5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran SAVI a. Pengertian Model Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Menurut Joice (dalam buku Trianto, 2007: 1) menyatakan bahwa “ Each model guides us as we design intruction to help student achieve various objecticves”. Maksud dari kutipan tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut joice dan weil (dalam buku Trianto, 2007: 1) menyatakan bahwa “Models of teaching are really models of learning. As we help student acquaire information, ideas, skills, value, ways of thinking and means of expressing themselves, we are also teaching them how to learn”. Hal ini berarti bahwa model belajar merupakan model belajar dengan model tersebut guru dapat membantu siswa untuk mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspesikan ide diri sendiri. Selain itu mereka juga mengajarkan bagaimana mereka belajar. Model dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain; (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dipahami secara langsung; (3) suatu asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai unutk menggambarkan secara matematis suatu obyek atau peristiwa; (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu dekripsi dari suatu sistem yang mungkin imejiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya. 5 6 Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, dan prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah: 1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya. 2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai). 3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil. 4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Dalam penelitian ini, yang dimaksud model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengoganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur. b. Fungsi Model Fungsi dari model pembelajaran di sini adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajara dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Seperti yang dikemukakan oleh Joice dan Weil (dalam buku Trianto, 2007: 1) bahwa “model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang di pergunakan sebagai upaya dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran seperti buku-buku, film, komputer, kurikuler dan lain-lain”. Hal ini menunjukkan bahwa setiap model yang akan di gunakan dalam pembelajaran menentukan perangkat yang dipakai dalam pembelajaran tersebut. Model pembelajaran yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar memiliki fungsi : 1) Perencanaan pembelajaran(RPP) atau planing baik. 2) Pengaturan (tugas guru, tugas siswa, materi yang dibahas, saranaprasarana, layout di kelas, dan mekanisme pembelajaran) atau organizing jelas dan teratur. 3) Pelaksanaan pembelajaran atau acting lancar dan suasana belajar menyenangkan. 7 4) Pengendalian proses pembelajaran atau controling mudah. 5) Hasil pembelajaran atau ending akan makin bagus. c. Pembelajaran SAVI Menurut (Herdy, 2007) SAVI singkatan dari Somatic, Auditori, Visual, dan Intektual. Teori yang mendukung pembelajaran SAVI adalah Accelerated Learning, teori otak kanan/kiri; teori otak triune; pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinestetik); teori kecerdasan ganda; pendidikan (holistic) menyeluruh; belajar berdasarkan pengalaman; belajar dengan symbol. Pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda. Mengkaitkan sesuatu dengan hakikat realitas yang nonlinear, nonmekanis, kreatif dan hidup. 1) Prinsip Dasar Dikarenakan pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated Learning (AL), maka prinsipnya juga sejalan dengan AL yaitu: a) pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh b) pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi. c) kerjasama membantu proses pembelajaran d) pembelajaran berlangsung pada benyak tingkatan secara simultan e) belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik. f) emosi positif sangat membantu pembelajaran. g) otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Jadi pada dasarnya pembelajaran savi ini lebih menonjolkan bagaimana siswa menciptakan kreativitasnya sendiri. Hal ini akan berpengaruh pada cara berpikir siswa menjadi lebih terbuka dan mencoba untuk menggali kemamapuannya dalam memperoleh pengetahuan yang baru. 8 2) Karakteristik Menurut Henry (2009) sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri yaitu Somatic, Auditori, Visual dan Intektual, maka karakteristiknya ada empat bagian yaitu: a) Somatic ”Somatic” berasal dari bahasa Yunani yaitu tubuh – soma. Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Sehingga pembelajaran somatic adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung). b) Auditori Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran kita lebih kuat daripada yang kita sadari, telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi bahkan tanpa kita sadari. Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran siswa hendaknya mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara. Mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan makna-maknan pribadi bagi diri mereka sendiri. c) Visual Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Setiap siswa yang menggunakan visualnya lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program komputer. Secara khususnya pembelajar visual yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan sebagainya ketika belajar. 9 d) Intektual Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan pembelajar yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, dan memecahkan masalah. Penelitian dr. Vernon magnesen, dari Universitas Texas tentang ingatan, memberikan gambaran yang dapat diilustrasikan sebagai berikut : Gambar. 2.1 Ilustrasi tentang Ingatan Manusia Karakteristik dalam model pembelajaran SAVI sudah mewakili semua aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran, karena siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan semata melainkan ia dapat benar-benar memahami secara langsung apa yang ia pelajari. Di sini juga sangat berperan dalam penerapannya. Guru dituntut untuk mengembangkan kreatifitasnya dalam memfasilitasi siswa dengan ragam alat peraga yang menarik dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. d. Pembelajaran Konvensional Burrowes (2003) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok 10 kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis. Menurut Brooks & Brooks (1993), penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar. Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam perkataan lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah dan/atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yag ada dalam kurikulum. Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut. Jadi, pembelajaran konvensional kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses (hands-on activities). Berdasarkan definisi atau ciri-ciri tersebut, penyelenggaraan pembelajaran konvensional merupakan sebuah praktik yang mekanistik dan diredusir menjadi pemberian informasi. Dalam kondisi ini, guru memainkan peran yang sangat penting karena mengajar dianggap memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar (pebelajar). Dengan kata lain, penyelenggaraan pembelajaran dianggap sebagai model transmisi pengetahuan (Tishman, et al., 1993). Dalam model ini, peran guru adalah menyiapkan dan mentransmisi pengetahuan atau informasi kepada siswa. Sedangkan peran para siswa adalah menerima, menyimpan, dan melakukan aktivitas-aktivitas lain yang sesuai dengan informasi yang diberikan. e. Kelebihan Model Pemelajaran SAVI Dibandingkan Model Pembelajaran Konvensional Model pembelajaran SAVI memiliki banyak kelebihan dibandingkan model pembelajaran konvensional. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa perubahan dalam menerapkan model pembelajaran sangat mempengaruhi proses 11 kegiatan belajar mengajar yang diterapkan dalam kelas. Berikut ini merupakan kelebihan dalam proses pembelajaran SAVI: 1) Guru hanya sebagai fasilitator atau pendamping dalam pembelajaran. 2) Proses berpikir siswa dari kongkrit menjadi abstrak. 3) SAVI terdiri dari (Somatic, Auditori, Visual dan Intektual) yang menekankan siswa selalu aktif dalam pembelajaran. 4) Siswa mengkonstruksi/membangun sendiri pemahamannya dalam proses belajar mengajar. 2.1.2 Sintak Model Pembelajaran SAVI Sintak Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Sintak pembelajaran SAVI melalui beberapa fase: 1) Fase persiapan (kegiatan pendahuluan) adalah sebagai bentuk penerapan belajar auditori(A). Pada awalnya guru memberikan beberapa pertanyaan seputar materi yang akan disampaikan. Untuk membangkitkan minat belajar siswa, guru memberikan tepuk tangan bagi yang bisa menjawab agar tercipta suasana kelas yang menyenangkan. Kemudian guru menjelaskan materi akan disampaikan dengan cara ceramah bervariasi. 2) Fase penyampaian (kegiatan inti) adalah sebagai bentuk penerapan visual(V). Pada tahap ini guru menggunakan alat peraga berupa benda kongkrit yang berada dekat dengan lingkungan siswa. Pada materi ini guru menyampaikan gambaran percobaan yang berkaitan dengan materi pembelajaran, sehingga dapat menciptakan nilai-nilai yang positif bagi siswa. Kemudian siswa diajak untuk mengalami secara langsung dengan mengamatinya. 12 3) Fase pelatihan (kegiatan inti) adalah bentuk penerapan sometic(S). Pada tahap ini guru memberikan lembar pengamatan untuk dikerjakan bersama teman kolompoknya (@ 8orang siswa) kemudian dipresentasikan di depan kelas dengan bimbingan guru dibahas bersama-sama dan dikumpulkan. Kemudian melakukan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan materi pembelajaran. 4) Fase penampilan hasil kegiatan penutup adalah sebagai bentuk belajar intelektual(I). Pada tahap ini guru memberikan soal pelatihan/ pertanyaan umpan balik secara individu dan memberikan pemantapan berupa mengaitkan pembelajaran yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. 2.1.3 Pengertian Motivasi Motivasi adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu tersebut untuk melakukan berbagai aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan Suryabrata (1998). Purwanto (2003), motivasi adalah pendorong suatu usaha yang didasari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak kontinyuuntuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Hoy dan Miskel (1982) mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu usaha yang didasari untuk mengerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Motivasi adalah dorongan mental yang mengerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar dalam rangka memenuhi harapan. Motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, mengerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar (Koeswara 1989). Motivasi merupakan suatu kekuatan potensial yang ada pada diri seseorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri, atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar (Winardi 2001: 207 ). 13 a. Faktor-faktor Motivasi Belajar Ghiselli dan Brown (Manopo, 1995), motivasi dipengaruhi oleh dua faktor, faktor yang pertama adalah faktor internal dan faktor yang kedua adalah faktor eksternal. 5) Faktor individu atau internal Faktor individu adalah faktor pendorong motivator yang berasal dari dalam diri individu, meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, sifat fisik, intelegensi dan lain-lain. 6) Faktor situasional atau eksternal Faktor eksternal adalah faktor pendorong motivasi belajar yan berasal dari luar diri individu, meliputi dukungan keluarga, hubungan dengan teman sekelas, metode mengajar, kebijakan sekolah, sarana dan prasarana belajar, hubungan dengan pengajar dan lain-lain. b. Fungsi Motivasi Belajar dalam Pembelajaran Menurut Sardiman (1986: 31), adapun fungsi-fungsi motivasi belajar adalah sebagai berikut: 1) Memberikan semangat mengaktifkan siswa supaya tetap termotivasi dan siaga. 2) Memusatkan perhatian siswa pada tugas-tugas tertentu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan belajar. 3) Membantu memenuhi kebutuhan akan hasil jangka pendek dan hasil jangka panjang. Hamalik (2000: 175) menyatakan fungsi motivasi adalah : 1) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar. 2) Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diinginkan. 3) Sebagai pengerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Kuat lemahnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan seseorang. 14 2.1.4 Hasil Belajar Nurkancana (1990:11), mendefinisikan hasil belajar adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai keberhasilan seseorang untuk menentukan nilai keberhasilan belajar seseorang setelah ia mengalami proses belajar selama satu periode tertentu. Salim (2000:190) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan keterampilan terhadap mata pelajaran yang dibuktikan melalui hasil tes. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22). Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. 1) Ranah kognitif (pemahaman) Ranah kognitif adalah ranah yang membahas dan berkanaan dengan proses mental, seperti pemahaman terhadap pengetahuan, menyebutkan, pengenalan, menduga, dan lain sebagainya. Ini berarti dapat disimpulkan bahwa ranah kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tngkat yang paling tinggi, yakni evaluasi. Ranah kognitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda yaitu tingkat pengetahuan (knowledge), tingkat pemahaman (comprehension), tingkat penerapan (aplication), tingkat analisis (analysis), tngkat sintesis (synthesis), tngkat evaluasi (evaluation). 2) Ranah afektif (sikap dan perilaku) Ranah adalah area yang mencakup berbagai aspek yang berhubungan dengan sikap, perilaku, perasaan, dan nilai yang diklasifikasikan menjadi lima tingkat. 15 Dengan demikian, berarti pengembangan nilai-nilai sikap, perasaan, dan perilaku dapat dilakukan melalui pendidikan afektif. Lima tingkatan dalam ranah afektif yaitu tingkat menerima (receiving), tingkat tanggapan (responding), tingkat menilai, tingkat organisasi (organization), tingkat karakterisasi (characterrization). 3) Ranah psikimotor Ranah psikomotor adalah ranah yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan koordinasi antara proses mental dan fisik dalam melakukan kegiatan atau gerakan yang bersifat jasmaniah. Dengan demikian, ranah psikomotorik adalah ranah yang berhubungan dengan seluk-beluk yang terjadi karena adanya koordinasi otot-otot oleh pikiran sehingga diperoleh tingkat keterampilan fisik tertentu. Dalam ranah psikomotorik terdiri dari empat tingkatan yaitu gerakan reflek atau seluruh badan(gross body movements), gerakan terkoordinasi (condinated movement), komunikasi non verbal (nonverbal communication), keterampilan dalam berbicara (speech behavior). Dari beberapa pendapat tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir dari proses kegiatan belajar siswa dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas, menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi yang akan dicapai dengan menggunakan alat penilaian yang disusun guru berupa tes yang hasilnya adalah nilai kemampuan siswa setelah tes diberikan sebagai perwujudan dari upaya yang telah dilakukan selama proses belajar mengajar. Hasil belajar siswa dihitung berdasarkan evaluasi, pengukuran dan asesmen. 2.1.5 PEMBELAJARAN IPA a. Pengertian IPA Ilmu Perngetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan poengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam 16 kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekannkan pada poemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA di arahkan untuk inquiri dan berbuat sehingga dapat membantu pesrta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. b. Prinsip dan Tujuan Pembelajaran IPA Prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran IPA(Harsono, 1993) diterapkan dalam program-program yang menekankan pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata dan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang lain serta peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar. Implikasi teori kognitif Piaget pada pendidikan adalah sebagai berikut: 1) Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Selain kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut. 2) Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Oleh karena itu, selain mengajar secara klasik, guru mempersiapkan beranekaragam kegiatan secara langsung dengan dunia fisik. 3) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Pembelajaran IPA juga memiliki beberapa tujuan pembelajaran bagi peserta didik. Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar dan MI oleh Refandi (2006) bahwa mata pelajaran IPA di SD/MI memiliki beberapa tujuan. Tujuan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 17 2) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Kesimpulan dari beberapa pengertian prinsip dan tujuan IPA yaitu belajar Sains tidak hanya menimbun pengetahuan, tetapi harus dikembangkan serta diaplikasikan kedalam bentuk yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inquiri ilmiah (Scintientificinquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap Satuan Pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan (pengetahuan sendiri yang difalitasi oleh guru). Dalam penelitian ini standar kompetensi yang akan digunakan mengacu pada KTSP (Kurikulum Tingkap Satuan Pendidikan) 2006 adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Tabel Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 6. Menerapkan sifat-sifat cahaya 6.1.Mendeskripsikan sifat-sifat melalui kegiatan membuat suatu cahaya. karya/model. 6.2. Membuat suatu karya/ model, misalnya periskop atau lensa dari bahan Sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya. 18 c. Implementasi model SAVI dalam Pembelajaran IPA Metode pembelajaran IPA dengan pendekatan SAVI yaitu cara belajar yang melibatkan seluruh indera, belajar dengan bergerak aktif secara fisik dan membuat seluruh tubuh atau pikiran ikut terlibat dalam proses belajar. Unsur-unsur pendekatan SAVI adalah belajar Somatis, belajar Auditori, belajar Visual, dan belajar Intelektual. Tindakan guru yang dilakukan dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui pendekatan SAVI adalah dengan menyatukan keempat unsur SAVI ada dalam satu pembelajaran IPA. Fase-fase dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan SAVI adalah sebagai berikut : Fase 1 : Pembukaan Fase 2 : Guru memberitahukan materi yang akan diajarkan Fase 3 : Guru menyampaikan tujuan pembelajaran Fase 4 : Guru membahas materi dengan metode ceramah dan tanya jawab sebagai bentuk dari penerapan belajar Auditori (A) Fase 5 : Guru memperjelas dalam menerangkan materi dengan menggunakan alat peraga sebagai bentuk dari penerapan belajar Visual (V) Fase 6 :Guru memberikan kegiatan berupa diskusi kelompok, presentasi atas hasil diskusi kemudian pengumpulan hasil diskusi sebagai bentuk belajar Somatis(S) Fase 7 : Guru memberikan latihan soal/pertanyaan umpan balik kepada siswa sebagai bentuk belajar Intelektual (I) Fase 8 : Penutup 2.2 Hasil Penelitian yang Relevan Purwanti Silvianawati, 2011 dalam penelitiannya “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Tematik Kelas II SD dengan Menggunakan Model Pembelajaran SAVI Terhadap Hasil Belajar Siswa SD Negeri Mangunsari 04 Salatiga Semester 2 Tahun 2010/2011”. Menyimpulkan bahwa pembelajaran SAVI lebih baik dalam meningkatkan nilai siswa pada tema Hewan dan Tumbuhan, sehingga prestasi 19 belajar yang dicapai lebih tinggi dengan hasil rata-rata prestasi untuk kelas eksperimen 82.8125 dan 69.6875 untuk kelas kontrol. Dari hasil penelitian ini dapat disarankan supaya menjadi bahan masukan untuk dapat menerapkan pembelajaran tematik dengan menggunakan model pembelajaran SAVI pada saat proses belajar mengajar sehingga hasil belajar siswa lebih optimal. Krisnawati, Ony. 2011 dalam penelitiannya “Mengubah miskonsepsi IPA melalui model SAVI pada siswa kelas IV SDN Talangagung 01 Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang” Menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan penerapan model SAVI dapat mengubah miskonsepsi siswa, meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan miskonsepsi siswa yakni 5 siswa (25%) masih mengalami terkait sumber energi panas dan 4 siswa 20% masih mengalami miskonsepsi terkait sumber energi bunyi, meningkatnya aktivitas belajar pada siklus I mencapai rata-rata 84,7 dan siklus II mencapai rata-rata 94,42. Sedangkan hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan pada siklus I dan II. Pada siklus I diperoleh rata-rata 90,70 dan siklus II diperoleh rata-rata 89,37. Fitrianingsih, Ika 2009 dalam penelitiannya Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan “SAVI” Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa. Menyimpukan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan terdapat kombinasi efek antara pembelajaran dengan pendekatan SAVI dan motivasi belajar siswa. Ini berarti bahwa prestasi belajar akan lebih tinggi dapat dicapai pada pembelajaran dengan penggunaan pendektan SAVI dengan ditinjau dari motivasi belajar siswa yang tinggi. 2.3 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian yang berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran SAVI pada Mata Pelajaran IPA Kompetensi Mendeskripsikan Sifat Cahaya terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDN Salatiga 01 Sidorejo Kota Salatiga Tahun 2011/2012 adalah sebagai berikut: penggunaan model pembelajaran di Kelas V SDN Salatiga 01 belum efektif karena belum dapat menumbuhkan motivasi dalam belajar, sehingga berimbas pada hasil 20 belajar yang kurang optimal. Pengajaran merupakan suatu sistem yaitu sebagai kesatuan yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka pencapaiantujuan yang diinginkan (Sumaatmadja,1984). Sebagai suatu sistem, pengajaran mengandung sejumlah komponen antara lain pendekatan pembelajaran, oleh karena itu pembelajaran akan menerapkan model pembeljaran SAVI untuk mencapai tujuan yang dinginkan. Penerapan model pembelajaran SAVI pada penelitian ini karena dapat memotivasi siswa saat belajar dan memancing siswa untuk lebih dapat menggunakan seluruh kemampuannya dan tertarik dalam proses pembelajaran, sehingga siswa lebih giat belajar dan akan lebih tertarik untuk mengikuti pembelajaran dan akan berimbas pada hasil belajar IPA akan meningkat. Adapun kerangka berpikir model pembelajaran SAVI dapat dilihat pada bagan di bawah ini. 21 Pembelajaran IPA Guru menyampaika n materi ceramah Guru fasilitator pendampin g Diskusi, presentasi Ceramah dan tanya jawab n Pembelajara n Konvension al Model Pembelajaran SAVI Somatis (S) Proses berfikir: Abstrak ke kongkrit Hasil belajar < KKM Auditori (A) Visual (V) Proses berfikir: kongkrit ke Abstrak PBM Penggunaan alat peraga dan media Pemberian soal kepada siswa Siswa Kurang konsentrasi Intelektual (I) Siswa Mengkonstruksi Hasil belajar ≥ KKM Gambar. 2.2 Bagan Kerangka Berpikir Model Pembelajaran SAVI 22 2.4 Hipotesis Tindakan Dari kerangka berpikir yang telah dikemukakan dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : Diduga penerapan model pembelajaran SAVI (somatic, auditori, visual, dan intektual) pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas V SDN Salatiga 01.