ILMU FARMASI SOSIAL SEBAGAI PILAR PRAKTEK PROFESI APOTEKER di FASILITAS KESEHATAN Sebuah Pandangan & Gagasan Tutus Gusdinar Kartawinata Sekolah Farmasi ITB Simposium dalam rangka Pekan Ilmiah Tahunan IAI 2017 “Improving an Accessible and Trusted Pharmacist” 6-8 September 2017 ICE BSD City Tangerang-Banten Materi Bahasan 1. Perkembangan Sains & Profesi Farmasi 2. Profesi Farmasi dalam Matra Sosial 3. Fasilitas Kesehatan sebagai wahana fertilisasi Profesi Farmasi 4. Inisiatif leadership Apoteker 1 Pharmacist is not just a Healthcare Worker but also is a Social Worker 2 Sosok Apoteker (The Profile of a Pharmacist) dicerminkan oleh 8 penampilan sikap dalam menjalankan profesinya: 1. PEDULI & SANTUN DALAM MELAYANI (care-giver) 2. PEMBUAT KEPUTUSAN YANG TEPAT & CEPAT (decision-maker) 3. PENCERAH KEPENTINGAN MULTI PIHAK 4. PENGELOLA HANDAL YANG SANGAT TELITI (manager) 5. PEMBELAJAR SEPANJANG HAYAT (life-long learner) 6. PRIBADI YANG SIGAP MENGAJARKAN (teacher) 7. PEMIMPIN ARAH & TUJUAN (leader) 8. PENCARI & PENEMU CARA BARU (researcher) (communicator) Apoteker Masa Depan perlu banyak kesempatan berlatih dalam aspek yang berkaitan dengan Farmasi Sosial; membentuk kemampuan diri (capacity building) untuk memberi pelayanan terbaik bagi pasien/pelanggan/pengguna terkait di setiap fungsi profesi. 3 Mewujudkan Peran Farmasi Sosial Farmasi Sosial: bidang interdisiplin yang memampukan Apoteker bertanggungjawab atas keputusan profesional terkait ihwal penggunaan obat oleh masyarakat. Disiplin Ilmu Farmasi Sosial berkembang pesat dan diperkirakan akan menempati posisi sentral pada kurikulum pendidikan 4 Ketrampilan Umum yang diperoleh dari pendidikan Sarjana Farmasi • Technical expertise & laboratory skills • General research skills • General information technology skills Bekal kompetensi • Data analysis Generasi Z 5 Peran Apoteker di Masa Datang tuntutan kompetensi yg cenderung meluas 1. Sistem mutu mengatasi kesalahan penulisan resep dan dispensing obat 2. Otomatisasi penulisan resep, dispensing obat, dokumentasi pelayanan 3. Perluasan peran untuk menulis resep 4. Keterdidikan dan harapan pasien makin tinggi 5. Penelitian berpusat pada pasien perlu diajarkan sejak di pendidikan sarjana farmasi/apoteker 6. Pengembangan layanan primer akan diikuti dengan meningkatnya aksesibilitas pasien untuk menerima saran/nasehat kefarmasian 7. Peran-integratif Apoteker Kesehatan Masyarakat (public health pharmacist) yang strategis untuk menangani pencegahan dan penyembuhan penyakit. 6 Riset berbasis praktik farmasi makin diperlukan Tantangan masa depan pelayanan farmasi: Farmasi Sosial & Manajemen Penyakit Kronis Layanan apotek/klinik yang terintegrasi dengan perguruan tinggi mendorong penelitian berbasis praktik. Pendidikan beradaptasi dengan filosofi praktik apoteker ‘berpusat pada pasien’ membentuk kompetensi praktik ‘berbasis hasil riset’. Kelompok riset perguruan tinggi bekerjasama dengan apoteker rumah sakit menjalankan program pascasarjana yang sinergis dengan penelitian Tidak hanya berbasiskan pustaka ‘barat’ praktik, mengembangkan cara-cara baru pelayanan 7 1. Perkembangan Sains & Profesi Farmasi 8 Peran Apoteker Secara historis, peran apoteker dalam perawatan kesehatan terfokus penyerahan obat sesuai dengan resep dan pemeriksaan akhir untuk memastikan dispensing obat yang akurat kepada pasien. Secara tradisional, apoteker memanfaatkan pengetahuan klinis untuk meninjau rejimen obat, mencegah dosis yang tidak tepat, dan meminimalkan interaksi obat. Kini peran apoteker berkembang, mencakup asuhan pasien secara langsung, layanan 9 Apoteker: patient’s team of provider Dalam asuhan kesehatan berbasis tim, apoteker sebagai patient’s team of provider penting memahami jenis layanan yang diberikan, mampu meningkatkan perawatan, serta memiliki kapasitas menyesuaikan diri dengan perubahan suasana asuhan kesehatan. Dalam kurikulum pendidikan perlu diperkenalkan cara mengeksplorasi bukti layanan kefarmasian melalui tinjauan pustaka, tinjauan sistematis dan artikel 10 Area Riset Praktik Farmasi 4 layanan utama apoteker + 1 aturan asuhan menjadi trend pembahasan, kajian dan publikasi di USA: 1. 2. 3. 4. 5. Manajemen obat Rekonsiliasi pengobatan Layanan asuhan preventif (skrining & imunisasi) Edukasi dan konseling perilaku Model asuhan kolaboratif Dampak kinerja apoteker terhadap hasil praktik klinik dan ekonomi masyarakat, telah terbukti dapat meningkatkan hasil terapetik dan minimasi biaya pengobatan. 11 Edukasi Perilaku Menjadi kewajiban bagi setiap pendidik untuk membekalkan kiat praktis kepada calon Apoteker supaya mampu memberikan informasi, dukungan dan bantuan profesional kepada tenaga kesehatan (NAKES) lain, dilandasi ‘panggilan jiwa’ yang memprioritaskan keselamatan pasien (patient safety). 12 Pedoman Sikap-Perilaku Profesi (professional conduct) Istilah 'profesi' sebelumnya hanya diterapkan untuk lulusan hasil pembelajaran gereja, hukum dan kedokteran. Makna istilah PROFESI sekarang lebih luas, seperti yang terlihat dari definisi dalam Oxford English Dictionary: ‘Suatu pekerjaan di mana hasil pembelajaran satu set ilmu pengetahuan diabdikan untuk memudahkan urusan orang lain, atau diwujudkan dalam ‘kiat (art) praktik’ 13 Kini, hampir semua pekerjaan yang memerlukan ukuran pelatihan intelektual sering disebut profesi. Namun, suatu profesi yang terorganisir (organized profession) membutuhkan lebih dari sekadar adanya disiplin intelektual. Pharmacist is a ‘regulated profession’ Inti dari profesionalisme adalah hubungan kepercayaan yang ada antara praktisi dan orang yang menerima saran atau layanan. 14 Penerima layanan mengandalkan pengetahuan praktisi, ia harus benar-benar mempercayai layanan dan saran/nasehat yang tidak berpihak (imparsial). Untuk itu ada standar minimum pengetahuan para praktisi, dan harus ada kesepakatan bersama tentang standar perilaku dalam melaksanakan pekerjaan profesional. Artinya, harus ada badan yang menentukan standar pendidikan dan menetapkan kode etik; mewakili praktisi dan tunduk pada kendali kolektif. 15 Apoteker sebagai Profesi Empat syarat esensial menunjukkan bahwa apoteker merupakan suatu profesi: 1. Disiplin intelektual & Standar pengetahuan 2. Badan representasi praktisi 3. Standar perilaku (Standards of Conduct) 4. Pelayanan (Service) & Saran (Advice) 16 CIRI PROFESI APOTEKER • Memiliki disiplin pengetahuan kefarmasian yang berbatas jelas. • Pendidikan khusus berbasis keahlian (expertise) pada jenjang pendidikan tinggi (akademik) di bidang farmasi. • Memberi pelayanan kepada masyarakat, praktek profesi sebagai Apoteker. • Memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat independen dan otonom. • Memberlakukan kode etik Apoteker. • Memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan kefarmasian. • Mempunyai sistem untuk proses pembelajaran seumur hidup. 17 PILAR PERATURAN PRAKTIK APOTEKER Praktik profesi apoteker berlandaskan 3 pilar peraturan: 1. Disiplin Ilmu 2. Etik 3. Hukum 18 Dalam pengabdian profesinya Apoteker harus berpegang teguh pada Sumpah/Janji Apoteker & Kode Etik Apoteker 19 2. Profesi Farmasi dalam Matra Sosial 20 Farmasi Sosial "Upaya untuk mengintegrasikan obat ke dalam perspektif yang lebih luas mencakup aspek hukum, etika, ekonomi, politik, sosial, komunikasi, dan psikologi, dalam sistem evaluasi untuk penggunaan obat yang aman dan rasional". 21 Berkembang sejak 1970-an, Farmasi Sosial telah banyak memberi kontribusi terhadap pengetahuan tentang kebutuhan pasien & masyarakat, yang memiliki kepentingan bersama untuk mendapatkan obat yang paling efektif, paling aman, dan harga terjangkau. Farmasi Sosial menyuarakan kebutuhan pengguna (user) kepada produsen obat (practician) dan pemerintah 22 Dalam konteks Farmasi Sosial, tidak ada model pembelajaran yang dapat berlaku (fitin) di semua negara, namun ada konsep umum, prinsip dan praktik yang menjadi dasar penentu kebijakan pendidikan; implementasinya diselaraskan dengan kebutuhan masyarakat lokal, regional ataupun global. Dalam Era Farmasi Sosial institusi pendidikan farmasi saling berbagi (share) pengetahuan dan sumberdaya pendidikan dengan kolega pendidik antar23 negara. • Pemahaman tentang isu-isu yang berkaitan dengan Farmasi Sosial akan memajukan profesi apoteker, sekaligus peningkatan upaya kesehatan masyarakat. • Farmasi Sosial: studi transdisiplin perilaku manusia (individu atau kelompok) terkait dengan disiplin ilmu farmasi yang berhubungan dengan psikologi, sosiologi, antropologi. Sebagai disiplin yang relatif baru, basis riset teoritis Farmasi Sosial masih berada di awal perkembangan; masih membutuhkan studi banding antar-disiplin ilmu dari berbagai 24 Pembelajaran Farmasi Sosial membutuhkan sintesis pengetahuan yang wajib diajarkan di bidang farmasi: 1.Mata ajar sains fundamental konvensional seperti kimia, farmakologi, fisiologi, hukum; dan pengetahuan tentang perundangundangan 2.Mata ajar farmasi klinik 3.Mata ajar sosiohumaniora dan kemampuan komunikasi Tujuan instruksional Farmasi Sosial dalam Kurikulum Farmasi: 1) Mengidentifikasi mata ajar dalam rencana program studi 25 farmasi terkait dengan aspek farmasi sosial dalam lingkup 26 Level Organisasi & Disiplin Ilmu Farmasi Sains Sosial & Humaniora Sains Natural [ IPA } Biosfir Masyarakat/Bangsa Budaya/Subkultur Komunitas Kelompok Kecil/Keluarga Manusia Organ Sel Molekul Atom Farmasi Sosial Farmasi Klinik Kimia & Biologi 27 Kajian inti Farmasi Sosial mencakup perilaku dan perspektif berbagai pihak: pemerintah, otoritas kesehatan setempat, pembayar pihak ketiga (a.l. asuransi), tenaga profesi kesehatan, dan industri farmasi. Demikian pula perspektif pasien dan masyarakat umum pengguna obat. Topik kunci Farmasi Sosial mencakup pemasaran, ekonomi, distribusi, komunikasi, kepatuhan (pasien mengikuti instruksi yang disepakati), pemantauan 28 (kendali dan pengawasan), dan 3. Fasilitas Kesehatan sebagai wahana fertilisasi Profesi Farmasi 29 Pengembangan peran apoteker klinik diinisiasi oleh sektor rumah sakit dan institusi pendidikan farmasi yang melakukan perubahan pendidikan sarjana/apoteker. • Meningkatnya kompleksitas dalam pengelolaan terapi obat memerlukan peran apoteker yang harus jelas dan terintegrasi dalam tim layanan kesehatan. • Perkembangan peran apoteker dalam layanan kesehatan kian menuntut 30 Tonggak pendidikan untuk perubahan peran Apoteker: • Mewujudkan farmasi klinik di rumah sakit dan mewujudkan dokter farmasi (Pharm.D.) sebagai kualifikasi profesi (USA) . • Pendidikan magister farmasi klinik (Inggris, diikuti negara lain, terutama Australia dan Asia). • Spesialisasi apoteker rumah sakit di berbagai bidang spesialisasi medik. • Pembelajaran apoteker farmasi klinik. • Konsep ’asuhan farmasi' diperhitungkan sebagai faktor kesehatan masyarakat. • Perubahan metode pendidikan oleh para profesor 31 praktik farmasi berbasis pengajaran ‘terpusat kepada Universitas menemukan model peran klinik terutama dari apoteker rumah sakit. Rumah sakit lebih mudah menjadi edukatorium (aneka wahana belajar) dan akses terhadap data klinis dan kerjasama multidisiplin. Sarana farmasi komunitas memfasilitasi akses kepada (beberapa) apoteker yang pengalaman profesinya banyak melibatkan insan akademik dan medik. Perguruan tinggi memobilisasi farmasi komunitas menjadi panutan (role model), menseleksi dan menjadikan ‘apotek panutan’ sebagai edukatorium yang efektif. 32 Preceptorship yang dapat dikembangkan: 1. Dosen praktik farmasi klinik: staf akademik yang menjadi apoteker rumah sakit, atau 2. Apoteker praktik yang terafiliasi dengan pembelajaran di universitas, atau 3. Staf akademik yang memiliki aktivitas riset tertaut dengan rumah Preceptor = pendidik praktik sakit/masyarakat/ sarana pelayanan kesehatan yang luas. 33 Penggunaan obat: Tantangan kepatuhan bagi seluruh masyarakat Masa depan farmasi pelayanan adalah pengembangan peran farmasi klinik sebagai sarana untuk memberikan informasi penggunaan obat yang terjamin khasiat, keamanan dan mutunya . Meningkatnya fungsi apoteker sebagai penjamin mutu & efisiensi penggunaan obat, menunggu respon institusi pendidikan farmasi melengkapi proses pembelajaran yang menyiapkan apoteker praktisi farmasi klinik34 Silabus Contoh-1 Social Pharmacy definition, significance of drugs in medicine practice and society, Pharmacoepidemio-logy, Pharmacovigilance, Pharmacoeconomics, Drug Policy definition by WHO, the most important elements, Pharmaceutical Pricing and Reimburse-ment, Pharmaceutical Industry and its activities, Classification systems of drugs, Consumption of drugs, indicators of evaluation. Drug policy in hospitals, Medication Errors classification and prevention, Sociological Understanding of Health and Illness, Theory of Iceberg, Health Economy, Management of Health System, Compliance. 35 Silabus Contoh-2 Farmasi sosial adalah bidang multidisiplin mencakup pendidikan dan penelitian yang berfokus pada peran, penyediaan, regulasi dan penggunaan obat-obatan dalam masyarakat. Lingkup Farmasi Sosial sangatlah luas, mencakup aspek-aspek sosial, psikososial, ekonomi, dan organisasi obat-obatan; menyertakan analisis keputusan kebijakan yang dibuat di tingkat lokal, nasional, internasional dan global mengenai obatobatan. Juga mencakup berbagai tema, termasuk distribusi obat dan penggunaan; ekonomi dan pembiayaan; pengambilan keputusan; perilaku kesehatan; pengetahuan kesehatan, keyakinan kesehatan, melek kesehatan; kesehatan dan farmasi kebijakan; farmakoinformatika; etika; serta 36 farmakoepidemiologi dan farmakovigilans. 4. Inisiatif Leadership Apoteker 37 Farmasi adalah suatu profesi anggotanya terikat peraturan standar pendidikan dan kode etik. Sebagian besar apoteker terlibat di area komersial produk yang dilaksanakan bersama peran sebagai tenaga kesehatan penyedia layanan, saran dan nasehat. Diperlukan panduan sangat rinci untuk mencegah konflik antar dua area tersebut. 38 Tindakan apoteker (regulated profession) tunduk pada hukum pidana, hukum administrasi, hukum perdata dan kode etik. • Kode Etik terdiri prinsip-prinsip yang menunjang standar & panduan profesi. Berbagai kasus hukum & etik menjadi bukti bagaimana Apoteker tidak menjalankan kewajiban profesi bagi klien/pasien. 39 Pharmacist/Apothecary* a health professional trained in the art of preparing and dispensing drugs *Chemist, Druggist 40 ‘CREW’ TENAGA KEFARMASIAN (UU 36 Th 2014) • APOTEKER [Profesi] • TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN [ Teknis Vokasi] ________________________________________________________ __ ASISTEN TENAGA KEFARMASIAN (Permenkes 80 Th 2016) 41 Keahlian dan Kewenangan Apoteker UU No 36 Th 2009 tentang Kesehatan, pasal 108 ayat 1: Apoteker memiliki keahlian dan kewenangan untuk melaksanakan praktik kefarmasian yang mencakup: a. Pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi; b. Pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat; c. Pelayanan obat atas resep dokter; d. Pelayanan informasi obat; e. Pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.42 MAKNA PROFESI FARMASI Bagi sebuah BANGSA Profesi farmasi memberikan jaminan keamanan, khasiat dan mutu serta pelayanan bagi setiap penggunaan produk farmasi, ataupun bahan eksogenik lain, yang dimanfaatkan untuk tujuan modifikasi/eksplorasi kondisi normofisiologi ataupun patofisiologi tubuh manusia (dan hewan/tumbuhan). Oleh karena itu, profesi farmasi memberi kontribusi besar bagi ketahanan suatu bangsa dari ancaman bahaya penggunaan produk eksogenik yang dsalah ataupun disalahgunakan. 43 Fungsi esensial negara di bidang farmasi Essential means that if the public sector is unable to perform these functions, public health goals cannot be achieved and the least privileged part of the population will suffer. Policy making, priority setting: what are the problems? how do we address them? how do we know what we have achieved? Regulation & control: what are the rules? are the rules respected? do we need to change rules? Professional standards: who is allowed to do what? Access to drugs: can people use the drugs they need? Information: can people use drugs properly? 44 Legislasi dan Regulasi Obat bagian dari sistem pelayanan kesehatan “Drugs are a public good and not simply just another commodity: first for their high social value, and then because consumers and prescribers are unable to assess their quality, safety Dr. Gro Harlem Brundtland and efficacy.” Director General of WHO Gro Harlem Brundtland (Norwegian, born Gro Harlem, 20 April 1939) is a Norwegian politician, who served three terms as Prime Minister of Norway (1981, 1986–89, and 1990–96) and as Director-General of the World Health Organization from 1998 to 2003. 45 LEGISLASI OBAT Setiap produk yang wajib mendapat legislasi harus jelas, tidak meragukan, serta mencakup definisi yang komprehensif. MEDICAL PRODUCT: Any substance or pharmaceutical product for human or veterinary use that is intended to modify or explore physiological systems or pathological states for the benefit of the 46 REGULASI OBAT Regulasi obat mencakup seluruh aturan legal, administratif dan teknis dengan tujuan untuk menjamin: • Semua alasan dasar (premise), orang (people) dan praktek (practice) yang terkait dengan pengembangan, pembuatan, impor, ekspor, perdagangan besar, pasokan, dispensing dan promosi obat harus mematuhi standar, norma, prosedur dan persyaratan yang sah. • Produk obat harus aman, efektif dan bermutu. • Informasi produk tidak boleh bias, harus akurat dan tepat guna. • Obat harus selalu tersedia. • Obat harus digunakan secara rasional. 47 Regulasi obat merupakan sentral dari interaksi berbagai kegiatan multifaset dan sangat kompleks Government Experts Manufacturers Products Regulatory authority Prescribers Medicines Patients/Consumers Importers/Wholesalers/Retailers 48 Kompleksitas permasalahan obat telah menyebabkan pemakaian obat tidak lagi hanya berdasarkan pilihan/pengalaman pribadi (testimonial). Dibutuhkan pembuktian berbasis logika keilmuan melalui riset yang bermutu untuk menjamin keberhasilan terapi. Apoteker harus mampu untuk menjamin ketersediaan data dan informasi terkait obat, yang dibutuhkan untuk menetapkan pilihan obat dalam upaya menjamin keamanan, ketepatan dan kerasionalan penggunaan obat (evidence-based pharmacy). Tenaga kefarmasian makin dituntut mampu menjadi researcher dalam hal mencari obat baru dan pengembangan bentuk sediaan baru (drug delivery system) 49 Praktik kefarmasian Pasal 108 UU No 30 Th 2009 tentang Kesehatan Praktik kefarmasian di Indonesia meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian/penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat dan obat tradisional. Secara implisit ketentuan perundangundangan menuntut peran dan tanggungjawab 50 Dalam bidang produksi tanggungjawab apoteker adalah menjamin kesesuaian proses produksi dan mutu produk terhadap ketentuan dan standar yang berlaku. Industri farmasi Indonesia dapat mencukupi seluruh kebutuhan obat nasional, namun belum cukup memiliki sendiri industri bahan baku obat. 51 Dalam bidang distribusi/penyaluran sediaan farmasi, tanggungjawab apoteker mencakup jaminan kesesuaian proses distribusi dan mutu produk terhadap ketentuan dan standar yang berlaku, jaminan keamanan dan ketersediaan produk. Cara Distribusi Obat yang Baik sebagai implementasi GDP (Good Distribution Practice), untuk menghindari praktik kefarmasian dalam bidang distribusi, supaya obat keras dan psikotropika, tidak dapat dibeli dengan mudah tanpa resep dokter dan tidak dijual di toko obat maupun pedagang kaki lima; serta mencegah peredaran obat palsu, obat kadaluarsa dan obat impor ilegal masih sering ditemukan. 52 Sains Regulasi (Regulatory Science) suatu topik pembelajaran yang bersifat transdisiplin Sebuah jendela yang membuka cakrawala farmasi sosial 53 “Regulatory science is the art & science of taking new medical & food products to market and keeping them on the market, under the constraints of a variety of laws and requirements. You're doing science, but you're doing it in a legal framework” – Frances Richmond Director of the Regulatory Science program at the University of Southern California 54 in Los Angeles Regulatory science is an area that usually has more jobs than qualified candidates; and despite consolidation in the pharmaceutical industry, the market for regulatory scientists is generally stable. Lawrence Liberti Executive director of the CMR International Institute for Regulatory Science in London. 55 Regulatory science includes regulatory affairs, regulatory writing, risk management, compliance, and regulatory law. Every step in biomedical product development is regulated: research & development, preclinical studies, clinical studies, the manufacturing process, marketing, and postmarketing surveillance. So, it follows that regulatory scientists work at each one of those steps, evaluating product candidates and trials, mediating among interested parties, finding compromise and gaining consensus. 56 These days, the field requires expertise from scientists in a variety of disciplines, including physicists, life scientists, chemists, and engineers. FDA, a natural home for regulatory scientists, offers employment in more than 30 distinct disciplines, including research science, pharmacy, statistics, veterinary medicine, nursing, and clinical medicine. 57 Besides job opportunities at agencies such as FDA, the companies developing biomedical products & devices employ regulatory-science experts to make sure the company follows all regulations and guidelines for every product, in every country in which a product will be marketed, even before the regulatory agencies gets involved. 58 Independent companies have opportunities in regulatory consulting as well. A lot of companies do the regulatory piece themselves, so unless it's really hard, and then they ask a consultant. 59 Catatan Penutup • Apoteker dituntut menjadi anggota tim kesehatan yang aktif, bertanggungjawab atas hasil pengobatan pasien, dan menjamin keamanan penggunaan obat secara rasional. • Asuhan kesehatan (pharmaceutical care) membutuhkan peran & tanggungjawab Apoteker terkait penerapan konsep & riset farmasi sosial. • Tidak ada model pendidikan dan pelatihan terbaik yang dapat menjadi rujukan dunia. Tapi konsep, prinsip, dan praktik yang bersifat umum dapat digunakan oleh para penentu kebijakan pendidikan sebagai acuan umum sesuai kebutuhan masyarakat lokal, regional, global. • Civitas academica farmasi perlu berbagi 60 pengalaman, pengetahuan dan sumberdaya Terimakasih 61