ipb.ac.id lihat yang asli (lambat dimuat) Google mendeteksi bahwa koneksi Anda lambat dan telah mengoptimalkan laman ini untuk menghemat data hingga 80% Pelajari lebih lanjut Raden Isma Anggraini Just another Blog Mahasiswa site Search Search Search Main menu Skip to primary content Home Sample Page Post navigation ← Previous Next → Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesuksesan Dan Kegagalan Sistem Informasi Pada Organisasi (Contoh Kasus : Penerapan E-Government) Posted on January 30, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam sebuah organisasi, manajemen selalu terlibat dalam serangkaian proses manajerial yang pada intinya berkisar pada penentuan tujuan, sasaran perumusan strategi, perencanaan, penentuan program kerja, pengorganisasian, penggerakan sumberdaya manusia, pemantauan kegiatan operasional, pengawasan, penilaian serta penciptaan dan penggunaan sistem umpan balik. Masing-masing tahap dalam proses tersebut tentunya membutuhkan berbagai jenis informasi dalam pelaksanannya. Informasi yang cepat, tepat dan akurat akan membantu pertumbuhan dan perkembangan suatu organisasi atau perusahaan. Oleh sebab itu pengelolaan informasi dipandang penting demi kelancaran sebuah pekerjaan dan berperan untuk menganalisa perkembangan pekerjaan itu sendiri. Itulah sebabnya muncul apa yang dikenal dengan Sistem Informasi Manajemen. Sistem Informasi Manajemen (SIM) merupakan sistem informasi yang menghasilkan hasil keluaran (output) dengan menggunakan masukan (input) dan berbagai proses yang diperlukan untuk memenuhi tujuan tertentu dalam suatu kegiatan manajemen. SIM menggambarkan suatu unit atau badan yang memiliki tugas mengumpulkan berita dan memprosesnya menjadi informasi untuk keperluan manajerial organisasi dengan memakai prinsip sistem. Dikatakan memakai prinsip sistem karena berita yang tersebar dalam berbagai bentuk tersebut dikumpulkan, disimpan, diolah, serta diproses oleh satu badan yang kemudian dirumuskan menjadi suatu informasi. Tantangan yang dihadapi manajemen dewasa ini adalah efektivitas penerapan sistem informasi itu sendiri. Tantangan ini sangat membutuhkan peran manusia sebagai pelaksana untuk dapat memahami, menyesuaikan diri serta melakukan kontrol atau pengendalian terhadap perkembangan sistem informasi yang semakin mengglobal. Dunia bisnis yang semakin berkembang serta perkembangan teknologi yang semakin cepat menuntut manusia untuk selalu siap menghadapi berbagai tantangan dan kemajuan zaman. Efektivitas penerapan dan pelaksanaan sistem informasi pada suatu organisasi tergantung dari berbagai faktor sehingga mampu mancapai keberhasilan dalam penerapannya. Sistem informasi dapat memberikan banyak fungsi dan peranan mulai dari peranan dalam fungsional proses bisnis maupun proses pengambilan keputusan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan atau organisasi dalam rangka meraih keunggulan kompetitif. Sistem informasi jika diterapkan dengan baik akan membawa keberhasilan dan manfaat bagi organisasi atau perusahaan. Sebaliknya bila penerapan sistem informasi tidak berjalan dengan efektif akan mengakibatkan timbulnya kegagalan bagi organisasi atau perusahaan tersebut. Pemanfaatan teknologi informasi dalam sistem informasi manajemen tidak hanya pada sektor bisnis namun juga diterapkan juga pada sektor publik atau instansi pemerintah. Saat ini hampir seluruh instansi pemerintah baik pusat maupun daerah telah memanfaatkan sistem informasi untuk memberikan pelayanan yang cepat bagi masyarakat sehingga mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas bagi manajemen pemerintahan. Paper ini akan membahas mengenai faktor-faktor yang menyebabkan kesuksesan dan kegagalan sistem informasi dalam implementasinya pada orgainsasi dengan mengambil contoh kasus pada sektor publik /pemerintahan. 1.2. Perumusan Masalah Sesuai dengan gambaran di atas, permasalahan yang akan diangkat pada paper ini adalah faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesuksesan dan kegagalan sistem organisasi dalam implementasinya pada organisasi khususnya sektor publik? 1.3. Tujuan Penulisan Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas maka penulisan paper ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi kesuskesan dan kegagalan sistem informasi dalam implementasinya pada organisasi dengan mengambil contoh kasus pada sektor publik /pemerintahan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Data dan Informasi Menurut McLeod (1996), data terdiri atas fakta-fakta dan angka-angka yang secara relatif tidak berarti bagi pemakai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) data diartikan sebagai kenyataan yang ada yang berfungsi sebagai bahan attau sumber untuk menyusun suatu pendapat, keterangan yang benar dan bahan yang dipakai untuk penalaran dan penyelidikan. Sedangkan definisi informasi menurut McLeod (1996) adalah data yang telah diproses atau data yang telah memiliki arti. Davis (1998) menyebutkan informasi sebagai data yang telah diolah menjadi bentuk yang berguna bagi penerimanya dan bersifat nyata berupa nilai yang dapat dipahami di dalam keputusan sekarang maupun masa depan. 2.2 Sistem Informasi dan Sistem Informasi Manajemen Menurut O’Brien (2005), sistem informasi dan teknologi telah menjadi komponen yang sangat penting bagi keberhasilan bisnis dan organisasi. Teknologi informasi dapat membantu seluruh jenis bisnis untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses bisnis mereka, pengambilan keputusan manajerial dan kerja sama kelompok sehingga dapat memperkuat posisi kompetitif mereka dalam pasar yang sangat cepat berubah. Definisi sistem informasi menurut O’Brien (2005) adalah kombinasi teratur apapun dari orang-orang, hardware, software, jaringan komunikasi dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi. Orang bergantung pada sistem informasi untuk berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan berbagai jenis alat fisik (hardware), perintah dan prosedur pemrosesan informasi (software), saluran komunikasi (jaringan), dan data yang disimpan (sumber daya data) sejak permulaan peradaban. Menurut McLeod (1996), Sistem Informasi Manajemen (SIM) didefinisikan sebagai suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai yang mempunyai kebutuhan yang serupa. Informasi menjelaskan perusahaan atau salah satu sistem utamanya mengenai apa yang telah terjadi di masa lalu, apa yang sedang terjadi sekarang dan apa yang mungkin terjadi di masa depan. Informasi tersebut tersedia dalam bentuk laporan periodik, laporan khusus dan output dari simulasi matematika. Informasi digunakan oleh pengelola maupun staf lainnya pada saat mereka membuat keputusan untuk memecahkan masalah. Sedangkan Stoner and Freeman (1994) menyatakan bahwa SIM merupakan metode formal yang menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu bagi manajemen yang diperlukan untuk mempermudah proses pengambilan keputusan dan membuat organisasi dapat melakukan fungsi perencanaan, pengendalian dan operasional organisasi yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif. 2.3 Kerangka Kerja Sistem Informasi Menurut O’Brien (2005) bidang sistem informasi melintasi banyak teknologi kompleks, konsep perilaku yang abstrak dan aplikasi khusus dalam bidang-bidang bisnis serta non bisnis yang tidak terhitung jumlahnya. Kerangka kerja sistem informasi, sebagai berikut: 1. Konsep-konsep dasar (Foundation Concepts) Konsep dasar perilaku, teknis, bisnis dan manajerial termasuk berbagai komponen dan peran sistem informasi. 2. Teknologi Informasi (Information Technologies) Konsep-konsep utama, pengembangan dan berbagai isu manajemen teknologi informasi yang meliputi hardware, software, jaringan manajemen data dan teknologi berbasis internet. 3. Aplikasi Bisnis (Business Application) Penggunaan utama dari sistem informasi untuk operasi, manajemen dan keunggulan kompetitif bisnis. Aplikasi teknologi informasi dalam bidang fungsional bisnis seperti pemasaran, produksi, akuntansi serta aplikasi lintas fungsi perusahaan seperti manajemen hubungan dengan pelanggan dan perencanaan sumber daya perusahaan. 4. Proses Pengembangan (Development Process) Bagaimana praktisi bisnis dan pakar informasi merencanakan, mengembangkan dan mengimplementasikan sistem informasi untuk memenuhi peluang bisnis. 5. Tantangan Manajemen (Management Challenges) Tantangan untuk secara efektif dan etis dalam mengelola teknologi informasi pada tingkat pemakai akhir (end user), perusahaan dan global bisnis. 2.4 Peran Dasar Sistem Informasi dalam Bisnis dan Organisasi Menurut O’Brien (2005) terdapat tiga alasan mendasar untuk semua aplikasi bisnis dalam teknologi informasi. Alasan tersebut dapat ditemukan dalam tiga peran penting yang dapat dilakukan sistem informasi untuk sebuah perusahaan bisnis yaitu : 1. Mendukung proses dan operasi bisnis. 2. Mendukung proses pengambilan keputusan para karyawan dan manajernya. 3. Mendukung berbagai strategi untuk keunggulan kompetitif. 2.5. Komponen-komponen Sistem Informasi Komponen sistem informasi dapat dilihat pada Gambar 2 yang mengilustrasikan konsep dasar untuk berbagai komponen dan aktivitas sistem informasi. Sistem informasi bergantung pada sumber daya manusia/brainware (pemakai akhir dan pakar sistem informasi), hardware (mesin dan media), software (program dan prosedur), dataware (dasar data dan pengetahuan) serta netware/jaringan (media komunikasi dan dukungan jaringan) untuk melakukan input, pemrosesan, output, penyimpanan dan aktivitas pengendalian yang mengubah sumber daya data menjadi produk informasi (O’Brien, 2005).Model sistem informasi memperlihatkan hubungan antar komponen dan aktivitas sistem informasi. Semua sistem informasi menggunakan sumberdaya manusia, hardware, software, data dan jaringan untuk melakukan aktivitas input, pemrosesan, output, penyimpanan dan pengendalian yang mengubah sumber daya data menjadi informasi. Sumber daya sistem informasi dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Sumber Daya Manusia (Brainware) Manusia dibutuhkan untuk pengoperasian semua sistem informasi. Sumber daya manusia ini meliputi pemakai akhir (end user) dan pakar sistem informasi. a. Pemakai Akhir / Pemakai / Klien (End User) Adalah orang-orang yang menggunakan sistem informasi atau informasi yang dihasilkan sistem tersebut. Meliputi pelanggan, tenaga penjualan, teknisi, staf administrasi, akuntan dan para manajer b. Pakar Sistem Informasi (IS Specialists) Adalah orang-orang yang mengembangkan dan mengoperasikan sistem informasi. Mereka meliputi analis sistem, pembuat software, operator sistem, dan personel tingkat manajerial, teknis dan staf administrasi SI lainnya. 2. Sumber Daya Perangkat Keras (Hardware) Konsep sumber daya hardware meliputi semua peralatan dan bahan fisik yang digunakan dalam pemrosesan informasi. Secara khusus sumber daya ini meliputi tidak hanya mesin (komputer dan perlengkapan lainnya) tetapi juga semua media data yaitu objek berwujud tempat data dicatat dari lembaran kertas hingga disk magnetis atau optikal. 3. Sumber Daya Perangkat Lunak (Software) Konsep sumber daya software meliputi semua rangkaian perintah pemrosesan informasi. Konsep umum software meliputi tidak hanya serangkaian perintah operasi yang disebut program dengan hardware komputer pengendalian dan langsung tetapi juga rangkaian perintah pemrosesan informasi yang disebut proseduryang dibutuhkan orang-orang. 4. Sumber Daya Data (Dataware) Sumber daya data harus dikelola secara efektif agar dapat memberi manfaat bagi pengguna akhir dalam sebuah organisasi. Sumber daya sistem informasi umumnya diatur, disimpan dan diakses oleh berbagai teknologi pengelolaan sumber daya data ke dalam : 1. Database yang menyimpan data yang telah diproses dan diatur. 2. Dasar pengetahuan yang menyimpan pengetahuan dalam berbagai bentuk seperti fakta, peraturan, dan contoh kasus mengenai praktek bisnis yang baik. 5. Sumber Daya Jaringan (Netware) Konsep sumber daya jaringan menekankan bahwa teknologi komunikasi dan jaringan adalah komponen sumber daya dasar dari semua sistem informasi. Sumber daya jaringan meliputi : 1. Media komunikasi Contohnya meliputi kabel twisted-pair, kabel tembaga, dan kabel optikal fiber serta teknologi gelombang mikro, selular dan satelit yang nirkabel. 2. Dukungan jaringan Banyak hardware, software dan teknologi data dibutuhkan untuk mendukung operasi dan penggunaan jaringan komunikasi. Sedangkan aktivitas pemrosesan informasi dasar (pemrosesan data) yang terjadi dalam sistem informasi meliputi input, pemrosesan, output, penyimpanan dan pengendalian yang ada dalam sistem informasi. 1. Input sumber daya Data Data dan kegiatan lainnya harus ditangkap dan disiapkan untuk pemrosesan melalui aktivitas input. Input biasanya berbentuk aktivitas entri data seperti pencatatan dan pengeditan. 2. Pemrosesan Data menjadi Informasi Data biasanya tergantung pada aktivitas pemrosesan seperti penghitungan, perbandingan, pemilahan, pengklasifikasian dan pengikhtisaran. Aktivitas ini mengatur, menganalisis dan memanipulasi data hingga mengubahnya ke dalam informasi bagi pemakai akhir. Kualitas data apapun yang disimpan dalam sistem informasi harus dipelihara melalui proses terus menerus dari aktivitas perbaikan dan pembaharuan (update). 3. Output Produk Informasi Informasi dalam berbagai bentuk dikirim ke pemakai akhir dan disediakan dalam aktivitas output. Tujuan dari sistem informasi adalah untuk menghasilkan produk informasi yang tepat bagi para pemakai akhir. Produk informasi meliputi pesan, laporan, formulir, gambar grafisyang dapat disediakan melalui tampilan video, respon audio, produk kertas dan multimedia. 4. Penyimpanan Sumber Daya Data Penyimpanan adalah komponen sistem dasar informasi yang merupakan aktivitas sistem informasi tempat data dan dan informasi disimpan secara teratur untuk digunakan. 5. Pengendalian Kinerja Sistem Sistem informasi harus menghasilkan umpan balik mengenai aktivitas input, pemrosesan, output dan penyimpanan. Umpan balik ini harus diawasi dan dievaluasi untuk menetapkan apakah sistem dapat memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan. Kemudian aktivitas sistem yang tepat harus disesuaikan agar produk informasi yang tepat dihasilkan bagi para pemakai akhir. 2.6. E-Government Menurut Sinambela et all (2011), e-Government adalah proses pemanfaatan teknologi informasi sebagai alat untuk membantu menjalankan sistem pemerintahan secara lebih efisien. E-Government juga dapat diartikan sebagai cara bagi pemerintahan untuk menggunakan sebuah teknologi baru untuk melayani masyarakat dengan memberikan kemudahan akses bagi pemerintah dalam hal pelayanan dan informasi serta menambah kualitas pelayanan serta memberikan peluang untuk berpartisipasi dalam proses institusi demokrasi. Sedangkan definisi e-Government berdasarkan The World Bank Group (2001) dalam Kumorotomo (2009) adalah sebagai berikut : ”E-Government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Network, the internet, and mobile computing) that have ability to transform relations with citizens, business and other arms of government”. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa e-Government merujuk pada penggunaan teknologi informasi pada lembaga pemerintah atau lembaga publik. Tujuannya adalah agar hubungan-hubungan tata pemerintahan (governance) yang melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat dapat tercipta sedemikian rupa sehingga lebih efektif, efisien, produktif dan responsif. Konsep e-Government mengacu bukan hanya pada pemakaian teknologinya namun juga keharusan pada prinsip bahwa pemanfaatan teknologi akan membuat sistem penentuan kebijakan dan pelayanan publik menjadi lebih baik. BAB III PEMBAHASAN 3.1 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kesuksesan dan Kegagalan Sistem Informasi pada Organisasi merujuk pada Pendapat Rosemary Cafasaro Menurut O’Brien (2005) keberhasilan sistem informasi tidak seharusnya diukur hanya melalui efisiensi biaya, waktu dan penggunaan sumber daya informasi. Keberhasilan juga harus diukur dari efektivitas teknologi informasi dalam mendukung strategi bisnis organisasi, memungkinkan proses bisnisnya, meningkatkan struktur organisasi dan budaya serta meningkatkan nilai pelanggan dan bisnis perusahaan. Rosemary Cafasaro dalam O’Brien (2009) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan kesuksesan atau kegagalan penerapan sistem informasi dalam suatu organisasi atau perusahaan antara lain : dukungan manajemen eksekutif, keterlibatan end user (pemakai akhir), kejelasan penggunaan kebutuhan perusahaan, kematangan perencanaan dan harapan perusahaan yang nyata. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan sistem informasi antara lain: kurangnya input dari end user, tidak lengkapnya pernyataan kebutuhan dan spesifikasi, pernyataan kebutuhan dan spesifikasi yang senantiasa berubah-ubbah, kurangnya dukungan manajemen eksekutif serta inkompetensi secara teknologi. 3.1.1. FAKTOR PENENTU KESUKSESAN SISTEM INFORMASI Dari pendapat tersebut penulis berusaha menelaah faktor-faktor yang menyebaban kesuksesan sistem informasi sebagai berikut : Dukungan manajemen eksekutif Keterlibatan end user / peran pemakai akhir Kejelasan pernyataan kebutuhan Perencanaan yang matang dan tepat Harapan yang nyata / realistik 1. Dukungan manajemen eksekutif Manajemen eksekutif adalah para pengambil keputusan yang menentukan arah jalannya dan kebijakan perusahaan. Apabila dukungan diberikan oleh seluruh unsur manajemen organisasi pada berbagai level maka sistem informasi akan mencapai keberhasilan. Sistem informasi yang telah didesain secara sempurna oleh pakar SI pada akhirnya membutuhkan peran dan dukungan pengambil keputusan dalam organisasi sehingga terwujudnya keberhasilan sistem informasi. 2. Keterlibatan / peran pemakai akhir (end user) Keterlibatan para pemakai akhir dari sistem informasi yang meliputi pelanggan, tenaga penjualan, teknisi, staf administrasi akuntan atau para manajer sangat dibutuhkan bagi tercapainya keberhasilan pelaksanaan sistem informasi. Sebaiknya pada saat sistem informasi dirancang atau didesain oleh pembuat sistem (pakar sistem informasi), end user ikut berperan didalamnya sehingga ia memahami dan memperoleh kesempatan untuk mengenal sistem secara lebih detail sesuai dengan prioritas dan kebutuhan organisasi. Hal tersebut akan membantu end user dalam pemahaman sistem apabila di kemudian hari terjadi perubahan pada sistem itu sendiri. Hal tersebut akan mampu membantu sistem informasi mencapai keberhasilan dalam penerapannya. 3. Kejelasan pernyataan kebutuhan Dalam penerapan sistem informasi pada suatu organisasi harus dilakukan perumusan dengan jelas tentang kebutuhan penggunan sistem informasi tersebut. Kebutuhan tersebut harus ditunjang oleh hardware, software, dan jaringan yang akan digunakan organisasi dalam menerapkan sistem informasi tersebut. Pernyataan kebutuhan yang ditegaskan sejak awal akan berdampak positif pada saat sistem informasi diimplementasikan karena seluruh data dan informasi yang dibutuhkan 4. Kematangan perencanaan Sistem informasi hendaknya direncanakan dengan matang yang meliputi maksud dan tujuan dibentuknya sistem informasi tersebut. Pengembangan dan penerapan sistem informasi yang didukung oleh perencanaan yang matang mampu menjadi mediator atau penghubung antara berbagai keinginan dan kepentingan yang ada dalam organisasi. Sistem informasi yang memiliki road map yang jelas akan mampu menjadi pegangan dalam mencapai kesuksesan impelementasi sistem informasi. 5. Harapan perusahaan / organisasi yang nyata Organisasi atau perusahaan memiliki harapan yang jelas dan ingin dicapai dengan menerapkan sistem informasi sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai. Harapan tersebut harus sejalan dengan ketersediaan sumberdaya informasi yang dimiliki organisasi yang meliputi brainware, hardware, software, netware/jaringan serta sumber daya lain yaitu modal dan lingkungan organisasi. 3.1.2. FAKTOR PENENTU KEGAGALAN SISTEM INFORMASI Faktor-faktor yang menyebaban kesuksesan sistem informasi sebagaimana pendapat Rosemary Cafasaro dalam O’Brien (2009) dipaparkan sebagai berikut : Kurangnya input dari end user Tidak lengkapnya pernyataan kebutuhan dan spesifikasi Pernyataan kebutuhan dan spesifikasi yang senantiasa berubah-ubah Kurangnya dukungan eksekutif Inkompetensi secara teknologi Perencanaan yang tidak tepat dan tidak matang 1. Kurangnya input dari end user Kurangnya keterlibatan end user pada saat proses perancangan sistem akan menemui kegagalan pada saat diterapkan karena terjadi kesenjangan atau gap antara pengguna dan perancang atau pakar SI. Kesenjangan itu timbul karena keduanya memiliki latar belakang dan kepentingan yang berbeda (user-designer communication gap). Kesenjangan ini pada akhirnya akan menciptakan kegagalan dalam pelaksanaan sistem informasi. 2. Tidak lengkapnya pernyataan kebutuhan dan spesifikasi Kebutuhan yang telah dirumuskan tersebut apabila tidak mendapatkan dukungan berupa infrastruktur yang memadai akan menyebabkan kegagalan pada sistem informasi. 3. Pernyataan kebutuhan dan spesifikasi yang senantiasa berubah-ubah Penerapan sistem informasi pada suatu organisasi harus dilakukan perumusan dengan jelas tentang kebutuhan dan spesifikasi penggunan sistem informasi tersebut. Pernyataan kebutuhan yang tidak ditegaskan sejak awal akan berdampak negatif pada saat sistem informasi diimplementasikan dan pada akhirnya menemui kegagalan. 4. Kurangnya dukungan manajemen eksekutif Apabila penerapan sistem informasi tidak mendapatkan dukungan dari beberapa unsur manajemen eksekutif sebagai pengambil keputusan maka penerapan sistem organisasi akan menemui kegagalan dan mengakibatkan dampak seperti : terjadi inefisiensi biaya, pelaksanaan penerapan sistem informasi melebihi target waktu yang telah ditentukan, kendala teknis serta kegagalan memperoleh manfaat yang diharapkan. 5. Inkompetensi secara teknologi Penerapan dan pengembangan sistem informasi sangat membutuhkan peranan manusia sebagai brainware/operator. Apabila sumberdaya manusia dalam organisasi tidak memiliki kompetensi akan perkembangan teknologi yang semakin maju maka penerapan sistem informasi akan mengalami kesulitan. Sistem informasi yang tidak sesuai dengan kemampuan SDM akan mengakibatkan pelaksanaan sistem informasi menghadapi kegagalan. 6. Perencanaan yang tidak tepat dan tidak matang Pengembangan dan penerapan sistem informasi yang tidak didukung oleh perencanaan yang matang tidak akan mampu menjadi mediator antara berbagai keinginan dan kepentingan dalam suatu organisasi. Sistem yang tidak memiliki road map yang jelas tidak mampu menjadi pegangan dalam melaksanakan sistem informasi sesuai tujuan organisasi. Sistem informasi yang tidak dirancang sesuai kebutuhan organisasi pada akhirnya akan menemui kegagalan dalam penerapannya dan hanya menimbulkan inefisiensi dalam hal biaya, waktu dan tenaga. 3.2 Contoh Kasus Faktor-faktor yang Menentukan Kesuksesan dan Kegagalan Sistem Informasi : Penerapan e-Government pada Sektor Publik Kecenderungan penerapan e-Government (e-Gov) dalam organisasi publik merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari. Hal tersebut hendaknya disadari sejak awal dan memerlukan persiapan yang matang agar tujuan pelayanan publik dapat tercapai secara efektif dan efisien dengan penggunaan sistem informasi. 3.2.1. KEBIJAKAN APLIKASI E-GOVERNMENT DI INDONESIA Aplikasi e-Gov di Indonesia sebagai negara berkembang sebenarnya belum mencapai hasil yang menggembirakan. Banyak faktor yang menyebabkan penerapan e-Gov belum berjalan optimal sebagaimana yang diharapkan. Saat ini perangkat perundang-undangan mengenai e-Gov di Indonesia relatif sudah lengkap. Menyadari pentingnya penerapan konsep e-Gov, pemerintah telah menerbitkan Intruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2003 tentang Strategi Pengembangan e-Government. Adapun strategi pokok yang diambil oleh pemerintah adalah sebagai berikut : Pengembangan sistem pelayanan yang andal dan terpercaya serta terjangkau oleh masyarakat luas. Pengembangan sistem manajemen dan proses kerja pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara holistik. Pemanfaatan teknologi informasi secara optimal. Peningkatan peran serta dunia usaha dan pengembangan industri telekomunikasi dan teknologi informasi Pengembangan sumberdaya manusia di pemerintahan dan peningkatan e-literacy masyarakat Pelaksanaan pengembangan secara sistematis melalui tahapan yang realistis dan terukur. Pengembangan e-Gov secara nasional dimulai dengan mengintegrasikan data elektronik dari berbagai lembaga pemerintah yang bersifat permanen maupun sementara dengan berbagai kepentingan. Untuk mendorong agar jajaran pemerintah pusat maupun pemerintah daerah membuat dan mengelola website secara profesional serta menyeragamkan nama domain milik pemerintah maka Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) mengeluarkan Peraturan Menteri No. 28 tahun 2006 tentang pembuatan domain dengan penggunaan ekstensi go.id. Peraturan ini menjadikan pemacu untuk mengelola website secara serius sebagai sarana komunikasi yang efektif di dalam negeri maupun masyarakat global. 3.2.2. FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB KESUKSESAN DAN KEGAGALAN E-GOVERNMENT DI INDONESIA. Di masa lalu konsep e-Gov lebih merujuk pada komputerisasi dan pengembangan sistem informasi manajemen yang berbasis komputer, maka saat ini konsep e-Gov mengarah kepada integrasi data dan informasi antar lembaga pemerintah melalui teknologi internet dengan perangkat lunak yang berbasis http (hypertext transfer protocol ) dan dengan bahasa yang mendukung html (hypertext medium language) (Kumorotomo, 2009). Dengan demikian hampir bisa dipastikan bahwa rujukan tentang e-Gov selalu mengacu pada upaya pembuatan website oleh lembaga pemerintah. Berdasarkan Gambar 3, penyebab kegagalan pengembangan e-Gov di Indonesia tidak selalu terkait dengan ketersediaan teknologi informasi. Masalah pokok aplikasi e-Gov terletak pada keterkaitan antara masalah pengembangan infrastruktur, kepemimpinan dan budaya masyarakat lokal. Kepemimpinan Konflik pemerintah pusat dengan pemerintah daerah Peraturan Alokasi anggaran Pembakuan /standarisasi Infrastruktur Ketimpangan digital Infrastruktur yang tidak menunjang Kurangnya sistem layanan Budaya Resistensi dan penolakan terhadap e-Gov Kurangnya kesadaran dan penghargaan terhadap e-Gov Tidak mau berbagi data dan informasi. Bagi sebagian besar daerah, faktor penyebab kegagalan pengembangan e-Gov di Indonesia bisa berasal dari faktor kepemimpinan. Faktor kepemimpinan dipengaruhi oleh timbulnya konflik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, peraturan yang kurang mendukung/berpihak, alokasi anggaran yang kurang memadai serta pembakuan atau standarisasi sistem yang tidak jelas. Seluruh faktor ditentukan oleh komitmen para pemimpin atau pejabat bagi tercapainya pelaksanaan e-Gov dalam hal ini adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota di daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu faktor kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting bagi penerapan dan pemanfaatan e-Gov. Ketersediaan teknologi yang terdapat dalam masalah infrastruktur menjadi kendala dalam penerapan e-Gov. E-Gov menuntut adanya teknologi satelit, jaringan listrik, jaringan telepon, pengadaan komputer dalam lembaga pemerintah beserta infrastruktur penunjang yang handal dan terdapat secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Penyediaan jaringan internet yang memadai dan merata perlu ditingkatkan agar meminimalisir ketimpangan digital. Faktor budaya merupakan faktor yang sangat mendasar dan memerlukan komitmen perubahan yang kuat demi tercapainya keberhasilan penerapan e-Gov. Pemerintah Indonesia relatif mudah mendapatkan akses teknologi dan banyak pemimpin atau pejabat yang memiliki visi untuk pengembangan layanan secara elektronik. Kendalanya terletak pada pemanfaatan e-Gov yang seringkali berbenturan dengan faktor budaya atau kultur masyarakat yang kurang mendukung. Faktor budaya yang ada dalam diri para birokrat dan lembaga pemerintah seringkali mengakibatkan kurangnya kesadaran dan penghargaan terhadap e-Gov. Seringkali muncul anggapan bahwa aplikasi e-Gov akan mengancam jabatan yang dimiliki saat ini yang sudah tergolong mapan. Antara pemerintah pusat baik lembaga departemen maupun non departemen dengan pemerintah daerah juga belum terintegrasi dengan baik. Hal tersebut disebabkan karena masing-masing tidak mau memberikan dan berbagi data dan informasi penting. Cara berfikir seperti ini yang masih dimiliki oleh para pejabat pemerintah masih sulit untuk dikomunikasikan dan diintegrasikan. Pentingnya keterkaitan antara infrastruktur, kepemimpinan dan budaya dapat dilihat pada praktek pengembangan e-Gov. Di beberapa kota/kabupaten di Indonesia telah ada semacam Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan (UPIK) yang didukung oleh pejabat daerah setempat karena komitmen pemimpin daerah untuk mengembangkan interaksi antara warga dengan pejabat pemerintah daerah setempat secara intensif dan terbuka. Media ini berfungsi sebagai sarana bagi warga untuk mengadukan masalah pelayanan pemerintah mengenai perijinan, pendidikan, pekerjaan umum, pariwisata, dan berbagai fungsi pemerintah lainnya. Keluhan warga ini telah mampu meningkatkan kemampuan pemerintah daerah untuk mengenali kebutuhan masyarakat, mengembangkan program sesuai aspirasi dan kebutuhan masyarakat serta meningkatkan komitmen pemerintah dalam melayani masyarakat. Kegagalan pemanfaatan e-Gov bisa terjadi karena pemerintah tidak merumuskan tujuan awal secara jelas serta pemanfaatan teknologi tidak diarahkan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Heeks (2003) sebagian besar penyebab kegagalan aplikasi e-Gov di negara berkembang adalah karena ketidakpahaman mengenai keadaan saat ini (where are we now) dengan apa yang yang akan kita capai dengan proyek e-government (where the e-government projects wants to get us). Dengan kata lain terjadi gap atau kesenjangan antara rancangan e-Gov yang telah dibuat dengan realitas yang dihadapi sekarang. Kesenjangan ini terdapat dalam berbagai dimensi yang dikenal dengan istilah ITPOSMO (Information, Technology, Processes, Objective and Values, Staffing and skills, Management systems and structures, Other resources : time and money). Faktor lain yang menyebabkan kesuksesan dan kegagalan pelaksanaan dan penerapan e-Gov adalah kemampuan sumberdaya manusia dalam teknologi informasi, penggunaan komputer dan teknologi internet. ELiteracy adalah istilah yang merujuk pada kemampuan / kemahiran akan teknologi elektronik khususnya teknologi internet. Apabila sumberdaya manusia sudah mahir dan siap dalam aplikasi e-Gov maka diharapkan pelaksanaannya akan mencapai keberhasilan, sebaliknya apabila pengguna belum siap akan kemajuan teknologi internet maka pelaksaaan e-Gov akan menemui kegagalan. 3.2.3. CONTOH KASUS KESUKSESAN PENERAPAN E-GOVERNMENT DI INDONESIA Salah satu contoh kesuksesan penerapan e-government di Indonesia adalah pelaksanaan e-KTP (Kartu Tanda Penduduk Elektronik) di Kabupaten Kutai Kartanegara. Menurut Saputra (2013), e-KTP adalah KTP yang memiliki spesifikasi dan format KTP Nasional dengan sistem pengamanan khusus yang berlaku sebagai identitas resmi yang diterbitkan oleh instansi pelaksana. Tujuan dari penerapan e-KTP adalah mewujudkan kepemilikan satu identitas untuk satu penduduk yang memiliki kode keamanan dan rekaman elektronik data kependudukan berbasis NIK secara Nasional yang meliputi biodata diri, foto, sidik jari, iris mata dan tanda tangan. Kesuksesan itu dapat dilihat dari pemberian penghargaan yang diberikan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2012 dimana kabupaten Kukar meraih peringkat pertama dalam penyelenggaraan pelayanan penerapan e-KTP secara nasional. Kabupaten Kukar berhasil mencapai target secara nasional yaitu 81.64 persen dari wajib KTP 387.473. Kesuksesan itu didukung oleh sambutan dan antusiasme masyarakat yang mendukung pelaksanaan e-KTP. Faktor lain adalah peran aktif jajaran camat, lurah/kades se Kabupaten Kuar dalam pelaksanaan e-KTP dalam memobilisasi penduduk ke tempat pelayanan e-KTP (humas.kutaikartanegarakab.go.id, 2012). Kesuksesan penerapan e-KTP di Kabupaten Kukar tersebut dapat dianalisis sebagai berikut : 1. Dukungan manajemen eksekutif Peran serta aktif aparat pemerintah dalam hal ini camat, lurah/kades se Kabupaten Kukar dalam pelaksanaan e-KTP dalam memobilisasi penduduk ke tempat pelayanan e-KTP. Kommitmen yang tinggi dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Camat, Lurah, RT dan Operator e-KTP, masyarakat dan instansi terkait untuk kegiatan perekaman data dalam rangka mencapai kesuksesan pelaksanaan e-KTP. 1. Keterlibatan end user (pemakai akhir) Sambutan dan antusiasme masyarakat dalam mendukung penerapan e-KTP merupakan faktor penting kesuksesan e-KTP. Adanya sosialisasi yeng diberikan kepada msayarakat membuat masyarakat menyadari pentingnya memiliki e-KTP dan setelah kegiatan sosialisasi dilakukan,maka masyarakat segera aktif membuatnya. 2. Kematangan perencanaan; Program e-KTP sudah direncanakan sejak lama dan matang sehingga pada saat pelaksanaannya seluruh unsur yang terlibat baik aparat, masyarakat maupun infrastruktur berjalan dengan baik dan lancar. Harapan perusahaan yang nyata. Kesuksesan pelaksanaan e-KTP telah mencapai target perekaman data dimana Kabupaten Kukar berhasil mencapai target secara nasional yaitu 81.64 persen dari wajib KTP 387.473. Hal tersebut tentunya menjadi pendorong kesuksesan pelaksanaan e-KTP. Dukungan Sumber Daya Manusia / Operator / Petugas e-KTP Operator e-KTP di daerah dalam hal ini Kabupaten Kukar berperan aktif dalam hal melakukan layanan mobile e-KTP menjangkau wajib e-KTP yang sakit dan atau lanjut usia, melakukan verifikasi, update dan merekam data setiap selesai perekaman dan mengirimkannya secara online ke pusat. Peran aktif petugas juga penting saat mereka ampu menangani permasalahan teknis yang muncul di lapangan karena mereka telah mengikuti pelatihan dan selalu melakukan prosedur perekaman dengan benar. 3. Harapan yang Nyata Kesuksesan pelaksanaan e-KTP telah mencapai target perekaman data dimana Kabupaten Kukar berhasil mencapai target secara nasional yaitu 81.64 persen dari wajib KTP 387.473. Hal tersebut tentunya menjadi pemacu kesuksesan pelaksanaan e-KTP. 4. Infrastruktur Yang Memadai Infrastruktur serta peralatan yang digunakan dalam proses perekaman data e-KTP sudah tersedia sesuai dengan kebutuhan dan dibiayai oleh anggaran pemerintah. 3.2.4. CONTOH KASUS KEGAGALAN PENERAPAN E-GOVERNMENT DI INDONESIA Salah satu contoh kegagalan penerapan e-government di Indonesia adalah pelaksanaan e-Procurement. eProcurement adalah proses pengadaan barang/jasa yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik yang berbasis web/internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi yang meliputi pelelangan umum, pra kualifikasi dan sourcing secara elektronik dengan menggunakan modul berbasis website. Proses pengadaan barang dan jasa yang dilakukan dengan menggunakan e-procurement secara signifikan akan meningkatkan kinerja, efektifitas, efisiensi, transparansi, akuntabilitas transaksi yang dilakukan. Selain itu dapat mengurangi biaya operasional secara signifikan karena tidak diperlukan lagi penyerahan dokumen fisik dan proses administrasi yang memakan waktu dan biaya. Contoh kegagalan tersebut dapat dilihat sebagai berikut. Pada tahun 2006 Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur memutuskan untuk bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surabaya dalam pengembangan dan implementasi sistem e-procurement di lingkungan Pemprov Kaltim. BAB IV PENUTUP Kesimpulan yang dapat ditarik dari penulisan paper ini antara lain : Keberhasilan sistem informasi tidak hanya diukur melalui efisiensi biaya, waktu dan penggunaan sumber daya informasi namun juga diukur melalui efektivitas teknologi informasi dalam mendukung strategi bisnis organisasi, memungkinkan proses bisnisnya, meningkatkan struktur organisasi dan budaya serta meningkatkan nilai pelanggan dan bisnis perusahaan. Faktor-faktor yang menyebabkan kesuksesan sistem informasi dalam suatu organisasi atau perusahaan antara lain : dukungan manajemen eksekutif, keterlibatan end user (pemakai akhir), kejelasan penggunaan kebutuhan perusahaan, kematangan perencanaan dan harapan perusahaan yang nyata. Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan sistem informasi antara lain : kurangnya input dari end user, pernyataan kebutuhan dan spesifikasi, yang tidak lengkap dan senantiasa berubah-ubah, kurangnya dukungan manajemen eksekutif serta inkompetensi secara teknologi. Pada penerapan e-Government sebagai contoh implementasi sistem informasi dalam suatu organisasi terdapatbeberapa faktor penyebab kesuksesan dan kegagalan yang bersumber pada masalah pokok aplikasi e-Government yang meliputi : Faktor kepemimpinan; dipengaruhi oleh timbulnya konflik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, peraturan yang kurang mendukung/berpihak, alokasi anggaran yang kurang memadai serta pembakuan atau standarisasi sistem yang tidak jelas. Faktor Ketersediaan infrsatruktur; yang meliputi ketimpangan digital, infrastruktur yang tidak mendukung serta kurangnya sistem layanan. Faktor budaya (kultur); yang meliputi resistensi dan penolakan terhadap e-Government, kurangnya kesadaran dan penghargaan terhadap e-Government serta tidak mau berbagi data dan informasi. DAFTAR PUSTAKA Cahyadi, Dedy. 2009. Permasalahan e-Procurement Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Solusinya: Dalam Perspektif Manajemen Operasional. Jurnal Informatika Mulawarman. Universitas Mulawarman. Vol 4 No. 2 Juli 2009 Hal. 5-7. Chandra, Mohammad. 2013. Faktor Sukses dan Gagal SIM pada Perusahaan. (http://chandra49e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2013/11/12/faktor-sukses-dan-gagal-sim-pada-perusahaan/). Diakses pada 8 Desember 2013. Davis, Gordon B. 1998. Management Information System : Conceptual Foundation, Structure anda Development. Edisi Indonesia. New York(US): MacMillan Heeks, Richards. 2003. Most e-Government for Development Projects Fail : How Can Risks be Reduced?. eGovernment Working Paper Series. Manchester Institute for Development Policy and Management. Kumorotomo, Wahyudi. 2009. Kegagalan Penerapan E-Government dan Kegiatan Tidak Produktif dengan Internet. Universitas Guna Dharma. (http://kumoro.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/2009/01/kegagalanpenerapan-egov.pdf). Diakses pada 8 Desember 2013. O’Brien James A. 2005. Pengantar Sistem Informasi: Perspektif Bisnis dan Manajerial. Edisi 12. Jakarta(ID) : Salemba Empat. O’Brien James A and George Marakas. 2009. Management Information System. Ninth Edition. Boston(US) : McGraw-Hill Inc. Prabowo, Dedy Agung et all. 2010. Sistem Informasi Manajemen Penerimaan CPNS Wilayah Jawa Tengah Berbasis Web. Jurnal Teknologi Informasi Volume 6 Nomor 2. Oktober 2010. ISSN 1414-9999 Saputra, Avini. 2013. Analisa Faktor Keberhasilan dalam Memanfaatkan Teknologi Informasi pada Pelaksanaan eKTP di Kota Palembang. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATI 2013). Universitas Indo Global mandiri. Palembang(ID) Stoner, James AF dan R. Edward Freeman. 1994. Manajemen. Edisi Kelima Jilid 2. Penerjemah: Wilhelmus W. Bakowatun dan Benyamin Molan. Jakarta(ID): Intermedia. This entry was posted in Uncategorized by isma45e. Bookmark the permalink. Leave a Reply Your email address will not be published. Required fields are marked * Name * Email * Website Refresh Captcha * Comment Post Comment Proudly powered by WordPress Skip to toolbar