BAB I - Digital Library UWP

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini kemajuan di bidang teknologi informasi semakin
pesat, seiring dengan perkembangan masyarakat. Salah satu bukti
dari kemajuan di bidang teknologi tersebut dengan ditemukannya
teknologi
komputer,
praktek Computerized
sebagai
Record
Keeping.
akibatnya
timbul
Computerized
Record
Keeping adalah rekaman penetapan secara komputerisasi yang
secara cepat menjadi prosedur yang normal dalam kegiatan bisnis
sehari-hari.Gejala ini membawa permasalahan di bidang hukum,
terutama mengenai alat bukti data elektronik dalam bentuk
transaksi elektronik.
Dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin
pesat
dan
perkembangan
telekomunikasi
tersebut
sangat
memudahkan seseorang berkirim surat elektronik yang lebih
dikenal dengan e-mail,sebab penggunaan e-mail tersebut dianggap
murah dan cepat. Penggunaan e-mail juga sangat berperan sekali
dalam berbagai kegiatan pendidikan, bisnis, perdagangan, sosial
dan berbagai kegiatan lainnya. Untuk itu perlu adanya pengertian
baru mengenai alat bukti yang dapat digunakan dalam proses
persidangan dalam bentuk e-mail tersebut.
Di
beberapa
Negara
berkembang
seperti
Indonesia,
Malaysia, dan singapura. Transaksi Elektronik mulai digunakan
1
2
untuk proses transaksi, data elektronik seperti Email, Credit Card,
Fax, dan E-pay.Dalam bentuk e-mail sudah menjadi pertimbangan
bagi hakim dalam memutus suatu perkara (perdata). Kiranya, tidak
perlu menunggu lama agar persoalan bukti elektronik, termasuk email, untuk mendapatkan pengakuan secara hukum sebagai alat
bukti yang sah di pengadilan.
Di China misalnya,
membuat
peraturan khusus untuk
mengakui data elektronik. Salah satu pasal Contract Law of
People’s Republic of China 1999 menyebutkan, “bukti tulisan” yang
diakui sebagai alat bukti dalam pelaksanaan kontrak (perjanjian)
antara lain : surat dan data teks dalam berbagai bentuk, seperti
telegram, teleks, faksimili dan e-mail 1.
Dengan perkembangan teknologi keberadaan dokumen ini
menjadi
konsekwensi
kegiatan
bisnis
dalam
yang
praktek
menggunakan
bisnis.
Dalam
perangkat
praktek
elektronik
(komputer) dalam kegiatan bisnis, tidak ada satu alasan untuk
menyetarakan dengan tulisan asli. Cakupannya begitu luas, seperti
persetujuan, rekaman, kompilasi data dalam berbagai bentuk
termasuk
undang-undang,
opini,
dan
hasil
penelitian
yang
dihasilkan pada waktu transaksi itu dibuat atau yang dihasilkan
melalui pertukaran informasi dengan menggunakan komputer.
1
CONTRACT LAW OF THE PEOPLE'S REPUBLIC OF CHINA, Pasal 11 “ Sebuah
tulisan berarti nota kontrak, surat atau pesan elektronik (termasuk telegram, teleks,
faksimili
pertukaran,
data
elektronik
dan
mengekspresikan isinya dalam bentuk nyata.
surat
elektronik),
dll
yang
mampu
3
Semua
bukti
tadi
mendengarkan
pendapat
tersebut
bisa
juga
diakui
secara
(keterangan)
diakui
tanpa
hukum
seorang
adanya
setelah
ahli.Dokumen
keterangan,
jika
sebelumnya telah ada sertifikasi terhadap metode bisnis tersebut.
Cara pertama disebut sebagai pengakuan yang didasarkan
atas kemampuan komputer untuk menyimpan data. Pengakuan
tersebutsering digunakan dalam praktek bisnis maupun non-bisnis
untuk menyetarakan dokumen elektronik dalam bentuk e-mail
dengan dokumen konvensional.
Cara kedua untuk mengakui dokumen elektronik adalah
dengan menyandarkan pada hasil akhir komputer.Misalkan dengan
out put dari sebuah program komputer yang hasilnya tidak
didahului dengan campur tangan secara fisik.Contohnya, rekaman
log in internet, rekaman telephon dan transaksi Automatic Transfer
Money (ATM). Artinya dengan sendirinya bukti elektronik dalam
bentuk e-mail tersebut diakui sebagai bukti elektronik dan memiliki
kekuatan hukum. Kecuali bisa dibuktikan lain, data tersebut bisa
dikesampingkan.
Sebenarnya ada satu hal yang patut dipertimbangkan dalam
pengakuan suatu data elektronik mengenai pembuktiannya dalam
sidang pengadilan.Dalam praktek kegiatan bisnis, keberadaan
dokumen elektronik memang tak bisa dihindari.Transaksi ekspor
dan impor (antar negara) sudah sejak lama menggunakan
Elektronik Data Interchange (EDI). Hampir semua negara di dunia
4
menggunakan dan menerima suatu transaksi yang dilakukan
dengan EDI.
Indonesia sudah menggunakan EDI sejak 1967 hingga saat
ini.Namun, pengadilan sendiri belum menerima bukti elektronik
dalam bentuk e-mail tersebut sebagai alat bukti yang sah di
pengadilan.Tetapitidaklah tepat jika dikatakan Indonesia telah
ketinggalandalam menggunakan data elektronik sebagai bukti
transaksi.
Dengan adanya internet, seolah ada semacam pengaburan
akan adanya pengakuan terhadap data elektronik dalam bentuk email melalui transaksi. Jika dilihat dari esensi dari transaksi yang
dilakukan secara elektronik, sepanjang para pihak tidak keberatan
dengan prasyarat dalam perjanjian tersebut, segala bukti transaksi
yang dihasilkan dalam transaksi tersebut memiliki nilai yang sama
dengan dokumen transaksi konvensional.
Dalam hukum positif Indonesia, penggunaan data elektronik
tidak setegas di beberapa negara. Apa yang diperjanjikan atau apa
yang secara nyata tersebut secara subtantif telah sesuai dengan
kaidah hukum yang berlaku.
Untuk pengakuan data atau bukti elektronik di Indonesia
bukanlah sesuatu yang baru. Meskipun masih sedikit kasus yang
menggunakan bukti elektronik dalam bentuk e-mail sebagai alat
bukti di pengadilan, itu dikarenakan rentannya kemauan dari hakim
untuk
mempelajari
hal-hal
yang
baru.
Khususnya,
berkaitan
dengan pemanfaatan teknologi informasi.Karena memang saat ini
5
belum ada suatu kesepakatan hukum dari para praktisi hukum
untuk menetapkan ketentuan yang menyatakan bahwa suatu bukti
elektronik dalam bentuk e-mail dapat dijadikan sebagai alat bukti
yang sah di pengadilan yang dapat dipersamakan dengan surat
otentik. Sebagai
contoh
tudingan
monopoli
ditujukan
kepada
Microsoft. Sebagian alat bukti yang disampaikan oleh pemerintah
Amerika terhadap Microsoft adalah e-mail yang dikirimkan oleh
pegawai di perusahaan Microsoft yang dikirimkan ke masingmasing pihak.
Secara teknis, bila terdapat satu standart keamanan untuk
memberikan jaminan keotentikan suatu dokumen, selayaknya
transaksi (pertukaran informasi) yang dilakukan oleh para pihak
harus
dinyatakan
valid
dan
memiliki
nilai
pembuktian
di
pengadilan. Hal ini penting, karena menyangkut persoalan siapa
yang mengirimkan e-mail tersebut.
Dengan mengetahui siapa yang mengirimkan, tergugat
dapat menjadikan bukti tersebut sebagai dasar untuk melakukan
gugatan atau penuntutan.Kemudian, penggunaan e-mail sebagai
alat bukti di pengadilan juga bisa merujuk pada log yang berada
pada ISP (Internet Service Provider) dan data RFC (Request for
Comment). Selain itu, untuk lebih memudahkan, perlu diperhatikan
juga keberadaan tanda tangan elektronik (Electronic Signature)
dalam e-mail tersebut. tanpa adanya tanda tangan elektronik,
mungkin agak sulit untuk mendapatkan kepastian siapa pengirim
sebenarnya dari e-mail yang menjadi pokok sengketa.
6
Dalam memutus suatu perkara, tentu saja hakim harus
mendasarkan ketentuan hukum acara yang mengatur masalah
pembuktian. Apalagi hampir di semua negara, termasuk Indonesia
mengakui alat bukti surat sebagai salah satu bukti untuk yang bisa
diajukan ke pengadilan.Masalah otentikasi adalah persoalan yang
berbeda dengan pengakuan data elektronik dalam bentuk e-mail.
Jika data atau dokumen elektronik tersebut diterima atau diakui
secara hukum, dengan sendirinya proses otentikasi atas data
tersebut akan megikutinya.
Persoalannya,
kita
membicarakan
tentang
keabsahan
dokumen elektronik sementara kita juga membicarakan metode
otentikasi. Proses otentikasi adalah persoalan treknologi, sedang
pengakuan dokumen elektronik dalam bentuk e-mail menyangkut
pengakuan
secara
formal
di
dalam
peraturan
perundang-
undangan.
Berdasarkan sebenarnya, Indonesia bukan tidak mampu
untuk melakukan satu revolusi pengembangan hukum.Namun,
lebih
didasarkan
pada
tidak
ada kemauan
untuk
mengakui
dokumen elektronik dalam bentuk e-mail. Jika logika berpikir hanya
melandaskan pada cara lama, dapat dipastikan sampai kapan pun
tidak akan pernah ada pengakuan terhadap dokumen elektronik
dalam bentuk e-mail tersebut. Sekali lagi, dalam penguasaan
teknologi, Indonesia tidaklah kalah jika dibandingkan dengan
negara-negara lain. Praktek bisnis di Indonesia sudah sejak lama
7
menggunakan komputer.Dan hingga kini, tidak ada keberatan dari
para pihak yang melangsungkan transaksi (pertukaran informasi).
Hanya
kemudian
terkesan
Indonesia
adalah
negara
terbelakang dalam penguasaan teknologi dari pada negara lainnya.
Jika pemerintah dan masyarakat sudah siap, praktis masalah
pengakuan dokumen elektronik dalam bentuk e-mail bukanlah satu
hal yang tabu dalam praktek hukum di Indonesia. 2
Maka dari uraian tersebut perlu adanya pengaturan hukum
yang jelas mengenai kekuatan e-mail sebagai proses pembuktian
dalam persidangan, sehingga siapapun yang akan melakukan
kejahatan dengan menggunakan sarana komputer tersebut akan
mempertimbangkan akibat dari perbuatannya tersebut dikarenakan
telah ada peraturannya.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah di uraikan pada latar belakang
diatas
maka
penulis
mencoba
untuk
mengidentifikasikan
permasalahan yang timbul, sebagai berikut :
1. Bagaimanakah keberadaan transaksi elektronik sebagai alat
bukti dalam hukum acara perdata menurut Pasal 164 HIR ?
2. Bagaimanakah keberadaan transaksi elektronik sebagai alat
bukti menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik?
2
Penelitian Keterbelakangan Hukum Indonesia Mengenai E-Comerce, Lihat
website www.lawinternational.org/home.php.
8
3. Penjelasan Judul
Penjelasan judul “Transaksi Elektronik Sebagai Alat Bukti
Dalam
Hukum
Acara
Perdata“
yaitu
Transaksi
Elektronik
merupakan transaksi yang dilakukan dengan media elektronik, ada
beberapa bentuk transaksi yang dijadikan sebagai alat bukti
didalam persidangan perdata, yaitu : Email, Credit Card, Fax, dan
E-pay. E-pay adalah pembayaran yang dilakukan melalui Internet
dengan Kartu Kredit.
Maraknya transaksi yang dilakukan dewasa ini, memicu
untuk terjadi masalah masalah didalam hukum. Seperti pemalsuan
pembayaran, Barang yang tidak sesuai, keterlambatan dalam
pengiriman, dan lain lain. Ada satu proses transaksi yang
dilakukan dengan jalan elektronik yang biasa di kenal dengan E(Electronic
Commerce
didefinisikan
Commerce),
sebagai
dapat
E-Commerce
segala
bentuk
transaksi
perdagangan/perniagaan barang atau jasa (trade of goods and
service)
dengan
menggunakan
media
elektronik.
Electronic
Commerce adalah kemampuan untuk membentuk transaksi bisnis
yang meliputi pertukaran barang dan jasa di antara dua pelaku
bisnis dengan menggunakan peralatan dan teknologi elektronik.
E-commerce
komersial
didasarkan
yang
pada
merujuk
menyangkut
pada
semua
organisasi
pemrosesan
dan
bentuk
dan
transmisi
transaksi
individu
yang
data
yang
digitalisasikan, termasuk teks, suara dan gambar.Termasuk juga
pengaruh bahwa pertukaran informasi komersial secara elektronik
9
yang mungkin terjadi antara institusi pendukungnya dan aktivitas
komersial pemerintah.
Sistem e-commerce terbagi menjadi tiga tipe aplikasi, yaitu:
1) Electronic Markets (EMs)
EMs
teknologi
adalah
informasi
melakukan/menyajikan
pasar,
sebuah
sarana
dan
menggunakan
komunikasi
penawaran
sehingga pembeli dapat
yang
dalam
sebuah
untuk
segmen
membandingkan berbagai
macam harga yang ditawarkan. Dengan kata lain, Ems adalah
sebuah sistem informasi antar organisasi yang menyediakan
fasilitas-fasilitas bagi para penjual dan pembeli untuk bertukar
informasi tentang harga dan produk yang ditawarkan.
Keuntungan fasilitas EMs bagi pelanggan adalah terlihat
lebih nyata dan efisien dalam hal waktu. Sedangkan bagi
penjual, ia dapat mendistribusikan informasi mengenai produk
dan service yang ditawarkan dengan lebih cepat sehingga
dapat menarik pelanggan lebih banyak.
2) Electronic Data Interchange (EDI)
EDI adalah sarana untuk mengefisienkan pertukaran
data transaksi-transaksi regular yang berulang dalam jumlah
besar antara organisasi-organisasi komersial. Secara formal
EDI di definisikan oleh International Data Exchange Association
(IDEA)
sebagai
“transfer
data
terstruktur
dengan
format
standard yang telah disetujui yang dilakukan dari satu system
komputer ke sistem komputer yang lain dengan menggunakan
10
media elektronik”. EDI sangat luas penggunaannya, biasanya
digunakan oleh kelompok retail yang besar ketika melakukan
bisnis dagang dengan para supplier mereka. EDI memiliki
standarisasi pengkodean transaksi perdagangan, sehingga
organisasi komersial tersebut dapat berkomunikasi secara
langsung dari satu sistem computer yang satu ke sistem
komputer yang lain tanpa memerlukan hardcopy, faktur, serta
terhindar dari penundaan, kesalahan yang tidak disengaja
dalam penanganan berkas dan intervensi dari manusia.
Keuntungan dalam menggunakan EDI adalah waktu
pemesanan
yang
singkat,
mengurangi
biaya,
mengurangi
kesalahan, memperoleh respon yang cepat, pengiriman faktur
yang cepat dan akurat serta pembayaran dapat dilakukan
secara elektronik.
3) Internet Commerce
Internet
commerce
(penjualan
online)
adalah
penggunaan internet yang berbasis teknologi informasi dan
komunikasi untuk perdagangan. Kegiatan komersial ini seperti
iklan dalam penjualan produk dan jasa. Transaksi yang dapat
dilakukan di internet antara lain: pemesanan/pembelian barang
dimana barang akan dikirim melalui pos atau sarana lain
setelah uang ditransfer ke rekening penjual. Penggunaan
internet sebagai media pemasaran dan saluran penjualan
terbukti mempunyai keuntungan antara lain untuk beberapa
produk tertentu lebih sesuai ditawarkan melalui internet, harga
11
lebih murah mengingat membuat situs di internet lebih murah
biayanya
dibandingkan
berbagai
tempat,
dengan
internet
membuka
merupakan
outlet
retail
media
di
promosi
perusahaan dan produk yang paling tepat dengan harga yang
relatif lebih murah; serta pembelian melalui internet akan diikuti
dengan
layanan
pengantaran
barang
sampai
di
tempat
pemesan.
Dengan transaksi elektronik memberikan penjual untuk
mudah melakukan penjualan barang atau jasa, tetapi selama ini
apakah transaksi elektronik itu bisa dijadikan alat bukti didalam
proses persidangan perdata di Indonesia. Dengan merujuk
pada pasal 164 HIR dan Undang Undang No. 11 Tahun 2008,
Tentang
Informasi
pandangan
dan
kepada
Transaksi
masyarakat
Elektronik,
memberikan
bahwasannya
transaksi
elektronik yang dilakukan oleh pelaku hukum dapat dijadikan
alat bukti didalam hukum acara perdata.
4. Alasan Pemilihan Judul.
Alasan
Penulis
memilih
Judul
“Transaksi
Elektronik
Sebagai Alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata“ adalah
Transaksi elektronik yang selama ini di gemari oleh masyarakat
disebabkan lebih mudah dan efesien, juga transaksi elektronik
yang menggunakan eletronikn berupa ATM, Transfer, Kartu Kredit,
atau lewat Fax. Maraknya Transaksi elektronik ini membuat penulis
terkesan memiliki motivasi dalam mengungkapkan permasalahan
dalam
ranah
hukum
yang
sering
timbul
didalam
persoalan
12
persoalan yang ada. Sebagai Alat pembayaran yang sah yang
selama ini disebutkan uang, tetapi disini transaksi ini berupa media
elektronik yang sering penulis temui di media media terkait, seperti
internet, Facebook, dan jejaringan jejaringan sosial lainnya.
Penjualan secara online yang mulai banyak digemari oleh
masyarakat dewasa ini, menyebabkan penulis mulai melihat sisi
negative dan positif transaksi tersebut. Pembelian secara online
memang
tidak
begitu
susah,
karena
lebih
mudah
didalam
bertransaksi walaupun demikian apakah setiap transaksi itu ada
perlindungan didalam hukum. Disini memberikan permasalahan
permasalahan yang akan dibahas didalam bab bab selanjutnya.
Permasalahan
permasalahan
yang
timbul
dalam
transaksi
elektroknik ini sering mencuat di masyarakat umum, sampai
sekarang perlindungan dalam hukum permasalahan permasalahan
tersebut masih belum jelas.
Sebagai contoh transaksi elektronik yang menggunakan
uang rakyat, banyak para pejabat kita yang melakukan transaksi
tersebut dengan menggunakan uang rakyat. Sebagai alat bukti
dalam persidangan perdata yang sesuai dengan pasal 164 HIR
yang merupakan alat bukti sah yang bisa dipertanggung jawabkan.
Selain itu Undang undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik juga membahas tentang alat bukti didalam
transaksi elektronik tersebut.
13
5. Tujuan Penelitian.
Tujuan Penelitian adalah sebagai berikut :
1. Untuk Memberikan Pemahaman kepada Pelaku usaha yang
menggunakan jasa transaksi elektronik.
2. Untuk mengetahui akibat hukum didalam proses transaksi
elektronik sebagai alat bukti didalam hukum acara perdata.
3. Sebagai penyelesaian permasalahan bila terjadi proses hukum
didalam tindak hukum acara perdata.
6. Manfaat Penelitian.
Manfaat Penilitian Penulis memberikan beberapa manfaat
antara lain yaitu :
1.
Secara teoritis, ditujukan kepada pengembangan Ilmu Hukum
di Indonesia, khusus nya dalam bidang Hukum Perdata yang
dikaitan dengan Pasal 164 HIR dan Undang Undang No. 11
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
2.
Secara Praktis, ditujukan agar menjadi masukkan kepada para
praktisi hukum atau pembuat undang undang dalam membuat
perundang undangan mengenai cyber law khususnya tentang
Alat bukti dalam Hukum Acara Perdata.
7. Metode Penelitian.
1. Type Penelitian.
Metode
dalam
type
penilitian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan Metode Yuridis Normatif, merupakan penilitian
kepustakaan yaitu penelitian terhadap perundang undangan
maupun literatur yang berkaitan dengan materi yang dibahas.
14
Pendekatan perundang undangan yang dipakai dalam penilitian
ini menggunakan Kitab Hukum Acara Perdata, Pasal 164 HIR
tentang alat bukti dan Undang Undang No. 11, tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
2. Pendekatan Masalah
Masalah dalam skripsi ini didekati dengan metode statute
approach
pendekatan
dan conceptual approach. Statute approach yaitu
yang
dilakukan
dengan
mengidentifikasi
dan
membahas perundang undangan yang berkaitan dengan materi
yang
dibahas.
Sedangkan
pendekatan
secara
conceptual
approach yaitu suatu pendekatan di mana membahas pendapat
para sarjana melalui studi literatur sebagai pendukung.
3. Bahan Hukum
a) Bahan hukum primer, yaitu hukum yang bersifat mengikat
berupa peraturan Peundang undangan pasal 164 HIR dan
Undang undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat
hubungan dengan hukum primer dan dapat membantu
menganalisis dan memahami bahan hukum primer, yaitu
menggunakan literatur atau karya ilmiah dari para sarjana
yang berkaitan dengan materi yang dibahas.
4. Langkah Penelitian
Langkah pengumpulan bahan hukum dalam skripsi ini
adalah
melalui
studi
kepustakaan,
yaitu
diawali
dengan
15
pencarian Bahan Hukum sebagai Bahan yang terkait dengan
Materi yang dibahas. Pengumpulan bahan hukum, penulis teliti
dengan seksama mana yang sesuai dengan materi yang
dibahas.
Bahan hukum ini disusun oleh penulis dengan sistematisasi
untuk lebih mudah dalam membaca dan dipelajari, dengan
klasifikasi bahan hukum yang ada berkaitan dengan materi
yang dibahas.
8. Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
bab
masalah,
ini
menguraikan
rumusan
manfaat penelitian,
masalah,
tentang
alasan
latar
belakang
pemilihan
judul,
metode penelitian, dan sistematika
penulisan. Adapun di dalam metode penelitian dijelaskan
pula mengenai, spesifikasi penelitian, type penelitian,
bahan hukum, langkah penelitian.
BAB II TRANSAKSI ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM
HUKUM ACARA PERDATA MENURUT PASAL 164 HIR
Pada bab ini menguraikan secara jelas dan lengkap
mengenai permasalahan materi terkait dengan alat bukti
dalam hukum acara perdata, sesuai dengan pasal 164 HIR.
BAB III TRAKSAKSI
ELEKTRONIK
SEBAGAI
ALAT
BUKTI
MENURUT UNDANG UNDANG Nomor 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.
16
Dalam bab ini menguraikan secara jelas dan lengkap
mengenai permasalahan materi terkait dengan alat bukti
terkait dengan Undang undang No. 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan transaksi elektronik.
BAB IV PENUTUP (KESIMPULAN DAN SARAN)
Pada
bab
ini
menjelaskan
kesimpulan
dan
saran,
kesimpulan merupakan jawaban dari identifikasi masalah
yang menjelaskan secara singkat mengenai penyelesaian
materi yang penulis tulis yang terkait dengan alat bukti
hukum acara perdata Pasal 164 HIR dan Undang-undang
No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi
elektronik, saran merupakan uraian tentang saran dari
penulis untuk seluruh pelaku hukum, praktisi hukum,
masyarakat tentang penyelesaian permasalahan didalam
materi ini. Dengan saran ini memberikan usulan yang
berisikan
tanggapan
penulis
sesuai dengan materi tersebut.
terhadap
permasalahan
17
BAB II
TRANSAKSI ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM HUKUM
ACARA PERDATA MENURUT PASAL 164 HIR
1. Pengertian Transaksi Elektronik.
Transaksi
elektronik
adalah
perbuatan
hukum
yang
dilakukan dengan media elektronik berupa komputerisasi, jaringan
komputer dan media elektronik lain. Adapun pola transaksi
elektronik yang ada dewasa ini yaitu :
a. Business to Business (B2B),
B2B
melibatkan
pasar
e-business
dan
hubungan
pasar
langsung antar perusahaan. B2B menyatakan penjualan produk
dan jasa yang melibatkan beberapa perusahaan dan dilakukan
dengan sistem otomasi. Perusahaan-perusahaan yang terlibat
dalam B2B adalah pemasok, distributor, pabrik, toko, dan lainlain.
Keuntungan
meningkatkan
B2B
adalah
pendapatan,
dapat
menghemat
mempercepat
biaya,
pengiriman,
mengurangi biaya a dministrasi, dan meningkatkan layanan
kepada pelanggan.
b. Business to Consumer (B2C)
B2C melibatkan interaksi dan transaksi antar perusahaan
penjual dan konsumennya. Pada kategori e-commerce B2C,
perusahaan harus mengembangkan pasar elektronik yang
menarik untuk menjual berbagai produk dan jasa ke para
pelanggan. Pada perkembangannya, telah muncul beberapa
18
18
situs yang mendukung bisnis yang berbasiskan konsumer ke
pebisnis (Consumer to Business – C2B).
c. Business to Public Administrations,
Transaksi elektronik yang menghubungkan antara perusahaan
dengan pemerintah, biasanya transaksi elektronik ini dilakukan
oleh pelaku hukum yang berhubungan dengan kepentingan
umum, transaksi elektronik ini biasanya dikenal istilah dengan
tender.
d. Business or consumer to public administrations
Transaksi yang berhubungan antara konsumen pribadi atau
perusahaan dengan adiministrasi umum, transaksi ini umumnya
dilakukan oleh pelaku usaha dengan mengadakan perikatan
terhadap pemerintahan.
e. Consumer to consumer (C2C),
C2C menyatakan model perdagangan yang terjadi antara
konsumen dengan konsumen melalui internet. Pada situs ecommerce yang termasuk kategori C2C, seperti www.eBay.
com, menyediakan sarana yang memungkinkan setiap orang
dapat menjual atau membeli barang mereka sendiri.
f.
Public administrations to public administrations,
adalah
transaksi
elektronik
yang
berhubungan
pemerintahan, biasanya dikenal dengan export import.
antara
19
Dengan pola pola diatas menggambarkan tentang berapa
pesatnya
perdagangan
yang
menggunakan
sistem
elektronik
dewasa ini, sehingga membuat pelaku hukum transaksi elektronik
leluasa dalam melakukan transaksi tersebut didalam perdagangan.
Transaksi elektronik bisa juga disebut dengan E-commerce,
yang memiliki pengertian sama dengan transaksi elektronik, dalam
kenyataannya E-commerce banyak diminati karena dipandang
lebih efisien dibandingkan transaksi secara langsung. Transaksi
elektronik
memudahkan
berhubungan
dengan
para
singkat
pelaku
usaha
walaupun
jauh.
untuk
saling
E-commerce
merupakan model perjanjian jual beli dengan karakteristik dan
aksentuasi
yang
berbeda
dengan
model
transaksi
jual-beli
konvensional, apalagi dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal
tapi juga bersifat global.
Dalam hal ini ada 3 (tiga) pelaku hukum yang bertindak
dalam transaksi elektronik yaitu :
1. Business (Perusahaan)
2. Consumer (konsumen)
3. Public Administrations (Pemerintah)
20
2. Komponen komponen dalam transaksi elektronik.
Dalam
transaksi
elektronik
terdapat
beberapa
komponen
komponen yang mendasari terjadi transaksi elektronik yaitu :
a. Ada Kontrak dagang.
Kontrak dagang adalah ikatan antara pelaku hukum dengan
pelaku hukum lain yang melakukan perjanjian / kontrak secara
tertulis.
b. Kontrak dilakukan dengan media elektronik
Transaksi elektronik melakukan perjanjian perjanjian secara
elektronik melalui format format yang telah diberikan dan sudah
diakui oleh pelaku usaha, perjanjian yang dilakukan harus
dilakukan dengan mengadakan pengisian melalui elektronik
dengan penanda tanganan.
c. Kehadiran fisik dari para pihak tidak diperlukan.
Transaksi
elektronik
tidak
perlu
hadir
langsung
ataupun
komunikasi langsung atau bertatap muka, karena dengan
perjanjian secara elektronik sudah mengikat satu dengan yang
lainnya
d. Kontrak itu terjadi dalam jaringan publik.
Pelaku hukum melakukan perjanjian secara terbuka atau sesuai
dengan ketentuan ketentuan yang sudah disepakati secara
public.
21
e. Sistem terbuka, yaitu dengan internet / website
Transaksi
elektronik
melakukan
system
terbuka
kepada
siapapun dapat bertransaksi dan melakukan kontrak melalui
media elektronik seperti internet, paypall, dan lain sebagainya.
f.
Kontrak itu terlepas dari batas yurisdiksi nasional.
Kontrak yang dilakukan tidak berdasarkan tempat atau sesuai
dengan Negara itu tidak, tapi sesuai dengan kesepakatan yang
telah diberikan dan ditentukan oleh pelaku usaha tersebut.
3. Macam
Transaksi
elektronik.Ada
beberapa
macam
bentuk
Transaksi elektronik yang dapat kita temui yaitu :
1.
Barang/Jasa
Transaksi elektronik yang memiliki macam barang / jasa ini
biasanya memilki ciri ciri yaitu :
a) Pembuatan Kontrak (secara Digital)
Pembuatan kontrak yaitu membuat kontrak yang harus
disetujui oleh pelaku usaha kepada Consumer untuk
disetujui melaui form form yang telah dibuat dan diisi
dengan register / pendaftaran secara digital.
b) Penyerahan Barang / jasa (secara fisik)
Penyerahan
Barang
/
jasa
yang
dimaksud
adalah
penyerahan setelah melakukan perjanjian dan persetujuan
yang disepakati sebagai pengimplementasi dari pelaku
usaha kepada Consumer.
22
2.
Jasa / Informasi
Transaksi elektronik semacam ini memiliki ciri sebagai berikut :
a) Pembuatan Kontrak (Secara Digital)
Pembuatan kontrak disini memiliki arti sama dengan
persetujuan kontrak yang disepakati berupa digital dan
ketentuan ketentuan yang telah di sepakati oleh pelaku
usaha dan Consumer.
b) Penyerahan Jasa (secara digital)
Penyerahan
jasa
disini
pelaku
usaha
memberikan
penyerahan secara elektronik, bisa berupa file ataupun
informasi informasi yang dibutuhkan sesuai dengan kontrak
yang disetujui.
4. Penggunaan Transaksi Elektronik Di Dalam Perdagangan.
a.
Macam Aplikasi dalam Transaksi Elektronik.
Didalam perdagangan secara elektronik memiliki macam
macam metode pilihan dalam aplikasi yaitu :
1. Electronic Markets (EMs)
EMs
adalah
teknologi
sebuah
informasi
sarana
dan
yang
menggunakan
komunikasi
untuk
melakukan/menyajikan penawaran dalam sebuah segmen
pasar, sehingga pembeli dapat membandingkan berbagai
macam harga yang ditawarkan. Dengan kata lain, Ems
adalah sebuah sistem informasi antar organisasi yang
menyediakan
fasilitas-fasilitas
bagi
para
penjual
dan
23
pembeli untuk bertukar informasi tentang harga dan produk
yang ditawarkan.
Keuntungan fasilitas EMs bagi pelanggan adalah terlihat
lebih nyata dan efisien dalam hal waktu. Sedangkan bagi
penjual, ia dapat mendistribusikan informasi mengenai
produk dan service yang ditawarkan dengan lebih cepat
sehingga dapat menarik pelanggan lebih banyak.
2. Electronic Data Interchange (EDI)
EDI adalah sarana untuk mengefisienkan pertukaran
data transaksi-transaksi reguler yang berulang dalam
jumlah
besar
antara
organisasi-organisasi
komersial.
Secara formal EDI di definisikan oleh International Data
Exchange Association (IDEA) sebagai “ transfer data
terstruktur dengan format standard yang telah disetujui
yang dilakukan dari satu sistem komputer ke sistem
komputer
yang
lain
dengan
menggunakan
media
elektronik”. EDI sangat luas penggunaannya, biasanya
digunakan
oleh
kelompok
retail
yang
besar
ketika
melakukan bisnis dagang dengan para supplier mereka.
EDI
memiliki
perdagangan,
standarisasi
sehingga
pengkodean
organisasi
komersial
transaksi
tersebut
dapat berkomunikasi secara langsung dari satu sistem
computer yang satu ke sistem komputer yang lain tanpa
memerlukan
hardcopy,
faktur,
serta
terhindar
dari
24
penundaan,
kesalahan
yang
tidak
disengaja
dalam
penanganan berkas dan intervensi dari manusia.
Keuntungan dalam menggunakan EDI adalah waktu
pemesanan yang singkat, mengurangi biaya, mengurangi
kesalahan, memperoleh respon yang cepat, pengiriman
faktur yang cepat dan akurat serta pembayaran dapat
dilakukan secara elektronik.
3. Internet Commerce
Internet commerce adalah penggunaan internet yang
berbasis
teknologi
informasi
dan
komunikasi
untuk
perdagangan. Kegiatan komersial ini seperti iklan dalam
penjualan produk dan jasa. Transaksi yang dapat dilakukan
di internet antara lain: pemesanan / pembelian barang
dimana barang akan dikirim melalui pos atau sarana lain
setelah uang ditransfer ke rekening penjual. Penggunaan
internet sebagai media pemasaran dan saluran penjualan
terbukti mempunyai keuntungan antara lain untuk beberapa
produk tertentu lebih sesuai ditawarkan melalui internet,
harga lebih murah mengingat membuat situs di internet
lebih murah biayanya dibandingkan dengan membuka
outlet retail di berbagai tempat, internet merupakan media
promosi perusahaan dan produk yang paling tepat dengan
harga yang relatif lebih murah; serta pembelian melalui
internet akan diikuti dengan layanan pengantaran barang
sampai di tempat pemesan.
25
4. Transaksi dalam E-commerce.
Pada dasarnya perdagangan melalui E-commerce itu
tidak ada bedanya dengan transaksi melalui manual.
Karena pelaksanaan transaksi elektronik ini menggunakan
beberapa tahap yaitu :
a.
Penawaran.
Penawaran
yang
dilakukan
oleh
transaksi
elektronik ini memang cukup beda bila dilihat oleh
transaksi melalu manual. Penawaran yang dilakukan
oleh penjual atau pelaku usaha melalui website pada
internet. Penjual atau pelaku usaha menyediakan
storefront yang berisi katalog produk dan pelayanan
yang akan diberikan.
Masyarakat
usaha
tersebut
ditawarkan
oleh
yang
dapat
memasuki
website
melihat-lihat
penjual.
Salah
barang
satu
pelaku
yang
keuntungan
transaksi jual beli melalui di toko online ini adalah
bahwa pembeli dapat berbelanja kapan saja dan
dimana
saja
Penawaran
tanpa
dalam
dibatasi
sebuah
ruang
dan
website
waktu.
biasanya
menampilkan barang-barang yang ditawarkan, harga,
nilai rating atau poll otomatis tentang barang yang diisi
oleh
pembeli
sebelumnya,
spesifikasi
barang
termaksud dan menu produk lain yang berhubungan.
26
Penawaran melalui internet terjadi apabila pihak
lain yang menggunakan media internet memasuki situs
milik penjual atau pelaku usaha yang melakukan
penawaran, oleh karena itu, apabila seseorang tidak
menggunakan media internet dan memasuki situs milik
pelaku usaha yang menawarkan sebuah produk maka
tidak
dapat
dikatakan
ada
penawaran.
Dengan
demikian penawaran melalui media internet hanya
dapat terjadi apabila seseorang membuka situs yang
menampilkan sebuah tawaran melalui internet tersebut.
b.
Penerimaan.
Dapat dilakukan tergantung penawaran yang
terjadi. Apabila penawaran dilakukan melalui e-mail
address, maka penerimaan dilakukan melalui e-mail,
karena penawaran hanya ditujukan pada sebuah e-mail
yang dituju sehingga hanya pemegang email tersebut
yang dituju.
Penawaran
melalui
website
ditujukan
untuk
seluruh masyarakat yang membuka website tersebut,
karena siapa saja dapat masuk ke dalam website yang
berisikan
penawaran
atas
suatu
barang
yang
ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha. Setiap
orang yang berminat untuk membeli barang yang
ditawarkan itu dapat membuat kesepakatan dengan
27
penjual atau pelaku usaha yang menawarkan barang
tersebut.
Pada
transaksi
jual
beli
secara
elektronik,
khususnya melalui website, biasanya calon pembeli
akan memilih barang tertentu yang ditawarkan oleh
penjual atau pelaku usaha, dan jika calon pembeli atau
konsumen itu tertarik untuk membeli salah satu barang
yang ditawarkan, maka barang itu akan disimpan
terlebih dahulu sampai calon pembeli / konsumen
merasa
yakin
akan
pilihannya,
selanjutnya
pembeli/konsumen akan memasuki tahap pembayaran.
c.
Pembayaran.
Dapat dilakukan baik secara langsung maupun
tidak
namun
langsung,misalnya
tetap
bertumpun
melalui
pada
fasilitas
system
internet,
keuangan
nasional, yang mengacu pada sistem keuangan lokal.
Klasifikasi
cara
pembayaran
dapat
diklasifikasikan
sebagai berikut:
a)
Transaksi model ATM, sebagai transaksi yang
hanya melibatkan institusi finansial dan pemegang
account yang akan melakukan pengambilan atau
mendeposit uangnya dari akun masing-masing;
b)
Pembayaran dua pihak tanpa perantara, yang
dapat dilakukan langsung antara kedua pihak
28
tanpa
perantara
dengan
menggunakan
uang
nasionalnya;
c)
Pembayaran dengan perantaraan pihak ketiga,
umumnya merupakan proses pembayaran yang
menyangkut debet, kredit ataupun cek masuk.
Metode pembayaran yang dapat digunakan antara
lain : system pembayaran memalui kartu kredit on
line serta sistem pembayaran check in line.
d.
Pengiriman.
merupakan suatu proses yang dilakukan setelah
pembayaran atas barang yang ditawarkan oleh penjual
kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas
penerimaan barang termaksud. Pada kenyataannya,
barang yang dijadikan objek perjanjian dikirimkan oleh
penjual kepada pembeli dengan biaya pengiriman
sebagaimana telah diperjanjikan antara penjual dan
pembeli.
5. Transaksi Elektronik sebagai Alat Bukti menurut Pasal 164 HIR
a. Macam Macam Alat bukti dalam HIR
Alat bukti memang cukup mendasar dalam persoalan
hukum perdata di negara kita, penulis memberikan penjelasan
mengenai macam macam alat bukti yang tertulis dalam pasal
164 HIR yaitu :
29
1. Surat, (Diatur dalam Pasal 165 – 169)
Dalam acara perdata, bukti tertulis merupakan alat
bukti yang penting dan paling utama di banding yang lain.
Alat bukti tertulis atau surat adalah segala sesuatu yang
memuat
tanda
bacaan
yang
dimaksudkan
untuk
mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran
seseorang yang ditujukan untuk dirinya dan atau
pikiran
seseorang yang ditujukan untuk dirinya dan orang lain yang
dapat digunakan untuk alat pembuktian.
Ada dua macam alat bukti tertulis atau surat, yaitu:
1) Surat yang bukan akta, dan
2) Surat yang berupa akta; yang dapat dibagi lagi atas:
a. Akta Otentik; dan
b. Akta dibawah tangan.
Dibawah ini penulis menjabarkan satu per satu
alat bukti tertulis atau surat yang penulis tulis diatas,
yaitu
Surat yang bukan Akta.
a. Surat
di
Bawah
tangan
yang
bukan
akta
tercantum dalam Pasal 1874 KUHPerdata.
b. Beberapa
jenis surat tertentu digolongkan ke
dalam surat yang bukan akta, yaitu: buku daftar
(register), surat- surat rumah tangga, dan catatancatatan yang dibubuhkan oleh kreditur pada suatu
30
alas hak yang selamanya dipegangnya (Ps. 1881,
1883 KUHPer,294, 297 RBg). 294, 297 RBg).
c. Kekuatan Pembuktian terhadap surat yang bukan
akta
diserahkan
sepenuhnya
kepada
pertimbangan hakim (Ps. 1881 ayat (2) KUHPer,
Ps. 294 ayat (2) RBg).
d. Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang
memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak
atau perikatan, yang dibuat sejak
yang dibuat
sejak awal untuk maksud pembuktian.
e. Syarat formal sebuah akta adalah adanya tanda
tangan pada akta tersebut (Ps. 1869 KUHPer). Hal ini
bertujuan untuk membedakan kebenaran akta yang
dibuat oleh orang yang satu dengan orang yang lain.
Jadi, fungsi tanda tangan pada akta adalah untuk yang
lain memudahkan identifikasi dan mencirikan serta
mengindividualisir suatu akta. Dengan demikian, karcis
kereta api, rekening listrik dan resi tidak termasuk
dalam pengertian akta. Surat yang berupa Akta Dibagi
menjadi 2 (dua) bagian :
a. Akta Otentik
Mengenai Akta Otentik diatur dalam
Pasal
165
HIR,
285
RBg
dan
1868
KUHPerdata akta Otentik adalah Akta yang
dibuat oleh Pejabat yang diberi wewenang
31
untuk itu oleh pemerintah menurut peraturan
perundang
itu
oleh
pemerintah
menurut
peraturan perundang- undangan yang berlaku,
baik
undangan yang berlaku, baik dengan
maupun
tanpa
berkepentingan,
bantuan
yang
pihak
mencatat
yang
apa
yang
dimintakan untuk dimuat di dalamnya oelh
yang berkepentingan.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan
pejabat
yang
berwenang
Panitera,Jurusita,
Pegawai
adalah
Notaris,
Catatan
Sipil,
Hakim, dsb. Jurusita, Pegawai Catatan Sipil,
Hakim, dan sebagainya.
Akta Otentik merupakan alat bukti yang
sempurna
bagi
kedua
belah
pihak,
ahli
warisnya atau orang warisnya atau orangorang yang mendapatkan hak daripadanya.
Dengan kata lain, isi akta otentik dianggap
benar, selama ketidak benaran lainnya tidak
dapat dibuktikan.
Akta otentik mempunyai 3 (tiga) kekuatan
pembuktian yaitu :
1) Kekuatan pembuktian formil Membuktikan
antara para pihak, bahwa mereka sudah
32
menerangkan apa yang ditulis dalam akta
tersebut.
2) Kekuatan pembuktian materiil Membuktikan
antara para pihak, bahwa benar- benar
peristiwa
yang
benar
peristiwa
yang
tersebut dalam akta tersebut telah terjadi.
3) Kekuatan
mengikat
Membuktikan
antara
para pihak dan pihak ketiga, bahwa pada
tanggal
tersebut
bersangkutan
dalam
telah
akta
menghadap
yang
kepada
pegawai umum tadi dan menerangkan apa
yang ditulis dalam akta tersebut. Oleh
karena menyangkut pihak ketiga, maka akta
otentik mempunyai kekuatan bukti keluar.
b. Akta dibawah tangan
Akta di bawah tangan adalah suatu
surat yang ditandatangani dan dibuat dengan
maksud
untuk
perbuatan
dijadikan
hukum.
Akta
bukti
di
dari
bawah
suatu
tangan
mempunyai kekuatan bukti yang sempurna
seperti
akta
otentik,
apabila
isi
dan
tandatangan dari akta tersebut diakui oleh
orang yang bersangkutan.
Dalam akta otentik tidak memerlukan
pengakuan dari pihak yang bersangkutan agar
33
mempunyai kekuatan pihak yang bersangkutan
agar mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna. Dalam Akta otentik, tanda tangan
tidak merupakan persoalan, akan tetapi dalam
akta di bawah tanganpemeriksaan tentang
benar tidaknya akta yangbersangkutan telah
ditandatangani
oleh
yang
bersangkutan
merupakan acara pertama.
2. Saksi, (Diatur dalam Pasal 169 – 172)
Pembuktian
dengan
saksi-saksi
diperkenankan
dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh Undangundang (Ps. 1895 KUHPerdata). Tiap kesaksian harus
disertai keterangan tentang bagaimana saksi mengetahui
kesaksiannya. Pendapat maupun dugaan khusus, yang
diperoleh
dengan
memakai
pikiran,
bukanlah
suatu
kesaksian (Ps. 1907 KUHPer, Ps. 171 HIR). Dengan kata
lain, Saksi adalah seseorang yang melihat, mengalami atau
mendengar sendiri kejadian (atau peristiwa hukum) yang
diperkarakan.
Testimonium
de auditu
(kesaksian de auditu)
adalah keterangan yang saksi peroleh dari orang lain, ia
tidak mendengarnya atau mengalaminya sendiri, hanya ia
dengar dari orang lain tentang kejadian itu. Pada prinsipnya,
testimonium de auditu tidak dapat diterima sebagai alat
bukti. Keterangan seorang saksi saja tanpa alat bukti lain
34
tidak dapat dipercaya, disebut juga Unus testis nullus testis
(Pasal 1905 KUHPer, Ps. 169 HIR).
3. Persangkaan, (Diatur dalam Pasal 173)
Persangkaan
adalah
kesimpulan
yang
oleh
undang-undang atau oleh hakim ditarik dari suatu peristiwa
yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak
diketahui umum (Ps. 1915 KUHPerdata, Ps. 173 HIR, Ps.
310 RBg).
Persangkaan undang-undang atau persangkaan
hukum adalah persangkaan berdasarkan suatu ketentuan
khusus
undang-undang
berkenaan
atau
berhubungan
dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu (Ps. 1916
KUHPer). Persangkaan-persangkaan semacam ini, antara
lain:
1)
Perbuatan yang oleh undang undang dinyatakan batal,
karena semata-mata demi sifat dan wujudnya dianggap
telah dilakukan untuk menyelundupi suatu ketentuan
undang undang.
2)
Perbuatan yang oleh undang undang diterangkan bahwa
hak milik atau pembebasan utang disimpulkan dari
keadaan tertentu.
3)
Kekuatan yang oleh undang undang diberikan kepada
suatu putusan hakim yg telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
35
4)
Kekuatan yang oleh undang undang diberikan kepada
pengakuan atau sumpah salah satu pihak.
Persangkaan
Hakim
adalah
persangkaan
berdasarkan kenyataan atau fakta (fetelijke vermoeden)
atau presumptiones facti yang bersumber dari fakta yang
terbukti dalam persidangan sebagai titik tolak menyusun
persangkaan (Ps. 1922 KUHPer, Ps. 173 HIR).
4. Pengakuan, (Diatur dalam Pasal 174 – 176)
Pengakuan adalah pernyataan atau keterangan
yang dikemukakan salah satu pihak kepada pihak lain dalam
proses
pemeriksaan
suatu
perkara.
Pernyataan
atau
keterangan itu dilakukan di muka hakim atau dalam sidang
pengadilan. Keterangan itu merupakan pengakuan, bahwa
apa yang didalilkan atau yang dikemukakan pihak lawan
benar untuk keseluruhan atau sebagian.
5. Sumpah, (Diatur dalam pasal 177)
Sumpah
sebagai
alat
bukti
adalah
suatu
keterangan atau pernyatan yang dikuatkan atas nama
Tuhan, dengan tujuan:
1) Agar orang yang bersumpah dalam memberi keterangan
atau pernyataan itu takut atas murka Tuhan apabila dia
berbohong;
36
2) Takut kepada murka atau hukuman Tuhan, dianggap
sebagai daya pendorong bagi yang bersumpah untuk
menerangkan yang sebenarnya.
Ada 2 macam sumpah, yaitu:
1) Sumpah yang dibebankan oleh hakim
2) Sumpah yang dimohonkan pihak lawan.
Apabila sumpah telah diucapkan, hakim tidak
diperkenankan lagi untuk meminta bukti tambahan dari
orang yang disumpah itu, yaitu perihal dalil yang dikuatkan
dengan sumpah termaksud (Ps. 177 HIR).
b. Letak Transaksi elektronik sebagai Alat bukti dalam Pasal
164 HIR.
Transaksi Elektronik merupakan model perjanjian jual
beli dengan karakteristik dan yang berbeda dengan model
transaksi jual-beli konvensional, apalagi dengan daya jangkau
yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global, dalam uraian
terdahulu telah diperoleh kejelasan dan pemahaman dalam hal
transaksi elektronik. Sejauh ini penulis mencermati letak dan
kedudukan transaksi elektronik sebagai alat bukti dalam hukum
perdata terkait dengan pasal 164 HIR.
Untuk menjawab tentang letak transaksi elektronik
sebagai alat bukti terkait dalam pasal 164 HIR, bahwasannya
kita mengetahui bahwasannya menurut pasal 164 HIR alat bukti
itu ada 5 (lima) macam yaitu :
37
1) Bukti Surat.
2) Bukti Saksi.
3) Persangkaan.
4) Pengakuan.
5) Sumpah.
Dari kelima macam alat bukti yang ditentukan oleh
pasal 164 HIR tersebut, yang sangat terkait dengan transaksi
elektronik adalah bukti surat. Hukum acara perdata mengenal
3 (tiga) macam surat yaitu : surat biasa, akta dibawah tangan,
bukti otentik. Dibandingkan dengan surat biasa dan akta
dibawah tangan, akta otentik merupakan bukti yang cukup atau
bukti yang sempurna, artinya bahwa isi fakta tersebut oleh
hakim dianggap benar, kecuali diajukan bukti lawan yang kuat.
Hal mana berarti bahwa hakim harus mempercayai
apa yang tertulis dalam akta tersebut, dengan perkataan lain
apa yang termuat dalam akta tersebut dianggap benar selama
ketidak benarannya tidak dibuktikan. Terhadap pihak ketiga
akta
otentik
berkekuatan
hanya
bukti
bebas,
artinya
penilaiannya diserahka kepada kebijaksanaan hakim.
Akta
otentik
memiliki
3
(tiga)
macam
kekuatan
pembuktian yaitu : kekuatan pembuktian formal, kekuatan
pembuktian materiil, dan kekuatan mengikat. Sementara itu
kekuatan pembuktian akta dibawah tangan dinyatakan dalam
ordonansi tahun 1867 no. 29 yang intinya menyatakan bahwa
siapa yang terhadapnya diajukan suatu tulisan di bawah
38
tangan, diwajibkan secara tegas mengakui atau menyangkal
tanda tangannya, tetapi bagi para ahli warinya atau orang
orang yang mendapat hak daripadanya, cukuplah jika mereka
menerangkan
tidak
mengakui
tulisan
atau
tanda
tangan
tersebut sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang mereka
wakili.
Akta dibawah tangan yang diakui isi dan tanda
tangannya, dalam kekuatan pembuktian hampir sama dengan
akta otentik, bedanya terletak pada kekuatan bukti keluarm
yang tidak dimiliki oleh akta dibawah tangan. Surat surat lain
selain akta mempunyai nilai pembuktian sebagai bukti bebas.
Setelah ada kejelasan mengenai kekuatan pembuktian
dari surat, baik surat biasa, akta dibawah tangan maupun akta
otentik, selanjutnya kita coba untuk mengkaji apakah akta
elektronik mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan
akta yang lajim kita kenal selama ini sebagaimana tersebut
diatas suatu hal yang dapat disimpulkan dari uraian terdahulu
adalah :
1) Keabsahan dari suatu akta elektronik merupakan sesuatu
yang tidak perlu diragukan lagi sifat tertulis dari akta
elektronik juga terpenuhi.
2) Keabsahan tanda tangan elektronik maupun tanda tangan
digital pun teruji.
Dari kesimpulan diatas, maka seharusnya kekuatan
pembuktian dari akta elektronik diperlakukan sama dengan akta
39
yang non elektronik sepanjang dipenuhinya syarat syarat
tertentu, hal itupun masih disertai dengan beberapa catatan.
Kekuatan
akta
elektronik
sebagai
alat
bukti
sebenarnya juga didukung (melalui penafsiran) oleh berbagai
peraturan perundangan nasional, antara lain :
1) Undang undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang dokumen
perusahaan,
yang
secara
tegas
menyebutkan
bahwa
dokumen perusahaan yang telah dimuat dalam microfilm
atau media lainnya dan atau hasil cetaknya merupakan
alak bukti yang sah.
2) Undang undang Nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara
pidana, dimana surat termasuk dalam salah satu alak bukti.
3) Undang
undang
Nomor
15
tahun
2002
tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
yang
menegaskan bahwa alat bukti pemeriksaan tindak pidana
pencucian uang berupa informasi yang disimpan secara
elektronik atau yang terekam secara elektronik.
4) Undang undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan
ata
undang
undang
no.
31
tahun
1999
tentang
Pemberantasan Tidnak Pidana Korupsi, yang menyatakan
bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk, khusus
untuk tindak pidana korupsi juga dapat berupa alat bukti
lain
yang
berupa
informasi
yang
diucapkan,
dikirim,
diterima atau disimpan secara elektronik, Dan lain lain.
40
Dalam hal hakim masih ragu ragu dalam mengambil
keputusan sehungan dengan tidak adanya UU khusus di bidah
Cyber law yang mengatur mengenai alat kuti akta elektronik,
sudah selayaknya apabila hal itu dapat diatas hakim dengan
melakukan
penemuan
hukum
atau
melakukan
penafsiran
secara analogis atau ekstensif dari ketentuan ketentuan hukum
yang
berlaku
(existing
laws).
Dengan
demikian
atas
permasalahan permasalahan hukum yang timbul tetap data
diambil keputusan yang adil dan dapat dipertanggung jawabkan
tanpa harus menggu lahirnya UU di bidang Cyber Law. 3
Dalam hal ini penulis bisa memberikan pengertian
bahwasannya apa yang telah diuraikan diatas tersebut memiliki
penjelasan sebagai berikut :
1) Bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi beserta
segenap aplikasinya membuka kemungkinan dibuatnya akta
elektronik sebagai sarana untuk memperlancar kegiatan
perniagaan elektronik.
2) Secara teoritis dimungkinkan dibuatnya semua jenis akta,
baik
dibawah
tangan
maupun
otentik
dalam
bentuk
notaris
dalam
elektronik.
3) Dalam
pembuatan
akta
elektronik,
kapasitasnya sebagai pejabat umum tetap dapat berperan,
3
Supancana, I.B.R. Cyber Law, Tantangan Regulasi pada Era Cyberspace,
bahan kuliah umum pada program Magister Teknologi Informasi UI, jakarta 16 & 17
april,2002;
41
tinggal bagaimana hal itu diwujudkan secara teknis dan
hukum.
4) Pada dasarnya akta elektronik mempunyai kedudukan yang
sama sebagai alat bukti sebagaimana akta yang lazim kita
kenal selama ini.
5) Penafsiran atas ketentuan hukum yang ada mendukung
kekuatan pembuktian akta elektronik.
Dari
penjelasan
dan
ringkasan
tersebut
jelas
memberikan dorongan untuk bisa dipikirkan kembali mengenai
bentuk pengaturan yang ideal bagi pengguna akta elektronik
dalam transaksi elektronik.
42
BAB III
TRANSAKSI ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI
DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.
1. Kedudukan Transaksi Elektronik sebagai alat bukti.
Rezim
cyber
diundangkannya
law
Undang
di
Indonesia
undang
mulai
berlaku
sejak
No.11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE).
Beberapa
ketentuan
baru
seperti
alat
bukti
digital,
penyelenggaraan transaksi elektronik, dan delik delik diluar Kitab
Undang
undang
Hukum
pidana
(selanjutnya
disebut
KUHP)
terdapat didalam UU ITE. Hukum pembuktian berdasarkan Kitab
Undang undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP)
memberikan ketentuan yaitu bahwasannya hakim untuk memutus
suatu perkara pidana wajib mendasarkan keyakinannya pada
minimal 2 alat bukti yang sah.
Hukum pembuktian pada UU ITE sendiri bersifat lex specialis,
dikarenakan UU ITE mengatur segala sesuatu yang lebih spesifik
dalam hukum pembuktian yang terdapay didalam KUHAP. UU ITE
sendiri bertujuan mengatur hukum diranah internet, baik yang
berkaitan dengan aspek pidana, aspek perdata, aspek administrasi
Negara, dan beberapa aspek lainnya yang berkaitan dengan
perbuatan diranah cyber. KUHAP memberikan limitative ada yang
43
43
disebut alat bukti untuk membentuk keyakinan hakim dalam
memutus suatu perkara pidana.
Menurut pasal 184 KUHAP menjelaskan bahwasannya alat
bukti yang sah adalah : keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, dan keterangan terdakwa. Merujuk pada ketentuan
didalam
KUHAP,
bahwa
dalam
perkara
konvensional
hakim
haruslah menyandarkan keyakinan pada minimal 2 alat bukti yang
sah (lihat pasal 183 KUHAP). UU ITE seperti dipaparkan diatas
merupakan lex specialis dari KUHAP, dengan demikian UU ITE
mengatur alat bukti baru sebagai perluasan dari alat bukti
konvesional karena UU ITE mengatur keberlakuan hukum diranah
cyber. Adapun perluasan alat bukti yang dimaksud didalam UU ITE
adalah sebagai berikut :
Menurut pasal 5 UU ITE bahwasannya :
1) Informasi Elektronik dan atau Dokumen elektronik dan atau
hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
2) Informasi elektronik dan atau Dokumen Elektronik dan atau
hasil
cetaknya
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan
Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
3) Informasi elektronik dan atau Dokumen Elektronik dinyatakan
sah apabila menggunakan system elektronik sesuai dengan
yang diatur dalam Undang undang ini.
44
4) Ketentuan mengenai Informasi elektronik dan atau dokumen
elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
untuk :
a. Surat yang menurut undang undang harus dibuat dalam
bentu tertulis; dam
b. Surat beserta dokumennya yang menurut undang undang
harus dibuat dalam bentuk akta notaris atau akta yang
dibuat oleh pejabat akta.
Alat bukti baru yang dimaksud adalah informasi elektronik
atau dokumen elektronik yang dicetak atau di prin out dari suatu
file dari sebuah system elektronik. Hasil cetak atau print out dalam
pasal
2
UU
ITE
diakui
sebagai
perluasan
dari
alat
bukti
konvesional sehingga sah dimana Hukum. Print out dari sebuah
system
elektronik
adalah
sah
jika
dikeluarkan
oleh
system
elektronik yang diatur oleh UU ITE, yang dimaksud dengan system
elektronik adalah system elektronik yang tertera didalam Pasal 16
UU ITE.
Pasal
Pemerintah
16
UU
ITE
(selanjutnya
sendiri
disebut
memerintahkan
PP)
untuk
Peraturan
aturan
pelaksanaannya. Sistem elektronik dibuat oleh penyelenggaran
system elektronik yang harus memenuhi sertifikasi. Hasil cetak
tersebut adalah sah bilamana dapat ditampilkan sebagaimana
aslinya, dengan kata lain file asli dari informasi dan/atau dokumen
elektronik haruslah dijamin keorisinalitasnya. Hal ini ditentukan
oleh UU ITE pada Pasal 6 UU ITE:
45
Menurut pasal 6 UU ITE dalam hal terdapat ketentuan lain
selain yang diatur dalam pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan
bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang
informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan,
dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggung jawabkan sehingga
menerangkan suatu keadaan.
File asli (original source) dari sebuah hasil cetak haruslah
dijamin keasliannya untuk menghindari adanya perubahan (editing)
karena pada dasarnya sebuah data digital itu rentan oleh
perubahan dari apapun maupun siapapun. Oleh karena itu tujuan
pembentuk UU ITE mencantumkan Pasal 6 adalah sebagai bentuk
perlindungan atas hasil cetak sebuah informasi.
Dalam hal print out yang dimaksudkan seperti faximili
merupakan salah satu asumsi dari pembuktian secara elektronik,
faximili bisa dijadikan alat bukti didalam hukum perdata dalam UU
ITE. Definisi informasi elektronik menurut Pasal 1 ayat (1) UU
ITE adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan,
foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic
mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah
yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
46
2. Kekuatan Pembuktian Dokumen Elektronik Dengan Tanda Tangan
Elektronik Dalam Proses Persidangan Perdata.
Dokumen elektronik yang ditandatangani dengan tanda tangan
elektronik didalam hukum pembuktian di Indonesia, diakui esensinya
setelah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik bahwa informasi elektronik atau
dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum
yang sah, dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai
dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia hal tersebut berdasarkan
ketentuan pada Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.
Berdasarkan pada Pasal 164 HIR dan Pasal 284 RBg, alat-alat bukti yang
sah terdiri dari bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaanpersangkaan, pengakuan dan sumpah, sedangkan menurut Pasal 184
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, alat-alat bukti yang sah
terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan
keterangan terdakwa. Oleh karena itu, alat bukti menurut hukum acara di
atas yang dibuat dalam bentuk informasi elektronik/dokumen elektronik,
dan informasi elektronik/dokumen elektronik itu sendiri, merupakan alat
bukti yang sah menurut Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik.4
Dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem
pengaman
yang
perkembangan
dapat
teknologi
minimum sebagai berikut :
4
Ario Juliano Gema,2008 : 2
dipertanggungjawabkan
informasi,
serta
sesuai
memenuhi
dengan
persyaratan
47
a. Dapat menampilkan kembali informasi dan atau dokumen elektronik
secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan.
b. Dapat
melindungi
kerahasiaan,
dan
ketersediaan,
keteraksesan
keutuhan,
informasi
keotentikan,
elektronik
dalam
penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
c. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam
penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
d. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan
bahasa, informasi, atau symbol yang dapat dipahami oleh pihak
yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik
tersebut; dan
e. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan,
kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
Dokumen elektronik merupakan dokumen yang terjadi akibat suatu
transaksi komersial elektronik (e-commerce). Untuk menentukan kapan
terjadinya kesepakatan dalam suatu transaksi komersial elektonik (ecommrce). Menurut Hikmahanto Juwana, dokumen pada transaksi
komersial elektronik (e-commerce) sudah berlaku secara sah dan
mengikat pada saat pembeli mengklik tombol sent dan dalam hal ini
pembeli dianggap telah sepakat serta menyetujui syarat dan kondisi yang
tercantum dalam penawaran. Mengenai kapan terjadinya, kesepakatan
ini, para pelaku transaksi komersial elektronik memberikan pendapat
yang berbeda. Mia Lestari, mengatakan selama ini ia melakukan
transaksi komersial elektronik dengan memanfaatkan website dan email.
48
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kesepakatan terjadi pada saat calon
pembeli menyetujui harga yang diajukan penjual dalam hal terdapat
beberapa calon pembeli, maka calon pembeli dengan siapa kesepakatan
tersebut akan dibuat, dipilih berdasarkan waktu yang tercantum dalam
email yang berisikan persetujuan calon pembeli atas yang diminta penjual
dan calon pembeli yang dipilih akan mendapat konfirmasi melalui email
sedangkan calon pembeli yang lain akan mendapat email berisi
pemberitahuan bahwa barang yang ingin dibeli sudah terjual.5
Kekuatan pembuktian dokumen elektronik tersebut yang ditanda
tangani dengan digital signature, dapat dikategorikan sebagai bukti
tertulis, tetapi terdapat pengecualian, dokumen elektronik sebagai alat
bukti hukum yang sah tidak berlaku untuk :
a. Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk
tertulis; dan
b. Surat beserta dokumenya yang menurut Undang-Undang harus
dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat
pembuat akta
Menurut Abdul Prasetyo, kekuatan pembuktian dokumen elektronik
tersebut sama kekuatannya dengan akta otentik yang dibuat oleh Pejabat
umum yang berwenang, seperti Notaris, hal ini berdasarkan pada Pasal
18 juncto Pasal 7 juncto Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
telah menegaskan transaksi elektronik yang dituangkan dalam dokumen
elektronik mengikat para pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban
5
Hikmahanto Juana, 2003: 87
49
bagi masing masing pihak, asalkan ditanda tangani secara elektronik oleh
para pihak sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. 6
Menurut Salam Abdul, walaupun Dokumen elektronik dapat
dijadikan alat bukti di dalam persidangan, yang merupakan perluasan
hukum pembuktian di Indonesia setelah adanya Undang-Undang Nomor
11 tahun 2008, namun hanyalah mempunyai daya pembuktian sebagai
akta di bawah tangan. 7
Akta otentik yang dibuat oleh notaris ada 2 macam bentuk :
1.
Akta relaas, adalah akta yang dibuat oleh notaris berdasarkan
segala sesuatu yang dilihat, didengar, disaksikan atas peristiwa
tertantu yang terjadi pada saat itu.
2. Akta partij, adalah akta otentik yang dibuat dihadapan notaris yang
didasarkan permintaan para pihak.
3. Walaupun ada satu bentuk akta otentik tersebut, ada pengecualian
yaitu tidak menghadap ke notaris, tetapi notaris tersebut mendengar
dan menyaksikan atas suatu peristiwa, sehingga menghadap ke
notaris merupakan salah satu syarat yang utama untuk suatu akta
otentik,
bila
dokumen
elektronik
tersebut
mempunyai
daya
pembuktian yang sama dengan akta otentik, maka Undang-Undang
Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 haruslah direvisi, karena
pada Pasal 1 ayat (7) akta notaris adalah akta otentik yang dibuat
oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang di
tetapkan dalam Undang-Undang ini.
6
Barkatullah, Abdul Prasetyo., Halim Teguh, 2005:34
7
Salam, Abdul., 2008 : 2.
50
Kekuatan pembuktian dari dokumen elektronik tersebut hanyalah
akta dibawah tangan, dimana bentuk akta di bawah tangan dibuat dalam
bentuk yang tanpa perantara atau tidak perantara atau tidak dihadapan
pejabat umum yang berwenang, Mempunyai kekuatan pembuktian
sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari
salah satu pihak. Jika salah satu pihak tidak mengakuinya, beban
pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal akta tersebut,
dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebut diserahkan kepada
hakim. Terdapat satu hal yang patut dipertimbangkan dalam pengakuan
suatu dokumen elektronik yang ditandatangani dengan tanda tangan
elektronik, yaitu keamanan suatu sistem dan keterlibatan dari orang
terhadap sistem computer tersebut.8
Sedangkan eksistensi tanda tangan elektronik dalam sebuah
dokumen elektronik harus diakui memiliki kekuatan hukum dan akibat
hukum yang sama dengan tanda tangan pada dokumen tertulis lainnya.
Hal ini berangkat dari pemahaman bahwa dokumen elektronik memiliki
kekuatan hukum sebagai alat bukti dan akibat hukum yang sama
sebagaimana dokumen tertulis lainnya. 9
Tanda tangan digital yang telah memperoleh sertifikat dari lembaga
Certification Authority, maka akan lebih terjaminya otentikasi dari sebuah
dokumen, dan tanda tangan digital sangat sulit dipalsukan dan
berasosiasi dengan kombinasi dokumen dan kunci privat secara unik,
apabila sudah melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dengan
peraturan Perundang-Undangan yang terkait, maka sebenarnya tidak ada
8
Rapin Mudiardjo, 2002
9
Lihat Penjelasan Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Tanda Tangan Elektronik
51
aturan Undang-Undang tersebut yang bertentangan. Seringkali Badan
Negara yang berwenang mengeluarkan Undang-Undang, antara satu
Undang-Undang dengan Undang-Undang yang lain saling bertentangan
satu sama lain, seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, yang
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, maka
terhadap kasus yang aturan hukumnya bertentangan satu dengan yang
lain, maka hakim berpatokan pada azas lex specialis derogate lex
generalis, artinya Undang-Undang yang bersifat khusus menyampingkan
Undang- Undang yang bersifat umum, dalam hal ini Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 menyampingkan Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004. maka kekuatan pembuktian dokumen elektronik yang
ditandatangani dengan tanda tangan elektronik sama dengan akta
otentik.10
Berdasarkan
pendapat-pendapat
tersebut
diatas,
pengakuan
dokumen yang telah ditandatangani dengan menggunakan digital
signature, setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, maka pengakuan dokumen
elektronik yang ditandatangani dengan tanda tangan digital signature
tersebut, merupakan perluasan dari pembuktian hukum acara perdata di
Indonesia, sehingga seluruh transaksi elektronik dengan tanda tangan
elektronik dapat dianggap sebagai akta, bahkan kekuatan pembuktiannya
sama dengan akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang.
Kecuali yang ditentukan pada Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang No. 11
tahun 2008 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
10
Ronald Makaleo Tandiabang, Tomy Handaka Patria, Anang
52
a. Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk
tertulis; dan
b. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus
dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat
pembuat akta.
Penjelasan Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008, bahwa surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam
bentuk tertulis itu meliputi namun tidak terbatas pada surat berharga,
surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses penegakan
hukum acara perdata, pidana dan administrasi negara. Secara ringkas
bisa penulis memastikan bahwasannya Dokumen elektronik didalam
hukum pembuktian di Indonesia, diakui esensinya setelah di atur di dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik bahwa informasi elektronik/dokumen elektronik dan/atau hasil
cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, dan merupakan
perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang
berlaku di Indonesia hal tersebut berdasarkan ketentuan pada Pasal 5
ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Seringkali Badan Negara
yang berwenang mengeluarkan Undang-Undang, antara satu Undangundang dengan Undang-Undang yang lain saling bertentangan satu sama
lain, seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, yang bertentangan
dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, maka terhadap kasus
yang aturan hukumnya bertentangan satu dengan yang lain, maka hakim
berpatokan pada asas lex specialis derogate lex generalis, artinya
Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-Undang
53
yang bersifat umum, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 menyampingkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004. Oleh
karena itu, alat bukti menurut hukum acara di atas yang dibuat dalam
bentuk informasi elektronik/dokumen elektronik, merupakan alat bukti
yang sah menurut Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik,
sehingga seluruh transaksi elektronik dengan tanda tangan elektronik
dapat dianggap sebagai akta, bahkan kekuatan pembuktiannya sama
dengan akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, kecuali
yang ditentukan pada Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 yaitu ketentuan mengenai Informasi elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk :
a. Surat yang menurut Undang-undang harus dibuat dalam bentuk
tertulis dan
b. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-undang harus
dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat
pembuat akta.
Dari penjelasan di atas penulis bisa memberikan ringkasan
bahwasannya Undang undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi elektronik merupakan pokok hukum yang lebih konkrit atau
focus dari permasalahan transaksi elektronik tersebut.
54
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan.
Dalam bab penutup penulis memberikan tuturan tuturan kesimpulan
dalam hal kesimpulan kesimpulan dari beberapa Bab, antara lain :
1) Keberadaan Transaksi elektronik sebagai Alat Bukti dalam Hukum Acara
Perdata menurut pasal 164 HIR.
Dalam pembahasan diatas bahwsannya keberadaan / kedudukan
Transaksi
Elektronik sebagai Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata
menurut pasal 164 HIR adalah pasal 164 HIR mengungkapkan tentang
alat bukti yang memiliki sifat global atau lebih menyeluruh tetapi tidak
spesialis dalam Permasalahan permasalah dalam E-Commerce, karena
penjelasan dari pasal 164 HIR merupakan penjelasan yang tidak cukup
kuat didalam pembuktian didalam transaksi Elektronik, disebutkan
tentang pembuktian non elektronik.
2) Keberadaan Transaksi elektronik sebagai alat bukti dalam Hukum Acara
Perdata menurut Undang undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.
Dalam BAB III menjelaskan kedudukan dan kejelasan tentang UU ITE
mengenai keterkaitan secara yuridis yang memiliki kekhususan dalam
masalah transaksi elektronik. Didalam UU ITE dibahas mengenai alat
bukti berupa media elektronik maupun non elektronik yang bisa disetujui
oleh hakim dalam hal persaksian didalam hukum acara perdata.
54
55
2. Saran – saran.
Berkaitan dengan transaksi elektronik penulis bisa memberikan beberapa
saran yang berkenaan dengan pasal 164 HIR dan Undang undang no.11
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik, bila penulis cermati
tentang dua hukum tersebut yaitu :
1. Pasal 164 HIR mengenai alat bukti transaksi elektronik.
Dalam pasal 164 HIR memang dijelaskan tentang alat bukti
transaksi tersebut tetapi lebih kedalam aturan global, bisa alat bukti
secara media elektronik ataupun manul. Penulis memberkan saran
bahwasanya Pasal 164 HIR kurang begitu spesifik didalam pemahaman
tentang alat bukti secara elektronik. Seharus ada perubahan didalam
pasal 164 HIR yang bisa lebih focus kedalam transaksi elektronik secara
idel.
2. Undang undang No. 11 tahun 2008 Informasi dan Transaksi Elektronik
berkaitan tentang Alat bukti transaksi Elektronik.
Penulis berpendapatan bahwasannya UU ITE yang sesuai dengan
Transaksi elektronik ini, sesuai dan lebih khusus kedalam media
elektronik. Saran penulis UU ITE yang sudah dibuat sejak tahun 2008 itu
sesuai dengan kebutuhan Masyarakat Indonesia akan terjadinya cyber
law. Tetapi kelemahan kelemahan yang ada butuh diperhatikan dan perlu
beberapa penyesuaian terhadap hal hal yang akan ditimbul, bisa jadi di
sempurnakan kembali dan dikaji ulang agar lebih ideal.
56
DAFTAR BACAAN
Ario Juliano Gema, 2008 : 2; dikutip dari Kadir, Abdul dan Triwahyuni, Terra.
Pengenalan Teknologi Informasi. Yogyakarta : Andi Offset. 2005;
Badrulzaman, Mariam Darus, kerangka Dasar Hukum Perjanjian (Kontrak) dalam
Buku Hukum Kontrak di Indonesia, ELIPS, 1998 Halaman 1-30;
Barkatullah, Abdul Prasetyo., Halim Teguh, 2005:34, dikutip dari Buku Sjahdeini,
Sutan Remy, E-commerce, Tinjauan dari Perspektif Hukum, Makalah
pada seminar tentang Ecommerce dan Mekanisme Penyelesaian
sengketa melalui Arbitrase/ Alternatif penyelesaian Sengketa, Jakarta
2000;
Chidir Ali, Yurisprudensi Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: Armico,
1983;
Fajar, Mukti. Aspek hukum perjanjian perdagangan dalam transaksi
elektroni(electronic commerce), 2007;
Hikmahanto Juana, 2003: 87, Di kutip dari Kantaatmadja, Mieke Komar,
Pengaturan Kontrak untuk perdagangan elektronik, dalam Buku Cyber
Law, Suatu pengantar, ELIPS II, 2002, Halaman 1-13;
Indrajit, Richardus Eko, E-commerce, Kiat dan strategi Bisnis di dunia maya,
Elex Media Komputindo, 2001;
Kie, Tan Thong, Studi Notariat, buku I, Penerbit Ichtiar Baru Van Hoebe,
Jakarta, 2000;
Kitab, Undang undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Kitab, Undang Undang pasal 164 HIR, Tentang alat bukti
Kitab, Undang undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Magfirah, Esther Dwi. Perlindungan Konsumen Dalam E-Commerce,
Yogyakarta : Fakultas Ilmu Hukum Univesitas Gajah Mada. 2004;
Makarin, Edmon. Kompilasi Hukum Telematika. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada. 2004 ;
56
57
Penjelasan, Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Tanda Tangan
Elektronik
Ronald Makaleo Tandiabang, Tomy Handaka Patria, Anang dikutip dari Buku
Munir, Abu bakar, Introduction to legal Issues in E-commerce, bahan
paparan pada Internet Bangking Workshop, Jakarta, 18 September
2002;
Ramli, Ahmad M, Kekuatan Pembuktian pada Transaksi elektronik, Makalah
pada seminar kekuatan Hukum Alat Bukti Elektronik, Jakarta 2002;
Rapin Mudiardjo, 2002; Dikutip dari Buku, Sutanto, Retnowulan dan Iskandar
Oeripkartawinata, Hukum Acara perdata dalam Teori dan Praktek,
Penerbit Mandar Madju, Bandung, 1997;
Salam, Abdul., 2008 : 2; Dikutip dari Buku Sjahputra, Iman, Problematika
Hukum Internet Indonesia, Prenhalindo, Jakarta, 2001;
Supancana, I.B.R, Cyber law; Tantangan Regulasi pada Era Cyberspace,
Bahan kuliah umum pada program Magister Teknologi Informasi UI,
Jakarta, 16 & 17 April, 2002;
Sitompul, Asril, Hukum Internet, Pengenalan Mengenai
Cyberspace, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001;
Hukum
di
Download