1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia
adalah
negara
berkembang
yang
sedang
melakukan
pembangunan nasional, untuk dapat merealisasikan pembangunan tersebut perlu
memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk
mewujudkan kemandirian suatu negara dalam pembiayaan pembangunan dengan
menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri, yaitu pajak. Menurut
Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 1, menyatakan bahwa “pajak
adalah kontribusi wajib oleh negara yang terutang kepada orang pribadi atau
badan bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat”. Sumber pendapatan yang bersumber dari pajak
yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum, belum dirasakan
sepenuhnya oleh masyarakat. Selain itu, dikatakan penerimaan pajak meningkat
setiap tahunnya, tetapi bentuk dari pengeluaran negara tersebut masih belum jelas.
Jika hal ini berlanjut terus-menerus, dikhawatirkan wajib pajak enggan membayar
pajak bahkan cenderung menggelapkan pajak (Silaen, 2015).
Fakta
menunjukan
bahwa
sebagian
besar
wajib
pajak
masih
engganmembayar pajak dengan benar, mereka akan selalu berusaha untuk
mengelak dari pembayaran pajak berdasarkan data hasil olahan – Direktorat
Jenderal Pajak (PMK 16/PMK.03/2013 Makin Menenguhkan DJP). Oleh sebab
1
2
itu, dalam self assessment system ini transparansi data perpajakan yang dibuat
oleh wajib pajak harus lengkap dan akurat karena sangat penting bagi Direktorat
Jenderal Pajak (DJP). Data-data tersebut dipergunakan untuk membuktikan bahwa
perhitungan, penyetoran dan pelaporan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak
sudah benar dan tepat. Apabila diketahui terdapat kesalahan, maka data tersebut
akan digunakan sebagai dasar tindakan koreksi yang disampaikan oleh fiskus
pajak (www.pajak.go.id) pada tanggal 9 April 2013.
Penggelapan pajak menyebabkan penerimaan negara dari sektor pajak
belum optimal, seperti yang dikatakan oleh Direktur Penyuluhan Pelayanan dan
Humas Ditjen Pajak M. Iqbal dalam surat kabar elektronik ANTARA, yang
mengatakan bahwa penerimaan pajak tahun 2010 meningkat sebesar 19,2%
dibandingkan dengan tahun 2009. Akan tetapi penerimaan tersebut tidak
mencapai jumlah yang sudah ditargetkan tersebut tidak mencapai jumlah yang
sudah ditargetkan, yaitu hanya mencapai 97,4 persen dari target yang ditetapkan
dalam APBN 2010. Berbagai macam pendapat bermunculan, diantaranya masih
ada wajib pajak yang tidak melaporkan semua penghasilannya, serta terdapat
petugas pajak yang bekerjasama dengan wajib pajak untuk meringankan beban
perpajakan dengan menggelapkan pajak (Suminarsasi, 2012).
Perilaku penggelapan pajak merupakan perilaku ilegal karena melanggar
undang-undang atau peraturan yang berlaku. Namun dalam penerapannya perilaku
tersebut akan menjadi etis atau wajar untuk dilakukan. Mengingat banyaknya
tindakan yang tidak seharusnya dilakukan oleh para pemimpin yaitu seperti
menyalahgunakan dana pajak untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok, tidak
3
tersistematisnya sistem perpajakan, dan adanya peraturan perpajakan yang
dianggap hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lainnya. Dengan
adanya hal tersebut membuat wajib pajak tidak segan untuk melakukan
penggelapan pajak karena mereka berasumsi beban pajak yang akan dikeluarkan
tidak akan dikelola dengan baik dan sehingga timbul anggapan perilaku tersebut
etis dan wajar dilakukan (Indriyani, 2016).
Faktor paling utama yang menjadikan para wajib pajak lebih memilih
tindakan penggelapan pajak (tax evasion) dari pada penghindaran pajak (tax
avoidance) adalah karena untuk melakukan penghindaran pajak diperlukan
wawasan dan pengetahuan yang luas serta berkompeten di bidangnya dimana
mereka mengetahui semua seluk-beluk peraturan perundang-undangan tentang
perpajakan sehingga dapat menemukan celah yang dapat ditembus untuk
mengurangi beban pajak yang dibayarkan tanpa melanggar peraturan yang ada.
Biasanya hal seperti ini hanya bisa dilakukan oleh para penawar jasa konsultan
pajak, sehingga dapat disimpulkan para wajib pajak lebih memilih untuk
melakukan penggelapan pajak karena lebih gampang dilakukan walaupun itu
merupakan tindakan yang melanggar undang-undang. (Ulfa, 2015)
Sistem pemungutan pajak merupakan salah satu elemen penting yang
menunjang keberhasilan pemungutan pajak suatu negara. Secara umum terdapat
tiga sistem pemungutan pajak, yaitu official assessment system, self assessment
system, dan withholding system. Seiring dengan berjalannya waktu, sejak adanya
reformasi di bidang pajak tahun 1983, Indonesia mulai menerapkan self
assessment system. Dalam sistem ini, wajib pajak dituntut untuk berperan aktif,
4
mulai dari mendaftar diri sebagai wajib pajak, mengisi SPT (Surat
Pemberitahuan), menghitung besarnya pajak yang terutang, dan menyetorkan
kewajibannya. Sedangkan aparatur perpajakan berperan sebagai pembina,
pembimbing, dan pengawas pelaksanaan kewajiban yang dilakukan oleh wajib
pajak. Oleh karena itu, sistem ini akan berjalan dengan baik apabila masyarakat
memiliki tingkat kesadaran perpajakan secara sukarela (voluntary tax compliance)
yang tinggi (Suminarsasi, 2012).
Ada beberapa cara yang digunakan wajib pajak untuk meminimalkan
beban pajaknya, yaitu: Tax planning (perencanaan pajak), Tax avoidance
(penghindaran pajak) dan tax evasion (penggelapan pajak). Tax planning adalah
upaya wajib pajak untuk meminimalkan beban pajak melalui skema yang memang
telah jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Tax avoidance
adalah suatu usaha meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan celah-celah
(loophole) ketentuan perpajakan suatu negara. Sedangkan tax evasion adalah
suatu usaha untuk menghindari pajak terutang dengan cara melanggar undangundang perpajakan (illegal), misalnya wajib pajak tidak melaporkan pendapatan
yang sebenarnya. Sulitnya penerapan tax planning dan tax avoidance membuat
seorang wajib pajak cenderung untuk melakukan tax evasion (Silaen, 2015).
5
TABEL
1.1
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak
TARGET
TAHUN
G
ST
REALISASI
SS
G
ST
%
SS
G ST SS
2014 470.618.000.000 243.317.000.000 329.686.000.000 417.350.838.041 249.786.830.361 316.491.050.592 89% 103% 96%
2015 637.007.000.000 382.441.000.000 327.764.000.000 553.917.926.075 364.792.504.009 285.613.100.108 87% 95% 87%
Sumber: Kanwil DJP Jawa Tengah I, diolah tahun 2017
Ket: G: Gayamsari, ST: Semarang Tengah I, SS: Semarang Selatan
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa dalam peningkatan
penerimaan pajak di Semarang belum mencapai target yang telah ditetapkan. Pada
tiap tahun mengalami fluktuatif, pada tahun 2015 mengalami penurunan di setiap
KPP Pratama Semarang Gayamsari, KPP Pratama Semarang Tengah I dan KPP
Pratama Semarang Selatan. Salah satu faktor tidak tercapainya target penerimaan
pajak adalah masih rendahnya kesadaran Wajib Pajak karena belum dirasakan
secara nyata hasil dari pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak. Kenyataan
tersebut salah satunya mengindikasikan bahwa kesadaran wajib pajak untuk
melaksanakan kewajiban perpajakannya masih rendah. Perilaku ketidakpatuhan
wajib pajak mengindikasikan memberikan gambaran fenomena tindakan
penggelapan pajak (tax evasion) di Kota Semarang tergolong tinggi. Fenomena ini
yang membuat penulis tertarik untuk meneliti praktik tindakan tax evasion yang
terjadi di Semarang, mengingat Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa
Tengah.
6
Penelitian Suminarsasi (2012) menunjukkan bahwa keadilan pajak, sistem
perpajakan dan diskriminasi berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak. Penelitian Kurniwati (2014) menunjukkan bahwa
keadilan pajak, biaya kepatuhan dan tarif pajak berpengaruh terhadap persepsi
wajib pajak mengenai penggelapan pajak.
Penelitian Tobing (2015) menunjukkan bahwa keadilan pajak, kualitas
pelayanan pajak, kemungkinan terdeteksinya kecurangan, sanksi perpajakan
berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai penggelapan pajak.
Sedangkan tarif pajak tidak berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai
penggelapan pajak. Penelitian Silaen (2015) menunjukkan bahwa sistem
perpajakan, diskriminasi, teknologi dan informasi perpajakan berpengaruh
terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax Evasion).
Penelitian Pulungan (2015) menunjukkan bahwa keadilan, sistem perpajakan dan
kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh terhadap persepsi wajib
pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax Evasion).
Penelitian Ulfa (2015) menunjukkan bahwa kemungkinan terdeteksinya
kecurangan, teknologi dan informasi perpajakan dan kepercayaan pada otoritas
pemerintah berpengaruh terhadap penggelapan pajak. Penelitian Indriyani (2016)
menunjukkan bahwa sistem perpajakan, diskriminasi, kemungkinan terdeteksinya
kecurangan berpengaruh terhadap persepsi mengenai perilaku tax evasion.
Sedangkan keadilan tidak berpengaruh terhadap persepsi mengenai perilaku tax
evasion.
7
Tabel 1.2
Research Gap
Variabel
Variabel X Variabel Y
Keadilan Pajak
Kualitas
Pelayanan Pajak
Kemungkinan
Terdeteksi
Kecurangan
Sanksi Perpajakan Persepsi
wajib pajak
Tarif Pajak
mengenai
Sistem Perpajakan perilaku tax
evasion
Diskriminasi
Teknologi dan
Informasi
Perpajakan
Biaya Kepatuhan
Kepercayaan
pada Otoritas
Pemerintah
Chrisna
Vionita
Lumban
Tobing
(2015)
Charles
Silaen
(2015)
Berpengaruh
Meiliana Mila Indriyani,
Riski
Kurniawati Siti Nurlaela,
Wahyu
Hamdani Auliya Ulfa
dan Agus Endang Masitoh Suminarsasi
Pulungan
(2015)
Arianto
Wahyuningsih
(2012)
(2015)
Toly (2014)
(2016)
Berpengaruh
Berpengaruh Tidak Berpengaruh Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh Berpengaruh
Berpengaruh
Tidak
Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
Sumber: Referensi dari berbagai jurnal
Berdasarkan pada tabel 1.2 menunjukkan penelitian Tobing (2015),
Pulungan (2015), Kurniawati (2014) dan Suminarsasi (2012) variabel keadilan
pajak hasilnya menunjukkan bahwa keadilan pajak berpengaruh terhadap persepsi
wajib pajak mengenai perilaku Tax Evasion. Sedangkan dalam penelitian
Indriyani (2016) hasilnya menunjukkan bahwa keadilan pajak tidak berpengaruh
terhadap persepsi wajib pajak mengenai perilaku Tax Evasion. Variabel sistem
perpajakan dalam penelitian Silaen (2015), Pulungan (2015), Indriyani (2016) dan
Suminarsasi (2012) hasilnya menunjukkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh
terhadap persepsi wajib pajak mengenai perilaku Tax Evasion. Variabel
8
diskriminasi dalam penelitian Silaen (2015), Indriyani (2016) dan Suminarsasi
(2012) hasilnya menunjukkan bahwa diskriminasi berpengaruh terhadap persepsi
wajib pajak mengenai perilaku Tax Evasion. Variabel kemungkinan terdeteksinya
kecurangan dalam penelitian Tobing (2015), Pulungan (2015), Ulfa (2015) dan
Indriyani (2016) hasilnya menujukkan bahwa kemungkinan terdeteksinya
kecurangan berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai perilaku Tax
Evasion.Variabel
tarif
pajak
dalam
penelitian
Tobing
(2015)
hasilnya
menunjukkan bahwa tarif pajak tidak berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak
mengenai perilaku Tax Evasion. Sedangkan dalam penelitian Meiliana (2014)
hasilnya menunjukkan bahwa tarif pajak berpengaruh terhadap persepsi wajib
pajak mengenai perilaku Tax Evasion.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan
Indriyani (2016), dengan cakupan variabel keadilan, sistem perpajakan,
diskriminasi, kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap persepsi wajib pajak
orang pribadi mengenai perilaku tax evasion. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah didalam penelitian ini menggunakan variabel tarif
pajak sebagai tambahan variabel independennya. Penambahan variabel tarif pajak
didasarkan pada penelitian Tobing (2015) yang menyatakan bahwa tarif pajak
tidak berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai penggelapan pajak.
Peneliti memilih menambah variabel tarif pajak karena adanya perbedaan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Tobing (2015) menyatakan bahwa tarif pajak tidak
berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai penggelapan pajak.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Kurniawati (2014) menyatakan bahwa tarif
9
pajak berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai penggelapan pajak.
Sampel dalam penelitian Indriyani adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang
bekerja sebagai wiraswasta di Kabupaten Karanganyar. Sedangkan penelitian ini
adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki usaha dan terdaftar di KPP
Pratama Semarang. Perbedaan selanjutnya adalah alat analisis yang digunakan
Indriyani menggunakan SPSS, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan PLS.
Berdasarkan uraian Latar Belakang diatas, untuk itu peneliti melakukan
penelitian ini dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Perilaku Tax Evasion pada Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota Semarang”
(Studi pada KPP Semarang Gayamsari, Semarang Tengah I dan Semarang
Selatan).
1.2 Rumusan Masalah
Penggelapan pajak (tax evasion) adalah manipulasi ilegal terhadap sistem
perpajakan untuk mengelak dari pembayaran pajak. Tax evasion adalah
pengabaian terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan yang disengaja
untuk menghindari pembayaran pajak, misalnya pemalsuan pengembalian pajak
(Halim, 2014).
Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini
perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku Penggelapan pajak (tax
evasion) secara umum bersifat melawan hukum (ilegal) dan mencakup perbuatan
sengaja tidak melaporkan secara lengkap dan benar obyek pajak atau perbuatan
melanggar hukum (fraud) lainnya. Penggelapan pajak terjadi sebelum SKP
dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan
10
maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan
cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya.
Beberapa dampak negatif dari adanya penggelapan pajak, seperti :
a.
Penggelapan pajak sangat memengaruhi persaingan sehat di antara para
pengusaha. Maksudnya, pengusaha yang melakukan penggelapan pajak
dengan cara menekan biayanya secara tidak wajar. Sehingga, perusahaan
yang menggelapkan pajak memperoleh keuntungan yang lebih besar
dibandingkan pengusaha yang jujur.
b.
Penggelapan pajak menyebabkan stagnasi (macetnya) pertumbuhan
ekonomi atau perputaran roda ekonomi.
c.
Dengan adanya penyelewengan dan hutang pajak tentunya dapat
mengurangi penerimaan negara dari sektor perpajakan, sehingga
menghambat pembangunan infrastuktur.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Tax Evasion adalah: (a) Keadilan, (b)
Sistem
Perpajakan,
(c)
Diskriminasi,
(d)
Kemungkinan
Terdeteksinya
Kecurangan, (e) Tarif Pajak
Berdasarkan Perumusan Masalah maka pertanyaan penelitian ini sebagai
berikut:
1. Apakah keadilan berpengaruh terhadap persepsi perilaku tax evasion?
2. Apakah sistem perpajakan berpengaruh terhadap persepsi perilaku tax
evasion?
3. Apakah diskriminasi berpengaruh terhadap persepsi perilaku tax evasion?
11
4. Apakah kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh terhadap
persepsi perilaku tax evasion?
5. Apakah tarif pajak berpengaruh terhadap persepsi perilaku tax evasion?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris atas hal-hal
sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh keadilan terhadap persepsi perilaku tax
evasion
2. Untuk menganalisis pengaruh sistem perpajakan terhadap persepsi
perilaku tax evasion
3. Untuk menganalisis pengaruh diskriminasi terhadap persepsi perilaku tax
evasion
4. Untuk menganalisis pengaruh kemungkinan terdeteksi kecurangan
terhadap persepsi perilaku tax evasion
5. Untuk menganalisis pengaruh tarif pajak terhadap persepsi perilaku tax
evasion
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, adapun manfaat penelitian yang diperoleh
adalah sebagai berikut:
1. Kantor Pelayanan Pajak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor Pelayanan
Pajak, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memahami
12
pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, kemungkinan
terdeteksi kecurangan, dan tarif pajak terhadap persepsi wajib pajak
mengenai tax evasion.
2. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademisi
sebagai referensi untuk menambah pengetahuan para akademisi mengenai
pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, kemungkinan
terdeteksi kecurangan, dan tarif pajak terhadap persepsi wajib pajak
mengenai tax evasion.
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya,
dalam menambah pengetahuan dan memberikan keyakinan mengenai
pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, kemungkinan
terdeteksi kecurangan, dan tarif pajak terhadap persepsi wajib pajak
mengenai tax evasion.
4. Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi
bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh keadilan, sistem
perpajakan, diskriminasi, kemungkinan terdeteksi kecurangan, dan tarif
pajak terhadap persepsi wajib pajak mengenai tax evasion.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.1.1 Variabel Penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang dapat diberi berbagai macam nilai.
Teori mengekspresikan fenomena-fenomena secara sistematis melalui pernyataan
hubungan antar variabel. Construct adalah abstraksi dari fenomena-fenomena
kehidupan nyata yang diamati. Variabel dengan demikian, merupakan proksi
(proxy) atau representasi dari construct yang dapat diukur dengan berbagai
macam nilai. Variabel merupakan mediator antara construct yang abstrak dengan
fenomena yang nyata. Variabel memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai
fenomena-fenomena yang digeneralisasi dalam construct.
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel:
a.
Variabel Endogen
Variabel endogen adalah variabel yang dianggap dipengaruhi oleh variabel
lain dalam model. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel endogen adalah
persepsi perilaku tax evasion.
b.
Variabel Eksogen
Variabel Eksogen adalah variabel yang dianggap memiliki pengaruh
terhadap variabel yang lain, namun tidak dipengaruhi oleh variabel lain dalam
model. Dalam penelitian ini, yang merupakan variabel eksogen adalah keadilan,
sistem perpajakan, diskriminasi, kemungkinan terdeteksinya kecurangan, dan tarif
pajak.
41
42
3.1.2 Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan satu variabel endogen, dan lima
variabel eksogen. Adapun definisi masing-masing variabel sebagai berikut :
1. Keadilan (X1)
Variabel keadilan diukur berdasarkan instrumen penelitian yang digunakan
pada penelitian Nickerson, et al., (2009) serta Suminarsasi dan Supriyadi (2012)
kemudian dikembangkan mengacu pada penelitian Ningsih (2015). Terdiri dari
enam item pertanyaan yang diukur menggunakan skala likert.(Indriyani, 2016)
2. Sistem Perpajakan (X2)
Variabel sistem perpajakan diukur berdasarkan instrumen penelitian yang
digunakan pada penelitian Nickerson, et al., (2009) serta Suminarsasi (2012)
kemudian dikembangkan mengacu pada penelitian Ningsih (2015). Terdiri dari
lima item pertanyaan yang diukur menggunakan skala likert (Indriyani, 2016).
3. Diskriminasi (X3)
Variabel diskriminasi diukur berdasarkan instrumen penelitian yang
digunakan pada penelitian Nickerson, et al., (2009) serta Suminarsasi dan
Supriyadi (2012) kemudian dikembangkan mengacu pada penelitian Ningsih
(2015). Terdiri dari empat item pertanyaan yang diukur menggunakan skala likert.
(Indriyani, 2016).
4. Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan (X4)
Variabel kemungkinan terdeteksinya kecurangan diukur berdasarkan
instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian Ayu (2011), serta Rahman
43
(2013). Terdiri dari lima item pertanyaan yang diukur menggunakan skala likert.
(Indriyani, 2016).
5. Tarif Pajak (X5)
Variabel ini diukur dengan menggunakan indikator yang dikemukakan
oleh Permatasari (2013) dengan menggunakan pertanyaan yang diadopsi dari
Tobing (2015). Setiap responden diminta untuk menjawab 4 item pertanyaan yang
diukur menggunakan skala likert (Tobing, 2015).
6. Persepsi Perilaku Tax Evasion
Variabel persepsi mengenai perilaku tax evasion diukur berdasarkan
instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian Nickerson, et al., (2009)
serta Suminarsasi dan Supriyadi (2012) kemudian dikembangkan mengacu pada
penelitian Indriyani (2016). Terdiri dari delapan item pertanyaan yang diukur
menggunakan skala likert (Indriyani,2016).
Kuesioner dalam penelitian ini diukur menggunakan skala likert dengan 5
pilihan jawaban yaitu Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS)
diberi nilai 2, Netral (N) diberi nilai 3, Setuju (S) diberi nilai 4, Sangat Setuju (SS)
diberi nilai 5.
44
Tabel 3.1
Definisi Operasional
NO
1.
2
3
NAMA
VARIABEL
Keadilan
(X1)
Sistem
Perpajakan
(X2)
Diskriminasi
(X3)
DEFINISI
VARIABEL
Pengertian keadilan
dalam penelitian ini
mengacu pada pendapat
Mardiasmo dalam
Suminarsasi (2012)
yaitu mengenakan pajak
secara umum dan
merata, serta
disesuaikan dengan
kemampuan masingmasing dengan
memberikan hak
kepada Wajib Pajak
untuk mengajukan
keberatan, penundaan
dalam pembayaran dan
mengajukan banding
kepada Majelis
Pertimbangan Pajak.
Sistem Perpajakan
merupakan suatu sistem
pemungutan pajak yang
merupakan perwujudan
dari pengabdian dan
peran serta wajib pajak
untuk secara langsung
dan bersama-sama
melaksanakan
kewajiban perpajakan
yang diperlukan untuk
pembiayaan
penyelenggaraan negara
dan pembangunan
nasional .
Diskriminasi adalah
perbedaan perlakuan
yang terjadi terjadi
perorangan atau
kelompok yang
didasarkan pada
Pengukuran
SUMBER
Diukur
Indriyani
menggunakan skala (2016)
likert yang terdiri
dari 6 item
pertanyaan dengan
menggunakan 5
poin penilaian.
Diukur
Indriyani
menggunakan skala (2016)
likert yang terdiri
dari 5 item
pertanyaan dengan
menggunakan 5
poin penilaian.
Diukur
Indriyani
menggunakan skala (2016)
likert yang terdiri
dari 4 item
pertanyaan dengan
menggunakan 5
45
4
Kemungkinan
Terdeteksi
Kecurangan
(X4)
5
Tarif Pajak
(X5)
6
Perilaku Tax
Evasion
(Y)
perbedaan agama, ras,
etnik, budaya, jenis
kelamin, bahasa dan
aspek kehidupan yang
lain.
Persentase
kemungkinan suatu
pemeriksaan pajak
dilakukan sesuai
dengan aturan
perpajakan untuk
mendeteksi kecurangan
yang dilakukan Wajib
Pajak sehingga
berpengaruh pada tax
evasion. Ketika
seseorang menganggap
bahwa persentase
kemungkinan
terdeteksinya
kecurangan melalui
pemeriksaan pajak yang
dilakukan tinggi maka
dia akan cenderung
untuk patuh terhadap
aturan perpajakan.
Tarif pajak adalah tarif
untuk
menghitung besarnya
pajak terutang
(pajak yang harus
dibayar (Waluyo,
2011).
Mardiasmo (2009)
mendefinisikan
penggelapan pajak (tax
evasion) adalah usaha
yang dilakukan oleh
wajib pajak untuk
meringankan beban
pajak dengan cara
melanggar undangundang. Dikarenakan
melanggar undangundang, penggelapan
pajak ini dilakukan
poin penilaian.
Diukur
Indriyani
menggunakan skala (2016)
likert yang terdiri
dari 5 item
pertanyaan dengan
menggunakan 5
poin penilaian.
Diukur
menggunakan skala
likert yang terdiri
dari 4 item
pertanyaan dengan
menggunakan 5
poin penilaian.
Diukur
menggunakan skala
likert yang terdiri
dari 8 item
pertanyaan dengan
menggunakan 5
poin penilaian.
Tobing
(2015)
Indriyani
(2016)
46
dengan menggunakan
cara yang tidak legal.
Sumber: Referensi dari berbagai jurnal
3.2 Obyek Penelitian, Unit Sampel, Populasi, dan Penentuan Sampel
3.2.1
Obyek Penelitian dan Unit Sampel
Objek dalam penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Semarang Gayamsari, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Semarang Tengah
I, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Semarang Selatan.. Alasan pemilihan
lokasi di Kota Semarang adalah karena banyak yang bekerja sebagai wiraswasta
dan menurut BPS Kota Semarang penerimaan pajak dari tahun ke tahun semakin
meningkat, artinya banyak masyarakat yang sadar untuk membayar pajak. Hal ini
membuat peneliti memilih lokasi tersebut karena apakah dengan meningkatknya
kesadaran untuk membayar pajak, juga diiringi dengan kecenderungan masyarakat
untuk tidak melakukan penggelapan pajak, meskipun menurut data penerimaan
pajak di kota Semarang sudah meningkat.
Unit sampelnya berupa responden yang menjadi anggota dari Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Semarang Gayamsari, Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Semarang Tengah I, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Semarang Selatan. dan bekerja sebagai wiraswasta atau pengusaha.
3.2.2
Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua wajib pajak baik Wajib Pajak
Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Semarang
Gayamsari, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Semarang Tengah I, Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Semarang Selatan. Sedangkan sampel dalam
47
penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja sebagai wiraswasta
atau pengusaha. Kuesioner yang disebar sebanyak 100 buah dengan rincian
sebagai berikut:
Tabel 3.2
Penyebaran Kuesioner
Keterangan
Kuesioner yang dibagikan ke KPP Semarang
Gayamsari
Jumlah
37
Presentase
37%
30
30%
33
100
33%
100%
Kuesioner yang dibagikan ke KPP Semarang Tengah
I
Kuesioner yang dibagikan ke KPP Semarang Selatan
Kuesioner yang diolah
Sumber: Data Primer yang diolah, 2017
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode convenience
sampling yaitu pengumpulan informasi berdasarkan kemudahan dari anggota
populasi yang dengan senang hati bersedia memberikannya.
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1
Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data subjek dengan
menyebarkan kuesioner yang kemudian akan diisi oleh responden.
3.3.2
Sumber Data
Sumber data primer pada penelitian ini didapat secara langsung dari wajib
pajak orang pribadi yang memiliki usaha dan terdaftar di KPP Pratama Semarang.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode
kuesioner. Kuesioner ini berisikan daftar pertanyaan yang akan dijawab oleh
responden. Responden akan dimintai jawaban dengan sadar dan tanpa paksaan
48
yang sesuai dengan pendapat mereka. Setiap responden diminta untuk menjawab
5 (lima) item pertanyaan berkaitan dengan 5 poin penilaian, yaitu: (1) Sangat
setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju.
3.5 Metode Analisis
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
statistik dengan menggunakan progam PLS. Penelitian ini menggunakan model
evaluasi PLS dengan menilai outer model dan inner model yang bertujuan untuk
menguji pengaruh dua atau lebih atau variabel eksogen (exogenous variabel)
terhadap satu variabel endogen (endogenous variabel) (Chin, 1998 dalam Latan &
Ghozali, 2012).
3.6 Model Pengukuran (Outer Model)
Cara yang sering digunakan oleh peneliti di bidang SEM untuk melakukan
pengukuran model melalui analisis faktor konfimatori adalah dengan mengunakan
pendekatan MTMM (MultiTrait-MultiMethod) dengan menguji Validitas
convergent dan discriminant (Campbell dan Fiske, 1959 dalam Latan & Ghozali,
2012).
3.6.1
Validitas convergent
Validitas convergent behubungan dengan prinsip bahwa pengukuran-
pengukuran (manifest variabel) dari suatu konstruk seharusnya berkorelasi tinggi.
Uji validitas convergent indikator refleksi dengan progam SmartPLS dapat dilihat
dari nilai loading factor untuk tiap indikator konstruk. Rule of thumb yang
biasanya digunakan untuk menilai validitas convergent yaitu nilai loading factor
49
harus lebih dari 0.7. Untuk penelitian yang bersifat confirmatory dan nilai loading
faktor antara 0.6 – 0.7 untuk penelitian yang bersifat exploratory masih dapat
diterima serta nilai average variance extracted (AVE) harus lebih dari 0.5. Namun
demikian untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran, nilai
loading faktor 0.5 – 0.6 masih dianggap cukup (Chin, 1998 dalam Latan &
Ghozali, 2012).
3.6.2
Validitas Discriminant
Validitas discriminant berhubungan dengan prinsip bahwa pengukuran-
pengukuran (manifest variabel) konstruk yang berbeda seharusnya tidak
berkorelasi dengan tinggi. Cara menguji validitas discriminant dengan indikator
refleksif yaitu dengan melihat nilai cross loading untuk setiap variabel harus
>0.70. Cara lain yang dapat digunakan untuk menguji validitas discriminant
adalah dengan membandingkan akar kuadrat dari AVE untuk setiap konstruk
dengan nilai korelasi antar konstruk dalam model. Validitas discriminant yang
baik ditunjukan dari akar kuadrat dari AVE untuk tiap konstruk lebih besar dari
korelasi antar konstruk dalam model (Fornell & Larcker, 1981 dalam Latan &
Ghozali, 2012).
3.6.3
Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk membutikan akurasi, konsistensi dan
ketepatan instrumen dalam mengukur konstruk. Dalam PLS-SEM dengan
menggunakan software statistik SmartPLS , untuk mengukur reliabilitas suatu
konstruk dengan indikator reflektif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
50
Cronbach’s Alpha dan Composite reliability sering disebut Dillon-Goldstein’s.
Namun demikian penggunaan Cronbach’s Alpha untuk menguji reliabilitas
konstruk akan memberikan nilai yang lebih rendah (under estimate) sehingga
lebih disarankan untuk menggunakan Composite Realiability dalam menguji
reliabilitas suatu konstruk. Rule of Thumb yang biasanya digunkana untuk menilai
reliabilitas konstruk yaitu nilai Composite Reliability harus lebih dari 0.7 untuk
penelitian yang bersifat confirmatory dan nilai 0.6 – 0.7 masih dapat diterima
untuk penelitian yang bersifat exploratory. (Latan & Ghozali, 2012).
3.7
Model Struktural (Inner Model)
Dalam menilai model struktural dengan model PLS, kita mulai melihat
dari nilai R-Squares untuk setiap variabel laten endogen sebagai kekuatan prediksi
dari model struktural. Interpretasinya sama dengan interpretasi pada OLS regresi.
Perubahan nilai R-Squares dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel
laten eksogen tertentu terhadap variabel endogen apakah mempunyai pengaruh
yang substantive. Nilai R-Squaresn 0.75, 0.50. dan 0.25 dapat disimpulkan bahwa
model kuat, moderate dan lemah. Hasil dari PLS R-Squares merepresentasikan
jumlah variance dari konstruk yang dijelaskan oleh model. (Latan & Ghozali,
2012).
3.8
Model Pengukuran Dan Model Struktural
Analisis PLS-SEM biasanya terdiri dari dua sub model yaitum model
pengukuran pengukuran (measurement model) atau sering disebut outer model
dan model struktural (struktural model) atau sering disebut inner mode. Model
51
pengukuran menunjukan bagaimana variabel manifest atau observed variabel
merepresentasikan variabel laten untuk diukur. Sedangkan model struktural
menunjukkan kekuatan estimasi atar variabel laten atau konstruk.
3.8.1
Outer Model
Model pengukuran atau outer Model menunjukan bagaimana setiap blok
indikator berhubungan dengan variabel latennya. Persamaan untuk outer model
reflective dapat ditulis sebagai berikut
X = ΛX X
Y = Λ y   y
Keterangan x dan y adalah indikator atau manifest variabel laten eksogen
(ζ) dan endogen (η), sedangkan Λx dan Λy merupakan matrik loading yang
menggambarkan koefesien regresi sederhana yang menghubungkan variabel laten
dengan indikatornya. Residual yang diukur dengan εx dan εy dapat
diiterprestasikan sebagai kesalahan pengukuran (measurement error).
3.8.2
Inner Model
Inner model menunjukan hubungan atau kekuatan estimasi antar variabel
laten atau konstrak berdasarkan pada substantive theory. Persamaan Inner model
dapat ditulis sebagai berikut:
   0     
Keterangan η adalah vektor konstruk endogen
ξ adalah vektor konstruk eksogen
ζ adalah vektor variabel residual
52
karena pada dasarnya PLS didesain untuk model recursive (model yang
mempunyai satu arah kausalitas), maka hubungan antara variabel laten eksogen
terhadap setiap variabel laten endogen sering disebut dengan causal chain system.
3.8.3
Weight Relation
Bagaimanapun outer dan inner model memberikan spesifikasi yang diikuti
dalam estimasi alogritma PLS. Kita membutuhkan definisi weight relation untuk
melengkapinya. Nilai kasus untuk setiap variabel laten diestimasi dalam PLS
sebagai berikut:
ζb =

kb
ηi =

ki
Wkb X kb
WkiYki
Keterangan wkb dan wki adalah k weight yang digunakan untuk
memberikan estimasi variabel laten ζb dan ηi. Estimasi variabel laten adalah linier
agregat dari indikator yang nilai weightnya diperoleh dengan prosedur estimasi
PLS seperti dispesifikasi oleh inner dan outer model η adalah vektor variabel laten
endogen (dependen) dan ξ adalah vektor variabel eksogen (independent), ζ adalah
vektor variabel residual dan β serta  adalah matrik koefesien jalur (path
coefecinet).
Download