BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan

advertisement
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Sejenis yang Relevan
Penelitian pola kalimat yang sudah pernah dilakukan adalah analisis pola
kalimat berpredikat verba dalam bahasa Indonesia pada buku mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas V dan VI Sekolah Dasar karya Purwati dari Universitas
Muhammadiyah Purwokerto pada tahun 2004. Penelitian tersebut bertujuan untuk
memberikan wujud ketransitifan verba yang berupa pola ketransitifan verba dasar dan
verba berafiks, pola kalimat berpredikat verba menurut fungsi, kategori dan peran
sintaksis serta akumulasi pola kalimat berpredikat verba pada buku mata pelajaran
bahasa Indonesia kelas V dan VI Sekolah Dasar. Jenis penelitian ini menggunakan
metode kualitatif deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku
mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V dan VI Sekolah Dasar. Penyedian data
menggunakan metode simak yakni teknik sadap, teknik simak bebas libat cakap, dan
teknik catat. Pada tahap analisis data menggunakan metode agih yaitu teknik bagi
unsur langsung dan teknik luas. Tahap penyajian data ini berupa pemaparan laporan
tertulis.
Berdasarkan kajian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda
dengan penelitian Purwati. Perbedaannya yaitu terletak pada sumber data, tujuan
penelitian dan penyediaan data. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sumber
data dari buku teks SMA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola
kalimat tunggal. Penyedian data yang digunakan oleh peneliti menggunakan teknik
Bagi Unsur Langsung (BUL).
9
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
10
B. Frasa
Gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif, gabungan itu
dapat rapat, dapat renggang (Kridalaksana, 2011: 66). Menurut Chaer (2007: 222)
frasa lazim diidentifikasi sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang
bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu
fungsi sintaksis di dalam kalimat. Menurut Ramlan (2001: 139) frasa merupakan
satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih, yang tidak melebihi batas fungsi
unsur klausa. Frasa adalah satuan garamatik yang terdiri dari dua kata atau lebih dan
tidak melampaui batas fungsi baik fungsi S, P, O atau fungsi-fungsi lainnya. Kata
adalah satuan bahasa yang dapat beridi sendiri, terjadi dari morfem tunggal
(Kridalaksana, 2011: 110)
Jadi, frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih dalam
kalimat yang bersifat nonpredikatif dan tidak melebihi batas fungsi unsur klausa
dalam sintaksis. Adapun Ciri-ciri frasa sebagai berikut:
1.
terdiri dari dua kata atau lebih, frasa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari
dua kata atau lebih,
2.
tidak melampaui batas fungsi, maksudnya frasa itu selalu terdapat dalam satu
fungsi unsur klausa, yaitu S, P, O, Pel, atau Ket,
3.
biasdiperluas atau disisipi dan atau yang.
Dari pengertian dan ciri-ciri di atas, maka frasa:
1.
frasa harus merupakan kelompok kata, frasa tidak bias berdiri sendiri,
2.
frasa boleh mengisi berbagai fungsi sintaksis S, P, O, Pel, dan Ket asalkan tidak
melampaui batas fungsi,
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
11
3.
frasa tidak memiliki intonasi dan penjedaan atau tanda baca, maka tidak
berpotensi menjadi kalimat, dan
4.
frasa merupakan konstituen untuk klausa, kalimat dan wacana. Unsur bahasa yang
merupakan bagian dari satuan yang lebih besar.
C. Klausa
Menurut Ramlan (2001: 79) klausa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari
subjek dan predikat, disertai objek, pelengkap dan keterangan atau tidak. Dengan
ringkasan klausa ialah S P (O), (Pel), (Ket). Tanda kurung menandakan bahwa apa
yang terletak dalam kurung itu bersifat maknasuka, artinya boleh ada boleh juga tidak.
Menurut Chaer (2007: 231) klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata
berkonstruksi predikatif, konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase yang
berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan
sebagai keterangan. Klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas S dan P baik
disertai O, Pel, Ket maupun tidak. Unsur klausa berupa S dan P, sedangkan O, Pel,
dan Ket bukan unsur utama. S juga bisa dilesapkan sehingga unsur pokok klausa
adalah P, rumusnya adalah (S) (P) (O) (Pel).
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan
gramatikal yang terdiri dari subyek dan predikat, disertai objek, pelengkap dan
keterangan. Dengan ringkasan klausa adalah S P (O), (Pel), (Ket). Runtunan kata-kata
berkontruksi predikatif. Klausa biasanya terdapat unsur O, Pel, Ket yang sifatnya
manasuka. Unsur S juga bisa dilesapkan sehingga unsur pokok kluasa adalah P.
Ada empat macam ciri-ciri klausa, yaitu:
a.
terdiri atas S dan P baik disertai O, Pel, Ket maupun tidak,
b.
unsur klausa berupa S dan P,
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
12
c.
unsur utama klausa adalah P karena S dapat dilesapkan,
d.
mempunyai rumus (S) (P) (O) (Pel).
Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri klausa, maka:
a.
klausa dapat hanya terdiri dari satu kata,
b.
klausa hanya mengisi fungsi sintaksis yang satu yakni P,
c.
klausa tidak memiliki intonasi dan penjedaan atau tanda baca, tetapi memiliki
potensi menjadi kalimat,
d.
klausa merupakan konstituen untuk kalimat dan wacana.
D. Kalimat
1.
Pengertian Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang
mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam lisan kalimat diucapkan dengan suara naik
turun dank eras lembut, di sela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti
oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya suatu perpaduan atau asimilasi bunyi atau
proses fonologinya. Dalam bentuk tulisan huruf latin, kalimat dimulai dengan huruf
capital dan diakhiri dengantanda titik (.), tanda Tanya (?), atau tanda seru, sementara
itu di dalamnya disertakana pula tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah
(-), dan spasi. Titik, tanda Tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir,
sedagkan tanda baca lainnya sepadan dengan jeda. Spasi yang mengikuti tanda titik,
tanda Tanya, dan tanda seru melambangkan kesenyapan (Alwi, dkk., 2003: 311).
Tarigan (2009: 6) kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatef dapat
berdiri sendiri yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa.
Kalimat adalah satuan gramatik yang didahului dan diakhiri kesenyapan akhir yang
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
13
berisi pikiran yang lengkap dalam ujaran. Menurut Kridalaksana (2011:103)
menyatakan bahwa kalimat merupakan satuan bahasa yang relatif berdiri sendiri,
mempunyai intonasi final, dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa.
Dari beberapa pengertian atau batasan kalimat di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan
pikiran yang utuh. Dalam bentuk lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan
keras lembut, mempunyai intonasi final, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi
akhir yang diikuti oleh kesenyapan. Dalam wujud tulis, kalimat dimulai dengan huruf
kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!);
sementara itu di dalamnya disertakan berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua
(:), tanda pisah (-), dan spasi.
Ada empat macam Ciri-ciri kalimat, yaitu:
a.
konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau lebih,
b.
diakhiri dengan intonasi atau tanda baca,
c.
merupakan konstruksi sintaksis yang mengandung unsur predikasi,
d.
terdiri atas unsurS dan P dengan atau tanpa O, Pel, atau K.
Dari pengertian dan ciri-ciri di atas maka:
a.
kalimat dapat hanya terdiri dari satu kata, beberapa frasa, maupun beberapa
klausa;
b.
kalimat terdiri dari berbagai fungsi yang membentuk satu pola pikiran;
c.
kalimat memiliki intonasi dan penjedaan atau tanda baca;
d. kalimat merupakan konstituen untuk wacana.
Contoh:
Adiknya gagah.
S
P
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
14
Byan bermain bola.
S
P
O
Ibu berbicara tentang pernikahanku.
S
P
Pel
Ayah sedang pergi ke kantor.
S
P
Ket
2.
Jenis-Jenis Kalimat
Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
kalimat majemuk dan kalimat tunggal. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terjadi
dari beberapa klausa bebas (Kridalaksana, 2011: 105). Kalimat tunggal adalah kalimat
yang terdiri atas satu klausa atau satu konsttituen SP. Jadi, unsur inti kalimat tunggal
ialah subjek dan predikat (Rusyana dan Samsuri dalam Putrayasa 2006: 26). Menurut
Alwi, dkk., (2003: 313-314) kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas
satu klausa. Hal itu berarti bahwa konstituen untuk tiap unsur kalimat, seperti subjek
dan predikat, hanyalah satu atau merupakan satu.
Kalimat tunggal menurut Putrayasa (2008:26-40) berdasarkan kategori
predikatnya dapat dibedakan menjadi lima, yaitu: kalimat berpredikat verbal, kalimat
berpredikat adjektival, kalimat berpredikat nominal (termasuk pronominal), kalimat
berpredikat numeral dan kalimat berpredikat frasa preposional. Di dalam kalimat
tunggal tentu saja terdapat semua unsur wajib yang diperlukan. Unsur wajib yang
dimaksud adalah subjek dan predikat. Disamping itu tidak mustahil ada pula unsur
mana suka seperti keterangan. Dengan demikian, kalimat tunggal tidak selalu dalam
wujud kalimat yang pendek, tetapi juga dapat berupa kalimat yang panjang.
Ada dua macam kalimat tunggal, yaitu kalimat tunggal sederhana dan kalimat
tunggal luas. Kalimat tunggal sederhana adalah kalimat tunggal yang hanya terdiri
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
15
dari kata yang menduduki jabatan subjek predikat dan secara fakultatif objek. Kalimat
tunggal luas adalah kalimat tunggal yang di samping terdiri atas kata yang menduduki
fungsi sebagai subjek, predikat, dan objek, juga terdapat unsur perluasan. Unsur
perluasan itu dapat meliputi keterangan subjek, keterangan predikat, keterangan objek,
dan keterangan lain yang tidak sampai membentuk klausa.
3.
Fungsi Sintaksis Unsur-unsur Kalimat
Fungsi adalah peran sebuah unsur dalam satuan sintaksis yang lebih luas
(Kridalaksana, 20011: 67). Fungsi sintaksis utama dalam bahasa adalah predikat,
subjek, objek, pelengkap dan keterangan (Putrayasa, 2008: 64). Alwi (2003: 36)
menyatakan fungsi sintaksis dalam bahasa yaitu predikat, subjek, objek, pelengkap
dan keterangan. Dalam sebuah kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaktis itu terisi,
tetapi paling tidak harus ada konstituen pengisi subjek dan predikat. Di bawah ini
berturut-turut dibicarakan fungdi predikat, subjek, objek, pelengkap dan keterangan.
1) Subjek (S)
Pada umumnya, subjek berupa nomina, frasa nomina, atau sesuatu yang
dianggap nomina (Putrayasa, 2008: 64). Menurut Alwi, dkk.(2003: 227) subjek
terletak di sebelah kiri predikat. Jika unsur subjek panjang dibandingkan dengan unsur
predikat, subjek sering juga diletakkan di akhir kalimat. Menurut Parera (2009: 170171) subjek adalah pelaku atau yang melakukan pekerjaan/ perbuatan. Subjek atau
pokok kalimat merupakan unsur utama kalimat. Subjek menentukan kejelasan
kalimat. Penempatan subjek yang tidak tepat dapat menghamburkan makna kalimat.
Subjek dapat berupa kata dan dapat pula frasa. Keberadaan subjek dalam kalimat
berfungsi:
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
16
a)
membentuk kalimat dasar, kalimat luas, kalimat tunggal, kalimat majemuk,
b) memperjelas makna, memperjelas pikiran atau gagasan yang diungkapkan dan
menetukan kejelasan makna kalimat,
c)
menjadi pokok pikiran, subjek atau pokok kalimat merupakan unsur utama
kalimat,
d) menegaskan (memfokuskan) makna, penempatan subjek yang tidak tepat, dapat
mengaburkan makna kalimat,
e) memperjelas pikiran ungkapan, subjek menentukan kejelasan makna kalimat
f) membentukkesatuan pikiran (Asri Ismail, (online)).
Ciri-ciri dari subjek, yaitu:
a) jawaban apa atau sifat, untuk menentukan subjek, kita dapat bertanya dengan
memakai kata tanya apa atau siapa di hadapan predikat,
b) didahuluikata bahwa, di dalam kalimat pasif kata bahwa merupakan penanda
bahwa unsur yang menyertainya adalah anak kalimat pengisi fungsi subjek. Di
samping itu, kata bahwa juga merupakan penanda subjek yang berupa anak
kalimat pada kalimat yang menggunakan kata adalah atau ialah,
c) berada kata atau frasa benda (nomina), dibentuk dengan kata benda atau sesuatu
yang dibendakan,
d) disertaikata ini, atau itu, kebanyakan subjek dalam bahasa Indonesia bersifat
takrif (definite). Untuk menyatakan takrif, biasanya digunakan kata itu. Subjek
yang sudah takrif misalnya nama orang, nama negara, instansi, atau nama diri lain
dan juga pronomina tidak disertai kata itu. Contoh: Mahasiswa itu sedang
berorasi.
e) disertai pewatas yang,kata yang disini sebagai pembatas subjek dan predikat,
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
17
f)
kata sifat didahului kata si atau sang,di depan subjek apabila kata sifat didahului
dengan kata si atau sang,
g) tidak didahului preposisi: di, dalam, pada, kepda, bagi, untuk, dari, menurut,
berdasarkan, dan lain-lain, dan
h) tidakdapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat dengan kata bukan.
Contoh:
(1) Saya sudah mulai mengantuk.
(2) Air sungai kecil itu terus menerus menggericik.
2) Predikat (P)
Predikat adalah bagian klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh
pembicara tentang subjek (Kridalaksana, 20011: 198). Predikat merupakan konstituen
pokok yang disertai konstituen subjek di sebelah kiri dan jika ada konstituen objek,
pelengkap, dan atau keterangan wajib di sebelah kanan (Alwi, dkk., 2003: 326).
Menurut Putrayasa (2008: 65) predikat adalah bagian yang memberi keterangan
tentang sesuatu yang berdiri sendiri atau subjek itu. Memberi keterangan tentang
sesuatu yang berdiri sendiri tentulah yang menyatakan apa yang dikerjakan atau
dalam keadaan apakah subjek itu. Oleh karena itu, biasanya predikat terjadi dari kata
kerja atau kata keadaan. Kita selalu dapat bertanya dengan memakai kata tanya
mengapa, artinya dalam keadaan apa, bagaimana, atau mengerjakan apa?
Seperti halnya subjek, predikat kebanyakan muncul secara eksplisit.Predikat
dapat berupa kata dan dapat pula frasa. Keberadaan predikat dalam kalimat berfungsi:
a)
membentuk kalimat dasar, kalimat tunggal, kalimat luas, kalimat majemuk,
b) menjadi unsur penjelas, yaitu memperjelas pikiran atau gagasan yang
diungkapkan dan menentukan kejelasan makna kalimat,
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
18
c)
menegaskan makna, predikat adalah bagian yang member keterangan tentang
sesuatu yang berdiri sendiri atau subjek itu,
d) membentuk kesatuan makna, dan
e)
sebagaisebutan, predikat adalah keterangan yang dibuat mengenai orang atau
barang.
Ciri-ciri dari predikat yaitu:
a)
jawaban mengapa, bagaimana, fungsi predikat dalam kalimat dapat menjawab
dari pertanyaan mengapa, dan bagaimana,
b) dapat diinkarkan dengan tidak atau bukan,di dalam sebuah kalimat di depan
fungsi predikat bias diletkan dengan kata tidak atau bukan
c)
dapat didahului keterangan aspek: akan, sudah, sedang,
d) dapat didahului keterangan modalitas: sebaiknya, seharusnya, seyogyanya, mesti,
selayaknya dan lain-lain,
Tidak didahului dengan kata yang, jika didahului kata
a)
yang predikat berubah fungsi menjadi perluasan subjek,
b) didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni, dan
c)
predikat dapat berupa kata benda, kata sifat, kata kerja, atau bilangan.
Contoh : (3) Pengusaha itu menemukan peluang bisnis barunya.
3) Objek (O)
Objek adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat
yang berupa verba transitif pada kalimat aktif. Objek juga berwujud frasa nominal
atau klausa; berada langsung di belakang predikat; menjadi subjek akibat penafsiran
kalimat; dapat diganti pronominal -nya (Alwi, dkk., 2003: 328-329). Objek
merupakan nomina atau kelompok nomina yang melengkapi verba-verba tertentu
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
19
dalam klausa (Kridalaksana, 20011: 166). Menurut Parera (2009: 171) objek adalah
penderita atau yang kena perbuatan/ pekerjaan atau yang menderita. Subjek dan
predikat cenderung muncul secara eksplisit dalam kalimat, namun objek tidaklah
demikian halnya. Kehadiran objek dalam kalimat bergantung pada jenis predikat
kalimat serta ciri khas objek itu sendiri. Dalam kalimat objek berfungsi sebagai:
a)
membentuk kalimat dasar pada kalimat berpredikat transtif,
b) memperjelas makna, dan
c)
membentuk kesatuan atau kelengkapan pikiran, objek dapat dikenali dengan
meperhatikan jenis predikat yang melengkapinya.
Ciri-ciri dari objek, yaitu:
a)
berupa kata benda,biasanya objek berupa nomina atau frasa nominal,
b) tidak didahului kata depan, biasanya objek ditandai oleh kehadiran afiks tertentu,
yaitu sufiks –kan dan –i serta prefiks meng-,
c)
mengikuti langsung di belakang predikat transitif,
d) jawaban apa atau siapa yang terltak di belakang predikat transitif, dan
e)
dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat itu dipasifkan.
Contoh:
Kalimat yang benar: Mahasiswa itu menerangkan kerangka berfikirnya.
Kalimat yang salah: Mahasiswa itu menerangkan tentang kerangka berfikirnya.
4) Pelengkap (Pel)
Pelengkap dan objek sering berwujud nomina dan keduanya juga sering
menduduki tempat yang sama, yakni di belakang verba. Pelengkap berwujud frasa
nominal, frasa verbal, frasa adjektival, frasa preposisional, atau klausa; berada
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
20
langsung di belakang predikat jika tak ada objek dan di belakang objek kalau unsur ini
hadir; tak dapat menjadi subjek akibat pemasifan kalimat; tidak dapat diganti dengan nya kecuali dalam kombinasi preposisi selain di, ke, dari, dan akan (Alwi, dkk., 2003:
329). Pelengkap adalah unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi,
mengkhususkan objek, dan melengkapi struktur kalimat. Menurut Ramlan (2001: 84)
pelengkap mempunyai persamaan dengan O, baik O1 maupun O2, yaitu selalu terletak
di belakang P. Perbedaanya ialah O selalu terdapat dalam klausa yang dapat
dipasifkan, sedangkan pelengkap terdapat dalam klausa yang tidak dapat diubah
menjadi bentuk pasif atau mungkin juga terdapat dalam klausa pasif. Adapun Ciri-ciri
pelengkap sebagai berikut:
a)
bukan unsur utama, tapi tanpa pelengkap kalimat itu tidak jelas dan tidak lengkap
informasinya,
b) terletak di belakang predikat yang bukan kata kerja transitif, misalnya:
Melengkapi struktur:
Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila.
S
P
Pel
Ia menjadi rektor.
S
P
Pel
Mengkhususkan makna objek, misalnya:
Ibu membawakan saya oleh-oleh.
S
P
O
Pel
5) Keterangan (Ket)
Menurut Alwi, dkk., (2003: 330) keterangan merupakan fungsi sintaksis yang
paling beragam dan paling mudah berpindah letaknya. Keterangan merupakan kata
atau kelompok kata yang dipakai untuk meluaskan atau membatasi makna subyek atau
predikat dalam klausa (Kridalaksana, 2011: 120). Keterangan kalimat berfungsi
menjelaskan atau melengkapi informasi pesan-pesan kalimat. Tanpa keterangan,
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
21
informasi menjadi tidak jelas. Hal ini dapat dirasakan kehadirannya terutama dalam
surat undangan, laporan penelitian, dan informasi yang terkait dengan tempat, waktu,
sebab dan lain-lain.
Ciri-ciri Keterangan sebagai berikut:
a)
bukan unsur utama kalimat, tetapi kalimat tanpa keterangan, pesan menjadi tidak
jelas, dan tidak lengkap, misalnya surat undangan, tanpa keterangan tidak
komunikatif,
b) tempat tidak terikat posisi, pada awal, tengah, atau akhir kalimat,
c)
dapatberupa: keterangan waktu, tujuan, tempat, senan, akibat, syarat, cara,
posesif, dan pengganti nomina,
Contoh penempatan keterangan:
Pada awal kalimat, (4) “Kemarin rector berangkat ke Tokyo.”
Pada tengah kalimat, (5) ”Rektor kemarin berangkat ke Tokyo.”
Pada akhir kalimat, (6) ”Rektor berangkat ke Tokyo kemarin.”
d) Dapat berupa keterangan tambahan dapat berupa aposisi; misalnya: keterangan
tambahan subjek, tidak dapat menggantikan subjek, sedangkan aposisi dapat
menggantikan subjek.
Contoh:
(7) Megawati, yang menjabat Presiden RI 2001-2004, adalah putra Bung Karno.
(keterangan tambahan)
(8) Megawati, Presiden RI 2001-2004, adalah putra Bung Karno. (aposisi)
4.
Kategori
Kategori sintaksis adalah apa yang yang sering disebut kelas kata, seperti
nomina, verba, adjektiva, adverbia, adposisi (preposisi atau posposisi) (Verhaar,
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
22
2001: 170). Menurut Kridalaksana (20011: 113) kategori adalah golongan satuan
bahasa yang anggota-anggotanya mempunyai perilaku sintakstis dan mempunyai sifat
hubungan yang sama. Kategori atau kelas kata adalah kata yang mempunyai bentuk
serta perilaku yang sama, atau mirip, dimasukkan ke dalam satu kelompok, sedangkan
kata lain yang bentuk dan perilakunya sama atau mirip dengan sesamanya, tetapi
dengan kelompok yang pertama, dimasukkan ke dalam kelompok yang lain. Dengan
kata lain, kata dapat dibedakan berdasarkan kategori sintaksisnya (Alwi, 2003: 35-36).
1) Nomina (N) sering juga disebut kata benda, dapat dilihat dari tiga segi, yakni segi
semantik, segi sintaksis dan segi bentuk. Dari segi semantic, kita dapat
mengatakan bahwa nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang,
benda dan konsep atau pengertian. Frasa nominal (FN) adalah frasa yang
memiliki distribusi yang sama dengan kata nominal. Persamaan distribusi itu
dapat diketahui dengan jelas dari jajaran:
(9) Ia membeli baju baru
(10) Ia membeli baju
Frasa baju baru dalam klausa di atas mempunyai distribusi yang sama dengan
kata baju. Kata baju termasuk golongan kata nominal, karena itu frasa baju baru
termasuk golongan frasa nominal.
2) Verba, secara umum disebut kata kerja biasanya muncul dalam kalimat
menempati fungsi predikat (P). Secara umum verba dapat diidentifikasi dan
dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari adjektiva karena ciri-ciri
berikut: verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat
dalam kalimat; verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau
keadaan yang bukat sifat atau kualitas; verba khususnya yang bermakna keadaan;
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
23
pada umunya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan
makna kesangatan. Frasa verbal ialah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata
atau lebih dengan verba sebagai intinya tetapi bentuk ini tidak merupakan klausa.
Conoh:
(1) Dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru di perpustakaan
(2) Dua orang mahasiswa – membaca buku baru di perpustakaan
Frasa sedang membaca dalam klausa di atas mempunyai distribusi yang sama
dengan kata membaca. Kata membaca termasuk golongan V, karena itu frasa
sedang membaca juga termasuk golongan V.
3) Adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang
sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Adjektiva juga dicirikan
sebagai beriku: agak, dapat, harus, kurang, lebih, paling, dan sangat.
agak baik
akan tenang
amat pandai
belum baik
dapat palsu
harus baik
kurang pandai
lebih baik
paling tinggi
selalu rajin
4) Adverbia atau kata keterangan muncul dalam kalimat sering menyertai jenis kata
lain yang menjadi P, misalnya: sangat baik, kata baik merupakan inti dan sangat
merupakan pewatas. Frasa adverbial yang termasuk jenis ini: agak besar, kurang
pandai, hampir baik, begitu kuat, pandai sekali, lebih kuat, dengan bangga, dan
dengan gelisah. Frasa adverbial yang bersifat koordinatif (tidak saling
menerangkan), misalnya: lebih kurang, kata lebih tidak menerangkan kurang dan
kurang tidak menerangkan lebih.
5) Adposisi (preposisi atau posposisi) adalah kata yang terletak di depan kata lain
sehingga berbentuk frasa atau kelompok kata.
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
24
Preposisi dasar: di, ke, dari, pada, demi, dan lain-lain
(11) Demi kemakmuran bangsa, mari kita tegakkan hokum dan keadilan.
Preposisi turunan: di antara, di atas, ke dalam, kepada, dan lain-lain.
(12) Di antara calon peserta lomba terdapat nama seorang peserta yang sudah
menjadi juara selama dua tahun.
5.
Makna Sintaksis (Peran)
Kridalaksana (2011: 187) peran adalah hubungan predikator dengan sebuah
nomina dalam proposisi. Verhaar (2001: 167) mengatakan bahwa peran adalah segi
semantis
dari
peserta-peserta
verba.
Unsur
ini
berkaitan
dengan
makna
gramatikal/sintaksis. Menurut Ramlan (makna adalah 2001: 94) istilah makna di sini
digunakan sebagai isi semantic unsur-unsur satuan gramatik, baik berupa klausa
maupun frasa. Makna bersifat relasional, maksunya makna suatu unsur satuan
gramaitk ditentukan berdasarkan hubungannya dengan unsur yang lain.
Dalam menganalisis peran sintaksis ada beberapa model dari pakar-pakar
terkemuka seperti Verhaar (1977); Ramlan (2001); dan Alwi, dkk. Penelitian ini
menggunakan analisis dari Ramlan (2001), karena dalam buku Ramlan analisis
tentang peran lebih khusus dan mudah dipahami oleh pembaca. Peran-peran tersebut
sebagai berikut:
1) Makna unsur pengisi subjek (S), ada beberapa kemungkinan makna unsur pengisi
S, yaitu menyatakan: pelaku, alat, sebab, penderita, hasil, tempat, penerima,
pengalam, dikenal dan terjumlah.
2) Makna unsur pengisi predikat (P), yaitu menyatakan: perbuatan, keadaan,
keberadaan, pengenal, jumlah, dan pemerolehan.
3) Makna unsur pengisi objek (O), yaitu menyatakan: penderita, penerima, tempat,
alat, dan hasil.
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
25
4) Makna unsur pengisi pelengkap (Pel), yaitu menyatakan : penderita dan alat.
5) Makna unsur pengisi keterangan (Ket), yaitu menyatakan : tempat, waktu, cara,
penerima,
peserta,
alat,
sebab,
pelaku,
keseringan,
perbandingan,
dan
perkecualian.
6. Pola Dasar Kalimat Tunggal
Menurut Kridalaksana (2011:197) pola kalimat adalah konsep sintaksis yang
mencakup
kontruksi-kontruksi
seperti
indikatif,
interogatif,
imperative
dan
sebagainya. Dalam suatu kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaksis terisi, tetapi
paling tidak ada konstituen pengisis subjek dan predikat. Kehadiran konstituen lainnya
banyak ditentukan oleh konstituen pengisi predikat. Oleh karena itu menurut Alwi,
dkk.(2003: 322) pola kalimat dapat dipahami dalam bentuk tabel.
Tabel 1. Pola-Pola Kalimat Dasar
Fungsi
S-P
S-P-O
S-P-Pel
S-P-Ket
S-P-OPel
S-P-OKet
Subjek
Predikat
Orang itu
Saya
Ayahnya
Rani
Beliau
sedang tidur
Mahasiswa
Membeli
Mendapat
Menjadi
Pancasila
Merupakan
Kami
Kecelakaan
itu
Dia
Dian
Pak Raden
Beliau
Tinggal
Terjadi
Mengirimi
Mengambilkan
Memasukkan
memperlakukan
Objek
Pelengkap
Keterangan
mobil baru
hadiah
ketua
koperasi
dasar
negara kita
di Jakarta
minggu lalu
ibunya
adiknya
Uang
Kami
Uang
air minum
ke bank
dengan baik
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
26
E. Perbedaan Frasa, Klausa dan Kalimat
Frasa lazim diidentifakasikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan
kata yang bersifat nonpredikatif. Frasa tidak boleh mengandung predikat karena
kelompok kata yang mengandung predikat akan membentuk klausa, bahkan dapat
membentuk kalimat. Yang dimaksud dengan predikat adalah kata atau kelompok kata
yang menerangkan perbuatan/tindakan atau sifat dari subjek (pelaku). Kelompok kata
yang mengandung predikat adalah klausa, sedangkan kelompok kata yang tidak
mengandung predikat adalah frasa.
1.
Perbedaan frasa dengan kalimat, yaitu: frasa adalah gabungan dua kata atau lebih
yang sifatnya tidak predikatif, gabungan itu dapat rapat, dapat renggang
sedangkan kalimat adalah satuan bahasa yang relatif dapat berdiri sendiri yang
mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa seperti yang sudah
dijlaskan diatas. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari contoh berikut:
a. Frasa:
cerita yang menarik
kedatangan yang terlambat
ke kantor
b. Kalimat:
Ceritanya menarik.
S
P
Terlambat datangnya.
P
S
Ibu pergi ke kantor.
S
P
Ket
2.
Perbedaan frasa dengan klausa, yaitu: Jika frasa harus berupa kelompok kata
maka klausa tidak harus berupa kelompok kata. Jika frasa boleh mengisi berbagai
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
27
fungsi sintaktis (S, P, O, Pel, Ket) maka klausa hanya mengisi fungsi sintaktis,
sehingga klausa itu bersifat predikatif sedangkan frasa bersifat nonpredikatif.
3.
Perbedaan klausa dengan kalimat,yaitu: klausa adalah satuan gramatikal yang
terdiri dari subjek dan predikat, disertai objek, pelengkap dan keterangan atau
tidak sedangkan kalimat adalah satuan bahasa yang relatef yang dapat berdiri
sendiri yang mempunyai intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa. Perbedaan
tersebut dapat dilihat dari contoh berikut:
a.
Klausa
(13) kakak akan pergi ke Bali
(14) ayah pergi ke Jakarta
(15) pertandingan itu berlangsung
(16) mereka pergi ke luar lapangan
b.
Kalimat
(17) Besok pagi kakak akan pergi ke Bali dan ayah pergi ke Jakarta.
(18) Ketika pertandingan itu berlangsung mereka pergi ke luar lapangan
Widjono Hs. 2008. Bahasa Indonesia. Jakarta: grasindo, (onlaine).
F. Wacana
1.
Pengertian Wacana
Pengertian wacana dapat dilihat dari berbagai segi. Dari segi sosiologi, wacana
menunjuk pada hubungan konteks sosial dalam pemakaian bahasa, sedangkan dari
segi linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Di
samping itu, Hawthorn (1992) juga mengemukakan pengertian wacana merupakan
komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicara
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
28
dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya ditentukan oleh
tujuan sosialnya. Sedangkan Roger Fowler (1977) mengemukakan bahwa wacana
adalah komunikasi lisan dan tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai,
dan kategori yang termasuk di dalamnya (Apriliasya, (online)).
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap. Dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam
bentuk karangan yang utuh (novel buku seri, ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf,
kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Kridalaksana, 20011: 259).
Menurut Chaer (2007: 267) wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga
dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
Henry Guntur Tarigan (1987:27) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan
bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan
koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan
dapat disampaikan secara lisan atau tertulis, sedangkan menurut J.S. Badudu (2000)
wacana yaitu rentetan kalimat yang „berkaitan dengan‟, yang menghubungkan
proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan,
sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Selanjutnya
dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi
atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi dan
berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, serta dapat
disampaikan secara lisan dan tertulis (Apriliasya, (online)).
2.
Ciri-ciri wacana
Ciri-ciri wacana adalah sebagai berikut:
a.
satuan gramatikal,
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
29
b.
satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap,
c.
untaian kalimat-kalimat,
d.
memiliki hubungan proposisi,
e.
memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan,
f.
memiliki hubungan koherensi,
g.
memiliki hubungan kohesi,
h.
rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi,
i.
bisa transaksional juga interaksional,
j.
medium bisa lisan maupun tulis,
k.
sesuaidengan konteks.
3.
Jenis Wacana
Mulyana (2005: 47) mengklasifikasikan wacana yaitu berdasarkan bentuk,
media penyampaian, jumlah penutur, sifat, isi, dan berdasarkan gaya dan tujuan.
Menurut (Webster dalam Sobur 2009: 9) wacana adalah komunikasi pikiran dengan
kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; konversi atau percakapan.
Komunikasi secara umum, terutama sebagai subjek studi atau pokok telaah.Risalat
tulis; disertasi formal; kuliah; ceramah; khotbah. Dalam penelitian ini peneliti
membatasi pada media penyampaian (wacana tulis) dan sifat (wacana non-fiksi)
karena wacana tersebut lebih mudah dipahami bagi pembaca.
a.
Wacana Tulis
Wacana tulis (written discourse) adalah jenis wacana yang dismpaikan melalui
tulisan.Berbagai bentuk wacana yang disampaikan melalui tulisan. Berbagai bentuk
wacana sebenarnya dapat dipresentasikan atau direalisasikan melalui tulisan.
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
30
b. Wacana Non-fiksi
Wacana non-fiksi disebut juga wacana ilmiah. Wacana non-fiksi dismpaikan
dengan cara dan pola-pola ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Bahasa yang digunakan bersifat denotative, lugas dan jelas. Secara umum
penyampaianya
tidak
mengabaikan
kaidah-kaidah
gramatika
bahasa
yang
bersangkutan.
G. Buku Teks Bahasa Indonesia
1.
Pengertian
Buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu yang bidang itu
dibuat maksud-maksud dan tujuan intruksional yang diperlengkapi dengan saranasarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolahsekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat menunjang suatu program pengajaran
(Tarigan, 1986: 12-13). Sementara itu Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2004:
3) menyebutkan bahwa buku teks atau buku pelajaran adalah sekumpulan tulisan yang
dibuat secara sistematis berisi tentang suatu materi pelajaran tertentu, yang disiapkan
oleh pengarangnya dengan menggunakan acuan kurikulum yang berlaku.Substansi
yang ada dalam buku diturunkan dari kompetensi yang harus dikuasai oleh
pembacanya (dalam hal ini siswa).
Pusat Perbukuan (2006: 1) menyimpulkan bahwa buku teks adalah buku yang
dijadikan pegangan siswa pada jenjang tertentu sebagai media pembelajaran
(instruksional), berkaitan dengan bidang studi tertentu. Buku teks merupakan buku
standar yang disusun oleh pakar dalam bidangnya, biasa dilengkapi sarana
pembelajaran (seperti pita rekaman), dan digunakan sebagai penunjang program
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
31
pembelajaran. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005
menjelaskan bahwa buku teks (buku pelajaran) adalah buku acuan wajib untuk
digunakan di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan
keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan
kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan (Rahman, (online)).
Buku teks bahasa Indonesia adalah buku bahasa Indonesia yang dijadikan pegangan
siswa pada jenjang tertentu sebagai media pembelajaran (instruksional), berkaitan
dengan bidang studi bahasa Indonesia.
Bagi pengebangan didaktik metodik yang mutahir, dan disajikan secara
berkelanjutan dan berkaitan dengan pengalaman-pengalaman belajar berbahasa yang
lain secara terpadu. Buku teks memiliki 7 prinsip dalam penyusunannya yaitu, prinsip
kebermaknaan, prinsip keotentikan, prinsip keterpaduan, prinsip keberfungsian,
prinsip performasi komunikatif, prinsip kebertautan dan prinsip penilaian. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan 2 prinsip,yaitu prinsip kebertautan dan prinsip
penilaian. Prinsip kebertautan (kontekstual), prinsip ini khususnya berkaiatn dengan
pemanfaatan media dan sumber belajar. Agar diperoleh hasil yang optima
pembelajaran bahasa dengan menggunakan media dan sumber belajar yang tepat.
Prinsip penilaian, pembelajaran bahasa dengan ancangan komunikasi menuntut
penilaian yang ; (1) mengukur langsung kemahiran berbahasa siswa secara
menyeluruh dan terpadu; (2) mendorong siswa agar aktif berlatih berbahasa Indonesia
secara tulis atau lisan, baik produktif maupun reseptif; (3) mengarahkan kemampuan
siswa dalam menghasilkan wacana lisan maupun tulian (Suryaman, 2006: 10-14).
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
32
2.
Jenis Buku Teks
Buku teks sangatlah erat dengan pembelajaran. Dalam pembelajaran buku teks
yang
digunakan
itu
beranekaragam
jenisnya,
sehingga
dapat
saling
melengkapi dan menyempurnakan antara buku teks yang satu dengan yang lainnya.
Dilihat dari segi fungsinya buku teks dibedakan menjadi dua macam,yaitu: buku teks
wajib dan buku teks tak lengkap. Dilihat dari segi cara penulisan buku teks dibagi
menjadi tiga jenis yaitu buku teks tunggal, buku teks berjilid dan buku teks berseri
(Tarigan, 1986: 31). Buku teks tunggal adalah buku teks yang hanya terdiri dari atas
satu buku saja. Buku teks berjilid adalah buku pelajaran untuk kelas tertentu atau
untuk satu jenjang sekolah tertentu. Buku teks berseri adalah buku pelajran berjilid
mencakup beberapa jenjang sekolah, misalnya dari SD-SMP-SMA.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan buku teks berseri. Buku ini sering
digunakan sebagai pedoman pembelajaran di kelas. Buku teks merupakan buku
pelajaran dalam bidang studi tertentu, yang merupakan buku standar, yang disusun
oleh para pakar dalam bidang itu untuk mencapai tujuan instruksional tertentu yang
dilengkapi dengan sarana–sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh
para pemakainya sehingga dapat menunjang suatu program pengajaran. Sebagai salah
satu bahan ajar, buku teks hendaknya disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku
dan berorientasi pada tujuan pengajaran.
Analisis Pola Kalimat..., Siti Nurshofiyati, FKIP UMP, 2014
Download