Pemanfaatan Umbi Minor Gadung sebagai Bahan Baku Produksi

advertisement
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Pemanfaatan Umbi Minor Gadung sebagai Bahan Baku Produksi Gula Cair
Menggunakan Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis
Amna Hartiati and IW. Gede Sedana Yoga
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana
Email : [email protected]
ABSTRAK
Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan umbi minor berupa gadung
sebagai bahan baku produksi gula dengan menggunakan proses likuifikasi dan sakarifikasi secara enzimatis.
Target khusus yang ingin dicapai adalah (1) memperoleh kondisi konsentrasi enzim α-amilase dan suhu
proses yang optimum pada likuifikasi. (2) memperoleh konsentrasi enzim amiloglukosidase dan suhu proses
sakasifikasi (3) menentukan karakteristik gula dari umbi gadung sesuai dengan SNI 01-2978-1992.Penelitian
terdiri dari tiga tahap.Tahap pertama adalah proses likuifikasi yang menggunakan Rancangan Acak
Kelompok pola Faktorial dengan dua factor yaitu konsentrasi enzim α-amylase dan suhu hidrolisis.
Konsentrasi enzim α-amilase terdiri dari tiga level yaitu 0,8 ml/kg pati (K1), 1 ml/kg pati (K2) dan 1,2 ml/kg
pati (K3). Suhu hidrolisis terdiri dari 3 level yaitu 90oC (S1), 95oC (S2) dan 100oC (S3). Pengamatan proses
likuifikasi meliputi kadar gula reduksi, total gula dan dextrose equivalent. Hasil terbaik dari tahap likuifikasi
dipergunakan pada tahap kedua yaituproses sakarifikasi yang dirancang menggunakan Rancangan Acak
Kelompok pola Faktorial dengan dua faktor yaitu konsentrasi enzim amiloglukosidase dan suhu proses.
Konsentrasi enzim amiloglukosidase terdiri dari tiga level yaitu 0,8 ml/kg pati (K1), 1 ml/kg pati (K2) dan
1,2 ml/kg pati (K3). Suhu proses 50oC (S1), 55oC (S2) dan 60oC (S3). Pada proses sakarifikasi variabel yang
diamati adalah konsentrasi total gula, gula reduksi, dan rendemen.Hasil tahapan likuifikasi adalah pati ubi
gadung : ensim 1,2 ml/kg pati pada suhu 95ºC dengan DE 43,23% dan hasil tahapan sakarifikasi adalah
karakteristik gula cair pati ubi gadung d belum sesuai dengan SNI 01-2978-1992 pada kadar air dan warna
masih agak yang seharusnya tidak berwarna sampai kekuning – kuningan dengan derajat kemanisan tertinggi
untuk gula cair pati ubi gadung (55,20% Brix) pada konsentrasi ensim amiloglukosidase 1,2 ml/kg pati, suhu
65 ºC
Kata kunci: gula, pati ubi gadung, likuifikasi, sakarifikasi
PENDAHULUAN
Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Sampai saat ini,
setiap tahun, Indonesia hanya memproduksi 2,1 juta ton gula, sementara itu, kebutuhan untuk
konsumsi mencapai 3 juta ton atau sekitar 12 kilogram per kapita. Kondisi ini artinya bahwa
produksi gula hanya mampu mencukupi sekitar 60 persen dari kebutuhan (Triyatna, 2012). Melihat
kondisi belum terpenuhinya kebutuhan gula secara nasional ini, menyebabkan pemerintah
menerapkan kebijakan mengimpor gula pasir. Impor gula tahun 2012 mencapai 2,53 juta
ton,meningkat dari 2,43 juta ton tahun 2011, dan diperkirakan menjadi 2,7 juta ton tahun 2013 dan
3,7 juta ton pada tahun 2020 (Sutawi, 2012).
Melihat kondisi tersebut, dimana kita masih mengimpor gula, sedangkan usaha untuk
produksi gula terbentur dan sangat tergantung pada persediaan bahan baku tebu, maka pemerintah
seharusnya dapat mencari solusi lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan gula masyarakat. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan adalah mencari alternative sumber-sumber bahan baku gula
selain tebu. Sumber gula alternative selain tebu dapat diperoleh dari komoditi-komoditi yang
mengandung karbohidrat terutama pati. Pati banyak dijumpai pada umbi-umbian. Umbi-umbi yang
dapat dipergunakan adalah kelompok umbi-umbian utama seperti ubi kayu dan ubi jalar (major
root crops) dan kelompok umbi-umbian minor seperti gadung, gadung, suweg, uwi, gembili (minor
root crops).
Golongan umbi-umbi mayor secara umum telah banyak diaplikasikan untuk kebutuhan
industri seperti ubi kayu untuk produksi tapioka, sedangkan umbi-umbi mayor dari segi jumlahnya
memang tidak sebanyak umbi-umbi mayor, tetapi memiliki keanekaragaman yang lebih besar
dibandingkan dengan umbi-umbi mayor. Selain itu, pemanfaatannya dikalangan industri maupun di
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-147
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
masyarakat belumlah optimal. Adanya potensi penggunaan pati dari umbi-umbi minor untuk
bahan baku gula berarti telah ada upaya mencari gula alternatif selain gula tebu.
Gula alternative berbahan baku pati dapat berupa sirup glukosa, fruktosa, maltosa, manitol,
dan sorbitol, yang semuanya mempunyai rasa dan kemanisan hampir sama dengan gula tebu,
bahkan beberapa jenis lebih manis. Di antara contoh-contoh gula pati tersebut sirup glukosa dan
fruktosa paling mempunyai prospek untuk mensubstitusi gula pasir (Richana, 2010).
Sirup glukosa merupakan cairan jernih dan kental yang mengandung D-glukosa, maltose,
dan polimer D-glukosa yang diperoleh dari hidrolisis pati. Proses hidrolisis pati menjadi sirup
glukosa dapat dilakukan secara enzimatis ataupun secara kimia. Dalam aplikasinya, sirup glukosa
banyak digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman, serta industri farmasi. Hal
ini didasari oleh beberapa kelebihan sirup glukosa dibandingkan sukrosa diantaranya sirup glukosa
tidak mengkristal seperti halnya sukrosa jika dilakukan pemasakan pada suhu tinggi, inti kristal
tidak terbentuk sampai larutan sirup glukosa mencapai kejenuhan 75%.Pada aplikasi pembuatan
produk, misalnya es krim, glukosa dapat meningkatkan kehalusan tekstur dan menekan titik beku
dan untuk kue dapat menjaga kue tetap segar dalam waktu lama dan mengurangi keretakan. Untuk
permen, glukosa lebih disenangi karena dapat mencegah kerusakan mikrobiologis, dan
memperbaiki tekstur.
Dari uraian diatas, jika Indonesia mampu memanfaatkan berbagai gula alternative, maka ada
beberapa keuntungandapat diraih, yaitu pasokan gula tidak hanya dari gula sukrosa/gula pasir tapi
juga darigula fruktosa dan jenis gula pati lain. Hal tersebut secara langsung akan
memanfaatkansumber bahan berpati di Indonesia yang sangat melimpah. Dengan produksi
yangmeningkat maka akan dapat menekan harga sehingga harga dapat bersaing dengan gulapasir.
Seandainya semua industri sirup, soft drink, candy, biskuit, jelly semuamenggunakan glukosa atau
fruktosa maka tentu saja akan mengurangi kebutuhan gulapasir, bahkan mungkin tidak perlu impor
gula.
Kebanyakan gula inidiproduksi oleh industri-industri besar yang telah menggunakan
teknologi dan peralatanyang canggih. Padahal sebetulnya teknologi pembuatan gula ini terutama
sirup glukosadapat dilakukan dengan cara sederhana yang dapat dilakukan di pedesaan dengan
memanfaatkan umbi-umbian lokal.
METODE
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioindustri dan Pengolahan, Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Udayana. Waktu pelaksanaan penelitian di bulan Agustus-September 2014.
Bahan Penelitian dan Analisis
Bahan yang dipergunakan adalah pati kayu dan pati umbi-umbi minor antara lain: pati ubi
gadung. Enzim yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah azim α-amilase (Novo, Thermamyl),
amiloglukosidase (Novo, Thermamyl), arang aktif. Bahan kimia yang dipergunakan adalah HCl,
NaOH, glukosa standar , H2SO4, asam 3,5-dinitrolisilat (DNS), Reagen Nelson, reagen
Arsenomolibdat,Na-K Tatrat, fenol, Na-Metabisulfit, asam sitrat, CuSO4.5H2O, Na2CO3.10H2O,
indikator fenolftalin, aquades, dan bahan-bahan lai untuk keperluan analisa parameter penelitian.
Alat
Alat-alat yang dipergunakan adalah water bath, pipet mikro, spektrofotometer, evaporator,
refraktometer, oven, timbangan analitik dan alat-alat gelas.
Tahapan penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahap yang dimulai dari preparasi bahan baku, penelitian
tahap I : penentuan konsentrasi enzim α-amilase dan suhu proses likuifikasi, penelitian tahap II
:penentuan konsentrasi enzim amiloglukosidase dan suhu proses sakarifikasi. Tahap III: produksi
gula dari pati ubi gadung.
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-148
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Preparasi bahan baku
Bahan baku dipreparasi dengan cara menyortir ubi gadung yang rusak kemudian dikupas
kulitnya dan dicuci hingga bersih.
Ekstraksi pati ubi gadung
Ubi kayu dan ubigadung diparut dan dihancurkan dengan blender dan ditambahkan air
dengan perbandingan 1:1. Bubur pati kemudian disaring dengan menggunakan kain saring guna
memisahkan ampasnya. Filtrat hasil penyaringan kemudian diendapkan. Endapan yang terbentuk
kemudian dipisahkan dengan cara membuang airnya dan di oven pada suhu 50 oC sampai kadar air
sekitar 12%. Pati yang diperoleh selanjutnya dikarakterisasi dengan analisa proksimat.
Tahap I : Penentuan konsentrasi enzim α-amilase dan suhu proses likuifikasi
a. Rancangan percobaan
Penelitian pada tahap inidiperlakukan pada pati kontrol yaitu ubi kayu dengan alasan pati ubi
kayu merupakan pati umbi mayor yang telah banyak dipergunakan dalam aplikasi produk pangan
dan industri. Penelitian dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Pada tahap
likuifikasi diperlakukan konsentrasi enzim α-amylase dan suhu hidrolisis. Konsentrasi enzim αamilase terdiri dari tiga level yaitu 0,8 ml/kg pati (K1), 1 ml/kg pati (K2) dan 1,2 ml/kg pati (K3)
sedangkan suhu hidrolisis terdiri dari 3 level yaitu 90 oC (S1), 95oC (S2) dan 100oC (S3). Dengan
demikian terdapat 9 perlakuan kombinasi dengan dua kelompok waktu pengolahan sehingga
terdapat delapan belas unit percobaan. Dari rancangan ini akan diperoleh kondisi terbaik dari
konsentrasi enzim dan suhu proses likuifikasi yang selanjutnya akan dicobakan pada proses
sakarifikasi.
b. Pelaksanaan penelitian
Pati ubi kayu sebanyak 300 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan dengan
akuades sampai volumenya mencapai 1000 ml, pH diatur sampai 5 dengan menggunakan buffer
sitrat. Suspensi pati kemudian dipanaskan dalam water bath sampai tergelatinisasi. Penambahan
enzim dan pengaturan suhu proses disesuaikan dengan perlakuan yaitu konsentrasi enzim αamilase 0,8 ml/kg pati, 1 ml/kg pati dan 1,2 ml/kg pati sedangkan suhu hidrolisis 90 oC, 95oC dan
100oC. Proses ini dilakukan selama 60 menit. Produk yang dihasilkan dari masing-masing
kombinasi perlakuan selanjutnya dilakukan analisa total gula, gula reduksinya dan dextrose
equivalent-nya.
c. Variabel yang diamati dan analisis data
Hasil proses likuifikasi diukur kadargula reduksi,total gula dan dextrose equivalen. Data
yang diperoleh pada tahap ini dianalisis keragamannya dan dilanjutkan dengan uji perbandingan
berganda Duncan. Perlakuan dengan kadar gula reduksi, total guladan nilai dextrose equivalent
tertinggi dipilih sebagai perlakuan terbaik dan dipergunakan untuk penelitian tahap II. Data-data
hasil analisa untuk karakteristik umbi-umbi minor juga dianalisa secara deskriptif dan akan
disajikan dalam bentuk grafik dengan menampilkan standar deviasi.
Tahap II: Penentuan konsentrasi enzim amiloglukosidase dan suhu proses sakarifikasi (SFS)
a. Rancangan percobaan
Proses awal penentuan kondisi terbaik dari proses sakarifikasi diperlakukan pada pati control
yaitu pati ubi kayu. Penelitian dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial
dengan faktor konsentrasi enzim amiloglukosidase dan suhu proses. Konsentrasi enzim
amiloglukosidase terdiri dari tiga level yaitu 0,8 ml/kg pati (K1), 1 ml/kg pati (K2) dan 1,2 ml/kg
pati (K3), sedangkan suhu proses 50oC (S1), 55oC (S2) dan 60oC (S3). Dengan demikian terdapat 9
perlakuan kombinasi dalam dua kelompok waktu pengolahan dengan demikian terdapat delapan
belas unit percobaan. Dari rancangan ini akan diperoleh kondisi terbaik dari konsentrasi enzim
amiloglukosidase dan suhu proses sakarifikasi yang selanjutnya akan dicobakan pada tahap III
yaitu produksi gula dari umbi-umbi minor.
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-149
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
b. Pelaksanaan penelitian
Produk hasil perlakuan terbaik pada proses likuifikasi selanjutnya disakarifikasi sesuai
perlakuan yaitu konsentrasi enzim amiloglukosidase ditambahkan 0,8 ml/kg pati, 1 ml/kg pati dan
1,2 ml/kg pati, sedangkan suhunya diatur sesuai perlakuan menjadi 50oC, 55oC dan 60oC. Waktu
proses dilakukan selama 72 jam. Cairan gula yang dihasilkan dari masing-masing kombinasi
perlakkuan, selanjutnya dianalisa sesuai dengan parameter yang diamati.
c. Variabel yang diamati dan analisis data
Variabel yang diamati adalah konsentrasi total gula, gula reduksi dan rendemen. Data yang
diperoleh pada tahap II dianalisis keragamannya dan dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda
Duncan. Perlakuan kombinasi konsentrasi enzim dan suhu proses yang menghasilkan konsentrasi
gula reduksi tertinggi dipilih sebagai perlakuan terbaik.
Produksi gula dari umbi-umbi minor
a. Rancangan percobaan
Penelitian dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan jenis umbi minor.
Jenis umbi minor tersiri dari 4 level yaitu yaitu gadung, suweg, gadung dan uwi. Masin-masing
perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh 12 unit percobaan. Apabila perlakuan berpengaruh
nyata, maka dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda Beda Nyata terkecil (BNT) untuk
menentukan perbedaan dari masing-masing perlakuan.
b. Pelaksanaan penelitian
Kondisi proses hidrolisis dari hasilperlakuan terbaik pada proses likuifikasi dan sakarifikasi,
selanjutnya diterapkan pada proses produksi gula dari umbi-umbi minor. Masing-masing pati umbi
minor sebanyak 300 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan dengan akuades sampai
volumenya mencapai 1000 ml, pH diatur sampai 5 dengan menggunakan buffer sitrat. Suspensi
pati kemudian dipanaskan dalam water bath sampai tergelatinisasi. Penambahan enzim amylase
dan pengaturan suhu proses disesuaikan dengan hasil perlakuan terbaik pada tahap likuifikasi.
Proses ini dilakukan selama 60 menit. Setelah proses likuifikasi dilakukan proses sakarifikasi. Pada
tahap ini, hasil dari proses likuifikasi untuk masing-masing pati umbi jalar dihidrolisis dengan
penambahan enzim amiloglukosidase dan suhu proses sesuai dengan hasil perlakuan terbaikpada
proses sakarifikasi. Waktu proses sakarifikasi dilakukan selama 72 jam. Hasil dari proses
sakarifikasi ini adalah cairan gula yang selanjutnya dipucatkan dengan menambahkan arang aktif
dengan konsentrasi 0,5% (b/v) dan dilakukan pada suhu 90 oC. Selama pemucatan dilakukan
pengadukan selama 1 jam. Pemucatan dilakukan guna menjernihkan larutan gula. Setelah
pemucatan dilakukan penyaringan untuk memisahkan arang aktif dengan cairan gula. Cairan gula
yang dihasilkan selanjutnya dianalisa sesuai dengan parameter yang diamati.
c. Variabel yang diamati dan analisis data
Variabel yang diamati adalah konsentrasi total gula (Apriyantono et al. 1989), gula reduksi
(Sudarmadji dkk., 1997), rendemen (Ciptadi, 1981), warna, kadar air, kadar abu dan tingkat
kemanisan (Muchtadi, 1989) dan karakteristik sesuai dengan dengan SNI 01-2978-1992 tentang
gula cair.
Data yang diperoleh pada tahapIII dianalisis keragamannya dan dilanjutkan dengan uji
perbandingan berganda Beda Nyata terkecil (BNT) untuk menentukan perbedaan dari masingmasing perlakuan. Perlakuan jenis umbi minor yang menghasilkan konsentrasi gula reduksi
tertinggi dan memenuhi standar SNI yang telah ditetapkan dipilih sebagai perlakuan terbaik. Datadata hasil analisa untuk karakteristik gula dari umbi-umbi minor juga dianalisa secara deskriptif
dan akan disajikan dalam bentuk grafik dengan menampilkan standar deviasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian awal adalah pembuatan tepung (pati) dari ubi gadung. Rendemen ubi gadung
adalah gadung 8%.
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-150
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
1. Hasil analisis tahap I
a. Proses likuifikasi
Hasil likuifikasi pada pati ubi gadung dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Hasil
tertinggi didapat pada suhu 95°C dengan ensim amylase 1,2 ml/kg pati ubi gadung yaitu 43,
23%. Suhu dan konsentrasi inilah yang digunakan sebagai acuan untuk dilanjutkan ke
penelitian tahap II untuk pati ubi gadung.
Tabel 1. Nilai DE pada proses likuifikasi tepung ubi gadung
Perlakuan
Kons.α-Amilase
(ml/kg )
0,8
1,0
1,2
90
17,13
19,71
27,58
Suhu ( °C)
95
30,,38
34,26
43,23
100
40,75
36,69
38,03
Keterangan : Angka bercetak tebal menunjukkan DE tertinggi
Kondisi optimal proses likuifikasi suatu pati ubi disebabkan oleh prosentase
kandungan amilosa yang akan dipecah oleh ensim amilase yang digunakan di tahap I. Sifat
ensim amilase adalah memecah amilosa komplek berantai lurus penjadi senyawa monomer
glukosa pada ikatan 1,4 α glikosidik.
2. Hasil analisis tahap II
Penelitian tahap II meliputi proses sakarifikasi menggunakan ensimamiloglukosidase
dengan 3 perlakuan. Hasil penelitian tahap II ini adalah gula cair. Analisa gula cair yang
dilakukan adalah kadar air, kadar abu, tingkat kemanisan dan uji sensoris warna gula cair.
a. Kadar air gula cair pati ubi gadung
Hasil sidik ragam, menunjukkan bahwa perlakuan suhu sakarifikasi berpengaruh
nyata (P<0,05) konsentrasi amiloglukosidase dan interaksinya tidak berpengaruh nyata
terhadap kadar air gula cair pati ubi gadung.
Tabel 2. Nilai rata – rata kadar air gula cair pati ubi gadung (%) pada perlakuan suhu
sakarifikasi dan konsentrasi enzim
Kons. enzim amiloglukosidase
(ml/kg pati)
Perlakuan
Rata - rata
0,8
1,0
1,2
55
57,45
57,63
52,36
55,81a
Suhu°C
60
51,49
49,55
49,14
50,06a
65
41,42
39,74
41,64
40,93b
Rata – rata
50,12a
48,97a
47,71a
Keterangan :
Huruf yang sama di belakang nilai rata – rata menunjukkan perbedaan yang tidak
nyata (P>0,05)
Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin rendah perlakuan suhu sakarifikasi maka
semakin tinggi kadar air yang dihasilkan. Nilai rata – rata kadar air gula cair pati ubi gadung
dengan perlakuan suhu sakarifikasi 65°C memberikan hasil kadar air yang terendah yaitu
40,93% dan berbeda nyata dengan perlakuan suhu sakarifikasi 55°C dan 60°C, sedangkan
rata – rata kadar air tertinggi diperoleh dari perlakuan suhu sakarifikasi 55°C dengan nilai
rata – rata 55,81%. Makin tinggi suhu sakarifikasi makin banyak air yang menguap. Dari
hasil analisa terlihat kadar air gula cair pati ubi gadung belum memenuhi syarat mutu SNI
01-3743-1995 tentang gula cair yaitu kurang atau sama dengan 20%. Kadar air gula cair
masih tergolong tinggi, hal ini hanya tinggal diuapkan untuk mendapatkan kadar air sesuai
SNI yaitu maksimal 20%.
Kadar air dalam suatu bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya
simpan dari bahan pangan tersebut. Apabila kadar air bahan pangan tersebut tidak
memenuhi syarat maka bahan pangan tersebut akan mengalami perubahan fisik dan kimiawi
yang ditandai dengan tumbuhnya mikroorganisme pada makanan sehingga bahan pangan
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-151
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat
penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang
tepat. Penentuan kadar air suatu bahan pangan digunakan untuk menentukan banyaknya zat
gizi yang dikandung oleh bahan pangan tersebut. Dengan memanaskan suatu bahan pangan
dengan suhu tertentu maka air dalam bahan pangan tersebut akan menguap dan berat bahan
pangan tersebut akan konstan. Berkurangnya berat bahan pangan tersebut berarti banyaknya
air yang terkandung dalam bahan pangan tersebut(Winarno 2004).
b. Kadar abu gula cair pati ubi gadung
Hasil sidik ragam, menunjukkan bahwa perlakuan suhu sakarifikasi, konsentrasi
amiloglukosidase dan interaksinya tidak berpengaruh nyata (P<0,05)terhadap kadar abu
gula cair pati ubi gadung. Nilai rata – rata kadar abu gula cair pati ubi gadung dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rata – rata kadar abu gula cair pati ubi gadung (%)
Konsentrasi enzim amiloglukosidase (ml/kg pati)
Perlakuan
0,8
0,24
0,27
0,30
55
60
65
Suhu°C
1,0
0,25
0,31
0,30
1,2
0,29
0,25
0,32
Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata – rata menunjukkan nilai yang tidak nyata
(P>0,05).
Hasil analisa kadar abu gula cair pati ubi gadung yang disajikan pada Tabel 3dengan
perlakuan konsentrasi enzim amiloglukosidase 0,8 ml/kg pati dan suhu sakarifikasi 55°C
memberikan hasil kadar abu yang terendah yaitu 0,32% sedangkan rata–rata kadar abu
tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi enzim amiloglukosidase 1,2 ml/kg pati dan
suhu sakarifikasi 65°C dengan nilai rata – rata 0,36% (bb).
Tabel 3menunjukkan bahwa hasil analisa terlihat kadar abu gula cair pati ubi
gadungsemuanya sudah memenuhi syarat mutu SNI 01-3743-1995 tentang gula cair yaitu
kurang atau sama dengan 1% dan semuanya tidak berbeda nyata. Kadar abu yang terdapat
dalam suatu bahan menunjukkan adanya kandungan mineral pada bahan tersebut. Menurut
DeMan (1997), bahan mineral dapat berupa garam anorganik atau organik ataupun dapat
digabung dengan bahan organik, seperti fosfor yang digabung dengan fosfoprotein dan
logam yang digabung dengan enzim. Mineral dalam makanan biasanya ditentukan dengan
cara pengabuan.
c. Derajat kemanisan gula cair pati ubi gadung, gadung dan suweg
Hasil sidik ragam, menunjukkan bahwa perlakuan suhu sakarifikasi berpengaruh
sangat nyata (P<0,01) konsentrasi amiloglukosidase dan interaksinya berpengaruh nyata
terhadap derajat kemanisan gula cair pati ubi gadung. Nilai rata – rata kadar derajat
kemanisan gula cair pati ubi gadung dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai rata – rata derajat kemanisan gula cair pati ubi gadung (% Brix)
Konsentrasi enzim amilogukosidase (ml/kg)
Perlakuan
Suhu°C
55
60
65
0,8
43,50a
50,50b
51,00c
1,0
45,50a
46,00b
49,00c
1,2
48,50a
54,00b
55,20c
Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata – rata pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0,05)
Nilai rata – rata derajat kemanisan gula cair pati ubi gadung dengan perlakuan
konsentrasi enzim amiloglukosidase 0,8 ml/kg pati dan suhu sakarifikasi 55°C memberikan
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-152
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
hasil tingkat kemanisan yang terendah yaitu 43,50% sedangkan rata – rata derajat
kemanisan tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi enzim amiloglukosidase 1,2 ml/kg
pati dan suhu sakarifikasi 65°C dengan nilai rata – rata 55,20% brix. Makin rendah suhu
sakarifikasi dan makin rendah konsentrasi enzim amiloglukosidase maka derajat kemanisan
yang dihasilkan semakin rendah.
Tabel diatas menunjukkan bahwa semakin rendah perlakuan suhu sakarifikasi dan
konsentrasi enzim maka semakin tinggi derajat kemanisan yang dihasilkan. Menurut
Subagjo (2007), % brix adalah jumlah zat padatan semua yang terlarut (dalam gram) setiap
100g larutan. Sifat ensim amiloglukosidase adalah memutus ikatan α 1,4 glikosida dan
memutus ikatan α 1,6 glikosida.
d. Pengujian sensoris warna
Hasil sidik ragam, menunjukkan bahwa perlakuan suhu sakarifikasi berpengaruh
sangat nyata (P<0,01) konsentrasi amiloglukosidase dan interaksinya berpengaruh sangat
nyata terhadap uji sensoris warna gula cair pati ubi gadung. Nilai rata – rata sensoris warna
gula cair pati ubi gadung dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai rata – rata uji sensoris warna gula cair pati ubi gadung, gadung dan suweg
pada perlakuan suhu skarifikasi dan konsentrasi enzim
Suhu (˚C)
55
55
55
60
60
60
65
65
65
Perlakuan
Konsentrasi enzim amilogukosidase (ml/kg)
0,8
1,0
1,2
0,8
1,0
1,2
0,8
1,0
1,2
Hasil uji sensoris warna
Gadung
2,11a
2,10a
2,32a
2,23a
2,13a
2,43a
2,17a
2,34a
2,23a
Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata – rata pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
Warna merupakan parameter pertama yang menentukan tingkat penerimaan
konsumen terhadap suatu produk (Harun et al., 2013). Penelitian terhadap warna gula
cair pati ubi gadung oleh panelis berkisar antara 2,00 – 2,92 (coklat - kuning
kecoklatan).Karamelisasi merupakan proses pencoklatan bahan pangan yang
mengandung gula. Apabila pemanasan terhadap gula menggunakan suhu yang sangat
tinggi, maka gula akan berubah menjadi cairan bening. Apabila waktu pemanasan cukup
lama, maka gulapun akan berubah warna menjadi kuning, kemudian kecokelatan,
selanjutnya dengan cepat berubah warna menjadi sangat cokelat (Coultate, 2002). Dari
hasil analisa terlihat warna masing-masing gula cair pati ubi gadung belum memenuhi
syarat mutu SNI 01-3743-1995 tentang gula cair adalah tidak berwarna sampai kekuning
- kuningan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
a. Rendemen tepung ubi gadung 8%
b. Hasil tahapan I untuk konsentrasi ensim dan suhu optimum proses likuifikasi adalah tepung ubi
gadung : ensim 1,2 ml/kg pati pada suhu 95ºC dengan DE 43,23%
c. Hasil tahapan II adalah karakteristik gula cair pati ubi gadung hasil proses sakarifikasi belum
sesuai dengan SNI 01-2978-1992 pada kadar air dan warna masih agak yang seharusnya tidak
berwarna sampai kekuning – kuningan. Derajat kemanisan tertinggi untuk gula cair pati ubi
gadung (55,20% Brix) pada konsentrasi ensim amiloglukosidase 1,2 ml/kg pati, suhu 65ºC dan
kadar abusudah sesuai dengan SNI 01-2978-1992
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-153
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Saran
a. Perlu penguapan untuk gula cair yang masih belum memenuhi SNI tentang kadar air
b. Perlu perbaikan proses pembuatan tepung gadung agar bisa didapat gula cair dengan warna
yang tidak putih kekuningan
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto, 1989. Petunjuk
Laboratorium Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Muchtadi, T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992. Enzim dalam Industri Pangan. PAU-IPB Bogor.
Richana N, Damardjati D S, Prastowo B, Hasanudin A. 1990. Pemanfaatan Tepung Gaplek dan
Kacang-Kacangan Dalam Penganekaragaman Bahan Pangan. Pengkaj. dan pengemb.
Tekn. Pra dan Pascapanen Ubi Kayu. Pros Sem Nas, UPT EPG Lampung.
Sudarmadji, S.B. Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor.
Triyatna
SO.
2012.
Produksi
Gula
Hanya
60
Persen
Kebutuhan.
http://bisniskeuangan.kompas.com [diakses 1 November 2012]
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-154
Download