Buletin Euangelion Juli 2013 Buletin Gereja Kristen Immanuel Bandung PELECEHAN SEKSUAL Pada saat ini kecenderungan orang dalam mengejar kesenangan hidup, kebebasan dan kesenangan pribadi menjadi tema yang berurat dan berakar dalam sistem nilai kita. Dengan demikian, pengejaran terhadap nilai-nilai ini telah membuat individu percaya bahwa mereka mempunyai hak yang tidak dapat diingkari untuk melakukan apa pun yang mereka sukai dan inginkan. Kita hidup dalam suatu budaya yang “berdasarkan hak”. Secara tidak langsung kita telah terbiasa dan terkondisi untuk dapat bebas melakukan apa saja yang kita anggap menjadi hak kita atau yang dapat menimbulkan kesenangan, terlebih apabila kita merasa lebih kuat, mempunyai kewenangan dan kuasa. Ditambah dengan makin merosotnya nilai-nilai kebenaran dan moral yang dimiliki oleh bangsa kita kita ini maka semakin suburlah perilaku pelecehan yang dilakukan oleh seorang individu terhadap individu lain, terutama kepada individu yang dinilai lebih lemah. Pada umumnya, perilaku pelecehan ini dikaitkan dengan perilaku pelecehan yang bersifat seksual, yang biasa disebut dengan pelecehan seksual. Salah satu contoh yang tepat berkaitan dengan fenomena di atas adalah seperti yang dimuat di salah satu surat kabar, di sana diceritakan oleh korban bahwa ketika dia akan berangkat ke kantor dengan KRL yang keadaannya sangat penuh sesak dan dia harus berdiri saat itu. Tiba-tiba ada seorang pria yang jongkok di dekatnya dan mengelus-elus kakinya, spontan dia marah dan menegur pria tersebut. Namun alangkah terkejutnya dia, karena pria tersebut justru balik memarahinya dan berkata “kalau tidak mau desak-desakan ya naik taksi saja” Apa yang dialami korban ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, sudah dilecehkan secara fisik juga dilecehkan secara psikologis karena dipermalukan di depan umum. Pria yang melakukan pelecehan merasa bahwa dia melakukan tindakan benar dan mempunyai hak untuk mendapatkan kesenangannya tanpa mempedulikan keadaan perasaan korban. Keadaan ini sama seperti yang digambarkan oleh Nabi Yesaya dalam Yesaya 5:20, “Celakalah mereka yang menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang mengubah kegelapan menjadi terang dan terang menjadi kegelapan, yang mengubah pahit menjadi manis, dan manis menjadi pahit.” Pengertian Secara umum, pemahaman tentang perilaku pelecehan adalah perilaku yang secara sengaja dilakukan untuk merendahkan orang lain. Sedangkan pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual dan tidak senonoh, yang dilakukan secara sepihak dan berkonotasi seksual, baik secara verbal dan non verbal. Tindakan ini dilakukan secara sengaja, terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, dan menimbulkan perasaan tidak suka, memunculkan rasa tersinggung, terhina, marah dan sebagainya pada orang yang menjadi sasaran karena merasa direndahkan. Berdasarkan pengertian di atas, pelecehan seksual dapat dibagi dalam tiga tingkatan. Pertama, tingkatan ringan, seperti godaan nakal, ajakan iseng, dan humor porno. Kedua, tingkatan sedang, seperti memegang, menyentuh, meraba bagian tubuh tertentu, hingga ajakan serius untuk ”berkencan”. Ketiga, tingkatan berat, seperti perbuatan terang-terangan dan memaksa, penjamahan, pemaksaan kehendak, hingga percobaan pemerkosaan. Sedang pemerkosaan itu sendiri sudah masuk dalam kategori kejahatan seksual (sexual crime). Berdasarkan definisi dan tingkatan pelecehan seksual ini, peristiwa pelecehan seksual sesungguhnya sangat sering terjadi di sekitar kita. Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja, seperti di rumah, sekolah, kendaraan umum, tempat kerja, tempat umum, trotoar bahkan tempat ibadah. Dapat terjadi kapan saja, baik pagi, siang maupun malam. Kasus pelecehan seksual juga tidak pandang usia, jenis kelamin, ras, tingkat pendidikan, latar belakang sosial dan agama. Di antara kita, mungkin beranggapan bahwa pelecehan seksual hanya terjadi di kota tertentu, bukan kota dimana kita tinggal; di kantor tertentu, bukan kantor dimana kita bekerja; di keluarga tertentu, bukan di keluarga kita; di sekolah lain, bukan di sekolah anak kita dan lain-lain. Anggapan ini jelas tidak benar. Pelecehan seksual mulai dari yang ringan hingga berat sangat mungkin menimpa kita dan keluarga kita tanpa kita sadari. Pelecehan seksual bahkan juga bisa terjadi di tempat yang dianggap kental nilai rohani dan nilai moralnya, seperti di lingkungan sekolah atau tempat ibadah. Karena pelaku pelecehan seksual sangat beragam. Bahkan pada banyak kasus pelakunya adalah orang yang dekat dengan korbannya. Mulai dari ayah tiri maupun ayah kandung, saudara kandung, paman, sepupu dan kerabat dekat lainnya. Jenis-Jenis Pelecehan Seksual Pelecehan seksual memiliki beragam bentuk seperti : 1. Pelecehan fisik seperti sentuhan yang tidak diinginkan mengarah ke perbuatan seksual seperti menyentuh, mencium, menepuk, atau mencubit 2. Pelecehan (verbal) lisan seperti kata-kata, komentar, atau lelucon yang berkonotasi seksual dan tidak diinginkan, misalnya mengenai bagian tubuh atau penampilan seseorang 3. Pelecehan (non verbal) isyarat seperti bahasa tubuh dan atau gerakan tubuh bernada seksual, kerlingan yang dilakukan berulang-ulang, isyarat dengan jari, atau menjilat bibir 4. Pelecehan (non verbal) tertulis atau gambar seperti menampilkan bahan pornografi , gambar, poster seksual, atau pelecehan lewat email dan media komunikasi elektronik lainnya 5. Pelecehan psikologis/emosional seperti permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan yang terus menerus dan tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual. Proses Pelecehan Seksual Kita semua berharap pelecehan seksual tidak menimpa keluarga dan anak-anak kita. Untuk itu kita perlu mengetahui cara pencegahan dan perlu ada benteng pertahanan yang harus dibangun. Pelecehan yang terjadi biasanya berawal dari sikap toleran terhadap hal-hal kecil, seperti canda yang dilemparkan atau gerakan non verbal yang ditampilkan. Pelaku pelecehan merasa bahwa perilakunya tersebut disetujui oleh korbanpelecehan. Seperti contonhnya, seorang remaja putri yang tidak menolak dan merasa senang ketika tangannya dipegang oleh pria yang jadi idolanya, adalah awal dari kemungkinan pelecehan seksual. Sikap seperti ini perlu diwaspadai. Tanpa disadari, sikap ”penerimaan” yang tidak sadar itu dapat ditafsirkan sebagai kode ”pembolehan” oleh si pria untuk melakukan aksi yang lebih jauh. Dengan demikian setiap kita mulai dari anak-anak sampai orang dewasa berpotensi untuk menjadi pelaku maupun korban. Dampak Pelecehan Seksual Anak adalah pribadi yang paling rentan sebagai korban pelecehan seksual. Pelecehan seksual berdampak besar terhadap keadaan psikologis anak, karena mengakibatkan emosi yang tidak stabil. Oleh karena itu, anak korban pelecehan seksual harus dilindungi dan tidak dikembalikan pada situasi dimana tempat terjadinya pelecehan seksual tersebut dan pelaku pelecehan dijauhkan dari anak korban pelecehan. Hal ini untuk membantu memulihkan keadaan traunatis yang dialami. Pada umumnya anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual dan kondisi psikologisnya tidak ditangani secara serius maka akan memperlihatkan gejala seperti: kehilangan semangat hidup, membenci lawan jenis, dan punya keinginan untuk balas dendam. Pada tingkat yang berat, dampak pelecehan seksual bagi anak lebih dari apa yang bisa kita bayangkan. Stephen J. Sossetti dengan tepat mengatakan bahwa ”dampak pelecehan seksual pada anak adalah membunuh jiwanya”. Bagaimana tidak, luka pelecehan itu akan dibawa terus oleh seorang anak hingga ia dewasa dan akan menjadi luka yang sulit dihilangkan, yang memerlukan waktu yang lama untuk memulihkan. Korban pelecehan seksual akan mengalami pasca trauma yang pahit. Pelecehan seksual dapat merubah kepribadian anak seratus delapan puluh derajat. Dari yang tadinya periang menjadi pemurung, yang tadinya energik menjadi lesu dan kehilangan semangat hidup. Pada beberapa kasus, ada pula anak yang menjadi apatis dan menarik diri, atau menampilkan perilaku agresif dan susah diatur. Pada remaja dan orang dewasa, dampak pelecehan seksual yang dialaminya tergantung pada kekuatan kepribadian yang dimilikinya. Secara umum prosesdab waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan relatif lebih cepat bila dibandingkan pada anakanak. Mencegah Pelecehan Seksual Menyadari bahwa dampak pelecehan seksual dapat berakibat buruk pada keadaan psikologis terutama pada anak, maka orangtua dan lingkungan dapat melakukan pecegahan yang bisa digunakan untuk menghindarkan diri dan keluarga kita dari tindak pelecehan seksual (baik sebagai pelaku maupun korban), antara lain dengan : Berdoa dan membimbing agar anak-anak mengenal Kristus sebagai juru selamatnya sedini mungkin, sehingga mereka dapat memiliki iman yang kokoh dan memegang nilai-nilai kristiani dalam kehidupan sehari-harinya. (Mazmur 63:2 ; 2 Timotius 3:15). Menjauhkan mereka dari pergaulan yang jahat dan memberikan lingkungan yang baik (Amsal 1:10-15 ; 1 Korintus 15:33). Orang tua membuka komunikasi dan menjalin kedekatan emosi dengan anak-anak. Orangtua dapat mengajarkan kepada anak untuk menceritakan apapun yang dialaminya pada setiap harinya. Hal ini dapat dilakukan saat orangtua menyempatkan diri untuk bermain bersama anak-anak. Orang tua disarankan memberikan pengertian kepada anak-anak tentang tubuh mereka dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang lain terhadap bagian tubuhnya. Misalnya, anak diberi pengertian bahwa kalau ada orang lain yang mencium misal di pipi harus hati-hati karena itu tidak diperbolehkan, apalagi orang lain itu tidak dikenal oleh anak. Memperkenalkan kepada anak mengenai perbedaan antara orang asing, kenalan, teman, sahabat, dan kerabat. Misalnya, orang asing adalah orang yang tidak dikenal sama sekali. Terhadap mereka, anak tidak boleh terlalu ramah, akrab, atau langsung memercayai. Kerabat adalah anggota keluarga yang dikenal dekat. Meski terhitung dekat, sebaiknya menyarankan kepada anak untuk menghindari situasi berdua saja. Jika sang anak sudah melewati usia balita, dapat mengajarkan bersikap malu bila telanjang. Dan, bila sudah memiliki kamar sendiri, mengajarkan pula untuk selalu menutup pintu dan jendela bila akan tidur. Mengajarkan pula kepada anak untuk berpenampilan sopan. Baik dalam berpakaian maupun dalam bertutur kata. Penampilan yang tidak sopan, dapat membuat penafsiran menyimpang bagi orang lain dan mengundang orang untuk berbuat jahat kepadanya. M. Yuni Megarini C.