Okldnikoya, ND

advertisement
PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL
DENGAN TEHNIK FLUORESENCE IN SITU HYBRIDIZATION
Zubaidah Alatas, Yanti Lusiyanti dan Iwiq Indrawati
Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN
ABSTRAK
PEMERIKSAAN
ABERASI
KROMOSOM
STABIL
DENGAN
TEHNIK
FLUORESENCE IN SITU HYBRIDIZATION. Pemeriksaan translokasi sebagai
aberasi kromosom yang bersifat stabil menjadi sarana yang sangat penting untuk mendeteksi
kerusakan sitogenetik pada sel limfosit akibat radiasi dalam memprediksi dan mengkaji efek
radiasi segera dan tertunda. Translokasi juga dianggap sebagai parameter optimum sitogenetik
untuk biodosimetri retrospektif dalam waktu yang lama. Tujuan penelitian ini untuk
melakukan pemeriksaan terhadap kromosom translokasi pada sel limfosit pekerja radiasi
dengan tehnik Fluoresence in situ hybridization (FISH). Sampel darah tepi yang diperoleh
dari 11 pekerja radiasi dibiakkan dan dipanen setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 72
jam. Larutan sel diteteskan pada gelas preparat dan diwarnai dengan chromosome painting
FISH. Kromosom dicat dengan whole chromosome probe nomor 1, 4, 5, atau 8 yang berlabel
FITC dan diamati dengan mikroskop epifluoresen. Hasil yang diperoleh menunjukkan tidak
dijumpai translokasi pada semua kromosom sel limfosit pekerja radiasi yang dilabel. Masih
perlu dilakukan peningkatan penguasaan dan kualitas tehnik FISH untuk pemeriksaan aberasi
kromosom stabil.
Kata kunci : Sel limfosit, aberasi kromosom stabil, translokasi, FISH, chromosome painting.
ABSTRACT
MEASUREMENT
OF
STABLE
CHROMOSOME
ABERRATIONS
BY
FLUORESENCE IN SITU HYBRIDIZATION TECHNIQUE. Measurement of
translocation as stable chromosome aberrations becomes a very important tool to detect
cytogenetic damages in lymphocytes due to radiation exposure in prediction and assessment
of immediate and late radiation effects. Translocation is also considered as optimum
cytogeneric parameter for long-term retrospective biodosimetry. The aim of this study is to
carry out examination of translocation in lymphocytes of radiation workers using Fluoresence
in situ hybridization (FISH) technique. Blood samples obtained from 11 radiation workers
were cultured in enriched media and harvested after being incubated at 37oC for 72 hours.
The cell suspension was dropped onto slides and stained by chromosome painting FISH. The
chromosome painted with FITC-labeled whole chromosome probe no. 1, 4, 5, or 8 and
observed with a fluorescence microscope. None translocation was found on the painted
chromosome of all radiation workers lymphocytes. Further study of stable chormosome
aberrations measurement using FISH technique require to be conducted regarding technical
issues.
Key words : lymphocytes, stable chromosome aberrations, translocation, FISH, chromosome painting.
1
I. PENDAHULUAN
Perkembangan dan pemanfaatan iptek nuklir di bidang industri, kesehatan, pertanian
dan lainnya tidak lepas dari risiko timbulnya dampak atau efek radiasi pengion pada tubuh
manusia. Ketika tubuh terpapar radiasi pengion, dipastikan akan terjadi perubahan pada
materi biologik tubuh, paling tidak pada tingkat molekuler khususnya materi genetik sel dan
pada tingkat seluler. Sejumlah perubahan atau kerusakan yang timbul dapat digunakan untuk
memprediksi kemungkinan risiko akibat radiasi pada kesehatan tubuh, antara lain kerusakan
pada kromosom sel tubuh.
Kromosom manusia yang berjumlah 23 pasang mengandung ribuan gen yang
merupakan suatu rantai pendek dari DNA yang membawa kode informasi genetik tertentu dan
spesifik. Kerusakan pada kromosom merupakan indikator penting adanya kerusakan pada
DNA dan ketidakstabilan genom. Setelah terjadi kerusakan double strand breaks (DSB) pada
DNA yang diinduksi oleh radiasi pengion, akan terjadi rekombinasi antara DSB dalam proses
perbaikan kerusakan DNA melalui mekanisme penggabungan kembali, tetapi yang dihasilkan
adalah kromosom yang mengalami perubahan struktur [1,2].
Limfosit, salah satu jenis sel darah putih, merupakan sel yang paling sensitif terhadap
radiasi sehingga mudah mengalami kerusakan atau aberasi kromosom. Frekuensi terjadinya
aberasi kromosom bergantung antara lain pada dosis, energi dan jenis radiasi yang diterima.
Aberasi kromosom merupakan indikator kerusakan akibat paparan radiasi pada tubuh yang
sangat dapat diandalkan. Pemeriksaan aberasi kromosom, selain untuk memperkirakan tingkat
keparahan efek radiasi dan risiko pada kesehatan, juga dapat digunakan sebagai dosimeter
biologi. Terdapat 2 kelompok utama aberasi kromosom yang diinduksi oleh radiasi pengion
pada sel limfosit darah yaitu aberasi kromosom tidak stabil, seperti kromosom disentrik
(kromosom dengan dua sentromer) dan kromosom bentuk cincin; dan aberasi kromosom
stabil seperti translokasi (terjadi perpindahan atau pertukaran fragmen dari dua atau lebih
kromosom) [1,3].
Perubahan struktur kromosom dapat merupakan hasil dari pertukaran atau
penggabungan patahan atau fragmen lengan kromosom. Aberasi jenis pertukaran ini dapat
terjadi interkromosom (seperti kromosom disentrik dan translokasi) atau intrakromosom
(seperti kromosom cincin dan inversi parasentrik). Aberasi interkromosom merupakan hasil
penggabungan DSB pada dua kromosom yang berbeda, sedangkan intrakromosom terjadi jika
penggabungan DSB terjadi pada satu kromosom yang sama baik pada lengan kromosom yang
berbeda (interlengan) maupun pada lengan kromosom yang sama (intralengan) [4].
2
Pengamatan aberasi kromosom pada sel limfosit darah tepi digunakan untuk mengkaji
efek genotoksik paparan radiasi. Analisis dilakukan terhadap kromosom yang mengalami
perubahan struktur seperti kromosom disentrik, cincin dan translokasi. Jumlah disentrik dan
cincin digunakan untuk memperkirakan dosis radiasi tidak lama setelah paparan radiasi.
Jumlah sel limfosit yang mengandung aberasi kromosom dengan multisentrik atau asentrik
(yaitu aberasi tak stabil) diketahui akan menurun dalam sirkulasi darah bersama dengan waktu
pasca irradiasi.Sedangkan data translokasi digunakan untuk kuantifikasi paparan radiasi
kronik dan masa lalu. Jenis aberasi yang lain seperti chromatid breaks, chromatid exchanges,
dan asentrik pada individu terpapar dapat memberikan informasi tentang status genom
individu akibat paparan radiasi di masa lalu [5,6].
Analisis frekuensi kromosom disentrik khususnya digunakan pada individu yang
terpajan secara akut akibat kerja atau dalam kasus kecelakaan radiasi yang harus dilakukan
dalam waktu secepatnya. Dengan demikian pemeriksaan kromosom disentrik tidak dapat
dilakukan pada individu yang terpajan radiasi secara kronik, seperti pekerja radiasi, atau
individu yang terpajan beberapa bulan atau tahun yang lalu [1,3].
Translokasi sebagai aberasi kromosom yang stabil, tidak hilang dengan bertambahnya
waktu karena sel yang mengandung kromosom bentuk ini tidak mati ketika melakukan
pembelahan. Analisis frekuensi translokasi lebih sesuai bila digunakan untuk pemeriksaan
paparan radiasi akut atau kronik yang dapat dilakukan beberapa tahun kemudian setelah
terpajan radiasi. Translokasi juga berperan dalam perkembangan kelainan atau penyakit
genetik dan dalam karsinogenesis termasuk proses aktivasi onkogen yang menyebabkan sel
normal berkembang menjadi sel malignan. Dengan demikian pemeriksaan kromosom
translokasi menjadi sangat penting dalam mendeteksi kerusakan sitogenetik akibat radiasi
dalam memprediksi dan mengkaji efek radiasi segera dan tertunda [7,8]. Translokasi dianggap
sebagai parameter optimum dari sitogenetik untuk digunakan sebagai biodosimetri
retrospektif dalam waktu yang lama [9].
Telah dikembangkan suatu tehnik untuk mendeteksi adanya translokasi pada kromosom
yang dikenal dengan Fluorescence in situ hybridization (FISH). Tehnik ini merupakan suatu
tehnik pengecatan yang spesifik pada pasangan kromosom dengan bahan berpendar
(fluorescent) untuk memvisualisasi terjadinya translokasi kromosom secara individual.
Tehnik Chromosome Painting ini dilakukan dengan menggunakan whole chromosome probe
berlabel pada sebagian atau semua kromosom sehingga adanya perpindahan fragmen antar
3
kromosom dapat dilihat dengan mikroskop epifluorescence. Setelah dibuat kariotip
kromosom, akan dapat diidentifikasi kromosom yang mengalami translokasi [2,3].
Aberasi kromosom merupakan prediktor paling efektif terhadap risiko kanker yang
diketahui dengan peningkatan frekuensi aberasi kromosom pada sel limfosit darah tepi yang
berhubungan dengan peningkatan frekuensi kanker pada populasi tertentu. Metode FISH
untuk mengkaji translokasi pada individu terpajan meningkatkan kemampuan untuk
memprediksi kanker karena aberasi ini dapat ditransmisikan yang merupakan hallmark dari
induksi kanker. Dengan demikian semakin tegas bahwa pengukuran translokasi dengan FISH
menjadi test yang paling akurat dan sensitif untuk paparan dengan dosis relatif rendah pada
masa lampau untuk digunakan sebagai biomarker prediksi menggantikan metode sitogenetik
yang lebih klasik [7,8]. Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan keandalan tehnik FISH
chromosome painting dalam mendeteksi berbagai perubahan struktur kromosom manusia
dengan presisi yang tinggi pada beberapa kasus kecelakaan radiasi [10-14].
Sampai saat ini belum ada laboratorium yang melakukan pemeriksaan kerusakan pada
kromosom sel darah limfosit yang diinduksi oleh radiasi menggunakan tehnik FISH. Pada
makalah ini akan disampaikan hasil penguasaan dan pemantapan tehnik FISH yang dilakukan
di laboratorium Biomedika, Pusat Teknologi Keselamatan Radiasi dan Metrologi – BATAN
untuk memeriksa kromosom pada sel limfosit para pekerja radiasi. Tehnik ini diharapkan
akan dapat dikuasai dengan baik dan dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan
untuk memprediksi risiko kesehatan para pekerja radiasi dan masyarakat yang terpapar
radiasi.
II. TATA KERJA
II. 1. Subjek Penelitian
Sampel darah diperoleh dari 11 pekerja radiasi dengan rentang usia sekitar 23 – 59
tahun dan masa kerja 1 – 47 tahun. Data setiap pekerja radiasi, meliputi usia, masa kerja serta
sumber radiasi yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data pekerja radiasi sebagai donor sampel darah
Nomor
Pekerja
Radiasi
1
2
3
4
5
6
Umur
(tahun)
Masa Kerja
(tahun)
59
54
32
25
30
32
47
22
4
5
6
5
Sumber Radiasi
192
Ir, 131I, Mo, Hasil fisi 235U
192
Ir, 131I, Mo
192
Ir, 131I,Mo
192
Ir, 131I, Mo
192
Ir, 131I,Hasil fisi 235U, Mo, 32P
192
Ir, 131I, 32P,Mo, 99Tc
4
7
8
9
10
11
26
29
47
31
29
1
8
19
6
11
192
Ir, 131I, Mo, hasil fisi 235U
Ir, 131I, 99Tc, Mo
192
Ir, 131I, Mo, 99Tc
60
Co
60
Co
192
II.2. Pembiakan dan Pemanenan Sel Darah Limfosit
Dari setiap pekerja radiasi diambil sekitar 5 ml darah tepi menggunakan syringe dan
segera diberi 0,003 ml heparin sebagai anti koagulan. Sampel darah ini dibiakkan secara
duplo. Ke dalam sebuah flask, dimasukkan media pertumbuhan 7,5 ml RPMI-1640, 0,1 ml LGlutamin, 1 ml Fetal Bovine Serum, 0,2 ml Penicillin Streptomycin, 1 ml darah dan 0,06 ml
Phytohaemaglutinin. Flash kemudian ditutup rapat dan disimpan dalam inkubator 37oC
selama 72 jam. Pada 3 jam sebelum pemanenan, pada biakan ditambahkan 0,1 ml kolhisin
untuk menghentikan proses pembelahan agar sel berada pada tahap metafase.
Darah yang telah dibiakkan, disentrifus dengan kecepatan 1300 rpm selama 10 menit.
Pada endapan darah ditambahkan 10 ml KCl 0,56%, diaduk dengan pipet Pasteur dan
disimpan pada waterbath 37º C selama 13 menit. Larutan selanjutnya disentrifuse kembali
dengan kecepatan yang sama selama 5 menit. Pada endapan ditambahkan 4 ml larutan carnoy
(metanol : asam asetat = 3 : 1), divortex, dan kemudian ditambahkan lagi larutan carnoy
sampai volume total mencapai 10 ml. Larutan tersebut disentrifus kembali beberapa kali
sampai diperoleh endapan sel limfosit yang berwarna putih.
II.3. Pembuatan Preparat dan Pengecatan Kromosom dengan Tehnik FISH
Endapan sel limfosit diteteskan di atas gelas preparat pada tiga tempat yang berbeda
dan dikeringkan di atas hot plate 65º C selama 1 ½ jam. Dengan mikroskop, dilakukan seleksi
terhadap preparat yang mempunyai sebaran kromosom yang baik pada sel limfosit tahap
metafase. Preparat tersebut didehidrasi dengan dimasukkan ke dalam seri coplin jar yang
berisi etanol 70% sebanyak 2x masing-masing selama 2 menit, etanol 90% 2x selama 2 menit
dan etanol 100% sebanyak 1x selama 5 menit. Preparat kemudian dikeringkan di atas hot
plate 65ºC selama 1½ jam. Kromosom pada preparat selanjutnya di denaturasi dengan
dimasukkan ke dalam larutan formamida dan diinkubasi pada waterbarh 65ºC selama 1½
menit. Preparat dicuci secara berturutan dengan alkohol 70% dingin selama 4 menit, 70%
selama 2 menit, 90% sebanyak 2 x masing-masing selama 2 menit dan 100% selama 5 menit.
Kromosom pada preparat telah siap untuk dilakukan hibridisasi dengan whole chromosome
5
probe (WCP) nomor 1, 4, 5, atau 8. WCP yang digunakan merupakan produksi ID Labs.
USA.
Dibuat campuran 1 µl WPC berlabel Fluorescent isothiocyanate (FITC) dengan 4 µl
buffer, disentrifus selama 1-3 detik, didenaturasi pada suhu 65º C selama 10 menit, dan
kemudian diinkubasi pada waterbath 37 ºC selama 45 menit. Proses hibridisasi (pengecatan)
dilakukan dengan meneteskan larutan probe pada preparat yang telah di denaturasi,
kemudian ditutup dengan coverslip dan dilem untuk mencegah terjadi penguapan. Preparat
diletakkan dalam wadah plastik dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 16 jam. Setelah proses
hibridisasi coverslip dibuka, secara berturutan preparat direndam dalam seri coplin jar yang
berisi larutan pencuci stringency 45 ºC sebanyak 2x masing-masing selama 5 menit, larutan 1
x SSC sebanyak 2 x selama 5 menit, dan larutan detergen sebanyak 1x selama 4 menit.
Preparat dikeringkan, diteteskan 10 µl 4,6 diamidino-2-phenylindole (DAPI), ditutup, dan
didiamkan selama 10 menit. DAPI yang merupakan counterstain terhadap kromosom yang
tidak dihibridisasi dengan WCP, diperoleh dari VYSIS (VX-32804830). Preparat segera
diamati dengan mikroskop epi-fluorescent yang dilengkapi dengan filter biru, dan dilakukan
pemotretan terhadap kromosom yang memiliki pendaran probe kromosom.
II.4. Pembuatan Preparat dan Pewarnaan Kromosom dengan Giemsa
Endapan sel limfosit diteteskan di atas gelas objek pada tiga tempat berbeda. Setelah
kering, pada preparat diberi pewarnaan Giemsa 4% selama 5 menit. Setelah dicuci dan
dikeringkan, preparat ditutup dan siap untuk dilakukan pengamatan dengan mikroskop
terhadap jenis aberasi kromosom tak stabil. Penghitungan dilakukan terhadap jumlah
kromosom pada setiap sel metafase. Bila kromosom berjumlah 45 atau 46, maka dilakukan
penghitungan dan pencatatan jumlah kromosom disentrik, cincin dan fragmen/potongan
kromosom terhadap 200 – 500 sel metafase.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Telah dilakukan pemeriksaan sitogenetik terhadap sampel darah 11 pekerja radiasi.
Selain dilakukan pemeriksaan terhadap aberasi kromosom stabil dengan tehnik FISH, juga
dilakukan analisis aberasi kromosom tak stabil dengan pewarnaan Giemsa. Hasil pemeriksaan
aberasi kromosom translokasi dan aberasi kromosom tak stabil yaitu kromosom disentrik,
kromosom cincin dan fragmen asentrik terhadap 11 sampel darah pekerja radiasi ditampilkan
pada Tabel 2.
6
Tabel 2. Data hasil pemeriksaan aberasi kromosom stabil dan tidak stabil pada 11
pekerja radiasi.
Pekerja
radiasi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Aberasi kromosom stabil
(translokasi)
No. WPC
Translokasi
1 dan 4
5
1 dan 4
5
5
1 dan 4
1 dan 4
5
5
4 dan 8
1 dan 8
-
Aberasi kromosom tidak stabil
Jumlah sel
metafase
250
250
1000
100
250
169
90
500
250
500
500
Disentrik
1
3
-
Fragemt
asentrik
1
3
4
-
cincin
-
Tehnik FISH menggunakan perpustakaan spesifik kromosom yang dilabel dengan
fluorochrome sebagai probe untuk mencat kromosom spesifik, sementara kromosom yang
lain diberi pewarna DNA berpendar yang tidak selektif (nonselective fluorescent DNA dye)
seperti DAPI atau propidium iodine. Oleh karena itu pertukaran antara kromosom dicat dan
kromosom counterstained dapat dideteksi dengan kombinasi warna yang dapat diamati.
Dibandingkan dengan metode kromosom banding, deteksi translokasi reciprocal dengan
pengecatan relatif lebih langsung. Berdasarkan pada pengamatan pada pola kromosom yang
dicat, juga menjadi jelas bahwa pertukaran kompleks terjadi dengan frekuensi yang nyata [8].
Pada penelitian ini, pengamatan terhadap translokasi pada sel limfosit para pekerja
radiasi hanya dilakukan dengan pengecatan terhadap satu pasang kromosom saja untuk setiap
preparat. Sebagian sampel darah pekerja radiasi dihibridisasi dengan whole chromosome
probe (WCP) nomor 1 dan sebagain lainya dengan WCP nomor 4, 5 atau 8 yang berlabel
FITC. Sebagian dari hasil pemeriksaan yang diperoleh terhadap adanya aberasi translokasi
pada sampel darah 11 pekerja radiasi dengan tehnik FISH ditunjukkan pada Gambar 1.
7
A
B
C
D
E
F
Gambar 1. Hasil Chromosome painting FISH pada sel limfosit pekerja radiasi yang dihibridisasi
dengan WCP yang berbeda. (A) Kromosom pekerja radiasi 1 dengan WCP no. 5; (B) Kromosom
pekerja radiasi 2 dengan WCP no. 4; (C) Kromosom pekerja radiasi 3 dengan WCP no. 5; (D)
Kromosom pekerja radiasi 4 dengan WCP no. 1; (E) Kromosom pekerja radiasi 5 dengan WCP no. 4;
dan (F) Kromosom pekerja radiasi 9 dengan WCP no. 8.
Sel metafase yang terdeteksi adalah sel dengan kromosom yang menunjukkan sinyal
warna terang berpendar. Kromosom dengan dua warna dan satu sentromer diklasifikasikan
sebagai translokasi. Penggunaan perwarna FITC
pada kromosom dan filter biru pada
mikroskop epifluoresent menyebabkan warna pada sepasang kromosom yang dicat yaitu
kromosom 1, 4, 5 atau 8 menjadi hijau. Dari hasil pengecatan yang hanya dilakukan pada
kromosom nomor 1, 4, 5 atau 8, ternyata tidak dijumpai adanya translokasi pada kromosom
karena kromosom tersebut mempunyai warna hijau berpendar yang homogen. Hasil ini tidak
dapat diasumsikan bahwa tidak ada kromosom translokasi pada kromosom sel limfosit para
8
pekerja radiasi. Kemungkinan translokasi terjadi pada kromosom yang tidak dilabel sehingga
tidak dapat dideteksi keberadaannya.
Pada kegiatan penelitian ini, pengecatan masih dilakukan pada tahap penguasaan dan
pemantapan tehnik dasar FISH menggunakan fasilitas yang sangat terbatas khususnya
mikroskop yang digunakan. Fasilitas mikroskop yang digunakan saat ini adalah mikroskop
Nikon-Labophot yang hanya dilengkapi dengan satu buah filter warna biru. Kondisi ini
menyebabkan chromosome painting hanya dapat dilakukan dengan menggunakan FITC,
Immunofluorescence, atau auramine. Penggunaan pewarna berpendar lain harus disertai
dengan penggunaan filter yang sesuai. Kondisi ideal untuk pengamatan kromosom adalah
dengan menggunakan sistem automated fluorescence metafase finder yang dapat mendeteksi
dan melokalisir sel metafase secara otomatis dan cepat. Gambar sel yang mengandung aberasi
kromosom akan segera dapat diidentifikasi, didigitasi dan disimpan dengan menggunakan
ISIS System (MetaSystems) [15].
Aspek penting dari analisis aberasi kromosom dengan FISH adalah seleksi kromosom
yang akan dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejumlah kromosom tertentu
ternyata lebih sensitif terhadap radiasi sehingga lebih sering terinduksi kerusakan pertukaran
fragmen kromosom dibandingkan dengan kromosom lain. Distribusi patahan kromosom
ternyata bersifat tidak random pada genom manusia [15]. Berdasarkan ukuran panjang fisik
kromosom pada genom manusia, kromosom nomor 1, 4, 5 dan 8 masing-masing mempunyai
panjang sekitar 8,29%, 6,28%, 5,97%, dan 4,75% dari genom [16]. Kromosom 1 dan 4
mempunyai lebih banyak patahan pada bagian tengah lengan p dan q, sementara patahan
relatif merata sepanjang kromosom nomor 2 [15].
Dengan demikian terdapat kemungkinan tidak ada kromosom yang mengalami
translokasi karena dosis radiasi yang mengenai kromosom tidak cukup besar untuk dapat
menimbulkan patahan. Dosis ambang radiasi secara akut yang dibutuhkan untuk dapat
menginduksi aberasi kromosom termasuk translokasi sekitar 0,25 Gy [1]. Berdasarkan data
terakhir yang diperoleh dari hasil pembacaan dosimeter fisik yang digunakan para pekerja,
dosis ekivalen seluruh tubuh (Hp10 per Juni 2005) yang diterima berkisar antara 5,58 - 545,68
mSv yang merupakan akumulasi dosis dari paparan radiasi yang diterima dalam waktu sekitar
3 bulan. Nilai Batas Dosis per tahun untuk Hp(10) adalah 50 mSv. Waktu paro translokasi
bervariasi pada setiap individu. Dilaporkan bahwa waktu paro translokasi berkisar 3 – 11
tahun akibat paparan radiasi secara parsial pada tubuh dengan dosis tinggi [6].
Aberasi kromosom tak stabil yaitu kromosom disentrik, kromosom cincin dan
fragmen asentrik hanya terdapat pada 3 sampel darah pekerja radiasi (Tabel 2). Hal ini
9
kemungkinan disebabkan karena paparan radiasi yang diterima tidak cukup besar untuk
menginduksi terbentuknya aberasi kromosom. Terdapat kemungkinan pula bahwa memang
telah terinduksi aberasi kromosom tak stabil tetapi sel limfosit yang membawa aberasi
kromosom tersebut telah mengalami kematian dan diganti dengan sel limfosit yang baru
karena pengambilan darah dilakukan beberapa waktu kemudian. Selain itu, jumlah sel
metafase yang berhasil diamati sangat sedikit yang disebabkan kondisi sel darah yang tidak
baik sehingga proses pembiakan tidak berhasil dengan baik pula. Untuk pemeriksaan aberasi
kromosom tak stabil yang baik, dibutuhkan sekitar 1000 sel limfosit tahap metafase. Paparan
radiasi latar dari alam dapat menginduksi kromosom disentrik sekitar 1/1000 sel dan
kromosom translokasi sekitar 4/1000 sel [17].
Secara umum aberasi kromosom merupakan gabungan semua perubahan pada kriotip
normal. Semua aberasi kromosom tipe pertukaran dapat terjadi paling tidak bila terdapat 2
patahan yang akan disambung kembali dengan mekanisme yang bervariasi. Ini berarti tidak
selalu ada informasi genetik yang hilang, tetapi hanya ditranslokasi ke posisi yang berbeda.
Lokasi patahan pada tempat yang baru akan mengarah pada terjadinya perubahan ekspresi gen
yang berpotensi menimbulkan perubahan fenotip. Contoh yang paling baik adalah
Philadelphia chromosome (translokasi resiprokal antara kromosom 9 dan 21), yang umum
ditemukan pada pasien leukemia dimana onkogen yang dalam kondisi normal bersifat silent
menjadi teraktivasi dan berekspresi [17].
Sejumlah studi pada kromosom manusia menunjukkan suseptibilitas kromosom yang
berbeda terhadap patahan akibat paparan radiasi in vitro. Ini mengindikasikan bahwa
terjadinya translokasi pada kromosom tidak berhubungan dengan kandungan DNA
[17,18,19]. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa perubahan struktur kromosom
nomor 1, 3 dan 10 yang diinduksi oleh sinar-X dengan dosis 0,25 – 1 Gy terdistribusi secara
tidak random [20]. Fraksi aberasi kromosom pada kromosom nomor 10 secara nyata lebih
besar bila dibandingkan dengan kromosom nomor 1 atau 3. Data ini menunjukkan bahwa, bila
dibandingkan dengan kromososm 1 dan 3, keterlibatan kromosom 10 dalam pembentukan
aberasi kromosom ternyata lebih besar dari yang diperkirakan berdasarkan kandungan
DNAnya. Studi lain dengan tehnik FISH mengindikasikan keterlibatan berbagai kromosom
dalam pembentukan aberasi tidak selalu berhubungan dengan kandungan DNA dari setiap
kromosom [21,22,23]. Semua ini membuktikan bahwa probabilitas induksi patahan pada
kromosom oleh radiasi tidak terdistribusi secara random dan tidak bergantung pada
kandungan DNA kromosom.
10
IV. KESIMPULAN
Introduksi teknik pengecatan kromosom FISH secara radikal meningkatkan
penghitungan aberasi monosentrik, atau disebut aberasi stabil seperti translokasi. Aberasi
kromosom stabil secara umum diyakini tetap ada pada sel darah tepi untuk beberapa tahun,
sehingga dapat digunakan secara retrospektif untuk mengkaji dosis radiasi atau paparan
kronik. Tidak terdeteksinya kerusakan pada kromosom sel limfosit pekerja radiasi
dimungkinkan karena translokasi terjadi pada kromosom yang tidak dilabel sehingga tidak
terdeteksi, atau dosis yang diterima sel limfosit para pekerja radiasi tidak cukup untuk
menginduksi aberasi kromosom (stabil dan tidak stabil) yang merupakan efek deterministik,
atau sel darah tepi yang mengandung aberasi kromosom tak stabil telah mati dan diganti
dengan sel limfosit yang baru.
FISH adalah metode yang sangat sesuai untuk mendeteksi perubahan susunan
kromosom, khususnya translokasi, yang merupakan biomarker penting untuk pengkajian efek,
risiko dan dosis pada kasus paparan radiasi pada manusia. Hal ini dapat dicapai dengan
penguasaan tehnik FISH yang sangat baik dan dengan pengembangan terhadap kualitas tehnik
ini diharapkan mampu untuk melakukan pengecatan dengan warna berbeda pada setiap
pasang kromosom dalam waktu yang bersamaan. Dengan demikian akan dapat
divisualisasikan kemungkinan adanya aberasi kromosom stabil dan tidak stabil pada semua
kromosom genom manusia. Tahapan ini akan dilakukan pada lanjutan dari penelitian ini dan
merupakan sasaran akhir kegiatan penelitian yang diharapkan dapat dicapai dalam waktu yang
tidak lama.
DAFTAR PUSTAKA
1. HALL, E. J. Radiobiology for the Radiobiologist. JB Lippincott Company.
Philadelphia, 5th Edition, 2000.
2. CAMPAROTO, M.L., RAMALHO, A.T., NATARAJAN, A.T., CURADO, M.P., and
SAKAMOTO-HOJO, E.T. Translocation Analysis by the FISH-Painting Methode for
Retrospective Dose Construction in Individuals Exposed to Ionizing Radiation 10 Years
After Exposure. Mutation Research 530, 1-7, 2003.
3. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY. Cytogenetic Analysis For Radiation
Dose Assessment. A Manual Series No. 405, IAEA-Vienna, 2001.
4. BRENNER, D.J., OKLADNIKOVA, N., HANDE, P. BURAK, L., GEARD, C.R. and AZIZOVA,
T. Biomarkers Specific to Densely-Ionizing (High LET) Radiations. Radiation Protection
Dosimetry. 97(1), 69-73. 2001.
11
5. NERONOVA,E., SLOZINA,N., and NIKIFOROV,A. Chromosome Alterations in
Cleanup Workers Sampled Years after the Chernobyl Accident. Radiation Research
160,46-51, 2003.
6. GEORGE, K. WILLINGHAM, V., and CUCINOTTA, F.A. Stability of Chromosome
Aberrations in the Blood Lymphocytes of Astronauts Measured after Space Flight by
FISH Chromosome Painting. Radiation Research 164,474-480, 2005.
7. LUCAS, J.N., HILL, F., BURK, C., FESTER, T. and STRAUME, T. Dose-Response
Curve for Chromosome Translocations Measured in Human Lymphocytes Exposed to
60
Co Gamma Rays. Health Physics 68(6), 761-765, 1995.
8. LOUCAS, B.D. and CORNFORTH, M.N. Complex Chromosome Exchanges Induced by
Gamma Rays in Human Lymphocytes: An mFISH Study. Radiation Research
155,660-671, 2001.
9. BOUCHINGER, M., SCHMID, E., and BRASELMANN, H. Time-Course of
Translocation and Dicentric Frequencies in A Radiation Accident Case. International
Journal of Radiation Biology 77(5), 553-557, 2001.
10. SALASSIDIS,
K.,
GEORGIADOU-SCHUMACHER,
V.,
BRASEL-MANN,
H.,
MILLER, P., PETER, R.U, and BAUCHINGER, M. Chromosome Painting in Highly
IrradiatednChernobyl Victims: A Follow-up Study to Evaluatemthe Stability of
Symmetrical Translocations and the Influence of Clonal Aberrations for Retrospective
Dose Estimation. International Journal of Radiation Biology 68, 257-262, 1995.
11. SNIGIRYOVA, G., BRASELMANN, H., SALASSIDIS, H., SHEVCHENKO, V. and
BAUCHINGER, M. Retrospective Biodosimetry of Chernobyl Clean-up Workers Using
Chromosome painting and Conventional Chromosome Analysis.International Journal of
Radiation Biology 71, 119-127,1997.
12. TUCKER, J.D., TAWN, E.J., HOLDAWORTH, D. MORRIS, D., LANGLOIS, R.
RAMSEY, M.J., KATO, P. BOICE, J.D., JR, TARONE, R.E., and JENSEN, R.H.
Biological Dosimetry of Radiation Workers at the Sellafield Nuclear Facility. Radiation
Research 148, 216-226, 1997.
13. LLOYD, D.C., MOQUET, J.E., ORAM, S., EDWARDS, A.A., and LUCAS, J.N.
Accidental Intake of Tritiated Water: A Cytogenetic Follow-up on Translocation Stability
and Dose Reconstruction. International Journal of Radiation Biology 73, 543-547, 1998.
14. NAKAMURA, N., MIYAZAWA, SAWADA, S., AKIYAMA, M., and AWA, A.A. A
Close Correlation between Electron Spin Resonance (ESR) Dosimetry from Tooth
12
Enamel and Cytogenetic Dosimetry from Lymphocytes of Hiroshima Atomic-Bomb
Survivors. International Journal of Radiation Biology 73,619-627, 1998.
15. LUOHAMAARA, S., LINDHOLM, C., MUSTONEN,R. and SLOMAA, S. Distribusi of
Radiation-Induced Exchange Aberrations in Human Chromosome 1,2 and 4. International
Journal of Radiation Biology 75(12), 1551-1556, 1999.
16. MORTON, N.E. Parameters of the Human Genome. Procceeding of National Academy
Science USA 88, 7474-7476, 1991.
17. STEPHAN, G. and PRESSL, S. Chromosome Aberrations in Human Lymphocytes
Analised by Fluoresence in situ Hybridization after in vitro Irradiation, and in Radiation
Workers, 11 Years after an Accidental Radiation Exposure. International Journal of
Radiation Biology 71, 293-299, 1997.
18. KNEHR, S., ZITZELSBERGER, H., BRASELMANN, H., and BAUCHINGER, M.
Analysis for DNA-Proportional Distribution of Radiation-Induced Chromosome
Aberrations in Various Triple Combinations of Human Chromosomes using Fluoresence
in situ Hybridization. International Journal of Radiation Biology 65,683-690, 1994.
19. GRANATH,
F., GRIGOREVA,
M. and NATARAJAN,
A.T.
DNA Content
Proportionality and Persistence of Radiation-Induced Chromosome Aberrations Studied
by FISH. Mutation Research, 366,145-152, 1996.
20. SCARPATO,R.,
LORI,A.,
TOMEI,A.,
CIPOLLINI,M.,
and
BARALE,R.
High
Prevalence of Chromosome 10 Rearrengements in Human Lymphocytes after in vitro Xray Irradiation. International Journal of Radiation Biology 76(5), 661-666, 2000.
21. BARQUINERO,
J.F.,
KNHER,
S.,
BRASELMANN,
H.,
FIGEL,
M.,
and
BAUCHINGER, M. DNA-Proportional Distribution of Radiation-Induced Chromosome
Aberrations Analysed by Fluoresence in situ Hybridization Painting of All chromosomes
of A Human Female Karyotype. International Journal of Radiation Biology 74,315-323,
1998.
22. KNEHR, S., ZITZELSBERGER, H., BRASELMANN, H., NAHRSTEDT, U., and
BAUCHINGER, M. Chromosome Analysis by Fluorescence in situ Hybridization:
Further Indications for A Non-DNA-Proportional Involvement of Single Chromosomes in
Radiation-Induced Structural Aberrations. International Journal of Radiation Biology 70,
385-392, 1996.
23. BOEL, J.J.W.A., VERMEULEN, S., and NATARAJAN, A.T. Differential Involvement
of chromosomes 1 and 4 in the Formation of Chromosome Aberrations in Human
13
Lymphocytes After X-Irradiation. International Journal of Radiation Biology 72,139-145,
1997.
14
Download