BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan 1) Kriteria-kriteria pelanggaran hukum dalam promosi produk digital yang berpotensi merugikan orang ketiga (masyarakat) yaitu iklan yang: a) Melanggar nilai-nilai agama, moral dan etika, sosial budaya masyarakat seperti nilai kejujuran, nilai martabat manusia, dan tanggung jawab sosial; iklan yang memuat konten pornografi/pornoaksi, kekerasan non fisik (mental), dan kebiasaan buruk (perilaku), melanggar tata krama dan kode etik (etis, estetis, dan artistik).; b) Ketidaksesuaian dengan prinsip dasar (asas) manfaat, kehati-hatian dan itikad baik dalam penyebaran informasi berbasis teknologi yaitu melanggar Pasal 3 UU ITE; e) Menyalahi tujuan diterapkannya peraturan Teknologi Informasi yaitu melanggar Pasal 4 UU ITE; c) Informasi yang beredar melanggar unsur kesusilaan sebagaimana diatur dalam UU ITE dan KUHP 2) Sanksi yang dijatuhkan apabila iklan merugikan atau melanggar hak-hak pihak ketiga (masyarakat) diatur dalam hukum positif: (1) Sanksi Perdata 166 : denda (Pasal 45 UU ITE) dan perdata yang ditelaah dari konsep perbuatan melawan hukum atau “onrechtmatige daad” (Pasal-Pasal 1365, 1366, dan 1367 KUH Perdata); (2) Sanksi Pidana yaitu pidana penjara (Pasal 45 ayat (1) dan (2) UU ITE); (3) Sanksi Administratif (UU No. 51/2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), misalnya pencabutan izin usaha. Ganti kerugian immateril tentunya disesuaikan dengan kebutuhan penghentian dan atau upaya rehabilitasi kerugian dari aktifitas promosi pelaku usaha. 3) Pencegahan dan Perlindungan Hukum terhadap potensi pelanggaran termasuk pelanggaran atas hak sosial budaya dan etika pada kegiatan promosi produk secara digital: (1) Peran Pemerintah: (Pasal 40 UU ITE) melindungi kepentingan masyarakat meliputi pemberian fasilitas Pemerintah atas pemanfaatan IT dan perlindungan dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik; (2) Peran Masyarakat: keberlakuan dan efektivitas hukum sangat tergantung pada budaya hukum masyarakat yang bersangkutan. Tingkat kepatuhan dan ketaatan masyarakat akan hukum dapat dilihat melalui budaya hukum ini, yang dinilai dari sikap dan perilaku masyarakat terkait. Selanjutnya, pencegahan dan perlindungan meliputi tindakan aparat hukum dalam melindungi masyarakat, ketersediaan produk hukum yang meliputi aturan-aturan maupun perangkat perundang-undangan; (3) Langkah di 167 luar hukum: Penguatan Tata Krama dalam Hubungan Bisnis antar Pelaku Usaha; Pembentukan Komitmen Pelaku Usaha (Komitmen harus berpedoman pada prinsip-prinsip keadilan dan perilaku persaingan usaha yang sehat dan bersih); Edukasi Masyarakat: agar masyarakat bersikap kritis, rasional dan tidak mudah dibohongi. Hukum pada hakekatnya harus memberikan perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan status hukumnya karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Setiap aparat penegak hukum wajib menegakkan hukum bersamaan dengan berfungsinya aturan hukum, maka secara tidak langsung pula hukum akan memberikan perlindungan terhadap setiap hubungan hukum atau segala aspek dalam kehidupan masyarakat yang diatur oleh hukum itu sendiri. Hukum memiliki fungsi untuk rekayasa sosial (social engineering), menciptakan sebuah masyarakat yang menjadi cita-cita sebuah bangsa dalam suatu wadah negara hukum. Hukum adalah hasil ciptaan masyarakat, tetapi sekaligus ia juga menciptakan masyarakat, sehingga konsep dalam berhukum seyogyanya adalah sejalan dengan perkembangan masyarakat. Secara umum, perlindungan hukum diartikan sebagai gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk dapat mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. 168 2. Saran 1) Harus ada peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas yang mampu menjawab tantangan pertumbuhan teknologi di masa mendatang, bagi seluruh elemen terkait khususnya perusahaan periklanan dan pelaku usaha yang melanggar etika dalam bisnis, sehingga pelanggaran nilai-nilai agama, moral dan etika dapat di kurangi semaksimal mungkin dan tidak ada lagi pihak-pihak yang dirugikan. 2) Walaupun iklan lahir dari proses berkreatif namun perusahaan periklanan harus mematuhi peraturan periklanan dan juga melakukan pertimbangan logis atas sebuah produk periklanan yang dapat dikonsumsi masyarakat. 3) Iklan yang diciptakan harus mampu memberikan fungsi positif kepada seluruh masyarakat. Dengan cara melakukan evaluasi terhadap substansi iklan yang akan diedarkan dimasyarakat, dimulai pada saat produksi, produsen iklan tidak serta merta berperan sebagai eksekutor kerja, namun harus pula menjadi konsultan dalam hal moral etika dan regulasi, sinergi ini harus dipahami bersama dengan pelaku usaha sebagai pemilik iklan. 4) Pemerintah bergerak dengan landasan riset aktual yang dilakukan secara internal, artinya kepekaan pemerintah akan mejadi andalan utama masyarakat yang mengharapkan perlindungan maksimal dari pemerintah. Solusi ini menimbulkan kewajiban pemerintah untuk mengalokasikan dana khusus untuk melakukan riset atas dampak perkembangan teknologi 169 di masyarakat, dan ini menjadi tanggungjawab bersama antar lembaga pemerintah terkait. 5) Generasi muda harus menjadi fokus pemerintah dalam mengambil langkah strategis dalam mengatur tatanan yang ada di masyarakat. 6) UU ITE ke depan diharapakan dapat menjelaskan secara implisit mengenai larangan pemasangan iklan dengan kriteria yang dianggap melanggar tanpa menunggu sebuah iklan tersebut jelas-jelas telah menggangu dan menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. 7) Penindakan dan sanksi berlaku pula untuk pihak yang terlibat dalam proses pembuatan iklan yang melanggar nilai-nilai di masyarakat. 8) Lembaga Swadaya Masyarakat, baik nasional maupun keagamaan, ataupun organisasi partisan masyarakat yang menyatakan kepeduliannya terhadap bangsa ini, akan menjadi satu kesatuan yang bisa membantu masyarakat dalam memahami hak nya lebih mendalam. Oleh karenanya pelaku usaha dan pemerintah harus melihat keberadaan elemen ini dengan pandangan yang positif bukan sebagai ancaman melainkan mitra untuk mencapai tujuan besar bersama. 9) Best Practice yang terdapat diberagam negara lain dapat mejadi rujukan mengenai penegakan fungsi hukum ataupun penyusunan regulasi hukum yang relevan bagi budaya bangsa. 170