BAB II LANDASAN TEORETIS

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORETIS
2.1 Struktur Bodi
Perkembangan struktur bodi kendaraan sudah dimulai pada tahun 1970an.
Hal ini didorong oleh kebutuhan pasar akan kendaraan yang lebih cepat pada tahun
tersebut. Kebutuhan konsumen/ pasar tersebut menuntut para perancang struktur bodi
kendaraan untuk menggunakan dan mengembangkan metoda perancangan serta
analisa yang modern. Pada waktu tersebut mulai berkembang suatu metoda elemen
yang diterapkan pada perancangan struktur bodi kendaraan.
Menjelang tahun 1985 produsen kendaraan memperkenalkan rancangan baru
kendaraan yang bebas polusi serta mengkonsumsi bahan bakar yang lebih irit dari
kendaraan sebelumnya. Salah satu langkah besar yang terjadi pada industri
kendaraan adalah perubahan ukuran kendaraan dari yang besar menjadi lebih kecil
tanpa mengurangi ukuran ruang interior kendaraan. Contoh struktur bodi kendaraan
ditunjukkan pada gambar 2.0. Dalam struktur bodi yang kompleks seperti itu dituntut
kekakuan yang tinggi dengan pemakaian bahan yang minimum sehingga
5
membutuhkan metoda perancangan yang modern.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.0 Model Struktur Bodi
Struktur bodi kendaraan penumpang dan barang yang besar dan yang
menengah umumnya terdiri atas 3 bagian utama yaitu ; bagian rangka (frame),
bagian bodi dan bagian depan kendaraan, seperti ditunjukkan gambar 2.1 berikut.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.1 Bagian Utama dari Struktur Bodi
Struktur bodi kendaraan mempunyai fungsi untuk melindungi, memberi
kenyamanan serta menjamin keamanan dari penumpang kendaraan tersebut. Bodi
biasanya dibuat dari pelat dengan tebal antara 0,76 mm sampai dengan 1.02 mm.
6
Struktur bodi memberikan ¾ dari kekakuan kendaraan terhadap bending dan torsi.
Hal ini menegaskan bahwa bodi dan strukturnya merupakan struktur utama
kendaraan dalam memberikan kekakuan atau ketahanan kendaraan terhadap benturan
atau tumbukan. Disisi lain bodi juga perlu dapat memberikan efek kelembutan pada
ruang interior, keempukan dashboard, batang kemudi yang flexibel dalam mencegah
terjadinya benturan yang keras antara penumpang dan bagian interior kendaraan pada
saat tabrakan.
Struktur rangka (frame) merupakan bagian penguat utama dari struktur bodi
dan juga penopang tempat duduk dari mesin, transmisi, suspensi, penyalur daya dan
aksesoris lainnya. Salah satu model rangka ditunjukkan pada gambar 2.3. Bagian
bodi kendaraan yang melindungi penumpang dipasang di atas dan ditopang oleh
rangka. Bagian rangka dari bodi merupakan rangka penguat utama untuk
menimbulkan kekakuan dari struktur bodi secara keseluruhan. Pada saat terjadi
tabrakan struktur rangkalah yang mengambil porsi terbesar dalam menyerap enersi
tabrakan atau tumbukan. Bagian depan dari struktur bodi kendaraan pada dasarnya
memiliki 2 fungsi utama. Fungsi pertama adalah menutupi mesin dan bagian lainnya
yang ada di bagian depan. Kedua adalah menyerap 1/3 dari enersi tumbukan pada
saat terjadi tabrakan pada bagian depan kendaraan.
7
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.2 Bentuk Rangka Sebuah mobil
2.2 Prinsip Dasar Aliran Angin
Secara umum fenomena aliran pada kendaraan dapat dikategorikan dalam 2
bagian yaitu aliran aliran external dan aliran internal. Aliran external merupakan
aliran udara di sekitar kendaraan dan aliran udara yang masuk ke dalam bagian
kendaraan, misalkan aliran pada bagian pendingin. Aliran internal merupakan proses
aliran di dalam permesinan, misalkan proses aliran fluida di dalam mesin dan sistem
transmisi. Pada gambar 2.4 ditunjukkan pola aliran udara di sekitar bodi kendaraan.
Aliran bodi inilah yang akan menyebabkan terjadinya gaya dan momen aerodinamis
pada kendaraan yang berpengaruh terhadap gaya hambat (drag resistance) dari
kendaraan.
8
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.3 Aliran Udara disekitar Kendaraan
2.3 Pola Aliran di sekitar kendaraan
Kendaraan bermotor yang sedang berjalan mempunyai dua bidang kontak
yaitu terhadap udara dan terhadap jalan/tanah. Kendaraan yang sedang berjalan akan
bergerak relatif terhadap jalan. Apabila udara diam atau pada kendaraan tidak ada
angin, maka kendaraan akan memiliki kecepatan relatif yang sama terjadap jalan dan
udara. Sedangkan jika ada gerakan udara relatif terhadap tanah yaitu ada angin yang
berhembus di sekitar kendaraan, maka kendaraan akan memiliki perbedaan
kecepatan relatif terhadap tanah dan terhadap udara. Dalam pendekatan terhadap
aerodinamika kendaraan, diasumsikan tidak ada angin yang berhembus dan
kecepatan kendaraan dapat dianggap konstan.
Fenomena aerodinamis pada kendaraan pada umumnya disebabkan adanya
gerakan
relatif
dari
udara
disepanjang
bentuk
kendaraan.
Gambar
2.4
memperlihatkan bagan gerakan relatif udara disepanjang bentuk bodi kendaraan. Jika
diasumsikan udara melalui titik A, pada saat tertentu partikel tersebut akan bergerak
relatif terhadap sumbu XYZ yang terletak pada kendaraan yang sedang bergerak dan
9
mengikuti alur lintasan tertentu yang disebut dengan streamline. Streamline
merupakan garis-garis yang dibuat sedemikian rupa di dalam medan kecepatan,
sehingga tiap saat garis-garis tersebut akan searah dengan aliran di setiap titik di
dalam medan aliran yang sangat kompleks dikarenakan bentuk kendaraan yang
kompleks sehingga di sekeliling kendaraan akan terdapat daerah gangguan aliran
udara. Gerakan partikel yang terletak jauh dari kendaraan akan mempunyai
kecepatan relatif yang sama dengan keceptan udara. Sedangkan pada daerah
gangguan di sekeliling kendaraan, kecepatan relatif dari partikel sangat bervariasi,
dapat lebih besar atau lebih kecil dari kecepatan kendaraan.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.4 Pola Aliran disekitar Kendaraan
2.3.1 Pola Aliran di Permukaan Kendaraan
Efek viskositas dari udara dapat menimbulkan boundry layer pada permukaan
kendaraan sehingga timbul gradien kecepatan pada permukaan kendaraan. Adanya
gradien kecepatan menyebabkan kecepatan aliran udara pada permukaan kendaraan
10
sangat bervariasi tergantung pada bentuk body kendaraan. Gradient kecepatan
tersebut juga dapat menimbulkan distribusi tekanan di sepanjang permukaan
kendaraan.
Gambar 2.5 menampilkan grafik distribusi tekanan yang tidak diperoleh dari
hasil pengujian pada 2 mobil yang sama dengan nilai hambatan berbeda (cd).
Distribusi tekanan yang diukur terdapat pada daerah gangguan aliran udara. Pada
permukaan kendaraan, tekanan yang terjadi diwakili oleh nilai koefisien tekanan cp =
1 – (υ / υ∞)2. Distribusi tekanan pada mobil Audi 100 III yang telah mengalami
perbaikan dibandingkan dengan kondisi sebelum perbaikan, dimana bedanya terletak
pada bentuk bodi yang lebih streamline dengan faktor kelengkungan dan kemiringan
yang lebih baik. Pada grafik tersebut terlihat bahwa pada bagian depan moncong
kendaraan merupakan daerah tekanan positif. Hal ini disebabkan adanya efek
tabrakan aliran udara pada bagian depan sehingga laju aliran lebih lambat dan
tekanan angin pada daerah tersebut lebih tinggi. Mobil Audi 100 III merupakan
perbaikan dari model Audi 100 II, dimana Audi 100 II lebih aerodinamis. Koefisien
tekanan diukur pada setiap titik mulai dari titik no.1 sampai dengan titik no.42 pada
kedua kendaraan. Hasil pengukuran CP ditunjukkan pada grafik, dimana kurva
dengan garis kontiniu menggambarkan CP untuk mobil Audi 100 II dan kurva
dengan garis putus-putus menunjukkan CP untuk mobil Audi III.
Besarnya nilai tekanan CP ditentukan oleh besarnya kecepatan pada setiap
titik di permukaan bodi kendaraan yang dirumuskan sebagai berikut :
CP = 1 – (Vi / V∞)2 atau CP = 1(- Vi / V∞)
dimana,
11
Vi = Kecepatan angin relatif terhadap kendaraan pada titik ke I di permukaan
bodi
kendaraan.
V∞ = Kecepatan angin relatif terhadap kendaraan di luar bodi.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.5 Grafik Distribusi Tekanan Mobil Audi 100 III dan Audi 100 II
Pada titik stagnasi secara ideal kecepatan angin Vi adalah 0, dengan demikian
CP pada titik stagnasi secara ideal adalah 1. Dari gambar 2.5 terlihat bahwa titik
stagnasi pada kendaraan Audi 100 II dan Audi 100 III terjadi pada titik no.3. Pada
bagian belakang koefisien tekanan CP Audi 100 III lebih besar dari Audi 100 II,
sehingga koefisien hambat angin kendaraan Audi 100 III lebih kecil dari Audi 100 II.
12
Dari posisi titik stagnasi, aliran udara akan mengalir kembali sehingga akan
terjadi penurunan tekanan, tetapi masih dalam range CP positif (+), yang berarti
bahwa tekanan di daerah sekitar mobil tersebut masih lebih besar dibanding tekanan
aliran bebas. Kecepatan aliran udara makin bertambah cepat dan akhirnya kecepatan
udara lokal lebih besar dibanding aliran udara bebas sehingga tekanan yang terjadi
pada daerah tersebut lebih kecil dari tekanan aliran bebas (atmosfir) dan masuk pada
daerah CP negatif. Pada kondisi selanjutnya kecepatan aliran udara akan brkurang
karena adanya hambatan yang disebabkan profil lekukan pada ujung kap mesin
sehingga akan mengalami kenaikan tekanan. Tekanan terus bertambah disebabkan
adanya sudut antara bonnet dan windscreen, sehingga akan menyebabkan
perlambatan aliran. Akibatnya aliran udar akan mengalir kembali dan bertambah
cepat sehingga akan menurunkan tekanan dan menuju daerah tekanan negatif dan
seterusnya kecepatan aliran udara akan berkurang yang disebabkan profil lekukan
ujung atap depan kendaraan sehingga menyebabkan pertambahan tekanan tetap masi
dalam range tekanan negatif. Pada daerah belakang mobil terjadi separasi aliran
tekanan karena aliran udara lepas dari bodi kendaraan sehingga akan terjadi
penurunan tekanan.
2.3.2 Pola Aliran di Bawah Kendaraan
Pola aliran udara di sekitar suatu profil yang bergerak pada atmosfer bebas
berbeda denga profil bebas yang bergerak dekat dengan permukaan tanah.
Contohnya suatu aerofoil yang bergerak pada atmosfer bebas akan mempunyai pola
aliran udara yang simetris, sehingga mempunyai distribusi tekanan yang simetris
13
antara bagian atas dan bagian bawah akibatnya tidak timbul gaya angkat. Sementara
pada aerofoil yang bergerak dekat dengan permukaan tanah akan menimbulkan pola
aliran yang tidak simetris dengan sumbu aerofoil, sehinga akan menimbulkan gaya
aerodinamis. Gaya aerodinamis bekerja miring terhadap sumbu kendaraan dan dapat
diwakili oleh gaya drag dan gaya lift. Sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan yang
dihasilkan pada bagian bawah kendaraan lebih besar dibandingkan dengan
permukaan atas kendaraan.
Pada kendaraan yang begerak dekat dengan tanah atau jalan, memiliki
permukaan atas dengan kelengkungan yang lebih besar dari pada bagian bawah.
Sebagai akibatnya jarak yang ditempuh aliran udara pada permukaan atas lebih
panjang pada periode waktu yang sama. Menurut hukum kontinuitas, semakin dekat
suatu profil bergerak di atas tanah, maka kecepatan aliran udara diantara profil dan
tanah akan semakin tinggi karena adanya pengecilan luasan. Sehinggta tekanan yang
akan dihasilkan semakin mengecil. Tetapi pada kondisi areal dimana aliran udara
memiliki viskositas maka pada jarak ground clearance yang kecil akan terbentuk
boundry layer. Pada bagian bawah mobil dan boundry layer pada tanah. Boundry
layer itu akan saling berinteraksi sehingga akan memperlambat aliran sehingga
tekanan yang dihasilkan akan semakin besar.
14
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.6 Pola Aliran Udara Antara Profil dan Tanah
2.4 Gaya dan Momen Aerodinamika
Secara umum kecepatan relatif angin terhadap kendaran tidak selalu bisa
sejajar dengan sumbu longitudinal kendaraan, maka akan terjadi tiga gaya
aerodinamik pada kendaraan. Gaya – gaya aerodinamik tersebut adalah :
a. Gaya hambat (drag) aerodinamik (Fd)
b. Gaya angkat (lift) aerodinamik (Fl)
c. Gaya Samping ((side) aerodinamik (Fs)
Akibat pengaruh dari bentuk bodi kendaraan dan pola aliran udara, maka besar
kemungkinan titik kerja gaya angin tersebut (Cp) berada di luar titik pusat massa
kendaraan (G). Karena letak Cp dan Cg berbeda, maka ketiga gaya aerodinamik di
atas dapat menimbulkan momen aerodinamis terhadap sumbu X, Y, Z yang berpusat
pada Cg. Ada 3 momen aerodinamik yang dapat terjadi pada kendaraan yaitu ;
a. Momen Rolling (MR) yaitu momen terhadap sumbu X
15
b. Momen Pitching (MP) yaitu momen terhadap sumbu Y
c. Momen Yawing (MY) yaitu momen terhadap sumbu Z
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.7 Gaya dan Momen Aerodinamik pada Kendaraan
2.4.1 (Gaya hambat) Aerodinamik
Gaya hambat adalah gaya yang bekerja dalam arah horizontal (paralel
terhadap aliran) dan berlawanan dengan arah gerak maju kendaraan. Gaya hambat
terdiri atas beberapa jenis, antara lain ;
1. Gaya hambat bentuk
yaitu gaya hambat yang disebabkan oleh adanya gradien tekanan (pressure
drag) dan adanya gesekan (friction drag). Bentuk bodi kompleks menyebabkan
terjadinya distribusi tekanan di sepanjang permukaan kendaraan tersebut. Selain itu
karena aliran udara bersifat viscous, maka timbul tekanan geser di sepanjang
permukaan kendaraan tersebut. Dengan adanya perbedaan tekanan antara bagian
depan kendaraan dan bagian belakang kendaraan, dimana tekanan positif bekerja
pada bagian depan kendaraan dan tekanan negatif bekerja di bagian belakang
16
kendaraan sehingga menyebabkan timbulkan gaya drag yang bekerja berlawanan
dengan arah gerak kendaraan.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.8 Hambatan Bentuk pada Kendaraan
2. Hambatan Pusaran
Karena adanya perbedaan tekanan antara bagian atas dan bagian bawah
menyebabkan timbulnya gerakan aliran udara dari permukaan bawah menuju ke
permukaan atas kendaraan yang berupa pusaran (vortex). Timbulnya vortex juga
dapat menghambat laju kendaraan yang disebabkan adanya pengaruh gaya angkat
vertikal pada bodi mobil yang sedang bergerak secara horizontal. Vortex yang terjadi
akan mengubah arah lift yang semula tegak lurus menjadi miring ke belakang dengan
sudut yang relatif kecil ε. Timbulnya deflexi ke arah belakang dari gaya lift
menyebabkan terjadinya komponen induced drag dalam arah horizontal sebesar, Di
= FL . Sin ε.
17
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.9 Hambatan Pusar Pada Kendaraan
3. Hambatan Tonjolan
Gaya hambat yang disebabkan adanya tonjolan profil tertentu pada bagian
permukaan bodi kendaraan, seperti kaca spion, pegangan pintu, antena dan aksesoris
lainnya.
4. Hambatan Aliran Dalam
Gaya hambat yang disebabkan oleh aliran udara yang mengalir melalui sistem
pendingin mesin yaitu Radiator.
Dari keempat jenis hambatan tersebut, hanya hambatan bentuk dan hambatan
pusar yang paling besar pengaruhnya terhadap gaya hambat. Secara keseluruhan
rumus untuk menghitung gaya hambat angin adalah :
FD = ½ .Cd.ρ. Va2.Af ...
(1.1)
Cd = 2. FD / ρ.Va2 .Af...
(1.2)
18
dimana,
Cd = koefisien gaya hambat
Af = Luas frontal kendaraan (m2)
Va = Kecepatan relatif angin terhadap kendaraan (m/det)
ρ
= Density udara (kg/m3)
2.4.2 Gaya Angkat (Lift) Aerodinamik
Perbedaan bentuk antara permukaan atas dan bagian bawah kendaraan
menyebabkan aliran udara pada permukaan atas lebih cepat dari pada aliran udara
pada permukaan bawah, sehingga tekanan pada permukaan atas kendaraan lebih
rendah dari pada bagian bawah kendaraan. Disamping itu bentuk profil bagian bawah
yang lebih kasar menjadi faktor pemicu dalam memperlambat aliran udara akibatnya
tekanan udara lebih besar, sehingga timbullah gaya angkat pada kendaraan. Gaya
angkat ini bekerja dalam arah vertikal. Besarnya gaya angkat tersebut dihitung
dengan rumus :
FL = ½ . Cl . ρ . Va 2 . Af ... (1.3)
Cl = 2. FL / ρ.Va2 .Af
...(1.4)
dimana,
Cl = koefisien gaya angkat
19
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.1.0 Distribusi Tekanan
Penyebab Gaya Angkat
2.4.3 Gaya Samping
Jika kendaraan bergerak dalam udara yang diam atau tidak ada gerakan angin
yang sejajar dengan arah gerak kendaraan, maka tidak akan timbul gaya samping, hal
ini dikarenakan kesimetrisan aliran udara pada bagian samping kendaraan, sehingga
tekanan pada bagian samping kendaraan adalah sama. Tetapi pada kenyataannya,
jarah sekali dijumpai gerakan aliran angin yang sejajar dengan arah gerak kendaraan.
Biasanya arah serangan angin tidak sejajar dengan arah gerak kendaraan, sehingga
membentuk sudut tertentu (β) terhadap lintasan kendaraan. Dengan demikian akan
dihasilkan resultan kecepatan udara (V∞) dari kecepatan kendaraan (V) dan
kecepatan angin (Vw) dengan membentuk sudut tertentu (β) terhadap lintasan
kendaraan.
Gaya samping bekerja dalam arah horizontal dan transversal sehingga bersifat
20
mendorong kendaraan ke samping. Gaya samping juga terjadi pada kondisi
kendaraan berbelok. Gaya samping dapat dirumuskan sebagai berikut :
Fs = ½ . Cl . ρ . Va 2 . Af . βa ... (1.5)
Cl = 2. Fs / ρ.Va2 .Af . βa ... (1.6)
dimana,
βa = sudut serang angin
2.4.4 Momen Guling (Rolling) Aerodinamik
Momen rolling aerodinamik (Mg) adalah momen terhadap sumbu x pada
kendaraan yang disebabkan oleh gaya-gaya aerodinamik yang mempunyai lengan
terhadap sumbu x. jika posisi Cp terhadap Cg mempunyai komponen jarak Xp, Yp,
Zp ke arah X, Y, Z pada kendaraan, maka besarnya momen rolling adalah sebagai
berikut :
MR = FL . Yp - Fs . Zp ... (1.7)
dengan memasukkan rumus persamaan (1.3) dan (1.5) pada rumus (1.7), diperoleh,
MR = ½ ρ.Af.Va2 (Cl . Yp – Cs . βa. Zp) ... (1.8)
Secara umum momen rolling aerodinamik dirumuskan sebagai berikut ;
MR = ½ ρ . Af .Va2 (Cl . Yp – Cs . βa. Zp) ... (1.9)
dimana,
CR = Koefisien momen Rolling
L = Panjang Wheel base kendaraan
Dengan menggunakan rumus (1.8) dan (1.9) diperoleh,
CR = Cl . Yp – Cs . βa. Zp / L. βa ... (1.10)
21
2.4.5 Momen Angguk (Pitching) Aerodinamik
Momen pitching merupakan momen yang terjadi oleh gaya aerodinamik
terhadap sumbul Y dari kendaraan. Dengan memperhatikan posisi Cp terhadap Cg,
maka momen pitching aerodinamik dapat dirumuskan sebagai berikut :
MP = FD . Zp – FL . Xp ... (1.11)
Dengan memasukkan persamaan (1.1) dan (1.3) pada persamaan (1.11), diperoleh
persamaan baru berikut ;
MP = ½ ρ . Af .Va2 (CD . Zp – Cl . Xp) ... (1.12)
Atau momen pitching dapat dituliskan juga sebagai berikut ;
CP = CD . Zp – Cl . Xp / L ... (1.13)
2.4.6 Momen Putar (Yawing) Aerodinamik
Momen yawing aerodinamik merupakan momen yang diakibatkan oleh gaya
aerodinamik terhadap sumbu Z kendaraan melalui titik pusat massa Cg. Dengan
menggunakan komponen jarak dari Cp terhadap Cg, maka momen Yawing dapat
dirumuskan sebagai berikut :
MY = FS . Xp – FD . Yp ... (1.14)
Dengan memasukkan persamaan (1.1) dan (1.5) pada persamaan (1.14) diperoleh
hasil :
MY = ½ ρ . Af .Va2 (CS . βa. Xp – CD . Yp) ... (1.15)
secara umum momen Yawing aerodinamik dapat dirumuskan sebagai berikut ;
MY = ½ ρ . Af .Va2 CY . L. βa ... (1.16)
22
Dengan menggunakan rumus persamaan (1.15) dan (1.16), diperoleh persamaan
CY = CS . βa. Xp - CD . Yp / L. βa ... (1.17)
2.5 Mencari Koefisien Aerodinamik dan Posisi Cp
Setiap kendaraan memiliki 6 koefisien aerodinamik yakni 3 buah koefisien
gaya dan 3 koefisien momen aerodinamik. Jika keenam koefisien aerodinamik dari
suatu kendaraan sudah diketahui, maka ketiga gaya dan ketiga momen aerodinamik
yang bekerja pada kendaraan tersebut dapat dihitung dengan mudah. Koefisien
aerodinamik suatu kendaraan dapat dicari dengan cara eksperimen dan dengan
simulasi komputer dengan memakai prinsip dinamika fluida. Salah satu eksperimen
yang umum dipakai adalah metoda percobaan jalan yang disebut metoda “cost
down”. Umumnya metoda ini hanya dapat digunakan untuk mencari koefisien (Cd)
aerodinamik.
2.6 Pengaruh Bentuk Bodi
Proses perancangan bentuk bodi kendaraan dapat dibagi 5 tahap yaitu basic
body, basic shape, basic model, styling model dan tahap akhir yaitu production car.
Analisa yang dilakukan oleh berbagai ahli aerodinamika terhadap bentuk bodi
kendaraan dilakukan dengan riset pengujian terhadap berbagai macam komponen
bodi kendaraan dan pengaruhnya terhadap beban angin.
2.6.1 Koefisien hambat berbagai model kendaraan
Model kendaraan berkembang dari tahun ke tahun yang utamanya mengarah
pada penurunan koefisien hambat (Cd) dan tentunya juga tidak mengurangi
23
keindahan dari kendaraan.
Koefisien hambat aerodinamik (Cd) untuk 2 jenis kendaraan Mercedes Benz
ditunjukkan pada tabel 1.1
Tabel 1.1 Koefisien Hambat Kendaraan 2 Jenis Mercedes Benz
Tipe Kendaraan
Luxury Cars
Mercedes Benz 300
E (260 E)
Mercedes Benz 190
E 2.3 – 16
Koefisien hambat
(Cd)
Luas Frontal (A)
Cd-A
0,29 – 0,31
2,06
0,60 – 0,64
0,31 – 0,33
1,92
0,60 – 0,63
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
2.6.2 Pengaruh Bentuk Komponen Bodi
1. Bagian Depan Mobil (Forebody)
Bagian depan mobil merupakan hidung mobil yang terdiri dari kap mesin
(hood), windscreen beserta perlengkapan panel depan. Separasi yang terdapat pada
hidung mobil dapat terjadi pada bagian ujung depan kap mesin mobil tersebut.
Gambar 3.1 menunjukkan separasi kecil (pemancaran angin).
24
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.1.1 Aliran Separasi pada Kap Mobil
Dari grafik distribusi tekanan dapat dilihat bahwa pada kondisi aliran angin
yang sebenarnya, titik puncak pengisapan pada ujung kap mesin lebih rendah
dibandingkan pada aliran ideal (inviscid flow). Begitu juga tekanan di atas titik
stagnasi sedikit lebih besar dibandingkan dengan tekanan pada aliran inviscid. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa kekuatan yang menekan bagian depan mobil
dalam aliran yang sebenarnya lebih besar dibandingkan dalam aliran ideal.
Besarnya tekanan pada lubang kap mobil dimana tempat udara segar
dimasukkan untuk pendinginan dan ventilasi, ditentukan oleh besarnya separasi
aliran dan posisi titik penyatuan aliran kembali pada windscreen. Bila terjadi separasi
aliran pada ujung depan kap dan tidak terjadi penyatuan aliran kembali, maka
tekanan pada lubang kap menjadi Cp = 0.
25
Separasi aliran
juga dapat terjadi pada ujung pinggir depan kendaraan.
Gambar 3.2 menunjukkan distribusi aliran pada pinggir depan dengan pengujian
yang dilakukan oleh Hucho.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.1.2 Distribusi Tekanan di Sekitar Ujung Depan Kendaraan
Data yang diberikan disini terdiri dari koefisien tekanan Cp terhadap mobil
Volkswagen, dimana r/w adalah perbandingan radius ujung pinggir depan dan lebar
mobil. Pada ujung lengkung (r/w = 0,005). Separasi aliran yang terjadi lemah dan
terjadi penurunan tekanan pada ujung pinggir depan. Pada ujung pinggir tajam (r/w =
0) terjadi separasi aliran yang lebih besar, sehingga tekanan yang terjadi pada ujung
pinggir depan lebih besar. Gambar 3.5 menunjukkan bentuk bodi depan yang
diperbaiki oleh Hucho dan Jansen.
26
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.1.3 Pengurangan Drag pada Berbagai Modifikasi Bentuk Depan
Kendaraan
Diagram di atas menunjukkan berbagai variasi perubahan bentuk ujung depan
kap mesin. Prosentase drag dibandingkan dengan bentuk awal (bentuk 1). perbaikan
kecil terhadap bentuk bagian depan mengurangi drag sampai dengan 6 %. Bentukbentuk 3, 4 dan 5 menunjukkan variasi-variasi yang sama/ setara. Bentuk-bentuk ini
mencapai tingkat perbaikan paling maksimum dengan tingkat pengurangan drag
sampai dengan 14 %.
Perbaikan untuk pengurangan drag, maksimum dapt dicapai oleh desain
ujung depan optimum yaitu ujung depan berbentuk “hidung dempet” yang dirancang
sesuai dengn aspek-aspek aerodinamik murni tanpa memperhatikan faktor
penampilan / estetika. Ujung depan dempet dibentuk sedemikian rupa sehingga udara
mengalir di sekitar bagian depan (forebody) tanpa terjadi separasi.
27
Penampang melintang pada garis tengah
Penampang Horizontal
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.1.4 Perbaikan Dengan Ujung Dempet Depan
Bentuk awal (contour MO) mengalami perbaikan dengan M1 dan K1
menghasilkan bentuk hidung dempet dengan reduksi drag maksimum. Cd = -0,05.
perubahan pada bentuk ujung depan dengan modifikasi kecil tanpa mempengaruhi
dimensi utama ujung depan dilakukan dengan bentuk-bentuk M2, K3, M3 dan K3.
28
Perbaikan bentuk-bentuk tersebut tetap menggunakan sisi-sisi ujung depan dempet
lainnya. Hal ini diperlihatkan pada gambar berikut.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.1.5 Modifikasi Bentuk Ujung Depan Dempet
Gambar di atas menunjukkan bahwa pengurangan drag terhadap berbagai bentuk
bodi depan. Dimana perbaikan drag untuk mengurangi efek separasi pada ujung
depan kap mesin dapat dicapai dengan cara ujung depan kap dibuat melengkung
dengan radius tertentu. Hal ini dinyatakan oleh Hucho.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
29
Gambar 2.1.6 Pengaruh Modifikasi Bentuk Depan Audi 100 III
Terhadap Gaya Drag
Kemiringan kap mesin juga mempunyai pengaruh terhadap drag. Gambar 3.6
menunjukkan hasil pengujian yang dilakukan oleh Carr.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.1.7 Pengaruh Kemiringan Kap Mesin Terhadap Drag
2.Pilar Kaca (Winshield)
Separasi aliran yang terjadi pada kaca depan disebabkan oleh sudut
windscreen (τ) yang terlalu besar. Separasi terjadi pada kap mesin dan aliran akan
30
kembali menyatu pada kaca. Hal ini telah ditemukan oleh Scybor Rylsky.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.1.8 Separasi Aliran pada Kap dan Penyatuan Aliran pada Kaca
Dalam gambar di atas menunjukkan bagaimana titik separasi (s) semakin ke
depan (kekiri) dan titik penyatuan kembali (R)menuju ke belakang (kekanan) seiring
bertambahnya sudut kaca (τ). Dalam hal ini titik separasi dan titik penyatuan
haruslah sedekat mungkin satu dengan yang lain sehingga efek separasi dapat
dikurangi. Jika sudut kaca (τ) semakin kecil maka kaca akan semakin datar sehingga
drag aerodinamik semakin berkurang. Hal ini juga dikuatkan oleh pengujian drag
oleh berbagai ahli lain.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.1.9 Efek Kemiringan Kaca Terhadap Koefisien Drag
31
Sudut inklinasi kaca (δ) lebih besar dari 600 tidaklah praktis dikarenakan adanya
deviasi cahaya. Selain kaca yang berinklinasi tinggi dan besar cenderung
memperbesar tingkat pemanasan solar pada bagian penampang. Pengaruh dari kaca
berinklinasi tinggi, separasi yang timbul pada bagian bonnet-windscreen lebih kecil
sehingga kehilangan momentum yang tejadi lebih kecil dan aliran angin dari
windshield menuju atap lebih cepat sehingga tekanan yang terjadi lebih kecil.
Separasi juga dapat terjadi pada pilar yang disebabkan kurang halusnya radius pilar.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.2.0 Perbaikan Pada Pilar Depan dan Belakang
Perbaikan untuk pengurangan drag juga dapat dilakukan dengan membuat pilar
menjadi lebih lengkung. Hal tesebut dapat dilihat pada gambar 2.2.0 pada pengujian
kendaraan oleh Andi Buchein.
32
3. Bagian Atap Kendaraan
Bagian atap juga dapat mempengaruhi efek drag pada kendaraan. Bentuk atap
harus di desain dengan bentuk konvex untuk memudahkan aliran udara mengalir ke
belakang. Semakin besar nilai konvex desain bodi atap, maka semakin besar pula
drag koefisien. Jika disain bentuk konvex menyebabkan pertambahan luas frontal
area, maka koefisien aerodinamik juga meningkat. Jika tinggi atap asli dibiarkan
konstan, maka kaca depan dan kaca belakang harus dibuat melengkung menuju
contour sehingga efek konveksitas dapat tercapai.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.2.1 Pengaruh Konveksitas pada Koefisien Drag
Aerodinamik drag akan berkurang dengan adanya efek konveksitas. Hal ini
dikarenakan
konveksitas
yang
semakin
tinggi
akan
menghasilkan
jarak
kelengkungan yang lebih besar pada bagian atap mobil, sehingga dihasilkan
kecepatan udara yang lebih besar sehingga momentum loss yang terjadi lebih kecil.
33
4. Bagian Belakang Kendaraan
Bentuk bagian belakang kendaraan dapat dibedakan 3 jenis yaitu, squareback
(Van), fast back dan notchback (salon). Separasi yang terjadi pada bentuk squareback
pada umumnya dimulai dari titik ujung belakang kendaraan, sedangkan pada bentuk
fastback dan notchback titik separasi dimulai lebih bawah tergantung disain
kemiringan kaca belakang.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.2.2 Bentuk Belakang Kendaraan
Perbaikan bentuk bodi dapat dilakukan dengan desain taper pada bagian belakang
kendaraan yaitu dengan pembentukan ujung lancip pada bagasi. Reduksi drag juga
bisa dilakukan dengan menganalisa kemiringan bentuk bagian belakang. Kemiringan
bentuk squareback berbeda dengan bentuk fastback, dimana bentuk squareback
besarnya kemiringan bagian belakang di atas 300, sedangkan bentuk fastback lebih
kecil dari 300.
Wake yang terjadi pada bentuk bodi belakang squareback lebih besar dari
34
bentuk bodi belakang fastback. Hal ini disebabkan karena titik separasi dimulai dari
titik ujung bagian belakang kendaraan. Nilai Cd pada bentuk bodi belakang
squareback lebih banyak dipengaruhi oleh besarnya wake, sehingga drag dan lift
dikatakan konstan karena pengaruh vortex sangat kecil. Pada bentuk fastback
besarnya drag terhadap kemiringan bagian belakang selain dipengaruhi besarnya
wake, juga dipengaruhi oleh besarnya aliran vortex yang terjadi pada bagian
belakang kendaraan.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.2.3 Pengaruh Kemiringan Bagian Belakang Terhadap Drag
Dari grafik dapat dijelaskan bahwa pada bagian belakang yang mempunyai
kemiringan 150 -
300 besarnya drag dan lift sangat bervariasi karena adanya
pengaruh aliran vortex yang cukup besar pada kemiringan tersebut. Pengukuran
dilakukan pada kendaraan VW Golf 1 oleh Jansen dan Hucho. Pada bentuk
squareback Cd bernilai konstan sebesar 0,4. Hal ini disebabkan besarnya wake yang
terbentuk sama. Sedangkan pada bentuk fastback terjadi variasi nilai Cd. Dimana
pada kemiringan antara 250 - 350 nilai Cd melonjak sebesar 10 %, hal ini dikarekan
pengaruh vortex sangat besar. Sedangkan pada pada sudut dibawah 250 nilai Cd
35
menurun.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.2.4 Pengaruh Cd dan Cl Terhadap Kemiringan Kaca
Pengukuran juga dilakukan oleh morel terhadap bodi prismatik seperti pada gambar
4.6. Sebagaimana ditentukan Jansen dan Hucho pada VW Golf I sudut base α = 300
(menurut τ = 600, τ = 900 - α ) dimana pada pola aliran berubah dari keadaan I
(squareback, wake) menjadi keadaan II (fastback, vortex). Pada mobil jenis salon
perbaikan drag dapat dilakukan dengan menambah ketinggian bagasi. Jika tinggi
bagasi semakin ditingkatkan nilai drag pada awalnya tidak berubah, tetapi pada
ketinggian bagasi z = 100 mm, maka akan terjadi penurunan mencolok pada drag.
Jika z terlalu rendah maka aliran angin tidak akan menyatu pada tutup bagasi.
Pengukuran dilakukan oleh Buchheim, Late dan Luchoff pada Audi 100.
36
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.2.5 Reduksi Drag dengan penambahan Ketinggian Bagasi
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.2.6 Reduksi Drag Dengan pertambahan Panjang Bagasi dan
Perubahan Sudut Kemiringan Kaca
37
5. Bagian Samping Kendaraan
Reduksi drag pada bagian samping kendaraan dilakuakan dengan mendesain
kelengkungan bagian samping (convexity).
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.2.7 Pengaruh Konveksitas terhadap Drag
Perbaikan juga da dapat dilakukan dengan mengubah posisi kaca samping agar jarak
38
antara kaca samping dan pilar sekecil mungkin.
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.2.8 Efek Kaca Samping Terhadap Drag
6. Bagian Bawah Kendaraan
Kekasaran bagian bawah kendaraan juga akan meningkatkan nilai drag pada
kendaraan. Reduksi dapat dilakukan dengan cara memperhalus bagian bawah
kendaraan. Kemiringan dari bagian bawah kendaraan (α) juga dapat mempengaruhi
koefisien hambat (Cd) dan angkat (Cl) kendaraan. Untuk sudut α positif dapt
menaikkan Cd dan Cl kendaraan.
39
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.2.9 Pengaruh Kemiringan α Terhadap Cd dan Cl
7. Komponen Bodi
Komponen bodi seperti jendela, atap dan lampu depan mempunyai pengaruh
penting terhadap besarnya koefisien aerodinamik (Cd).
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.3.0 Pengaruh Air Dam dan Rear Spoiler Pada Gaya Angkat Depan
40
Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra
Gambar 2.3.1 Pengaruh Air Dam dan Rear Spoiler Pada Gaya Angkat Belakang
Keterangan.
1. Lampu tertutup
Jendela terutup
Atap tertutup
3. Lampu tertutup
5. Lampu tertutup
Jendela terbuka
Jendela tertutup
Atap tertutup
Atap tertutup
2. Lampu terbuka
4. Lampu tertutup
6. Lampu terbuka
Jendela tertutup
Jendela tertutup
Jendela terbuka
Atap tertutup
Atap tertutup
Atap terbuka
41
Download