MANIPULASI POLIPLOIDI UNTUK

advertisement
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXXII, Nomor 4, Tahun 2007 : 1 - 11
ISSN 0216-1877
MANIPULASI POLIPLOIDI UNTUK MEMPEROLEH
JENIS BARU YANG UNGGUL
Oleh
Achmad Kadi1)
ABSTRACT
POLYPLOIDY MANIPULATION TO GET A NEW FAVOURABLE SPECIES.
Polyploidy manipulation is a method to manipulate chromosomes of either diploid
or haploid organisms in order to get a new favourable species. Polyploidy occurs in
spontaneous somatic chromosome duplication or as a result of non-disjunction of
the homologous chromosomes during meiosis of the diploid gametes. Polyploidy
organisms contain multiple or combination of the chromosome sets. If the chromosomes
of one genome are simply duplicated, the polyploidy will be referred as autopolyploid.
Polyploid which occurs as a duplication of two different species (genome) is referred
as an allopolyploid.
PENDAHULUAN
Manipulasi poliploidi dilakukan untuk
mendapatkan jenis yang mempunyai lebih
dari 2 set kromosom (2n), berdasarkan
pertimbangan pemuliaan terhadap flora dan
fauna untuk memperbaiki mutu yang lebih
baik dari jenis atau organisme sebelumnya.
Individu normal di alam pada umumnya
memiliki 2 set kromosom yang biasa disebut
diploid (2n). Individu diploid yang
menghasilkan mutan gamet haploid (n),
biasanya berumur pendek. Apabila telur dari
organisme diploid dirangsang untuk menjalani
embriogenesis tanpa fertilisasi oleh sperma,
lebih dahulu akan menghasilkan individu
haploid yang menyimpang (ADISOEMARTO,
1988). Manipulasi poliploidi menghasilkan
individu triploid, tetraploid dan ploid yang
1)
lebih tinggi. Poliploid ini dapat tumbuh lebih
pesat dibandingkan individu diploid dan
haploid. Individu triploid memiliki sifat steril
dan individu tetraploid bersifat fertil (SISTINA,
2000).
Poliploidi terbentuk dalam dua kelompok,
yaitu : Kelompok pertama autopoliploidi yaitu
penggandaan ploidi melalui penggabungan
genom-genom yang sama. Ploid yang
dihasilkan dari proses ini adalah aneuploid
(kromosom abnormal) yakni dalam bentuk
triploid, tetraploid dan pentaploid. Kelompok
kedua alopoliploidi adalah penggandaan
kromosom yang terjadi melalui penggabungan genom-genom yang berbeda.
Manipulasi ini banyak dilakukan pada tanaman,
dari dua jenis tanaman berbeda digabungkan,
keduanya menghasilkan organisme alopoliploid
dengan jumlah kromosom 2 x + 2 y (JUSUP,
1988).
Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta
Oseana, Volume XXXII No. 4, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Tujuan manipulasi poliploidi adalah
pemuliaan pada flora maupun fauna. Individu
poliploidi secara fenotif, berbeda dengan
diploid maupun haploid. Sel darah merah
triploid dan tetraploid lebih besar
dibandingkan sel darah diploid dan haploid.
Kelebihan individu poliploid adalah tumbuh
lebih cepat dan mudah beradaptasi dengan
lingkungan, dibandingkan dengan individu
diploid dan haploid. Individu triploid dan
tetraploid dapat berperan mengontrol
pertumbuhan organisme lain di lingkungan
habitat yang sama (SISTINA, 2000).
perlakuan ini, akan menyebabkan aktifhya
oosit (totipotensi) dalam proses duplikasi
kromosom. Beberapa metoda manipulasi
kromosom dengan berbagai perlakuan, seperti
kejutan (shocking) dengan suhu panas,
dingin, pemberian tekanan (hydrostatic
pressure) atau menggunakan bahan kimiawi.
Bahan kimia yang biasa digunakan adalah
kolkisin atau kolsemid. Kedua zat kimia
tersebut, menimbulkan kerusakan mikrotubula
yang selanjutnya akan menyebabkan
kerusakan dalam pembentukkan gelondongan
meiosis atau mitosis (ADISOEMARTO, 1988).
ASAL-USUL JENIS POLIPLOIDI
POLIPLOIDI SECARA ALAMI
Organisme poliploid awalnya diperoleh
akibat terjadinya polusi perairan yang
mengandung berbagai bahan kimia dan radiasi
sinar ultraviolet atau akibat pengaruh hormon
berlebihan (ROTTMAN et al., 1999). Bahan
kimia, penyinaran dan efek kerja hormon ini
berpengaruh terhadap organisme yang sedang
mengalami reproduksi pada fase pembelahan
kromosom garnet oosit I dan oosit II, tepat
pada saat terjadi fertilisasi oleh spermatozoa.
Pada pembelahan kromosom, idealnya benang
gelondong kromosom pada fase meiosis
mendistribusikan kromosom pada sel-sel
anakan tanpa kesalahan, tetapi ada kalanya
terjadi kecelakaan yang disebut nondisjungsi
(Gambar 1). Nondisjungsi adalah kondisi
dimana bagian-bagian dari pasangan
kromosom yang homolog tidak bergerak
memisahkan diri sebagaimana mestinya pada
waktu fase pembelahan meiosis I, atau dimana
kromatid saudaranya gagal berpisah selama
fase meiosis II.
Organisme poliploid dapat pula
diperoleh dari hasil rekayasa manusia dengan
memberi perlakuan kejut suhu, pemberian
bahan kimia atau tekanan pada fase oosit II
setelah mengalami pembuahan. Pemberian
Oseana, Volume XXXII No. 4, 2007
Kasus nondisjungsi (Gagal berpisah),
terjadi pada saat satu garnet menerima dua
jenis kromosom yang sama dan satu garnet
lain tidak mendapat salinan (copy) sama sekali.
Salah satu garnet yang menyimpang ini bersatu
dengan garnet normal. Poliploidi secara alami
relatif lebih banyak pada tumbuhan dengan
pemunculan yang spontan. Individu poliploid
ini memainkan peran penting dalam evolusi
tumbuhan. Pada hewan poliploidi secara alami
jarang terjadi, namun terjadi pada katak dan
ikan. Proses ploidisasi alami terjadi sebagai
berikut :
a.
Jika kromosom di dalam telur yang
dibuahi hadir dalam bentuk triplikat
(rangkap tiga), sehingga sel
mempunyai jumlah total kromosom
2n + 1 = 3 set kromosom maka sel
aneuploid yang terbentuk (sel
abnormal) disebut trisomik.
b.
Jika satu kromosom hilang dan sel
memiliki jumlah kromosom 2n - 1 = 1
set kromosom maka sel aneuploid
yang terbentuk haploid dan disebut
monosomik.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXXII No. 4, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
c.
Jika nondisjungsi (gagal berpisah)
terjadi selama mitosis, kesalahan
berlangsung di awal perkembangan
embrionik, kondisi aneuploid ini
diteruskan di fase mitosis untuk
sebagian besar sel dan ini bisa
berdampak besar pada organisme
tersebut.
d.
Organisme yang memiliki dua set
kromosom lengkap, didalam sel telur
yang telah dibuahi secara umum
dapat berubah sehingga terbentuk
kromosom poliploidi, dengan istilah
spesifik triploid (3n) dan tetraploid
(4n), masing-masing menunjukkan 3
atau 4 set kromosom.
e.
Organisme triploid bisa dihasilkan
dari fertilisasi telur diploid abnormal
yang mengalami nondisjungsi (gagal
berpisah) pada semua kromosomnya.
Kecelakaan berikutnya menghasilkan
kromosom tetraploid yang tebentuk
akibat kegagalan zigot 2n dalam
membelah diri setelah replikasi
kromosom-kromosomnya
pada
pembelahan mitosis berikutnya.
Proses ini akan menghasilkan embrio
yang memiliki kromosom 4n.
BEBERAPA TIPE JENIS BARU
Perubahan jenis simpatrik terjadi pada
tumbuhan adalah sebagai akibat perubahan
yang cepat dalam suatu genom, dan
menghasilkan subpopulasi yang secara
reproduksi terisolasi dengan populasi
leluhurnya. Secara garis besar terdapat dua
macam poliploid hasil manipulasi yaitu :
Autopoliploid
Autopoliploid adalah sel yang
mempunyai lebih dari dua genom dimana
Oseana, Volume XXXII No. 4, 2007
genomnya identik atau mempunyai kromosom
homolog, karena pada umumnya berasal dari
satu jenis. Autopoliploid muncul dari
penggandaan kromosom yang komplemen
secara langsung. Autopoliploid dapat diinduksi
artifisial melalui perlakuan kolsisin dan dapat
terjadi secara spontan, tetapi yang terakhir ini
jarang ditemukan. Menurut VANDEPOEL et al.,
(2003) autopoliploid dapat berasal dari
persilangan intraspesies diikuti dengan
penggandaan kromosom, dimana garnet tidak
mengalami reduksi dan kromosomnya
membentuk multivalent pada saat miosis,
dengan pewarisan yang multisomik Beberapa
tanaman yang termasuk autopoliploid alami
adalah kentang, ubi jalar, kacang tanah, alfalfa
dan "orchardgrass".
Beberapa sifat autopoliploid yang
berbeda dengan diploid adalah : (1) volume
sel dan nukleus lebih besar, (2) bertambah
ukuran daun dan bunga serta batang lebih tebal,
(3) terjadi perubahan komposisi kimia meliputi
peningkatan dan perubahan karbohidrat,
protein, vitamin dan alkaloid, (4) kecepatan
pertumbuhan lebih lambat dibanding diploid,
menyebabkan pembungaannya juga ter
lambat, (5) miosis sering tidak teratur dengan
terbentuknya multivalen sebagai penyebab
sterilitas, (6) poliploidi tidak seimbang terutama
pada triploid dan pentaploid (Sparrow, 1979).
SLEPER et al., (2005) juga menyebutkan
bahwa autopoliploid berperan meningkatkan
ukuran sel merismatik, tetapi jumlah total
sel tidak bertambah. Menurut SAREEN et
al.,
(1992)
tanaman
autotetraploid
mempunyai bagian vegetatif lebih besar,
menyebabkan mereka lebih jagur dibanding
diploidnya. Tetapi efek ini tidak universal,
karena ada beberapa autotetraploid yang mirip
atau lebih lemah dibandingkan tetua diploid.
Menurut SLEPER et al., (2005), tiga
hal dasar sebagai petunjuk untuk memproduksi
dan memanfaatkan autoploidi dalam
program pemuliaan tanaman yaitu : (1)
autoploidi
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
cenderung mempunyai pertumbuhan vegetatif
lebih besar sedangkan biji yang dihasilkan
sedikit, sehingga lebih bermanfaat untuk
pemuliaan tanaman yang bagian vegetatifnya
dipanen, (2) lebih berhasil untuk mendapatkan
autoploidi yang jagur dan fertil melalui
penggandaan diploid yang jumlah kromosom
sedikit, (3) autoploidi yang berasal dari spesies
menyerbuk silang lebih baik dari pada autoploidi
dari spesies menyerbuk sendiri, sebab
penyerbukan silang membantu secara luas
rekombinasi gen dan kesempatan untuk
memperoleh keseimbangan genotip pada
poliploidi (Gambar 2).
Oseana, Volume XXXII No. 4, 2007
Alopoliploid
Allopoliploid adalah keadaan sel yang
mempunyai satu atau lebih genom dari genom
normal 2n = 2x, dimana pasangan
kromosomnya tidak homolog. Allopoliploid
terbentuk dari hibridisasi antara spesies atau
genus yang berlainan genom (hibridisasi
interspesies). Tanaman Fl-nya akan steril,
karena tidak ada atau hanya beberapa
kromosom homolog. Bila terjadi penggandaan
kromosom spontan atau diinduksi, maka
tanaman menjadi fertil. Beberapa tanaman
yang termasuk alloploidi alami adalah gandum,
terigu, kapas, tembakau, tebu dan beberapa
spesies kubis.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Allopoliploid ditemukan ada yang
allopoliplod segmental (sebagian kromosom
homolog) menyebabkan steril sebagian, dan
allopolyploid (semua kromosom tidak homolog)
menyebabkan steril penuh. Allopoliploid
segmental memiliki segmen kromosom
homologous dan homoeologus (homolog
parsial) yang selama miosis dapat terjadi
bivalen dan multivalen, sehingga pewarisannya
campuran disomik-polisomik (VANDEPOEL et
al., 2003). Dikatakan juga bahwa prototipe
poliploidi dari rumput-rumputan seperti
gandum adalah allopolyploid, jagung adalah
alloploidi segmental dan padi adalah
paleopoliploid.
Tujuan induksi allopoliploid adalah
mengkombinasi sifat-sifat yang diinginkan dari
dua tetua diploid ke dalam satu tanaman
(SPARROW & NAUMAN, 1976). Menurut
SLEPER et al., (2005) beberapa manfaat
alloploidi untuk para pemulia adalah : (1)
dapat mengidentifikasi asal genetik spesies
tanaman poliploidi, (2) menghasilkan genotip
tanaman baru, (3) dapat memudahkan transfer
Kesalahan fase
mitosis
Menghasilkan
poliploidi
Oseana, Volume XXXII No. 4, 2007
gen antar spesies dan (4) memudahkan transfer
atau subtitusi kromosom secara individual
atau pasangan kromosom.
Para pemulia menginduksi poliploidi
dengan menyilangkan antara spesies budidaya
tetraploid dengan kerabat liarnya, dengan
tujuan supaya gen yang diinginkan dapat
ditransfer dari spesies liar ke kultivar budidaya
(SPARROW & NAUMAN, 1976). Menurut
SLEPER et al., (2005), hampir semua kerabat
liar Solanum dapat disilangkan dengan Solarium
tuberosum (interspesies) dengan tujuan untuk
mendapatkan resistensi terhadap stress abiotik
maupun biotik, serta memperbaiki
heterosigositas tanaman.
Pendekatan pembuatan allopoliploid ini
kelihatan kurang berhasil dibanding induksi
autopoliploid. Kesulitan yang ditemui dengan
pendekatan ini adalah : (1) adanya "barier
incompatible" antar kedua spesies yang akan
disilangkan, (2) terjadi pembuahan, tetapi
mengalami aborsi embrio. Kendala dalam
menghasilkan tanaman allopoliploid ini dapat
diatasi dengan teknik hibridisasi baru, yaitu
fusi protoplas atau hibridisasi somatik.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
POLIPLOIDI SECARA REKAYASA
Poliploidisasi:
Poliploidisasi adalah suatu metoda
manipulasi kromosom dari diploid (2n) menjadi
jumlah kromosom yang lebih tinggi triploid,
tetraploid, pentaploid dan seterusnya. Pada
gambar 4 dapat dilihat perbedaan fase meiosis
pada siklus hidup berbagai organisma diploid
(2n). Jumlah kromosom yang ganjil pada
individu flora maupun fauna akan
menyebabkan kemandulan (steril). Pada
tanaman yang memiliki jumlah kromosom ganjil,
buahnya tidak berbiji sedangkan pada hewan
akan bersifat steril (tidak bisa bereproduksi).
Jumlah kromosom genap pada individu
poliploid umumnya mati sebelum terjadi
reproduksi (SISTINA, 2000).
1. Proses poliploidi
Proses awal pembentukan oosit I
hingga fase meiosis I, akan menghasilkan
oosit II yang mengandung sitoplasma dan
polar bodi II. Bila pada fase ini terjadi fertilisasi
oleh spermazoa, maka oosit II menjadi
totipotensi aktip. Dalam tahap penggabungan
Oseana, Volume XXXII No. 4, 2007
kromosom ini, pelakuan kejut segera
laksanakan. Untuk mendapatkan individu
poliploid yang diinginkan dapat dilakukan
berbagai kejutan seperti suhu panas, dingin,
tekanan
(hydrostatic
pressure)
dan
menggunakan bahan kimiawi. Bahan kimia
yang digunakan adalah kolkisin atau kolsemid.
Tujuannya adalah untuk menghalangi
peloncatan polar body II, bersama pronuklei
betina dan jantan akan membentuk zigot
poliploidi. Penggunaan zat kimia memiliki tujuan
sama, yakni untuk menimbulkan kerusakan
mikrotubula yang selanjutnya akan
menyebabkan kerusakan selama pembentukkan
gelondongan meiosis atau mitosis, dan akan
menghasilkan zigot poliploid. Hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan kejut panas
adalah waktu awal kejutan, suhu kejutan dan
lama kejutan. Nilai parameter tersebut berbeda
pada setiap jenis. Menurut hasil penelitian
MUKTI et al., (2001) ploidisasi dilakukan
setelah menghitung jumlah nukleus, kemudian
memberi perlakuan kejut suhu 40°C selama 1,5
menit maka akan dihasilkan triploid 70 % dan
tetraploid sebesar 60 %. Perlakuan ini efektif
untuk menghasilkan poliploidisasi pada ikan
(Gambar 5).
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
2. Individu poliploidi
ƒ
Individu poliploidi diperoleh dari berbagai
perlakuan, bermula dari awal ovum yang
dibuahi oleh spermazoa, proses poliploidisasi
terjadi sebagai berikut :
a. Triploid
■ Telur diploid yang dibuahi spermatozoa
haploid (2n) + (n) = (3n).
■ Proses meiosis pada pembentukan
ovum (oogenesis) gagal.
Oseana, Volume XXXII No. 4, 2007
ƒ
Manipulasi
pencegahan
pelepasan polar body II
dilakukan setelah haploid
dibuahi spermatozoa haploid,
dengan suhu panas (heat
shock), suhu dingin (cold
shock)
dan
tekanan
(hidrostatik pressure).
Proses triploid pada ovum
dimaksudkan untuk mencegah
atau menahan pelon-catan
polar body II dari ovum.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
b. Tetraploid
ƒ Perlakuan kejutan suhu panas untuk
mencegah pembelahan I (first cleavage)
atau sebelum pembelahan mitosis I.
Kejutan sebaiknya dilakukan setelah
kromosom bereplikasi dan nukleus zigot
hampir terbagi menjadi dua.
ƒ Periode sensitif tertinggi untuk
menghasilkan ikan tetraploid terjadi
pada saat menutupnya konjugasi
pronulei betina dan jantan serta lisisnya
membran nuklear yang mencapai
metafase mitosis I (GRAHAM 2006).
ƒ Peloncatan polar body II pada beberapa jenis terjadi 3-7 menit setelah
fertilisasi. Menurut LEGGAT (2006)
peloncatan terjadi 5 menit setelah
fertilisasi dan proses mitosis terjadi 30
menit setelah fertilisasi.
ƒ Tertraploid dipergunakan dalam
memproduksi ikan triploid melalui
persilangan dengan diploid normal dan
androgenik pada ovum yang diradiasi
dengan sinar Y.
Hasil perlakuan poliploidisasi
Beberapa penelitian menunjukan,
bahwa untuk menghasilkan poliploidisasi pada
ikan, maka yang harus dipengaruhi adalah laju
penetasan telur abnormalnya, kelangsungan
hidup dan laju pertumbuhan. Pada ikan, dapat
dibuat fertilisasi eksternal melalui proses
artifisial untuk telur yang terfertilisasi secara
Oseana, Volume XXXII No. 4, 2007
invitro. Perlakuan yang dipergunakan adalah
kejut suhu panas 40°C, selama 1,5 menit untuk
individu diploid, selama 3 menit dan untuk
individu triploid dan 29 menit setelah fertilisasi
dan untuk tetraploid. Menurut MUKTI et al.,
(2001) ada tiga fakta tentang ikan hasil
ploidisasi, yaitu :
1. Poliploidisasi pada ikan mas (Gambar
6). Rata-rata laju penetasan telur
untuk ikan diploid mencapai 70%,
triploid 20% dan tetraploid 10%. Nilai
persentase
menunjukan rata-rata
penetasan telur yang tidak mengalami
poliploidisasi
lebih
tinggi
dibandingkan yang telah mengalami
poliploidisasi.
2.
Rata-rata kelangsungan hidup ikan
mas (Gambar 7). Untuk ikan diploid
mencapai 70%, triploid 50% dan
tetraploid 50%. Nilai persentase ratarata kelangsungan diploid lebih tinggi
dibanding triploid dan tetraploid.
Nalai
rata-rata
persentase
kelangsungan hidup untuk triploid
dan tetraploid sama.
3.
Rata-rata kecepatan pertumbuhan
relatif (panjang ikan) ikan mas
(Gambar 8). Untuk individu diploid
diperlukan 30 hari untuk mencapai
panjang tubuh 2,75 cm, triploid 4 cm
dan tetraploid 5 cm. Pada hari ke 110,
ikan diploid mencapai panjang 12 cm,
triploid 14 cm dan tetraploid 18 cm.
Pertumbuhan triploid dan tetraploid
lebih panjang dibandingkan diploid
(MUKTI et al., 2001).
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
10
Oseana, Volume XXXII No. 4, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
KESEMPULAN
LEGGAT, RA.; K.W. SCHECE; L.O.B. AFONSO
and GK. IWAMA. 2006. Tripioid and
diploid rainbow trout do not differ in
their stress response to transportation.
North American Jour, of Aquae, v. 68,
issue /: 1 - 17.
MUKTI, A.T.; RUSTIJA; J.B. SUMITRO dan
M.S. DJATI 2001. Poliploidisasi Ikan
Mas (Cyprinus carpio L.). Biosain,
1(1): 22-36.
SLEPER, D. ALLEN and J. M. POEHLMAN
2006. Breeding Field Crops. Blackwell
Publisher. Iowa: 424 pp
ROTTMAN, R.W.; J.V. SHIREMAN and RA.
CHAPMAN 1991. Introduction to
hormone induced spawning of fish.
Canadian Jour.of Fish, and Aqua.
Sci., 49: 2055 -2061.
SAREEN, P.K. 1992. Amphidiploids/synthetic
crop jenis. Plant genetics and breeding,
no. 16:62-81
SISTINA, Y. 2000. Biologi reproduksi, Fak.
Biologi Unsoed, Pasca - Sarjana,
Purwokerto : 66 hal.
SPARROW and NAUMAN 1976. Evolution of
genome size by DNA doublings.
Science, Vol. 192. no. 4239: 524-529
VANDEPOEL K.; C. SIMILLION and Y. Van de
PEER 2003. Evidence That Rice and
Other Cereals Are Ancient Aneuploids.
The Plant Cell, Vol. 15, 2192-2202.
Manipulasi poliploidi merupakan cara
untuk merubah individu haploid atau diploid
menjadi individu triploid, tetraploid, pentaploid
dan seterusnya. Beberapa proses dapat
dilakukan secara alami melalui nondisjungsi
maupun rekayasa dengan kejut suhu panas,
dingin, tekanan dan bahan kimia pada telur
yang telah dibuahi spermatozoa. Perlakuan
ini, untuk mendapakan jenis baru yang
berkualitas, tumbuh cepat besar, bentuk
menarik. Individu poliploidi mudah beradaptasi
dan dapat sebagai kontrol lingkungan untuk
individu lain.
DAFTAR PUSTAKA
ADISOEMARTO, S. 1988. Genetika. Jilid 1.
Penerbit Erlangga, Jakarta: 186 hal.
CAMPBELL, N.A.; J.B. RECEE and L.G
MITCHELL 2000. Biology. Edisi V
(terjemahan). Penerbit Erlangga, IKAPI,
Jakarta: 433 pp.
GRAHAM, A.E. 2006. Genetica and
reproduction in fish culture. University
of California: 4857 pp.
JUSUP, M. 1988. Genetika I; Struktur dan
ekspresi gen. Institut Pertanian Bogor:
205 hal.
11
Oseana, Volume XXXII No. 4, 2007
Download