II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter menurut uu No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
“Kebijakan Moneter Bank Indonesia adalah kebijakan yang ditetapkan dan
dilaksanakan oleh Bank Indonesia melalui antara lain pengendalian jumlah uang
beredar dan/ atau suku bunga untuk mencapai kestabilan nilai rupiah. Kebijakan
moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai
keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca
pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi
ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca
pembayaran internasional yang seimbang.
Kebijakan moneter adalah upaya mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi
secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Sentral berusaha mengatur keseimbangan antara
persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai
kesempatan kerja penuh dan kelancaran distribusi barang. Kebijakan moneter
dilakukan antara lain tidak terbatas pada instrumen suku bunga, giro wajib minimum,
21
intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk
meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7
tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan
terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai
tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan
moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting
Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating).
Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan
sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai
tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk
mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca
pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi
ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca
pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan
perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan
22
(tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh
sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. Berikut merupakan
contoh dari kebijakan moneter:
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy adalah suatu
kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy adalah suatu
kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga
dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan
moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka adalah
cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat
berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang
beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin
jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat
berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain
diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU
atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah
uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank
umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus
meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah
23
menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat
bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib
adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana
cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah
jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan
jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan moneter
untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada
pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit
untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang
beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk
memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan
kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar
atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan
oleh Pemerintah. Berikut merupakan sasaran-sasaran pengendalian dalam kebijakan
moneter:
1.
Sasaran Operasional
Dalam konsep sasaran operasional, Bank sentral akan segera mencapai sasaran
ini dalam operasi moneter yang dilakukan olehnya. Bank sentral menggunakan
24
variabel sasaran operasional untuk mengarahkan agar sasaran antara dapat
tercapai.
Kriteria sasaran operasional antara lain: (1). Dipilih dari variabel moneter yang
memiliki hubungan yang stabil dengan sasaran antara, (2). Dapat dikendalikan
oleh Bank Sentral, (3). Akurat dan tidak sering direvisi (Mishkin, 2004:347).
2.
Sasaran Antara
Hubungan antara sasaran operasional dan sasaran akhir kebijakan moneter
bersifat tidak langsung dan kompleks serta membutuhkan time lag yang panjang.
Untuk alasan itu, para ahli moneter dan praktisi bank sentral mendesain simple
rule untuk membantu pelaksanaan kebijakan moneter dengan cara menambahkan
indikator yang disebut sebagai sasaran antara. Sasaran tersebut merupakan
indikator untuk menilai kinerja keberhasilan kebijakan moneter, sasaran ini
dipilih dari varibel-variabel yang memiliki keterkaitan stabil dengan sasaran
akhir, cakupannya luas, dapat dikendalikan oleh bank sentral, tersedia relatif
cepat, akurat dan tidak sering direvisi. Variabel sasaran antara meliputi: agregat
moneter (M1dan M2), kredit perbankan dan nilai tukar (Bofinger, 2001:125).
3. Sasaran Akhir
Bank sentral memiliki sasaran akhir dari sebuah kebijakan moneter yang ingin
dicapai. Sasaran akhir tersebut tergantung pada tujuan yang diamanahkan oleh
UU bank sentral suatu negara. Tujuan akhir kebijakan moneter di Indonesia
mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2004 yang secara eksplisit
mencantumkan bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah (stabilitas moneter).
25
Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan
instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah
maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib
minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat
melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Dalam dunia yang didominasi oleh ekonomi dan keuangan kapitalis (konvensional),
kebijakan moneter yang dikenal luas adalah kebijakan moneter dalam perspektif
konvensional. Sejak 30 tahun terakhir, ekonomi dan keuangan Syariah telah secara
bertahap diterapkan di berbagai negara, secara tunggal maupun berdampingan dengan
yang konvensional. Dengan semakin besar dan signifikannya ekonomi dan keuangan
Islam, kebijakan moneter dalam perspektif Islam juga ikut berkembang
(Ascarya:287).
Banyak negara yang telah menerapkan sistem moneter ganda seperti yang diterapkan
di Indonesia. Negara-negara yang menerapkan sistem moneter ganda, seperti
Pakistan, Malaysia dan Indonesia, Bank sentralnya harus melakukan kebijakan
moneter konvensional maupun kebijakan moneter syariah untuk dapat secara efektif
mempengaruhi situasi makroekonomi secara menyeluruh.
B.
Konsep Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Secara sederhana, mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah saluran yang
menghubungkan antara kebijakan moneter dan perekonomian. Mekanisme transmisi
moneter dimulai sejak otoritas moneter atau bank sentral bertindak menggunakan
26
instrumen moneter dalam implementasi kebijakan moneternya hingga terlihat
pengaruhnya terhadap aktivitas perekonomian, langsung maupun secara bertahap.
Dampak tindakan otoritas moneter terhadap aktivitas perekonomian ini terjadi
melalui berbagai channel, yakni: saluran uang atau langsung, saluran suku bunga,
saluran kredit, nilai tukar, harga asset dan saluran ekspektasi (Pohan, 2008).
Kerangka strategis kebijakan moneter bank sentral dipengaruhi oleh keyakinan bank
sentral yang bersangkutan terhadap suatu proses tertentu mengenai berbagai
kebijakan moneter berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Proses yang
dimaksud dikenal sebagai sebutan mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Di bidang keuangan, kebijakan moneter berpengaruh terhadap perkembangan suku
bunga, nilai tukar dan harga saham disamping volume dana masyarakat yang
disimpan di bank, kredit yang disalurkan pada dunia usaha serta penanaman dana
pada obligasi, saham maupun sekuritas lainnya. Di sektor riil, kebijakan ini
berpengaruh pada perkembangan konsumsi, investasi, ekspor dan impor sehingga
kebijakan moneter ini mempengaruhi pertumbuhan ekonomi maupun inflasi yang
merupakan sasaran akhir kebijakan tersebut.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu proses yang kompleks, dan
karenanya dalam teori ekonomi moneter sering disebut dengan “black box”
(Miskhin, 2004).
Kompleksitas dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter dipengaruhi oleh tiga
faktor, yaitu :
27
1. Perubahan perilaku bank sentral, perbankan dan para pelaku ekonomi dalam
berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya. Hal ini terkait dengan perilaku
antisipasi oleh perbankan dan para pelaku ekonomi pada setiap perubahan perilaku
bank sentral.
2. Lamanya tenggang waktu ( lag ) sejak kebijakan moneter ditempuh sampai sasaran
inflasi tercapai. Hal ini dikarenakan transmisi moneter banyak berkaitan dengan
pola hubungan antara berbagai variabel ekonomi dan keuangan yang selalu
berubah sejalan dengan perkembangan ekonomi negara yang bersangkutan.
3. Terjadinya perubahan pada saluran-saluran transmisi kebijakan moneter tersebut
sesuai dengan perkembangan ekonomi negara yang bersangkutan.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan jalur-jalur yang dilalui oleh
kebijakan moneter dalam mempengaruhi sasaran akhir kebijakan moneter yaitu
inflasi dan GPD riil. (Taylor, 1995). Kotak hitam dapat dilihat pada Gambar 6 Jika
ingin menggambarkan bagaimana proses mekanisme transmisi kebijakan moneter
melalui jalur-jalur transmisi sejak dari perubahan kebijakan moneter melalui shock
instrumen kebijakan moneter hingga terwujudnya tujuan/sasaran akhir kebijakan
moneter, maka Gambar 6 dikembangkan menjadi Gambar 7. Pada skema tersebut
terlihat bahwa konsep standar mekanisme transmisi kebijakan moneter dimulai dari
ketika bank sentral mengubah instrumennya yang selanjutnya mempengaruhi sasaran
operasional, sasaran antara dan sasaran akhir. Misalnya bank sentral atau BI
meningkatkan suku bunga SBI. Peningkatan tersebut mendorong naiknya suku
bunga PUAB, suku bunga deposito, kredit perbankan, harga aset, nilai tukar dan
28
ekspektasi inflasi di masyarakat. Perkembangan ini mencerminkan bekerjanya jalurjalur transmisi moneter yang akan selanjutnya berpengaruh terhadap konsumsi dan
investasi, ekspor dan impor yang merupakan komponen permintaan eksternal dan
keseluruhan permintaan agregat.
Kebijakan
Moneter
?
Tujuan Akhir :
Inflasi
Sumber: Mishkin (2004:357).
Gambar 6. Mekanisme Tranmisi Kebijakan Moneter sebagai Black Box
Secara empiris, besarnya permintaan agregat tidak selalu sama dengan penawaran
agregat. Jika terjadi selisih antara permintaan dan penawaran atau terjadi outpt gap
maka akan memberi tekanan terhadap kenaikan harga-harga (inflasi) dari sisi
domestik. Karena ketika jumlah permintaan naik secara signifikan melebihi jumlah
penawaran artinya terjadi selisih anatar demand dan supply maka akan menyebabkan
harga-harga naik sesuai dengan hukum permintaan sehingga hal tersebut akan
memberikan tekanan kenaikan harga dan menyebabkan inflasi. Proses ini yang
disebut sebagai indirect exchange rate pass-through. Sementara itu, tekanan inflasi
dari sisi luar negeri terjadi melalui pengaruh langsung perubahan nilai tukar terhadap
perkembangan harga barang-barang yang diimpor, proses ini yang disebut direct
exchange rate pass-through.
29
Sumber: Warjiyo (2004:5)
Gambar 7. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
C.
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Saluran Kredit
Saluran kredit menurut Warjiyo dan Agung (2002) dalam Amaluddin (2005) lahir
karena adanya ketidaksempurnaan pasar keuangan. Saluran ini terdiri dari dua subsaluran, yaitu:
1.
Saluran Pinjaman Bank (Bank Lending Channel)
2.
Saluran Neraca Perusahaan (Balance Sheet Channel)
Saluran pinjaman bank menitikberatkan perhatian pada dampak kebijakan moneter
terhadap neraca bank khususnya pada sisi asset, sedangka saluran neraca perusahaan
memfokuskan pengamatan pada dampak kebijakan moneter terhadap neraca
30
perusahaan atau akses terhadap kredit perbankan (Warjiyo dan Agung, 2002 dalam
Amaluddin 2005).
Pada saluran pinjaman bank, kebijakan moneter ditransmisikan ke perekonomian
terutama melalui pengaruhnya terhadap sisi asset bank khususnya pinjaman atau
kredit bank (Warjiyo dan Agung, 2002 dalam Amaluddin 2005). Ekspansi moneter
akan meningkatkan cadangan perbankan (bank reserve) sehingga kemampuan bank
untuk memberikan pinjaman semakin meningkat (Agung dkk, 2002 dalam
Amaluddin 2005). Hal ini akan mendorong peningkatan pemberian kredit kepada
nasabah debitur. Selanjutnya nasabah akan meningkatkan belanja investasi dan
konsumsinya. Akibatnya perekonomian akan meningkat. Dampak output akan
meningkat pula.
Pada kontraksi moneter, cadangan perbankan (bank reserve) akan menurun sehingga
kemampuan perbankan dalam memberikan pinjaman akan menurun pula. Apabila
penurunan tersebut tidak dapat ditutup dengan dana-dana lain yang bebas dari
peraturan cadangan wajib minimum atau dengan menjual sekuritas yang dimiliki,
amak penyaluran kredit akan turun. Selanjutnya investasi dan aktivitas perekonomian
dengan sendirinya akan menurun. Pada gilirannya hal ini akan menurunkan tingkat
output dan inflasi (Amaluddin, 2005).
Pada saluran neraca perusahaan, kebijakan moneter sitransmisikan ke perekonomian
dan harga-harga melalui pengaruhnya terhadap posisi keuangan atau kekayaan bersih
perusahaan yang dapat mempengaruhi kemudahan perusahaan dalam mendapatkan
31
dana pinjaman. Posisi keuangan atau kekayaan bersih perusahaan termasuk
kemudahan dalam mendapatkan pembiayaan eksternal akan mempengaruhi
keputusan investasi perusahaan. Selanjutnya keputusan investasi perusahaan akan
mempengaruhi aktifitas perekonomian dan inflasi.
Kebijakan moneter ekspansif akan menurunkan suku bunga pinjaman. Dampaknya
terhadap perusahaan adalah peningkatan nilai kekayaan bersih karena peningkatan
nilai present value dari asset yang dimiliki dan penurunan nilai kewajiban riil
(Hubbard, 2005). Peningkatan nilai kekayaan bersih dan penurunan nilai kewajiban
riil akan menurunkan biaya pembiayaan eksternal sehingga kemampuan perusahaan
untuk melakukan investasi meningkat. Selanjutnya keputusan perusahaan untuk
melakukan investasi akan meningkatkan output dan permintaan agregat.
Sebaliknya kebijakan moneter kontraktif akan menaikkan suku bunga pinjaman.
Dampaknya pada perusahaan adalah penurunan dari aset yang dimiliki dan
peningkatan nilai kewajiban riil. Penurunan nilai kekayaan bersih dan peningkatan
nilai kewajiban riil akan meningkatkan biaya pembiayaan eksternal sehingga
kemampuan perusahaan untuk melakukan investasi menjadi berkurang. Akibatnya
perusahaan akan mengurangi atau membatasi kegiatan investasinya sehingga output
dan permintaan agregat akan berkurang (Amaluddin, 2005).
Dalam konteks interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan para pelaku
ekonomi dalam proses perputaran uang, mekanisme transmisi kebijakan moneter
melalui saluran kredit dapat diterangkan sebagai berikut. Pada tahap pertama,
32
kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral dengan menetapkan BI rate yang
menjadi suku bunga acuan akan berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga
jangka pendek (misalnya suku bunga SBI) di pasar uang rupiah. Perkembangan ini
selanjutnya akan mempengaruhi suku bunga deposito yang diberikan perbankan pada
simpanan masyarakat dan suku bunga kredit yang dibebankan bank-bank kepada para
debiturnya. Terdapat proses atau tenggang waktu, terutama karena kondisi internal
perbankan dalam manajemen aset dan kewajibannya.
Pada tahap kedua, transmisi suku bunga dari sektor keuangan ke sektor riil akan
bergantung pada pengaruhnya terhadap permintaan konsumsi dan investasi dalam
perekonomian. Pengaruh suku bunga terhadap permintaan konsumsi terjadi terutama
karena bunga deposito merupakan komponen dari pendapatan masyarakat (income
effect). Sementara itu, pengaruh suku bunga terhadap permintaan investasi terjadi
karena suku bunga kredit merupakan komponen biaya modal (cost of capital), di
samping yield obligasi dan dividen saham, dalam pembiayaan investasi. Pengaruh
melalui investasi dan konsumsi tersebut selanjutnya bakan berdampak pada besarnya
permintaan agregat dan pada akhirnya akan menentukan output riil dan tingkat inflasi
dalam ekonomi.
D.
Transmisi Kebijakan Moneter Konvensional
Transmisi kebijakan moneter dari perspektif konvensional dapat melalui jalur suku
bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi. Dengan
digunakannya instrumen suku bunga dalam rezim moneter inflation targeting.
33
transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga (interest rate pass-through)
menjadi salah satu topik bahasan penting. Kebijakan moneter bertujuan untuk
mencapai kestabilan ekonomi yang diwujudkan dalam kestabilan harga-harga barang
sehingga iklim berusaha terkondisi sedemikian rupa dan pada gilirannya tercapai
peningkatan kegairahan berusaha.
Tujuan kebijakan moneter meliputi:
a. Stabilitas ekonomi
Suatu keadaan dimana pertumbuhan ekonomi berlangsung secara terkendali dan
berkelanjutan. Artinya, pertumbuhan arus barang dan jasa dan arus uang berjalan
seimbang.
b. Kesempatan kerja
Desempatan kerja akan meningkat apabila produksi meningkat. Peningkatan
produksi biasanya diikuti dengan perbaikan nasib para karyawan ditinjau dari segi
upah maupun keselamatan verja, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran para karyawan.
c. Kestabilan Harga dari waktu ke waktu
Harga yang stabil menyebabkan masyarakat percaya bahwa membeli barang pada
tingkat harga yang akan datang.
d. Neraca Pembayaran Internasional
Neraca pembayaran dikatakan seimbang apabila jumlah nilai barang yang diekspor
sama dengan nilai barang yang diimpor. Misalnya: pemerintah melakukan devaluasi
(penurunan nilai uang dalam negeri terhadap uang luar negeri).
34
1.
BI rate
BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan
moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI rate
diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur
bulanan. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank
Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI rate apabila inflasi ke depan
diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia
akan menurunkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah
sasaran yang telah ditetapkan dengan berdasarkan tujuan awal dari kebijakan
moneter. Selain inflasi sasaran bagi Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan
moneter melalui suku bunga adalah kestabilan nilai tukar rupiah dan kestabilan
perekonomian yang terjadi.
Dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan moneter, Bank Indonesia
menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian suku bunga (target
suku bunga). Stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga
kebijakan (BI rate).
BI rate diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia
melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai
sasaran operasional kebijakan moneter.
35
2. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Peraturan Bank Indonesia nomor 4/10/PBI/2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) menyatakan bahwa SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang
diterbitkan bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI
ditebitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu piranti dalam Operasi Pasar
Terbuka (OPT). Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek
(1-3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga.
SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk
mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat
menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang berlaku
pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem
lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI),
yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan
pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para
pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.
Bank Indonesia selaku otoritas moneter memiliki SBI sebagai instrumen utama yang
digunakan dalam operasi pasar terbuka. Penjualan SBI oleh Bank Indonesia yang
dilakukan melalui lelang bertujuan untuk memenuhi target base money yang telah
ditetapkan. Bila Bank Indonesia ingin mengurangi likuiditas pasar maka jumlah
penawaran dari peserta lelang SBI yang diambil lebih besar dari jumlah SBI yang
36
jatuh tempo, hal tersebut dapat meningkatkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto
SBI. Tingkat bunga SBI merupakan faktor penting dalam penentuan suku bunga di
Indonesia, setiap perubahan pada tingkat bunga SBI akan segera direspon oleh suku
bunga PUAB (pasar uang antar bank) dan suku bunga deposito. Sehingga suku
bunga SBI mencerminkan perilaku pasar uang. Suku bunga SBI menjadi patokan
bagi perbankan untuk menetapkan tingkat bunga yang akan diberikan kepada para
deposan.
3. Suku bunga deposito bank konvensional
Deposito adalah produk simpanan di bank yang penyetoran maupun penarikannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu saja atau sesuai dengan jatuh temponya
sehingga deposito dikenal juga sebagai tabungan berjangka (Raharja, 2003).
Sebagaimana layaknya tabungan yang sudah memasyarakat, deposito juga banyak
dipilih orang sebagai alternatif lain dalam menyimpan uangnya.
Bunga deposito selalu lebih besar dari bunga tabungan sehingga otomatis dana pun
akan berkembang lebih cepat. Inilah biasanya yang menjadi daya tarik utama
deposito, sehingga deposito lebih cocok dijadikan sarana investasi dibandingkan
tabungan (Dwiastuti, 2006).
4. Suku Bunga Kredit Modal Kerja
Suku bunga pinjaman, merupakan tingkat suku bunga yang dikenakan oleh bank
kepada kreditur yang meminjam uang dari bank. Suku bunga kredit modal kerja
37
adalah suku bunga kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi
dalam operasionalnya. Contoh diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji
pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.
Tingkat suku bunga kredit modal kerja akan mempengaruhi jumlah permintaan kredit
perbankan dan pada akhirnya akan mempengaruhi output riil dan inflasi.
5. Kredit Bank Konvensional
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit terdiri dari:
a. Kredit Investasi
Kredit Investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk
keperluan perluasan usaha atau bisa juga digunakan untuk keperluan rehabilitasi.
Contoh membangun pabrik, atau membeli mesin-mesin, masa pemakaiannya untuk
suatu produk yang relatif lebih lama dan dibutuhkan modal yang relatif cukup besar.
b. Kredit Modal Kerja
Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan
produksi dalam operasionalnya. Contoh diberikan untuk membeli bahan baku,
membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses
produksi perusahaan.
38
c. Kredit Konsumsi
Kredit yang digunakan untuk konsumsi secara pribadi, dalam kredit ini tidak ada
pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk
digunakan/dikonsumsi secara pribadi oleh perorangan. Contoh kredit untuk membeli
mobil pribadi, kredit untuk perumahan, dll.
E.
Transmisi Kebijakan Moneter Syariah
Dengan semakin berkembangnya perbankan syariah, transmisi kebijakan moneter
tidak hanya mempengaruhi perbankan konvensional saja, namun juga mempengaruhi
perbankan syariah karena mekanisme transmisi juga dapat melewati jalur syariah.
Transmisi kebijakan moneter lending channel juga tidak terbatas hanya menggunakan
saluran kredit konvensional saja, tetapi dapat pula menggunakan saluran pembiayaan
syariah. Dengan demikian, dalam sistem moneter ganda, transmisi moneter saluran
kredit konvensional menggunakan interest rate passthrough atau bisa disebut sebagai
policy rate pass-through, dimana policy rate untuk konvensional menggunakan suku
bunga, sedangkan policy rate untuk transmisi moneter saluran pembiayaan syariah
dapat menggunakan bagi hasil atau margin.
Dalam sistem perbankan syariah di Indonesia terdapat hubungan antara sistem
moneter yang ada di Indonesia dengan sistem perbankan syariah, yaitu dengan
keikutsertaan perbankan syariah di dalam kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter utama. Bank Indonesia menyatakan bahwa
39
cara-cara pengendalian moneter di Indonesia bisa dilakukan berdasarkan prinsip
Syariah yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia (Totok, 2006).
Peraturan institusi keuangan syariah kontemporer tidak jauh berbeda dengan
peraturan institusi keuangan konvensional yang sudah berdiri, sehingga instrumeninstrumen kebijakan moneter syariah juga banyak yang mirip dengan instrumeninstrumen kebijakan moneter konvensional. Namun, karena cara kerja instrumen
kebijakan moneter syariah memiliki persamaan dan perbedaan prinsip dengan cara
kerja instrumen kebijakan moneter konvensional, transmisi kebijakan moneter syariah
dapat sama atau berbeda dengan transmisi kebijakan moneter konvensional.
Namun demikian, beberapa studi empiris mulai bermunculan untuk melihat adanya
transmisi kebijakan moneter syariah dengan karakteristiknya. Sukmana dkk (2010)
meneliti upaya awal untuk mengetahui adanya transmisi kebijakan moneter pada jalur
pembiayaan melalui perbankan Syariah Malaysia ke pertumbuhan ekonomi.
1. Tingkat Imbal Hasil SBIS
Peraturan Bank Indonesia nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia
Syariah menyatakan bahwa SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah
berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia menggunakan Akad Jua‟lah. SBIS dibuat oleh Bank Indonesia dalam
rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan prinsip syariah. Kedua
instrumen ini memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai instrumen Operasi Pasar
40
Terbuka dalam rangka pengendalian moneter dengan tujuan akhir kestabilan nilai
rupiah dan tingkat inflasi.
Penggunaan akad Jua‟lah pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah berarti suatu janji
atau komitmen (iltizam) untuk memberi imbalan tertentu (ju‟ul) atas hasil (natijah)
yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Dalam hal ini Bank Indonesia bertindak
sebagai pemberi pekerjaan (Ja‟il), bank syariah bertindak sebagai penerima
perkerjaan (Maj‟ullah) dan objek/ underlying Ju‟alah (mahall al-„aqd) adalah
partisipasi bank syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian
moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank
Indonesia dalam jumlah dan waktu tertentu. Di dalam prakteknya yaitu saat Bank
Indonesia akan melakukan transaksi lelang SBIS maka Bank Indonesia akan
mengumumkan bahwa Bank Indonesia akan melakukan kebijakan moneternya yaitu
akan menyerap likuiditas yang beredar di masyarakat.
Maka bank syariah akan membeli SBIS tersebut dan mendapatkan imbalan tertentu.
Jumlah nominal Ju‟ul atau imbalannya harus dibayarkan oleh Ja‟il yang ditetapkan
saat terjadinya akad dan harus disepakati oleh kedua belah pihak.
Tingkat suku bunga pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan tingkat imbal hasil
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) nantinya akan digunakan sebagai proksi
bagi kebijakan moneter, oleh karenanya perubahan pada tingkat suku bunga SBI
diharapkan mampu memberi pengaruh pada tingkat suku bunga kredit. Dengan kata
lain tingkat suku bunga SBI dijadikan barometer untuk menentukan tingkat suku
bunga deposito, kemudian suku bunga pinjaman akan merespon perubahan tersebut.
41
Tujuan kebijakan moneter dalam ekonomi syariah adalah:
a. Dapat mengetahui lebih mendalam bagaimana mekanisme uang, bagi hasil
dan lembaga keuangan.
b. Menganalisis fenomena moneter dalam kaitannya dengan efek kebijakan
moneter terhadap kegiatan ekonomi syariah berdasarkan prinsip bagi hasil:
- Bagi hasil ditentukan besarnya rasio pada waktu akad dengan berpedoman
pada kemungkinan terjadinya untung/rugi yang diperoleh.
- Bagi hasil bergantung pada kegiatan ekonomi yang dilakukan.
c. Melengkapi kebutuhan transaksi masyarakat, khususnya dalam rangka
menumbuhkan pertumbuhan ekonomi.
- Menciptakan stabilitas harga, bank sentral menciptakan dan meminjamkan
nominal uang kepada pemerintah untuk mengendalikan perilaku bunga.
- Adanya keseimbangan surplus pembayaran.
2. Tingkat Bagi Hasil
Keharaman bunga dalam syariah membawa konsekuensi adanya penghapusan bunga
secara mutlak. Teori profit-loss sharing (PLS) dibangun sebagai tawaran baru di luar
sistem bunga yang cenderung tidak mencerminkan keadilan (injustice/dzalim) karena
memberikan diskriminasi terhadap pembagian resiko maupun untung bagi para
pelaku ekonomi (Sadeq, 1992). Principles of Islamic finance di bangun atas dasar
larangan riba, larangan gharar, tuntunan bisnis halal, resiko bisnis ditanggung
bersama, dan transaksi ekonomi berlandaskan pada pertimbangan memenuhi rasa
keadilan (Alsadek, et al., 2006). Profit-loss sharing berarti keuntungan dan atau
42
kerugian yang mungkin timbul dari kegiatan ekonomi/bisnis ditanggung bersamasama.
Dalam atribut nisbah bagi hasil tidak terdapat suatu fixed and certain return
sebagaimana bunga, tetapi dilakukan profit and loss sharing berdasarkan
produktifitas nyata dari produk tersebut (Adiwarman, 2001). Sebenarnya dalam
perekonomian modern pembiayaan dengan sistem PLS sudah biasa terjadi dalam
berbagai kegiatan penyertaan modal (equity financing) bisnis. Kepemilikan saham
dalam suatu perseroan merupakan contoh populer dalam penyertaan modal.
Pemegang saham akan menerima keuntungan berupa deviden sekaligus menanggung
resiko jika perusahaan mengalami kerugian (Anto, 2003).
Dalam sistem Profit Loss Sharing harga modal ditentukan secara bersama dengan
peran dari kewirausahaan. Price of capital dan entrepreneurship merupakan kesatuan
integratif yang secara bersama-sama harus diperhitungkan dalam menentukan harga
faktor produksi. Dalam pandangan syariah uang dapat dikembangkan hanya dengan
suatu produktifitas nyata. Tidak ada tambahan atas pokok uang yang tidak
menghasilkan produktifitas.
3. Pembiayaan Bank Syari’ah
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas
penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit
unit. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi:
a. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi
43
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha
produksi, perdagangan, maupun investasi
b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk dipakai memenuhi
kebutuhan.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi:
1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan (1)
peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun
secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi; dan (2) untuk
keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal
(capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
4. Deposito Mudharabah Bank syari’ah
Deposito bank syariah menggunakan prinsip syariah, besarnya keuntungan (return)
yang diberikan kepada deposan tergantung dari besarnya keuntungan yang diperoleh
bank dari pembiayaan.
Saat ini, bank syariah dalam menentukan besarnya lending rate dan funding rate
masih dipengaruhi oleh perhitungan cost of fund. Metode ini menggunakan suku
bunga pasar sebagai benchmark (rujukan) dan menggunakan filosofi cost of money
pada teknis perhitungan lending rate yaitu dengan menghitung estimated cost of fund
ketika terjadi perubahan pada suku bunga SBI.
44
Mudharabah adalah suatu akad penyerahan modal atau semaknanya dalam jumlah,
jenis dan karakter tertentu dari seorang pemilik modal (shahib al-maal) kepada
pengelola (mudharib) untuk dipergunakan sebagai sebuah usaha dengan ketentuan
jika usaha tersebut mendatangkan hasil, maka hasil (keuntungan) tersebut dibagi
berdua berdasarkan kesepakatan sebelumnya, sementara jika usaha tersebut tidak
mendatangkan hasil (rugi), maka kerugian materi sepenuhnya ditanggung oleh
pemilik modal dengan syarat dan rukun-rukun tertentu.
F.
Produk Domestik Bruto (PDB)
PDB merupakan jumlah produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit
produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam
perhitungan PDB ini, termasuk produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan.
Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan
penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari PDB dianggap bersifat
bruto/kotor. (Sukirno, 1997).
Nilai PDB dibedakan menurut harga berlaku (current year price) dan harga konstan
(base-year price). Menurut harga berlaku artinya nilai barang dan jasa dihitung
berdasarkan pada harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan, yang berarti
termasuk kenaikan harga-harga ikut dihitung. Sedangkan menurut harga konstan nilai
barang dan jasa yang dihasilkan dihitung berdasarkan harga pada tahun dasar (IHK =
100).
45
Untuk memudahkan pemahaman tentang bagaimana sebuah perekonomian
menggunakan sumberdaya yang langka, para ekonom mencoba memilah-milah
komposisi PDB menjadi beberapa macam pengeluaran dirumuskan sebagai berikut:
Y = AE + ( X – M )
(2.1)
Keterangan:
Y
AE
C
G
I
X-M
= PDB
= Aggregate Expenditure = C + I + G
= Konsumsi
= Government Expenditure
= Investasi
= Selisih antara ekspor dan impor/ekspor neto
Komponen pertama yaitu konsumsi oleh sektor perorangan. Komponen kedua yaitu
pembelian pemerintah atas barang dan jasa, misalnya saja pengeluaran untuk
pertahanan nasional, pembuatan jalan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
dan gaji pegawai negeri. Komponen ketiga yaitu investasi domestik bruto swasta
yang berarti penambahan persedian fisik modal. Investasi mencakup pembangunan
konstruksi rumah, pembuatan mesun, konstruksi pabrik, dan penambahan persediaan
barang perusahaan. Komponen keempat menunjukkan pengaruh dari pengeluaran
domestik atas barang-barang luar negeri dan pengaruh pengeluaran luar negeri atas
barang-barang domestik terhadap permintaan agregat dan output domestik.
Dalam perhitungan pendapatan diketahui beberapa metode yaitu: (1) metode
pendapatan, (2) metode produksi, dan (3) metode pengeluaran. PDB harga berlaku
nominal menunjukkan kemampuan sumberdaya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu
46
negara. PDB harga konstan (rill) dapat digunakan untuk menunjukkan laju
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun.
Perhitungan kenaikan PDB/GDP secara matematis adalah sebagai berikut:
R(t-1,t) = GDPt - GDPt-1
GDPt-1
x 100%
(2.2)
Dimana:
R(t-1,t)
GDPt
GDPt-1
= Persentase kenaikan GDP
= GDP tahun tertentu
= GDP tahun sebelumnya
Kebijakan moneter yang dianut oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, sasaran
utama Bank Indonesia adalah inflasi dan nilai tukar rupiah, namun selain kedua hal
tersebut pertumbuhan ekonomi juga merupakan sasaran Bank Indonesia. Maka
apabila inflasi dan nilai tukar rupiah masih dalam kestabilan maka tujuan sasaran
Bank Indonesia berikutnya adalah pertumbuhan ekonomi (Mardani, 2013).
G.
Inflasi
Menurut Bodie dan Marcus (2001:331) inflasi merupakan suatu nilai dimana tingkat
harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan. Inflasi adalah salah satu
peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecenderungan akan naiknya harga-harga
barang secara umum, yang berarti terjadinya penurunan nilai uang. Inflasi
merupakan kejadian ekonomi yang sering terjadi meskipun kita tidak menghendaki.
Milton Friedman mengatakan inflasi ada dimana saja dan merupakan fenomena
moneter yang mencerminkan adanya pertumbuhan yang kelebihan dan tidak stabil.
(Dournbursch & Fischer, 2001).
47
Menurut Sukirno (2004: 333), inflasi yaitu kenaikan dalam harga barang dan jasa,
yang terjadi karena permintaan bertambah lebih besar dibandingkan dengan
penawaran barang di pasar. Dengan kata lain, terlalu banyak uang yang memburu
barang yang sedikit. Inflasi menunjuk pada harga-harga lain (harga perdagangan
besar, upah, harga, asset, dan sebagainya).
Apabila didefinisikan, inflasi adalah suatu kejadian yang menunjukkan kenaikan
tingkat harga secara umum dan berlangsung secara terus – menerus. Dari definisi
tersebut ada 3 kriteria yang perlu dilihat untuk melihat terjadinya inflasi, yaitu
kenaikan harga yang bersifat umum, dan terjadi terus–menerus dalam rentang waktu
tertentu. Apabila terjadi kenaikan harga suatu barang yang tidak mempengaruhi
harga barang lain, sehingga harga tidak naik secara umum, kejadian tersebut bukanlah
inflasi. Kecuali yang naik tersebut adalah harga BBM, ini berpengaruh terhadap
harga lain sehingga secara umum semua produk semua mengalami kenaikan harga.
Bila kenaikan itu terjadi naik dan sesaat turun lagi, itu pun belum dapat dikatakan
inflasi karena kenaikan harga yang diperhitungkan dalam inflasi mempunyai rentang
waktu dalam sebulan.
Inflasi yang terus berlanjut apalagi sampai melampaui angka dua digit dapat
berpengaruh pada distribusi pendapatan dan alokasi faktor produksi nasional. Selai
itu prospek pembangunan jangka panjang merupakan bagian penting dari kegiatan
ekonomi suatu negara. Inflasi akan terus bertambah cepat apabila tidak diatasi.
Inflasi yang bertambah serius akan mengurangi investasi yang produktif, mengurangi
48
ekspor dan mengurangi impor. Kecenderungan ini akan memperlambat pertumbuhan
perekonomian (Sadono Sukirno, 2002 : 16).
Penyebab terjadinya inflasi yaitu yang pertama permintaan (demand pull inflation).
Inflasi ini didasarkan pandangan karena adanya perubahan permintaan agregat, yaitu
terjadinya kelebihan permintaan (excess demand) terhadap barang-barang dalam
perekonomian secara keseluruhan. Inflasi ini yang timbul karena adanya permintaan
total (agregat demand) sementara produksi berada dalam kondisi full employment.
Penambahan permintaan akan menyebabkan terjadinya inflationary gap yang
menimbulkan inflasi. Jadi, Demand pull inflation adalah diakibatkan oleh perubahanperubahan yang terjadi pada sisi permintaan agregat (AD) dari barang dan jasa pada
suatu perekonomian. Yang kedua, Inflasi penawaran (cost push inflation), yaitu
inflasi yang disebabkan adanya dorongan biaya, misalnya karena adanya tuntutan
kenaikan harga dari pemilik faktor produksi. Inflasi ini ditandai dengan kenaikan
harga dan turunnya produksi (inflasi yang diikuti oleh resesi. Kenaikan biaya
produksi antara lain disebabkan oleh perjuangan buruh menuntut kenaikan upah,
industri yang bersifat monopoli, dan kenaikan harga bahan baku industri. Jadi, Cost
Push Inflation adalah inflasi yang terjadi karena adanya perubahan-perubahan pada
sisi penawaran agregat (AS) dari barang dan jasa pada suatu perekonomian.
Seberapa jauh pengaruh inflasi dalam perekonomian sangat tergantung pada tingkat
keparahan inflasi tersebut. Kadangkala kenaikan harga yang terlalu tinggi mempunyai
pengaruh yang positif terutama terhadap iklim investasi karena kenaikan harga pada
dasarnya merupakan insentif bagi pengusaha untuk melakukan kegiatan produksinya.
49
Secara teori, laju inflasi yang terlalu rendah menunjukkan adanya kelesuan ekonomi.
Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa harga-harga yang tidak bergerak keatas
sehingga menandakan adanya kelemahan pada sisi permintaan. Tidak jarang terlalu
rendahnya tingkat inflasi merupakan indikator lemahnya daya beli masyarakat yang
pada gilirannya akan menekan laju pertumbuhan ekonomi. Kesepakatan para ahli
bahwa efek positif pertumbuhan dicapai secara maksimal pada kisaran inflasi sebesar
5 - 6% pertahun.
Mengingat adanya distorsi yang ditimbulkan oleh inflasi, maka kebijakan
pengendalian inflasi akan memiliki manfaat ganda (multi benefit) karena disatu sisi
akan memperkuat daya beli masyarakat terutama mereka yang mempunyai
pendapatan relatif tetap dan juga berfungsi untuk memperbaiki eksternal ekuilibrium
(neraca perdagangan).
Dilihat dari segi permintaan, bank sentral selaku otoritas moneter dapat menetapkan
tingkat diskonto (suku bunga pinjaman yang diberikan bank sentral kepada bank
umum) dalam sistem moneter konvensional dan dapat memberikan acuan untuk
perbankan syariah dalam menetapkan tingkat bagi imbal/bagi hasil pada sistem
moneter syariah. Apabila suku bunga pinjaman tinggi, maka akan terjadi penurunan
pinjaman bank umum yang dikarenakan tingkat pengembalian pinjaman menjadi
besar. Hal tersebut akan menyebabkan rendahnya uang yang beredar, dalam kata lain
disebut dengan kebijakan moneter kontraktif, sehingga pada akhirnya tingkat inflasi
akan menurun. Begitu pula dari sisi tabungan, apabila suku bunga tabungan tinggi,
50
masyarakat cenderung akan meningkatkan jumlah tabungannya sehingga uang yang
beredar berkurang dan menurunkan tingkat inflasi. Sama halnya dengan perbankan
syariah, apabila tingkat imbal/bagi hasil yang disepakati besar maka akan terjadi
penurunan jumlah pembiayaan yang diberikan kepada masyarakat, sehingga jumlah
pembiayaan mengecil, jumlah uang beredar turun dan inflasi rendah. Selain itu,
politik pasar terbuka, yang dilakukan dengan cara menjual surat berharga sehingga
bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar agar laju inflasi
menjadi rendah.
Namun, dilihat dari segi penawaran, apabila suku bunga kredit dan tingkat bagi hasil
pembiayaan syariah tinggi, maka biaya modal yang harus dikeluarkan para pelaku
usaha akan meningkat. Hal tersebut akan mengakibatkan kenaikan harga-harga
barang secara berkala yang pada akhirnya akan meyebabkan inflasi tinggi. Begitu
pula sebaliknya.
H.
Vector Auto Regression (VAR) & Vector Error Correction Model (VECM)
Model Vector Auto Regression atau disingkat dengan VAR dikembangkan oleh ahli
ekonometrika untuk menyelesaikan persoalan yang seringkali terjadi, yaitu ketika
teori ekonomi belum mampu menentukan spesifikasi yang tepat. Misalnya teori
terlalu komplek sehingga simplifikasi harus dibuat atau sebaliknya fenomena yang
ada terlalu kompleks jika hanya dijelaskan dengan teori yang ada. Model VAR
dibangun dengan pertimbangan meminimalkan pendekatan teori dengan tujuan agar
51
mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik. Dengan demikian VAR adalah
model non struktural atau merupakan model tidak teoritis (ateoritis).
Model VAR adalah model persamaan regresi yang menggunakan data time series.
Langkah pertama pembentukan model VAR adalah dengan melakukan uji
stasioneritas data.
Data Time Series
Uji Stasioneritas Data
Stasioner
Tidak Stasioner
VAR bentuk Diferensi
VAR bentuk Level/
Unrestricted VAR
Uji Kointegrasi
Tidak Terkointegrasi
Terkointegrasi
VAR In Differences
Restricted VAR/VECM
Sumber: Widarjono, 2009 (diolah)
Gambar 8. Proses Pembentukan VAR
Jika data adalah stasioner pada tingkat level maka model VAR-nya adalah model
VAR biasa (unrestricted VAR). Sebaliknya apabila data tidak stasioner pada level
tetapi stasioner pada proses diferensi data, maka harus diuji apakah data mempunyai
hubungan dalam jangka panjang atau tidak dengan melakukan uji kointegrasi.
52
Apabila terdapat kointegrasi maka model yang digunakan adalah Vector Error
Correction Model (VECM). Model VECM ini merupakan model yang terestriksi
(restricted VAR) karena adanya kointegrasi yang menunjukan adanya hubungan
jangka panjang antar variabel di dalam sistem VAR. Spesifikasi VECM merestriksi
hubungan perilaku jangka panjang antar variabel agar konvergen ke dalam hubungan
kointegrasi namun tetap membiarkan perubahan dinamis dalam jangka pendek.
Terminologi kointegrasi ini dikenal sebagai koreksi kesalahan (error correction)
karena bila terjadi deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang akan dikoreksi
melalui penyesuaian parsial jangka pendek secara bertahap. Apabila data stasioner
pada proses diferensi data namun variabel tidak terkointegrasi maka disebut model
VAR dengan data diferensi (VAR in Difference).
Selain uji stasioneritas dan kointegrasi data, hal yang juga penting dalam estimasi
VAR adalah masalah penentuan panjangnya kelambanan di dalam sistem VAR.
Panjangnya kelambanan variabel yang optimal diperlukan untuk menangkap
pengaruh dari setiap variabel terhadap variabel yang lain di dalam sistem VAR.
Penentuan panjangnya kelambanan optimal ini bisa menggunakan beberapa kriteria
seperti Akaike Information Criteria (AIC). Schwartz Information Criteria (SIC), atau
dengan menggunakan Hannan-Quin Criteria (HQ). Ada beberapa analisis penting
yang bisa dihasilkan di dalam model VAR yaitu Peramalan, Impulse Response,
Variance Decomposition, dan Uji Kausalitas.
53
I.
Studi Empirik
Sebelum melakukan penelitian ini, penulis mencoba mempelajari hasil-hasil
penelitian yang berkaitan dengan topik yang sedang ditulis yang telah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya. Tabel 2 dibawah ini berupa ringkasan penelitian yang dilakukan
oleh Ascarya (2010). Penelitian Ascarya ini penulis gunakan sebagai rujukan utama
dalam penulisan skripsi ini.
Tabel 2.
Alur Transmisi dan Efektivitas Kebijakan Moneter Ganda di
Indonesia periode januari 2003 sampai desember 2009
Penulis
Judul
Variabel yang dipakai
Ascarya,
2010
Alur
Transmisi
dan
Efektivitas
Kebijakan
Moneter
Ganda di
Indonesia
periode
januari 2003
sampai
desember
2009
- SBI 1 bulan
- tingkat Imbal hasil
SBIS
- Suku bunga pasar
uang antar bank
- Tingkat bagi hasil
pasar uang antarbank
syariah
- Suku bunga kredit
(modal kerja)
- Tingkat bagi hasil
pembiayaan
- Total kredit bank
konvensional
- Total pembiayaan
bank syariah
- Tingkat inflasi
Metode
Penelitian
Model
Penelitian
yang
digunakan
dalam
penelitian ini
adalah
Granger
Causality dan
Vector
Autoregression
(VAR) /
Vector Error
Correction
Model
(VECM).
Hasil Penelitian
alur transmisi kebijakan
moneter konvensional
sesuai teori, sedangkan
alur transmisi kebijakan
moneter Syariah belum
dapat diidentifikasi
secara jelas dan
terputus di PUAS.
kesimpulan empiris
bahwa kebijakan
moneter
untuk(pengurangan
inflasi) dengan pola
Syariah lebih efektif
dari pada dengan pola
Konvensional.
Ringkasan penelitian pada Tabel 3 di bawah ini menggunakan analisis VAR yang
digunakan untuk menganalisis efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter di
indonesia melalui jalur suku bunga selama periode 1990:2–2007:1. Penelitian ini
dilakukan oleh Natsir
54
Tabel 3.
Ringkasan Penelitian “Analisis Empiris Efektivitas Transmisi
Kebijakan Moneter Di Indonesia Melalui Jalur Suku Bunga”
Penulis
Judul
Natsir,
Agust
2011
Analisis
Empiris
Efektivita
s
Transmisi
Kebijakan
Moneter
Di
Indonesia
Melalui
Jalur Suku
Bunga
Variabel yang
dipakai
- Inf : Inflasi
- OG : Output
Gap
- rPUAB : Suku
bunga pasar
uang antar
bank
- rDEPO : Suku
bunga
deposito
- rKRDT : Suku
bunga kredit
- rSBI : Suku
bunga SBI
Metode
Penelitian
Model
Penelitian
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini adalah
Vector
Auto
Regressio
n (VAR)
Hasil Penelitian
Melalui jalur ini dibutuhkan time lag
sekitar 10 triwulan atau dua tahun
enam bulan hingga terwujudnya
sasaran akhir kebijakan moneter.
Respons variabel-variabel pada jalur
ini terhadap shock rSBI relatif kuat
dan variable utama jalur ini yaitu
rPUAB mampu menjelaskan variasi
sasaran akhir kebijakan moneter secara
signifikan yakni sebesar 63,11%. Hasil
ini sekaligus menunjukkan bahwa
rPUAB berfungsi secara efektif
sebagai sasaran operasional kebijakan
moneter di Indonesia.
Ringkasan penelitian pada Tabel 4 di bawah ini menggunakan analisis VAR/VECM
yang digunakan untuk menganalisis Mekanisme Transmisi Syariah pada Sistem
Moneter Ganda di Indonesia periode 2002:06 sampai 2008:05.
Tabel 4.
Penulis
Ali
Sakti,
2009
Ringkasan Penelitian “Mekanisme Transmisi Syariah pada Sistem
Moneter Ganda di Indonesia”
Judul
Mekanisme
Transmisi Syariah
pada Sistem
Moneter Ganda di
Indonesia
Variabel yang
dipakai
- Finc : Total
Pinjaman yang
diberikan oleh
perbankan
syariah
- Inf : Tingkat
inflasi yang
dihitung dengan
Indeks Harga
Konsumen
- PUAB :
Tingkat bunga
pasar uang
antar bank
- Mat : tingkat
bunga
maturities
- rSBI : tingkat
bunga sertifikat
Metode
Penelitian
Model
Penelitian yang
digunakan
dalam penelitian
ini adalah
Vector Auto
Regression
(VAR).
Hasil Penelitian
- instrumen
moneter
konvensional –dalam hal
ini PUAB dan SBIberkontribusi lebih besar
(yakni
23.1
persen)
terhadap
variabel
pembiayaan perbankan
syariah
(LNFINCG)
dibanding
instrumen
syariah sendiri (PUAS
dan SWBI yang hanya
sebesar 11.2 persen).
- Dengan melihat dampak
dari instrumen moneter
syariah SWBI atau SBI
Syariah yang
menyebabkan turunnya
pembiayaan perbankan
syariah secara umum,
55
Tabel 4. (Lanjutan)
- bank indonesia
- PUAS : tingkat
bagi hasil
perbankan
syariah
- rSBIS : tingkat
bagi hasil
sertifikat bank
indonesia
syari’ah
kiranya perlu peninjauan
ulang terhadap instrumen
ini.
- dengan semakin tinggi
jumlah pembiayaan
perbankan syariah
Indonesia maka akan
berpengaruh positif pada
penurunan tingkat inflasi
Indonesia.
Tabel 5 di bawah ini berisi ringkasan penelitian yang dilakukan oleh Dini Hasanah
(2011). Penelitian ini menganalisis tentang Analisis Efektivitas Jalur Pembiayaan
Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia Dengan Metode
VAR/VECM.
Tabel 5.
Ringkasan Penelitian “Analisis Analisis Efektivitas Jalur
Pembiayaan Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di
Indonesia Dengan Metode VAR/VECM”
Penulis
Judul
Dini
Hasanah,
Mei 2011
Analisis
Efektivitas Jalur
Pembiayaan
Dalam
Mekanisme
Transmisi
Kebijakan
Moneter Di
Indonesia Dengan
Metode
VAR/VECM
-
-
-
-
Variabel yang
dipakai
Inf : Inflasi
rSBIS : tingkat
bagi hasil
sertifikat bank
indonesia
syari’ah
rPUAS : tingkat
bagi hasil pasar
uang antar bank
syariah
LFIN :
Pembiayaan
bank syariah
LIPI : indeks
produksi industri
Metode
Penelitian
Model yang
digunakan
dalam
penlitian ini
yaitu model
VAR/VECM
Hasil Penelitian
-
-
Efektivitas jalur
pembiayaan dalam
mekanisme transmisi
kebijakan moneter di
Indonesia masih
lemah.
Hasil uji impuls
response function
membuktikan pola
hubungan satu arah
rSBIS terhadap
rPUAS positif,
rPUAS terhadap
pembiayaan negatif,
pembiayaan terhadap
produksi industri
positif dan produksi
industri terhadap
inflasi positif.
56
Tabel 6 di bawah ini berisi ringkasan penelitian oleh Aam Slamet Rusydiana (2009)
bertujuan untuk mengidentifikasi proses transmisi moneter syariah di Indonesia
melalui salah satu jalur, yakni jalur pembiayaan/financing (dalam konvensional
dikenal sebagai jalur kredit).
Tabel 6.
Ringkasan Penelitian “Mekanisme Transmisi Syari’ah pada
Sistem Moneter Ganda di Indonesia”
Penulis
Judul
Aam
Slamet
Rusydi
ana
Mekanisme
Transmisi
Syari’ah pada
Sistem Moneter
Ganda di
Indonesia
Variabel
yang dipakai
- LNFinc
- SWBI
- SBI
- PUAS
- PUAB
- LNIHK
Metode
Penelitian
Model yang
digunakan
dalam penlitian
ini yaitu model
Vector Auto
Regression
(VAR) dan
Vector Error
Correction
Model (VECM)
Hasil Penelitian
-
-
-
Jika melihat struktur
dekomposisi varian, variabelvariabel dalam model yang
berkontribusi terhadap
pembiayaan perbankan syariah
(LNFINCG) berturut-turut
adalah: variabel Pasar Uang
Antar Bank/PUAB (sebesar
12.7%), SBI (10.4%), PUAS
(6.6%), SWBI (4.6%) dan
LNIHK/inflasi (1.7%). Hasil
ini menunjukkan bahwa
instrumen moneter
konvensional –dalam hal ini
PUAB dan SBI- berkontribusi
lebih besar (yakni 23.1 persen)
terhadap variabel pembiayaan
perbankan syariah (LNFINCG)
dibanding instrumen syariah
sendiri (PUAS dan SWBI yang
hanya sebesar 11.2 persen).
Hal ini adalah wajar dan dapat
dipahami karena saat ini
pangsa industri perbankan
konvensional jauh lebih besar
dibanding perbankan syariah
yang hanya sekitar 2%-share
perbankan secara umum.
Hasil IRF lain memperlihatkan
bahwa pola hubungan
LNFINCG dengan SBI adalah
negatif.
Kesimpulan lain yang tidak
kalah penting adalah bahwa
pola hubungan antara
LNFINCG dengan LNIHK
(inflasi) adalah juga negatif..
57
Tabel 7 di bawah ini berisi ringkasan penelitian yang dilakukan oleh Saijad Zaheer,
Steven Ongena, dan Sweder van ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan
respon perbankan terhadap guncangan kebijakan moneter melalui bank konvensional
dan bank syari’ah di Pakistan. Penelitian ini dilakukan oleh dosen fakultas ekonomi
dan bisnis universitas amsterdam.
Tabel 7.
Ringkasan Penelitian “The Transmission of Monetary Policy
through Conventional and Islamic Banks”
Penulis
Judul
Saijad
Zaheer,
Steven
Ongena,
dan
Sweder
van,
April
2012
“The
Transmission of
Monetary Policy
through
Conventional and
Islamic Banks”
-
-
Variabel yang
dipakai
Deposito
Uang primer
Tingkat bunga
obligasi
pemerintah
LOAN
Metode
Penelitian
Model yang
digunakan
dalam
penelitian ini
yaitu the
Bernanke and
Blinder (1988)
model
Hasil Penelitian
-
Bank-bank Islam yang
setara dengan bankbank kecil dalam hal
ukuran aset dan
sebagai bank Islam
menggunakan tingkat
bunga konvensional
sebagai patokan
utama, seseorang
dapat mengharapkan
bahwa saluran
pinjaman bank juga
akan beroperasi
melalui bank syariah .
Namun, karena bank
Islam memperluas
selama periode
sampel, pertumbuhan
deposito mereka
mungkin telah kurang
dipengaruhi oleh
kebijakan moneter
yang ketat . Selain itu,
pangsa deposito tetap
mereka secara total
deposito lebih tinggi
dari bank
konvensional .
58
Tabel 8 di bawah ini berisi ringkasan penelitian oleh David / D.J.C. Smant (2012)
bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana kredit perbankan dalam transmisi
kebijakan moneter.
Tabel 8.
Penulis
Ringkasan Penelitian “Bank credit in the transmission of monetary
policy: A critical review of the issues and evidence”
Judul
David /
D.J.C.
Smant,
Maret
Bank credit in the
transmission of
monetary policy:
A critical review
Tabel 8.
(Lanjutan)
2012
of the issues and
evidence
Variabel yang
dipakai
- Cadangan
Bank
- Obligasi
- LOAN
Metode
Penelitian
Model yang
digunakan
dalam
penelitian ini
-
yaitu the
Bernanke and
Blinder (1988)
model
Deposito Bank
Hasil Penelitian
Pandangan kredit
menekankan dampak
kebijakan moneter pada
jumlah dan kondisi kredit
yang diberikan oleh sektor
perbankan sebagai saluran
utama elemen
transmission. Pertama ,
dalam sistem perbankan
cadangan fraksional ada
uang dan penciptaan kredit
elemen di mana bank-bank
meningkatkan jumlah daya
beli ekonomi yang luas
Kedua , pinjaman bank
kepada sektor swasta
mungkin menjadi istimewa
karena bank perantara
kredit sangat efisien .
Tabel 9 di bawah ini berisi ringkasan penelitian oleh Sinaga, Juwita (2012) bertujuan
untuk mengidentifikasi bagaimana efektivitas mekanisme transmisi kebijakan
moneter jalur kredit di indonesia.
59
Tabel 9.
Penulis
Juwita
Sinaga
Ringkasan Penelitian “Analisis Efektivitas Mekanisme Transmisi
Kebijakan Moneter Jalur Kredit Di Indonesia”
Judul
Analisis
Efektivitas
Mekanisme
Transmisi
Kebijakan
Moneter Jalur
Kredit Di
Indonesia
-
-
Variabel yang
dipakai
data kredit
jumlah uang
beredar
suku bunga
SBI
suku bunga
kredit
Produk
Domestik
Bruto
Inflasi
Metode
Penelitian
Model yang
digunakan
dalam
penelitian ini
yaitu metode
Vector
Autoregressi
on (VAR),
Impluse
Response
Function
(IRF) dan
Varian
Decompositi
on (VD)
Hasil Penelitian
-
-
seluruh variabel saling
memberikan pengaruh
terhadap variabel yang
lainnya sehingga
mencapai keseimbangan
jangka panjang. Hal
tersebut ditunjukkan
hasil estimasi uji IRF
pada setiap variabel.
Semua variabel masingmasing saling
berkontribusi terhadap
variabel lainnya, hal
tersebut ditunjukkan oleh
hasil estimasi uji VD
dalam penelitian ini,
dimana setiap variabel
memberikan sumbangan
terhadap variabel
lainnya.
Download