Mengintip capaian kajian genetika pada Allium sp. Penulis: Lina Herlina, MSi. (peneliti BB Biogen, Bogor) Tahukah anda, bahwa didunia saat ini terdapat sekitar 103 jenis (strain) bawang? Di mana dalam perjalannya kemudian dikembangkan menjadi 277 strain? Allium cepa pada dasarnya ternyata hampir homolog, dan dikelompokkan dalam 2 grup besar, yaitu A. cepa common onion (genom CC) dan A. cepa aggregatum (genom AA) (Gambar 1). Kemajuan riset manipulasi genetik pada bawang (Allium) telah berhasil meningkatkan kontribusi Allium dalam hal: sumber vitamin C (Asam Absisic), sumber sukrosa, varietas bawang tahan penyakit, dan terobosan baru: menciptakan bawang yang tak pedih dipandang mata. Gambar 1. Dua kelompok utama Allium cepa L. (Sumber: Shigyo, 2015) Allium merupakan salah satu contoh tanaman poliploid yaitu individu yang memiliki set kromosom somatik lebih dari 2 set kromosom gametnya, jika dinotasikan poliploid adalah 2n= 3x, 4x, 5x, ddan seterusnya. Ploidi dalam hal ini lebih ditentukan dari jumlah set kromosom sel somatiknya. Misalnya, jika biasanya padi diploid (individu 2n= 2x) di mana set kromosom gamet sama jumlahnya dengan set kromosom somatik, yaitu pada padi terdapat 2n = 2x= 24 kromosom atau pada masing-masing sel gametnya akan memiliki n = 12 kromosom, yang sama jumlahnya dengan satu set kromosom pada sel somatik, yaitu x= 12. Akan tetapi, pada individu poliploid, pada kentang tetraploid misalnya yang memiliki total 48 kromosom, akan dinotasikan sebagai 2n = 4x =48. Atau, untuk setiap satu set kromosom somatik akan terdiri dari x=12 kromosom, namun pada set kromosom gametnya akan memiliki n = 24 kromosom. Pada pemuliaan tanaman poliploid, manipulasi kromosom adalah salah satu cara yang sangat membantu mempercepat tercapainya tujuan pemuliaan. Ada sedikit perbedaan dalam manipulasi 1 genetik pada tanaman poliploid dengan monoploid (n) ataupun diploid (2n). Karena bekerja di level ploidi yang besar dianggap lebih sulit karena kompleksnya segregasi karakter yang terjadi (akibat dari lebih besarnya jumlah kromosom), maka strategi yang dilakukan biasanya adalah dengan: tanaman poliploid ‘diubah’ dulu level ploidinya ke tingkat yang lebih rendah (diturunkan level ploidinya). Setelah genotipe dengan ploidi yang rendah yang memiliki karakter yang dikehendaki berhasil diperoleh, maka dikembalikan ke ploidi alaminya, yaitu dijadikan poliploid lagi. Menurunkan ke level ploidi yang lebih rendah dapat dilakukan dengan androgenesis atau kultur anther. Sebaliknya, mengembalikan ke level ploidi yang lebih besar dapat ditempuh dengan cara perlakuan kimia (misalnya dengan perlakuan perendaman dalam kolkisin), atau melalui hibridisasi somatik (dengan fusi protoplas), atau hibridisasi sexual (untuk mendapatkan poliploid dengan heterosigositas yang tinggi), atau melalui mutasi. Mengapa perlu diturunkan ke ploidi yang lebih rendah? Individu bergenotipe monoploid memberikan banyak keuntungan dalam hal pemuliaan antara lain: semua perubahan genetik, baik yang bersifat dominan maupun resesif akan terekspresi karena kromosom berada dalam kondisi tunggal, alel resesif yang tidak menguntungkan dapat dieliminasi karena dalam kondisi monoploid (monohaploid) alel resesif tidak akan tersembunyi atau tertutupi oleh alel dominan, pendugaan dan interpretasi hasil akan lebih mudah dan sederhana. O. sativa (AA) Perlakuan kolkisin O. sativa (AAAA) X O. punctata (BB) Penyelamatan embrio F1 (AAB) X O. sativa (AA) Penyelamatan embrio BC1F1 X BC1F2 BC2F1 BC1F3 BC3F1 O. sativa (AA) Gambar 2. Skema pembentukan CSL pada O. sativa (genom AA) dengan penambahan kromosom asal O. punctata (genom BB) (Sumber: Syukur, 2009) Selain strategi yang disebutkan di atas, pemuliaan tanaman poliploid, khususnya yang ditujukan untuk menginterogasi lokasi maupun fungsi suatu gen tertentu, juga dapat ditempuh dengan pendekatan lain. Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan hibridisasi interspesifik. mIsalnya antara Allium cepa (tetraploid bergenom CC) dengan Allium fistulosum (bergenom FF) melalui pembentukan Chromosome Addition Line (CSL). CSL adalah yaitu galur-galur dengan kromosom tambahan, dimana tambahan kromosomnya didapatkan dari spesies lain, biasanya dari spesies liarnya. Dalam kaitan CSL ini, dikenal juga MAAL: Monosomic Alien Addition Line, penambahan hanya satu kromosom asing saja ke genom tanaman budidaya, dan DAAL: disomic alien addition line, penambahan satu pasang kromosom asing. Pembentukan MAAL dan DAAL dimulai dari persilangan kerabat jauh (interspecific hybridization) yang dilanjutkan silang balik dengan tetua tanaman 2 budidaya. Padi (Oryza sativa) misalnya, CSL dapat dibentuk dengan hibridisasi spesies kerabat liarnya yang berbeda genom (Gambar 2). Dari hasil dari riset selama kurang lebih 26 tahun, telah berhasil diperoleh koleksi dengan satu substitusi kromosom dengan donor alien kromosom asal A. fistulosum (menggunakani background genetik A. cepa) , bahkan selanjutnya juga telah didapatkan galur Allium dengan hanya tambahan satu alien kromosom saja (Gambar 3). Gambar 3. Metafase kromosom somatik pada shallot (genom AA), A. fistulosum (FF) dan allotriploidnya (AAF), serta kromosom somatik shallot-A. fistulosum dengan single –alien deletion (Sumber: Shigyo, 2009) Suatu kemajuan penting dalam peta pautan Allium yang telah diperoleh adalah linkage group antara kromosom-kromosom tertentu (dalam menjalankan peran/tugas tertentu) dengan lokus-tunggal dari marka PCR pada A. fistulosum MAL. MAL yang diperoleh tersebut dapat digunakan untuk mengetahui peran ribuan unigene dari bawang secara efisien dengan kualitas tinggi, dalam format PCR. Selanjutnya, informasi tersebut dapat digunakan lebih lanjut untuk mengetahui peran gen dalam set kromosom yang lebih besar, secara portable, berbasis PCR marka molecular, yang dapat mengakomodir pemetaan QTL maupun analisis genetic lainnya di Allium. Dalam studi sitogenetik yang dipadukan dengan analisis QTL pada Allium, berhasil diketahui bahwa gene yang bertanggung jawab terhadap produksi AsA pada bawang terletak di kromosom 1. Dengan teknik pembentukan populasi dengan kromosom tambahan, melalui pembentukan 1A disomik addition line (FF+1A) pada A. fistulosum telah didapatkan galur 1A disomik addition line yang memiliki AsA yang tinggi, dimana selanjutnya dapat dijadikan kandidat ‘pendonor’ AsA yang dapat ditransfer ke Allium lainnya (Gambar 4). 3 Gambar 4. Prosedur membentuk A. fistulosum - A.cepa Monosomik Addition Line (Sumber : Shigyo, 2015) Saat ini di dunia terdapat 3 penyakit utama pada bawang yaitu Fusarium Basat Rot (Busuk Pangkal Batang Fusarium), Downey mildew (yang disebakan oleh Peronospora destructor), dan Onion Leaf Blight (Botrytis squamosa). Salah satu konsep gene-pool yang diusung untuk menciptakan bawang tahan penyakit utama (Downy mildew dan Leaf Blight) seperti terdapat pada Gambar 5. Melalui karakterisasi terhadap variasi intraspesifik koleksi plasma nutfah yang didasarkan pada komponen kimia dan hubungannya dengan aktivitas antioxidan pada bawang, diduga bahwa beberapa senyawa non-polar dan saponin (salah satu chemical yang terdapat pada Allium) memiliki peran yang penting terkait dengan ketahanan tanaman bawang terhadap serangan penyakit. Penambahan saponin dengan konsentrasi tertentu dapat menekan keparahan serangan Fusarium wilt pada tanaman bawang (Gambar 6). Selain itu juga, dengan menggunakan pendekatan kelompok Monosomik Addition Line (FF + nA), telah dapat diketahui bahwa pada kromosom kedua dari kelompok MAL pada A. fistulosum, diduga terdapat gen yang mengatur resistensi terhadap Fusarium tersebut, yang juga menghasilkan saponin yang spesifik. 4 Gambar 5. Konsep Gene-pool pada budidaya Spesies Allium berdasarkan hibridisasi manual (Shigyo, 2007) Gen resistensi terhadap penyakit downy mildew yang disebabkan oleh P. destructor diinformasikan terdapat pada species Allium roylei, di mana satu-satunya lokasi di dunia ditemukannya spesies ini adalah India. Gambar 6. Contoh kelompok MAL dengan penambahan kromosom 2A asal A. fistulosum (FF+2A). Strategi pre-breeding untuk bawang tahan OPT (organisme pengganggu tanaman) sebagai salah satu opsi menangkal serangan hama trhips, maupun penyakit yang disebabkan oleh bakteri, dan 5 cendawan (Gambar 7), diantaranya dirancang melalui pembentukan galur-galur CSL Allium yang kaya komponen organosulfur tertentu, senyawa flavonoid tertentu pada umbinya, maupun senyawa saponin dan polifenol tertentu pada daun dan perakaran maupun batang bawahnya. Gambar 7. Strategi bagi “Pre-breeding untuk Produksi Bawang Tahan OPT” (Shigyo, 2015). Tentang terobosan baru menciptakan bawang yang tak pedih kala dipandang mata, menurut riset yang dilakukan, ternyata pada kromosom 5 dari populasi persilangan A. cepa dan A roylei, berhasil dipetakan lokus dari gen Lachrymatory Factor Shynthetase (LFS) yaitu gen yang berperan sebagai penyandi propanthial S-oxide, yaitu senyawa yang menjadi penyebab pedihnya mata kita manakala berinteraksi dengan bawang. Dengan manipulasi genetik terhadap gen ini, maka dapat dihasilkan bawang yang tak pedih di mata. 6