BAB II LANDASAN TEORETIS 2.1 Struktur Bodi Perkembangan struktur bodi kendaraan sudah dimulai pada tahun 1970an. Hal ini didorong oleh kebutuhan pasar akan kendaraan yang lebih cepat pada tahun tersebut. Kebutuhan konsumen/ pasar tersebut menuntut para perancang struktur bodi kendaraan untuk menggunakan dan mengembangkan metoda perancangan serta analisa yang modern. Pada waktu tersebut mulai berkembang suatu metoda elemen yang diterapkan pada perancangan struktur bodi kendaraan. Menjelang tahun 1985 produsen kendaraan memperkenalkan rancangan baru kendaraan yang bebas polusi serta mengkonsumsi bahan bakar yang lebih irit dari kendaraan sebelumnya. Salah satu langkah besar yang terjadi pada industri kendaraan adalah perubahan ukuran kendaraan dari yang besar menjadi lebih kecil tanpa mengurangi ukuran ruang interior kendaraan. Contoh struktur bodi kendaraan ditunjukkan pada gambar 2.0. Dalam struktur bodi yang kompleks seperti itu dituntut kekakuan yang tinggi dengan pemakaian bahan yang minimum sehingga 5 membutuhkan metoda perancangan yang modern. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.0 Model Struktur Bodi Struktur bodi kendaraan penumpang dan barang yang besar dan yang menengah umumnya terdiri atas 3 bagian utama yaitu ; bagian rangka (frame), bagian bodi dan bagian depan kendaraan, seperti ditunjukkan gambar 2.1 berikut. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.1 Bagian Utama dari Struktur Bodi Struktur bodi kendaraan mempunyai fungsi untuk melindungi, memberi kenyamanan serta menjamin keamanan dari penumpang kendaraan tersebut. Bodi biasanya dibuat dari pelat dengan tebal antara 0,76 mm sampai dengan 1.02 mm. 6 Struktur bodi memberikan ¾ dari kekakuan kendaraan terhadap bending dan torsi. Hal ini menegaskan bahwa bodi dan strukturnya merupakan struktur utama kendaraan dalam memberikan kekakuan atau ketahanan kendaraan terhadap benturan atau tumbukan. Disisi lain bodi juga perlu dapat memberikan efek kelembutan pada ruang interior, keempukan dashboard, batang kemudi yang flexibel dalam mencegah terjadinya benturan yang keras antara penumpang dan bagian interior kendaraan pada saat tabrakan. Struktur rangka (frame) merupakan bagian penguat utama dari struktur bodi dan juga penopang tempat duduk dari mesin, transmisi, suspensi, penyalur daya dan aksesoris lainnya. Salah satu model rangka ditunjukkan pada gambar 2.3. Bagian bodi kendaraan yang melindungi penumpang dipasang di atas dan ditopang oleh rangka. Bagian rangka dari bodi merupakan rangka penguat utama untuk menimbulkan kekakuan dari struktur bodi secara keseluruhan. Pada saat terjadi tabrakan struktur rangkalah yang mengambil porsi terbesar dalam menyerap enersi tabrakan atau tumbukan. Bagian depan dari struktur bodi kendaraan pada dasarnya memiliki 2 fungsi utama. Fungsi pertama adalah menutupi mesin dan bagian lainnya yang ada di bagian depan. Kedua adalah menyerap 1/3 dari enersi tumbukan pada saat terjadi tabrakan pada bagian depan kendaraan. 7 Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.2 Bentuk Rangka Sebuah mobil 2.2 Prinsip Dasar Aliran Angin Secara umum fenomena aliran pada kendaraan dapat dikategorikan dalam 2 bagian yaitu aliran aliran external dan aliran internal. Aliran external merupakan aliran udara di sekitar kendaraan dan aliran udara yang masuk ke dalam bagian kendaraan, misalkan aliran pada bagian pendingin. Aliran internal merupakan proses aliran di dalam permesinan, misalkan proses aliran fluida di dalam mesin dan sistem transmisi. Pada gambar 2.4 ditunjukkan pola aliran udara di sekitar bodi kendaraan. Aliran bodi inilah yang akan menyebabkan terjadinya gaya dan momen aerodinamis pada kendaraan yang berpengaruh terhadap gaya hambat (drag resistance) dari kendaraan. 8 Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.3 Aliran Udara disekitar Kendaraan 2.3 Pola Aliran di sekitar kendaraan Kendaraan bermotor yang sedang berjalan mempunyai dua bidang kontak yaitu terhadap udara dan terhadap jalan/tanah. Kendaraan yang sedang berjalan akan bergerak relatif terhadap jalan. Apabila udara diam atau pada kendaraan tidak ada angin, maka kendaraan akan memiliki kecepatan relatif yang sama terjadap jalan dan udara. Sedangkan jika ada gerakan udara relatif terhadap tanah yaitu ada angin yang berhembus di sekitar kendaraan, maka kendaraan akan memiliki perbedaan kecepatan relatif terhadap tanah dan terhadap udara. Dalam pendekatan terhadap aerodinamika kendaraan, diasumsikan tidak ada angin yang berhembus dan kecepatan kendaraan dapat dianggap konstan. Fenomena aerodinamis pada kendaraan pada umumnya disebabkan adanya gerakan relatif dari udara disepanjang bentuk kendaraan. Gambar 2.4 memperlihatkan bagan gerakan relatif udara disepanjang bentuk bodi kendaraan. Jika diasumsikan udara melalui titik A, pada saat tertentu partikel tersebut akan bergerak relatif terhadap sumbu XYZ yang terletak pada kendaraan yang sedang bergerak dan 9 mengikuti alur lintasan tertentu yang disebut dengan streamline. Streamline merupakan garis-garis yang dibuat sedemikian rupa di dalam medan kecepatan, sehingga tiap saat garis-garis tersebut akan searah dengan aliran di setiap titik di dalam medan aliran yang sangat kompleks dikarenakan bentuk kendaraan yang kompleks sehingga di sekeliling kendaraan akan terdapat daerah gangguan aliran udara. Gerakan partikel yang terletak jauh dari kendaraan akan mempunyai kecepatan relatif yang sama dengan keceptan udara. Sedangkan pada daerah gangguan di sekeliling kendaraan, kecepatan relatif dari partikel sangat bervariasi, dapat lebih besar atau lebih kecil dari kecepatan kendaraan. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.4 Pola Aliran disekitar Kendaraan 2.3.1 Pola Aliran di Permukaan Kendaraan Efek viskositas dari udara dapat menimbulkan boundry layer pada permukaan kendaraan sehingga timbul gradien kecepatan pada permukaan kendaraan. Adanya gradien kecepatan menyebabkan kecepatan aliran udara pada permukaan kendaraan 10 sangat bervariasi tergantung pada bentuk body kendaraan. Gradient kecepatan tersebut juga dapat menimbulkan distribusi tekanan di sepanjang permukaan kendaraan. Gambar 2.5 menampilkan grafik distribusi tekanan yang tidak diperoleh dari hasil pengujian pada 2 mobil yang sama dengan nilai hambatan berbeda (cd). Distribusi tekanan yang diukur terdapat pada daerah gangguan aliran udara. Pada permukaan kendaraan, tekanan yang terjadi diwakili oleh nilai koefisien tekanan cp = 1 – (υ / υ∞)2. Distribusi tekanan pada mobil Audi 100 III yang telah mengalami perbaikan dibandingkan dengan kondisi sebelum perbaikan, dimana bedanya terletak pada bentuk bodi yang lebih streamline dengan faktor kelengkungan dan kemiringan yang lebih baik. Pada grafik tersebut terlihat bahwa pada bagian depan moncong kendaraan merupakan daerah tekanan positif. Hal ini disebabkan adanya efek tabrakan aliran udara pada bagian depan sehingga laju aliran lebih lambat dan tekanan angin pada daerah tersebut lebih tinggi. Mobil Audi 100 III merupakan perbaikan dari model Audi 100 II, dimana Audi 100 II lebih aerodinamis. Koefisien tekanan diukur pada setiap titik mulai dari titik no.1 sampai dengan titik no.42 pada kedua kendaraan. Hasil pengukuran CP ditunjukkan pada grafik, dimana kurva dengan garis kontiniu menggambarkan CP untuk mobil Audi 100 II dan kurva dengan garis putus-putus menunjukkan CP untuk mobil Audi III. Besarnya nilai tekanan CP ditentukan oleh besarnya kecepatan pada setiap titik di permukaan bodi kendaraan yang dirumuskan sebagai berikut : CP = 1 – (Vi / V∞)2 atau CP = 1(- Vi / V∞) dimana, 11 Vi = Kecepatan angin relatif terhadap kendaraan pada titik ke I di permukaan bodi kendaraan. V∞ = Kecepatan angin relatif terhadap kendaraan di luar bodi. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.5 Grafik Distribusi Tekanan Mobil Audi 100 III dan Audi 100 II Pada titik stagnasi secara ideal kecepatan angin Vi adalah 0, dengan demikian CP pada titik stagnasi secara ideal adalah 1. Dari gambar 2.5 terlihat bahwa titik stagnasi pada kendaraan Audi 100 II dan Audi 100 III terjadi pada titik no.3. Pada bagian belakang koefisien tekanan CP Audi 100 III lebih besar dari Audi 100 II, sehingga koefisien hambat angin kendaraan Audi 100 III lebih kecil dari Audi 100 II. 12 Dari posisi titik stagnasi, aliran udara akan mengalir kembali sehingga akan terjadi penurunan tekanan, tetapi masih dalam range CP positif (+), yang berarti bahwa tekanan di daerah sekitar mobil tersebut masih lebih besar dibanding tekanan aliran bebas. Kecepatan aliran udara makin bertambah cepat dan akhirnya kecepatan udara lokal lebih besar dibanding aliran udara bebas sehingga tekanan yang terjadi pada daerah tersebut lebih kecil dari tekanan aliran bebas (atmosfir) dan masuk pada daerah CP negatif. Pada kondisi selanjutnya kecepatan aliran udara akan brkurang karena adanya hambatan yang disebabkan profil lekukan pada ujung kap mesin sehingga akan mengalami kenaikan tekanan. Tekanan terus bertambah disebabkan adanya sudut antara bonnet dan windscreen, sehingga akan menyebabkan perlambatan aliran. Akibatnya aliran udar akan mengalir kembali dan bertambah cepat sehingga akan menurunkan tekanan dan menuju daerah tekanan negatif dan seterusnya kecepatan aliran udara akan berkurang yang disebabkan profil lekukan ujung atap depan kendaraan sehingga menyebabkan pertambahan tekanan tetap masi dalam range tekanan negatif. Pada daerah belakang mobil terjadi separasi aliran tekanan karena aliran udara lepas dari bodi kendaraan sehingga akan terjadi penurunan tekanan. 2.3.2 Pola Aliran di Bawah Kendaraan Pola aliran udara di sekitar suatu profil yang bergerak pada atmosfer bebas berbeda denga profil bebas yang bergerak dekat dengan permukaan tanah. Contohnya suatu aerofoil yang bergerak pada atmosfer bebas akan mempunyai pola aliran udara yang simetris, sehingga mempunyai distribusi tekanan yang simetris 13 antara bagian atas dan bagian bawah akibatnya tidak timbul gaya angkat. Sementara pada aerofoil yang bergerak dekat dengan permukaan tanah akan menimbulkan pola aliran yang tidak simetris dengan sumbu aerofoil, sehinga akan menimbulkan gaya aerodinamis. Gaya aerodinamis bekerja miring terhadap sumbu kendaraan dan dapat diwakili oleh gaya drag dan gaya lift. Sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan yang dihasilkan pada bagian bawah kendaraan lebih besar dibandingkan dengan permukaan atas kendaraan. Pada kendaraan yang begerak dekat dengan tanah atau jalan, memiliki permukaan atas dengan kelengkungan yang lebih besar dari pada bagian bawah. Sebagai akibatnya jarak yang ditempuh aliran udara pada permukaan atas lebih panjang pada periode waktu yang sama. Menurut hukum kontinuitas, semakin dekat suatu profil bergerak di atas tanah, maka kecepatan aliran udara diantara profil dan tanah akan semakin tinggi karena adanya pengecilan luasan. Sehinggta tekanan yang akan dihasilkan semakin mengecil. Tetapi pada kondisi areal dimana aliran udara memiliki viskositas maka pada jarak ground clearance yang kecil akan terbentuk boundry layer. Pada bagian bawah mobil dan boundry layer pada tanah. Boundry layer itu akan saling berinteraksi sehingga akan memperlambat aliran sehingga tekanan yang dihasilkan akan semakin besar. 14 Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.6 Pola Aliran Udara Antara Profil dan Tanah 2.4 Gaya dan Momen Aerodinamika Secara umum kecepatan relatif angin terhadap kendaran tidak selalu bisa sejajar dengan sumbu longitudinal kendaraan, maka akan terjadi tiga gaya aerodinamik pada kendaraan. Gaya – gaya aerodinamik tersebut adalah : a. Gaya hambat (drag) aerodinamik (Fd) b. Gaya angkat (lift) aerodinamik (Fl) c. Gaya Samping ((side) aerodinamik (Fs) Akibat pengaruh dari bentuk bodi kendaraan dan pola aliran udara, maka besar kemungkinan titik kerja gaya angin tersebut (Cp) berada di luar titik pusat massa kendaraan (G). Karena letak Cp dan Cg berbeda, maka ketiga gaya aerodinamik di atas dapat menimbulkan momen aerodinamis terhadap sumbu X, Y, Z yang berpusat pada Cg. Ada 3 momen aerodinamik yang dapat terjadi pada kendaraan yaitu ; a. Momen Rolling (MR) yaitu momen terhadap sumbu X 15 b. Momen Pitching (MP) yaitu momen terhadap sumbu Y c. Momen Yawing (MY) yaitu momen terhadap sumbu Z Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.7 Gaya dan Momen Aerodinamik pada Kendaraan 2.4.1 (Gaya hambat) Aerodinamik Gaya hambat adalah gaya yang bekerja dalam arah horizontal (paralel terhadap aliran) dan berlawanan dengan arah gerak maju kendaraan. Gaya hambat terdiri atas beberapa jenis, antara lain ; 1. Gaya hambat bentuk yaitu gaya hambat yang disebabkan oleh adanya gradien tekanan (pressure drag) dan adanya gesekan (friction drag). Bentuk bodi kompleks menyebabkan terjadinya distribusi tekanan di sepanjang permukaan kendaraan tersebut. Selain itu karena aliran udara bersifat viscous, maka timbul tekanan geser di sepanjang permukaan kendaraan tersebut. Dengan adanya perbedaan tekanan antara bagian depan kendaraan dan bagian belakang kendaraan, dimana tekanan positif bekerja pada bagian depan kendaraan dan tekanan negatif bekerja di bagian belakang 16 kendaraan sehingga menyebabkan timbulkan gaya drag yang bekerja berlawanan dengan arah gerak kendaraan. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.8 Hambatan Bentuk pada Kendaraan 2. Hambatan Pusaran Karena adanya perbedaan tekanan antara bagian atas dan bagian bawah menyebabkan timbulnya gerakan aliran udara dari permukaan bawah menuju ke permukaan atas kendaraan yang berupa pusaran (vortex). Timbulnya vortex juga dapat menghambat laju kendaraan yang disebabkan adanya pengaruh gaya angkat vertikal pada bodi mobil yang sedang bergerak secara horizontal. Vortex yang terjadi akan mengubah arah lift yang semula tegak lurus menjadi miring ke belakang dengan sudut yang relatif kecil ε. Timbulnya deflexi ke arah belakang dari gaya lift menyebabkan terjadinya komponen induced drag dalam arah horizontal sebesar, Di = FL . Sin ε. 17 Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.9 Hambatan Pusar Pada Kendaraan 3. Hambatan Tonjolan Gaya hambat yang disebabkan adanya tonjolan profil tertentu pada bagian permukaan bodi kendaraan, seperti kaca spion, pegangan pintu, antena dan aksesoris lainnya. 4. Hambatan Aliran Dalam Gaya hambat yang disebabkan oleh aliran udara yang mengalir melalui sistem pendingin mesin yaitu Radiator. Dari keempat jenis hambatan tersebut, hanya hambatan bentuk dan hambatan pusar yang paling besar pengaruhnya terhadap gaya hambat. Secara keseluruhan rumus untuk menghitung gaya hambat angin adalah : FD = ½ .Cd.ρ. Va2.Af ... (1.1) Cd = 2. FD / ρ.Va2 .Af... (1.2) 18 dimana, Cd = koefisien gaya hambat Af = Luas frontal kendaraan (m2) Va = Kecepatan relatif angin terhadap kendaraan (m/det) ρ = Density udara (kg/m3) 2.4.2 Gaya Angkat (Lift) Aerodinamik Perbedaan bentuk antara permukaan atas dan bagian bawah kendaraan menyebabkan aliran udara pada permukaan atas lebih cepat dari pada aliran udara pada permukaan bawah, sehingga tekanan pada permukaan atas kendaraan lebih rendah dari pada bagian bawah kendaraan. Disamping itu bentuk profil bagian bawah yang lebih kasar menjadi faktor pemicu dalam memperlambat aliran udara akibatnya tekanan udara lebih besar, sehingga timbullah gaya angkat pada kendaraan. Gaya angkat ini bekerja dalam arah vertikal. Besarnya gaya angkat tersebut dihitung dengan rumus : FL = ½ . Cl . ρ . Va 2 . Af ... (1.3) Cl = 2. FL / ρ.Va2 .Af ...(1.4) dimana, Cl = koefisien gaya angkat 19 Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.1.0 Distribusi Tekanan Penyebab Gaya Angkat 2.4.3 Gaya Samping Jika kendaraan bergerak dalam udara yang diam atau tidak ada gerakan angin yang sejajar dengan arah gerak kendaraan, maka tidak akan timbul gaya samping, hal ini dikarenakan kesimetrisan aliran udara pada bagian samping kendaraan, sehingga tekanan pada bagian samping kendaraan adalah sama. Tetapi pada kenyataannya, jarah sekali dijumpai gerakan aliran angin yang sejajar dengan arah gerak kendaraan. Biasanya arah serangan angin tidak sejajar dengan arah gerak kendaraan, sehingga membentuk sudut tertentu (β) terhadap lintasan kendaraan. Dengan demikian akan dihasilkan resultan kecepatan udara (V∞) dari kecepatan kendaraan (V) dan kecepatan angin (Vw) dengan membentuk sudut tertentu (β) terhadap lintasan kendaraan. Gaya samping bekerja dalam arah horizontal dan transversal sehingga bersifat 20 mendorong kendaraan ke samping. Gaya samping juga terjadi pada kondisi kendaraan berbelok. Gaya samping dapat dirumuskan sebagai berikut : Fs = ½ . Cl . ρ . Va 2 . Af . βa ... (1.5) Cl = 2. Fs / ρ.Va2 .Af . βa ... (1.6) dimana, βa = sudut serang angin 2.4.4 Momen Guling (Rolling) Aerodinamik Momen rolling aerodinamik (Mg) adalah momen terhadap sumbu x pada kendaraan yang disebabkan oleh gaya-gaya aerodinamik yang mempunyai lengan terhadap sumbu x. jika posisi Cp terhadap Cg mempunyai komponen jarak Xp, Yp, Zp ke arah X, Y, Z pada kendaraan, maka besarnya momen rolling adalah sebagai berikut : MR = FL . Yp - Fs . Zp ... (1.7) dengan memasukkan rumus persamaan (1.3) dan (1.5) pada rumus (1.7), diperoleh, MR = ½ ρ.Af.Va2 (Cl . Yp – Cs . βa. Zp) ... (1.8) Secara umum momen rolling aerodinamik dirumuskan sebagai berikut ; MR = ½ ρ . Af .Va2 (Cl . Yp – Cs . βa. Zp) ... (1.9) dimana, CR = Koefisien momen Rolling L = Panjang Wheel base kendaraan Dengan menggunakan rumus (1.8) dan (1.9) diperoleh, CR = Cl . Yp – Cs . βa. Zp / L. βa ... (1.10) 21 2.4.5 Momen Angguk (Pitching) Aerodinamik Momen pitching merupakan momen yang terjadi oleh gaya aerodinamik terhadap sumbul Y dari kendaraan. Dengan memperhatikan posisi Cp terhadap Cg, maka momen pitching aerodinamik dapat dirumuskan sebagai berikut : MP = FD . Zp – FL . Xp ... (1.11) Dengan memasukkan persamaan (1.1) dan (1.3) pada persamaan (1.11), diperoleh persamaan baru berikut ; MP = ½ ρ . Af .Va2 (CD . Zp – Cl . Xp) ... (1.12) Atau momen pitching dapat dituliskan juga sebagai berikut ; CP = CD . Zp – Cl . Xp / L ... (1.13) 2.4.6 Momen Putar (Yawing) Aerodinamik Momen yawing aerodinamik merupakan momen yang diakibatkan oleh gaya aerodinamik terhadap sumbu Z kendaraan melalui titik pusat massa Cg. Dengan menggunakan komponen jarak dari Cp terhadap Cg, maka momen Yawing dapat dirumuskan sebagai berikut : MY = FS . Xp – FD . Yp ... (1.14) Dengan memasukkan persamaan (1.1) dan (1.5) pada persamaan (1.14) diperoleh hasil : MY = ½ ρ . Af .Va2 (CS . βa. Xp – CD . Yp) ... (1.15) secara umum momen Yawing aerodinamik dapat dirumuskan sebagai berikut ; MY = ½ ρ . Af .Va2 CY . L. βa ... (1.16) 22 Dengan menggunakan rumus persamaan (1.15) dan (1.16), diperoleh persamaan CY = CS . βa. Xp - CD . Yp / L. βa ... (1.17) 2.5 Mencari Koefisien Aerodinamik dan Posisi Cp Setiap kendaraan memiliki 6 koefisien aerodinamik yakni 3 buah koefisien gaya dan 3 koefisien momen aerodinamik. Jika keenam koefisien aerodinamik dari suatu kendaraan sudah diketahui, maka ketiga gaya dan ketiga momen aerodinamik yang bekerja pada kendaraan tersebut dapat dihitung dengan mudah. Koefisien aerodinamik suatu kendaraan dapat dicari dengan cara eksperimen dan dengan simulasi komputer dengan memakai prinsip dinamika fluida. Salah satu eksperimen yang umum dipakai adalah metoda percobaan jalan yang disebut metoda “cost down”. Umumnya metoda ini hanya dapat digunakan untuk mencari koefisien (Cd) aerodinamik. 2.6 Pengaruh Bentuk Bodi Proses perancangan bentuk bodi kendaraan dapat dibagi 5 tahap yaitu basic body, basic shape, basic model, styling model dan tahap akhir yaitu production car. Analisa yang dilakukan oleh berbagai ahli aerodinamika terhadap bentuk bodi kendaraan dilakukan dengan riset pengujian terhadap berbagai macam komponen bodi kendaraan dan pengaruhnya terhadap beban angin. 2.6.1 Koefisien hambat berbagai model kendaraan Model kendaraan berkembang dari tahun ke tahun yang utamanya mengarah pada penurunan koefisien hambat (Cd) dan tentunya juga tidak mengurangi 23 keindahan dari kendaraan. Koefisien hambat aerodinamik (Cd) untuk 2 jenis kendaraan Mercedes Benz ditunjukkan pada tabel 1.1 Tabel 1.1 Koefisien Hambat Kendaraan 2 Jenis Mercedes Benz Tipe Kendaraan Luxury Cars Mercedes Benz 300 E (260 E) Mercedes Benz 190 E 2.3 – 16 Koefisien hambat (Cd) Luas Frontal (A) Cd-A 0,29 – 0,31 2,06 0,60 – 0,64 0,31 – 0,33 1,92 0,60 – 0,63 Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra 2.6.2 Pengaruh Bentuk Komponen Bodi 1. Bagian Depan Mobil (Forebody) Bagian depan mobil merupakan hidung mobil yang terdiri dari kap mesin (hood), windscreen beserta perlengkapan panel depan. Separasi yang terdapat pada hidung mobil dapat terjadi pada bagian ujung depan kap mesin mobil tersebut. Gambar 3.1 menunjukkan separasi kecil (pemancaran angin). 24 Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.1.1 Aliran Separasi pada Kap Mobil Dari grafik distribusi tekanan dapat dilihat bahwa pada kondisi aliran angin yang sebenarnya, titik puncak pengisapan pada ujung kap mesin lebih rendah dibandingkan pada aliran ideal (inviscid flow). Begitu juga tekanan di atas titik stagnasi sedikit lebih besar dibandingkan dengan tekanan pada aliran inviscid. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kekuatan yang menekan bagian depan mobil dalam aliran yang sebenarnya lebih besar dibandingkan dalam aliran ideal. Besarnya tekanan pada lubang kap mobil dimana tempat udara segar dimasukkan untuk pendinginan dan ventilasi, ditentukan oleh besarnya separasi aliran dan posisi titik penyatuan aliran kembali pada windscreen. Bila terjadi separasi aliran pada ujung depan kap dan tidak terjadi penyatuan aliran kembali, maka tekanan pada lubang kap menjadi Cp = 0. 25 Separasi aliran juga dapat terjadi pada ujung pinggir depan kendaraan. Gambar 3.2 menunjukkan distribusi aliran pada pinggir depan dengan pengujian yang dilakukan oleh Hucho. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.1.2 Distribusi Tekanan di Sekitar Ujung Depan Kendaraan Data yang diberikan disini terdiri dari koefisien tekanan Cp terhadap mobil Volkswagen, dimana r/w adalah perbandingan radius ujung pinggir depan dan lebar mobil. Pada ujung lengkung (r/w = 0,005). Separasi aliran yang terjadi lemah dan terjadi penurunan tekanan pada ujung pinggir depan. Pada ujung pinggir tajam (r/w = 0) terjadi separasi aliran yang lebih besar, sehingga tekanan yang terjadi pada ujung pinggir depan lebih besar. Gambar 3.5 menunjukkan bentuk bodi depan yang diperbaiki oleh Hucho dan Jansen. 26 Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.1.3 Pengurangan Drag pada Berbagai Modifikasi Bentuk Depan Kendaraan Diagram di atas menunjukkan berbagai variasi perubahan bentuk ujung depan kap mesin. Prosentase drag dibandingkan dengan bentuk awal (bentuk 1). perbaikan kecil terhadap bentuk bagian depan mengurangi drag sampai dengan 6 %. Bentukbentuk 3, 4 dan 5 menunjukkan variasi-variasi yang sama/ setara. Bentuk-bentuk ini mencapai tingkat perbaikan paling maksimum dengan tingkat pengurangan drag sampai dengan 14 %. Perbaikan untuk pengurangan drag, maksimum dapt dicapai oleh desain ujung depan optimum yaitu ujung depan berbentuk “hidung dempet” yang dirancang sesuai dengn aspek-aspek aerodinamik murni tanpa memperhatikan faktor penampilan / estetika. Ujung depan dempet dibentuk sedemikian rupa sehingga udara mengalir di sekitar bagian depan (forebody) tanpa terjadi separasi. 27 Penampang melintang pada garis tengah Penampang Horizontal Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.1.4 Perbaikan Dengan Ujung Dempet Depan Bentuk awal (contour MO) mengalami perbaikan dengan M1 dan K1 menghasilkan bentuk hidung dempet dengan reduksi drag maksimum. Cd = -0,05. perubahan pada bentuk ujung depan dengan modifikasi kecil tanpa mempengaruhi dimensi utama ujung depan dilakukan dengan bentuk-bentuk M2, K3, M3 dan K3. 28 Perbaikan bentuk-bentuk tersebut tetap menggunakan sisi-sisi ujung depan dempet lainnya. Hal ini diperlihatkan pada gambar berikut. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.1.5 Modifikasi Bentuk Ujung Depan Dempet Gambar di atas menunjukkan bahwa pengurangan drag terhadap berbagai bentuk bodi depan. Dimana perbaikan drag untuk mengurangi efek separasi pada ujung depan kap mesin dapat dicapai dengan cara ujung depan kap dibuat melengkung dengan radius tertentu. Hal ini dinyatakan oleh Hucho. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra 29 Gambar 2.1.6 Pengaruh Modifikasi Bentuk Depan Audi 100 III Terhadap Gaya Drag Kemiringan kap mesin juga mempunyai pengaruh terhadap drag. Gambar 3.6 menunjukkan hasil pengujian yang dilakukan oleh Carr. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.1.7 Pengaruh Kemiringan Kap Mesin Terhadap Drag 2.Pilar Kaca (Winshield) Separasi aliran yang terjadi pada kaca depan disebabkan oleh sudut windscreen (τ) yang terlalu besar. Separasi terjadi pada kap mesin dan aliran akan 30 kembali menyatu pada kaca. Hal ini telah ditemukan oleh Scybor Rylsky. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.1.8 Separasi Aliran pada Kap dan Penyatuan Aliran pada Kaca Dalam gambar di atas menunjukkan bagaimana titik separasi (s) semakin ke depan (kekiri) dan titik penyatuan kembali (R)menuju ke belakang (kekanan) seiring bertambahnya sudut kaca (τ). Dalam hal ini titik separasi dan titik penyatuan haruslah sedekat mungkin satu dengan yang lain sehingga efek separasi dapat dikurangi. Jika sudut kaca (τ) semakin kecil maka kaca akan semakin datar sehingga drag aerodinamik semakin berkurang. Hal ini juga dikuatkan oleh pengujian drag oleh berbagai ahli lain. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.1.9 Efek Kemiringan Kaca Terhadap Koefisien Drag 31 Sudut inklinasi kaca (δ) lebih besar dari 600 tidaklah praktis dikarenakan adanya deviasi cahaya. Selain kaca yang berinklinasi tinggi dan besar cenderung memperbesar tingkat pemanasan solar pada bagian penampang. Pengaruh dari kaca berinklinasi tinggi, separasi yang timbul pada bagian bonnet-windscreen lebih kecil sehingga kehilangan momentum yang tejadi lebih kecil dan aliran angin dari windshield menuju atap lebih cepat sehingga tekanan yang terjadi lebih kecil. Separasi juga dapat terjadi pada pilar yang disebabkan kurang halusnya radius pilar. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.2.0 Perbaikan Pada Pilar Depan dan Belakang Perbaikan untuk pengurangan drag juga dapat dilakukan dengan membuat pilar menjadi lebih lengkung. Hal tesebut dapat dilihat pada gambar 2.2.0 pada pengujian kendaraan oleh Andi Buchein. 32 3. Bagian Atap Kendaraan Bagian atap juga dapat mempengaruhi efek drag pada kendaraan. Bentuk atap harus di desain dengan bentuk konvex untuk memudahkan aliran udara mengalir ke belakang. Semakin besar nilai konvex desain bodi atap, maka semakin besar pula drag koefisien. Jika disain bentuk konvex menyebabkan pertambahan luas frontal area, maka koefisien aerodinamik juga meningkat. Jika tinggi atap asli dibiarkan konstan, maka kaca depan dan kaca belakang harus dibuat melengkung menuju contour sehingga efek konveksitas dapat tercapai. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.2.1 Pengaruh Konveksitas pada Koefisien Drag Aerodinamik drag akan berkurang dengan adanya efek konveksitas. Hal ini dikarenakan konveksitas yang semakin tinggi akan menghasilkan jarak kelengkungan yang lebih besar pada bagian atap mobil, sehingga dihasilkan kecepatan udara yang lebih besar sehingga momentum loss yang terjadi lebih kecil. 33 4. Bagian Belakang Kendaraan Bentuk bagian belakang kendaraan dapat dibedakan 3 jenis yaitu, squareback (Van), fast back dan notchback (salon). Separasi yang terjadi pada bentuk squareback pada umumnya dimulai dari titik ujung belakang kendaraan, sedangkan pada bentuk fastback dan notchback titik separasi dimulai lebih bawah tergantung disain kemiringan kaca belakang. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.2.2 Bentuk Belakang Kendaraan Perbaikan bentuk bodi dapat dilakukan dengan desain taper pada bagian belakang kendaraan yaitu dengan pembentukan ujung lancip pada bagasi. Reduksi drag juga bisa dilakukan dengan menganalisa kemiringan bentuk bagian belakang. Kemiringan bentuk squareback berbeda dengan bentuk fastback, dimana bentuk squareback besarnya kemiringan bagian belakang di atas 300, sedangkan bentuk fastback lebih kecil dari 300. Wake yang terjadi pada bentuk bodi belakang squareback lebih besar dari 34 bentuk bodi belakang fastback. Hal ini disebabkan karena titik separasi dimulai dari titik ujung bagian belakang kendaraan. Nilai Cd pada bentuk bodi belakang squareback lebih banyak dipengaruhi oleh besarnya wake, sehingga drag dan lift dikatakan konstan karena pengaruh vortex sangat kecil. Pada bentuk fastback besarnya drag terhadap kemiringan bagian belakang selain dipengaruhi besarnya wake, juga dipengaruhi oleh besarnya aliran vortex yang terjadi pada bagian belakang kendaraan. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.2.3 Pengaruh Kemiringan Bagian Belakang Terhadap Drag Dari grafik dapat dijelaskan bahwa pada bagian belakang yang mempunyai kemiringan 150 - 300 besarnya drag dan lift sangat bervariasi karena adanya pengaruh aliran vortex yang cukup besar pada kemiringan tersebut. Pengukuran dilakukan pada kendaraan VW Golf 1 oleh Jansen dan Hucho. Pada bentuk squareback Cd bernilai konstan sebesar 0,4. Hal ini disebabkan besarnya wake yang terbentuk sama. Sedangkan pada bentuk fastback terjadi variasi nilai Cd. Dimana pada kemiringan antara 250 - 350 nilai Cd melonjak sebesar 10 %, hal ini dikarekan pengaruh vortex sangat besar. Sedangkan pada pada sudut dibawah 250 nilai Cd 35 menurun. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.2.4 Pengaruh Cd dan Cl Terhadap Kemiringan Kaca Pengukuran juga dilakukan oleh morel terhadap bodi prismatik seperti pada gambar 4.6. Sebagaimana ditentukan Jansen dan Hucho pada VW Golf I sudut base α = 300 (menurut τ = 600, τ = 900 - α ) dimana pada pola aliran berubah dari keadaan I (squareback, wake) menjadi keadaan II (fastback, vortex). Pada mobil jenis salon perbaikan drag dapat dilakukan dengan menambah ketinggian bagasi. Jika tinggi bagasi semakin ditingkatkan nilai drag pada awalnya tidak berubah, tetapi pada ketinggian bagasi z = 100 mm, maka akan terjadi penurunan mencolok pada drag. Jika z terlalu rendah maka aliran angin tidak akan menyatu pada tutup bagasi. Pengukuran dilakukan oleh Buchheim, Late dan Luchoff pada Audi 100. 36 Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.2.5 Reduksi Drag dengan penambahan Ketinggian Bagasi Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.2.6 Reduksi Drag Dengan pertambahan Panjang Bagasi dan Perubahan Sudut Kemiringan Kaca 37 5. Bagian Samping Kendaraan Reduksi drag pada bagian samping kendaraan dilakuakan dengan mendesain kelengkungan bagian samping (convexity). Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.2.7 Pengaruh Konveksitas terhadap Drag Perbaikan juga da dapat dilakukan dengan mengubah posisi kaca samping agar jarak 38 antara kaca samping dan pilar sekecil mungkin. Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.2.8 Efek Kaca Samping Terhadap Drag 6. Bagian Bawah Kendaraan Kekasaran bagian bawah kendaraan juga akan meningkatkan nilai drag pada kendaraan. Reduksi dapat dilakukan dengan cara memperhalus bagian bawah kendaraan. Kemiringan dari bagian bawah kendaraan (α) juga dapat mempengaruhi koefisien hambat (Cd) dan angkat (Cl) kendaraan. Untuk sudut α positif dapt menaikkan Cd dan Cl kendaraan. 39 Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.2.9 Pengaruh Kemiringan α Terhadap Cd dan Cl 7. Komponen Bodi Komponen bodi seperti jendela, atap dan lampu depan mempunyai pengaruh penting terhadap besarnya koefisien aerodinamik (Cd). Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.3.0 Pengaruh Air Dam dan Rear Spoiler Pada Gaya Angkat Depan 40 Sumber : Teknologi Otomotif by I Nyoman Sutantra Gambar 2.3.1 Pengaruh Air Dam dan Rear Spoiler Pada Gaya Angkat Belakang Keterangan. 1. Lampu tertutup Jendela terutup Atap tertutup 3. Lampu tertutup 5. Lampu tertutup Jendela terbuka Jendela tertutup Atap tertutup Atap tertutup 2. Lampu terbuka 4. Lampu tertutup 6. Lampu terbuka Jendela tertutup Jendela tertutup Jendela terbuka Atap tertutup Atap tertutup Atap terbuka 41