap jawaban siswa, yaitu dengan mengacu pada jawaban siswa dan melalui tanya jawab membahas penyelesaian masalah yang seharusnya. Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. a. Siswa dengan bimbingan guru menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan tanya jawab dan berargumentasi. b. Guru dan siswa membuat penegasan atau kesimpulan. 3) Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru: a. Guru memberikan kesempatan kepada peerta didik untuk bertanya mengenai materi yang belum jelas. b. Guru memberikan umpan balik dan penguatan. 3. Kegiatan Akhir Dalam kegiatan akhir: a. Guru bersama siswa menyimpulkan materi pembelajaran. b. Guru melakukan refleksi berupa pertanyaan “apakah pelajaran hari ini menyenangkan? Mengapa? Apa yang kalian peroleh dari pelajaran hari ini?”. 27 c. Guru menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan selanjutnya. d. Guru mengakhiri pembelajaran dengan mengucapkan salam. 2.1.3 Hasil Belajar Menurut Darmansyah (2006:13) hasil belajar adalah hasil penilaian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka. Selanjutnya Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010:22). . Dimyati dan Mudjiono (2006:5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari segi guru adalah bagaimana guru dapat menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa dapat menerimanya. Menurut Wardani Naniek Sulistya, hasil belajar adalah besarnya skor yang diperoleh melalui pengukuran pada saat proses belajar (non tes) dan pengukuran pada hasil belajar (tes). Teknik pengukuran pada saat proses belajar dengan menggunakan teknik non tes dan teknik pengukuran pada hasil belajar menggunakan teknik tes. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian hasil belajar maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan atau tingkat keberhasilan siswa setelah melakukan kegiatan belajar dan menerima pengalaman dalam belajarnya yang ditunjukkan dengan nilai tes atau skor yang diberikan oleh guru. Besarnya hasil belajar dapat diketahui melalui pengukuran. Pengukuran terhadap hasil belajar dilakukan dengan menggunakan alat ukur atau instrumen. Menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012:49) teknik pengukuran dibedakan menjadi 2 yaitu teknik tes dan non tes. 1. Teknik tes Menurut Suryanto Adi, dkk (2009) secara sederhana tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk 28 memperoleh informasi tentang sifat (trait) atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. 2. Non Tes Teknik non tes sangat penting dalam mengases siswa pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan tekik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Hasil dari pengukuran tersebut di atas, dipergunakan sebagai dasar penilaian atau evaluasi. Wardani Naniek Sulistya, dkk, (2010:2.8) menjelaskan bahwa evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran. pengukuran Kriteria dapat atau ditetapkan berupa setelah kemampuan pelaksanaan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). 2.1.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2003:54-72), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah: a. Faktor-faktor internal meliputi keadaan jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan kelelahan. b. Faktor-faktor eksternal meliputi faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat. Clark (dalam Sudjana dkk. 2001:39) mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari faktor internal siswa dan faktor eksternal. 29 Hasil belajar siswa dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu; (a) ranah kognitif adalah pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika, (b) ranah afektif adalah sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antar pribadi dan kecerdasan intra pribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional, dan (c) ranah psikomotor adalah keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal. 2.1.3.2 Hubungan antara Model Problem Based Learning (PBL) dan Hasil Belajar Matematika Hubungan antara Model Problem Based Learning (PBL) dan Hasil Belajar Matematika sangat berkaitan. Sebab Problem Based Learning (PBL) adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa itu diberikan masalah dalam situasi yang berorientasi pada masalah dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mendorong siswa dalam berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan baru. Sedangkan hasil belajar dalam penelitian ini adalah gambaran suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa berupa kemampuan akademis siswa dalam mencapai standar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan harusdimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran matematika. Dalam proses pembelajaran tidak hanya mentransfer pengetahuan saja, tetapi juga melatih siswa bagaimana memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari ketrampilanmemecahkan dengan masalah cara untuk berfikir mencari dan kritis dan memperoleh pengetahuan baru. Dalam pelaksanaan pembelajarannya, siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dilakukan agar siswa lebih mudah dalam memahami materi pembelajaran yang telah diberikan. Dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) 30 dengan materi pelajaran matematika yang melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran dimana guru menghubungkan antara materi yang diajarkannya dengan situasai dunia nyata maka hasil belajr matematika siswa menjadi meningkat. 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian tentang pengaruh penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa diantaranya: Penelitian yang dilakukan oleh Sukarman (2012) dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Batiombo 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester 2/2011-2012. Hasil penelitian menunjukkan Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, sebelum penelitian ketuntasan hanya 42.85% dengan rata-rata kelas 55 setelah dilakukan tindakan, pada siklus1 ketuntasan belajar siswa 71.42% dengan nilai rata-rata 61,45. Pada siklus 2 ketuntasan belajar siswa 85.71% dengan nilai rata-rata kelas 70,47. Rifki Khamdani. 2012. Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Kemligi Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2013/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) Pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Kemligi Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perolehan skor aktivitas siswa selama pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran pembelajaran berbasis masalah. Persentase ketuntasan belajar matematika pada pra siklus dan siklus 1 yang telah diberi tindakan, mengalami peningkatan dari 22,2% pada pra siklus menjadi 72,2% siklus 1 dan 88,9% pada siklus II. Skor rata-rata hasil belajar 27 meningkat dari 62,22 pada pra siklus menjadi 75,00 pada siklus I dan 79,44 pada siklus II. 31 Penelitian Siti Novi Andriastutik (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Matematika Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 Semester II Sekolah Dasar Negeri 6 Sindurejo Tahun Ajaran 2012/2013. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran pembelajaran berbasis masalah, sangat cocok dilakukan karena peningkatan ketuntasan hasil belajar matematika dengan pokok bahasan jaringjaring bangun ruang menggunakan model PBL. Pada prasiklus siswa yang tuntas hanya 8 siswa atau sebesar 44% sedangkan yang tidak tuntas 10 siswa atau 56%. Pada siklus I ada 13 siswa atau 72 % yang tuntas sedangkan yang tidak tuntas sebanyak 5 siswa atau 28%. Pada siklus II ketuntasan hasil belajar meningkat menjadi 94% atau sebanyak 17 siswa, sedangkan yang tidak tuntas hanya 1 siswa atau 6%. Jurnal penelitian Rizka Vitasari (2012) yang berjudul Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Problem Based Learning Siswa Kelas V SD Negeri 5 Kutasari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model PBL mengalami peningkatan ketuntasan hasil belajar matematika pada setiap siklus. Pada siklus I dengan nilai rata-rata 62,8 atau 54,2 % dan siklus II dengan nilai rata-rata sebesar 88,1 atau 85,4%. Jadi dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 25,3 atau 31,2 %. Berdasarkan analisis dari penelitian yang dilakukan oleh Sukarman, Rifki Khamdani, Novi Andriastutik,dan Rizka Vitasari telah menunjukkan keberhasilan dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Penulis memilih empat penelitian tersebut karena sangat releven untuk penelitian berikutnya di lingkungan yang berbeda. Oleh karena itu, penulis juga optimis dan yakin bahwa pada penelitian ini juga akan berhasil meningkatkan hasil belajar matematika melalui model pembelajara Problem Based Learning (PBL) pada siswa kelas 5 SD Negeri Kauman Kidul Salatiga semester I tahun pelajaran 2015/2016. 32 2.3 Kerangka Berfikir Kerangka pikir adalah alur penalaran atau gambaran secara singkat bagaimana langkah-langkah model yang dipakai dapat dipahami nalarnya. Kerangka pikir di awali dengan kenyataan sebelum dilakukan tindakan di lapangan yang menjadi permasalahan sehingga perlu diadakannya perbaikan dengan suatu tindakan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran agar dapat mengaktifkan siswa dan menjadikan hasil belajar matematika lebih meningkat. Temuan awal tentang kondisi pembelajaran Matematika kelas V di SD N Kauman Kidul Salatiga masih menggunakan pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru., dan aktivitas pembelajaran tidak menggunakan model pembelajaran yang menarik sehingga menjadikan siswa pasaif dan bosan. Di sisi lain para siswa kurang memiliki keterampilan proses pemecahan masalah Matematika dan berdampak pada hasil belajar yang belum maksimal. Berdasarkan kondisi awal, maka perlu diadakan tindakan dalam pembelajaran matematika agar hasil belajar siswa dapat meningkat. Tindakan yang diberikan melalui penereapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Dengan menerapkan model PBL dalam pembelajaran matematika, maka siswa mampu berfikir lebih kritis, menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis, dan memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk berfikir dan mengemukakan ide dalam memecahkan suatu permasalahan, serta siswa dapat memperoleh pengalaman secara langsung, sehingga pembelajaran itu menjadi lebih bermakna. Kerangka pikir untuk mengatasi permasalahan kondisi awal pembelajaran Matematika kelas V SD Negerai Kauman Kidul divisualkan dalam bagan 4. 33 Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir Guru dalam proses pembelajaran masih menggunakan pembelajaran konvensional Dalam proses pembelajaran guru menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning Pembelajaran dengan menggunakan PBL siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran, berfikir kritis dan lebih dapat menyerap materi pembelajaran yang diajarkan, serta senang dalam mengikuti pembelajaran. Sehingga hasil belajar meningkat. Pemahaman siswa kurang, siswa bingung, pembelajaran tidak menyenangkan dan hasil belajar rendah. Sehingga hasil belajar menurun. Guru: a. Memberikan orientasi masalah melalui soal cerita. b. Membentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa. c. Memberi permasalahan kepada setiap kelompok. d. Membimbing penyelidikan individual dalam kelompok e. Mempresentasikan hasil kerja kelompok. Gambar 1 Kerangka pikir hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) 34 Langkah-langkah pembelajaran pada kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir pembelajaran dirancang sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran PBL. Pada kegiatan ini, para siswa diajak untuk melakukan kegiatan: 1) mengorientasi peserta didik terhadap masalah yaitu memprediksi dan mengajukan hipotesis berdasarkan perkiraan atas kecenderungan atau pola hubungan antar data atau informasi tentang Kompetensi Dasar menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume kubus dan balok. 2) Kemudian para siswa diajak mengorganisasikan masalah dengan mencari alternatif strategi untuk menyelesaikan masalah mengenai volume kubus dan balok. 3) Selanjutnya siswa melakukan percobaan secara kelompok untuk mengumpulkan data atau informasi. Kegiatan berikutnya 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, yaitu mengkomunikasikan secara tertulis laporan dari proses merumuskan hipotesis sampai dengan menyimpulkan hasilnya. 5) kemudian kegiatan terakhir, siswa diminta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan maslah yaitu guru dan siswa mengevaluasi dan mengevaluasi proses pemecahan maslah yang dipresentasikan setiap kelompok. Dengan langkah-langkah pembelajaran seperti diuraikan dalam kerangka pikir di atas,tujuan dari model pembelajran PBL akan tercapai. Tujuan tersebut adalah meningkatnya kompetensi keterampilan proses pemecahan maslah matematika dan peningkatan penguasaan konsep-konsep hasil belajar Matematika. 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir seperti diuraikan diatas dapat diajukan hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran Matematika kelas V SD Negeri Kauman Kidul Salatiga.